SlideShare a Scribd company logo
1 of 54
Karakteristik Kemiskinan dan
Kaitannya Dengan Struktur Kota
DKI Jakarta
Nurrokhmah Rizqihandari
0706191392
TESIS
1
DKI Jakarta  Pusat Administrasi dan Pelayanan Masyarakat;
 Pusat Perdagangan dan Distribusi;
 Pusat Keuangan;
 Pusat Pariwisata;
 Pusat Pelatihan dan Informasi;
 Pusat Ilmu Pengetahuan; dan
 Pusat Seni Budaya.
 60% kegiatan perekonomian Indonesia
 Kepadatan penduduk tinggi (13.759jiwa/km2) 
Kota utama (primate city)  tujuan pendatang
 Kompetisi ruang  Nilai tanah tinggi di daerah
strategis
 Penduduknya beragam, terutama kondisi sosial
ekonominya
 Penduduk berstatus ekonomi baik akan tinggal pada
nilai tanah lebih tinggi daripada penduduk dengan
status ekonomi buruk (penduduk miskin)
 Penduduk miskin mencari lokasi yang relatif dekat
dengan pusat kegiatan, peluang untuk mendapat
pekerjaan (informal) akan lebih mudah
Menempati kawasan “belakang kota”
2
Kawasan “belakang kota”
 Dekat dengan pusat kegiatan
 Berkondisi lingkungan buruk  permukiman padat dan
tidak teratur dengan standar rendah sepeti terhadap
kebutuhan dasar seperti air bersih, bahan bakar, listrik
maupun sarana kesehatan
Pusat kegiatan perkotaan  melayani kebutuhan penduduk dengan efisien 
teroganisir dengan baik
Permasalahan bagi wajah kota dan kemampuan pusat kegiatan tersebut
melayani penduduknya
Penelitian untuk mengetahui kondisi kemiskinan dan sebarannya yang
dikaitkan dengan keberadaan pusat-pusat kegiatan
3
Kemiskinan
 Kondisi hidup penduduk serba kekurangan, bahkan
untuk memenuhi kebutuhan dasarnya
 Wagle (2007) Kemiskinan didekati dengan tiga
dimensi yaitu : kesejahteraan ekonomi, kemampuan,
dan pengakuan sosial
 Mingione (1996) mengungkapkan bahwa gagasan “fenomena multidimensi” yang
menjelaskan kebutuhan hidup minimum, harus dikaitkan dengan keterbatasan akses
untuk mendapatkan keuntungan penting (importan benefits) di masyarakat
perkotaan seperti pendidikan, sistem pengelolaan sampah, kesehatan, serta integrasi
sosial dan kebudayaan.
 Lebih lajut dikatakan bahwa peduduk miskin kota tidak sekedar hidup dalam
keterbatasan melainkan hidup dalam situasi yang rentan terhadap kejadian-kejadian
negatif.
Multidimensi kemiskinan
Kemiskinan Perkotaan
4
Kemiskinan Kota di DKI Jakarta
 Ramto (1993)  Permukiman miskin dengan pusat-pusat
kegiatan kota, kerena penghuninya memerlukan jarak yang dekat
untuk mencapai tempat mencari nafkanya, karena dengan jarak
sedekat itu, biaya dan waktu perjalanan akan dihemat.
 Hargono (2005)  Kemiskinan perkotaan di DKI Jakarta dilihat
dari beberapa indikator yaitu ukuran rumah tangga, kegiatan di
sektor sekunder, rata-rata pendapatan per kapita, kondisi
permukiman, serta tipe bangunan perumahan. Tidak ada korelasi
antara keberadaan penduduk miskin dengan ketersediaan dan
kualitas fasilitas umum, karena fasilitas umum di DKI Jakarta, yang
dibangun dari data Sensus Potensi Desa, relatif lengkap dan bagus.
 Hargono (2005)  Menemukan penduduk miskin di timur dan
tenggara DKI Jakarta mendekati industri
5
Ketergantungan Keruangan
(Spatial Dependency)
 Waldo Tobler (1979)  Segala sesuatu, jika
berdekatan cenderung akan lebih terkait daripada hal-
hal yang jauh terpisah.
 Goodchild (1992)  ketergantungan spasial adalah
kecenderungan untuk lokasi terdekat untuk
mempengaruhi satu sama lain dan memiliki atribut yang
sama
 Zeng, dkk. (2008)  menggunakan statistik
keruangan hasil yang diperoleh lebih masuk akal
daripada statistik biasa (traditional logistic)
6
• Anselin, dkk. (2002)  menuliskan bahwa dalam
analisis keruangan bahwa nilai yang di observasi pada
sebuah lokasi selain dipengaruhi oleh variabel di lokasi
tersebut, juga dipengaruhi oleh nilai obeservasi di lokasi
sebelahnya.
Ketergantungan Keruangan
(Spatial Dependency)
7
Sumber Data
8
Karena berbasiskan lokasi, untuk memudahkan
analisa, maka unit analisis penelitian
merupakan 261 kelurahan di DKI Jakarta
Sehingga data PSE yang unit analisisnya adalah
rumah tangga miskin, diagregatkan pada tingkat
kelurahan; dan data struktur kota diubah
menjadi persentase pengunaan tanah pusat
kegiatan terhadap luas kelurahan
Sumber Data
9
Pertanyaan Penelitian
 Bagaimana kondisi kemiskinan kelurahan
berdasarkan karakteristik rumah tangga miskin
di DKI Jakarta?
 Bagaimana hubungan antara kondisi kelurahan
miskin tersebut terhadap struktur ruang kota
DKI Jakarta?
Hipotesis : Kelurahan miskin akan terkosentrasi
mendekati pusat-pusat kegiatan
10
Hasil
11
Wolrd Bank (2009), menetapkan dua kerangka kerja untuk memahami
kemiskinan perkotaan, yaitu:
1. Pendekatan karakteristik kemiskinan pendapatan, kondisi kesehatan dan
pendidikan, kepemilikan perorangan, dan ketidakberdayaan. Masing-
masing dimensi tersebut saling terkait dan berdampak kumulatif satu
dengan lainnya.
2. Pendekatan kerentanan dan kepemilikan aset, dikembangkan dari konsep
dinamik  risiko penduduk untuk jatuh dalam kategori miskin. Semakin
banyak aset yang dimiliki oleh seseorang dan keluarganya, semakin rendah
risiko untuk masuk dalam kategori miskin. Tidak terbatas pada aset benda
atau barang, melainkan tenaga kerja, modal manusia berupa keterampilan
dan kemampuan bekerja, aset produktif terutama kepemilikan rumah,
hubungan rumah tangga, dan modal sosial.
Kemiskinan Perkotaan
12
Kriteria Kemiskinan BPS
Dianggap mewakili multidimensi kemiskinan yang dilihat dari kesehatan,
makanan dan gizi, pendidikan, kondisi pekerjaan, situasi kesempatan kerja,
konsumsi dan tabungan, pengangkutan, perumahan, sandang, rekreasi dan
hiburan, jaminan sosial, serta kebebasan.
8. Jarang mengkonsumsi
daging/ayam/susu
9. Kurang dari 3 kali makan/hari
10. Jarang membeli baju atau
hanya 1 stel/tahun
11. Tidak mampu membayar
berobat
12. Penghasilan kepala rumah
tanganya hanya <Rp.600.000
per bulan
13. Pendidikan kepala rumah
tangganya hanya SD
14. Tidak memiliki aset/tabungan
1. Luas lantai bangunannya <
8m2/orang
2. Lantai terluasnya dari
tanah/bambu/kayu murah
3. Dinding terluasnya
tanah/bambu/kayu murah
4. Tidak punya fasilitas buang air
besar
5. Sumber air minum bukan PAM
atau Pompa
6. Penerangannya bukan listrik
7. Memasak tidak menggunakan
bahan bakar modern
13
Indeks Kemiskinan Manusia
Dimensi
Indikator Angka buta
huruf orang
dewasa (>15
Tahun)
Kemungkinan
tidak hidup
mencapai usia
40 Tahun
penduduk
yang tidak
memiliki
akses ke
sumber air
yang
diperbaiki
persentase
penduduk
yang tidak
memiliki
akses ke
fasilitas
kesehatan
persentase
balita
berberat
badan
kurang
Standar Hidup Layak
(decent standard of living)
Pengetahuan
(knowledge)
Kebertahanan
Hidup (survival)
Komposit Standart Hidup Layak
Indeks Kemiskinan Manusia Negara Berkembang
A
UNDP 1997  Laporan Pembangunan Manusia ke delapan Tahun 1997  devariasi
tentang kesehatan, pendidikan, dan pemenuhan kebutuhan sosial ekonomi untuk
perhitungan kemiskinan
Bentuk penyederhanaan untuk menetapkan ukuran-ukuran kuantitatif (dalam bentuk
indeks komposit) dari dimensi dan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
kemiskinan.
Empat klasifikasi tersebut
yaitu :
1. klasifikasi rendah dengan
nilai IKM kurang dari 10,
2. klasifikasi menengah
rendah dengan nilai IKM
10 – 25,
3. klasifikasi menengah
tinggi dengan nilai IKM 25
– 40, dan
4. klasifikasi tinggi dengan
nilai IKM lebih dari 40.
14
Indeks Variabel No Definisi Variabel
X1 Luas Lantai RT23 Persentase rumah tangga miskin per kelurahan yang luas lantai bangunan < 8m2/orang (%)
X2 Jenis Lantai RT24
Persentase rumah tangga miskin per kelurahan yang luas lantai terbuat dari tanah/bambu/kayu
murah (%)
X3 Jenis Dinding RT25
Persentase rumah tangga miskin per kelurahan yang dinding terluasnya dari tanah/bambu/kayu murah
(%)
X4 Sumber Air Minum RT27 Persentase rumah tangga miskin per kelurahan yang bersumber air minum bukan PAM atau pompa (%)
X5
Fasilitas Buang Air
Besar
RT26
Persentase rumah tangga miskin per kelurahan yang tidak menggunakan fasilitas buang air besar milik
sendiri (%)
X6 Sumber Penerangan RT28 Persentase rumah tangga miskin per kelurahan yang tidak menggunakan listrik sebagai penerangan (%)
X7 Bahan Bakar Memasak RT29
Persentase rumah tangga miskin per kelurahan yang tidak menggunakan bahan bakar modern untuk
memasak sehari-hari (%)
X8
Kemampuan Membeli
Daging/Ayam/Susu
RT210
Persentase rumah tangga miskin per kelurahan yang tidak pernah membeli/mengkonsumsi
daging/ayam/susu dalam seminggu (%)
X9 Kebiasaan Makan RT211 Persentase rumah tangga miskin per kelurahan yang makan hanya satu kali sehari (%)
X10
Kemampuan Membeli
Pakaian
RT212 Persentase rumah tangga miskin per kelurahan yang tidak pernah membeli pakaian dalam setahun (%)
X11
Kemampuan
Membayar
pengobatan
RT213 Persentase rumah tangga miskin per kelurahan yang tidak mampu berobat ke puskesmas (%)
X12 Kepemilikan Aset RT216
Persentase rumah tangga miskin per kelurahan yang tidak memiliki aset tabungan, emas, ternak, dan
sepeda motor (%)
X13
Jenis Kelamin Kepala
rumah Tangga
RT21b Persentase rumah tangga miskin per kelurahan yang kepala keluarganya perempuan (%)
X14
Pekerjaan Kepala
Rumah Tangga
RT214 Persentase rumah tangga miskin per kelurahan yang kepala rumah tangganya tidak bekerja (%)
X15
Pendidikan Kepala
Rumah Tangga
RT215
Persentase rumah tangga miskin per kelurahan yang pendidikan kepala rumah tangganya SD/MI ke
bawah (%)
Variabel
15
Analisis Faktor
Variabel Faktor 1 Faktor 2 ... Faktor n
X1
X2
...
Xn
Kelurahan Faktor 1 Faktor 2 ... Faktor n
a
b
...
z
Nilai Loading Faktor Nilai Skor Faktor
Transformasi Skor Faktor menjadi Indeks Faktor
IK = K – (10 SK)
IK = Indeks Faktor
K = Konstanta bilangan bulat
SK = Skor faktor dari masing
masing faktor yang terbentuk
Komposit
Pemetaan
16
Pembuatan Faktor Komposit
FK = [1/4 (SF1
α + SF2
α + SF3
α + SF4
α)]1/α
Klasifikasi
Kelurahan Nilai Indeks Klasifikasi Indeks
a Buruk
b Sedang
e Ringan
... ...
z Ringan
Karakteristik Kemiskinan
 Dari 15 Variabel yang digunakan, terbentuk 4 Faktor utama mempengaruhi
kondisi kemiskinan per kelurahan DKI Jakarta, yaitu:
Component
1 2 3 4
Berdinding Kualitas Rendah 0,89 0,078 0,078 -0,062
Fasilitas Buang Air Basar Bersama 0,805 -0,106 -0,313 0,003
Berlantai Kualitas Rendah 0,782 0,137 0,264 -0,139
Luas Lantai Per Kapita Kurang dari 8 m2 0,537 -0,201 -0,618 -0,208
Tidak Mampu Membeli Pakaian -0,066 0,752 0,004 0,257
Tidak Mampu Membeli Daging, Ayam,
Susu dalam Seminggu
-0,02 0,726 0,124 0,117
Tidak Mampu Berobat 0,087 0,639 0,113 0,118
Hanya Makan 1 kali sehari 0,066 0,632 0,127 -0,173
Bukan Bahan Bakar Modern 0,024 0,227 0,778 -0,102
Sumber Air Minum Terbuka -0,132 0,045 0,677 0,159
Penerangan Bukan Listrik 0,32 0,014 0,6 0,098
Kepala Rumah Tangga Perempuan -0,051 0,006 0,053 0,871
Kepala Rumah Tangga Tidak Bekarja -0,175 0,27 0,069 0,661
Tidak Memiliki Aset *) -0,452 -0,452 -0,01 -0,235
Kepala Rumah Tangga Berpendidikan
SD/MI *)
0,321 0,138 0,381 0,483
(1) Kondisi Bangunan
Tempat Tinggal,
(2) Pola Konsumsi
(3) Ketersediaan
Kebutuhan Harian, dan
(4) Karakteristik Kepala
Rumah Tangga
 Variabel kepemilikan aset
dan pendidikan kepala
rumah tangga tidak
tergolong faktor
manapun, karena nilai
loading faktornya kurang
dari 0,5
17
18
Faktor 1 = 0,382KD + 0,361MCK + 0,314KL + 0,117LLK + ε
r = 0,969 ; R2 = 93,8%
Faktor Pertama – Kondisi Bangunan Tempat Tinggal
 Faktor ini terbetuk atas variabel-variabel yang menyatakan kondisi
bangunan :
1. Luas lantai per kapita kurang dari 8m2rumah tangga miskin (LLK),
2. Kualitas lantai buruk (KL),
3. Kualitas dinding buruk (KD), dan
4. Tidak memiliki fasilitas buang air (MCK).
 Variabel kualitas dinding, fasilitas buang air besar, dan kualitas lantai,
memiliki bobot yang hampir sama penyumbang kondisi bangunan tempat
tinggal rumah tangga miskin
 Variabel luas lantai per kapita tidak besar sumbangannya
Faktor Pertama – Kondisi Bangunan Tempat Tinggal
Hanya 21,6% kelurahan yang
penduduk miskinnya tinggal dalam
kondisi tempat tinggal yang buruk,
sebagian besar dalam kondisi sedang
(49,81%)
19
20
Faktor 2 = 0,368KBD + 0,333KBP + 0,329PMS + 0,327KOP + ε
r = 0,966 ; R2 = 93,4%
 Faktor ini terbetuk atas variabel-variabel yang menyatakan pola konsumsi :
1. ketidakmampuan mengkonsumsi daging, ayam, susu dalam seminggu
(KBD),
2. Hanya 1 kali makan dalam sehari (PMS),
3. Ketidakmampuan membeli pakaian dalam setahun (KBP), dan
4. Ketidakmampuan berobat di puskesmas (KOP)
 variabel-variabel tersebut memiliki bobot yang hampir sama untuk
membentuk pola konsumsi penduduk miskin
Faktor Kedua – Pola Konsumsi Penduduk
Faktor Kedua – Pola Konsumsi Penduduk
 hanya 22,39% penduduk miskin yang
memiiki pola konsumsi buruk, tersebar
dari tengah Jakarta ke arah utara.
 Jakarta Barat, Jakarta Utara, dan Jakarta
Pusat memiliki proporsi lebih dari rata-
rata DKI Jakarta, yaitu masing-masing
38,71%, 35,79%, dan 25,58%.
21
22
Faktor Ketiga – Ketersediaan Penunjang
Kebutuhan Harian
Faktor 3 = 0,508PBB + 0,425KSA + 0,287KSL + ε
r = 0,925 ; R2 = 85,5%
 Faktor ini terbetuk atas variabel-variabel yang menyatakan Ketersediaan
Penunjang Kebutuhan Harian :
1. ketidaktersediaan sumber air minum tertutup (KSA),
2. ketidaktersediaan sumber listrik (KSL), dan
3. pemakaian bahan bakar bukan modern (PBB)
 Variabel pemakaian bahan bakar, dalam hal ini pemakaian bukan bahan
bakar modern seperti kayu, mendominasi ciri faktor kebutuhan harian
penduduk miskin DKI Jakarta
Faktor Ketiga – Ketersediaan Penunjang
Kebutuhan Harian
Penduduk miskin yang berada dalam kondisi
sulit memenuhi kebutuhan hariannya lebih
tinggi daripada kedua faktor sebelumnya
(33,98%), dan banyak terdapat di Jakarta
Pusat (51,16%) dan Jakarta Barat dengan
(46,43%)
23
24
Faktor 4 = 0,72JK + 0,354Kerja + ε
r = 0,927 ; R2 = 86%
 Faktor ini terbetuk atas variabel-variabel yang menyatakan kondisi kepala
rumah tangga:
1. Kepala rumah tangga tidak bekerja (Kerja) dan
2. Kepala rumah tangga perempuan (JK)
 Jenis kelamin kepala rumah tangga, dalam hal ini perempuan,
mendominasi ciri pembentuk faktor kondisi kepala rumah tangga
penduduk miskin DKI Jakarta
Faktor Keempat – Kondisi Kepala Rumah Tangga
Faktor Keempat – Kondisi Kepala Rumah Tangga
kelurahan yang memiliki proporsi
kepala rumah tangga perempuan dan
atau tidak bekerja besar tidaklah
banyak, hanya 16,6%, dan banyak
terdapat di Jakarta Selatan dan
Jakarta Barat.
25
Kotamadya Miskin Ringan Miskin Sedang Miskin Parah
Jakarta Barat 3,57% 50,00% 46,43%
Jakarta Pusat 18,60% 46,51% 34,88%
Jakarta Selatan 17,19% 51,56% 31,25%
Jakarta Timur 53,85% 40,00% 6,15%
Jakarta Utara 32,26% 61,29% 6,45%
DKI Jakarta 25,48% 48,65% 25,87%
Kondisi Kemiskinan
 Dari 4,25% penduduk DKI Jakarta
tergolong miskin yang tersebar di 259
kelurahan (Melawai dan Gondangdia tidak
ada data), 26% rumah tangga miskin per
kelurahan berada dalam kondisi miskin
parah (buruk)
 Kondisi kemiskinan di Jakarta Bagian Barat
aliran Ci Liwung lebih buruk daripada di
Jakarta Bagian Timur-nya dan bergradasi
 Tingginya persentase kondisi kemiskinan
parah berasosiasi dengan luasnya
penggunaan tanah perumahan, terutama
perumahan tidak teratur
26
27
IK = 0,579KB + 0,525PK + 0,391KH + 0,460KRT + ε
r = 0,987 ; R2 = 97,4%
 Indeks kemiskinan ini dipengaruhi oleh faktor faktor pembentunya, yaitu :
1. Kondisi bangunan tempat tinggal (KB)
2. Pola konsumsi (KB)
3. Ketersediaan pendukung kebutuhan harian (KH)
4. Karakteristik kepala rumah tangga (KRT)
 standardized coefficients beta yang dianggap sebagai faktor yang paling
berperan membentuk variabel terikat, maka faktor pertama, yaitu kondisi
bangunan tempat tinggal (KB) yang berbobot 0,579, merupakan faktor
yang paling berperan dalam membentuk tingkat kemiskinan di DKI Jakarta
Kondisi Kemiskinan
Kondisi Kemiskinan
 Walaupun penduduk miskin di DKI Jakarta kurang dari 5%
dari populasi penduduknya, namun 26% nya tinggal dalam
kondisi buruk.
 Kondisi kemiskinan yang dialami penduduk miskin ini
bergradasi tingkatannya antar kelurahan.
 Penduduk miskin di bagian timur aliran Ci Liwung umumnya
memiliki kondisi lebih baik daripada penduduk miskin di
bagian barat.
 Kondisi bangunan tempat tinggal, pola konsumsi,
karakteristik kepala rumah tangga, dan ketersediaan
pemenuhan kebutuhan harian, secara berturut turut
menyumbang bobot dalam membentuk kondisi kemiskinan.
28
Hasil
29
Struktur Kota
Meyer Penduduk membentuk bentukan kota
(rumah tinggal, jalan raya, kantor, dan
sebagainya)
Terutama karena pertambahan jumlah
penduduk, perkembangan kegiatan, serta
perubahan sosial budaya.
Variasi ketiganya membentuk suatu struktur
kota yang khas.
30
Teori Struktur Kota
31
Kota DKI Jakarta
Kalideres
(5.87%)
Ciracas
(4.68%)Jagakarsa
(4.16%)
Kelapa Gading
(3.76%)
Cipayung
(2.93%)
Cilincing
(3.35%)
Cakung
(3.54%)
Pasar Rebo
(2.48%)
Kembangan
(2.74%)
Duren Sawit
(1.88%)
Pesanggrahan
(1.83%)
Mampang Parapatan
(1.00%)
1975 : kepadatan penduduk di pusat kota 263 jiwa/ha, di pinggir kota 40 jiwa/ha
1980 an : sebagian besar penduduk pindah ke selatan, sehingga pertumbuhan penduduk di pusat
kota cenderung stabil
1990-2000 : di pusat kota pertumbuhannya negatif, tapi meningkat di pinggiran, bahkan terjadi
population boom di bagian barat dan timur (the western and the eastern suburban
regions)
32
Penggunaan Tanah
 Penggunaan tanah DKI Jakarta 68% didominasi oleh permukiman, yang
separuhnya merupakan permukiman tidak teratur. Banyak terdapat di Jakarta
Selatan dan Barat
 Proporsi penggunaan tanah perdagangan dan jasa serta industri dan
pergudangan masing-masing hanya 9% dan 2%, Jakarta Pusat untuk
perdagangan jasa
 Ternyata masih memiliki penggunaan tanah pertanian yang mencirikan
penggunaan tanah perdesaan (pertanian tanah basah, pertanian tanah kering,
peternakan, dan perikanan) sebesar 9%, banyak di Jakarta Timur
Penggunaan Tanah
(Ringkas)
Kotamadya
Jakarta
Selatan
Jakarta
Timur
Jakarta
Pusat
Jakarta
Barat
Jakarta
Utara
Perdagangan dan Jasa 8,80% 6,00% 25,12% 6,04% 11,25%
Industri dan Pergudangan 0,71% 2,24% 0,42% 3,57% 4,09%
Pertanian 2,41% 13,50% 0,10% 11,15% 11,19%
Perumahan 80,88% 68,90% 64,50% 71,38% 46,43%
Ruang Terbuka 7,15% 8,57% 8,96% 3,45% 16,19%
Lainnya 0,05% 0,79% 0,89% 4,40% 10,85%
33
Pengolahan Data (struktur kota)
34
35
Struktur Kota  Pusat Kegiatan berada di tengah dan ke
utara DKI Jakarta
 80% pusat kegiatan merupakan
perdagangan dan jasa, dan berada di
Jakarta Pusat dan Selatan
 Industri pergudangan terdapat di Jakarta
Timur, Utara, dan Barat
 Pinggiran, disusun dari penggunaan tanah
perikanan, pertanian tanah basah,
pertanian tanah kering, dan peternakan.
 Didominasi oleh perikanan  empang
atau tambak untuk membudidakan ikan.
 Pertanian lahan basah berupa sawah
banyak terdapat di Jakarta Utara.
 Pertanian lahan kering, berupa tegalan dan
kebun, banyak terdapat di Jakarta Timur.
36
Pembahasan
37
Analisa Data
Analisis Deskriptif  Melalui tabel silang antara
klasifikasi kondisi kemiskinan dengan struktur
kota
Analisa Korelasi  Korelasi Khi Kuadrat
Analisa Keruangan
 Melalui overlay peta, dan
 Perhitungan indeks moran univariat dan LISA
univariat
38
Analisa Data (korelasi)
39
Kemiskinan dan Struktur Kota
 Korelasi pearson chi-square sebesar 9,513
 Nilai koofisien kontingensi sebesar 0,188
 Telah signifikan pada α =5%.
Terdapat hubungan yang signifikan, walaupun lemah, antara kondisi
kemiskinan dengan struktur kota DKI Jakarta
 Pusat kegiatan  17 kelurahan dengan
kondisi miskin buruk berada di (34,69%)
 Peralihan  93 kelurahan yang berkondisi
sedang (48,44%)
 Pinggiran  7 kelurahan berkondisi
kemiskinan ringan (38,89%)
Pusat kegiatan tidak didominasi oleh
kelurahan dengan kondisi kemiskinan
parah, melainkan kelurahan berkondisi
kemiskinan sedang (55%)
40
Kemiskinan dan Struktur Kota
Kotamadya Kecamatan Kelurahan
Jakarta Timur
(7)
Cipayung (5)
Cilangkap, Cipayung,
Lubang Buaya, Munjul,
dan Setu
Ciracas (2)
Kelapa Dua Wetan dan
Ciracas
Kotamadya Kecamatan Kelurahan
Jakarta Barat
(5)
Taman Sari (4)
Glodok, Krukut,
Pinangsia, dan Tangki
Tambora Tambora
Jakarta Pusat
(6)
Gambir (5)
Cideng, Duri Pulo,
Gambir, Kebon Kelapa,
dan Petojo Utara
Menteng Kebon Sirih
Jakarta
Selatan (6)
Jagakarsa Tanjung Barat
Kebayoran
Baru
Senayan
Kebayoran
Lama
Grogol Selatan
Setiabudi (3)
Karet, Karet Semanggi,
dan Kuningan Timur
41
Kemiskinan dan Struktur Kota
 Kelurahan dengan
kondisi kemiskinan
buruk berdekatan
dengan struktur kota
pusat kegiatan dan
peralihan
 Hanya sedikit
kelurahan yang
berkondisi kemiskinan
ringan yang langsung
bersebelahan dengan
kelurahan dengan
kondisi kemiskinan
buruk (gradasi)
42
Analisa Data (keruangan)
43
Kluster Kemiskinan
Dari perhitungan indeks Kemiskinan, diperoleh Indeks
Moran sebesar 0,3467
Terjadi klusterisasi kemiskinan
Klusterisasi berdasarkan kekuatan nilai korelasi antara
indeks kemiskinan dengan perbedaan keruangan
(spatial lag) masing-masing kelurahan
44
Lokasi Klaster
Kotamadya Kecamatan Kelurahan
Jakarta Barat
(18)
Cengkareng Kedaung Kaliangke
Grogol
Petamburan (3)
Grogol, Tanjung Duren Selatan, Dan Tomang
Kali Deres Tegal Alur
Kebon Jeruk (4)
Duri Kepa, Kebon Jeruk, Kedoya Selatan, dan
Kedoya Utara
Kembangan Kembangan Selatan
Palmerah (3) Jati Pulo, Kemanggisan,Dan Kota Bambu Utara
Taman Sari (3) Keagungan, Krukut, Dan Maphar
Tambora (2) Kerendang Dan Tanah Sereal
Jakarta Pusat
(11)
Gambir (6)
Cideng, Duri Pulo, Gambir, Kebon Kelapa, Petojo
Selatan, Dan Petojo Utara
Senen (2) Kwitang Dan Senen
Tanah Abang (3) Gelora, Kampung Bali, Dan Kebon Kacang
Jakarta Selatan
(7)
Kebayoran Lama Grogol Utara
Setiabudi (6)
Guntur, Karet, Karet Kuningan, Menteng Atas,
Pasar Manggis, Dan Setiabudi
Jakarta Utara Penjaringan Kamal Muara
45
Kotamadya Kecamatan Kelurahan
Jakarta Barat (4)
Cengkareng Kedaung Kaliangke
Palmerah (2) Kemanggisan dan Kota Bambu Utara
Taman Sari Krukut
Jakarta Pusat (9)
Gambir (6)
Cideng, Duri Pulo, Gambir, Kebon
Kelapa, Petojo Selatan, Petojo Utara
Senen Senen
Tanah Abang (2) Gelora dan Kampung Bali
Jakarta Selatan (2) Setiabudi (2) Karet dan Setiabudi
Klaster di Pusat Kegiatan
Terdapat 15 kelurahan yang
terkluster kondisi kemiskinan
buruk dan berada di pusat
kegiatan
46
Kotamadya Kecamatan Kelurahan
Jakarta Selatan (5)
Kebayoran Lama Grogol Utara
Setiabudi (4)
Karet Kuningan, Menteng
Atas, Pasar Manggis, dan
Guntur
Jakarta Pusat (2)
Tanah Abang Kebon Kacang
Senen Kwitang
Jakarta Barat (7)
Kebon Jeruk Kedoya Utara
Palmerah Jati Pulo
Grogol Petamburan
(3)
Tanjung Duren Selatan,
Tomang, dan Grogol
Tambora (2)
Tanah Sereal dan
Kerendang
Taman Sari (2) Maphar dan Keagungan
Klaster di Perbatasan Pusat Kegiatan
Terdapat 16 kelurahan yang
terkluster kondisi kemiskinan
buruk dan dekat dengan pusat
kegiatan
47
Klaster Kemiskinan
 Terjadi penklasteran kelurahan menurut kondisi
kemiskinan DKI Jakarta (Morran I = 0,35)
 Karakteristik klaster yang terbentuk adalah kondisi
kemiskinan buruk dan jarak antar kelurahannya
berdekatan (LISA Cluster Map = H-H)
 Lokasi penklasteran tersebut berada di pusat kota
atau berbatasan dengan pusat kota
 Penduduk miskin yang tinggal di atau dekat dengan
pusat kegiatan ternyata ternyata kondisinya buruk
48
49
Kesimpulan
1. Populasi penduduk miskina DKI Jakarta yang kurang dari 5% penduduknya, ternyata
26% nya tinggal dalam kondisi kemiskinana yang buruk.
2. Kondisi kemiskinan, secara berturut-turut, disumbangkan oleh kualitas bangunan
tempat tinggal, pola konsumsi rumah tangganya, karakteristik kepala rumah
tangganya, serta keterbatasan untuk memenuhi kebutuhan harian.
3. Kualitas bangunan tempat tinggal dipengaruhi oleh dinding berkualitas rendah,
ketidaktersediaan fasilitas buang air besar, kualitas lantai yang rendah, dan luas lantai
per kapita yang kurang dari 8 m2. Pola konsumsi terbentuk dari ketidakmampuan
mengkonsumsi daging, ayam, susu dalam seminggu, ketidakmampuan membeli
pakaian dalam setahun, makan hanya sekali sehari, serta ketidakmampuan berobat ke
puskesmas. Karakteristik kepala rumah tangga dibentuk dari kepala rumah tangga
perempuan dan tidak bekerjanya kepala rumah tangga. Ketersediaan penunjang
kehidupan harian disusun atas ketidaktersediaan sumber air minum tertutup,
ketidaktersediaan sumber listrik PLN, dan tidak menggunakan bahan bakar modern.
4. Berdasarkan analisis keruangan dapat diketahui bahwa penduduk miskin yang tinggal
di bagian barat aliran Ci Liwung, yaitu Kotamadya Jakarta Barat, Jakarta Pusat, dan
Jakarta Selatan, kondisinya lebih buruk daripada yang tinggal di bagian timur.
50
5. Berdasarkan analisis keruangan dapat diketahui bahwa penduduk miskin yang
tinggal di bagian barat aliran Ci Liwung, yaitu Kotamadya Jakarta Barat, Jakarta
Pusat, dan Jakarta Selatan, kondisinya lebih buruk daripada yang tinggal di bagian
timur.
6. Berdasarkan analisis tabulasi silang antara kondisi kemiskinan dengan struktur
kota, dapat diketahui bahwa penduduk miskin berkondisi buruk berasosiasi
mendekati dan berada di pusat kegiatan, sedangkan penduduk miskin yang
berkondisi lebih baik berada di pinggiran.
7. Korelasi yang signifikan, walaupun tidak kuat, ditunjukkan juga dengan analisis khi
kuadrat, yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kondisi kemiskinan
dengan struktur kota
8. Berdasarkan analisis autokorelasi keruangan diketahui bahwa terjadi klusterisasi
kemiskinan. Klusterisasi ini terbentuk dari kedekatan kelurahan-kelurahan yang
memiliki kondisi kemiskinan yang buruk, serta terbentuk di daerah tengah DKI
Jakarta ke arah barat.
9. Dengan mengoverlay kelurahan kluster miskin dengan struktur kotanya, diperoleh
temuan bahwa sebagian besar kelurahan-kelurahan tersebut berada di pusat
kegiatan atau bersebelahan dengan pusat kegiatan.
Kesimpulan
51
Implikasi Kebijakan
1. Dengan mengetahui sebaran kondisi kemiskinan beserta karakteristik
penyusunnya pada setiap masing-masing kelurahan maka dapat dilakukan
penanganan pengentasan kemiskinan yang berbeda-beda pada setiap kelurahan
bergantung karakteristik utamanya
 kondisi bangunan tempat tinggal  kebijakan untuk memperbaiki kondisi
tempat tinggal penduduk miskin  berbasis masyarakat kebudayaan untuk
hidup sehat
 dikepalai oleh perempuan  program pengentasan kemiskinan yang
berbasiskan pemberdayaan perempuan, seperti bantuan modal usaha
industri rumah tangga atau pemberian endidikan non formal untuk
meningkatkan keterampilan
 rentan terkena kondisi buruk, pemerintah atau lembaga sosial dapat
menempatkan lembaga-lembaga bantuan yang dapat memudahkan
pemenuhan kebutuhan dasar penduduk miskin tersebut. Selain memberikan
bantuan, kontrol terhadap jumlah dan kualitas penduduk miskin dapat
dilakukan.
52
Implikasi Kebijakan
2. Dengan mengetahui bahwa penduduk miskin mendekati pusat kegiatan karena
lebih mudah berkegiatan ekonomi, jika akan melakukan relokasi terhadap
penduduk miskin tersebut dan menempatkannya jauh dari pusat kegiatan,
maka lokasi baru tersebut haruslah mudah diakses dengan murah oleh
penduduk miskin, seperti ketersediaan sarana transportasi masa yang murah
dan cepat.
3. Bagi lembaga penyedia data seperti BPS, keberadaan data sosial ekonomi
penduduk, terutama karakteristik kemiskinan dan kerentanan kemiskinan,
yang dapat mewakili unit terkecil pemerintahan sangatlah dibutuhkan,
terutama untuk kajian perkotaan yang tentunya membutuhkan kedetailan
data.
53
Keterbatasan Penelitian
 Dari data yang digunakan dalam penelitian ini, dapat diketahui bahwa
informasi kondisi kemiskinan per kelurahan hanya mewakili populasi
penduduk miskin saja, informasi kondisi penduduk yang tidak tegolong
miskin tidak diperoleh. Sehingga sangatlah mungkin ditemukan sebuah
kelurahan yang tergolong dalam kondisi yang buruk, tetapi penduduk
miskinnya hanya sedikit
 Penelitian ini hanya mampu menjelaskan fenomena multidimensi
kemiskinan perkotaan dari sisi karakteristik penduduknya saja.
Pendekatan kerentanan dan kepemilikan aset yang digunakan untuk
mengetahui besarnya risiko penduduk untuk jatuh dalam kategori miskin
belum dapat dijelaskan karena keterbatasan data.
 Penggunaan data penggunaan tanah untuk merepresentasikan struktur
kota dirasa sangat sederhana, karena aktivitas penduduk yang membentuk
struktur kota tidak hanya dapat dilihat dari penggunaan tanahnya.
54

More Related Content

Similar to Kemiskinan Kota

Perkembangan penduduk indonesia
Perkembangan penduduk indonesiaPerkembangan penduduk indonesia
Perkembangan penduduk indonesiahendricksonsagala
 
PENANGGULANGAN KEMISKINAN.pptx
PENANGGULANGAN KEMISKINAN.pptxPENANGGULANGAN KEMISKINAN.pptx
PENANGGULANGAN KEMISKINAN.pptxFahriAliAshofi
 
Tugas urbanisasi
Tugas urbanisasiTugas urbanisasi
Tugas urbanisasiRani-0707
 
07.1 kemiskinan di indonesia
07.1 kemiskinan di indonesia07.1 kemiskinan di indonesia
07.1 kemiskinan di indonesiasindu_57
 
[Bappenas] Bahan Pengentasan Permukiman Kumuh Terpadu.pdf
[Bappenas] Bahan Pengentasan Permukiman Kumuh Terpadu.pdf[Bappenas] Bahan Pengentasan Permukiman Kumuh Terpadu.pdf
[Bappenas] Bahan Pengentasan Permukiman Kumuh Terpadu.pdfsatria26657
 
Simulasi dd per 31 juli 2017 - revised-1 (3)
Simulasi dd   per 31 juli 2017 - revised-1 (3)Simulasi dd   per 31 juli 2017 - revised-1 (3)
Simulasi dd per 31 juli 2017 - revised-1 (3)Sentot Satria
 
Kelompok 4
Kelompok 4Kelompok 4
Kelompok 4olerafif
 
Penanggulangan Kemiskinan di Daerah
Penanggulangan Kemiskinan di DaerahPenanggulangan Kemiskinan di Daerah
Penanggulangan Kemiskinan di DaerahRandy Wrihatnolo
 
Bantuan Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni Melalui Kegiatan Rehabilitasi Sosial...
Bantuan Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni Melalui Kegiatan Rehabilitasi Sosial...Bantuan Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni Melalui Kegiatan Rehabilitasi Sosial...
Bantuan Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni Melalui Kegiatan Rehabilitasi Sosial...khoiril anwar
 
Presentation KTI MAWAPRES
Presentation  KTI MAWAPRESPresentation  KTI MAWAPRES
Presentation KTI MAWAPRESIan March
 
Kemiskinan dan kesenjangan pendapatan
Kemiskinan dan kesenjangan pendapatanKemiskinan dan kesenjangan pendapatan
Kemiskinan dan kesenjangan pendapatanifat fatiroh
 
Peranserta Ormas dalam Pembangunan DKI Jakarta dan Menjaga Keutuhan NKRI
Peranserta Ormas dalam Pembangunan DKI Jakarta dan Menjaga Keutuhan NKRIPeranserta Ormas dalam Pembangunan DKI Jakarta dan Menjaga Keutuhan NKRI
Peranserta Ormas dalam Pembangunan DKI Jakarta dan Menjaga Keutuhan NKRIDadang Solihin
 
Kemiskinan &amp; kesenjangan pendapatan
Kemiskinan &amp; kesenjangan pendapatanKemiskinan &amp; kesenjangan pendapatan
Kemiskinan &amp; kesenjangan pendapatanMUHAMAD ZAKY MUJAHID
 
Kemiskinan dan kesenjangan pendapatan erlina risnandari 11140131 (7 )
Kemiskinan dan kesenjangan pendapatan erlina   risnandari 11140131 (7 )Kemiskinan dan kesenjangan pendapatan erlina   risnandari 11140131 (7 )
Kemiskinan dan kesenjangan pendapatan erlina risnandari 11140131 (7 )erlina risnandari
 
Kemiskinan Kawasan Timur Indonesia
Kemiskinan Kawasan Timur IndonesiaKemiskinan Kawasan Timur Indonesia
Kemiskinan Kawasan Timur IndonesiaAnisa Fatmawati
 
Charisma 11140935 kemiskinan dan kesenjangan pendapatan
Charisma 11140935 kemiskinan dan kesenjangan pendapatanCharisma 11140935 kemiskinan dan kesenjangan pendapatan
Charisma 11140935 kemiskinan dan kesenjangan pendapatanCharisma Al-ma'arij
 
Budaya miskin, kemiskinan, dan eksklusi sosial masyarakat pedesaan (sos pedes...
Budaya miskin, kemiskinan, dan eksklusi sosial masyarakat pedesaan (sos pedes...Budaya miskin, kemiskinan, dan eksklusi sosial masyarakat pedesaan (sos pedes...
Budaya miskin, kemiskinan, dan eksklusi sosial masyarakat pedesaan (sos pedes...Seger Sugiyanto
 

Similar to Kemiskinan Kota (20)

Perkembangan penduduk indonesia
Perkembangan penduduk indonesiaPerkembangan penduduk indonesia
Perkembangan penduduk indonesia
 
PENANGGULANGAN KEMISKINAN.pptx
PENANGGULANGAN KEMISKINAN.pptxPENANGGULANGAN KEMISKINAN.pptx
PENANGGULANGAN KEMISKINAN.pptx
 
Tugas urbanisasi
Tugas urbanisasiTugas urbanisasi
Tugas urbanisasi
 
Agus ppt
Agus pptAgus ppt
Agus ppt
 
07.1 kemiskinan di indonesia
07.1 kemiskinan di indonesia07.1 kemiskinan di indonesia
07.1 kemiskinan di indonesia
 
[Bappenas] Bahan Pengentasan Permukiman Kumuh Terpadu.pdf
[Bappenas] Bahan Pengentasan Permukiman Kumuh Terpadu.pdf[Bappenas] Bahan Pengentasan Permukiman Kumuh Terpadu.pdf
[Bappenas] Bahan Pengentasan Permukiman Kumuh Terpadu.pdf
 
Simulasi dd per 31 juli 2017 - revised-1 (3)
Simulasi dd   per 31 juli 2017 - revised-1 (3)Simulasi dd   per 31 juli 2017 - revised-1 (3)
Simulasi dd per 31 juli 2017 - revised-1 (3)
 
Kelompok 4
Kelompok 4Kelompok 4
Kelompok 4
 
Shanti
ShantiShanti
Shanti
 
Penanggulangan Kemiskinan di Daerah
Penanggulangan Kemiskinan di DaerahPenanggulangan Kemiskinan di Daerah
Penanggulangan Kemiskinan di Daerah
 
Penanggulangan Kemiskinan & Upaya Mensinergikan Peran Multipihak
Penanggulangan Kemiskinan & Upaya Mensinergikan Peran Multipihak Penanggulangan Kemiskinan & Upaya Mensinergikan Peran Multipihak
Penanggulangan Kemiskinan & Upaya Mensinergikan Peran Multipihak
 
Bantuan Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni Melalui Kegiatan Rehabilitasi Sosial...
Bantuan Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni Melalui Kegiatan Rehabilitasi Sosial...Bantuan Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni Melalui Kegiatan Rehabilitasi Sosial...
Bantuan Perbaikan Rumah Tidak Layak Huni Melalui Kegiatan Rehabilitasi Sosial...
 
Presentation KTI MAWAPRES
Presentation  KTI MAWAPRESPresentation  KTI MAWAPRES
Presentation KTI MAWAPRES
 
Kemiskinan dan kesenjangan pendapatan
Kemiskinan dan kesenjangan pendapatanKemiskinan dan kesenjangan pendapatan
Kemiskinan dan kesenjangan pendapatan
 
Peranserta Ormas dalam Pembangunan DKI Jakarta dan Menjaga Keutuhan NKRI
Peranserta Ormas dalam Pembangunan DKI Jakarta dan Menjaga Keutuhan NKRIPeranserta Ormas dalam Pembangunan DKI Jakarta dan Menjaga Keutuhan NKRI
Peranserta Ormas dalam Pembangunan DKI Jakarta dan Menjaga Keutuhan NKRI
 
Kemiskinan &amp; kesenjangan pendapatan
Kemiskinan &amp; kesenjangan pendapatanKemiskinan &amp; kesenjangan pendapatan
Kemiskinan &amp; kesenjangan pendapatan
 
Kemiskinan dan kesenjangan pendapatan erlina risnandari 11140131 (7 )
Kemiskinan dan kesenjangan pendapatan erlina   risnandari 11140131 (7 )Kemiskinan dan kesenjangan pendapatan erlina   risnandari 11140131 (7 )
Kemiskinan dan kesenjangan pendapatan erlina risnandari 11140131 (7 )
 
Kemiskinan Kawasan Timur Indonesia
Kemiskinan Kawasan Timur IndonesiaKemiskinan Kawasan Timur Indonesia
Kemiskinan Kawasan Timur Indonesia
 
Charisma 11140935 kemiskinan dan kesenjangan pendapatan
Charisma 11140935 kemiskinan dan kesenjangan pendapatanCharisma 11140935 kemiskinan dan kesenjangan pendapatan
Charisma 11140935 kemiskinan dan kesenjangan pendapatan
 
Budaya miskin, kemiskinan, dan eksklusi sosial masyarakat pedesaan (sos pedes...
Budaya miskin, kemiskinan, dan eksklusi sosial masyarakat pedesaan (sos pedes...Budaya miskin, kemiskinan, dan eksklusi sosial masyarakat pedesaan (sos pedes...
Budaya miskin, kemiskinan, dan eksklusi sosial masyarakat pedesaan (sos pedes...
 

Kemiskinan Kota

  • 1. Karakteristik Kemiskinan dan Kaitannya Dengan Struktur Kota DKI Jakarta Nurrokhmah Rizqihandari 0706191392 TESIS 1
  • 2. DKI Jakarta  Pusat Administrasi dan Pelayanan Masyarakat;  Pusat Perdagangan dan Distribusi;  Pusat Keuangan;  Pusat Pariwisata;  Pusat Pelatihan dan Informasi;  Pusat Ilmu Pengetahuan; dan  Pusat Seni Budaya.  60% kegiatan perekonomian Indonesia  Kepadatan penduduk tinggi (13.759jiwa/km2)  Kota utama (primate city)  tujuan pendatang  Kompetisi ruang  Nilai tanah tinggi di daerah strategis  Penduduknya beragam, terutama kondisi sosial ekonominya  Penduduk berstatus ekonomi baik akan tinggal pada nilai tanah lebih tinggi daripada penduduk dengan status ekonomi buruk (penduduk miskin)  Penduduk miskin mencari lokasi yang relatif dekat dengan pusat kegiatan, peluang untuk mendapat pekerjaan (informal) akan lebih mudah Menempati kawasan “belakang kota” 2
  • 3. Kawasan “belakang kota”  Dekat dengan pusat kegiatan  Berkondisi lingkungan buruk  permukiman padat dan tidak teratur dengan standar rendah sepeti terhadap kebutuhan dasar seperti air bersih, bahan bakar, listrik maupun sarana kesehatan Pusat kegiatan perkotaan  melayani kebutuhan penduduk dengan efisien  teroganisir dengan baik Permasalahan bagi wajah kota dan kemampuan pusat kegiatan tersebut melayani penduduknya Penelitian untuk mengetahui kondisi kemiskinan dan sebarannya yang dikaitkan dengan keberadaan pusat-pusat kegiatan 3
  • 4. Kemiskinan  Kondisi hidup penduduk serba kekurangan, bahkan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya  Wagle (2007) Kemiskinan didekati dengan tiga dimensi yaitu : kesejahteraan ekonomi, kemampuan, dan pengakuan sosial  Mingione (1996) mengungkapkan bahwa gagasan “fenomena multidimensi” yang menjelaskan kebutuhan hidup minimum, harus dikaitkan dengan keterbatasan akses untuk mendapatkan keuntungan penting (importan benefits) di masyarakat perkotaan seperti pendidikan, sistem pengelolaan sampah, kesehatan, serta integrasi sosial dan kebudayaan.  Lebih lajut dikatakan bahwa peduduk miskin kota tidak sekedar hidup dalam keterbatasan melainkan hidup dalam situasi yang rentan terhadap kejadian-kejadian negatif. Multidimensi kemiskinan Kemiskinan Perkotaan 4
  • 5. Kemiskinan Kota di DKI Jakarta  Ramto (1993)  Permukiman miskin dengan pusat-pusat kegiatan kota, kerena penghuninya memerlukan jarak yang dekat untuk mencapai tempat mencari nafkanya, karena dengan jarak sedekat itu, biaya dan waktu perjalanan akan dihemat.  Hargono (2005)  Kemiskinan perkotaan di DKI Jakarta dilihat dari beberapa indikator yaitu ukuran rumah tangga, kegiatan di sektor sekunder, rata-rata pendapatan per kapita, kondisi permukiman, serta tipe bangunan perumahan. Tidak ada korelasi antara keberadaan penduduk miskin dengan ketersediaan dan kualitas fasilitas umum, karena fasilitas umum di DKI Jakarta, yang dibangun dari data Sensus Potensi Desa, relatif lengkap dan bagus.  Hargono (2005)  Menemukan penduduk miskin di timur dan tenggara DKI Jakarta mendekati industri 5
  • 6. Ketergantungan Keruangan (Spatial Dependency)  Waldo Tobler (1979)  Segala sesuatu, jika berdekatan cenderung akan lebih terkait daripada hal- hal yang jauh terpisah.  Goodchild (1992)  ketergantungan spasial adalah kecenderungan untuk lokasi terdekat untuk mempengaruhi satu sama lain dan memiliki atribut yang sama  Zeng, dkk. (2008)  menggunakan statistik keruangan hasil yang diperoleh lebih masuk akal daripada statistik biasa (traditional logistic) 6
  • 7. • Anselin, dkk. (2002)  menuliskan bahwa dalam analisis keruangan bahwa nilai yang di observasi pada sebuah lokasi selain dipengaruhi oleh variabel di lokasi tersebut, juga dipengaruhi oleh nilai obeservasi di lokasi sebelahnya. Ketergantungan Keruangan (Spatial Dependency) 7
  • 9. Karena berbasiskan lokasi, untuk memudahkan analisa, maka unit analisis penelitian merupakan 261 kelurahan di DKI Jakarta Sehingga data PSE yang unit analisisnya adalah rumah tangga miskin, diagregatkan pada tingkat kelurahan; dan data struktur kota diubah menjadi persentase pengunaan tanah pusat kegiatan terhadap luas kelurahan Sumber Data 9
  • 10. Pertanyaan Penelitian  Bagaimana kondisi kemiskinan kelurahan berdasarkan karakteristik rumah tangga miskin di DKI Jakarta?  Bagaimana hubungan antara kondisi kelurahan miskin tersebut terhadap struktur ruang kota DKI Jakarta? Hipotesis : Kelurahan miskin akan terkosentrasi mendekati pusat-pusat kegiatan 10
  • 12. Wolrd Bank (2009), menetapkan dua kerangka kerja untuk memahami kemiskinan perkotaan, yaitu: 1. Pendekatan karakteristik kemiskinan pendapatan, kondisi kesehatan dan pendidikan, kepemilikan perorangan, dan ketidakberdayaan. Masing- masing dimensi tersebut saling terkait dan berdampak kumulatif satu dengan lainnya. 2. Pendekatan kerentanan dan kepemilikan aset, dikembangkan dari konsep dinamik  risiko penduduk untuk jatuh dalam kategori miskin. Semakin banyak aset yang dimiliki oleh seseorang dan keluarganya, semakin rendah risiko untuk masuk dalam kategori miskin. Tidak terbatas pada aset benda atau barang, melainkan tenaga kerja, modal manusia berupa keterampilan dan kemampuan bekerja, aset produktif terutama kepemilikan rumah, hubungan rumah tangga, dan modal sosial. Kemiskinan Perkotaan 12
  • 13. Kriteria Kemiskinan BPS Dianggap mewakili multidimensi kemiskinan yang dilihat dari kesehatan, makanan dan gizi, pendidikan, kondisi pekerjaan, situasi kesempatan kerja, konsumsi dan tabungan, pengangkutan, perumahan, sandang, rekreasi dan hiburan, jaminan sosial, serta kebebasan. 8. Jarang mengkonsumsi daging/ayam/susu 9. Kurang dari 3 kali makan/hari 10. Jarang membeli baju atau hanya 1 stel/tahun 11. Tidak mampu membayar berobat 12. Penghasilan kepala rumah tanganya hanya <Rp.600.000 per bulan 13. Pendidikan kepala rumah tangganya hanya SD 14. Tidak memiliki aset/tabungan 1. Luas lantai bangunannya < 8m2/orang 2. Lantai terluasnya dari tanah/bambu/kayu murah 3. Dinding terluasnya tanah/bambu/kayu murah 4. Tidak punya fasilitas buang air besar 5. Sumber air minum bukan PAM atau Pompa 6. Penerangannya bukan listrik 7. Memasak tidak menggunakan bahan bakar modern 13
  • 14. Indeks Kemiskinan Manusia Dimensi Indikator Angka buta huruf orang dewasa (>15 Tahun) Kemungkinan tidak hidup mencapai usia 40 Tahun penduduk yang tidak memiliki akses ke sumber air yang diperbaiki persentase penduduk yang tidak memiliki akses ke fasilitas kesehatan persentase balita berberat badan kurang Standar Hidup Layak (decent standard of living) Pengetahuan (knowledge) Kebertahanan Hidup (survival) Komposit Standart Hidup Layak Indeks Kemiskinan Manusia Negara Berkembang A UNDP 1997  Laporan Pembangunan Manusia ke delapan Tahun 1997  devariasi tentang kesehatan, pendidikan, dan pemenuhan kebutuhan sosial ekonomi untuk perhitungan kemiskinan Bentuk penyederhanaan untuk menetapkan ukuran-ukuran kuantitatif (dalam bentuk indeks komposit) dari dimensi dan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan. Empat klasifikasi tersebut yaitu : 1. klasifikasi rendah dengan nilai IKM kurang dari 10, 2. klasifikasi menengah rendah dengan nilai IKM 10 – 25, 3. klasifikasi menengah tinggi dengan nilai IKM 25 – 40, dan 4. klasifikasi tinggi dengan nilai IKM lebih dari 40. 14
  • 15. Indeks Variabel No Definisi Variabel X1 Luas Lantai RT23 Persentase rumah tangga miskin per kelurahan yang luas lantai bangunan < 8m2/orang (%) X2 Jenis Lantai RT24 Persentase rumah tangga miskin per kelurahan yang luas lantai terbuat dari tanah/bambu/kayu murah (%) X3 Jenis Dinding RT25 Persentase rumah tangga miskin per kelurahan yang dinding terluasnya dari tanah/bambu/kayu murah (%) X4 Sumber Air Minum RT27 Persentase rumah tangga miskin per kelurahan yang bersumber air minum bukan PAM atau pompa (%) X5 Fasilitas Buang Air Besar RT26 Persentase rumah tangga miskin per kelurahan yang tidak menggunakan fasilitas buang air besar milik sendiri (%) X6 Sumber Penerangan RT28 Persentase rumah tangga miskin per kelurahan yang tidak menggunakan listrik sebagai penerangan (%) X7 Bahan Bakar Memasak RT29 Persentase rumah tangga miskin per kelurahan yang tidak menggunakan bahan bakar modern untuk memasak sehari-hari (%) X8 Kemampuan Membeli Daging/Ayam/Susu RT210 Persentase rumah tangga miskin per kelurahan yang tidak pernah membeli/mengkonsumsi daging/ayam/susu dalam seminggu (%) X9 Kebiasaan Makan RT211 Persentase rumah tangga miskin per kelurahan yang makan hanya satu kali sehari (%) X10 Kemampuan Membeli Pakaian RT212 Persentase rumah tangga miskin per kelurahan yang tidak pernah membeli pakaian dalam setahun (%) X11 Kemampuan Membayar pengobatan RT213 Persentase rumah tangga miskin per kelurahan yang tidak mampu berobat ke puskesmas (%) X12 Kepemilikan Aset RT216 Persentase rumah tangga miskin per kelurahan yang tidak memiliki aset tabungan, emas, ternak, dan sepeda motor (%) X13 Jenis Kelamin Kepala rumah Tangga RT21b Persentase rumah tangga miskin per kelurahan yang kepala keluarganya perempuan (%) X14 Pekerjaan Kepala Rumah Tangga RT214 Persentase rumah tangga miskin per kelurahan yang kepala rumah tangganya tidak bekerja (%) X15 Pendidikan Kepala Rumah Tangga RT215 Persentase rumah tangga miskin per kelurahan yang pendidikan kepala rumah tangganya SD/MI ke bawah (%) Variabel 15
  • 16. Analisis Faktor Variabel Faktor 1 Faktor 2 ... Faktor n X1 X2 ... Xn Kelurahan Faktor 1 Faktor 2 ... Faktor n a b ... z Nilai Loading Faktor Nilai Skor Faktor Transformasi Skor Faktor menjadi Indeks Faktor IK = K – (10 SK) IK = Indeks Faktor K = Konstanta bilangan bulat SK = Skor faktor dari masing masing faktor yang terbentuk Komposit Pemetaan 16 Pembuatan Faktor Komposit FK = [1/4 (SF1 α + SF2 α + SF3 α + SF4 α)]1/α Klasifikasi Kelurahan Nilai Indeks Klasifikasi Indeks a Buruk b Sedang e Ringan ... ... z Ringan
  • 17. Karakteristik Kemiskinan  Dari 15 Variabel yang digunakan, terbentuk 4 Faktor utama mempengaruhi kondisi kemiskinan per kelurahan DKI Jakarta, yaitu: Component 1 2 3 4 Berdinding Kualitas Rendah 0,89 0,078 0,078 -0,062 Fasilitas Buang Air Basar Bersama 0,805 -0,106 -0,313 0,003 Berlantai Kualitas Rendah 0,782 0,137 0,264 -0,139 Luas Lantai Per Kapita Kurang dari 8 m2 0,537 -0,201 -0,618 -0,208 Tidak Mampu Membeli Pakaian -0,066 0,752 0,004 0,257 Tidak Mampu Membeli Daging, Ayam, Susu dalam Seminggu -0,02 0,726 0,124 0,117 Tidak Mampu Berobat 0,087 0,639 0,113 0,118 Hanya Makan 1 kali sehari 0,066 0,632 0,127 -0,173 Bukan Bahan Bakar Modern 0,024 0,227 0,778 -0,102 Sumber Air Minum Terbuka -0,132 0,045 0,677 0,159 Penerangan Bukan Listrik 0,32 0,014 0,6 0,098 Kepala Rumah Tangga Perempuan -0,051 0,006 0,053 0,871 Kepala Rumah Tangga Tidak Bekarja -0,175 0,27 0,069 0,661 Tidak Memiliki Aset *) -0,452 -0,452 -0,01 -0,235 Kepala Rumah Tangga Berpendidikan SD/MI *) 0,321 0,138 0,381 0,483 (1) Kondisi Bangunan Tempat Tinggal, (2) Pola Konsumsi (3) Ketersediaan Kebutuhan Harian, dan (4) Karakteristik Kepala Rumah Tangga  Variabel kepemilikan aset dan pendidikan kepala rumah tangga tidak tergolong faktor manapun, karena nilai loading faktornya kurang dari 0,5 17
  • 18. 18 Faktor 1 = 0,382KD + 0,361MCK + 0,314KL + 0,117LLK + ε r = 0,969 ; R2 = 93,8% Faktor Pertama – Kondisi Bangunan Tempat Tinggal  Faktor ini terbetuk atas variabel-variabel yang menyatakan kondisi bangunan : 1. Luas lantai per kapita kurang dari 8m2rumah tangga miskin (LLK), 2. Kualitas lantai buruk (KL), 3. Kualitas dinding buruk (KD), dan 4. Tidak memiliki fasilitas buang air (MCK).  Variabel kualitas dinding, fasilitas buang air besar, dan kualitas lantai, memiliki bobot yang hampir sama penyumbang kondisi bangunan tempat tinggal rumah tangga miskin  Variabel luas lantai per kapita tidak besar sumbangannya
  • 19. Faktor Pertama – Kondisi Bangunan Tempat Tinggal Hanya 21,6% kelurahan yang penduduk miskinnya tinggal dalam kondisi tempat tinggal yang buruk, sebagian besar dalam kondisi sedang (49,81%) 19
  • 20. 20 Faktor 2 = 0,368KBD + 0,333KBP + 0,329PMS + 0,327KOP + ε r = 0,966 ; R2 = 93,4%  Faktor ini terbetuk atas variabel-variabel yang menyatakan pola konsumsi : 1. ketidakmampuan mengkonsumsi daging, ayam, susu dalam seminggu (KBD), 2. Hanya 1 kali makan dalam sehari (PMS), 3. Ketidakmampuan membeli pakaian dalam setahun (KBP), dan 4. Ketidakmampuan berobat di puskesmas (KOP)  variabel-variabel tersebut memiliki bobot yang hampir sama untuk membentuk pola konsumsi penduduk miskin Faktor Kedua – Pola Konsumsi Penduduk
  • 21. Faktor Kedua – Pola Konsumsi Penduduk  hanya 22,39% penduduk miskin yang memiiki pola konsumsi buruk, tersebar dari tengah Jakarta ke arah utara.  Jakarta Barat, Jakarta Utara, dan Jakarta Pusat memiliki proporsi lebih dari rata- rata DKI Jakarta, yaitu masing-masing 38,71%, 35,79%, dan 25,58%. 21
  • 22. 22 Faktor Ketiga – Ketersediaan Penunjang Kebutuhan Harian Faktor 3 = 0,508PBB + 0,425KSA + 0,287KSL + ε r = 0,925 ; R2 = 85,5%  Faktor ini terbetuk atas variabel-variabel yang menyatakan Ketersediaan Penunjang Kebutuhan Harian : 1. ketidaktersediaan sumber air minum tertutup (KSA), 2. ketidaktersediaan sumber listrik (KSL), dan 3. pemakaian bahan bakar bukan modern (PBB)  Variabel pemakaian bahan bakar, dalam hal ini pemakaian bukan bahan bakar modern seperti kayu, mendominasi ciri faktor kebutuhan harian penduduk miskin DKI Jakarta
  • 23. Faktor Ketiga – Ketersediaan Penunjang Kebutuhan Harian Penduduk miskin yang berada dalam kondisi sulit memenuhi kebutuhan hariannya lebih tinggi daripada kedua faktor sebelumnya (33,98%), dan banyak terdapat di Jakarta Pusat (51,16%) dan Jakarta Barat dengan (46,43%) 23
  • 24. 24 Faktor 4 = 0,72JK + 0,354Kerja + ε r = 0,927 ; R2 = 86%  Faktor ini terbetuk atas variabel-variabel yang menyatakan kondisi kepala rumah tangga: 1. Kepala rumah tangga tidak bekerja (Kerja) dan 2. Kepala rumah tangga perempuan (JK)  Jenis kelamin kepala rumah tangga, dalam hal ini perempuan, mendominasi ciri pembentuk faktor kondisi kepala rumah tangga penduduk miskin DKI Jakarta Faktor Keempat – Kondisi Kepala Rumah Tangga
  • 25. Faktor Keempat – Kondisi Kepala Rumah Tangga kelurahan yang memiliki proporsi kepala rumah tangga perempuan dan atau tidak bekerja besar tidaklah banyak, hanya 16,6%, dan banyak terdapat di Jakarta Selatan dan Jakarta Barat. 25
  • 26. Kotamadya Miskin Ringan Miskin Sedang Miskin Parah Jakarta Barat 3,57% 50,00% 46,43% Jakarta Pusat 18,60% 46,51% 34,88% Jakarta Selatan 17,19% 51,56% 31,25% Jakarta Timur 53,85% 40,00% 6,15% Jakarta Utara 32,26% 61,29% 6,45% DKI Jakarta 25,48% 48,65% 25,87% Kondisi Kemiskinan  Dari 4,25% penduduk DKI Jakarta tergolong miskin yang tersebar di 259 kelurahan (Melawai dan Gondangdia tidak ada data), 26% rumah tangga miskin per kelurahan berada dalam kondisi miskin parah (buruk)  Kondisi kemiskinan di Jakarta Bagian Barat aliran Ci Liwung lebih buruk daripada di Jakarta Bagian Timur-nya dan bergradasi  Tingginya persentase kondisi kemiskinan parah berasosiasi dengan luasnya penggunaan tanah perumahan, terutama perumahan tidak teratur 26
  • 27. 27 IK = 0,579KB + 0,525PK + 0,391KH + 0,460KRT + ε r = 0,987 ; R2 = 97,4%  Indeks kemiskinan ini dipengaruhi oleh faktor faktor pembentunya, yaitu : 1. Kondisi bangunan tempat tinggal (KB) 2. Pola konsumsi (KB) 3. Ketersediaan pendukung kebutuhan harian (KH) 4. Karakteristik kepala rumah tangga (KRT)  standardized coefficients beta yang dianggap sebagai faktor yang paling berperan membentuk variabel terikat, maka faktor pertama, yaitu kondisi bangunan tempat tinggal (KB) yang berbobot 0,579, merupakan faktor yang paling berperan dalam membentuk tingkat kemiskinan di DKI Jakarta Kondisi Kemiskinan
  • 28. Kondisi Kemiskinan  Walaupun penduduk miskin di DKI Jakarta kurang dari 5% dari populasi penduduknya, namun 26% nya tinggal dalam kondisi buruk.  Kondisi kemiskinan yang dialami penduduk miskin ini bergradasi tingkatannya antar kelurahan.  Penduduk miskin di bagian timur aliran Ci Liwung umumnya memiliki kondisi lebih baik daripada penduduk miskin di bagian barat.  Kondisi bangunan tempat tinggal, pola konsumsi, karakteristik kepala rumah tangga, dan ketersediaan pemenuhan kebutuhan harian, secara berturut turut menyumbang bobot dalam membentuk kondisi kemiskinan. 28
  • 30. Struktur Kota Meyer Penduduk membentuk bentukan kota (rumah tinggal, jalan raya, kantor, dan sebagainya) Terutama karena pertambahan jumlah penduduk, perkembangan kegiatan, serta perubahan sosial budaya. Variasi ketiganya membentuk suatu struktur kota yang khas. 30
  • 32. Kota DKI Jakarta Kalideres (5.87%) Ciracas (4.68%)Jagakarsa (4.16%) Kelapa Gading (3.76%) Cipayung (2.93%) Cilincing (3.35%) Cakung (3.54%) Pasar Rebo (2.48%) Kembangan (2.74%) Duren Sawit (1.88%) Pesanggrahan (1.83%) Mampang Parapatan (1.00%) 1975 : kepadatan penduduk di pusat kota 263 jiwa/ha, di pinggir kota 40 jiwa/ha 1980 an : sebagian besar penduduk pindah ke selatan, sehingga pertumbuhan penduduk di pusat kota cenderung stabil 1990-2000 : di pusat kota pertumbuhannya negatif, tapi meningkat di pinggiran, bahkan terjadi population boom di bagian barat dan timur (the western and the eastern suburban regions) 32
  • 33. Penggunaan Tanah  Penggunaan tanah DKI Jakarta 68% didominasi oleh permukiman, yang separuhnya merupakan permukiman tidak teratur. Banyak terdapat di Jakarta Selatan dan Barat  Proporsi penggunaan tanah perdagangan dan jasa serta industri dan pergudangan masing-masing hanya 9% dan 2%, Jakarta Pusat untuk perdagangan jasa  Ternyata masih memiliki penggunaan tanah pertanian yang mencirikan penggunaan tanah perdesaan (pertanian tanah basah, pertanian tanah kering, peternakan, dan perikanan) sebesar 9%, banyak di Jakarta Timur Penggunaan Tanah (Ringkas) Kotamadya Jakarta Selatan Jakarta Timur Jakarta Pusat Jakarta Barat Jakarta Utara Perdagangan dan Jasa 8,80% 6,00% 25,12% 6,04% 11,25% Industri dan Pergudangan 0,71% 2,24% 0,42% 3,57% 4,09% Pertanian 2,41% 13,50% 0,10% 11,15% 11,19% Perumahan 80,88% 68,90% 64,50% 71,38% 46,43% Ruang Terbuka 7,15% 8,57% 8,96% 3,45% 16,19% Lainnya 0,05% 0,79% 0,89% 4,40% 10,85% 33
  • 35. 35
  • 36. Struktur Kota  Pusat Kegiatan berada di tengah dan ke utara DKI Jakarta  80% pusat kegiatan merupakan perdagangan dan jasa, dan berada di Jakarta Pusat dan Selatan  Industri pergudangan terdapat di Jakarta Timur, Utara, dan Barat  Pinggiran, disusun dari penggunaan tanah perikanan, pertanian tanah basah, pertanian tanah kering, dan peternakan.  Didominasi oleh perikanan  empang atau tambak untuk membudidakan ikan.  Pertanian lahan basah berupa sawah banyak terdapat di Jakarta Utara.  Pertanian lahan kering, berupa tegalan dan kebun, banyak terdapat di Jakarta Timur. 36
  • 38. Analisa Data Analisis Deskriptif  Melalui tabel silang antara klasifikasi kondisi kemiskinan dengan struktur kota Analisa Korelasi  Korelasi Khi Kuadrat Analisa Keruangan  Melalui overlay peta, dan  Perhitungan indeks moran univariat dan LISA univariat 38
  • 40. Kemiskinan dan Struktur Kota  Korelasi pearson chi-square sebesar 9,513  Nilai koofisien kontingensi sebesar 0,188  Telah signifikan pada α =5%. Terdapat hubungan yang signifikan, walaupun lemah, antara kondisi kemiskinan dengan struktur kota DKI Jakarta  Pusat kegiatan  17 kelurahan dengan kondisi miskin buruk berada di (34,69%)  Peralihan  93 kelurahan yang berkondisi sedang (48,44%)  Pinggiran  7 kelurahan berkondisi kemiskinan ringan (38,89%) Pusat kegiatan tidak didominasi oleh kelurahan dengan kondisi kemiskinan parah, melainkan kelurahan berkondisi kemiskinan sedang (55%) 40
  • 41. Kemiskinan dan Struktur Kota Kotamadya Kecamatan Kelurahan Jakarta Timur (7) Cipayung (5) Cilangkap, Cipayung, Lubang Buaya, Munjul, dan Setu Ciracas (2) Kelapa Dua Wetan dan Ciracas Kotamadya Kecamatan Kelurahan Jakarta Barat (5) Taman Sari (4) Glodok, Krukut, Pinangsia, dan Tangki Tambora Tambora Jakarta Pusat (6) Gambir (5) Cideng, Duri Pulo, Gambir, Kebon Kelapa, dan Petojo Utara Menteng Kebon Sirih Jakarta Selatan (6) Jagakarsa Tanjung Barat Kebayoran Baru Senayan Kebayoran Lama Grogol Selatan Setiabudi (3) Karet, Karet Semanggi, dan Kuningan Timur 41
  • 42. Kemiskinan dan Struktur Kota  Kelurahan dengan kondisi kemiskinan buruk berdekatan dengan struktur kota pusat kegiatan dan peralihan  Hanya sedikit kelurahan yang berkondisi kemiskinan ringan yang langsung bersebelahan dengan kelurahan dengan kondisi kemiskinan buruk (gradasi) 42
  • 44. Kluster Kemiskinan Dari perhitungan indeks Kemiskinan, diperoleh Indeks Moran sebesar 0,3467 Terjadi klusterisasi kemiskinan Klusterisasi berdasarkan kekuatan nilai korelasi antara indeks kemiskinan dengan perbedaan keruangan (spatial lag) masing-masing kelurahan 44
  • 45. Lokasi Klaster Kotamadya Kecamatan Kelurahan Jakarta Barat (18) Cengkareng Kedaung Kaliangke Grogol Petamburan (3) Grogol, Tanjung Duren Selatan, Dan Tomang Kali Deres Tegal Alur Kebon Jeruk (4) Duri Kepa, Kebon Jeruk, Kedoya Selatan, dan Kedoya Utara Kembangan Kembangan Selatan Palmerah (3) Jati Pulo, Kemanggisan,Dan Kota Bambu Utara Taman Sari (3) Keagungan, Krukut, Dan Maphar Tambora (2) Kerendang Dan Tanah Sereal Jakarta Pusat (11) Gambir (6) Cideng, Duri Pulo, Gambir, Kebon Kelapa, Petojo Selatan, Dan Petojo Utara Senen (2) Kwitang Dan Senen Tanah Abang (3) Gelora, Kampung Bali, Dan Kebon Kacang Jakarta Selatan (7) Kebayoran Lama Grogol Utara Setiabudi (6) Guntur, Karet, Karet Kuningan, Menteng Atas, Pasar Manggis, Dan Setiabudi Jakarta Utara Penjaringan Kamal Muara 45
  • 46. Kotamadya Kecamatan Kelurahan Jakarta Barat (4) Cengkareng Kedaung Kaliangke Palmerah (2) Kemanggisan dan Kota Bambu Utara Taman Sari Krukut Jakarta Pusat (9) Gambir (6) Cideng, Duri Pulo, Gambir, Kebon Kelapa, Petojo Selatan, Petojo Utara Senen Senen Tanah Abang (2) Gelora dan Kampung Bali Jakarta Selatan (2) Setiabudi (2) Karet dan Setiabudi Klaster di Pusat Kegiatan Terdapat 15 kelurahan yang terkluster kondisi kemiskinan buruk dan berada di pusat kegiatan 46
  • 47. Kotamadya Kecamatan Kelurahan Jakarta Selatan (5) Kebayoran Lama Grogol Utara Setiabudi (4) Karet Kuningan, Menteng Atas, Pasar Manggis, dan Guntur Jakarta Pusat (2) Tanah Abang Kebon Kacang Senen Kwitang Jakarta Barat (7) Kebon Jeruk Kedoya Utara Palmerah Jati Pulo Grogol Petamburan (3) Tanjung Duren Selatan, Tomang, dan Grogol Tambora (2) Tanah Sereal dan Kerendang Taman Sari (2) Maphar dan Keagungan Klaster di Perbatasan Pusat Kegiatan Terdapat 16 kelurahan yang terkluster kondisi kemiskinan buruk dan dekat dengan pusat kegiatan 47
  • 48. Klaster Kemiskinan  Terjadi penklasteran kelurahan menurut kondisi kemiskinan DKI Jakarta (Morran I = 0,35)  Karakteristik klaster yang terbentuk adalah kondisi kemiskinan buruk dan jarak antar kelurahannya berdekatan (LISA Cluster Map = H-H)  Lokasi penklasteran tersebut berada di pusat kota atau berbatasan dengan pusat kota  Penduduk miskin yang tinggal di atau dekat dengan pusat kegiatan ternyata ternyata kondisinya buruk 48
  • 49. 49
  • 50. Kesimpulan 1. Populasi penduduk miskina DKI Jakarta yang kurang dari 5% penduduknya, ternyata 26% nya tinggal dalam kondisi kemiskinana yang buruk. 2. Kondisi kemiskinan, secara berturut-turut, disumbangkan oleh kualitas bangunan tempat tinggal, pola konsumsi rumah tangganya, karakteristik kepala rumah tangganya, serta keterbatasan untuk memenuhi kebutuhan harian. 3. Kualitas bangunan tempat tinggal dipengaruhi oleh dinding berkualitas rendah, ketidaktersediaan fasilitas buang air besar, kualitas lantai yang rendah, dan luas lantai per kapita yang kurang dari 8 m2. Pola konsumsi terbentuk dari ketidakmampuan mengkonsumsi daging, ayam, susu dalam seminggu, ketidakmampuan membeli pakaian dalam setahun, makan hanya sekali sehari, serta ketidakmampuan berobat ke puskesmas. Karakteristik kepala rumah tangga dibentuk dari kepala rumah tangga perempuan dan tidak bekerjanya kepala rumah tangga. Ketersediaan penunjang kehidupan harian disusun atas ketidaktersediaan sumber air minum tertutup, ketidaktersediaan sumber listrik PLN, dan tidak menggunakan bahan bakar modern. 4. Berdasarkan analisis keruangan dapat diketahui bahwa penduduk miskin yang tinggal di bagian barat aliran Ci Liwung, yaitu Kotamadya Jakarta Barat, Jakarta Pusat, dan Jakarta Selatan, kondisinya lebih buruk daripada yang tinggal di bagian timur. 50
  • 51. 5. Berdasarkan analisis keruangan dapat diketahui bahwa penduduk miskin yang tinggal di bagian barat aliran Ci Liwung, yaitu Kotamadya Jakarta Barat, Jakarta Pusat, dan Jakarta Selatan, kondisinya lebih buruk daripada yang tinggal di bagian timur. 6. Berdasarkan analisis tabulasi silang antara kondisi kemiskinan dengan struktur kota, dapat diketahui bahwa penduduk miskin berkondisi buruk berasosiasi mendekati dan berada di pusat kegiatan, sedangkan penduduk miskin yang berkondisi lebih baik berada di pinggiran. 7. Korelasi yang signifikan, walaupun tidak kuat, ditunjukkan juga dengan analisis khi kuadrat, yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kondisi kemiskinan dengan struktur kota 8. Berdasarkan analisis autokorelasi keruangan diketahui bahwa terjadi klusterisasi kemiskinan. Klusterisasi ini terbentuk dari kedekatan kelurahan-kelurahan yang memiliki kondisi kemiskinan yang buruk, serta terbentuk di daerah tengah DKI Jakarta ke arah barat. 9. Dengan mengoverlay kelurahan kluster miskin dengan struktur kotanya, diperoleh temuan bahwa sebagian besar kelurahan-kelurahan tersebut berada di pusat kegiatan atau bersebelahan dengan pusat kegiatan. Kesimpulan 51
  • 52. Implikasi Kebijakan 1. Dengan mengetahui sebaran kondisi kemiskinan beserta karakteristik penyusunnya pada setiap masing-masing kelurahan maka dapat dilakukan penanganan pengentasan kemiskinan yang berbeda-beda pada setiap kelurahan bergantung karakteristik utamanya  kondisi bangunan tempat tinggal  kebijakan untuk memperbaiki kondisi tempat tinggal penduduk miskin  berbasis masyarakat kebudayaan untuk hidup sehat  dikepalai oleh perempuan  program pengentasan kemiskinan yang berbasiskan pemberdayaan perempuan, seperti bantuan modal usaha industri rumah tangga atau pemberian endidikan non formal untuk meningkatkan keterampilan  rentan terkena kondisi buruk, pemerintah atau lembaga sosial dapat menempatkan lembaga-lembaga bantuan yang dapat memudahkan pemenuhan kebutuhan dasar penduduk miskin tersebut. Selain memberikan bantuan, kontrol terhadap jumlah dan kualitas penduduk miskin dapat dilakukan. 52
  • 53. Implikasi Kebijakan 2. Dengan mengetahui bahwa penduduk miskin mendekati pusat kegiatan karena lebih mudah berkegiatan ekonomi, jika akan melakukan relokasi terhadap penduduk miskin tersebut dan menempatkannya jauh dari pusat kegiatan, maka lokasi baru tersebut haruslah mudah diakses dengan murah oleh penduduk miskin, seperti ketersediaan sarana transportasi masa yang murah dan cepat. 3. Bagi lembaga penyedia data seperti BPS, keberadaan data sosial ekonomi penduduk, terutama karakteristik kemiskinan dan kerentanan kemiskinan, yang dapat mewakili unit terkecil pemerintahan sangatlah dibutuhkan, terutama untuk kajian perkotaan yang tentunya membutuhkan kedetailan data. 53
  • 54. Keterbatasan Penelitian  Dari data yang digunakan dalam penelitian ini, dapat diketahui bahwa informasi kondisi kemiskinan per kelurahan hanya mewakili populasi penduduk miskin saja, informasi kondisi penduduk yang tidak tegolong miskin tidak diperoleh. Sehingga sangatlah mungkin ditemukan sebuah kelurahan yang tergolong dalam kondisi yang buruk, tetapi penduduk miskinnya hanya sedikit  Penelitian ini hanya mampu menjelaskan fenomena multidimensi kemiskinan perkotaan dari sisi karakteristik penduduknya saja. Pendekatan kerentanan dan kepemilikan aset yang digunakan untuk mengetahui besarnya risiko penduduk untuk jatuh dalam kategori miskin belum dapat dijelaskan karena keterbatasan data.  Penggunaan data penggunaan tanah untuk merepresentasikan struktur kota dirasa sangat sederhana, karena aktivitas penduduk yang membentuk struktur kota tidak hanya dapat dilihat dari penggunaan tanahnya. 54