Dokumen tersebut membahas penyebab kerusakan lemak dan minyak, termasuk oksidasi oleh oksigen udara dan aktivitas enzim dan mikroba. Faktor-faktor seperti suhu, cahaya, logam, dan enzim dapat mempercepat oksidasi lemak, sementara penggunaan suhu rendah, antioksidan, dan pembungkus dapat mencegah kerusakan lemak.
1. Tugas resume Tek. Minyak
emulsi dan oleokimia
LIDYA LISNASARI/E1F109032
2. 6. KERUSAKAN LEMAK
PENYEBAB KERUSAKAN LEMAK DAN MINYAK
Ketengikan ( Rancidity) adalah kerusakan atau perubahan bau dan flavor dalam lemak atau
bahan pangan berlemak. Biasanya disebabkan oleh 4 faktor yaitu :
1. Absorpsi bau (Odor) oleh lemak
- Pencemaran bau terhadap bahan pangan berlemak,
Lemak dapat mengabsorbsi zat menguap dari bahan lain. Kuning telur mengandung
lebih dari 30 % lemak, mudah mengabsorbsi bau selama disimpan dalam ruang dingin
(cold storage), terutama aroma khasmusty yang dihasilkan oleh koloni Actomyces sp.
Absorbsi bau oleh mentega selama penyimpanan, terutama dari bahan pengepak
(packaging) yang terbuat dari kayu atau timber yang mengandung zat terpene yang
mudah menguap, terutama jika peti tersebut terbuat dari kayu yang kurang
baik. Bakteri penghasil lendir yang tumbuh suhu kamar dan suhu dingin pada daging
akan menghasilkan bau yang mencemari flavor lemak yang disimpan dalam ruangan.
- Menghindarkan lemak dari pencemaran bau
Memisahkan lemak dari bahan–bahan lain yang dapat mencemari
bau. Membungkus produk dengan bahan pembungkus yang tidak menghasilkan
bau. Misal: Kertas timah / pun kertas kulit dilapisi kertas timah, kertas timah bersifat
tidak permiabel bagi semua gas atau zat menguap yang berbau. Destruksi uap / zat
berbau dengan menggunakan gas ozon yang berfungsi untuk membersihkan udara
ruangan yang telah dicemari oleh bau dari suatu bahan. Sedangkan pada penyimpanan
telur, berfungsi untuk menetralisir bau dan menghambat pertumbuhan
mikrobia. Namun perlu berhati-hati, kontak ozon dengan bahan pangan berlemak
tinggi akan menimbulkan bau tidak enak jika kontak langsung dengan senyawa ozon.
2. Aksi oleh enzim dalam jaringan bahan mengandung lemak
- Produksi asam lemak bebas
Lemak hewan dan nabati yang masih berada dalam jaringan, biasanya mengandung
enzim yang menghidrolisa lemak. Semua enzim yang termasuk
golongan lipase,mampu menghidrolisa lemak netral menghasilkan asam lemak bebas
dan gliserol, namun enzim tersebut inaktif oleh panas. Contoh: lemak daging ayam
yang mengandung lipase menunjukkan kenaikan bilangan asam yang cepat.
- Pengaruh asam lemak bebas terhadap flavor
Asam lemak bebas (ALB) dari proses hidrolisa dan oksidasi biasanya bergabung
dengan lemak netral, dan pada konsentrasi sampai 15 %, belum menghasilkan flavor
yang tidak disenangi. Lemak dengan kadar ALB lebih besar dari 1 %, jika dicicipi
terasa membentuk film pada permukaan lidah. ALB yang tidak dapat menguap
dengan jumlah atom C >14, meski dalam jumlah kecil mengakibatkan rasa tidak
lezat. ALB yang dapat menguap dengan jumlah atom karbon C4, C6, C8, dan
C10, menghasilkan bau tengik dan rasa tidak enak dalam bahan pangan berlemak.
3. ALB tersebut umumnya terdapat dalam lemak susu, dan minyak nabati, misalnya
minyak inti sawit. ALB juga dapat mengakibatkan karat & warna gelap jika lemak
dipanaskan dalam wajan besi.
3. Aksi mikroba
Minyak yang telah dimurnikan biasanya masih mengandung mikroba berjumlah
maksimum 10 organisme setiap 1 gram lemak, dapat dikatakan steril. Mikroba yang
menyerang bahan pangan berlemak biasanya termasuk tipe mikroba non pathologi, tapi
umumnya dapat merusak lemak dengan menghasilkan cita rasa tidak enak, di samping
menimbulkan perubahan warna (discoloration).
- Produksi asam lemak bebas
Beberapa jenis jamur, ragi dan bakteri mampu menghidrolisa molekul lemak. Di
antara bakteri tsb. adalah: Staphylococcus aureus, Staph pyogenes albus, Bacillus
phyocyaneus, B. piodigouosus, B. Chelerae, B. Thyphosus, Streptococcus hemolyticus,
B. tuberculosis, B. lipolyticum, Micrococcus tetragenus, B. proteus, B. putrificus, B.
punctatum, B. coli, Clostridium botulinum dan berbagai macam spesies Pseudomonas
sp dan Achromobanter sp. Jamur yang mampu menghidrolisa lemak antara
lain Aspergillus, Penicillim, Mucor Rhizophus, Monilia, Oidium, Cladosporium dan
beberapa macam spesies ragi. Hidrolisa lemak oleh mikroba tsb. dapat berlangsung
dalam suasana aerobik atau anaerobik. Sebagian besar lemak yang utuh dalam bahan
pangan tidak mengandung asam menguap, sehingga jika dihidrolisa oleh mikroba akan
berpengaruh kecil terhadap flavor bahan pangan. Di lain pihak, banyak di antara
mikroba menghasilkan enzim yang dapat memecahkan protein dalam bahan pangan
berlemak, sehingga menghasilkan bau dan rasa tidak enak, misalnya persenyawaan
indole, skatole, hidrogen sulfit, metilamin dan amonia.
- Bau sabun (Soapiness) dalam lemak
Timbulnya bau sabun yang tidak enak dengan istilah soapy flavor dalam bahan panan
berkadar lemak tinggi disebabkan oleh pembentukan sabun amonium, sebagai hasil
reaksi antara ALB dengan amonia yang dihasilkan dari degradasi protein. Garam
amonium dapat dihasilkan karena oksidasi garam organik secara mikrobial, dan
peristiwa ini terjadi dalam margarin yang ditumbuhi jamurMonilia sp dan Torulae sp.
- Deteksi aktivitas enzim lipase
Penentuan dilakukan dengan cara menumbuhkan mikroba dalam nutrient medium
yang mengandung lemak akan menghasilkan enzim dengan beberapa macam ciri,
yaitu 1) terbentuknya film yang lebih jernih dalam lemak padat atau opalescent
emulsion, 2) perubahan warna indicator yang ditambahkan ke dalam media, dan 3)
terbentuk sabun berwarna biru kehijauan jika ditambahkan tembaga sulfat (CuSO4).
- Pengaruh enzim oksidase terhadap ketengikan lemak
Oksidase secara biologis disebabkan oleh pencemaran mikrobia, terutama pada lemak
yang masih dalam jaringan. Enzim oksidase, peroksidase dan katalase terdapat dalam
lemak daging ayam yang baru dipotong, sedangkan susu mentah, kacang kedelai
4. mengandung enzim peroksidase dan katalase, serta khususnya susu mentah
mengandung enzim oleinase yang mengakibatkan bau apek (tallowy). Organism yang
menghasilkan enzim oksidase dan lipase dapat mengakibatkan ketengikan.
- Dekomposisi lemak dan asam lemak oleh mikroba
Kemungkinan semua mikrobia yang menghasilkan enzim lipase dapat metabolisir
lemak, dan tahap pertama dalam proses ini adalah dekomposisi gliserida menjadi
gliserol dan asam lemak. Aksi mikrobia terhadap gliserol dapat menghasilkan kurang
lebih 20 macam persenyawaan yang termasuk dalam golongan senyawa aldehida,
asam organik dan senyawa alifatik lainnya. Mikrobia juga dapat memecah rantai asam
lemak bebas menjadi senyawa dengan berat molekul lebih rendah dan selanjutnya
dioksidasi menghasilkan gas CO2 dan air (H2O).
- Produksi keton
Dari pengamatan pada deodorisasi minyak kelapa berbau tengik, ditemukan beberapa
persenyawaan yang menyebabkan bau tidak enak, antara lain senyawa metil heptil
keton, metil nonil keton dan sejumlah kecil metil undesil keton. Senyawa ini terbentuk
selama proses pengeringan kopra dan penyimpanan minyak. Mentega dan bahan
pangan lainnya yang mengandung lemak susu, air dan bahan gizi dapat menimbulkan
ketengikan oleh senyawa keton (ketonic rancidity). Senyawa keton yang dominan
menyebabkan bau tengik adalah senyawa metil amil, metil heptil dan metil nonil
keton. Jamur yang dapat menghasilkan keton, terdiri dari 9 macam Penicillia sp., 5
macam spesies Aspergilli, Cladosporium herbarium, Cladosporium butyri.
Mekanisme Pembentukan Keton. Organisme yang menyerang lemak, pada tahap
pertama menguraikan molekul gliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol,
selanjutnya asam lemak bebas ini dioksidasi. Berdasarkan penelitian terhadap
dekomposisi asam lemak, ternyata sejumlah metil keton terbentuk pada proses beta
oksidasi dalam suasana hidrogen peroksida (H2O2).
CH2.CH2>COOH –– R.CO. CH2.COOH R.COOH+ CH3.COOH ®dst
Asam lemak ¯ asam karboksilat
Abnormal
¯
R.CO. CH3. ® R.CH (OH). CH2 Gambar1. Reaksi normal dan
Keton karbinol abnormal oleh mikroba.
- Perubahan warna oleh mikroba
Banyak di antara organisme menghasilkan pigmen yang berdifusi ke luar sel dan
mencemari warna asli dari bahan pangan. Struktur kimia pigmen yang dihasilkan
mikroorganisme ini belum diketahui jelas, namun kemungkinan beberapa di antaranya
merupakan senyawa karotenoid yang larut dalam lemak dan tidak larut dalam
air. Organik proteolitis yang membentuk zat indole dan skatole, dalam suasana nitrit
(misalnya dalam daging) membentuk nitroso-indole yang berwarna merah. Dalam
5. lemak, pigmen yang dihasilkan mikroba terutama berfungsi sebagai indikator dalam
reaksi oksidasi. Sebagai contoh ialah pigmen kuning cerah dalam lemak segar,
dihasilkan oleh Micrococci sp danBacilli sp. Jika lemak menjadi tengik karena proses
oksidasi oleh bakteri, maka pigmen kuning tersebut berubah menjadi warna ungu
kebiru-biruan. Dekomposisi oleh mikroba dapat dikurangi dan dicegah dengan cara
pengawetan bahan kimia, mengurangi kontaminasi dan penambahan gula dan garam.
4. Oksidasi oleh oksigen udara atau kombinasi dari dua atau lebih dari penyebab kerusakan
tersebut sebelumnya.
- Oksidasi lemak
Bentuk kerusakan, terutama ketengikan yang paling penting disebabkan oleh aksi
oksigen udara terhadap lemak. Dekomposisi lemak oleh mikroba hanya dapat terjadi
jika terdapat air, senyawa nitrogen dan garam mineral, sedangkan oksidasi oleh
oksigen udara terjadi secara spontan jika bahan yang mengandung lemak dibiarkan
kontak dengan udara, sedangkan kecepatan proses oksidasinya tergantung dari tipe
lemak dan kondisi penyimpanan. Dalam bahan pangan berlemak, konstituen yang
mudah mengalami oksidasi spontan adalah asam lemak tidak jenuh dan sejumlah kecil
persenyawaan yang merupakan konstituen yang cukup penting. Sebagai contoh ialah
persenyawaan yang membuat bahan pangan menjadi menarik misalnya persenyawaan
yang menimbulkan aroma, flavor, warna dan sejumlah vitamin.
- Oksidasi konstituen nonlemak
Di samping timbulnya off flavor, telah diketahui bahwa hasil oksidasi lemak tidak
jenuh dapat menyebabkan degradasi nilai alamiah dari konstituen aroma, flavor, warna
dan vitamin. Degradasi konstituen non lemak sering terjadi serentak dengan proses
oksidasi lemak, sehingga faktor-faktor yang menghambat atau mempercepat oksidasi
lemak, mempengaruhi perubahan konstituen non lemak. Oksidasi b- Karoten pada
bagian ikatan rangkapnya dengan adanya katalis lipoksidase atau ferro ftalosianida
akan menghasilkan senyawa epoksi atau furanoksida.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan oksidasi lemak (Akselerator) ada 4 kelas yaitu :
1. Radiasi , misalnya oleh panas dan cahaya,
2. Bahan pengoksidasi (Oxidizing Agent) misalnya peroksida, perasid, ozone, asam nitrat
serta beberapa senyawa organik nitro dan aldehida aromatik,
3. Katalis metal khususnya garam dari beberapa macam logam berat,
4. Sistem oksidasi, misalnya adanya katalis organik yang labil terhadap panas.
Tabel 1. Faktor – faktor yang mempercepat dan menghambat oksidasi
No Akselerator Dihambat/dicegah dengan
1. Suhu tinggi Suhu rendah (refrigrasi)
2. Sinar (UV dan Biru) dan ionisasi radiasi (α,
Wadah berwarna atau opak, bahan pembungkus
β, α dan χ)
3. Peroksida (termasuk lemak yang Menghindarkan oksigen
6. dioksidasi)
4. Enzim lipoksidasi Merebus (blanching)
5. Katalis Fe-organik (misalnya hemoglobin
Anti oksidan Metal deactivator
dst)
6. Katalis logam (Cu, Fe dsb) Metal deactivator EOTA, as-sitrat
MEKANISME DAN HASIL OKSIDASI LEMAK
Mekanisme kerusakan akibat oksidasi terdiri dari dua tahap yaitu , tahap pertama : disebabkan
oleh reaksi lemak dengan oksigen dan tahap kedua : merupakan lanjutan dari tahap pertama,
prosesnya berupa oksidasi ( pada setiap jenis pangan yang berlemak, seperti mentega putih dan
minyak goreng) dan non oksidasi.
Gambar 2. Pengaruh proses oksidasi terhadap komponen
HASIL DEGRADASI PRIMER
Oksidasi spontan lemak tidak jenuh didasarkan pada serangan oksigen pada ikatan rangkap
(ikatan tidak jenuh) sehingga memberntuk hidroperoksida tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh
yang terdapat dalam molukel trigliserida terdiri dari asam oleat (mengandung 1 ikatan rangkap),
asam linoleat (ikatan rangkap) dan asam linolenat (3 ikatan rangkap). Ketiga asam tidak jenuh ini
jika dioksidasi masing-masing akan membentuk oleat hidroperoksida, linoleat hidroperoksida
dan linolenat hidroperoksida yang bersifat reaktif.
Gambar 3. Proses pembentukkan peroksida
R-CH=CH-R1 + O = O → R-CH – CH – R1 → R – CH-CH- R1
↓ ↓ ↓ ↓
O O-O
║ peroksida
O
moloksida
R – CH + CH - R1
║ ║
O O
7. HASIL DEGRADASI SEKUNDER
Produk primer adalah persenyawaan hidroperoksida yang terbentuk dari hasil reaksi antara
lemak tidak jenuh dengan oksigen, sedangkan produk sekunder dihasilkan dari proses degradasi
peroksida (produk primer). Hasilnya ini terdiri dari persenyawaan alkohol, aldehida dan asam,
serta persenyawaan tidak jenuh dengan berat molekul lebih rendah. Tipe degradasi peroksida
terdiri dari 3 macam reaksi kimia yaitu :
1. Pembentukkan radikal hidroperoksida (hydroperoxide desmutation)
Tahap awal adalah dekomposisi hidroperoksida menjadi senyawa alkosi dan radikal
bebas hidroksi (hydroxy free radikal)
2. Pembentukkan senyawa polimerisasi
3. Pembentukkan senyawa karbonil
Hasil Dekomposisi Berupa Gas, selama oksidasi asam lemak tidak jenuh berlangsung terutama
pada suhu tinggi dan adanya kualitas logam, akan terbentuk beberapa macam gas, yaitu gas CO 2,
asam menguap (volatile acid), akrolein, aldehid menguap, dan juga dihasilkan sejumlah molukel
air. Di samping itu, dihasilkan sejumlah kecil gas hydrogen sebagai hasil dekomposisi akibat
pemanasan peroksida lemak dalam ruangan tertutup.
PERUBAHAN KIMIA AKIBAT KERUSAKAN LEMAK
KERUSAKAN AKIBAT OKSIDASI (Autooksidasi)
Pembentukkan produk dari proses oksidasi dengan cara iradiasi, setelah proses ini maka akan
menghasilkan hidroperoksida dan senyawa karbonil setelah bersentuhan dengan oksigen. Hasil
oksidasi lainnya, Selain dari persenyawaan peroksida dan karbonil, dalam lemak juga terdapat
asam karboksilat, dan sejumlah kecil persenyawaan hidroksi, dan persenyawaan berkonjugasi.
Penurunan Nilai Dari Lemak
Palatability. Gejala timbulnya ketengikan oleh proses oksidasi lemak, pada tahap permulaan
ditandai dengan timbulnya flavor, flatness atau oiliness, yang disusul dengan perubahan rasa dan
aroma yang terdapat secara alamiah. Selanjutnya minyak tersebut berubah menjadi bau yang
tidak disukai dengan bau apek (tallowy). Jika ketengikan lemak telah mencapai tahap terakhir
maka lemak biasanya berbau tengik dan terasa getir (acrid quality).
Warna. Lemak atau minyak dalam jaringan, secara alamiah biasanya bergabung dengan pigmen,
misalnya pigmen karotenoid yang akan turut rusak oleh proses oksidasi. Oksidasi karoten mulai
terjadi pada periode induksi.
Kandungan Vitamin. Beberapa vitamin dalam lemak mudah rusak akibat oleh oksigen udara,
sedangkan vitamin yang penting dalam proses pertumbuhan dan reproduksi akan rusak pada
lemak-lemak yang telah menjadi tengik. Vitamin D dalam keadaan normal lebih tahan terhadap
oksidasi.
PEMANASAN
Perubahan kimia dalam lemak yang dipanaskan
8. Pemanasan mengakibatkan 3 macam perubahan kimia dalam lemak yaitu: 1) terbentuknya
peroksida dalam asam lemak tidak jenuh, 2) peroksidasi berdekomposisi menjadi persenyawaan
karbonil, dan 3) polimerisasi oksidasi sebagian. Reaksi-reaksi degradasi selama proses
penggorengan didasarkan atas reaksi penguraian asam lemak. Produk yang terbentuk dapat
diklasifikasikan menjadi 2 golongan utama, yaitu: 1. hasil dekomposisi yang tidak menguap
(NVDP) yang tetap terdapat dalam minyak dapat diserap oleh bahan pangan yang digoreng, dan
2. hasil dekomposisi yang dapat menguap (VDP) yang keluar bersama-sama uap pada waktu
lemak dipanaskan.
ANTIOKSIDAN
Penggolongan Anti Oksidan
Golongan fenol Anti-oksidan yang termasuk dalam golongan ini biasanya mempunyai intensitas
warna yang rendah atau kadang-kadang tidak berwarna dan banyak digunakan karena tidak
beracun. Anti-oksidan golongan phenol meliputi sebagian bebas anti-oksidan yang dihasilkan
oleh alam dan sejumlah kecil anti-oksidan sintesis, serta banyak digunakan dalam lemak atau
bahan pangan berlemak. Contoh anti-oksidan golongan ini antara lain: hidrokuinon, gossipol,
pyrogallol, catechol resorsinol dan eugenol.
Golongan anin mengandung gugus amino atau diamino yang terikat pada cincin benzene
biasanya mempunyai potensi tinggi sebagai anti-oksidan, namun beracun dan biasanya
menghasilkan warna yang intensif jika dioksidasi atau bereaksi dengan ion logam dan stabil
terhadap panas serta ekstraksi kaustik. Anti-oksidan ini biasanya digunakan dalam non pangan,
terutama karet. Contoh : N, N’ difenil p-fenilene diamin, definilhidrazin, difenilguanidine dan
difenil amin.
Mekanisme Kerja Anti-Oksidan
Mekanisme anti-oksidan dalam menghambat oksidasi atau menghentikan reaksi berantai pada
radikal bebas dari lemak yang teroksidasi, dapat disebabkan oleh 4 macam mekanisme reaksi,
yaitu: 1) pelepasan hidrogen dari anti-oksidan, 2) pelepasan elektron dari anti-oksidan, 3) addisi
lemak ke dalam cincin aromatik pada anti-oksidan dan 4) pembentukan senyawa kompleks
antara lemak dan cincin aromatik dari anti-oksidan.
Sinergis
Efektivitas anti-oksidan primer (primary antioxidant) dapat ditingkatkan dengan
mengkombinasikannya menggunakan anti-oksidan yang sama jika dipakai secara
tersendiri. Sebagai contoh ialah anti-oksidan BHA dicampur dengan BHT menghasilkan efek-
sinergis.
9. 7. LEMAK DALAM BAHAN PANGAN
Bahan pangan yang tebuat ataupun yang sengaja dibubuhi lemak adalaha mentega,
margarine, mentega putih (shortening), kembang gula (confectionary), es krim, jenis-jenis
rotidari kue yang dipanggang (baked good) dan bahan pangan yang digoreng dengan minyak
goreng misalnya emping dan jenis kacang-kacangan. Sifat lemak yang sering diinginkan adalah
lemak mempunyai titik cair mendekati suhu tubuh.
MINYAK GORENG DAN MENTEGA PUTIH
Minyak Goreng,
Lemak yang baik digunakan adalah lemak babi, oleo-stearin atau lemak nabati dihidrogenas
dengan titik cair 35-400C, minyak kelapa, kacang tanah dan kelapa sawit. System menggoreng
dibagi dua yaitu:
1. Proses Gangsa (Pan Frying)
Proses gangsa (Pan Frying) dapat menggunakan lemak ataupun minyak dengan titik asap
yang rendah, karena suhu pemanasan pada proses penggorengan dengan sistem gangsa
menggunakan suhu yang lebih rendah daripada sistemdeep frying. Adapun yang menjadi ciri
khas dari system gangsa adalah bahan pangan yang digoreng tidak sampai terendam dalam
minyak atau lemak.
2. Proses menggoreng biasa (Deep Frying)
Pada penggorengan dengan menggunakan sistem deep frying, bahan pangan yang
digoreng terendam dalam minyak dan suhu minyak dapat mencapai 200-205 derajat celcius.
Secara komersil,bahan pangan yang digoreng (fried food) biasanya digoreng dengan
menggunakan system deep frying. Bagi bahan pangan yang digoreng dala jumlah besar,
misalnya dough nut dan berbagai macam jenis keripik. Ketel-ketel penggorengan biasanya
dilengkapi dengan thermostat untuk menjaga suhu agar tetap stabil.
Struktur Bahan Pangan Digoreng
Ada tiga bagian struktur dasar bahan pangan yang digoreng yaitu Inner Zone atau core
merupakan bagian dalam bahan pangan berkadar air tinggi dan umumnya terdapat pada bahan
pangan yang digoreng. Proses pemasakan terjadi
penetrasi panas dari minyak yang masuk ke dalam bahan
pangan. Proses pemasakan ini dapat merubah atau tidak
karakter bahan pangan, tergantung dari bahan pangan
yang digoreng. Permukaan lapisan luar (outer zone
surface) akan berwarna coklat keemasan akibat
Gambar 3. Struktur dasa bahan penggorengan. Hal ini disebabkan oleh reaksi browning
pangan yang digoreng atau maillard. Tingkat warna ini tergantung dari lama dan
suhu menggoreng dan komposisi kimia pada permukaan luar dari bahan pangan; sedangkan jenis
lemak yang digunakan berpengaruh sangat kecil terhadap warna permukaan bahan.
10. Bagian Luar Bahan Pangan (Outer Zone)
Jika bahan segar digoreng, maka kulit bagian luar dapat mengkerut. Kulit atau kerak tersebut
dihasilkan akibat proses dehidrasi bagian luar bahan pangan pada waktu menggoreng. Kerak in
hanya terjadi pada bahan pangan tertentu. Pembentukkan terjadi akibat panas dari lemak panas
diatas 312 0 F sehingga air menguap pada bgian luar bahan pangan. Pada kadar air 3 % atau
kurang akan terbentuk kerak dan bahan pangan akan menjadi masak (done).
Ada 2 fungsi lemak yang diserap yaitu mengempukkan kerak seperti mentega putih
mengempukkan pie crust dan untuk membasahi (wetting) bahan pangan digoreng seperti
mentega atau margarine membasahi roti dan kue.
Proses Menggoreng
Menggoreng adalah suatu proses untuk memasak bahan pangan menggunakan lemak atau
minyak pangan.
Ke dalam ketel berturut-turut dimasukkan minyak goreng, kemudian dipanaskan (BTU),
selanjutnya bahan yang akan digoreng. Dari ketel akan diperoleh hasil gorengan, uap yang
dihasilkan dari lemak, serta hasil samping lemak akibat pemanasan penggorengan serta kerak.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penggorengan adalah pemanasan dengan adanya udara, lemak
setempat kelewat panas (loca over heating), aerasi pada lemak, kontak lemaak dengan logam dari
ketel, kontak bahan pangan dengan minyak, adanya kerak dan partikel yang gosong.
Perbandingan antara jumlah minyak total dalam ketel dengan kecepatan (selang waktu)
penambahan minyak baru ke dalam ketel, adalah periode turnover, yang dapat dihitung. Secara
lami periode turnover yang lebih singkat mengakibatkan kondisi minyak dalam ketel lebih baik.
FC = T.P
R
Prinsip menggoreng didasarkan 2 hal yaitu:
1. Jumlah minyak yang digunakan dalam system menggoreng mencapai jumlah kebutuhan
minimum untuk menggoreng bahan pangan serta perlu dijaga kesempurnaan meratanya
distribusi panas oleh minyak.
2. Kebutuhan panas (BTU) minimum tergantung dari komposisi bahan pangan, ketel dan
keadaan hasil gorengan. Efisiensi pemanasan ketel bervariasi dan tidak akan pernah
mencapai efisiensi 100%. Bahan pangan yang berbeda akan membutuhkan BTU yng
berbeda pula. Sebagai contoh ialah keripik kentang membutuhkan 350.000 BTU/jam
dengan kecepatan berproduksi 100 lb keripik/jam sedangkan keripik perancis
membutuhkan panas 87.500 BTU/jam.
Pertimbangan merancang proses menggoreng
Pada waktu proses pemanasan minyak dan penggorengan, aerasi terutama terjadi pada
permukaan minyak dalam ketel, namun akhirnya udara akan masuk ke dalam lemak akibat
peristiwa pergerakan sirkulasi atau pengadukan lemak. Aerasi udara secara berlebih selama
proses penggorengan harus dihindarkan untuk mengurangi proses oksidasi. Uap air yang timbul
dapat membantu penguapan hasil samping dan zat yang menguap harus dicegah agar tidak
11. terkondensasi di atas permukaan minyak dan kembali menetas ke minyak goreng dalam ketel.
Pencegahan tersebut dapat dilakukan dengancara penyedotan uap atau aerasi.
Kerusakan minyak goreng
Kerusakan minyak dan pemanasan pada suhu tinggi disebabkan oleh proses ksidasi dan
polimerisasi.
Oksidasi minyak akan menghasilkan senyawaaldehid, keton, hidrokarbon, alkohol, lakton
serta senyawa aromatis yang mempunyai bau tengik dan rasa getir. Kerusakan ini mempunyai 6
tahapan sebagai berikut :
1. Terbentuk Volatile decomposition product (VDP) yang dihasilkan dari pemecahan rantai
karbon asam lemak.
2. Proses oksidasi disusul dengan proses hidrolisa triasilgliserida karena adanya air. Hal ini
terbukti dari kenaikan jumlah asam lemak bebas dalam minyak.
3. Oksidasi asam lemak berantai panjang.
4. Degradasi ester oleh panas
5. Oksidasi asam lemak yang terikat pada posisi alpha dalam trigliserida
6. Otooksidasi keton oleh aldehida menjadi asam karboksilat.
Polimerisasi, pembentukan senyawa ini selam proses menggoreng terjadi karena reaksi
polimerisasi adisi dari asam lemak tidak jenuh. Hal ini terbukti dengan terbentuknya bahan
menyerupai gum yang mengendap di dasar ketel atau wadah penggorengan. Proses in mudah
terjadi pada saat minyak mengering atau setengahnya karena mengandung asam lemak tidak
jenuh dalam jumlah besar.
Pengawasan proses menggoreng dalam skala komersil
Di laboratorium, mutu hasil gorengan serta minyak goreng dinilai berdasarkan uji
organoleptik dan fisiko kimia. Uji fisio kimia meliputi pengukuran kadar asam lemak bebas,
warnan, kekntalan, bilangan iod, fraksi non urea adduct, nila TBA, nila A.O.M. dan penetapan
kompnen flavor dengan gas kromatografi.
Factor yang berpengaruh dalam proses menggoreng adalah instalasi penggorengan (faktornya
keadaan dari bahan pangan yang digoreng, kecepatanm pergantian minyak goreng dan derajat
atau tingkat aerasi selama proses mengoreng serta efektivitas penyaringan), minyak sebagai
medium menggoreng dan kondisi penggorengan (suhu menentukkan mutu hasil penggorengan
yang dinilai berdasarkan rupa, flavor, lemak yang terserap dan stabilitas penyimpanan factor
ekonomi) yang optimum serta prosedur pembersihan ketel.
MENTEGA PUTIH / SHORTENING
Shortening adalah lemak padat yang mempunyai sifat plastis dan kestabilan tertentu,
umumnya berwarna putih sehingga sering disebut mentega putih. Bahan ini diperoleh dari hasil
pencampuran dua atau lebih lemak, atau dengan cara hidrogenasi. Mentega putih ini banyak
digunakan dalam bahan pangan terutama dalam pembuatan cake dan kue yang dipanggang.
12. Fungsinya adalah untuk memperbaiki cata rasa, struktur, tekstur, keempukan dan memperbesar
volume roti/kue.
Ada tiga macam shortening berdasar kan cara pembuatannya yaitu compound, hydrogenated,
dan high ratio shortening.
Compound shortening adalah shortening yang dihasilkan dari campuran lemak hewani yang
bertitik cair tinggi, lemak bertitik cair rendah, dan lemak yang sudah mengalami hidrogenasi.
Dari pencampuran lemak-lemak tersebut akan diperoleh shortening dengan konsistensi tertentu,
bersifat plastis pada selang suhu yang lebar, dan tahan lama. Contoh shortening campuran adalah
pencampuran oleo sterain, lard, dan minyak biji kapas yang telah mengalami hidrogenasi.
Shortening yang dihidrogenasi dibuat dengan cara mencampurkan dua atau lebih minyak
dengan bilangan iodine dan konsistensi berbeda-beda. Keuntungan cara ini adalah konsistensi
dapat diatur dengan mengatur perbandingan jumlah derajat hidrogenasi dari masing-masing
lemak yang dicampur.
High ratio shortening atau hydrogenated shortening yang ditambahkan emulsifier. Misalnya
monogliserida, digliserida, lesitin, dan kadang-kadang ditambahkan gliserol. Mono- dan
digliserida mengandung gugus karboksil yang bersifat liofilik dan gugus hidroksil yang bersifat
hidrofilik, karena dapat bertindak sebagai emulsifier. Mentega putih yang mengandung
emulsifier ini tidak baik untuk tujuan menggoreng deep frying, karena pada suhu tinggi mono-
dan digliserida akan terurai membentuk asap.
Sifat-sifat fisik mentega putih nilai shortening ( kemampuan mentega putih untuk melumas
dan mengempukkan bahan pangan khusunya kue dan roti. Keempukkan da[at diukur dengan alat
shortometer. Factor yang mempengaruhi jenis pemakaian, suhu, jenis dan konsentrasi bumbu
yang digunakan dan konsentrasi lemak) dan sifat plastis ( plastis jika berwujud padat dan tidak
meleleh pada suhu kamar dapat membentuk disperse dan berubah menjadi kental oleh kenaikan
suhu atau karena tekanan mekanis yang cukup rendah. Factor yang mempengaruhi perbandingan
jumlah antara lemak berwujud padat dan minyak cair dalam mentega putih dan sifat-sifat
Kristal).
Fungsi mentega putih dalam bahan pangan khusunya dalam kue dan roti antara lain
memperbesar volume bahan, menyerap udara, stabilisir, emulsifier, membentuk cream,
memperbaiki keeping quality dan memberikan cita rasa gurih. Fungsi lainnya sebagai bahan
pelumas pada alat pengolahan. Minyak dan lemak sebagai bahan baku pembuatan mentega putih,
dengan kelarutan yang baik diperoleh dengan mencampur lemak keras dan lunak yang
dihdrogenasi.
Bahan pangan yang mengandung shortening adalah roti, roti manis diragikan,biscuit wafer
dan cookie, biscuit soda, Danish dan puff pastrypie crust, yellow cake dan es krim. Biasanya
komponennya terdiri dari tepung terigu, tepung beras, mentega putih dan ramuannya yaitu telur,
gula dan rempah-rempah.
MENTEGA
13. Mentega adalah produk minyak hewani, bukan produk nabati. Mentega merupakan masa dari
lemak susu yang dihasilkan dengan penumbukan krim susu atau susu penuh. Penemuan mentega
sudah berabad-abad lamanya. Orang yang pertama-tama secara kebetulan melihat terjadinya
mentega sewaktu membawa susu dalam kantong kulit di atas kuda. Akibat pengocokan ini maka
terjadilah gumpalan lemak yang merupakan awal mentega.
Lemak dari suhu dapat dipisahkan dari komponen lain dengan baik melalui proses
pengocokan atau churning. Dengan cara tersebut, secar mekanikfiim protein di dekelilingi
globula lemak retak dan pecah, sehingga memungkinkan globula lemak menggumpal dan
menyusup ke permukaan. Cara ini merupakan proses proses pemecahan emulsi minyak dalam air
(o/w)dengan pengocokan.
Mentega sendiri merupakan emulsi air dalam minyak dengan kira-kira 15% air terdispersi di
dalam 80% lemak dengan sejumlah kecil protein yang bertindak sebagai zat pengemulsi
(emulsifier). Lemak susu terdiri dari trigliserida-trigliserida butirodiolein, butiropalmitoolein,
oleodipalmitin, dan sejumlah kecil triolein. Asam lemak butirat dan koproat dalam keadaan
bebas akan menimbulkan bau dan rasa tidak enak.
Mentega dapat dibuat dari lemak susu yang manis (swet cream) atau yang asam. Mentega dari
lemak yang asam mempunyai cita rasa yang kuat. Lemak susu dapat dibiarkan menjadi asam
secara spontan atau dapat diasamkan dengan penambahan pupukan murni bakteri asam laktat
pada lemak susu yang manis yang telah dipasteurisasikan, sehingga memungkinkan terjadinya
fermentasi.
Lemak susu dinetralakan dengan garam-garam karbonat, kemudian dipasteurisasi.
Sedangkan bakteri yang dinokulasikan biasanya bakteri Steptococcus citrovorus, S.
paracitrovorus, Lactobacillus lactis, dan Bacillus viscosus sachari. Selam pematangan 3-4 jam,
bakteri-bakteri akan akan menguraikan laktosa dalam susu menjadi asam laktat dan timbullah
senyawa diasetil (CH2CO2) yang akan menimbulakan cita rasa khas. Kristalisasi mentega
ditentukan oleh ukuran globula lemak dari cream yang digunakan. Zat warna, bila diperlukan,
ditambahkan kedalam lemak susu sebelum churning. Zat pewarna yang sering digunakan adalah
karoten, yaitu zat pewarna alamiah yang merupakan sumber vitamin A.
MARGARINE
Margarine merupakan pengganti mentega dengan rupa, bau, konsistensi, rasa, dan nilai gizi
yang hampir sama. Margarine juga merupakan emulsi air dalam minyak, dengan persyaratan
mengandung tidak kurang 80 % lemak. Lemak yang digunakan dapat berasal dari lemak hewani
atau lemak nabati. Lemak hewani yang biasa digunakan yaitu lemak babi (lara) dan lemak sapi
oleo oil), sedangkan lemak nabati yang digunakan adalah minyak kelapa, minyaka kelapa sawit,
minyak kedelai, dan minyak biji kapas. Karena minyak nabati umumnya berbentuk cair, maka
harus dihidrogenasi lebih dahulu menjadi lemak padat, yang berarti margarine harus bersifat
plastis, padat pada suhu ruang, agak keras pada suhu rendah, dan segera dapat mencair pada
mulut.
14. Lemak yang akan digunakan dimurnikan lebih dahulu, kemudian dihidrogenasi sampai
mendapat konsistensi yang diinginkan. Lemak diaduk, diemulsikan dengan susu skim yang telah
dipasteurisasi, dan diinokulasi dengan bakteri yang sama seperti pembuatan mentega. Sesudah
inokulasi, dibiarkan 12 – 24 jam sehingga terbentuk emulsi sempurna, kadang-kadang
ditambahkan emulsifier seperti lesitin, gliserin, atau kuning telur. Bahan lain yang ditambahkan
adalah garam, Na benzoate sebagai pengawet,dan vitamin A.
Minyak nabati yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan margarin harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
1. Bilangan Iod yang rendah.
2. Warna minyak kuning muda.
3. Flavor minyak yang baik.
4. Titik beku dan titik cair disekitar suhu kamar.
5. Asam lemak yang stabil.
6. Jenis minyak yang digunakan sebagai bahan baku harus banyak terdapat di suatu daerah.
15. 8. MASALAH KETENGIKAN DAN KERACUNAN LEMAK
Pada lemak dan minyak dikenal ada dua tipe kerusakan yang utama, yaitu ketengikan dan
hidrolisa. Tapi yang akan kita bahas adalah tipe kerusakan yaitu ketengikan. Ketengikan terjadi
bila komponen cita-rasa dan bau mudah menguap terbentuk sebagai akibat kerusakan oksidatif
dari lemak dan minyak yang tak jenuh. Komponen-komponen ini menyebabkan bau dan cita-rasa
yang tidak dinginkan dalam lemak dan minyak dan produk-produk yang mengandung lemak dan
minyak itu.. Hal ini disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak.
Otooksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh faktor-
faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti cahaya, panas, peroksida lemak atau
hidroperoksida, logam-logam berat seperti Cu, Fe, Co dan Mn, logam pofirin seperti hematin,
hemoglobin, mioklobin, klorofil, dan enzim-enzim lipoksidase.
Molekul-molekul lemak yang mengandung radikal asam lemak tidak jenuh mengalami
oksidsi dan menjadi tengik. Bau tengik yang tidak sedap tersebut disebabkan oleh pembentukan
senyawa-senyawa hasil pemecahan hidroperoksida. Menurut teori yang sampai kini masih
dianut orang, sebuah atom hydrogen yang terikat pada suatu atom karbon yang letaknya
disebelah atom karbon lain yang mempunyai ikatan rangkap dapat disingkirkan oleh suatu
kuantum energi sehingga membentuk radikal bebas.
Kemudian radikal ini dengan O2 membentuk peroksida aktif yang dapat membentuk
hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah menjadi senyawa dengan rantai
karbon yang lebih pendek oleh radiasi energi tinggi, energi panas, katalis logam, atau enzim.
Senyawa-senyawa dengan rantai C lebih pendek ini adalah asam-asam lemak, aldehida-aldehida,
dan keton yang besifat volatile dan menimbulakn bau tengik pada lemak. Perubahan-perubahan
selama oksidasi ini dapat diikuti dengan spektrofotometer ultraviolet dengan absorpsi pada
232mm.
Faktor Penyebab Ketengikan
Tipe penyebab ketengikan dalam lemak dibagi atas tiga golongan yaitu ;
1. Ketengikan oleh oksidasi (oxidative rancidity)
Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebut proses
ketengikan. Hal ini disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak.
Otooksidasi dimulai dengan pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh faktor-
faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti cahaya, panas, peroksida lemak atau
hidroperoksida, logam-logam berat seperti Cu, Fe, Co, dan Mn, logam porfirin seperti
hematin, hemoglobin, mioglobin, klorofil, dan enzim-enzim lipoksidase.
16. Molekul-molekul lemak yang mengandung radikal asam lemak tidak jenuh mengalami
oksidasi dan menjadi tengik. Bau tengik yang tidak sedap tersebut disebabkan oleh
pembentukan senyawa-senyawa hasil pemecahan hidroperoksida. Menurut teori yang sampai
kini masih dianut orang, sebuah atom hidrogen yang terikat pada suatu atom karbon yang
letaknya disebelah atom karbon lain yang mempunyai ikatan rangkap dapat disingkirkan oleh
suatu kuantum energi sehingga membentuk radikal bebas.
Kemudian radikal ini dengan O2 membentuk peroksida aktif yang dapat membentuk
hidroperoksida yang bersifat tidak stabil dan mudah pecah menjadi senyawa dengan rantai
karbon yang lebih pendek oleh radiasi energi tinggi, energi panas, katalis logam, atau enzim.
Senyawa-senyawa dengan rantai C lebih pendek ini adalah asam-asam lemak, aldehida-
aldehida, dan keton yang bersifat volatile dan menimbulkan bau tengik pada lemak.
2. Ketengikan oleh enzim (enzymatic rancidity)
Bahan pangan berlemak dengan kadar air dan kelembaban udara tertentu, merupakan
medium yang baik bagi pertumbuhan jamur. Jamur tersebut mengeluarkan enzim, misalnya
enzim lipo clastic dapat meguraikan trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol.
Enzim peroksida dapat mengoksidasi asam lemak tidak jenuh sehingga terbentuk peroksida.
Disamping itu enzim peroksida dapat mengoksidasi asam lemak jenuh pada ikatan karbon
atom β, sehingga membentuk asam keton dan akhirnya metil keton, dengan reaksi sebagai
berikut :
3. Ketengikan oleh proses hidrolisa (hidrolitic rancidity).
Dalam reaksi hidrolisa, minyak atau lemak akan diubah menjadi bermacam-macam asam
lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat mengakibatkan kerusakan minyak atau
17. lemak ini terjadi karena adanya kandungan air dalam minyak atau lemak, yang pada akhirnya
menyebabkan ketengikan dengan perubahan rasa dan bau pada minyak tersebut.
Berbagai jenis minyak atau lemak akan mengalami perubahan flavor dan bau sebelum terjadi
proses ketengikan. Hal ini dikenal sebagai reversion. Beberapa penyelidik berpendapat bahwa
hal ini khas pada minyak atau lemak. Reversion terutama dijumpai dalam lemak dipasar dan
pada pemanggangan atau penggorengan dengan menggunakan temperatur yang terlalu tinggi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan dari reversion ini adalah : suhu, cahaya
atau penyinaran, ada tidaknya oksigen, dan adanya logam-logam yang bersifat sebagai
katalisator pada proses oksidasi..
Jika suhu penyimpanan minyak atau lemak dinaikkan, maka waktu untuk menghasilkan
flavor reversion akan lebih singkat.
Ketengikan berbeda dengan reversion; beberapa minyak atau lemak mudah terpengaruh
untuk menjadi tengik tetapi akan mempunyai daya tahan terhadap peristiwa reversion, misalnya
pada minyak jagung. Perubahan flavor yang terjadi selama reversion, berbeda untuk setiap jenis
minyak, sedangkan minyak yang telah menjadi tengik, akan menghasilkan flavor yang sama
untuk semua jenis minyak atau lemak. Bilangan peroksida yang sangat tinggi dapat menjadi
indikasi ketengikan minyak atau lemak, tetapi bilangan peroksida ini tidak mempunyai hubungan
dengan peristiwa reversion.
UJI KETENGIKAN minyak secara kualitatif dan kuantitatif dilakukan dengan menguji
senyawa-senyawa yang menimbulkan bau tengik dalam minyak misalnya aldehid, keton
peroksida yang dapat menguap. Macam-macam uji ketengikan antara lain:
1. Uji Kreis
Prinsipnya reaksi kondensasi antara ephydrin-aldehida dengan phloro glusinol, sehingga
menghasilkan warna merah jambu (pink). Prosedur : lemak ditimbang dengan jumlah
tertentu + asam klorida (HCl). Dikocok dengan larutan encer pholoroglusinol yang
mengandung eter. Jika larutan berwarna pink dan semakin intensif maka sudah tengik.
2. Uji issoglio
Prinsipnya sama dengan penentuan bilangan Reischert_meissl, bertujuan untuk menguji
senyawa keton dan aldehida yang dapat menguap secara kuantitatif. Senyawa keton dan
aldehida dihasilkan dari oksidasi lemak merupakan slah satu penyebab bau tengik dalam
lemak. Prosedur : lemak dikock dalam air sulingan selama 2 jam dan saring dengan
kertas saring. Filtrate diasamkan, + larutan permanganate 0,01 N dengan volume tertentu
18. kemuidan didihkan selam 5 menit, campur dengan 0,01 N asam oksalat dalam asam
sulfat pada volume yang sama, titrasi dengan larutan permanganate. Jumlah ml titran
yang digunakan untuk mengoksidasi aldehida yang dapat menguap disebut oxidizability
value. Nilai ini dignakan untuk mengukur ketengikan minyak, karena semakin besar
nilainya berarti semakin tengik.
3. Uji Schiff
Bertujuan untuk menentukkan jumlah aldehida yang dihasilkan dan dekomposisi ikatan
tidak jenuh dalam asam lemak. Menggunakan larutan fuchsin yang berikatan dengan
SO2. Warna ungu larutan ini akan hilang apabila breaksi dengan SO2, bereaksi dengan
aldehid maka akan diikat dan membuat larutan berwarna ungu kembali.
4. Uji lea
Dapat ditentukkan secara langsung kadar aldehia dalam lemak. Aldehida direaksikan
dengan Na bisulfit, bisulfit dibebaskan dengan Na nikabornat, lalu titrasi dengan iodium.
Prosedurnya : lemak dilarutkan dengan benzene kemudian kocok dengan larutan Na
bisulfit selama 1 jam ditempat gelap pada suhu ± 200C. emulsi terbentuk disentrifusi
lapisan larutan yang mengandung air dipisahkan dari fraksi benzene. Tritasi dengan
larutan iodium 0,002 N tujuan untuk mengikat Na Bisulfit yang tersisa, kemudian +
larutan Na bikarbonat dan titrasi dengan larutan iod 0,002 N.
5. Uji TBA
Uji ini berdasarkan atas terbentuknya pigmen warna merah sebagai hasil rekasi
kondensasi antara 2 molekul TBA dengan 1 molekul malonat dialdehida. Monoldehida
didapatkan hdari hasil pembentukkan di-peroksida pada gugus pentadiena yang disusul
dengan pemutusan rantai molekul atau dengan oksidasi lebih lanjut dari 2-enol yang
dihasilkandai penguraian monohidro peroksida.
6. Bilangan peroksida menurut metode Lea
Prinsipnya jumlah iod dalam KI yang dibebaskan oleh peroksida. iod bebas diikat
dengan larutan Na Thiosulfit.
7. Oven test
19. 9. PENGOLAHAN MINYAK DAN LEMAK
Ekstraksi adalah suatu cara untuk mendapatkan minyakatau lemak dari bahan yang diduga
mengandung minyak atau lemak. Cara ekstraksinya adalah:
1. Rendering , ekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang diduga menagndung minyak
atau lemak kadar air yang tinggi. Panas adalah satu yang spesifik bertujuan untuk
menggumpalkan protein pada dinding sel bahan dan utnuk memecahnya, sehingga mudah
ditembus oleh lemak atau minyak. Rendering terbagi 2 cara wet ( proses rendering
dengan penambahan sejumlah air selama berlangsungnya proses tersebut) dan dry (tanpa
penambahan air selama proses berlangsung)
2. Pengepresan mekanik merupakan sutau cara ekstraksi minyak atau lemak dari bahan
yang berasal dari biji-bijian. Untuk memisahkan minyak dari bahan yang berkadar
minyak tinggi (30-70%). Ada dua cara ekstraksi ini pengepresan hidrolik ( tahapannya
bahan yang mengandung minyakperajanganpenggilinganpemasakan dan
pemanasanpengepresan minyak kasar dan ampas bungkil) dan pengepresan
berulir(tahap awal pemasakan pada temepratur 115,50C.
3. Ekstraksi dengan perlarut, prinsipnya melarutkan minyak dalam pelarut minyak dan
lemak.
Pemurnian minyak, tujuan utmanya untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, warna
yang tidak menarik dan memperpanjang masa simpan minyak sebelum dikonsumsi atau
digunakan sebagai bahan mentah dalam industri. Tahpan pemurnian yaitu:
1. Pemisahan bahan berupa suspense dan disperse koloid dengan cara penguapan,
degumming dan pencucian dengan asam.
2. Pemisahan asam lemak bebas dengan cara netralisasi.
3. Dekolorisasi dengan prose pemucatan
4. Deodorasi
5. Pemisahan gliserida jenuh (stearin) dengan pendinginan (chilling).
Pemisahan gum (degumming), merupakan suatu proses pemisahan getah atau lender yang
terdiri dari fosfatida, protein, residu, karbhohidrat, air dan resin tanpa mengurangi jumlah asam
lemak bebas dalam minyak. Biasanya proses ini dilakukan dengan dehidrasi gum atau kotoran
lain, supaya bahan tersebut lebih mudah terpisah dari minyak, kemudian diteruskan dengan
proses pemusingan (centrifusi). Caranya ialah dengan memasukkan uap air panas ke dalam
minyak disusul dengan pengaliran air dan selanjutnya di sentrifisi sehingga bagian lender
terpisah dari air. Pada waktu proses sentrifusi berlangsung, ditambahkan bahan kimia yang dapat
menyerap air misalnya asam mineral pekat atau garam dapur (NaCl). Suhu minyak pada waktu
proses centrifusi berpisah antara 32-500C, dan pada suhu tersebut kekentalan minyak akan
berkurang sehingga gum mudah terpisah dari minyak. Sebelum itu dilakukan tahap netralisasi
dengan alasan sabun yang terbentuk dari hasil reaksi antara asam lemak bebas dengan kaustik
soda pada proses netralisasi akan menyerap gum, sehingga menghambat proses pemisahan sabun
20. dari minyak dan masih ada partikel emulsi dalam minyak sehingga mengurangi rendemen
trigliserida.
Tahap-tahap pemurnian
Netralisasi adalah proses untuk memisahkan asam lemak bebas dengan basa atau bereaksi
dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga
membentuk sabun. Bisa juga dengan penyulingan (de-asidifikasi).
1. Netralisasi dengan Natrium Karbonat (Na2CO3)
Keuntungan menggunakan persenyawaan karbonat adalah karena trigliserida tidak
ikut tersabunkan, sehingga nilai refining factor dapat diperkecil. Suatu kelemahan
dari pemakaian senyawa ini adalah karena sabun yng terbentuk sukar dipisahkan. Hal
ini disebabkan karena gas CO2 yang dibebaskan dari karbonat akan menimbulkan
busa dalam minyak. Namun, kelemahan ini dapat diatasi karena gas CO2 yang
dihasilkan dapat dihilangkan dengan cara mengalirkan uap panas atau dengan
menurunkan tekanan udara di atas permukaan minyak dengan menggunakan pompa
vakum.
2. Netralisasi minyak dalam bentuk “miscella”
Cara ini digunakan pada minyak yang diekstrak dengan menggunakan pelarut
menguap ( solvent extraction ). Hasil yang diperoleh merupakan campuran antara
pelarut dan minyak yang disebut dengan miscella. Asam lemak bebas dalam micelle
dapat dinetralkan dengan menggunakan kaustik soda atau natrium karbonat.
Sedangkan sabun yang terbentuk dapat dipisahkan dengan cara menambahkan garam
dan minyak netral dapat dipisahkan dari pelarut dengan cara penguapan.
3. Netralisasi dengan Etanol Amin dan Amonia
Etanol Amin dan Amonia dapat digunakan untuk netralisasi asam lemak bebas. Pada
proses ini, asam lemak bebas dapat dinetralkan tanpa menyabunkan trigliserida,
sedangkan ammonia yang digunakan dapat diperoleh kembali dari soap stock dengan
cara penyulingan dalam ruangan vakum
4. Pemisahan Asam (de-acidification) dengan Cara Penyulingan
Proses pemisahan asam dengan cara penyulingan adalah proses penguapan asam
lemak bebas, langsung dari minyak tanpa mereaksikannya dengan larutan basa,
sehingga asam lemak yang terpisah tetap utuh. Minyak kasar yang akan disuling
terlebih dahulu dipanaskan dalam alat penukar kalor (heat exchanger).
Untuk menghindari kerusakan minyak selama proses penyulingan karena suhu
yang terlalu tinggi, maka asam lemak bebas yang tertinggal dalam minyak dengan
kadar lebih rendah dari 1% harus dinetralkan dengan menggunakan persenyawaan
basa. Minyak kasar dengan kadar asam lemak bebas yang tinggi umumnya
mengandung fraksi mono dan digliserida yang terbentuk dari hasil hidrolisa sebagian
molekul trigliserida.
21. Pada umumnya, kadar asam lemak bebas dalam minyak setelah penyulingan
sekitar 0,1-0,2% , sedangkan hasil kondensasi masih mengandung sekitar 5%
trigliserida. Jadi, penggunaan uap pada proses penyulingan akan membawa sejumlah
kecil fraksi trigliserida.
Pemisahan asam lemak bebas dengan cara penyulingan digunakan untuk
menetralkan minyak kasar yang mengandung kadar asam lemak bebas relative tinggi,
sedangkan minyak kasar yang mengandung asam lemak bebas lebih keil dari 8%
lebih baik dinetralkan dengan penggunaan senyawa basa.
5. Pemisahan asam dengan menggunakan Pelarut Organik
Perbedaan kelarutan antara asam lemak bebas dan trigliserida dalam pelarut organic
digunakan sebagi dasar pemisahan asam lemak bebas dari minyak. Pelarut yang
paling baik digunakan utuk memisahan asalm lemak bebas adalah furfual dan
propane. Piridine merupakan pelarut minyak dan jika ditambahkan air dalam jumlah
kecil, maka trigliserida akan terpisah. Trigliserida tidak larut dalam pyridine,
sedangkan asam lemak bebas tetap larut sempurna. Minyak dapat dipisahkan dari
pelarut dengan cara dekantasi sedangkan pelarut dipisahkan dari asam lemak bebas
dengan cara penyulingan. Dengan menggunakan alcohol sebagai pelarut, maka
kelarutan trigliserida dalam alcohol akan bertambah besar seiring dengan
bertambahnya kadar asam lemak bebas, sehingga pemisahan antara asam lemak bebas
dari trigliserida lebih sukar dilakukan.
Pemucatan (bleaching) adalah suatu tahap proses pemurnian untuk menghilangkan zat-zat
warna yang tidak disukai dalam minyak. Pemucatan ini dilakukan dengan mencampur
minyak dengan adsorben, seperti tanah serap (fuller earth), lempung aktif (activated clay)
dan arang aktif atau dapat juga menggunakan bahan kimia.
Klasifikasi Proses Pemucatan
Proses pemucatan terbagi dua, yaitu :
1. Pemucatan Minyak dengan Adsorben
Adsorben yang digunakan untuk memucatkan minyak terdiri dari tanah pemucat
(bleaching earth) dan arang (bleaching carbon). Zat warna dalam minyak akan diserap oleh
permukaan adsorben dan juga menyerap suspensi koloid (gum dan resin) serta hasil degradasi
minyak, misalnya peroksida
i. Macam-macam Adsorben:
a. Bleaching Clay (bleaching earth)
Bahan pemucat ini merupakan sejenis tanah liat dengan komposisi utama terdiri dari SiO2,
Al2O3, air terikat serta ion kalsium, magnesium oksida dan besi oksida. Perbandingan
komposisi antara 2 jenis bleaching.
Jumlah adsorben yang dibutuhkan untuk menghilangkan warna minyak tergantung dari
macam dan tipe warna dalam minyak dan sampai berapa jauh warna tersebut akan dihilangkan.
Daya pemucat bleaching clay disebabkan karena ion Al3+ pada permukaan partikel
adsorben, yang dapat mengadsorbsi partikel zat warna. Daya pemucat tersebut tergantung dari
22. perbandingan komponen SiO2 dan Al2O3 dalam bleaching clay. Adsorben yang terlalu kering
menyebabkan daya kombinasinya dengan air telah hilang, sehingga mengurangi daya
penyerapan terhadap zat warna.
Aktivitas adsorben dengan asam mineral (HCl atau H2SO4) akan mempertinggi daya
pemucat karena asam mineral tersebut larut atau bereaksi dengan komponen berupa tar, garam
Ca dan Mg yang menutupi pori-pori adsorben. Disamping itu asam mineral melarutkan Al2O3
sehingga dapat menaikkan perbandingan jumlah SiO2 dan Al2O3 dari (2-3) : 1 menjadi (5-6) : 1.
Aktivasi menggunakan asam mineral akan menimbulkan 3 macam reaksi, sebagai
berikut:
1. Mula-mula asam akan melarutkan komponen Fe2O3, Al2O3, CaO, dan MgO yang mengisi
pori-pori adsorben. Hal ini ,mengakibatkan terbukanya pori-pori yang tertutup sehingga
menambah luas permukaan adsorben.
2. Selanjutnya ion-ion Ca2+ dan Mg2+ yang berada pada permukaan kristal adsorben secara
berangsur-aangsur diganti oleh ion H+ dari asam mineral.
3. Sebagian ion H+ yang telah menggantikan ion Ca2+ dan Mg2+ akan ditukar oleh ion Al3+ yang
telah larut dalam asam, dan reaksi yang terjadi.
Pemakaian asam mineral untuk mengaktifkan adsorben bleaching clay menimbulkan bau
lapuk pada minyak, tetapi bau lapuk tersebut akan hilang pada proses deodorisasi. Disamping itu
activated clay yang bersifat asam akan menaikkan kadar asam lemak bebas dalam minyak dan
mengurangi daya tahan kain saring yang digunakan untuk memisahkan minyak dari adsorben.
b. Arang (Bleaching Carbon)
Arang merupakan bahan padat yang berpori-pori dan pada umunya diperoleh dari hasil
pembakaran kayu atau bahan yang mengandung unsur karbon. Umumnya arang mempunyai
daya adsorbsi yang rendah terhadap zat warna dan daya adsorbsi tersebut dapat diperbesar
dengan cara mengaktifkan arang menggunakan uap atau bahan kimia. Arang Aktif (Aktivated
Carbon)
Aktivasi karbon bertujuan untuk memperbesar luas permukaan arang dengan membuka
pori-pori yang tertutup, sehingga memperbesar kapasitas adsorbsi terhadap zat warna. Pori-pori
dalam arang biasanya diisi oleh tar, hidrokarbon dan zat-zat organik lainnya yang terdiri dari
fixed carbon,abu,air, persenyawaan yang mengandung nitrogen dan sulfur. Bahan kimia yang
dapat digunakan sebagai pengaktif adalah HNO3, H3PO4, sianida, Ca(OH)2, CaCl2, Ca3(PO4)2,
NaOH, Na2SO4, SO2, ZnCl2, Na2CO3, dan uap air pada suhu tinggi.
Mutu arang aktif yang diperoleh tergantung dari luas permukaan partikel, ukuran partikel,
volume dan luas penampang kapiler, sifat kimia permukaan arang, sifat arang scara alamiah,
jenis bahan pengaktif yang digunakan dan kadar air.
ii. Mekanisme Adsorbsi Zat Warna oleh Arang
Adsorbsi adalah suatu peristiwa fisik padat permukaan suatu bahan, yang tergantung dari
specifik affinity antara adsorben dan zat yang diadsorbsi. Daya adsorbsi arang aktif disebabkan
karena arang mempunyai pori-pori dalam jumlah besar, dan adsorbsi akan terjadi karena adanya
perbedaan energi potensial antara permukaan arang dan zat yang diserap.
23. Berdasarkan adanya perbedaan energi potensial, maka jenis adsorbsi terdiri dari adsorbsi
listrik, adsorbsi mekanis, adsorbsi kimia dan adsorbsi termis. Sifat adsorbsi tersebut masing-
masing disebabkan karena perbedaan muatan listrik, perbedaan tegangan permukaan, perbedaan
potensial sifat kimia dan perbedaan potensial karena panas.
Efisiensi adsorbsi oleh arang tergantung dari perbedaan muatan listrik antara arang dan
zat atau ion yang diserap. Bahan yang mempunyai muatan listrik positif akan diserap lebih
efektif oleh arang dalam larutan yang bersifat basa dan sebaliknya, sedangkan penyerapan
terhadap bahan non-elektrolit tidak dipengaruhi oleh keasaman atau sifat kebasaan arang sebagai
adsorben. Jumlah arang aktif yang digunakan untuk menyerap warna berpengaruh terhadap
jumlah warna yang diserap.
Keuntungan penggunaan arang aktif sebgai bahan pemucat minyak ialah kerena lebih
efektif untuk menyerap warna dibandingkan dengan bleaching clay, sehingga arang aktif dapat
digunakan sebagai bahan pemucat biasanya berjumlah lebih kurang 0,1-0,2 persen dari berat
minyak. Arang aktif dapat juga menyerap sebagian bau yang tidak dikehendaki dan mengurangi
jumlah peroksida sehingga memperbaiki mutu minyak.
Keburukannya adalah karena minyak yang tertinggal dalam arang aktif jumlahnya lebih
besar dibandingkan dengan minyak yang tertinggal dalam activated clay, dan proses otooksidasi
terjadi lebih cepat pada minyak yang dipucatkan dengan menggunakan arang aktif (activated
carbon).
Adsorben yang telah bercampur dengan minyak dapat dipisahkan dengan cara
penyaringan menggunakan filter press. Biasanya dalam filter press terdapat dua macam kain
saring, yaitu kain goni (jute) pada bagian bawah dan kain katun (kapas) atau nilon pada bagian
atas filter, dengan tekanan dalam filter press kurang lebih 3,0-3,5 kg/cm2.
2. Pemucatan minyak dengan bahan kimia
Cara pemucatan ini banyak digunakan terhadap minyak untuk tujuan bahan pangan (edible fat),
karena pemucatan secara kimia lebih baik dibandingkan dengan menggunakan adsorben.
Keuntungan penggunaan bahan kimia sebagai bahan pemucat adalah karena hilangnya sebagian
minyak yang dapat dihindarkan dan zat warna diubah menjadi zat tidak berwarna, yang tetap
tinggal dalam minyak. Kerugiannya ialah karena kemungkinan terjadi reaksi antara bahan kimia
dan trigliserida, sehingga menurunkan flavor minyak.
Pemucatan dengan bahan kimia pada umumnya dibagi atas dua macam reaksi pemucatan, yaitu:
i. Pemucatan dengan cara oksidasi
Oksidasi terhadap zat warna akan mengurangi kerusakan trigliserida, akan tetapi asam
lemak tidak jenuh cenderung membentuk peroksida atau drying oil karena proses oksidasi dan
polimerisasi. Bahan kimia yang digunakan sebagai bahan pemucat adalah persenyawaan
peroksida dikromat, ozon, klorin dan klorin dioksida.
Pemucatan dengan peroksida: konsentrasi larutan peroksida yang digunakan biasanya 30-
40 persen dan jika konsentrasi peroksida lebih tinggi, maka minyak cendrung akan mengalami
kerusakan karena proses oksidasi. Minyak yang dipucatkan dengan peroksida tidak perlu
24. disaring: perosida baik digunakan untuk memucatkan minyak kacang tanah, minyak wijen, rape
oil dan minyak ikan.
Hidrogen peroksida dapat bereaksi dengan ion logam, sehingga wadah yang digunakan
pada proses pemucatan harus dilapisi dengan email, aluminium, atau stainless steel. Jenis
peroksida yang sering digunakan ialah natrium peroksida, kalsium peroksida atau benzoil
peroksida.
ii. Pemucatan dengan dikromat dan asam
Bahan kimia yang digunakan ialah natrium atau kalium dikromat dalam asam mineral
(an-organik). Reaksi antara dikromat dan asam akan membebaskan oksigen. Oksigen bebas
bereaksi dengan asam klorida (HCl) akan menghasilkan klor (Cl2) yang berfungsi sebagai bahan
pemucat, dengan reaksi sebagai berikut:
Na2Cr2O7 + 4 H2SO4 NaSO4 + Cr2(SO4)3 + 4H2O + 3O ,Atau
Na2Cr2O7 + 8HCl 2 NaCl + 2CrCl3 + 4 H2O + 3O
3O + 6 HCl 3 H2O + 3 Cl2
Setelah pereaksi ditambahkan, selanjutnya diaduk. Zat warna akan mengendap setelah
pengadukan dihentikan. Pada umumnya warna ungu dalam minyak tidak dapat hilang, sehingga
cara pemucatan dikromat banyak digunakan terhadap minyak untuk tujuan pembuatan sabun.
Tangki pemucat yang terbuat dari logam harus diberi pelapis anti karat, karena pereaksi tersebut
dapat menimbulkan karat pada logam.
iii. Pemucatan dengan pemanas
Pemanasan minyak dalam ruangan vakum pada suhu relatif tinggi, mempunyai pengaruh
pemucatan. Cara ini kurang efektif terhadap minyak yang mengandung pigmen klorofil. Sebelum
dilakukan pemanasan, sebaiknya minyak terlebih dahulu dibebaskan dari ion logam terutama ion
besi, sabun, (soap stock) dan hasil-hasil oksidasi seperti peroksida, karena pemanasan terhadap
bahan-bahan tersebut merupakan katalisator dalam proses oksidasi.
iv. Pemucatan dengan cara reduksi
Pemucatan dengan cara reduksi kurang efektif karena warna yang hilang dapat timbul
kembali jika minyak tersebut terkena udara. Bahan kimia yang dapat mereduksi zat warna terdiri
dari garam-garam natrium bisulfit atau natrium hidrosulfit yang dikenal dengan nama blankite.
Pemakaian zat pereduksi ini biasanya dicampur dengan bahan kimia lain dengan perbandingan
tertentu. Sebagai contoh ialah penggunaan campuran larutan natrium bisulfit 1,0 - 1,5 % dan
larutan asam sulfat. Cara pemucatan ini umumnya dilakukan terhadap minyak yang digunakan
untuk pembuatan sabun.
Ekstraksi minyak yang tertinggal dalam adsorben
Cara yang sederhana untuk mengestraksi minyak yang tertinggal dalam adsorben ialah
mencampurkan adsorben tersebut dengan bahan yang akan diekstraksi minyaknya. Umumnya
ada dua cara yang dapat digunakan untuk memperoleh kembali minyak yang tertinggal dalam
adsorben yaitu sebagai berikut:
a. Pemisahan minyak dengan Menggunakan Surface Active Agent
25. Surface Active Agent yang digunakan adalah larutan alkali. Lemak dipisahkan dari adsorben
dengan menggunakan larutan alkali encer yang dipanaskan pada suhu air mendidih (kira-kira
100oC) dengan tekanan 1 atmosfer. Larutan alkali dengan tegangan permukaan yang lebih
rendah dan daya pembasah yang lebih besar akan mencuci minyak yang tergabung dalam
adsorben. Minyak yang diperoleh lebih kurang sebanyak 70-75 persen dari jumlah minyak
yang terdapat dalam adsorben.
b. Ekstraksi dengan Pelarut Organik
Pelarut organik dapat melarutkan dan mencuci minyak yang terdapat dalam adsorben,
selanjutnya pelarut organik tersebut dipisahkan dari minyak dengan cara penyulingan pada suhu
titik didih pelarut organik yang digunakan. Jika dibandingkan dengan cara pemisahan minyak
menggunakan Surface Active Agent, maka penggunaan pelarut organik mempunyai beberapa
keuntungan, yaitu sebagai berikut:
Minyak yang dihasilkan mutunya lebih baik dan kadar minyak yng diperoleh mencapai
90-95 persen dari jumlah minyak yang terdapat dalam adsorben.
Pengaruh uap air dan oksigen udara dapat dihindarkan sehingga kecil kemungkinan
terjadinya proses hidrolisa dan oksidasi minyak.
Kontak minyak dengan oksigen udara perlu dihindarkan terutama pada minyak yang mudah
mengering ( drying oil), karena minyak tersebut jika dioksidasi pada suhu tinggi akan
membentuk persenyawaan polimer yang berwarna gelap.
1.3. Kelebihan dan Kelemahan Proses Pemucatan
1. Kelemahan dan kelebihan proses pemucatan dengan adsorben
Adanya kehilangan minyak dan daya pemucatannya kurang bagus jika dibandingkan
dengan proses kimia. Kelebihannya tidak ada reaksi samping antara adsorben dan minyak,
karena adsorben hanya bertindak sebagai zat penjerap.
2. Kelemahan dan kelebihan proses pemucatan dengan bahan kimia
Kelemahannya adanya kemungkinan terjadinya reaksi antara bahan kimia dan trigliserida
sehingga menurunkan flavor minyak. Kelebihan penggunaan bahan kimia dapat menghindari
hilangnya sebagian minyak dan zat warna dapat dihilangkan mnjadi zat tidak berwarna.
Deodorisasi
Deodorisasi adalah suatu tahap proses pemurnian minyak yang bertujuan untuk
menghilangkan bau dan rasa (flavor) yang tidak enak dalam minyak. Prinsip proses deodorisasi
yaitu penyulingan minyak dengan uap panas dalam tekanan atmosfir atau keadaan vakum.
Proses deodorisasi perlu dilakukan terhadap minyak yang akan digunakan untuk bahan
pangan. Beberapa jenis minyak yang baru diekstrak mengandung flavor yang baik untuk tujuan
bahan pangan, sehingga tidak memerlukan proses deodorisasi ; misalnya lemak susu, lemak babi,
lemak coklat, dan minyak olive.
Flavor dalam Minyak
26. Senyawa yang menimbulkan flavor dalam minyak terdiri dari dua golongan, yaitu flavor
alamiah (natural flavor) dan flavor yang dihasilkan dari kerusakan minyak atau bahan yang
mengandung minyak.
1. Flavor Alamiah (natural flavor)
Flavor tersebut secara alamiah terdapat dalam bahan yang mengandung minyak dan ikut
terekstrak pada proses pemisahan minyak dengan cara pengepresan, rendering atau dengan
ekstraksi menggunakan pelarut menguap. Senyawa tersebut terdiri dari hidrokarbon tidak jenuh,
pigmen karotenoid, terpene, sterol dan tokoferol.
Minyak yang berbau sengit (pungent odor) dan rasa getir disebaban oleh glukosida dan allyl
thio sianoida. Senyawa ini banyak terdapat dalam minyak yang berasal dari biji-bijian, misalnya
minyak brassica, rape seed, colza dan mustard.
2. Flavor yang Dihasilkan dari Kerusakan Minyak atau Bahan yang Mengandung
Minyak
Kerusakan tersebut terjadi selama pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, adanya kotoran
dalam minyak dan pada proses pemurnian. Senyawa yang terbentuk merupakan hasil degradasi
trigliserida dalam minyak, yang menghasilkan asam lemak bebas, aldehida dan keton, dikarbonil,
alkohol dan sebagainya. Bau tengik dan rasa getir mulai dapat dirasakan jika komponen tersebut
terdapat dalam minyak dengan jumlah lebih dari 0,1 persen dari berat minyak.
Cara Deodorisasi
Proses deodorisasi dilakukan dalam tabung baja yang tertutup dan dipasang vertikal. Proses
deodorisasi dilakukan dengan cara memompakan minyak ke dalam ketel deodorisasi. Kemudian
minyak tersebut dipanaskan pada suhu 200-250oC pada tekanan 1 atmosfer (gauge) dan
selanjutnya pada tekanan rendah (lebih kurang 10 mmHg) sambil dialiri dengan uap panas
selama 4-6 jam untuk mengangkut senyawa yang dapat menguap. Jika masih ada uap air yang
tertinggal dalam minyak setelah pengaliran uap selesai, maka minyak tersebut perlu divakumkan
pada tekanan yang turun lebih rendah.
Pada suhu yang lebih tinggi, komponen yang menimbulkan bau dalam minyak akan lebih
mudah menguap, sehingga komponen tersebut diangkut dari minyak bersama-sama uap panas.
Penurunan tekanan selama proses deodorisasi akan mengurangi jumlah uap yang digunakan dan
mencegah hidrolisa minyak oleh uap air. Setelah proses deodorisasi sempurna, minyak harus
cepat didinginkan dengan mengalirkan air dingin melalui pipa pendingin sehingga suhu minyak
turun menjadi lebih kurang 84oC dan selanjutnya ketel dibuka dan minyak dikeluarkan dari ketel.
Hidrogenasi (Hydrogenation)
Hidrogenasi adalah proses pengolahan minyak atau lemak dengan jalan menambahkan
hidrogen pada ikatan rangkap dari asam lemak, sehingga akan mengurangi tingkat
ketidakjenuhan minyak atau lemak. Selain itu, hidrogenasi pada minyak kedelai dapat
meningkatkan titik cair, stabilitas minyak dari efek oksidasi dan kerusakan rasa dengan cara
mengubah asam linolenat menjadi asam linoleat dan asam linoleat menjadi asam oleat.Proses
hidrogenasi bertujuan untuk menjenuhkan ikatan rangkap darirantai karbon asam lemak pada minyak
27. atau lemak. Proses hidrogenasi dilakukan dengan menggunakan hydrogen murni dan ditambahkan
serbuk nikel sebagai katalisator. Mekanisme proses Hidrogenasi :
H2 + R – CH = CH – CH2 – COOHR CH2 – CH2 – CH2 –
CHOOH
Ni
Reaksi pada proses hidrogenasi terjadi pada permukaan katalis yang mengakibatkan reaksi antara
molekul-molekul minyak dengan gas hidrogen. Nikel merupakan katalis yang sering digunakan
dalam proses hidrogenasi daripada katalis yang lain (palladium, platina, copper chromite). Hal ini
karena nikel lebih ekonomis dan lebih efisien daripada logam lainnya. Nikel juga mengandung
sejumlah kecil Al dan Cu yang berfungsi sebagai promoter dalam proses hidrogenasi minyak.
Hidrogenasi suatu lemak bersifat selektif, yaitu lemak dengan derajat ketidakjenuhan lebih tinggi
akan lebih mudah terhidrogenasi. Misalnya hidrogenasi lemak yang mengandung linoleat, konversi
linoleat menjadi oleat atau isomer – isomernya lebih banyak daripada konversi asam olet menjadi
asam stearat.
Hidrogenasi akan memberikan perbedaan derajat kekerasan (hardness) dari produk yang
diinginkan. Hidrogenasi terjadi dalam tempat vakum yang berisi minyak dimana gas hidrogen
akan keluar dalam bentuk gelembung halus selama pemanasan campuran dan agitasi. Ketika
hidrogenasi yang diinginkan tercapai, maka campuran didinginkan dan katalis disaring. Sebagian
sisa minyak yang terhidrogenasi akan berbentuk cair dan sebagian besar minyak kedelai akan
mengeras (hardened).
Inter-esterifikasi, adalah suatu reaksi dimana ester trigliserida atau ester asam lemak diubah
menjadi ester lain melalui reaksi dengan alkohol, asam lemak, dan transesterifikasi.
Interesterifikasi meliputi penataan ulang atau randomisasi residu asil dalam trigliserol dan
selanjutnya menghasilkan lemak/minyak dengan sifat-sifat baru.
Reaksi interesterifikasi merupakan reaksi pertukaran grup asil diantara ester-ester pada
trigliserol. Interesterifikasi dapat dilakukan dengan dua proses yaitu pertukaran intramolekuler
dan intermolekuler. Interesterifikasi dapat terjadi dengan adanya katalis kimia (interesterifikasi
kimia) atau dengan adanya biokatalis enzim (interesterifikasi enzimatik). Penggunaan metoda ini
dalam proses modifikasi lemak dan minyak dapat menghindarkan terbentuknya isomer trans.