1. MAKALAH
EVALUASI KINERJA DAN KOMPENSASI
RANGKUMAN MATERI MATA KULIAH EVALUASI KINERJA & KOMPENSASI
Dosen Pengampu: Ade Fuji SE., MM.
oleh:
Nicky Hikmat (11141043)
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BINA BANGSA
BANTEN
2017
2. Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugerah dari-Nya
kami dapat menyelesaikan makalah rangkuman dari mata kuliah Evaluasi Kinerja &
Kompensasi. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan
besar kita, Nabi Muhamad SAW yang telah menunjukan kepada kita semua jalan yang
lurus berupa ajaran agama Islam yang sempurna dan menjadi anugerah terbesar bagi
seluruh alam semesta.
Kami berterimakasih kepada pihak yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca. Kami mengharapkan kritik dan saran terhadap makalah ini agar
kedepannya dapat kami perbaiki. Karena kami sadar, makalah yang kami buat ini masih
banyak terdapat kekurangannya.
Serang, 7 November 2017
Penulis
3. Daftar Isi
Kata Pengantar.................................................................................................................i
Daftar Isi.........................................................................................................................ii
BAB I
Pendahuluan.....................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................4
1.3 Tujuan......................................................................................................................4
BAB II
Pembahasan.....................................................................................................................5
2.1 Pengembangan Sumber Daya Manusia...................................................................5
2.2 Strategi Sumber Daya Manusia...............................................................................5
2.3 Kinerja.....................................................................................................................6
2.4 Pengertian Pelatihan dan Pengebangan ...................................................................7
2.5 Tujuan Pelatihan dan Pengembangan......................................................................8
2.6 Teknik-teknik pelatihan pengembangan..................................................................9
2.7 Pengertian Motivasi Kerja....................................................................................12
2.8 Teori-Teori Motivasi.............................................................................................15
2.9 Kepuasan Kerja Dalam Organisasi........................................................................24
2.10 Manfaat Human Resource Scorecard.................................................................27
BAB III
Penutup..........................................................................................................................30
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................30
4. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu factor penentu keberhasilan perusahaan adalah kinerja dan
produktivitas karyawan atau SDM. Setiap organisasi atau instansi dalam melaksanakan
program yang diarahkan selalu berdaya guna untuk mencapai tujuan perusahaan. Salah
satu caranya adalah meningkatkan kinerja Karyawan.
Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan
sehingga mereka mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada
instansi atau organisasi termasuk pelayanan kualitas yang disajikan. Strategi
peningkatan kinerja adalah cara perusahaan untuk meningkatkan kinerja karyawan agar
tujuan perusahaan dapat tercapai. Agar strategi peningkatan kinerja tersebut dapat
berhasil maka perusahaan perlu mengetahui sasaran kinerja. Sasaran kinerja yang
menetapkan adalah individu secara spesifik, dalam bidang proyek, proses, kegiatan rutin
dan inti yang akan menjadi tanggung jawab karyawan. Jika sasaran kinerja ditumbuhkan
dalam diri karyawan akan membentuk suatu kekuatan diri, dan jika situasi lingkungan
kerja turut menunjang maka pencapaian kinerja akan lebih mudah (Anwar Prabu
Mangkunegara, 2005:68).
Sumber daya manusia merupakan sumber daya terpenting dalam suatu organisasi,
dimana orang-orang atau karyawan tersebut memberikan tenaga, bakat, kreativitas, dan
usaha mereka kepada organisasi. Oleh karena itu, manusia merupakan slah satu factor
penentu keberhasilan dalam suatu organisasi, karena manusia memberikan kontribusi
besar dibandingkan dengan factor-faktor yang lain. Untuk mendapatkan tenaga kerja
atau karyawan yang cakap, maka bagian SDM dalam suatu perusahaan harus
mengadakan penarikan tenaga kerja atau karyawan secara selektif agar sesuai dengan
job description dan job specification. Pimpinan perusahaan juga harus dapat membina,
megkoordinasikan, dan mengarahkan karyawan sesuai dengan tujuan perusahaan. Hal
ini sangan diperlukan karena tidak semua karyawan baru secara langsung dapat sesuai
5. dengan kebutuhan. Mereka harus dilatih agar dapat mengerjakan pekerjaannya dengan
efektif.
Untuk meningkatkan kinerja para karyawan, pimpinan perlu mengadakan latihan
dan pengembangan karyawan. Motivasi dan kepuasan kerja juga harus ditumbuhkan
dalam diri karyawan. Motivasi ialah suatu konsep yang menguraikan tentang kekuatan-
kekuatan yang ada dalam diri karyawan yang memulai dan mengarahkan perilaku
(Gibson).
Ialah keinginan untuk berusaha atau berupaya sekuat tenaga untuk mencapai
tujuan organisasi yang dikondisikan atau ditentukan oleh kemampuan usaha/upaya
untuk memenuhi suatu kebutuhan individual (Stephen P. Robinson).
Dari dua batasan atau definisi tersebut pada intinya adalah mempunyai kesamaan
pengertian walaupun ada perbedaan redaksional. Motivasi secara umum berkaitan
dengan usaha untuk memnuhi semua tujuan organisasi supaya dapat merepleksikan
perhatian kita pada perilaku yang berkaitan dengan pekerjaan. Dalam batasan/definisi
tersebut didapat tiga elemen kunci, yaitu: usaha tujuan, organisasi, dan kebutuhan.
Karena semua itu juga merupakan suatu cara efektif untuk menghadapi beberapa
tantangan yang dihadapi oleh banyak perusahaan.
Dalam pengelolaan organisasi, seorang manajer harus mempertimbangkan suatu
motivasi yang berbeda untuk sekelompok orang, yang dalam banyak hal tidak dapat
diduga sebelumnya. Keanekaragman ini menyebabkan perbedaan perilaku, dalam hal
ini beberapa hal berkaitan dengan titik tolak individu yaitu kebutuhan tujuan.
Setiap anggota organisasi dalam mencapai tujuan organisasi timbul adanya
perasaan kepuasan kerja dan ketidak puasan. Oleh karena itu setiap pimpinan atau
manajer suatu organisasi perlu menciptakan suatu iklim yang sehat secara etis bagi
anggotanya atau pegawainya, dimana mereka melakukan pekerjaan secara maksimal
dan produktif. Hal ini sudah barang tentu adanya perilaku individu dalam organusasi
yang merupakan interaksi antara karakteristik individu dan karakteristik organsasi
(Thoha, 1998).
6. Perilaku organisasi merupakan suatu perilaku terapan yang dibangun atas
sumbangan dari sejumlah disiplin perilaku, seperti yang menonjolkan psikologi,
sosiologi, psikologi sosial, antropologi, dan ilmu politik (Robbins, 2001). Sedangkan
yang menyangkut kepuasan kerja (job satisfaction) merupakan yang disumbangkan
dalam psikologi. Selain itu diperluas juga yang mencakup pembelajaran, persepsi,
kepribadian, pelatihan, keefektifan kepemimpinan, kebutuhan dan kekuatan motivasi,
proses pengambilan keputusan, penilaian kinerja, pengukuran sikap, teknik seleksi
pegawai, desain pekerjaan dan stress kerja.
Dan supaya perusahan dapat terus memantau perkembangan atas kinerja
karyawannya, maka perusahaan perlu menerapkan HR Score Card (Pengukuran Kinerja
SDM) dan melakukan audit kerja.
Human resource scorecard adalah suatu alat untuk mengukur dan mengelola
kontribusi strategic dari peran human resources dalam menciptakan nilai untuk
mencapai strategi perusahaan
Menurut (Brian E. Becker, Mark A. Huselid dan Dave Ulrich, 2009:21), human
resource scorecard adalah kapasitas untuk merancang dan menerapkan system
pengukuran SDM yang strategis dengan mempresentasikan “alat pengungkit yang
penting) yang digunakan perusahaan untuk merancang dan mengarahkan strategi SDM
yang lebih efektif secara cermat.
Menurut (Nurman, 2008:1), human resource scorecard adalah suatu alat untuk
mengukur dan mengelola kontribusi strategic dari peran human resources dalam
menciptakan nilai untuk mencapai strategi perusahaan.
7. 1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang masalah diatas adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana strategi kinerja yang efektif?
2. Metode-metode apa saja yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja yang
efektif?
3. Apa saja teori-teori motivasi?
4. Apa yang dimaksud dengan kepuasan kerja dalam organisasi?
5. Apa manfaat human resource score card?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan berdasarkan rumusan masalah diatas adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui strategi kinerja yang efektif
2. Untuk mengetahui metode-metode yang harus dilakukan untuk meningkatkan
kinerja yang efektif.
3. Untuk mengetahui teori-teori motivasi
4. Untuk mengetahui teori kepuasan kerja dalam organisasi.
5. Untuk mengetahui manfaat human resource score card.
8. BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengembangan Sumber Daya Manusia
Karyawan dalam suatu organisasi sebagai sumber daya manusia, dan sebagai hasil
proses seleksi harus dikembangkan agar kemampuan mereka dapat mengikuti
perkembangan organisasi. Di dalam suatu organisasi, unit atau bagian yang mempunyai
tugas untuk pengembangan tenaga ini biasanya unit pendidikan dan pelatihan karyawan.
Pengembangan sumber daya manusia dapat diartikan sebagai upaya mempersiapkan
karyawan (sumber daya manusa) agar dapat bergerak dan berperan dalam organisasi
sesuai dengan pertumbuhan, perkembangan dan perubahan suatu organisasi.
Oleh sebab itu, kegiatan pengembangan karyawan dirancang untuk memperoleh
karyawan-karyawan yang mampu berprestasi dan fleksibel untuk suatu organisasi atau
instansi dalam geraknya dimasa depan.
Pengembangan sumber daya manusia juga merupakan suatu cara efektif untuk
menghadapi beberapa tantangan yang dihadapi oleh banyak perusahaan (T. Hani
Handoko, 2000:117).
2.2 Strategi Sumber Daya Manusia
Strategi (strategy) adalah kerangka acuan yang terintegrasi dan komprehensif
yang mengarahkan pilihan-pilihan yang menentukan bentuk dan arah aktivitas-aktivitas
organisasi menuju pencapaian tujuan-tujuannya.
Departemen sumber daya manusia haruslah berfungsi sebagai rekan/mitra dalam
menyusun rencana strategic organisasi dikarenakan sumber daya manusia merupakan
pertimbangan kunci dalam membentuk strategi, baik itu yang praktis maupun yang
dapat dilaksanakan (Henry Simamora, 1997:38).
9. Strategi sumber daya manusia (human resources strategy) adalah pola atau
rencana yang mengintegrasikan tujuan-tujuan pokok, kebijakan-kebijakan, dan prosedu-
prosedur kedalam rencana keseluruhan yang kohesif. Strategi sumber daya manusia
yang terformulasi dengan baik akan membantu mengumpulkan dan mengalokasikan
sumber-sumber daya perusahaan kedalam suatu entitas unik berdasarkan kekuatan-
kekuatan dan kelemahan-kelemahan internalnya, perubahan-perubahan lingkungannya,
dan tindakan-tindakan pesaing yang terantisipasi (Henry Simamora, 1997:39).
2.3 Kinerja
1. Pengertian Kinrja
Istilah kinerja berasal dari kata Job Performance atau Actual Performance
(prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang). Pengertian
kinerja (prestasi kerja) merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai
oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan kepadanya (Anwar Prabu Mangkunegara, 2005:67).
Secara definitif Bernardin dan Russel, menjelaskan kinerja merupakan catatan
outcome yang dihasilkan dari fungsi karyawan tertentu atau kegiatan yang dilakukan
selama periode waktu tertentu (Ambar T. Sulistiyani dan Rosidah, 2003:223). Kinerja
pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan sehingga
mereka mempengaruhi seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada instansi
atau organisasi termasuk kualitas pelayanan yang disajikan.
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah factor kemampuan (ability) dan
factor motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat (Keith Davis dalam Anwar
Prabu Mangkunegara, 2005:67) yang merumuskan bahwa:
a. Human Performance = Ability + Motivation
10. b. Motivation = Attitude + Situation
c. Ability = knowledge + Skill
3. Sasaran Kinerja
Sasaran kinerja yang menetapkan adalah individual secara spesifik, dalam bidang
proyek, proses, kegiatan rutin dan inti yang akan menjadi tanggung jawab karyawan.
Sedangkan menurut (Ruky, 2001:149), sasaran kinerja dapat diterapkan sebagai berikut,
pimpina unit yang bersangkutan dengan kesempatan bawahannya yaitu para sub-unit,
menyatakan bahwa sasaran yang harus mereka capai dalam kurun waktu tahun ini
misalnya, adalah sasaran bersama dan menjadi sasaran kecil bagi tiap bagian dari unit
tersebut. Sasaran kinerja adalah kinerja karyawan, sehingga diperoleh informasi yang
akurat tentang kinerja tersebut, apakah memuaskan atau tidak. Unit-unit ditingkat bawah
mungkin telah menjadi sasaran yang mereka tetapkan, dan sebaliknya mereka yang ada
dipuncak mungkin belu memenuhi sasaran.
2.4 Pengertian Pelatihan dan Pengebangan
1. Pengertian pelatihan
Pengertian pelatihan dan pengembangan berbda. Latihan (training) dimaksudkan
untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan dan teknik pelaksanaan kerja
tertentu, teinci dan rutin (T. Hani Handoko, 2004:104). Latihan menyiapkan para
karyawan untuk melakukan pekerjaan sekarang.
Latihan adalah proses sistematik pengubahan perilaku para karyawan dalam suatu
arah guna meningkatkan suatu tujuan-tujuan organisasional (Ambar T. Sulistiyani dan
Rosidah, 2003:175). Latihan biasanya dimulai dengan orientasi, yakni suatu proses
dimana para karyawan diberi informasi dan pengetahuan mengenai kebijakan-kebijakan
personalia, organisasi dan harapan-harapan untuk performance tertentu. Dalam latihan
diciptakan suatu lingkungan dimana para karyawan dapat memperoleh atau mempelajari
keahlian, perilaku yang spesifik yang didudukinya sekarang. Menurut (Andrew E.
Sikula dan Anwar Prabu Mangkunegara, 2005:44), bahwa pelatihan (training) adalah
11. suatu proses pendidikan jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan
terorganisir dimana karyawan non-manajerial mempelajari pengetahuan dan
ketrampilan teknis dalan tujuan terbatas.
2. Pengertian pengembangan
Dilain pihak, organisasi ingin menyiapkan para karyawan untuk memegang
tanggung jawab pekerjaan diwaktu yang akan dating, kegiatan ini disebut
pengembangan sumber daya manusia. Pengembangan (development) mempunyai ruang
lingkup lebih luas dalam upaya memperbaiki dan meningkatkan pengetahuan,
kemampuan, sikap dan sifat-sifat kepribadian (T. Hani Handoko, 2004:104).
Definisi lain pengembangan (development) adalah mewakili suatu investasi yang
berorientasi kemasa depan dalam diri karyawan (Ambar T. Sulistiyani dan Rosidah,
2003:176). Pengembangan didasarkan pada kenyataan bahwa seorang karyawan
membutuhkan serangkaian pengetahuan, keahlian, dan kemampuan yang berkembang
supaya bekerja dengan baik dan sukses ada setiap posisi yang ditemui selama karirnya.
2.5 Tujuan Pelatihan dan Pengembangan
Kegiatan-kegiatan latihan dan pengembangan merupakan tanggung jawab bagian
SDM dan pimpinan langsung. Pimpinan mempunyai tanggung jawab atas kebijakan-
kebijakan umum dan prosedur yang dibutuhkan untuk menerapkan program latihan dan
pengembangan. Oleh karena itu, komitmen pimpinan sangat penting agar latihan dan
pengembangan karyawan berlangsung secara efektif, baik dari perencanaan, proses serta
tujuan dari latihan dan pengembangan dapat tercapai.
Adapun tujuan latihan dan pengembangan menurut (Henry Simamora dalam
Ambar T. Sulistiyani dan Rosidah, 2003:174) yaitu:
1. Memperbaiki kinerja.
2. Memutakhirkan keahlian para karyawan sejalan dengan kemajuan teknologi
3. Mengurangi waktu belajar karyawan baru supaya menjadi kompeten.
4. Membantu memecahkan persoalan operasional.
12. 5. Mempersiapkan karyawan baru untuk promosi.
6. Mengorientasikan karyawan terhadap organisasi.
7. Memenuhi kebutuhan-kebutuhan pertumbuhan pribadi.
8. Untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja karyawan dalam memncapai
sasaran-sasaran yang telah diterapkan.
Selain itu, menurut (Ambar T. Sulistiyani dan Rosidah, 2003:177), ada berbagai manfaat
latihan dan pengembangan, yaitu:
1. Meningkatkan kualitas produktifitas.
2. Menciptakan sikap, loyalitas, dan kerjasama yang lebih menguntungkan.
3. Memenuhi kebutuhan perencanaan sumber daya manusia.
2.6 Teknik-teknik pelatihan pengembangan
1. Tahap-tahap latihan
Program latihan mempunyai tiga tahap aktifitas (Barnardin dan Russell dalam
Ambar T. Sulistiyani dan Rosidah, 2003:178), yaitu:
a. Penilaian kebutuhan latihan (need assessment), tujuannya adalah mengumpulkan
informasi untuk menentukan dibutuhkan atau tidaknya program latihan.
b. Pengembangan program latihan (development), bertujuan untuk merancang
lingkungan latihan dan metode-metode latihan yang dibutuhkan guna mencapai
tujuan latihan.
c. Evaluasi program latihan (evaluation), tujuannya untuk menguji apakah program-
program latihan yang telah dijalani, secara efektif mampu mencapai tujuan yang
telah ditetapkan.
2. Penilaian kebutuhan akan pelatihan dan pengembangan
Keputusan menyelenggarakan latihan harus berdasar pada data yang telah
dihimpun dengan melakukan suatu penilaian kebutuhan-kebutuhan. Penilaian
kebutuhan mendiagnosis masalah-masalah saat ini dan tantangan-tantangan dimasa
yang akan dihadapi. Organisasi yang tidak melakukan penilaian kebutuhan
13. kemungkinan akan banyak melakukan kesalahan dan gagal menyelenggarakan
programnya.
Tiga taraf penilaian kebutuhan akan latihan dan pengembangan yaitu:
a. Kebutuhan dalam taraf organisasi (organizational needs)
Dalam taraf ini pengungkapan kebutuhan akan latihan (identification of training
needs) akan menyoroti tempat atau organisasi yang sangat membutuhkan latihan
dengan analisis organisasi sehingga dalam analisis organisasi harus terjawab
pertanyaan-pertanyaan pokok, dimana latihan sangan diperlukan.
b. Kebutuhan pada level jabatan (occuptiona needs)
Untuk mengungkapkan pada taraf ini digunakan analisis pekerjaan atau analisis
jabatan. Dalam analisis jabatan ini harus dijawab kecakapan, pengetahuan atau sikap
apa yang dibutuhkan untuk menduduki suatu jabatan tertentu sehingga dapat
dijalankan sebagai pekerjaan atau tugas dalam jabatan (job specification).
c. Kebutuhan pada taraf perorangan (individual needs)
Unruk mengungkapkan kebutuhan dan latihan pada taraf ini digunakan analisis yang
disebut assessment atau spesifikasi secara perorangan.
3. Metode pelatihan dan pengembangan
Menurut (Murti Sumarni dan John Soeprihanto, 2003:374), ada dua metode
latihan dan pengembangan, yaitu:
a. Dua metode dasar dalam melaksanakan pengembangan karyawan
1) Latihan (trainng)
Latihan adalah suatu kegiatan untuk memperbaiki kemampuan seorang
karyawan dengan cara meningkatkan kemampuan dan ketrampilan
karyawan dalam menjalankan suatu pekerjaan.
14. 2) Pendidikan (education)
Pendidikan adalah latihan untuk memperbaiki latihan seorang karyawan
tentang pengetahuan umum dan pengetahuan ekonomi pada umumnya,
termasuk peningkatan penguasaan teori dan ketrampilan mengambil
keputusan dalam menghadapi persoalan-persoalan organisasi perusahaan.
b. Prinsip-prinsip yang digunakan sebagai pedoman dalam melatih karyawan agar
latihan dan pengembangan dapat berjalan dengan baik.
1) Adanya dorongan atau motivasi yang jelas bagi peserta latihan (trainee).
2) Adanya laporan kemajuan (progress report).
3) Adanya ganjaran atau pujian (reinforcement).
4) Adanya partisipasi aktif dari para peserta latihan (active participation).
5) Diusahakan metode latihan yang sesuai.
Program-program latihan dan pengembangan dirancang untuk meningkatkan prestasi
kerja, mengurangi absensi dan perputaran, serta memperbaiki kerja.
Ada dua kategori pokok program latihan dan pengembangan, yaitu:
a) Metode praktis (on the jos training)
Teknik on the job training merupakan merode latihan yang paling banyak
digunakan. Latihan dengan menggunakan metode ini dilakukan ditempat kerja.
Karyawan dilatih tentang pekerjaan baru supevisi langsung seorang pelatih yang
berpengalaman. Metode latihan ini sangat ekonomis, karena tidak perlu
membiayai para trainers dan trainee, tidak perlu menyediakan peralatan dan ruang
khusus.
Ada beberapa metode pelatihan on the job training, yaitu:
1) Pembekalan (coaching)
Coaching adalah bentuk pelatihan dan pengembangan yang dilakukan
ditempat kerja oleh atasan dengan membimbing petugas melakukan pekerjaan
secara informal dan biasanya tidak terencana, misalnya bagaimana bagaimana
melakukan pekerjaan, bagaimana memecahkan masalah.
15. 2) Rotasi jabatan (job rotation)
Job rotation adalah program yang direncanakan secara formal dengan cara
menugaskan karyawan pada beberapa pekerjaan yang berbeda dan dalam
bagian yang berbeda dengan organisasi untuk menambah pengetahuan
mengenai pekerjaan dalam organisasi.
3) Latihan intruksi jabatan (job instruction training)
Job instruction training adalah latihan dimana ditentukan seseorang bertindak
sebagai pelatih untuk mengintruksikan bagaimana melakukan pekerjaan
tertentu dalam proses kerja.
4) Magang (apprenticeship)
Apprenticeship adalah pelatihan yang mengombinasikan antara pelajaran
dikelas dengan praktek dilapangan, yaitu setelah sejumlah teori diberikan
kepada peserta, peserta dibawa praktek kelapangan.
5) Penugasan sementara
Penempatan karyawan pada posisi manajerial atau sebagai anggota panitia
tertentu untuk jangka waktu tertentu yang ditetapkan. Karyawan terlibat dalam
pengambilan keputusan dan pemecahan masalah-masalah organisasional yang
nyata.
b) Teknik-teknik presentasi informasi dan metode-metode simulasi (off the job)
Pendidikan atau pelatihan dengan menggunakan metode ini berarti karyawan
sebagai peserta diklat keluar sementara dari kegiatan atau pekerjaannya.
Kemudian mengikuti pendidikan atau pelatihan dengan menggunakan teknik-
teknik belajar mengajar seperti lazimnya.
2.7 Pengertian Motivasi Kerja
Motivasi menurut (Luthas, 1992) berasal dari kata latin movere, yang artinya
“bergerak”. Motivasi merupakan suatu proses yang dimulai dengan adanya kekurangan
psikologis atau kebutuhan yang menimbulkan suatu dorongan dengan maksud mencapai
suatu tujuan atau insentif. Pengertian proses motivasi ini dapat dipahami melalui
hubungan antara kebutuhan, dorongan dan insentif (tujuan).
16. Motivasi dalam dunia kerja adalah sesuatu yang dapat menimbulkan semangan
atau dorongan kerja. Menurut (As’ad, 2004) motivasi kerja dalam psikologi karya biasa
disebut pendoronga semangat kerja. Kuat dan lemahnya motivasi seorang tenaga kerja
ikut menentukan besar kecilnya prestasi.
Menurut (Munandar, 2001) motivasi kerja memiliki hubungan dengan prestasi
kerja. Prestasi kerja adalah hasil dari interaksi antara motivas kerja, kemampuan dan
peluang. Keterkaitan antara motivasi dan prestasi kerja dapat dirumuskan sebagai
berikut: Bila motivasi kerja rendah, maka prestasi kerja akan rendah meskipun
kemampuannya ada dan baik, serta meiliki peluang.
Motivasi kerja seseorang dapat bersifat proaktif atau reaktif. Pada motivasi kerja
yang proaktif seseorang akan berusaha meningkatkan kemampuan-kemampuannya
sesuai dengan yang dituntut oleh pekerjaannya atau akan berusaha untuk mencari,
menemukan atau menciptakan peluang dimana ia akan menggunakan kemampuan-
kemampuannya untuk dapat berprestasi yang tinggi. Sebaliknya, motivasi kerja yang
bersifat reaktif, cendrung menunggu upaya untuk tawaran dari lingkungannya.
Motivasi kerja merupakan pemberian dorongan. Pemberian dorongan ini
dimaksudkan untuk mengingatkan orang-orang atau karyawan agar mereka
bersemangan dan dapat mencapai hasil sesuai dengan tuntutan perusahaan. Oleh karena
itu seorang manajer dituntut pengenalan atau pemahaman akan sifat dan karakteristik
karyawannya, suatu kebutuhan yang dilandasi motif, maka manajer dapat
mempengaruhi bahawannya untuk bertindak sesuai dengan keinginan organisasi.
Menurut (Maryoto, 2000) motivasi kinerja adalah sesuatu yang menimbulkan
dorongan atau semangat kerja. Menurut (Gitosudarmo dan Mulyono, 1999) motivasi
adalah suatu factor yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu perbuatan atau
kegiatan tertentu, oleh karena itu motivasi seringkali diartikan pula sebagai factor
pendorong perilaku seseorang. Setiap tindakan yang dilakukan oleh seorang manusia
pasti memiliki sesuatu factor yang mendorong perbuatan tersebut. Motivasi atau
dorongan untuk bekerja ini sangat penting bagi tinggi rendahnya produktivitas
perusahaan. Tanpa adanya motivasi dari para karyawan atau pekerja untuk bekerja sama
bagi kepentngan perusahaan maka tujuan yang telah ditetapkan tidak akan tercapai.
17. Sebaliknya apabila terdapat motivasi yang besar bagi para karyawan maka hal tersebut
merupakan suatu jaminan atas keberhasilan perusahaan dalam mencapai tujuannya
Motivasi atau dorongan kepada karyawan untuk bersedia bekerja bersama demi
tercapainya tujuan bersama ini terdapat dua macam, yaitu:
1) Motivasi finansial, yaitu dorongan yang dilakukan dengan memberikan imbalan
finansial kepada karyawan. Imbalan tersebut sering disebut insentif.
2) Motivasi non finansial, yaitu dorongan yang diwujudkan tidak dalam bentuk
finansial/uang, akan tetapi berupa hal-hal seperti pujian, penghargaan,
pendekatan manusia dan lain sebagainya.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa motivasi pada dasarnya adalah kondisi
mental yang mendorong dilakukannya suatu tindakan (action atau activities) dan
memberikan kekuatan yang mengarah kepada pencapaian kebutuhan, memberi
kepuasan ataupun mengurangi ketidak seimbangan.
Teori motivasi dikelompokan menjadi dua kelompok, yaitu teori kepuasan
(content theory) dari teori proses (process theory). Teori ini dikenal dengan dengan
nama konsep Hihiene, yang mana cakupannya adalah:
1) Isi pekerjaan, hal ini beekaitan langsung dengan sifat-sifat dari suatu pekerjaan
yang dimiliki oleh tenaga kerja yang isinya meliputi: Prestasi, upaya dari
pekerjaan atau karyawan sebagai aset jangka panjang dalam menghasilkan
sesuatu yang positif didalam pekerjaannya, pengakuan, pekerjaan itu sendiri,
tanggung jawab pengembangan potensi individu.
2) Faktor higienis, suatu motivasi yang dapat diwujudkan seperti halnya: Gaji dan
upah, kondisi kerja, kebijakan dan administrasi perusahaan, hubungan antar
pribadi, kualitas supervise.
Pada teori tersebut bahwa perencanaan pekerjaan bagi karyawan haruslah
menunjukan keseimbangan antara dua factor.
18. 2.8 Teori-Teori Motivasi
Teori motivasi bervariasi, yaitu menurut isi motivasi dan proses motivasi. Teori
yang berhubungan dengan pengidentifikasian isi motivasi berkaitan dengan apa yang
memotivasi tenaga kerja. Sedangkan teori proses lebih berkaitan dengan bagaimana
proses motivasi berlangsung. Sehingga dalam modul 2 ini akan dibahas delapan teori
motivasi, empat teori dari teori motivasi isi, yaitu: teori tata tingkatan-kebutuhan, teori
eksistensi-relasi-pertumbuhan, teori dua factor, teori motivasi berprestasi, dan empat
teori motivasi proses, yaitu: teori penguatan, teori tujuan, teori ekspektasi, dan teori
equity. Kedelapan teoti ini akan memberikan kontribusi tentang motivasi kerja.
1. Teori motivasi isi
a) Teori rata-rata tingkat-kebutuhan
Setiap individu meiliki needs (kebutuhan, dorongan intrinsic factor), yang
pemunculannya sangat terkait dengan kepentingan individu. Dengan kenyataan
ini, kemudian maslow membuat “need hierarchy theory” unyuk menjawab
tentang tingkatan kebutuhan manusia. Begitu juga individu sebagai karyawan
tidak bisa melepaskan diri dari kebutuhan-kebutuhannya.
Menurut Maslow, kebutuhan-kebutuhan manusia dapat digolongkan
dalam lima tingaktan sebagai berikut:
1) Physiological needs (kebutuhan bersifat biologis). Merupakan suatu
kebutuhan yang sangat mendasar. Contohnya: kita memerlukan makan, air,
dan udara untuk hidup. Kebutuhan ini merupakan untuk hidup. Kebutuhan ini
merupakan kebutuhan yang sangat primer, karena kebutuhan inik telah ada
sejak lahir. Jika kebutuhan ini tidak dipenuhi, maka individu berhenti
eksistensinya.
2) Safety needs (kebutuhan rasa aman). Merupakan kebutuhan untuk merasa
aman baik secara fisik maupun psikologis dari gangguan. Apabila kebutuhan
ini diterapkan dalam dunia kerja maka individu membutuhkan keamanan
jiwanya ketika bekerja.
19. 3) Social needs (kebutuhan-kebutuhan sosial). Manusia pada dasarnya adalah
makhluk sosial, sehingga mereka memiliki kebutuhan-kebutuhan sosial,
sehingga mereka mempunyai kebutuhan-kebutuhan sosial sebagai berikut:
Kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain dimana ia hidup
dan bekerja.
Kebutuhan akan perasaan dihormati, karena setiap manusia merasa
dirinya penting.
Kebutuhan untuk dapat berprestasi.
Kebutuhan untuk ikut serta (sense of participation)
4) Esteem needs (kebutuhan akan harga diri). Penghargaan meliputi factor
internal, sebagai contoh, harga diri, kepercayaan diri, otonomi, dan prestasi.
Dan factor eksternal, sebagai contoh, status, pengakuan, dan perhatian. Dalam
dunia kerja, kebutuhan harga diri dapat terungkap dalam keinginan untuk
diakui prestasi kerjanya. Keinginan untuk didengar dan dihargai
pandangannya.
5) Self Actualization (kebutuhan akan aktualisasi diri). Termasuk kemampuan
berkembang, kemampuan mencapai sesuatu, kemampuan mencukupi diri
sendiri. Pada tingkatan ini, contohnya karyawan cenderung untuk selalu
mengembangkan diri dan berbuat yang terbaik.
Maslow memisahkan kelima kebutuhan sebagai tingkat tinggi dan rendah.
Kebutuhan tingkat rendah, kebutuhan yang harus dipuaskan pertama kali adalah
kebutuhan fisiologi. Kemudian kebutuhan itu diikuti oleh kebutuhan keamanan,
sosial dan kebutuhan penghargaan. Dipuncak dari hirarki adalah kebutuhan akan
pemenuhan diri sendiri. Setiap kebutuhan dalam tata tingkat tersebut harus
dipuaskan menurut tingkatannya. Ketika kebutuhan telah terpuaskan, maka
kebutuhan berhenti memotivasi perilaku, dan kebutuhan berikutnya dalam
hirarki selanjutnya akan memulai motivasi perilaku. Dalam dunia kerja, orang
sewaktu kerja melakukan usaha untuk memenuhi kebutuhan paling rendah yang
belum terpuaskan.
20. b) Teori eksistensi-relasi-pertumbuhan
Teori ERG adalah singkatan dari existence,relatedness, dan growth needs,
yang dikembangkan oleh Alderfer, yang merupakan suatu modifikasi dan
reformulasi dari teori tata tingkat kebutuhan dari Maslow.
Alderfer berargumen bahwa ada tiga kelompok kebutuhan inti, yaitu:
1) Kebutuhan eksistensi (existence needs), merupakan kebutuhan akan subtansi
material, seperti keinginan untuk memperoleh makanan, air, perumahan,
uang, mebel, dan mobil. Kebutuhan ini merupakan kebutuhan fisiological dan
rasa aman dari Maslow.
2) Kebutuhan hubungan (relatedness needs), merupakan kebutuhan untuk
memelihara hubungan antarpribadi yang penting. Individu berkeinginan
untuk berkomunikasi secara terbuka dengan orang lain yang dianggap penting
dalam kehidupan mereka dan mempunyai hubungan yang bermakna dengan
keluarga, teman dan rekan kerja. Kebutuhan ini mencakup kebutuhan sosial
dan bagian eksternal dari esteem (penghargaan) dari Maslow.
3) Kebutuhan pertumbuhan (growth needs), merupakan kebutuhan-kebutuhan
yang dimiliki seseorang untuk mengembangkan kecakapan mereka secara
penuh. Selain kebutuhan aktualisasi, juga termasuk bagian intrinsic dari
kebutuha harga diri masloq.
Teori ERG mengandung suatu dimensi frustasi-regresi. Dalam teori ERG,
dinyatakan bahwa apabila suatu tingkat kebutuhan dari urutan tertinggi
terhalang, akan terjadi hasrat individu untuk meningkatkan kebutuhan tingkat
lebih rendah. Sebagai contoh, ketidakmampuan memuaskan suatu kebutuhan
akan interaksi sosial, akan meningkatkan keinginan untuk memiliki banyak uang
atau kondisi yang lebih baik. Jadi frustasi (halangan) dapat mendorong pada
suatu kemunduran yang lebih rendah.
c) Teori dua factor
Penelitian Herzberg menghasilkan dua kesimpulan khusus mengenal teori
tersebut, yaitu:
21. 1) Serangkaian kondisi ekstrinsik, yaitu kondisi kerja ekstrinsik seperti upah dan
kondisi kerja tersebut bersifat ekstren terhadap pekerjaan seperti: jaminan
status, prosedur, perusahaan, mutu supervise dan mutu hubungan antara
pribadi diantara rekan kerja, atasan dengan bawahan.
2) Serangkaian kondisi intrinsic, yaitu kondisi kerja intrinsic seperti tantangan
pekerjaan atau rasa berprestasi, melakukan pekerjaan yang baik, terbentuk
dalam pekerjaan itu sendiri. Faktor-faktor dari rangkaian kondisi intrinsic
disebut pemuas atau motivator yang meliputi: prestasi (achievement),
pegakuan (recognition), tanggung jawab (responsibility), kemajuan
(advancement), dan kemungkinan berkembang (the possibility of growth).
(Hezberg dalam kreitner & Kinnici, 2004), membedakan dua factor yang
mempengaruhi motivasi para pekerja dengan cara yang berbeda, factor
motivator dam factor hygiene. Faktor motivasi mencakup factor-faktor yang
berkaitan dengan isi pekerjaan, yang merupakan factor intrinsic dari pekerjaan,
yaitu: tanggung jawab, kemajuan, pekerjaan itu sendiri, pencapaian prestasi, dan
pengakuan. Hezberg menyatakan ini sebagai motivator. Dinamakan sebagai
motivator karena, masing-masing disosialisasikan dengan usaha yang keras dan
kinerja yang bagus. Motivator menyebabkan seseorang bergerak (move) dari
keadaan tidak puas kepada kepuasan. Oleh karena itu Hezberg memprediksikan
bahwa manajer dapat memotivasi individu dengan memasukan motivator
kedalam pekerjaan individu.
Ketidakpuasan kerja terutama diasosiasikan dengan factor-faktor didalam
keadaan atau lingkungan pekerjaan. Yaitu berupa, aturan-aturan administrasi
dan kebijakan perusahaan, supervise, hubungan antar pribadi, kondisi kerja, gaji
dan sebagainya. Faktor-faktor ini dinamakan dengan factor hygiene. Manajer
yang ingin menghilangkan factor-faktor ketidakpuasan lebih baik menempuh
cara dengan menciptakan ketentraman kerja.
22. Jadi menurut teori ini, perbaikan salari dan working conditions tidak akan
menimbulkan kepuasan tetapi hanya mengurangi ketidakpuasan. Selanjutnya
dikatan oleh Hezberg, bahwa yang bisa memacu orang untuk bekerja dengan
baik dan bergairah (motivator) hanyalah kelompok satisfiers. Untuk satisfiers ini
kadang-kadang diberi nama lain sebagai instinsic factor, job content, dan
motivator. Sedangkan sebutan lain yang sering digunakan untuk dissaisfiers
ialah extrinsic factor, cob context dan hygiene factor.
Kunci untuk memahami teori motivator-hygiene adalah memahami bahwa
lawan “kepuasan” bukan “ketidakpuasan”. Lawan kepuasan adalah “tidak ada
kepuasan”. Dan lawan ketidakpuasan adalah “tidak ada kepastian”.
d) Teori motivasi berprestasi
Menurut (David McClelland dalam Anoraga & suyati, 1995) ada tiga
macam motif atau kebutuhan yang relevan dengan situasi kerja, yaitu:
1) The need for achievement (nAch), yaitu kebutuhan untuk berprestasi, untuk
mencapai sukses.
2) The need for power (nPow), kebutuhan untuk dapat memerintah orang lain.
3) The need for affiliation (nAff), kebutuhan akan kawan, hubungan akrab antar
pribadi.
Menurut (McClelland dalam As’ad, 2004) ketiga kebutuhan tersebut
munculnya sangat dipengaruhi ileh situasi yang sangat spesifik. Apabila
individu tersebut tingkah lakunya didorong oleh tiga kebutuhan tersebut, maka
tingkah lakunya akan menampakan ciri-ciri sebagai berikut:
1) Tingkah laku individu yang didorong oleh kebutuhan berprestasi yang tinggi
akan Nampak sebagai berikut:
Berusaha melakukan sesuatu dengan cara-cara yang baru dan kreatif.
Mencari feedback (umpan balik) tentang perbuatannya.
Memilih resiko yang moderat (sedang) didalam perbuatannya.
Dengan memilih yang sedang, berarti masih ada peluang untuk
berprestasi yang lebih tinggi.
23. Mengambil tanggung jawab pribadi atas perbuatan-perbuatannya.
2) Tingkah laku individu yang didorong oleh rasa untuk berkuasa yang tinggi
akan Nampak sebagai berikut:
Berusaha menolong orang lain walaupun pertolongan itu tidak
diminta.
Sangat aktif dalam menentukan arah kegiatan dari organisasi dimana
ia berada.
Mengumpulkan barang-barang atau menjadi anggota suatu
perkumpulan yang dapat mencerminkan prestige.
Sangat peka terhadap struktur pengaruh antar pribadi dari kelompok
atau organisasi.
3) Tingkah laku individu yang didorong oleh kebutuhan untuk bersahabat akan
Nampak sebagai berikut:
Lebih memperhatikan segi hubungan pribadi yang ada dalam
pekerjaannya, dari pada segi tugas-tugas yang ada pada pekerjaan itu.
Melakukan pekerjaannya lebih efektif apabila bekerjasama bersama
orang lain dalam suasana yang lebih koperatif.
Mencari persetujuan atau kesepakatan dari orang lain.
Lebih suka dengan orang lain daripada sendiri.
Karyawan yang memiliki nAch tinggi lebih senang menghadapi tantangan
untuk berprestasi daripada imbalannya. Perilaku diarahkan ketujuan dengan
kesukaran menengah. Karyawan yang memiliki nPow tinggi, punya semangat
kompetisi lebih pada jabatan dari pada prestasi. Ia adalah tipe orang yang senang
apabila diberi jabatan yang dapat memerintah orang lain. Sedangkan pada
karyawan yang memiliki nAff tinggi, kurang kompetetif. Mereka lebih senang
berkawan, kooperatif dan hubungan antar personal yang akrab. Kebutuhan-
kebutuhan yang bervariasi ini akan muncul saat dipengaruhi oleh situasi yang
sangat spesifik.
24. 2. Teori Motivasi Proses.
a.Teori penguatan (Reinforcement Theory)
Teori penguatan menggunakan pendekatan tingkah laku. Penganut teori
ini memandang tingkah laku sebagai akibat atau dipengaruhi lingkungan.
Keadaan lingkungan yang terus berulang akan mengendalikan tingkah laku.
(Jewell dan Siegall, 1998) menjelaskan lebih lanjut model dari penguatan, yaitu
melalui tuga prinsip:
1) Orang tetap melakukan hal-hal yang mempunyai hasil yang memberikan
penghargaan.
2) Orang menghindari melakukan hal-hal yang mempunyai hasil yang
memberikan hukuman.
3) Orang akhirnya akan berhenti melakukan hal-hal yang tidak mempunyai hasil
yang memberikan penghargaan ataupun hukuman.
b.Teori penetapan tujuan (goal setting theory)
Teori ini dikemukakan oleh (Locke dalam Berry, 1998). Locke
berpendapat bahwa maksud-maksud untuk bekerja kearah sauatu tujuan
merupakan sumber utama dari motivasi kerja. Artinya, tujuan memberitahukan
karyawan apa yang perlu dikerjakan dan betapa banyak upaya akan dihabiskan.
Lebih tepatnya teori penetapan tujuan mengenal bahwa tujuan yang
khusus dan sulit menghantar kepada kinerja yang lebih tinggi. Menurut (Berry,
1998) lima komponen dasar tujuan untuk meningkatkan tingkat motivasi
karyawan, yaitu:
1) Tujuan harus jelas
2) Tujuan harus mempunyai tingkat menengah sampai tinggi.
3) Karyawan harus menerima tujuan itu
4) Karyawan harus menerima umpan balik mengenai kemajuannya dalam usaha
mencapai tujuan tersebut.
25. 5) Tujuan yang ditentukan secara partisipatif lebih baik dari pada tujuan yang
ditentukan begitu saja.
c. Teori harapan (Expectancy theory)
Pertama kali dikemukakan oleh (Heider dalam As’ad, 2004). Pendekatan
teori harapan mengenai performa kerja dirumuskan sebagai berikut:
P=performance, M=motivation, dan A=ability. Konsep ini akhirnya sangat
popular sehingga rumusan kognitif sudah banyak sekali variasinya. Diantara
berbagai variasi terdapat beberapa model yang dapat kita kaji, diantaranya:
1) Model harapan dari Vroom tentang motivasi dan ability. Menurut model ini
performance kerja seseorang (P) merupakan fungsi dari interaksi perkalian
antara motivasi (M) dan ability (A). Dengan kata lain apabila performance
kerja seseorang rendah, maka ini dapat merupakan hasil dari motivasi yang
rendah pula, atau kemampuannya tidak baik, atau hasil kedua komponen
(motivasi) dan (kemampuan) yang rendah.
2) Model Lawler dan Porter.
Lawler dan porter dalam menjelaskan motivasi berdasarkan ketiga
komponen sebagai berikut, Performance merupakan hasil interaksi perkalian
dari effort, ability, dan role perception. Effort adalah banyaknya energy yang
dikeluarkan karyawan dalam situasi tertentu, Ability adalah karakteristik
individual seperti intelegensi, manual skill, traits yang merupakan kekuatan
potensial seseorang untuk berbuat dan sifatnya relative stabil. Sedangkan
role perception adalah kesesuaian antara effort yang dilakukan seseorang
dengan pandangan evaluator atau atasan langsung tentang job requirement
nya. Dalam model Lawler dan Porter diketahui bahwa performance
merupakan hasil interaksi perkalian antara effort, ability, dan role perception.
Dengan demikian berdasarkan hasil uraian kedua teori diatas dapat
disimpulkan bahwa pengharapan atas prestasi kerja akan menentukan
motivasi karyawan.
26. d.Teori keadilan (Equity theory)
Teori keadilan dari Adam menunjukan bagaimana upah dapat memotivasi.
Individu dalam dunia kerja akan selalu membandingkan dirinya dengan orang
lain. Apabila terdapat ketidakwajaran akan memperngaruhi tingkat usahanya
untuk bekerja dengan baik. Ia membuat perbandingan sosial dengan orang lain
dalam pekerjaan yang dapat menyebabkan mereka merasa dibayar wajar atau
tidak wajar. Perasaan ketidak adilan mengakibatkan perubahan kinerja. Menurut
Adam, bahwa keadaan tegangan negatif akan memberikan motivasi untuk
melakukan sesuatu dalam mengoreksinya.
Teori keadilan mempunyai empat asumsi dasar sebagai berikut:
1) Orang berusaha menciptakan dan mempertahankan suatu kondisi keadilan.
2) Jika dirasakan adanya kondisi ketidak adilan, kondisi ini menimbulkan
ketegangan yang memotivasi orang untuk menguranginya atau
menghilangkannya.
3) Makin besar persepsi ketidakadilannya, makin besar memotivasinya untuk
bertindak mengurangi kondisi ketegangan itu.
4) Orang akan mempresepsikan ketidakadilan yang tidak menyenangkan.
Prinsip teori ini adalah bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas,
tegantung apakah ia merasakan adanya keadilan (equity) atau tidak atas suatu
situasi. Perasaan equity dan inequity atas suatu situasi, diperoleh orang dengan
cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor, maupun
tempat lain.
Menurut teori ini elemen-elemen dari teori equity ada tiga, yaitu input,
output, comparasion person. Input yaitu berbagai hal yang dibawa dalam kerja
seperti pendidikan, pengalaman, keterampilan. Input dengan demikian berarti
segala sesuatu yang berharga yang dirasakan karyawan sebagai sumbangan
terhadap pekerjaan. Output yaitu apa yang diperoleh dari kerja seperti, gaji,
faasilitas, jabatan. Output berarti segala sesuatu yang berharga yang dirasakan
karyawan sebagai hasil dari pekerjaannya. Comparasion person yaitu orang lain
27. sebagai tempat pembanding, sebagai contoh karyawan dengan pendidikan sama,
jabatan sama, tetapi gaji yang diterima berbeda. Comparasion person bisa berupa
seseorang diperusahaan yang sama, atau di tempat lain, atau bisa pula dengan
dirinya sendiri diwaktu lampau.
Individu atau karyawan akan merasa adil atau puas apabila A=B
seimbang. Sedangkan individu akan merasa tidak adil jika A>B, dimana salah
satu untung.
Menurut (Howell dan Dipboye dalam Munandar, 2001), jika terjadi
persepsi tentang ketidakadilan, menurut teori keadilan orang akan dapat
melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut:
1) Bertindak mengubah masukannya, menambah atau mengurangi upayanya
untuk bekerja.
2) Bertindak untuk mengubah hasil keluarannya, ditingkatkan atau diturunkan.
3) Merusak secara kognitif masukan dan hasil keluarannya sendiri, mengubah
persepsinya tentang perbandingan masukan dan hasil keluarannya sendiri.
4) Bertindak terhadap orang lain untuk mengubah masukan atau hasil
keluarannya.
5) Secara fisik meninggalkan situasi, keluar dari pekerjaan.
6) Berhenti membandingkan masukan dan hasil keluaran dengan orang lain dan
mengganti dengan acuan lain atau mencari orang lain untuk dibandingkan
2.9 Kepuasan Kerja Dalam Organisasi
1. Tinjauan teoritis tentang kepuasan kerja.
Pada kesempatan ini dikemukakan beberapa pendapat para ahli mengenai
pengertian kepuasan kerja diantaranya apa yang dikemukakan (robbins, 2001) bahwa
kepuasan kerja adalah sikap suatu umum terhadap suatu pekerjaan seseorang, selisih
antara benyaknya ganjaran yang diterima seorang pekerja dan banyaknya yang mereka
yakin seharusnya mereka terima. Pendapat lain bahwa kepuasan kerja merupakan suatu
sikap yang dimiliki oleh para individu sehubungan dengan jabatan atau pekerjaan
28. mereka (Winardi, 1992). Juga pendapat (Siagan,1999) bahwa kepuasan merupakan
suatu cara pandang seorang yang bersifat positif maupun negative tentang pekerjaannya.
Pendapat lain bahwa kepuasan kerja yaitu keadaan emosional yang menyenangkan dan
yang tidak menyenangkan dengan mana para pegawai memandang pekerjaan mereka.
Kepuasan kerja ini mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya
(Handoko, 2000). Selain itu (Indrawidjaja, 2000) berpendapat bahwa kepuasan kerja
secara umu menyangkut sikap seseorang mengenai pekerjaannya. Karena menyangkut
sikap, maka pengertian kepuasan kerja menyangkut berbagai hal seperti kognisi, emosi
dan kecendrungan prilaku seseorang.
Apa yang menentukan kepuasan kerja sebagaimana dikemukakan oleh
(Robbins, 2001) adalah:
Kerja yang secara mental menantang pegawai yang cendrung menyukai
pekerjaan yang memberikan kesempatan menggunakan ketrampilan dan
kemampuan dalam bekerja
Gagasan yang pantas pegawai menginginkan system gaji dan kebijakan
promosi yang adil, tidak meragukan dan sesuai dengan pengharapan mereka
Kondisi kerja yang mendukung pegawai peduli lingkungan kerja baik untuk
kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas yang
baik.
Rekan sekerja yang mendukung adanya interaksi sosial antara pegawai yang
saling mendukung menghantar meningkatkan kepuasan kerja.
Jangan lupakan kesesuaian antara kepribadian pekerjaan. (Holand dalam
Robbins, 2001) mengemukakan bahwa kecocokan yang tinggi antara
kepribadian seorang pegawai dan pengharapan akan menghasilkan
individual yang lebih terpuaskan.
Ada dalam gen bahwa 30% dari kepuasan individual dapat dijelaskan oleh
keturunan.
Hasil riset lainnya mengemukakan bahwa sebagian besar kepuasan
beberapa orang ditemukan secara genetis.
29. Mengenai pendapat lain bahwa kepuasan kerja merupakan suatu sikap yang
dimiliki oleh para individu sehubungan dengan jabatan atau pekerjaan mereka
(Winardi, 1992).
Kepuasan dan produktifitas. Hakikatnya bahwa seseorang pekerja yang
bahagia adalah seorang pekerja yang produktif.
Kepuasan dan kemangkiran. Kepuasan berkolerasi secara negative dengan
kemangkiran (ketidakhadiran). Dalam study bahwa bekerja dengan skor
kepuasan tinggi mempunyai kehadiran yang jauh lebih tinggi dibandingkan
pekerja dengan kepuasan lebih rendah.
Kepuasan dan tingkat keluar masuknya pegawai/karyawan. Kepuasan yang
dihubungkan secara negative dengan keluarnya pegawai namun korelasi ini
lebih kuat daripada kemangkiran. Dalam hubungan kepuasan keluarnya
pegawai adalah tingkat kinerja pegawai itu.
Selain itu ada 5 dimensi yang berkaitan dengan kepuasan kerja (Winardi,
1992) yaitu:
1) Gaji dan upah yang diterima (jumlah gaji atau upah yang diterima dan
kelayakan imbalan tersebut.
2) Pekerjaan (tugas pekerjaan dianggap menarik dan memberikan peluang
untuk belajar dan menerima tanggung jawab).
3) Peluang promosi (terjadinya peluang untuk mencapai kemajuan dalam
jabatan).
4) Supervisor (kemampuan untuk menunjukan perhatian terhadap para
pegawai/karyawan).
5) Para rekan sekerja (dimana rekan sekerja bersikap bersahabat, kompeten,
saling bantu membantu dan berkomitmen untuk mencapai misi dan visi
organisasi).
Pemahaman yang lebih tepat tentang kepuasan kerja dapat terwujud jika
analisa tentang kepuasan kerja dihubungkan dengan prestasi kerja, tingkat
30. kemangkiran, keinginan pindah, usia pekerja, tingkat jabatan dan besar kecilnya
organisasi (Siagan, 1999).
Dalam mengelola personalia (kepegawaian) harus senantiasa memonitor
kepuasan kerja, karena hal itu akan mempengaruhi tingkat absensi, perputaran
tenaga kerja, semangat kerja, keluhan-keluhan dan masalah personalia vital lainnya
(Handoko, 2000). Oleh karena itu fungsi personalia mempunyai pengaruh baik
langsung maupun tidak langsung, selain itu berbagai kebijakan dalam kegiatan
personalia berdampak pada iklim organisasi memberikan suatu lingkungan kerja
yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan bagi anggota organisasi itu
yang akhirnya memnuhi kepuasan kerja anggota organisasi (pegawai).
2.10 Manfaat Human Resource Scorecard
Human resource scorecard memberikan manfaat yaitu menggambarkan peran dan
kontribusi sumber daya manusia kepada pencapaian visi perusahaan secara jelas dan
terukur, agar professional sumber daya manusia mampu dalam mengendalikan biaya
yang dikeluarkan dan nilai yang dikontribusikan dan memberikan gambaran hubungan
sebab akibat. Adapun menurut (Bryan E. Becker, 2009) sebagai berikut:
1) Memperkuat perbedaan antara HR to able dan HR deliverable, yang
mempengaruhi implementasi strategi, dan do able yang tidak. Sebagai contoh,
implementasi kebijakan bukan suatu deliverable hingga ia menciptakan perilaku
karyawan yang mendorong implementasi strategi. Suatu system pengukuran
SDM tepat secara kontinu mendorong professional SDM untuk berfikir secara
strategis serta secara operasional.
2) Mengendalikan biaya dan menciptakan nilai SDM selalu diharapkan bagi
perusahaan. Pada saat yang sama, memainkan peran strategis berarti SDM harus
pula menciptakan nilai. HR scorecard membantu para manajemen sumber daya
manusia untuk menyeimbangkan secara efektif kedua tujuan tersebut. Hal itu
bukan saja mendorong para praktisi untuk menghapus biaya yang tidak tepat,
31. tetapi juga membantu mereka mempertahankan investasi dengan menguraikan
manfaat potensial dalam pengertian kongkrit.
3) HR scorecard mengukur leading indicators model kontribusi strategis SDM,
kami menghubungakan keputusan-keputusan dan system SDM dengan HR
deliverable, yang selanjutnya mempengaruhi pendorong kinerja kunci dalam
implementasi perusahaan. Sebagaimana terdapat leading dan lagging indicator
dalam system pengukuran kinerja seimbang keseluruhan perusahaan, didalam
rantai nilai SDM terdapat pendorong (deliver) dan hasil (outcme). Hal ini
bersifat essensial untuk memamntau keselarasan antara keputusan-keputusan
SDM dan unsur-unsur system yang mendorong HR deliverable. Menila i
keselarasan ini memberikan umpan balik mengenai kemajuan SDM menuju
deliverable tersebut dan meletakan fondasi bagi pengaruh strategi SDM. HR
scorecard menilai kontribusi SDM dalam implementasi strategi dan pada
akhirnya kepada “bottom line”. Sistem pengukuran kinerja strategi apapun harus
memberikan jawaban bagi chief HR office atas pertanyaannya, “apa kontribusi
SDM terhadap kinerja perusahaan?” efek kumulatif ukuran-ukuran HR
deliverable pada scorecard harus memberikan jawaban itu. Para manajer SDM
harus memiliki alasan strategi yang ringkas, kredibel dan jelas, untuk semua
ukuran deliverable ini sekredibel seperti yang dilakukan manajer SDM, sebab
matriks-matriks itu mempresentasikan solusi-solusi bagi persoalan bisnis, bukan
persoalan SDM.
4) HR scorecard memungkinkan professional SDM mengelola secara efektif. HR
scorecard mendorong sumberdaya manusia untuk focus secara tepat pada
bagaimana keputusan mereka mempengaruhi keberhasilan implementasi strategi
perusahaan. Sebagaimana kami menyoroti pentingnya “focus strategis
karyawan” bagi keseluruhan perusahaan, HR scorecard harus memperkuat focus
strategis para manajer SDM dank arena para professional SDM dapat mencapai
pengaruh strategis itu sebagian besar dengan cara mengadopsi perspektif
sistemik dari pada dengan cara memainkan kebijakan individual, scorecard
mendorong mereka lebih jauh untuk berfikir secara sistematis mengenal strategi
SDM.
32. 5) HR scorecard mendorong fleksibilitas dan perubahan. Kritik yang umum
terhadap system pengukuran kinerja ialah system ini menjadi terlembagakan dan
secara actual merintangi perubahan. Strategi-strategi tumbuh, organisasi perlu
bergerak dalam arah yang berbeda, namun sasaran-sasaran kinerja yang sudah
tertinggal menyebabkan manajer dan karyawan ingin memelihara status quo.
Memang, salah satu kritik terhadap manajemen berdasarkan pengukuran ini
ialah bahwa orang-orang menjadi trampil dalam mencapai angka-angka yang
diisyaratkan dalam system nama dan mengubah pendekatan manajemen mereka
ketika kondisi yang bergeser menuntutnya. HR scorecard memunculkan
fleksibilitas dan perubahan, sebab ia focus pada implementasi strategi
perusahaan, yang akan secara konstan menuntut perubahan. Dengan pendekatan
ini, ukuran-ukuran mendapat makna yang baru.
Mereka menjadi sekedar indicator dari logika yang mendasari yang diterima
oleh para manajer sebagai hal abash. Dengan kata lain, ini bukan sekedar bahwa
diwaktu yang lalu orang mengejar sejumlah angka tertentu, mereka dulu juga
memikirkan tentang kontribusi mereka pada implementasi strategi perusahaan.
Mereka melihat gambar besarnya. Kami percaya bahwa focus yang lebih
besar memudahkan para manajer untuk mengubah arah. Tidak seperti organisasi
tradisional, dalam organisasi yang berfokus pada strategi, orang memandang
ukuran-ukuran sebagai alat untuk mencapai tujuan, dari pada sebagai tujuan itu
sendiri.
33. BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Salah satu aspek dalam meningkatkan kinerja karyawan ialah pemberian motivasi
(daya perangsang) kepada karyawan, dengan istilah popular sekarang pemberian
kegairahan bekerja kepada karyawan. Telah dibatasi bahwa memanfaatkan karyawan
yang memberi manfaat kepada perusahaan. Ini juga bahwa setiap karyawan yang
memberi kemungkinan bermanfaat kedalam perusahaan, diusahakan oleh pemimpin
agar kemungkinan itu menjadi kenyataan. Usaha untuk merealisasi kemungkinan
tersebut ialah dengan jalan memberikan motivasi. Motivasi ini dimaksudkan untuk
memberikan daya perangsang kepada karyawan yang bersangkutan agar karyawan
tersebut bekerja dengan segala daya dan upayanya.
Bahwa kepuasan kerja merupakan suatu cara pandang seseorang yang bersifat
positif maupun negatif tentang pekerjaannya. Yang sudah barang tentu akan
mempengaruhi perilaku organisasi, termasuk ketidakpuasan kerja.
Bahwa kepuasan kerja berkaitan dengan organisasi pendidikan akan terlihat dari
outcome atau produktivitasnya pendidikan yang diperoleh memuaskan atau tidak
memuaskan.