Pengurangan Risiko Salmonella Enteritidis Pada Ayam Petelur - Ditkesmavet - Presentasi Zoom, 14 September 2020
1. Pengurangan Risiko Salmonella
enteritidis pada ayam petelur
Drh Tri Satya Putri Naipospos MPhil PHD
Komisi Ahli Kesehatan Hewan, Kesehatan Masyarakat Veteriner
dan Karantina Hewan
Pertemuan NSPK Penyusunan Pedoman Penjaminan
Telur Konsumsi Bebas Salmonella Enteritidis
Presentasi Zoom, 14 September 2020
2. Salmonella
❖ Salmonella adalah patogen enterik yang dapat menginfeksi
hampir semua hewan termasuk manusia.
❖ Salmonellosis pada unggas disebabkan oleh bakteri Gram-
negatif dari genus Salmonella.
❖ Hanya ada 2 spesies dalam genus ini, enterica dan bongori (Lin-
Hui and Cheng-Hsun, 2007), tetapi hampir 2.700 serotipe
(serovar), dimana sekitar 10% diisolasi dari unggas.
❖ Kebanyakan serotipe Salmonella umumnya dapat menginfeksi
sejumlah spesies hewan (Gast, 2008), seperti Salmonella
typhimurium dan Salmonella enteritidis.
2Sumber: https://www.biomin.net/species/poultry/salmonellosis/
3. Salmonellosis
❖ Baik analisis epidemiologi dan surveilans aktif penyakit
mengkonfirmasikan adanya hubungan yang kuat antara salmonellosis
pada manusia dan prevalensi Salmonella enterica subspecies enterica
serovar Enteritidis pada flok petelur komersial.
❖ Mayoritas penyakit manusia yang disebabkan oleh patogen Salmonella
enteritidis dikaitkan dengan konsumsi telur yang terkontaminasi.
❖ Pengaruh masalah kesejahteraan hewan terhadap praktik-praktik
produksi ayam komersial semakin meningkat akhir-akhir ini, tetapi
implikasi keamanan pangan dari sistim perkandangan ayam petelur yang
berbeda-beda belum dipahami secara pasti.
Sumber: Gast R.K. et al. 2014. Contamination of eggs by Salmonella Enteritidis in experimentally
infected laying hens housed in conventional or enriched cages. 2014 Poultry Science 93 :728–733.
4. Distribusi serovars Salmonella by matriks
Sumber: Ferrari F.G. et al.2019. Worldwide Epidemiology of
Salmonella Serovars in AnimalBased Foods: a Meta-analysis.
Appl Environ Microbiol 85:e00591-19.
5. 5
Peta prevalensi Salmonella
serovar dengan matriks
berbeda di seluruh dunia
untuk daging ayam
Salmonella enteritidis
1. Amerika Latin
2. Eropa
3. Asia
4. Afrika
5. Amerika Utara
6. Oceania
6. Salmonella zoonotik
❖ Salmonella adalah patogen utama yang berasal dari makanan (food-borne
pathogen) di seluruh dunia dan sumber penting adalah produk ayam yang
terkontaminasi, terutama daging kurang dimasak dan telur mentah.
❖ Salmonella zoonotik bersirkulasi di negara-negara berkembang dengan
kemungkinan adanya gen-gen resistensi antimikroba yang memiliki
beberapa dampak kesehatan masyarakat global karena penularannya ke
negara-negara lain di luar asal geografisnya, dan penyebarannya oleh
wisatawan atau oleh perdagangan tidak mungkin untuk dicegah.
❖ Mitigasi sumber-sumber pada asal geografis harus menjadi pilihan untuk
menahan penyebaran yang lebih luas dari serovars zoonotik dimana
pengetahuan lokal tentang prevalensinya menjadi penting.
6Sumber: Barua H. et al. 2012. Prevalence and Characterization of Motile Salmonella in
Commercial Layer Poultry Farms in Bangladesh. PLoS ONE 7(4): e35914.
7. Alur kontaminasi Salmonella pada telur
❖ Kontaminasi telur dengan Salmonella adalah suatu isu kompleks karena
dipengaruhi banyak variabel, membuat sulit untuk menerapkan strategi
manajemen yang tepat.
❖ Ada 2 alur untuk telur menjadi terkontaminasi secara internal dengan
Salmonella:
• Kontaminasi langsung terjadi selama pembentukan telur di saluran
reproduksi ayam betina (termasuk ovarium dan saluran telur); dan
• Kontaminasi tidak langsung terjadi setelah ayam bertelur dan
Salmonella mengkontaminasi bagian luar dari telur dan kemudian
mempenetrasi melalui selaput telur. Alur ini dipengaruhi oleh proses
produksi telur, penyimpanan, penanganan dan penyiapan makanan.
7Sumber: Whiley H. and Ross K. 2015. Review Salmonella and Eggs: From
Production to Plate. Int. J. Environ. Res. Public Health, 12, 2543-2556.
8. OIE (Chapter 6.6.): Salmonellosis
❖ Salmonellosis adalah satu dari penyakit bakterial yang paling umum
di dunia.
❖ Mayoritas utama dari infeksi Salmonella pada manusia adalah
penyakit asal makanan (foodborne) dengan Salmonella enteritidis dan
Salmonella typhimurium menjadi bagian utama dari masalah tersebut.
❖ Serotipe dan prevalensi Salmonella dapat sangat bervariasi antara
lokalitas, kabupaten, provinsi dan negara, dan oleh karena itu,
surveilans dan identifikasi dari serotipe Salmonella yang lazim pada
manusia dan unggas harus dilakukan untuk mengembangkan
program pengendalian untuk setiap wilayah itu.
8
9. Kejadian Salmonella di negara lain
❖ Centers for Disease Control and Prevention (CDC) mengestimasi sekitar 1
juta kejadian kasus Salmonella per tahun di Amerika Serikat.
❖ Di antara beragam makanan yang menyebabkan salmonellosis, telur
dianggap sebagai satu sumber reservoir potensial Salmonella pada rantai
pangan yang menyebabkan penyakit apabila dikonsumsi manusia.
❖ Wabah terakhir termasuk kontaminasi S. enteritidis menyebabkan
penarikan lebih dari 500 juta telur dari Iowa antara Mei dan November
2010. Ada 1.939 infeksi yang dikaitkan dengan wabah tersebut.
❖ Di luar Amerika Serikat, kontaminasi telur bertanggungjawab untuk 247
kasus dan 3 kematian di Inggris, 130 kasus di negara-negara Eropa lain
pada 2014, serta 353 and 1895 kasus di Australia pada 2014 dan 2015.
Sumber: Seockmo K. et al. 2016. Salmonella in Shell Eggs: Mechanisms,
Prevention and Detection. J Nutr Food Sci 2016, 6:1.
12. Salmonella enteritidis
❖ Salmonella enteritidis pertama kali muncul sebagai masalah kesehatan
masyarakat internasional yang signifikan pada 1980an, dan mayoritas
penyakit manusia yang disebabkan oleh patogen ini dikaitkan dengan
konsumsi telur yang terkontaminasi (Braden, 2006; Greig and Ravel,
2009).
❖ Pengendapan Salmonella enteritidis di dalam isi interior telur yang dapat
dimakan (edible interior contents of eggs) adalah konsekuensi dari
penyebaran bakteri ke jaringan reproduksi (ovarium dan saluran telur)
pada ayam yang terinfeksi secara sistematik (Gast et al., 2004; Gantois
et al., 2009).
12
Sumber: Gast R.K. et al. 2014. Contamination of eggs by Salmonella Enteritidis in experimentally
infected laying hens housed in conventional or enriched cages. 2014 Poultry Science 93 :728–733.
13. Epidemiologi S. enteritidis
❖ Salmonella enteritidis merupakan “keracunan
makanan” (food poisoning) yang paling banyak
ketiga dilaporkan di banyak negara.
❖ Infeksi sifatnya zoonotik, dan ayam adalah
sumber penting bagi infeksi ini.
❖ Sumber infeksi lain meliputi produk susu,
makanan dan air yang terkontaminasi dengan
kotoran atau urin hewan.
13Sumber: Agraval R.K. Presentatin “Genus Salmonella”. Indian Veterinary Research Institute.
14. Kontaminasi telur vs daging
❖ S. enteritidis menyebabkan wabah besar dan berkelanjutan yang terkait
dengan perdagangan internasional telur konsumsi (table egg).
❖ Telur lebih sering dikaitkan dengan wabah, banyak diantaranya adalah
wabah yang menyebar yang mungkin nampak sebagai kasus sporadik
kecuali jika sekuens genom utuh (whole genome sequencing) dilakukan
pada isolat untuk menunjukkan adanya kaitan ke sumber.
❖ Telur lebih sering dihubungkan dengan wabah dari pada daging ayam
karena kejadian kontaminasi internal yang disebabkan oleh penularan
vertikal, penggunaan umum kumpulan telur mentah sebagai bahan atau
glasir untuk berbagai produk makanan dan kemungkinan penyalahgunaan
temperatur.
14Sumber: Koutsoumanis K. et al. 2019. Scientific Opinion on the Salmonella control in
poultry flocks and its public health impact. EFSA Journal 2019;17(2):5596, 155 pp.
15. Faktor risiko utama SE
❖ Faktor risiko utama yang dikaitkan
dengan infeksi Salmonella Enteritidis
adalah:
• besaran flok (flock size)
• sistim perkandangan (housing system),
dan
• peternakan dengan ayam betina
berbeda umur.
15
Sumber: Mollenhorst H. et al. 2005. Risk factors for Salmonella enteritidis
Infections in Laying Hens. Poultry Science 84:1308–1313.
16. Penjelasan faktor risiko SE
❖ Semakin besar flok meningkatkan peluang infeksi SE pada semua sistim
perkandangan.
❖ Sistim yang memiliki peluang infeksi SE paling rendah adalah sistim
kandang (cage system) dengan feses basah.
❖ Perlakuan luar ruang (outdoor) meningkatkan peluang infeksi SE hanya di
peternakan dengan semua ayam berumur sama.
❖ Keberadaan ayam betina berbagai umur di peternakan dengan sistem alas
kandang dalam (deep litter) memiliki peluang infeksi SE paling tinggi.
❖ Meskipun demikian, di peternakan dengan semua ayam betina berumur
sama, sistim alas kandang dalam tidak meningkatkan peluang infeksi SE
dibandingkan dengan sistim kandang.
Sumber: Mollenhorst H. et al. 2005. Risk factors for Salmonella enteritidis
Infections in Laying Hens. Poultry Science 84:1308–1313.
16
17. Studi Salmonella pada telur di Indonesia
17
No Tempat
pengambilan sampel
Jenis
sampel
Jumlah
sampel
Sampel
positif
Bakteri Referensi
1. Pelabuhan Tenau
Kupang
Telur ayam 270 5 (1,9%) Salmonella spp. Susanto Nugroho et
al. 2014
2. Pasar tradisional
Tangerang
Telur ayam
ras
104 0 (0,0%) Febya Saptaningsih
et al. 2007
3. Campuran jamu di
Sidoarjo
Telur ayam
buras
36 2 (5,6%) Salmonella spp. Sri Chusniati et al.
2009
4. Sentra peternakan
di Jawa Barat
Telur
konsumsi
122 9 (7,4%) Salmonella spp. Anni Kusumaningsih
dan Mirnawati
Sudarwanto. 2017
Telur tetas 23 7
(30,4%)
5. Pasar Wage
Purwokerto
Telur
ayam ras
30 1 (3,3%) Salmonella spp. Eti Wahyuningsih et
al. 2019
18. Standar OIE dan CAC untuk S. enteritidis
❖ Chapter 6.4.: PENCEGAHAN, DETEKSI DAN
PENGENDALIAN SALMONELLA PADA AYAM
❖ Dilengkapi dengan:
▪ Codex Alimentarius Code of Hygienic Practice for Meat
(CAC/RCP 58-2005);
▪ Code of Hygienic Practice for Eggs and Egg Products
(CAC/RCP 15-1976); dan
▪ Guidelines for the control of Campylobacter and Salmonella
in chicken meat (CAC/GL 78-2011).
❖ Chapter 6.5.: Prosedur Biosekuriti untuk Produksi Unggas 18
19. Monitoring Salmonella pada ayam
❖ Rasionalitas dalam mengintroduksi surveillans Salmonella secara
resmi di peternakan/kepemilikan ayam di negara-negara anggota
Uni Eropa dan negara-negara maju lainnya di dunia adalah untuk
mengurangi salmonellosis pada manusia asal unggas.
❖ Sebaliknya, monitoring Salmonella pada ayam adalah salah satu jenis
yang sangat primitif atau kebutuhannya benar-benar diabaikan di
negara-negara berkembang karena kendala sumber daya, dan oleh
karenanya informasi mengenai prevalensi tidak didokumentasi
dengan baik, begitu juga konsekuensinya terhadap kesehatan
masyarakat.
19Sumber: Barua H. et al. 2012. Prevalence and Characterization of Motile Salmonella in
Commercial Layer Poultry Farms in Bangladesh. PLoS ONE 7(4): e35914.
20. Diagram skematik dari 4 langkah umum ‘farm-to-table’
exposure assessment Salmonella Enteritidis pada telur
20
Produksi
Distribusi dan
Penyimpanan
Pemrosesan
produk telur
Penyiapan
dan konsumsi
Frekuensi dari
telur yang
terkontaminasi
pada saat
bertelur dan
tingkat bakteri
pada awal telur
terkontaminasi
Pertumbuhan
jumlah SE antara
bertelur dengan
telur yang
terkontaminasi
dan penyiapan
untuk konsumsi
Kejadian dan
konsentrasi SE
pada produk telur
Efek penyiapan
makanan dan
pemasakan
terhadap jumlah
SE pada makanan
yang mengandung
telur
Sumber: WHO and FAO 2002. Risk assessment of Salmonella in egss
and broiler chickens. Microbiological Risk Assessment No. 2.
21. Surveilans penting dilakukan!
Chapter 6.6.4. OIE TAHC
1. Metoda pengambilan sampel (methods for sampling)
2. Besaran sampel (sample size)
3. Metoda laboratorium
4. Waktu dan frekuensi pengujian
a. Perbibitan (breeder) dan penetasan (hatchery)
i. Flok yang akan menjadi petelur
ii. Flok ayam petelur
b. Ayam untuk produksi telur untuk konsumsi manusia
c. Ayam untuk produksi daging
d. Pengujian kandang ayam yang kosong 21
22. Surveilans Salmonella pada flok ayam
Chapter 6.6.4. OIE TAHC
1) Pada perbibitan (breeder), tindakan pengendalian dapat
diterapkan untuk mengurangi penularan ke generasi berikutnya,
terutama untuk serotipe trans-ovarium seperti S. Enteriditis.
2) Pada flok ayam petelur, tindakan pengendalian akan mengurangi
dan mungkin mengeliminasi kontaminasi telur dengan
Salmonella.
3) Pada ayam pedaging, tindakan pengendalian dapat diterapkan di
pemotongan atau tahapan selanjutnya dari rantai pangan.
22Sumber: OIE 2020. Chapter 6.6. Prevention, Detection and Control of Salmonella in Poultry.
23. Persyaratan veteriner
“The farm where the eggs
originate has been tested
and found to be free from
Salmonella Enteritidis”
23
24. Pengendalian Salmonellosis
❖ Biosekuriti
• Biosekuriti yang baik dimulai dengan daftar sederhana dari semua subyek
(pakan, air, personil, insekta, rodensia dlsb) yang bergerak masuk atau
keluar kandang, diikuti oleh daftar aksi untuk mendisinfeksi atau
mengendalikan subyek ini.
❖ Monitoring and sampling
• Flok ayam petelur dan pedaging harus bebas setidaknya SE & ST; untuk
perbibitan (breeder), serotipe Salmonella lain juga perlu dikendalikan.
❖ Vaksinasi
• Vaksin inaktif atau vaksin hidup untuk mengendalikan Salmonella
meningkat pengunaannya di seluruh dunia mengingat vaksin menjadi
langkah penting dalam mengurangi penumpahan (shedding) dalam flok.
24
25. Biosekuriti
25
Sumber flok
Insekta
Rodensia
Burung liar Peralatan
Pakan
Air
Alas kandang
Penetasan Orang Kandang
Sumber: Rafael Monleon 2014. Presentastion ” Monitor and Control of Vertically
Transmitted Poultry Diseases. Biochek Seminar – Manila, Philippines.
26. Tindakan pencegahan dan pengendalian
Chapter 6.6.5.
1. DOC harus diperoleh dari flok pembibitan dan penetasan dimana SE dan
ST tidak terdeteksi.
2. Flok petelur dan pembibitan harus diisi dengan flok dimana SE dan ST
tidak terdeteksi.
3. Monitor status Salmonella dari pakan unggas, dan jika ditemukan positif
harus diambil tindakan koreksi.
4. Pengecualian kompetitif dapat digunakan pada DOC untuk mengurangi
kolonisasi oleh Salmonella.
5. Vaksin yang digunakan untuk melawan infeksi Salmonella yang
disebabkan oleh serotipe berbeda pada berbagai spesies unggas,
termasuk vaksin tunggal atau kombinasi. 26
27. Tindakan pencegahan dan pengendalian
Chapter 6.6.5. (lanjutan)
6. Bergantung kepada kesehatan hewan, risk assessment, dan kebijakan
kesehatan masyarakat, pemusnahan (culling) adalah opsi untuk mengelola
pembibitan dan flok ayam petelur yang terinfeksi. Flok yang terinfeksi
harus dimusnahkan atau dipotong dan diproses untuk meminimalkan
paparan Salmonella ke manusia.
7. Negara-negara harus menetapkan target untuk mengeradikasi (atau
mengurangi secara signifikan) SE dari flok-flok produksi telur melalui
panduan kebijakan eradikasi dari flok GP ke flok pembibitan sampai flok
ayam petelur.
8. Dokter hewan yang bertanggung jawab harus mengevaluasi hasil uji
surveilans Salmonella dan mensupervisi pelaksanaan tindakan
pengendalian yang tepat. 27
28. Mengurangi risiko infeksi S. enteritidis
❖ Simpan telur dalam keadaan dingin (refrigerated).
❖ Buang telur yang retak atau kotor.
❖ Cuci tangan dan peralatan masak dengan sabun dan air setelah kontak
dengan telur mentah.
❖ Makan telur segera setelah dimasak.
❖ Jangan membiarkan telur tetap hangat lebih dari 2 jam.
❖ Dinginkan makanan yang mengandung telur tidak digunakan atau
tersisa.
❖ Hindari makan telur mentah.
❖ Hindari hidangan restauran yang dibuat dengan telur mentah atau
kurang masak, telur yang tidak dipasteurisasi.
28
Sumber: Centers for Disease Control and Prvention.
29. Kesimpulan (1)
❖ Publikasi Salmonella di Indonesia sangat terbatas sekali, sehingga
bukti saintifik mengenai epidemiologi Salmonella sangat terbatas
dan belum dapat memperlihatkan adanya hubungan sistematik
untuk memberikan kesimpulan epidemiologi secara utuh.
❖ Dengan gap yang ada mengenai infeksi Salmonella dan
salmonellosis pada manusia dan hewan di Indonesia, ada suatu
kebutuhan untuk melakukan upaya bersama (ONE HEALTH)
untuk memastikan epidemiologi salmonellosis, dan melakukan
karakterisasi konvensional dan molekular dari Salmonella spp.
29
30. Kesimpulan (2)
❖ Pencegahan dan pengendalian infeksi Salmonella pada ayam dan
ternak lainnya adalah tindakan sangat penting untuk melawan
ancaman salmonellosis pada manusia di Indonesia. Ini juga sangat
penting karena Indonesia merupakan negara dengan industri
perunggasan yang besar dan memiliki peluang ekspor, serte
tingkat konsumsi daging dan telur ayam yang makin meningkat.
30
31. Rekomendasi
❖ Pencegahan dan penggendalian Salmonella pada ayam harus
mendapatkan perhatian yang lebih besar dari pemerintah dan industri
perunggasan dengan menginisiasi:
• Regulasi untuk pencegahan dan pengendalian Salmonella;
• Persyaratan impor untuk pencegahan masuk dan menyebarnya telur yang
terkontaminasi SE;
• Persyaratan ekspor telur bebas SE untuk meningkatkan akses pasar;
• Program monitoring dan surveilans berbasis peternakan untuk mencegah
introduksi SE ke dalam flok ayam petelur;
• Penjaminan merek (branding) dari telur ayam (misal: label bebas SE);
• Edukasi pekerja makanan (food worker) dan konsumen mengenai risiko
mengkonsumsi telur mentah atau kurang matang, dan kontaminasi silang
pada produk makanan lainnya. 31