Ringkasan dokumen tersebut adalah:
1. Dokumen tersebut membahas tentang pemahaman hakikat ilmu dan ilmu sosial, termasuk pengertian, ciri-ciri, dan metode ilmu serta kebenaran ilmu.
2. Ilmu didefinisikan sebagai pengetahuan yang disusun secara sistematis melalui metode tertentu dan dapat diverifikasi, sedangkan ilmu sosial membahas proses-proses sosial manusia.
3. Ada empat dimens
1. Memahami Hakikat Ilmu dan Ilmu Sosial
Ilmu memiliki pengaruh besar dalam sejarah peradaban manusia, hingga R.Ravertz
beranggapan bahwa ilmu memiliki peranan yang sangat penting dalam proses pembentukan
dunia serta cara pandang kita tentang dunia. Kemajuan ilmu merupakan proses kumulatif dari
peningkatan ilmu pengetahuan dan kemenangan pemikiran manusia terhadap hal-hal yang
bersifat kebodohan dan takhayul. Serta dari ilmu lahirlah penemuan-penemuan yang berguna
dalam kemajuan hidup manusia (Supardan, 2011: 21).
Namun pada umumnya, pemahaman kita tentang ilmu tidak begitu tepat dalam
mendeskripsikannya. Seperti halnya di Indonesia, istilah ilmu pengetahuan sering dibiasakan
dalam percakapan sehari-hari atau dalam diskusi ilmiah sekalipun, padahal istilah tersebut
dapat dikatakan sebagai “pleonasme” suatu pemakaian kata lebih dari yang diperlukan.
Dalam bahasa Inggris tidak ada istilah knowledge science. Cukup satu diantaranya, “ilmu” itu
ilmu, “pengetahuan” itu tetap pengetahuan, dan tidak pernah ada kata majemuk yang
dipadukan seperti itu (Supardan, 2011: 22). Oleh karena itu, penting bagi kita untuk
mengetahui makna ilmu yang sebenarnya, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dalam
memaknai ilmu dan pengetahuan.
Dalam kajian ilmu sosial, penting bagi kita untuk memahami lebih dalam hakikat dari
ilmu dan ilmu sosial. Oleh karena itu, dalam ringkasan ini penulis medeskripsikan hal apa
saja yang dipandang perlu dalam memahami hakikat ilmu dan ilmu sosial.
I. Pengertian dan Ciri-Ciri Ilmu
A. Pengertian Ilmu
Menurut Soeprapto secara terminologi ilmu merupakan terjemahan dari bahasa inggris yaitu
science. Istilah science berasal dari bahasa latin yaitu scienta yang berarti pengetahuan.
Sedangkan kata „scienta‟ berasala dari kata kerja „scire‟ yang artinya mempelajari ataupun
mengetahui (Supardan, 2011: 22). Sedangkan menurut kamus besar Bahasa Indonesia
(Depdikbud 1988), ilmu memiliki dua pengertian, yaitu :
Ilmu diartikan sebagai pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara sistematis
menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerapkan gejala-
gejala tertentu dibidang (pengetahuan) tersebut, seperti ilmu hukum, ilmu pendidikan,
ilmu ekonomi dan sebagainya.
Ilmu diartikan sebagai pengetahuan atau kepandaian, tentang soal duniawi, akhirat,
lahir, bathin, dan sebagainya, seperti ilmu akhirat, ilmu akhlak, ilmu bathin, ilmu sihir,
dan sebagainya.
Dari pengertian diatas dapat disimpulakan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang
disusun secara sistematis melalui metode tertentu serta diakui akan keberadaan dan
kebenarannya.
2. B. Ciri-Ciri Ilmu
Menurut The Liang Gie (1987) ilmu mempunyai 5 ciri pokok, yaitu :
Empiris, pengetahuan itu diperoleh berdasarkan pengalaman terlebih dalam
pengamatan, penemuan dan percobaan yang telah dilakukan.
Sistematis, pengumpulan dari berbagai keterangan dan data yang tersusun sebagai
satuan yang membentuk kumpulan pengetahuan serta mempunyai hubungan dan
ketergantungan yang teratur.
Objektif, ilmu berarti pengetahuan yang terkonsentrasi pada kebenaran yang ada atau
sesuai dengan faktanya. Sehingga ilmu itu bebas dari prasangka perseorangan dan
kesukaan pribadi.
Analitis, pengetahuan ilmiah berusaha mengklasifikasikan pokok bahasannya dalam
bagian yang terperinci untuk memahami berbagai sifat, hubungan, dan peranan dari
bagian-bagian itu.
Verifikatif, dapat diperiksa kebenarannya oleh siapa pun juga.
Dari ciri-ciri ilmu dias dapat kita simpulkan bahwa pengetahuan dapat dikatakan
sebagai ilmu jika dapat dibuktikan secara empiris, sistematis, objektif, analitis dan verifikatif.
Oleh karena itu, jelas perbedaannya antar pengetahuan dan ilmu. Ilmu memiliki tahapan-
tahapan tertentu sehingga bisa dikatakan sebagai ilmu. Sedangkan pengetahuan merupakan
gagasan manusia yang diperoleh secara indrawi terhadap suatu objek tertentu namun belum
terbukti kebenarannya.
II. Metode Ilmiah
Menurut The Liang Gie metode merupakan prosedur yang mewujudkan pola-pola dan tata
langkah dalam melaksanakan suatu penelitian ilmiah. Sedangkan menurut Soeprapto, secara
etimologis metode berasala dari bahasa yunani meta yang berarti sesudah dan kata hodos
yang berarti jalan. Dengan demikian, metode merupakan langkah-langkah yang diambil,
menurut urutan tertentu, untuk mencapai pengetahuan yang telah dirancang dan dipakai
dalam proses memperoleh engetahuan jenis apapun.
Mengenai langkah-langkah dalam metode ilmiah tersebut, masing-masing ilmuan dan
filsuf memiliki pendapat sendiri. Menurut Sheldon J. Lachman ada enam langkah dalam
metode ilmiah, yaitu :
Perumusan hipotesis spesifik atau pertanyaan spesifik untuk penyelidikan
Perancangan penyelidikan
Pengumpulan data
Pengumpulan data dan pengembangan generalisasi
Pemeriksaan kebenaran terhadap hasil dari data dan generalisasi
3. III. Kebenaran Ilmu
Kebenaran memiliki berbagai macam perspektif, sehingga tergantung pada perspektif apa
yang kita gunakan untuk melihatnya. Julienne Ford mengemukakan istilah kebenaran dalam
empat arti yang berbeda, yaitu :
Kebenaran metafisik yaitu kebenaran berdasarkan norma-norma eksternal, seperti
kesesuaian alam, logika deduktif, atau standar-standar perilaku profesional. Supriadi
mengemukakan bahwa kebenaran ini merupakan kebenaran yang paling mendasar atau
puncak dari seluruh kebenaran yang ada. Misalnya, kebenaran iman dan agama.
Kebenaran etik yaitu kebenaran yang menunjukan pada perangkat standar moral
tentang perilaku yang pantas dilakukan. Kebenaran ini ada yang mutlak dan ada pula
yang relatif.
Kebenaran logis yaitu sesuatu yang dianggap benar jika terukur dalam logika atau
matematis konsisten dan koheren dengan apa yang telah diakui sebagai suatu yang
benar atau apa yang benar menurut kepercayaan metafisik.
Kebenaran empirik yaitu kebenaran yang lazim dipercayai sebagai landasan pekerjaan
para ilmuan dalam melakukan penelitian. Kebenaran ini disebut kebenaran ilmiah.
Dadang supardan mengemukakan tiga teori utama dalam konteks kebenaran ilmiah,
yaitu :
Teori korespondensi yaitu pernyataan itu benar jika apa yang diungkapkan itu fakta.
Teori koherensi yaitu suatu dianggap benar jika koherensi atau konsistensi, dalam arti
tidak terjadi kontradiktif pada saat bersamaan, antara dua atau lebih logika.
Teori pragmatisme yaitu beranggapan bahwa kebenaran itu tersimpul pada aspek
fungsional secara praktis. Segala sesuatu yang benar jika memiliki asas manfaat.
IV. Pengertian Ilmu Sosial
Manusia sebagai makhluk yang saling membutuhkan dan memiliki ketergantungan terhadap
manusia lainnya, membuktikan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Oleh karena itu,
kajian mengenai ilmu sosial dipandang penting karena ilmu sosial membahas aspek-aspek
dalam proses-proses sosisal. Menurut Ralf Dahrendorf ilmu sosial merupakan suatu konsep
yang mengkaji begitu dalam akan pendefinisian seperangkat disiplin akademik yang
memberikan perhatian pada aspek-aspek kemasyarakatan manusia. Ilmu-ilmu sosial
mencakup sosiologi, antropologi, psikologi, ekonomi, geografi sosial, politik, bahkan sejarah
walaupun disatu sisi ia termasuk ilmu humaniora (Supardan, 2011: 30).
Tinjauan kritis manusia dari masa ke masa terhadap fenomena-fenomena sosial yang
terjadi, melahirkan suatu kesadaran terhadap pengetahuan sosial yang penting untuk dikaji,
dengan proses-proses sosial sebagai objeknya. Maka dari itu, ilmuan-ilmuan sosial
merumuskan dan memahami lebih lanjut akan hakikat keilmuan dari proses-proses sosial
tersebut, sehingga lahirlah ilmu sosial yang mengkaji proses-proses sosial sebagai objeknya.
4. V. Dimensi Ilmu Sosial
Menurut Dwi Bangbang ada empat dimensi ilmu sosial, yaitu sebagai berikut :
Dimensi kognitif yaitu ilmuwan sosial akan selalu berbicara mengenai teori sosial
sebagai cara untuk membangun pengetahuan tentang dunia sosial. Terdapat dalam
epistemologi yang membangun berbagai metodologi penelitian sosial.
Dimensi afektif yaitu sebuah kondisi di mana teori yang dibangun memuat pengalaman
dan perasaan dari teori-teori yang bersangkutan. Dimensi ini mempengaruhi keinginan
untuk mengetahui (to know) dan menjadi benar (to be right), kedua hal ini bertitik berat
pada kejadian tertentu dan realitas eksternal.
Dimensi reflektif yaitu teori sosial harus menjadi bagian dari dunia sebagaimana ia
menjadi cara untuk memahami dunia. Dengan kata lain, teori sosial harus
mencerminkan apa yang terjadi di luar sana dan apa yang terjadi pada kita sebagai salah
satu elemen dari sistem sosial yang ada.
Dimensi normatif yaitu teori sosial sepantasnya memuat secara implisit ataupun
eksplisit tentang bagaimana seharusnya dunia yang direfleksikannya itu.
Keempat dimensi ini membangun seluruh pendekatan dalam proses konstruksi teori-
teori sosial yang ada.