3. Berdirinya Kerajaan Kediri
Kerajaan Kadiri atau Kerajaan Panjalu adalah Kerajaan yang
terletak di Jawa Timur antara tahun 1042-1222. Kerajaan ini berpusat di
kota Daha, yang terletak di sekitar Kota Kediri sekarang. Pada tahun
1042, Raja Airlangga memerintahkan membagi kerajaan menjadi dua
bagian. Pembagian kerajaan tersebut dilakukan oleh seorang Brahmana
yang terkenal akan kesaktiannya yaitu Mpu Bharada. Kedua kerajaan
tersebut dikenal dengan sebutan Jenggala dan Panjalu, yang dibatasi
oleh gunung Kawi dan sungai Brantas. Tujuan pembagian kerajaan
menjadi dua agar tidak terjadi pertikaian diantara kedua putranya.
Pembagian Kerajaan Kahuripan menjadi Jenggala (Kahuripan) dan
Panjalu (Kediri) dikisahkan dalam prasasti Mahaksubya (1289M), kitab
Negarakertagama (1365 M), dan kitab Calon Arang (1540 M).
Begitu Raja Airlangga wafat, terjadilah peperangan antara kedua
bersaudara tersebut. Panjalu dapat dikuasai Jenggala dan diabadikanlah
nama Raja Mapanji Garasakan (1042 – 1052 M) dalam prasasti Malenga.
Ia tetap memakai lambang Kerajaan Airlangga, yaitu Garuda Mukha.
4. Sumber-Sumber Sejarah
1. Prasasti
Prasasti Sirah Keting (1104 M), yang memuat
tentang pemberian hadiah tanah kepada rakyat
desa oleh Raja Jayawarsa.
Prasasti yang ditemukan di Tulungagung dan
Kertosono berisi masalah keagamaan, diperkirakan
berasal dari Raja Bameswara (1117-1130 M).
Prasasti Ngantang (1135 M), yang
menyebutkan tentang Raja Jayabaya yang
memberikan hadiah kepada rakyat Desa Ngantang
sebidang tanah yang bebas dari pajak.
Prasasti Jaring (1181 M) dari Raja Gandra
yang memuat tentang sejumlah nama-nama hewan
seperti Kebo Waruga dan Tikus finada.
Prasasti Kamulan (1194 M), yang
menyatakan bahwa pada masa pemerintahan Raja
Kertajaya, Kerajaan Kediri telah berhasil
mengalahkan musuh yang telah memusuhi istana
di Katang-katang.
5. 2. Berita Asing
Berita asing tentang Kerajaan Kediri sebagian
besar diperoleh dari berita Cina. Berita Cina ini
merupakan kumpulan cerita dari para
pedagang Cina yang melakukan kegiatan
perdagangan di Kerajaan Kediri. Seperti Kronik
Cina bernama Chu fan Chi karangan Chu ju kua
(1220 M). Buku ini banyak mengambil cerita
dari buku Ling wai tai ta (1778 M) karangan Chu
ik fei. Kedua buku ini menerangkan keadaan
Kerajaan Kediri pada abad ke-12 dan ke-13M.
6. Masa kejayaan Kediri dapat dikatakan jelas, terbukti dengan
ditemukannya silsilah raja-raja yang pernah memerintah
kerajaan Kediri. Disamping itu, ditemukannya prasasti-prasasti
dari raja-raja yang pernah memeritah. Raja-raja itu diantaranya
sebagai berikut.
· Raja Sri Jayawarsa
Hanya dapat diketahui dari prasasti Sirah Keting (1104 M). Pada
masa pemerintahannya Raja Jayawarsa memberikan hadiah
kepada rakyatdesa sebagai tanda penghargaan, karena rakyat
telah berjasa kepada Raja. Dari prasasti itu diketahui Raja
Jayawarsa sangat besar perhatiannya kepada masyarakat
(rakyat) dan berupaya meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.
· Raja Bameswara (1117M)
Banyak meninggalkan Prasasti seperti yang ditemukan
didaerah Tulung Agung dan Kertosono. Prasasti seperti yang
ditemukan itu lebih banyak memuat masalah-masalah
keagamaan sehigga sangat baik diketahui keadaan
pemerintahannya.
7. • Raja Jayabaya (1135-1157M)
Kerajaan Kediri mengalami masa keemasan
ketika diperintah oleh Prabu Jayabaya. Sukses
gemilang Kerajaan kediri didukung oleh tampilnya
cendekiawan terkemuka Empu Sedah, Panuluh,
Darmaja, Triguna dan Manoguna. Mereka adalah
jalma sulaksana, manusia paripurna yang telah
memperoleh derajat oboring jagad raya. Di bawah
kepemimpinan Prabu Jayabaya, Kerajaan kediri
mencapai puncak peradaban terbukti dengan
lahirnya kitab-kitab hukum dan kenegaraan
sebagaimana terhimpun dalam kakawin
Baratayuda, Gathutkacasraya, dan Hariwangsa
yang hingga kini merupakan warisan ruhani
bermutu tinggi.
8. • Raja Sri Saweswara (berdasarkan prasasti Padelegan II (1159)
dan prasasti Kahyunan (1161)) dan Raja Sri Aryeswara
(berdasarkan prasasti Angin (1171))
Masa pemerintahan kedua raja ini tidak dapat diketahui, karena
tidak ditemukan prasasti-prasasti yang menyinggung masalah
pemerintahan dari kedua raja tersebut.
• · Raja Sri Gandra
Masa pemerintahan Raja Gandra (1181 M) dapat diketahui dari
Prasasti Jaring, yaitu tentang penggunaan nama hewan dalam
kepangkatan seperti nama gajah, kebo dan tikus. Nama-nama
tersebut menunjukkan tinggi rendahnya pangkat seseorang dalam
istana.
• · Raja Sri Kameswara (berdasarkan prasasti Ceker (1182)
dan Kakawin Smaradahana)
Pada masa pemerintahan Raja Kameswara (1182-1185 M), seni
sastra mengalami perkembangan yang sangat pesat. Di antaranya
Empu Dharmaja mengarang Smaradhana. Bahkan pada masa
pernerintahannya juga dikenal cerita-cerita panji seperti cerita
Panji Semirang.
9. • Raja Sri Kertajaya (1190-1222 M) ( berdasarkan prasasti
Galunggung (1194), Prasasti Kamulan (1194), prasasti Palah
(1197), prasasti Wates Kulon (1205), Nagarakretagama, dan
Pararaton.)
Merupakan raja terakhir dari Kerajaan Kediri. Raja Kertajaya juga
dikenal dengan sebutan Dandang Gendis. Selama masa
pemerintahannya, kestabilan kerajaan menurun. Hal ini disebabkan
Raja Kertajaya mempunyai maksud mengurangi hak-hak kaum
Brahmana. Keadaan ini ditentang oleh kaum Brahmana. Kedudukan
kaum Brahmana di Kerajaan Kediri semakin tidak aman.
Kaum Brahmana banyak yang lari dan minta bantuan ke Tumapel
yang saat itu diperintah oleh Ken Arok. Mengetahui hal ini. Raja
Kertajaya kemudian mempersiapkan pasukan untuk menyerang
Tumapel. Sementara itu. Ken Arok dengan dukungan kaum Brahmana
melakukan serangan ke Kerajaan Kediri. Kedua pasukan itu bertemu
di dekat Ganter (1222 M). Dalam pertempuran itu pasukan dari
Kediri berhasil dihancurkan. Raja Kertajaya berhasil meloloskan diri
(namun nasibnya tidak diketahui secara pasti). Kekuasaan Kerajaan
Kediri berakhir dan menjadi daerah bawahan Kerajaan Tumapel.
10. Keadaan Masyarakat
1. Struktur Pemerintahan
Masa perkembangan kerajaan Kediri hanya kira-kira satu
abad. Dalam erubahan yang terjadi, terutama dibidang
struktur pemerintahan. Ini terbukti dari prasasti-prasasti
masa Kediri yang masih menyebut jabatan-jabatan yang
sudah dikenal pada periode sebelumnya, misalnya rakyan
mahamantri i hino sebagai “orang kedua” sesudah raja.
Namun ada pula keterangan baru, yaitu penyebutan
Panglima Angkatan Laut (Senopati Sarwaja) dalam prasasti
Jaring. Meskipun tidak berarti pada masa sebelumnya tidak
ada angkatan laut, penyebut tersebut tentunya mepunyai
makna khusus. Barang kali pada masa Kediri ini peran
angkatan lautan makin besar tidak saja sebagai penjaga
keamanan negara, tetapi juga mengamankan perdagangan
inter-insuler maupu internasional.
11. 2. Agama
Corak agama masa kediri dapat disimpulkan dari peninggalan-
peninggalan arkeologi yang ditemukan di wilayah kediri. Candi
Gurah dan candi todo Wongso menunjukkan latar belakang
agama Hindu, khususnya Siwa, berdasarkan jenis-jenis arcanya.
Petirtaan Kepung kemungkinan besar juga bersifat Hindu karena
tidak tampaknya unsur-unsur Budhisme pada bangunan tersebut.
Beberapa prasasti menyebutkan nama abhiseka raja yang berarti
penjelmaan Wisnu. Akan tetapi, hal ini tidak langsung
membuktikan bahwa wisnuisme berkembang pada saat itu.
Karena landasan filosofis yang dikenal di Jawa pada masa itu
selalu menganggap raja saa dengan dewa Wisnu dalam hal
sebagai pelindung rakyat dan dunia atau kerajaan.
Secara umum bahwa agama Hindu, khususnya pemujaan kepada
Siwa, mendominasi perkembangan agama pada masa kediri. Hal
ini tercermin dari temuan prasasti, arca-arca, maupun karya-karya
sastra Jawa Kuno yang berasal dari masa ini.
12. 3. Kesenian
Perubahan bidang kesenian dari zaman kediri dibatasi pada seni
arsitektur saja. Dahulu orang selalu memperetanyakan mengapa
masa kediri tidak menghasilkan candi-candi seperti periode
sebelumnya atau sesudahnya, ternyata temuan kemudian satu
demi satu.
Profil candi Gurah yang masih tersisa, mempunyai pelipit sisi
genta pada kaki candi perwara dan candi induknya mempunyai
makara pada ujung bawah tangga. Ciri-ciri ini menunjukkan gaya
seni jawa tengah (abad VII – X M). Akan tetapi, arca-arca yang
sangat indah meunjukkan gaya seni Singasari (abad XIII M).
Pwrbedaan gaya seni ini belum dapat dijelaskan secara
memuaskan. Meskipun ada tanda-tanda bahwa candi Gurah
pernah dibangun kembali (diperbesar), tampaknya arca-arca tidak
berasal dari tahapan kemudian apalagi arca-arca yang lebih tua
tidak pernah ditemukan.
Seperti candi Gurah, Cadi kepung dan tando wongso juga meliliki
ciri yang sama, yaitu pelipit sisi genta di candi Kepug dan arca-arca
Tondo Woso yang mirip arca Gurah. Diperlukan ketiga candi ini
berasal dari masa kediri abad ke XI-XII M.
13. 4. Kesusastraaan
• Masa kediri disebut masa keemasan pada zaman Jawa Kuno,
karena dari masa ini di hasilkan karya-karya sastra terutama
dalam bentuk kakawin, yag sangat penting dan bermutu tinggi
• Dari masa kediri kita kenal beberapa orang pujangga dengan
karya sastranya. Mereka itu adalah Pu sedah dan Pu Panuluh
yang bersama-sama mengubah kitab Bhatarayudha dalam
masa pemerintahan raja Jaya Bhaya, Pu Panuluh yang bersama-
sma mengubah Kitab Ghatotkacasraya didalam masa
pemerintahan Raja Jaya Karta. Pu Dharmaja mengubah kitab
Samaradahana dalam masa pemerintahan raja kameswara, Pu
Monaguna mengubah kitab Sumanasantaka dan Pu Triguna
mengubah kitab Krisnayana, kedua-duanya dalam masa
pemerintahan Sri warsa krisnayana. Masih ada lagi sebuah
kitab yang berdasarkan pertimbangan kebahasaan, gaya dan
penggarapan pokok ceritanya. Sekalipun kurang meyakinkan
digolongkan kedalam karya satra dari zaman keidiri yaitu kitab
bamontaka.
14. 5. Ekonomi
Catatan para pedagang cina yang mengumpulkan menjadi
kronik-kronik kerajaan, dengan jelas menyebutkan
tentang kehidupan rakyat kediri dalam bidang
perekonomian seperti pertanian dan perdagangan.
Untuk pertanian rakyat di kerajaan kediri ini banyak yang
menghasilkan beras, dan untuk perdagangan antara lain
yang laku dipasaran pada masa itu adalah emas, perak,
daging, kayu cendana, pinang dan lain-lain.
Pajak yang dihasilkan berupa hasil bumi, telah mengenal
sistem pertukaran dengan uang emas atau perak. Letak
kediri juga sangat strategis karena diantara Indonesia
timur dan Indonesia Barat.
15. Faktor Penyebab Runtuhnya Kerajaan Kediri
Kerajaan Kediri runtuh pada masa pemerintahan
Kertajaya, dan dikisahkan dalam Pararaton dan
Nagarakretagama. Pada tahun 1222 Kertajaya sedang
berselisih melawan kaum brahmana, perselisihan ini
terjadi karena Raja Kertajaya memerintahakan kaum
brahmana untuk menyembah dia sebagai raja, namun
para kaum Brahmana menolak yang kemudian meminta
perlindungan Ken Arok akuwu Tumapel. Kebetulan Ken
Arok juga bercita-cita memerdekakan Tumapel yang
merupakan daerah bawahan Kadiri. Perang antara Kadiri
dan Tumapel terjadi dekat desa Ganter. Pasukan Ken Arok
berhasil menghancurkan pasukan Kertajaya. Dengan
demikian berakhirlah masa Kerajaan Kadiri, yang sejak
saat itu kemudian menjadi bawahan Tumapel atau
Singhasari.
16. Setelah Ken Arok mengangkat Kertajaya, Kadiri
menjadi suatu wilayah dibawah kekuasaan Singhasari.
Ken Arok mengangkat Jayasabha, putra Kertajaya
sebagai bupati Kadiri. Tahun 1258 Jayasabha
digantikan putranya yang bernama Sastrajaya. Pada
tahun 1271 Sastrajaya digantikan putranya, yaitu
Jayakatwang. Jayakatwang memberontak terhadap
Singhasari yang dipimpin oleh Kertanegara, karena
dendam masa lalu dimana leluhurnya Kertajaya
dikalahkan oleh Ken Arok. Setelah berhasil membunuh
Kertanegara, Jayakatwang membangun kembali
Kerajaan Kadiri, namun hanya bertahan satu tahun
dikarenakan serangan gabungan yang dilancarkan oleh
pasukan Mongol dan pasukan menantu Kertanegara,
Raden Wijaya.