SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 51
1

I. PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Laboratorium adalah suatu tempat untuk melakukan percobaan baik untuk

mahasiswa maupun dosen. Alat kimia merupakan benda yang digunakan dalam
kegiatan di laboratorium yang dapat digunakan berulang-ulang. Macam alat kimia
meliputi peralatan dasar dan peralatan pendukung.
Alat-alat yang digunakan untuk analisis kimia terbuat dari bahan yang
bermacam-macam. Sebagian besar alat-alat kimia terbuat dari gelas. Alat-alat kimia
harus berkualitas baik, tahan panas, dan tahan korosi atau kawat. Selain terbuat dari
gelas, alat-alat kimia juga ada yang terbuat dari porselin, logam, dan juga karet.
Nomenklatur juga perlu diketahui untuk memberi penjelasan tentang
identifikasi bahan makan ternak. Pemberian tata nama Internasional didasarkan atas
enam segi atau fase, yaitu: (1) asal mula, (2) bagian untuk ternak, (3) proses yang
dialami, (4) tingkat kedewasaan, (5) defoliasi, (6) grade. Negara Indonesia
merupakan negara agraris karena mempunyai berbagai jenis tanaman yang melimpah
dan berpotensi untuk dijadikan bahan pakan ternak.
Analisis dan evaluasi keberhasilan usaha peternakan tidak akan terlepas dari
ketersediaan ransum yang berkualitas baik. Untuk memperoleh ransum yang
berkualitas baik, harus disusun dari bahan makanan yang berkualitas baik juga.
Pengetahuan kita tentang ternak dinilai sangat penting, untuk menilai dan menguji
bahan pakan yang akan diberikan.
Pengujian bahan pakan secara fisik merupakan analisi pakan dengan cara
melihat keadaan fisiknya. Pengujian secara fisik bahan pakan dapat dilakukan baik
secara langsung (makroskopis) maupun dengan alat bantu (mikroskopis). Pengujian
secara fisik disamping dilakukan untuk mengenali bahan pakan secara fisik juga
dapat mengevaluasi bahan pakan.
2

Analisis secara fisik saja tidak cukup, karena adanya variasi antara bahan,
sehingga diperlukan analisis lebih lanjut, seperti analisis secara kimia, secara biologis
atau kombinasinya. Analisis secara kimia dapat digunakan untuk mengetahui potensi
bahan pakan yang dicerminkan dari komposisi kimia bahan pakan itu. Komposisi
kimia bahan pakan secara umum terdiri dari air, protein kasar, lemak kasar, serat
kasar, dan abu.
Analisis proksimat adalah suatu metode analisis kimia untuk mengidentifikasi
kandungan zat makanan dari suatu bahan (pakan/ pangan). Satu item hasil analisis
merupakan kumpulan dari beberapa zat makanan yang mempunyai sifat yang sama
(fraksi). Analisis proksimat merupakan salah satu dari tingkatan cara penilaian suatu
bahan pakan secara kimia.
Tingkatan penilaian bahan pakan terdiri secara fisik, kimia, biologis. Protein,
karbohidrat, dan air merupakan kandungan utama dalam bahan pangan. Protein
dibutuhkan terutama untuk pertumbuhan dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak.
Karbohidrat dan lemak merupakan sumber energy dalam aktivitas tubuh manusia,
sedangkan garam-garam mineral dan vitamin juga.
Analisis proksimat merupakan factor penting dalam kelangsungan hidup.
Lemak yang dioksidasi secara sempurna dalam tubuh. Tubuh menghasilkan 9,3 kalori
lemak, protein 4,1 kalori, dan 4,2 kalori karbohidrat.
Ketepatan hasil analisa kimia sangat tergantung pada mutu bahan kimia dan
peralatan yang digunakan serta kecermatan dan ketelitian kerjanya sendiri.
Kecermatan dan ketelitian kerja, selain merupakan sifat pribadi seseorang dapat juga
diperoleh karena bertambahnya pengalaman kerja seseorang. Maka sebelum
melakukan analisa harus mengenal dan mengetahui alat-alat laboratorium yang akan
digunakan beserta fungsi dan cara penggunaannya. Alat dalam menganalisa bahan
makanan ini dimaksudkan sebagai pendukung langsung untuk melakukan suatu
analisa. Pengenalan alat dilakukan agar nantinya dapat mendukung acara praktikum
3

yaitu mengenai analisis fisik, analisa kadar abu, kadar air, serat kasar, lemak kasar,
protein kasar, FAA dan Gross Energy.
Bahan makanan merupakan bahan yang sudah dapat dimakan, dicerna dan
digunakan oleh hewan. Secara umum dapat dikatakan bahwa bahan makanan adalah
bahan yang dapat dimakan (edible). Bahan makanan ternak terdiri dari tanaman, dan
kadang-kadang juga berasal dari ternak atau hewan yang ada di laut. Karena ternak
pada umumnya tergantung pada tanaman sebagai sumber makanannya. Bahan pakan
memiliki kondisi fisik kimia yang berbeda-beda sehingga dalam penanganan,
pengolahan, maupun penyimpanannya memerlukan perlakuan yang berbeda pula.
Tujuan dari mengetahui sifat-sifat suatu bahan pakan adalah mempermudah
penanganan dan pengangkutan, menjaga homogenitas, dan stabilitas saat
pencampuran (Sudarmadji, 1997).

Pertumbuhan, produksi, reproduksi dan hidup pokok hewan memerlukan zat
gizi. Makanan ternak berisi zat gizi, untuk keperluan kebutuhan energi dan fungsifungsinya sehingga memungkinkan digunakan dalam penyusunan ransum dengan
cara sederhana. Secara umum sifat fisik bahan pakan tergantung dari jenis dan
ukuran partikel bahan. Sekurang-kurangnya ada enam sifat fisik pakan yang penting
yaitu berat jenis, kerapatan tumpukan, luas permukaan spesifik, sudut tumpukan,
daya ambang, dan faktor higroskopis (Jaelani, 2007).
Penyediaan bahan pakan pada hakekatnya bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan ternak akan zat-zat makanan. Pemilihan bahan tidak akan terlepas dari
ketersediaan zat makanan itu sendiri yang dibutuhkan oleh ternak. Untuk mengetahui
berapa jumlah zat makanan yang diperlukan oleh ternak serta cara penyusunan
ransum, diperlukan pengetahuan mengenai kualitas dan kuantitas zat makanan.
Merupakan suatu keuntungan bahwa zat makanan, selain mineral dan vitamin, tidak
mempunyai sifat kimia secara individual. Secara garis besar jumlah zat makanan
dapat dideterminasi dengan analisis kimia, seperti analisis proxsimat, dan terhadap
pakan berserat analisis proxsimat lebih dikembangkan lagi menjadi analisis serat
(Soejono, 2004).
4

Asam lemak bebas ditentukan sebagai kandungan asam lemak yang terdapat
paling banyak dalam minyak tertentu. Lipida terdiri dari asam-asam lemak dan
alkohol. FFA sesuai dengan namanya adalah "free fatty acids" atau "asam lemak
bebas" yaitu nilai yang menunjukkan jumlah asam lemak bebas yang ada di dalam
lemak atau jumlah yang menunjukkan berapa banyak asam lemak bebas yang
terdapat dalam lemak setelah lemak tersebut dihidrolisa.Tujuan analisa angka asam
atau bilangan saponifikasi adalah sebagai indikasi untuk mengetahui seberapa besar
Mr lemak yang dianalisa. FFA adalah bagian dari angka asam untuk mengetahui
tingkat kerusakan minyak, semakin tinggi FFA, semakin tinggi tingkat kerusakan
minyak. Sebagai faktor koreksi pada titrasi, sehingga dapat mengetahui volume titran
yang benar-benar bereaksi dengan titran yang diinginkan. Asam lemak bebas
merupakan hasil degradasi dari trigliserida, sebagai akibat dari kerusakan minyak
(Lubis, 1985).
Nilai energi dari bahan makanan dapat dinyatakan dengan cara yang
berbeda-beda. Pernyataan mengenai nilai energi bisa didapatkan secara langsung
dengan peneitian atau dihitung dengan menggunakan faktor-faktor yang dimilikinya.
Energi bruto bahan pakan ditentukan dengan membakar sejumlah bahan sehingga
diperoleh hasil oksidasi berupa CO2, air, dan gas lainnya. Energi bruto adalah
banyaknya panas (diukur dalam sel) yang dilepas apabila suatu zat dioksidasi secara
sempurna dalam bomb kalorimeter (25-30 atm O2). Bomb kalorimeter terbuat dari
logam tebal yang kuat dan tahan asam berfungsi untuk menentukan energi total dan
sampel makanan (Rahardjo, 2001).

1.2

Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 18 Oktober 2012 pukul 15.00

WIB sampai dengan hari Sabtu, 20 Oktober 2012 pukul 13.00 WIB. Praktikum Ilmu
Bahan Pakan dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Bahan Makanan Ternak (IBMT),
Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman.
5

II. TUJUAN DAN MANFAAT

2.1

Tujuan
1. Pemberian nomenklatur dan pengelompokan bahan pakan.
2. Mengenal alat laboratorium.
3. Mengetahui sifat fisik suatu bahan pakan ternak.
4. Menganalisis komposisi zat gizi suatu bahan pakan.
5. Menganalisis kadar asam lemak bebas suatu bahan pakan.
6. Menganalisis energi bruto suatu bahan pakan.

2.2

Manfaat
1. Mengetahui nomenklatur bahan pakan beserta pengelompokan dan
kandungan nutriennya.
2. Mengetahui alat-alat yang digunakan dalam berbagai analisa bahan pakan.
3. Mempermudah penanganan dalam pengolahan dan pengangkutan.
4. Menjaga homogenitas dan stabilitas saat pencampuran.
5. Mengetahui tentang jumlah kadar air, bahan kering, kadar abu, bahan
organik, lemak kasar, protein kasar, dan serat kasar suatu bahan pakan.
6. Mengetahui kadar asam lemak bebas suatu bahan pakan.
7. Menyusun ransum.
8. Mengevaluasi keberhasilan pemberian pakan.
6

III. TINJAUAN PUSTAKA

3.1

Nomenklatur Bahan Pakan dan Pengenalan Alat
Bahan makan ternak adalah suatu abahn yang dapat dimakan oleh hewan yang

mengandung energy dan zat gizi (atau keduanya) di dalam makanan tersebut.
Sedangkan pengertian bahan pakan yang lebih lengkap, yaitu segala sesuatu yang
dapat dimakan hewan (ternak) yang mengandung unsure gizi dan atau energy, yang
tercerna sebagian atau seluruhnya. Bahan makanan ternak yang diberikan ternak
dengan tanpa mengganggu kesehatan hewan yang bersangkutan (Sutardi, 2002).
Nomenklatur berisi tentang peraturan untuk pencirian atau tata nama bahan
pakan. Pencirian bahan pakan dirancang untuk memberi nama setiapa bahan pakan.
Setiap pemberian tata nama bahan pakan terdiri atas enam segi atau fase (prasetyo,
2002).
Pengenalan alat merupakan hal yang paling mendasar sebelum melakukan
analisis kimia terhadap bahan pakan. Pengenalan alat mencakup semua instrument.
Laboratorium sebagai pendukung langsung dalam menganalisi bahan pakan.
Pengenalan alat dan pengetahuan cara pemakaian harus dipahami agar diperoleh hasil
yang tepat. Cara pokok dalam perlakuan umum yang sering dijumpai dalam
laboratorium agar memperoleh hasil analisa yang benar, antara lain dilakukan
pengenalan mengenai alat-alat laboratorium dan cara penggunaannya (Sudarmadji,
1997).

3.2

Uji Fisik Bahan Pakan
Penyediaan bahan pakan pada hakikatnya bertujuan untuk memenuhi

kebutuhan ternak akan zat-zat makanan. Peemilihan bahan tidak akan terlepas dari
ketersediaan zat makan itu sendiri. Untuk mengetahui berapa jumlah zat makanan
yang ddiperlukan

oleh ternak serta cara penyusunana ransum, diperlukan
7

pengetahuan mengenai kualitas zat makanan. Ini merupakan suatu keuntungan bahwa
zat makanan, selain mineral dan vitamin tidak mempunyai sifat kimia secara
individual (Soejono, 2002)
Pertumbuhan, produksi, reproduksi dan hidup pokok hewan memerlukan zat
gizi. Makanan ternak berisi zat gizi. Fungsi-fungsi zat gizi memungkinkan bahan
pakan digunakan dalam penyusunan ransum secara sederhana (Jaelani, 2007).
Secara umum sifat fisik bahan pakan tergantung dari jenis dan ukuran partikel
bahan. Sekurang-kurangnya ada enam sifat fisik pakan yang penting yaitu berat jenis,
kerapatan tumpukan, luas permukaan spesifik, sudut tumpukan daya ambang, dan
factor higroskopis (Jaelani, 2007). Penyediaan bahan pakan bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan ternak (Soejono, 2002).
Berat jenis merupakan perbandingan antara berat bahan dengan volume
ruang yang ditempati oleh bahan tersebut. Menurut Axe (1995), apabila bahan
mempunyai berat jenis partikel yang berbeda jauh, maka cenderung memisah setelah
mixing dan handling. Partikel yang lebih padat atau rapat berpindah ke bawah
melewati partikel lam yang lebih halus atau ringan. Luas permukaan spesifik
merupakan bahan pada berat tertentu mempunyai permukaan luas. Peranan dari
permukaan luas adalah untuk mengetahui tingkat kehalusan dan suatu bahan secara
spesifik akan tetapi tanpa diketahui adanya komposisi secara keseluruhan. Daya
ambang adalah jarak yang ditempuh oleh suatu partikel bahan jika dijatuhkan dari
atas ke bawah dalam jangka waktu tertentu. Sudut Tumpukan adalah sudut yang
dibentuk oleh bahan pakan diarahkan pada bidang datar. Sudut tumpukan merupakan
kriteria kebebasan bergerak pakan dalam tumpukan. Semakin tinggi tumpukan, maka
semakin kurang bebas suatu tumpukan.

Sudut tumpukan berfungsi dalam

pembentukan kemampuan mengalir suatu bahan, efisiensi pengangkutan secara
mekanik (Thomson, 1984).
8

3.3

Analisis Proksimat
Sampel makanan ditimbang dan diletakkan dalam cawan khusus dan

dipanaskan dalam oven pada temperature 105o C. pemanasan berjalan hingga sampel
sudah tidak lagi turun beratnya. Setelah pemanasan tersebut sampel makanan
ddisebut “sampel bahan kering” dan pengurangannya dengan sampel makanan
disebut persen air atau kadar airnya (Tilman, 1989).
Dari sampel bahan kering tadi lalu diekstraksi dengan dietil eter selama
beberapa jam, maka bahan yang didapat adalah lemak, dan eter akan menguap.
Setelah fase kedua dilalui, selanjutnya sampel dianalisis dengan alat Kjedahl. Analisis
ini menggunakan asam sulfat dengan suatu katalisator dan pemanasan. Analisis ini
dipakai untuk mendapatkan nilai protein kasar (protein kasar = N%x6,25) (Hartadi,
1989).
Sampel yang sudah bebas lemak dan telah disaring , dipakai untuk
mendapatkan serat kasar. Endapan yang didapat ditambah 1,25% larutan NaOH dan
dipanaskan 30 menit, kemudian disaring dan endapan dicuci, dikeringkan dan
ditimbang. Bagian ketiga dari sampel bahan kering ditambang dan dibakar dengan
krusibel dalam suhu 600oC selama beberapa jam (Tilman, 1989).

3.4

Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas Free Fatty Acid (FFA)
Kandungan asam lemak bebas (Free Fatty Acid/ FFA) merupakan salah satu

factor penentu jenis proses pembuatan metal ester (Hasjmy, 2007). Penetapan asam
lemak bebas berprinsip bahwa lemak bebas yang terdapat paling banyak pada minyak
tertentu (Sutardi, 2004). Analisis ini diperhitungkan banyaknya zat yang larut dalam
basa atau asam di dalam kondisi tertentu. Asam lemak bebas tidak mengurangi fungsi
antioksidan dan melindungi ternak.
Apabila penambahan terlalu banyak kadar lemak bebas, akan merusak mesin
karena asam lemak mudah bereaksi dengan bagian metan yang akhirnya
menyebabkan karat (Sudarmadji, 1997). Asam lemak dengan grup-grup fungsional
9

seperti epoksi dan hidroksi sulit sekali untuk diesterifikasi tanpa merusaknya terlebih
dahulu. Katalisis ester yang sulit dilakukan dengan metode kimiawi tersebut menjadi
sederhana dengan pemanfaatan teknologi enzimatik lipase (Sulistyo, 1999).
3.5

Penetapan Energi Bruto
Gross energy adalah sejumlah panas yang dilepaskan oleh satu unit bobot

bahan kering pakan bila dioksidasi sempurna. Kandungan GE biasanya dinyatakan
dalam satuan Mkal GE/ kg BK. Gross Energy didefinisikan sebagai energi yang
dinyatakan dalam panas bila suatu zat dioksider secara sempurna menjadi CO2 dan
air. Tentu saja CO2 dan air ini masih mengandung energi, akan tetapi dianggap
mempunyai tingkat nol karena hewan sudah tidak bisa memecah zat-zat melebihi CO2
dan air. Gross Energy diukur dengan alat bomb kalorimeter. Besarnya energi bruto
bahan pakan tidak sama tergantung dari macam nutrien dan bahan pakan (Sutardi,
2004).
Energi total makanan adalah jumlah energi kimia yang ada dalam makanan,
dengan mengubah energi kimia menjadi energi panas dan diukur jumlah panas yang
dihasilkan. Panas ini diketahui sebagai sumber energi total atau panas pembakaran
dari makanan, bomb kalorimeter digunakan untuk menentukan energi total dan
sampel makanan dipijarkan dengan aliran listrik. Metode ini dipakai untuk energi
total makanan dan produk ekskretori (Tillman, 1993).
Sudarmadji (2004) menyatakan bahwa apabila suatu nutrien organik dibakar
sempurna sehingga menghasilkan oksisda (CO2,H2O), maka panas yang dihasilkan
disebut energi bruto. Guna menentukan besarnya energi bruto bahan pakan dapat
digunakan suatu alat bom kalorimeter. Besarnya nilai energi bahan pakan tidak sama
twrgantung dari macam nutrien dan bahan Pakan.
10

IV. MATERI DAN CARA KERJA

4.1

Materi

4.1.1

Nomenklatur Bahan Pakan dan Pengenalan Alat

4.1.1.1 Nomenklatur Hijauan
Bahan-bahan yang digunakan pada nomenklatur hijauan adalah rumput raja
(Pennicetum purpuroides), rumput gajah (Pennicetum purpureum), setaria
lampung (Setaria splendida), setaria ancep (Setaria spachelata), rumput benggala
(Panicum maximum), jagung (Zea mays), padi (Oryza sativa), daun pepaya
(Carica papaya), rami (Boehmeria nivea), daun singkong (Manihot utilissima),
daun pisang (Musa parasidiaca), daun nangka (Arthocarpus integra), daun waru
(Hibiscus tileaceus), murbei (Morus indica L), putri malu (Mimosa pudica),
lamtoro (Leucaena glauca), kaliandra (Calliandra calothyrtus), daun gamal
(Glirisida maculata) dan daun dadap (Erytrina lithospermae).
4.1.1.2 Nomenklatur Konsentrat
Bahan-bahan yang digunakan dalam nomenklatur konsentrat adalah tepung
jagung, tepung limbah roti, biji jagung merah, biji jagung kuning, limbah soun,
pollard, bekatul, millet, molasses, onggok, bungkil kelapa, bungkil kedelai, tepung
kedelai, tepung udang, tepung darah sapi, tepung ikan, tepung kerang, tepung
cangkang ayam, tepung kepala udang, tepung tulang ayam, tepung cangkang
keong, tepung kulit udang, tepung tulang ikan dan sirip, premix, kapur, phospat
alam, CuSO4, urea, egg stimulant, tetra chlor dan neo bro.
4.1.1.3 Pengenalan Alat
Alat-alat yang digunakan untuk pengenalan alat adalah autoklaf, destilator,
destructor, kompor listrik, kondensor, desikator, vakum penyedot, water bath,
oven, tabung oksigen/ bom kalorimeter, bucket, jaket, termometer, tanur suhu
600ºC, beker glass, gelas ukur, pipet tetes, pipet ukur, corong, Erlenmeyer, labu
kjeldahl, timbangan analitik, cawan porselin, timbangan analog, neraca ohauss,
buret dan statif.
11

4.1.2

Uji Fisik Bahan Pakan

4.1.2.1 Berat Jenis
Alat dan bahan yang digunakan untuk pengukuran berat jenis adalah gelas ukur
100 ml, neraca ohauss dan bekatul volume 100 ml.
4.1.2.2 Luas Permukaan Spesifik
Alat dan bahan yang digunakan untuk pengukuran luas permukaan spesifik adalah
kertas milimeter blok, timbangan analitik dan bekatul 1 gr.
4.1.2.3 Daya Ambang
Alat dan bahan yang digunakan untuk pengukuran daya ambang adalah stopwatch,
nampan, timbangan analitik dan bekatul 1 gr.
4.1.2.4 Sudut Tumpukan
Alat dan bahan yang digunakan untuk pengukuran sudut tumpukan adalah mistar,
corong, besi penyangga, timbangan analog dan bekatul 200 gr.

4.1.3

Analisis Proksimat

4.1.3.1 Kadar Air dan Bahan Kering
Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis kadar air dan bahan kering adalah
awan porselin, oven, desikator, timbangan analitik, tang penjepit dan tepung
limbah soun 2 gr.
4.1.3.2 Kadar Abu dan Bahan Organik
Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis kadar abu dan bahan organik
adalah, cawan porselin berisi BK, desikator, tanur (verasingoven) 600oC,
timbangan analitik, tang penjepit, pembakar Bunsen dan tepung limbah soun 2 gr.
4.1.3.3 Kadar Protein Kasar
Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis kadar protein kasar adalah labu
kjeldhal, destilator, erlenmeyer, destruktor, buret, pipet 10 ml, kompor listrik,
timbangan analitik, gelas ukur, becker gelas, tepung limbah soun 0,1 gr, larutan
h2so4 pekat, larutan HCl 0,1 N, asam borat, indikator metyl red, larutan NaOH
40% dan akuades.
12

4.1.3.4 Kadar Serat Kasar
Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis kadar serat kasar adalah erlenmeyer,
cawan porselin, kertas saring whatman, corong tegak, timbangan analitik, oven,
tanur, tang penjepit, alat pemanas / kompor listrik, kondensor, desikator, tepung
limbah soun 1 gr, aceton, H2SO4 0,3 N, H2O panas dan NaOH 1,5 N.
4.1.3.5 Kadar Lemak Kasar
Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis kadar lemak kasar adalah kertas
saring whatman, labu didih, kondensor, oven 105oC, timbangan analitik,
waterbath, desikator, alat ekstraksi soxhlet, tepung limbah soun 1 gr dan petroleum
benzene.

4.1.4

Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA)

Alat dan bahan yang digunakan untuk penetapan kadar asam lemak bebas adalah
erlenmeyer, buret, pipet tetes, timbangan analitik, kertas saring, corong, kompor
listrik, kondensor, tepung limbah soun, alkohol netral, indikator PP dan NaOH 0,1 N.

4.1.5 Penetapan Kadar Energi Bruto
Alat dan bahan yang digunakan untuk penetapan kadar energy bruto adalah bom
kalorimeter, kawat

kalori, tabung oksigen, bucket, beker glass, pipet, buret,

erlenmeyer, gelas ukur, obeng, tang, tepung limbah soun, akuades, Na2CO3, methyl
orange dan oksigen.

4.2

CARA KERJA

4.2.1

Nomenklatur Bahan Pakan dan Pengenalan Alat

4.2.1.1 Nomenklatur Hijauan
1.

Hijauan

2.

Diambil gambar (difoto)

3.

Dicatat nama, asal, nama ilmiah, bagian, proses, tingkat kedewasaan

4.

Sumber, defoliasi, grade jenis hijauan
13

4.2.1.2 Nomenklatur Konsentrat
1.

Bahan Pakan (Konsentrat)

2.

Diambil gambar (difoto)

3.

Dibuat tabel

4.

Dicatat nama, asal, nama ilmiah, bagian, proses, tingkat kedewasaan sumber,
grade jenis konsentrat

4.2.1.3 Pengenalan Alat
1.

Alat

2.

Diambil gambar (difoto)

3.

Dibuat tabel

4.

Dicatat nama dan fungsi

4.2.2

Uji Fisik Bahan Pakan

4.2.2.1 Berat Jenis
1.

Gelas ukur 100 ml ditimbang

2.

Sampel dimasukan sampai volume 100 ml

3.

Ditimbang

4.2.2.2 Luas Permukaan Spesifik
1.

1 gr sampel

2.

Diratakan pada milimeter blok

3.

Diukur luasnya

4.2.2.3 Daya Ambang
1.

Sampel ditimbang 1 gr

2.

Sampel dijatuhkan dari jarak 1 m

3.

Waktu dicatat

4.2.2.4 Sudut Tumpukan
1.

Alat dan bahan disiapkan

2.

Corong dipasang

3.

Bahan ditimbang 200 gr
14

4.

Bahan dituang melalui corong

5.

Diameter dan tinggi curahan diukur

4.2.3

Analisis Proksimat

4.2.3.1 Kadar Air dan Bahan Kering
1.

Cawan porselin yang sudah bersih

2.

Dioven (1050C) 1 Jam

3.

Didesikator (15 menit)

4.

Ditimbang (x)

5.

Sampel ditimbang 2 gr (y)

6.

Sampel dimasukan cawan

7.

Sampel + cawan dioven (1050C) 12 Jam

8.

Didesikator 15 menit

9.

Sampel ditimbang (z)

10. Penimbangan dilakukan 2 kali
4.2.3.2 Kadar Abu dan Bahan Organik
1.

Cawan porselin ditanur 6000C 30 menit

2.

Ditimbang (x)

3.

Sampel ditimbang 2 gram (Y)

4.

Dipijarkan diatas api bursen

5.

Ditanur 6000C (4-12 jam)

6.

Didinginkan (1400 C)

7.

Didesikator 1jam

8.

Dampel ditimbang (Z)

4.2.3.3 Kasar Protein Kasar
1.

Sampel ditimbang 0,1 gr

2.

Dimasukan kedalam labu kjeldhal

3.

Ditambah katalisator dan
15

4.

1,5 ml H2SO4 pekat

5.

Didestruksi sampai warna hijau jernih

6.

Erlenmeyer 125ml diisi 10ml asam borat dan beberapa tetes indikator metyl
red

7.

Ditambahkan 10 ml NaOH 40 % dari corong atas destilator

8.

Didestilasi

9.

Volume erlenmeyer 60 ml dihentikan

10. Hasil destilasi
11. Dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai warna merah muda
4.2.3.4 Kadar Serat Kasar
1.

Sampel ditimbang 1 gr (x)

2.

Dimasukan ke erlenmeyer

3.

Ditambahkan 50 ml H2SO4 0,3 N

4.

Didihkan (30 menit)

5.

Ditambahkan 25 ml NaOH 1,5 N didihkan 30 menit

6.

Disaring

7.

Dicuci (50ml H2O panas, 50ml H2SO4 0,3N, 50ml H2O panas, dan 25ml
Aceton)

8.

Dioven 1050C (8 jam)

9.

Didesikator 15 menit

10. Ditimbang (Y)
11. Ditanur 6000C selama 3 jam
12. Didesikator 15 menit
13. Ditimbang (Z)
4.2.3.5 Kadar Lemak Kasar
1.

Kertas saring whatman

2.

Dioven 14 jam dan didesikator 1 jam

3.

Sampel ditimbang 2 gr (X)

4.

Dibungkus dioven 1050c (± 14 jam)
16

5.

Didesikator (10 menit)

6.

Ditimbang (Y)

7.

Dimasukan kedalam alat ekstraksi soxlet + ethyl ether

8.

Diekstraksi (4-16 jam) sampai warna ethyl eter jernih

9.

Diangin-anginkan sampai tidak bau eter

10. Dioven 1050C (± 14 jam)
11. Didesikator 15 menit
12. Ditimbang (z)

4.2.4

Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA)

1.

Sampel 7,05 gr

2.

Ditimbang

3.

Ditambahkan 25 ml alkohol netral 96%

4.

Direfluk 15 menit

5.

Disaring dengan kertas saring whatman

6.

Diambil 10 ml

7.

Ditambahkan indikator PP

8.

Dititrasi dengan 0,1 N NaOH

9.

Sampai warna merah muda

4.2.5

Penetapan Kadar Energi Bruto

1.

Kertas saring dioven lalu ditimbang

2.

Sempel ditimbang 0,5 gr

3.

Dibungkus dan diikat dengan kawat kalori

4.

Dipasang pada bomb kalorimeter

5.

Diisi oksigen

6.

Dimasukkan kedalam bucket

7.

Dicatat temperaturnya

8.

Dikeluarkan
17

9.

CO dikeluarkan dari bomb

10. Dicuci dengan aquades
11. Kawat sisa dan volume air cucian dihitung
12. Air cucian diambil 10 ml + 2 tetes methyl orange
13. Dititrasi dengan Na2CO3 0,0725 N sampai warna kuning jernih
18

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1

Hasil Nomenklatur Bahan Pakan dan Pengenalan Alat

5.1.1 Nomenklatur Hijauan
Tabel 1. Nomenklatur Hijauan
Nama
No

Hijauan/

Bagian

Sumber Defoliasi

Grade

Jenis

SK:10-

Graminae

Ilmiah
1.

Rumput raja

Aerial

Energi

40 hari

(Penisetum

11%

purpuroides)
2.

Rumput

PK:7-9%
Aerial

Energi

40 hari

gajah

SK:12-

Graminae

13%

(Penisetum

PK:8-9%

purpureum)
3.

Setaria

Aerial

Energi

35 hari

SK: 17-

lampung

19%

(Setaria

Graminae

PK: 7-12%

splendid)
4.

Setaria

Aerial

Energi

35 hari

SK: 17-

anceps

19%

(Setaria

Graminae

PK: 7-12%

spachelata)
5.

Rumput
benggala
(Pennicum
maximum)

Aerial

Energi

40 hari

SK: 1416%
PK: 10%

Graminae

Gambar
19

6.

Jagung (Zea

Aerial

Energi

100 hari PK: 8,7%

mays)

Poaceae

Lemak:
4,5%

7.

Jerami

padi

Aerial

Energi

100 hari

Daun pisang

Daun

Energi

Dewasa

Graminae

(Oryza
sativa)

8.

parasidica)

9.

Rami

Limbah

11%

(Musa

SK: 10-

pertanian

PK: 4-5%

Aerial

Energi

40 hari

SK 23%

Daun

Energi

Dewasa

SK: 12-

(Boehmeria
nivea)

10. Daun nangka
( Arthocarpus

14%

integra)

11. Daun papaya

PK: 2-3%

Daun

Energi

Daun

Energi

Ramban

(Carica
papaya)

12. Daun
singkong
(Manihot
utillisima)

SK: 5-6%

Limbah

PK: 9-10% pertanian
20

13. Daun

waru

Daun

Energi

SK: 16-

30-40 hari

(Hibiscus

Dewasa

17%

thiliaceus)

14. Gamal

PK: 7%

Daun dan

(Glirisida

Protein

ranting

Dewasa SK: 8-10% Legumino
30 hari

machulata)

15. Murbei

Energi

35-40 hari SK:12-

ranting

dadap

(Erytrina

sa

Ramban

14%

indica L)

16. Daun

PK: 1213%

Daun dan

(Morus

Ramban

PK: 18,3%

Daun dan

Protein

ranting

45 hari

SK: 8-9% Legumino
PK: 3-4%

sa

SK:7-8%

Legumino

PK:11-

sa

lithospermae)

17. Lamtoro
(Leucaena

Daun dan
ranting

glauca)

18. Kaliandra
(Caliandra

Protein

12%

Daun dan
ranting

Protein 35-45 hari SK: 7-8% Legumino
PK: 9-10%

sa

callothyrsus)

Bahan makanan ternak atau pakan diartikan sebagai semua bahan yang dapat
dimakan oleh ternak. Bahan pakan mengandung sejumlah senyawa yang dibutuhkan
oleh ternak dalam menunjang proses kehidupan yang disebut zat makanan. Setiap
bahan pakan perlu diberi tata nama yang baku, karena: (1) jumlah bahan pakan ternak
21

mencapai puluhan sampai ratusan, (2) diperlukan pencirian pemberian nama yang
baik, (3) hasil sampingan yang dihasilkan dari produk pangan manusia semakin
banyak, dan (4) processing menyebabkan bahan asal yang berbeda menjadi bahan
baru dan kandungan gizi berubah (Sutardi, 2001).
Ciri-ciri bahan makanan dibedakan dan dipisahkan dengan mengkhususkan
dari kualitas-kualitas bahan makanan yang dihubungkan dengan perbedaan nilai
gizinya. Pemberian tata nama Internasional didasarkan atas enam fase, yaitu: (1) asal
mula, yaitu nama ilmiah dan nama umum; (2) bagian, yaitu bagian yang diberikan
pada ternak sebagaimana proses yang dialami; (3) proses atau perlakuan, yang
dialami oleh bagian tanaman pakan atau pengawetan; (4) tingkat kedewasaan, yang
akan mempengaruhi nilai gizi hijauan, silage dan beberapa produk hewan ternak, (5)
pemotongan atau defoliasi, khusus untuk hijauan. Beberapa tanaman hijauan
dipotong dan dipanen beberapa kali dalam satu tahun, (6) grade atau garansi yang
diberikan pabrik, misal kadar protein, lemak , serat kasar (Sutardi, 2002).
Umumnya limbah pertanian berupa hijauan banyak dimanfaatkan sebagai
pakan serat untuk ternak ruminansia (Guntoro, 2008). Salah satunya adalah tanaman
pisang. Kandungan protein kasar bagian tanaman pisang tergolong rendah, tetapi
kadar abunya tinggi. Hasil analisis laboratorium Balai Penelitian Ternak
(BALITNAK) Bogor mendapatkan 15,5% rata-rata kadar total abu (Wina, 2011).

5.1.2 Nomenklatur Konsentrat
Tabel 2. Nomenklatur Konsentrat
No
1

Nama
Tepung
jagung

Asal

Bagian

Proses

Sumber

Jagung

Biji

Dikeringkan,

Energi

digiling

Grade

Gambar
22

2

Biji

Jagung

Biji

Dipipil

Energi

jagung

PK: 8,5%
SK: 2,5%

merah
3

Jagung

Jagung

Biji

Dipipil

Energi

kuning

PK: 8,5%
SK: 2,5%

pipilan
4

Endapan

Diendapkan/

tetes tebu

kristalisasi

Roti

Limbah

Dikeringkan,

roti

digiling

Ampas

Dikeringkan,

singkong

Limbah

Tetes
tebu

5

Molasses

digiling

Limbah

Dikeringkan,

soun

digiling

Kulit ari

Kulit ari

Dikeringkan,

padi

padi

digiling

roti

6

7

Onggok

Limbah

Singkong

Soun

soun

8

Bekatul

Energi

Energi

Energi

PK: 0,8%
SK: 2,2%

Energi

Energi

PK: 12%
SK: 4%
23

9

Millet

Gandum

Biji millet

Kulit ari

Dikeringkan,

gandum

10

Pollard

digiling

Biji

Dipipil

Energi

PK: 15%
SK:10%

Energi

PK: 8,4%
SK: 6%

11

Urea

Batuan

Batuan

Dihaluskan,

alam

alam

Protein

pemurnian
(kristalisasi)

12

Tepung

Kedelai

13

Tepung

Ikan

dikeringkan

kedelai

kedelai

Biji

digiling

Ikan utuh

dikeringkan

ikan

Protein

Protein

digiling

PK:
54,6%
SK: 2%

14

Tepung

Kerang

dikeringkan

dalam

kerang

Daging

Protein

25-27%

digiling

Protein

PK:90%

kerang
(bukan
cangkang)
15

Tepung
darah
sapi

Sapi

Darah sapi

dikeringkan
digiling

SK: 1%
24

16

Tepung

Udang

17

Bungkil
kedelai

digiling

Bungkil

dikeringkan

kedelai/

Kedelai

dikeringkan

utuh

udang

Udang

Protein

digiling

PK: 75%
SK:-

Protein

PK: 42%
SK: 6%

limbah
kedelai
18

Bungkil

Kelapa

dikeringkan

kelapa/

kelapa

Bungkil

Protein

digiling

PK: 20%
SK: 12%

limbah
kelapa
19

Tepung

Ayam

Tulang

tulang

dikeringkan

Mineral

digiling

PK: 12%
SK: 2%

ayam
20

Tepung

Ikan

ikan dan

dikeringkan

ikan dan

tulang

Tulang

Mineral

digiling

SK: 2%

sirip

sirip
21

Tepung

Keong

Dicuci,

keong

cangkang

Cangkang

dikeringkan,

keong
22

Premix

Mineral

digiling
Batuan
alam

Batuan

Digiling

PK: 12%

Mineral
25

23

Tepung

Telur

Kerabang

kerabang

Dikeringkan,

Mineral

digiling

PK: 7,6%
SK:-

telur
24

Tepung

udang

Kulit

kepala

Dikeringkan,

Mineral

digiling

SK:

udang
25

Kapur

PK: 45%

11,4%
Batuan

Batuan

Dibakar

kapur

kapur

Mineral

(dikeringkan)
, digiling

26

Phosphat
alam

27

Phosphat

phosphat

Dikeringkan,

Tepung

Mineral

digiling

Batuab

Batu

Digiling/

alam

28

CuSO4

Batuan

phosphat

dihaluskan

Udang

Kulit

Dikeringkan,

kulit

mineral

Mineral

digiling

PK:
45,3%

udang

SK:
17,6%

29

Feed

Berbagai

Berbagai

Divaksin/

Pakan

aditive

komposis

komposisi

dicampur

tambahan

i pakan/

pakan/

campuran

campuran

vitamin,

vitamin,

mineral,

mineral,

suplemen

suplemen
26

Bahan makanan ternak atau pakan diartikan sebagai semua bahan yang dapat
dimakan oleh ternak. Bahan pakan mengandung sejumlah senyawa yang dibutuhkan
oleh ternak dalam menunjang proses kehidupan yang disebut zat makanan. Setiap
bahan pakan perlu diberi tata nama yang baku, karena: (1) jumlah bahan pakan ternak
mencapai puluhan sampai ratusan, (2) diperlukan pencirian pemberian nama yang
baik, (3) hasil sampingan yang dihasilkan dari produk pangan manusia semakin
banyak, dan (4) processing menyebabkan bahan asal yang berbeda menjadi bahan
baru dan kandungan gizi berubah (Sutardi, 2001).
Ciri-ciri bahan makanan dibedakan dan dipisahkan dengan mengkhususkan
dari kualitas-kualitas bahan makanan yang dihubungkan dengan perbedaan nilai
gizinya. Pemberian tata nama Internasional didasarkan atas enam fase, yaitu: (1) asal
mula, yaitu nama ilmiah dan nama umum; (2) bagian, yaitu bagian yang diberikan
pada ternak sebagaimana proses yang dialami; (3) proses atau perlakuan, yang
dialami oleh bagian tanaman pakan atau pengawetan; (4) tingkat kedewasaan, yang
akan mempengaruhi nilai gizi hijauan, silage dan beberapa produk hewan ternak, (5)
pemotongan atau defoliasi, khusus untuk hijauan. Beberapa tanaman hijauan
dipotong dan dipanen beberapa kali dalam satu tahun, (6) grade atau garansi yang
diberikan pabrik, misal kadar protein, lemak , serat kasar (Sutardi, 2002).
Umumnya limbah pertanian berupa hijauan banyak dimanfaatkan sebagai
pakan serat untuk ternak ruminansia (Guntoro, 2008). Salah satunya adalah tanaman
pisang. Kandungan protein kasar bagian tanaman pisang tergolong rendah, tetapi
kadar abunya tinggi. Hasil analisis laboratorium Balai Penelitian Ternak
(BALITNAK) Bogor mendapatkan 15,5% rata-rata kadar total abu (Wina, 2011).
27

5.1.1 Pengenalan Alat
Tabel 3. Pengenalan Alat
No
1

Nama
Bomb

Gambar

Fungsi
Analisis Gross Energy

kalorimeter

2

Oven

Memanaskan atau
mengeringklan bahan dan alat

3

Waterbath

Memanaskan/ penangas air

4

Kondensor

Alat pendingin tegak

5

Kompor listrik

Memanaskan/ merefluk
larutan
28

6

Destructor

Destruksi saat analisis
proksimat

7

Destilator

Destilasi/ menguapkan N

8

Tanur

Memijar, digunakan untuk
analisis kadar abu

9

Tabung O2

Digunakan untuk analisis GE,
memasukkan O2 ke dalam
bomb kalorimeter

10

Becker glass

Menampung larutan
29

11

Erlenmeyer

Menampung larutan, tempat
titrasi

12

Gelas ukur

Mengukur larutan

13

Botol aquadest

Tempat menyimpan aquadest

14

Labu kjeldahl

Tempat bahan analisis protein
kasar

15

Cawan porselen

Tempat sampel, digunakan
pada uji KA dan abu
30

16

Neraca ohaus

Menimbang uji fisik (BJ)

17

Corong

Tempat untuk menyaring

18

Batang

Mengaduk larutan/ sampel

pengaduk

19

Desikator

Penstabil suhu

20

Soxhlet

Ekstraksi lemak
31

21

Mengukur berat sampel

analitik

22

Timbangan

dengan ketelitian 0,0001 gram

Filler

Mengambil (menyedot)
larutan

23

Penjepit

Mengambil alat di dalam
desikator, dan tanur

24

Pipet ukur

Mengukur larutan

25

Pipet seukuran

Mengukur larutan dengan
volume tertentu/ ayang telah
ditentukan
32

26

Biuret

Digunakan untuk titrasi

27

Pipet tetes

Mengambil larutan

28

Statif

Penyangga biuret

26

Autoklaf

Memanaskan dengan tekanan

Praktikum mengenal alat bertuuan untuk menentukan tetapan hasil analisa
kimia yang akurat. Penggunaan alat-alat laboratorium antara lain untuk penimbangan,
penyaringan, pengukuran volume caian, pemijaran, dan pengabuan, serta pengeringan
(Sudarmadji, 1997). Sedangkan menurut Hartati (2002), penggunaan alat-alat
laboratorium antara lain sebagai alat penimbang, pengukuran volume cairan,
melarutkan zat padat, penyaringan, pemijaran, dan pengabuan serta penyaringan.
Fungsi dari alat-alat laboratorium berbeda satu dan yang lain, begitu pula dengan cara
penggunaannya harus sesuai dengan ketentuan agar hasil dari penggunaan itu baik.
33

Layaknya timbangan yang digunakan dalam laboratorium perlu diketahui kapasitas
dan ketelitian timbangan halus atau kasar (Sudarmadji, 1997).
Fungsi dari alat-alat laboratorium berbeda satu dan yang lainnya, begitu pula
dengan cara penggunaannya harus sesuai dengan ketentuan agar hasil dari
penggunaan itu baik. Seperti timbangan yang digunakan dalam laboratorium terdiri
dari berbagai jenis dan merk, yang perlu diketahui adalah kapasitas dan ketelitian
timbangan yang akan digunakan apakah timbangan halus atau kasar (Sudarmadji,
1997). Jenis timbangan yang akan dipakai tergantung dari tujuannya, misalnya untuk
penentuan kadar abu dan air harus digunakan neraca analitis dengan ketelitian 0,1
mg, sedangkan untuk menimbang bahan kimia yang akan dibuat menjadi larutan
jenuh, cukup menggunakan timbangan yang lebih kasar.

Alat-alat untuk

penimbangan harus bersih dan telah dikeringkan dalam oven suhu 105º-110ºC dan
didinginkan sampai suhu kamar dalam desikator selama 15 menit, demikian pula bila
akan menimbang sesuatu yang panas harus didinginkan terlebih dahulu dengan cara
yang sama. Selama menimbang harus digunakan alat penjepit untuk mengambil
sesuatu agar tidak mempengaruhi beratnya. Zat kimia bisa diambil dengan sendok
tanduk, spatula atau pipet (untuk bahan cair). Setiap menambah atau mengambil
beban dari pan penimbang, timbangan harus dalam keadaan tidak bergerak atau nol.
Apabila selesai menimbang, alat timbangan dibersihkan dan dikembalikan dalam
keadaan terkunci (Sudarmadji,1997).

5.2

Hasil Uji Fisik Bahan

5. 2.1 Berat Jenis (Density)
Sampel 1:
Berat gelas ukur = 87,7 gr
Berat (sampel-gelas ukur) = 122,3-87,7 = 34,6 gr
BJ1=

berat sampel
Volume gelas ukur

= 34,6
100

= 0,346 gr/ml
34

Sampel 2:
Berat gelas ukur = 87,7 gr
Berat (sampel-gelas ukur) = 121,6-87,7 = 33,9 gr
BJ2 =

berat sampel

= 33,9 = 0,339 gr/ml

Volume gelas ukur

100

BJ rata-rata = 0,346 + 0,339 = 0,3425 gr/ml
2
Besarnya berat jenis (density) bahan pakan penting diketahui, karena apabila
suatu bahan pakan mempunyai nilai densitas yang rendah, yaitu perbandingan antara
berat bahan pakan dengan volume lebih besar berarti intake untuk ternak hanya
sedikit dan sebaliknya. Percobaan berat jenis pada praktikum uji fisik, penimbangan
dilakukan sebanyak dua kali. Penimbangan pertama gelas ukur ditimbang beratnya
87,7 gr. Kemudian, gelas ukur diisi sampel yaitu pakan komplit sapi potong hingga
terisi sebanyak 100 ml tanpa ditekan dan kemudian ditimbang.
Penimbangan pertama gelas ukur yang telah di isi sampel menghasilkan berat
122,3 gr dan hasil penimbangan kedua 121,6 gr. Berat jenis dihitung dengan cara
berat sampel dibagi dengan volume dari gelas ukur. Hasil BJ yang didapat pada
penimbangan sampel pertama yaitu 0,346 gr/ml dan kedua menghasilkan BJ 0,339
gr/ml. Hasil yang berbeda mungkin dikarenakan karakteristik permukaan partikel dan
pemasukan sampel yang kurang teliti kedalam gelas ukur. Dilihat dari nilai berat
jenisnya ternyata dari kedua sampel menunjukan nilai di bawah 1 yang berarti lebih
kecil dari volume. Hasil praktikum diperoleh nilai berat jenis 0,309 gr/ml dan 0,377
gr/ml. Pakan yang baik adalah nilai densitasnya lebih besar, sehingga intake pakan
meningkat (Sudarmadji, 1997).
35

5. 2.2 Luas Permukaan Spesifik
Sampel 1:
Berat sampel = 1,0007 gr
Luas = 46,5 mm2

LPS1 = luas = 46,5
berat

= 46, 467 mm2/gr

1,0007

Sampel 2:
Berat sampel = 1,0008 gr
Luas = 62,75 mm2
LPS2 = luas
berat

= 62,75

= 62, 699 mm2/gr

1,0008

LPS rata-rata = 46, 467 + 62, 699 = 54,583 mm2/gr
2
Luas permukaan spesifik adalah luas permukaan spesifik bahan pakan dengan
berat tertentu. Luas permukaan spesifik berperan untuk mengetahui tingkat kehalusan
bahan pakan tanpa diketahui distribusi, ukuran komposisi partikel secara keseluruhan
(Sutardi, 2003). Sampel pertama seberat 1,0007 gr dan sampel kedua seberat 1,0008
gr, luas permukaan spesifik yang diperoleh pada sampel pertama adalah 46, 467 mm²/gr dan pada sampel kedua menghasilkan LPS sebesar 62, 699 mm²/gr. LPS rataratanya sebesar 54,583 mm²/gr. Hasil LPS yang berbeda-beda dapat disebabkan
karena berat sampel yang berbeda dan kurang tepat saat meratakan sampel diatas
kertas millimeter blok, maupun saat menghitung luas sampel yang kurang teliti.
Luas permukaan spesifik sangat besar pengaruhnya untuk keefisienan suatu
proses penanganan seperti packaging, transportasi dan penyimpanan. Apabila luas
permukaan spesifik besar atau tingkat kehalusan tinggi maka dalam suatu packaging
36

akan memuat bahan pakan yang lebih banyak, hal ini berarti transportasi dan
penyimpanan akan menjadi berkurang. Hal ini sesuai dengan pendapat Jaelani (2007)
yang menyatakan bahwa keefisienan suatu proses penanganan, pengolahan dan
penyimpanan dalam industri pakan tidak hanya membutuhkan informasi tentang
komposisi kimia dan nilai.

5. 2.3 Daya Ambang
Sampel 1:
Jarak = 1 m
Waktu (t) = 5,31 sekon/ detik
DA1 =

jarak = 1
waktu

= 0,18 m/detik

5,31

Sampel 2:
Jarak = 1 m
Waktu (t) = 1,22 sekon/detik
DA2 =

jarak

=

waktu

1

= 0,81 m/detik

1,22

DA rata-rata = 0, 18+ 0, 81 = 0,495 m/detik
2
Daya ambang adalah jarak yang ditempuh oleh suatu partikel bahan bila
dijatuhkan dari ketinggian tertentu dalam waktu tertentu. Rata-rata hasil perhitungan
daya ambang adalah 0,495 m/detik. Daya ambang yang terlalu lama akan
menyulitkan dalam proses pencurahan bahan karena dibutuhkan waktu yang lebih
lama (Jaelani, 2007).
37

Pada saat praktikum sampel yang digunakan seberat 1 gram, dan alat yang
digunakan adalah stopwatch. Sampel diukur dengan menghitung waktu yang
dijatuhkan dengan ketinggian 1 m. Sampel pertama seberat 1,0007 gram tercatat
waktu 5,31 detik dan sampel kedua seberat 1,0008 dibutuhkan waktu 1,22 detik untuk
sampai ke lantai. Daya ambang pada sampel pertama adalah 0,18 m/detik dan daya
ambang pada sampel kedua adalah 0,81 m/detik. Perbedaan hasil daya ambang dapat
disebabkan oleh kurang tepatnya penekanan stopwach dengan jatuhnya sampel. Halhal yang harus diperhatikan saat menjatuhkan sampel: lantai, tempat jatuhnya, bahan
diberi alas dengan aluminium foil untuk memudahkan pengamatan saat jatuh.
Diupayakan pengaruh udara diperkecil yaitu dengan menutup setiap lubang yang
memungkinkan angin masuk (Jaelani, 2007).
Daya ambang berperan terhadap keefisienan pemindahan atau pengangkutan.
Apabila daya ambang suatu bahan pakan kecil maka waktu yang dicapai juga kecil,
sebaliknya jika daya ambangnya besar maka waktu yang dicapai juga besar.
Perhitungan daya ambang bertujuan untuk efisiensi pemindahan atau pengangkutan
yang menggunakan alat penghisap, pengisian silo yang menggunakan gaya gravitasi
dan daya ambang berbeda akan terjadi pemisahan partikel (Sutardi, 2003).

5.2.4

Sudut Tumpukan

Sampel 1:
Berat = 200 gr
Tinggi (t) = 6,4cm
Diameter (d) = 19,5 cm
tg α1 = 2t
d

=

2 (6,4)
19,5

= 0,656

α = 33,26º
38

Sampel 2:
Berat = 200 gr
Tinggi (t) = 6,5 cm
Diameter (d) = 23 cm
tg α2 = 2t

=

d

2 (6,5)

= 0,65

α = 29,466º

20

STRata-rata = 33,26º + 29,466º = 31,363º
2
Sudut tumpukan atau angle of repose didefinisikan sebagai sudut yang
dibentuk oleh permukaan bidang miring bahan yang dicurahkan membentuk
gundukan dengan bidang horizontal. Sudut tumpukan merupakan kriteria kebebasan
bergerak satu partikel pakan dalam tumpukan. Semakin tinggi tumpukan, maka
semakin kurang bebas suatu partikel bergerak dalam tumpukan. Sudut tumpukan
berperan antara lain dalam menentukan flowabivity (kemampuan mengalir suatu
bahan, efisiensi pada pengangkutan atau pemindahan secara mekanik, ketepatan
dalam penimbangan dan kerapatan kepadatan tumpukan. Besarnya sudut tumpukan
dari hasil percobaan berupa pakan komplit sapi potong adalah 31,363o.
Percobaan dalam praktikum dilakukan sebanyak dua kali. Besarnya sudut
tumpukan dari hasil percobaan pertama dengan diameter 19,5 cm dan tinggi 6,4 cm
adalah α = 33,26º. Sedangkan pada percobaan kedua dengan diameter 23 cm dan
tinggi 6,5 cm besarnya sudut tumpukan adalah α = 29,466º. Sehingga rata-rata sudut
tumpukan yang diperoleh dari dua percobaan tersebut adalah α = 31,363º. Menurut
Sudarmadji (1997), sudut tumpukan antara 30-39 termasuk ke dalam kelompok
sedang, dimana sifat kemudahan bahan pakan dalam penanganan atas dasar
pengangkutan

relative sedang. Sudut tumpukan merupakan faktor yang

mempengaruhi homogenitas campuran. Perbedaan keragaman ukuran materi dalam
campuran dapat mngakibatkan pemisahan secara nyata apabila materi mempunyai
perbedaan sudut tumpukan (Axe, 1995).
39

5. 3

Hasil Analisis Proxsimat

5. 3.1 Kadar Air dan Kadar Bahan Kering
Berat cawan (X) = 38, 648 gr
Berat sampel (Y) = 2,0009gr
Berat sampel setelah dioven (Z) = 40, 4570 gr
Kadar Air = X + Y - Z x 100 % = 38, 648 + 2,0009 – 40, 4570
Y

x 100 %

2,0009

= 9,62 %
Bahan Kering = 100 % – KA = 100% – 9, 62% = 90,38 %
Beberapa kelemahan analisis proksimat, yaitu (a) system tidak mencerminkan
zat makanan secara individu dari zat makanan, (b) kurang tepat, terutama analisis
serat kasar dan lemak kasar, akibatnya untuk kalkulasi BETN juga kurang tepat, (c)
proses memerlukan waktu yang cukup lama, (d) tidak dapat menerangkan lebih jaun
tentang daya cerna, palatabilitas dan tekstur suatu bahan pakan (Soejono, 2004).
Sutardi (2003), menyatakan bahwa tinggi rendahnya kadar air dalam bahan pakan
harus diatur. Kadar ini menentukan komposisis kandungan nutrient pakan. Faktor
yang mempengaruhi kadar air salah satunya adalah metode pengeringan dan
kandungan air dari suatu bahan pakan.
Pakan dapat disimpan jika bahan pakan mempunyai kandungan air 13,5%,
karena kandungan gizi yang terlalu tinggi akan merusak nutrient dari bahan pakan
karena di degradasi oleh bakteri. Kadar air pakan komplit sapi potong hasil praktikum
adalah 9,62%, maka bahan ini termasuk pakan yang baik karena kadar air melebihi
14%.
40

5. 3.2 Kadar Abu dan Kadar Bahan Organik
Berat sampel (Y) = 2,0009 gr
Berat sampel sebelum ditanur (x) = 38,6486gr
Berat sampel setelah ditanur (z) = 38,8903 gr
Z – X x 100 % = 38,3059 – 38,2849 x 100 % = 12,03 %

Kadar Abu =

Y

2,0005

Bahan Organik = Bahan Kering – Kadar Abu = 90,38% – 12,03% = 78,35 %
Kadar abu suatu bahan pakan ditentukan kandungan pembakaran bahan pada
suhu tinggi (500-600%). Suhu yang tinggi pada bahan organic yang ada akan terbakar
sempurna menjadi CO2, H2O, dan gas lain yang menguap, sedang sisanya
merupakan merupakan abu atau campuran dari berbagai oksida mineral. Kadar abu
yang didapat pada saat praktikum adalah 12,03% dan kandungan bahan organic
sebesar 78,35%. Hal ini menunjukan bahwa pakan komplit sapi potong banyak
mengandung karbon.

5. 3.3 Kadar Protein Kasar
Berat sampel (x) = 0,1007 gr
Volume titran (y) = 2,52 ml
Protein Kasar =

ml titran x N HCl x 0,014 x 6,25 x 100 %
X

=

2,52 x 0,1 x 0,014 x 6,25 x 100 % = 21,89 %
0,1007
41

Pertama diasumsikan bahwa semua nitrogen bahan pakan merupakan protein
padahal kenyataannya tidak semua nitrogen berasal dari protein dan kedua, bahwa
kadar nitrogen protein 16%, tetapi kenyataannya kadar nitrogen protein tidak selalu
16% (Soejono, 2004). Tahapan dalam proses mendapatkan protein kasar antara lain:
(1) Destruksi, (2) Destilasi, dan (3) Titrasi. Hasil dari kadar serat kasar pada pakan
komplit sapi potong adalah 19,878%. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian
Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, yaitu kandungan kadar serat kasar
sebesar 15,25%-20%.

5. 3.4. Kadar Serat Kasar
Berat sampel (x) = 1,0011 gr
Berat kertas saring (a) = 0,3869 gr
Berat setelah oven (y) = 39, 0279 gr
Berat setelah tanur (z) = 38,4420 gr
Serat Kasar =

Y – Z – a x 100 % = 39, 0279 – 38,4420 – 0,3869 x 100 %
X

1,0013

= 19,878 %
Thomson (1993), menyatakan bahwa serat kasar merupakan salah satu nutrien
yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin, dan gliserida. Metode pengukuran
kandungan serat kasar pada dasarnya mempunyai konsep yang sederhana. Langkah
pertama metode pengukuran kandungan serat kasar adalah menghilangkan semua
bahan yang larut dalam asam dengan pendidihan dalam asam sulfat. Bahan yang larut
dalam alkali dihilangkan dengan pendidihan dalam larutan sodium alkali. Residu
yang tidak larut dikenal sebagai serat kasar.
42

Hasil dari analisis kadar serat kasar pada tepung limbah soun adalah 19,878%.
Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan Tillman (1993), konsentrat dikatakan sebagai
sumber energi apabila mempunyai kandungan protein kasar kurang dari 20 % dan
serat kasar 18 %.

5. 3.5 Kadar Lemak Kasar
Berat sampel (x) = 1,0006 gr
Berat setelah oven I (y) = 1,2943 gr
Berat setelah oven II (z) = 1,2900 gr
Lemak Kasar = Y – Z x 100 % = 1,2943 – 1,2900 x 100 % = -0, 429 %
X

1,0006

Analisis kadar lemak kasar dapat dilakukan dengan metode langsung yang
berprinsip bahwa lemak dapat diekstrasi dengan eter atau pelarut lemak lainnya,
sedangkan metode tidak langsung berprinsip lemak tidak dapat diekstrasi oleh eter
atau pelarut lainnya (Tilman, 1993). Praktikum yang dilakukan pada pengujian kadar
lemak kasar didapatkan hasil -0,429%. Hasil ini tidak sesuai, karena pada saat
pengukuran atau penimbangan sampel sebelum dioven, sesudah dioven pertama dan
kedua, terdapat kesalahan dalam pembacaan angka, sehingga hasil yang didapat tidak
akurat.

5. 4

Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid/ FFA)

ml NaOH = 2,6 ml
N NaOH = 0,1
Berat molekul asam lemak = 278
Berat sampel = 7,0512
43

% FFA = ml NaOH x N x berat molekul asam lemak x 100 %
Berat sampel x 1000
= 2,6 x 0,1 x 278 x 100 % = 1, 025 %
7,0512 x 1000
Analisis proksimat yang dilakukan meliputi pengukuran kadar air, protein,
lemak, abu, serat kasar dan BETN. Sedikit pembahasan tentang FFA (Free Fatty
Acid) merupakan salah satu factor penentu jenis proses pembuatan metal ester.
Umumnya minyak murni memiliki kadar FFA rendah (sekitar 2%), sehingga dapat
langsung diproses dengan metode transesterifikasi. Jika kadar asam lemak bebas
minyak tersebut masih tinggi, sebelumnya perlu dilakukan prasterifikasi dengan
menentukan terlebih dahulu harga FFA minyak. Jika bahan yang digunakan adalah
bahan yang memiliki kadar FFA tinggi (>5%), maka proses transesterifikasi yang
dilakukan untuk mengkonversi minyak menjadi metal ester tidak akan berjalan
efisien. Bahan-bahan tersebut perlu melalui praesterifikasi untuk menurunkan kadar
FFA hingga di bawah 5% (Hasjmy, 2007).
44

5.5

Analisis Energi Bruto

Berat sampel = 0,5014 gr
Berat kertas = 0,2254 gr
Sisa kawat = 5,5 cm
Air cucian = 5,3 ml
ta (suhu konstan) = 27,63º
tc (suhu tertinggi) = 28,01º
tc1 = 27,64º
Ta (waktu pembakaran) = 5
Tc = ½ x jumlah pembakaran = ½ x 10 = 5
E1 = vol. air cucian x ml titrasi = 5,3
10

x 0, 27 = 0, 1431

10

E2 = (panjang kawat – sisa kawat) x 2,3 = (12 – 5,5) x 2,3 = 14,95
E3 = 0,2254 gr (berat kertas)
r1 = tc1 – ta = 27,64º – 27,63º = 0,002
5

5

Tb = 0,6 x (Ta + Tc) = 0,6 x (5 + 5) = 6
T = (tc – ta) – r1 x │Ta – Tb│
= (28,01º – 27,63º) – 0,002 x │5 – 6│ = 0,38 – 0,002 = 0,378
Hg = (2423 x T) – E1 – E2 – E3 = (2423 x 0,378) – 0, 1431 – 14,95 – 0,2254
Berat sampel x BK %
= 1.988,025

0,5014 x 90,38 %
45

GE = Hg x koreksi benzoat = 1988,025 x 0,985 = 1.958,204
GE kertas = 178,224 x berat kertas = 178,224 x 0,2254 = 401, 718
GE total = GE – GE kertas = 1958,204 – 401, 718 = 1.556,491 kkal/gr
Gross energy diartikan sebagai energy yang dinyatakan dalam panas bila suatu
zat dioksider secara sempurna menjadi CO2 dan air. Tentu saja CO2 dan air inilah
yang masih mengandung energy, akan tetapi dianggap mempunyai tingkat nol karena
hewan sudah tidak bias memecah zat-zat melebihi CO2 dan air. Gross energy diukur
dengan alat bomb calorimeter. Apabila N dan S terdapat dalam senyawa sampingan
karbon H dan O (C1H dan O). Unsur-unsur tersebut akan timbul sebagai oksida
nitrogen dan sulfur pada waktu senyawa ini dioksider dalam bomb calorimeter.
Analisis kimia untuk mendapatkan energi bruto bahan pakan dengan prosedur ADAC
(1990).
Gross energy (GE) adalah energy yang terkandung dalam bahan pakan
berdasarkan nilai ekuivalen untuk kaarbohidrat 4,1 kkal/ g (17,2 kJ/ g), lemak 9,5
kkal/ g (39,8 kJ/ g), dan protein 5,6 kkal/ g (23,4 kJ/ g) (Bioscientiae, 2011). Energy
kotor (gross energy, GE) juga merupakan sejumlah panas yang dilepaskan oleh satu
unit bobot bahan kering pakan bila dioksidasi sempurna. Energy kotor bahan pakan
ditentukan dengan jalan membakar dalam bomb calorimeter. Tidak semua GE bahan
pakan dapat dicerna, sebagian akan dikeluarkan bersama feses. Energy kotor dalam
feses disebut feal energy (FE) (Hermawati, 2011).
46

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1
1.

Kesimpulan
Pemberian nomenklatur bertujuan untuk menghindari kesamaan nama antara
jenis pakan yang satu dengan pakan yang lain. Pemberian nama terbagi
menjadi enam faset yaitu ; asal, bagian, proses, umur, defoliasi dan grade. Dan
pengenalan alat digunakan untuk mempermudah proses praktikum karena
praktikan sudah mengetahui kegunaan alat yang telah dikenalkan.

2.

Kualitas sifat fisik suatu bahan tergantung dari berat jenis (density), luas
permukaan spesifik, daya ambang dan susut tumpukan.

3.

Analisis proxsimat dapat digunakan untuk menghitung kadar komposisi bahan
pakan tetapi tidak dapat memberikan penjelasan kualitas suatu bahan.

4.

Semakin kecil asam lemak bebas yang terkandung pada bahan makanan
ternak menunjukan bahan tersebut

tidak mudah tengik atau basi dan

sebaliknya.
5.

Tinggi rendahnya energi dipengaruhi oleh kandungan protein.

6.

Hasil dari analisis proxsimat, Free Fatty Acid, dan Energi Bruto dapat
digunakan dalam penyusunan ransum.

6.2
1.

Saran
Saat praktikum alat yang akan digunakan sebagai wadah bahan yang akan
ditimbang harus dikeringkan terlebih dahulu.

2.

Praktikan harus lebih teliti lagi dalam menjalani praktikum agar hasil yang
didapat lebih tepat.

3.

Perlu diperhatikan cara menentukan batas tinggi cairan yang diukur dalam
proses titrasi.

4.

Saat menimbang dan mengambil sesuatu dari oven atau tanur harus
mengunakan alat penjepit.

5.

Saat melakukan perhitungan harus lebih teliti lagi.
47

DAFTAR PUSTAKA

Agus, B.M. 1987. Pedoman Meramu Pakan Unggas. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Anggorodi. 1991. Ilmu Bahan Pakan Ternak Umum. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

AOAC. 1990. Official Methods of Analisis. Asosiaion of Official Analitic Chemist.
Washington DC. USA.

Axe, D.E. 1995. Factors Affecting Uniformity of a Milk. Mailinkrodt Feed Ingredients.
Mundelain.

Bamualim, A. 1994. Usaha Peternakan Sapi Perah di Nusa Tenggara Timur. Prosiding
Seminar Pengolahan dan Komunikasi Hasil – Hasil Penelitian Peternakan dan
Aplikasi Paket Teknologi Pertanian. Sub Balai Penelitian Ternak Lili / Balai
Informasi Pertanian Noelbaki. Kupang.

Chung, D.S. And C.H. Lee. 1985. Grain Phisical and Thermal Properties Related to Drying
and Aeration. ACIAR Proceeding No. 71. Australia.

Guntoro, S. 2008. Membuat Pakan Ternak dari Limbah Perkebunan. Agromedia Pustaka.
Jakarta.
48

Hartadi, H. 1992. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta.

Hartadi, H., Soedomo R., dan A.D. Tillman. 1990. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Hartati, Sri. 2002. Nutrisi Ternak Dasar. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.

Jaelani, A. dan N. Firahmi. 2007. Kualitas Sifat Fisik dan Kandungan Nutrisi Bungkil Inti
Sawit dari Berbagai Proses Pengolahan Crude Palm Oil (CPO). Laporan Penelitian.
Fakultas Pertanian Universitas Islam Kalimantan.

Kamal, M. 1998. Bahan Pakan dan Ransum Ternak. Laboratorium Makanan Ternak Jurusan
Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.

Kartadisastra, H.R. 1994. Beternak Kelinci Unggas. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Khalil. 1999. Pengaruh Kandungan Air dan Ukuran Partikel terhadapSifat Fisik Pakan Lokal :
Sudut Tumpukan, Kerapatan Tumpukan, Kerapatan Pemadatan Tumpukan, Berat
Jenis, Daya Ambang, dan Faktor Higroskopis. Media Peternakan 22 (1) : 1 – 11.
49

Lay, W.A., D. Amalo, Y.R. Noach dan G. Malelak. 2002. Analisis Pertumbuhan Finansial
Penggunaan Blok Suplemen Pakan Gula Lontar (BSPGL) pada Pemeliharaan Sapi
Bali Jantan Muda. Laporan Penelitian Proyek Indonesia – Australia Pasca IAEUP
Fakultas Peternakan Universitas Cendana, Bali.

Lu, C.D. and M.J. Potchoiba. 1990. Feed Intake and Weight Gain of Goats Fed Diets of
Various Energy and Protein Levels. J. Anim. Sci. 68 : 1751 – 1759.

Lubis, D. A. 1993. Ilmu Makanan Ternak. PT Pembangunan. Bogor.

Piliang, G.W. dan S. Djojosoebagio. 2006. Fisiologi Nutrisi Volume 1. Percetakan IPB. Bogor.
Prasetyastuti, et.al. 1988. Pedoman Praktis Cara Pemberian Pakan: Malang. Proyek Kali Konto
A 206.
Prasetyo, A., T. Herawati, dan Muryanto. 2006. Produksi dan Kualitas Limbah Pertanian
sebagai Pakan Subtitusi Ternak Ruminansia Kecil Di Kabupaten Brebes. Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Jawa Tengah, Ungaran.

Rasyaf, M. 1994. Pakan Ayam Broiler. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Sibbald, I.R. and M.S. Wolynetz. 1985. Relationships between estimates of bioavailable
energy made with adult cockrerels and chicks: Effect of feed intake and nitrogen
retention. Poultry Sci., 64: 127-138.
50

Soejono, M. 2004. Petunjuk Laboratorium Analisis dan Evaluasi Pakan. Fakultas Peternakan
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Sudarmadji, S. 1997. Prosedur untuk Analisa Bahan Pakan dan Pertanian. Liberty.
Yogyakarta.

Suhartanto, B. 2000. Kecernaan Kompartimental Riel Nitrogen Pakan Di dalam Intestinum
dan Rundamen Transformasinya Ke dalam Nitrogen Mikroorganisme pada
Ruminansia : Aplikasi dan Evaluasi Bahan Pakan yang Telah Diukur Protein Real
Tercernanya dalam Intestinum pada Ransum. Karya Ilmiah Hasil Penelitian
Lembaga Penelitian UGM. Yogyakarta.

Suhartati, F.M., W. Suryapratama, dan S. Rahayu. 2004. Analisis Sifat Fisik Rumput Lokal.
Animal Production, Vol 6, No.1:37-42.

Sulistyo, J., Y.S. Soeka, E. Triana dan R.N.R. Napitupulu. 1999. Bioprocessing of fermented
coconut oil by application of enzilmatic technology. Berita biologi 4 (5): 273-279

Sutardi, Tri R., W. Suryapratama, Munasik, dan T. Widiyastuti. 2002. Bahan Kuliah Ilmu
Bahan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman.
Purwokerto.

Sutardi, T.R., E. Aris, dan S. Rahayu. 2003. Bahan Pakan dan Formulasi Ransum. Fakultas
Peternakan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
51

Sutardi, T.R. 2004. Ilmu Bahan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Jenderal
Soedirman. Purwokerto.

Suwandyastuti, S.N.O., Suparwi, Zubaidah, dan Rimbawanto. 1989. Kecernaan Energi dan
Protein Kompos Jamur Merang (Mushroom straw) pada Pedet Jantan Lepas Sapih.
Laporan Peneitian. Fakultas Peternakan. Universitas Jenderal Soedirman.

Thomson, F.M. 1993. Hand Book of Powders Science and Technology 391, 393, eds, M. E.
Fayed and L. Otten. New York.

Tillman, A.D. 1993. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Wina, E. 2001. Tanaman Pisang sebagai Pakan Ternak Ruminansia. WARTAZOA Vol.11,
No.1:20-27.

Winarno, F.G. 1987. Enzim Pangan. Gramedia. Jakarta.

Yani, A. 2004. Pengaruh Teknologi Silase terhadap Nilai Nutrisi Bagasse Tebu pada Sapi
Bali. Jurnal Ilmiah Ilmu – Ilmu Peternakan, Vol. VII. No. 4.

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

Persyaratan pembuatan dan tataletak Kandang
Persyaratan pembuatan dan tataletak KandangPersyaratan pembuatan dan tataletak Kandang
Persyaratan pembuatan dan tataletak KandangThonce Thesia
 
Inseminasi Buatan
Inseminasi BuatanInseminasi Buatan
Inseminasi BuatanRizza Muh
 
Meramu pakan ikan
Meramu pakan ikanMeramu pakan ikan
Meramu pakan ikanRoni Irama
 
Analisis bahan pakan van soest
Analisis bahan pakan van soestAnalisis bahan pakan van soest
Analisis bahan pakan van soestYusuf Ahmad
 
Laporan praktikum ptp bab 3 revisi 2
Laporan praktikum ptp bab 3 revisi 2 Laporan praktikum ptp bab 3 revisi 2
Laporan praktikum ptp bab 3 revisi 2 Alfikri Ashidiqi
 
pemulian ternak 4 sumber informasi seleksi
pemulian ternak 4 sumber informasi seleksi pemulian ternak 4 sumber informasi seleksi
pemulian ternak 4 sumber informasi seleksi PTPN VI
 
Laporan praktikum pengindraan
Laporan praktikum pengindraanLaporan praktikum pengindraan
Laporan praktikum pengindraanKumalaa Maulanii
 
Laporan fekunditas telur
Laporan fekunditas telurLaporan fekunditas telur
Laporan fekunditas telurDeden Reinaldi
 
Pengolahan Diversifikasi Hasil Perikanan
Pengolahan Diversifikasi Hasil PerikananPengolahan Diversifikasi Hasil Perikanan
Pengolahan Diversifikasi Hasil PerikananlombkTBK
 
Laporan Resmi Praktikum Fisiologi Ternak
Laporan Resmi Praktikum Fisiologi TernakLaporan Resmi Praktikum Fisiologi Ternak
Laporan Resmi Praktikum Fisiologi TernakUniversitas Diponegoro
 
Laporan kualitatif dan kuantitatif telur ayam kampung
Laporan kualitatif dan kuantitatif telur ayam kampungLaporan kualitatif dan kuantitatif telur ayam kampung
Laporan kualitatif dan kuantitatif telur ayam kampungLaode Syawal Fapet
 
Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional
Pengolahan Hasil Perikanan TradisionalPengolahan Hasil Perikanan Tradisional
Pengolahan Hasil Perikanan TradisionallombkTBK
 

Was ist angesagt? (20)

Persyaratan pembuatan dan tataletak Kandang
Persyaratan pembuatan dan tataletak KandangPersyaratan pembuatan dan tataletak Kandang
Persyaratan pembuatan dan tataletak Kandang
 
Inseminasi Buatan
Inseminasi BuatanInseminasi Buatan
Inseminasi Buatan
 
organ reproduksi jantan
organ reproduksi jantanorgan reproduksi jantan
organ reproduksi jantan
 
Tabel hartadi
Tabel hartadiTabel hartadi
Tabel hartadi
 
Meramu pakan ikan
Meramu pakan ikanMeramu pakan ikan
Meramu pakan ikan
 
Analisis bahan pakan van soest
Analisis bahan pakan van soestAnalisis bahan pakan van soest
Analisis bahan pakan van soest
 
Laporan praktikum ptp bab 3 revisi 2
Laporan praktikum ptp bab 3 revisi 2 Laporan praktikum ptp bab 3 revisi 2
Laporan praktikum ptp bab 3 revisi 2
 
Biologi Perikanan Kebiasaan Makan Ikan
Biologi Perikanan Kebiasaan Makan IkanBiologi Perikanan Kebiasaan Makan Ikan
Biologi Perikanan Kebiasaan Makan Ikan
 
pemulian ternak 4 sumber informasi seleksi
pemulian ternak 4 sumber informasi seleksi pemulian ternak 4 sumber informasi seleksi
pemulian ternak 4 sumber informasi seleksi
 
SNI Sapi Potong
SNI Sapi PotongSNI Sapi Potong
SNI Sapi Potong
 
Kimia pangan : mineral
Kimia pangan : mineralKimia pangan : mineral
Kimia pangan : mineral
 
Laporan praktikum pengindraan
Laporan praktikum pengindraanLaporan praktikum pengindraan
Laporan praktikum pengindraan
 
Laporan fekunditas telur
Laporan fekunditas telurLaporan fekunditas telur
Laporan fekunditas telur
 
Pengolahan Diversifikasi Hasil Perikanan
Pengolahan Diversifikasi Hasil PerikananPengolahan Diversifikasi Hasil Perikanan
Pengolahan Diversifikasi Hasil Perikanan
 
Laporan Resmi Praktikum Fisiologi Ternak
Laporan Resmi Praktikum Fisiologi TernakLaporan Resmi Praktikum Fisiologi Ternak
Laporan Resmi Praktikum Fisiologi Ternak
 
Pakan ikan
Pakan ikanPakan ikan
Pakan ikan
 
Laporan kualitatif dan kuantitatif telur ayam kampung
Laporan kualitatif dan kuantitatif telur ayam kampungLaporan kualitatif dan kuantitatif telur ayam kampung
Laporan kualitatif dan kuantitatif telur ayam kampung
 
Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional
Pengolahan Hasil Perikanan TradisionalPengolahan Hasil Perikanan Tradisional
Pengolahan Hasil Perikanan Tradisional
 
1 kultur pakan alami
1 kultur pakan alami1 kultur pakan alami
1 kultur pakan alami
 
Daging dan unggas
Daging dan unggasDaging dan unggas
Daging dan unggas
 

Ähnlich wie Alhamdulillah jadi

LAPORAN BAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM DAUN KATUK
LAPORAN BAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM DAUN KATUK LAPORAN BAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM DAUN KATUK
LAPORAN BAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM DAUN KATUK Ilmianisa Azizah
 
AT Modul 1 kb 4
AT Modul 1 kb 4AT Modul 1 kb 4
AT Modul 1 kb 4PPGhybrid3
 
Laporan Biologi - uji bahan makanan
Laporan Biologi - uji bahan makananLaporan Biologi - uji bahan makanan
Laporan Biologi - uji bahan makananDayana Florencia
 
Makalah teknologi penaganan dan pengolahan pakan
Makalah teknologi penaganan dan pengolahan pakanMakalah teknologi penaganan dan pengolahan pakan
Makalah teknologi penaganan dan pengolahan pakanPTPN VI
 
Buku peengetahuan bahan makanan ternak
Buku peengetahuan bahan makanan ternakBuku peengetahuan bahan makanan ternak
Buku peengetahuan bahan makanan ternakRiswansyah Yusup
 
PPT Sistem Pencernaan kelas 8 SMP atau sederajat
PPT Sistem Pencernaan kelas 8 SMP atau sederajatPPT Sistem Pencernaan kelas 8 SMP atau sederajat
PPT Sistem Pencernaan kelas 8 SMP atau sederajatNofitaTrisnaDitya
 
Biologi - Laporan Uji Zat Makanan
Biologi - Laporan Uji Zat MakananBiologi - Laporan Uji Zat Makanan
Biologi - Laporan Uji Zat MakananSyifa Sahaliya
 
Biologi bab 6 kelas XI
Biologi bab 6 kelas XIBiologi bab 6 kelas XI
Biologi bab 6 kelas XISalma Maulida
 
laporan singkat anfiswan mencit
laporan singkat anfiswan mencitlaporan singkat anfiswan mencit
laporan singkat anfiswan mencitIrpandi Uciha
 
RPP IPA K-13 KELAS 8 SEMESTER-1 Bab5 Sitem pencernaan
RPP IPA K-13 KELAS 8 SEMESTER-1 Bab5 Sitem pencernaanRPP IPA K-13 KELAS 8 SEMESTER-1 Bab5 Sitem pencernaan
RPP IPA K-13 KELAS 8 SEMESTER-1 Bab5 Sitem pencernaansajidinbulu
 
Bahan ajar hands out pengujian kualitas pakan
Bahan ajar hands out pengujian kualitas pakanBahan ajar hands out pengujian kualitas pakan
Bahan ajar hands out pengujian kualitas pakanDediKusmana2
 
33.laju pertumbuhandanefisiensipakanikannilaoreochromisniloticusy
33.laju pertumbuhandanefisiensipakanikannilaoreochromisniloticusy33.laju pertumbuhandanefisiensipakanikannilaoreochromisniloticusy
33.laju pertumbuhandanefisiensipakanikannilaoreochromisniloticusySafeiMufti1
 
Sistem ilmu gizi
Sistem ilmu giziSistem ilmu gizi
Sistem ilmu giziningsidendo
 
bahan ajar dasar dasar pengolahan daging
bahan ajar dasar dasar pengolahan dagingbahan ajar dasar dasar pengolahan daging
bahan ajar dasar dasar pengolahan dagingBBPP_Batu
 
Kandungan nutrisi pada makanan
Kandungan nutrisi pada makananKandungan nutrisi pada makanan
Kandungan nutrisi pada makananDestina Destina
 
Tik riska tugas 4
Tik riska tugas 4Tik riska tugas 4
Tik riska tugas 4riskamul
 

Ähnlich wie Alhamdulillah jadi (20)

LAPORAN BAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM DAUN KATUK
LAPORAN BAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM DAUN KATUK LAPORAN BAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM DAUN KATUK
LAPORAN BAHAN PAKAN DAN FORMULASI RANSUM DAUN KATUK
 
Bpfr vero
Bpfr veroBpfr vero
Bpfr vero
 
AT Modul 1 kb 4
AT Modul 1 kb 4AT Modul 1 kb 4
AT Modul 1 kb 4
 
Laporan Biologi - uji bahan makanan
Laporan Biologi - uji bahan makananLaporan Biologi - uji bahan makanan
Laporan Biologi - uji bahan makanan
 
Makalah teknologi penaganan dan pengolahan pakan
Makalah teknologi penaganan dan pengolahan pakanMakalah teknologi penaganan dan pengolahan pakan
Makalah teknologi penaganan dan pengolahan pakan
 
Mas didih
Mas didihMas didih
Mas didih
 
Buku peengetahuan bahan makanan ternak
Buku peengetahuan bahan makanan ternakBuku peengetahuan bahan makanan ternak
Buku peengetahuan bahan makanan ternak
 
PPT Sistem Pencernaan kelas 8 SMP atau sederajat
PPT Sistem Pencernaan kelas 8 SMP atau sederajatPPT Sistem Pencernaan kelas 8 SMP atau sederajat
PPT Sistem Pencernaan kelas 8 SMP atau sederajat
 
Biologi - Laporan Uji Zat Makanan
Biologi - Laporan Uji Zat MakananBiologi - Laporan Uji Zat Makanan
Biologi - Laporan Uji Zat Makanan
 
Biologi bab 6 kelas XI
Biologi bab 6 kelas XIBiologi bab 6 kelas XI
Biologi bab 6 kelas XI
 
Materi biologi x ppt bab 6 fix
Materi biologi x ppt bab 6 fixMateri biologi x ppt bab 6 fix
Materi biologi x ppt bab 6 fix
 
laporan singkat anfiswan mencit
laporan singkat anfiswan mencitlaporan singkat anfiswan mencit
laporan singkat anfiswan mencit
 
RPP IPA K-13 KELAS 8 SEMESTER-1 Bab5 Sitem pencernaan
RPP IPA K-13 KELAS 8 SEMESTER-1 Bab5 Sitem pencernaanRPP IPA K-13 KELAS 8 SEMESTER-1 Bab5 Sitem pencernaan
RPP IPA K-13 KELAS 8 SEMESTER-1 Bab5 Sitem pencernaan
 
Bahan ajar hands out pengujian kualitas pakan
Bahan ajar hands out pengujian kualitas pakanBahan ajar hands out pengujian kualitas pakan
Bahan ajar hands out pengujian kualitas pakan
 
33.laju pertumbuhandanefisiensipakanikannilaoreochromisniloticusy
33.laju pertumbuhandanefisiensipakanikannilaoreochromisniloticusy33.laju pertumbuhandanefisiensipakanikannilaoreochromisniloticusy
33.laju pertumbuhandanefisiensipakanikannilaoreochromisniloticusy
 
Teknik formulasi pakan ikan dan udang
Teknik formulasi pakan ikan dan udangTeknik formulasi pakan ikan dan udang
Teknik formulasi pakan ikan dan udang
 
Sistem ilmu gizi
Sistem ilmu giziSistem ilmu gizi
Sistem ilmu gizi
 
bahan ajar dasar dasar pengolahan daging
bahan ajar dasar dasar pengolahan dagingbahan ajar dasar dasar pengolahan daging
bahan ajar dasar dasar pengolahan daging
 
Kandungan nutrisi pada makanan
Kandungan nutrisi pada makananKandungan nutrisi pada makanan
Kandungan nutrisi pada makanan
 
Tik riska tugas 4
Tik riska tugas 4Tik riska tugas 4
Tik riska tugas 4
 

Alhamdulillah jadi

  • 1. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laboratorium adalah suatu tempat untuk melakukan percobaan baik untuk mahasiswa maupun dosen. Alat kimia merupakan benda yang digunakan dalam kegiatan di laboratorium yang dapat digunakan berulang-ulang. Macam alat kimia meliputi peralatan dasar dan peralatan pendukung. Alat-alat yang digunakan untuk analisis kimia terbuat dari bahan yang bermacam-macam. Sebagian besar alat-alat kimia terbuat dari gelas. Alat-alat kimia harus berkualitas baik, tahan panas, dan tahan korosi atau kawat. Selain terbuat dari gelas, alat-alat kimia juga ada yang terbuat dari porselin, logam, dan juga karet. Nomenklatur juga perlu diketahui untuk memberi penjelasan tentang identifikasi bahan makan ternak. Pemberian tata nama Internasional didasarkan atas enam segi atau fase, yaitu: (1) asal mula, (2) bagian untuk ternak, (3) proses yang dialami, (4) tingkat kedewasaan, (5) defoliasi, (6) grade. Negara Indonesia merupakan negara agraris karena mempunyai berbagai jenis tanaman yang melimpah dan berpotensi untuk dijadikan bahan pakan ternak. Analisis dan evaluasi keberhasilan usaha peternakan tidak akan terlepas dari ketersediaan ransum yang berkualitas baik. Untuk memperoleh ransum yang berkualitas baik, harus disusun dari bahan makanan yang berkualitas baik juga. Pengetahuan kita tentang ternak dinilai sangat penting, untuk menilai dan menguji bahan pakan yang akan diberikan. Pengujian bahan pakan secara fisik merupakan analisi pakan dengan cara melihat keadaan fisiknya. Pengujian secara fisik bahan pakan dapat dilakukan baik secara langsung (makroskopis) maupun dengan alat bantu (mikroskopis). Pengujian secara fisik disamping dilakukan untuk mengenali bahan pakan secara fisik juga dapat mengevaluasi bahan pakan.
  • 2. 2 Analisis secara fisik saja tidak cukup, karena adanya variasi antara bahan, sehingga diperlukan analisis lebih lanjut, seperti analisis secara kimia, secara biologis atau kombinasinya. Analisis secara kimia dapat digunakan untuk mengetahui potensi bahan pakan yang dicerminkan dari komposisi kimia bahan pakan itu. Komposisi kimia bahan pakan secara umum terdiri dari air, protein kasar, lemak kasar, serat kasar, dan abu. Analisis proksimat adalah suatu metode analisis kimia untuk mengidentifikasi kandungan zat makanan dari suatu bahan (pakan/ pangan). Satu item hasil analisis merupakan kumpulan dari beberapa zat makanan yang mempunyai sifat yang sama (fraksi). Analisis proksimat merupakan salah satu dari tingkatan cara penilaian suatu bahan pakan secara kimia. Tingkatan penilaian bahan pakan terdiri secara fisik, kimia, biologis. Protein, karbohidrat, dan air merupakan kandungan utama dalam bahan pangan. Protein dibutuhkan terutama untuk pertumbuhan dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak. Karbohidrat dan lemak merupakan sumber energy dalam aktivitas tubuh manusia, sedangkan garam-garam mineral dan vitamin juga. Analisis proksimat merupakan factor penting dalam kelangsungan hidup. Lemak yang dioksidasi secara sempurna dalam tubuh. Tubuh menghasilkan 9,3 kalori lemak, protein 4,1 kalori, dan 4,2 kalori karbohidrat. Ketepatan hasil analisa kimia sangat tergantung pada mutu bahan kimia dan peralatan yang digunakan serta kecermatan dan ketelitian kerjanya sendiri. Kecermatan dan ketelitian kerja, selain merupakan sifat pribadi seseorang dapat juga diperoleh karena bertambahnya pengalaman kerja seseorang. Maka sebelum melakukan analisa harus mengenal dan mengetahui alat-alat laboratorium yang akan digunakan beserta fungsi dan cara penggunaannya. Alat dalam menganalisa bahan makanan ini dimaksudkan sebagai pendukung langsung untuk melakukan suatu analisa. Pengenalan alat dilakukan agar nantinya dapat mendukung acara praktikum
  • 3. 3 yaitu mengenai analisis fisik, analisa kadar abu, kadar air, serat kasar, lemak kasar, protein kasar, FAA dan Gross Energy. Bahan makanan merupakan bahan yang sudah dapat dimakan, dicerna dan digunakan oleh hewan. Secara umum dapat dikatakan bahwa bahan makanan adalah bahan yang dapat dimakan (edible). Bahan makanan ternak terdiri dari tanaman, dan kadang-kadang juga berasal dari ternak atau hewan yang ada di laut. Karena ternak pada umumnya tergantung pada tanaman sebagai sumber makanannya. Bahan pakan memiliki kondisi fisik kimia yang berbeda-beda sehingga dalam penanganan, pengolahan, maupun penyimpanannya memerlukan perlakuan yang berbeda pula. Tujuan dari mengetahui sifat-sifat suatu bahan pakan adalah mempermudah penanganan dan pengangkutan, menjaga homogenitas, dan stabilitas saat pencampuran (Sudarmadji, 1997). Pertumbuhan, produksi, reproduksi dan hidup pokok hewan memerlukan zat gizi. Makanan ternak berisi zat gizi, untuk keperluan kebutuhan energi dan fungsifungsinya sehingga memungkinkan digunakan dalam penyusunan ransum dengan cara sederhana. Secara umum sifat fisik bahan pakan tergantung dari jenis dan ukuran partikel bahan. Sekurang-kurangnya ada enam sifat fisik pakan yang penting yaitu berat jenis, kerapatan tumpukan, luas permukaan spesifik, sudut tumpukan, daya ambang, dan faktor higroskopis (Jaelani, 2007). Penyediaan bahan pakan pada hakekatnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ternak akan zat-zat makanan. Pemilihan bahan tidak akan terlepas dari ketersediaan zat makanan itu sendiri yang dibutuhkan oleh ternak. Untuk mengetahui berapa jumlah zat makanan yang diperlukan oleh ternak serta cara penyusunan ransum, diperlukan pengetahuan mengenai kualitas dan kuantitas zat makanan. Merupakan suatu keuntungan bahwa zat makanan, selain mineral dan vitamin, tidak mempunyai sifat kimia secara individual. Secara garis besar jumlah zat makanan dapat dideterminasi dengan analisis kimia, seperti analisis proxsimat, dan terhadap pakan berserat analisis proxsimat lebih dikembangkan lagi menjadi analisis serat (Soejono, 2004).
  • 4. 4 Asam lemak bebas ditentukan sebagai kandungan asam lemak yang terdapat paling banyak dalam minyak tertentu. Lipida terdiri dari asam-asam lemak dan alkohol. FFA sesuai dengan namanya adalah "free fatty acids" atau "asam lemak bebas" yaitu nilai yang menunjukkan jumlah asam lemak bebas yang ada di dalam lemak atau jumlah yang menunjukkan berapa banyak asam lemak bebas yang terdapat dalam lemak setelah lemak tersebut dihidrolisa.Tujuan analisa angka asam atau bilangan saponifikasi adalah sebagai indikasi untuk mengetahui seberapa besar Mr lemak yang dianalisa. FFA adalah bagian dari angka asam untuk mengetahui tingkat kerusakan minyak, semakin tinggi FFA, semakin tinggi tingkat kerusakan minyak. Sebagai faktor koreksi pada titrasi, sehingga dapat mengetahui volume titran yang benar-benar bereaksi dengan titran yang diinginkan. Asam lemak bebas merupakan hasil degradasi dari trigliserida, sebagai akibat dari kerusakan minyak (Lubis, 1985). Nilai energi dari bahan makanan dapat dinyatakan dengan cara yang berbeda-beda. Pernyataan mengenai nilai energi bisa didapatkan secara langsung dengan peneitian atau dihitung dengan menggunakan faktor-faktor yang dimilikinya. Energi bruto bahan pakan ditentukan dengan membakar sejumlah bahan sehingga diperoleh hasil oksidasi berupa CO2, air, dan gas lainnya. Energi bruto adalah banyaknya panas (diukur dalam sel) yang dilepas apabila suatu zat dioksidasi secara sempurna dalam bomb kalorimeter (25-30 atm O2). Bomb kalorimeter terbuat dari logam tebal yang kuat dan tahan asam berfungsi untuk menentukan energi total dan sampel makanan (Rahardjo, 2001). 1.2 Waktu dan Tempat Praktikum ini dilaksanakan pada hari Kamis, 18 Oktober 2012 pukul 15.00 WIB sampai dengan hari Sabtu, 20 Oktober 2012 pukul 13.00 WIB. Praktikum Ilmu Bahan Pakan dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Bahan Makanan Ternak (IBMT), Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman.
  • 5. 5 II. TUJUAN DAN MANFAAT 2.1 Tujuan 1. Pemberian nomenklatur dan pengelompokan bahan pakan. 2. Mengenal alat laboratorium. 3. Mengetahui sifat fisik suatu bahan pakan ternak. 4. Menganalisis komposisi zat gizi suatu bahan pakan. 5. Menganalisis kadar asam lemak bebas suatu bahan pakan. 6. Menganalisis energi bruto suatu bahan pakan. 2.2 Manfaat 1. Mengetahui nomenklatur bahan pakan beserta pengelompokan dan kandungan nutriennya. 2. Mengetahui alat-alat yang digunakan dalam berbagai analisa bahan pakan. 3. Mempermudah penanganan dalam pengolahan dan pengangkutan. 4. Menjaga homogenitas dan stabilitas saat pencampuran. 5. Mengetahui tentang jumlah kadar air, bahan kering, kadar abu, bahan organik, lemak kasar, protein kasar, dan serat kasar suatu bahan pakan. 6. Mengetahui kadar asam lemak bebas suatu bahan pakan. 7. Menyusun ransum. 8. Mengevaluasi keberhasilan pemberian pakan.
  • 6. 6 III. TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Nomenklatur Bahan Pakan dan Pengenalan Alat Bahan makan ternak adalah suatu abahn yang dapat dimakan oleh hewan yang mengandung energy dan zat gizi (atau keduanya) di dalam makanan tersebut. Sedangkan pengertian bahan pakan yang lebih lengkap, yaitu segala sesuatu yang dapat dimakan hewan (ternak) yang mengandung unsure gizi dan atau energy, yang tercerna sebagian atau seluruhnya. Bahan makanan ternak yang diberikan ternak dengan tanpa mengganggu kesehatan hewan yang bersangkutan (Sutardi, 2002). Nomenklatur berisi tentang peraturan untuk pencirian atau tata nama bahan pakan. Pencirian bahan pakan dirancang untuk memberi nama setiapa bahan pakan. Setiap pemberian tata nama bahan pakan terdiri atas enam segi atau fase (prasetyo, 2002). Pengenalan alat merupakan hal yang paling mendasar sebelum melakukan analisis kimia terhadap bahan pakan. Pengenalan alat mencakup semua instrument. Laboratorium sebagai pendukung langsung dalam menganalisi bahan pakan. Pengenalan alat dan pengetahuan cara pemakaian harus dipahami agar diperoleh hasil yang tepat. Cara pokok dalam perlakuan umum yang sering dijumpai dalam laboratorium agar memperoleh hasil analisa yang benar, antara lain dilakukan pengenalan mengenai alat-alat laboratorium dan cara penggunaannya (Sudarmadji, 1997). 3.2 Uji Fisik Bahan Pakan Penyediaan bahan pakan pada hakikatnya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ternak akan zat-zat makanan. Peemilihan bahan tidak akan terlepas dari ketersediaan zat makan itu sendiri. Untuk mengetahui berapa jumlah zat makanan yang ddiperlukan oleh ternak serta cara penyusunana ransum, diperlukan
  • 7. 7 pengetahuan mengenai kualitas zat makanan. Ini merupakan suatu keuntungan bahwa zat makanan, selain mineral dan vitamin tidak mempunyai sifat kimia secara individual (Soejono, 2002) Pertumbuhan, produksi, reproduksi dan hidup pokok hewan memerlukan zat gizi. Makanan ternak berisi zat gizi. Fungsi-fungsi zat gizi memungkinkan bahan pakan digunakan dalam penyusunan ransum secara sederhana (Jaelani, 2007). Secara umum sifat fisik bahan pakan tergantung dari jenis dan ukuran partikel bahan. Sekurang-kurangnya ada enam sifat fisik pakan yang penting yaitu berat jenis, kerapatan tumpukan, luas permukaan spesifik, sudut tumpukan daya ambang, dan factor higroskopis (Jaelani, 2007). Penyediaan bahan pakan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan ternak (Soejono, 2002). Berat jenis merupakan perbandingan antara berat bahan dengan volume ruang yang ditempati oleh bahan tersebut. Menurut Axe (1995), apabila bahan mempunyai berat jenis partikel yang berbeda jauh, maka cenderung memisah setelah mixing dan handling. Partikel yang lebih padat atau rapat berpindah ke bawah melewati partikel lam yang lebih halus atau ringan. Luas permukaan spesifik merupakan bahan pada berat tertentu mempunyai permukaan luas. Peranan dari permukaan luas adalah untuk mengetahui tingkat kehalusan dan suatu bahan secara spesifik akan tetapi tanpa diketahui adanya komposisi secara keseluruhan. Daya ambang adalah jarak yang ditempuh oleh suatu partikel bahan jika dijatuhkan dari atas ke bawah dalam jangka waktu tertentu. Sudut Tumpukan adalah sudut yang dibentuk oleh bahan pakan diarahkan pada bidang datar. Sudut tumpukan merupakan kriteria kebebasan bergerak pakan dalam tumpukan. Semakin tinggi tumpukan, maka semakin kurang bebas suatu tumpukan. Sudut tumpukan berfungsi dalam pembentukan kemampuan mengalir suatu bahan, efisiensi pengangkutan secara mekanik (Thomson, 1984).
  • 8. 8 3.3 Analisis Proksimat Sampel makanan ditimbang dan diletakkan dalam cawan khusus dan dipanaskan dalam oven pada temperature 105o C. pemanasan berjalan hingga sampel sudah tidak lagi turun beratnya. Setelah pemanasan tersebut sampel makanan ddisebut “sampel bahan kering” dan pengurangannya dengan sampel makanan disebut persen air atau kadar airnya (Tilman, 1989). Dari sampel bahan kering tadi lalu diekstraksi dengan dietil eter selama beberapa jam, maka bahan yang didapat adalah lemak, dan eter akan menguap. Setelah fase kedua dilalui, selanjutnya sampel dianalisis dengan alat Kjedahl. Analisis ini menggunakan asam sulfat dengan suatu katalisator dan pemanasan. Analisis ini dipakai untuk mendapatkan nilai protein kasar (protein kasar = N%x6,25) (Hartadi, 1989). Sampel yang sudah bebas lemak dan telah disaring , dipakai untuk mendapatkan serat kasar. Endapan yang didapat ditambah 1,25% larutan NaOH dan dipanaskan 30 menit, kemudian disaring dan endapan dicuci, dikeringkan dan ditimbang. Bagian ketiga dari sampel bahan kering ditambang dan dibakar dengan krusibel dalam suhu 600oC selama beberapa jam (Tilman, 1989). 3.4 Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas Free Fatty Acid (FFA) Kandungan asam lemak bebas (Free Fatty Acid/ FFA) merupakan salah satu factor penentu jenis proses pembuatan metal ester (Hasjmy, 2007). Penetapan asam lemak bebas berprinsip bahwa lemak bebas yang terdapat paling banyak pada minyak tertentu (Sutardi, 2004). Analisis ini diperhitungkan banyaknya zat yang larut dalam basa atau asam di dalam kondisi tertentu. Asam lemak bebas tidak mengurangi fungsi antioksidan dan melindungi ternak. Apabila penambahan terlalu banyak kadar lemak bebas, akan merusak mesin karena asam lemak mudah bereaksi dengan bagian metan yang akhirnya menyebabkan karat (Sudarmadji, 1997). Asam lemak dengan grup-grup fungsional
  • 9. 9 seperti epoksi dan hidroksi sulit sekali untuk diesterifikasi tanpa merusaknya terlebih dahulu. Katalisis ester yang sulit dilakukan dengan metode kimiawi tersebut menjadi sederhana dengan pemanfaatan teknologi enzimatik lipase (Sulistyo, 1999). 3.5 Penetapan Energi Bruto Gross energy adalah sejumlah panas yang dilepaskan oleh satu unit bobot bahan kering pakan bila dioksidasi sempurna. Kandungan GE biasanya dinyatakan dalam satuan Mkal GE/ kg BK. Gross Energy didefinisikan sebagai energi yang dinyatakan dalam panas bila suatu zat dioksider secara sempurna menjadi CO2 dan air. Tentu saja CO2 dan air ini masih mengandung energi, akan tetapi dianggap mempunyai tingkat nol karena hewan sudah tidak bisa memecah zat-zat melebihi CO2 dan air. Gross Energy diukur dengan alat bomb kalorimeter. Besarnya energi bruto bahan pakan tidak sama tergantung dari macam nutrien dan bahan pakan (Sutardi, 2004). Energi total makanan adalah jumlah energi kimia yang ada dalam makanan, dengan mengubah energi kimia menjadi energi panas dan diukur jumlah panas yang dihasilkan. Panas ini diketahui sebagai sumber energi total atau panas pembakaran dari makanan, bomb kalorimeter digunakan untuk menentukan energi total dan sampel makanan dipijarkan dengan aliran listrik. Metode ini dipakai untuk energi total makanan dan produk ekskretori (Tillman, 1993). Sudarmadji (2004) menyatakan bahwa apabila suatu nutrien organik dibakar sempurna sehingga menghasilkan oksisda (CO2,H2O), maka panas yang dihasilkan disebut energi bruto. Guna menentukan besarnya energi bruto bahan pakan dapat digunakan suatu alat bom kalorimeter. Besarnya nilai energi bahan pakan tidak sama twrgantung dari macam nutrien dan bahan Pakan.
  • 10. 10 IV. MATERI DAN CARA KERJA 4.1 Materi 4.1.1 Nomenklatur Bahan Pakan dan Pengenalan Alat 4.1.1.1 Nomenklatur Hijauan Bahan-bahan yang digunakan pada nomenklatur hijauan adalah rumput raja (Pennicetum purpuroides), rumput gajah (Pennicetum purpureum), setaria lampung (Setaria splendida), setaria ancep (Setaria spachelata), rumput benggala (Panicum maximum), jagung (Zea mays), padi (Oryza sativa), daun pepaya (Carica papaya), rami (Boehmeria nivea), daun singkong (Manihot utilissima), daun pisang (Musa parasidiaca), daun nangka (Arthocarpus integra), daun waru (Hibiscus tileaceus), murbei (Morus indica L), putri malu (Mimosa pudica), lamtoro (Leucaena glauca), kaliandra (Calliandra calothyrtus), daun gamal (Glirisida maculata) dan daun dadap (Erytrina lithospermae). 4.1.1.2 Nomenklatur Konsentrat Bahan-bahan yang digunakan dalam nomenklatur konsentrat adalah tepung jagung, tepung limbah roti, biji jagung merah, biji jagung kuning, limbah soun, pollard, bekatul, millet, molasses, onggok, bungkil kelapa, bungkil kedelai, tepung kedelai, tepung udang, tepung darah sapi, tepung ikan, tepung kerang, tepung cangkang ayam, tepung kepala udang, tepung tulang ayam, tepung cangkang keong, tepung kulit udang, tepung tulang ikan dan sirip, premix, kapur, phospat alam, CuSO4, urea, egg stimulant, tetra chlor dan neo bro. 4.1.1.3 Pengenalan Alat Alat-alat yang digunakan untuk pengenalan alat adalah autoklaf, destilator, destructor, kompor listrik, kondensor, desikator, vakum penyedot, water bath, oven, tabung oksigen/ bom kalorimeter, bucket, jaket, termometer, tanur suhu 600ºC, beker glass, gelas ukur, pipet tetes, pipet ukur, corong, Erlenmeyer, labu kjeldahl, timbangan analitik, cawan porselin, timbangan analog, neraca ohauss, buret dan statif.
  • 11. 11 4.1.2 Uji Fisik Bahan Pakan 4.1.2.1 Berat Jenis Alat dan bahan yang digunakan untuk pengukuran berat jenis adalah gelas ukur 100 ml, neraca ohauss dan bekatul volume 100 ml. 4.1.2.2 Luas Permukaan Spesifik Alat dan bahan yang digunakan untuk pengukuran luas permukaan spesifik adalah kertas milimeter blok, timbangan analitik dan bekatul 1 gr. 4.1.2.3 Daya Ambang Alat dan bahan yang digunakan untuk pengukuran daya ambang adalah stopwatch, nampan, timbangan analitik dan bekatul 1 gr. 4.1.2.4 Sudut Tumpukan Alat dan bahan yang digunakan untuk pengukuran sudut tumpukan adalah mistar, corong, besi penyangga, timbangan analog dan bekatul 200 gr. 4.1.3 Analisis Proksimat 4.1.3.1 Kadar Air dan Bahan Kering Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis kadar air dan bahan kering adalah awan porselin, oven, desikator, timbangan analitik, tang penjepit dan tepung limbah soun 2 gr. 4.1.3.2 Kadar Abu dan Bahan Organik Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis kadar abu dan bahan organik adalah, cawan porselin berisi BK, desikator, tanur (verasingoven) 600oC, timbangan analitik, tang penjepit, pembakar Bunsen dan tepung limbah soun 2 gr. 4.1.3.3 Kadar Protein Kasar Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis kadar protein kasar adalah labu kjeldhal, destilator, erlenmeyer, destruktor, buret, pipet 10 ml, kompor listrik, timbangan analitik, gelas ukur, becker gelas, tepung limbah soun 0,1 gr, larutan h2so4 pekat, larutan HCl 0,1 N, asam borat, indikator metyl red, larutan NaOH 40% dan akuades.
  • 12. 12 4.1.3.4 Kadar Serat Kasar Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis kadar serat kasar adalah erlenmeyer, cawan porselin, kertas saring whatman, corong tegak, timbangan analitik, oven, tanur, tang penjepit, alat pemanas / kompor listrik, kondensor, desikator, tepung limbah soun 1 gr, aceton, H2SO4 0,3 N, H2O panas dan NaOH 1,5 N. 4.1.3.5 Kadar Lemak Kasar Alat dan bahan yang digunakan untuk analisis kadar lemak kasar adalah kertas saring whatman, labu didih, kondensor, oven 105oC, timbangan analitik, waterbath, desikator, alat ekstraksi soxhlet, tepung limbah soun 1 gr dan petroleum benzene. 4.1.4 Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) Alat dan bahan yang digunakan untuk penetapan kadar asam lemak bebas adalah erlenmeyer, buret, pipet tetes, timbangan analitik, kertas saring, corong, kompor listrik, kondensor, tepung limbah soun, alkohol netral, indikator PP dan NaOH 0,1 N. 4.1.5 Penetapan Kadar Energi Bruto Alat dan bahan yang digunakan untuk penetapan kadar energy bruto adalah bom kalorimeter, kawat kalori, tabung oksigen, bucket, beker glass, pipet, buret, erlenmeyer, gelas ukur, obeng, tang, tepung limbah soun, akuades, Na2CO3, methyl orange dan oksigen. 4.2 CARA KERJA 4.2.1 Nomenklatur Bahan Pakan dan Pengenalan Alat 4.2.1.1 Nomenklatur Hijauan 1. Hijauan 2. Diambil gambar (difoto) 3. Dicatat nama, asal, nama ilmiah, bagian, proses, tingkat kedewasaan 4. Sumber, defoliasi, grade jenis hijauan
  • 13. 13 4.2.1.2 Nomenklatur Konsentrat 1. Bahan Pakan (Konsentrat) 2. Diambil gambar (difoto) 3. Dibuat tabel 4. Dicatat nama, asal, nama ilmiah, bagian, proses, tingkat kedewasaan sumber, grade jenis konsentrat 4.2.1.3 Pengenalan Alat 1. Alat 2. Diambil gambar (difoto) 3. Dibuat tabel 4. Dicatat nama dan fungsi 4.2.2 Uji Fisik Bahan Pakan 4.2.2.1 Berat Jenis 1. Gelas ukur 100 ml ditimbang 2. Sampel dimasukan sampai volume 100 ml 3. Ditimbang 4.2.2.2 Luas Permukaan Spesifik 1. 1 gr sampel 2. Diratakan pada milimeter blok 3. Diukur luasnya 4.2.2.3 Daya Ambang 1. Sampel ditimbang 1 gr 2. Sampel dijatuhkan dari jarak 1 m 3. Waktu dicatat 4.2.2.4 Sudut Tumpukan 1. Alat dan bahan disiapkan 2. Corong dipasang 3. Bahan ditimbang 200 gr
  • 14. 14 4. Bahan dituang melalui corong 5. Diameter dan tinggi curahan diukur 4.2.3 Analisis Proksimat 4.2.3.1 Kadar Air dan Bahan Kering 1. Cawan porselin yang sudah bersih 2. Dioven (1050C) 1 Jam 3. Didesikator (15 menit) 4. Ditimbang (x) 5. Sampel ditimbang 2 gr (y) 6. Sampel dimasukan cawan 7. Sampel + cawan dioven (1050C) 12 Jam 8. Didesikator 15 menit 9. Sampel ditimbang (z) 10. Penimbangan dilakukan 2 kali 4.2.3.2 Kadar Abu dan Bahan Organik 1. Cawan porselin ditanur 6000C 30 menit 2. Ditimbang (x) 3. Sampel ditimbang 2 gram (Y) 4. Dipijarkan diatas api bursen 5. Ditanur 6000C (4-12 jam) 6. Didinginkan (1400 C) 7. Didesikator 1jam 8. Dampel ditimbang (Z) 4.2.3.3 Kasar Protein Kasar 1. Sampel ditimbang 0,1 gr 2. Dimasukan kedalam labu kjeldhal 3. Ditambah katalisator dan
  • 15. 15 4. 1,5 ml H2SO4 pekat 5. Didestruksi sampai warna hijau jernih 6. Erlenmeyer 125ml diisi 10ml asam borat dan beberapa tetes indikator metyl red 7. Ditambahkan 10 ml NaOH 40 % dari corong atas destilator 8. Didestilasi 9. Volume erlenmeyer 60 ml dihentikan 10. Hasil destilasi 11. Dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai warna merah muda 4.2.3.4 Kadar Serat Kasar 1. Sampel ditimbang 1 gr (x) 2. Dimasukan ke erlenmeyer 3. Ditambahkan 50 ml H2SO4 0,3 N 4. Didihkan (30 menit) 5. Ditambahkan 25 ml NaOH 1,5 N didihkan 30 menit 6. Disaring 7. Dicuci (50ml H2O panas, 50ml H2SO4 0,3N, 50ml H2O panas, dan 25ml Aceton) 8. Dioven 1050C (8 jam) 9. Didesikator 15 menit 10. Ditimbang (Y) 11. Ditanur 6000C selama 3 jam 12. Didesikator 15 menit 13. Ditimbang (Z) 4.2.3.5 Kadar Lemak Kasar 1. Kertas saring whatman 2. Dioven 14 jam dan didesikator 1 jam 3. Sampel ditimbang 2 gr (X) 4. Dibungkus dioven 1050c (± 14 jam)
  • 16. 16 5. Didesikator (10 menit) 6. Ditimbang (Y) 7. Dimasukan kedalam alat ekstraksi soxlet + ethyl ether 8. Diekstraksi (4-16 jam) sampai warna ethyl eter jernih 9. Diangin-anginkan sampai tidak bau eter 10. Dioven 1050C (± 14 jam) 11. Didesikator 15 menit 12. Ditimbang (z) 4.2.4 Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas (FFA) 1. Sampel 7,05 gr 2. Ditimbang 3. Ditambahkan 25 ml alkohol netral 96% 4. Direfluk 15 menit 5. Disaring dengan kertas saring whatman 6. Diambil 10 ml 7. Ditambahkan indikator PP 8. Dititrasi dengan 0,1 N NaOH 9. Sampai warna merah muda 4.2.5 Penetapan Kadar Energi Bruto 1. Kertas saring dioven lalu ditimbang 2. Sempel ditimbang 0,5 gr 3. Dibungkus dan diikat dengan kawat kalori 4. Dipasang pada bomb kalorimeter 5. Diisi oksigen 6. Dimasukkan kedalam bucket 7. Dicatat temperaturnya 8. Dikeluarkan
  • 17. 17 9. CO dikeluarkan dari bomb 10. Dicuci dengan aquades 11. Kawat sisa dan volume air cucian dihitung 12. Air cucian diambil 10 ml + 2 tetes methyl orange 13. Dititrasi dengan Na2CO3 0,0725 N sampai warna kuning jernih
  • 18. 18 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Nomenklatur Bahan Pakan dan Pengenalan Alat 5.1.1 Nomenklatur Hijauan Tabel 1. Nomenklatur Hijauan Nama No Hijauan/ Bagian Sumber Defoliasi Grade Jenis SK:10- Graminae Ilmiah 1. Rumput raja Aerial Energi 40 hari (Penisetum 11% purpuroides) 2. Rumput PK:7-9% Aerial Energi 40 hari gajah SK:12- Graminae 13% (Penisetum PK:8-9% purpureum) 3. Setaria Aerial Energi 35 hari SK: 17- lampung 19% (Setaria Graminae PK: 7-12% splendid) 4. Setaria Aerial Energi 35 hari SK: 17- anceps 19% (Setaria Graminae PK: 7-12% spachelata) 5. Rumput benggala (Pennicum maximum) Aerial Energi 40 hari SK: 1416% PK: 10% Graminae Gambar
  • 19. 19 6. Jagung (Zea Aerial Energi 100 hari PK: 8,7% mays) Poaceae Lemak: 4,5% 7. Jerami padi Aerial Energi 100 hari Daun pisang Daun Energi Dewasa Graminae (Oryza sativa) 8. parasidica) 9. Rami Limbah 11% (Musa SK: 10- pertanian PK: 4-5% Aerial Energi 40 hari SK 23% Daun Energi Dewasa SK: 12- (Boehmeria nivea) 10. Daun nangka ( Arthocarpus 14% integra) 11. Daun papaya PK: 2-3% Daun Energi Daun Energi Ramban (Carica papaya) 12. Daun singkong (Manihot utillisima) SK: 5-6% Limbah PK: 9-10% pertanian
  • 20. 20 13. Daun waru Daun Energi SK: 16- 30-40 hari (Hibiscus Dewasa 17% thiliaceus) 14. Gamal PK: 7% Daun dan (Glirisida Protein ranting Dewasa SK: 8-10% Legumino 30 hari machulata) 15. Murbei Energi 35-40 hari SK:12- ranting dadap (Erytrina sa Ramban 14% indica L) 16. Daun PK: 1213% Daun dan (Morus Ramban PK: 18,3% Daun dan Protein ranting 45 hari SK: 8-9% Legumino PK: 3-4% sa SK:7-8% Legumino PK:11- sa lithospermae) 17. Lamtoro (Leucaena Daun dan ranting glauca) 18. Kaliandra (Caliandra Protein 12% Daun dan ranting Protein 35-45 hari SK: 7-8% Legumino PK: 9-10% sa callothyrsus) Bahan makanan ternak atau pakan diartikan sebagai semua bahan yang dapat dimakan oleh ternak. Bahan pakan mengandung sejumlah senyawa yang dibutuhkan oleh ternak dalam menunjang proses kehidupan yang disebut zat makanan. Setiap bahan pakan perlu diberi tata nama yang baku, karena: (1) jumlah bahan pakan ternak
  • 21. 21 mencapai puluhan sampai ratusan, (2) diperlukan pencirian pemberian nama yang baik, (3) hasil sampingan yang dihasilkan dari produk pangan manusia semakin banyak, dan (4) processing menyebabkan bahan asal yang berbeda menjadi bahan baru dan kandungan gizi berubah (Sutardi, 2001). Ciri-ciri bahan makanan dibedakan dan dipisahkan dengan mengkhususkan dari kualitas-kualitas bahan makanan yang dihubungkan dengan perbedaan nilai gizinya. Pemberian tata nama Internasional didasarkan atas enam fase, yaitu: (1) asal mula, yaitu nama ilmiah dan nama umum; (2) bagian, yaitu bagian yang diberikan pada ternak sebagaimana proses yang dialami; (3) proses atau perlakuan, yang dialami oleh bagian tanaman pakan atau pengawetan; (4) tingkat kedewasaan, yang akan mempengaruhi nilai gizi hijauan, silage dan beberapa produk hewan ternak, (5) pemotongan atau defoliasi, khusus untuk hijauan. Beberapa tanaman hijauan dipotong dan dipanen beberapa kali dalam satu tahun, (6) grade atau garansi yang diberikan pabrik, misal kadar protein, lemak , serat kasar (Sutardi, 2002). Umumnya limbah pertanian berupa hijauan banyak dimanfaatkan sebagai pakan serat untuk ternak ruminansia (Guntoro, 2008). Salah satunya adalah tanaman pisang. Kandungan protein kasar bagian tanaman pisang tergolong rendah, tetapi kadar abunya tinggi. Hasil analisis laboratorium Balai Penelitian Ternak (BALITNAK) Bogor mendapatkan 15,5% rata-rata kadar total abu (Wina, 2011). 5.1.2 Nomenklatur Konsentrat Tabel 2. Nomenklatur Konsentrat No 1 Nama Tepung jagung Asal Bagian Proses Sumber Jagung Biji Dikeringkan, Energi digiling Grade Gambar
  • 22. 22 2 Biji Jagung Biji Dipipil Energi jagung PK: 8,5% SK: 2,5% merah 3 Jagung Jagung Biji Dipipil Energi kuning PK: 8,5% SK: 2,5% pipilan 4 Endapan Diendapkan/ tetes tebu kristalisasi Roti Limbah Dikeringkan, roti digiling Ampas Dikeringkan, singkong Limbah Tetes tebu 5 Molasses digiling Limbah Dikeringkan, soun digiling Kulit ari Kulit ari Dikeringkan, padi padi digiling roti 6 7 Onggok Limbah Singkong Soun soun 8 Bekatul Energi Energi Energi PK: 0,8% SK: 2,2% Energi Energi PK: 12% SK: 4%
  • 23. 23 9 Millet Gandum Biji millet Kulit ari Dikeringkan, gandum 10 Pollard digiling Biji Dipipil Energi PK: 15% SK:10% Energi PK: 8,4% SK: 6% 11 Urea Batuan Batuan Dihaluskan, alam alam Protein pemurnian (kristalisasi) 12 Tepung Kedelai 13 Tepung Ikan dikeringkan kedelai kedelai Biji digiling Ikan utuh dikeringkan ikan Protein Protein digiling PK: 54,6% SK: 2% 14 Tepung Kerang dikeringkan dalam kerang Daging Protein 25-27% digiling Protein PK:90% kerang (bukan cangkang) 15 Tepung darah sapi Sapi Darah sapi dikeringkan digiling SK: 1%
  • 24. 24 16 Tepung Udang 17 Bungkil kedelai digiling Bungkil dikeringkan kedelai/ Kedelai dikeringkan utuh udang Udang Protein digiling PK: 75% SK:- Protein PK: 42% SK: 6% limbah kedelai 18 Bungkil Kelapa dikeringkan kelapa/ kelapa Bungkil Protein digiling PK: 20% SK: 12% limbah kelapa 19 Tepung Ayam Tulang tulang dikeringkan Mineral digiling PK: 12% SK: 2% ayam 20 Tepung Ikan ikan dan dikeringkan ikan dan tulang Tulang Mineral digiling SK: 2% sirip sirip 21 Tepung Keong Dicuci, keong cangkang Cangkang dikeringkan, keong 22 Premix Mineral digiling Batuan alam Batuan Digiling PK: 12% Mineral
  • 25. 25 23 Tepung Telur Kerabang kerabang Dikeringkan, Mineral digiling PK: 7,6% SK:- telur 24 Tepung udang Kulit kepala Dikeringkan, Mineral digiling SK: udang 25 Kapur PK: 45% 11,4% Batuan Batuan Dibakar kapur kapur Mineral (dikeringkan) , digiling 26 Phosphat alam 27 Phosphat phosphat Dikeringkan, Tepung Mineral digiling Batuab Batu Digiling/ alam 28 CuSO4 Batuan phosphat dihaluskan Udang Kulit Dikeringkan, kulit mineral Mineral digiling PK: 45,3% udang SK: 17,6% 29 Feed Berbagai Berbagai Divaksin/ Pakan aditive komposis komposisi dicampur tambahan i pakan/ pakan/ campuran campuran vitamin, vitamin, mineral, mineral, suplemen suplemen
  • 26. 26 Bahan makanan ternak atau pakan diartikan sebagai semua bahan yang dapat dimakan oleh ternak. Bahan pakan mengandung sejumlah senyawa yang dibutuhkan oleh ternak dalam menunjang proses kehidupan yang disebut zat makanan. Setiap bahan pakan perlu diberi tata nama yang baku, karena: (1) jumlah bahan pakan ternak mencapai puluhan sampai ratusan, (2) diperlukan pencirian pemberian nama yang baik, (3) hasil sampingan yang dihasilkan dari produk pangan manusia semakin banyak, dan (4) processing menyebabkan bahan asal yang berbeda menjadi bahan baru dan kandungan gizi berubah (Sutardi, 2001). Ciri-ciri bahan makanan dibedakan dan dipisahkan dengan mengkhususkan dari kualitas-kualitas bahan makanan yang dihubungkan dengan perbedaan nilai gizinya. Pemberian tata nama Internasional didasarkan atas enam fase, yaitu: (1) asal mula, yaitu nama ilmiah dan nama umum; (2) bagian, yaitu bagian yang diberikan pada ternak sebagaimana proses yang dialami; (3) proses atau perlakuan, yang dialami oleh bagian tanaman pakan atau pengawetan; (4) tingkat kedewasaan, yang akan mempengaruhi nilai gizi hijauan, silage dan beberapa produk hewan ternak, (5) pemotongan atau defoliasi, khusus untuk hijauan. Beberapa tanaman hijauan dipotong dan dipanen beberapa kali dalam satu tahun, (6) grade atau garansi yang diberikan pabrik, misal kadar protein, lemak , serat kasar (Sutardi, 2002). Umumnya limbah pertanian berupa hijauan banyak dimanfaatkan sebagai pakan serat untuk ternak ruminansia (Guntoro, 2008). Salah satunya adalah tanaman pisang. Kandungan protein kasar bagian tanaman pisang tergolong rendah, tetapi kadar abunya tinggi. Hasil analisis laboratorium Balai Penelitian Ternak (BALITNAK) Bogor mendapatkan 15,5% rata-rata kadar total abu (Wina, 2011).
  • 27. 27 5.1.1 Pengenalan Alat Tabel 3. Pengenalan Alat No 1 Nama Bomb Gambar Fungsi Analisis Gross Energy kalorimeter 2 Oven Memanaskan atau mengeringklan bahan dan alat 3 Waterbath Memanaskan/ penangas air 4 Kondensor Alat pendingin tegak 5 Kompor listrik Memanaskan/ merefluk larutan
  • 28. 28 6 Destructor Destruksi saat analisis proksimat 7 Destilator Destilasi/ menguapkan N 8 Tanur Memijar, digunakan untuk analisis kadar abu 9 Tabung O2 Digunakan untuk analisis GE, memasukkan O2 ke dalam bomb kalorimeter 10 Becker glass Menampung larutan
  • 29. 29 11 Erlenmeyer Menampung larutan, tempat titrasi 12 Gelas ukur Mengukur larutan 13 Botol aquadest Tempat menyimpan aquadest 14 Labu kjeldahl Tempat bahan analisis protein kasar 15 Cawan porselen Tempat sampel, digunakan pada uji KA dan abu
  • 30. 30 16 Neraca ohaus Menimbang uji fisik (BJ) 17 Corong Tempat untuk menyaring 18 Batang Mengaduk larutan/ sampel pengaduk 19 Desikator Penstabil suhu 20 Soxhlet Ekstraksi lemak
  • 31. 31 21 Mengukur berat sampel analitik 22 Timbangan dengan ketelitian 0,0001 gram Filler Mengambil (menyedot) larutan 23 Penjepit Mengambil alat di dalam desikator, dan tanur 24 Pipet ukur Mengukur larutan 25 Pipet seukuran Mengukur larutan dengan volume tertentu/ ayang telah ditentukan
  • 32. 32 26 Biuret Digunakan untuk titrasi 27 Pipet tetes Mengambil larutan 28 Statif Penyangga biuret 26 Autoklaf Memanaskan dengan tekanan Praktikum mengenal alat bertuuan untuk menentukan tetapan hasil analisa kimia yang akurat. Penggunaan alat-alat laboratorium antara lain untuk penimbangan, penyaringan, pengukuran volume caian, pemijaran, dan pengabuan, serta pengeringan (Sudarmadji, 1997). Sedangkan menurut Hartati (2002), penggunaan alat-alat laboratorium antara lain sebagai alat penimbang, pengukuran volume cairan, melarutkan zat padat, penyaringan, pemijaran, dan pengabuan serta penyaringan. Fungsi dari alat-alat laboratorium berbeda satu dan yang lain, begitu pula dengan cara penggunaannya harus sesuai dengan ketentuan agar hasil dari penggunaan itu baik.
  • 33. 33 Layaknya timbangan yang digunakan dalam laboratorium perlu diketahui kapasitas dan ketelitian timbangan halus atau kasar (Sudarmadji, 1997). Fungsi dari alat-alat laboratorium berbeda satu dan yang lainnya, begitu pula dengan cara penggunaannya harus sesuai dengan ketentuan agar hasil dari penggunaan itu baik. Seperti timbangan yang digunakan dalam laboratorium terdiri dari berbagai jenis dan merk, yang perlu diketahui adalah kapasitas dan ketelitian timbangan yang akan digunakan apakah timbangan halus atau kasar (Sudarmadji, 1997). Jenis timbangan yang akan dipakai tergantung dari tujuannya, misalnya untuk penentuan kadar abu dan air harus digunakan neraca analitis dengan ketelitian 0,1 mg, sedangkan untuk menimbang bahan kimia yang akan dibuat menjadi larutan jenuh, cukup menggunakan timbangan yang lebih kasar. Alat-alat untuk penimbangan harus bersih dan telah dikeringkan dalam oven suhu 105º-110ºC dan didinginkan sampai suhu kamar dalam desikator selama 15 menit, demikian pula bila akan menimbang sesuatu yang panas harus didinginkan terlebih dahulu dengan cara yang sama. Selama menimbang harus digunakan alat penjepit untuk mengambil sesuatu agar tidak mempengaruhi beratnya. Zat kimia bisa diambil dengan sendok tanduk, spatula atau pipet (untuk bahan cair). Setiap menambah atau mengambil beban dari pan penimbang, timbangan harus dalam keadaan tidak bergerak atau nol. Apabila selesai menimbang, alat timbangan dibersihkan dan dikembalikan dalam keadaan terkunci (Sudarmadji,1997). 5.2 Hasil Uji Fisik Bahan 5. 2.1 Berat Jenis (Density) Sampel 1: Berat gelas ukur = 87,7 gr Berat (sampel-gelas ukur) = 122,3-87,7 = 34,6 gr BJ1= berat sampel Volume gelas ukur = 34,6 100 = 0,346 gr/ml
  • 34. 34 Sampel 2: Berat gelas ukur = 87,7 gr Berat (sampel-gelas ukur) = 121,6-87,7 = 33,9 gr BJ2 = berat sampel = 33,9 = 0,339 gr/ml Volume gelas ukur 100 BJ rata-rata = 0,346 + 0,339 = 0,3425 gr/ml 2 Besarnya berat jenis (density) bahan pakan penting diketahui, karena apabila suatu bahan pakan mempunyai nilai densitas yang rendah, yaitu perbandingan antara berat bahan pakan dengan volume lebih besar berarti intake untuk ternak hanya sedikit dan sebaliknya. Percobaan berat jenis pada praktikum uji fisik, penimbangan dilakukan sebanyak dua kali. Penimbangan pertama gelas ukur ditimbang beratnya 87,7 gr. Kemudian, gelas ukur diisi sampel yaitu pakan komplit sapi potong hingga terisi sebanyak 100 ml tanpa ditekan dan kemudian ditimbang. Penimbangan pertama gelas ukur yang telah di isi sampel menghasilkan berat 122,3 gr dan hasil penimbangan kedua 121,6 gr. Berat jenis dihitung dengan cara berat sampel dibagi dengan volume dari gelas ukur. Hasil BJ yang didapat pada penimbangan sampel pertama yaitu 0,346 gr/ml dan kedua menghasilkan BJ 0,339 gr/ml. Hasil yang berbeda mungkin dikarenakan karakteristik permukaan partikel dan pemasukan sampel yang kurang teliti kedalam gelas ukur. Dilihat dari nilai berat jenisnya ternyata dari kedua sampel menunjukan nilai di bawah 1 yang berarti lebih kecil dari volume. Hasil praktikum diperoleh nilai berat jenis 0,309 gr/ml dan 0,377 gr/ml. Pakan yang baik adalah nilai densitasnya lebih besar, sehingga intake pakan meningkat (Sudarmadji, 1997).
  • 35. 35 5. 2.2 Luas Permukaan Spesifik Sampel 1: Berat sampel = 1,0007 gr Luas = 46,5 mm2 LPS1 = luas = 46,5 berat = 46, 467 mm2/gr 1,0007 Sampel 2: Berat sampel = 1,0008 gr Luas = 62,75 mm2 LPS2 = luas berat = 62,75 = 62, 699 mm2/gr 1,0008 LPS rata-rata = 46, 467 + 62, 699 = 54,583 mm2/gr 2 Luas permukaan spesifik adalah luas permukaan spesifik bahan pakan dengan berat tertentu. Luas permukaan spesifik berperan untuk mengetahui tingkat kehalusan bahan pakan tanpa diketahui distribusi, ukuran komposisi partikel secara keseluruhan (Sutardi, 2003). Sampel pertama seberat 1,0007 gr dan sampel kedua seberat 1,0008 gr, luas permukaan spesifik yang diperoleh pada sampel pertama adalah 46, 467 mm²/gr dan pada sampel kedua menghasilkan LPS sebesar 62, 699 mm²/gr. LPS rataratanya sebesar 54,583 mm²/gr. Hasil LPS yang berbeda-beda dapat disebabkan karena berat sampel yang berbeda dan kurang tepat saat meratakan sampel diatas kertas millimeter blok, maupun saat menghitung luas sampel yang kurang teliti. Luas permukaan spesifik sangat besar pengaruhnya untuk keefisienan suatu proses penanganan seperti packaging, transportasi dan penyimpanan. Apabila luas permukaan spesifik besar atau tingkat kehalusan tinggi maka dalam suatu packaging
  • 36. 36 akan memuat bahan pakan yang lebih banyak, hal ini berarti transportasi dan penyimpanan akan menjadi berkurang. Hal ini sesuai dengan pendapat Jaelani (2007) yang menyatakan bahwa keefisienan suatu proses penanganan, pengolahan dan penyimpanan dalam industri pakan tidak hanya membutuhkan informasi tentang komposisi kimia dan nilai. 5. 2.3 Daya Ambang Sampel 1: Jarak = 1 m Waktu (t) = 5,31 sekon/ detik DA1 = jarak = 1 waktu = 0,18 m/detik 5,31 Sampel 2: Jarak = 1 m Waktu (t) = 1,22 sekon/detik DA2 = jarak = waktu 1 = 0,81 m/detik 1,22 DA rata-rata = 0, 18+ 0, 81 = 0,495 m/detik 2 Daya ambang adalah jarak yang ditempuh oleh suatu partikel bahan bila dijatuhkan dari ketinggian tertentu dalam waktu tertentu. Rata-rata hasil perhitungan daya ambang adalah 0,495 m/detik. Daya ambang yang terlalu lama akan menyulitkan dalam proses pencurahan bahan karena dibutuhkan waktu yang lebih lama (Jaelani, 2007).
  • 37. 37 Pada saat praktikum sampel yang digunakan seberat 1 gram, dan alat yang digunakan adalah stopwatch. Sampel diukur dengan menghitung waktu yang dijatuhkan dengan ketinggian 1 m. Sampel pertama seberat 1,0007 gram tercatat waktu 5,31 detik dan sampel kedua seberat 1,0008 dibutuhkan waktu 1,22 detik untuk sampai ke lantai. Daya ambang pada sampel pertama adalah 0,18 m/detik dan daya ambang pada sampel kedua adalah 0,81 m/detik. Perbedaan hasil daya ambang dapat disebabkan oleh kurang tepatnya penekanan stopwach dengan jatuhnya sampel. Halhal yang harus diperhatikan saat menjatuhkan sampel: lantai, tempat jatuhnya, bahan diberi alas dengan aluminium foil untuk memudahkan pengamatan saat jatuh. Diupayakan pengaruh udara diperkecil yaitu dengan menutup setiap lubang yang memungkinkan angin masuk (Jaelani, 2007). Daya ambang berperan terhadap keefisienan pemindahan atau pengangkutan. Apabila daya ambang suatu bahan pakan kecil maka waktu yang dicapai juga kecil, sebaliknya jika daya ambangnya besar maka waktu yang dicapai juga besar. Perhitungan daya ambang bertujuan untuk efisiensi pemindahan atau pengangkutan yang menggunakan alat penghisap, pengisian silo yang menggunakan gaya gravitasi dan daya ambang berbeda akan terjadi pemisahan partikel (Sutardi, 2003). 5.2.4 Sudut Tumpukan Sampel 1: Berat = 200 gr Tinggi (t) = 6,4cm Diameter (d) = 19,5 cm tg α1 = 2t d = 2 (6,4) 19,5 = 0,656 α = 33,26º
  • 38. 38 Sampel 2: Berat = 200 gr Tinggi (t) = 6,5 cm Diameter (d) = 23 cm tg α2 = 2t = d 2 (6,5) = 0,65 α = 29,466º 20 STRata-rata = 33,26º + 29,466º = 31,363º 2 Sudut tumpukan atau angle of repose didefinisikan sebagai sudut yang dibentuk oleh permukaan bidang miring bahan yang dicurahkan membentuk gundukan dengan bidang horizontal. Sudut tumpukan merupakan kriteria kebebasan bergerak satu partikel pakan dalam tumpukan. Semakin tinggi tumpukan, maka semakin kurang bebas suatu partikel bergerak dalam tumpukan. Sudut tumpukan berperan antara lain dalam menentukan flowabivity (kemampuan mengalir suatu bahan, efisiensi pada pengangkutan atau pemindahan secara mekanik, ketepatan dalam penimbangan dan kerapatan kepadatan tumpukan. Besarnya sudut tumpukan dari hasil percobaan berupa pakan komplit sapi potong adalah 31,363o. Percobaan dalam praktikum dilakukan sebanyak dua kali. Besarnya sudut tumpukan dari hasil percobaan pertama dengan diameter 19,5 cm dan tinggi 6,4 cm adalah α = 33,26º. Sedangkan pada percobaan kedua dengan diameter 23 cm dan tinggi 6,5 cm besarnya sudut tumpukan adalah α = 29,466º. Sehingga rata-rata sudut tumpukan yang diperoleh dari dua percobaan tersebut adalah α = 31,363º. Menurut Sudarmadji (1997), sudut tumpukan antara 30-39 termasuk ke dalam kelompok sedang, dimana sifat kemudahan bahan pakan dalam penanganan atas dasar pengangkutan relative sedang. Sudut tumpukan merupakan faktor yang mempengaruhi homogenitas campuran. Perbedaan keragaman ukuran materi dalam campuran dapat mngakibatkan pemisahan secara nyata apabila materi mempunyai perbedaan sudut tumpukan (Axe, 1995).
  • 39. 39 5. 3 Hasil Analisis Proxsimat 5. 3.1 Kadar Air dan Kadar Bahan Kering Berat cawan (X) = 38, 648 gr Berat sampel (Y) = 2,0009gr Berat sampel setelah dioven (Z) = 40, 4570 gr Kadar Air = X + Y - Z x 100 % = 38, 648 + 2,0009 – 40, 4570 Y x 100 % 2,0009 = 9,62 % Bahan Kering = 100 % – KA = 100% – 9, 62% = 90,38 % Beberapa kelemahan analisis proksimat, yaitu (a) system tidak mencerminkan zat makanan secara individu dari zat makanan, (b) kurang tepat, terutama analisis serat kasar dan lemak kasar, akibatnya untuk kalkulasi BETN juga kurang tepat, (c) proses memerlukan waktu yang cukup lama, (d) tidak dapat menerangkan lebih jaun tentang daya cerna, palatabilitas dan tekstur suatu bahan pakan (Soejono, 2004). Sutardi (2003), menyatakan bahwa tinggi rendahnya kadar air dalam bahan pakan harus diatur. Kadar ini menentukan komposisis kandungan nutrient pakan. Faktor yang mempengaruhi kadar air salah satunya adalah metode pengeringan dan kandungan air dari suatu bahan pakan. Pakan dapat disimpan jika bahan pakan mempunyai kandungan air 13,5%, karena kandungan gizi yang terlalu tinggi akan merusak nutrient dari bahan pakan karena di degradasi oleh bakteri. Kadar air pakan komplit sapi potong hasil praktikum adalah 9,62%, maka bahan ini termasuk pakan yang baik karena kadar air melebihi 14%.
  • 40. 40 5. 3.2 Kadar Abu dan Kadar Bahan Organik Berat sampel (Y) = 2,0009 gr Berat sampel sebelum ditanur (x) = 38,6486gr Berat sampel setelah ditanur (z) = 38,8903 gr Z – X x 100 % = 38,3059 – 38,2849 x 100 % = 12,03 % Kadar Abu = Y 2,0005 Bahan Organik = Bahan Kering – Kadar Abu = 90,38% – 12,03% = 78,35 % Kadar abu suatu bahan pakan ditentukan kandungan pembakaran bahan pada suhu tinggi (500-600%). Suhu yang tinggi pada bahan organic yang ada akan terbakar sempurna menjadi CO2, H2O, dan gas lain yang menguap, sedang sisanya merupakan merupakan abu atau campuran dari berbagai oksida mineral. Kadar abu yang didapat pada saat praktikum adalah 12,03% dan kandungan bahan organic sebesar 78,35%. Hal ini menunjukan bahwa pakan komplit sapi potong banyak mengandung karbon. 5. 3.3 Kadar Protein Kasar Berat sampel (x) = 0,1007 gr Volume titran (y) = 2,52 ml Protein Kasar = ml titran x N HCl x 0,014 x 6,25 x 100 % X = 2,52 x 0,1 x 0,014 x 6,25 x 100 % = 21,89 % 0,1007
  • 41. 41 Pertama diasumsikan bahwa semua nitrogen bahan pakan merupakan protein padahal kenyataannya tidak semua nitrogen berasal dari protein dan kedua, bahwa kadar nitrogen protein 16%, tetapi kenyataannya kadar nitrogen protein tidak selalu 16% (Soejono, 2004). Tahapan dalam proses mendapatkan protein kasar antara lain: (1) Destruksi, (2) Destilasi, dan (3) Titrasi. Hasil dari kadar serat kasar pada pakan komplit sapi potong adalah 19,878%. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, yaitu kandungan kadar serat kasar sebesar 15,25%-20%. 5. 3.4. Kadar Serat Kasar Berat sampel (x) = 1,0011 gr Berat kertas saring (a) = 0,3869 gr Berat setelah oven (y) = 39, 0279 gr Berat setelah tanur (z) = 38,4420 gr Serat Kasar = Y – Z – a x 100 % = 39, 0279 – 38,4420 – 0,3869 x 100 % X 1,0013 = 19,878 % Thomson (1993), menyatakan bahwa serat kasar merupakan salah satu nutrien yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin, dan gliserida. Metode pengukuran kandungan serat kasar pada dasarnya mempunyai konsep yang sederhana. Langkah pertama metode pengukuran kandungan serat kasar adalah menghilangkan semua bahan yang larut dalam asam dengan pendidihan dalam asam sulfat. Bahan yang larut dalam alkali dihilangkan dengan pendidihan dalam larutan sodium alkali. Residu yang tidak larut dikenal sebagai serat kasar.
  • 42. 42 Hasil dari analisis kadar serat kasar pada tepung limbah soun adalah 19,878%. Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan Tillman (1993), konsentrat dikatakan sebagai sumber energi apabila mempunyai kandungan protein kasar kurang dari 20 % dan serat kasar 18 %. 5. 3.5 Kadar Lemak Kasar Berat sampel (x) = 1,0006 gr Berat setelah oven I (y) = 1,2943 gr Berat setelah oven II (z) = 1,2900 gr Lemak Kasar = Y – Z x 100 % = 1,2943 – 1,2900 x 100 % = -0, 429 % X 1,0006 Analisis kadar lemak kasar dapat dilakukan dengan metode langsung yang berprinsip bahwa lemak dapat diekstrasi dengan eter atau pelarut lemak lainnya, sedangkan metode tidak langsung berprinsip lemak tidak dapat diekstrasi oleh eter atau pelarut lainnya (Tilman, 1993). Praktikum yang dilakukan pada pengujian kadar lemak kasar didapatkan hasil -0,429%. Hasil ini tidak sesuai, karena pada saat pengukuran atau penimbangan sampel sebelum dioven, sesudah dioven pertama dan kedua, terdapat kesalahan dalam pembacaan angka, sehingga hasil yang didapat tidak akurat. 5. 4 Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid/ FFA) ml NaOH = 2,6 ml N NaOH = 0,1 Berat molekul asam lemak = 278 Berat sampel = 7,0512
  • 43. 43 % FFA = ml NaOH x N x berat molekul asam lemak x 100 % Berat sampel x 1000 = 2,6 x 0,1 x 278 x 100 % = 1, 025 % 7,0512 x 1000 Analisis proksimat yang dilakukan meliputi pengukuran kadar air, protein, lemak, abu, serat kasar dan BETN. Sedikit pembahasan tentang FFA (Free Fatty Acid) merupakan salah satu factor penentu jenis proses pembuatan metal ester. Umumnya minyak murni memiliki kadar FFA rendah (sekitar 2%), sehingga dapat langsung diproses dengan metode transesterifikasi. Jika kadar asam lemak bebas minyak tersebut masih tinggi, sebelumnya perlu dilakukan prasterifikasi dengan menentukan terlebih dahulu harga FFA minyak. Jika bahan yang digunakan adalah bahan yang memiliki kadar FFA tinggi (>5%), maka proses transesterifikasi yang dilakukan untuk mengkonversi minyak menjadi metal ester tidak akan berjalan efisien. Bahan-bahan tersebut perlu melalui praesterifikasi untuk menurunkan kadar FFA hingga di bawah 5% (Hasjmy, 2007).
  • 44. 44 5.5 Analisis Energi Bruto Berat sampel = 0,5014 gr Berat kertas = 0,2254 gr Sisa kawat = 5,5 cm Air cucian = 5,3 ml ta (suhu konstan) = 27,63º tc (suhu tertinggi) = 28,01º tc1 = 27,64º Ta (waktu pembakaran) = 5 Tc = ½ x jumlah pembakaran = ½ x 10 = 5 E1 = vol. air cucian x ml titrasi = 5,3 10 x 0, 27 = 0, 1431 10 E2 = (panjang kawat – sisa kawat) x 2,3 = (12 – 5,5) x 2,3 = 14,95 E3 = 0,2254 gr (berat kertas) r1 = tc1 – ta = 27,64º – 27,63º = 0,002 5 5 Tb = 0,6 x (Ta + Tc) = 0,6 x (5 + 5) = 6 T = (tc – ta) – r1 x │Ta – Tb│ = (28,01º – 27,63º) – 0,002 x │5 – 6│ = 0,38 – 0,002 = 0,378 Hg = (2423 x T) – E1 – E2 – E3 = (2423 x 0,378) – 0, 1431 – 14,95 – 0,2254 Berat sampel x BK % = 1.988,025 0,5014 x 90,38 %
  • 45. 45 GE = Hg x koreksi benzoat = 1988,025 x 0,985 = 1.958,204 GE kertas = 178,224 x berat kertas = 178,224 x 0,2254 = 401, 718 GE total = GE – GE kertas = 1958,204 – 401, 718 = 1.556,491 kkal/gr Gross energy diartikan sebagai energy yang dinyatakan dalam panas bila suatu zat dioksider secara sempurna menjadi CO2 dan air. Tentu saja CO2 dan air inilah yang masih mengandung energy, akan tetapi dianggap mempunyai tingkat nol karena hewan sudah tidak bias memecah zat-zat melebihi CO2 dan air. Gross energy diukur dengan alat bomb calorimeter. Apabila N dan S terdapat dalam senyawa sampingan karbon H dan O (C1H dan O). Unsur-unsur tersebut akan timbul sebagai oksida nitrogen dan sulfur pada waktu senyawa ini dioksider dalam bomb calorimeter. Analisis kimia untuk mendapatkan energi bruto bahan pakan dengan prosedur ADAC (1990). Gross energy (GE) adalah energy yang terkandung dalam bahan pakan berdasarkan nilai ekuivalen untuk kaarbohidrat 4,1 kkal/ g (17,2 kJ/ g), lemak 9,5 kkal/ g (39,8 kJ/ g), dan protein 5,6 kkal/ g (23,4 kJ/ g) (Bioscientiae, 2011). Energy kotor (gross energy, GE) juga merupakan sejumlah panas yang dilepaskan oleh satu unit bobot bahan kering pakan bila dioksidasi sempurna. Energy kotor bahan pakan ditentukan dengan jalan membakar dalam bomb calorimeter. Tidak semua GE bahan pakan dapat dicerna, sebagian akan dikeluarkan bersama feses. Energy kotor dalam feses disebut feal energy (FE) (Hermawati, 2011).
  • 46. 46 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 1. Kesimpulan Pemberian nomenklatur bertujuan untuk menghindari kesamaan nama antara jenis pakan yang satu dengan pakan yang lain. Pemberian nama terbagi menjadi enam faset yaitu ; asal, bagian, proses, umur, defoliasi dan grade. Dan pengenalan alat digunakan untuk mempermudah proses praktikum karena praktikan sudah mengetahui kegunaan alat yang telah dikenalkan. 2. Kualitas sifat fisik suatu bahan tergantung dari berat jenis (density), luas permukaan spesifik, daya ambang dan susut tumpukan. 3. Analisis proxsimat dapat digunakan untuk menghitung kadar komposisi bahan pakan tetapi tidak dapat memberikan penjelasan kualitas suatu bahan. 4. Semakin kecil asam lemak bebas yang terkandung pada bahan makanan ternak menunjukan bahan tersebut tidak mudah tengik atau basi dan sebaliknya. 5. Tinggi rendahnya energi dipengaruhi oleh kandungan protein. 6. Hasil dari analisis proxsimat, Free Fatty Acid, dan Energi Bruto dapat digunakan dalam penyusunan ransum. 6.2 1. Saran Saat praktikum alat yang akan digunakan sebagai wadah bahan yang akan ditimbang harus dikeringkan terlebih dahulu. 2. Praktikan harus lebih teliti lagi dalam menjalani praktikum agar hasil yang didapat lebih tepat. 3. Perlu diperhatikan cara menentukan batas tinggi cairan yang diukur dalam proses titrasi. 4. Saat menimbang dan mengambil sesuatu dari oven atau tanur harus mengunakan alat penjepit. 5. Saat melakukan perhitungan harus lebih teliti lagi.
  • 47. 47 DAFTAR PUSTAKA Agus, B.M. 1987. Pedoman Meramu Pakan Unggas. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Anggorodi. 1991. Ilmu Bahan Pakan Ternak Umum. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. AOAC. 1990. Official Methods of Analisis. Asosiaion of Official Analitic Chemist. Washington DC. USA. Axe, D.E. 1995. Factors Affecting Uniformity of a Milk. Mailinkrodt Feed Ingredients. Mundelain. Bamualim, A. 1994. Usaha Peternakan Sapi Perah di Nusa Tenggara Timur. Prosiding Seminar Pengolahan dan Komunikasi Hasil – Hasil Penelitian Peternakan dan Aplikasi Paket Teknologi Pertanian. Sub Balai Penelitian Ternak Lili / Balai Informasi Pertanian Noelbaki. Kupang. Chung, D.S. And C.H. Lee. 1985. Grain Phisical and Thermal Properties Related to Drying and Aeration. ACIAR Proceeding No. 71. Australia. Guntoro, S. 2008. Membuat Pakan Ternak dari Limbah Perkebunan. Agromedia Pustaka. Jakarta.
  • 48. 48 Hartadi, H. 1992. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta. Hartadi, H., Soedomo R., dan A.D. Tillman. 1990. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Hartati, Sri. 2002. Nutrisi Ternak Dasar. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. Jaelani, A. dan N. Firahmi. 2007. Kualitas Sifat Fisik dan Kandungan Nutrisi Bungkil Inti Sawit dari Berbagai Proses Pengolahan Crude Palm Oil (CPO). Laporan Penelitian. Fakultas Pertanian Universitas Islam Kalimantan. Kamal, M. 1998. Bahan Pakan dan Ransum Ternak. Laboratorium Makanan Ternak Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Kartadisastra, H.R. 1994. Beternak Kelinci Unggas. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Khalil. 1999. Pengaruh Kandungan Air dan Ukuran Partikel terhadapSifat Fisik Pakan Lokal : Sudut Tumpukan, Kerapatan Tumpukan, Kerapatan Pemadatan Tumpukan, Berat Jenis, Daya Ambang, dan Faktor Higroskopis. Media Peternakan 22 (1) : 1 – 11.
  • 49. 49 Lay, W.A., D. Amalo, Y.R. Noach dan G. Malelak. 2002. Analisis Pertumbuhan Finansial Penggunaan Blok Suplemen Pakan Gula Lontar (BSPGL) pada Pemeliharaan Sapi Bali Jantan Muda. Laporan Penelitian Proyek Indonesia – Australia Pasca IAEUP Fakultas Peternakan Universitas Cendana, Bali. Lu, C.D. and M.J. Potchoiba. 1990. Feed Intake and Weight Gain of Goats Fed Diets of Various Energy and Protein Levels. J. Anim. Sci. 68 : 1751 – 1759. Lubis, D. A. 1993. Ilmu Makanan Ternak. PT Pembangunan. Bogor. Piliang, G.W. dan S. Djojosoebagio. 2006. Fisiologi Nutrisi Volume 1. Percetakan IPB. Bogor. Prasetyastuti, et.al. 1988. Pedoman Praktis Cara Pemberian Pakan: Malang. Proyek Kali Konto A 206. Prasetyo, A., T. Herawati, dan Muryanto. 2006. Produksi dan Kualitas Limbah Pertanian sebagai Pakan Subtitusi Ternak Ruminansia Kecil Di Kabupaten Brebes. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah, Ungaran. Rasyaf, M. 1994. Pakan Ayam Broiler. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Sibbald, I.R. and M.S. Wolynetz. 1985. Relationships between estimates of bioavailable energy made with adult cockrerels and chicks: Effect of feed intake and nitrogen retention. Poultry Sci., 64: 127-138.
  • 50. 50 Soejono, M. 2004. Petunjuk Laboratorium Analisis dan Evaluasi Pakan. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Sudarmadji, S. 1997. Prosedur untuk Analisa Bahan Pakan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta. Suhartanto, B. 2000. Kecernaan Kompartimental Riel Nitrogen Pakan Di dalam Intestinum dan Rundamen Transformasinya Ke dalam Nitrogen Mikroorganisme pada Ruminansia : Aplikasi dan Evaluasi Bahan Pakan yang Telah Diukur Protein Real Tercernanya dalam Intestinum pada Ransum. Karya Ilmiah Hasil Penelitian Lembaga Penelitian UGM. Yogyakarta. Suhartati, F.M., W. Suryapratama, dan S. Rahayu. 2004. Analisis Sifat Fisik Rumput Lokal. Animal Production, Vol 6, No.1:37-42. Sulistyo, J., Y.S. Soeka, E. Triana dan R.N.R. Napitupulu. 1999. Bioprocessing of fermented coconut oil by application of enzilmatic technology. Berita biologi 4 (5): 273-279 Sutardi, Tri R., W. Suryapratama, Munasik, dan T. Widiyastuti. 2002. Bahan Kuliah Ilmu Bahan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan, Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. Sutardi, T.R., E. Aris, dan S. Rahayu. 2003. Bahan Pakan dan Formulasi Ransum. Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
  • 51. 51 Sutardi, T.R. 2004. Ilmu Bahan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. Suwandyastuti, S.N.O., Suparwi, Zubaidah, dan Rimbawanto. 1989. Kecernaan Energi dan Protein Kompos Jamur Merang (Mushroom straw) pada Pedet Jantan Lepas Sapih. Laporan Peneitian. Fakultas Peternakan. Universitas Jenderal Soedirman. Thomson, F.M. 1993. Hand Book of Powders Science and Technology 391, 393, eds, M. E. Fayed and L. Otten. New York. Tillman, A.D. 1993. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Wina, E. 2001. Tanaman Pisang sebagai Pakan Ternak Ruminansia. WARTAZOA Vol.11, No.1:20-27. Winarno, F.G. 1987. Enzim Pangan. Gramedia. Jakarta. Yani, A. 2004. Pengaruh Teknologi Silase terhadap Nilai Nutrisi Bagasse Tebu pada Sapi Bali. Jurnal Ilmiah Ilmu – Ilmu Peternakan, Vol. VII. No. 4.