Buku panduan ini berisi tentang SMAGAPALA sebagai organisasi pecinta alam SMA Negeri 3 Surabaya. Terdapat informasi tentang sejarah berdirinya, kode etik, struktur organisasi, dan aturan-aturan dasar yang mengatur keanggotaan dan aktivitas SMAGAPALA.
1. BUKU PANDUAN (DIKTAT MATERI)
S M A G A PA L A
(PECINTA ALAM SMA NEGERI 3 SURABAYA)
EDISI 2011
2. TIM PENYUSUN
1. Cak Tun (Pendiri & Angkatan 0)
2. Cak Opik (Instruktur Sangga Bhuwana)
3. Cak Aan (Angkatan II)
4. Cak Yayak/Hari (Angkatan IV)
5. Cak Qomar (Angkatan IV)
6. Cak Eko Teyeng (Angkatan VI)
7. Cak Yoyok/Cahyo (Angkatan XII)
Buku Materi Panduan ini Diterbitkan & Diedarkan Secara Terbatas untuk Kalangan
SMAGAPALA
Kritik & Saran harap dilayangkan melalui email:
carztenz@yahoo.com
atau kunjungi website:
http://www.facebook.com/groups/smagapala/
EDISI 2011
DILARANG KERAS MENGUTIP, MENGCOPY, DAN ATAU MENGGANDAKAN SEBAGIAN ATAU SELURUH
BAGIAN DARI BUKU PANDUAN INI DALAM BENTUK APAPUN TANPA IZIN TERTULIS DARI SMAGAPALA
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA -2-
3. PENGANTAR
SALAM RIMBA,
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya sehingga penyusunan buku
materi panduan ini dapat kami selesaikan dengan baik. Terima kasih kami ucapkan kepada
rekan-rekan semuanya yang mendukung dan memberikan sumbangan baik berupa modul
materi, kritik, komentar, dan sebagainya sehingga buku ini dapat kami susun dan
terbitkan.
Buku ini merupakan panduan materi teori dan acuan dalam pelaksanaan kegiatan latihan
maupun dasar-dasar yang diperuntukan dalam PRA-DIKLAT (Pra Pendidikan Latihan)
maupun DIKLATSAR (Pendidikan Latihan Dasar) Kepecinta-alaman SMAGAPALA (Pecinta
Alam SMA Negeri 3 Surabaya).
Materi yang terdapat di buku ini diperoleh dari berbagai sumber bacaan, artikel, majalah,
dan pengalaman para anggota senior SMAGAPALA sendiri kemudian kami kumpulkan, edit
dan tulis sedemikian rupa sehingga menjadi satu buku panduan.
Kami menyadari beberapa pokok bahasan materi dalam buku ini belum bisa diajarkan
sepenuhnya di lapangan (seperti; menyelam /diving, penelusuran gua /caving, SAR, dll)
dikarenakan saat ini terdapat keterbatasan resources dan peralatan yang dimiliki, namun
tidak menutup kemungkinan dalam perkembangannya materi tersebut akan dapat
diajarkan secara menyeluruh di lapangan.
Buku materi panduan ini diharapkan dapat menjadi landasan teori dasar-dasar ilmu
kepecinta-alaman, hutan & gunung, serta ilmu-ilmu yang berkaitan dengan kegiatan alam
bebas yang nantinya dapat dikembangkan sendiri oleh para anggota baik dengan cara
mengikuti pelatihan tambahan dari luar atau institusi/organisasi lain maupun kegiatan
kegiatan alam bebas yang menunjang berkembangnya ilmu kepecinta-alaman.
Tidak ada gading yang tak retak begitu kata pepatah, untuk itu kami yakin bahwa dalam
penulisan buku panduan ini jauh dari kata sempurna dan masih banyak kekurangan atau
kesalahan baik dalam penyajian maupun isi materinya, berangkat dari itu kami
menginginkan kritik dan saran sekaligus sumbangsih dalam perbaikan buku panduan ini
agar dapat diperbaiki kekurangan dan kelengkapan materi yang disajikan. Kritik, saran,
maupun revisinya agar dapat dilayangkan melalui email kami carztenz@yahoo.com untuk
penyempurnaan buku materi ini.
Akhir kata, kami berharap agar buku panduan ini dapat memberikan pencerahan,
manfaat, dan nilai tambah bagi seluruh anggota SMAGAPALA sebagai insan pecinta alam.
SMAGAPALA Jaya,
Tim Penyusun
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA -3-
4. KODE ETIK PEMUDA PECINTA ALAM SE-INDONESIA
Kode Etik Pecinta Alam Indonesia dicetuskan dalam kegiatan Gladian Nasional Pecinta
Alam IV yang dilaksanakan di Pulau Kahyangan dan Tana Toraja pada bulan Januari 1974.
Gladian yang diselenggarakan oleh Badan Kerja sama Club Antarmaja pencinta Alam se-
Ujung Pandang ini diikuti oleh 44 perhimpunan pecinta alam se Indonesia.
Kode etik pecinta alam Indonesia ini, sampai saat ini masih dipergunakan oleh berbagai
perkumpulan pecinta alam di seluruh Indonesia.
Bunyi dari kode etik pecinta alam Indonesia adalah sebagai berikut:
Pecinta Alam Indonesia sadar bahwa alam beserta isinya adalah ciptaan Tuhan Yang
Maha Esa
Pecinta Alam Indonesia adalah bagian dari masyarakat Indonesia sadar akan tanggung
jawab kepada Tuhan, bangsa, dan tanah air.
Pecinta Alam Indonesia sadar bahwa pecinta alam adalah sebagian dari makhluk yang
mencintai alam sebagai anugerah yang Mahakuasa
Sesuai dengan hakekat di atas, kami dengan kesadaran menyatakan:
1. Mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa
2. Memelihara alam beserta isinya serta menggunakan sumber alam sesuai dengan
kebutuhannya
3. Mengabdi kepada bangsa dan tanah air
4. Menghormati tata kehidupan yang berlaku pada masyarakat sekitar serta
menghargai manusia dan kerabatnya
5. Berusaha mempererat tali persaudaraan antara pecinta alam sesuai dengan azas
pecinta alam
6. Berusaha saling membantu serta menghargai dalam pelaksanaan pengabdian
terhadap Tuhan, bangsa dan tanah air
7. Selesai
Disyahkan bersama dalam Gladian Nasiona ke-4
Ujung Pandang, 1974
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA -4-
5. TENTANG SMAGAPALA
Pada awalnya SMAGAPALA merupakan wadah bagi kelompok kecil siswa SMA Negeri 3
Surabaya yang mempunyai hobby atau pun ketertarikan yang sama terhadap kegiatan
alam bebas. Ketika itu Cak Tun, Cak Abidin, dan beberaapa siswa lainnya kemudian
mengembangkan ketertarikan dan hobinya pada kegiatan alam bebas untuk
menjadikannya dalam suatu organisasi kegiatan alam bebas dan kepecinta-alaman dan
selanjutnya menamakan diri dengan nama SMAGAPALA (Pecinta Alam SMA Negeri 3
Surabaya).
SMAGAPALA didirikan pada tanggal 5 Desember 1984, dan kemudian diresmikan pada
tanggal 18 Desember 1984. Tujuan didirikan organisasi ini adalah sebagai wadah dalam
pengembangan kegiatan alam bebas, petualangan, konservasi alam yang memiliki hakikat
sebagai insan yang mencintai alam dan sekaligus memberikan kesadaran pentingnya alam,
hutan, dan seisinya untuk terus dilestarikan bagi kelangsungan kehidupan.
SMAGAPALA mempunyai semboyan Cinta Alam dan Kasih Sayang Sesama, memberikan arti
tidak hanya pentingnya untuk mewujudkan kecintaan dan kelestarian alam tetapi juga
perlunya hubungan antar manusia yang saling mencintai dan menghargai satu dengan
lainnya.
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA -5-
6. ANGGARAN DASAR SMAGAPALA
Mukadimah
Perkembangan kegiatan pecinta-alaman di Indonesia adalah merupakan perwujudan yang
nyata dari dinamika pemuda yang sadar menghimpun dirinya dalam organisasi dan induk
kepecinta-alaman dengan jenis dan fungsinya dengan tujuan akhir mencapai cita-cita
berlandaskan falsafah negara Pancasila.
Hal ini terjadi pula di Sekolah Menengah Atas Negeri Tiga (SMAN 3) Surabaya, yang
bertujuan membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang mampu berkarya di dalam
pembangunan nasional dan berprestasi di bidang-bidang kepecinta-alaman.
BAB I
Nama, Bentuk dan Sifat Organisasi
Pasal 1
Nama
Organisasi ini bernama Pecinta Alam SMA Negeri 3 dan dalam pemakaiannya bisa
digunakan dengan nama SMAGAPALA
Pasal 2
Bentuk
Organisasi ini berbentuk demokrasi yang mewadai kegiatan kepecinta-alaman di
lingkungan SMAN 3 Surabaya
Pasal 3
Sifat
Organisasi ini bersifat terbuka untuk mengkoordinasikan dan mengembangkan segala
kegiatan kepecinta-alaman di lingkungan SMAN 3 Surabaya
BAB II
Kedudukan dan Sejarah
Pasal 4
Kedudukan
SMAGAPALA berkedudukan di SMAN 3 Surabaya
Pasal 5
Sejarah
SMAGAPALA didirikan tanggal 5 Desember 1984 dan diresmikan pada tanggal 18 Desember
1984 di Surabaya untuk jangka waktu tak terbatas
BAB III
Azas, Dasar dan Tujuan
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA -6-
7. Pasal 6
Azas
SMAGAPALA berazaskan Pancasila
Pasal 7
Dasar
SMAGAPALA berdasarkan kepada Tri Dharma
Pasal 8
Tujuan
SMAGAPALA bertujuan sebagai wadah dalam pengembangan olahraga prestasi,
petualangan, dan konservasi dengan semboyan Cinta Alam dan Kasih Sayang Sesama
BAB IV
Bendera, Lambang dan Atribut
Pasal 9
Bendera
Bendera SMAGAPALA berwarna biru dan kuning yang di tengahnya bertuliskan SMAGAPALA
berwarna merah
Pasal 10
Lambang
Lambang SMAGAPALA berupa segitiga yang bergambar didalamnya dua buah tali yang
terikat dan lingkaran yang didalamnya terdapat tulisan
Pasal 11
Atribut
1. Atribut organisasi berupa bendera, lambang, pakaian seragam, scraft orange,
scraft merah, dan NIPA (Nomor Induk Pecinta Alam)
2. Tata cara penempatan dan ketentuan yang tercantum pada pasal 11 ayat 1 ini
diatur oleh pengurus SMAGAPALA
BAB V
Ruang Lingkup, Kewajiban dan Usaha
Pasal 12
SMAGAPALA mempunyai ruang lingkup sebagai berikut:
1. Pengembangan keorganisasian
2. Pembinaan anggota
3. Sosialisasi kegiatan kepecinta-alaman
4. Latihan kegiatan rutin
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA -7-
8. 5. Hal-hal yang berkaitan dengan kepecinta-alaman
Pasal 13
Kewajiban dan Usaha
1. Mengkoordinasikan dan membina kegiatan kepecinta-alaman di SMAN 3 Surabaya
dengan merencanakan pembinaan dan peningkatan prestasi kegiatan kepecinta-
alaman tahap demi tahap
2. Membina dan mengarahkan perkembangan siswa yang menjadi anggota
SMAGAPALA agar nantinya dapat berprestasi di bidang kepecinta-alaman sehingga
dapat mengharumkan nama SMAN 3 Surabaya
3. Mengadakan kegiatan konservasi alam, ekpedisi, pendakian gunung, panjat tebing,
dan kegiatan lainnya dalam lingkup kepecinta-alaman yang sanggup dilaksanakan
dan tidak bertentanga dengan peraturan di SMAN 3 Surabaya
4. Mengawasi dan ikut serta menegakkan keamanan dan keselamatan bagi seluruh
anggota SMAGAPALA
5. Memupuk dan membina persahabatan dan persaudaraan baik di dalam organisasi
maupun antar organisasi lainnya
6. Membina usaha lain yang sah dan tidak bertentangan dengan peraturan yang
berlaku
BAB VI
Keanggotaan
Pasal 14
Anggota
1. Anggota pecinta alam SMAGAPALA adalah siswa SMAN 3 Surabaya yang aktif belajar
dan atau telah lulus sekolah yang sanggup memenuhi peraturan, tata tertib dan
persyaratan yang berlaku dan ditetapkan
2. Keanggotaan SMAGAPALA yang dimaksud dalam pasal 14 ayat 1 ini diperoleh
dengan cara seleksi
Pasal 15
Hak dan Kewajiban
1. Anggota SMAGAPALA memiliki hak:
a. Partisipasi
b. Bicara
c. Dipilih
d. Menggunakan fasilitas organisasi sesuai ketentuan
e. Mendapatkan pelatihan
2. Anggota SMAGAPALA memiliki kewajiban
a. Menjaga nama baik organisasi
b. Menaati AD/ART
c. Aktif dalam kegiatan yang ditentukan pengurus
d. Menyumbangkan dan mengembangkan ilmu
e. Menaati peraturan yang dibuat oleh organisasi
Pasal 16
Jenis Keanggotaan
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA -8-
9. SMAGAPALA memiliki 4 (empat) jenis keanggotaan, yaitu:
1. Calon Anggota
2. Anggota Muda
3. Anggota Tetap
4. Anggota Kehormatan
Pasal 17
Sanksi – Sanksi
Anggota SMAGAPALA dapat dikenakan sanksi apabila melanggar aturan organisasi dimana
sanksi bisa ditentukan oleh musyawarah anggota dan pengurus. Sanksi terberat adalah
diberhentikannya sebagai aggota SMAGAPALA
Pasal 18
Kehilangan Status Keanggotaan
1. Mengundurkan diri
2. Diberhentikan dari organisasi
3. Organisasi telah dibubarkan atau membubarkan diri
BAB VII
Organisasi
Pasal 19
Struktur Organisasi
Pembina Alumni
Ketua Umum Instruktur
Wakil Ketua Umum
Sekretaris Bendahara
Sie Sie Sie Pelatihan & Divisi Hutan & Divisi
Dokumentasi Perlengkapan Pengembangan Gunung Rock Climbing
Keterangan:
Garis Kordinasi
Garis Komando
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA -9-
10. Pasal 20
Pengurus Organisasi
Pengurus SMAGAPALA terdiri dari:
1. Ketua Umum
2. Wakil Ketua Umum
3. Sekretaris
4. Bendahara
5. Seksi atau koordinator bidang
BAB VIII
Musyawarah
Pasal 21
Musyawarah Anggota
Musyawarah anggota merupakan kekuasaan tertinggi SMAGAPALA yang diselenggarakan
sekali dalam setahun
Pasal 22
Rapat Anggota
Dalam rangka mengkoordinasikan kegiatan dan yang terkait maka diselenggarakan rapat
anggota
BAB IX
Sistem Pendidikan dan Pelatihan
Pasal 23
Sistem Pendidikan
SMAGAPALA memiliki sistem pendidikan dan pelatihan kepecinta-alaman sebagai berikut:
1. Pendidikan dan Pelatihan dalam ruang kelas
2. Pendidikan dan Pelatihan praktek di luar kelas
3. Pra-Diklat (Pra Pendidikan Latihan) untuk calon anggota
4. DIKLATSAR (Pendidikan Latihan Dasar) kepecinta-alaman secara menyeluruh
5. Kegiatan Ekspedisi
6. Kenaikan scarf anggota
BAB X
Pendanaan dan Kekayaan Organisasi
Pasal 24
Pendanaan
Pendanaan SMAGAPALA diperoleh dari
1. Iuran anggota
2. Bantuan dari sekolah
3. Donatur dan atau sumbangan yang tidak mengikat
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 10 -
11. 4. Sponsorship
5. Usaha usaha lain yang sah dan yang tidak bertentangan dengan peraturan yang
berlaku
Pasal 25
Kekayaan Organisasi
1. Kekayaan SMAGAPALA adalah harta organisasi yang bersifat tetap atau tidak tetap
yang diperoleh dari pembelian, hibah, sumbangan, dan usaha lainnya yang sah
2. Kekayaan SMAGAPALA digunakan untuk pengembangan organisasi dan
kesejahteraan anggota
BAB XI
Perubahan Anggaran Dasar dan Ketentuan Lain
Pasal 26
Perubahan Anggaran Dasar
1. Apabila dianggap perlu maka perubahan Anggaran Dasar (AD) dapat dilaksanakan
melalui forum musyawarah besar
2. Forum musyawarah besar yang dimaksud pada pasal 26 ayat 1 tersebut harus
dihadiri minimal 2/3 dari seluruh anggota aktif SMAGAPALA
Pasal 27
Ketentuan Lain
Pasal – pasal dalam Anggaran Dasar ini dijabarkan lebih lanjut dalam peraturan atau
ketentuan lain yang disepakati oleh anggota dan pengurus SMAGAPALA
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 11 -
12. BENDERA DAN LOGO SMAGAPALA
BENDERA
Bendera SMAGAPALA berwarna biru-kuning-biru yang mengandung arti: keagungan,
kebesaran, dan kebanggaan.
Di tengah warna kuning bendera tertulis SMAGAPALA dengan warna merah yang
melambangkan keberanian.
LOGO
Pada logo SMAGAPALA terdapat:
1. Tiga (3) puncak gunung, artinya: puncak prestasi diraih di SMA 3 Surabaya.
2. Arah kompas, artinya: anggota SMAGAPALA menjadi panduan dan panutan bagi orang
lain.
3. Dua (2) pohon kelapa disisi kanan dan kiri, artinya: anggota SMAGAPALA terdiri dari
putra dan putri.
4. Bunga teratai berwarna putih, artinya: sebagai pendidikan yang suci.
5. Bingkai yang melingkar diatas bertuliskan CINTA ALAM DAN KASIH SAYANG SESAMA
melambangkan cinta kasih dan persaudaraan di antara manusia dan sesama makhluk
ciptaan Tuhan YME.
6. Simpul tali yang mengikat melambangkan ikatan kuat untuk tetap setia kepada
SMAGAPALA.
7. Bingkai dibawah bertuliskan DIVISI PECINTA ALAM SMA NEGERI 3 SURABAYA
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 12 -
13. DAFTAR ISI
TIM PENYUSUN 2
PENGANTAR 3
KODE ETIK PEMUDA PECINTA ALAM SE-INDONESIA 4
TENTANG SMAGAPALA 5
ANGGARAN DASAR SMAGAPALA 6
BENDERA DAN LOGO SMAGAPALA 12
DAFTAR ISI 13
BAB 1 ALAM DAN MANFAATNYA 18
1.1 PENGERTIAN HUTAN DAN MANFAATNYA 18
1.2 ANATOMI HUTAN 19
1.3 KEHIDUPAN FLORA DAN FAUNA 19
1.4 TIPE, STRUKTUR DAN JENIS HUTAN 19
1.4.1 TIPE HUTAN 26
1.4.2 STRUKTUR HUTAN 26
1.4.3 MACAM HUTAN 26
1.5 ALAM DAN HUTAN INDONESIA 22
1.6 SEJARAH SINGKAT PENGELOLAAN HUTAN INDONESIA 23
1.7 KERUSAKAN HUTAN INDONESIA 23
BAB 2 PENGENALAN DASAR MOUNTAINEERING 25
2.1 PENDAHULUAN 25
2.2 PERSIAPAN PENDAKIAN GUNUNG 26
2.2.1 PENGENALAN MEDAN 26
2.2.2 PERSIAPAN FISIK 26
2.2.3 PERSIAPAN TIM 26
2.2.4 PERBEKALAN DAN PERALATAN 26
2.3 LANGKAH DAN PROSEDUR PENDAKIAN 27
2.3.1 PERSIAPAN 27
2.3.2 PELAKSANAAN 27
2.3.3 EVALUASI 27
2.4 FISIOLOGI TUBUH DI PEGUNUNGAN 27
2.4.1 KONSEKUENSI PENURUNAN SUHU 27
2.4.2 KONSEKUENSI PENURUNAN JUMLAH OKSIGEN 27
2.4.3 KESEGARAN JASMANI 28
2.5 PENGETAHUAN DASAR MOUNTAINEERING 29
2.5.1 ORIENTASI MEDAN 29
2.5.1.1 MENENTUKAN ARAH PERJALANAN DAN POSISI PADA PETA 29
2.5.1.2 MENGGUNAKAN KOMPAS 29
2.5.1.3 PETA DALAM PERJALANAN 29
2.5.2 MEMBACA KEADAAAN ALAM 30
2.5.2.1 KEADAAN UDARA 30
2.5.2.2 MEMBACA SANDI-SANDI YANG DITERAPKAN ATAU DISEPAKATI 30
2.6 TINGKATAN DALAM PENDAKIAN 30
BAB 3 TALI TEMALI & SIMPUL (ROPE HANDLING & KNOTS) 33
3.1 PENDAHULUAN 33
3.2 SIMPUL ALPINE BUTTERFLY (KUPU-KUPU) 34
3.3 SIMPUL BACK SPLICE (SAMBATAN BALIK) 34
3.4 SIMPUL BOWLINE 35
3.5 SIMPUL CLOVE HITCH 35
3.6 SIMPUL CONSTRICTOR 36
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 13 -
14. 3.7 SIMPUL FIGURE OF EIGHT & DOUBLE FIGURE OF EIGHT 36
3.8 SIMPUL DOUBLE FISHERMAN 37
3.9 SIMPUL DOUBLE OVERHAND 37
3.10 SIMPUL SHEET BEND (ANYAM GANDA) 38
3.11 SIMPUL EYE SPLICE 38
3.12 SIMPUL HUNTER’S BEND 39
3.13 SIMPUL MUNTER / ITALIAN HITCH 39
3.14 SIMPUL OVERHAND 40
3.15 SIMPUL PRUSIK 40
3.16 SIMPUL REEF 41
3.17 SIMPUL ROLLING HITCH 41
3.18 SIMPUL ROUND TURN & TWO HALF HITCHES 42
3.19 SIMPUL SHEEPSHANK 42
3.20 SIMPUL SHEET BEND 43
3.21 SIMPUL SHORT SPLICE 43
3.22 SIMPUL WHIPPING 44
3.23 SIMPUL SURGEON 44
3.24 SIMPUL TAPE / WEBBING 45
3.21 SIMPUL TRUCKER’S HITCH 45
BAB 4 PERENCANAAN PERJALANAN DI ALAM BEBAS 47
4.1 PERENCANAAN DAN PERSIAPAN 47
4.1.1 TUJUAN 47
4.1.2 WAKTU 47
4.1.3 PERSERTA 47
4.1.4 ANGGARAN 47
4.1.5 PERIJINAN 48
4.1.6 PEMBUKUAN PERJALANAN 48
4.1.7 PUBLIKASI DAN SPONSOR 48
4.1.8 SURVEY 48
4.1.9 PERENCANAAN DI LAPANGAN 48
4.1.10 BRIEFING 48
4.1.11 CHECK KESEHATAN 49
4.1.12 PELAKSANAAN DI LAPANGAN 49
4.1.13 SETELAH PERJALANAN 49
4.2 PERLENGKAPAN DAN PERBEKALAN 49
4.3 PERLENGKAPAN DASAR 49
4.3.1 SEPATU 49
4.3.2 KAOS KAKI 50
4.3.3 CELANA 50
4.3.4 BAJU 50
4.3.5 RANSEL / BACKPACK / CARRIER 50
4.3.6 PERALATAN NAVIGASI 50
4.3.7 OBAT-OBATAN DAN SURVIVAL KITS 50
4.3.8 LAMPU SENTER & LENTERA 50
4.3.9 PERLENGKAPAN MASAK 50
4.3.10 PERLENGKAPAN TIDUR 50
4.3.11 TOPI ATAU TUTUP KEPALA 51
4.3.12 SYAL/SLAYER, SARUNG TANGAN, IKAT PINGGANG 51
4.4 PACKING (TEKNIK PENGEPAKAN) 51
4.5 MEMILIH DAN MENEMPATKAN BARANG 52
BAB 5 KEORGANISASIAN 54
5.1 PENDAHULUAN 54
5.2 TIPE-TIPE ORGANISASI 55
5.2.1 ORGANISASI LINI (GARIS) 55
5.2.2 ORGANISASI LINI DAN STAF 55
5.2.3 ORGANISASI FUNGSIONAL 55
5.2.4 ORGANISASI PANITIA 55
5.3 PENGELOLAAN ORGANISASI 55
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 14 -
15. 5.3.1 DASAR-DASAR PENGELOLAAN ORGANISASI 55
5.3.2 PEMBUATAN PROPOSAL 55
5.3.3 PENJADWALAN KEGIATAN 56
5.3.4 PEMBUATAN LAPORAN KEGIATAN 56
5.4 RAPAT DAN DISKUSI 56
5.4.1 PENYAMPAIAN PENDAPAT 57
5.4.2 MEMIMPIN FORUM DISKUSI 57
5.4.3 ETIKA RAPAT DAN DISKUSI 57
5.4.4 PROSEDUR RAPAT 58
5.4.5 TEKNIK RAPAT DAN PROSES RAPAT BERJALAN 58
5.5 TEKNIK PENGUASAAN LAPANGAN DALAM ORGANISASI 58
5.5.1 PERSIAPAN FISIK 59
5.5.2 PENGENDALIAN MASSA DALAM ORGANISASI 59
5.6 KEORGANISASIAN DALAM SMAGAPALA 59
5.6.1 AD/ART SMAGAPALA 60
5.6.2 KONVENSI (PERATURAN TIDAK TERTULIS) 60
5.6.3 STRUKTUR ORGANISASI DAN MEKANISME KERJA 60
BAB 6 PENGENALAN DASAR NAVIGASI DARAT 62
6.1 PENDAHULUAN 62
6.2 PETA TOPOGRAFI 62
6.3 KORDINAT 63
6.4 ANALISA PETA 64
6.5 KOMPAS 64
6.6 ORIENTASI PETA 65
6.7 GARIS KONTUR DAN GARIS KETINGGIAN 66
6.8 TITIK TRIANGULASI 67
6.9 RESECTION 67
6.10 INTERSECTION 68
6.11 AZIMUTH – BACK AZIMUTH 66
6.12 SIMBOL-SIMBOL UMUM (LEGENDA) PETA 69
6.13 MERENCANAKAN JALUR LINTASAN 70
6.14 PENAMPANG LINTASASAN 71
6.15 PEMAHAMAN PETA TOPOGRAFI 72
6.15.1 MEMBACA GARIS KONTURI 72
6.15.2 MENGHITUNG INTERVAL KONTUR 72
6.15.3 UTARA PETA 72
6.15.4 MENGENAL TANDA MEDAN 72
6.15.5 MENGGUNAKAN PETA 73
6.15.6 MEMAHAMI CARA PLOTTING DI PETA 73
6.15.7 MEMBACA KORDINAT 74
6.15.8 SUDUT PETA 74
6.15.9 TEKNIK MEMBACA PETA 74
BAB 7 SURVIVAL 78
7.1 PENDAHULUAN 78
7.2 KONDISI DAN KEADAAN SUATU SURVIVAL 78
7.3 HAL-HAL YANG HARUS DIMILIKI SURVIVOR 79
7.4 BAHAYA-BAHAYA DALAM SURVIVAL 80
7.5 PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN DALAM SURVIVAL 81
7.5.1 CARA MEMBUAT BIVOUAC/SHELTER 81
7.5.2 MENGATASI GANGGUAN BINATANG 84
7.5.3 MEMBACA JEJAK 84
7.5.4 KEBUTUHAN DALAM SURVIVAL 84
7.5.5 MEMASANG PERANGKAP (TRAP) 89
BAB 8 PERTOLONGAN PERTAMA PADA GAWAT DARURAT (PPGD) 98
8.1 LATAR BELAKANG 98
8.2 ALOGARITHMA DASAR PPGD 98
8.3 NAFAS BANTUAN 104
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 15 -
16. 8.4 NAFAS BUATAN 105
8.5 PIJAT JANTUNG 105
BAB 9 PENGENALAN DASAR ROCK CLIMBING 107
9.1 PENDAHULUAN 107
9.2 SEJARAH ROCK CLIMBING 107
9.3 PERLENGKAPAN ROCK CLIMBING 107
9.4 PENGGUNAAN DAN PERAWATAN ALAT 123
9.5 KOMPONEN DASAR PANJAT TEBING 125
9.6 PROSEDUR PEMANJATAN 126
9.7 STYLE / TIPE PEMANJATAN 127
9.8 TEKNIK DASAR PEMANJATAN 127
9.9 PERAWATAN PERALATAN ROCK CLIMBING 136
BAB 10 PENGENALAN SAR (SEARCH & RESCUE) 139
10.1 PENGERTIAN SAR 139
10.2 SISTEM SAR 139
10.3 POLA-POLA PENCARIAN 140
BAB 11 PENGENALAN DASAR ARUNG JERAM (RAFTING) 142
11.1 PENDAHULUAN 142
11.2 PERALATAN DAN PERLENGKAPAN 142
11.3 SUNGAI 144
11.4 PENGETAHUAN DASAR BERARUNG-JERAM 148
BAB 12 PENGENALAN DASAR MENYELAM (DIVING) 153
12.1 PENDAHULUAN 153
12.2 STANDAR JENJANG OLAHRAGA PENYELAMAN 154
12.3 PENGETAHUAN DASAR PENYELAMAN 140
BAB 13 PENGENALAN DASAR PENELUSURAN GUA (CAVING) 166
13.1 DEFINISI TELUSUR GUA 166
13.2 SEJARAH PENELUSURAN GUA 166
13.3 TERJADINYA GUA DAN JENISNYA 167
13.4 ETIKA DALAM PENELUSURAN GUA 169
13.5 TEKNIK DALAM PENELUSURAN GUA 169
DAFTAR PUSTAKA 176
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 16 -
17. Tidak terlalu sulit untuk mengerti, mengapa sepanjang jaman orang yang mencari arti hidup
mencoba hidup sedekat mungkin dengan alam. -Henry J. M. Nouwen-
Apa yang saya saksikan di Alam adalah sebuah tatanan agung yang tidak dapat kita pahami dengan
sangat tidak menyeluruh, dan hal itu sudah semestinya menjadikan seseorang yang senantiasa
berpikir dilingkupi perasaan “rendah hati”. -Albert Einstein-
Alam bukan untuk ditaklukkan, tapi kita yang harus bisa menaklukkan ketakutan, kengerian,
kegamangan untuk mempelejari sifat-sifat alam. –Norman Edwin-
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 17 -
18. BAB 1 ALAM DAN MANFAATNYA
1.1 Pengertian Hutan dan Manfaatnya
Hutan merupakan persekutuan hidup
(ekosistem) yang didalamnya terdapat
interaksi antara faktor hidup (biotik) yang
terdiri atas tumbuhan (flora) dan hewan
(fauna) dengan faktor lingkungan abiotik
(tanah, air, udara, cahaya matahari.
Belantara rimba memberikan kenyamanan
bagi kehidupan berbagai jenis makhluk
hidup, khususnya hutan tropik di sepanjang
garis khatulistiwa. Hutan tropic memiliki
sistem pengaturan udara yang canggih
sehingga suasananya akan menjadi hangat
dan lembab setiap saat, dan secara umum
hutan memberikan manfaat sbb:
Penghasil oksigen terbesar; yaitu didapat karena terdiri dari tumbuhan yang
melakukan proses fotosintesis yang memberi manfaat pada tumbuhan itu sendiri dan
manusia disekitarnya.
Pengendali fungsi hidrologi; hutan mempunyai fungsi penting dalam mengatur
besarnya air permukaan. Dengan adanya resapan di lantai hutan, tanah menjadi
gembur dan air hujan dapat mudah meresap ke dalam tanah disbanding dengan tanah
yang tidak tertutup hutan. Air larian berkurang sehingga mengurangi resiko banjir.
Fungsi perlindungan tanah dari erosi sebenarnya bukan dilakukan oleh pohon
melainkan ekosistem yang ada dibawahnya.
Penyimpan plasma nuftah atau bank gen; didalam hutan Indonesia terdapat sekitar
25.000 jenis fauna dan 400.000 jenis flora. Hal ini jelas bahwa peran hutan sebagai
tempat hidup (habitat) bagi ratusan ribu flora dan faunanya sangatlah besar. Dapat
kita bayangkan apabilasatu jenis flora saja yang punah, maka beberapa fauna yang
tergantung padanya akan turut punah juga.
Pengendali iklim; selain penghasil oksigen, hutan merupakan penyeimbang kadar CO2
dari hasil respirasi. Pemanasan global saat ini merupakan adanya peningkatan kadar
CO2. Hutan menyediakan O2 sebagai penyeimbangnya sehingga pemanasan bumi
dapat dikurangi.
Produk hutan yang dapat dimanfaatkan; mulai dari kebutuhan yang sangat sederhana
yaitu baker sampai dengan produk yang mempunyai nilai ekonomi tinggi seperti hasil
kayu rotan, jati, ramin, tengkawang, dan cendana. Akan tetapi eksploitasi kayu hutan
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 18 -
19. secara besar-besaran atau deforestasi dan merusak lingkungan akan mengakibatkan
bencana di alam bumi.
1.2 Anatomi Hutan
Hutan tersusun dari beberapa
lapisan horizontal, yang
berdasarkan atas tinggi rendahnya
pohon yang bergantung pada umur
dan jenis masing-masing
tumbuhan:
Lapisan A, tingginya 35-42 m
dan kadang-kadang diselingi
oleh pohon-pohon yang
mencapai 80m, disebut lapisan
penembus (emergent) dengan
ciri khas yang mempunyai tajuk
berbentuk payung.
Lapisan B, tingginya rata-rata 20 m, bertajuk lebat dan kurang lebar namun lebih
rapat daripada lapisan A.
Lapisan C, tingginya 4-15 m, memiliki dahan, ranting, dan daun yang lebih lebat
daripada lapisan A dan B.
Lapisan D, tingginya rata-rata 1 m, merupakan lapisan semak dan anakan pohon
1.3 Kehidupan Flora dan Fauna
Flora (tumbuhan) dipandang sebagai tulang punggung ekosistem hutan dan digolongkan
menjadi dua, yaitu tumbuhan yang mampu mendapatkan energi matahari tanpa bantuan
tumbuhan lain dan tumbuhan yang secara mekanis membutuhkan topangan dari tumbuhan
lain untuk mendapatkan energi matahari.
Setiap tumbuhan yang hidup dalam suatu kawasan hutan saling berhubungan erat dan
harmonis dengan tumbuhan yang lain. Pohon-pohon besar atau raksasa melindungi
tumbuhan dibawahnya yang tidak tahan terhadap matahari. Tumbuhan dibawahnya
tersebut adalah cendawan dan tumbuhan pengurai memanfaatkan sisa-sisa tanaman yang
mati untuk hidupnya dan menjadikan humus serta zat-zat anorganik yang kemudian
bermanfaat tumbuhan besar dan atau lainnya sehingga suatu lingkaran kehidupan.
Beberapa satwa memiliki habitat yang terbatas, beberapa satwa yang lain memilik habitat
yang sangat luas seperti burung yang mampu berpindah tempat sampai ribuan kilometre.
Satwa-satwa tersebut mempunyai peranan yang penting dalam membantu penyebaran
geografis tumbuhan dan memperlancar peredaran unsur hara dalam ekosistem.
1.4 Tipe, Struktur dan Jenis Hutan
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 19 -
20. Variasi hutan cukup banyak, sesuai dengan faktor-faktor yang dimilikinya terutama iklim,
ketinggian, dan jenis tananhnya.
1.4.1 Tipe Hutan
Pada tempat yang memiliki perbedaan bulan kering dan bulan basah cukup menyolok
seperti di Jawa Tengah, Jawa Timur dan kepulauan Nusa Tenggara, terdapat hutan/pohon
yang daunnya di musim kemarau. Tipe hutan ini disebut DECIDEOUS.
Sedangkan kebalikannya adalah hutan yang sepanjang tahun selalu kelihatan hijau
(evergreen) yang banyak dijumpai di daerah yang curah hujannya cukup tinggi. Hutan
seperti ini termasuk tipe hutan Tropik cukup tinggi, tipe hutan seperti ini termasuk hutan
TROPIK.
1.4.2 Struktur Hutan
Struktur hutan menurut terjadinya dibedakan atas:
Hutan Primer, disebut juga hutan inti. Hutan ini tidak dapat berdiri sendiri tetapi
selalu dikelilingi pelindungnya. Adapun ciri-cirinya antara lain, memiliki kerapatan
tumbuhan yang relative tinggi, bentuk fisik tumbuhannya didominasi oleh
pepohonan yang besar dan tinggi, tingkat kerusakannya oleh manusia sangat kecil
dan terbentuk secara alami.
Hutan Sekunder, atau hutan penyangga, mempunyai ciri-ciri antara lain kerapatan
pohonnya relative rendah, di dominasi oleh tumbuhan yang relatif muda umurnya,
tingkat kerusakan non alamiah cukup besar dan dapat terbentuk secara alamiah
maupun buatan.
1.4.3 Macam Hutan
Macam hutan berdasarkan fungsinya dapat dibedakan menjadi:
Hutan Lindung, yaitu kawasan hutan yang khas keadaan sifat alaminya
diperuntukkan guna mengatur tata air, mencegah bencana banjir dan erosi serta
pemeliharaan kesuburan tanah. Apabila hutan ini terganggu maka akan kehilangan
fungsinya sebagai pelindung bahkan akn menimbulkan bencana alam seperti banjir
dan erosi.
Hutan Produksi, yaitu kawasan hutan yang memiliki produksi hutan untuk
memenuhi keperluan masyarakat umumnya dan khususnya untuk pembangunan,
industri dan keperluan ekspor.
Hutan Suaka Alam, yaitu kawasan hutan yang sifatnya khas diperuntukkan secara
khusus untuk perlindungan alam hayati dan manfaat-manfaat lainnya. Hutan suaka
alam terbagi atas CAGAR ALAM yang berhubungan dengan keadaan alaminya yang
khusus termasuk hewani dan nabati, serta SUAKA MARGASATWA yang ditetapkan
sebagai tempat hidup margasatwa yang mempunyai nilai khas bagi ilmu
pengetahuan dan kebudayaan.
Hutan Wisata, yaitu kawasan hutan yang diperuntukkan ecara khusus untuk dibina
dan dipelihara guna kepentingan pariwisata, terbagi atas TAMAN WISATA yang
mempunyai keindahan alam nabati, hewani maupun keindahan alamnya sendiri
yang mempunyai corak khas untuk dimanfaatkan bagi kepentingan rekreasi , serta
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 20 -
21. TAMAN BURU yang didalamnya terdapat satwa buru yang memungkinkan
diselenggarakan perburuan dengan teratur, teroganisir yang baik untuk
kepentingan rekreasi.
Macam hutan berdasarkan letak geogrfisnya dibedakan atas:
Hutan Tropik, termasuk hutan Indonesia memiliki lapisan horizontal hutan
Hutan Sub-Tropik, ditandai dengan hutan peluruh karena pengaruh empat musim
maka pada musim gugur tampak daunnya berguguran.
Hutan Runjung, di daerah mendekati mendekati kutub bumi, ditandai dengan
tumbuhan Coniferae seperti tusam dan eru.
Hutan Rumput Tundra, di daerah kutub bumi yang selalu diliputi salju, hanya
mampu ditumbuhi lumut daun, lumut kerak dan tundra.
Menurut iklim dan keadaan alam temperaturnya, hutan-hutan di Indonesia dapat
dibedakan menjadi:
Hutan Tropik, terdapat di daerah-daerah yang mempunyai curah hujan dan
temperatur udara yang tinggi di sepanjang tahun. Hutan tropic umumnya lebat,
pohonnya relatif tinggi dan banyak jenisnya. Makin tinggi letaknya dari permukaan
laut, jenis pohon besarnya makin berkurang, sedangkan pakis dan palem makin
banyak.
Hutan Musim, dipengaruhi iklim musim, jenis tumbuhannya tidak sebanyak hutan
tropik, kelebatannya juga berkurang. Pada musim kemarau tumbuh-tumbuhan
meranggas, sebaliknya pada musim hujan berdaun lebat, misalnya hutan jati.
Sabana dan Stepa, didaerah yang curah hujannya rendah (daerah kering seperti
Nusa Tenggara) pohon-pohonnya semakin berkurang. Yang ada daerah padang
rumput hijau diselingi rumput kering, ilalang atau sabana. Daerah ini cocok untuk
peternakan luas.
Hutan Bakau (Mangrove) terdapat di daerah pantai terbentuk karena pengaruh
pasang surut air laut dan berkembang di daerah berlumpur maka Rhizopora,
Avicennia, Sonneratia, Ceriops, Xylocarpus dan Lumnitzera banyak kita jumpai.
Indonesia merupakan tempat komunitas bakau terbaik dan terluas didunia lebih
kurang 3,7 juta ha atau 21,8 dari luas bakau di dunia (17 juta ha).
Luas hutan bakau Indonesia terdiri atas propinsi Papua (35%), Kalimantan Timur
(20,6%), Sumatra Selatan (9,6%), dan propinsi lainnya kurang dari (6%).
Menurut jenis tumbuhannya, hutan dapat dibedakan 2 jenis:
Hutan Homogen, sesuai namanya hanya ada satu jenis tumbuhan, misalnya hutan
jati, hutan pinus.
Hutan Heterogen, terdiri dari berbagai macam jenis tumbuhan atau pohon. Pada
umumnya hutan alam Indonesia adalah hutan heterogen.
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 21 -
22. 1.5 Alam dan Hutan Indonesia
Seiring dengan semakin menguatnya kesadaran
akan perubahan iklim, keberadaan hutan
menjadi semakin sering diperbincangkan.
Perubahan iklim yang disebabkan efek gas
rumah kaca berdasarkan banyak kajian dan
analisa memberikan ancaman masa depan yang
suram bagi bumi dan kehidupan manusia.
Ancaman ketahanan pangan, penyebaran
penyakit malaria, tenggelamnya banyak daerah
pesisir dan bahaya kekeringan membuat dunia
saat ini mulai merancang-rancang dan mencari
cara untuk mengurangi efek rumah kaca
tersebut.
Secara alami gas rumah kaca telah eksis di atmosfer. Keberadaan gas-gas seperti CO2,
Methana, N2O, Ozon, uap air dan lainnya secara alami justru menguntungkan kehidupan
manusia. Panas dari matahari yang diperangkap oleh gas-gas tersebut mampu membuat
bumi menjadi hangat hingga cukup nyaman untuk ditinggali. Tanpa keberadaan gas-gas
tersebut bumi diperkirakan lebih dingin 330 C.
Namun semuanya menjadi berbeda ketika aktivitas manusia menyebabkan konsentrasi
gas-gas tersebut semakin pekat. Pembakaran bahan bakar fosil, kegiatan industri yang
massif, produksi BBM di kilang-kilang, pembakaran hutan dan sebagainya telah
menyebakan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer semakin tinggi, terutama CO2.
Menurut IPCC konsentrasi karbondioksida di atmosfer saat ini, menurut pengukuran pada
udara yang terperangkap pada inti es, jauh lebih besar dibandingkan dengan 650.000
tahun terakhir.
Disini kemudian peran hutan menjadi salah satu isu sentral dalam upaya mereduksi
konsentrasi gas karbondioksida di atmosfer. Tegakan hutan dan tumbuhan hijau lainnya
menyerap CO2 dari atmosfer pada masa pertumbuhannya melalui proses fotosintesis. Ini
akan membantu mengurangi konsentrasi karbondioksida di udara dan berdampak pula
pada pengurangan efek rumah kaca. Selama tegakan hutan mengalami pertumbuhan
berarti proses penyerapan karbondioksida akan terus berlangsung, model seperti ini sering
disebut juga sebagai carbon sink. Jumlah karbondioksida yang mampu diserap oleh
tegakan hutan akan dipengaruhi oleh kondisi tempat tumbuh hutan tersebut seperti iklim,
topografi dan kondisi tanah. Selain itu karakter pohon yang tumbuh dan pola manajemen
pengelolaan hutanpun akan mempengaruhi tingkat penyerapan karbondioksida.
Indonesia adalah salah satu pemilik kawasan hutan tropis utama di dunia. Sehingga
semestinya Indonesia dapat berkontribusi dalam mengurangi konsentrasi gas rumah kaca,
terutama karbondioksida. Namun semua menjadi kurang meyakinkan ketika melihat
bagaimana hutan Indonesia dikelola.
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 22 -
23. 1.6 Sejarah Singkat Pengelolaan Hutan Indonesia
Pengelolaan hutan di Indonesia mulai memasuki masa ekploitasi sistematis pada zaman
orde baru. Target utama dari pengelolaan pada masa awal-awal orde baru adalah untuk
pemulihan ekonomi. Sehingga pola-pola sustainable management tidak menjadi perhatian
saat itu. Sektor kehutanan diharapkan pada saat itu karena sektor-sektor lain tidak
mampu memberikan kontribusi yang memuaskan. Sektor industri sulit berkembang
disebabkan sejak pertengahan 1965 hingga awal 1966 terjadi hiperinflasi. Begitu juga
sektor perkebunan, tingkat produksi dan investasi di berbagai komoditas utama seperti
kopra, teh, karet dan kopi merosot sejak 1950. Pada tahun 1965 defisit anggaran belanja
mencapai 248 juta dollar. Tahun berikutnya defisit mencapai dua kali lipatnya.
Menghadapi hal ini pemerintahan Orde Baru menjadikan pemulihan ekonomi sebagai
program utama, dimana peningkatan produksi pangan dan sektor industri terutama
sandang dan pengelohan sumber daya alam (pertambangan dan hasil hutan). Pada fase-
fase awal ini dimulai berbagai kebijakan yang mendukung program tersebut, pada sektor
pertanian misalnya seiring dengan revolusi hijau dimulailah era penggunaan pupuk
anorganik dan alam mekanisasi pertanian.
Sejak diberlakukannya UU Pokok Kehutanan tahun 1967 permintaan untuk mendapatkan
HPH meningkat pesat. Hingga menjelang 1970 jumlah pemegang HPH tercatat 64
perusahaan dengan meliputi luasan 8 juta hektar. Hingga sekarang dengan dikeluarkannya
UU No. 41 tahun 1999 pengusahaan hutan oleh investor perorangan dan badan usaha tetap
berlaku. Kalau dulu dikenal dengan HPH (Hak Pengusahaan Hutan) sekarang disebut
sebagai Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu.
1.7 Kerusakan Hutan Indonesia
Berdasarkan data-data dari berbagai pihak yang berkompeten, diketahui hutan Indonesia
mengalami kerusakan yang cukup mengkhawatirkan. Kerusakan itu diakibatkan oleh laju
deforestasi yang tinggi. Tahun 1997 saja menurut World Resource Institute sebagaimana
yang dikutip Walhi, Indonesia telah kehilangan hutan aslinya seluas 72 persen. Laju
kerusakan hutan pada periode 1985-1997 sebesar 1,6 juta hektar pertahun, dan pada
periode 1997-2000 laju kerusakan hutan sebesar 3,8 juta hektar pertahun.
Apa penyebab utamanya? Beberapa faktor dapat dapat diklasifikasikan sebagai penyebab
utama yaitu penebangan oleh HPH (legal dan illegal), konversi ke lahan perkebunan
(terutama sawit), kebakaran hutan serta proyek transmigrasi. Beberapa pihak
menyertakan peladang berpindah sebagai salah satu penyebab kerusakan hutan. Namun
berbagai pihak pula terutama kalangan akademisi dan NGO menyangkal hal ini, karena
kemampuan yang dimiliki oleh para peladang berpindah baik potensi SDM yang sedikit
maupun peralatan yang digunakan mustahil mampu melakukan kerusakan hutan yang
demikian luas.
Penebangan yang dilakukan oleh HPH banyak disorot oleh berbagai kalangan sebagai
penyebab paling utama kerusakan hutan. Ini tidak mengherankan karena beberapa HPH
besar memegang konsesi yang sangat besar, sampai tiga juta hektar lebih. Memang
pemerintah telah menetapkan berbagai sistem penebangan dan silvikultur yang harus
diadopsi oleh pemegang HPH yang diharapkan mampu mengendalikan deforestasi dan
memperbaiki hutan seperti sistem Tebang Pilih Indonesia (TPI) dan Tebang Pilih Tanam
Indonesia (TPTI). Namun dalam prakteknya banyak operator HPH yang tidak
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 23 -
24. mempedulikan sistem tersebut. Tebang Pilih yang menetapkan seleksi terhadap pohon
yang akan ditebang yaitu yang berdiameter 50 cm keatas, sering tidak diindahkan. Banyak
kayu-kayu yang berdiameter 30-an cm bahkan lebih kecil juga ditebang. Belum lagi
perilaku HPH yang menebang pohon pada zona terlarang seperti sempadan sungai dan
lereng bukit. Pemegang HPH juga sering abai terhadap kewajiban mereka untuk
melakukan penanaman kemabli di area/blok bekas tebangan. Luas konsesi yang
sedemikian besar menyebabkan ketiadaan fungsi kontrol dari pemerintah yang selalu
dirundung keterbatasan sumber daya manusia dan peralatan. Atas hal inilah, menurut
Lembaga Alam Tropika Indonesia (LATIN), pada tahun 1985 Bank Dunia menyebutkan ”
dalam 40 tahun Indonesia akan menjadi tandus. Faktor penyebabnya praktek penebangan
kayu (logging) tanpa perhatian.
Selain kegiatan logging oleh HPH, konversi hutan menjadi lahan perkebunan, terutama
sawit, juga memberikan andil yang tidak sedikit bagi kerusakan hutan. Pada data tahun
1998 saja menurut Paul K. Gelen, sebagaimana yang dikutip LATIN, telah terjadi konversi
lahan hutan alam yang dicadangkan untuk hutan produksi ke perkebunan sawit seluas
2.721.428 Hektar dan telah disetujui untuk dikonversi berikutnya seluas 3.504.084 hektar.
Kecenderungan konversi ini dari tahun ke tahun semakin meningkat, mengingat harga
produk sawit seperti crude palm oil (CPO) juga cenderung terus naik dari tahun ke tahun.
Bukan cuma lahan hutan, bahkan banyak lahan persawahan pun terutama di Sumatera dan
Kalimantan juga dialihfungsikan menjadi lahan perkebunan sawit. Selain pengaruh
langsung dari konversi lahan hutan, perkebunan sawit ditengarai juga berperan bagi
kebakaran hutan besar-besaran yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan. Memang harus
dicatat kebakaran hutan bukan hanya disebabkan oleh pengusaha perkebunan kelapa
sawit, land clearing dengan metode bakar yang dilakukan oleh pengusaha HTI juga
memberikan sumbangan bagi luasnya lahan hutan yang terbakar. Kebakaran hutan hebat
yang terjadi 1997 telah mengakibatkan hutan terbakar seluas 102.431,36 hektar di pulau
Sumatera. Pada dekade sebelumnya di Kalimantan kebakaran hebat terjadi tahun 1982/83
dimana diperkirakan tidak kurang dari 3,5 juta hektar hutan Kalimantan Timur habis
terbakar.
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 24 -
25. BAB 2 PENGENALAN DASAR MOUNTAINEERING
2.1 Pendahuluan
Bagi orang awam, kegiatan petualangan seperti mendaki gunung selalu mengundang
pertanyaan klise “mau apa sih kesana?” atau pertanyaan lainnya “memang ada apa sih di
gunung?” Pertanyaan sederhana tapi sering membuat bingung yang ditanya atau bahkan
mengundang rasa kesal. George F. Mallory, seorang pendaki Inggris menjawab pertanyaan
tersebut “because it is there”. Mallory bersama rekannya menghilang di Everest tahun
1924. Soe Hook Gie (Mapala UI) menulis dalam puisi “Aku Cinta Pangarango; karena aku
mencintai kebenaran hidup”, tetapi dalam perjalanan hidupnya dia tewas tercekik gas
beracun di puncak Mahameru pada tanggal 16 Desember 1969.
Mountaineering, berasal dari kata ‘mountain’ yang berarti gunung. Mountaineering adalah
kegiatan mendaki gunung yang terdiri dari tiga
1. Hill Walking. Merupakan perjalanan pendakian bukit-bukit yang landai, tidak
mempergunakan peralatan dan teknis pendakian.
2. Scrambling, Merupakan pendakian pada tebing batu yang tidak terlalu terjal, tangan
hanya digunakan sebagai keseimbangan.
3. Climbing, adalah:
a. Rock climbing, yaitu pendakian dan atau pemanjatan pada tebing batu
b. Ice & Snow climbing, yaitu merupakan pendakian pada es dan salju
Dalam mountaineering atau kegiatan pendakian gunung terdapat 2 (dua) tipe atau sistem
pendakian yaitu:
1. Himalayan Style adalah system pendakian dengan rute yang panjang, biasanya
pendaki terdiri dari beberapa kelompok, dalam sistem ini apabila hanya terdapat satu
atau beberapa orang saja yang berhasil mencapai puncak maka sudah dianggap
mewakili peserta pendaki yang lain atau dinyatakan bahwa pendakian ekspedisinya
berhasil. Sistem ini biasanya digunakan untuk ekspedisi atau suatu misi tertentu,
seperti pengibaran bendera merah putih di puncak himalaya,dsb.
2. Alpine Style adalah sistem pendakian dianggap berhasil apabila seluruh peserta
anggota mencapai puncak gunung. Sistem ini dlakukan biasanya untuk kegiatan
kenaikan tingkat bagi anggota baru, yang mensyaratkan tiap anggota apabila telah
mencapai puncak maka bisa dinaikan tingkat keanggotaannya.
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 25 -
26. 2.2 Persiapan Pendakian Gunung
Mendaki gunung diperlukan persiapan yang cukup. Seringkali kegiatan latihan fisik tidak
disiapkan dengan baik. Dalam mendaki gunung ditentukan oleh faktor ekstern dan
intern. Kebugaran fisik mutlak diperlukan. Pendaki gunung legendaris asal Inggris, Sir
George Leigh Mallory, kerap menjawab pendek pertanyaan mengapa ia begitu “tergila-
gila” naik gunung. “Because it is there,” ujarnya. Jawaban itu menggambarkan betapa
luas pengalamannya mendaki gunung dan bertualang.
Bila pendaki tidak mempersiapkan pendakian, maka dia hanya memperbesar bahaya
subyektif. Misalnya, bahaya kedinginan karena pendaki tidak membawa jaket tebal atau
tenda untuk melawan dinginnya udara dan kencangnya angin. Tidak bisa ditawar,
mendaki gunung adalah kegiatan fisik berat. Karena itu, kebugaran fisik adalah hal
mutlak. Untuk berjalan dan menarik badan dari rintangan dahan atau batu, otot kaki
dan tangan harus kuat. Untuk menahan beban ransel, otot bahu harus kuat. Daya tahan
(endurance) amat diperlukan karena dibutuhkan perjalanan berjam-jam hingga
hitungan hari untuk bisa tiba di puncak. Bila tidak biasa berolahraga, calon pendaki
sebaiknya melakukan jogging dua atau tiga kali seminggu, dilakukan dua hingga tiga
minggu sebelum pendakian.
2.2.1 Pengenalan Medan
Untuk menguasai medan dan memperhitungkan bahaya obyek seorang pendaki harus
menguasai menguasai pengetahuan medan, yaitu membaca peta, menggunakan kompas
serta altimeter. Mengetahui perubahan cuaca atau iklim. Cara lain untuk mengetahui
medan yang akan dihadapi adalah dengan bertanya dengan orang-orang yang pernah
mendaki gunungtersebut. Tetapi cara yang terbaik adalah mengikut sertakan orang
yang pernah mendaki gunung tersebut bersama kita.
2.2.2 Persiapan Fisik
Persiapan fisik bagi pendaki gunung terutama mencakup persiapan olahraga fisik
termasuk lari, senam aerobik dan kekuatan kelenturan otot. Kesegaran jasmani akan
mempengaruhi transport oksigen melelui peredaran darah ke otot-otot badan, dan ini
penting karena semakin tinggi suatu daerah semakin rendah kadar oksigennya.
2.2.3 Persiapan Tim
Menentukan anggota tim dan membagi tugas serta mengelompokkannya dan
merencanakan semua yang berkaitan dengan pendakian.
2.2.4 Perbekalan dan Peralatan
Persiapan perlengkapan merupakan awal pendakian gunung itu sendiri. Perlengkapan
mendaki gunung umumnya mahal, tetapi ini wajar karena ini merupakan pelindung
keselamatan pendaki itu sendiri. Namun perlengkapan tersebut tidak sepenuhnya mahal
dan harus kita beli, karena kita bisa menyiasatinya dengan membeli bahan sendiri lalu
kemudian bisa kita buat atau kita bawa ke pembuat yang sudah biasa menerima order
dari para pendaki. Jadi banyak banyaklah berdiskusi dengan para senior yang telah
terbiasa dan berpengalaman untuk menyiasatinya.
Gunung merupakan lingkungan yang asing bagi organ tubuh kita yang terbiasa hidup di
daerah yang lebih rendah. Karena itu diperlukan perlengkapan yang memadai agar
pendaki mampu menyesuaikan di ketinggian yang baru itu. Seperti sepatu, ransel,
pakaian, tenda, perlengkapan tidur, perlengkapan masak, makanan, obat-obatan dan
lain-lain
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 26 -
27. Persiapan dan perencanaan pendakian dibahas serta disajikan materinya secara detil
pada Bab 4 Perencanaan Perjalanan di Alam Bebas, dalam buku materi panduan ini.
2.3 Langkah dan Prosedur Pendakian
Umumnya langkah-langkah yang biasa dilakukan oleh kelompok-kelompok pencinta alam
dalam suatu kegiatan pendakian gunung meliputi tiga langkah, yaitu:
2.3.1 Persiapan
Yang dimaksud persiapan pendakian gunung adalah menentukan pengurus panitia
pendakian, yang akan bekerja mengurus : Perijinan pendakian, perhitungan anggaran
biaya, penentuan jadwal pendakian, persiapan perlengkapan/transportasi dan segala
macam urusan lainnya yang berkaitan dengan pendakian.
Persiapan fisik dan mental anggota pendaki, ini biasanya dilakukan dengan berolahraga
secara rutin untuk mengoptimalkan kondisi fisik serta memeksimalkan ketahanan nafas.
Persiapan mental dapat dilakukan dengan mencari/mempelajari kemungkinan-
kemungkinan yang tak terduga timbul dalam pendakian beserta cara-cara
pencegahan/pemecahannya.
2.3.2 Pelaksanaan
Bila ingin mendaki gunung yang belum pernah didaki sebelumnya disarankan membawa
guide/penunjuk jalan atau paling tidak seseorang yang telah pernah mendaki gunung
tersebut, atau bisa juga dilakukan dengan pengetahuan membaca jalur pendakian.
Untuk memudahkan koordinasi, semua peserta pendakian dibagi menjadi tiga
kelompok, yaitu:
1. Kelompok pelopor
2. Kelompok inti
3. Kelompok penyapu
Masing-masing kelompok, ditunjuk penanggungjawabnya oleh komandan lapangan
(penanggungjawab koordinasi). Daftarkan kelompok anda pada buku pendakian yang
tersedia di setiap base camp pendakian, biasanya menghubungi anggota SAR atau juru
kunci gunung tersebut. Didalam perjalanan posisi kelompok diusahakan tetap yaitu:
Pelopor di depan (disertai guide), kelompok initi di tengah, dan team penyapu di
belakang. Jangan sesekali merasa segan untuk menegur peserta yang melanggar
peraturan ini. Demikian juga saat penurunan, posisi semula diusahakan tetap. Setelah
tiba di puncak dan di base camp jangan lupa mengecek jumlah peserta, siapa tahu ada
yang tertinggal.
2.3.3 Evaluasi
Biasakanlah melakukan evaluasi dari setiap kegiatan yang anda lakukan, karena dengan
evaluasi kita akan tahu kekurangan dan kelemahan yang kita lakukan. Ini menuju
perbaikan dan kebaikan (vivat et floreat).
2.4 Fisiologi Tubuh di Pegunungan
Mendaki gunung adalah perjuangan, perjuangan manusia melawan ketinggian dan
segala konsekuensinya. Dengan berubahnya ketinggian tempat, maka kondisi
lingkunganpun jelas akan berubah. Anasir lingkungan yang perubahannya tampak jelas
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 27 -
28. bila dikaitkan dengan ketinggian adalah suhu dan kandungan oksigen udara. Semakin
bertambah ketinggian maka suhu akan semakin turun dan kandungan oksigen udara juga
semakin berkurang.
2.4.1 Konsekuensi Penurunan Suhu
Manusia termasuk organisme berdarah panas (poikiloterm), dengan demikian manusia
memiliki suatu mekanisme thermoreguler untuk mempertahankan kondisi suhu
tubuhterhadap perubahan suhu lingkungannya. Namun suhu yang terlalu ekstrim dapat
membahayakan. Jika tubuh berada dalam kondisi suhu yang rendah, maka tubuh akan
terangsang untuk meningkatkan metabolisme untuk mempertahankan suhu tubuh
internal(mis : dengan menggigil). Untuk mengimbangi peningkatan metabolisme kita
perlu banyak makan, karena makanan yang kita makan itulah yang menjadi sumber
energi dan tenaga yang dihasilkan lewat oksidasi.
2.4.2 Konsekuensi Penurunan Jumlah Oksigen
Oksigen bagi tubuh organisme aerob adalah menjadi suatu konsumsi vital untuk
menjamin kelangsungan proses-proses biokimia dalam tubuh, konsumsi dalam tubuh
biasanya sangat erat hubungannya dengan jumlah sel darah merah dari konsentrasi
haemoglobin dalam darah. Semakin tinggi jumlah darah merah dan konsentrasi
Haemoglobin, maka kapasitas oksigen respirasi akan meningkat. Oleh karena itu untuk
mengatasi kekurangan oksigen di ketinggian, kita perlu mengadakan latihan aerobic,
karena disamping memperlancar peredaran darah, latihan ini juga merangsang
memacusintesis sel-sel darah merah.
2.4.3 Kesegaran Jasmani
Kesegaran jasmani adalah syarat utama dalam pendakian. Komponen terpenting
yangditinjau dari sudut faal olahraga adalah system kardiovaskulare dan
neuromusculare. Seorang pendaki gunung pada ketinggian tertentu akan mengalami
hal-hal yang kurang enak, yang disebabkan oleh hipoksea (kekurangan oksigen), ini
disebut penyakit gunung (mountain sickness). Kapasitas kerja fisik akan menurun secara
menyolokpada ketinggian 2000 meter, sementara kapasitas kerja aerobic akan menurun
(dengan membawa beban 15 Kg) dan juga derajat aklimasi tubuh akan lambat.
Mountain sickness ditandai dengan timbulnya gejala-gejala:
1. Merasakan sakit kepala atau pusing-pusing
2. Sukar atau tidak dapat tidur
3. Kehilangan control emosi atau lekas marah
4. Bernafas agak berat/susah
5. Sering terjadi penyimpangan interpretasi/keinginannya aneh-aneh, bersikap
semaunya dan bisa mengarah kepenyimpangan mental.
6. Biasanya terasa mual bahkan kadang-kadang sampai muntah, bila ini terjadi maka
orang ini harus segera ditolong dengan memberi makanan/minuman untuk
mencegah kekosongan perut.
Gejala-gejala ini biasanya akan lebih parah di pagi hari, dan akan mencapai puncaknya
pada hari kedua. Apabila diantara peserta pendakian mengalami gejala ini, maka perlu
secara diniditangani/diberi obat penenang atau dicegah untuk naik lebih tinggi.
Bilamana sudah terlanjur parah dengan emosi dan kelakuan yang aneh-aneh serta tidak
pedulilagi nasehat (keras kepala), maka jalan terbaik adalah membuatnya pingsan.
Pada ketinggian lebih dari 3000 m.dpl, hipoksea cerebral dapat menyebabkan
kemampuan untuk mengambil keputusan dan penalarannya menurun. Dapat pula timbul
rasapercaya diri yang keliru, pengurangan ketajaman penglihtan dan gangguan pada
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 28 -
29. koordinasi gerak lengan dan kaki. Pada ketinggian 5000 m.dpl, hipoksea semakin nyata
dan pada ketinggian 6000 m.dpl kesadarannya dapat hilang sama sekali.
2.5 Pengetahuan Dasar Mountaineering
2.5.1 Orientasi Medan
2.5.1.1 Menentukan Arah Perjalanan dan Posisi Pada Peta
Dengan dua titik di medan yang dapat diidentifikasikan pada gambar di peta. Dengan
menggunakan perhitungan teknik/azimuth, tariklah garis pada kedua titik diidentifikasi
tersebut di dalam peta. Garis perpotongan satu titik yaitu posisi kita pada peta.
Bila diketahui satu titik identifikasi. Ada beberapa cara yang dapat dicapai:
1. Kalau kita berada di jalan setapak atau sungai yang tertera pada peta, maka
perpotongan garis yang ditarik dari titik identifikasi dengan jalan setapak atau
sungai adalah kedudukan kita.
2. Menggunakan altimeter. Perpotongan antara garis yang ditarik dari titik identifikasi
dengan kontur pada titik ketinggian sesuai dengan angka pada altimeter adalah
kedudukan kita.
3. Dilakukan secara kira-kira saja. Apabila kita sedang mendaki gunung, kemudian
titik yang berhasil yang diperoleh adalah puncaknya, maka tarik garis dari titik
identifikasi itu, lalu perkirakanlah berapa bagian dari gunung itu yang telah kita
daki.
2.5.1.2 Menggunakan Kompas
Untuk membaca peta sangat dibutuhkan banyak bermacam kompas yang dapat dipakai
dalam satu perjalanan atau pendakian, yaitu tipe silva, prisma dan lensa. Materi
penggunaan kompas ini dibahas secara menyeluruh di bab 6 Pengenalan Dasar Navigasi
Darat, dalam buku materi panduan ini.
2.5.1.3 Peta Dalam Perjalanan
Dengan mempelajari peta, kita dapat membayangkan kira-kira medan yang akan dilalui
atau dijelajahi. Penggunaan peta dan kompas memang ideal, tetapi sering dalam
praktek sangat sukar dalam menerapkannya di gunung-gunung di Indonesia. Hutan yang
sangat lebat atau kabut yang sangat tebal acap kali menyulitkan orientasi.
Penanggulangan dari kemungkinan ini seharusnya dimulai dari awal perjalanan, yaitu
dengan mengetahui dan mengenali secara teliti tempat pertama yang menjadi awal
perjalanan.
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 29 -
30. Gerak yang teliti dan cermat sangat dibutuhkan dalam situasi seperi di atas. Ada
baiknya tanda alam sepanjang jalan yang kita lalui diperhatikan dan dihafal, mungkin
akan sangat bermanfaat kalau kita kehilangan arah dan terpaksa kembali ketempat
semula. Dari pengalaman terutama di hutan dan di gunung tropis kepekaan terhadap
lingkungan alam yang dilalui lebih menentukan dari pada kita mengandalkan alat-alat
seperti kompas tersebut. Hanya sering dengan berlatih dan melakukan perjalanan
kepekaan itu bisa diperoleh.
2.5.2 Membaca Keadaaan Alam
2.5.2.1 Keadaan Udara
Sinar merah pada waktu Matahari akan terbenam. Sinar merah pada langit yang tidak
berawan mengakibatkan esok harinya cuaca baik. Sinar merah pada waktu Matahari
terbit sering mengakibatkan hari tetap bercuaca buruk.
Perbedaan yang besar antara temperature siang hari dan malam hari. Apabila tidak
angin gunung atau angin lembab atau pagi-pagi berhembus angin panas, maka
diramalkan adanya udara yang buruk. Hal ini berlaku sebaliknya.
Awan putih berbentuk seperti bulu kambing. Apabila awan ini hilang atau hanya lewat
saja berarti cuaca baik. Sebaliknya apabila awan ini berkelompok seperti selimut putih
maka datanglah cuaca buruk.
2.5.2.2 Membaca Sandi-Sandi Yang Diterapkan atau Disepakati
Menggunakan bahan-bahan dari alam, seperti :
1. Sandi dari batu yang dijejer atau ditumpuk
2. Sandi dari batang/ranting yang dipatahkan/dibengkokkan
3. Sandi dari rumput/semak yang diikat
Tujuan dari penggunaan sandi-sandi ini apabila kita kehilangan arah dan perlu kembali
ke tempat semula atau pulang.
2.6 Tingkatan Dalam Pendakian
Agar setiap orang mengetahui apakah lintasan yang akan ditempuhnya sulit atau
mudah, maka dalam olahraga mendaki gunung dibuat penggolongan tingkat kesulitan
setiap medan atau lintasan gunung. Penggolongan ini tergantung pada karakter tebing
atau gunungnya, temperamen dan penampilan fisik si pendaki, cuaca, kuat dan
rapuhnya batuan di tebing, dan macam-macam variabel lainnya.
1. Kelas 1: Berjalan (trail hikes). Tidak memerlukan peralatan dan teknik khusus.
2. Kelas 2: Merangkak (scrambling). Dianjurkan untuk memakai sepatu yang layak.
Penggunaan tangan mungkin diperlukan untuk membantu.
3. Kelas 3: Memanjat (climbing). Tali diperlukan bagi pendaki yang belum
berpengalaman.
4. Kelas 4: Memanjat dengan tali dan belaying (semi-technical climbing). Anchor dan
peralatan carabiner lainnya untuk belaying mungkin diperlukan.
5. Kelas 5: Memanjat bebas dengan penggunaan tali belaying dan runner (technical
climbing). Menurut Yosemite Decimal System, kelas 5 ini dibagi lagi menjadi 14
tingkatan (5.1 sampai 5.14), di mana semakin tinggi angka di belakang angka 5,
berarti semakin tinggi tingkat kesulitan tebing. Pada kelas ini, runners dipakai
sebagai pengaman.
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 30 -
31. 5.1 s/d 5.4 Terdapat tumpuan dua tangan dan dua kaki.
5.5 s/d 5.6 Terdapat tumpuan dua tangan bagi yang berpengalaman, untuk
sulit menemukan tumpuan dua tangan
5.7 Gerakan kehilangan satu pegangan/tumpuan/pijakan kaki.
5.8 Kehilangan dua tumpuan dari keempat tumpuan atau kehilanan satu
tumpuan tapi cukup berat.
5.9 Hanya ada satu tumpuan yang pasti untuk kaki dan tangan.
5.10 Tebing tidak memiliki tumpuan, namun masih dapat dipanjat.
Berdoa atau pulang kerumah
5.11 Tebing benar-benar tidak memungkinkan untuk dipanjat, namun
beberapa orang yang benar-benar terlatih dapat memanjatnya.
5.12 Dinding vertikal tegak lurus dengan permukaan licin seperti gelas.
5.13 Dinding mengantung (overhang) dengan permukaan licin seperti
gelas.
6. Kelas 6 [Kelas A]: Pemanjatan artificial (artificial climbing). Tali dan anchor
digunakan untuk gerakan naik. Kelas ini sering disebut kelas A. Dalam kelas A ini
untuk menambah ketinggian pendaki harus menggunakan alat. Kelas A di bagi
menjadi lima tingkatan (A1 sampai A5). Contohnya: tebing kelas 5.4 tidak dapat
dilewati tanpa bantuan alat A2. Tingkat kesulitan tebing menjadi 5.4 - A.2
Klasifikasi pendakian berdasarkan penempatan peralatan pengamanan yang digunakan:
1. G – Good. Penempatan peralatan pengamanan benar-benar dapat melindungi
dengan baik.
2. PG – Pretty Good. Peralatan pengaman cukup dapat melindungi pemanjat.
3. PG13 – OK Protection. Penempatan peralatan cukup baik. Jika jatuh tidak
menyebabkan masalah serius.
4. R – Runout. Peralatan pengaman berjarak cukup jauh, jika jatuh kemungkinan
dapatmenimbulkan masalah serius.
5. X – No protection. Berbahaya, jika jatuh dapat menyebabkan kematian.
Klasifikasi pendakian medan es berdasarkan skala numerikal M:
1. M1- M3 Pendakian tebing mudah, biasanya tanpa membutuhkan peralatan.
2. M4 Tebing cukup curam sampai vertikal, membutuhkan peralatan.
3. M5 Pendakian tebing harus didukung peralatan.
4. M6 Tebing vertikal sampai overhang.
5. M7 Tebing overhang.
6. M8 Tebing hampir horizontal overhang, yang membutuhkan ketrampilan dan
peralatan.
7. M9 Tebing overhang dengan jarak dua sampai tiga panjang tubuh pemanjat.
8. M10 Tebing overhang lebih dari 10 meter.
9. M11 Tebing overhang lebih dari 15 meter.
10. M12 Sama dengan M11 namun dengan terdapat penghalang yang
membutuhkan teknik khusus dalam bergerak.
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 31 -
32. Foto: Cemoro Tunggal, jalan menuju puncak Mahameru
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 32 -
33. BAB 3 TALI TEMALI & SIMPUL
(ROPE HANDLING & KNOTS)
3.1 Pendahuluan
Simpul adalah ikatan pada tali atau tambang yang dibuat dengan sengaja untuk
keperluan tertentu. Ikatan itu sendiri, khususnya yang digunakan pada saat Panjat
Tebing, dan atau kegiatan mountaineering serta alam bebas lainnya itu sendiri.
PERINGATAN! Semua materi pembuatan Tali Temali & Simpul dan Mekanisme Teknis
Panjat Memanjat tidak bisa dipelajari dari sekedar membaca buku panduan ini saja.
Harus dipelajari langsung dari instruktur dan atau yang ahli karena kesalahan dalam
pembuatan dan penggunaan bisa berakibat FATAL
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 33 -
34. 3.2 Simpul Alpine Butterfly (Kupu-Kupu)
Simpul ini umumnya dianggap sebagai salah satu simpul yang paling kuat, aman dan
mudah terikat. Dapat terikat di tengah sebuah tali bila anda tidak memiliki tambatan
akhir. Dapat diambil dalam dua atau tiga arah tanpa distorting, dan dapat digunakan
untuk memperkuat tali yang rusak dengan mengisolasi area yang rusak. Hal ini
membuat Alpine Butterfly sangat fleksibel dan perlu kita ketahui. Jika anda ikatkan
Alpine Butterfly di ujung tali, anda dapat mengikat sebuah stopper knot bebas ke ujung
tali untuk keamanan.
3.3 Simpul Back Splice (Sambatan Balik)
Simpul ini umumnya digunakan untuk mencegah ujung tali agar tidak terurai. Untuk
membuat simpul ini ujung kepala lalat dililitkan kemudian membuat anyaman balik.
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 34 -
35. 3.4 Simpul Bowline
Simpul Bowline ini mudah berubah dan mudah untuk membukanya ketika tidak ada
beban (terutama di beberapa tali sintetis), apabila salah membuatnya dapat
membahayakan. Dalam membuat simpul ini, penting untuk membuat simpul kancingan
di ujung bebas untuk menjaga kemungkinan simpul ini terbuka.
3.5 Simpul Clove Hitch
Simpul Clove Hitch merupakan simpul yang mudah untuk mengikat, dan merupakan
salah satu simpul yang paling sering digunakan terutama sebagai jangkar dan simpul di
belay-up. Jangan membuat simpul dua atau lebih ke satu Carabiner. Cara yang benar
untuk klip pada simpul adalah dengan beban tali terdekat dari belakang Carabiner.
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 35 -
36. 3.6 Simpul Constrictor
Simpul Constrictor salah satu simpul baru yang berguna untuk cavers maupun climbers
pada sat ini. Di beri nama constrictor karena sangat besar tahan terhadap gesekan,
serta dapat digunakan untuk Clamp/penahan suatu object.
3.7 Simpul Figure of Eight & Double Figure of Eight
Simpul Figure of Eight (berbentuk angka 8) adalah simpul yg sangat bermanfaat, cukup
mudah untuk membuat, dan mudah untuk membuka setelah memberatkan, dan stres
tali rendah waktu ikat dgn kencang. Sedangkan simpul Double Figure of Eight pada
prinsipnya adalah sama hanya saja simpulnya double (ganda).
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 36 -
37. 3.8 Simpul Double Fisherman
Simpul standar untuk tying /mengikat dua simpul tali bersama. Jika digunakan di
tengah sebuah pitch, satu lingkaran simpul seperti Figure-of-Eight harus terikat menjadi
salah satu 'ekor' dari simpul untuk keamanan selama simpul lulus. Dua knot yang
menenangkan ganda nelayan tidak boleh mirror gambar dari satu sama lain (yaitu
mereka yang sama harus memiliki 'hati') jika mereka tidak akan susunan benar.
3.9 Simpul Double Overhand
Simpul penggabungan antara Overhand Knot, Double Overhand Knot lebih baik
digunakan sebagai simpul pengunci karena sulit untuk membuka. Hal ini kadang-kadang
diikat dengan simpul lain untuk keamanan.
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 37 -
38. 3.10 Simpul Double Sheet Bend (Anyam Ganda)
Simpul Double Sheet Bend berguna untuk menyambung dua tali dan efektif untuk
menyambung dua tali yang berbeda ukuran.
3.11 Simpul Eye Splice
Simpul ini digunakan untuk menyambung atau membuat mata tali (eye splice).
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 38 -
39. 3.12 Simpul Hunter’s Bend
3.13 Simpul Munter / Italian Hitch
Simpul Italian Hitch adalah simpul yang sangat berguna karena dapat digunakan untuk
Belaying, Bar, dan tali-temali yang bergesekan, biasanya Carabiner, sehingga pada saat
turun dapat dikontrol dalam mekanisme belay. Italia Hitch hanya digunakan sebagai
cadangan atau untuk situasi darurat. Sebagai simpul belaying, hal ini memungkinkan
fleksibilitas besar dalam desain dan sistem operasi. Simpul yang dikendalikan dari
depan, karena bertentangan dengan belay plate yang harus dikontrol dari belakang.
Maksimum yang diperbolehkan tidak melebihi tali paralel di samping beban carabiner.
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 39 -
40. 3.14 Simpul Overhand
Simpul ini biasanya digunakan sebagai simpul pengunci dan juga merupakan dasar dari
beberapa simpul lainnya yang digunakan dalam kegiatan-kegiatan yang berhubungan
dengan memanjat.
3.15 Simpul Prusik
Simpul Prusik biasanya digunakan dalam sebuah tali atau tambatan pada batang. Simpul
ini juga berguna dalam menambat tali arah vertikal dan hauling atas beban atau
pendaki lain.
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 40 -
41. 3.16 Simpul Reef
Simpul Reef ini digunakan untuk menggabungkan dua buah tali, Gambar di bawah ini
menunjukkan tahapan cara membuat Simpul Reef. Menunjukkan urutan cara
membuatnya dan pada langkah akhir simpul ini dikencangkan dengan dua buah simpul
pada akhir talinya.
3.17 Simpul Rolling Hitch
Simpul Rolling Hitch ini biasanya dipergunakan untuk mengencangkan dan dipasang
pada pasak, seperti misalnya pada sebuah tenda. Simpul ini dapat mengalami sliding
sepanjang standing part. Saat dilepaskan, tegangan pada standing part makin
mengeratkan lilitan dalam knot, penambahan friksi yang mana mempertahankan simpul
pada tempat karena bekerjanya tegangan.
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 41 -
42. 3.18 Simpul Round Turn & Two Half Hitches
Simpul ini berguna untuk mengikatkan dan menguatkan ikatan pada benda-benda bulat
seperti tiang sebagai ikatan diujungnya.
3.19 Simpul Sheepshank
Simpul Sheepshank atau simpul erat biasanya digunakan sebagai simpul untuk
memendekkan tali tanpa harus memotong tali tersebut.
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 42 -
43. 3.20 Simpul Sheet Bend
Simpul Sheet Bend dipergunakan untuk tujuan yang sama dengan simpul Rolling Hitch,
tetapi dengan sentakan yang kuat pada ujung, maka akan terlepas begitu saja. Ini
adalah keuntungan saat menggunakan sarung tangan atau karena kedinginan, jari-jari
kaku. Lebih jauh lagi, tidak seperti Rolling Hitch, Sheet Bend dapat dikunci disuatu
tempat untuk mencegah dari sliding. Dapat juga tidak dikunci untuk membuatnya dapat
diatur lagi.
3.21 Simpul Short Splice
Simpul Short Splice biasanya digunakan untuk menyambung dua tali dengan ikatan yang
kuat.
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 43 -
44. 3.22 Simpul Simple Whipping
Simpul ini digunakan untuk menganyam tali yang terurai agar dapat dipergunakan
kembali.
3.23 Simpul Surgeon
Simpul Surgeon digunakan untuk menyambung dua tali dimana dengan diameter tali
yang berbeda.
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 44 -
45. 3.24 Simpul Tape / Webbing
Simpul ini digunakan untuk mengikat webing menjadi slings untuk caving atau panjat
tebing. Ujung webbing muncul dari simpul harus diamankan ke webbing menggunakan
setengah lingkaran hitches atau insulating tape. Simpul ini terikat sehingga beban
bearing tape muncul dari sisi berlawanan dari simpul sehingga secara alami akan
kencang bila terbebani.
3.25 Simpul Trucker’s Hitch
Penggunaan simpul Trucker’s Hitch atau simpul pangkal ini adalah untuk memulai
ikatan, setiap kali akan membuat ikatan apa pun yang menghubungkan tali dengan
sebuah benda.
Ada 2 Cara untuk membuat simpul Trucker’s Hitch:
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 45 -
46. 3.25.1 Simpul Trucker’s Hitch 1
3.25.2 Simpul Trucker’s Hitch 2
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 46 -
47. BAB 4 PERENCANAAN PERJALANAN
DI ALAM BEBAS
4.1 Perencanaan dan Persiapan
Dorongan untuk melakukan petualangan di alam bebas menyebabkan para penggiatnya
melakukan berbagai kegiatan perjalanan, mulai dari pendakian gunung, penyusuran
pantai, pengarungan sungai berarus deras, dll. Perjalanan tsb dilakukan dengan
berbagai tujuan mulai dari eksplorasi, survey maupun hanya untuk berjalan-jalan.
Semua perjalanan tsb memerlukan persiapan yang baik, mengingat kegiatan di alam
bebas seperti ini menghadapkan kita pada berbagai kondisi alam yang apabila tidak kita
ketahui dengan baik akan menghadapkan kita pada keadaan yang dapat membahayakan
jiwa kita, dan sebaliknya bila kita pahami akan memberikan kenikmatan berpetualang
pada penggiatnya.Agar perjalanan di alam bebas dapat berjalan sesuai dengan rencana
kita, ada beberapa hal yang perlu dilakukan.
4.1.1 Tujuan
Merumuskan suatu tujuan haruslah berdasarkan realita, tidak boleh terlalu ambisius.
Tujuan haruslah disesuaikan dana yang telah tersedia, kemampuan anggota, dan waktu.
Setiap anggota harus mengetahui dengan jelas tujuan perjalanannya, hal ini untuk
menghindari kesalahpahaman yang mungkin akan terjadi.
4.1.2 Waktu
Apakah waktu yang ditetapkan bisa diikuti oleh semua anggota? Perencanaan
perjalanan alam bebas harus pula memperhitungkan kalender kuliah atau pekerjaan
anggota-anggotanya. Hal lain yang harus diperhatikan adalah musim pada saat
pelaksanaan perjalanan alam bebas tsb.
4.1.3 Peserta
Jumlah anggota yang ikut haruslah ditetapkan dengan beberapa pertimbangan, berapa
orang yang dapat dilibatkan dengan fasilitas transportasi yang ada? berapa orang yang
dibutuhkan untuk melaksanakan tujuan berdasarkan keahlian, pengalaman dan minat
peserta bekerjasama eegentk sesuai dengan ae iitanuyan' iklnpdnlak k untuk
menentukan itu semua maka seleksi haruslah dilakukan. Tentukan koordinator
perjalanan (leader), bidang-bidang koordinasi, subkoordinasi, seperti bidang dana,
publikasi dan dokumentasi, perlengkapan akomodasi, logistik, medis dll. Koordinator
perjalanan haruslah dipilih dari orang-orang yang berwibawa dan punya pengalaman
sebagai pemimpin. Dia tidak harus seorang pendaki yang hebat, tetapi yang lebih
penting lagi adalah yang mampu mengkoordinasi pendakian tsb.
4.1.4 Anggaran
Dalam menyusun keuangan, beberapa hal harus diperhitungkan, antara lain
kemungkinan situasi ekonomi negara kita, seperti inflasi, perubahan kurs mata uang
asing. Sebagai contoh ekspedisi Indonesia ke Himalaya beberapa tahun yang lalu tidak
jadi berangkat hanya beberapa hari sebelum pemberangkatan karena terjadi inflasi.
Kemungkinan lain adalah tidak tercapainya dana yang dibutuhkan.
Alokasi dana atau perjalanan harus tepat dan masuk akal. Buatlah anggaran yang
terperinci untuk setiap bidang. Pengeluaran dan pemasukan uang hanya berhak
dilakukan oleh satu orang, mis bendahara atau pemimpin perjalanan.
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 47 -
48. 4.1.5 Perijinan
Setiap daerah atau negara mempunyai peraturan perijinan yang berbeda. Izin ini
tergantung juga pada sifat ekspedisi yang akan dilakukan; untuk penelitian, wisata,
pembuatan film, atau petualangan. Demikian pula apabila perjalanan itu gabungan
dengan pihak luar negeri, prosedur perijinan dan administrasi harus dilakukan.
4.1.6 Pembukuan Perjalanan
Pembukuan sebaiknya dilakukan secepatnya, kalau perjalanan itu dilakukan pada masa
liburan mis, pembukuan harus dilaksanakan jauh-jauh hari sebelum kehabisan tiket .
Kalau suatu lembaga memastikan akan memberikan bantuan transportasi tentulah kita
tidak akan kesulitan , tinggal menentukan tanggal keberangkatan yang pasti.
4.1.7 Publikasi dan Sponsor
Adakalanya pencantuman seorang penasehat atau pelindung dalam organisasi
perjalanan dilakukan dengan pertimbangan diplomatis, yaitu untuk mendukung
organisasi itu dalam usaha untuk mencari kemudahan fasilitas atau lainnya.
Publikasi di media massa seringkali penting dan berkaitan erat dengan usaha
pengumpulan dana. Seorang yang bertanggung jawab atas publikasi perlu ditunjuk. Dia
harus pandai berhubungan dengan pihak luar dan menarik minat pers untuk menyiarkan
ekspedisi ini baik di koran, majalah, radio maupun televisi. Siaran pers harus disiapkan
secara menarik lengkap dengan foto atau gambar.
4.1.8 Survey
Perencanaan terperinci harus dilakukan oleh setiap bidang. Kalau memang
memungkinkan ada baiknya mengirimkan satu kelompok pendahulu untuk dilakukan
survey lokasi, yang bertugas mencari informasi tentang lokasi. Tinggi gunung, tumbuh-
tumbuhan yang ada, arus sungai, temperatur, adat istiadat penduduk setempat, semua
informasi tsb haruslah diketahui. Team survey harus juga mencari informasi tentang
camp induk yang akan didirikan dan untuk melapor pada pejabat setempat, tidak lupa
menghubungi puskesmas atau dokter setempat (untuk bekerja sama apabila ada
kecelakaan dalam perjalanan). Bila survey tidak bisa dilaksanakan pencarian informasi
bila dilakukan dengan bertanya kepada orang yang sudah pernah berekspedisi ke sana,
membaca buku atau mempelajari peta.
Dengan terkumpulnya seluruh informasi kita dapat
merencanakan perjalanan sematang mungkin.
Lakukanlah pengecekan dan konfirmasi seluruh
informasi apa yang telah masuk. Checklist
perlengkapan disesuaikan dengan kondisi lokasi,
buatlah daftar peralatan yang harus dibawa oleh
individu atau kelompok. Pastikan tiap anggota
membawa P3K dan obat-obatan pribadi.
4.1.9 Perencanaan di Lapangan
Kegiatan di lapangan harus sudah jauh-jauh hari disiapkan. Dirumuskan secara
terperinci dalam schedule. Susunlah rencana itu dalam suatu jadwal khusus hari per
hari. Tetapkanlah waktu yang diperlukan untuk mencapai target/ tujuan perjalanan,
serta strategi yang akan digunakan dan rute yang akan ditempuh, serta tempat
menginap/ bivoak.
4.1.10 Briefing
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 48 -
49. Seluruh anggota perjalanan akhirnya dikumpulkan untuk menerima briefing. Pada
kesempatan ini, pimpinan perjalanan menjelaskan segala sesuatu yang berkenaan
dengan perjalanan antara lain : tujuan, lokasi, kemungkinan-kemungkinan yang akan
terjadi, metode dan strategi di lapangan dsb, kalau perlu dalam kesempatan ini
diadakan pula ceramah oleh para ahli untuk menjelaskan tentang lokasi dari segi
geologi atau antropologi. Kesempatan ini juga dapat dilaksanakan untuk mengenal dan
mengadakan latihan pemakaian peralatan baru.
4.1.11 Check Kesehatan
Pastikan semua anggota telah melakukan check kesehatan. Usahakan semua anggota
telah mendapatkan mendapat vaksinasi apabila diperlukan untuk mencegah demam,
tuberculoses, serta anti tetanus.
4.1.12 Pelaksanaan di Lapangan
Dalam tahap ini pemimpin perjalanan langsung menangani pelaksanaan perjalanan.
Pimpinan harus pandai menekankan kepada anggota-anggotanya bahwa keberhasilan
suatu perjalanan ditentukan oleh kemampuan setiap anggota untuk belajar tinggal dan
bekerjasama sebagai suatu kelompok yang utuh, pada setiap kesempatan lakukanlah
pertemuan untuk mengadakan evaluasi dan diskusi mengenai masalah-masalah yang
dihadapi. Berilah kesempatan setiap bidang untuk melaporkan setiap kegiatan yang
telah dan akan dilaksanakan, sehingga setiap anggota akan dapat mengetahuinya.
4.1.13 Setelah Perjalanan
Tahap ini adalah anti klimaks, sehingga kegiatannya seringkali terulur-ulur, bahkan tak
jarang dilupakan. Baiknya membuat laporan perjalanan. Kalau memungkinkan
kirimkanlah ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran
perjalanan.
4.2 Perlengkapan dan Perbekalan
Keberhasilan suatu perjalanan di alam bebas ditentukan juga oleh perencanaan
perlengkapan dan perbekalan yang tepat. Beberapa hal yang harus diperhatikan antara
lain; Tujuan, Jenis Medan, Lama Perjalanan, Keterbatasan kemampuan membawa,
Perlengkapan & Obat-obatan pribadi.
Setelah mengetahui hal-hal tsb, maka kita dapat memilih perlengkapan dan perbekalan
yang sesuai dan selengkap mungkin, tetapi bebannya tidak melebihi kemampuan
membawanya. Perhitungan beban total untuk perorangan tidak boleh melebihi
sepertiga berat badan (sekitar 15 – 20 kg).
4.3 Perlengkapan Dasar
Perlengkapan jalan khususnya yang dipergunakan untuk medan hutan gunung:
4.3.1 Sepatu
Melindungi tapak kaki sampai mata kaki
Kulit tebal tidak mudah sobek bila kena duri.
Keras bagian depannya, untuk melindungi ujung jari kaki apabila terbentur batu.
Bentuk sol bawahnya dapat menggigit ke segala arah dan cukup kaku
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 49 -
50. 4.3.2 Kaos Kaki
Menyerap keringat
Menghindari lecet pada kaki
4.3.3 Celana
Kuat, lembut, ringan, praktis
Tidak menggangu gerakan kaki
Terbuat dari bahan yang menyerap keringat
Mudah kering, bila basah tidak menambah berat
4.3.4 Baju
Melindungi tubuh dari kondisi sekitar
Kuat, ringan, tidak menggangu pergerakan
Terbuat dari bahan yang menyerap keringat
Praktis, mudah kering
4.3.5 Ransel / Backpack/ Carrier
Mampu menampung perlengkapan sesuai kebutuhan
Ringan, kuat, sesuai dengan kebutuhan dan keadaan medan, nyaman dipakai dan
praktis
Gunakan carrier yang ramping/proporsional walaupun agak tinggi, ini lebih baik
daripada yang gemuk tetapi rendah
4.3.6 Peralatan Navigasi
Kompas
Peta Topografi (Peta Rupa Bumi)
Busur Derajat, Penggaris kecil, Pensil, dll.
4.3.7 Obat-Obatan dan Survival Kits
Obat-obatan Pribadi
Pisau Serbaguna, Pisau Tebas
Peluit
Korek Api
Jarum & Benang
4.3.8 Lampu Senter & Lentera
Water proof dan dilapisi karet
Cadangan Bohlam & Battery
Lentera bisa menggunakan battery atau dari minyak tanah
4.3.9 Perlengkapan Masak
Alat Masak Lapangan (nesting/panic serbaguna)
Alat Bantu Makan (sendok, piring, gelas plastik)
Tempat Air (Vedples, Jerigen Lipat, dll)
Kompor Lapangan (berbahan; Propane Gas, Spiritus, Parafin, dll)
4.3.10 Perlengkapan Tidur
Satu set pakaian tidur
Kaus kaki untuk tidur
Sleeping bag
Matras
Tenda/ ponco/ plastik untuk bivak
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 50 -
51. 4.3.11 Topi atau Tutup Kepala
Melindungi kepala dari kemungkinan cidera akibat duri
Melindungi kepala dari curahan hujan, terutama kepala bagian belakang
Kuat dan tidak mudah robek
4.3.12 Syal/Slayer, Sarung Tangan, Ikat Pinggang
Warna syal yang menyolok, bahan kuat & cepat menyerap air
Terbuat dari kulit, tidak kaku dan tidak menghalangi pergerakan
Terbuat dari bahan yang kuat, dengan kepala yang tidak terlalu besar tapi teguh.
Kegunaan ikat pinggang selain menjaga agar celana tidak melorot juga untuk
meletakkan alat-alat yang perlu cepat dijangkau , seperti pisau pinggang, tempat air
minum dll.
4.4 Packing (Teknik Pengepakan)
Dalam penyusunan, yang menjadi dasar adalah keseimbangan
beban, bagaimana kita menumpukan berat beban pada tubuh
sedemikian rupa sehingga kaki dapat bekerja secara efisien.
Dalam batas-batas tertentu, rangka yang dimiliki oleh ransel banyak
memberikan kenyamanan. Rangka ini membuat posisi tubuh lebih
menyenangkan saat menggendong beban. Namun bagaimanapun
desain ransel yang dimiliki akan sedikit artinya apabila anda tidak
mampu menyusun barang-barang anda dengan baik.
Sebelum melakukan kegiatan alam bebas kita biasanya menentukan dahulu peralatan
dan perlengkapan yang akan dibawa, jika telah siap semua inilah saatnya mempacking
barang-barang tersebut ke dalam carier atau backpack. Packing yang baik menjadikan
perjalanan anda nyaman karena ringkas dan tidak menyulitkan. Prinsip dasar yang
mutlak dalam mempacking adalah:
Pada saat back-pack dipakai beban terberat harus jatuh ke pundak, Mengapa beban
harus jatuh kepundak, ini disebabkan dalam melakukan perjalanan [misalnya
pendakian] kedua kaki kita harus dalam keadaan bebas bergerak, jika salah
mempacking barang dan beban terberat jatuh kepinggul akibatnya adalah kaki tidak
dapat bebas bergerak dan menjadi cepat lelah karena beban backpack anda
menekan pinggul belakang. Ingat: Letakkan barang yang berat pada bagian teratas
dan terdekat dengan punggung.
Membagi berat beban secara seimbang antara bagian kanan dan kiri pundak
Tujuannya adalah agar tidak menyiksa salah satu bagian pundak dan memudahkan
anda menjaga keseimbangan dalam menghadapi jalur berbahaya yang
membutuhkan keseimbangan seperti: meniti jembatan dari sebatang pohon,
berjalan dibibir jurang, dan keadaan lainnya.
Kelompokkan barang sesuai kegunaannya lalu tempatkan dalam satu kantung untuk
mempermudah pengorganisasiannya. Misal: alat mandi ditaruh dalam satu kantung
plastik.
Maksimalkan tempat yang ada, misalkan Nesting (Panci Serbaguna) jangan dibiarkan
kosong bagian dalamnya saat dimasukkan ke dalam carrier, isikan bahan makanan
kedalamnya, misal: beras dan telur.
Tempatkan barang yang sering digunakan pada tempat yang mudah dicapai pada
saat diperlukan, misalnya: rain coat/jas hujan pada kantong samping carrier.
Hindarkan menggantungkan barang-barang diluar carrier, karena barang diluar
carrier akan mengganggu perjalanan anda akibat tersangkut-sangkut dan berkesan
berantakan, usahakan semuanya dapat dipacking dalam carrier.
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 51 -
52. Mengenai berat maksimal yang dapat diangkat oleh anda, sebenarnya adalah suatu
angka yang relatif, patokan umum idealnya adalah 1/3 dari berat badan anda, tetapi ini
kembali lagi ke kemampuan fisik setiap individu, yang terbaik adalah dengan tidak
memaksakan diri, lagi pula anda dapat menyiasati pemilihan barang yang akan dibawa
dengan selalu memilih barang/alat yang berfungsi ganda dengan bobot yang ringan dan
hanya membawa barang yang benar-benar perlu.
4.5 Memilih dan Menempatkan Barang
Dalam memilih barang yang akan dibawa pergi mendaki atau kegiatan alam bebas selalu
cari alat/perlengkapan yang berfungsi ganda, tujuannya apalagi kalau bukan untuk
meringankan berat beban yang harus anda bawa, contoh: Alumunium foil, bisa untuk
pengganti piring, bisa untuk membungkus sisa nasi untuk dimakan nanti, dan yang
penting bisa dilipat hingga tidak memakan tempat di carrier.
Matras; Sebisa mungkin matras disimpan didalam carrier jika akan pergi kelokasi
yang hutannya lebat, atau jika akan membuka jalur pendakian baru. Banyak rekan
pendaki yang lebih senang mengikatkan matras diluar, memang kelihatannya bagus
tetapi jika sudah berada di jalur pendakian, baru terasa bahwa metode ini
mengakibatkan matras sering nyangkut ke batang pohon dan semak tinggi, lagipula
pada saat akan digunakan matrasnya sudah kotor.
Kantung Plastik; Selalu siapkan kantung plastik didalam carreir anda, karena akan
berguna sekali nanti misalnya untuk tempat sampah yang harus anda bawa turun,
baju basah dan lain sebagainya. Gunakan selalu kantung plastik untuk mengorganisir
barang barang didalam carrier anda (dapat dikelompokkan masing-masing pakaian,
makanan dan item lainnya), ini untuk mempermudah jika sewaktu-waktu anda ingin
memilih pakaian, makanan dsb.
Menyimpan Pakaian; Jika anda meragukan carrier yang anda gunakan kedap air atau
tidak, selalu bungkus pakaian anda didalam kantung plastik [dry-zax], gunanya agar
pakaian tidak basah dan lembab. Sebaiknya pakaian kotor dipisahkan dalam kantung
tersendiri dan tidak dicampur dengan pakaian bersih.
Menyimpan Makanan; Pada gunung-gunung tertentu (misalnya Rinjani) usahakan
makanan dibungkus dengan plastik dan ditutup rapat kemudian dimasukkan kedalam
keril, karena monyet-monyet didekat puncak / base camp terakhir suka
membongkar isi tenda untuk mencari makanan.
Menyimpan Korek Api Batangan; Simpan korek api batangan anda didalam bekas
tempat film (photo), agar korek api anda selalu kering.
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 52 -