SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 176
Downloaden Sie, um offline zu lesen
BUKU PANDUAN (DIKTAT MATERI)
           S M A G A PA L A
(PECINTA ALAM SMA NEGERI 3 SURABAYA)




              EDISI 2011
TIM PENYUSUN

1. Cak Tun (Pendiri & Angkatan 0)
2. Cak Opik (Instruktur Sangga Bhuwana)
3. Cak Aan (Angkatan II)
4. Cak Yayak/Hari (Angkatan IV)
5. Cak Qomar (Angkatan IV)
6. Cak Eko Teyeng (Angkatan VI)
7. Cak Yoyok/Cahyo (Angkatan XII)




Buku Materi Panduan ini Diterbitkan & Diedarkan Secara Terbatas untuk Kalangan
SMAGAPALA


Kritik & Saran harap dilayangkan melalui email:
carztenz@yahoo.com
atau kunjungi website:
http://www.facebook.com/groups/smagapala/




EDISI 2011




 DILARANG KERAS MENGUTIP, MENGCOPY, DAN ATAU MENGGANDAKAN SEBAGIAN ATAU SELURUH
 BAGIAN DARI BUKU PANDUAN INI DALAM BENTUK APAPUN TANPA IZIN TERTULIS DARI SMAGAPALA




UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                                                 -2-
PENGANTAR

SALAM RIMBA,


Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya sehingga penyusunan buku
materi panduan ini dapat kami selesaikan dengan baik. Terima kasih kami ucapkan kepada
rekan-rekan semuanya yang mendukung dan memberikan sumbangan baik berupa modul
materi, kritik, komentar, dan sebagainya sehingga buku ini dapat kami susun dan
terbitkan.
Buku ini merupakan panduan materi teori dan acuan dalam pelaksanaan kegiatan latihan
maupun dasar-dasar yang diperuntukan dalam PRA-DIKLAT (Pra Pendidikan Latihan)
maupun DIKLATSAR (Pendidikan Latihan Dasar) Kepecinta-alaman SMAGAPALA (Pecinta
Alam SMA Negeri 3 Surabaya).
Materi yang terdapat di buku ini diperoleh dari berbagai sumber bacaan, artikel, majalah,
dan pengalaman para anggota senior SMAGAPALA sendiri kemudian kami kumpulkan, edit
dan tulis sedemikian rupa sehingga menjadi satu buku panduan.
Kami menyadari beberapa pokok bahasan materi dalam buku ini belum bisa diajarkan
sepenuhnya di lapangan (seperti; menyelam /diving, penelusuran gua /caving, SAR, dll)
dikarenakan saat ini terdapat keterbatasan resources dan peralatan yang dimiliki, namun
tidak menutup kemungkinan dalam perkembangannya materi tersebut akan dapat
diajarkan secara menyeluruh di lapangan.
Buku materi panduan ini diharapkan dapat menjadi landasan teori dasar-dasar ilmu
kepecinta-alaman, hutan & gunung, serta ilmu-ilmu yang berkaitan dengan kegiatan alam
bebas yang nantinya dapat dikembangkan sendiri oleh para anggota baik dengan cara
mengikuti pelatihan tambahan dari luar atau institusi/organisasi lain maupun kegiatan
kegiatan alam bebas yang menunjang berkembangnya ilmu kepecinta-alaman.
Tidak ada gading yang tak retak begitu kata pepatah, untuk itu kami yakin bahwa dalam
penulisan buku panduan ini jauh dari kata sempurna dan masih banyak kekurangan atau
kesalahan baik dalam penyajian maupun isi materinya, berangkat dari itu kami
menginginkan kritik dan saran sekaligus sumbangsih dalam perbaikan buku panduan ini
agar dapat diperbaiki kekurangan dan kelengkapan materi yang disajikan. Kritik, saran,
maupun revisinya agar dapat dilayangkan melalui email kami carztenz@yahoo.com untuk
penyempurnaan buku materi ini.
Akhir kata, kami berharap agar buku panduan ini dapat memberikan pencerahan,
manfaat, dan nilai tambah bagi seluruh anggota SMAGAPALA sebagai insan pecinta alam.


                                                                      SMAGAPALA Jaya,
                                                                           Tim Penyusun




UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                                                    -3-
KODE ETIK PEMUDA PECINTA ALAM SE-INDONESIA
Kode Etik Pecinta Alam Indonesia dicetuskan dalam kegiatan Gladian Nasional Pecinta
Alam IV yang dilaksanakan di Pulau Kahyangan dan Tana Toraja pada bulan Januari 1974.
Gladian yang diselenggarakan oleh Badan Kerja sama Club Antarmaja pencinta Alam se-
Ujung Pandang ini diikuti oleh 44 perhimpunan pecinta alam se Indonesia.
Kode etik pecinta alam Indonesia ini, sampai saat ini masih dipergunakan oleh berbagai
perkumpulan pecinta alam di seluruh Indonesia.


Bunyi dari kode etik pecinta alam Indonesia adalah sebagai berikut:
    Pecinta Alam Indonesia sadar bahwa alam beserta isinya adalah ciptaan Tuhan Yang
     Maha Esa
    Pecinta Alam Indonesia adalah bagian dari masyarakat Indonesia sadar akan tanggung
     jawab kepada Tuhan, bangsa, dan tanah air.
    Pecinta Alam Indonesia sadar bahwa pecinta alam adalah sebagian dari makhluk yang
     mencintai alam sebagai anugerah yang Mahakuasa
    Sesuai dengan hakekat di atas, kami dengan kesadaran menyatakan:
     1.   Mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa
     2.   Memelihara alam beserta isinya serta menggunakan sumber alam sesuai dengan
          kebutuhannya
     3.   Mengabdi kepada bangsa dan tanah air
     4.   Menghormati tata kehidupan yang berlaku pada masyarakat sekitar serta
          menghargai manusia dan kerabatnya
     5.   Berusaha mempererat tali persaudaraan antara pecinta alam sesuai dengan azas
          pecinta alam
     6.   Berusaha saling membantu serta menghargai dalam pelaksanaan pengabdian
          terhadap Tuhan, bangsa dan tanah air
     7.   Selesai


                                          Disyahkan bersama dalam Gladian Nasiona ke-4
                                                                  Ujung Pandang, 1974




UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                                                  -4-
TENTANG SMAGAPALA
Pada awalnya SMAGAPALA merupakan wadah bagi kelompok kecil siswa SMA Negeri 3
Surabaya yang mempunyai hobby atau pun ketertarikan yang sama terhadap kegiatan
alam bebas. Ketika itu Cak Tun, Cak Abidin, dan beberaapa siswa lainnya kemudian
mengembangkan ketertarikan dan hobinya pada kegiatan alam bebas untuk
menjadikannya dalam suatu organisasi kegiatan alam bebas dan kepecinta-alaman dan
selanjutnya menamakan diri dengan nama SMAGAPALA (Pecinta Alam SMA Negeri 3
Surabaya).
SMAGAPALA didirikan pada tanggal 5 Desember 1984, dan kemudian diresmikan pada
tanggal 18 Desember 1984. Tujuan didirikan organisasi ini adalah sebagai wadah dalam
pengembangan kegiatan alam bebas, petualangan, konservasi alam yang memiliki hakikat
sebagai insan yang mencintai alam dan sekaligus memberikan kesadaran pentingnya alam,
hutan, dan seisinya untuk terus dilestarikan bagi kelangsungan kehidupan.
SMAGAPALA mempunyai semboyan Cinta Alam dan Kasih Sayang Sesama, memberikan arti
tidak hanya pentingnya untuk mewujudkan kecintaan dan kelestarian alam tetapi juga
perlunya hubungan antar manusia yang saling mencintai dan menghargai satu dengan
lainnya.




UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                                                -5-
ANGGARAN DASAR SMAGAPALA
                                          Mukadimah

Perkembangan kegiatan pecinta-alaman di Indonesia adalah merupakan perwujudan yang
nyata dari dinamika pemuda yang sadar menghimpun dirinya dalam organisasi dan induk
  kepecinta-alaman dengan jenis dan fungsinya dengan tujuan akhir mencapai cita-cita
                       berlandaskan falsafah negara Pancasila.

    Hal ini terjadi pula di Sekolah Menengah Atas Negeri Tiga (SMAN 3) Surabaya, yang
   bertujuan membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang mampu berkarya di dalam
       pembangunan nasional dan berprestasi di bidang-bidang kepecinta-alaman.


                                            BAB I
                               Nama, Bentuk dan Sifat Organisasi

                                            Pasal 1
                                             Nama

     Organisasi ini bernama Pecinta Alam SMA Negeri 3 dan dalam pemakaiannya bisa
                           digunakan dengan nama SMAGAPALA

                                            Pasal 2
                                            Bentuk

      Organisasi ini berbentuk demokrasi yang mewadai kegiatan kepecinta-alaman di
                                lingkungan SMAN 3 Surabaya

                                            Pasal 3
                                             Sifat

   Organisasi ini bersifat terbuka untuk mengkoordinasikan dan mengembangkan segala
                 kegiatan kepecinta-alaman di lingkungan SMAN 3 Surabaya


                                            BAB II
                                     Kedudukan dan Sejarah

                                             Pasal 4
                                           Kedudukan

                         SMAGAPALA berkedudukan di SMAN 3 Surabaya

                                            Pasal 5
                                            Sejarah

SMAGAPALA didirikan tanggal 5 Desember 1984 dan diresmikan pada tanggal 18 Desember
                  1984 di Surabaya untuk jangka waktu tak terbatas


                                             BAB III
                                     Azas, Dasar dan Tujuan


UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                                                      -6-
Pasal 6
                                            Azas

                                SMAGAPALA berazaskan Pancasila

                                           Pasal 7
                                            Dasar

                          SMAGAPALA berdasarkan kepada Tri Dharma

                                           Pasal 8
                                           Tujuan

       SMAGAPALA bertujuan sebagai wadah dalam pengembangan olahraga prestasi,
     petualangan, dan konservasi dengan semboyan Cinta Alam dan Kasih Sayang Sesama


                                            BAB IV
                                 Bendera, Lambang dan Atribut

                                           Pasal 9
                                           Bendera

Bendera SMAGAPALA berwarna biru dan kuning yang di tengahnya bertuliskan SMAGAPALA
                                 berwarna merah

                                           Pasal 10
                                           Lambang

     Lambang SMAGAPALA berupa segitiga yang bergambar didalamnya dua buah tali yang
                 terikat dan lingkaran yang didalamnya terdapat tulisan

                                           Pasal 11
                                           Atribut

1.       Atribut organisasi berupa bendera, lambang, pakaian seragam, scraft orange,
         scraft merah, dan NIPA (Nomor Induk Pecinta Alam)
2.       Tata cara penempatan dan ketentuan yang tercantum pada pasal 11 ayat 1 ini
         diatur oleh pengurus SMAGAPALA


                                            BAB V
                             Ruang Lingkup, Kewajiban dan Usaha

                                           Pasal 12

                    SMAGAPALA mempunyai ruang lingkup sebagai berikut:

1.       Pengembangan keorganisasian
2.       Pembinaan anggota
3.       Sosialisasi kegiatan kepecinta-alaman
4.       Latihan kegiatan rutin



UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                                                    -7-
5.      Hal-hal yang berkaitan dengan kepecinta-alaman

                                           Pasal 13
                                     Kewajiban dan Usaha

1.      Mengkoordinasikan dan membina kegiatan kepecinta-alaman di SMAN 3 Surabaya
        dengan merencanakan pembinaan dan peningkatan prestasi kegiatan kepecinta-
        alaman tahap demi tahap
2.      Membina dan mengarahkan perkembangan siswa yang menjadi anggota
        SMAGAPALA agar nantinya dapat berprestasi di bidang kepecinta-alaman sehingga
        dapat mengharumkan nama SMAN 3 Surabaya
3.      Mengadakan kegiatan konservasi alam, ekpedisi, pendakian gunung, panjat tebing,
        dan kegiatan lainnya dalam lingkup kepecinta-alaman yang sanggup dilaksanakan
        dan tidak bertentanga dengan peraturan di SMAN 3 Surabaya
4.      Mengawasi dan ikut serta menegakkan keamanan dan keselamatan bagi seluruh
        anggota SMAGAPALA
5.      Memupuk dan membina persahabatan dan persaudaraan baik di dalam organisasi
        maupun antar organisasi lainnya
6.      Membina usaha lain yang sah dan tidak bertentangan dengan peraturan yang
        berlaku


                                          BAB VI
                                        Keanggotaan

                                          Pasal 14
                                          Anggota

1.      Anggota pecinta alam SMAGAPALA adalah siswa SMAN 3 Surabaya yang aktif belajar
        dan atau telah lulus sekolah yang sanggup memenuhi peraturan, tata tertib dan
        persyaratan yang berlaku dan ditetapkan
2.      Keanggotaan SMAGAPALA yang dimaksud dalam pasal 14 ayat 1 ini diperoleh
        dengan cara seleksi

                                          Pasal 15
                                     Hak dan Kewajiban

1.      Anggota SMAGAPALA memiliki hak:
        a.   Partisipasi
        b.   Bicara
        c.   Dipilih
        d.   Menggunakan fasilitas organisasi sesuai ketentuan
        e.   Mendapatkan pelatihan
2.      Anggota SMAGAPALA memiliki kewajiban
        a.   Menjaga nama baik organisasi
        b.   Menaati AD/ART
        c.   Aktif dalam kegiatan yang ditentukan pengurus
        d.   Menyumbangkan dan mengembangkan ilmu
        e.   Menaati peraturan yang dibuat oleh organisasi

                                           Pasal 16
                                      Jenis Keanggotaan




UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                                                  -8-
SMAGAPALA memiliki 4 (empat) jenis keanggotaan, yaitu:
      1.   Calon Anggota
      2.   Anggota Muda
      3.   Anggota Tetap
      4.   Anggota Kehormatan

                                                     Pasal 17
                                                  Sanksi – Sanksi

       Anggota SMAGAPALA dapat dikenakan sanksi apabila melanggar aturan organisasi dimana
        sanksi bisa ditentukan oleh musyawarah anggota dan pengurus. Sanksi terberat adalah
                             diberhentikannya sebagai aggota SMAGAPALA

                                                      Pasal 18
                                           Kehilangan Status Keanggotaan

      1.      Mengundurkan diri
      2.      Diberhentikan dari organisasi
      3.      Organisasi telah dibubarkan atau membubarkan diri


                                                     BAB VII
                                                    Organisasi

                                                     Pasal 19
                                                Struktur Organisasi

                                                 Pembina                                   Alumni




                                              Ketua Umum                               Instruktur




                                           Wakil Ketua Umum




            Sekretaris                                                         Bendahara




    Sie                  Sie                  Sie Pelatihan &         Divisi Hutan &           Divisi
Dokumentasi         Perlengkapan              Pengembangan               Gunung            Rock Climbing

      Keterangan:
                      Garis Kordinasi
                      Garis Komando



      UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                                                            -9-
Pasal 20
                                      Pengurus Organisasi

Pengurus SMAGAPALA terdiri dari:
1.    Ketua Umum
2.    Wakil Ketua Umum
3.    Sekretaris
4.    Bendahara
5.    Seksi atau koordinator bidang


                                           BAB VIII
                                         Musyawarah

                                           Pasal 21
                                      Musyawarah Anggota

  Musyawarah anggota merupakan kekuasaan tertinggi SMAGAPALA yang diselenggarakan
                               sekali dalam setahun

                                           Pasal 22
                                        Rapat Anggota

 Dalam rangka mengkoordinasikan kegiatan dan yang terkait maka diselenggarakan rapat
                                      anggota


                                            BAB IX
                                Sistem Pendidikan dan Pelatihan

                                            Pasal 23
                                       Sistem Pendidikan

 SMAGAPALA memiliki sistem pendidikan dan pelatihan kepecinta-alaman sebagai berikut:
1.    Pendidikan dan Pelatihan dalam ruang kelas
2.    Pendidikan dan Pelatihan praktek di luar kelas
3.    Pra-Diklat (Pra Pendidikan Latihan) untuk calon anggota
4.    DIKLATSAR (Pendidikan Latihan Dasar) kepecinta-alaman secara menyeluruh
5.    Kegiatan Ekspedisi
6.    Kenaikan scarf anggota


                                           BAB X
                              Pendanaan dan Kekayaan Organisasi

                                           Pasal 24
                                          Pendanaan

                           Pendanaan SMAGAPALA diperoleh dari
1.      Iuran anggota
2.      Bantuan dari sekolah
3.      Donatur dan atau sumbangan yang tidak mengikat



UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                                                - 10 -
4.      Sponsorship
5.      Usaha usaha lain yang sah dan yang tidak bertentangan dengan peraturan yang
        berlaku

                                            Pasal 25
                                       Kekayaan Organisasi

1.      Kekayaan SMAGAPALA adalah harta organisasi yang bersifat tetap atau tidak tetap
        yang diperoleh dari pembelian, hibah, sumbangan, dan usaha lainnya yang sah
2.      Kekayaan SMAGAPALA digunakan untuk pengembangan organisasi dan
        kesejahteraan anggota


                                          BAB XI
                        Perubahan Anggaran Dasar dan Ketentuan Lain

                                             Pasal 26
                                     Perubahan Anggaran Dasar

1.      Apabila dianggap perlu maka perubahan Anggaran Dasar (AD) dapat dilaksanakan
        melalui forum musyawarah besar
2.      Forum musyawarah besar yang dimaksud pada pasal 26 ayat 1 tersebut harus
        dihadiri minimal 2/3 dari seluruh anggota aktif SMAGAPALA

                                             Pasal 27
                                          Ketentuan Lain

     Pasal – pasal dalam Anggaran Dasar ini dijabarkan lebih lanjut dalam peraturan atau
            ketentuan lain yang disepakati oleh anggota dan pengurus SMAGAPALA




UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                                                     - 11 -
BENDERA DAN LOGO SMAGAPALA

                                       BENDERA




Bendera SMAGAPALA berwarna biru-kuning-biru yang mengandung arti: keagungan,
kebesaran, dan kebanggaan.
Di tengah warna kuning bendera tertulis SMAGAPALA dengan warna merah yang
melambangkan keberanian.


                                         LOGO




Pada logo SMAGAPALA terdapat:
1.   Tiga (3) puncak gunung, artinya: puncak prestasi diraih di SMA 3 Surabaya.
2.   Arah kompas, artinya: anggota SMAGAPALA menjadi panduan dan panutan bagi orang
     lain.
3.   Dua (2) pohon kelapa disisi kanan dan kiri, artinya: anggota SMAGAPALA terdiri dari
     putra dan putri.
4.   Bunga teratai berwarna putih, artinya: sebagai pendidikan yang suci.
5.   Bingkai yang melingkar diatas bertuliskan CINTA ALAM DAN KASIH SAYANG SESAMA
     melambangkan cinta kasih dan persaudaraan di antara manusia dan sesama makhluk
     ciptaan Tuhan YME.
6.   Simpul tali yang mengikat melambangkan ikatan kuat untuk tetap setia kepada
     SMAGAPALA.
7.   Bingkai dibawah bertuliskan DIVISI PECINTA ALAM SMA NEGERI 3 SURABAYA



UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                                                  - 12 -
DAFTAR ISI
TIM PENYUSUN                                                            2
PENGANTAR                                                               3
KODE ETIK PEMUDA PECINTA ALAM SE-INDONESIA                              4
TENTANG SMAGAPALA                                                       5
ANGGARAN DASAR SMAGAPALA                                                6
BENDERA DAN LOGO SMAGAPALA                                            12
DAFTAR ISI                                                            13
BAB 1     ALAM DAN MANFAATNYA                                         18
1.1             PENGERTIAN HUTAN DAN MANFAATNYA                        18
1.2             ANATOMI HUTAN                                          19
1.3             KEHIDUPAN FLORA DAN FAUNA                              19
1.4             TIPE, STRUKTUR DAN JENIS HUTAN                         19
1.4.1           TIPE HUTAN                                             26
1.4.2           STRUKTUR HUTAN                                         26
1.4.3           MACAM HUTAN                                            26
1.5             ALAM DAN HUTAN INDONESIA                               22
1.6             SEJARAH SINGKAT PENGELOLAAN HUTAN INDONESIA            23
1.7             KERUSAKAN HUTAN INDONESIA                              23
BAB 2     PENGENALAN DASAR MOUNTAINEERING                             25
2.1             PENDAHULUAN                                            25
2.2             PERSIAPAN PENDAKIAN GUNUNG                             26
2.2.1           PENGENALAN MEDAN                                       26
2.2.2           PERSIAPAN FISIK                                        26
2.2.3           PERSIAPAN TIM                                          26
2.2.4           PERBEKALAN DAN PERALATAN                               26
2.3             LANGKAH DAN PROSEDUR PENDAKIAN                         27
2.3.1           PERSIAPAN                                              27
2.3.2           PELAKSANAAN                                            27
2.3.3           EVALUASI                                               27
2.4             FISIOLOGI TUBUH DI PEGUNUNGAN                          27
2.4.1           KONSEKUENSI PENURUNAN SUHU                             27
2.4.2           KONSEKUENSI PENURUNAN JUMLAH OKSIGEN                   27
2.4.3           KESEGARAN JASMANI                                      28
2.5             PENGETAHUAN DASAR MOUNTAINEERING                       29
2.5.1           ORIENTASI MEDAN                                        29
2.5.1.1         MENENTUKAN ARAH PERJALANAN DAN POSISI PADA PETA        29
2.5.1.2         MENGGUNAKAN KOMPAS                                     29
2.5.1.3         PETA DALAM PERJALANAN                                  29
2.5.2           MEMBACA KEADAAAN ALAM                                  30
2.5.2.1         KEADAAN UDARA                                          30
2.5.2.2         MEMBACA SANDI-SANDI YANG DITERAPKAN ATAU DISEPAKATI    30
2.6             TINGKATAN DALAM PENDAKIAN                              30
BAB 3     TALI TEMALI & SIMPUL (ROPE HANDLING & KNOTS)                33
3.1             PENDAHULUAN                                            33
3.2             SIMPUL ALPINE BUTTERFLY (KUPU-KUPU)                    34
3.3             SIMPUL BACK SPLICE (SAMBATAN BALIK)                    34
3.4             SIMPUL BOWLINE                                         35
3.5             SIMPUL CLOVE HITCH                                     35
3.6             SIMPUL CONSTRICTOR                                     36



UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                                    - 13 -
3.7             SIMPUL FIGURE OF EIGHT & DOUBLE FIGURE OF EIGHT    36
3.8             SIMPUL DOUBLE FISHERMAN                            37
3.9             SIMPUL DOUBLE OVERHAND                             37
3.10            SIMPUL SHEET BEND (ANYAM GANDA)                    38
3.11            SIMPUL EYE SPLICE                                  38
3.12            SIMPUL HUNTER’S BEND                               39
3.13            SIMPUL MUNTER / ITALIAN HITCH                      39
3.14            SIMPUL OVERHAND                                    40
3.15            SIMPUL PRUSIK                                      40
3.16            SIMPUL REEF                                        41
3.17            SIMPUL ROLLING HITCH                               41
3.18            SIMPUL ROUND TURN & TWO HALF HITCHES               42
3.19            SIMPUL SHEEPSHANK                                  42
3.20            SIMPUL SHEET BEND                                  43
3.21            SIMPUL SHORT SPLICE                                43
3.22            SIMPUL WHIPPING                                    44
3.23            SIMPUL SURGEON                                     44
3.24            SIMPUL TAPE / WEBBING                              45
3.21            SIMPUL TRUCKER’S HITCH                             45
BAB 4     PERENCANAAN PERJALANAN DI ALAM BEBAS                    47
4.1             PERENCANAAN DAN PERSIAPAN                          47
4.1.1           TUJUAN                                             47
4.1.2           WAKTU                                              47
4.1.3           PERSERTA                                           47
4.1.4           ANGGARAN                                           47
4.1.5           PERIJINAN                                          48
4.1.6           PEMBUKUAN PERJALANAN                               48
4.1.7           PUBLIKASI DAN SPONSOR                              48
4.1.8           SURVEY                                             48
4.1.9           PERENCANAAN DI LAPANGAN                            48
4.1.10          BRIEFING                                           48
4.1.11          CHECK KESEHATAN                                    49
4.1.12          PELAKSANAAN DI LAPANGAN                            49
4.1.13          SETELAH PERJALANAN                                 49
4.2             PERLENGKAPAN DAN PERBEKALAN                        49
4.3             PERLENGKAPAN DASAR                                 49
4.3.1           SEPATU                                             49
4.3.2           KAOS KAKI                                          50
4.3.3           CELANA                                             50
4.3.4           BAJU                                               50
4.3.5           RANSEL / BACKPACK / CARRIER                        50
4.3.6           PERALATAN NAVIGASI                                 50
4.3.7           OBAT-OBATAN DAN SURVIVAL KITS                      50
4.3.8           LAMPU SENTER & LENTERA                             50
4.3.9           PERLENGKAPAN MASAK                                 50
4.3.10          PERLENGKAPAN TIDUR                                 50
4.3.11          TOPI ATAU TUTUP KEPALA                             51
4.3.12          SYAL/SLAYER, SARUNG TANGAN, IKAT PINGGANG          51
4.4             PACKING (TEKNIK PENGEPAKAN)                        51
4.5             MEMILIH DAN MENEMPATKAN BARANG                     52
BAB 5     KEORGANISASIAN                                          54
5.1             PENDAHULUAN                                        54
5.2             TIPE-TIPE ORGANISASI                               55
5.2.1           ORGANISASI LINI (GARIS)                            55
5.2.2           ORGANISASI LINI DAN STAF                           55
5.2.3           ORGANISASI FUNGSIONAL                              55
5.2.4           ORGANISASI PANITIA                                 55
5.3             PENGELOLAAN ORGANISASI                             55


UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                                - 14 -
5.3.1           DASAR-DASAR PENGELOLAAN ORGANISASI             55
5.3.2           PEMBUATAN PROPOSAL                             55
5.3.3           PENJADWALAN KEGIATAN                           56
5.3.4           PEMBUATAN LAPORAN KEGIATAN                     56
5.4             RAPAT DAN DISKUSI                              56
5.4.1           PENYAMPAIAN PENDAPAT                           57
5.4.2           MEMIMPIN FORUM DISKUSI                         57
5.4.3           ETIKA RAPAT DAN DISKUSI                        57
5.4.4           PROSEDUR RAPAT                                 58
5.4.5           TEKNIK RAPAT DAN PROSES RAPAT BERJALAN         58
5.5             TEKNIK PENGUASAAN LAPANGAN DALAM ORGANISASI    58
5.5.1           PERSIAPAN FISIK                                59
5.5.2           PENGENDALIAN MASSA DALAM ORGANISASI            59
5.6             KEORGANISASIAN DALAM SMAGAPALA                 59
5.6.1           AD/ART SMAGAPALA                               60
5.6.2           KONVENSI (PERATURAN TIDAK TERTULIS)            60
5.6.3           STRUKTUR ORGANISASI DAN MEKANISME KERJA        60
BAB 6     PENGENALAN DASAR NAVIGASI DARAT                     62
6.1             PENDAHULUAN                                    62
6.2             PETA TOPOGRAFI                                 62
6.3             KORDINAT                                       63
6.4             ANALISA PETA                                   64
6.5             KOMPAS                                         64
6.6             ORIENTASI PETA                                 65
6.7             GARIS KONTUR DAN GARIS KETINGGIAN              66
6.8             TITIK TRIANGULASI                              67
6.9             RESECTION                                      67
6.10            INTERSECTION                                   68
6.11            AZIMUTH – BACK AZIMUTH                         66
6.12            SIMBOL-SIMBOL UMUM (LEGENDA) PETA              69
6.13            MERENCANAKAN JALUR LINTASAN                    70
6.14            PENAMPANG LINTASASAN                           71
6.15            PEMAHAMAN PETA TOPOGRAFI                       72
6.15.1          MEMBACA GARIS KONTURI                          72
6.15.2          MENGHITUNG INTERVAL KONTUR                     72
6.15.3          UTARA PETA                                     72
6.15.4          MENGENAL TANDA MEDAN                           72
6.15.5          MENGGUNAKAN PETA                               73
6.15.6          MEMAHAMI CARA PLOTTING DI PETA                 73
6.15.7          MEMBACA KORDINAT                               74
6.15.8          SUDUT PETA                                     74
6.15.9          TEKNIK MEMBACA PETA                            74
BAB 7     SURVIVAL                                            78
7.1             PENDAHULUAN                                    78
7.2             KONDISI DAN KEADAAN SUATU SURVIVAL             78
7.3             HAL-HAL YANG HARUS DIMILIKI SURVIVOR           79
7.4             BAHAYA-BAHAYA DALAM SURVIVAL                   80
7.5             PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN DALAM SURVIVAL    81
7.5.1           CARA MEMBUAT BIVOUAC/SHELTER                   81
7.5.2           MENGATASI GANGGUAN BINATANG                    84
7.5.3           MEMBACA JEJAK                                  84
7.5.4           KEBUTUHAN DALAM SURVIVAL                       84
7.5.5           MEMASANG PERANGKAP (TRAP)                      89
BAB 8     PERTOLONGAN PERTAMA PADA GAWAT DARURAT (PPGD)       98
8.1             LATAR BELAKANG                                 98
8.2             ALOGARITHMA DASAR PPGD                         98
8.3             NAFAS BANTUAN                                 104



UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                            - 15 -
8.4             NAFAS BUATAN                          105
8.5             PIJAT JANTUNG                         105
BAB 9     PENGENALAN DASAR ROCK CLIMBING              107
9.1             PENDAHULUAN                           107
9.2             SEJARAH ROCK CLIMBING                 107
9.3             PERLENGKAPAN ROCK CLIMBING            107
9.4             PENGGUNAAN DAN PERAWATAN ALAT         123
9.5             KOMPONEN DASAR PANJAT TEBING          125
9.6             PROSEDUR PEMANJATAN                   126
9.7             STYLE / TIPE PEMANJATAN               127
9.8             TEKNIK DASAR PEMANJATAN               127
9.9             PERAWATAN PERALATAN ROCK CLIMBING     136
BAB 10 PENGENALAN SAR (SEARCH & RESCUE)               139
10.1            PENGERTIAN SAR                        139
10.2            SISTEM SAR                            139
10.3            POLA-POLA PENCARIAN                   140
BAB 11 PENGENALAN DASAR ARUNG JERAM (RAFTING)         142
11.1            PENDAHULUAN                           142
11.2            PERALATAN DAN PERLENGKAPAN            142
11.3            SUNGAI                                144
11.4            PENGETAHUAN DASAR BERARUNG-JERAM      148
BAB 12 PENGENALAN DASAR MENYELAM (DIVING)             153
12.1            PENDAHULUAN                           153
12.2            STANDAR JENJANG OLAHRAGA PENYELAMAN   154
12.3            PENGETAHUAN DASAR PENYELAMAN          140
BAB 13 PENGENALAN DASAR PENELUSURAN GUA (CAVING)      166
13.1            DEFINISI TELUSUR GUA                  166
13.2            SEJARAH PENELUSURAN GUA               166
13.3            TERJADINYA GUA DAN JENISNYA           167
13.4            ETIKA DALAM PENELUSURAN GUA           169
13.5            TEKNIK DALAM PENELUSURAN GUA          169
DAFTAR PUSTAKA                                        176




UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                    - 16 -
Tidak terlalu sulit untuk mengerti, mengapa sepanjang jaman orang yang mencari arti hidup
                               mencoba hidup sedekat mungkin dengan alam. -Henry J. M. Nouwen-




 Apa yang saya saksikan di Alam adalah sebuah tatanan agung yang tidak dapat kita pahami dengan
     sangat tidak menyeluruh, dan hal itu sudah semestinya menjadikan seseorang yang senantiasa
                                      berpikir dilingkupi perasaan “rendah hati”. -Albert Einstein-




       Alam bukan untuk ditaklukkan, tapi kita yang harus bisa menaklukkan ketakutan, kengerian,
                                kegamangan untuk mempelejari sifat-sifat alam. –Norman Edwin-




UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                                                             - 17 -
BAB 1           ALAM DAN MANFAATNYA


1.1        Pengertian Hutan dan Manfaatnya

                                                Hutan merupakan persekutuan hidup
                                                (ekosistem) yang didalamnya terdapat
                                                interaksi antara faktor hidup (biotik) yang
                                                terdiri atas tumbuhan (flora) dan hewan
                                                (fauna) dengan faktor lingkungan abiotik
                                                (tanah, air, udara, cahaya matahari.
                                                Belantara rimba memberikan kenyamanan
                                                bagi kehidupan berbagai jenis makhluk
                                                hidup, khususnya hutan tropik di sepanjang
                                                garis khatulistiwa. Hutan tropic memiliki
                                                sistem pengaturan udara yang canggih
                                                sehingga suasananya akan menjadi hangat
                                                dan lembab setiap saat, dan secara umum
                                                hutan memberikan manfaat sbb:




     Penghasil oksigen terbesar; yaitu didapat karena terdiri dari tumbuhan yang
      melakukan proses fotosintesis yang memberi manfaat pada tumbuhan itu sendiri dan
      manusia disekitarnya.

     Pengendali fungsi hidrologi; hutan mempunyai fungsi penting dalam mengatur
      besarnya air permukaan. Dengan adanya resapan di lantai hutan, tanah menjadi
      gembur dan air hujan dapat mudah meresap ke dalam tanah disbanding dengan tanah
      yang tidak tertutup hutan. Air larian berkurang sehingga mengurangi resiko banjir.
      Fungsi perlindungan tanah dari erosi sebenarnya bukan dilakukan oleh pohon
      melainkan ekosistem yang ada dibawahnya.

     Penyimpan plasma nuftah atau bank gen; didalam hutan Indonesia terdapat sekitar
      25.000 jenis fauna dan 400.000 jenis flora. Hal ini jelas bahwa peran hutan sebagai
      tempat hidup (habitat) bagi ratusan ribu flora dan faunanya sangatlah besar. Dapat
      kita bayangkan apabilasatu jenis flora saja yang punah, maka beberapa fauna yang
      tergantung padanya akan turut punah juga.

     Pengendali iklim; selain penghasil oksigen, hutan merupakan penyeimbang kadar CO2
      dari hasil respirasi. Pemanasan global saat ini merupakan adanya peningkatan kadar
      CO2. Hutan menyediakan O2 sebagai penyeimbangnya sehingga pemanasan bumi
      dapat dikurangi.

     Produk hutan yang dapat dimanfaatkan; mulai dari kebutuhan yang sangat sederhana
      yaitu baker sampai dengan produk yang mempunyai nilai ekonomi tinggi seperti hasil
      kayu rotan, jati, ramin, tengkawang, dan cendana. Akan tetapi eksploitasi kayu hutan




UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                                                     - 18 -
secara besar-besaran atau deforestasi dan merusak lingkungan akan mengakibatkan
      bencana di alam bumi.



1.2         Anatomi Hutan

                                                      Hutan tersusun dari beberapa
                                                      lapisan      horizontal,     yang
                                                      berdasarkan atas tinggi rendahnya
                                                      pohon yang bergantung pada umur
                                                      dan      jenis      masing-masing
                                                      tumbuhan:

                                                         Lapisan A, tingginya 35-42 m
                                                          dan kadang-kadang diselingi
                                                          oleh      pohon-pohon     yang
                                                          mencapai 80m, disebut lapisan
                                                          penembus (emergent) dengan
                                                          ciri khas yang mempunyai tajuk
                                                          berbentuk payung.

     Lapisan B, tingginya rata-rata 20 m, bertajuk lebat dan kurang lebar namun lebih
      rapat daripada lapisan A.

     Lapisan C, tingginya 4-15 m, memiliki dahan, ranting, dan daun yang lebih lebat
      daripada lapisan A dan B.

     Lapisan D, tingginya rata-rata 1 m, merupakan lapisan semak dan anakan pohon



1.3         Kehidupan Flora dan Fauna

Flora (tumbuhan) dipandang sebagai tulang punggung ekosistem hutan dan digolongkan
menjadi dua, yaitu tumbuhan yang mampu mendapatkan energi matahari tanpa bantuan
tumbuhan lain dan tumbuhan yang secara mekanis membutuhkan topangan dari tumbuhan
lain untuk mendapatkan energi matahari.

Setiap tumbuhan yang hidup dalam suatu kawasan hutan saling berhubungan erat dan
harmonis dengan tumbuhan yang lain. Pohon-pohon besar atau raksasa melindungi
tumbuhan dibawahnya yang tidak tahan terhadap matahari. Tumbuhan dibawahnya
tersebut adalah cendawan dan tumbuhan pengurai memanfaatkan sisa-sisa tanaman yang
mati untuk hidupnya dan menjadikan humus serta zat-zat anorganik yang kemudian
bermanfaat tumbuhan besar dan atau lainnya sehingga suatu lingkaran kehidupan.

Beberapa satwa memiliki habitat yang terbatas, beberapa satwa yang lain memilik habitat
yang sangat luas seperti burung yang mampu berpindah tempat sampai ribuan kilometre.
Satwa-satwa tersebut mempunyai peranan yang penting dalam membantu penyebaran
geografis tumbuhan dan memperlancar peredaran unsur hara dalam ekosistem.



1.4         Tipe, Struktur dan Jenis Hutan


UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                                                   - 19 -
Variasi hutan cukup banyak, sesuai dengan faktor-faktor yang dimilikinya terutama iklim,
ketinggian, dan jenis tananhnya.

1.4.1       Tipe Hutan

Pada tempat yang memiliki perbedaan bulan kering dan bulan basah cukup menyolok
seperti di Jawa Tengah, Jawa Timur dan kepulauan Nusa Tenggara, terdapat hutan/pohon
yang daunnya di musim kemarau. Tipe hutan ini disebut DECIDEOUS.

Sedangkan kebalikannya adalah hutan yang sepanjang tahun selalu kelihatan hijau
(evergreen) yang banyak dijumpai di daerah yang curah hujannya cukup tinggi. Hutan
seperti ini termasuk tipe hutan Tropik cukup tinggi, tipe hutan seperti ini termasuk hutan
TROPIK.

1.4.2       Struktur Hutan

Struktur hutan menurut terjadinya dibedakan atas:

         Hutan Primer, disebut juga hutan inti. Hutan ini tidak dapat berdiri sendiri tetapi
          selalu dikelilingi pelindungnya. Adapun ciri-cirinya antara lain, memiliki kerapatan
          tumbuhan yang relative tinggi, bentuk fisik tumbuhannya didominasi oleh
          pepohonan yang besar dan tinggi, tingkat kerusakannya oleh manusia sangat kecil
          dan terbentuk secara alami.

         Hutan Sekunder, atau hutan penyangga, mempunyai ciri-ciri antara lain kerapatan
          pohonnya relative rendah, di dominasi oleh tumbuhan yang relatif muda umurnya,
          tingkat kerusakan non alamiah cukup besar dan dapat terbentuk secara alamiah
          maupun buatan.

1.4.3       Macam Hutan

Macam hutan berdasarkan fungsinya dapat dibedakan menjadi:

         Hutan Lindung, yaitu kawasan hutan yang khas keadaan sifat alaminya
          diperuntukkan guna mengatur tata air, mencegah bencana banjir dan erosi serta
          pemeliharaan kesuburan tanah. Apabila hutan ini terganggu maka akan kehilangan
          fungsinya sebagai pelindung bahkan akn menimbulkan bencana alam seperti banjir
          dan erosi.

         Hutan Produksi, yaitu kawasan hutan yang memiliki produksi hutan untuk
          memenuhi keperluan masyarakat umumnya dan khususnya untuk pembangunan,
          industri dan keperluan ekspor.

         Hutan Suaka Alam, yaitu kawasan hutan yang sifatnya khas diperuntukkan secara
          khusus untuk perlindungan alam hayati dan manfaat-manfaat lainnya. Hutan suaka
          alam terbagi atas CAGAR ALAM yang berhubungan dengan keadaan alaminya yang
          khusus termasuk hewani dan nabati, serta SUAKA MARGASATWA yang ditetapkan
          sebagai tempat hidup margasatwa yang mempunyai nilai khas bagi ilmu
          pengetahuan dan kebudayaan.

         Hutan Wisata, yaitu kawasan hutan yang diperuntukkan ecara khusus untuk dibina
          dan dipelihara guna kepentingan pariwisata, terbagi atas TAMAN WISATA yang
          mempunyai keindahan alam nabati, hewani maupun keindahan alamnya sendiri
          yang mempunyai corak khas untuk dimanfaatkan bagi kepentingan rekreasi , serta


UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                                                         - 20 -
TAMAN BURU yang didalamnya terdapat satwa buru yang memungkinkan
          diselenggarakan perburuan dengan teratur, teroganisir yang baik untuk
          kepentingan rekreasi.

Macam hutan berdasarkan letak geogrfisnya dibedakan atas:

         Hutan Tropik, termasuk hutan Indonesia memiliki lapisan horizontal hutan

         Hutan Sub-Tropik, ditandai dengan hutan peluruh karena pengaruh empat musim
          maka pada musim gugur tampak daunnya berguguran.

         Hutan Runjung, di daerah mendekati mendekati kutub bumi, ditandai dengan
          tumbuhan Coniferae seperti tusam dan eru.

         Hutan Rumput Tundra, di daerah kutub bumi yang selalu diliputi salju, hanya
          mampu ditumbuhi lumut daun, lumut kerak dan tundra.

Menurut iklim dan keadaan alam temperaturnya, hutan-hutan di Indonesia dapat
dibedakan menjadi:

         Hutan Tropik, terdapat di daerah-daerah yang mempunyai curah hujan dan
          temperatur udara yang tinggi di sepanjang tahun. Hutan tropic umumnya lebat,
          pohonnya relatif tinggi dan banyak jenisnya. Makin tinggi letaknya dari permukaan
          laut, jenis pohon besarnya makin berkurang, sedangkan pakis dan palem makin
          banyak.

         Hutan Musim, dipengaruhi iklim musim, jenis tumbuhannya tidak sebanyak hutan
          tropik, kelebatannya juga berkurang. Pada musim kemarau tumbuh-tumbuhan
          meranggas, sebaliknya pada musim hujan berdaun lebat, misalnya hutan jati.

         Sabana dan Stepa, didaerah yang curah hujannya rendah (daerah kering seperti
          Nusa Tenggara) pohon-pohonnya semakin berkurang. Yang ada daerah padang
          rumput hijau diselingi rumput kering, ilalang atau sabana. Daerah ini cocok untuk
          peternakan luas.

         Hutan Bakau (Mangrove) terdapat di daerah pantai terbentuk karena pengaruh
          pasang surut air laut dan berkembang di daerah berlumpur maka Rhizopora,
          Avicennia, Sonneratia, Ceriops, Xylocarpus dan Lumnitzera banyak kita jumpai.
          Indonesia merupakan tempat komunitas bakau terbaik dan terluas didunia lebih
          kurang 3,7 juta ha atau 21,8 dari luas bakau di dunia (17 juta ha).
          Luas hutan bakau Indonesia terdiri atas propinsi Papua (35%), Kalimantan Timur
          (20,6%), Sumatra Selatan (9,6%), dan propinsi lainnya kurang dari (6%).

Menurut jenis tumbuhannya, hutan dapat dibedakan 2 jenis:

         Hutan Homogen, sesuai namanya hanya ada satu jenis tumbuhan, misalnya hutan
          jati, hutan pinus.

         Hutan Heterogen, terdiri dari berbagai macam jenis tumbuhan atau pohon. Pada
          umumnya hutan alam Indonesia adalah hutan heterogen.




UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                                                      - 21 -
1.5         Alam dan Hutan Indonesia


                                          Seiring dengan semakin menguatnya kesadaran
                                          akan perubahan iklim, keberadaan hutan
                                          menjadi semakin sering diperbincangkan.
                                          Perubahan iklim yang disebabkan efek gas
                                          rumah kaca berdasarkan banyak kajian dan
                                          analisa memberikan ancaman masa depan yang
                                          suram bagi bumi dan kehidupan manusia.

                                          Ancaman ketahanan pangan, penyebaran
                                          penyakit malaria, tenggelamnya banyak daerah
                                          pesisir dan bahaya kekeringan membuat dunia
                                          saat ini mulai merancang-rancang dan mencari
                                          cara untuk mengurangi efek rumah kaca
                                          tersebut.


Secara alami gas rumah kaca telah eksis di atmosfer. Keberadaan gas-gas seperti CO2,
Methana, N2O, Ozon, uap air dan lainnya secara alami justru menguntungkan kehidupan
manusia. Panas dari matahari yang diperangkap oleh gas-gas tersebut mampu membuat
bumi menjadi hangat hingga cukup nyaman untuk ditinggali. Tanpa keberadaan gas-gas
tersebut bumi diperkirakan lebih dingin 330 C.

Namun semuanya menjadi berbeda ketika aktivitas manusia menyebabkan konsentrasi
gas-gas tersebut semakin pekat. Pembakaran bahan bakar fosil, kegiatan industri yang
massif, produksi BBM di kilang-kilang, pembakaran hutan dan sebagainya telah
menyebakan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer semakin tinggi, terutama CO2.
Menurut IPCC konsentrasi karbondioksida di atmosfer saat ini, menurut pengukuran pada
udara yang terperangkap pada inti es, jauh lebih besar dibandingkan dengan 650.000
tahun terakhir.

Disini kemudian peran hutan menjadi salah satu isu sentral dalam upaya mereduksi
konsentrasi gas karbondioksida di atmosfer. Tegakan hutan dan tumbuhan hijau lainnya
menyerap CO2 dari atmosfer pada masa pertumbuhannya melalui proses fotosintesis. Ini
akan membantu mengurangi konsentrasi karbondioksida di udara dan berdampak pula
pada pengurangan efek rumah kaca. Selama tegakan hutan mengalami pertumbuhan
berarti proses penyerapan karbondioksida akan terus berlangsung, model seperti ini sering
disebut juga sebagai carbon sink. Jumlah karbondioksida yang mampu diserap oleh
tegakan hutan akan dipengaruhi oleh kondisi tempat tumbuh hutan tersebut seperti iklim,
topografi dan kondisi tanah. Selain itu karakter pohon yang tumbuh dan pola manajemen
pengelolaan hutanpun akan mempengaruhi tingkat penyerapan karbondioksida.

Indonesia adalah salah satu pemilik kawasan hutan tropis utama di dunia. Sehingga
semestinya Indonesia dapat berkontribusi dalam mengurangi konsentrasi gas rumah kaca,
terutama karbondioksida. Namun semua menjadi kurang meyakinkan ketika melihat
bagaimana hutan Indonesia dikelola.




UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                                                    - 22 -
1.6         Sejarah Singkat Pengelolaan Hutan Indonesia

Pengelolaan hutan di Indonesia mulai memasuki masa ekploitasi sistematis pada zaman
orde baru. Target utama dari pengelolaan pada masa awal-awal orde baru adalah untuk
pemulihan ekonomi. Sehingga pola-pola sustainable management tidak menjadi perhatian
saat itu. Sektor kehutanan diharapkan pada saat itu karena sektor-sektor lain tidak
mampu memberikan kontribusi yang memuaskan. Sektor industri sulit berkembang
disebabkan sejak pertengahan 1965 hingga awal 1966 terjadi hiperinflasi. Begitu juga
sektor perkebunan, tingkat produksi dan investasi di berbagai komoditas utama seperti
kopra, teh, karet dan kopi merosot sejak 1950. Pada tahun 1965 defisit anggaran belanja
mencapai 248 juta dollar. Tahun berikutnya defisit mencapai dua kali lipatnya.

Menghadapi hal ini pemerintahan Orde Baru menjadikan pemulihan ekonomi sebagai
program utama, dimana peningkatan produksi pangan dan sektor industri terutama
sandang dan pengelohan sumber daya alam (pertambangan dan hasil hutan). Pada fase-
fase awal ini dimulai berbagai kebijakan yang mendukung program tersebut, pada sektor
pertanian misalnya seiring dengan revolusi hijau dimulailah era penggunaan pupuk
anorganik dan alam mekanisasi pertanian.

Sejak diberlakukannya UU Pokok Kehutanan tahun 1967 permintaan untuk mendapatkan
HPH meningkat pesat. Hingga menjelang 1970 jumlah pemegang HPH tercatat 64
perusahaan dengan meliputi luasan 8 juta hektar. Hingga sekarang dengan dikeluarkannya
UU No. 41 tahun 1999 pengusahaan hutan oleh investor perorangan dan badan usaha tetap
berlaku. Kalau dulu dikenal dengan HPH (Hak Pengusahaan Hutan) sekarang disebut
sebagai Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu.



1.7       Kerusakan Hutan Indonesia

Berdasarkan data-data dari berbagai pihak yang berkompeten, diketahui hutan Indonesia
mengalami kerusakan yang cukup mengkhawatirkan. Kerusakan itu diakibatkan oleh laju
deforestasi yang tinggi. Tahun 1997 saja menurut World Resource Institute sebagaimana
yang dikutip Walhi, Indonesia telah kehilangan hutan aslinya seluas 72 persen. Laju
kerusakan hutan pada periode 1985-1997 sebesar 1,6 juta hektar pertahun, dan pada
periode 1997-2000 laju kerusakan hutan sebesar 3,8 juta hektar pertahun.

Apa penyebab utamanya? Beberapa faktor dapat dapat diklasifikasikan sebagai penyebab
utama yaitu penebangan oleh HPH (legal dan illegal), konversi ke lahan perkebunan
(terutama sawit), kebakaran hutan serta proyek transmigrasi. Beberapa pihak
menyertakan peladang berpindah sebagai salah satu penyebab kerusakan hutan. Namun
berbagai pihak pula terutama kalangan akademisi dan NGO menyangkal hal ini, karena
kemampuan yang dimiliki oleh para peladang berpindah baik potensi SDM yang sedikit
maupun peralatan yang digunakan mustahil mampu melakukan kerusakan hutan yang
demikian luas.

Penebangan yang dilakukan oleh HPH banyak disorot oleh berbagai kalangan sebagai
penyebab paling utama kerusakan hutan. Ini tidak mengherankan karena beberapa HPH
besar memegang konsesi yang sangat besar, sampai tiga juta hektar lebih. Memang
pemerintah telah menetapkan berbagai sistem penebangan dan silvikultur yang harus
diadopsi oleh pemegang HPH yang diharapkan mampu mengendalikan deforestasi dan
memperbaiki hutan seperti sistem Tebang Pilih Indonesia (TPI) dan Tebang Pilih Tanam
Indonesia (TPTI). Namun dalam prakteknya banyak operator HPH yang tidak



UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                                                  - 23 -
mempedulikan sistem tersebut. Tebang Pilih yang menetapkan seleksi terhadap pohon
yang akan ditebang yaitu yang berdiameter 50 cm keatas, sering tidak diindahkan. Banyak
kayu-kayu yang berdiameter 30-an cm bahkan lebih kecil juga ditebang. Belum lagi
perilaku HPH yang menebang pohon pada zona terlarang seperti sempadan sungai dan
lereng bukit. Pemegang HPH juga sering abai terhadap kewajiban mereka untuk
melakukan penanaman kemabli di area/blok bekas tebangan. Luas konsesi yang
sedemikian besar menyebabkan ketiadaan fungsi kontrol dari pemerintah yang selalu
dirundung keterbatasan sumber daya manusia dan peralatan. Atas hal inilah, menurut
Lembaga Alam Tropika Indonesia (LATIN), pada tahun 1985 Bank Dunia menyebutkan ”
dalam 40 tahun Indonesia akan menjadi tandus. Faktor penyebabnya praktek penebangan
kayu (logging) tanpa perhatian.
Selain kegiatan logging oleh HPH, konversi hutan menjadi lahan perkebunan, terutama
sawit, juga memberikan andil yang tidak sedikit bagi kerusakan hutan. Pada data tahun
1998 saja menurut Paul K. Gelen, sebagaimana yang dikutip LATIN, telah terjadi konversi
lahan hutan alam yang dicadangkan untuk hutan produksi ke perkebunan sawit seluas
2.721.428 Hektar dan telah disetujui untuk dikonversi berikutnya seluas 3.504.084 hektar.
Kecenderungan konversi ini dari tahun ke tahun semakin meningkat, mengingat harga
produk sawit seperti crude palm oil (CPO) juga cenderung terus naik dari tahun ke tahun.
Bukan cuma lahan hutan, bahkan banyak lahan persawahan pun terutama di Sumatera dan
Kalimantan juga dialihfungsikan menjadi lahan perkebunan sawit. Selain pengaruh
langsung dari konversi lahan hutan, perkebunan sawit ditengarai juga berperan bagi
kebakaran hutan besar-besaran yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan. Memang harus
dicatat kebakaran hutan bukan hanya disebabkan oleh pengusaha perkebunan kelapa
sawit, land clearing dengan metode bakar yang dilakukan oleh pengusaha HTI juga
memberikan sumbangan bagi luasnya lahan hutan yang terbakar. Kebakaran hutan hebat
yang terjadi 1997 telah mengakibatkan hutan terbakar seluas 102.431,36 hektar di pulau
Sumatera. Pada dekade sebelumnya di Kalimantan kebakaran hebat terjadi tahun 1982/83
dimana diperkirakan tidak kurang dari 3,5 juta hektar hutan Kalimantan Timur habis
terbakar.




UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                                                    - 24 -
BAB 2               PENGENALAN DASAR MOUNTAINEERING

2.1         Pendahuluan

Bagi orang awam, kegiatan petualangan seperti mendaki gunung selalu mengundang
pertanyaan klise “mau apa sih kesana?” atau pertanyaan lainnya “memang ada apa sih di
gunung?” Pertanyaan sederhana tapi sering membuat bingung yang ditanya atau bahkan
mengundang rasa kesal. George F. Mallory, seorang pendaki Inggris menjawab pertanyaan
tersebut “because it is there”. Mallory bersama rekannya menghilang di Everest tahun
1924. Soe Hook Gie (Mapala UI) menulis dalam puisi “Aku Cinta Pangarango; karena aku
mencintai kebenaran hidup”, tetapi dalam perjalanan hidupnya dia tewas tercekik gas
beracun di puncak Mahameru pada tanggal 16 Desember 1969.




Mountaineering, berasal dari kata ‘mountain’ yang berarti gunung. Mountaineering adalah
kegiatan mendaki gunung yang terdiri dari tiga

1.    Hill Walking. Merupakan perjalanan pendakian bukit-bukit yang landai, tidak
      mempergunakan peralatan dan teknis pendakian.
2.    Scrambling, Merupakan pendakian pada tebing batu yang tidak terlalu terjal, tangan
      hanya digunakan sebagai keseimbangan.
3.    Climbing, adalah:
      a. Rock climbing, yaitu pendakian dan atau pemanjatan pada tebing batu
      b. Ice & Snow climbing, yaitu merupakan pendakian pada es dan salju

Dalam mountaineering atau kegiatan pendakian gunung terdapat 2 (dua) tipe atau sistem
pendakian yaitu:

1.    Himalayan Style adalah system pendakian dengan rute yang panjang, biasanya
      pendaki terdiri dari beberapa kelompok, dalam sistem ini apabila hanya terdapat satu
      atau beberapa orang saja yang berhasil mencapai puncak maka sudah dianggap
      mewakili peserta pendaki yang lain atau dinyatakan bahwa pendakian ekspedisinya
      berhasil. Sistem ini biasanya digunakan untuk ekspedisi atau suatu misi tertentu,
      seperti pengibaran bendera merah putih di puncak himalaya,dsb.
2.    Alpine Style adalah sistem pendakian dianggap berhasil apabila seluruh peserta
      anggota mencapai puncak gunung. Sistem ini dlakukan biasanya untuk kegiatan
      kenaikan tingkat bagi anggota baru, yang mensyaratkan tiap anggota apabila telah
      mencapai puncak maka bisa dinaikan tingkat keanggotaannya.




UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                                                     - 25 -
2.2         Persiapan Pendakian Gunung

Mendaki gunung diperlukan persiapan yang cukup. Seringkali kegiatan latihan fisik tidak
disiapkan dengan baik. Dalam mendaki gunung ditentukan oleh faktor ekstern dan
intern. Kebugaran fisik mutlak diperlukan. Pendaki gunung legendaris asal Inggris, Sir
George Leigh Mallory, kerap menjawab pendek pertanyaan mengapa ia begitu “tergila-
gila” naik gunung. “Because it is there,” ujarnya. Jawaban itu menggambarkan betapa
luas pengalamannya mendaki gunung dan bertualang.

Bila pendaki tidak mempersiapkan pendakian, maka dia hanya memperbesar bahaya
subyektif. Misalnya, bahaya kedinginan karena pendaki tidak membawa jaket tebal atau
tenda untuk melawan dinginnya udara dan kencangnya angin. Tidak bisa ditawar,
mendaki gunung adalah kegiatan fisik berat. Karena itu, kebugaran fisik adalah hal
mutlak. Untuk berjalan dan menarik badan dari rintangan dahan atau batu, otot kaki
dan tangan harus kuat. Untuk menahan beban ransel, otot bahu harus kuat. Daya tahan
(endurance) amat diperlukan karena dibutuhkan perjalanan berjam-jam hingga
hitungan hari untuk bisa tiba di puncak. Bila tidak biasa berolahraga, calon pendaki
sebaiknya melakukan jogging dua atau tiga kali seminggu, dilakukan dua hingga tiga
minggu sebelum pendakian.

2.2.1       Pengenalan Medan

Untuk menguasai medan dan memperhitungkan bahaya obyek seorang pendaki harus
menguasai menguasai pengetahuan medan, yaitu membaca peta, menggunakan kompas
serta altimeter. Mengetahui perubahan cuaca atau iklim. Cara lain untuk mengetahui
medan yang akan dihadapi adalah dengan bertanya dengan orang-orang yang pernah
mendaki gunungtersebut. Tetapi cara yang terbaik adalah mengikut sertakan orang
yang pernah mendaki gunung tersebut bersama kita.

2.2.2       Persiapan Fisik

Persiapan fisik bagi pendaki gunung terutama mencakup persiapan olahraga fisik
termasuk lari, senam aerobik dan kekuatan kelenturan otot. Kesegaran jasmani akan
mempengaruhi transport oksigen melelui peredaran darah ke otot-otot badan, dan ini
penting karena semakin tinggi suatu daerah semakin rendah kadar oksigennya.

2.2.3       Persiapan Tim

Menentukan anggota tim dan membagi tugas serta mengelompokkannya dan
merencanakan semua yang berkaitan dengan pendakian.

2.2.4       Perbekalan dan Peralatan

Persiapan perlengkapan merupakan awal pendakian gunung itu sendiri. Perlengkapan
mendaki gunung umumnya mahal, tetapi ini wajar karena ini merupakan pelindung
keselamatan pendaki itu sendiri. Namun perlengkapan tersebut tidak sepenuhnya mahal
dan harus kita beli, karena kita bisa menyiasatinya dengan membeli bahan sendiri lalu
kemudian bisa kita buat atau kita bawa ke pembuat yang sudah biasa menerima order
dari para pendaki. Jadi banyak banyaklah berdiskusi dengan para senior yang telah
terbiasa dan berpengalaman untuk menyiasatinya.

Gunung merupakan lingkungan yang asing bagi organ tubuh kita yang terbiasa hidup di
daerah yang lebih rendah. Karena itu diperlukan perlengkapan yang memadai agar
pendaki mampu menyesuaikan di ketinggian yang baru itu. Seperti sepatu, ransel,
pakaian, tenda, perlengkapan tidur, perlengkapan masak, makanan, obat-obatan dan
lain-lain

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                                                    - 26 -
Persiapan dan perencanaan pendakian dibahas serta disajikan materinya secara detil
pada Bab 4 Perencanaan Perjalanan di Alam Bebas, dalam buku materi panduan ini.



2.3         Langkah dan Prosedur Pendakian

Umumnya langkah-langkah yang biasa dilakukan oleh kelompok-kelompok pencinta alam
dalam suatu kegiatan pendakian gunung meliputi tiga langkah, yaitu:

2.3.1       Persiapan

Yang dimaksud persiapan pendakian gunung adalah menentukan pengurus panitia
pendakian, yang akan bekerja mengurus : Perijinan pendakian, perhitungan anggaran
biaya, penentuan jadwal pendakian, persiapan perlengkapan/transportasi dan segala
macam urusan lainnya yang berkaitan dengan pendakian.

Persiapan fisik dan mental anggota pendaki, ini biasanya dilakukan dengan berolahraga
secara rutin untuk mengoptimalkan kondisi fisik serta memeksimalkan ketahanan nafas.
Persiapan mental dapat dilakukan dengan mencari/mempelajari kemungkinan-
kemungkinan yang tak terduga timbul dalam pendakian beserta cara-cara
pencegahan/pemecahannya.

2.3.2       Pelaksanaan

Bila ingin mendaki gunung yang belum pernah didaki sebelumnya disarankan membawa
guide/penunjuk jalan atau paling tidak seseorang yang telah pernah mendaki gunung
tersebut, atau bisa juga dilakukan dengan pengetahuan membaca jalur pendakian.
Untuk memudahkan koordinasi, semua peserta pendakian dibagi menjadi tiga
kelompok, yaitu:
1.    Kelompok pelopor
2.    Kelompok inti
3.    Kelompok penyapu

Masing-masing kelompok, ditunjuk penanggungjawabnya oleh komandan lapangan
(penanggungjawab koordinasi). Daftarkan kelompok anda pada buku pendakian yang
tersedia di setiap base camp pendakian, biasanya menghubungi anggota SAR atau juru
kunci gunung tersebut. Didalam perjalanan posisi kelompok diusahakan tetap yaitu:
Pelopor di depan (disertai guide), kelompok initi di tengah, dan team penyapu di
belakang. Jangan sesekali merasa segan untuk menegur peserta yang melanggar
peraturan ini. Demikian juga saat penurunan, posisi semula diusahakan tetap. Setelah
tiba di puncak dan di base camp jangan lupa mengecek jumlah peserta, siapa tahu ada
yang tertinggal.

2.3.3       Evaluasi

Biasakanlah melakukan evaluasi dari setiap kegiatan yang anda lakukan, karena dengan
evaluasi kita akan tahu kekurangan dan kelemahan yang kita lakukan. Ini menuju
perbaikan dan kebaikan (vivat et floreat).



2.4         Fisiologi Tubuh di Pegunungan

Mendaki gunung adalah perjuangan, perjuangan manusia melawan ketinggian dan
segala konsekuensinya. Dengan berubahnya ketinggian tempat, maka kondisi
lingkunganpun jelas akan berubah. Anasir lingkungan yang perubahannya tampak jelas
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                                                  - 27 -
bila dikaitkan dengan ketinggian adalah suhu dan kandungan oksigen udara. Semakin
bertambah ketinggian maka suhu akan semakin turun dan kandungan oksigen udara juga
semakin berkurang.

2.4.1       Konsekuensi Penurunan Suhu

Manusia termasuk organisme berdarah panas (poikiloterm), dengan demikian manusia
memiliki suatu mekanisme thermoreguler untuk mempertahankan kondisi suhu
tubuhterhadap perubahan suhu lingkungannya. Namun suhu yang terlalu ekstrim dapat
membahayakan. Jika tubuh berada dalam kondisi suhu yang rendah, maka tubuh akan
terangsang untuk meningkatkan metabolisme untuk mempertahankan suhu tubuh
internal(mis : dengan menggigil). Untuk mengimbangi peningkatan metabolisme kita
perlu banyak makan, karena makanan yang kita makan itulah yang menjadi sumber
energi dan tenaga yang dihasilkan lewat oksidasi.

2.4.2       Konsekuensi Penurunan Jumlah Oksigen

Oksigen bagi tubuh organisme aerob adalah menjadi suatu konsumsi vital untuk
menjamin kelangsungan proses-proses biokimia dalam tubuh, konsumsi dalam tubuh
biasanya sangat erat hubungannya dengan jumlah sel darah merah dari konsentrasi
haemoglobin dalam darah. Semakin tinggi jumlah darah merah dan konsentrasi
Haemoglobin, maka kapasitas oksigen respirasi akan meningkat. Oleh karena itu untuk
mengatasi kekurangan oksigen di ketinggian, kita perlu mengadakan latihan aerobic,
karena disamping memperlancar peredaran darah, latihan ini juga merangsang
memacusintesis sel-sel darah merah.

2.4.3       Kesegaran Jasmani

Kesegaran jasmani adalah syarat utama dalam pendakian. Komponen terpenting
yangditinjau dari sudut faal olahraga adalah system kardiovaskulare dan
neuromusculare. Seorang pendaki gunung pada ketinggian tertentu akan mengalami
hal-hal yang kurang enak, yang disebabkan oleh hipoksea (kekurangan oksigen), ini
disebut penyakit gunung (mountain sickness). Kapasitas kerja fisik akan menurun secara
menyolokpada ketinggian 2000 meter, sementara kapasitas kerja aerobic akan menurun
(dengan membawa beban 15 Kg) dan juga derajat aklimasi tubuh akan lambat.

Mountain sickness ditandai dengan timbulnya gejala-gejala:
1.    Merasakan sakit kepala atau pusing-pusing
2.    Sukar atau tidak dapat tidur
3.    Kehilangan control emosi atau lekas marah
4.    Bernafas agak berat/susah
5.    Sering terjadi penyimpangan interpretasi/keinginannya aneh-aneh, bersikap
      semaunya dan bisa mengarah kepenyimpangan mental.
6.    Biasanya terasa mual bahkan kadang-kadang sampai muntah, bila ini terjadi maka
      orang ini harus segera ditolong dengan memberi makanan/minuman untuk
      mencegah kekosongan perut.

Gejala-gejala ini biasanya akan lebih parah di pagi hari, dan akan mencapai puncaknya
pada hari kedua. Apabila diantara peserta pendakian mengalami gejala ini, maka perlu
secara diniditangani/diberi obat penenang atau dicegah untuk naik lebih tinggi.
Bilamana sudah terlanjur parah dengan emosi dan kelakuan yang aneh-aneh serta tidak
pedulilagi nasehat (keras kepala), maka jalan terbaik adalah membuatnya pingsan.

Pada ketinggian lebih dari 3000 m.dpl, hipoksea cerebral dapat menyebabkan
kemampuan untuk mengambil keputusan dan penalarannya menurun. Dapat pula timbul
rasapercaya diri yang keliru, pengurangan ketajaman penglihtan dan gangguan pada

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                                                   - 28 -
koordinasi gerak lengan dan kaki. Pada ketinggian 5000 m.dpl, hipoksea semakin nyata
dan pada ketinggian 6000 m.dpl kesadarannya dapat hilang sama sekali.



2.5         Pengetahuan Dasar Mountaineering

2.5.1       Orientasi Medan




2.5.1.1 Menentukan Arah Perjalanan dan Posisi Pada Peta

Dengan dua titik di medan yang dapat diidentifikasikan pada gambar di peta. Dengan
menggunakan perhitungan teknik/azimuth, tariklah garis pada kedua titik diidentifikasi
tersebut di dalam peta. Garis perpotongan satu titik yaitu posisi kita pada peta.
Bila diketahui satu titik identifikasi. Ada beberapa cara yang dapat dicapai:
1. Kalau kita berada di jalan setapak atau sungai yang tertera pada peta, maka
     perpotongan garis yang ditarik dari titik identifikasi dengan jalan setapak atau
     sungai adalah kedudukan kita.
2. Menggunakan altimeter. Perpotongan antara garis yang ditarik dari titik identifikasi
     dengan kontur pada titik ketinggian sesuai dengan angka pada altimeter adalah
     kedudukan kita.
3. Dilakukan secara kira-kira saja. Apabila kita sedang mendaki gunung, kemudian
     titik yang berhasil yang diperoleh adalah puncaknya, maka tarik garis dari titik
     identifikasi itu, lalu perkirakanlah berapa bagian dari gunung itu yang telah kita
     daki.

2.5.1.2 Menggunakan Kompas

Untuk membaca peta sangat dibutuhkan banyak bermacam kompas yang dapat dipakai
dalam satu perjalanan atau pendakian, yaitu tipe silva, prisma dan lensa. Materi
penggunaan kompas ini dibahas secara menyeluruh di bab 6 Pengenalan Dasar Navigasi
Darat, dalam buku materi panduan ini.

2.5.1.3 Peta Dalam Perjalanan

Dengan mempelajari peta, kita dapat membayangkan kira-kira medan yang akan dilalui
atau dijelajahi. Penggunaan peta dan kompas memang ideal, tetapi sering dalam
praktek sangat sukar dalam menerapkannya di gunung-gunung di Indonesia. Hutan yang
sangat lebat atau kabut yang sangat tebal acap kali menyulitkan orientasi.
Penanggulangan dari kemungkinan ini seharusnya dimulai dari awal perjalanan, yaitu
dengan mengetahui dan mengenali secara teliti tempat pertama yang menjadi awal
perjalanan.

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                                                    - 29 -
Gerak yang teliti dan cermat sangat dibutuhkan dalam situasi seperi di atas. Ada
baiknya tanda alam sepanjang jalan yang kita lalui diperhatikan dan dihafal, mungkin
akan sangat bermanfaat kalau kita kehilangan arah dan terpaksa kembali ketempat
semula. Dari pengalaman terutama di hutan dan di gunung tropis kepekaan terhadap
lingkungan alam yang dilalui lebih menentukan dari pada kita mengandalkan alat-alat
seperti kompas tersebut. Hanya sering dengan berlatih dan melakukan perjalanan
kepekaan itu bisa diperoleh.

2.5.2       Membaca Keadaaan Alam

2.5.2.1 Keadaan Udara

Sinar merah pada waktu Matahari akan terbenam. Sinar merah pada langit yang tidak
berawan mengakibatkan esok harinya cuaca baik. Sinar merah pada waktu Matahari
terbit sering mengakibatkan hari tetap bercuaca buruk.

Perbedaan yang besar antara temperature siang hari dan malam hari. Apabila tidak
angin gunung atau angin lembab atau pagi-pagi berhembus angin panas, maka
diramalkan adanya udara yang buruk. Hal ini berlaku sebaliknya.

Awan putih berbentuk seperti bulu kambing. Apabila awan ini hilang atau hanya lewat
saja berarti cuaca baik. Sebaliknya apabila awan ini berkelompok seperti selimut putih
maka datanglah cuaca buruk.



2.5.2.2 Membaca Sandi-Sandi Yang Diterapkan atau Disepakati
Menggunakan bahan-bahan dari alam, seperti :
1. Sandi dari batu yang dijejer atau ditumpuk
2. Sandi dari batang/ranting yang dipatahkan/dibengkokkan
3. Sandi dari rumput/semak yang diikat

Tujuan dari penggunaan sandi-sandi ini apabila kita kehilangan arah dan perlu kembali
ke tempat semula atau pulang.



2.6         Tingkatan Dalam Pendakian

Agar setiap orang mengetahui apakah lintasan yang akan ditempuhnya sulit atau
mudah, maka dalam olahraga mendaki gunung dibuat penggolongan tingkat kesulitan
setiap medan atau lintasan gunung. Penggolongan ini tergantung pada karakter tebing
atau gunungnya, temperamen dan penampilan fisik si pendaki, cuaca, kuat dan
rapuhnya batuan di tebing, dan macam-macam variabel lainnya.
1.    Kelas 1: Berjalan (trail hikes). Tidak memerlukan peralatan dan teknik khusus.
2.    Kelas 2: Merangkak (scrambling). Dianjurkan untuk memakai sepatu yang layak.
      Penggunaan tangan mungkin diperlukan untuk membantu.
3.    Kelas 3: Memanjat (climbing). Tali diperlukan bagi pendaki yang belum
      berpengalaman.
4.    Kelas 4: Memanjat dengan tali dan belaying (semi-technical climbing). Anchor dan
      peralatan carabiner lainnya untuk belaying mungkin diperlukan.
5.    Kelas 5: Memanjat bebas dengan penggunaan tali belaying dan runner (technical
      climbing). Menurut Yosemite Decimal System, kelas 5 ini dibagi lagi menjadi 14
      tingkatan (5.1 sampai 5.14), di mana semakin tinggi angka di belakang angka 5,
      berarti semakin tinggi tingkat kesulitan tebing. Pada kelas ini, runners dipakai
      sebagai pengaman.
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                                                       - 30 -
 5.1 s/d 5.4 Terdapat tumpuan dua tangan dan dua kaki.
       5.5 s/d 5.6 Terdapat tumpuan dua tangan bagi yang berpengalaman, untuk
                    sulit menemukan tumpuan dua tangan
       5.7         Gerakan kehilangan satu pegangan/tumpuan/pijakan kaki.
       5.8         Kehilangan dua tumpuan dari keempat tumpuan atau kehilanan satu
                    tumpuan tapi cukup berat.
       5.9         Hanya ada satu tumpuan yang pasti untuk kaki dan tangan.
       5.10        Tebing tidak memiliki tumpuan, namun masih dapat dipanjat.
                    Berdoa atau pulang kerumah
       5.11        Tebing benar-benar tidak memungkinkan untuk dipanjat, namun
                    beberapa orang yang benar-benar terlatih dapat memanjatnya.
       5.12        Dinding vertikal tegak lurus dengan permukaan licin seperti gelas.
       5.13        Dinding mengantung (overhang) dengan permukaan licin seperti
                    gelas.

6.    Kelas 6 [Kelas A]: Pemanjatan artificial (artificial climbing). Tali dan anchor
      digunakan untuk gerakan naik. Kelas ini sering disebut kelas A. Dalam kelas A ini
      untuk menambah ketinggian pendaki harus menggunakan alat. Kelas A di bagi
      menjadi lima tingkatan (A1 sampai A5). Contohnya: tebing kelas 5.4 tidak dapat
      dilewati tanpa bantuan alat A2. Tingkat kesulitan tebing menjadi 5.4 - A.2

Klasifikasi pendakian berdasarkan penempatan peralatan pengamanan yang digunakan:
1.    G – Good. Penempatan peralatan pengamanan benar-benar dapat melindungi
      dengan baik.
2.    PG – Pretty Good. Peralatan pengaman cukup dapat melindungi pemanjat.
3.    PG13 – OK Protection. Penempatan peralatan cukup baik. Jika jatuh tidak
      menyebabkan masalah serius.
4.    R – Runout. Peralatan pengaman berjarak cukup jauh, jika jatuh kemungkinan
      dapatmenimbulkan masalah serius.
5.    X – No protection. Berbahaya, jika jatuh dapat menyebabkan kematian.

Klasifikasi pendakian medan es berdasarkan skala numerikal M:
1.    M1- M3        Pendakian tebing mudah, biasanya tanpa membutuhkan peralatan.
2.    M4            Tebing cukup curam sampai vertikal, membutuhkan peralatan.
3.    M5            Pendakian tebing harus didukung peralatan.
4.    M6            Tebing vertikal sampai overhang.
5.    M7            Tebing overhang.
6.    M8            Tebing hampir horizontal overhang, yang membutuhkan ketrampilan dan
                    peralatan.
7.    M9            Tebing overhang dengan jarak dua sampai tiga panjang tubuh pemanjat.
8.    M10           Tebing overhang lebih dari 10 meter.
9.    M11           Tebing overhang lebih dari 15 meter.
10.   M12           Sama dengan M11 namun dengan terdapat penghalang yang
                    membutuhkan teknik khusus dalam bergerak.




UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                                                     - 31 -
Foto: Cemoro Tunggal, jalan menuju puncak Mahameru




UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                                                - 32 -
BAB 3               TALI TEMALI & SIMPUL
                    (ROPE HANDLING & KNOTS)

3.1         Pendahuluan

Simpul adalah ikatan pada tali atau tambang yang dibuat dengan sengaja untuk
keperluan tertentu. Ikatan itu sendiri, khususnya yang digunakan pada saat Panjat
Tebing, dan atau kegiatan mountaineering serta alam bebas lainnya itu sendiri.




    PERINGATAN! Semua materi pembuatan Tali Temali & Simpul dan Mekanisme Teknis
    Panjat Memanjat tidak bisa dipelajari dari sekedar membaca buku panduan ini saja.
    Harus dipelajari langsung dari instruktur dan atau yang ahli karena kesalahan dalam
                      pembuatan dan penggunaan bisa berakibat FATAL


UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                                                        - 33 -
3.2         Simpul Alpine Butterfly (Kupu-Kupu)

Simpul ini umumnya dianggap sebagai salah satu simpul yang paling kuat, aman dan
mudah terikat. Dapat terikat di tengah sebuah tali bila anda tidak memiliki tambatan
akhir. Dapat diambil dalam dua atau tiga arah tanpa distorting, dan dapat digunakan
untuk memperkuat tali yang rusak dengan mengisolasi area yang rusak. Hal ini
membuat Alpine Butterfly sangat fleksibel dan perlu kita ketahui. Jika anda ikatkan
Alpine Butterfly di ujung tali, anda dapat mengikat sebuah stopper knot bebas ke ujung
tali untuk keamanan.




3.3         Simpul Back Splice (Sambatan Balik)

Simpul ini umumnya digunakan untuk mencegah ujung tali agar tidak terurai. Untuk
membuat simpul ini ujung kepala lalat dililitkan kemudian membuat anyaman balik.




UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                                                   - 34 -
3.4         Simpul Bowline

Simpul Bowline ini mudah berubah dan mudah untuk membukanya ketika tidak ada
beban (terutama di beberapa tali sintetis), apabila salah membuatnya dapat
membahayakan. Dalam membuat simpul ini, penting untuk membuat simpul kancingan
di ujung bebas untuk menjaga kemungkinan simpul ini terbuka.




3.5         Simpul Clove Hitch

Simpul Clove Hitch merupakan simpul yang mudah untuk mengikat, dan merupakan
salah satu simpul yang paling sering digunakan terutama sebagai jangkar dan simpul di
belay-up. Jangan membuat simpul dua atau lebih ke satu Carabiner. Cara yang benar
untuk klip pada simpul adalah dengan beban tali terdekat dari belakang Carabiner.




UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                                                  - 35 -
3.6         Simpul Constrictor

Simpul Constrictor salah satu simpul baru yang berguna untuk cavers maupun climbers
pada sat ini. Di beri nama constrictor karena sangat besar tahan terhadap gesekan,
serta dapat digunakan untuk Clamp/penahan suatu object.




3.7         Simpul Figure of Eight & Double Figure of Eight

Simpul Figure of Eight (berbentuk angka 8) adalah simpul yg sangat bermanfaat, cukup
mudah untuk membuat, dan mudah untuk membuka setelah memberatkan, dan stres
tali rendah waktu ikat dgn kencang. Sedangkan simpul Double Figure of Eight pada
prinsipnya adalah sama hanya saja simpulnya double (ganda).




UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                                                 - 36 -
3.8         Simpul Double Fisherman

Simpul standar untuk tying /mengikat dua simpul tali bersama. Jika digunakan di
tengah sebuah pitch, satu lingkaran simpul seperti Figure-of-Eight harus terikat menjadi
salah satu 'ekor' dari simpul untuk keamanan selama simpul lulus. Dua knot yang
menenangkan ganda nelayan tidak boleh mirror gambar dari satu sama lain (yaitu
mereka yang sama harus memiliki 'hati') jika mereka tidak akan susunan benar.




3.9         Simpul Double Overhand

Simpul penggabungan antara Overhand Knot, Double Overhand Knot lebih baik
digunakan sebagai simpul pengunci karena sulit untuk membuka. Hal ini kadang-kadang
diikat dengan simpul lain untuk keamanan.




UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                                                     - 37 -
3.10        Simpul Double Sheet Bend (Anyam Ganda)

Simpul Double Sheet Bend berguna untuk menyambung dua tali dan efektif untuk
menyambung dua tali yang berbeda ukuran.




3.11        Simpul Eye Splice

Simpul ini digunakan untuk menyambung atau membuat mata tali (eye splice).




UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                                           - 38 -
3.12        Simpul Hunter’s Bend




3.13        Simpul Munter / Italian Hitch

Simpul Italian Hitch adalah simpul yang sangat berguna karena dapat digunakan untuk
Belaying, Bar, dan tali-temali yang bergesekan, biasanya Carabiner, sehingga pada saat
turun dapat dikontrol dalam mekanisme belay. Italia Hitch hanya digunakan sebagai
cadangan atau untuk situasi darurat. Sebagai simpul belaying, hal ini memungkinkan
fleksibilitas besar dalam desain dan sistem operasi. Simpul yang dikendalikan dari
depan, karena bertentangan dengan belay plate yang harus dikontrol dari belakang.
Maksimum yang diperbolehkan tidak melebihi tali paralel di samping beban carabiner.




UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                                                   - 39 -
3.14        Simpul Overhand

Simpul ini biasanya digunakan sebagai simpul pengunci dan juga merupakan dasar dari
beberapa simpul lainnya yang digunakan dalam kegiatan-kegiatan yang berhubungan
dengan memanjat.




3.15        Simpul Prusik

Simpul Prusik biasanya digunakan dalam sebuah tali atau tambatan pada batang. Simpul
ini juga berguna dalam menambat tali arah vertikal dan hauling atas beban atau
pendaki lain.




UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                                                 - 40 -
3.16        Simpul Reef

Simpul Reef ini digunakan untuk menggabungkan dua buah tali, Gambar di bawah ini
menunjukkan tahapan cara membuat Simpul Reef. Menunjukkan urutan cara
membuatnya dan pada langkah akhir simpul ini dikencangkan dengan dua buah simpul
pada akhir talinya.




3.17        Simpul Rolling Hitch

Simpul Rolling Hitch ini biasanya dipergunakan untuk mengencangkan dan dipasang
pada pasak, seperti misalnya pada sebuah tenda. Simpul ini dapat mengalami sliding
sepanjang standing part. Saat dilepaskan, tegangan pada standing part makin
mengeratkan lilitan dalam knot, penambahan friksi yang mana mempertahankan simpul
pada tempat karena bekerjanya tegangan.




UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                                               - 41 -
3.18        Simpul Round Turn & Two Half Hitches

Simpul ini berguna untuk mengikatkan dan menguatkan ikatan pada benda-benda bulat
seperti tiang sebagai ikatan diujungnya.




3.19        Simpul Sheepshank

Simpul Sheepshank atau simpul erat biasanya digunakan sebagai simpul untuk
memendekkan tali tanpa harus memotong tali tersebut.




UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                                              - 42 -
3.20        Simpul Sheet Bend

Simpul Sheet Bend dipergunakan untuk tujuan yang sama dengan simpul Rolling Hitch,
tetapi dengan sentakan yang kuat pada ujung, maka akan terlepas begitu saja. Ini
adalah keuntungan saat menggunakan sarung tangan atau karena kedinginan, jari-jari
kaku. Lebih jauh lagi, tidak seperti Rolling Hitch, Sheet Bend dapat dikunci disuatu
tempat untuk mencegah dari sliding. Dapat juga tidak dikunci untuk membuatnya dapat
diatur lagi.




3.21        Simpul Short Splice

Simpul Short Splice biasanya digunakan untuk menyambung dua tali dengan ikatan yang
kuat.




UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                                                 - 43 -
3.22        Simpul Simple Whipping

Simpul ini digunakan untuk menganyam tali yang terurai agar dapat dipergunakan
kembali.




3.23        Simpul Surgeon

Simpul Surgeon digunakan untuk menyambung dua tali dimana dengan diameter tali
yang berbeda.




UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                                           - 44 -
3.24        Simpul Tape / Webbing

Simpul ini digunakan untuk mengikat webing menjadi slings untuk caving atau panjat
tebing. Ujung webbing muncul dari simpul harus diamankan ke webbing menggunakan
setengah lingkaran hitches atau insulating tape. Simpul ini terikat sehingga beban
bearing tape muncul dari sisi berlawanan dari simpul sehingga secara alami akan
kencang bila terbebani.




3.25        Simpul Trucker’s Hitch

Penggunaan simpul Trucker’s Hitch atau simpul pangkal ini adalah untuk memulai
ikatan, setiap kali akan membuat ikatan apa pun yang menghubungkan tali dengan
sebuah benda.

Ada 2 Cara untuk membuat simpul Trucker’s Hitch:
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                                               - 45 -
3.25.1      Simpul Trucker’s Hitch 1




3.25.2      Simpul Trucker’s Hitch 2




UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA     - 46 -
BAB 4               PERENCANAAN PERJALANAN
                    DI ALAM BEBAS

4.1         Perencanaan dan Persiapan

Dorongan untuk melakukan petualangan di alam bebas menyebabkan para penggiatnya
melakukan berbagai kegiatan perjalanan, mulai dari pendakian gunung, penyusuran
pantai, pengarungan sungai berarus deras, dll. Perjalanan tsb dilakukan dengan
berbagai tujuan mulai dari eksplorasi, survey maupun hanya untuk berjalan-jalan.
Semua perjalanan tsb memerlukan persiapan yang baik, mengingat kegiatan di alam
bebas seperti ini menghadapkan kita pada berbagai kondisi alam yang apabila tidak kita
ketahui dengan baik akan menghadapkan kita pada keadaan yang dapat membahayakan
jiwa kita, dan sebaliknya bila kita pahami akan memberikan kenikmatan berpetualang
pada penggiatnya.Agar perjalanan di alam bebas dapat berjalan sesuai dengan rencana
kita, ada beberapa hal yang perlu dilakukan.

4.1.1       Tujuan

Merumuskan suatu tujuan haruslah berdasarkan realita, tidak boleh terlalu ambisius.
Tujuan haruslah disesuaikan dana yang telah tersedia, kemampuan anggota, dan waktu.
Setiap anggota harus mengetahui dengan jelas tujuan perjalanannya, hal ini untuk
menghindari kesalahpahaman yang mungkin akan terjadi.

4.1.2       Waktu

Apakah waktu yang ditetapkan bisa diikuti oleh semua anggota? Perencanaan
perjalanan alam bebas harus pula memperhitungkan kalender kuliah atau pekerjaan
anggota-anggotanya. Hal lain yang harus diperhatikan adalah musim pada saat
pelaksanaan perjalanan alam bebas tsb.

4.1.3       Peserta

Jumlah anggota yang ikut haruslah ditetapkan dengan beberapa pertimbangan, berapa
orang yang dapat dilibatkan dengan fasilitas transportasi yang ada? berapa orang yang
dibutuhkan untuk melaksanakan tujuan berdasarkan keahlian, pengalaman dan minat
peserta bekerjasama eegentk sesuai dengan ae iitanuyan' iklnpdnlak k untuk
menentukan itu semua maka seleksi haruslah dilakukan. Tentukan koordinator
perjalanan (leader), bidang-bidang koordinasi, subkoordinasi, seperti bidang dana,
publikasi dan dokumentasi, perlengkapan akomodasi, logistik, medis dll. Koordinator
perjalanan haruslah dipilih dari orang-orang yang berwibawa dan punya pengalaman
sebagai pemimpin. Dia tidak harus seorang pendaki yang hebat, tetapi yang lebih
penting lagi adalah yang mampu mengkoordinasi pendakian tsb.

4.1.4       Anggaran

Dalam menyusun keuangan, beberapa hal harus diperhitungkan, antara lain
kemungkinan situasi ekonomi negara kita, seperti inflasi, perubahan kurs mata uang
asing. Sebagai contoh ekspedisi Indonesia ke Himalaya beberapa tahun yang lalu tidak
jadi berangkat hanya beberapa hari sebelum pemberangkatan karena terjadi inflasi.
Kemungkinan lain adalah tidak tercapainya dana yang dibutuhkan.

Alokasi dana atau perjalanan harus tepat dan masuk akal. Buatlah anggaran yang
terperinci untuk setiap bidang. Pengeluaran dan pemasukan uang hanya berhak
dilakukan oleh satu orang, mis bendahara atau pemimpin perjalanan.
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                                                   - 47 -
4.1.5       Perijinan

Setiap daerah atau negara mempunyai peraturan perijinan yang berbeda. Izin ini
tergantung juga pada sifat ekspedisi yang akan dilakukan; untuk penelitian, wisata,
pembuatan film, atau petualangan. Demikian pula apabila perjalanan itu gabungan
dengan pihak luar negeri, prosedur perijinan dan administrasi harus dilakukan.

4.1.6       Pembukuan Perjalanan

Pembukuan sebaiknya dilakukan secepatnya, kalau perjalanan itu dilakukan pada masa
liburan mis, pembukuan harus dilaksanakan jauh-jauh hari sebelum kehabisan tiket .
Kalau suatu lembaga memastikan akan memberikan bantuan transportasi tentulah kita
tidak akan kesulitan , tinggal menentukan tanggal keberangkatan yang pasti.

4.1.7       Publikasi dan Sponsor

Adakalanya pencantuman seorang penasehat atau pelindung dalam organisasi
perjalanan dilakukan dengan pertimbangan diplomatis, yaitu untuk mendukung
organisasi itu dalam usaha untuk mencari kemudahan fasilitas atau lainnya.

Publikasi di media massa seringkali penting dan berkaitan erat dengan usaha
pengumpulan dana. Seorang yang bertanggung jawab atas publikasi perlu ditunjuk. Dia
harus pandai berhubungan dengan pihak luar dan menarik minat pers untuk menyiarkan
ekspedisi ini baik di koran, majalah, radio maupun televisi. Siaran pers harus disiapkan
secara menarik lengkap dengan foto atau gambar.

4.1.8       Survey

Perencanaan terperinci harus dilakukan oleh setiap bidang. Kalau memang
memungkinkan ada baiknya mengirimkan satu kelompok pendahulu untuk dilakukan
survey lokasi, yang bertugas mencari informasi tentang lokasi. Tinggi gunung, tumbuh-
tumbuhan yang ada, arus sungai, temperatur, adat istiadat penduduk setempat, semua
informasi tsb haruslah diketahui. Team survey harus juga mencari informasi tentang
camp induk yang akan didirikan dan untuk melapor pada pejabat setempat, tidak lupa
menghubungi puskesmas atau dokter setempat (untuk bekerja sama apabila ada
kecelakaan dalam perjalanan). Bila survey tidak bisa dilaksanakan pencarian informasi
bila dilakukan dengan bertanya kepada orang yang sudah pernah berekspedisi ke sana,
membaca buku atau mempelajari peta.

                              Dengan terkumpulnya seluruh informasi kita dapat
                              merencanakan    perjalanan   sematang   mungkin.
                              Lakukanlah pengecekan dan konfirmasi seluruh
                              informasi apa yang telah masuk. Checklist
                              perlengkapan disesuaikan dengan kondisi lokasi,
                              buatlah daftar peralatan yang harus dibawa oleh
                              individu atau kelompok. Pastikan tiap anggota
membawa P3K dan obat-obatan pribadi.

4.1.9       Perencanaan di Lapangan

Kegiatan di lapangan harus sudah jauh-jauh hari disiapkan. Dirumuskan secara
terperinci dalam schedule. Susunlah rencana itu dalam suatu jadwal khusus hari per
hari. Tetapkanlah waktu yang diperlukan untuk mencapai target/ tujuan perjalanan,
serta strategi yang akan digunakan dan rute yang akan ditempuh, serta tempat
menginap/ bivoak.

4.1.10      Briefing
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                                                     - 48 -
Seluruh anggota perjalanan akhirnya dikumpulkan untuk menerima briefing. Pada
kesempatan ini, pimpinan perjalanan menjelaskan segala sesuatu yang berkenaan
dengan perjalanan antara lain : tujuan, lokasi, kemungkinan-kemungkinan yang akan
terjadi, metode dan strategi di lapangan dsb, kalau perlu dalam kesempatan ini
diadakan pula ceramah oleh para ahli untuk menjelaskan tentang lokasi dari segi
geologi atau antropologi. Kesempatan ini juga dapat dilaksanakan untuk mengenal dan
mengadakan latihan pemakaian peralatan baru.

4.1.11      Check Kesehatan

Pastikan semua anggota telah melakukan check kesehatan. Usahakan semua anggota
telah mendapatkan mendapat vaksinasi apabila diperlukan untuk mencegah demam,
tuberculoses, serta anti tetanus.

4.1.12      Pelaksanaan di Lapangan

Dalam tahap ini pemimpin perjalanan langsung menangani pelaksanaan perjalanan.
Pimpinan harus pandai menekankan kepada anggota-anggotanya bahwa keberhasilan
suatu perjalanan ditentukan oleh kemampuan setiap anggota untuk belajar tinggal dan
bekerjasama sebagai suatu kelompok yang utuh, pada setiap kesempatan lakukanlah
pertemuan untuk mengadakan evaluasi dan diskusi mengenai masalah-masalah yang
dihadapi. Berilah kesempatan setiap bidang untuk melaporkan setiap kegiatan yang
telah dan akan dilaksanakan, sehingga setiap anggota akan dapat mengetahuinya.

4.1.13      Setelah Perjalanan

Tahap ini adalah anti klimaks, sehingga kegiatannya seringkali terulur-ulur, bahkan tak
jarang dilupakan. Baiknya membuat laporan perjalanan. Kalau memungkinkan
kirimkanlah ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran
perjalanan.



4.2         Perlengkapan dan Perbekalan

Keberhasilan suatu perjalanan di alam bebas ditentukan juga oleh perencanaan
perlengkapan dan perbekalan yang tepat. Beberapa hal yang harus diperhatikan antara
lain; Tujuan, Jenis Medan, Lama Perjalanan, Keterbatasan kemampuan membawa,
Perlengkapan & Obat-obatan pribadi.

Setelah mengetahui hal-hal tsb, maka kita dapat memilih perlengkapan dan perbekalan
yang sesuai dan selengkap mungkin, tetapi bebannya tidak melebihi kemampuan
membawanya. Perhitungan beban total untuk perorangan tidak boleh melebihi
sepertiga berat badan (sekitar 15 – 20 kg).



4.3         Perlengkapan Dasar

Perlengkapan jalan khususnya yang dipergunakan untuk medan hutan gunung:

4.3.1       Sepatu
     Melindungi tapak kaki sampai mata kaki
     Kulit tebal tidak mudah sobek bila kena duri.
     Keras bagian depannya, untuk melindungi ujung jari kaki apabila terbentur batu.
     Bentuk sol bawahnya dapat menggigit ke segala arah dan cukup kaku

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                                                      - 49 -
4.3.2       Kaos Kaki
    Menyerap keringat
    Menghindari lecet pada kaki

4.3.3       Celana
    Kuat, lembut, ringan, praktis
    Tidak menggangu gerakan kaki
    Terbuat dari bahan yang menyerap keringat
    Mudah kering, bila basah tidak menambah berat

4.3.4       Baju
    Melindungi tubuh dari kondisi sekitar
    Kuat, ringan, tidak menggangu pergerakan
    Terbuat dari bahan yang menyerap keringat
    Praktis, mudah kering

4.3.5       Ransel / Backpack/ Carrier
    Mampu menampung perlengkapan sesuai kebutuhan
    Ringan, kuat, sesuai dengan kebutuhan dan keadaan medan, nyaman dipakai dan
     praktis
    Gunakan carrier yang ramping/proporsional walaupun agak tinggi, ini lebih baik
     daripada yang gemuk tetapi rendah

4.3.6       Peralatan Navigasi
    Kompas
    Peta Topografi (Peta Rupa Bumi)
    Busur Derajat, Penggaris kecil, Pensil, dll.

4.3.7       Obat-Obatan dan Survival Kits
    Obat-obatan Pribadi
    Pisau Serbaguna, Pisau Tebas
    Peluit
    Korek Api
    Jarum & Benang

4.3.8       Lampu Senter & Lentera
    Water proof dan dilapisi karet
    Cadangan Bohlam & Battery
    Lentera bisa menggunakan battery atau dari minyak tanah

4.3.9       Perlengkapan Masak
    Alat Masak Lapangan (nesting/panic serbaguna)
    Alat Bantu Makan (sendok, piring, gelas plastik)
    Tempat Air (Vedples, Jerigen Lipat, dll)
    Kompor Lapangan (berbahan; Propane Gas, Spiritus, Parafin, dll)

4.3.10      Perlengkapan Tidur
    Satu set pakaian tidur
    Kaus kaki untuk tidur
    Sleeping bag
    Matras
    Tenda/ ponco/ plastik untuk bivak

UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                                                - 50 -
4.3.11      Topi atau Tutup Kepala
     Melindungi kepala dari kemungkinan cidera akibat duri
     Melindungi kepala dari curahan hujan, terutama kepala bagian belakang
     Kuat dan tidak mudah robek

4.3.12      Syal/Slayer, Sarung Tangan, Ikat Pinggang
     Warna syal yang menyolok, bahan kuat & cepat menyerap air
     Terbuat dari kulit, tidak kaku dan tidak menghalangi pergerakan

Terbuat dari bahan yang kuat, dengan kepala yang tidak terlalu besar tapi teguh.
Kegunaan ikat pinggang selain menjaga agar celana tidak melorot juga untuk
meletakkan alat-alat yang perlu cepat dijangkau , seperti pisau pinggang, tempat air
minum dll.

4.4         Packing (Teknik Pengepakan)

                            Dalam penyusunan, yang menjadi dasar adalah keseimbangan
                            beban, bagaimana kita menumpukan berat beban pada tubuh
                            sedemikian rupa sehingga kaki dapat bekerja secara efisien.

                            Dalam batas-batas tertentu, rangka yang dimiliki oleh ransel banyak
                            memberikan kenyamanan. Rangka ini membuat posisi tubuh lebih
                            menyenangkan saat menggendong beban. Namun bagaimanapun
                            desain ransel yang dimiliki akan sedikit artinya apabila anda tidak
                            mampu menyusun barang-barang anda dengan baik.

Sebelum melakukan kegiatan alam bebas kita biasanya menentukan dahulu peralatan
dan perlengkapan yang akan dibawa, jika telah siap semua inilah saatnya mempacking
barang-barang tersebut ke dalam carier atau backpack. Packing yang baik menjadikan
perjalanan anda nyaman karena ringkas dan tidak menyulitkan. Prinsip dasar yang
mutlak dalam mempacking adalah:
     Pada saat back-pack dipakai beban terberat harus jatuh ke pundak, Mengapa beban
      harus jatuh kepundak, ini disebabkan dalam melakukan perjalanan [misalnya
      pendakian] kedua kaki kita harus dalam keadaan bebas bergerak, jika salah
      mempacking barang dan beban terberat jatuh kepinggul akibatnya adalah kaki tidak
      dapat bebas bergerak dan menjadi cepat lelah karena beban backpack anda
      menekan pinggul belakang. Ingat: Letakkan barang yang berat pada bagian teratas
      dan terdekat dengan punggung.
     Membagi berat beban secara seimbang antara bagian kanan dan kiri pundak
      Tujuannya adalah agar tidak menyiksa salah satu bagian pundak dan memudahkan
      anda menjaga keseimbangan dalam menghadapi jalur berbahaya yang
      membutuhkan keseimbangan seperti: meniti jembatan dari sebatang pohon,
      berjalan dibibir jurang, dan keadaan lainnya.
     Kelompokkan barang sesuai kegunaannya lalu tempatkan dalam satu kantung untuk
      mempermudah pengorganisasiannya. Misal: alat mandi ditaruh dalam satu kantung
      plastik.
     Maksimalkan tempat yang ada, misalkan Nesting (Panci Serbaguna) jangan dibiarkan
      kosong bagian dalamnya saat dimasukkan ke dalam carrier, isikan bahan makanan
      kedalamnya, misal: beras dan telur.
     Tempatkan barang yang sering digunakan pada tempat yang mudah dicapai pada
      saat diperlukan, misalnya: rain coat/jas hujan pada kantong samping carrier.
     Hindarkan menggantungkan barang-barang diluar carrier, karena barang diluar
      carrier akan mengganggu perjalanan anda akibat tersangkut-sangkut dan berkesan
      berantakan, usahakan semuanya dapat dipacking dalam carrier.


UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                                                            - 51 -
Mengenai berat maksimal yang dapat diangkat oleh anda, sebenarnya adalah suatu
angka yang relatif, patokan umum idealnya adalah 1/3 dari berat badan anda, tetapi ini
kembali lagi ke kemampuan fisik setiap individu, yang terbaik adalah dengan tidak
memaksakan diri, lagi pula anda dapat menyiasati pemilihan barang yang akan dibawa
dengan selalu memilih barang/alat yang berfungsi ganda dengan bobot yang ringan dan
hanya membawa barang yang benar-benar perlu.



4.5         Memilih dan Menempatkan Barang

Dalam memilih barang yang akan dibawa pergi mendaki atau kegiatan alam bebas selalu
cari alat/perlengkapan yang berfungsi ganda, tujuannya apalagi kalau bukan untuk
meringankan berat beban yang harus anda bawa, contoh: Alumunium foil, bisa untuk
pengganti piring, bisa untuk membungkus sisa nasi untuk dimakan nanti, dan yang
penting bisa dilipat hingga tidak memakan tempat di carrier.
     Matras; Sebisa mungkin matras disimpan didalam carrier jika akan pergi kelokasi
      yang hutannya lebat, atau jika akan membuka jalur pendakian baru. Banyak rekan
      pendaki yang lebih senang mengikatkan matras diluar, memang kelihatannya bagus
      tetapi jika sudah berada di jalur pendakian, baru terasa bahwa metode ini
      mengakibatkan matras sering nyangkut ke batang pohon dan semak tinggi, lagipula
      pada saat akan digunakan matrasnya sudah kotor.
     Kantung Plastik; Selalu siapkan kantung plastik didalam carreir anda, karena akan
      berguna sekali nanti misalnya untuk tempat sampah yang harus anda bawa turun,
      baju basah dan lain sebagainya. Gunakan selalu kantung plastik untuk mengorganisir
      barang barang didalam carrier anda (dapat dikelompokkan masing-masing pakaian,
      makanan dan item lainnya), ini untuk mempermudah jika sewaktu-waktu anda ingin
      memilih pakaian, makanan dsb.
     Menyimpan Pakaian; Jika anda meragukan carrier yang anda gunakan kedap air atau
      tidak, selalu bungkus pakaian anda didalam kantung plastik [dry-zax], gunanya agar
      pakaian tidak basah dan lembab. Sebaiknya pakaian kotor dipisahkan dalam kantung
      tersendiri dan tidak dicampur dengan pakaian bersih.
     Menyimpan Makanan; Pada gunung-gunung tertentu (misalnya Rinjani) usahakan
      makanan dibungkus dengan plastik dan ditutup rapat kemudian dimasukkan kedalam
      keril, karena monyet-monyet didekat puncak / base camp terakhir suka
      membongkar isi tenda untuk mencari makanan.
     Menyimpan Korek Api Batangan; Simpan korek api batangan anda didalam bekas
      tempat film (photo), agar korek api anda selalu kering.




UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA                                                     - 52 -
UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA   - 53 -
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA
untuk Panduan SMAGAPALA

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

Modul Projek Kearifan Lokal.docx
Modul Projek Kearifan Lokal.docxModul Projek Kearifan Lokal.docx
Modul Projek Kearifan Lokal.docxDoel11
 
Contoh rpp kurikulum 2013
Contoh rpp kurikulum 2013Contoh rpp kurikulum 2013
Contoh rpp kurikulum 2013Nia Piliang
 
Program kerja ekstrakurikuler 2015
Program kerja ekstrakurikuler 2015Program kerja ekstrakurikuler 2015
Program kerja ekstrakurikuler 2015Mohamad Juliantoro
 
Laporan-Kegiatan-Persami-2019.docx
Laporan-Kegiatan-Persami-2019.docxLaporan-Kegiatan-Persami-2019.docx
Laporan-Kegiatan-Persami-2019.docxnoormamulah
 
PPT P5 PAK WID.pptx
PPT P5 PAK WID.pptxPPT P5 PAK WID.pptx
PPT P5 PAK WID.pptxSabtoWibowo4
 
Laporan kegiatan MABIT dan pendalaman materi jelang UN SEMKADIP TP 13-14
Laporan kegiatan MABIT dan pendalaman materi jelang UN SEMKADIP TP 13-14Laporan kegiatan MABIT dan pendalaman materi jelang UN SEMKADIP TP 13-14
Laporan kegiatan MABIT dan pendalaman materi jelang UN SEMKADIP TP 13-14Habiburrahman Prihanto
 
Kumpulan piagam penghargaan guru
Kumpulan piagam penghargaan guruKumpulan piagam penghargaan guru
Kumpulan piagam penghargaan gurumicitaz cikalagen
 
Matematika tema 7 kelas 2 (mengenal pecahan)
Matematika tema 7 kelas 2 (mengenal pecahan)Matematika tema 7 kelas 2 (mengenal pecahan)
Matematika tema 7 kelas 2 (mengenal pecahan)fitriasolihah1
 
Jadwal kunjungan perpustakaan
Jadwal kunjungan perpustakaanJadwal kunjungan perpustakaan
Jadwal kunjungan perpustakaanEkaAnnisa2
 
Laporan pengamatan
Laporan pengamatanLaporan pengamatan
Laporan pengamatangittaleviana
 
LAPORAN PRAKTEK PEMBELAJARAN BERWAWASAN KEMASYARAKATAN TINGKAT KEAKSARAAN DAS...
LAPORAN PRAKTEK PEMBELAJARAN BERWAWASAN KEMASYARAKATAN TINGKAT KEAKSARAAN DAS...LAPORAN PRAKTEK PEMBELAJARAN BERWAWASAN KEMASYARAKATAN TINGKAT KEAKSARAAN DAS...
LAPORAN PRAKTEK PEMBELAJARAN BERWAWASAN KEMASYARAKATAN TINGKAT KEAKSARAAN DAS...etto kono
 
Surat keterangan aktif siswa
Surat keterangan aktif siswaSurat keterangan aktif siswa
Surat keterangan aktif siswaMohamad Sutarma
 
Surat keterangan kesalahan tanggal bulan lahir 2016
Surat keterangan       kesalahan tanggal bulan lahir 2016Surat keterangan       kesalahan tanggal bulan lahir 2016
Surat keterangan kesalahan tanggal bulan lahir 2016Dimaz Raider's
 
ppt-projek-penguatan-profil-pelajar-pancasila-p5.pptx
ppt-projek-penguatan-profil-pelajar-pancasila-p5.pptxppt-projek-penguatan-profil-pelajar-pancasila-p5.pptx
ppt-projek-penguatan-profil-pelajar-pancasila-p5.pptxristina12
 
Surat keterangan pindah sekolah
Surat keterangan pindah sekolahSurat keterangan pindah sekolah
Surat keterangan pindah sekolahWarnet Raha
 

Was ist angesagt? (20)

Modul Projek Kearifan Lokal.docx
Modul Projek Kearifan Lokal.docxModul Projek Kearifan Lokal.docx
Modul Projek Kearifan Lokal.docx
 
Program kerja pmr
Program kerja  pmrProgram kerja  pmr
Program kerja pmr
 
Contoh rpp kurikulum 2013
Contoh rpp kurikulum 2013Contoh rpp kurikulum 2013
Contoh rpp kurikulum 2013
 
P5 Kewirausahaan.pptx
P5 Kewirausahaan.pptxP5 Kewirausahaan.pptx
P5 Kewirausahaan.pptx
 
Program kerja ekstrakurikuler 2015
Program kerja ekstrakurikuler 2015Program kerja ekstrakurikuler 2015
Program kerja ekstrakurikuler 2015
 
Pengetahuan pramuka
Pengetahuan pramukaPengetahuan pramuka
Pengetahuan pramuka
 
Ppt kkn 39
Ppt kkn 39Ppt kkn 39
Ppt kkn 39
 
Laporan-Kegiatan-Persami-2019.docx
Laporan-Kegiatan-Persami-2019.docxLaporan-Kegiatan-Persami-2019.docx
Laporan-Kegiatan-Persami-2019.docx
 
PPT P5 PAK WID.pptx
PPT P5 PAK WID.pptxPPT P5 PAK WID.pptx
PPT P5 PAK WID.pptx
 
Laporan kegiatan MABIT dan pendalaman materi jelang UN SEMKADIP TP 13-14
Laporan kegiatan MABIT dan pendalaman materi jelang UN SEMKADIP TP 13-14Laporan kegiatan MABIT dan pendalaman materi jelang UN SEMKADIP TP 13-14
Laporan kegiatan MABIT dan pendalaman materi jelang UN SEMKADIP TP 13-14
 
Kumpulan piagam penghargaan guru
Kumpulan piagam penghargaan guruKumpulan piagam penghargaan guru
Kumpulan piagam penghargaan guru
 
Matematika tema 7 kelas 2 (mengenal pecahan)
Matematika tema 7 kelas 2 (mengenal pecahan)Matematika tema 7 kelas 2 (mengenal pecahan)
Matematika tema 7 kelas 2 (mengenal pecahan)
 
Jadwal kunjungan perpustakaan
Jadwal kunjungan perpustakaanJadwal kunjungan perpustakaan
Jadwal kunjungan perpustakaan
 
Sku penggalang
Sku penggalangSku penggalang
Sku penggalang
 
Laporan pengamatan
Laporan pengamatanLaporan pengamatan
Laporan pengamatan
 
LAPORAN PRAKTEK PEMBELAJARAN BERWAWASAN KEMASYARAKATAN TINGKAT KEAKSARAAN DAS...
LAPORAN PRAKTEK PEMBELAJARAN BERWAWASAN KEMASYARAKATAN TINGKAT KEAKSARAAN DAS...LAPORAN PRAKTEK PEMBELAJARAN BERWAWASAN KEMASYARAKATAN TINGKAT KEAKSARAAN DAS...
LAPORAN PRAKTEK PEMBELAJARAN BERWAWASAN KEMASYARAKATAN TINGKAT KEAKSARAAN DAS...
 
Surat keterangan aktif siswa
Surat keterangan aktif siswaSurat keterangan aktif siswa
Surat keterangan aktif siswa
 
Surat keterangan kesalahan tanggal bulan lahir 2016
Surat keterangan       kesalahan tanggal bulan lahir 2016Surat keterangan       kesalahan tanggal bulan lahir 2016
Surat keterangan kesalahan tanggal bulan lahir 2016
 
ppt-projek-penguatan-profil-pelajar-pancasila-p5.pptx
ppt-projek-penguatan-profil-pelajar-pancasila-p5.pptxppt-projek-penguatan-profil-pelajar-pancasila-p5.pptx
ppt-projek-penguatan-profil-pelajar-pancasila-p5.pptx
 
Surat keterangan pindah sekolah
Surat keterangan pindah sekolahSurat keterangan pindah sekolah
Surat keterangan pindah sekolah
 

Ähnlich wie untuk Panduan SMAGAPALA

OSIS 2019.pptx
OSIS 2019.pptxOSIS 2019.pptx
OSIS 2019.pptxDedi Dedi
 
SEJARAH MAPAIS P.pptx
SEJARAH MAPAIS P.pptxSEJARAH MAPAIS P.pptx
SEJARAH MAPAIS P.pptxcacing312
 
Bulletin KABARIMBO edisi 3 / April 2017
Bulletin KABARIMBO edisi 3 / April 2017Bulletin KABARIMBO edisi 3 / April 2017
Bulletin KABARIMBO edisi 3 / April 2017P A Q-ting
 
PROKER HIMALA UVRI MAKASSAR
PROKER HIMALA UVRI MAKASSARPROKER HIMALA UVRI MAKASSAR
PROKER HIMALA UVRI MAKASSARWatowuan Tyno
 
01. materi kewartapalaan
01. materi kewartapalaan01. materi kewartapalaan
01. materi kewartapalaanAltonpp
 
Kemah Regional Ke-1 Sumbagsel (bisa edit)
Kemah Regional Ke-1 Sumbagsel (bisa edit)Kemah Regional Ke-1 Sumbagsel (bisa edit)
Kemah Regional Ke-1 Sumbagsel (bisa edit)Ramzil Huda El-Syukroni
 
Petunjuk pelaksanaan JAMCAB
Petunjuk pelaksanaan JAMCAB Petunjuk pelaksanaan JAMCAB
Petunjuk pelaksanaan JAMCAB Aji Budi Utomo
 
hujAd art paskibra jadi
hujAd art paskibra jadihujAd art paskibra jadi
hujAd art paskibra jadididirustandi
 
Lambang gerakan pramuka
Lambang gerakan pramukaLambang gerakan pramuka
Lambang gerakan pramukaimanhadi
 
001 Mengenal Pramuka.pptx
001 Mengenal Pramuka.pptx001 Mengenal Pramuka.pptx
001 Mengenal Pramuka.pptxHendriHendri70
 
35.ya'luellaelia organisasi tugas 5_xiipa4
35.ya'luellaelia organisasi tugas 5_xiipa435.ya'luellaelia organisasi tugas 5_xiipa4
35.ya'luellaelia organisasi tugas 5_xiipa4man1jember
 
407809415-PROGRAM-KERJA-SISPALA-SMANDALAN-docx.docx
407809415-PROGRAM-KERJA-SISPALA-SMANDALAN-docx.docx407809415-PROGRAM-KERJA-SISPALA-SMANDALAN-docx.docx
407809415-PROGRAM-KERJA-SISPALA-SMANDALAN-docx.docxAkhmadBahtiarRifai2
 
001 Mengenal Pramuka.pptx
001 Mengenal Pramuka.pptx001 Mengenal Pramuka.pptx
001 Mengenal Pramuka.pptxandi51036
 

Ähnlich wie untuk Panduan SMAGAPALA (20)

OSIS 2019.pptx
OSIS 2019.pptxOSIS 2019.pptx
OSIS 2019.pptx
 
SEJARAH MAPAIS P.pptx
SEJARAH MAPAIS P.pptxSEJARAH MAPAIS P.pptx
SEJARAH MAPAIS P.pptx
 
Bulletin KABARIMBO edisi 3 / April 2017
Bulletin KABARIMBO edisi 3 / April 2017Bulletin KABARIMBO edisi 3 / April 2017
Bulletin KABARIMBO edisi 3 / April 2017
 
Anggaran dasar
Anggaran dasarAnggaran dasar
Anggaran dasar
 
PROKER HIMALA UVRI MAKASSAR
PROKER HIMALA UVRI MAKASSARPROKER HIMALA UVRI MAKASSAR
PROKER HIMALA UVRI MAKASSAR
 
01. materi kewartapalaan
01. materi kewartapalaan01. materi kewartapalaan
01. materi kewartapalaan
 
Kemah Regional Ke-1 Sumbagsel (bisa edit)
Kemah Regional Ke-1 Sumbagsel (bisa edit)Kemah Regional Ke-1 Sumbagsel (bisa edit)
Kemah Regional Ke-1 Sumbagsel (bisa edit)
 
MATERI MPLS.pptx
MATERI MPLS.pptxMATERI MPLS.pptx
MATERI MPLS.pptx
 
Adart kanopi
Adart kanopiAdart kanopi
Adart kanopi
 
Petunjuk pelaksanaan JAMCAB
Petunjuk pelaksanaan JAMCAB Petunjuk pelaksanaan JAMCAB
Petunjuk pelaksanaan JAMCAB
 
Makalah saka bayangkara pramuka
Makalah saka bayangkara pramukaMakalah saka bayangkara pramuka
Makalah saka bayangkara pramuka
 
hujAd art paskibra jadi
hujAd art paskibra jadihujAd art paskibra jadi
hujAd art paskibra jadi
 
Lambang gerakan pramuka
Lambang gerakan pramukaLambang gerakan pramuka
Lambang gerakan pramuka
 
9.1 lambang gp
9.1 lambang gp9.1 lambang gp
9.1 lambang gp
 
001 Mengenal Pramuka.pptx
001 Mengenal Pramuka.pptx001 Mengenal Pramuka.pptx
001 Mengenal Pramuka.pptx
 
Edisi 6-1
Edisi 6-1Edisi 6-1
Edisi 6-1
 
35.ya'luellaelia organisasi tugas 5_xiipa4
35.ya'luellaelia organisasi tugas 5_xiipa435.ya'luellaelia organisasi tugas 5_xiipa4
35.ya'luellaelia organisasi tugas 5_xiipa4
 
407809415-PROGRAM-KERJA-SISPALA-SMANDALAN-docx.docx
407809415-PROGRAM-KERJA-SISPALA-SMANDALAN-docx.docx407809415-PROGRAM-KERJA-SISPALA-SMANDALAN-docx.docx
407809415-PROGRAM-KERJA-SISPALA-SMANDALAN-docx.docx
 
ATP PPKN.docx
ATP PPKN.docxATP PPKN.docx
ATP PPKN.docx
 
001 Mengenal Pramuka.pptx
001 Mengenal Pramuka.pptx001 Mengenal Pramuka.pptx
001 Mengenal Pramuka.pptx
 

Kürzlich hochgeladen

Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.pptPertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.pptNabilahKhairunnisa6
 
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptxKeberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptxLeniMawarti1
 
P_E_R_I_L_A_K_U__K_O_N_S_E_L_O_R__v.1.ppt
P_E_R_I_L_A_K_U__K_O_N_S_E_L_O_R__v.1.pptP_E_R_I_L_A_K_U__K_O_N_S_E_L_O_R__v.1.ppt
P_E_R_I_L_A_K_U__K_O_N_S_E_L_O_R__v.1.pptAfifFikri11
 
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptxSBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptxFardanassegaf
 
Modul persamaan perakaunan prinsip akaun
Modul persamaan perakaunan prinsip akaunModul persamaan perakaunan prinsip akaun
Modul persamaan perakaunan prinsip akaunnhsani2006
 
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM 2024.pptx
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM  2024.pptxTeknik Menjawab Kertas P.Moral SPM  2024.pptx
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM 2024.pptxwongcp2
 
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdfWahyudinST
 
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdfrpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdfGugunGunawan93
 
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdfsandi625870
 
AKSI NYATA MODUL 1.3 VISI GURU PENGGERAK.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.3 VISI GURU PENGGERAK.pptxAKSI NYATA MODUL 1.3 VISI GURU PENGGERAK.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.3 VISI GURU PENGGERAK.pptxHeriyantoHeriyanto44
 
PERTEMUAN 9 KESEIM 3 SEKTOR.............
PERTEMUAN 9 KESEIM 3 SEKTOR.............PERTEMUAN 9 KESEIM 3 SEKTOR.............
PERTEMUAN 9 KESEIM 3 SEKTOR.............SenLord
 
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxBambang440423
 
PLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukan
PLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukanPLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukan
PLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukanssuserc81826
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 8 Fase D
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 8 Fase DModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 8 Fase D
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 8 Fase DAbdiera
 
PPT PERLINDUNGAN KONSUMEN .Pengertian Transaksi Online
PPT PERLINDUNGAN KONSUMEN .Pengertian Transaksi OnlinePPT PERLINDUNGAN KONSUMEN .Pengertian Transaksi Online
PPT PERLINDUNGAN KONSUMEN .Pengertian Transaksi OnlineMMario4
 
Modul Ajar Informatika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Informatika Kelas 11 Fase F Kurikulum MerdekaModul Ajar Informatika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Informatika Kelas 11 Fase F Kurikulum MerdekaAbdiera
 
LATIHAN SOAL SISTEM PENCERNAAN KELAS 11pptx
LATIHAN SOAL SISTEM PENCERNAAN KELAS 11pptxLATIHAN SOAL SISTEM PENCERNAAN KELAS 11pptx
LATIHAN SOAL SISTEM PENCERNAAN KELAS 11pptxnataliadwiasty
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...Kanaidi ken
 
Program Roots Indonesia/Aksi Nyata AAP.pdf
Program Roots Indonesia/Aksi Nyata AAP.pdfProgram Roots Indonesia/Aksi Nyata AAP.pdf
Program Roots Indonesia/Aksi Nyata AAP.pdfwaktinisayunw93
 
Sejarah Perkembangan Teori Manajemen.ppt
Sejarah Perkembangan Teori Manajemen.pptSejarah Perkembangan Teori Manajemen.ppt
Sejarah Perkembangan Teori Manajemen.pptssuser940815
 

Kürzlich hochgeladen (20)

Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.pptPertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
 
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptxKeberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
Keberagaman-Peserta-Didik-dalam-Psikologi-Pendidikan.pptx
 
P_E_R_I_L_A_K_U__K_O_N_S_E_L_O_R__v.1.ppt
P_E_R_I_L_A_K_U__K_O_N_S_E_L_O_R__v.1.pptP_E_R_I_L_A_K_U__K_O_N_S_E_L_O_R__v.1.ppt
P_E_R_I_L_A_K_U__K_O_N_S_E_L_O_R__v.1.ppt
 
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptxSBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
 
Modul persamaan perakaunan prinsip akaun
Modul persamaan perakaunan prinsip akaunModul persamaan perakaunan prinsip akaun
Modul persamaan perakaunan prinsip akaun
 
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM 2024.pptx
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM  2024.pptxTeknik Menjawab Kertas P.Moral SPM  2024.pptx
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM 2024.pptx
 
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
5. HAK DAN KEWAJIBAN JEMAAH indonesia.pdf
 
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdfrpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
rpp bangun-ruang-sisi-datar kelas 8 smp.pdf
 
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
 
AKSI NYATA MODUL 1.3 VISI GURU PENGGERAK.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.3 VISI GURU PENGGERAK.pptxAKSI NYATA MODUL 1.3 VISI GURU PENGGERAK.pptx
AKSI NYATA MODUL 1.3 VISI GURU PENGGERAK.pptx
 
PERTEMUAN 9 KESEIM 3 SEKTOR.............
PERTEMUAN 9 KESEIM 3 SEKTOR.............PERTEMUAN 9 KESEIM 3 SEKTOR.............
PERTEMUAN 9 KESEIM 3 SEKTOR.............
 
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
 
PLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukan
PLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukanPLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukan
PLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukan
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 8 Fase D
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 8 Fase DModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 8 Fase D
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 8 Fase D
 
PPT PERLINDUNGAN KONSUMEN .Pengertian Transaksi Online
PPT PERLINDUNGAN KONSUMEN .Pengertian Transaksi OnlinePPT PERLINDUNGAN KONSUMEN .Pengertian Transaksi Online
PPT PERLINDUNGAN KONSUMEN .Pengertian Transaksi Online
 
Modul Ajar Informatika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Informatika Kelas 11 Fase F Kurikulum MerdekaModul Ajar Informatika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Informatika Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka
 
LATIHAN SOAL SISTEM PENCERNAAN KELAS 11pptx
LATIHAN SOAL SISTEM PENCERNAAN KELAS 11pptxLATIHAN SOAL SISTEM PENCERNAAN KELAS 11pptx
LATIHAN SOAL SISTEM PENCERNAAN KELAS 11pptx
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
 
Program Roots Indonesia/Aksi Nyata AAP.pdf
Program Roots Indonesia/Aksi Nyata AAP.pdfProgram Roots Indonesia/Aksi Nyata AAP.pdf
Program Roots Indonesia/Aksi Nyata AAP.pdf
 
Sejarah Perkembangan Teori Manajemen.ppt
Sejarah Perkembangan Teori Manajemen.pptSejarah Perkembangan Teori Manajemen.ppt
Sejarah Perkembangan Teori Manajemen.ppt
 

untuk Panduan SMAGAPALA

  • 1. BUKU PANDUAN (DIKTAT MATERI) S M A G A PA L A (PECINTA ALAM SMA NEGERI 3 SURABAYA) EDISI 2011
  • 2. TIM PENYUSUN 1. Cak Tun (Pendiri & Angkatan 0) 2. Cak Opik (Instruktur Sangga Bhuwana) 3. Cak Aan (Angkatan II) 4. Cak Yayak/Hari (Angkatan IV) 5. Cak Qomar (Angkatan IV) 6. Cak Eko Teyeng (Angkatan VI) 7. Cak Yoyok/Cahyo (Angkatan XII) Buku Materi Panduan ini Diterbitkan & Diedarkan Secara Terbatas untuk Kalangan SMAGAPALA Kritik & Saran harap dilayangkan melalui email: carztenz@yahoo.com atau kunjungi website: http://www.facebook.com/groups/smagapala/ EDISI 2011 DILARANG KERAS MENGUTIP, MENGCOPY, DAN ATAU MENGGANDAKAN SEBAGIAN ATAU SELURUH BAGIAN DARI BUKU PANDUAN INI DALAM BENTUK APAPUN TANPA IZIN TERTULIS DARI SMAGAPALA UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA -2-
  • 3. PENGANTAR SALAM RIMBA, Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya sehingga penyusunan buku materi panduan ini dapat kami selesaikan dengan baik. Terima kasih kami ucapkan kepada rekan-rekan semuanya yang mendukung dan memberikan sumbangan baik berupa modul materi, kritik, komentar, dan sebagainya sehingga buku ini dapat kami susun dan terbitkan. Buku ini merupakan panduan materi teori dan acuan dalam pelaksanaan kegiatan latihan maupun dasar-dasar yang diperuntukan dalam PRA-DIKLAT (Pra Pendidikan Latihan) maupun DIKLATSAR (Pendidikan Latihan Dasar) Kepecinta-alaman SMAGAPALA (Pecinta Alam SMA Negeri 3 Surabaya). Materi yang terdapat di buku ini diperoleh dari berbagai sumber bacaan, artikel, majalah, dan pengalaman para anggota senior SMAGAPALA sendiri kemudian kami kumpulkan, edit dan tulis sedemikian rupa sehingga menjadi satu buku panduan. Kami menyadari beberapa pokok bahasan materi dalam buku ini belum bisa diajarkan sepenuhnya di lapangan (seperti; menyelam /diving, penelusuran gua /caving, SAR, dll) dikarenakan saat ini terdapat keterbatasan resources dan peralatan yang dimiliki, namun tidak menutup kemungkinan dalam perkembangannya materi tersebut akan dapat diajarkan secara menyeluruh di lapangan. Buku materi panduan ini diharapkan dapat menjadi landasan teori dasar-dasar ilmu kepecinta-alaman, hutan & gunung, serta ilmu-ilmu yang berkaitan dengan kegiatan alam bebas yang nantinya dapat dikembangkan sendiri oleh para anggota baik dengan cara mengikuti pelatihan tambahan dari luar atau institusi/organisasi lain maupun kegiatan kegiatan alam bebas yang menunjang berkembangnya ilmu kepecinta-alaman. Tidak ada gading yang tak retak begitu kata pepatah, untuk itu kami yakin bahwa dalam penulisan buku panduan ini jauh dari kata sempurna dan masih banyak kekurangan atau kesalahan baik dalam penyajian maupun isi materinya, berangkat dari itu kami menginginkan kritik dan saran sekaligus sumbangsih dalam perbaikan buku panduan ini agar dapat diperbaiki kekurangan dan kelengkapan materi yang disajikan. Kritik, saran, maupun revisinya agar dapat dilayangkan melalui email kami carztenz@yahoo.com untuk penyempurnaan buku materi ini. Akhir kata, kami berharap agar buku panduan ini dapat memberikan pencerahan, manfaat, dan nilai tambah bagi seluruh anggota SMAGAPALA sebagai insan pecinta alam. SMAGAPALA Jaya, Tim Penyusun UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA -3-
  • 4. KODE ETIK PEMUDA PECINTA ALAM SE-INDONESIA Kode Etik Pecinta Alam Indonesia dicetuskan dalam kegiatan Gladian Nasional Pecinta Alam IV yang dilaksanakan di Pulau Kahyangan dan Tana Toraja pada bulan Januari 1974. Gladian yang diselenggarakan oleh Badan Kerja sama Club Antarmaja pencinta Alam se- Ujung Pandang ini diikuti oleh 44 perhimpunan pecinta alam se Indonesia. Kode etik pecinta alam Indonesia ini, sampai saat ini masih dipergunakan oleh berbagai perkumpulan pecinta alam di seluruh Indonesia. Bunyi dari kode etik pecinta alam Indonesia adalah sebagai berikut:  Pecinta Alam Indonesia sadar bahwa alam beserta isinya adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa  Pecinta Alam Indonesia adalah bagian dari masyarakat Indonesia sadar akan tanggung jawab kepada Tuhan, bangsa, dan tanah air.  Pecinta Alam Indonesia sadar bahwa pecinta alam adalah sebagian dari makhluk yang mencintai alam sebagai anugerah yang Mahakuasa  Sesuai dengan hakekat di atas, kami dengan kesadaran menyatakan: 1. Mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa 2. Memelihara alam beserta isinya serta menggunakan sumber alam sesuai dengan kebutuhannya 3. Mengabdi kepada bangsa dan tanah air 4. Menghormati tata kehidupan yang berlaku pada masyarakat sekitar serta menghargai manusia dan kerabatnya 5. Berusaha mempererat tali persaudaraan antara pecinta alam sesuai dengan azas pecinta alam 6. Berusaha saling membantu serta menghargai dalam pelaksanaan pengabdian terhadap Tuhan, bangsa dan tanah air 7. Selesai Disyahkan bersama dalam Gladian Nasiona ke-4 Ujung Pandang, 1974 UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA -4-
  • 5. TENTANG SMAGAPALA Pada awalnya SMAGAPALA merupakan wadah bagi kelompok kecil siswa SMA Negeri 3 Surabaya yang mempunyai hobby atau pun ketertarikan yang sama terhadap kegiatan alam bebas. Ketika itu Cak Tun, Cak Abidin, dan beberaapa siswa lainnya kemudian mengembangkan ketertarikan dan hobinya pada kegiatan alam bebas untuk menjadikannya dalam suatu organisasi kegiatan alam bebas dan kepecinta-alaman dan selanjutnya menamakan diri dengan nama SMAGAPALA (Pecinta Alam SMA Negeri 3 Surabaya). SMAGAPALA didirikan pada tanggal 5 Desember 1984, dan kemudian diresmikan pada tanggal 18 Desember 1984. Tujuan didirikan organisasi ini adalah sebagai wadah dalam pengembangan kegiatan alam bebas, petualangan, konservasi alam yang memiliki hakikat sebagai insan yang mencintai alam dan sekaligus memberikan kesadaran pentingnya alam, hutan, dan seisinya untuk terus dilestarikan bagi kelangsungan kehidupan. SMAGAPALA mempunyai semboyan Cinta Alam dan Kasih Sayang Sesama, memberikan arti tidak hanya pentingnya untuk mewujudkan kecintaan dan kelestarian alam tetapi juga perlunya hubungan antar manusia yang saling mencintai dan menghargai satu dengan lainnya. UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA -5-
  • 6. ANGGARAN DASAR SMAGAPALA Mukadimah Perkembangan kegiatan pecinta-alaman di Indonesia adalah merupakan perwujudan yang nyata dari dinamika pemuda yang sadar menghimpun dirinya dalam organisasi dan induk kepecinta-alaman dengan jenis dan fungsinya dengan tujuan akhir mencapai cita-cita berlandaskan falsafah negara Pancasila. Hal ini terjadi pula di Sekolah Menengah Atas Negeri Tiga (SMAN 3) Surabaya, yang bertujuan membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang mampu berkarya di dalam pembangunan nasional dan berprestasi di bidang-bidang kepecinta-alaman. BAB I Nama, Bentuk dan Sifat Organisasi Pasal 1 Nama Organisasi ini bernama Pecinta Alam SMA Negeri 3 dan dalam pemakaiannya bisa digunakan dengan nama SMAGAPALA Pasal 2 Bentuk Organisasi ini berbentuk demokrasi yang mewadai kegiatan kepecinta-alaman di lingkungan SMAN 3 Surabaya Pasal 3 Sifat Organisasi ini bersifat terbuka untuk mengkoordinasikan dan mengembangkan segala kegiatan kepecinta-alaman di lingkungan SMAN 3 Surabaya BAB II Kedudukan dan Sejarah Pasal 4 Kedudukan SMAGAPALA berkedudukan di SMAN 3 Surabaya Pasal 5 Sejarah SMAGAPALA didirikan tanggal 5 Desember 1984 dan diresmikan pada tanggal 18 Desember 1984 di Surabaya untuk jangka waktu tak terbatas BAB III Azas, Dasar dan Tujuan UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA -6-
  • 7. Pasal 6 Azas SMAGAPALA berazaskan Pancasila Pasal 7 Dasar SMAGAPALA berdasarkan kepada Tri Dharma Pasal 8 Tujuan SMAGAPALA bertujuan sebagai wadah dalam pengembangan olahraga prestasi, petualangan, dan konservasi dengan semboyan Cinta Alam dan Kasih Sayang Sesama BAB IV Bendera, Lambang dan Atribut Pasal 9 Bendera Bendera SMAGAPALA berwarna biru dan kuning yang di tengahnya bertuliskan SMAGAPALA berwarna merah Pasal 10 Lambang Lambang SMAGAPALA berupa segitiga yang bergambar didalamnya dua buah tali yang terikat dan lingkaran yang didalamnya terdapat tulisan Pasal 11 Atribut 1. Atribut organisasi berupa bendera, lambang, pakaian seragam, scraft orange, scraft merah, dan NIPA (Nomor Induk Pecinta Alam) 2. Tata cara penempatan dan ketentuan yang tercantum pada pasal 11 ayat 1 ini diatur oleh pengurus SMAGAPALA BAB V Ruang Lingkup, Kewajiban dan Usaha Pasal 12 SMAGAPALA mempunyai ruang lingkup sebagai berikut: 1. Pengembangan keorganisasian 2. Pembinaan anggota 3. Sosialisasi kegiatan kepecinta-alaman 4. Latihan kegiatan rutin UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA -7-
  • 8. 5. Hal-hal yang berkaitan dengan kepecinta-alaman Pasal 13 Kewajiban dan Usaha 1. Mengkoordinasikan dan membina kegiatan kepecinta-alaman di SMAN 3 Surabaya dengan merencanakan pembinaan dan peningkatan prestasi kegiatan kepecinta- alaman tahap demi tahap 2. Membina dan mengarahkan perkembangan siswa yang menjadi anggota SMAGAPALA agar nantinya dapat berprestasi di bidang kepecinta-alaman sehingga dapat mengharumkan nama SMAN 3 Surabaya 3. Mengadakan kegiatan konservasi alam, ekpedisi, pendakian gunung, panjat tebing, dan kegiatan lainnya dalam lingkup kepecinta-alaman yang sanggup dilaksanakan dan tidak bertentanga dengan peraturan di SMAN 3 Surabaya 4. Mengawasi dan ikut serta menegakkan keamanan dan keselamatan bagi seluruh anggota SMAGAPALA 5. Memupuk dan membina persahabatan dan persaudaraan baik di dalam organisasi maupun antar organisasi lainnya 6. Membina usaha lain yang sah dan tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku BAB VI Keanggotaan Pasal 14 Anggota 1. Anggota pecinta alam SMAGAPALA adalah siswa SMAN 3 Surabaya yang aktif belajar dan atau telah lulus sekolah yang sanggup memenuhi peraturan, tata tertib dan persyaratan yang berlaku dan ditetapkan 2. Keanggotaan SMAGAPALA yang dimaksud dalam pasal 14 ayat 1 ini diperoleh dengan cara seleksi Pasal 15 Hak dan Kewajiban 1. Anggota SMAGAPALA memiliki hak: a. Partisipasi b. Bicara c. Dipilih d. Menggunakan fasilitas organisasi sesuai ketentuan e. Mendapatkan pelatihan 2. Anggota SMAGAPALA memiliki kewajiban a. Menjaga nama baik organisasi b. Menaati AD/ART c. Aktif dalam kegiatan yang ditentukan pengurus d. Menyumbangkan dan mengembangkan ilmu e. Menaati peraturan yang dibuat oleh organisasi Pasal 16 Jenis Keanggotaan UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA -8-
  • 9. SMAGAPALA memiliki 4 (empat) jenis keanggotaan, yaitu: 1. Calon Anggota 2. Anggota Muda 3. Anggota Tetap 4. Anggota Kehormatan Pasal 17 Sanksi – Sanksi Anggota SMAGAPALA dapat dikenakan sanksi apabila melanggar aturan organisasi dimana sanksi bisa ditentukan oleh musyawarah anggota dan pengurus. Sanksi terberat adalah diberhentikannya sebagai aggota SMAGAPALA Pasal 18 Kehilangan Status Keanggotaan 1. Mengundurkan diri 2. Diberhentikan dari organisasi 3. Organisasi telah dibubarkan atau membubarkan diri BAB VII Organisasi Pasal 19 Struktur Organisasi Pembina Alumni Ketua Umum Instruktur Wakil Ketua Umum Sekretaris Bendahara Sie Sie Sie Pelatihan & Divisi Hutan & Divisi Dokumentasi Perlengkapan Pengembangan Gunung Rock Climbing Keterangan: Garis Kordinasi Garis Komando UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA -9-
  • 10. Pasal 20 Pengurus Organisasi Pengurus SMAGAPALA terdiri dari: 1. Ketua Umum 2. Wakil Ketua Umum 3. Sekretaris 4. Bendahara 5. Seksi atau koordinator bidang BAB VIII Musyawarah Pasal 21 Musyawarah Anggota Musyawarah anggota merupakan kekuasaan tertinggi SMAGAPALA yang diselenggarakan sekali dalam setahun Pasal 22 Rapat Anggota Dalam rangka mengkoordinasikan kegiatan dan yang terkait maka diselenggarakan rapat anggota BAB IX Sistem Pendidikan dan Pelatihan Pasal 23 Sistem Pendidikan SMAGAPALA memiliki sistem pendidikan dan pelatihan kepecinta-alaman sebagai berikut: 1. Pendidikan dan Pelatihan dalam ruang kelas 2. Pendidikan dan Pelatihan praktek di luar kelas 3. Pra-Diklat (Pra Pendidikan Latihan) untuk calon anggota 4. DIKLATSAR (Pendidikan Latihan Dasar) kepecinta-alaman secara menyeluruh 5. Kegiatan Ekspedisi 6. Kenaikan scarf anggota BAB X Pendanaan dan Kekayaan Organisasi Pasal 24 Pendanaan Pendanaan SMAGAPALA diperoleh dari 1. Iuran anggota 2. Bantuan dari sekolah 3. Donatur dan atau sumbangan yang tidak mengikat UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 10 -
  • 11. 4. Sponsorship 5. Usaha usaha lain yang sah dan yang tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku Pasal 25 Kekayaan Organisasi 1. Kekayaan SMAGAPALA adalah harta organisasi yang bersifat tetap atau tidak tetap yang diperoleh dari pembelian, hibah, sumbangan, dan usaha lainnya yang sah 2. Kekayaan SMAGAPALA digunakan untuk pengembangan organisasi dan kesejahteraan anggota BAB XI Perubahan Anggaran Dasar dan Ketentuan Lain Pasal 26 Perubahan Anggaran Dasar 1. Apabila dianggap perlu maka perubahan Anggaran Dasar (AD) dapat dilaksanakan melalui forum musyawarah besar 2. Forum musyawarah besar yang dimaksud pada pasal 26 ayat 1 tersebut harus dihadiri minimal 2/3 dari seluruh anggota aktif SMAGAPALA Pasal 27 Ketentuan Lain Pasal – pasal dalam Anggaran Dasar ini dijabarkan lebih lanjut dalam peraturan atau ketentuan lain yang disepakati oleh anggota dan pengurus SMAGAPALA UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 11 -
  • 12. BENDERA DAN LOGO SMAGAPALA BENDERA Bendera SMAGAPALA berwarna biru-kuning-biru yang mengandung arti: keagungan, kebesaran, dan kebanggaan. Di tengah warna kuning bendera tertulis SMAGAPALA dengan warna merah yang melambangkan keberanian. LOGO Pada logo SMAGAPALA terdapat: 1. Tiga (3) puncak gunung, artinya: puncak prestasi diraih di SMA 3 Surabaya. 2. Arah kompas, artinya: anggota SMAGAPALA menjadi panduan dan panutan bagi orang lain. 3. Dua (2) pohon kelapa disisi kanan dan kiri, artinya: anggota SMAGAPALA terdiri dari putra dan putri. 4. Bunga teratai berwarna putih, artinya: sebagai pendidikan yang suci. 5. Bingkai yang melingkar diatas bertuliskan CINTA ALAM DAN KASIH SAYANG SESAMA melambangkan cinta kasih dan persaudaraan di antara manusia dan sesama makhluk ciptaan Tuhan YME. 6. Simpul tali yang mengikat melambangkan ikatan kuat untuk tetap setia kepada SMAGAPALA. 7. Bingkai dibawah bertuliskan DIVISI PECINTA ALAM SMA NEGERI 3 SURABAYA UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 12 -
  • 13. DAFTAR ISI TIM PENYUSUN 2 PENGANTAR 3 KODE ETIK PEMUDA PECINTA ALAM SE-INDONESIA 4 TENTANG SMAGAPALA 5 ANGGARAN DASAR SMAGAPALA 6 BENDERA DAN LOGO SMAGAPALA 12 DAFTAR ISI 13 BAB 1 ALAM DAN MANFAATNYA 18 1.1 PENGERTIAN HUTAN DAN MANFAATNYA 18 1.2 ANATOMI HUTAN 19 1.3 KEHIDUPAN FLORA DAN FAUNA 19 1.4 TIPE, STRUKTUR DAN JENIS HUTAN 19 1.4.1 TIPE HUTAN 26 1.4.2 STRUKTUR HUTAN 26 1.4.3 MACAM HUTAN 26 1.5 ALAM DAN HUTAN INDONESIA 22 1.6 SEJARAH SINGKAT PENGELOLAAN HUTAN INDONESIA 23 1.7 KERUSAKAN HUTAN INDONESIA 23 BAB 2 PENGENALAN DASAR MOUNTAINEERING 25 2.1 PENDAHULUAN 25 2.2 PERSIAPAN PENDAKIAN GUNUNG 26 2.2.1 PENGENALAN MEDAN 26 2.2.2 PERSIAPAN FISIK 26 2.2.3 PERSIAPAN TIM 26 2.2.4 PERBEKALAN DAN PERALATAN 26 2.3 LANGKAH DAN PROSEDUR PENDAKIAN 27 2.3.1 PERSIAPAN 27 2.3.2 PELAKSANAAN 27 2.3.3 EVALUASI 27 2.4 FISIOLOGI TUBUH DI PEGUNUNGAN 27 2.4.1 KONSEKUENSI PENURUNAN SUHU 27 2.4.2 KONSEKUENSI PENURUNAN JUMLAH OKSIGEN 27 2.4.3 KESEGARAN JASMANI 28 2.5 PENGETAHUAN DASAR MOUNTAINEERING 29 2.5.1 ORIENTASI MEDAN 29 2.5.1.1 MENENTUKAN ARAH PERJALANAN DAN POSISI PADA PETA 29 2.5.1.2 MENGGUNAKAN KOMPAS 29 2.5.1.3 PETA DALAM PERJALANAN 29 2.5.2 MEMBACA KEADAAAN ALAM 30 2.5.2.1 KEADAAN UDARA 30 2.5.2.2 MEMBACA SANDI-SANDI YANG DITERAPKAN ATAU DISEPAKATI 30 2.6 TINGKATAN DALAM PENDAKIAN 30 BAB 3 TALI TEMALI & SIMPUL (ROPE HANDLING & KNOTS) 33 3.1 PENDAHULUAN 33 3.2 SIMPUL ALPINE BUTTERFLY (KUPU-KUPU) 34 3.3 SIMPUL BACK SPLICE (SAMBATAN BALIK) 34 3.4 SIMPUL BOWLINE 35 3.5 SIMPUL CLOVE HITCH 35 3.6 SIMPUL CONSTRICTOR 36 UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 13 -
  • 14. 3.7 SIMPUL FIGURE OF EIGHT & DOUBLE FIGURE OF EIGHT 36 3.8 SIMPUL DOUBLE FISHERMAN 37 3.9 SIMPUL DOUBLE OVERHAND 37 3.10 SIMPUL SHEET BEND (ANYAM GANDA) 38 3.11 SIMPUL EYE SPLICE 38 3.12 SIMPUL HUNTER’S BEND 39 3.13 SIMPUL MUNTER / ITALIAN HITCH 39 3.14 SIMPUL OVERHAND 40 3.15 SIMPUL PRUSIK 40 3.16 SIMPUL REEF 41 3.17 SIMPUL ROLLING HITCH 41 3.18 SIMPUL ROUND TURN & TWO HALF HITCHES 42 3.19 SIMPUL SHEEPSHANK 42 3.20 SIMPUL SHEET BEND 43 3.21 SIMPUL SHORT SPLICE 43 3.22 SIMPUL WHIPPING 44 3.23 SIMPUL SURGEON 44 3.24 SIMPUL TAPE / WEBBING 45 3.21 SIMPUL TRUCKER’S HITCH 45 BAB 4 PERENCANAAN PERJALANAN DI ALAM BEBAS 47 4.1 PERENCANAAN DAN PERSIAPAN 47 4.1.1 TUJUAN 47 4.1.2 WAKTU 47 4.1.3 PERSERTA 47 4.1.4 ANGGARAN 47 4.1.5 PERIJINAN 48 4.1.6 PEMBUKUAN PERJALANAN 48 4.1.7 PUBLIKASI DAN SPONSOR 48 4.1.8 SURVEY 48 4.1.9 PERENCANAAN DI LAPANGAN 48 4.1.10 BRIEFING 48 4.1.11 CHECK KESEHATAN 49 4.1.12 PELAKSANAAN DI LAPANGAN 49 4.1.13 SETELAH PERJALANAN 49 4.2 PERLENGKAPAN DAN PERBEKALAN 49 4.3 PERLENGKAPAN DASAR 49 4.3.1 SEPATU 49 4.3.2 KAOS KAKI 50 4.3.3 CELANA 50 4.3.4 BAJU 50 4.3.5 RANSEL / BACKPACK / CARRIER 50 4.3.6 PERALATAN NAVIGASI 50 4.3.7 OBAT-OBATAN DAN SURVIVAL KITS 50 4.3.8 LAMPU SENTER & LENTERA 50 4.3.9 PERLENGKAPAN MASAK 50 4.3.10 PERLENGKAPAN TIDUR 50 4.3.11 TOPI ATAU TUTUP KEPALA 51 4.3.12 SYAL/SLAYER, SARUNG TANGAN, IKAT PINGGANG 51 4.4 PACKING (TEKNIK PENGEPAKAN) 51 4.5 MEMILIH DAN MENEMPATKAN BARANG 52 BAB 5 KEORGANISASIAN 54 5.1 PENDAHULUAN 54 5.2 TIPE-TIPE ORGANISASI 55 5.2.1 ORGANISASI LINI (GARIS) 55 5.2.2 ORGANISASI LINI DAN STAF 55 5.2.3 ORGANISASI FUNGSIONAL 55 5.2.4 ORGANISASI PANITIA 55 5.3 PENGELOLAAN ORGANISASI 55 UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 14 -
  • 15. 5.3.1 DASAR-DASAR PENGELOLAAN ORGANISASI 55 5.3.2 PEMBUATAN PROPOSAL 55 5.3.3 PENJADWALAN KEGIATAN 56 5.3.4 PEMBUATAN LAPORAN KEGIATAN 56 5.4 RAPAT DAN DISKUSI 56 5.4.1 PENYAMPAIAN PENDAPAT 57 5.4.2 MEMIMPIN FORUM DISKUSI 57 5.4.3 ETIKA RAPAT DAN DISKUSI 57 5.4.4 PROSEDUR RAPAT 58 5.4.5 TEKNIK RAPAT DAN PROSES RAPAT BERJALAN 58 5.5 TEKNIK PENGUASAAN LAPANGAN DALAM ORGANISASI 58 5.5.1 PERSIAPAN FISIK 59 5.5.2 PENGENDALIAN MASSA DALAM ORGANISASI 59 5.6 KEORGANISASIAN DALAM SMAGAPALA 59 5.6.1 AD/ART SMAGAPALA 60 5.6.2 KONVENSI (PERATURAN TIDAK TERTULIS) 60 5.6.3 STRUKTUR ORGANISASI DAN MEKANISME KERJA 60 BAB 6 PENGENALAN DASAR NAVIGASI DARAT 62 6.1 PENDAHULUAN 62 6.2 PETA TOPOGRAFI 62 6.3 KORDINAT 63 6.4 ANALISA PETA 64 6.5 KOMPAS 64 6.6 ORIENTASI PETA 65 6.7 GARIS KONTUR DAN GARIS KETINGGIAN 66 6.8 TITIK TRIANGULASI 67 6.9 RESECTION 67 6.10 INTERSECTION 68 6.11 AZIMUTH – BACK AZIMUTH 66 6.12 SIMBOL-SIMBOL UMUM (LEGENDA) PETA 69 6.13 MERENCANAKAN JALUR LINTASAN 70 6.14 PENAMPANG LINTASASAN 71 6.15 PEMAHAMAN PETA TOPOGRAFI 72 6.15.1 MEMBACA GARIS KONTURI 72 6.15.2 MENGHITUNG INTERVAL KONTUR 72 6.15.3 UTARA PETA 72 6.15.4 MENGENAL TANDA MEDAN 72 6.15.5 MENGGUNAKAN PETA 73 6.15.6 MEMAHAMI CARA PLOTTING DI PETA 73 6.15.7 MEMBACA KORDINAT 74 6.15.8 SUDUT PETA 74 6.15.9 TEKNIK MEMBACA PETA 74 BAB 7 SURVIVAL 78 7.1 PENDAHULUAN 78 7.2 KONDISI DAN KEADAAN SUATU SURVIVAL 78 7.3 HAL-HAL YANG HARUS DIMILIKI SURVIVOR 79 7.4 BAHAYA-BAHAYA DALAM SURVIVAL 80 7.5 PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN DALAM SURVIVAL 81 7.5.1 CARA MEMBUAT BIVOUAC/SHELTER 81 7.5.2 MENGATASI GANGGUAN BINATANG 84 7.5.3 MEMBACA JEJAK 84 7.5.4 KEBUTUHAN DALAM SURVIVAL 84 7.5.5 MEMASANG PERANGKAP (TRAP) 89 BAB 8 PERTOLONGAN PERTAMA PADA GAWAT DARURAT (PPGD) 98 8.1 LATAR BELAKANG 98 8.2 ALOGARITHMA DASAR PPGD 98 8.3 NAFAS BANTUAN 104 UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 15 -
  • 16. 8.4 NAFAS BUATAN 105 8.5 PIJAT JANTUNG 105 BAB 9 PENGENALAN DASAR ROCK CLIMBING 107 9.1 PENDAHULUAN 107 9.2 SEJARAH ROCK CLIMBING 107 9.3 PERLENGKAPAN ROCK CLIMBING 107 9.4 PENGGUNAAN DAN PERAWATAN ALAT 123 9.5 KOMPONEN DASAR PANJAT TEBING 125 9.6 PROSEDUR PEMANJATAN 126 9.7 STYLE / TIPE PEMANJATAN 127 9.8 TEKNIK DASAR PEMANJATAN 127 9.9 PERAWATAN PERALATAN ROCK CLIMBING 136 BAB 10 PENGENALAN SAR (SEARCH & RESCUE) 139 10.1 PENGERTIAN SAR 139 10.2 SISTEM SAR 139 10.3 POLA-POLA PENCARIAN 140 BAB 11 PENGENALAN DASAR ARUNG JERAM (RAFTING) 142 11.1 PENDAHULUAN 142 11.2 PERALATAN DAN PERLENGKAPAN 142 11.3 SUNGAI 144 11.4 PENGETAHUAN DASAR BERARUNG-JERAM 148 BAB 12 PENGENALAN DASAR MENYELAM (DIVING) 153 12.1 PENDAHULUAN 153 12.2 STANDAR JENJANG OLAHRAGA PENYELAMAN 154 12.3 PENGETAHUAN DASAR PENYELAMAN 140 BAB 13 PENGENALAN DASAR PENELUSURAN GUA (CAVING) 166 13.1 DEFINISI TELUSUR GUA 166 13.2 SEJARAH PENELUSURAN GUA 166 13.3 TERJADINYA GUA DAN JENISNYA 167 13.4 ETIKA DALAM PENELUSURAN GUA 169 13.5 TEKNIK DALAM PENELUSURAN GUA 169 DAFTAR PUSTAKA 176 UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 16 -
  • 17. Tidak terlalu sulit untuk mengerti, mengapa sepanjang jaman orang yang mencari arti hidup mencoba hidup sedekat mungkin dengan alam. -Henry J. M. Nouwen- Apa yang saya saksikan di Alam adalah sebuah tatanan agung yang tidak dapat kita pahami dengan sangat tidak menyeluruh, dan hal itu sudah semestinya menjadikan seseorang yang senantiasa berpikir dilingkupi perasaan “rendah hati”. -Albert Einstein- Alam bukan untuk ditaklukkan, tapi kita yang harus bisa menaklukkan ketakutan, kengerian, kegamangan untuk mempelejari sifat-sifat alam. –Norman Edwin- UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 17 -
  • 18. BAB 1 ALAM DAN MANFAATNYA 1.1 Pengertian Hutan dan Manfaatnya Hutan merupakan persekutuan hidup (ekosistem) yang didalamnya terdapat interaksi antara faktor hidup (biotik) yang terdiri atas tumbuhan (flora) dan hewan (fauna) dengan faktor lingkungan abiotik (tanah, air, udara, cahaya matahari. Belantara rimba memberikan kenyamanan bagi kehidupan berbagai jenis makhluk hidup, khususnya hutan tropik di sepanjang garis khatulistiwa. Hutan tropic memiliki sistem pengaturan udara yang canggih sehingga suasananya akan menjadi hangat dan lembab setiap saat, dan secara umum hutan memberikan manfaat sbb:  Penghasil oksigen terbesar; yaitu didapat karena terdiri dari tumbuhan yang melakukan proses fotosintesis yang memberi manfaat pada tumbuhan itu sendiri dan manusia disekitarnya.  Pengendali fungsi hidrologi; hutan mempunyai fungsi penting dalam mengatur besarnya air permukaan. Dengan adanya resapan di lantai hutan, tanah menjadi gembur dan air hujan dapat mudah meresap ke dalam tanah disbanding dengan tanah yang tidak tertutup hutan. Air larian berkurang sehingga mengurangi resiko banjir. Fungsi perlindungan tanah dari erosi sebenarnya bukan dilakukan oleh pohon melainkan ekosistem yang ada dibawahnya.  Penyimpan plasma nuftah atau bank gen; didalam hutan Indonesia terdapat sekitar 25.000 jenis fauna dan 400.000 jenis flora. Hal ini jelas bahwa peran hutan sebagai tempat hidup (habitat) bagi ratusan ribu flora dan faunanya sangatlah besar. Dapat kita bayangkan apabilasatu jenis flora saja yang punah, maka beberapa fauna yang tergantung padanya akan turut punah juga.  Pengendali iklim; selain penghasil oksigen, hutan merupakan penyeimbang kadar CO2 dari hasil respirasi. Pemanasan global saat ini merupakan adanya peningkatan kadar CO2. Hutan menyediakan O2 sebagai penyeimbangnya sehingga pemanasan bumi dapat dikurangi.  Produk hutan yang dapat dimanfaatkan; mulai dari kebutuhan yang sangat sederhana yaitu baker sampai dengan produk yang mempunyai nilai ekonomi tinggi seperti hasil kayu rotan, jati, ramin, tengkawang, dan cendana. Akan tetapi eksploitasi kayu hutan UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 18 -
  • 19. secara besar-besaran atau deforestasi dan merusak lingkungan akan mengakibatkan bencana di alam bumi. 1.2 Anatomi Hutan Hutan tersusun dari beberapa lapisan horizontal, yang berdasarkan atas tinggi rendahnya pohon yang bergantung pada umur dan jenis masing-masing tumbuhan:  Lapisan A, tingginya 35-42 m dan kadang-kadang diselingi oleh pohon-pohon yang mencapai 80m, disebut lapisan penembus (emergent) dengan ciri khas yang mempunyai tajuk berbentuk payung.  Lapisan B, tingginya rata-rata 20 m, bertajuk lebat dan kurang lebar namun lebih rapat daripada lapisan A.  Lapisan C, tingginya 4-15 m, memiliki dahan, ranting, dan daun yang lebih lebat daripada lapisan A dan B.  Lapisan D, tingginya rata-rata 1 m, merupakan lapisan semak dan anakan pohon 1.3 Kehidupan Flora dan Fauna Flora (tumbuhan) dipandang sebagai tulang punggung ekosistem hutan dan digolongkan menjadi dua, yaitu tumbuhan yang mampu mendapatkan energi matahari tanpa bantuan tumbuhan lain dan tumbuhan yang secara mekanis membutuhkan topangan dari tumbuhan lain untuk mendapatkan energi matahari. Setiap tumbuhan yang hidup dalam suatu kawasan hutan saling berhubungan erat dan harmonis dengan tumbuhan yang lain. Pohon-pohon besar atau raksasa melindungi tumbuhan dibawahnya yang tidak tahan terhadap matahari. Tumbuhan dibawahnya tersebut adalah cendawan dan tumbuhan pengurai memanfaatkan sisa-sisa tanaman yang mati untuk hidupnya dan menjadikan humus serta zat-zat anorganik yang kemudian bermanfaat tumbuhan besar dan atau lainnya sehingga suatu lingkaran kehidupan. Beberapa satwa memiliki habitat yang terbatas, beberapa satwa yang lain memilik habitat yang sangat luas seperti burung yang mampu berpindah tempat sampai ribuan kilometre. Satwa-satwa tersebut mempunyai peranan yang penting dalam membantu penyebaran geografis tumbuhan dan memperlancar peredaran unsur hara dalam ekosistem. 1.4 Tipe, Struktur dan Jenis Hutan UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 19 -
  • 20. Variasi hutan cukup banyak, sesuai dengan faktor-faktor yang dimilikinya terutama iklim, ketinggian, dan jenis tananhnya. 1.4.1 Tipe Hutan Pada tempat yang memiliki perbedaan bulan kering dan bulan basah cukup menyolok seperti di Jawa Tengah, Jawa Timur dan kepulauan Nusa Tenggara, terdapat hutan/pohon yang daunnya di musim kemarau. Tipe hutan ini disebut DECIDEOUS. Sedangkan kebalikannya adalah hutan yang sepanjang tahun selalu kelihatan hijau (evergreen) yang banyak dijumpai di daerah yang curah hujannya cukup tinggi. Hutan seperti ini termasuk tipe hutan Tropik cukup tinggi, tipe hutan seperti ini termasuk hutan TROPIK. 1.4.2 Struktur Hutan Struktur hutan menurut terjadinya dibedakan atas:  Hutan Primer, disebut juga hutan inti. Hutan ini tidak dapat berdiri sendiri tetapi selalu dikelilingi pelindungnya. Adapun ciri-cirinya antara lain, memiliki kerapatan tumbuhan yang relative tinggi, bentuk fisik tumbuhannya didominasi oleh pepohonan yang besar dan tinggi, tingkat kerusakannya oleh manusia sangat kecil dan terbentuk secara alami.  Hutan Sekunder, atau hutan penyangga, mempunyai ciri-ciri antara lain kerapatan pohonnya relative rendah, di dominasi oleh tumbuhan yang relatif muda umurnya, tingkat kerusakan non alamiah cukup besar dan dapat terbentuk secara alamiah maupun buatan. 1.4.3 Macam Hutan Macam hutan berdasarkan fungsinya dapat dibedakan menjadi:  Hutan Lindung, yaitu kawasan hutan yang khas keadaan sifat alaminya diperuntukkan guna mengatur tata air, mencegah bencana banjir dan erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah. Apabila hutan ini terganggu maka akan kehilangan fungsinya sebagai pelindung bahkan akn menimbulkan bencana alam seperti banjir dan erosi.  Hutan Produksi, yaitu kawasan hutan yang memiliki produksi hutan untuk memenuhi keperluan masyarakat umumnya dan khususnya untuk pembangunan, industri dan keperluan ekspor.  Hutan Suaka Alam, yaitu kawasan hutan yang sifatnya khas diperuntukkan secara khusus untuk perlindungan alam hayati dan manfaat-manfaat lainnya. Hutan suaka alam terbagi atas CAGAR ALAM yang berhubungan dengan keadaan alaminya yang khusus termasuk hewani dan nabati, serta SUAKA MARGASATWA yang ditetapkan sebagai tempat hidup margasatwa yang mempunyai nilai khas bagi ilmu pengetahuan dan kebudayaan.  Hutan Wisata, yaitu kawasan hutan yang diperuntukkan ecara khusus untuk dibina dan dipelihara guna kepentingan pariwisata, terbagi atas TAMAN WISATA yang mempunyai keindahan alam nabati, hewani maupun keindahan alamnya sendiri yang mempunyai corak khas untuk dimanfaatkan bagi kepentingan rekreasi , serta UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 20 -
  • 21. TAMAN BURU yang didalamnya terdapat satwa buru yang memungkinkan diselenggarakan perburuan dengan teratur, teroganisir yang baik untuk kepentingan rekreasi. Macam hutan berdasarkan letak geogrfisnya dibedakan atas:  Hutan Tropik, termasuk hutan Indonesia memiliki lapisan horizontal hutan  Hutan Sub-Tropik, ditandai dengan hutan peluruh karena pengaruh empat musim maka pada musim gugur tampak daunnya berguguran.  Hutan Runjung, di daerah mendekati mendekati kutub bumi, ditandai dengan tumbuhan Coniferae seperti tusam dan eru.  Hutan Rumput Tundra, di daerah kutub bumi yang selalu diliputi salju, hanya mampu ditumbuhi lumut daun, lumut kerak dan tundra. Menurut iklim dan keadaan alam temperaturnya, hutan-hutan di Indonesia dapat dibedakan menjadi:  Hutan Tropik, terdapat di daerah-daerah yang mempunyai curah hujan dan temperatur udara yang tinggi di sepanjang tahun. Hutan tropic umumnya lebat, pohonnya relatif tinggi dan banyak jenisnya. Makin tinggi letaknya dari permukaan laut, jenis pohon besarnya makin berkurang, sedangkan pakis dan palem makin banyak.  Hutan Musim, dipengaruhi iklim musim, jenis tumbuhannya tidak sebanyak hutan tropik, kelebatannya juga berkurang. Pada musim kemarau tumbuh-tumbuhan meranggas, sebaliknya pada musim hujan berdaun lebat, misalnya hutan jati.  Sabana dan Stepa, didaerah yang curah hujannya rendah (daerah kering seperti Nusa Tenggara) pohon-pohonnya semakin berkurang. Yang ada daerah padang rumput hijau diselingi rumput kering, ilalang atau sabana. Daerah ini cocok untuk peternakan luas.  Hutan Bakau (Mangrove) terdapat di daerah pantai terbentuk karena pengaruh pasang surut air laut dan berkembang di daerah berlumpur maka Rhizopora, Avicennia, Sonneratia, Ceriops, Xylocarpus dan Lumnitzera banyak kita jumpai. Indonesia merupakan tempat komunitas bakau terbaik dan terluas didunia lebih kurang 3,7 juta ha atau 21,8 dari luas bakau di dunia (17 juta ha). Luas hutan bakau Indonesia terdiri atas propinsi Papua (35%), Kalimantan Timur (20,6%), Sumatra Selatan (9,6%), dan propinsi lainnya kurang dari (6%). Menurut jenis tumbuhannya, hutan dapat dibedakan 2 jenis:  Hutan Homogen, sesuai namanya hanya ada satu jenis tumbuhan, misalnya hutan jati, hutan pinus.  Hutan Heterogen, terdiri dari berbagai macam jenis tumbuhan atau pohon. Pada umumnya hutan alam Indonesia adalah hutan heterogen. UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 21 -
  • 22. 1.5 Alam dan Hutan Indonesia Seiring dengan semakin menguatnya kesadaran akan perubahan iklim, keberadaan hutan menjadi semakin sering diperbincangkan. Perubahan iklim yang disebabkan efek gas rumah kaca berdasarkan banyak kajian dan analisa memberikan ancaman masa depan yang suram bagi bumi dan kehidupan manusia. Ancaman ketahanan pangan, penyebaran penyakit malaria, tenggelamnya banyak daerah pesisir dan bahaya kekeringan membuat dunia saat ini mulai merancang-rancang dan mencari cara untuk mengurangi efek rumah kaca tersebut. Secara alami gas rumah kaca telah eksis di atmosfer. Keberadaan gas-gas seperti CO2, Methana, N2O, Ozon, uap air dan lainnya secara alami justru menguntungkan kehidupan manusia. Panas dari matahari yang diperangkap oleh gas-gas tersebut mampu membuat bumi menjadi hangat hingga cukup nyaman untuk ditinggali. Tanpa keberadaan gas-gas tersebut bumi diperkirakan lebih dingin 330 C. Namun semuanya menjadi berbeda ketika aktivitas manusia menyebabkan konsentrasi gas-gas tersebut semakin pekat. Pembakaran bahan bakar fosil, kegiatan industri yang massif, produksi BBM di kilang-kilang, pembakaran hutan dan sebagainya telah menyebakan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer semakin tinggi, terutama CO2. Menurut IPCC konsentrasi karbondioksida di atmosfer saat ini, menurut pengukuran pada udara yang terperangkap pada inti es, jauh lebih besar dibandingkan dengan 650.000 tahun terakhir. Disini kemudian peran hutan menjadi salah satu isu sentral dalam upaya mereduksi konsentrasi gas karbondioksida di atmosfer. Tegakan hutan dan tumbuhan hijau lainnya menyerap CO2 dari atmosfer pada masa pertumbuhannya melalui proses fotosintesis. Ini akan membantu mengurangi konsentrasi karbondioksida di udara dan berdampak pula pada pengurangan efek rumah kaca. Selama tegakan hutan mengalami pertumbuhan berarti proses penyerapan karbondioksida akan terus berlangsung, model seperti ini sering disebut juga sebagai carbon sink. Jumlah karbondioksida yang mampu diserap oleh tegakan hutan akan dipengaruhi oleh kondisi tempat tumbuh hutan tersebut seperti iklim, topografi dan kondisi tanah. Selain itu karakter pohon yang tumbuh dan pola manajemen pengelolaan hutanpun akan mempengaruhi tingkat penyerapan karbondioksida. Indonesia adalah salah satu pemilik kawasan hutan tropis utama di dunia. Sehingga semestinya Indonesia dapat berkontribusi dalam mengurangi konsentrasi gas rumah kaca, terutama karbondioksida. Namun semua menjadi kurang meyakinkan ketika melihat bagaimana hutan Indonesia dikelola. UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 22 -
  • 23. 1.6 Sejarah Singkat Pengelolaan Hutan Indonesia Pengelolaan hutan di Indonesia mulai memasuki masa ekploitasi sistematis pada zaman orde baru. Target utama dari pengelolaan pada masa awal-awal orde baru adalah untuk pemulihan ekonomi. Sehingga pola-pola sustainable management tidak menjadi perhatian saat itu. Sektor kehutanan diharapkan pada saat itu karena sektor-sektor lain tidak mampu memberikan kontribusi yang memuaskan. Sektor industri sulit berkembang disebabkan sejak pertengahan 1965 hingga awal 1966 terjadi hiperinflasi. Begitu juga sektor perkebunan, tingkat produksi dan investasi di berbagai komoditas utama seperti kopra, teh, karet dan kopi merosot sejak 1950. Pada tahun 1965 defisit anggaran belanja mencapai 248 juta dollar. Tahun berikutnya defisit mencapai dua kali lipatnya. Menghadapi hal ini pemerintahan Orde Baru menjadikan pemulihan ekonomi sebagai program utama, dimana peningkatan produksi pangan dan sektor industri terutama sandang dan pengelohan sumber daya alam (pertambangan dan hasil hutan). Pada fase- fase awal ini dimulai berbagai kebijakan yang mendukung program tersebut, pada sektor pertanian misalnya seiring dengan revolusi hijau dimulailah era penggunaan pupuk anorganik dan alam mekanisasi pertanian. Sejak diberlakukannya UU Pokok Kehutanan tahun 1967 permintaan untuk mendapatkan HPH meningkat pesat. Hingga menjelang 1970 jumlah pemegang HPH tercatat 64 perusahaan dengan meliputi luasan 8 juta hektar. Hingga sekarang dengan dikeluarkannya UU No. 41 tahun 1999 pengusahaan hutan oleh investor perorangan dan badan usaha tetap berlaku. Kalau dulu dikenal dengan HPH (Hak Pengusahaan Hutan) sekarang disebut sebagai Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu. 1.7 Kerusakan Hutan Indonesia Berdasarkan data-data dari berbagai pihak yang berkompeten, diketahui hutan Indonesia mengalami kerusakan yang cukup mengkhawatirkan. Kerusakan itu diakibatkan oleh laju deforestasi yang tinggi. Tahun 1997 saja menurut World Resource Institute sebagaimana yang dikutip Walhi, Indonesia telah kehilangan hutan aslinya seluas 72 persen. Laju kerusakan hutan pada periode 1985-1997 sebesar 1,6 juta hektar pertahun, dan pada periode 1997-2000 laju kerusakan hutan sebesar 3,8 juta hektar pertahun. Apa penyebab utamanya? Beberapa faktor dapat dapat diklasifikasikan sebagai penyebab utama yaitu penebangan oleh HPH (legal dan illegal), konversi ke lahan perkebunan (terutama sawit), kebakaran hutan serta proyek transmigrasi. Beberapa pihak menyertakan peladang berpindah sebagai salah satu penyebab kerusakan hutan. Namun berbagai pihak pula terutama kalangan akademisi dan NGO menyangkal hal ini, karena kemampuan yang dimiliki oleh para peladang berpindah baik potensi SDM yang sedikit maupun peralatan yang digunakan mustahil mampu melakukan kerusakan hutan yang demikian luas. Penebangan yang dilakukan oleh HPH banyak disorot oleh berbagai kalangan sebagai penyebab paling utama kerusakan hutan. Ini tidak mengherankan karena beberapa HPH besar memegang konsesi yang sangat besar, sampai tiga juta hektar lebih. Memang pemerintah telah menetapkan berbagai sistem penebangan dan silvikultur yang harus diadopsi oleh pemegang HPH yang diharapkan mampu mengendalikan deforestasi dan memperbaiki hutan seperti sistem Tebang Pilih Indonesia (TPI) dan Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI). Namun dalam prakteknya banyak operator HPH yang tidak UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 23 -
  • 24. mempedulikan sistem tersebut. Tebang Pilih yang menetapkan seleksi terhadap pohon yang akan ditebang yaitu yang berdiameter 50 cm keatas, sering tidak diindahkan. Banyak kayu-kayu yang berdiameter 30-an cm bahkan lebih kecil juga ditebang. Belum lagi perilaku HPH yang menebang pohon pada zona terlarang seperti sempadan sungai dan lereng bukit. Pemegang HPH juga sering abai terhadap kewajiban mereka untuk melakukan penanaman kemabli di area/blok bekas tebangan. Luas konsesi yang sedemikian besar menyebabkan ketiadaan fungsi kontrol dari pemerintah yang selalu dirundung keterbatasan sumber daya manusia dan peralatan. Atas hal inilah, menurut Lembaga Alam Tropika Indonesia (LATIN), pada tahun 1985 Bank Dunia menyebutkan ” dalam 40 tahun Indonesia akan menjadi tandus. Faktor penyebabnya praktek penebangan kayu (logging) tanpa perhatian. Selain kegiatan logging oleh HPH, konversi hutan menjadi lahan perkebunan, terutama sawit, juga memberikan andil yang tidak sedikit bagi kerusakan hutan. Pada data tahun 1998 saja menurut Paul K. Gelen, sebagaimana yang dikutip LATIN, telah terjadi konversi lahan hutan alam yang dicadangkan untuk hutan produksi ke perkebunan sawit seluas 2.721.428 Hektar dan telah disetujui untuk dikonversi berikutnya seluas 3.504.084 hektar. Kecenderungan konversi ini dari tahun ke tahun semakin meningkat, mengingat harga produk sawit seperti crude palm oil (CPO) juga cenderung terus naik dari tahun ke tahun. Bukan cuma lahan hutan, bahkan banyak lahan persawahan pun terutama di Sumatera dan Kalimantan juga dialihfungsikan menjadi lahan perkebunan sawit. Selain pengaruh langsung dari konversi lahan hutan, perkebunan sawit ditengarai juga berperan bagi kebakaran hutan besar-besaran yang terjadi di Sumatera dan Kalimantan. Memang harus dicatat kebakaran hutan bukan hanya disebabkan oleh pengusaha perkebunan kelapa sawit, land clearing dengan metode bakar yang dilakukan oleh pengusaha HTI juga memberikan sumbangan bagi luasnya lahan hutan yang terbakar. Kebakaran hutan hebat yang terjadi 1997 telah mengakibatkan hutan terbakar seluas 102.431,36 hektar di pulau Sumatera. Pada dekade sebelumnya di Kalimantan kebakaran hebat terjadi tahun 1982/83 dimana diperkirakan tidak kurang dari 3,5 juta hektar hutan Kalimantan Timur habis terbakar. UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 24 -
  • 25. BAB 2 PENGENALAN DASAR MOUNTAINEERING 2.1 Pendahuluan Bagi orang awam, kegiatan petualangan seperti mendaki gunung selalu mengundang pertanyaan klise “mau apa sih kesana?” atau pertanyaan lainnya “memang ada apa sih di gunung?” Pertanyaan sederhana tapi sering membuat bingung yang ditanya atau bahkan mengundang rasa kesal. George F. Mallory, seorang pendaki Inggris menjawab pertanyaan tersebut “because it is there”. Mallory bersama rekannya menghilang di Everest tahun 1924. Soe Hook Gie (Mapala UI) menulis dalam puisi “Aku Cinta Pangarango; karena aku mencintai kebenaran hidup”, tetapi dalam perjalanan hidupnya dia tewas tercekik gas beracun di puncak Mahameru pada tanggal 16 Desember 1969. Mountaineering, berasal dari kata ‘mountain’ yang berarti gunung. Mountaineering adalah kegiatan mendaki gunung yang terdiri dari tiga 1. Hill Walking. Merupakan perjalanan pendakian bukit-bukit yang landai, tidak mempergunakan peralatan dan teknis pendakian. 2. Scrambling, Merupakan pendakian pada tebing batu yang tidak terlalu terjal, tangan hanya digunakan sebagai keseimbangan. 3. Climbing, adalah: a. Rock climbing, yaitu pendakian dan atau pemanjatan pada tebing batu b. Ice & Snow climbing, yaitu merupakan pendakian pada es dan salju Dalam mountaineering atau kegiatan pendakian gunung terdapat 2 (dua) tipe atau sistem pendakian yaitu: 1. Himalayan Style adalah system pendakian dengan rute yang panjang, biasanya pendaki terdiri dari beberapa kelompok, dalam sistem ini apabila hanya terdapat satu atau beberapa orang saja yang berhasil mencapai puncak maka sudah dianggap mewakili peserta pendaki yang lain atau dinyatakan bahwa pendakian ekspedisinya berhasil. Sistem ini biasanya digunakan untuk ekspedisi atau suatu misi tertentu, seperti pengibaran bendera merah putih di puncak himalaya,dsb. 2. Alpine Style adalah sistem pendakian dianggap berhasil apabila seluruh peserta anggota mencapai puncak gunung. Sistem ini dlakukan biasanya untuk kegiatan kenaikan tingkat bagi anggota baru, yang mensyaratkan tiap anggota apabila telah mencapai puncak maka bisa dinaikan tingkat keanggotaannya. UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 25 -
  • 26. 2.2 Persiapan Pendakian Gunung Mendaki gunung diperlukan persiapan yang cukup. Seringkali kegiatan latihan fisik tidak disiapkan dengan baik. Dalam mendaki gunung ditentukan oleh faktor ekstern dan intern. Kebugaran fisik mutlak diperlukan. Pendaki gunung legendaris asal Inggris, Sir George Leigh Mallory, kerap menjawab pendek pertanyaan mengapa ia begitu “tergila- gila” naik gunung. “Because it is there,” ujarnya. Jawaban itu menggambarkan betapa luas pengalamannya mendaki gunung dan bertualang. Bila pendaki tidak mempersiapkan pendakian, maka dia hanya memperbesar bahaya subyektif. Misalnya, bahaya kedinginan karena pendaki tidak membawa jaket tebal atau tenda untuk melawan dinginnya udara dan kencangnya angin. Tidak bisa ditawar, mendaki gunung adalah kegiatan fisik berat. Karena itu, kebugaran fisik adalah hal mutlak. Untuk berjalan dan menarik badan dari rintangan dahan atau batu, otot kaki dan tangan harus kuat. Untuk menahan beban ransel, otot bahu harus kuat. Daya tahan (endurance) amat diperlukan karena dibutuhkan perjalanan berjam-jam hingga hitungan hari untuk bisa tiba di puncak. Bila tidak biasa berolahraga, calon pendaki sebaiknya melakukan jogging dua atau tiga kali seminggu, dilakukan dua hingga tiga minggu sebelum pendakian. 2.2.1 Pengenalan Medan Untuk menguasai medan dan memperhitungkan bahaya obyek seorang pendaki harus menguasai menguasai pengetahuan medan, yaitu membaca peta, menggunakan kompas serta altimeter. Mengetahui perubahan cuaca atau iklim. Cara lain untuk mengetahui medan yang akan dihadapi adalah dengan bertanya dengan orang-orang yang pernah mendaki gunungtersebut. Tetapi cara yang terbaik adalah mengikut sertakan orang yang pernah mendaki gunung tersebut bersama kita. 2.2.2 Persiapan Fisik Persiapan fisik bagi pendaki gunung terutama mencakup persiapan olahraga fisik termasuk lari, senam aerobik dan kekuatan kelenturan otot. Kesegaran jasmani akan mempengaruhi transport oksigen melelui peredaran darah ke otot-otot badan, dan ini penting karena semakin tinggi suatu daerah semakin rendah kadar oksigennya. 2.2.3 Persiapan Tim Menentukan anggota tim dan membagi tugas serta mengelompokkannya dan merencanakan semua yang berkaitan dengan pendakian. 2.2.4 Perbekalan dan Peralatan Persiapan perlengkapan merupakan awal pendakian gunung itu sendiri. Perlengkapan mendaki gunung umumnya mahal, tetapi ini wajar karena ini merupakan pelindung keselamatan pendaki itu sendiri. Namun perlengkapan tersebut tidak sepenuhnya mahal dan harus kita beli, karena kita bisa menyiasatinya dengan membeli bahan sendiri lalu kemudian bisa kita buat atau kita bawa ke pembuat yang sudah biasa menerima order dari para pendaki. Jadi banyak banyaklah berdiskusi dengan para senior yang telah terbiasa dan berpengalaman untuk menyiasatinya. Gunung merupakan lingkungan yang asing bagi organ tubuh kita yang terbiasa hidup di daerah yang lebih rendah. Karena itu diperlukan perlengkapan yang memadai agar pendaki mampu menyesuaikan di ketinggian yang baru itu. Seperti sepatu, ransel, pakaian, tenda, perlengkapan tidur, perlengkapan masak, makanan, obat-obatan dan lain-lain UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 26 -
  • 27. Persiapan dan perencanaan pendakian dibahas serta disajikan materinya secara detil pada Bab 4 Perencanaan Perjalanan di Alam Bebas, dalam buku materi panduan ini. 2.3 Langkah dan Prosedur Pendakian Umumnya langkah-langkah yang biasa dilakukan oleh kelompok-kelompok pencinta alam dalam suatu kegiatan pendakian gunung meliputi tiga langkah, yaitu: 2.3.1 Persiapan Yang dimaksud persiapan pendakian gunung adalah menentukan pengurus panitia pendakian, yang akan bekerja mengurus : Perijinan pendakian, perhitungan anggaran biaya, penentuan jadwal pendakian, persiapan perlengkapan/transportasi dan segala macam urusan lainnya yang berkaitan dengan pendakian. Persiapan fisik dan mental anggota pendaki, ini biasanya dilakukan dengan berolahraga secara rutin untuk mengoptimalkan kondisi fisik serta memeksimalkan ketahanan nafas. Persiapan mental dapat dilakukan dengan mencari/mempelajari kemungkinan- kemungkinan yang tak terduga timbul dalam pendakian beserta cara-cara pencegahan/pemecahannya. 2.3.2 Pelaksanaan Bila ingin mendaki gunung yang belum pernah didaki sebelumnya disarankan membawa guide/penunjuk jalan atau paling tidak seseorang yang telah pernah mendaki gunung tersebut, atau bisa juga dilakukan dengan pengetahuan membaca jalur pendakian. Untuk memudahkan koordinasi, semua peserta pendakian dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: 1. Kelompok pelopor 2. Kelompok inti 3. Kelompok penyapu Masing-masing kelompok, ditunjuk penanggungjawabnya oleh komandan lapangan (penanggungjawab koordinasi). Daftarkan kelompok anda pada buku pendakian yang tersedia di setiap base camp pendakian, biasanya menghubungi anggota SAR atau juru kunci gunung tersebut. Didalam perjalanan posisi kelompok diusahakan tetap yaitu: Pelopor di depan (disertai guide), kelompok initi di tengah, dan team penyapu di belakang. Jangan sesekali merasa segan untuk menegur peserta yang melanggar peraturan ini. Demikian juga saat penurunan, posisi semula diusahakan tetap. Setelah tiba di puncak dan di base camp jangan lupa mengecek jumlah peserta, siapa tahu ada yang tertinggal. 2.3.3 Evaluasi Biasakanlah melakukan evaluasi dari setiap kegiatan yang anda lakukan, karena dengan evaluasi kita akan tahu kekurangan dan kelemahan yang kita lakukan. Ini menuju perbaikan dan kebaikan (vivat et floreat). 2.4 Fisiologi Tubuh di Pegunungan Mendaki gunung adalah perjuangan, perjuangan manusia melawan ketinggian dan segala konsekuensinya. Dengan berubahnya ketinggian tempat, maka kondisi lingkunganpun jelas akan berubah. Anasir lingkungan yang perubahannya tampak jelas UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 27 -
  • 28. bila dikaitkan dengan ketinggian adalah suhu dan kandungan oksigen udara. Semakin bertambah ketinggian maka suhu akan semakin turun dan kandungan oksigen udara juga semakin berkurang. 2.4.1 Konsekuensi Penurunan Suhu Manusia termasuk organisme berdarah panas (poikiloterm), dengan demikian manusia memiliki suatu mekanisme thermoreguler untuk mempertahankan kondisi suhu tubuhterhadap perubahan suhu lingkungannya. Namun suhu yang terlalu ekstrim dapat membahayakan. Jika tubuh berada dalam kondisi suhu yang rendah, maka tubuh akan terangsang untuk meningkatkan metabolisme untuk mempertahankan suhu tubuh internal(mis : dengan menggigil). Untuk mengimbangi peningkatan metabolisme kita perlu banyak makan, karena makanan yang kita makan itulah yang menjadi sumber energi dan tenaga yang dihasilkan lewat oksidasi. 2.4.2 Konsekuensi Penurunan Jumlah Oksigen Oksigen bagi tubuh organisme aerob adalah menjadi suatu konsumsi vital untuk menjamin kelangsungan proses-proses biokimia dalam tubuh, konsumsi dalam tubuh biasanya sangat erat hubungannya dengan jumlah sel darah merah dari konsentrasi haemoglobin dalam darah. Semakin tinggi jumlah darah merah dan konsentrasi Haemoglobin, maka kapasitas oksigen respirasi akan meningkat. Oleh karena itu untuk mengatasi kekurangan oksigen di ketinggian, kita perlu mengadakan latihan aerobic, karena disamping memperlancar peredaran darah, latihan ini juga merangsang memacusintesis sel-sel darah merah. 2.4.3 Kesegaran Jasmani Kesegaran jasmani adalah syarat utama dalam pendakian. Komponen terpenting yangditinjau dari sudut faal olahraga adalah system kardiovaskulare dan neuromusculare. Seorang pendaki gunung pada ketinggian tertentu akan mengalami hal-hal yang kurang enak, yang disebabkan oleh hipoksea (kekurangan oksigen), ini disebut penyakit gunung (mountain sickness). Kapasitas kerja fisik akan menurun secara menyolokpada ketinggian 2000 meter, sementara kapasitas kerja aerobic akan menurun (dengan membawa beban 15 Kg) dan juga derajat aklimasi tubuh akan lambat. Mountain sickness ditandai dengan timbulnya gejala-gejala: 1. Merasakan sakit kepala atau pusing-pusing 2. Sukar atau tidak dapat tidur 3. Kehilangan control emosi atau lekas marah 4. Bernafas agak berat/susah 5. Sering terjadi penyimpangan interpretasi/keinginannya aneh-aneh, bersikap semaunya dan bisa mengarah kepenyimpangan mental. 6. Biasanya terasa mual bahkan kadang-kadang sampai muntah, bila ini terjadi maka orang ini harus segera ditolong dengan memberi makanan/minuman untuk mencegah kekosongan perut. Gejala-gejala ini biasanya akan lebih parah di pagi hari, dan akan mencapai puncaknya pada hari kedua. Apabila diantara peserta pendakian mengalami gejala ini, maka perlu secara diniditangani/diberi obat penenang atau dicegah untuk naik lebih tinggi. Bilamana sudah terlanjur parah dengan emosi dan kelakuan yang aneh-aneh serta tidak pedulilagi nasehat (keras kepala), maka jalan terbaik adalah membuatnya pingsan. Pada ketinggian lebih dari 3000 m.dpl, hipoksea cerebral dapat menyebabkan kemampuan untuk mengambil keputusan dan penalarannya menurun. Dapat pula timbul rasapercaya diri yang keliru, pengurangan ketajaman penglihtan dan gangguan pada UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 28 -
  • 29. koordinasi gerak lengan dan kaki. Pada ketinggian 5000 m.dpl, hipoksea semakin nyata dan pada ketinggian 6000 m.dpl kesadarannya dapat hilang sama sekali. 2.5 Pengetahuan Dasar Mountaineering 2.5.1 Orientasi Medan 2.5.1.1 Menentukan Arah Perjalanan dan Posisi Pada Peta Dengan dua titik di medan yang dapat diidentifikasikan pada gambar di peta. Dengan menggunakan perhitungan teknik/azimuth, tariklah garis pada kedua titik diidentifikasi tersebut di dalam peta. Garis perpotongan satu titik yaitu posisi kita pada peta. Bila diketahui satu titik identifikasi. Ada beberapa cara yang dapat dicapai: 1. Kalau kita berada di jalan setapak atau sungai yang tertera pada peta, maka perpotongan garis yang ditarik dari titik identifikasi dengan jalan setapak atau sungai adalah kedudukan kita. 2. Menggunakan altimeter. Perpotongan antara garis yang ditarik dari titik identifikasi dengan kontur pada titik ketinggian sesuai dengan angka pada altimeter adalah kedudukan kita. 3. Dilakukan secara kira-kira saja. Apabila kita sedang mendaki gunung, kemudian titik yang berhasil yang diperoleh adalah puncaknya, maka tarik garis dari titik identifikasi itu, lalu perkirakanlah berapa bagian dari gunung itu yang telah kita daki. 2.5.1.2 Menggunakan Kompas Untuk membaca peta sangat dibutuhkan banyak bermacam kompas yang dapat dipakai dalam satu perjalanan atau pendakian, yaitu tipe silva, prisma dan lensa. Materi penggunaan kompas ini dibahas secara menyeluruh di bab 6 Pengenalan Dasar Navigasi Darat, dalam buku materi panduan ini. 2.5.1.3 Peta Dalam Perjalanan Dengan mempelajari peta, kita dapat membayangkan kira-kira medan yang akan dilalui atau dijelajahi. Penggunaan peta dan kompas memang ideal, tetapi sering dalam praktek sangat sukar dalam menerapkannya di gunung-gunung di Indonesia. Hutan yang sangat lebat atau kabut yang sangat tebal acap kali menyulitkan orientasi. Penanggulangan dari kemungkinan ini seharusnya dimulai dari awal perjalanan, yaitu dengan mengetahui dan mengenali secara teliti tempat pertama yang menjadi awal perjalanan. UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 29 -
  • 30. Gerak yang teliti dan cermat sangat dibutuhkan dalam situasi seperi di atas. Ada baiknya tanda alam sepanjang jalan yang kita lalui diperhatikan dan dihafal, mungkin akan sangat bermanfaat kalau kita kehilangan arah dan terpaksa kembali ketempat semula. Dari pengalaman terutama di hutan dan di gunung tropis kepekaan terhadap lingkungan alam yang dilalui lebih menentukan dari pada kita mengandalkan alat-alat seperti kompas tersebut. Hanya sering dengan berlatih dan melakukan perjalanan kepekaan itu bisa diperoleh. 2.5.2 Membaca Keadaaan Alam 2.5.2.1 Keadaan Udara Sinar merah pada waktu Matahari akan terbenam. Sinar merah pada langit yang tidak berawan mengakibatkan esok harinya cuaca baik. Sinar merah pada waktu Matahari terbit sering mengakibatkan hari tetap bercuaca buruk. Perbedaan yang besar antara temperature siang hari dan malam hari. Apabila tidak angin gunung atau angin lembab atau pagi-pagi berhembus angin panas, maka diramalkan adanya udara yang buruk. Hal ini berlaku sebaliknya. Awan putih berbentuk seperti bulu kambing. Apabila awan ini hilang atau hanya lewat saja berarti cuaca baik. Sebaliknya apabila awan ini berkelompok seperti selimut putih maka datanglah cuaca buruk. 2.5.2.2 Membaca Sandi-Sandi Yang Diterapkan atau Disepakati Menggunakan bahan-bahan dari alam, seperti : 1. Sandi dari batu yang dijejer atau ditumpuk 2. Sandi dari batang/ranting yang dipatahkan/dibengkokkan 3. Sandi dari rumput/semak yang diikat Tujuan dari penggunaan sandi-sandi ini apabila kita kehilangan arah dan perlu kembali ke tempat semula atau pulang. 2.6 Tingkatan Dalam Pendakian Agar setiap orang mengetahui apakah lintasan yang akan ditempuhnya sulit atau mudah, maka dalam olahraga mendaki gunung dibuat penggolongan tingkat kesulitan setiap medan atau lintasan gunung. Penggolongan ini tergantung pada karakter tebing atau gunungnya, temperamen dan penampilan fisik si pendaki, cuaca, kuat dan rapuhnya batuan di tebing, dan macam-macam variabel lainnya. 1. Kelas 1: Berjalan (trail hikes). Tidak memerlukan peralatan dan teknik khusus. 2. Kelas 2: Merangkak (scrambling). Dianjurkan untuk memakai sepatu yang layak. Penggunaan tangan mungkin diperlukan untuk membantu. 3. Kelas 3: Memanjat (climbing). Tali diperlukan bagi pendaki yang belum berpengalaman. 4. Kelas 4: Memanjat dengan tali dan belaying (semi-technical climbing). Anchor dan peralatan carabiner lainnya untuk belaying mungkin diperlukan. 5. Kelas 5: Memanjat bebas dengan penggunaan tali belaying dan runner (technical climbing). Menurut Yosemite Decimal System, kelas 5 ini dibagi lagi menjadi 14 tingkatan (5.1 sampai 5.14), di mana semakin tinggi angka di belakang angka 5, berarti semakin tinggi tingkat kesulitan tebing. Pada kelas ini, runners dipakai sebagai pengaman. UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 30 -
  • 31.  5.1 s/d 5.4 Terdapat tumpuan dua tangan dan dua kaki.  5.5 s/d 5.6 Terdapat tumpuan dua tangan bagi yang berpengalaman, untuk sulit menemukan tumpuan dua tangan  5.7 Gerakan kehilangan satu pegangan/tumpuan/pijakan kaki.  5.8 Kehilangan dua tumpuan dari keempat tumpuan atau kehilanan satu tumpuan tapi cukup berat.  5.9 Hanya ada satu tumpuan yang pasti untuk kaki dan tangan.  5.10 Tebing tidak memiliki tumpuan, namun masih dapat dipanjat. Berdoa atau pulang kerumah  5.11 Tebing benar-benar tidak memungkinkan untuk dipanjat, namun beberapa orang yang benar-benar terlatih dapat memanjatnya.  5.12 Dinding vertikal tegak lurus dengan permukaan licin seperti gelas.  5.13 Dinding mengantung (overhang) dengan permukaan licin seperti gelas. 6. Kelas 6 [Kelas A]: Pemanjatan artificial (artificial climbing). Tali dan anchor digunakan untuk gerakan naik. Kelas ini sering disebut kelas A. Dalam kelas A ini untuk menambah ketinggian pendaki harus menggunakan alat. Kelas A di bagi menjadi lima tingkatan (A1 sampai A5). Contohnya: tebing kelas 5.4 tidak dapat dilewati tanpa bantuan alat A2. Tingkat kesulitan tebing menjadi 5.4 - A.2 Klasifikasi pendakian berdasarkan penempatan peralatan pengamanan yang digunakan: 1. G – Good. Penempatan peralatan pengamanan benar-benar dapat melindungi dengan baik. 2. PG – Pretty Good. Peralatan pengaman cukup dapat melindungi pemanjat. 3. PG13 – OK Protection. Penempatan peralatan cukup baik. Jika jatuh tidak menyebabkan masalah serius. 4. R – Runout. Peralatan pengaman berjarak cukup jauh, jika jatuh kemungkinan dapatmenimbulkan masalah serius. 5. X – No protection. Berbahaya, jika jatuh dapat menyebabkan kematian. Klasifikasi pendakian medan es berdasarkan skala numerikal M: 1. M1- M3 Pendakian tebing mudah, biasanya tanpa membutuhkan peralatan. 2. M4 Tebing cukup curam sampai vertikal, membutuhkan peralatan. 3. M5 Pendakian tebing harus didukung peralatan. 4. M6 Tebing vertikal sampai overhang. 5. M7 Tebing overhang. 6. M8 Tebing hampir horizontal overhang, yang membutuhkan ketrampilan dan peralatan. 7. M9 Tebing overhang dengan jarak dua sampai tiga panjang tubuh pemanjat. 8. M10 Tebing overhang lebih dari 10 meter. 9. M11 Tebing overhang lebih dari 15 meter. 10. M12 Sama dengan M11 namun dengan terdapat penghalang yang membutuhkan teknik khusus dalam bergerak. UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 31 -
  • 32. Foto: Cemoro Tunggal, jalan menuju puncak Mahameru UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 32 -
  • 33. BAB 3 TALI TEMALI & SIMPUL (ROPE HANDLING & KNOTS) 3.1 Pendahuluan Simpul adalah ikatan pada tali atau tambang yang dibuat dengan sengaja untuk keperluan tertentu. Ikatan itu sendiri, khususnya yang digunakan pada saat Panjat Tebing, dan atau kegiatan mountaineering serta alam bebas lainnya itu sendiri. PERINGATAN! Semua materi pembuatan Tali Temali & Simpul dan Mekanisme Teknis Panjat Memanjat tidak bisa dipelajari dari sekedar membaca buku panduan ini saja. Harus dipelajari langsung dari instruktur dan atau yang ahli karena kesalahan dalam pembuatan dan penggunaan bisa berakibat FATAL UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 33 -
  • 34. 3.2 Simpul Alpine Butterfly (Kupu-Kupu) Simpul ini umumnya dianggap sebagai salah satu simpul yang paling kuat, aman dan mudah terikat. Dapat terikat di tengah sebuah tali bila anda tidak memiliki tambatan akhir. Dapat diambil dalam dua atau tiga arah tanpa distorting, dan dapat digunakan untuk memperkuat tali yang rusak dengan mengisolasi area yang rusak. Hal ini membuat Alpine Butterfly sangat fleksibel dan perlu kita ketahui. Jika anda ikatkan Alpine Butterfly di ujung tali, anda dapat mengikat sebuah stopper knot bebas ke ujung tali untuk keamanan. 3.3 Simpul Back Splice (Sambatan Balik) Simpul ini umumnya digunakan untuk mencegah ujung tali agar tidak terurai. Untuk membuat simpul ini ujung kepala lalat dililitkan kemudian membuat anyaman balik. UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 34 -
  • 35. 3.4 Simpul Bowline Simpul Bowline ini mudah berubah dan mudah untuk membukanya ketika tidak ada beban (terutama di beberapa tali sintetis), apabila salah membuatnya dapat membahayakan. Dalam membuat simpul ini, penting untuk membuat simpul kancingan di ujung bebas untuk menjaga kemungkinan simpul ini terbuka. 3.5 Simpul Clove Hitch Simpul Clove Hitch merupakan simpul yang mudah untuk mengikat, dan merupakan salah satu simpul yang paling sering digunakan terutama sebagai jangkar dan simpul di belay-up. Jangan membuat simpul dua atau lebih ke satu Carabiner. Cara yang benar untuk klip pada simpul adalah dengan beban tali terdekat dari belakang Carabiner. UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 35 -
  • 36. 3.6 Simpul Constrictor Simpul Constrictor salah satu simpul baru yang berguna untuk cavers maupun climbers pada sat ini. Di beri nama constrictor karena sangat besar tahan terhadap gesekan, serta dapat digunakan untuk Clamp/penahan suatu object. 3.7 Simpul Figure of Eight & Double Figure of Eight Simpul Figure of Eight (berbentuk angka 8) adalah simpul yg sangat bermanfaat, cukup mudah untuk membuat, dan mudah untuk membuka setelah memberatkan, dan stres tali rendah waktu ikat dgn kencang. Sedangkan simpul Double Figure of Eight pada prinsipnya adalah sama hanya saja simpulnya double (ganda). UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 36 -
  • 37. 3.8 Simpul Double Fisherman Simpul standar untuk tying /mengikat dua simpul tali bersama. Jika digunakan di tengah sebuah pitch, satu lingkaran simpul seperti Figure-of-Eight harus terikat menjadi salah satu 'ekor' dari simpul untuk keamanan selama simpul lulus. Dua knot yang menenangkan ganda nelayan tidak boleh mirror gambar dari satu sama lain (yaitu mereka yang sama harus memiliki 'hati') jika mereka tidak akan susunan benar. 3.9 Simpul Double Overhand Simpul penggabungan antara Overhand Knot, Double Overhand Knot lebih baik digunakan sebagai simpul pengunci karena sulit untuk membuka. Hal ini kadang-kadang diikat dengan simpul lain untuk keamanan. UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 37 -
  • 38. 3.10 Simpul Double Sheet Bend (Anyam Ganda) Simpul Double Sheet Bend berguna untuk menyambung dua tali dan efektif untuk menyambung dua tali yang berbeda ukuran. 3.11 Simpul Eye Splice Simpul ini digunakan untuk menyambung atau membuat mata tali (eye splice). UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 38 -
  • 39. 3.12 Simpul Hunter’s Bend 3.13 Simpul Munter / Italian Hitch Simpul Italian Hitch adalah simpul yang sangat berguna karena dapat digunakan untuk Belaying, Bar, dan tali-temali yang bergesekan, biasanya Carabiner, sehingga pada saat turun dapat dikontrol dalam mekanisme belay. Italia Hitch hanya digunakan sebagai cadangan atau untuk situasi darurat. Sebagai simpul belaying, hal ini memungkinkan fleksibilitas besar dalam desain dan sistem operasi. Simpul yang dikendalikan dari depan, karena bertentangan dengan belay plate yang harus dikontrol dari belakang. Maksimum yang diperbolehkan tidak melebihi tali paralel di samping beban carabiner. UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 39 -
  • 40. 3.14 Simpul Overhand Simpul ini biasanya digunakan sebagai simpul pengunci dan juga merupakan dasar dari beberapa simpul lainnya yang digunakan dalam kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan memanjat. 3.15 Simpul Prusik Simpul Prusik biasanya digunakan dalam sebuah tali atau tambatan pada batang. Simpul ini juga berguna dalam menambat tali arah vertikal dan hauling atas beban atau pendaki lain. UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 40 -
  • 41. 3.16 Simpul Reef Simpul Reef ini digunakan untuk menggabungkan dua buah tali, Gambar di bawah ini menunjukkan tahapan cara membuat Simpul Reef. Menunjukkan urutan cara membuatnya dan pada langkah akhir simpul ini dikencangkan dengan dua buah simpul pada akhir talinya. 3.17 Simpul Rolling Hitch Simpul Rolling Hitch ini biasanya dipergunakan untuk mengencangkan dan dipasang pada pasak, seperti misalnya pada sebuah tenda. Simpul ini dapat mengalami sliding sepanjang standing part. Saat dilepaskan, tegangan pada standing part makin mengeratkan lilitan dalam knot, penambahan friksi yang mana mempertahankan simpul pada tempat karena bekerjanya tegangan. UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 41 -
  • 42. 3.18 Simpul Round Turn & Two Half Hitches Simpul ini berguna untuk mengikatkan dan menguatkan ikatan pada benda-benda bulat seperti tiang sebagai ikatan diujungnya. 3.19 Simpul Sheepshank Simpul Sheepshank atau simpul erat biasanya digunakan sebagai simpul untuk memendekkan tali tanpa harus memotong tali tersebut. UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 42 -
  • 43. 3.20 Simpul Sheet Bend Simpul Sheet Bend dipergunakan untuk tujuan yang sama dengan simpul Rolling Hitch, tetapi dengan sentakan yang kuat pada ujung, maka akan terlepas begitu saja. Ini adalah keuntungan saat menggunakan sarung tangan atau karena kedinginan, jari-jari kaku. Lebih jauh lagi, tidak seperti Rolling Hitch, Sheet Bend dapat dikunci disuatu tempat untuk mencegah dari sliding. Dapat juga tidak dikunci untuk membuatnya dapat diatur lagi. 3.21 Simpul Short Splice Simpul Short Splice biasanya digunakan untuk menyambung dua tali dengan ikatan yang kuat. UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 43 -
  • 44. 3.22 Simpul Simple Whipping Simpul ini digunakan untuk menganyam tali yang terurai agar dapat dipergunakan kembali. 3.23 Simpul Surgeon Simpul Surgeon digunakan untuk menyambung dua tali dimana dengan diameter tali yang berbeda. UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 44 -
  • 45. 3.24 Simpul Tape / Webbing Simpul ini digunakan untuk mengikat webing menjadi slings untuk caving atau panjat tebing. Ujung webbing muncul dari simpul harus diamankan ke webbing menggunakan setengah lingkaran hitches atau insulating tape. Simpul ini terikat sehingga beban bearing tape muncul dari sisi berlawanan dari simpul sehingga secara alami akan kencang bila terbebani. 3.25 Simpul Trucker’s Hitch Penggunaan simpul Trucker’s Hitch atau simpul pangkal ini adalah untuk memulai ikatan, setiap kali akan membuat ikatan apa pun yang menghubungkan tali dengan sebuah benda. Ada 2 Cara untuk membuat simpul Trucker’s Hitch: UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 45 -
  • 46. 3.25.1 Simpul Trucker’s Hitch 1 3.25.2 Simpul Trucker’s Hitch 2 UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 46 -
  • 47. BAB 4 PERENCANAAN PERJALANAN DI ALAM BEBAS 4.1 Perencanaan dan Persiapan Dorongan untuk melakukan petualangan di alam bebas menyebabkan para penggiatnya melakukan berbagai kegiatan perjalanan, mulai dari pendakian gunung, penyusuran pantai, pengarungan sungai berarus deras, dll. Perjalanan tsb dilakukan dengan berbagai tujuan mulai dari eksplorasi, survey maupun hanya untuk berjalan-jalan. Semua perjalanan tsb memerlukan persiapan yang baik, mengingat kegiatan di alam bebas seperti ini menghadapkan kita pada berbagai kondisi alam yang apabila tidak kita ketahui dengan baik akan menghadapkan kita pada keadaan yang dapat membahayakan jiwa kita, dan sebaliknya bila kita pahami akan memberikan kenikmatan berpetualang pada penggiatnya.Agar perjalanan di alam bebas dapat berjalan sesuai dengan rencana kita, ada beberapa hal yang perlu dilakukan. 4.1.1 Tujuan Merumuskan suatu tujuan haruslah berdasarkan realita, tidak boleh terlalu ambisius. Tujuan haruslah disesuaikan dana yang telah tersedia, kemampuan anggota, dan waktu. Setiap anggota harus mengetahui dengan jelas tujuan perjalanannya, hal ini untuk menghindari kesalahpahaman yang mungkin akan terjadi. 4.1.2 Waktu Apakah waktu yang ditetapkan bisa diikuti oleh semua anggota? Perencanaan perjalanan alam bebas harus pula memperhitungkan kalender kuliah atau pekerjaan anggota-anggotanya. Hal lain yang harus diperhatikan adalah musim pada saat pelaksanaan perjalanan alam bebas tsb. 4.1.3 Peserta Jumlah anggota yang ikut haruslah ditetapkan dengan beberapa pertimbangan, berapa orang yang dapat dilibatkan dengan fasilitas transportasi yang ada? berapa orang yang dibutuhkan untuk melaksanakan tujuan berdasarkan keahlian, pengalaman dan minat peserta bekerjasama eegentk sesuai dengan ae iitanuyan' iklnpdnlak k untuk menentukan itu semua maka seleksi haruslah dilakukan. Tentukan koordinator perjalanan (leader), bidang-bidang koordinasi, subkoordinasi, seperti bidang dana, publikasi dan dokumentasi, perlengkapan akomodasi, logistik, medis dll. Koordinator perjalanan haruslah dipilih dari orang-orang yang berwibawa dan punya pengalaman sebagai pemimpin. Dia tidak harus seorang pendaki yang hebat, tetapi yang lebih penting lagi adalah yang mampu mengkoordinasi pendakian tsb. 4.1.4 Anggaran Dalam menyusun keuangan, beberapa hal harus diperhitungkan, antara lain kemungkinan situasi ekonomi negara kita, seperti inflasi, perubahan kurs mata uang asing. Sebagai contoh ekspedisi Indonesia ke Himalaya beberapa tahun yang lalu tidak jadi berangkat hanya beberapa hari sebelum pemberangkatan karena terjadi inflasi. Kemungkinan lain adalah tidak tercapainya dana yang dibutuhkan. Alokasi dana atau perjalanan harus tepat dan masuk akal. Buatlah anggaran yang terperinci untuk setiap bidang. Pengeluaran dan pemasukan uang hanya berhak dilakukan oleh satu orang, mis bendahara atau pemimpin perjalanan. UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 47 -
  • 48. 4.1.5 Perijinan Setiap daerah atau negara mempunyai peraturan perijinan yang berbeda. Izin ini tergantung juga pada sifat ekspedisi yang akan dilakukan; untuk penelitian, wisata, pembuatan film, atau petualangan. Demikian pula apabila perjalanan itu gabungan dengan pihak luar negeri, prosedur perijinan dan administrasi harus dilakukan. 4.1.6 Pembukuan Perjalanan Pembukuan sebaiknya dilakukan secepatnya, kalau perjalanan itu dilakukan pada masa liburan mis, pembukuan harus dilaksanakan jauh-jauh hari sebelum kehabisan tiket . Kalau suatu lembaga memastikan akan memberikan bantuan transportasi tentulah kita tidak akan kesulitan , tinggal menentukan tanggal keberangkatan yang pasti. 4.1.7 Publikasi dan Sponsor Adakalanya pencantuman seorang penasehat atau pelindung dalam organisasi perjalanan dilakukan dengan pertimbangan diplomatis, yaitu untuk mendukung organisasi itu dalam usaha untuk mencari kemudahan fasilitas atau lainnya. Publikasi di media massa seringkali penting dan berkaitan erat dengan usaha pengumpulan dana. Seorang yang bertanggung jawab atas publikasi perlu ditunjuk. Dia harus pandai berhubungan dengan pihak luar dan menarik minat pers untuk menyiarkan ekspedisi ini baik di koran, majalah, radio maupun televisi. Siaran pers harus disiapkan secara menarik lengkap dengan foto atau gambar. 4.1.8 Survey Perencanaan terperinci harus dilakukan oleh setiap bidang. Kalau memang memungkinkan ada baiknya mengirimkan satu kelompok pendahulu untuk dilakukan survey lokasi, yang bertugas mencari informasi tentang lokasi. Tinggi gunung, tumbuh- tumbuhan yang ada, arus sungai, temperatur, adat istiadat penduduk setempat, semua informasi tsb haruslah diketahui. Team survey harus juga mencari informasi tentang camp induk yang akan didirikan dan untuk melapor pada pejabat setempat, tidak lupa menghubungi puskesmas atau dokter setempat (untuk bekerja sama apabila ada kecelakaan dalam perjalanan). Bila survey tidak bisa dilaksanakan pencarian informasi bila dilakukan dengan bertanya kepada orang yang sudah pernah berekspedisi ke sana, membaca buku atau mempelajari peta. Dengan terkumpulnya seluruh informasi kita dapat merencanakan perjalanan sematang mungkin. Lakukanlah pengecekan dan konfirmasi seluruh informasi apa yang telah masuk. Checklist perlengkapan disesuaikan dengan kondisi lokasi, buatlah daftar peralatan yang harus dibawa oleh individu atau kelompok. Pastikan tiap anggota membawa P3K dan obat-obatan pribadi. 4.1.9 Perencanaan di Lapangan Kegiatan di lapangan harus sudah jauh-jauh hari disiapkan. Dirumuskan secara terperinci dalam schedule. Susunlah rencana itu dalam suatu jadwal khusus hari per hari. Tetapkanlah waktu yang diperlukan untuk mencapai target/ tujuan perjalanan, serta strategi yang akan digunakan dan rute yang akan ditempuh, serta tempat menginap/ bivoak. 4.1.10 Briefing UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 48 -
  • 49. Seluruh anggota perjalanan akhirnya dikumpulkan untuk menerima briefing. Pada kesempatan ini, pimpinan perjalanan menjelaskan segala sesuatu yang berkenaan dengan perjalanan antara lain : tujuan, lokasi, kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi, metode dan strategi di lapangan dsb, kalau perlu dalam kesempatan ini diadakan pula ceramah oleh para ahli untuk menjelaskan tentang lokasi dari segi geologi atau antropologi. Kesempatan ini juga dapat dilaksanakan untuk mengenal dan mengadakan latihan pemakaian peralatan baru. 4.1.11 Check Kesehatan Pastikan semua anggota telah melakukan check kesehatan. Usahakan semua anggota telah mendapatkan mendapat vaksinasi apabila diperlukan untuk mencegah demam, tuberculoses, serta anti tetanus. 4.1.12 Pelaksanaan di Lapangan Dalam tahap ini pemimpin perjalanan langsung menangani pelaksanaan perjalanan. Pimpinan harus pandai menekankan kepada anggota-anggotanya bahwa keberhasilan suatu perjalanan ditentukan oleh kemampuan setiap anggota untuk belajar tinggal dan bekerjasama sebagai suatu kelompok yang utuh, pada setiap kesempatan lakukanlah pertemuan untuk mengadakan evaluasi dan diskusi mengenai masalah-masalah yang dihadapi. Berilah kesempatan setiap bidang untuk melaporkan setiap kegiatan yang telah dan akan dilaksanakan, sehingga setiap anggota akan dapat mengetahuinya. 4.1.13 Setelah Perjalanan Tahap ini adalah anti klimaks, sehingga kegiatannya seringkali terulur-ulur, bahkan tak jarang dilupakan. Baiknya membuat laporan perjalanan. Kalau memungkinkan kirimkanlah ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran perjalanan. 4.2 Perlengkapan dan Perbekalan Keberhasilan suatu perjalanan di alam bebas ditentukan juga oleh perencanaan perlengkapan dan perbekalan yang tepat. Beberapa hal yang harus diperhatikan antara lain; Tujuan, Jenis Medan, Lama Perjalanan, Keterbatasan kemampuan membawa, Perlengkapan & Obat-obatan pribadi. Setelah mengetahui hal-hal tsb, maka kita dapat memilih perlengkapan dan perbekalan yang sesuai dan selengkap mungkin, tetapi bebannya tidak melebihi kemampuan membawanya. Perhitungan beban total untuk perorangan tidak boleh melebihi sepertiga berat badan (sekitar 15 – 20 kg). 4.3 Perlengkapan Dasar Perlengkapan jalan khususnya yang dipergunakan untuk medan hutan gunung: 4.3.1 Sepatu  Melindungi tapak kaki sampai mata kaki  Kulit tebal tidak mudah sobek bila kena duri.  Keras bagian depannya, untuk melindungi ujung jari kaki apabila terbentur batu.  Bentuk sol bawahnya dapat menggigit ke segala arah dan cukup kaku UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 49 -
  • 50. 4.3.2 Kaos Kaki  Menyerap keringat  Menghindari lecet pada kaki 4.3.3 Celana  Kuat, lembut, ringan, praktis  Tidak menggangu gerakan kaki  Terbuat dari bahan yang menyerap keringat  Mudah kering, bila basah tidak menambah berat 4.3.4 Baju  Melindungi tubuh dari kondisi sekitar  Kuat, ringan, tidak menggangu pergerakan  Terbuat dari bahan yang menyerap keringat  Praktis, mudah kering 4.3.5 Ransel / Backpack/ Carrier  Mampu menampung perlengkapan sesuai kebutuhan  Ringan, kuat, sesuai dengan kebutuhan dan keadaan medan, nyaman dipakai dan praktis  Gunakan carrier yang ramping/proporsional walaupun agak tinggi, ini lebih baik daripada yang gemuk tetapi rendah 4.3.6 Peralatan Navigasi  Kompas  Peta Topografi (Peta Rupa Bumi)  Busur Derajat, Penggaris kecil, Pensil, dll. 4.3.7 Obat-Obatan dan Survival Kits  Obat-obatan Pribadi  Pisau Serbaguna, Pisau Tebas  Peluit  Korek Api  Jarum & Benang 4.3.8 Lampu Senter & Lentera  Water proof dan dilapisi karet  Cadangan Bohlam & Battery  Lentera bisa menggunakan battery atau dari minyak tanah 4.3.9 Perlengkapan Masak  Alat Masak Lapangan (nesting/panic serbaguna)  Alat Bantu Makan (sendok, piring, gelas plastik)  Tempat Air (Vedples, Jerigen Lipat, dll)  Kompor Lapangan (berbahan; Propane Gas, Spiritus, Parafin, dll) 4.3.10 Perlengkapan Tidur  Satu set pakaian tidur  Kaus kaki untuk tidur  Sleeping bag  Matras  Tenda/ ponco/ plastik untuk bivak UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 50 -
  • 51. 4.3.11 Topi atau Tutup Kepala  Melindungi kepala dari kemungkinan cidera akibat duri  Melindungi kepala dari curahan hujan, terutama kepala bagian belakang  Kuat dan tidak mudah robek 4.3.12 Syal/Slayer, Sarung Tangan, Ikat Pinggang  Warna syal yang menyolok, bahan kuat & cepat menyerap air  Terbuat dari kulit, tidak kaku dan tidak menghalangi pergerakan Terbuat dari bahan yang kuat, dengan kepala yang tidak terlalu besar tapi teguh. Kegunaan ikat pinggang selain menjaga agar celana tidak melorot juga untuk meletakkan alat-alat yang perlu cepat dijangkau , seperti pisau pinggang, tempat air minum dll. 4.4 Packing (Teknik Pengepakan) Dalam penyusunan, yang menjadi dasar adalah keseimbangan beban, bagaimana kita menumpukan berat beban pada tubuh sedemikian rupa sehingga kaki dapat bekerja secara efisien. Dalam batas-batas tertentu, rangka yang dimiliki oleh ransel banyak memberikan kenyamanan. Rangka ini membuat posisi tubuh lebih menyenangkan saat menggendong beban. Namun bagaimanapun desain ransel yang dimiliki akan sedikit artinya apabila anda tidak mampu menyusun barang-barang anda dengan baik. Sebelum melakukan kegiatan alam bebas kita biasanya menentukan dahulu peralatan dan perlengkapan yang akan dibawa, jika telah siap semua inilah saatnya mempacking barang-barang tersebut ke dalam carier atau backpack. Packing yang baik menjadikan perjalanan anda nyaman karena ringkas dan tidak menyulitkan. Prinsip dasar yang mutlak dalam mempacking adalah:  Pada saat back-pack dipakai beban terberat harus jatuh ke pundak, Mengapa beban harus jatuh kepundak, ini disebabkan dalam melakukan perjalanan [misalnya pendakian] kedua kaki kita harus dalam keadaan bebas bergerak, jika salah mempacking barang dan beban terberat jatuh kepinggul akibatnya adalah kaki tidak dapat bebas bergerak dan menjadi cepat lelah karena beban backpack anda menekan pinggul belakang. Ingat: Letakkan barang yang berat pada bagian teratas dan terdekat dengan punggung.  Membagi berat beban secara seimbang antara bagian kanan dan kiri pundak Tujuannya adalah agar tidak menyiksa salah satu bagian pundak dan memudahkan anda menjaga keseimbangan dalam menghadapi jalur berbahaya yang membutuhkan keseimbangan seperti: meniti jembatan dari sebatang pohon, berjalan dibibir jurang, dan keadaan lainnya.  Kelompokkan barang sesuai kegunaannya lalu tempatkan dalam satu kantung untuk mempermudah pengorganisasiannya. Misal: alat mandi ditaruh dalam satu kantung plastik.  Maksimalkan tempat yang ada, misalkan Nesting (Panci Serbaguna) jangan dibiarkan kosong bagian dalamnya saat dimasukkan ke dalam carrier, isikan bahan makanan kedalamnya, misal: beras dan telur.  Tempatkan barang yang sering digunakan pada tempat yang mudah dicapai pada saat diperlukan, misalnya: rain coat/jas hujan pada kantong samping carrier.  Hindarkan menggantungkan barang-barang diluar carrier, karena barang diluar carrier akan mengganggu perjalanan anda akibat tersangkut-sangkut dan berkesan berantakan, usahakan semuanya dapat dipacking dalam carrier. UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 51 -
  • 52. Mengenai berat maksimal yang dapat diangkat oleh anda, sebenarnya adalah suatu angka yang relatif, patokan umum idealnya adalah 1/3 dari berat badan anda, tetapi ini kembali lagi ke kemampuan fisik setiap individu, yang terbaik adalah dengan tidak memaksakan diri, lagi pula anda dapat menyiasati pemilihan barang yang akan dibawa dengan selalu memilih barang/alat yang berfungsi ganda dengan bobot yang ringan dan hanya membawa barang yang benar-benar perlu. 4.5 Memilih dan Menempatkan Barang Dalam memilih barang yang akan dibawa pergi mendaki atau kegiatan alam bebas selalu cari alat/perlengkapan yang berfungsi ganda, tujuannya apalagi kalau bukan untuk meringankan berat beban yang harus anda bawa, contoh: Alumunium foil, bisa untuk pengganti piring, bisa untuk membungkus sisa nasi untuk dimakan nanti, dan yang penting bisa dilipat hingga tidak memakan tempat di carrier.  Matras; Sebisa mungkin matras disimpan didalam carrier jika akan pergi kelokasi yang hutannya lebat, atau jika akan membuka jalur pendakian baru. Banyak rekan pendaki yang lebih senang mengikatkan matras diluar, memang kelihatannya bagus tetapi jika sudah berada di jalur pendakian, baru terasa bahwa metode ini mengakibatkan matras sering nyangkut ke batang pohon dan semak tinggi, lagipula pada saat akan digunakan matrasnya sudah kotor.  Kantung Plastik; Selalu siapkan kantung plastik didalam carreir anda, karena akan berguna sekali nanti misalnya untuk tempat sampah yang harus anda bawa turun, baju basah dan lain sebagainya. Gunakan selalu kantung plastik untuk mengorganisir barang barang didalam carrier anda (dapat dikelompokkan masing-masing pakaian, makanan dan item lainnya), ini untuk mempermudah jika sewaktu-waktu anda ingin memilih pakaian, makanan dsb.  Menyimpan Pakaian; Jika anda meragukan carrier yang anda gunakan kedap air atau tidak, selalu bungkus pakaian anda didalam kantung plastik [dry-zax], gunanya agar pakaian tidak basah dan lembab. Sebaiknya pakaian kotor dipisahkan dalam kantung tersendiri dan tidak dicampur dengan pakaian bersih.  Menyimpan Makanan; Pada gunung-gunung tertentu (misalnya Rinjani) usahakan makanan dibungkus dengan plastik dan ditutup rapat kemudian dimasukkan kedalam keril, karena monyet-monyet didekat puncak / base camp terakhir suka membongkar isi tenda untuk mencari makanan.  Menyimpan Korek Api Batangan; Simpan korek api batangan anda didalam bekas tempat film (photo), agar korek api anda selalu kering. UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 52 -
  • 53. UNTUK KALANGAN SENDIRI - SMAGAPALA - 53 -