Hasani Ahmad Said - MASJID AL-BARKAH - SERI KAJIAN ISLAM KONTEMPORER - MENGGAGAS MUNASABAH AL-QUR’AN.pptx
1. MUNASABAH AL-QUR’AN:
DAN PERANANNYA
DALAM PENAFSIRAN
AL-QUR’AN
O L E H :
HASANI AHMAD
SAID
D O K T O R T A F S I R S E K O L A H
P A S C A S A R J A N A U I N S Y A R I F
H I D A Y A T U L L A H J A K A R T A T A H U N 2 0 1 1 ;
D O S E N T E T A P U I N S Y A R I F
H I D A Y A T U L L A H J A K A R T A D A N P E N G A J A R
H A L A Q A H T A F S I R P U S A T S T U D I A L -
Q U R ’ A N .
E M A I L :
H A S A N I A H M A D S A I D @ U I N J K T . A C . I D
W A : 0 8 1 9 1 1 2 2 2 3 9 0 .
DISAMPAKAN PADA
PENGAJIAN MASJID AL-
BARKAH
28 AGUSTUS 2022 M.
2. PENDAHULUAN
Al-Qur’an adalah kitab suci umat islam
yang berfungsi sebagai kitab hidayah
(petunjuk) kehidupan umat manusia.
Diamping itu kitab suci Al-Qur’an juga
berfungsi sebagai kitab kemukjizatan
yang memperlihatkan bahwa Al-Qur’an
bukan ucapan nabi Muhammad, bukan
pula ucapan dari Malaikat Jibril dan
bukan pula ucapan lainnya.
Al-Quran adalah wahyu Ilahi
yang berisi nilai-nilai
universal kemanusiaan.
Diturunkan untuk dijadikan
petunjuk, bukan hanya
untuk sekelompok manusia
ketika ia diturunkan, tetapi
juga untuk seluruh manusia
hingga akhir zaman.
3. AL-QUR’AN SEBAGAI KITAB MUKJIZAT
Perbedaan antara kemukjizatan Al-
Qur’an dengan kemukjizatan para nabi-
nabi terdahulu, antara lain ialah :
Pertama, kemukjizatan hissiyyah. Kemukjizatan nabi –nabi terdahulu bersifat hissi atau
sesuatu yang bisa dilihat oleh panca indera, seperti nabi Musa berupa tongkat yang
membelah laut menjadi daratan, bisa memancarkan mata air dari batu, bisa berobah
menjadi ular. Kemukjizatan nabi Saleh berupa keluarnya unta betina dan anaknya dari
batu-batu yang besar. Kemukjizatan nabi Ibrahim yaitu tidak terbakar ketika dibakar oleh
penguasa musyrik yang zalim. Kemukjizatan nabi Isa yang bisa menghidupkan orang
mati, menjadikan burung-burungan dari tanah liat menjadi hidup dan terbang,
menyembuhkan orang sakit yang susah disembuhkan, mengetahui apa yang disimpan
dalam rumah-rumah orang, semuanya atas izin Allah.
Kedua, kemukjizatan maknawi. Al-Qur’an adalah bersifat “maknawi” yaitu
sesuatu yang tidak bisa dirasakan oleh panca indera, tapi oleh perasaan,
akal, pikiran, perenungan yang mendalam. Al-Qur’an, kemukjizatannya
tidak pernah lekang oleh panas dan tidak pula lapuk karena hujan, karena
kemukjizatan Al-Qur’an bersifat “maknawiyyah” atau sesuatu yang hanya
bisa dirasakan, direnungi dan di hayati. Ternyata kemukjizatan yang bersifat
“maknawi” ini lebih hebat dan lebih tahan lama dari kemukjizatan yang
bersifat “hissi”.
4. PENGERTIAN DAN SEJARAH MUNASABAH
Munâsabah, terambil dari kata nâsaba-
yunâsibu-munâsabatan yang berarti dekat
(qarîb), dan yang menyerupai (mitsâl).
Al-munâsabah searti dengan al-
muqârabah, yang mengandung arti
mendekatkan dan menyesuaikan.
Al-Suyûthi juga mengurai kata munâsabah
berarti perhubungan, pertalian, pertautan,
persesuaian, kecocokan dan kepantasan.
5. PENGGAGAS ILMU MUNASABAH
Al-Suyuthy dalam al-Itqan mengatakan bahwa
penggagas utama ilmu munasabah adalah Abu
Bakar Abu Qasim al-Naysabury (w.324 H.)
dengan mengatakan bahwa: “Setiap kali ia (al-
Naysabury) duduk di atas kursi, apabila
dibacakan al-Qur’an kepadanya, ia berkata:
“Mengapa ayat ini diletakkan di samping ayat ini
dan apa rahasia diletakkan di samping surah
ini?”
6. PADA ABAD KEEMPAT HIJRIYAH, PERSOALAN
MUNASABAH MULAI MUNCUL. DIANTARA ULAMA
YANG MENGHADIRKAN DAN MEMPUNYAI
KEPEDULIAN PADA “ILMU AL-MUNASABAT” ADALAH :
1. ath-Thabari (w 310 h).
2. Abu Bakar an-Naisaburi (w 324 h).
3. ar-Razi (w 606 h).
4. al-Harrali Abu al-hasan (w 637 h).
5. al-Gharnathi, Ahmad bin Ibrahim az-Zubair, Abu Ja’far (w 708 h) dalam kitabnya “ al-Burhan fi Munasabat
tartib Suwar al-Qur’an”.
6. al-Biqa’i (w 885 h) dalam kitab Tafsirnya “ Nazhm ad-Durar fi Tanasub al Ayat wa as-Suwar” kemudian
diringkas dalam kitabnya “Dilalat al-Burhan al-Qawim ‘ala Tanasub Al-Qur’an al-‘Azhim”.
7. as-Sayuthi (w 911 h) dalam kitabnya “Tanasuq ad-Durar fi Tanasub as-Suwar” diringkas dalam kitab “Asrar
at-Tanzil”, dan kitabnya yang lain adalah : “Marashid al-Mathali’ fi Tanasub al-Maqashid wa al-mathali’”.
8. Syekh Sajaqli Zadah al-Mursyi (w 1150 h) pengarang kitab “Nahr an-Najaat fi bayan Munasabaat Umm al-
Kitab”
7. MENGUNGKAP MUNASABAH
Perdebatan yang mengemuka adalah
para ulama berbeda pendapat dalam
menentukan keberadaan tartîb al-
mushhaf.
Apakah dasar penyusunannya atas ijtihad para
sahabat (ijtihâdî), kalau demikian adanya
munâsabah itu penting atau berdasarkan
penyusunannya berdasarkan perintah,
pengajaran, rumus, isyarat dan petunjuk Nabi
Saw (tauqîfî).
8. PANDANGAN ILMUWAN TENTANG MUNASABAH
Kajian penting tafsir Al-Quran muslim
modern dalam konteks relevansi untuk
kajian munâsabah dalam Al-Quran di
dunia muslim kontemporer,
mengemuka setelah selesainya
penulisan disertasi di School Oriental
and African Studies (SOAS) pada tahun
2006, yang telah mencoba menerapkan
munâsabah dengan pendekatan
bahasa untuk menafsirkan Al-Quran.
9. PEMBACAAN ALQURAN HOLISTIK
‘Ilm al-munâsabah
sebenarnya memberi langkah
strategis untuk melakukan
pembacaan dengan cara baru
(al-qirâ’ah al-mu’âshirah)
asalkan metode yang
digunakan untuk melakukan
“perajutan” antar surat dan
antar ayat adalah tepat.
10. FUNGSI MUNASABAH
Al-Biqa’i menukil dari gurunya tentang
kegunaan Ilmu Munasabah :
المالكي المغربي شيخه عن يقول
" :
جميع في اآليات مناسبات لعرفان المفيد الكلي األمر
الغرض ذلك إليه يحتاج ما إلى وتنظر ،السورة له سيقت الذي الغرض تنظر أنك هو القرآن
المطلوب من والبعد القرب في المقدمات تلك مراتب إلى وتنظر ،المقدمات من
..
فعلته وإذا
لك تبين
-
هللا شاء إن
-
سورة كل في وآية آية كل بين ًالمفص النظم وجه
."
فيه اإلجادة وتتوقف ًاأيض ويقول
-
المناسبات علم في أي
-
على
" :
السور مقصود معرفة
ة
في العلم هذا كان فلذلك ،جملها جميع في المقصود معرفة ذلك ويفيد ،فيها ذلك المطلوب
النحو علم من البيان نسبة ،التفسير علم من نسبته وكانت ،النفاسة غاية
."
Artinya : secara global untuk mengetahui Ilmu Munasabah pada Al-Qur’an adalah engkau
melihat terlebih dahulu tujuan umum dari satu surah, kemudian engkau lihat unsur-unsur
yang terlibat dalam menggolkan tujuan umum tersebut, dilihat dari kedekatan dan unsur-
unsur tersebut. Jika engkau telah melakukan hal tersebut, engkau akan mengetahui susunan
dan urutan satu ayat. oleh karena itu Ilmu Munasabah adalah ilmu yang sangat bagus.
Hubungan antara ilmu ini dengan ilmu tafsir adalah laksana hubungan antara ilmu balaghah
dengan ilmu nahwu.
11. MODEL MUNASABAH AL-QURAN
Imam Sayuthi dalam kitabnya “Asrar al-
Qur’an”membagi munasabah dalam beberapa
bagian: yaitu :
• 1.Tartib surah-surah dalam Al-Qur’an dan hikmah dibalik
peletakan satu surah pada tempatnya
• 2.hubungan antara pembukaan surah dengan akhir surah
sebelumnya
• 3. hubungan antara awal surah dengan isi surah.
• 4.hubungan antara awal surah dengan akhir surah
• 5.hubungan antara satu ayat dengan ayat setelahnya.
• 6.hubungan antara akhiran ayat (fashilah) dengan awal ayat
• 7. hubungan antara nama surah dengan kandungan surah.
12. Sementara peneliti lain membagi Munasabah menjadi tiga bagian besar
yaitu :
• 1. Munasabah pada satu surah : yang terdiri dari :
a. Munasabah antara awal surah dengan akhir surah.
b. Munasabah antara satu ayat dengan ayat sebelumnya.
c. Munasabah antara dua hukum pada beberapa ayat datau dalam satu ayat.
d. Munasabah antara nama surah dan kandungan surah.
• 2. Munasabah antara dua surah : yang terdiri dari :
a. Munasabah antara akhir surah dengan akhir surah sebelumnya.
b. Munasabah antara kandungan satu surah dengan kandungan pada surah
berikutnya.
• 3. Munasabah secara umum, yaitu memunasabahkan antara bagian-bagian dalam Al-Qur’an
walau tidak berurutan.
13. 6 MODEL MUNASABAH M. QURAISH SHIHAB
Keserasian kata demi kata dalam satu
surah;
Keserasian kandungan ayat dengan
fashilat (penutup) ayat;
Keserasian hubungan ayat dengan ayat
berikutnya;
Keserasian uraian awal (muqaddimah)
satu surah dengan pentupnya;
Keserasian penutup surah dengan uraian
awal (muqaddimah) surah sesudahnya;
Keserasian tema surah dengan nama
surah.
14. DALAM PENELITIAN SAYA, MENEMUKAN DUA
MODEL MUNASABAH YAITU MUNASABAH AYAT DAN
SURAH. MUNASABAH TERSEBUT MEMPUNYAI 13
MACAM BENTUK, YAITU:
A.Munasabah Ayat yang
terdiri dari :
1.Munasabah antar ayat
dengan ayat dalam satu
surah. 2.Munasabah
antara satu ayat dengan
fashilah (penutup).
3.Munasabah antara
kalimat dan kalimat
dalam ayat.
4.munasabah antara
kata dalam surah.
5.Munasbah antara ayat
pertama dengan ayat
terakhir dalam satu
surah.
B.Pola munasabah surah yang
terdiri dari : 1.Munasabah antara
surah dengan surah
sebelumnya. 2. Munasabah awal
uraian surah dengan akhir surah
sebelumnya. 3. Munasabah antar
awal surah dengan akhir surah
sebelumnya. 4. Keserasian tema
surah dengan nama surah. 5.
Keserasian penutup surah
dengan uraian awal/mukadimah
surah berikutnya. 6. Hubungan
antara kisah dalam satu surah.
7. Hubungan antara surah surah
Al-Qur’an. 8. Hubungan antara
fawatihussuwar dengan isi
surah.
15. MANNA‘ AL-QATHTHAN MENGEMUKAKAN DELAPAN
MODEL MELIPUTI:
Hubungan antara satu surah dengan surah sebelumnya. Satu surah berfungsi menjelaskan surah sebelumnya. Misalnya Q.S. al-
Fatihah/1:6. Kemudian ayat ini dijelaskan oleh Q.S. al-Baqarah/2: 1
Hubungan antara nama surah dengan isi atau tujuan surah. Misalnya penamaan surah al-Baqarah, karena di dalamnya terdapat
ayat-ayat yang banyak berbicara tentang sapi (Baqarah);
Hubungan antara fawatih al-suwar (ayat pertama terdiri dari beberapa huruf) dengan isi surah. Di sini fawa>tih} al-suwar bisa dilacak
dari sisi kemukjizatan Alquran, dari sisi hitung-hitungan ayat bagi yang mendalaminya;
Hubungan antara ayat pertama dengan ayat terakhir dalam satu surah. Misalnya Q.S. yang dimulai dengan “Sungguh beruntunglah
orang-orang yang beriman.” (Q.S. /23: 1), kemudian di bagian akhir surah ini diserasikan dengan kalimat “…Sesungguhnya orang-
orang yang kafir itu tidak beruntung.” (Q.S. /23: 117);
Hubungan antara satu ayat dengan ayat lain dalam satu surah. Bisa dilihat misalnya dalam awal surah al-Baqarah yang berbicara
tentang orang-orang yang bertaqwa, kemudian pada tiga ayat berikutnya menjelaskan kriteria orang-orang yang bertaqwa;
Hubungan antara kalimat dengan kalimat lain dalam satu ayat. Bisa dilihat misalnya pada Q.S. al-Fatihah ayat 1 “Dengan menyebut
nama Allah”, lalu Allah dijelaskan dengan kalimat berikutnya: “Yang pengasih lagi Maha Penyayang.” Begitupun ayat duanya:
“Segala puji bagi Allah”, lalu di jelaskan dalam lanjutan kalimat berikutnya: “Tuhan semesta alam”;
Hubungan antara fasilah dengan isi ayat. Misalnya surah al-Ahzab/33: 25 disebutkan: “…Dan Allah menghindarkan orang-orang
mukmin dari peperangan.” Lalu ditutup dengan: “Dan Allah Maha Kuat lagi maha perkasa”;
Hubungan antara penutup surah dengan awal surah berikutnya. Contohnya akhir surah al-Waqi‘ah/56: “Maka bertasbihlah dengan
(meneyebut) nama Tuhanmu Yang Maha Besar”, kemudian disambut oleh surah berikutnya Q.S. al-Hadid/57: 1 “Semua yang berada
di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). Dan Dialah Maha Kuasa atas segala seseuatu”.