Dokumen tersebut membahas analisis aspek fisik dan lingkungan di Kabupaten Sukoharjo, termasuk geologi, kelayakan lahan, sumber daya alam, dan penentuan fungsi kawasan berdasarkan jenis tanah, kemiringan lereng, dan intensitas curah hujan. [/ringkuman]"
1. Kabupaten Sukoharjo IV-1
BAB IV
ANALISIS PENGEMBANGAN DAN FUNGSI WILAYAH
4.1 Analisis Aspek Fisik dan Lingkungan
Analisis aspek fisik dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Sukoharjo meliputi analisis geologi lingkungan, kelayakan dan kesesuaian lahan,
analisis sumber daya tanah, analisis sumber daya air, hutan dan tambang serta
pencemaran lingkungan. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui daya dukung
aspek fisik wilayah Kabupaten Sukoharjo dalam mendukung kegiatan
pembangunan dan pengembangan ruang.
4.1.1 Analisis Geologi Lingkungan
Secara umum kondisi eksisting geologi lingkungan pada Kabupaten
Sukoharjo dibagi menjadi 4 bagian, yaitu daerah bagian timur, tengah, selatan
dan utara. Jenis Batuan yang tersebar pada keempat bagian tersebut memiliki 4
jenis batuan, yaitu batuan alluvium, batuan gunung api lawu, batuan gunung api
merapi, dan formasi mandalika. Berdasarkan dari keempat bagian tersebut, pada
bagian utara merupakan batuan dengan jenis dari sisa gunung api merapi yang
meliputi Kecamatan Kartasura, Kecamatan Gatak, Kecamatan Baki, Kecamatan
Grogol, serta sebagian dari Kecamatan Sukoharjo, Mojolaban dan Polokarto.
Pada bagian daerah selatan Kabupaten Sukoharjo, kondisi batuan yang terdapat
di Kawasan tersebut mayoritas merupakan jenis batuan alluvium endapan
dataran, berbutir kasar hingga sedang (kerikil dan pasir) dengan sisipan lempung
serta batuan jenis formasi mandalika. Daerah bagian selatan dengan jenis
batuan alluvium terdapat pada Kecamatan Tawangsari, Kecamatan Bulu dan
Kecamatan Nguter, sedangkan daerah dengan batuan jenis formasi mandalika
terdapat pada Kecamatan Weru. Daerah tengah secara umum mempunyai
kondisi geologi dari endapan batuan alluvium (breksi, tufa dan lava). Bagian
tengah dari Kabupaten Sukoharjo dengan keadaan geologis tersebut merupakan
Kecamatan Sukoharjo, kecamatan Bendosari dan sebagian Kecamatan
Polokarto. Bagian utara dari Kabupaten Sukoharjoo memiliki endapan vulkanik
muda, terdiri dari tufa, lahar, breksi dan lava andesit sampai basal (batuan
Gunung api Merapi). Kelulusan tinggi hingga sedang: berkelulusan tingi terutama
2. Kabupaten Sukoharjo IV-2
pada lahar dan aliran lava vesikular. Daerah ini meliputi Kecamatan Mojolaban,
Grogol, Gatak, dan Kartasura. Terdapat sebagian kondisi geologis dengan
batuan jenis gunung api lawu pada Kecamatan Mojolaban.
Berdasarkan data ekisisting dari bentuk topografi dan kemiringan lereng
Kabupaten Sukoharjo, permukaan tanah pada wilayah tersebut sebagian besar
cendurung mendatar. Mayoritas wilayah pada Kabupaten Sukoharjo
kemiringannya hanya berkisar antara 0-2%, dari persentase tersebut
menunjukkan bahwa kondisi wilayah Kabupaten Sukoharjo merupakan daerah
datar yang tidak berpotensi terjadi longsor tanah, sedangkan bagian wilayah
yang lebih dari 40 % pada Kabupaten Sukoharjo dilihat dari alur konturnya hanya
terdapat di Desa Sanggang, bagian selatan Kabupaten Sukoharjo yaitu di
Kecamatan Bulu.
4.1.2 Analisis Arahan Fungsi Kawasan
Pengembangan wilayah tentu diperlukan dalam pembangunan suatu
wilayah. Hal ini dikarenakan banyaknya sarana dan prasarana yang dapat
dibangun dari suatu wilayah maka mempengaruhi pertumbuhan kota/kabupaten
tersebut. Analisis kelayakan lahan diperlukan untuk mengetahui arahan fungsi
kawasan. Apakah kawasan tersebut dapat dibudidayakan atau tidak. Faktor yang
mempengaruhi kelayakan lahan yaitu dilihat dari jenis tanah, kelerengan dan
curah hujan. Dari faktor tersebut kawasan budidaya, kawasan lindung dan
kawasan penyangga.
Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya
alam dan sumber daya buatan.
Kawasan Penyangga adalah kawasan yang berfungsi menyangga
kawasan dibawahnya atau kawasan budidaya.
Kawasan Budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam,
sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
4.1.2.1 Jenis Tanah
Tanah merupakan faktor penentu untuk menunetukan suatu lahan
yang dapat dibudidayakan. Jenis tanah memiliki tingkat kepekaan yang
berbeda hal ini dikarenakan tanah tersebut memiliki tingkat permeabilitas atau
daya resapan air yang berbeda. Pada umumnya jenis tanah alluvial, latosol,
3. Kabupaten Sukoharjo IV-3
dan mediteran banyak menyebar di berbagai wilayah Pulau Jawa seperti salah
satunya di Kabupaten Sukoharjo. Kabupaten Sukoharjo mempunyai 6 jenis
tanah yang terdiri dari tanah alluvial, latosol, mediteran, gromosol, regosol dan
litosol. Tanah alluvial memiliki kepekaan tanah yang tidak peka dikarenakan
permeabilitas rendah sehingga memungkinkan beberapa daerah dengan jenis
tanah ini rawan terhadap banjir. Berikut data jenis tanah dengan nilai skor
sesuai dengan ketentuan kementrian kehutanan yang tersebar di Kabupaten
Sukoharjo.
Tabel IV.1
Kriteria Jenis Tanah
No Jenis Tanah
Tingkat Kepekaan
Terhadap Erosi
Skor
1
Aluvial, Tanah Clay, Planosol, Hodromorf
Kelabu, Lateris Air Tanah
Tidak Peka 15
2 Latosol Kurang Peka 30
3
Brown forest soil, Non Calcic Brown dan
Mediteran
Agak Peka 45
4
Andosol, Laterit, Grumusol, Podsol dan
Podsolik
Peka 60
5 Regosol, Litosol, Organosol dan Renzina Sangat Peka 75
Sumber: SK Menteri No. 837/KPTS/11/UM/VIII/1981
Tabel IV.2
Jenis Tanah yang terdapat Di Kabupaten Sukoharjo
No Jenis Tanah Lokasi Kepekaan Skor
1 Aluvial
Kecamatan Baki, Kecamatan Grogol,
dan kecamatan Kartasura
Tidak Peka 15
2 Latosol
Sebagian wilayah Kecamatan
Polokarto, Kecamatan Bendosari dan
Kecamatan Nguter.
Kurang
Peka
30
3 Mediteran
Sebagian Wilayah Kecamatan
Sukoharjo
Agak Peka 45
4 Gromosol
Sebagian wilayah di Kecamatan
Mojolaban, Kecamatan Polokarto,
Kecamatan Nguter, Sukoharjo dan
Tawangsari.
Peka 60
5
Regosol,
Litosol
Kecamatan Tawangsari, dan
Kecamatan Weru.
Sangat
Peka
75
Sumber: Hasil Analisis, Studio Perencanaan 2015
4. Kabupaten Sukoharjo IV-4
4.1.2.2 Kelerengan
Bentuk muka bumi akan memperlihatkan perbedaan yang relatif tinggi,
adanya bukit, gunung, lembah, sungai dan lain-lain. Bentang alam sebagai
hasil pengukuran topografi menunjukkan dua unsur penting yaitu kemiringan
(lereng) dan ketinggian. Keadaan umum topografi suatu wilayah dapat menuju
pada karakteristik suatu wilayah yang terdiri dari daratan dan perairan.
Kelerengan di Kabupaten Sukoharjo didominasi dengan kelerengan datar dan
landau. Berikut kriteria kelerengan lahan di Kabupaten Sukoharjo.
Tabel IV.3
Kriteria Kelerengan Lahan
Kelas
Lereng
Sudut Lereng
(%)
Kriteria Skor
I 0-8 Datar 20
II 8-15 Landai 40
III 15-25 Agak Curam 60
IV 25-40 Curam 80
V >40 Sangat Curam 100
Sumber: SK Menteri Kehutanan No. 837/KPTS/11/UM/VIII/1981
Tabel IV.4
Pembagian Kelerengan Di Kabupaten Sukoharjo
Kelas
Lereng
Sudut
Lereng
(%)
Kriteria Lokasi
Kesesuaian
Penggunaan
Skor
I 0-2 Datar
Meliputi seluruh
wilayah
Kecamatan di
Kabupaten
Sukoharjo
Cocok dikembangkan
sebagai kawasan
budidaya terutama
sebagai kawasan
permukiman, industri,
petanian lahan basah,
dan pertanian lahan
kering.
20
II 2-5 Landai
Kabupaten
Sukoharjo yang
berada di
sebagian
Kecamatan Weru,
Bulu, Tawangsari,
Nguter, Bendosari,
Polokarto,
Mojolaban, Grogol,
dan Kartasura.
Cocok dikembangkan
sebagai kawasan
budidaya
40
III 5-15
Agak
Curam
Wilayah
Kabupaten
Sukoharjo yang
berada di
sebagian
Cocok dikembangkan
sebagai kawasan
budidaya perkebunan.
60
5. Kabupaten Sukoharjo IV-5
Kelas
Lereng
Sudut
Lereng
(%)
Kriteria Lokasi
Kesesuaian
Penggunaan
Skor
Kecamatan
Grogol, Mojolaban,
Polokarto, Nguter,
Bendosari, Bulu,
Weru, dan
Tawangsari.
IV 15-40 Curam
Seluruh wilayah
Kabupaten
Sukoharjo yang
berada di
sebagian
Kecamatan
Grogol, Polokarto,
Nguter, Bendosari,
Bulu, Weru, dan
Tawangsari.
Cocok dikembangkan
sebagai kawasan
penyangga
80
V >40
Sangat
Curam
Seluruh wilayah
Kabupaten
Sukoharjo, yang
berada di
sebagian
Kecamatan
Polokarto, Bulu,
Weru, dan
Tawangsari.
Cocok dikembangkan
sebagai kawasan
lindung seperti hutan
100
Sumber: Hasil Analisis, Studio Perencanaan 2015
4.1.2.3 Intensitas Hujan
Hujan adalah sebuah proses kondensasi uap air di atmosfer menjadi
butir air yang cukup berat untuk jatuh dan biasanya tiba di permukaan.
Turunnya hujan tidak lepas dari pengaruh kelembaban udara yang memacu
jumlah titik-titik air yang terdapat pada udara. Indonesia memiliki daerah yang
dilalui garis khatulistiwa dan sebagian besar daerah di Indonesia merupakan
daerah tropis, seperti di Kabupaten Sukoharjo. Curah hujan di Kabupaten
Sukoharjo termasuk dalam curah hujan rendah dan sedang. Berikut
penjelasan kriteria curah hujan yang terdapat di Kabupaten Sukoharjo.
Tabel IV.5
Kriteria Intensitas Curah Hujan
No
Intensitas HUjan
(mm/hh)
Deskripsi Skor
1 0-13,6 Sangat rendah 10
2 13,6-20,7 Rendah 20
3 20,7-27,7 Sedang 30
6. Kabupaten Sukoharjo IV-6
No
Intensitas HUjan
(mm/hh)
Deskripsi Skor
4 27,7-34,8 Tinggi 40
5 >34,8 Sangat Tinggi 50
Sumber: SK Menteri Kehutanan No. 837/KPTS/11/UM/VIII/1981
Tabel IV.6
Curah Hujan Dan Intensitas Hujan
Di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2014
No Kecamatan
Hari Hujan
Rata-Rata
Curah Hujan
Rata-Rata
Intensitas
Hujan
1 Weru 6 322 53.7
2 Bulu 0 0 0.0
3 Tawangsari 8 169 21.1
4 Sukoharjo 10 182 18.2
5 Nguter 10 207 20.7
6 Bendosari 10 184 18.4
7 Polokarto 6 132 22.0
8 Mojolaban 9 170 18.9
9 Grogol 8 157 19.6
10 Baki 6 140 23.3
11 Gatak 6 96 16.0
12 Kartasura 8 137 17.1
Sumber: Hasil Analisis, Studio Perencanaan 2015
Tabel IV.7
Klasifikasi Intensitas Hujan Di Kabupaten Sukoharjo
No
Intensitas HUjan
(mm/hh)
Lokasi Skor
1 0-13,6 Sangat rendah 10
2 13,6-20,7 Rendah 20
3 20,7-27,7 Sedang 30
4 27,7-34,8 Tinggi 40
5 >34,8 Sangat Tinggi 50
Sumber: Hasil Analisis, Studio Perencanaan 2015
4.1.2.4 Kriteria Fungsi Kawasan
Tabel IV.8
Kriteria Penetapan Fungsi Kawasan
No Fungsi Kawasan
Total
Skor
1 Kawasan Lindung >175
2 Kawasan Penyangga 125-175
3 Kawasan Budidaya <125
Sumber: SK Menteri No. 837/KPTS/11/UM/VIII/1981, Tentang Kesesuaian Lahan
7. Kabupaten Sukoharjo IV-7
Tabel IV.9
Penetapan Fungsi Kawasan Di Kabupaten Sukoharjo
No
Jenis Tanah Kelerengan
Intensitas Curah
Hujan
Total
Skor
Kawasan
Klasifikasi Skor Klasifikasi Skor Klasifikasi Skor
1 Aluvial 20 I 20 Rendah 20 60 Budidaya
2 Aluvial 20 II 40 Rendah 20 80 Budidaya
3 Aluvial 20 III 80 Rendah 20 120 Budidaya
4 Aluvial 20 IV 100 Rendah 20 140 Penyangga
5 Aluvial 20 I 20 Sedang 30 70 Budidaya
6 Aluvial 20 II 40 Sedang 30 90 Budidaya
7 Aluvial 20 III 80 Sedang 30 130 Penyangga
8 Aluvial 20 IV 100 Sedang 30 150 Penyangga
9 Latosol 40 I 20 Rendah 20 80 Budidaya
10 Latosol 40 II 40 Rendah 20 100 Budidaya
11 Latosol 40 III 80 Rendah 20 140 Penyangga
12 Latosol 40 IV 100 Rendah 20 160 Penyangga
13 Latosol 40 I 20 Sedang 30 90 Budidaya
14 Latosol 40 II 40 Sedang 30 110 Budidaya
15 Latosol 40 III 80 Sedang 30 150 Penyangga
16 Latosol 40 IV 100 Sedang 30 170 Penyangga
17 Mediteran 60 I 20 Rendah 20 100 Budidaya
18 Mediteran 60 II 40 Rendah 20 120 Budidaya
19 Mediteran 60 III 80 Rendah 20 160 Penyangga
20 Mediteran 60 IV 100 Rendah 20 180 Penyangga
21 Mediteran 60 I 20 Sedang 30 110 Budidaya
22 Mediteran 60 II 40 Sedang 30 130 Penyangga
23 Mediteran 60 III 80 Sedang 30 170 Penyangga
24 Mediteran 60 IV 100 Sedang 30 190 Lindung
25 Gromosol 80 I 20 Rendah 20 120 Budidaya
26 Gromosol 80 II 40 Rendah 20 140 Penyangga
27 Gromosol 80 III 80 Rendah 20 180 Lindung
28 Gromosol 80 IV 100 Rendah 20 200 Lindung
29 Gromosol 80 I 20 Sedang 30 130 Penyangga
30 Gromosol 80 II 40 Sedang 30 150 Penyangga
31 Gromosol 80 III 80 Sedang 30 190 Lindung
32 Gromosol 80 IV 100 Sedang 30 210 Lindung
33 Regosol 100 I 20 Rendah 20 140 Penyangga
34 Regosol 100 II 40 Rendah 20 160 Penyangga
35 Regosol 100 III 80 Rendah 20 200 Lindung
36 Regosol 100 IV 100 Rendah 20 220 Lindung
37 Regosol 100 I 20 Sedang 30 150 Penyangga
38 Regosol 100 II 40 Sedang 30 170 Penyangga
39 Regosol 100 III 80 Sedang 30 210 Lindung
40 Regosol 100 IV 100 Sedang 30 230 Lindung
41 Litosol 100 I 20 Rendah 20 140 Penyangga
42 Litosol 100 II 40 Rendah 20 160 Penyangga
43 Litosol 100 III 80 Rendah 20 200 Lindung
44 Litosol 100 IV 100 Rendah 20 220 Lindung
8. Kabupaten Sukoharjo IV-8
No
Jenis Tanah Kelerengan
Intensitas Curah
Hujan
Total
Skor
Kawasan
Klasifikasi Skor Klasifikasi Skor Klasifikasi Skor
45 Litosol 100 I 20 Sedang 30 150 Penyangga
46 Litosol 100 II 40 Sedang 30 170 Penyangga
47 Litosol 100 III 80 Sedang 30 210 Lindung
48 Litosol 100 IV 100 Sedang 30 230 Lindung
Sumber: Hasil Analisis, Studio Perencanaan 2015
Tabel IV.10
Penetapan Fungsi Kawasan Di Kabupaten Sukoharjo
No Fungsi Kawasan Luas Lokasi
1 Kawasan Lindung
Sebagian kecil wilayah Kecamatan Bulu,
dan Kecamatan Weru
2 Kawasan Penyangga
Sebagian besar wilayah Gatak, dan
Kecamatan Kartasura
3 Kawasan Budidaya
Kecamatan Sukoharjo, Kecamatan Baki,
Mojolaban, Grogol, Polokarto, Bendosari,
Nguter dan sebagian kecil Kecamatan
Tawangsari
11. Kabupaten Sukoharjo IV-11
4.1.3 Analisis Kemampuan Lahan
Kondisi fisik, Sumber Daya Alam (SDA), dan lingkungan pada Kecamatan
Winong merupakan landasan dasar yang perlu diperhatikan dalam melakukan
sua tu analisis perencanaan kawasan. Oleh karena itu, perlu dilakukan
analisis fisik dan SDA untuk mengetahui kesesuaian lahan suatu kawasan yang
kemudian dapat diketahui arahan pemanfaatan lahan untuk pengembangan
kawasan yang ada. Perkembangan pemukiman di suatu kawasan memberikan
dampak langsung kepada penyediaan lahan pemukiman. Hal ini berakibat pada
pergeseran fungsi lahan yang terkadang tidak memperhatikan kondisi daya fisik
dan daya dukung lahan tersebut. Penentuan kesesuaian lahan pada Kabupaten
Sukoharjo mengacu pada Permen No. 20/PRT/M/2007 tentang Teknik Analisis
Aspek Fisik & Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan
Rencana Tata Ruang. Berikut adalah hasil dari skoring kemampuan lahan yang
terdapat di Kabupaten Sukoharjo.
Tabel IV.11
Pembobotan Satuan Kemampuan Lahan
No. Satuan Kemampuan Lahan (SKL) Bobot
1 Morfologi 5
2 Kemudahan Dikerjakan 1
3 Kestabilan Lereng 5
4 Kestabilan Pondasi 3
5 Ketersediaan Air 5
6 Terhadap Erosi 3
7 Terhadap Drainase 5
8 Pembuangan Limbah 1
9 Terhadap Bencana Alam 5
Sumber: Modul Terapan PU No.20 Tahun 2007
4.1.3.1 SKL Morfologi
Morfologi merupakan bentang alam yang berupa dataran maupun
perbukitan. Kemampuan lahan dari morfologi tinggi berarti kondisi morfologis
suatu kawasan kompleks yaitu bentang alam tersebut berupa gunung,
pegunungan, dan bergelombang. Sehingga, kemampuan
pengembangannnya sangat rendah dan sulit dikembangkan atau tidak layak
dikembangkan. Lahan seperti ini sebaiknya direkomendasikan sebagai
wilayah lindung atau budidaya yang tak berkaitan dengan manusia,
12. Kabupaten Sukoharjo IV-12
contohnya untuk wisata alam. Morfologi tinggi tidak bisa digunakan untuk
peruntukan ladang dan sawah. Sedangkan kemampuan lahan dari morfologi
rendah berarti kondisi morfologis tidak kompleks. Ini berarti tanahnya datar
dan mudah dikembangkan sebagai tempat permukiman dan budidaya.
Tabel IV.12
SKL Morfologi
Morfologi
Lereng
(%)
SKL Morfologi Nilai
Gunung/Pegunungan
dan Bukit/Perbukitan
>40
Kemampuan lahan dari morfologi
tinggi
1
Gunung/Pegunungan
dan Bukit/Perbukitan
15-40
Kemampuan lahan dari morfologi
cukup
2
Bukit/Perbukitan 5-15
Kemampuan lahan dari morfologi
sedang
3
Datar 2-5
Kemampuan lahan dari morfologi
kurang
4
Datar 0-2
Kemampuan lahan dari morfologi
rendah
5
Sumber: Modul Terapan PU No.20 Tahun 2007
4.1.3.2 SKL Kemudahan Dikerjakan
Kemudahan dikerjakan merupakan satuan kemampuan lahan
terhadap penggalian suatu daerah yang dilihat dari kelerengan serta jenis
tanah. Selain itu kemudahan penggalian ini dilihat dari tipe atau jenis batuan
yang terdapat di wilayah ini. Tingkat kemudahan penggalian yang terdapat di
Kabupaten Sukoharjo terdiri dari lima kelas kemampuan. Berikut tabel kelas
kemampuan lahan kemudahan dikerjakan.
Tabel IV.13
SKL Kemudahan Dikerjakan
Morfologi
Lereng
(%)
Geologi
Permukaan
SKL Kemudahan
Dikerjakan
Nilai
Gunung/Pegunungan
dan Bukit/Perbukitan
>40 Litosol, Regosol
Kemudahan
penggalian rendah
1
Gunung/Pegunungan
dan Bukit/Perbukitan
15-40 Gromosol
Kemudahan
penggalian kurang
2
Bukit/Perbukitan 5-15 Mediteran
Kemudahan
penggalian sedang
3
Datar 2-5 Latosol
Kemudahan
penggalian cukup
4
Datar 0-2 Aluvial
Kemudahan
penggalian tinggi
5
Sumber: Modul Terapan PU No.20 Tahun 2007
15. Kabupaten Sukoharjo IV-15
4.1.3.3 SKL Kestabilan Lereng
Kestabilan lereng artinya wilayah tersebut dapat dikatakan stabil atau
tidak kondisi lahannya dengan melihat kemiringan lereng di lahan tersebut.
Bila suatu kawasan disebut kestabilan lerengnya rendah, maka kondisi
wilayahnya tidak stabil. Tidak stabil artinya mudah longsor, mudah bergerak
yang artinya tidak aman dikembangkan untuk bangunan atau permukiman
dan budidaya. Kawasan ini bisa digunakan untuk hutan, perkebunan dan
resapan air.
Tabel IV.14
SKL Kestabilan Lereng
Morfologi
Lereng
(%)
Ketinggian
Geologi
Permukaan
SKL
Kestabilan
Lereng
Nilai
Gunung/Pegunungan
dan Bukit/Perbukitan
>40 Tinggi
Litosol,
Regosol
Kestabilan
Lereng
rendah
1
Gunung/Pegunungan
dan Bukit/Perbukitan
15-40
Cukup
Tinggi
Gromosol
Kestabilan
Lereng
kurang
2
Bukit/Perbukitan 5-15 Sedang Mediteran
Kestabilan
Lereng
sedang
3
Datar 2-5 Rendah Latosol Kestabilan
Lereng
tinggi
4
Datar 0-2
Sangat
Rendah
Aluvial 5
Sumber: Modul Terapan PU No.20 Tahun 2007
4.1.3.4 SKL Kestabilan Pondasi
Kestabilan pondasi artinya kondisi lahan/wilayah yang mendukung
stabil atau tidaknya suatu bangunan atau kawasan terbangun. SKL ini
diperlukan untuk memperkirakan jenis pondasi wilayah terbangun.
Kestabilan pondasi yang tinggi maka wilayah tersebut dapat dikembangan
sebagai wilayah perkotaan karena memiliki pondasi yang stabil sebaliknya
wilayah yang memiliki kestabilan pondasi rendah maka rawan untuk
pembangunan perkotaan.
16. Kabupaten Sukoharjo IV-16
Tabel IV.15
SKL Kestabilan Pondasi
SKL
Kestabilan Lereng
Geologi
Permukaan
SKL Kestabilan Pondasi Nilai
Kestabilan Lereng
rendah
Litosol,
Regosol
Daya dukung dan
Kestabilan pondasi rendah
1
Kestabilan Lereng
kurang
Gromosol
Daya Dukung dan
Kestabilan pondasi kurang
2
Kestabilan Lereng
sedang
Mediteran 3
Kestabilan Lereng tinggi
Latosol Daya dukung dan
Kestabilan pondasi tinggi
4
Aluvial 5
Sumber: Modul Terapan PU No.20 Tahun 2007
4.1.3.5 SKL Ketersediaan Air
Hidrogeologi merupakan data yang dapat melihat ketersediaan air di
suatu kawasan. Ketersediaan air sangat penting dalam kelangsungan hidup
maupun aktivitas manusia sehingga dapat menunjang kegiatan disuatu
kawasan. Hidrogeologi juga memiliki kelas yaitu tinggi, sedang, hingga
rendah. Ketersediaan air sangat tinggi artinya ketersediaan air tanah dalam
dan dangkal cukup banyak. Sementara ketersediaan air sedang artinya air
tanah dangkal tak cukup banyak, tapi air tanah dalamnya banyak. Di
Kabupaten Sukoharjo terdapat kemampuan ketersediaan air sangat rendah,
rendah, sedang dan ketersediaan air tinggi. Ketersediaan air tinggi terdapat
di daerah dengan morfologi datar dan akuifer produktif penyebaran luas
berikut penjelasan SKL ketersediaan air yang terdapat di Kabupaten
Sukoharjo.
Tabel IV.16
SKL Ketersediaan Air
Morfologi
Lereng
(%)
Hidrologi SKL Drainase Nilai
Gunung/Pegunungan
dan Bukit/Perbukitan
>40
Akuifer produktivitas
sedang
Ketersediaan
air sangat
rendah
1
Gunung/Pegunungan
dan Bukit/Perbukitan
15-40
Akuifer produktivitas
sedang, penyebaran
luas
Ketersediaan
air rendah
2
Bukit/Perbukitan 5-15
Akuifer produktivitas
sedang setempat
Ketersediaan
air sedang
3
Datar 2-5
Akuifer produktivitas
tinggi, penyebaran
luas
Ketersediaan
air tinggi
4
Datar 0-2
Akuifer produktif
penyebaran luas
5
Sumber: Modul Terapan PU No.20 Tahun 2007
20. Kabupaten Sukoharjo IV-20
4.1.3.6 SKL Drainase Tanah
Drainase tanah merupakan kemampuan lahan yang menentukan
daya serap tanah. Drainase berkaitan dengan aliran air, serta mudah
tidaknya air mengalir. Drainase tinggi artinya aliran air mudah mengalir atau
mengalir lancar. Drainase rendah berarti aliran air sulit dan mudah
tergenang.
Tabel IV.17
SKL Drainase
Morfologi
Lereng
(%)
Geologi
Permukaan
Hidrologi
SKL
Drainase
Nilai
Gunung/Pegunungan
dan Bukit/Perbukitan
>40
Litosol,
Regosol
Akuifer
produktivitas
sedang
Drainase
Tinggi
5
Gunung/Pegunungan
dan Bukit/Perbukitan
15-40 Gromosol
Akuifer
produktivitas
sedang,
penyebaran luas
4
Bukit/Perbukitan 5-15 Mediteran
Akuifer
produktivitas
sedang
setempat
Drainase
Cukup
3
Datar 2-5 Latosol
Akuifer
produktivitas
tinggi,
penyebaran luas
Drainase
Kurang
2
Datar 0-2 Aluvial
Akuifer produktif
penyebaran luas
1
Sumber: Modul Terapan PU No.20 Tahun 2007
4.1.3.7 SKL Kepekaan Terhadap Erosi
Erosi berkaitan dengan terkikisnya lapisan tanah. Erosi tinggi berarti
lapisan tanah mudah terkelupas dan terbawa oleh angin dan air. Erosi
rendah berarti lapisan tanah sedikit terbawa oleh angin dan air. Tidak ada
erosi berarti tidak ada pengelupasan lapisan tanah. Suatu kawasan yang
baik adalah kawasan dengan tingkat erosi yang rendah. Hal ini dikarenakan
kawasan yang memiliki tingkat erosi yang tinggi dapat menyebabkan
bencana alam seperti longsor. Kawasan yang memiliki tingkat erosi rendah
maka cocok dijadikan lahan budidaya. Di Kabupaten Sukoharjo tedapat
kelas kemampuan lahan erosi sebagai berikut.
21. Kabupaten Sukoharjo IV-21
Tabel IV.18
SKL Erosi
Morfologi
Lereng
(%)
Geologi
Permukaan
SKL Erosi Nilai
Gunung/Pegunungan
dan Bukit/Perbukitan
>40
Litosol,
Regosol
Erosi Tinggi 1
Gunung/Pegunungan
dan Bukit/Perbukitan
15-40 Gromosol
Erosi Cukup Tinggi
2
Bukit/Perbukitan 5-15 Mediteran Erosi Sedang 3
Datar 2-5 Latosol Erosi Sangat Rendah 4
Datar 0-2 Aluvial Tidak ada Erosi 5
Sumber: Modul Terapan PU No.20 Tahun 2007
4.1.3.8 SKL Pembuangan Limbah
SKL pembuangan limbah adalah tingkatan untuk memperlihatkan
wilayah tersebut cocok atau tidak sebagai lokasi pembuangan. Analisa ini
menggunakan peta hidrologi dan klimatologi. SKL pembuangan limbah
kurang berarti wilayah tersebut kurang/tidak mendukung sebagai tempat
pembuangan limbah.
Tabel IV.19
SKL Pembuangan Limbah
Morfologi
Lereng
(%)
Ketinggian
Geologi
Permukaan
Hidrologi
SKL
Pembuangan
Limbah
Nilai
Gunung/Pegunungan
dan Bukit/Perbukitan
>40 Tinggi
Litosol,
Regosol
Akuifer
produktivitas
sedang
Kemampuan
lahan untuk
pembuangan
limbah
kurang
1
Gunung/Pegunungan
dan Bukit/Perbukitan
15-40
Cukup
Tinggi
Gromosol
Akuifer
produktivitas
sedang,
penyebaran
luas
2
Bukit/Perbukitan 5-15 Sedang Mediteran
Akuifer
produktivitas
sedang
setempat
Kemampuan
lahan untuk
pembuangan
limbah
sedang
3
Datar 2-5 Rendah Latosol
Akuifer
produktivitas
tinggi,
penyebaran
luas
Kemampuan
lahan untuk
pembuangan
limbah cukup
4
Datar 0-2
Sangat
Rendah
Aluvial
Akuifer
produktif
penyebaran
luas
5
Sumber: Modul Terapan PU No.20 Tahun 2007
22. Kabupaten Sukoharjo IV-22
4.1.3.9 SKL Terhadap bencana Alam
Kabupaten Sukoharjo merupakan kabupaten yang berpotensi rawan
bencana banjir. Hal ini dikarenakan jenis tanah yang terdapat di kabupaten
tersebut adalah tanah dengan jenis aluvial yang sulit meresap air. Daerah
rawan banjir yaitu terdapat dibeberapa wilayah yaitu hampir merata di
wilayah Kabupaten Sukoharjo. Selain rawan bajir daerah ini juga berpotensi
rawan gerakan tanah, terdapat beberapa wilayah yang rawan terhadap
gerakan tanah yaitu di bagian selatan Kecamatan Bulu, Kabupaten
Sukoharjo. Kemudian daerah rawan angin ribut yaitu berada di bagian
tengah kabupaten seperti Kecamatan Sukoharjo, Tawangsari dan
Kecamatan Nguter.
Tabel IV.20
SKL Terhadap Bencana Alam
Morfologi
Lereng
(%)
Ketinggian
Geologi
Permukaan
SKL
Bencana
Alam
Nilai
Gunung/Pegunungan
dan Bukit/Perbukitan
>40 Tinggi
Litosol,
Regosol
Potensi
Bencana
Alam Tinggi
5
Gunung/Pegunungan
dan Bukit/Perbukitan
15-40
Cukup
Tinggi
Gromosol 4
Bukit/Perbukitan 5-15 Sedang Mediteran
Potensi
bencana
alam cukup
3
Datar 2-5 Rendah Latosol Potensi
bencana
alam kurang
2
Datar 0-2
Sangat
Rendah
Aluvial 1
Sumber: Modul Terapan PU No.20 Tahun 2007
27. Kabupaten Sukoharjo IV-27
Tabel IV.21
Kemampuan Lahan
SKL
Morfologi
SKL
Kemudahan
Dikerjakan
SKL
Kestabilan
Lereng
SKL
Kestabilan
Pondasi
SKL
Ketersediaan
Air
SKL
Terhadap
Erosi
SKl
Drainase
SKL
Pembuangan
Limbah
SKL
Bencana
Alam
5 1 5 3 5 3 5 1 5
5 1 5 3 5 3 25 1 25
10 2 10 6 10 6 20 2 20
15 3 15 9 15 9 15 3 15
20 4 20 12 20 12 10 4 10
25 5 25 15 25 15 5 1 5
Keterangan:
Nilai semakin rendah adalah tidak sesuai (1)
Nilai semakin tinggi adalah sesuai (5)
Penilaian pembobotan disesuaikan dengan Permen PU no.20/ PRT/ M/ 2007
Skor adalah hasil perkalian dari Nilai dan Bobot (NxB = S)
Setiap kelas lahan memiliki kemampuan yang berbeda-beda yang
ditentukan dari total nilai, dibuat beberapa kelas yang memperhatikan nilai
minimum dan maksimum total nilai. Nilai minimum adalah 32, sedangkan nilai
maksimum yang mungkin didapat adalah 160. Dengan begitu, pengkelasan dari
total nilai atau skor yang terdapat di Kabupaten Sukoharjo yaitu seperti pada
tabel berikut.
Kelas a dengan nilai 32-58
Kelas b dengan nilai 59-83
Kelas c dengan nilai 84-109
Kelas d dengan nilai 110-134
Kelas e dengan nilai 135-160
Tabel IV.22
Kelas Kemampuan Lahan
Total Nilai
Kelas
Kemampuan Lahan
Klasifikasi Pengembangan
32-58 Kelas a
Kemampuan Pengembangan Sangat
Rendah
59-83 Kelas b Kemampuan Pengembangan Rendah
84-109 Kelas c Kemampuan Pengembangan Sedang
110-134 Kelas d Kemampuan Pengembangan Agak Tinggi
135-160 Kelas e Kemampuan Pengembangan Sangat Tinggi
Sumber: Modul Terapan PU No.20 Tahun 2007
28. Kabupaten Sukoharjo IV-28
Tabel IV.23
Klasifikasi Satuan Kemampuan Lahan Kabupaten Winong
Kelas Klasifikasi Pengembangan
Luas
(Ha)
A
Kemampuan Pengembangan
Rendah
23.659
B
Kemampuan Pengembangan
Sedang
25.554
C
Kemampuan Pengembangan
Agak Tinggi
12
Sumber: Hasil Analisis dan Pengukuran Peta, 2013
4.1.4 Analisis Kesesuaian Lahan
Kesesuaian lahan adalah kesesuaian sebidang lahan untuk tujuan
penggunaan atau komoditas spesifik. Kesesuaian lahan fisik adalah kecocokkan
(adaptability) suatu lahan untuk penggunaan lahan tertentu yang didasarkan atas
faktor-faktor fisik, tanpa memperhatikan faktor ekonomi. Dalam penentuan kelas
kesesuaian lahan fisik dilakukan dengan mencocokkan karakteristik suatu lahan
dengan persyaratan tempat tumbuh suatu jenis tanaman tertentu. Untuk
menyesuaikan kriteria yang dinilai dalam penentuan masing-masing kelas dari
setiap karakteristik lahan maka dibuat suatu kriteria kelas kesesuaian lahan
sebagai pedoman dalam melakukan evaluasi kesesuaian lahan.
4.1.5 Analisis Penggunaan Lahan
Kondisi eksisting lahan Kabupaten Sukoharjo berdasarkan fungsional
lahannya dari tahun 2006 sampai pada 2014 (jangka waktu 8 tahun) pada
dasarnya tidak mengalami perubahan yang signifikan. Berdasarkan hasil analisis
dari peta guna lahan Kabupaten Sukoharjo Tahun 2006 dengan Tahun 2014,
guna lahan saat ini yang banyak mengalami perubahan adalah terbangunnya
lahan permukiman, terutama pada bagian utara Kabupaten Sukoharjo, tepatnya
di Kecamatan Kartasura, Kecamatan Grogol, Kecamatan Mojolaban serta
Kecamatan Baki yang paling pesat mengalami perubahan lahan dari
persawahan menjadi permukiman, sedangkan perubahan guna lahan dari
persawahan menjadi permukiman juga terjadi di sebagian kecil kecamatan
Gatak, Kecamatan Polokarto serta bagian selatan Kabupaten Sukoharjo yaitu
Kecamatan Weru.
30. Kabupaten Sukoharjo IV-30
4.1.6 Analisis Persebaran Penggunaan Lahan
4.1.6.1 Perubahan Penggunaan Lahan Di Kabupaten Sukoharjo
Berdasarkan kondisi eksisting lahan di Kabupaten Sukoharjo, dapat
dikategorikan penggunaan lahan di Kabupaten Sukoharjo dibagi menjadi dua
lahan, yaitu tanah sawah (lahan basah) dan lahan kering. Berdasarkan kondisi
guna lahan eksisting sebaran fungsi lahannya tersebar hampir merata di
seluruh kecamatan yang ada di wilayah Kabupaten Sukoharjo adalah sawah,
pekarangan, tegalan, serta guna lahan lain-lain. Selanjutnya sebaran fungsi
lahan untuk hutan baik merupakan hutan rakyat maupun hutan negara hanya
ada di Kecamatan Weru, Kecamatan Bulu dan Kecamatan Polokarto.
Berdasarkan sebaran pola penggunaan lahan yang ada di Kabupaten
Sukoharjo dapat dilihat kecenderungan penggunaan lahan sebagai berikut:
Seluruh Kecamatan di Kabupaten Sukoharjo penggunaan lahan
sawahnya didominasi oleh penggunaan lahan sawah irigasi teknis sekitar
70,17% lahan sawah yang ada di Kabupaten Sukoharjo merupakan
lahan sawah dengan irigasi teknis yang merata di seluruh kecamatan di
Kabupaten Sukoharjo. Di Kabupaten Sukoharjo tidak ada kecamatan
yang tidak memiliki sawah dengan irigasi teknis, hal ini sesuai dengan
kondisi Kabupaten Sukoharjo yang merupakan lumbung padi bagi daerah
selatan di Provinsi Jawa Tengah. Selain sawah dengan irigasi teknis di
Kabupaten Sukoharjo juga memiliki sawah irigasi setengah teknis, sawah
irigasi sederhana dan sawah tadah hujan di beberapa kecamatan.
Sebaran tanah pekarangan di Kabupaten Sukoharjo menjadi penggunaan
lahan yang dominan yaitu sekitar 62,90% dari seluruh luas lahan bukan
sawah di Kabupaten Sukoharjo. Luasan dari lahan pekarangan di
Kabupaten Sukoharjo tiap tahunnya terus meningkat baik sebaran
penggunaan maupun luas penggunaan lahannya. Penggunaan lahan
tertinggi untuk bangunan dan pekarangan terdapat di Kecamatan
Polokarto yaitu sekitar 11,08% dari seluruh luasan lahan pekarangan di
Kabupaten Sukoharjo. Hal ini disebabkan karena kecamatan tersebut
terletak di daerah dengan topografi sedang dan memiliki luasan yang
paling luas yaitu sekitar 13,32% dari luas Kabupaten Sukoharjo. Untuk
penggunaan lahan bangunan dan pekarangan terendah terdapat di
Kecamatan Gatak. Sebaran penggunaan lahan perkarangan dan
31. Kabupaten Sukoharjo IV-31
bangunan ini meningkat seiring perkembangan penduduk, perkembangan
ekonomi wilayah, dan perkembangan fungsi kota-kota yang ada di
Kabupaten Sukoharjo. Untuk itu peningkatan sebaran penggunaan lahan
bangunan dan pekarangan perlu diarahkan pada pola pemanfaatan dan
pengelolaan yang sesuai tata aturan penggunaan lahan.
Hutan negara memiliki sebaran penggunaan lahan sebesar 1.021 Ha
yang tersebar di 3 kecamatan yaitu Kecamatan Bulu, Kecamatan
Tawangsari dan Kecamatan Polokarto. Sebaran hutan dari tahun ke
tahun cenderung tetap, namun mengalami peningkatan pada tahun-tahun
sekarang, hal tersebut dikarenakan penggunaan tanah hutan untuk
keperluan lain selalu mendapatkan ganti tanah yang selanjutnya dikelola
sebagai hutan lagi. Sebaran ini hendaknya dipertahankan karena hutan
memiliki fungsi yang sangat penting dalam hal konservasi sumber daya
alam baik tanah, air maupun sumber daya hutan itu sendiri.
Pengembangan hutan ini diharapkan pula berfungsi sebagai kawasan
resapan air yang mempertahankan intensitas air tanah di Kabupaten
Sukoharjo.
Sebaran lahan untuk perkebunan terutama terdapat di Kecamatan Weru,
bulu, Tawangsari, Sukoharjo, nguter, Bendosari, Polokarto, Mojolaban
dan Grogoldengan prosentase terbesar terdapat di Kecamatan Polokarto
yaitu 20,64%.
33. Kabupaten Sukoharjo IV-33
4.1.6.2 Kecenderungan Perkembangan Lahan Terbangun
Perkembangan aktivitas, kebijakan pembangunan serta pertumbuhan
penduduk yang besar akan mempengaruhi kecenderungan perkembangan
penggunaan lahan terbangun. Berdasarkan hasil pengamatan yang mengacu
pada perkembangan guna lahan Kabupaten Sukoharjo pada peta guna lahan
2006-2012 dapat diketahui bahwa perkembangan paling pesat berasal dari
pembangunan permukiman. Bangunan-bangunan yang ada yaitu
perdagangan, pertokoan, sekolahan, jasa dan lain-lainnya, pada umumnya
berada di kanan kiri jalan poros baik pada kota-kota kecamatan maupun pada
desa-desa sehingga cenderung membentuk satu pola linier. Kecenderungan
perubahan guna lahan untuk lahan terbangun juga sangat dipengaruhi oleh
kebijakan pengembangan Kawasan Industri Nguter. Kegiatan-kegiatan yang
bersifat ekonomis seperti kegiatan perdagangan dan jasa, industri akan
cenderung bergeser posisinya mendekati lokasi tersebut karena kegiatan di
lokasi tersebut akan menarik kedatangan banyak orang. Dalam perkembangan
selanjutnya akan berkembang kegiatan perumahan yang mendukung kegiatan-
kegiatan ekonomi tersebut. Keberadaan Kawasan Nguter ini diharapkan
mampu memberikan nilai positif bagi perkembangan Kabupaten Sukoharjo
sebagai penarik investor untuk menanamkan modal di Kabupaten Sukoharjo.
Namun, perlu dicermati pula agar pengembangan yang akan dilakukan tidak
memanfaatkan lahan produktif tetapi dialokasikan pada lahan non produktif
yang memiliki lokasi yang berdekatan dengan keberadaan Kawasan Industri
Nguter tersebut. Oleh karena itu perlu adanya pengaturan penggunaan lahan
yang jelas di daerah-daerah yang diperkirakan akan terpengaruh dengan
keberadaan ketiga kegiatan tersebut. Keselarasan antara sektor utama yang
diprioritaskan untuk dikembangkan berupa sektor pertanian dan industri perlu
direncanakan sebaik mungkin guna tercapainya rencana pengembangan
kawasan berbasis agroindustri.
4.1.6.3 Kecenderungan Lahan Sawah
Berdasarkan kondisi eksisting lahan Kabupaten Sukoharjo, luas lahan
persawahan di Kabupaten Sukoharjo setiap tahun mengalami penyusutan.
Pada umumnya, lahan sawah yang hilang dikonversi menjadi lahan
permukiman dan industri. Berkurangnya lahan sawah ini mengakibatkan
berkurangnya produksi padi dan hasil pertanian lainnya. Pembangunan
34. Kabupaten Sukoharjo IV-34
kawasan industri Nguter diharapkan tidak akan mengurangi lahan sawah yang
ada di Kecamatan Nguter karena lokasi untuk kawasan industri tersebut
diarahkan pada kawasan tegalan yang tidak terlalu produktif, sehingga
pembangunan kawasan industri Nguter ini tidak akan mempengaruhi secara
signifikan luasan lahan produktif di Kabupaten Sukoharjo. Untuk
mempertahankan ketahanan pangan khususnya tanaman padi di Kabupaten
Sukoharjo, maka formulasi dan implementasi kebijakan hendaknya mencakup
upaya antara lain:
Mengintensifkan upaya peningkatan produksi melalui perbaikan
produktivitas lahan.
Intensitas pertanaman.
Perluasan areal tanam.
Penurunan susut panen dan pasca panen.
Upaya peningkatan kualitas dan nilai tambah pengolahan padi.
Kebijakan pengembangan lahan pertanian pangan berkelanjutan
diharapkan mampu mengurangi akibat dari adanya penggunaan lahan sawah
untuk permukiman dan industri. Lokasi lahan pertanian pangan berkelanjutan
diarahkan pada kawasan persawahan yang memiliki kesesuaian lahan S1 dan
secara ekonomi menguntungkan. Sedangkan untuk lahan persawahan yang
berada di sepanjang jalan yang potensial perkembangannya dapat
dialihfungsikan sebagai lahan terbangun kurang lebih 100 m kanan kiri jalan.
Penetapan lahan peratnian pangan berkelanjutan perlu didukung dengan
peraturan perundangan yang kuat serta pemecahan permasalahan sosial dan
ekonomi.
4.1.6.4 Kecenderungan Penggunaan Lahan Hutan
Untuk lahan hutan negara yang ada di Kabupaten Sukoharjo cenderung
tetap karena dalam pengelolaan Perum Perhutani BKPH Wonogiri. Sedangkan
untuk lahan hutan rakyat biasanya menjadi satu dengan lahan tegalan
masyarakat. Perkembangan hutan rakyat ini cenderung mengalami
peningkatan setiap tahunnya. Perkembangan hutan rakyat ini diarahkan pada
kawasan-kawasan lahan kritis, kawasan resapan air, dan kawasan lindung
untuk mempertahankan fungsi lahan tersebut dan mengurangi tingkat
kekritisan lahan.
35. Kabupaten Sukoharjo IV-35
4.1.6.5 Kecenderungan Perkembangan Pertanian Lahan Kering
Kabupaten Sukoharjo memiliki sektor pertanian yang cukup
berkembang akan hasil taninya. Pertanian lahan kering yang berupa lahan
perkebunan merupakan penggunaan lahan tertinggi kedua di Kabupaten
Sukoharjo setelah pekarangan. Kecenderungan perkembangan lahan kering ini
akan mengalami penurunan terutama untuk penggunaan lahan terbangun.
Perubahan ini terutama terjadi pada sepanjang jalan yang potensial.
4.1.7 Analisis Sumber Daya Air
Sumber daya air yang ada dan dimanfaatkan oleh Kabupaten
Sukoharjo terkait dengan beberapa hal, yaitu keadaan sungai, mata air, serta
waduk yang termasuk dalam bagian daerah Kabupaten Sukoharjo. Selain itu
juga berkaitan dengan keadaan hujan serta air bawah tanah. Potensi sumber
daya air di Kabupaten Sukoharjo meliputi:
4.1.7.1 Sungai
Keberadaan sungai di Kabupaten Sukoharjo merupakan bagian dari
Daerah Pengembangan Sungai (DPS) Solo Hulu, Samin, dan Dengkeng yang
meliputi Sungai Bengawan Solo, Sungai Dengkeng, Sungai Brambang, Sungai
Jlantah, Sungai Samin, Sungai Ranjing, dan Sungai Walikan. Sungai-sungai
tersebut kemudian terbagi menjadi beberapa anak sungai lainnya, sehingga di
Kabupaten Sukoharjo terdapat kurang lebih 31 sungai yang mengalir di daerah
ini, dengan panjang keseluruhan sungai tersebut sepanjang 292,05 km. Pada
umumnya aliran sungai dapat dibagi menjadi 2 bagian yaitu
1. Aliran langsung, yaitu air hujan langsung dibuang ke laut tanpa ada
yang meresap kedalam tanah.
2. Aliran dasar, yaitu air hujan sebagian meresap ke dalam tanah hingga
jenuh dan beberapa waktu kemudian ke luar sebagai aliran dasar yang
mengalir ke laut bersama-sama atau tidak bersama aliran langsung.
Sungai-sungai yang ada di Kabupaten Sukoharjo merupakan jenis sungai
aliran dasar, dimana air hujan meresap ke dalam tanah terlebih dahulu, baru
beberapa waktu kemudian ke luar sebagai aliran dasar yang mengalir ke laut.
Hal ini disebabkan karena wilayah Kabupaten Sukoharjo bukanlah daerah
yang berada dekat dengan daerah laut, sehingga dalam proses aliran
sungainya, melewati daerah-daerah lainnya baru kemudian bermuara ke laut.
36. Kabupaten Sukoharjo IV-36
Aliran sungai di Kabupaten Sukoharjo dimanfaatkan untuk beberapa
keperluan antara lain untuk irigasi pertanian, baik itu irigasi teknis, irigasi
setengah teknis dan irigasi sederhana. Fungsi irigasi ini terbagi dalam
beberapa daerah irigasi (DI) yang terdapat di masing-masing kecamatan.
Untuk menjaga eksistensi daerah aliran sungai dalam mendukung fungsi
irigasi tersebut, maka perlu menjaga fungsi resapan pada Daerah Aliran
Sungai (DAS) dengan salah satu caranya mengembangkan kawasan hutan.
Beberapa potensi yang dapat dikembangkan dalam kerangka pengelolaan
DAS antara lain:
Pengembangan hutan/ kebun rakyat
Budidaya persuteraan alam
Pembangunan perkebunan terpadu melalui budidaya kopi arabica dan
tanaman aren
Budidaya tananam nilam sebagai penutup tanah
Potensi hutan negara berupa hutan produksi dan hutan lindung
4.1.7.2 Air Hujan
Kabupaten Sukoharjo termasuk daerah tipe hujan C atau agak basah,
dimana prosentase bulan basah dan bulan kering 33,3% - 60%. Curah hujan
rata-rata tahunan (Januari-Desember) sebesar 21.967 mm/ tahun. Curah
hujan terbesar berada pada bagian selatan wilayah Kabupaten Sukoharjo,
yaitu sebesar >1650 mm/ tahun yang meliputi Kecamatan Weru dan Bulu, dan
curah hujan terendah berada pada bagian utara Kabupaten Sukoharjo, yaitu
sebesar <1200 mm/ tahun yang meliputi Kecamatan Gatak dan Kecamatan
Baki. Sumber air hujan ini digunakan dan dimanfaatkan untuk sektor
pertanian, khususnya persawahan tadah hujan yang luasnya sekitar 2.464 Ha.
Namun pemanfaatan air hujan ini belum dilakukan secara optimal, karena
baru 11,6% dari seluruh luas lahan persawahan di Kabupaten Sukoharjo,
sehingga pada musim kemarau masih ada daerah yang mengalami
kekeringan, seperti Kecamatan Wulu, Tawangsari dan Weru. Kondisi yang
perlu diperhatikan adalah pelestarian daerah resapan dan tangkapan air dari
kerusakan lingkungan maupun pengembangan kawasan budidaya. Debit air
yang tinggi ini akan berakibat pada munculnya daerah rawan bencana tanah
longsor, erosi di bagian hulu dan sedimentasi di daerah hilir. Akibat
37. Kabupaten Sukoharjo IV-37
sedimentasi maka sungai menjadi dangkal dan sempit, sehingga lebih lanjut
dapat mengakibatkan banjir.
4.1.7.3 Air Bawah Tanah
Berdasarkan data pelayanan pemenuhan kebutuhan air bersih oleh
PDAM belum dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat, untuk
pemenuhan kebutuhan pengairan sawah, sistem saluran irigasi yang ada
belum menjangkau keseluruh areal sawah yang ada. Disamping itu kondisi
sumber daya air baik air tanah dan air permukaan belum dikelola sepenuhnya
dengan baik. Oleh karena itu, penggunaan air secara optimal perlu
ditingkatkan dan juga sumber-sumber mata air baru perlu dicari untuk
memenuhi kebutuhan air yang terus meningkat seiring dengan meningkatnya
jumlah penduduk dan aktivitasnya. Penggunaan air bawah tanah (ABT) di
Kabupaten Sukoharjo dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Air bawah
tanah di Kabupaten Sukoharjo telah dimanfaatkan sebagai sumber air minum/
air bersih, irigasi, industri dan keperluan lainnya. Penggunaan air bawah tanah
oleh industri ini harus diawasi dan dikendalikan karena penggunaan yang
berlebihan akan mengakibatkan penurunan kualitas dan kuantitas air. Hal ini
disikapi dengan dengan pembatasan debit yang disesuaikan dengan kondisi
sumber ABT. Selain itu untuk sumber 5 (lima) sumur dalam luasan tertentu
harus dibuat sumur pantau untuk mengetahui tinggi permukaan air bawah
tanah. Penggunaan air bawah tanah yang digunakan oleh perusahaan diambil
dari sumur dalam yang dimiliki oleh perusahaan sendiri. Untuk mengantisipasi
rusaknya sumber daya air bawah tanah ini perlu ditata dan dipantau sehingga
tidak merusak sumber daya air bawah tanah di sekitar lokasi industri. Hal yang
sangat diperlukan adalah adanya pemantauan untuk air tanah. Sedangkan
dalam pengembangnnya nanti pengelolaan air di Kabupaten Sukoharjo harus
diarahkan pada pemenuhan kebutuhan sebagai berikut:
Pemenuhan kebutuhan air bersih
Pemenuhan kebutuhan irigasi
Pelestarian sumber daya air tanah
Pengaliran limpasan air yang dapat menimbulkan banjir
Kondisi air tanah di Kabupaten Sukoharjo dapat dibedakan menjadi
beberapa bagian sebagai berikut :
38. Kabupaten Sukoharjo IV-38
Daerah aquifer produksi dengan penyebaran luas. Aquifer dengan
keterusan sedang tinggi pisometri air tanah atau muka air tanah
diatas atau dekat dibawah muka tanah debit sumur umumnya 5-10
liter/ detik. Daerah ini meliputi kecamtan Mojolaban, Grogol, Baki,
Gatak, dan Kartasura.
Daerah aquifer dengan produktifitas sedang, penyebaran luas. Aquifer
produktifitas sedang, penyebaran luas. Aquifer dengan keterusan
sedang sampai rendah muka air tanah beragam dari dekat muka
tanah sampai lebih dalam dari 10 m debit sumur umumnya kurang
dari 5 liter/ detik. Daerah ini meliputi Kecamatan Sukoharjo, Nguter,
Grogol, Baki, Gatak, dan Kartasura.
Aquifer dengan produktifitas sedang, terdapat setempat-setempat.
Aquifer tidak menerus, tipis dengan keterusan rendah, debit sumur
umumnya kurang dari 5 liter/detik. Daerah ini meliputi: kecamatan
Weru, Bulu, Tawangsari dan Sukoharjo.
Aquifer dengan produktifitas tinggi, penyebaran luas. Aquifer dengan
keterusan dan kisaran kedalaman muka air tanah sangat beragam,
debit sumur umumnya lebih dari 5 liter/ detik. Daerah ini meliputi
Kecamatan Nguter, Bendosari, Polokarto dan Mojolaban.
4.1.7.4 Waduk/ Mata Air
Pada umumnya waduk yang ada di Kabupaten Sukoharjo digunakan
untuk pengairan sawah. Saat ini terdapat satu waduk yang ada di Kabupaten
Sukoharjo, yakni waduk Mulur, yang mampu menampung air sejumlah
3.435.000 m³ dan mengairi sawah seluas 4.787 Ha. Mengingat daerah
Kabupaten Sukoharjo masih dominan sebagai daerah pertanian, diperlukan
sumber-sumber pengairan lainnya untuk mengantisipasi kekurangan air pada
lahan pertanian, serta mengatasi kekeringan pad musim kemarau. Jumlah
mata air yang ada di Kabupaten Sukoharjo saat ini berjumlah 4 sumber mata
air, yang berlokasi di Banyubiru di Kecamatan Weru, Pecinan di Kecamatan
Bulu, Pundung Rejo di Kecamatan Tawangsari dan Ringin Pitu di Kecamatan
Nguter. Untuk air bersih di Kabupaten Sukoharjo, perlu dicari sumber-sumber
mata air lainnya, agar air bersih dapat dijangkau oleh masyarakat dengan
mudah.
39. Kabupaten Sukoharjo IV-39
4.1.8 Analisis Sumber Daya Hutan
Hutan yang ada di Kabupaten Sukoharjo dapat dibedakan menjadi 2
jenis, yaitu hutan rakyat, yang dikelola dan dimanfaatkan oleh masyarakat,
serta hutan negara yang pengelolaannya dilakukan oleh negara. Pengelolaan
hutan rakyat lebih besar jumlahnya dari pada hutan negara. Pengelolaan hutan
rakyat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai budidaya tanaman,
seperti mahoni, jati, mangga, akasia, lamtoro, trembesi, sengon, durian,
rambutan serta jenis tanaman lainnya. Pemanfaatan hutan terus ditingkatkan
pada setiap tahunnya, terutama terhadap hutan rakyat. Selain itu,
keanekaragaman tumbuhan yang diusahakan juga bertambah. Hal itu tidak
lepas dari adanya program untuk penanaman hutan rakyat, yang telah
dilakukan semenjak tahun 2003 dan terus berlangsung sampai tahun 2007.
Gerakan rehabilitasi hutan terutama dilakukan terhadap hutan rakyat, yang
pengelolaannya diserahkan kepada masyarakat, melalui pemantauan dari
instansi pemerintah yang terkait. Program rehabilitasi hutan tersebut
merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Sukoharjo melalui Program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan
(GN-RHL). Program tersebut terus ditingkatkan pada setiap tahunnya, dimana
pada tahun 2003 diadakan rehabilitasi dan penanaman hutan rakyat seluas
1.089 Ha, pada tahun 2004 meningkat menjadi 3.600 Ha, tahun 2005 seluas
650 Ha, tahun 2006 100 Ha dan tahun 2007 seluas 750 Ha. Dengan
rehabilitasi hutan tersebut, jumlah pohon jati yang telah ditanam sejak tahun
2003 sampai dengan tahun 2007 adalah sebanyak 1.548.400 bibit, pohon
mahoni sebanyak 324.000 bibit, rambutan 70.800 bibit, mangga dan durian
sejumlah 237.600 bibit, mlinjo 20.550 bibit, nangka sejumlah 81.675 bibit, mete
sebanyak 61.125 bibit, dan pohon maglid sejumlah 17.600 bibit. Pengelolaan
bibit yang telah diusahakan melalui program GN-RHL selanjutnya diserahkan
kepada masyarakat, termasuk juga dalam pengelolaan hasil dari bibit yang
telah ditanam. Hal ini tentunya juga akan meningkatkan pendapatan
masyarakat terutama masyarakat desa hutan di masa yang akan datang.
Produksi kayu dari tanaman tersebut juga akan meningkat untuk 10 tahun
mendatang, karena usia tanaman sudah siap tebang, untuk pohon-pohon yang
bisa diambil hasil kayunya, seperti jati dan mahoni. Selain akan meningkatkan
pendapatan masyarakat hutan desa, pengelolaan hutan rakyat juga akan
40. Kabupaten Sukoharjo IV-40
memberikan dampak lain terhadap keberlangsungan lingkungan. Dengan
semakin banyaknya hutan yang ditanami daerah-daerah yang menjadi resapan
air juga akan semakin luas, serta jumlah lahan hijau juga semakin bertambah
sehingga pembangunan yang berkelanjutan juga akan dapat dicapai. Selain itu,
diharapkan pengembangan yang dilakukan dapat meningkatkan produktifitas
hutan sebagai salah satu sumber pendapatan masyarakat dan PAD serta
dapat pula menjadi fungsi lindung untuk mengurangi tingkat kekritisan lahan
dan menjadi kawasan resapan bagi cadangan air di Kabupaten Sukoharjo.
4.1.9 Analisis Sumber Daya Tambang
Kegiatan penambangan yang dilakukan di Kabupaten Sukoharjo lebih
banyak terhadap penambangan berupa tanah urug. Jenis bahan galian tanah
urug ini dilakukan di beberapa lokasi yang tersebar di Kabupaten Sukoharjo.
Kegiatan penggalian tanah urug, diantaranya terdapat di beberapa tempat:
1. Menggung Mahjurug, Manisharjo, Kecamatan Bendosari. Di
Kecamatan Bendosari ini terdapat tiga titik lokasi penggalian tanah
urug, dua penggalian berlokasi di Manisharjo, sedangkan satu
kegiatan penambangan lainnya berada di Dk. Sawur, Desa Mertan.
2. Dk. Jayan, Desa Celep, Kecamatan Curug
3. Dk. Gunung Buthak Karang Mojo, Kecamatan Weru
4. Kedung Nongko, Sanggang, Kecamatan Bulu
Kegiatan penambangan tanah urug tersebut dilakukan secara tradisional
oleh masyarakat. Proses perijinan yang dilakukan atas nama perseorangan,
namun kegiatan penambangan dilakukan secara berkelompok. Kegiatan
penambangan jenis tanah urug ini telah lama berlangsung di Kabupaten
Sukoharjo, yang kegiatannya telah mendapat izin dari pemerintah terkait. Dalam
perkembangan lebih lanjut perlu diperhatikan pemantauan terhadap kegiatan
penambangan yang telah dilakukan, karena apabila tidak ada pemantauan,
dampak-dampak negatif dari penggalian tersebut dapat saja terjadi. Kegiatan
penambangan tersebut akan berpotensi untuk terjadinya banjir dan longsor
yang akan berdampak buruk bagi lingkungan dan merugikan masyarakat
sekitar. Selain itu, juga perlu diperhatikan rehabilitasi terhadap kawasan
pertambangan yang sudah tidak berproduksi. Rehabilitasi kawasan
pertambangan pasca penambangan ini juga hendaknya dijadikan sebagai
41. Kabupaten Sukoharjo IV-41
landasan dalam pemberian ijin kegiatan pertambangan beserta syarat perijinan
lainnya. Sebaran penggunaan bahan tambang yang ada dapat diketahui dari
jenis bahan yang dimanfaatkan dan volume produksi bahan tambang. Sebaran
penggunaan sumber daya tambang masih terbilang kecil, hal ini didasarkan
pada sistem yang digunakan untuk pengelolaan dan pemanfaatan bahan-bahan
tambang yang tergolong tradisional. Kegiatan pertambangan yang ada sekarang
pada umumnya dalam skala kecil yang diusahakan oleh individu namun sudah
memiliki izin yang resmi. Oleh sebab itulah volume produksi bahan tambang
tersebut masih relatif kecil karena belum bisa memberikan dampak
pembangunan dan peningkatan ketenagakerjaan yang memadai dan dapat
diandalkan. Jika pengelolaan dan pengusahaan yang ada dikelola secara lebih
profesional dan dilakukan penelitian lebih lanjut untuk kadar dan volume
kandungan bahan tambang yang ada, maka dampak positif yang ada meliputi:
Berkurangnya pencemaran dan perusakan lingkungan akibat
pengetahuan masyarakat yang rendah dalam pengelolaan dan
pemanfaatan bahan tambang serta pengawasan pemerintah yang masing
kurang.
Potensi lanjutannya adalah bisa menjadi mata pencaharian baru dengan
menyerap tenaga kerja yang lebih besar.
Meningkatkan pendapatan daerah. Selain itu, perlu diperhatikan dalam
pengembangan kawasan pertambangan mengenai kelestarian lingkungan
terutama pada kawasan lindung. Kegiatan eksporasi maupun eksploitasi
hendaknya tidak dilakukan pada kawasan lindung karena dikhawatirkan
kegiatan pertambangan yang ada mengakibatkan kerusakan lingkungan.
4.1.10 Analisis Kawasan Rawan Bencana
4.1.10.1 Banjir
Berdasarkan pada PerMendagri Nomor 33 Tahun 2006 tentang
Pedoman Umum Mitigasi Bencana potensi bencana tersebut antara lain adalah
banjir. Banjir yang dimaksud disini adalah banjir yang berupa genangan atau
banjir bandang bersifat merusak. Aliran arus air yang tidak terlalu dalam tetapi
cepat dan bergolak (turbulent) dapat menghanyutkan manusia dan binatang.
Aliran air yang membawa material tanah yang halus akan mampu menyeret
material berupa batuan yang lebih berat sehingga daya rusaknya akan semakin
42. Kabupaten Sukoharjo IV-42
tinggi. Banjir air pekat ini akan mampu merusakan fondasi bangunan yang
dilewatinya terutama fondasi jembatan sehingga menyebabkan kerusakan
yang parah pada bangunan tersebut, bahkan mampu merobohkan bangunan
dan menghanyutkannya. Pada saat air banjir telah surut, material yang terbawa
banjir akan diendapkan ditempat tersebut yang mengakibatkan kerusakan pada
tanaman, perumahan serta timbulnya wabah penyakit.
4.1.10.2 Tanah Longsor dan Erosi
Gerakan tanah atau tanah longsor merusakkan jalan, pipa dan kabel
sebagai akibat gerakan dibawahnya atau karena penimbunan material hasil
longsoran. Gerakan tanah yang berjalan lambat menyebabkan
penggelembungan (tilting) dan bangunan tidak dapat digunakan. Rekahan
pada tanah menyebabkan fondasi bangunan terpisah dan menghancurkan
utilitas lainnya di dalam tanah. Runtuhan lereng yang tiba-tiba dapat menyeret
permukiman turun jauh di bawah lereng. Runtuhan batuan (rockfalls) yang
berupa luncuran batuan dapat menerjang bangunan-bangunan atau
permukiman di bawahnya. Aliran butiran (debris flow) dalam tanah yang lebih
lunak, menyebabkan aliran lumpur yang dapat mengubur bangunan
permukiman, menutup aliran sungai sehingga menyebabkan banjir, dan
menutup jalan. Liquefaction adalah proses terpisahnya air di dalam pori-pori
tanah akibat getaran sehingga tanah kehilangan daya dukung terhadap
bangunan yang ada diatasnya sebagai akibatnya bangunan akan amblas atau
terjungkal.
4.1.11 Arahan pengaturan dan pengelolaan Zona Rawan Bencana Alam di
Kabupaten Sukoharjo.
Pada zona-zona seperti ini perlu dilindungi agar dapat menghindarkan
masyarakat dari ancaman bencana yang ada tersebut. Pengaturan:
1. Penetapan batas dataran banjir;
2. Perbaikan kualitas dan peningkatan fungsi sistem drainase;
3. Diizinkan untuk kegiatan budidaya dengan tetap memperhatikan
sistem drainase yang memadai, pembuatan sumur resapan,
pembuatan penampungan air, dan pembuatan tanggul pada sungai
yang berpotensi rawan banjir;
4. Pemanfaatan sempadan sungai sebagai kawasan hijau; dan
5. Penentuan lokasi dan jalur evakuasi dari permukiman penduduk.
43. Kabupaten Sukoharjo IV-43
4.1.12 Analisis Produktivitas Lahan
Produktivitas lahan di Kabupaten Sukoharjo dari komoditi tertentu
diperoleh dengan membagi jumlah total produksi (satuan berat ton/kwintal)
dengan luas panen (satuan Hektar) dalam satuan kecamatan. Luas panen ini
dapat saja berbeda dengan luas riil areal tanah pertanian di suatu desa.
Dengan demikian akan diperoleh gambaran penyebaran produktivitas yang
mengikuti batas kecamatan bukan batas penggunaan lahan. Secara
keseluruhan rata-rata produktivitas lahan di Kabupaten Sukoharjo dapat
diperinci menjadi 2 (dua) bagian yaitu produktivitas lahan untuk tanaman
pangan dan produktivitas untuk tanaman perkebunan.
4.1.12.1 Tanaman Padi
Perhitungan luasan Produktivitas Lahan Untuk Tanaman Padi
Kabupaten Sukoharjo Tahun 2013, dapat diketahui bahwa jumlah luasan lahan
produktivitas bagi tanaman padi di Kabupaten Sukoharjo adalah rata-rata
seluas 63.39 ku/Ha, tingkat produktivitas terbesar terdapat pada Kecamatan
Mojolaban sebesar 65,10 ku/ha dengan panen seluas 60,56 ha dan jumlah
produksi sebanyak 39427 ton. Hal tersebut dikarenakan guna lahan
Kecamatan Mojolaban memang diperuntukkan untuk sektor pertanian dan
permukiman, sedangkan berdasarkan data hasil wawancara pada Kantor
Kecamatan, sistem produksi padi di kecamatan Mojolaban sudah mulai
beranjak membaik. Berdasarkan data dari peta Geologi Kabupaten Sukoharjo,
Kecamatan Mojoloban memang sesuai untuk pengembangan pertanian lahan
basah. Sedangkan kecamatan yang produktivitasnya rendah untuk tanaman
padi adalah Kecamatan Kartasura 59,41 ku/ha, hal tersebut dikarenakan
kesesuaian lahannya tidak sesuai untuk pengembangan pertanian lahan
basah. Kabupaten Sukoharjo merupakan salah satu Kabupaten penyangga
pangan di Jawa Tengah, sehingga produktivitas pangan terutama padi perlu
dipacu. Berdasarkan pada hasil analisis di atas maka dapat diambil
kesimpulan, bahwa untuk tanaman padi sudah cukup optimal karena telah
memenuhi target renstra pertanian untuk tanaman padi yaitu 49,60 ku/ha.
Namun tetap perlu adanya peningkatan produksi tanaman padi yang dilakukan
dengan intensifikasi pertanian dan ekstensifikasi pertanian dengan
pengembangan lahan yang sesuai untuk tanaman lahan basah yang didukung
dengan pengembangan jaringan irigasi.
44. Kabupaten Sukoharjo IV-44
Tabel IV.24
Produktivitas Lahan Untuk Tanaman Padi
Kabupaten Sukoharjo Tahun 2013
No Kecamatan
Padi Sawah
Panen Puso Produksi Produktivitas
1 Weru 4722 0 29867 63.25
2 Bulu 2240 0 14507 64.76
3 Tawangsari 4112 4 26342 64.06
4 Sukoharjo 5952 0 38127 64.06
5 Nguter 5512 0 34954 63.41
6 Bendosari 5193 0 32735 63.04
7 Polokarto 6401 0 40157 62.74
8 Mojolaban 6056 0 39427 65.10
9 Grogol 2197 0 13667 62.21
10 Baki 2667 0 16616 62.30
11 Gatak 2806 12 17421 62.08
12 Kartasura 1167 8 6933 59.41
JUMLAH 49025 24 310753 63.39
Sumber: Kabupaten Sukoharjo Dalam Angka 2013
4.1.12.2 Tanaman Palawija
Kabupaten Sukoharjo cukup unggul pada sektor pertaniannya, salah
satu hasil panen unggulan adalah tanaman palawija. Tanaman palawija yang
terdapat di Kabupaten Sukoharjo meliputi jagung, ubi kayu, kacang tanah dan
kedelai. Untuk lebih jelas produktivitas lahan untuk palawija di Kabupaten
Sukoharjo dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel IV.25
Produktivitas Lahan Untuk Tanaman Palawija
Kabupaten Sukoharjo Tahun 2013
No Kecamatan
Jagung Kedelai
Panen Puso Produksi Produktivitas Panen Puso Produksi Produktivitas
1 Weru 168 0 1381 82.2 1130 0 2125 18.81
2 Bulu 70 0 584 83.43 0 0 0 0
3 Tawangsari 177 0 1453 82.09 313 0 543 17.35
4 Sukoharjo 30 0 240 80 0 0 0 0
5 Nguter 684 0 5797 84.75 29 0 53 18.28
6 Bendosari 222 0 1820 81.98 146 0 270 18.49
7 Polokarto 596 0 4958 83.19 7 0 13 18.57
8 Mojolaban 0 0 0 0 0 0 0 0
9 Grogol 16 0 141 88.13 0 0 0 0
10 Baki 98 0 867 88.47 1 0 2 20
11 Gatak 94 0 836 88.94 0 0 0 0
12 Kartasura 55 0 479 87.09 0 0 0 0
JUMLAH 2210 0 18556 83.96 1626 0 3006 18.49
Sumber: Kabupaten Sukoharjo Dalam Angka 2013
45. Kabupaten Sukoharjo IV-45
No Kecamatan
Kedelai Kacang Tanah
Panen Puso Produksi Produktivitas Panen Puso Produksi Produktivitas
1 Weru 1130 0 2125 18.81 328 0 566 17.26
2 Bulu 0 0 0 0 1375 0 2453 17.84
3 Tawangsari 313 0 543 17.35 791 0 1374 17.37
4 Sukoharjo 0 0 0 0 30 0 53 17.67
5 Nguter 29 0 53 18.28 949 0 1709 18.01
6 Bendosari 146 0 270 18.49 1251 0 2250 17.99
7 Polokarto 7 0 13 18.57 1554 0 2828 18.2
8 Mojolaban 0 0 0 0 5 0 9 18
9 Grogol 0 0 0 0 146 0 248 16.99
10 Baki 1 0 2 20 0 0 0 0
11 Gatak 0 0 0 0 0 0 0 0
12 Kartasura 0 0 0 0 0 0 0 0
JUMLAH 1626 0 3006 18.49 6429 0 11490 17.87
Sumber: Kabupaten Sukoharjo Dalam Angka 2013
Lanjutan……
No Kecamatan
Ubi Kayu Ubi Jalar
Panen Puso Produksi Produktivitas Panen Puso Produksi Produktivitas
1 Weru 186 0 3218 173.01 0 0 0 0
2 Bulu 266 0 4581 172.22 0 0 0 0
3 Tawangsari 322 0 5545 172.2 0 0 0 0
4 Sukoharjo 0 0 0 0 0 0 0 0
5 Nguter 297 0 5242 176.5 0 0 0 0
6 Bendosari 227 0 3981 175.37 0 0 0 0
7 Polokarto 302 0 5303 175.6 10 0 121 0
8 Mojolaban 0 0 0 0 2 0 24 0
9 Grogol 0 0 0 0 0 0 0 0
10 Baki 0 0 0 0 1 0 12 12
11 Gatak 0 0 0 0 0 0 0 0
12 Kartasura 0 0 0 0 0 0 0 0
JUMLAH 1600 0 27870 174.19 13 0 157 120.77
Sumber: Kabupaten Sukoharjo Dalam Angka 2013
Berdasarkan pada data dari tabel-tabel diatas mengenai Produktivitas
Tanaman Palawija di Kabupaten Sukoharjo, dapat diketahui bahwa produktivitas
lahan untuk tanaman jagung pada tahun 2013 memiliki rata-rata kabupaten 83,96
ku/ha, dengan produktivitas tertinggi terdapat di Kecamatan Gatak yaitu 88,94
ku/ha. Sedangkan kecamatan yang tidak memiliki produksi tanaman jagung yaitu
Kecamatan Mojolaban, hal tersebut dikarenakan Kecamatan Mojolaban lebih
memprioritaskan dalam pengelolaan tanaman padi.
Produktivitas lahan untuk tanaman ubi kayu memiliki rata-rata kabupaten
sebesar 174,19 ku/ha, dengan produktivitas tertinggi di Kecamatan Nguter
sebesar 176,5 ku/ha. Sedangkan kecamatan yang tidak memiliki produksi
tanaman ubi kayu adalah Kecamatan Sukoharjo, Mojolaban, Baki, Gatak dan
46. Kabupaten Sukoharjo IV-46
Kartasura. Tingkat Produktivitas untuk Tanaman palawija jenis ubi jalar, rata-rata
sebesar 120,27 ku/ha. Berbeda dengan produktivitas jenis ubi kayu, produktivitas
ubi jalar sangat kecil, hal tersebut dikarenakan hanya beberapa kecamatan di
Kabupaten Sukoharjo yang menghasilkan produksi Ubi Jalar, yaitu Kecamatan
Polokarto dan Mojolaban. Produktivitas lahan untuk tanaman kacang tanah
memiliki rata-rata kabupaten sebesar 17,87 ku/ha, dengan produktivitas tertinggi
di Kecamatan Polokarto sebesar 18,2 ku/ha. Sedangkan daerah yang tidak
memiliki produksi tanaman kacang tanah adalah Kecamatan Baki, Gatak dan
Kartasura. Produktivitas lahan untuk tanaman kedelai memiliki rata-rata
kabupaten sebesar 18,49 ku/ha, dengan produktivitas tertinggi di Kecamatan
Baki sebesar 20 ku/ha. Sedangkan daerah yang tidak memiliki produksi tanaman
kacang tanah adalah Kecamatan Bulu, Mojolaban, Grogol, Baki, Gatak dan
Kartasura. Produktivitas lahan palawija ini tersebar hampir di seluruh bagian
kecamatan di Kabupaten Sukoharjo kecuali jenis ubi kayu, kacang tanah dan
kedelai. Untuk palawija seperti jagung, dibandingkan tahun 2012 luas panen
mengalami penurunan sebesar 28,95 % dan produksinya pun turun sebesar
10,51 %. ubi kayu: luas panen turun 32,05 % dan produksi turun sebesar
34,25%, luas panen kacang tanah turun 0,37% dan jumlah produksi turun0,01%.
kedelai luas panen turun 31,69% dan produksi turun sebesar 29,64%, sementara
kacang hijau luas panen turun sebesar 57,27% dan produksi turun sebesar
54,29%. Sektor tanaman pangan yang menjadi andalan Kabupaten Sukoharjo
adalah padi dan jagung, sedangkan pengembangan dan pengelolaan tanaman
palawija ini diperlukan peningkatan produktivitas tanaman kacang-kacangan agar
dapat berkembang dan berkesesuaian dengan tujuan Kabupaten Sukoharjo
sebagai Kawasan Agroindustri.
4.1.12.3 Tanaman Sayuran
Kabupaten Sukoharjo memiliki hasil produksi berupa tanaman
sayuran disamping padi dan paliwija, tanaman sayuran yang terdapat di
Kabupaten Sukoharjo meliputi kacang panjang, cabe besar, tomat, terong, dan
ketimun. Produktivitas lahan untuk tanaman kacang panjang memiliki rata-rata
kabupaten sebesar 4611 kuintal, dengan produksi tertinggi terdapat di
Kecamatan Sukoharjo sebesar 1235 kuintal. Sedangkan daerah yang tidak
memiliki produksi tanaman kacang panjang adalah Kecamatan Weru dan Bulu.
Produktivitas lahan untuk tanaman cabe besar memiliki rata-rata kabupaten
47. Kabupaten Sukoharjo IV-47
sebesar 2018 kuintal, dengan produktivitas tertinggi berada di Kecamatan Gatak
sebesar 960 kuintal. Sedangkan kecamatan yang tidak memiliki produksi
tanaman Cabe besar adalah Kecamatan Weru, Tawangsari, Sukoharjo,Bulu,
Bendosari, Polokarto, Grogol dan Kartasura. Produktivitas lahan untuk tanaman
tomat memiliki rata-rata kabupaten sebesar 567 kuintal. Hanya 3 kecamatan
yang menghasilkan tanaman tomat, yaitu Kecamatan Nguter, Baki dan Gatak.
Produktivitas lahan untuk tanaman terong memiliki rata-rata kabupaten sebesar
610 kuintal. Kecamatan yang memiliki produksi tanaman terong hanya
Kecamatan Nguter, Baki dan Gatak.
Tabel IV.26
Produktivitas Lahan Untuk Tanaman Sayuran
Kabupaten Sukoharjo Tahun 2013
Kecamatan
Produksi(Kw)
Kacang
Panjang
Cabe
Besar
Tomat Terong Timun Kangkung Bayam
Weru 0 0 0 0 0 0 0
Bulu 0 230 0 0 0 0 0
Tawangsari 453 0 0 0 56 0 0
Sukoharjo 431 0 0 0 0 0 0
Nguter 345 223 246 94 471 0 0
Bendosari 129 0 0 0 0 0 0
Polokarto 129 0 0 0 241 0 0
Mojolaban 1235 308 19 0 301 0 0
Grogol 831 0 0 0 0 0 0
Baki 116 297 225 314 1206 0 0
Gatak 832 960 77 202 89 0 0
Kartasura 239 0 0 0 0 0 0
Jumlah 4611 2018 567 610 2364 0 0
2012 5422 2587 305 416 2357 0 0
Sumber: Kabupaten Sukoharjo Dalam Angka 2013
4.2 Analisis Kependudukan
4.2.1 Analisis Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk
Berdasarkan data Kabupaten Sukoharjo tahun 2013,maka diketahui
jumlah penduduk sebesar 863.963 jiwa,dengan angka rata-rata jumlah
pertumbuhan penduduk selama lima tahun terakhir sebesar 0,00604%. Hasil
rincian distribusi jumlah penduduk di setiap kecamatan,maka jumlah penduduk
terbesar terdapat di kecamatan Grogol sebesar 107.555 jiwa, sedangkan jumlah
48. Kabupaten Sukoharjo IV-48
penduduk terkecil berada di kecamatan Gatak sebesar 50.347 jiwa. Hal ini terjadi
karena fasilitas yang dimiliki di Kecamatan Grogol lebih lengkap dibandingkan
dengan kecamatan lainnya, dan menjadi daya tarik penduduk untuk bertempat
tinggal karena fasilitas yang ada di Kecamatan Grogol. Kecamatan yang memiliki
persebaran penduduk paling sedikit adalah kecamatan Gatak, hal ini dikarenakan
Kecamatan Gatak berdasarkan penggunaan lahannya dari tahun 2006 – 2012
diprioritaskan sebagai lahan persawahan dan lahan kosong.
Mengingat semua rencana pembangunan baik sosial, ekonomi dan
kebutuhan dasar lainnya menyangkut dengan kelengkapan fasilitas dan
karakteristik penduduk di masa mendatang, maka dilakukan penghitungan
matematika untuk jumlah proyeksi penduduk. Metode yang dilakukan dalam
penghitungan proyeksi jumlah penduduk menggunakan metode geometri yaitu
pertumbuhan penduduk dengan menggunakan dasar bunga berbunga (bunga
berganda) yang berdasarkan rata-rata angka pertumbuhan penduduk selama 5
tahun terakhir yaitu antara tahun 2009-2013 dan proyeksi dilakukan sampai
penduduk di tahun 2032. Jadi, penghitungan proyeksi dengan metode Geometric
rate of Growth menggunakan rumus sebagai berikut.
Pn : Penduduk tahun proyeksi
Po : Penduduk tahun dasar
r : Laju pertumbuhan rata-rata
n : Selisih tahun
Selanjutnya, dengan melakukan penghitungan menggunakan rumus
Geometri, diketahui hasil proyeksi penduduk di masing-masing kecamatan di
Kabupaten Sukoharjo memiliki jumlah pertumbuhan yang berbeda-beda. Akan
tetapi berdasarkan garis trend, pertumbuhan penduduk ini membentuk garis
linear yang artinya pertumbuhan penduduk Kabupaten Sukoharjo tidak
menunjukkan peningkatan yang signifikan di setiap kecamatan. Secara
keseluruhan, proyeksi jumlah penduduk Kabupaten Sukoharjo hingga tahun 2033
mencapai 976.886 jiwa dengan rata rata pertumbuhan penduduk setiap tahun
adalah 0,00587% setiap tahunnya. Oleh sebab itu, program Keluarga Berencana
(KB) harus tetap disosialisasikan dan diterapkan di masyarakat Kabupaten
Sukoharjo untuk menekan kecenderungan peningkatan jumlah penduduk di
49. Kabupaten Sukoharjo IV-49
Kabupaten Sukoharjo, disamping hanya melakukan upaya pemerataan
pertumbuhan di masing-masing wilayah. Untuk lebih jelasnya hasil proyeksi
jumlah penduduk di Kabupaten Sukoharjo sampai tahun perencanaan dapat
dilihat di tabel berikut.
Sumber: Hasil Analisis, Studio Perencanaan 2015
Gambar 4.1
Grafik Trend Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Sukoharjo
Tabel IV.27
Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Sukoharjo Tahun 2014-2024
Kecamatan
Tahun
2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024
Weru 67.581 67.732 67.883 68.034 68.186 68.338 68.491 68.643 68.796 68.950 69.103
Bulu 51.690 51.696 51.702 51.708 51.714 51.720 51.726 51.732 51.738 51.744 51.750
Tawangsari 59.743 59.935 60.128 60.321 60.515 60.709 60.905 61.100 61.297 61.494 61.691
Sukoharjo 87.315 87.839 88.366 88.896 89.429 89.966 90.506 91.049 91.595 92.144 92.697
Nguter 65.105 65.240 65.375 65.510 65.646 65.782 65.918 66.055 66.192 66.329 66.466
Bendosari 68.883 69.181 69.481 69.782 70.084 70.387 70.692 70.998 71.306 71.614 71.924
Polokarto 75.873 76.156 76.440 76.725 77.012 77.299 77.587 77.877 78.167 78.459 78.751
Mojolaban 82.401 83.090 83.786 84.487 85.194 85.906 86.625 87.350 88.081 88.818 89.561
Grogol 108.664 109.784 110.916 112.060 113.215 114.382 115.562 116.753 117.957 119.173 120.402
Baki 55.243 55.724 56.210 56.699 57.193 57.691 58.194 58.701 59.212 59.728 60.248
Gatak 50.810 51.278 51.749 52.225 52.706 53.191 53.680 54.174 54.672 55.175 55.683
Kartasura 95.630 96.569 97.517 98.475 99.442 100.419 101.405 102.401 103.406 104.422 105.447
Jumlah 868.938 874.224 879.552 884.922 890.335 895.791 901.289 906.832 912.418 918.049 923.725
Sumber: Hasil Analisis, Studio Perencanaan 2015
50. Kabupaten Sukoharjo IV-50
Tabel IV.28
Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Sukoharjo Tahun 2025-2035
Kecamatan
Tahun
2025 2026 2027 2028 2029 2030 2031 2032 2033 2034 2035
Weru 69.258 69.412 69.567 69.722 69.877 70.033 70.189 70.346 70.503 70.660 70.817
Bulu 51.756 51.762 51.768 51.774 51.780 51.786 51.792 51.798 51.804 51.810 51.816
Tawangsari 61.889 62.088 62.288 62.488 62.689 62.890 63.092 63.295 63.499 63.703 63.907
Sukoharjo 93.253 93.813 94.376 94.942 95.512 96.085 96.661 97.241 97.825 98.412 99.002
Nguter 66.604 66.742 66.880 67.019 67.158 67.297 67.436 67.576 67.716 67.856 67.997
Bendosari 72.236 72.549 72.863 73.178 73.495 73.813 74.133 74.454 74.776 75.100 75.425
Polokarto 79.045 79.340 79.636 79.933 80.231 80.531 80.831 81.133 81.435 81.739 82.044
Mojolaban 90.311 91.066 91.828 92.597 93.371 94.153 94.940 95.735 96.536 97.344 98.158
Grogol 121.643 122.897 124.164 125.444 126.738 128.045 129.365 130.698 132.046 133.407 134.783
Baki 60.773 61.302 61.836 62.374 62.918 63.466 64.019 64.576 65.139 65.706 66.278
Gatak 56.195 56.712 57.234 57.760 58.291 58.828 59.369 59.915 60.466 61.022 61.584
Kartasura 106.483 107.529 108.585 109.651 110.728 111.815 112.913 114.022 115.142 116.273 117.415
Jumlah 929.445 935.212 941.024 946.882 952.788 958.741 964.741 970.789 976885,8 983.031 989.226
Sumber: Hasil Analisis, Studio Perencanaan 2015
4.2.2 Analisis Distribusi dan Kepadatan Penduduk
Berdasarkan data jumlah penduduk Kabupaten Sukoharjo pada tahun
2013 sebesar 863.893 jiwa dengan luas wilayah 466 km2
, maka dapat diketahui
jumlah kepadatan penduduk Kabupaten Sukoharjo tahun 2013 sebesar 25.692
jiwa/km2
. Jumlah kepadatan penduduk tertinggi berada di kecamatan Kartasura
yaitu 4.627 jiwa/km2
dan yang terendah berada di Kecamatan Bulu yaitu sebesar
1.178 jiwa/km2
. Hal ini terjadi karena persebaran penduduk di Kabupaten
Sukoharjo masih terkonsentrasi pada wilayah dan kecamatan-kecamatan yang
dilalui jalur transportasi massal yang strategis dan terdapatnya kegiatan ekonomi
yang cukup untuk lapangan usaha penduduk serta kemudahan pelayanan-
pelayanan dan tersedianya sarana dan prasarana sosial, ekonomi yang
memadai. Disamping Itu, hal yang mendorong kegiatan migrasi penduduk adalah
adanya kepentingan untuk berdagang, bekerja maupun kegiatan sosial, ekonomi
lainnya. Sehingga perlu dilakukan antisipasi pada daerah-daerah yang
berkepadatan penduduk rendah agar tidak menimbulkan kesenjangan sosial,
ekonomi, politik dan juga fisik dasarnya. Dengan dilengkapnya fasilitas-fasilitas
baik fasilitas sosial dan fasilitas umum di setiap kecamatan diharapkan dapat
menciptakan pemerataan kepadatan penduduk dan muncul pusat-pusat
pertumbuhan baru di setiap wilayah sehingga masyarakat memiliki beberapa
53. Kabupaten Sukoharjo IV-53
4.2.3 Analisis Struktur dan Kualitas Penduduk
4.2.3.1 Penduduk Menurut Struktur Umur
Perkembangan penduduk di Kabupaten Sukoharjo tidak hanya
diurutkan berdasarkan persebaran penduduk di setiap kecamatan saja, tetapi
komposisi penduduk menurut usia juga berguna untuk pengembangan
perencanaan pembangunan di Kabupaten Sukohajo. Komposisi penduduk
menurut usia biasanya dikelompokkan pada jenjang tahunan misalnya 0-4, 5-9,
10-14 dan seterusnya sampai data jumlah penduduk berdasarkan usia yang
diketahui. Berdasarkan struktur umur, di Kabupaten Sukoharjo pada tahun
2013 tercatat bahwa angka tertinggi terdapat pada pada usia produktif (Usia
15-59 tahun) yaitu sebesar 554.476 jiwa (64,19%) kemudian usia tua sejumlah
101.620 jiwa (16,27%) dan usia anak-anak sebesar 207.597 jiwa (15,72%).
Penghitungan struktur penduduk menurut umur ini menyangkut tentang
ketenagakerjaan dan penduduk yang sedang sekolah lanjutan dan kegiatan
lainnya sebagai mengurus rumah tangga. Hal ini merupakan aspek yang
sangat mendasar dalam kependudukan di suatu wilayah karena menyangkut
kondisi sosial dan ekonomi dengan pengakuan masyarakat terhadap
kemampuan seseorang dan juga menjelaskan kebutuhan manusia akan
pekerjaan yang selalu berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dalam
kehidupan sehari-hari.
Dependency Ratio merupakan salah satu indikator demografi yang
penting dalam menentukan keadaan ekonomi suatu negara. Rasio
Ketergantungan menggambarkan berapa banyak penduduk usia non produktif
yang hidupnya harus ditanggung oleh penduduk usia produktif. Semakin
tingginya persentase dependency ratio, menunjukkan semakin tingginya beban
yang harus ditanggung oleh penduduk usia produktif untuk membiayai hidup
usia non produktif. Dibawah ini merupakan tabel penduduk menurut umur di
Kabupaten Sukoharjo.
Tabel IV.31
Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Kabupaten Sukoharjo
Kelompok Umur
2013
Laki-laki Perempuan Jumlah
0 s.d 4 34.090 32.295 66.385
5 s.d 9 35.529 33.898 69.427
54. Kabupaten Sukoharjo IV-54
Kelompok Umur
2013
Laki-laki Perempuan Jumlah
10 s.d 14 36.769 35.016 71.785
15 s.d 19 34.431 35.265 69.696
20 s.d 24 29.459 32.195 61.654
25 s.d 29 34.771 36.752 71.523
30 s.d 34 35.077 36.788 71.865
35 s.d 39 32.482 33.354 65.836
40 s.d 44 32.928 33.044 65.972
45 s.d 49 29.352 29.215 58.567
50 s.d 54 25.778 24.601 50.379
55 s.d 59 20.377 18.607 38.984
60 s.d 64 14.165 15.781 29.946
65 s.d 69 12.544 13.748 26.292
70 s.d 74 9.196 11.105 20.301
75+ 11.211 13.870 25.081
Jumlah 428.159 435.534 863.693
Sumber: Sukoharjo Dalam Angka 2014
Adapun angka beban ketergantungan dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut.
Berdasarkan rumus diatas, maka besarnya angka beban ketergantungan di
Kabupaten Sukoharjo adalah
Dari penghitungan diatas, dapat dilihat bahwa setiap 100 orang usia produktif di
Kabupaten Sukoharjo harus menanggung sebanyak 56 jiwa penduduk tidak
produktif. Dengan meningkatnya angka penduduk usia produktif dan beban
ketergantungan,maka dibutuhkan penambahan lapangan kerja dan kesempatan
kerja yang lebih besar di Kabupaten Sukoharjo untuk menampung pertambahan
Jumlah Usia <15 th + Jumlah Usia >60 th X 100
Jumlah Usia Produktif
DR = 207.597+ 101.620 X 100
554.476
= 56 Jiwa
55. Kabupaten Sukoharjo IV-55
penduduk usia produktif yang akan datang melalui program wirausaha guna
meningkatkan lapangan pekerjaan.
Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Dalam perencanaan pembangunan, pendidikan merupakan salah
satu unsur terpenting dalam pembangunan, karena dengan pendidikan
masyarakat akan semakin cerdas dan selanjutnya akan dapat
membentuk SDM berkulitas tinggi.
Tingkat pendidikan pada umumnya menggambarkan tingkat
kualitas manusia di suatu daerah. Di Kabupaten Sukoharjo, penduduk
berdasarkan tingkat pendidikannya tahu 2013 secara proporsi yang
berpendidikan tamatan SLTA/MA tertinggi yaitu 173.857 jiwa, dan
program Diploma dan Sarjana menempati urutan terendah sebesar
33.647 jiwa dan 44.617 jiwa. Kondisi penduduk menurut tingkat
pendidikan ini sangat meningkat mengingat pada tahun 2007, penduduk
yang berpendidikan SD memegang angka yang paling tinggi sebesar
180.840 jiwa. Hal ini sangat menguntungkan karena terdapatnya
lapangan usaha di bidang industri yang memerlukan tenaga ahli dengan
kemampuan masyarakat Kabupaten Sukoharjo.
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa sebagian besar
masyarakat Kabupaten Sukoharjo memiliki kesadaran akan pentingnya
tingkat pendidikan. Akan tetapi, sebagian kecil masyarakat Kabupaten
Sukoharjo masih sulit untuk melanjutkan tingkat pendidikan ke yang
lebih tinggi dikarenakan keterbatasan kemampuan ekonomi. Sebagai
upaya, saat ini pemerintah mulai merintis program pendidikan murah
melalui subsidi pendidikan mulai dari tingkat dasar maupun tingkat
menengah.
Penduduk Menurut Lapangan Usaha
Pekerjaan merupakan suatu upaya masyarakat untuk bisa
memenuhi kebutuhan hidupnya. Semakin banyak lapangan pekerjaan
yang disediakan suatu wilayah, semakin tinggi pula angka penduduk
yang bekerja/menetap di wilayah tersebut. Dari 10 sektor lapangan
usaha penduduk yang bekerja (Usia 15 tahun keatas) menurut
lapangan usaha tertinggi yaitu bekerja di sektor Industri sebanyak
126.778 jiwa, diikuti oleh sektor perdagangan sebesar 102.768 jiwa dan
56. Kabupaten Sukoharjo IV-56
jumlah terendah berada di sektor pertambangan dan galian sebesar
675 jiwa. Dilihat dari lapangan usaha tersebut, kondisi kependudukan
menurut lapangan usaha di Kabupaten Sukoharjo sangat berpotensi
untuk mengembangkan konsep agroindustri dengan mengelola
lapangan usaha sektor industri dan mendayagunakan SDM Kabupaten
Sukoharjo.
4.2.4 Analisis Potensi Pengembangan SDM
Penggembangan Sumber Daya Manusia di Kabupaten jika dilihat dari
potensinya lebih diarahkan sebagian besar pada pendidikan formal sebesar 47%
dan pendidikan non formal di usia produktif maupun non produktif seperti
keterampilan untuk pengembangan usaha di Kabupaten Sukoharjo. SDM ini
nantinya akan membantu mengembangkan potensi agroindustri yang dimiliki
Kabupaten Sukoharjo. Hal ini dilakukan untuk mendukung peningkatan ekonomi
masyarakat sekaligus meningkatkan kualitas hidup.
Potensi SDM ini dapat dilihat dari komposisi penduduk menurut usia yang
mana kelompok usia 5-19 tahun diharapkan mampu menjadi kelompok usia
produktif selama masa perencanaan, sehingga dapat menjadi kelompok
penduduk yang berkualitas dan mampu meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
4.2.5 Analisis Daya Tampung Wilayah
Analisis daya tampung wilayah dilakukan untuk menghitung jumlah
kegiatan dan penduduk yang dapat ditampung dalam suatu wilayah. Semakin
berkembangnya pertumbuhan penduduk di suatu wilayah menyebabkan semakin
banyaknya jumlah lahan yang diperlukan untuk menampung kegiatan yang
dilakukan penduduk, salah satunya lahan pemukiman. Penduduk Kabupaten
Sukoharjo diperkirakan hingga tahun 2033 mencapai angka 976.886 jiwa.
Berdasarkan proyeksi jumlah penduduk tersebut maka diperlukan analisa daya
tampung lahan untuk mengetahui kemampuan daya tampung wilayah untuk
mewadahi penduduk secara layak.
57. Kabupaten Sukoharjo IV-57
Dalam menghitung daya tampung wilayah ini, dengan mengacu pada
Modul Terapan PU No.20 Tahun 2007, diasumsikan bahwa setiap penduduk
harus memiliki ruang untuk melakukan aktivitasnya sebesar 100 m2
/jiwa atau
0,01 Ha/Jiwa dan untuk perumahan diasumsikan setiap rumah menampung
sebanyak 5 jiwa. Selanjutnya dapat dihitung daya tampung tersebut dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
Daya Tampung = 50% x luas lahan (m2
)/100 x 5 (jiwa)
Menghitung daya tampung berdasarkan arahan rasio tutupan lahan dengan
asumsi masing-masing arahan rasio tersebut dipenuhi maksimum, dan dengan
anggapan luas lahan yang digunakan untuk permukiman hanya 50% dari luas
lahan yang boleh tertutup (30% untuk fasilitas dan 20% untuk jaringan jalan serta
utilitas lainnya). Kemudian dengan 2 asumsi 1KK yang terdiri dari 5 orang
memerlukan lahan seluas 100 m.
Dari hasil perhitungan rumus tersebut dapat diketahui bahwa luas wilayah
Kabupaten Sukoharjo sebesar 37.356,32 Ha untuk kawasan yang dapat
dikembangkan sebagai pemukiman dan kegiatan lainnya. Dengan demikian
dapat diketahui bahwa daya tampung penduduk Kabupaten Sukoharjo hingga
tahun 2033 sebesar 18.678.158 jiwa dengan total jumlah penduduk sebesar
989.226 jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapatnya lahan kosong di
Kabupaten Sukoharjo yang dapat memungkinkan untuk dilakukannya
pengembangan, baik pemukiman penduduk maupun kegiatan lainnya yang dapat
mendorong laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sukoharjo.
Sumber: Hasil Analisis, Studio Perencanaan 2015
Gambar 4.1
Grafik Trend Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Sukoharj
59. Kabupaten Sukoharjo IV-59
Tabel IV.32
Daya Tampung di Kabupaten Sukoharjo
Sumber: Hasil Analisis, Studio Perencanaan 2015
4.3 Analisis Sarana
4.3.1 Indeks Pelayanan Sarana
4.3.1.1 Sarana Pendidikan
Kabupaten Sukoharjo merupakan suatu wilayah dengan tingkat
kebutuhan pendidikan yang cukup besar. Pendidikan merupakan bagian dari
integrasi pembangunan karena pendidikan dapat menjadi indikator kemajuan
suatu bangsa dan menjadi salah satu faktor untuk meningkatkan sumber daya
manusia. Tabel-tabel dibawah merupakan tabel yang berisikan data tentang
Indeks Pelayanan sektor Pendidikan di Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2015.
dapat diketahui bahwa tingkat pelayan sarana pendidikan berjenjang sudah
dapat terpenuhi bagi kebutuhan masyarakat Kabupaten Sukoharjo, hal tersebut
dapat terlihat pada kolom Indeks Pelayanan (IP) dimana semua kecamatan
pada masing-masing tingkat pendidikan tidak ada yang bernilai kurang dari 1.
Hal tersebut menunjukkan bahwa setiap kecamatan sudah terpenuhi
kebutuhannya dari sarana pendidikkan.
4.3.1.2 Sarana Kesehatan
Kabupaten Sukoharjo memiliki beberapa jenis sarana kesehatan yang
difungsikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di bidang kesehatan.
Kecamatan
Jumlah
Penduduk
Luas Lahan
Daya
Tampung
Weru 70503 445,65 111.413
Bulu 51804 2.101,33 525.333
Tawangsari 63499 1.823,51 455.877
Sukoharjo 97825 4.666,54 1.166.635
Nguter 67716 5.502,16 1.375.540
Bendosari 74776 5.480,89 1.370.223
Polokarto 81435 6.265,16 1.566.291
Mojolaban 96536 3.823,13 955.782
Grogol 132046 3.140,40 785.099
Gatak 65139 109,47 27.366
Baki 60466 1.891,95 945.977
Kartasura 115142 2.106,12 526.531
Total 976886 37.356,32 9.812.067
60. Kabupaten Sukoharjo IV-60
Adapun jenis sarana kesehatan yang tersedia di Kabupaten Sukoharjo meliputi
Rumah Sakit, Puskesmas Pembantu, Rumah bersalin, Puskesmas, Balai
Pengobatan dan Apotek. Jika dilihat secara garis besar tingkat pelayanan
sarana kesehatan di Kabupaten Sukoharjo dapat dikategorikan pada kategori
tingkat pelayanan yang kurang baik dan belum mencukupi, hal tersebut dapat
dilihat dari perbandingan standar yang telah ditetapkan dengan jumlah
penduduk, dimana nilai ip yang keluar banyak yang bernilai 0. Tingkat
pelayanan terburuk atau kurang dan tidak mencukupi terdapat pada jenis
sarana kesehatan RS, Rumah bersalin dan Balai pengobatan. Perlu adanya
pengoptimalan pelayanan sarana kesehatan karena hal tersebut sangat
berkaitan dengan kebutuhan masyarakat.
61. Kabupaten Sukoharjo IV-61
Tabel IV.33
Indeks Pelayanan Sarana Pendidikan Kabupaten Sukoharjo 2013
Sumber: Hasil Analisis Studio Perencanaan, 2015
Kecamatan
Jumlah Penduduk
Usia 5-6 Tahun
Jumlah
Sarana SNI IP
Jumlah
Penduduk Usia
7-12 Tahun
Jumlah
Sarana SNI IP
Jumlah
Penduduk Usia
13-15 Tahun
Jumlah
Sarana SNI IP
TK SD SMP
Weru 1885.2 22 1250 14.587 6186 55 1600 14.226 2759.9 7 4800 12.174
Bulu 1513.6 21 1250 17.343 5086.2 35 1600 11.01 2306.1 3 4800 6.2443
Tawangsari 1791.6 27 1250 18.838 5644.2 41 1600 11.623 2449.7 6 4800 11.757
Sukoharjo 2960.4 29 1250 12.245 8664 55 1600 10.157 3480.3 9 4800 12.413
Nguter 1946 22 1250 14.132 6161.4 40 1600 10.387 2649.8 4 4800 7.2458
Bendosari 2085.6 20 1250 11.987 6531.6 48 1600 11.758 2794.2 5 4800 8.5892
Polokarto 2521.6 34 1250 16.854 7929.6 55 1600 11.098 3359 8 4800 11.432
Mojolaban 2835.2 37 1250 16.313 8137.8 51 1600 10.027 3217.9 8 4800 11.933
Grogol 3605.6 45 1250 15.601 10864.8 46 1600 6.7742 4588.2 7 4800 7.3231
Baki 1890.8 25 1250 16.527 5501.4 37 1600 10.761 2215.3 6 4800 13.001
Gatak 1624.4 25 1250 19.238 4875 36 1600 11.815 2012.5 5 4800 11.925
Kartasura 3110.8 53 1250 21.297 9145.2 55 1600 9.6225 3850.7 13 4800 16.205
64. Kabupaten Sukoharjo IV-64
4.3.1.3 Sarana Peribadatan
Kabupaten Sukoharjo meerupakan wilayah yang mayoritas
penduduknya beragama islam dengan kebutuhan sarana peribadatan yang
cukup besar. Tabel dibawah merupakan tabel yang berisikan data atau
keterangan mengenai indeks pelayan sarana peribatan di Kabupaten
Sukoharjo pada tahun 2015, dapat diketahui bahwa pemenuhan pelayanan
sarana kegiatan jenis mesjid sudah terlayani dengan baik, hanya saja jenis
mushola masih sangat kurang, hal tersebut dapat terlihat dari nilai ip pada jenis
musola dimana nilai dari setiap kecamatan adalah 0 yang menunjukkan tingkat
pelayanan dan pemenuhan kebutuhan masih kurang. Perlu adanya
penambahan mushola di Kabupaten Sukoharjo pada lingkup-lingkup kecil
masyarakat.
Tabel IV.36
Indeks Pelayanan Sarana Peribadatan Kabupaten Sukoharjo 2013
Kecamatan
Jenis
Sarana Jumlah
Penduduk
SNI IP
Jenis
Sarana SNI IP
Mesjid Mushola
Weru 114 67.431 2500 4,226,543 184 250 0,682179
Bulu 101 51.684 2500 4,885,458 53 250 0,256366
Tawangsari 139 59.552 2500 5,835,236 37 250 0,155326
Sukoharjo 210 66.794 2500 7,859,987 95 250 0,355571
Nguter 130 64.97 2500 5,002,309 66 250 0,253963
Bendosari 158 68.586 2500 5,759,193 71 250 0,258799
Polokarto 213 75.591 2500 7,044,489 74 250 0,244738
Mojolaban 151 81.717 2500 4,619,602 58 250 0,177442
Grogol 186 107.555 2500 4,323,369 72 250 0,167356
Baki 162 54.766 2500 7,395,099 50 250 0,228244
Gatak 106 50.347 2500 5,263,472 62 250 0,307863
Kartasura 185 94.7 2500 4,883,844 139 250 0,366948
Sumber: Hasil Analisis Studio Perencanaan, 2015
4.3.1.4 Indeks Pelayanan Sarana RTH
Tabel dibawah merupakan tabel yang berisikan data atau keterangan
mengenai indeks pelayan sarana RTH di Kabupaten Sukoharjo pada tahun
2013, dapat diketahui bahwa pemenuhan pelayanan sarana kegiatan jenis
RTH masih sangat kurang pengadaannya, terutama pada Kecamatan weru,
bulu, tawangsari, bendosari, polokarto, mojolaban, baki dan gatak. Mengacu
65. Kabupaten Sukoharjo IV-65
pada permasalahan tersebut maka perlu adanya pembebasan lahan untuk
RTH agar dapat memenuhi standar RTH publik sebesar 20%.
Tabel IV.37
Indeks Pelayanan Sarana RTH Kabupaten Sukoharjo 2013
Kecamatan
Jenis
Sarana
Jumlah
Penduduk
SNI IP
Weru 0 67,431 120000 0
Bulu 0 51,684 120000 0
Tawangsari 0 59,552 120000 0
Sukoharjo 9 66,794 120000 16.16912
Nguter 1 64,970 120000 1.847006
Bendosari 0 68,586 120000 0
Polokarto 0 75,591 120000 0
Mojolaban 0 81,717 120000 0
Grogol 1 107,555 120000 1.115708
Baki 0 54,766 120000 0
Gatak 0 50,347 120000 0
Kartasura 1 94,700 120000 1.267159
Sumber: Hasil Analisis Studio Perencanaan, 2015
4.3.1.5 Sarana Olahraga
Berdasarkan hasil perhitungan indeks pelayanan sarana olahraga
Kabupaten Sukoharjo, dapat diketahui bahwa area yang tersedia untuk
olahraga sudah cukup baik dimana setiap kecamatan hampir memiliki
walaupun jumlah dan persebarannya kurang merata. nilai IP secara rata-rata
sudah cukup baik dimana hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat pemenuhan
kebutuhan sarana jenis olahraga sudah terlayani dengan cukup baik, hanya
saja pada kecamatan baki tidak tersedia sarana olahraga, selain itu
persebarannya juga tidak merata, dimana kecamatan tawangsari 57 area,
gatak 39 area dan kartasura 33 area, sedangakan di kecamatan lain hanya
sedikit area atau lahan yang tersedia.
Tabel IV.38
Indeks Pelayanan Olaharaga Kabupaten Sukoharjo 2013
Kecamatan
Jenis Sarana Jumlah
Penduduk
SNI IP
Olahraga
Weru 8 67.431 30000 3,559194
Bulu 6 51.684 30000 3,482703
Tawangsari 57 59.552 30000 28,7144
Sukoharjo 16 66.794 30000 7,186274
66. Kabupaten Sukoharjo IV-66
Kecamatan
Jenis Sarana Jumlah
Penduduk
SNI IP
Olahraga
Nguter 6 64.970 30000 2,770509
Bendosari 11 68.586 30000 4,811478
Polokarto 2 75.591 30000 0,793745
Mojolaban 15 81.717 30000 5,50681
Grogol 9 107.555 30000 2,510344
Baki 0 54.766 30000 0
Gatak 39 50.347 30000 23,23872
Kartasura 33 94.700 30000 10,45407
Sumber: Hasil Analisis Studio Perencanaan, 2015
4.3.2 Analisis Kebutuhan Sarana
4.3.2.1 Kebutuhan Sarana Pendidikan
Dalam menunjang dan memacu perkembangan Kabupaten Sukoharjo
maka yang harus direncanakan dengan baik adalah jumlah fasilitas pendidikan
yang tentunya sangat berkaitan erat dengan jumlah penduduk yang
memerlukan sarana pendidikan. Standar kebutuhan tersebut merupakan
kebutuhan ideal kuantitas pendidikan, disamping masih perlu pemikiran
penyediaan fasilitas-fasilitas lain yang memadai sehingga dapat mendukung
kegiatan belajar mengajar. Usaha peningkatan mutu pendidikan dan perluasan
kesempatan kerja dengan penyediaan fasilitas pendidikan adalah dalam
rangka mempersiapkan tenaga kerja dan penduduk yang berkualitas. Hal ini
dimaksudkan agar potensi pembangunan khususnya sumber daya manusia
dapat dimanfaatkan pada tiap-tiap kecamatan. Standart kebutuhan fasilitas
pendidikan:
TK setiap 1250 jiwa memerlukan 1 unit gedung
SD/MI setiap 1.600 jiwa memerlukan 1 unit gedung.
SMP/MTs setiap 4.800 jiwa memerlukan 1 unit gedung.
SMU/SMK setiap 4.800 jiwa memerlukan 1 unit gedung.
Pada hirarki penyusunan tata ruang wilayah kabupaten akan
ditindaklanjuti pada penyusunan rencana tata ruang kota pada setiap kecamatan
yang dalam RUTRK tersebut sudah terhitung fasilitas pendidikan berdasarkan
standart maupun asumsi yang telah disepakati. Sehingga dalam penyusunan
RTRW ini jumlah fasilitas pendidikan diperoleh dari kondisi yang ada dan
diproyeksikan sesuai standart dan asumsi maka akan terdapat penambahan
67. Kabupaten Sukoharjo IV-67
dengan memperhatikan hasil perhitungan pada setiap RUTRK yang disusun.
Dari hasil analisis diketahui bahwa di Kabupaten Sukoharjo, jumlah ketersediaan
sarana pendidikan sudah mencukupi namun perlu adanya penambahan jumlah
sarana pendidikan tk, sd, smp, dan sma sesuai dengan pertambahan jumlah
penduduk dan kebutuhan penduduk. Untuk mengetahui proyeksi kebutuhan
fasilitas pendidikan di Kabupaten Sukoharjo dapat dilihat pada tabel dibawah.
71. Kabupaten Sukoharjo IV-71
Tabel IV.42
Indeks Pelayanan Sarana Pendidikan Tingkat SMA Kabupaten Sukoharjo 2020-2035
Kecamatan
Jenis
Fas.
Standar
Penduduk
Luas
Lahan
min
Tahun 2020 2025 2030 2035
Pddk Unit Luas Pddk Unit Luas Pddk Unit Luas Pddk Unit Luas
Weru
SMA
4800 12500 68,491 14 178362 69,258 14 180359.4 70,033 15 182377.6 70659.85 15 184010
Bulu 4800 12500 51,726 11 134702.7 51,756 11 134780.6 51,786 11 134858.5 51809.62 11 134920.9
Tawangsari 4800 12500 60,905 13 158605.7 61,889 13 161170.5 62,890 13 163776.8 63702.6 13 165892.2
Sukoharjo 4800 12500 90,506 19 235691.5 93,253 19 242847.5 96,085 20 250220.7 98411.57 21 256280.1
Nguter 4800 12500 65918.21 14 171662 66603.96 14 173447.8 67296.85 14 175252.2 67856.34 14 176709.2
Bendosari 4800 12500 70692.05 15 184093.9 72235.86 15 188114.2 73813.37 15 192222.3 75100.16 16 195573.3
Polokarto 4800 12500 77587.15 16 202049.9 79045.16 16 205846.8 80530.57 17 209715 81738.97 17 212861.9
Mojolaban 4800 12500 86625.2 18 225586.5 90310.53 19 235183.7 94152.65 20 245189.2 97343.71 20 253499.2
Grogol 4800 12500 115561.6 24 300941.8 121643.1 25 316778.8 128044.5 27 333449.3 133407.4 28 347415.1
Baki 4800 12500 58193.68 12 151546 60772.61 13 158262 63465.82 13 165275.6 65706.07 14 171109.6
Gatak 4800 12500 53679.98 11 139791.6 56194.93 12 146341 58827.72 12 153197.2 61022.48 13 158912.7
Kartasura 4800 12500 101405 21 264075.4 106483 22 277299.4 111815.2 23 291185.5 116272.7 24 302793.4
Sumber: Hasil Analisis Studio Perencanaan, 2015
72. Kabupaten Sukoharjo IV-72
4.3.2.2 Analisis Kebutuhan Sarana Kesehatan
Pembangunan di bidang kesehatan masyarakat diarahkan untuk
meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan masyarakat, termasuk gizi
masyarakat dan gizi lingkungan, baik masyarakat pedesaan maupun di
perkotaan. Pelayanan kesehatan di Kabupaten Sukoharjo telah memiliki
beberapa Rumah Sakit dan Puskesmas, serta ditunjang oleh Tenaga Medis
dan Paramedis. Dari perkiraan jumlah penduduk Kabupaten Sukoharjo dapat
diperhitungkan kebutuhan fasilitas kesehatan sebagai berikut
- 1 RS type D, minimal penduduk pendukungnya sebanyak 240.000 jiwa.
- 1 Puskesmas, minimal penduduk pendukungnya sebanyak 120.000 jiwa.
- 1 Puskesmas Pembantu, minimal penduduk pendukungnya sebanyak
30.000 jiwa.
- 1 Balai Pengobatan, minimal penduduk pendukungnya sebanyak 2.500 jiwa
- 1 Rumah bersalin , minimal penduduk pendukungnya sebanyak 30.000 jiwa
- 1 Apotik, minimal penduduk pendukungnya sebanyak 30.000 jiwa
Kesehatan merupakan aspek penting untuk menciptakan sumber daya
manusia yang berkualiatas. Sarana kesehatan merupakan elemen penting
dalam hal menjaga kesehatan masyarakat agar memungkinkan bagi setiap
orang untuk hidup produktif secara social dan ekonomis. Untuk pelayanan
fasilitas kesehatan di Kabupaten Sukoharjo, tidak perlu adanya penambahan
rumah sakit untuk setiap kecamatan, namun perlu adanya penambahan sarana
puskesmas pembantu, balai pengobatan, rumah bersalin, dan apotek bagi
seluruh kecamatan yang ada di kabupaten sukoharjo. Untuk mengetahui
jumlah fasilitas kesehatan di Kabupaten Sukoharjo pada tahun perencanaan
dapat dilihat pada tabel proyeksi kebutuhan fasilitas kesehatan sebagai berikut.