SlideShare a Scribd company logo
1 of 42
Download to read offline
1




                                        BAB I

                                    PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Masalah

        Kecantikan dan ketampanan adalah idaman setiap manusia. Karena dengan

   kecantikan dan ketampanan dapat meningkatkan rasa percaya diri. Banyak usaha

   untuk mencapai hal itu, misalnya dengan cara perawatan, facial, dan operasi plastik.

   Walau harus mengeluarkan uang yang cukup banyak mereka tidak masalah yang

   penting bisa mempercantik atau mempertampan diri. Akhir-akhir ini banyak orang

   terkena penyakit bell’s palsy.

        Bell’s palsy adalah sebuah kelainan dan ganguan neurologi pada nervus

   cranialis VII (saraf facialis) di daerah tulang temporal, di sekitar foramen

   stilomastoideus. Paralyse Bell ini hampir selalu terjadi unilateral, namun demikian

   dalam jarak satu minggu atau lebih dapat terjadi paralysis bilateral. Penyakit ini

   dapat berulang atau kambuh, yang menyebabkaan kelemahan atau paralisis, ketidak

   simetrisan kekuatan/aktivitas muscular pada kedua sisi wajah (kanan dan kiri), serta

   distorsi wajah yang khas. Hal ini sangat menyiksa diri karena membuat orang

   menjadi kurang percaya diri. Wajah kelihatan tidak cantik karena mulut mencong,

   mata tidak bisa berkedip, mata berair, dll (Attaufiq,2011).

        Kata Bell’s Palsy itu sendiri diambil dari nama seorang dokter dari abad 19, Sir

   Charles Bell, orang pertama yang menjelaskan kondisi ini dan menghubungkan

   dengan kelainan pada saraf wajah.
2




        Prevalensi Bell’s Palsy di Indonesia, secara pasti sulit ditentukan. Data yang

   dikumpulkan dari empat Rumah Sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bell’s Palsy

   sebesar 19,55% dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia 21–50 tahun,

   peluang untuk terjadinya pada wanita dan pria sama. Tidak didapati perbedaan

   insiden antara iklim panas maupun dingin, tetapi pada beberapa penderita didapatkan

   adanya riwayat terkena udara dingin atau angin berlebihan (Annsilva,2010).

        Untuk mengatasi hal itu dibutuhkan peran fisioterapi. Karena itu penulis tertarik

   untuk   mengangkat      judul   karya    tulis   ilmiah   ”PENATALAKSANAAN

   FISIOTERAPI PADA BELL’S PALSY SINISTRA DENGAN MODALITAS

   ELECTRICAL STIMULATION DAN MASSAGE”.



1.2 Identifikasi Masalah

        Functional impairment, yaitu adanya kelemahan pada otot (paralysis) pada

   salah satu sisi wajah, gangguan sensorik (sensasi rasa), asimetris antara kedua sisi

   wajah, dan hipotonus ( penurunan kekuatan otot).

        Limitation in activity, yaitu lebih mencakup pada kemampuan fungsionalnnya,

   seperti : ketidakmampuan menggerakkan beberapa otot pada salah satu sisi wajah.

        Participant restriction, yaitu lebih mengarah pada permasalahan bersosialisasi

   terhadap lingkungan sekitarnya, seperti : kurang percaya diri untuk mengikuti

   kegiatan di lingkungan masyarakat.
3




1.3 Rumusan Masalah

      Berdasarkan masalah yang timbul pada Bell’s Palsy maka penulis ingin

   mengetahui:

  1. Bagaimanakah pemberian Electrical Stimulation dapat membantu meningkatkan

     kekuatan otot dan mendidik otot secara individual pada wajah sebelah kiri ?

  2. Bagaimanakah pemberian massage dapat memelihara sifat fisiologis otot,

     Mengurangi rasa kaku pada wajah, dan mencegah spasme pada sisi yang sehat ?



1.4 Tujuan Penelitian

   Adapun tujuan penelitian proposal ini adalah sebagai berikut :

      1. Tujuan Umum

                 Untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan ujian akhir semester lima

          pada mata kuliah Metodologi Riset (Met. riset)



      2. Tujuan Khusus

                 Untuk mengetahui pengaruh Electrical Stimulation dan Massage

          terhadap permasalahan dari pasien dengan kondisi Bell’s Palsy seperti

          kelemahan otot-otot wajah pada sisi kiri yang mengakibatkan adanya

          keterbatasan fungsi yang melibatkan otot-otot wajah.
4




1.5 Manfaat Penelitian

      1.5.1   Bagi Peneliti

                     Menambah wawasan bagi penulis khususnya dalam penelitan

              tentang Penatalaksanaan Bell’s Palsy dengan modalitas Electrical

              Stimulation dan Massage.

              .

      1.5.2   Bagi Institusi Pendidikan

                     Dapat dijadikan sebagai bahan bacaan di perpustakaan atau

              sebagai bahan referensi berkaitan dengan kondisi Bell’s Palsy dengan

              modalitas Electrical Stimulation dan Massage..



      1.5.3   Bagi masyarakat

                     Dapat memberikan informasi yang benar kepada pasien, keluarga,

              masyarakat sehingga dapat lebih mengenal dan mengetahui gambaran

              Bell’s Palsy dan fisioterapi dapat mengatasinya dengan modalitas

              Electrical Stimulation dan Massage.
5




                                       BAB II

                               KAJIAN TEORITIS

2.1 Bell’s Palsy

  2.1.1 Definisi

               Bell’s palsy adalah suatu kelumpuhan facialis perifer akibat proses non

          supuratif, non neoplasmatik, non degeneratif          primer   tetapi    sangat

          dimungkinkan akibat dari adanya oedema jinak pada bagian nervus facialis di

          foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen stilomastoideus,

          yang mulainya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan (Sidharta,

          1999).

               Bell’s Palsy adalah suatu kelumpuhan akut nervus facialis perifer yang

          penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Penyakit ini biasanya hanya

          mengenai satu sisi wajah (unilateral), tetapi dapat pula mengenai kedua sisi

          wajah yang sehat dengan bilateral Bell’s Palsy ( Jimmi Sabirin, 1996).

               Istilah Bell’s Palsy (kelumpuhan bell) biasanya digunakan untuk

          kelumpuhan nervus facialis jenis perifer yang timbul secara akut, yang

          penyebabnya belum diketahui, tanpa adanya kelainan neurologik lain. Pada

          sebagian besar penderita Bell’s Palsy kelumpuhannya akan sembuh, namun

          pada beberapa diantara mereka kelumpuhannya sembuh dengan meninggalkan

          gejala sisa (Lumbantobing, 2006).
6




2.1.2   Etiologi

            Menurut etiologi artinya ilmu tentang penyebab penyakit (Dachlan,2001).

        Ada beberapa teori yang mengemukakan tentang penyebab Bell’s Palsy antara

        lain sebagai berikut:

           1. Teori Infeksi Virus Herpes Zoster

                    Salah satu penyebab munculnya Bell’s Palsy adalah karena

               adanya infeksi virus herpes zoster. Herpes zoster hidup didalam

               jaringan saraf. Apabila radang herpes zoster ini menyerang ganglion

               genikulatum, maka dapat melibatkan paralisis pada otot-otot wajah

               sesuai area persarafannya. Jenis herpes zoster yang menyebabkan

               kelemahan pada otot-otot wajah ini sering dikenal dengan Sindroma

               Ramsay-Hunt atau Bell’s Palsy (Duus Peter, 1996).

           2. Teori Iskemia Vaskuler

                    Menurut teori ini, terjadinya gangguan sirkulasi darah di kanalis

               falopii, secara tidak langsung menimbulkan paralisis pada nervus

               facialis. Kerusakan yang ditimbulkan berasal dari tekanan saraf perifer

               terutama berhubungan dengan oklusi dari pembuluh darah yang

               mengaliri saraf tersebut, bukan akibat dari tekanan langsung pada

               sarafnya. Kemungkinan terdapat respon simpatis yang berlebihan

               sehingga terjadi spasme arterioral atau statis vena pada bagian bawah

               dari canalis fasialis, sehingga menimbulkan oedema sekunder yang
7




             selanjutnya menambah kompresi terhadap suplai darah, menambah

             iskemia dan menjadikan parese nervus facialis (Esslen, 1970).

          3. Teori herediter

                  Teori herediter mengemukakan bahwa Bell’s Palsy yang

             disebabkan karena faktor herediter berhubungan dengan kelainan

             anatomis pada canalis facialis yang bersifat menurun (Hamid, 1991).

          4. Pengaruh udara dingin

                  Udara dingin menyebabkan lapisan endotelium dari pembuluh

             darah leher atau telinga rusak, sehingga terjadi proses transdusi (proses

             mengubah dari suatu bentuk kebentuk lain) dan mengakibatkan

             foramen stilomastoideus bengkak. Nervus facialis yang melewati

             daerah tersebut terjepit sehingga rangsangan yang dihantarkan

             terhambat yang menyebabkan otot-otot wajah mengalami kelemahan

             atau lumpuh.



2.1.3 Patofisiologi

           Patologi berarti ilmu tentang penyakit, menyangkut penyebab dan sifat

      penyakit tersebut. Patologi yang akan dibicarakan adalah mengenai pengaruh

      udara dingin yang menyebabkan Bell’s Palsy (Dachlan, 2001)

           Udara dingin menyebabkan lapisan endotelium dari pembuluh darah

      leher atau telinga rusak, sehingga terjadi proses transdusi dan mengakibatkan

      foramen stilomastoideus bengkak. Nervus facialis yang melewati daerah
8




      tersebut terjepit sehingga rangsangan yang dihantarkan terhambat yang

      menyebabkan otot-otot wajah mengalami kelemahan atau kelumpuhan.



2.1.4 Tanda dan Gejala

           Tanda dan gejala motorik yang dijumpai pada pasien Bell’s Palsy

      adalah: adanya kelemahan otot pada satu sisi wajah yang dapat dilihat saat

      pasien kesulitan melakukan gerakan-gerakan volunter seperti, (saat gerakan

      aktif maupun pasif) tidak dapat mengangkat alis dan menutup mata, sudut

      mulut tertarik ke sisi wajah yang sehat (mulut mencong), sulit mecucu atau

      bersiul, sulit mengembangkan cuping hidung, dan otot-otot yang terkena yaitu

      m. frontalis, m. orbicularis oculi, m. orbicularis oris, m. zygomaticus dan m.

      nasalis. Selain tanda-tanda motorik, terjadi gangguan pengecap rasa manis,

      asam dan asin pada ⅔ lidah bagian anterior, sebagian pasien mengalami mati

      rasa atau merasakan tebal-tebal di wajahnya.

           Tanda dan gejala klinis pada Bell’s Palsy menurut (Chusid ,1983)

      adalah:

        a) Lesi diluar foramen stilomastoideus :

                    Muncul tanda dan gejala sebagai berikut : mulut tertarik ke sisi

                mulut yang sehat, makanan terkumpul di antara gigi dan gusi, sensasi

                dalam pada wajah menghilang, tidak ada lipatan dahi dan apabila mata

                pada sisi lesi tidak tertutup atau tidak dilindungi maka air mata akan

                keluar terus-menerus.
9




b) Lesi di canalis facialis dan mengenai nervus korda timpani :

        Tanda dan gejala sama seperti penjelasan pada poin diatas,

    ditambah dengan hilangnya ketajaman pengecapan lidah ⅔ bagian

    anterior dan salivasi di sisi lesi berkurang. Hilangnya daya pengecapan

    pada lidah menunjukkan terlibatnnya nervus intermedius, sekaligus

    menunjukkan lesi di daerah antara pons dan titik di mana korda

    timpani bergabung dengan nervus facialis di canalis facialis.

c) Lesi yang tinggi dalam canalis facialis dan mengenai muskulus

    stapedius :

        Tanda dan gejala seperti penjelasan pada kedua poin diatas,

    ditambah dengan adanya hiperakusis (pendengaran yang sangat tajam).

d) Lesi yang mengenai ganglion genikuli :

        Tanda dan gejala seperti penjelasan pada ketiga poin diatas,

    disertai dengan nyeri dibelakang dan didalam liang telinga dan

    dibelakang telinga.

e) Lesi di meatus akustikus internus :

        Tanda dan Gejala sama seperti kerusakan pada ganglion genikuli,

    hanya saja disertai dengan timbulnya tuli sebagai akibat terlibatnya

    nervus vestibulocochlearis.
10




        f) Lesi di tempat keluarnya nervus facialis dari pons :

                 Tanda dan gejala sama seperti di atas disertai tanda dan gejala

            terlibatnya     nervus     trigeminus,     nervus     abducens,     nervus

            vestibulococlearis, nervus accessorius dan nervus hypoglossus.



2.1.5 Komplikasi

          Komplikasi atau complication berarti penyakit yang timbul kemudian

     sebagai tambahan pada penyakit yang sudah ada (Dachlan, 2001). Komplikasi

     yang muncul pada pasien Bell’s Palsy merupakan kumpulan gejala sisa paska

     terjadinya kelemahan otot-otot wajah. Lumbantobing (2006) menjelaskan

     bahwa beberapa di antara penderita Bell’s Palsy, kelumpuhannya sembuh

     dengan meninggalkan gejala sisa yang berupa kontraktur, sinkenesis dan

     spasme spontan.

          Kontraktur terlihat jelas saat otot wajah berkontraksi yang ditandai

     dengan lebih dalamnya lipatan nasolabial dan alis mata lebih rendah

     dibandingkan sisi yang sehat. Sinkenesis (assosiated movement) dapat terjadi

     karena kesalahan proses regenerasi sehingga menimbulkan gerakan otot wajah

     yang berasosiasi dengan gerakan otot lain. Misalnya saat mata ditutup, sudut

     mulut ikut terangkat. Sedangkan spasme spontan pada otot wajah terjadi bila

     pasien Bell’s Palsy mengalami penyembuhan yang inkomplit. Otot-otot wajah

     bergerak secara spontan, tidak terkendali. Hal ini disebut juga tic fasialis.
11




     Gejala sisa yang ditimbulkan paska serangan Bell’s Palsy yaitu sindroma

air mata buaya (crocodile tears syndrome) yang merupakan kesalahan

regenerasi saraf salivarius menuju ke glandula lakrimalais. Manifestasinya

berupa keluarnya air mata pada sisi lesi saat pasien makan (Djamil, 2003).
12




2.2 Anatomi dan Fisiologi

 2.2.1   Anatomi Nervus Facialis

         Nervus Facialis terdiri dari dua nucleus motoris di batang otak, yang terdiri

         dari:

            (1) Nucleus Motorik Superior yang bertugas menerima impuls dari gyrus

                 presentralis kortek serebri kedua belah sisi kanan-kiri dan mengirim

                 serabut-serabut saraf ke otot-otot mimik di dahi dan orbikularis occuli.

            (2) Nucleus Motoris Inferior yang bertugas menerima impuls hanya dari

                 gyrus presentralis dari sisi yang berlawanan dan mengirim serabut-

                 serabut saraf ke otot-otot mimik bagian bawah dan platisma (Chusid,

                 1983).

                 Serabut-serabut nervus facialis didalam batang otak berjalan melingkari

         nucleus nervus abducens sehingga lesi di daerah ini juga diikuti dengan

         kelumpuhan nervus abducens. Setelah keluar dari batang otak, nervus facialis

         berjalan bersama nervus intermedius yang bersifat sensoris dan sekretorik.

         Selanjutnya berjalan berdekatan dengan nervus oktavus bersama-sama masuk

         ke dalam canalis austikus internus dan berjalan ke arah lateral, masuk ke

         canalis falopii (pars petrosa). Kemudian nervus facialis masuk ke dalam

         cavum timpani setelah membentuk ganglion genikulatum. Di dalam cavum

         timpani nervus facialis membelok tajam ke arah posterior dan horizontal (pars

         timpani). Saraf ini berjalan tepat di atas foramen ovale, kemudian membelok

         tegak lurus ke bawah (genu eksternum) di dalam canalis falopii pars
13




mastoidea. Bagian saraf yang berada didalam canalis falopii pars timpani

disebut nervus facialis pars horizontalis, sedang yang berjalan didalam pars

mastoidea disebut nervus facialis pars vertikalis atau desenden. Saraf ini

keluar dari tulang tengkorak melalui foramen stylomastoideus. Setelah keluar

dari foramen stylomastoideus, syaraf ini bercabang-cabang dan berjalan di

antara lobus superfisialis dan profundus glandula parotis dan berakhir pada

otot-otot mimik di wajah.



Dalam perjalanan nervus facialis memberikan cabang :

   1) Dari ganglion genikulatum mengirimkan serabut saraf melalui

       ganglion sfenopalatinum sebagai saraf petrosus superfisialis mayor

       yang akan menuju glandula lakrimalis.

   2) Cabang lain dari ganglion genikulatum adalah saraf petrosus

       superficialis minor yang melalui ganglion otikum membawa serabut

       sekreto-motorik ke kelenjar parotis.

   3) Dari nervus facialis pars vertikalis, memberikan cabang-cabang :

          a) Saraf stapedius yang mensarafi m.stapedius. Kelumpuhan

               saraf ini menyebabkan hiperakusis.

          b) Saraf korda timpani yang menuju ⅔ lidah bagian depan dan

              berfungsi sensorik untuk perasaan lidah (rasa asam, asin dan

              manis). Selain itu saraf korda timpani juga mempunyai serabut
14




         yang bersifat sekreto-motorik yang menuju ke kelenjar liur

         submaksilaris dan sublingualis (Chusid, 1983)



Perjalanan nervus facialis dapat dilihat pada gambar dibawah ini :




                       Gambar 2.1

          Perjalanan nervus facialis (Putz dan Pabst, 2006)
15




2.2.2   Otot-Otot Wajah

              Otot-otot pada wajah berserta fungsinya masing-masing dapat dilihat

        pada tabel dibawah ini :



                                             Tabel 2.1

                                 Otot-Otot Wajah Beserta Fungsinya



         No         Nama Otot                      Fungsi                Persarafan

          1     M.Frontalis           Mengangkat alis             N. Temporalis

          2     M.Corrugator          Mendekatkan kedua           N. Zigomatikum dan

                supercili             pangkal alis                N.Temporalis



          3     M.Procerus            Mengerutkan kulit antara    N. Zigomatikum,

                                      kedua alis                  N.Temporalis,

                                                                  N. Buccal

          4     M. Orbicularis        Menutup kelopak mata        N.Fasialis,

                Oculli                                            N.Temporalis, N.

                                                                  Zigomatikus



          5     M. Nasalis            Mengembang                  N. Fasialis

                                      Kan cuping hidung
16




6    M. Depresor anguli Menarik ujung mulut ke       N. Fasialis

     oris                  bawah



7    M. Zigomaticum        Tersenyum                 N. Fasialis

     mayor dan M.

     Zigomatikum minor

8    M. Orbicularis oris   Bersiul                   N. Fasialis

                                                     N. Zigomatikum


9    M. Buccinator         Meniup sambil menutup     N. Fasialis,

                           mulut                     N. Zigomatikum,

                                                     N. Mandibular,

                                                     N. Buccal

10   M. Mentalis           Mengangkat dagu           N. Fasialis dan

                                                     N. Buccal

11   M. Platysma           Meregangkan kulit leher   N. Fasialis
17




Sedangkan gambar otot-otot wajah dari lateral dapat dilihat pada gambar 2. 3

dibawah ini:




                            Gambar 2.2

       Otot – otot wajah dilihat dari lateral (Putz dan Pabst, 2006
18




Keterangan Gambar 2.2



         1.     M.Frontalis                          7. M. Zygomaticum mayor

         2.     M.Corrugator supercili               8. M.Zygomaticum minor

         3.     M.Procerus                           9. M.Orbicularis oris

         4.     M.Orbicularis oculi                  10. M.Buccinator

         5.     M.Nasalis                            11. M.Mentalis

         6.     M.Depresor anguli oris               12. M.Platysma



 2.2.3   Metode dan Teknik Intervensi Fisioterapi

               Modalitas yang dipilih untuk mengurangi problematika fisioterapi

         pada kasus Bell’s Palsy karena pengaruh udara dingin Electrical

         Stimulation dan Massage.

              1. Electrical Stimulation dengan Arus Faradik

                a.   Definisi

                            Arus faradik adalah arus listrik bolak-balik yang tidak

                     simetris yang mempunyai durasi 0.01-1 ms dengan frekuensi 50-

                     100 cy/detik (Akademi Fisioterapi Surakarta, 1998).



                 b. Fisika dasar arus faradik

                            Istilah faradik mula-mula digunakan untuk arus yang

                     keluar dari faradik coil, suatu induction coil. Arus ini merupakan

                     bolak-balik yang tidak simetris. Tiap cycle terdiri dari dua fase

                     yang tidak sama. Fase pertama dengan intensitas rendah dan
19




   durasi panjang, sedang fase kedua intensitas tinggi dan durasi

   pendek. Berfrekwensi sekitar 50 cycle/detik. Durasi fase kedua

   sekitar 1 milisecond (0,001 detik).



c. Modifikasi

         Arus faradik pada umumnya dimodifikasi dalam bentuk

   surged atau interupted (terputus-putus). Bentuk surged faradik

   dapat diperoleh dari mesin-mesin modern. Pengontrol durasi

   surged sebaiknya terpisah dengan pengontrol interval sehingga

   diperoleh kontraksi yang efektif dari masing-masing penderita.

   Bentuk – bentuk surged juga bermacam-macam antara lain

   trapezoid, trianguler, saw tooth dan sebagainya.



d. Efek fisiologis

         Efek fisiologis terhadap sensoris akan menimbulkan rasa

   tertusuk halus dan efek vasodilatasi dangkal, sedangkan efek

   terhadap motorik adalah kontraksi tetanik yang akan lebih

   mudah menimbulkan kontraksi. Arus faradik lebih enak bagi

   pasien karena durasinya pendek.



e. Efek terapeutik

     (1) Fasilitasi kontraksi otot.

                Apabila    otot    mengalami         kesulitan    untuk

        mengadakan        kontraksi,     stimulasi     elektris   dapat
20




   membantunya terutama kontraksi otot yang terhambat oleh

   nyeri atau injury yang baru, dimana stimulasi dapat

   memberikan fasilitas lewat mekanisme muscle spindel.

(2) Mendidik kembali kerja otot

         Stimulasi faradik diberikan untuk mendapatkan

   kontraksi dan membantu memperbaiki perasaan gerak.

   Otot hanya mengenal gerak, sehingga stimulasi diberikan

   untuk menimbulkan gerakan yang normal. Stimulasi ini

   merupakan permulaan latihan-latihan aktif.

(3) Melatih otot-otot yang paralysis

         Pada kasus saraf perifer, impuls dari otak tidak

   sampai pada otot yang disarafi. Akibatnya kontraksi

   voluntari   hilang.   Apabila   saraf   belum   mengalami

   degenerasi, stimulasi dengan arus faradik disebelah distal

   kerusakan akan menimbulkan kontraksi. Dengan demikian

   stimulasi dengan arus faradik dapat digunakan untuk

   melatih otot-otot yang paralisis.

(4) Penguatan dan hypertrofi otot-otot

         Untuk mendapatkan penguatan dan hypertrofi, otot

   perlu berkontraksi dalam jumlah yang cukup serta beban

   (tahanan). Kelenturan-kelenturan tersebut harus dipenuhi

   bila stimulasi dimaksudkan untuk penguatan. Apabila

   suatu otot sangat lemah berat dari bagian tubuh yang
21




        bergerak memberikan cukup beban. Dalam hal ini

        stimulasi dapat meningkatkan kekuatan otot.

     (5) Memperbaiki aliran darah dan lymfe

              Aliran    darah   dapat    dipelancar    oleh   adanya

        pemompaan dari otot yang berkontraksi dan relaksasi.

        Efek yang ditimbulkan akan diperoleh secara maksimal

        dengan menggunakan arus faradik.

     (6) Mencegah dan melepaskan perlengketan jaringan

              Apabila terjadi offusi kedalam jaringan maka

        perlengketan jaringan akan mudah terjadi. Perlengketan

        tersebut dapat dicegah dengan selalu mengerakan struktur-

        struktur didaerah tersebut. Jika latihan latihan-latihan aktif

        tidak dimungkinkan, stimulation electrical dapat diberikan.

        Perlengketan yang telah terjadi dapat dibebankan dan

        diulur dengan kontraksi otot (Akademi Fisioterapi

        Surakarta, 1998).



f) Metode pelaksanaan arus faradik

     (1) Stimulasi secara group

              Pada metode ini semua otot dari suatu group otot

        berkontraksi bersama. Satu elektrode dipasang pada nerve

        trunk atau daerah origo, sedangkan satu lagi dipasang pada

        daerah motor point atau ujung dari muscle belly. Semua
22




             otot dari grup otot berkontraksi bersama sehingga sangat

             efektif untuk mendidik otot yang bekerja secara group.

       (2) Stimulasi motor point

                   Keuntungan menggunakan metode motor point

             adalah masing-masing otot berkontraksi sendiri-sendiri

             dan kontraksinya optimal. Sedangkan kerugian metode ini

             ialah apabila otot yang dirangsang banyak, maka sulit

             untuk mendapatkan jumlah kontraksi yang cukup untuk

             masing-masing otot.



2. Massage

  a. Definisi

             Massage adalah suatu istilah yang digunakan untuk

     menunjukkan suatu manipulasi yang dilakukan dengan tangan

     yang ditujukan pada jaringan lunak tubuh, untuk tujuan

     mendapatkan efek baik pada jaringan saraf, otot, maupun

     sirkulasi (Gertrude, 1952).



  b. Teknik-teknik massage

             Ada   beberapa    teknik   massage,    seperti:   stroking,

     effleurage, petrissage, kneading, finger kneading, picking up,

     tapping, friction dan tapotemen (hacking, claping, beating,

     pounding). Pada kasus Bell’s Palsy teknik massage yang
23




diberikan yaitu stroking, effleurage, finger kneading dan

tapping.

      Stroking atau gosokan ringan adalah manipulasi yang

ringan dan halus dengan menggunakan seluruh permukaan

tangan satu atau permukaan kedua belah tangan dan arah

gerakannya tidak tentu. Efek stroking adalah penenangan dan

mengurangi rasa nyeri. (Tappan, 1988)

      Effleurage adalah manipulasi gosokan dengan penekanan

yang ringan dan halus dengan menggunakan seluruh permukaan

tangan, sebaiknya diberikan dari dagu ke atas ke pelipis dan dari

tengah dahi turun ke bawah menuju ke telinga. Ini harus

dikerjakan secara gentle dan menimbulkan rangsangan pada

otot-otot wajah. Efek dari effleurage adalah membantu

pertukaran zat-zat dengan mempercepat peredaran darah dan

limfe yang letaknya dangkal, menghambat proses peradangan.

      Finger kneading adalah pijatan yang dilakukan dengan

jari-jari dengan cara memberikan tekanan dan gerakan

melingkar, diberikan ke seluruh otot wajah yang terkena lesi

dengan arah gerakan menuju ke telinga. Efek dari finger

kneading adalah memperbaiki peredaran darah dan memelihara

tonus otot.
24




        Tapping adalah manipulasi yang diberikan dengan tepukan

   yang ritmis dengan kekuatan tertentu, untuk daerah wajah

   dilakukan dengan ujung-ujung jari. Efek dari tapping adalah

   merangsang jaringan dan otot untuk berkontraksi.



c. Aplikasi massage

        Pemberian massage wajah pada kondisi Bell’s Palsy

   bertujuan untuk mencegah terjadinya perlengketan jaringan

   dengan cara memberikan penguluran pada jaringan yang

   superfisial yakni otot-otot wajah. Dengan pemberian massage

   wajah ini akan terjadi peningkatan vaskularisasi dengan

   mekanisme pumping action pada vena sehingga memperlancar

   sirkulasi darah dan limfe. Efek rileksasi dapat dicapai dan

   elastisitas otot dapat tetap terpelihara serta mencegah timbulnya

   perlengketan jaringan dan kontraktur otot dapat dicegah

   (Douglas, 1902). Massage dilakukan selama 5-10 menit, 2-3 kali

   sehari. Massage ini membantu mempertahankan tonus otot

   wajah agar tidak kaku (Chusid 1983).
25




Gerakan massage dapat diamati dari gambar berikut ini :




                   Gambar 2.5

  Arah gerakan Massage pada wajah (Maxwell,1987).



d. Indikasi Massage

        Beberapa kondisi yang merupakan indikasi pemberian

   massage, antara lain: spasme otot, nyeri, oedema, kasus-kasus

   perlengketan jaringan, kelemahan otot jaringan, dan kasus-

   kasus kontraktur.

e. Kontra Indikasi Massage

        Masssage tidak selalu dapat diberikan pada semua kasus,

   ada beberapa kondisi       yang merupakan kontra indikasi

   pemberian massage, yaitu: darah yang mengalami infeksi,

   penyakit-penyakit    dengan     ganguan     sirkulasi,   seperti:

   tromboplebitis, arteriosclerosis berat, adanya tumor ganas,

   daerah peradangan akut, jerawat akut,sakit gigi, dan luka bakar.
26




2.3 Konsep Kerangka Berfikir

        Bell’s palsy adalah sebuah kelainan dan ganguan neurologi pada nervus

   cranialis VII (saraf facialis) di daerah tulang temporal, di sekitar foramen

   stilomastoideus. Paralyse Bell ini hampir selalu terjadi unilateral, namun

   demikian dalam jarak satu minggu atau lebih dapat terjadi paralysis bilateral.

   Penyakit ini dapat berulang atau kambuh, yang menyebabkaan kelemahan atau

   paralisis, ketidak simetrisan kekuatan/aktivitas muscular pada kedua sisi wajah

   (kanan dan kiri), serta distorsi wajah yang khas. Hal ini sangat menyiksa diri

   karena membuat orang menjadi kurang percaya diri. Wajah kelihatan tidak cantik

   karena   mulut mencong, mata tidak bisa berkedip, mata berair, dll

   (Attaufiq,2011).

        Evaluasi dari pemberian modalitas Electrical Stimulation arus Faradik

   diharapkan dapat menimbulkan kontraksi otot dan membantu memperbaiki

   perasaan gerak sehingga diperoleh gerak yang normal serta bertujuan untuk

   mencegah/ memperlambat terjadinya atrofi otot. Pada kasus Bell’s Palsy ini

   rangsangan gerak dari otak tidak dapat disampaikan kepada otot-otot wajah yang

   disyarafi. Akibatnya kontraksi otot secara volunter hilang sehingga diperlukan

   bantuan dari rangsangan arus faradik untuk menimbulkan kontraksi otot.

   Rangsangan arus faradik yang dilakukan berulang- ulang dapat melatih kembali

   otot- otot yang lemah untuk melakukan gerakan sehingga dapat meningkatkan

   kemampuan kontraksi otot sesuai fungsinya.

        Massage diberikan dengan tujuan memberikan penguluran pada otot-otot

   wajah yang letaknya superfisial sehingga perlengketan jaringan dapat dicegah,
27




selain itu memberikan efek rileksasi dan mengurangi rasa kaku pada wajah.

Stroking memiliki efek penenangan dan dapat mengurangi nyeri, Efflurage dapat

membantu     pertukaran    zat-zat   dan   melancarkan     metabolisme    dengan

mempercepat peredaran darah, Finger Kneading berfungsi untuk memperbaiki

peredaran darah dan memelihara tonus otot. Sedangkan tapping dengan ujung jari

dapat merangsang jaringan otot untuk berkontraksi. Dengan massage tersebut

maka efek relaksasi dapat dicapai dan elastisitas otot tetap terjaga dan potensial

timbulnya perlengketan jaringan pada kondisi Bell’s Palsy ini dapat dicegah.
28




2.4 Skema Kerangka Berpikir

                                     Bell’s Palsy


                            Etiologi tidak diketahui jelas




      Faktor Intrinsik                                       Faktor Ekstrinsik
     Ischemic Vaskuler                                       Virus Herpes Zoster
     Herediter                                               Paparan udara dingin




          Permasalahan kapasitas fisik
                Penurunan kekuatan otot
                Gangguan sensorik (paralysis
                Potensial terjadinya atrofi pada otot wajah sisi kiri
                Potensial terjadinya spasme otot pada sisi wajah kanan
                (sehat)
             Permasalahan keterbatasan fungsi
                mata kiri tidak bisa menutup rapat, berkumur dan minum
                mengalami kebocoran, makanan cenderung mengumpul
                disisi kiri saat mengunyah



                  Electrical Stimulasi
                                                                  Evaluasi
                                                             MMT
                                                             Skala Ugo Fisch
                         Massage


                                                                   Hasil
                                                                 Meningkatkan
                                                                 kekuatan otot
                                                                 Mencegah
                                                                 spasme otot
                                                                 Memperbaiki
                                                                 ganggaun
                                                                 sensorik
                                                                 Memperbaiki
                                                                 kosmetika
29




                                       III

                       METODOLOGI PENELITIAN



3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

  3.1.1 Tempat

           Penelitian pada pasien Bell’s Palsy sebelah Sinistra dilakukan di RSUP

        Bukittinggi.

  3.1.2 Waktu

           Waktu penelitian studi kasus ini dilaksanakan pada 18 desember 2012.



3.2 Rancangan Studi Kasus

          Pada penelititan ini metode yang digunakan adalah studi kasus. Studi

   kasus yang dilakukan dengan cara meneliti suatu permasalahan melalui suatu

   kasus yang terdiri dari unit tunggal. Unit tunggal disini berarti mengambil satu

   sampel yang di analisa secara mendalam baik dari segi keadaan kasus, faktor

   penyebab, kejadian yang berhubungan dengan kasus serta tindakannya

   (Notoadnodjo). Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek

   yang di teliti. Pengambilan sampel ini harus dilakukan sedemikian rupa agar

   diperoleh sampel yang benar-benar dapat berfungsi sebagai gambaran keadaan

   populasi yang sebenarnya. Dengan demikian sampel harus refresentatif (Ari

   Kunto, 2002).

          Sampel dalam studi kasus ini adalah satu orang dengan karakteristik dari

   keseluruhan pasien yang menderita Bell’s Palsy. Teknik ini diambil dengan
30




   alasan memperluas ruang lingkup penelitian serta ingin mendapatkan hasil yang

   lebih akurat, sehingga hanya mengambil sampel dengan jumlah yang lebih kecil.

   Penelitian ini dilakukan sebanyak 6 kali tindakan terapi dengan menggunakan

   modalitas Electrical Stimulation dan Massage dan harapannya adalah dapat

   memperbaiki kosmetika dan meningkatkan kekuatan otot-otot wajah.



3.3 Uraian Studi Kasus

       Tindakan pemeriksaan untuk kondisi Bell’s Palsy disamping informasi dari

   bagian medik, terapi juga membutuhkan informasi dari pasien untuk dapat

   mengetahui pencetus Bell’s Palsy          sehingga akan memudahkan dalam

   penanganan. Data yang dapat dikumpulkan untuk menegakkan diagnosis

   diperoleh melalui :

  3.3.1 Anamnesis

             Anamnesis merupakan pengumpulan data dengan melakukan tanya

       jawab dengan sumber data. Dengan anamnesis dapat diperoleh data-data

       yang dibutuhkan dalam menentukan diagnosa dan terapi latihan yang akan

       diberikan. Anamnesis dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :

              a. Autoanamnesis adalah anamnesis yang dilakuakn lagsung kepada

                 pasien yang bersangkutan.

              b. Heteroanamnesis adalah anamnesis yang dilakukan kepada orang

                 lain, dilakukan jika sulit melakukan anamnesis langsung kepada

                 pasien.

             Anamnesis dapat diklasifikasikan menjadi anamnesis umum dan

         anamnesis khusus.
31




1. Anamnesis umum

            Anamnesis umum berisi tentang identitas pasien secara

  lengkap. Dalam anamnesis ditemukan data seperti (1) nama, (2) umur,

  (3) jenis kelamin, (4) agama, (5) pekerjaan, (6) alamat. Data yang

  diperoleh     akan    digunakan   untuk    tujuan   terapi   akhir   yang

  diprogramkan dan disesuaikan dengan kegiatan keseharian dari

  pasien.

     1) Keluhan Utama

                   Keluhan utama merupakan satu atau lebih gejala

            dominan yang mendororng pasien mencari pertolongan atau

            pengobatan.

     2) Riwayat Penyakit Sekarang

                   Adalah pertanyaan yang mewakili keadaan pasien

            sekarang mulai dari awal kejadian penyakit, hal-hal yang

            dirasakan pasien saat awal kejadian penyakit sampai pasien

            tersebut mencari pengobatan. Adapun keluhan utama pada

            pasien dengan Bell’s Palsy, yaitu rasa kaku atau tebal di satu

            sisi wajah dan sulit menggerakkan otot-otot wajah.

     3) Riwayat Penyakit Dahulu

                   Adalah pertanyaan yang diarahkan kepada penyakit-

            penyakit yang berkaitan dengan munculnya penyakit atau

            keluhan sekarang (Mardiman, 1994).
32




             4) Riwayat pribadi

                           Riwayat pribadi adalah hal-hal atau kegiatan sehari-

                    hari yang dilakukan pasien menyangkut hobi atau kebiasaan

                    yang berkaitan dengan penyebab bell’s palsy.

             5)     Riwayat penyakit keluarga

                           Riwayat keluarga adalah penyakit-penyakit yang

                  bersifat menurun dari orang tua atau keluarga yang lain

                  (Heredo Familial), yang berhubungan dengan bell’s palsy.



       2. Anamnesis khusus

                  Anamnesis khusus merupakan data informasi tentang keluhan

          utama pasien, dilakukan untuk mengidentifikasi masalah yang belum

          diungkapkan penderita dan untuk melengkapi anamnesis yang belum

          tercakup diatas, antara lain: kepala dan leher, Kardiovaskuler,

          Respirasi, Gastrointestinal, Urogenitalis, Muskuloskeletal, Nervorum.



3.3.2 Pemeriksaan

 1. Pemeriksaan Fisik

          Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien meliputi pemeriksaan

          Vital Sign, Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi, Pemeriksaan Gerak,

          serta Kemampuan Fungsional dan lingkungan aktivitas.

             a. Pemeriksaan Vital Sign

                           Tanda-tanda vital terdiri dari (1) tekanan darah, (2)

                    denyut nadi, (3) pernapasan, (4) temperatur. Data tersebut
33




   digunakan untuk mengetahui apakah ada hipertensi, hipotensi,

   tacikardi, obesitas dan sebagainya.

b. Inspeksi

          Inspeksi adalah pemeriksaan dengan cara melihat dan

   mengamati. Ada dua macam yaitu inspeksi statis dan inspeksi

   dinamis.

      1) Inspeksi statis adalah inspeksi dimana pasien dalam

          keadaan diam.

      2) inspeksi dinamis adalah inspeksi dimana pasien dalam

          keadaan bergerak.

c. Palpasi

          Palpasi adalah suatu pemeriksaan yang secara langsung

   kontak dengan pasien, dengan meraba, menekan, dan

   memegang bagian tubuh pasien untuk mengetahui nyeri tekan

   dan suhu.

d. Perkusi

          Perkusi   adalah    cara    pemeriksaan   dengan    jalan

   mengetuk/vibrasi,    seperti   mengetuk    untuk   mengetahui

   keadaan suatu rongga pada bagian tubuh tertentu.

e. Auskultasi

          Auskultasi    adalah       cara   pemeriksaan      dengan

   menggunakan indera pendengaran, biasanya menggunakan

   alat bantu stetoskop untuk mengetahui Ronki,denyut jantung
34




f. Pemeriksaan Gerak

          Meliputi pemeriksaan gerak aktif, pasif, isometrik

   melawan tahanan.      Pada pemeriksaan gerak aktif yang

   diperiksa adalah sisi yang lemah, meliputi kemampuan

   mengerutkan dahi, bersiul, tersenyum dan menutup mata. Pada

   pemeriksaan gerak pasif yang diperiksa adalah sisi wajah yang

   sakit, yaitu menutup mata, mengerutkan dahi dan tersenyum.

   Pada pemeriksaan gerak pasif yang dilakukan pada sisi yang

   lesi atau kanan gerakan mengerutkan dahi, mendekatkan

   kedua alis, mencucu,bersiul, menutup mata, mengkerutkan

   hidung ke atas, dan tersenyum.

g. Kemampuan aktivitas fungsional

          Kemampuan fungsional yaitu kemampuan seseorang

   dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Sedangkan lingkungan

   aktivitas adalah keadaan lingkungan sekitar yang berhubungan

   dengan kondisi pasien.

h. Pemeriksaan kognitif, intrapersonal dan interpersonal.

   1) Kognitif merupakan pengetahuan seseorang atau perilaku

       manusia yang dikaitkan dengan susunan saraf otak.

       Kognitif meliputi komponen atensi, konsentrasi, memori

       pemecahan masalah, pengambilan sikap dan perilaku,

       orientasi ruang dan waktu.

   2) Intrapersonal adalah kemampuan pasien dalam memahami

       keadaan dirinya, motivasi dirinya.
35




                  3) interpersonal adalah kemampuan bagaimana berhubungan

                     dengan orang lain disekitarnya.



2. Pemeriksaan spesifik

         Selain pemeriksaan gerak diperlukan juga diperlukan pemeriksaan

   spesifik untuk lebih memperjelas permasalahan yang dihadapi.

         Untuk kasus ini pemeriksaan spesifik yang dilaksanakan berupa :

   Tanda bell, skala “Ugo Fisch” dan penilaian kekuatan otot wajah dengan

   menggunakan skala “Daniel’s and Worthingham Manual Muscle Testing”.



     1) Tanda Bell’s

              Tanda bell yang terlihat pada pasien yaitu saat mengkerutkan

         dahi, lipatan kulit dahi hanya terlihat pada sisi lesi, dan saat

         memejamkan mata, bola mata masih terlihat sedikit pada sisi yang

         sehat.



     2) Ugo Fisch scale

              Ugo Fisch scale bertujuan untuk pemeriksaan fungsi motorik

         dan mengevaluasi kemajuan motorik otot wajah pada penderita bell’s

         palsy. Penilaian dilakukan pada 5 posisi, yaitu saat istirahat,

         mengerutkan dahi, menutup mata, tersenyum, dan bersiul. Pada

         tersebut dinilai simetris atau tidaknya antara sisi sakit dengan sisi

         yang sehat. (Lumbantobing 2006)
36




     Ada 4 penilaian dalam % untuk posisi tersebut antara lain :

     a) 0 % (zero)           : Asimetris Komplit, tidak ada gerakan

                              volunter sama sekali.

     b) 30 % (poor)          : Simetris ringan, kesembuhan cenderung

                              ke asimetris, ada gerakan volunter.

     c) 70 % (fair)          : Simetris sedang, kesembuhan

                              cenderung normal.

     d) 100 % (normal) : Simetris komplit (normal).



    Angka prosentase masing-masing posisi harus dirubah menjadi

score dengan kriteria sebagai berikut :

         1) Saat istirahat            : 20 point

         2) Mengerutkan dahi          : 10 point

         3) Menutup mata              : 30 point

         4) Tersenyum                 : 30 point

         5) Bersiul                   : 10 point



        Pada keadaan normal untuk jumlah kelima posisi wajah

adalah 100 point. Hasil penilaian itu diperoleh dari penilaian angka

prosentase dikalikan dengan masing-masing point. Nilai akhirnya

adalah jumlah dari 5 aspek penilaian tersebut.
37




       3)   Manual Muscle Testing (MMT) otot-otot wajah

            Untuk menilai kekuatan otot fasialis yang mengalami paralisis

      digunakan skala Daniel and Worthinghom’s Manual Muscle Testing,

      Yaitu :

            a) Nilai 0 (zero)       : Tidak ada kontraksi yang tampak

            b) Nilai 1 (trace)      : Kontraksi minimal

            c) Nilai 3 (fair)       : Kontraksi sampai dengan simetris

                                     sisi normal dengan maksimal

            d) Nilai 5 (normal)    : Kontraksi penuh, terkontrol dan

                                     simetris.



3.3.3 Problem Fisioterapi

                Permasalahan atau problem fisioterapi yang ditemukan pada

     kondisi Bell’s Palsy pada umumnya adalah rasa tebal pada wajah dan

     kesulitan menggerakkan otot-otot wajah.



3.3.4 Diagnosis Fisioterapi

                Diagnosis Fisioterapi dapat ditegakkan melalui anamnesis

 yang meliputi gangguan gerak dan fungsi, gerakan pencetus, jaringan atau

 organ yang terkena dan disebabkan oleh patologi.
38




3.3.5 Intervensi Fisioterapi

             Untuk mengatasi masalah yang muncul pada kondisi Bell’s

     Palsy maka dipilih modalitas terapi Electrical Stimulation dan

     Massage.

    1. Teknologi Alternatif :

       a. IR (Infra Red)

       b. SWD (Short Wave Diathermy)

       c. MWD (Micro Wave Diathermy)

       d. US (Ultra Sound), Massage, ES (Electricel Stimulation)

     2. Teknologi Yang Dilaksanakan :

       a. Massage Wajah

                 Massage diberikan dengan tujuan memberikan penguluran

           pada otot-otot wajah yang letaknya superfisial sehingga

           perlengketan jaringan dapat dicegah, selain itu memberikan efek

           rileksasi dan mengurangi rasa kaku pada wajah. Stroking

           memiliki efek penenangan dan dapat mengurangi nyeri,

           Efflurage dapat membantu pertukaran zat-zat dan melancarkan

           metabolisme dengan mempercepat peredaran darah, Finger

           Kneading berfungsi untuk memperbaiki peredaran darah dan

           memelihara tonus otot. Sedangkan tapping dengan ujung jari

           dapat merangsang jaringan otot untuk berkontraksi. Dengan

           massage tersebut maka efek relaksasi dapat dicapai dan

           elastisitas   otot   tetap   terjaga   dan   potensial   timbulnya
39




          perlengketan jaringan pada kondisi Bell’s Palsy ini dapat

          dicegah.

       b. Electrical Stimulation (ES) arus Faradik

                  Electrical Stimulation arus Faradik yang diberikan dapat

          menimbulkan kontraksi otot dan membantu memperbaiki

          perasaan gerak sehingga diperoleh gerak yang normal serta

          bertujuan untuk mencegah/ memperlambat terjadinya atrofi otot.

          Pada kasus Bell’s Palsy ini rangsangan gerak dari otak tidak

          dapat disampaikan kepada otot-otot wajah yang disyarafi.

          Akibatnya kontraksi otot secara volunter hilang sehingga

          diperlukan bantuan dari rangsangan arus faradik untuk

          menimbulkan kontraksi otot. Rangsangan arus faradik yang

          dilakukan berulang- ulang dapat melatih kembali otot- otot yang

          lemah untuk melakukan gerakan sehingga dapat meningkatkan

          kemampuan kontraksi otot sesuai fungsinya.



3.3.6 Tujuan Pelaksanaan Fisioterapi

            Tujuan hasil pelaksanaan fisioterapi adalah hasil yang ingin

     dicapai dengan pelayanan fisioterapi pada pasien atau klien dan

     direncanakan untuk mengurangi problematika yang timbul dalam

     diagnosa fisioterapi. Tujuan pelaksanaan terapi terbagi menjadi :
40




    1. Tujuan Jangka Pendek

            Tujuan jangka pendek berkaitan dengan keadaan pasien atau

       hal yang dianggap bersifat penting dalam kelangsungan hidup

       pasien dan penampilannya.



    2. Tujuan Jangka Panjang

            Tujuan jangka panjang adalah hasil yang diharapkan dari

          kelanjutan tujuan jangka pendek dan berkesinambungan dan

          membutuhkan waktu yang relatif lama.



3.3.7 Penatalaksanaan Fisioterapi

            Penatalaksanaan fisioterapi adalah layanan yang dilakukan

     sesuai dengan rencana tindakan yang telah ditetapkan dengan maksud

     agar kebutuhan pasien terpenuhi. Penatalaksanaan fisioterapi harus

     berdasarkan rencana yang telah ditetapkan atau dengan melakukan

     modifikasi dosis menururt pedoman yang telah ditetapkan dalam

     program dengan tetap mengkomunikasikan dengan pihak-pihak terkait

     dan mendokumentasikan hasil dan pelaksanaan metodologi serta

     program, termasuk mencatat evaluasi sbelum, selama dan sesudah

     pelaksanaan fisioterapi dan respon dari pasien.
41




3.3.8 Evaluasi

             Evaluasi pada kasus Bell’s Palsy ini diambil setelah pasien

     dilakukan terapi sebanyak 6 kali, yang terdiri dari :

         a. Evaluasi hasil intervensi terdiri dari : 1) tanggal, 2) metode,

            teknik dan dosis, 3) hasil pengukuran, 4) rekomendasi yang

            berdasarkan tentang hasil yang telah dilakukan apakah perlu

            perbaikan dari intervensi yang telah diberikan.

         b. Kesimpulan Sementara

                    Kesimpulan      Sementara     berisikan   tentang   hasil

             intervensi yang di dapatkan selama 6 kali dilakukan terapi.
42




                                      BAB IV
                                    PENUTUP


       Pasien Bell’s palsy pada awalnya merasakan ada kelainan pada mulut yang

tampak mencong ke satu sisi, salah satu kelopak mata tidak dapat dipejamkan, mulut

tidak dapat mencucu, apabila berkumur atau minum maka air akan tumpah melalui

salah satu sisi mulut yang lesi. Keadaan tersebut disebabkan adanya paralisis otot-

otot wajah pada sisi yang sakit. Kondisi ini merupakan permasalahan yang dialami

pasien sehingga peran fisioterapis diperlukan untuk mengatasi permasalahan tersebut

dengan meningkatkan kekuatan dan kemampuan fungsional otot- otot wajah serta

mencegah komplikasi lebih lanjut.

       Electrical Stimulation arus Faradik yang diberikan dapat menimbulkan

kontraksi otot dan membantu memperbaiki perasaan gerak sehingga diperoleh gerak

yang normal serta bertujuan untuk mencegah/ memperlambat terjadinya atrofi otot.

       Massage diberikan dengan tujuan memberikan penguluran pada otot-otot

wajah yang letaknya superfisial sehingga perlengketan jaringan dapat dicegah, selain

itu memberikan efek rileksasi dan mengurangi rasa kaku pada wajah. Stroking

memiliki efek penenangan dan dapat mengurangi nyeri, Efflurage dapat membantu

pertukaran zat-zat dan melancarkan metabolisme dengan mempercepat peredaran

darah, Finger Kneading berfungsi untuk memperbaiki peredaran darah dan

memelihara tonus otot. Sedangkan tapping dengan ujung jari dapat merangsang

jaringan otot untuk berkontraksi. Dengan massage tersebut maka efek relaksasi dapat

dicapai dan elastisitas otot tetap terjaga dan potensial timbulnya perlengketan

jaringan pada kondisi Bell’s Palsy ini dapat dicegah.

More Related Content

What's hot (20)

Modul : Ultrasound Therapy
Modul : Ultrasound TherapyModul : Ultrasound Therapy
Modul : Ultrasound Therapy
 
Critical appraisal
Critical appraisalCritical appraisal
Critical appraisal
 
Guideline stroke-2011
Guideline stroke-2011Guideline stroke-2011
Guideline stroke-2011
 
Teknik teknik PNF
Teknik teknik PNFTeknik teknik PNF
Teknik teknik PNF
 
konsep sehat sakit
konsep sehat sakitkonsep sehat sakit
konsep sehat sakit
 
Askep diare
Askep diareAskep diare
Askep diare
 
Ppt atritis reumatoid pada lansia
Ppt atritis reumatoid pada lansiaPpt atritis reumatoid pada lansia
Ppt atritis reumatoid pada lansia
 
Proses penyembuhan fraktur
Proses penyembuhan frakturProses penyembuhan fraktur
Proses penyembuhan fraktur
 
Bell's palsy
Bell's palsyBell's palsy
Bell's palsy
 
Kebutuhan Rasa Aman (ASKEP NYERI)
Kebutuhan Rasa Aman (ASKEP NYERI)Kebutuhan Rasa Aman (ASKEP NYERI)
Kebutuhan Rasa Aman (ASKEP NYERI)
 
MENGENAL SINDROM GERIATRI.pptx
MENGENAL SINDROM GERIATRI.pptxMENGENAL SINDROM GERIATRI.pptx
MENGENAL SINDROM GERIATRI.pptx
 
Osteoporosis
Osteoporosis Osteoporosis
Osteoporosis
 
Terapi manual TMJ dalam Fisioterapi
Terapi manual TMJ dalam FisioterapiTerapi manual TMJ dalam Fisioterapi
Terapi manual TMJ dalam Fisioterapi
 
ASKEP HIPERTENSI
ASKEP HIPERTENSIASKEP HIPERTENSI
ASKEP HIPERTENSI
 
icdx
 icdx icdx
icdx
 
Askep lupus
Askep lupusAskep lupus
Askep lupus
 
Laporan pendahuluan nyeri
Laporan pendahuluan nyeri Laporan pendahuluan nyeri
Laporan pendahuluan nyeri
 
Demam tifoid anak
Demam tifoid anakDemam tifoid anak
Demam tifoid anak
 
Biomekanika
BiomekanikaBiomekanika
Biomekanika
 
Prosedur Melepaskan Infus
Prosedur Melepaskan InfusProsedur Melepaskan Infus
Prosedur Melepaskan Infus
 

Similar to Proposal bell's palsy

REHABILITASI MEDIK BELL'S PALSY
REHABILITASI MEDIK BELL'S PALSYREHABILITASI MEDIK BELL'S PALSY
REHABILITASI MEDIK BELL'S PALSYInjilita Nansi
 
Terapi akupuntur-untuk-bells-palsy
Terapi akupuntur-untuk-bells-palsyTerapi akupuntur-untuk-bells-palsy
Terapi akupuntur-untuk-bells-palsyTri Aviyanto
 
Penyakit pada sistem saraf
Penyakit pada sistem sarafPenyakit pada sistem saraf
Penyakit pada sistem sarafDinagayo
 
JOURNAL READING_Bells palsy_Kristy Spica (21-089) [Autosaved].pptx
JOURNAL READING_Bells palsy_Kristy Spica (21-089) [Autosaved].pptxJOURNAL READING_Bells palsy_Kristy Spica (21-089) [Autosaved].pptx
JOURNAL READING_Bells palsy_Kristy Spica (21-089) [Autosaved].pptxkristyagaki
 
dr.Yusmahenry Galindra,Sp. S. Bell’s palsy.pptx
dr.Yusmahenry Galindra,Sp. S. Bell’s palsy.pptxdr.Yusmahenry Galindra,Sp. S. Bell’s palsy.pptx
dr.Yusmahenry Galindra,Sp. S. Bell’s palsy.pptxPujaMonitra
 
1268-Naskah-3058-1-10-20170403 (1).pdf
1268-Naskah-3058-1-10-20170403 (1).pdf1268-Naskah-3058-1-10-20170403 (1).pdf
1268-Naskah-3058-1-10-20170403 (1).pdfJoeSiahaan2
 
MODUL DISEASE AFFECTING SPINAL CORD (Bahasa Indonesia)
MODUL DISEASE AFFECTING SPINAL CORD (Bahasa Indonesia)MODUL DISEASE AFFECTING SPINAL CORD (Bahasa Indonesia)
MODUL DISEASE AFFECTING SPINAL CORD (Bahasa Indonesia)aditya romadhon
 
Neural tube defect
Neural tube defectNeural tube defect
Neural tube defectIsma Jihan
 

Similar to Proposal bell's palsy (20)

REHABILITASI MEDIK BELL'S PALSY
REHABILITASI MEDIK BELL'S PALSYREHABILITASI MEDIK BELL'S PALSY
REHABILITASI MEDIK BELL'S PALSY
 
Bell's Palsy
Bell's Palsy Bell's Palsy
Bell's Palsy
 
Terapi akupuntur-untuk-bells-palsy
Terapi akupuntur-untuk-bells-palsyTerapi akupuntur-untuk-bells-palsy
Terapi akupuntur-untuk-bells-palsy
 
Penyakit pada sistem saraf
Penyakit pada sistem sarafPenyakit pada sistem saraf
Penyakit pada sistem saraf
 
Bell Palsy
Bell PalsyBell Palsy
Bell Palsy
 
Bell's palsy
Bell's palsyBell's palsy
Bell's palsy
 
Hemiparesis
HemiparesisHemiparesis
Hemiparesis
 
38128375 epilepsi
38128375 epilepsi38128375 epilepsi
38128375 epilepsi
 
JOURNAL READING_Bells palsy_Kristy Spica (21-089) [Autosaved].pptx
JOURNAL READING_Bells palsy_Kristy Spica (21-089) [Autosaved].pptxJOURNAL READING_Bells palsy_Kristy Spica (21-089) [Autosaved].pptx
JOURNAL READING_Bells palsy_Kristy Spica (21-089) [Autosaved].pptx
 
Tugas eke AKPER PEMKAB MUNA
Tugas eke  AKPER PEMKAB MUNATugas eke  AKPER PEMKAB MUNA
Tugas eke AKPER PEMKAB MUNA
 
Asuhan keperawatan
Asuhan keperawatanAsuhan keperawatan
Asuhan keperawatan
 
cepalgia
cepalgiacepalgia
cepalgia
 
Sawan babi
Sawan babiSawan babi
Sawan babi
 
Epilepsi
EpilepsiEpilepsi
Epilepsi
 
dr.Yusmahenry Galindra,Sp. S. Bell’s palsy.pptx
dr.Yusmahenry Galindra,Sp. S. Bell’s palsy.pptxdr.Yusmahenry Galindra,Sp. S. Bell’s palsy.pptx
dr.Yusmahenry Galindra,Sp. S. Bell’s palsy.pptx
 
1268-Naskah-3058-1-10-20170403 (1).pdf
1268-Naskah-3058-1-10-20170403 (1).pdf1268-Naskah-3058-1-10-20170403 (1).pdf
1268-Naskah-3058-1-10-20170403 (1).pdf
 
MODUL DISEASE AFFECTING SPINAL CORD (Bahasa Indonesia)
MODUL DISEASE AFFECTING SPINAL CORD (Bahasa Indonesia)MODUL DISEASE AFFECTING SPINAL CORD (Bahasa Indonesia)
MODUL DISEASE AFFECTING SPINAL CORD (Bahasa Indonesia)
 
Alzaimer
AlzaimerAlzaimer
Alzaimer
 
Askep migrain
Askep migrainAskep migrain
Askep migrain
 
Neural tube defect
Neural tube defectNeural tube defect
Neural tube defect
 

Recently uploaded

Materi tatalaksana standar operasional prosedur stunting.pdf
Materi tatalaksana standar operasional prosedur stunting.pdfMateri tatalaksana standar operasional prosedur stunting.pdf
Materi tatalaksana standar operasional prosedur stunting.pdfUlimarthaManurung
 
Indikasi obat dan kontra indikasi di dalam pemberian
Indikasi obat dan kontra indikasi di dalam pemberianIndikasi obat dan kontra indikasi di dalam pemberian
Indikasi obat dan kontra indikasi di dalam pemberianhaslinahaslina3
 
PPT SOSIALISASI PENGAJUAN SKP KEMENKES IFA.pptx
PPT SOSIALISASI PENGAJUAN SKP KEMENKES IFA.pptxPPT SOSIALISASI PENGAJUAN SKP KEMENKES IFA.pptx
PPT SOSIALISASI PENGAJUAN SKP KEMENKES IFA.pptxMadeSuardana20
 
Asuhan Keperawatan Kesehatan Penerbangan (2).pptx
Asuhan Keperawatan Kesehatan Penerbangan (2).pptxAsuhan Keperawatan Kesehatan Penerbangan (2).pptx
Asuhan Keperawatan Kesehatan Penerbangan (2).pptxdhykz1
 
PROFIL KESEHATAN Puskesmas Tahun 2022 - Copy.ppt
PROFIL KESEHATAN Puskesmas Tahun 2022 - Copy.pptPROFIL KESEHATAN Puskesmas Tahun 2022 - Copy.ppt
PROFIL KESEHATAN Puskesmas Tahun 2022 - Copy.pptdodiharyanto42
 
Pengantar Luka Akut untuk Mahasiwa Pendidikan Dokter (Pembaruan 2024)
Pengantar Luka Akut untuk Mahasiwa Pendidikan Dokter (Pembaruan 2024)Pengantar Luka Akut untuk Mahasiwa Pendidikan Dokter (Pembaruan 2024)
Pengantar Luka Akut untuk Mahasiwa Pendidikan Dokter (Pembaruan 2024)Robertus Arian Datusanantyo
 
MSDS Sodium Hypochlorite (Bayclin).PDF
MSDS  Sodium  Hypochlorite (Bayclin).PDFMSDS  Sodium  Hypochlorite (Bayclin).PDF
MSDS Sodium Hypochlorite (Bayclin).PDFSUDIRO11
 
MANAJEMEN PELAYANAN RAWAT INAP dan detailnya
MANAJEMEN PELAYANAN  RAWAT INAP dan detailnyaMANAJEMEN PELAYANAN  RAWAT INAP dan detailnya
MANAJEMEN PELAYANAN RAWAT INAP dan detailnyaLidia941960
 

Recently uploaded (8)

Materi tatalaksana standar operasional prosedur stunting.pdf
Materi tatalaksana standar operasional prosedur stunting.pdfMateri tatalaksana standar operasional prosedur stunting.pdf
Materi tatalaksana standar operasional prosedur stunting.pdf
 
Indikasi obat dan kontra indikasi di dalam pemberian
Indikasi obat dan kontra indikasi di dalam pemberianIndikasi obat dan kontra indikasi di dalam pemberian
Indikasi obat dan kontra indikasi di dalam pemberian
 
PPT SOSIALISASI PENGAJUAN SKP KEMENKES IFA.pptx
PPT SOSIALISASI PENGAJUAN SKP KEMENKES IFA.pptxPPT SOSIALISASI PENGAJUAN SKP KEMENKES IFA.pptx
PPT SOSIALISASI PENGAJUAN SKP KEMENKES IFA.pptx
 
Asuhan Keperawatan Kesehatan Penerbangan (2).pptx
Asuhan Keperawatan Kesehatan Penerbangan (2).pptxAsuhan Keperawatan Kesehatan Penerbangan (2).pptx
Asuhan Keperawatan Kesehatan Penerbangan (2).pptx
 
PROFIL KESEHATAN Puskesmas Tahun 2022 - Copy.ppt
PROFIL KESEHATAN Puskesmas Tahun 2022 - Copy.pptPROFIL KESEHATAN Puskesmas Tahun 2022 - Copy.ppt
PROFIL KESEHATAN Puskesmas Tahun 2022 - Copy.ppt
 
Pengantar Luka Akut untuk Mahasiwa Pendidikan Dokter (Pembaruan 2024)
Pengantar Luka Akut untuk Mahasiwa Pendidikan Dokter (Pembaruan 2024)Pengantar Luka Akut untuk Mahasiwa Pendidikan Dokter (Pembaruan 2024)
Pengantar Luka Akut untuk Mahasiwa Pendidikan Dokter (Pembaruan 2024)
 
MSDS Sodium Hypochlorite (Bayclin).PDF
MSDS  Sodium  Hypochlorite (Bayclin).PDFMSDS  Sodium  Hypochlorite (Bayclin).PDF
MSDS Sodium Hypochlorite (Bayclin).PDF
 
MANAJEMEN PELAYANAN RAWAT INAP dan detailnya
MANAJEMEN PELAYANAN  RAWAT INAP dan detailnyaMANAJEMEN PELAYANAN  RAWAT INAP dan detailnya
MANAJEMEN PELAYANAN RAWAT INAP dan detailnya
 

Proposal bell's palsy

  • 1. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kecantikan dan ketampanan adalah idaman setiap manusia. Karena dengan kecantikan dan ketampanan dapat meningkatkan rasa percaya diri. Banyak usaha untuk mencapai hal itu, misalnya dengan cara perawatan, facial, dan operasi plastik. Walau harus mengeluarkan uang yang cukup banyak mereka tidak masalah yang penting bisa mempercantik atau mempertampan diri. Akhir-akhir ini banyak orang terkena penyakit bell’s palsy. Bell’s palsy adalah sebuah kelainan dan ganguan neurologi pada nervus cranialis VII (saraf facialis) di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. Paralyse Bell ini hampir selalu terjadi unilateral, namun demikian dalam jarak satu minggu atau lebih dapat terjadi paralysis bilateral. Penyakit ini dapat berulang atau kambuh, yang menyebabkaan kelemahan atau paralisis, ketidak simetrisan kekuatan/aktivitas muscular pada kedua sisi wajah (kanan dan kiri), serta distorsi wajah yang khas. Hal ini sangat menyiksa diri karena membuat orang menjadi kurang percaya diri. Wajah kelihatan tidak cantik karena mulut mencong, mata tidak bisa berkedip, mata berair, dll (Attaufiq,2011). Kata Bell’s Palsy itu sendiri diambil dari nama seorang dokter dari abad 19, Sir Charles Bell, orang pertama yang menjelaskan kondisi ini dan menghubungkan dengan kelainan pada saraf wajah.
  • 2. 2 Prevalensi Bell’s Palsy di Indonesia, secara pasti sulit ditentukan. Data yang dikumpulkan dari empat Rumah Sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bell’s Palsy sebesar 19,55% dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia 21–50 tahun, peluang untuk terjadinya pada wanita dan pria sama. Tidak didapati perbedaan insiden antara iklim panas maupun dingin, tetapi pada beberapa penderita didapatkan adanya riwayat terkena udara dingin atau angin berlebihan (Annsilva,2010). Untuk mengatasi hal itu dibutuhkan peran fisioterapi. Karena itu penulis tertarik untuk mengangkat judul karya tulis ilmiah ”PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA BELL’S PALSY SINISTRA DENGAN MODALITAS ELECTRICAL STIMULATION DAN MASSAGE”. 1.2 Identifikasi Masalah Functional impairment, yaitu adanya kelemahan pada otot (paralysis) pada salah satu sisi wajah, gangguan sensorik (sensasi rasa), asimetris antara kedua sisi wajah, dan hipotonus ( penurunan kekuatan otot). Limitation in activity, yaitu lebih mencakup pada kemampuan fungsionalnnya, seperti : ketidakmampuan menggerakkan beberapa otot pada salah satu sisi wajah. Participant restriction, yaitu lebih mengarah pada permasalahan bersosialisasi terhadap lingkungan sekitarnya, seperti : kurang percaya diri untuk mengikuti kegiatan di lingkungan masyarakat.
  • 3. 3 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan masalah yang timbul pada Bell’s Palsy maka penulis ingin mengetahui: 1. Bagaimanakah pemberian Electrical Stimulation dapat membantu meningkatkan kekuatan otot dan mendidik otot secara individual pada wajah sebelah kiri ? 2. Bagaimanakah pemberian massage dapat memelihara sifat fisiologis otot, Mengurangi rasa kaku pada wajah, dan mencegah spasme pada sisi yang sehat ? 1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian proposal ini adalah sebagai berikut : 1. Tujuan Umum Untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan ujian akhir semester lima pada mata kuliah Metodologi Riset (Met. riset) 2. Tujuan Khusus Untuk mengetahui pengaruh Electrical Stimulation dan Massage terhadap permasalahan dari pasien dengan kondisi Bell’s Palsy seperti kelemahan otot-otot wajah pada sisi kiri yang mengakibatkan adanya keterbatasan fungsi yang melibatkan otot-otot wajah.
  • 4. 4 1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Peneliti Menambah wawasan bagi penulis khususnya dalam penelitan tentang Penatalaksanaan Bell’s Palsy dengan modalitas Electrical Stimulation dan Massage. . 1.5.2 Bagi Institusi Pendidikan Dapat dijadikan sebagai bahan bacaan di perpustakaan atau sebagai bahan referensi berkaitan dengan kondisi Bell’s Palsy dengan modalitas Electrical Stimulation dan Massage.. 1.5.3 Bagi masyarakat Dapat memberikan informasi yang benar kepada pasien, keluarga, masyarakat sehingga dapat lebih mengenal dan mengetahui gambaran Bell’s Palsy dan fisioterapi dapat mengatasinya dengan modalitas Electrical Stimulation dan Massage.
  • 5. 5 BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Bell’s Palsy 2.1.1 Definisi Bell’s palsy adalah suatu kelumpuhan facialis perifer akibat proses non supuratif, non neoplasmatik, non degeneratif primer tetapi sangat dimungkinkan akibat dari adanya oedema jinak pada bagian nervus facialis di foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen stilomastoideus, yang mulainya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan (Sidharta, 1999). Bell’s Palsy adalah suatu kelumpuhan akut nervus facialis perifer yang penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Penyakit ini biasanya hanya mengenai satu sisi wajah (unilateral), tetapi dapat pula mengenai kedua sisi wajah yang sehat dengan bilateral Bell’s Palsy ( Jimmi Sabirin, 1996). Istilah Bell’s Palsy (kelumpuhan bell) biasanya digunakan untuk kelumpuhan nervus facialis jenis perifer yang timbul secara akut, yang penyebabnya belum diketahui, tanpa adanya kelainan neurologik lain. Pada sebagian besar penderita Bell’s Palsy kelumpuhannya akan sembuh, namun pada beberapa diantara mereka kelumpuhannya sembuh dengan meninggalkan gejala sisa (Lumbantobing, 2006).
  • 6. 6 2.1.2 Etiologi Menurut etiologi artinya ilmu tentang penyebab penyakit (Dachlan,2001). Ada beberapa teori yang mengemukakan tentang penyebab Bell’s Palsy antara lain sebagai berikut: 1. Teori Infeksi Virus Herpes Zoster Salah satu penyebab munculnya Bell’s Palsy adalah karena adanya infeksi virus herpes zoster. Herpes zoster hidup didalam jaringan saraf. Apabila radang herpes zoster ini menyerang ganglion genikulatum, maka dapat melibatkan paralisis pada otot-otot wajah sesuai area persarafannya. Jenis herpes zoster yang menyebabkan kelemahan pada otot-otot wajah ini sering dikenal dengan Sindroma Ramsay-Hunt atau Bell’s Palsy (Duus Peter, 1996). 2. Teori Iskemia Vaskuler Menurut teori ini, terjadinya gangguan sirkulasi darah di kanalis falopii, secara tidak langsung menimbulkan paralisis pada nervus facialis. Kerusakan yang ditimbulkan berasal dari tekanan saraf perifer terutama berhubungan dengan oklusi dari pembuluh darah yang mengaliri saraf tersebut, bukan akibat dari tekanan langsung pada sarafnya. Kemungkinan terdapat respon simpatis yang berlebihan sehingga terjadi spasme arterioral atau statis vena pada bagian bawah dari canalis fasialis, sehingga menimbulkan oedema sekunder yang
  • 7. 7 selanjutnya menambah kompresi terhadap suplai darah, menambah iskemia dan menjadikan parese nervus facialis (Esslen, 1970). 3. Teori herediter Teori herediter mengemukakan bahwa Bell’s Palsy yang disebabkan karena faktor herediter berhubungan dengan kelainan anatomis pada canalis facialis yang bersifat menurun (Hamid, 1991). 4. Pengaruh udara dingin Udara dingin menyebabkan lapisan endotelium dari pembuluh darah leher atau telinga rusak, sehingga terjadi proses transdusi (proses mengubah dari suatu bentuk kebentuk lain) dan mengakibatkan foramen stilomastoideus bengkak. Nervus facialis yang melewati daerah tersebut terjepit sehingga rangsangan yang dihantarkan terhambat yang menyebabkan otot-otot wajah mengalami kelemahan atau lumpuh. 2.1.3 Patofisiologi Patologi berarti ilmu tentang penyakit, menyangkut penyebab dan sifat penyakit tersebut. Patologi yang akan dibicarakan adalah mengenai pengaruh udara dingin yang menyebabkan Bell’s Palsy (Dachlan, 2001) Udara dingin menyebabkan lapisan endotelium dari pembuluh darah leher atau telinga rusak, sehingga terjadi proses transdusi dan mengakibatkan foramen stilomastoideus bengkak. Nervus facialis yang melewati daerah
  • 8. 8 tersebut terjepit sehingga rangsangan yang dihantarkan terhambat yang menyebabkan otot-otot wajah mengalami kelemahan atau kelumpuhan. 2.1.4 Tanda dan Gejala Tanda dan gejala motorik yang dijumpai pada pasien Bell’s Palsy adalah: adanya kelemahan otot pada satu sisi wajah yang dapat dilihat saat pasien kesulitan melakukan gerakan-gerakan volunter seperti, (saat gerakan aktif maupun pasif) tidak dapat mengangkat alis dan menutup mata, sudut mulut tertarik ke sisi wajah yang sehat (mulut mencong), sulit mecucu atau bersiul, sulit mengembangkan cuping hidung, dan otot-otot yang terkena yaitu m. frontalis, m. orbicularis oculi, m. orbicularis oris, m. zygomaticus dan m. nasalis. Selain tanda-tanda motorik, terjadi gangguan pengecap rasa manis, asam dan asin pada ⅔ lidah bagian anterior, sebagian pasien mengalami mati rasa atau merasakan tebal-tebal di wajahnya. Tanda dan gejala klinis pada Bell’s Palsy menurut (Chusid ,1983) adalah: a) Lesi diluar foramen stilomastoideus : Muncul tanda dan gejala sebagai berikut : mulut tertarik ke sisi mulut yang sehat, makanan terkumpul di antara gigi dan gusi, sensasi dalam pada wajah menghilang, tidak ada lipatan dahi dan apabila mata pada sisi lesi tidak tertutup atau tidak dilindungi maka air mata akan keluar terus-menerus.
  • 9. 9 b) Lesi di canalis facialis dan mengenai nervus korda timpani : Tanda dan gejala sama seperti penjelasan pada poin diatas, ditambah dengan hilangnya ketajaman pengecapan lidah ⅔ bagian anterior dan salivasi di sisi lesi berkurang. Hilangnya daya pengecapan pada lidah menunjukkan terlibatnnya nervus intermedius, sekaligus menunjukkan lesi di daerah antara pons dan titik di mana korda timpani bergabung dengan nervus facialis di canalis facialis. c) Lesi yang tinggi dalam canalis facialis dan mengenai muskulus stapedius : Tanda dan gejala seperti penjelasan pada kedua poin diatas, ditambah dengan adanya hiperakusis (pendengaran yang sangat tajam). d) Lesi yang mengenai ganglion genikuli : Tanda dan gejala seperti penjelasan pada ketiga poin diatas, disertai dengan nyeri dibelakang dan didalam liang telinga dan dibelakang telinga. e) Lesi di meatus akustikus internus : Tanda dan Gejala sama seperti kerusakan pada ganglion genikuli, hanya saja disertai dengan timbulnya tuli sebagai akibat terlibatnya nervus vestibulocochlearis.
  • 10. 10 f) Lesi di tempat keluarnya nervus facialis dari pons : Tanda dan gejala sama seperti di atas disertai tanda dan gejala terlibatnya nervus trigeminus, nervus abducens, nervus vestibulococlearis, nervus accessorius dan nervus hypoglossus. 2.1.5 Komplikasi Komplikasi atau complication berarti penyakit yang timbul kemudian sebagai tambahan pada penyakit yang sudah ada (Dachlan, 2001). Komplikasi yang muncul pada pasien Bell’s Palsy merupakan kumpulan gejala sisa paska terjadinya kelemahan otot-otot wajah. Lumbantobing (2006) menjelaskan bahwa beberapa di antara penderita Bell’s Palsy, kelumpuhannya sembuh dengan meninggalkan gejala sisa yang berupa kontraktur, sinkenesis dan spasme spontan. Kontraktur terlihat jelas saat otot wajah berkontraksi yang ditandai dengan lebih dalamnya lipatan nasolabial dan alis mata lebih rendah dibandingkan sisi yang sehat. Sinkenesis (assosiated movement) dapat terjadi karena kesalahan proses regenerasi sehingga menimbulkan gerakan otot wajah yang berasosiasi dengan gerakan otot lain. Misalnya saat mata ditutup, sudut mulut ikut terangkat. Sedangkan spasme spontan pada otot wajah terjadi bila pasien Bell’s Palsy mengalami penyembuhan yang inkomplit. Otot-otot wajah bergerak secara spontan, tidak terkendali. Hal ini disebut juga tic fasialis.
  • 11. 11 Gejala sisa yang ditimbulkan paska serangan Bell’s Palsy yaitu sindroma air mata buaya (crocodile tears syndrome) yang merupakan kesalahan regenerasi saraf salivarius menuju ke glandula lakrimalais. Manifestasinya berupa keluarnya air mata pada sisi lesi saat pasien makan (Djamil, 2003).
  • 12. 12 2.2 Anatomi dan Fisiologi 2.2.1 Anatomi Nervus Facialis Nervus Facialis terdiri dari dua nucleus motoris di batang otak, yang terdiri dari: (1) Nucleus Motorik Superior yang bertugas menerima impuls dari gyrus presentralis kortek serebri kedua belah sisi kanan-kiri dan mengirim serabut-serabut saraf ke otot-otot mimik di dahi dan orbikularis occuli. (2) Nucleus Motoris Inferior yang bertugas menerima impuls hanya dari gyrus presentralis dari sisi yang berlawanan dan mengirim serabut- serabut saraf ke otot-otot mimik bagian bawah dan platisma (Chusid, 1983). Serabut-serabut nervus facialis didalam batang otak berjalan melingkari nucleus nervus abducens sehingga lesi di daerah ini juga diikuti dengan kelumpuhan nervus abducens. Setelah keluar dari batang otak, nervus facialis berjalan bersama nervus intermedius yang bersifat sensoris dan sekretorik. Selanjutnya berjalan berdekatan dengan nervus oktavus bersama-sama masuk ke dalam canalis austikus internus dan berjalan ke arah lateral, masuk ke canalis falopii (pars petrosa). Kemudian nervus facialis masuk ke dalam cavum timpani setelah membentuk ganglion genikulatum. Di dalam cavum timpani nervus facialis membelok tajam ke arah posterior dan horizontal (pars timpani). Saraf ini berjalan tepat di atas foramen ovale, kemudian membelok tegak lurus ke bawah (genu eksternum) di dalam canalis falopii pars
  • 13. 13 mastoidea. Bagian saraf yang berada didalam canalis falopii pars timpani disebut nervus facialis pars horizontalis, sedang yang berjalan didalam pars mastoidea disebut nervus facialis pars vertikalis atau desenden. Saraf ini keluar dari tulang tengkorak melalui foramen stylomastoideus. Setelah keluar dari foramen stylomastoideus, syaraf ini bercabang-cabang dan berjalan di antara lobus superfisialis dan profundus glandula parotis dan berakhir pada otot-otot mimik di wajah. Dalam perjalanan nervus facialis memberikan cabang : 1) Dari ganglion genikulatum mengirimkan serabut saraf melalui ganglion sfenopalatinum sebagai saraf petrosus superfisialis mayor yang akan menuju glandula lakrimalis. 2) Cabang lain dari ganglion genikulatum adalah saraf petrosus superficialis minor yang melalui ganglion otikum membawa serabut sekreto-motorik ke kelenjar parotis. 3) Dari nervus facialis pars vertikalis, memberikan cabang-cabang : a) Saraf stapedius yang mensarafi m.stapedius. Kelumpuhan saraf ini menyebabkan hiperakusis. b) Saraf korda timpani yang menuju ⅔ lidah bagian depan dan berfungsi sensorik untuk perasaan lidah (rasa asam, asin dan manis). Selain itu saraf korda timpani juga mempunyai serabut
  • 14. 14 yang bersifat sekreto-motorik yang menuju ke kelenjar liur submaksilaris dan sublingualis (Chusid, 1983) Perjalanan nervus facialis dapat dilihat pada gambar dibawah ini : Gambar 2.1 Perjalanan nervus facialis (Putz dan Pabst, 2006)
  • 15. 15 2.2.2 Otot-Otot Wajah Otot-otot pada wajah berserta fungsinya masing-masing dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 2.1 Otot-Otot Wajah Beserta Fungsinya No Nama Otot Fungsi Persarafan 1 M.Frontalis Mengangkat alis N. Temporalis 2 M.Corrugator Mendekatkan kedua N. Zigomatikum dan supercili pangkal alis N.Temporalis 3 M.Procerus Mengerutkan kulit antara N. Zigomatikum, kedua alis N.Temporalis, N. Buccal 4 M. Orbicularis Menutup kelopak mata N.Fasialis, Oculli N.Temporalis, N. Zigomatikus 5 M. Nasalis Mengembang N. Fasialis Kan cuping hidung
  • 16. 16 6 M. Depresor anguli Menarik ujung mulut ke N. Fasialis oris bawah 7 M. Zigomaticum Tersenyum N. Fasialis mayor dan M. Zigomatikum minor 8 M. Orbicularis oris Bersiul N. Fasialis N. Zigomatikum 9 M. Buccinator Meniup sambil menutup N. Fasialis, mulut N. Zigomatikum, N. Mandibular, N. Buccal 10 M. Mentalis Mengangkat dagu N. Fasialis dan N. Buccal 11 M. Platysma Meregangkan kulit leher N. Fasialis
  • 17. 17 Sedangkan gambar otot-otot wajah dari lateral dapat dilihat pada gambar 2. 3 dibawah ini: Gambar 2.2 Otot – otot wajah dilihat dari lateral (Putz dan Pabst, 2006
  • 18. 18 Keterangan Gambar 2.2 1. M.Frontalis 7. M. Zygomaticum mayor 2. M.Corrugator supercili 8. M.Zygomaticum minor 3. M.Procerus 9. M.Orbicularis oris 4. M.Orbicularis oculi 10. M.Buccinator 5. M.Nasalis 11. M.Mentalis 6. M.Depresor anguli oris 12. M.Platysma 2.2.3 Metode dan Teknik Intervensi Fisioterapi Modalitas yang dipilih untuk mengurangi problematika fisioterapi pada kasus Bell’s Palsy karena pengaruh udara dingin Electrical Stimulation dan Massage. 1. Electrical Stimulation dengan Arus Faradik a. Definisi Arus faradik adalah arus listrik bolak-balik yang tidak simetris yang mempunyai durasi 0.01-1 ms dengan frekuensi 50- 100 cy/detik (Akademi Fisioterapi Surakarta, 1998). b. Fisika dasar arus faradik Istilah faradik mula-mula digunakan untuk arus yang keluar dari faradik coil, suatu induction coil. Arus ini merupakan bolak-balik yang tidak simetris. Tiap cycle terdiri dari dua fase yang tidak sama. Fase pertama dengan intensitas rendah dan
  • 19. 19 durasi panjang, sedang fase kedua intensitas tinggi dan durasi pendek. Berfrekwensi sekitar 50 cycle/detik. Durasi fase kedua sekitar 1 milisecond (0,001 detik). c. Modifikasi Arus faradik pada umumnya dimodifikasi dalam bentuk surged atau interupted (terputus-putus). Bentuk surged faradik dapat diperoleh dari mesin-mesin modern. Pengontrol durasi surged sebaiknya terpisah dengan pengontrol interval sehingga diperoleh kontraksi yang efektif dari masing-masing penderita. Bentuk – bentuk surged juga bermacam-macam antara lain trapezoid, trianguler, saw tooth dan sebagainya. d. Efek fisiologis Efek fisiologis terhadap sensoris akan menimbulkan rasa tertusuk halus dan efek vasodilatasi dangkal, sedangkan efek terhadap motorik adalah kontraksi tetanik yang akan lebih mudah menimbulkan kontraksi. Arus faradik lebih enak bagi pasien karena durasinya pendek. e. Efek terapeutik (1) Fasilitasi kontraksi otot. Apabila otot mengalami kesulitan untuk mengadakan kontraksi, stimulasi elektris dapat
  • 20. 20 membantunya terutama kontraksi otot yang terhambat oleh nyeri atau injury yang baru, dimana stimulasi dapat memberikan fasilitas lewat mekanisme muscle spindel. (2) Mendidik kembali kerja otot Stimulasi faradik diberikan untuk mendapatkan kontraksi dan membantu memperbaiki perasaan gerak. Otot hanya mengenal gerak, sehingga stimulasi diberikan untuk menimbulkan gerakan yang normal. Stimulasi ini merupakan permulaan latihan-latihan aktif. (3) Melatih otot-otot yang paralysis Pada kasus saraf perifer, impuls dari otak tidak sampai pada otot yang disarafi. Akibatnya kontraksi voluntari hilang. Apabila saraf belum mengalami degenerasi, stimulasi dengan arus faradik disebelah distal kerusakan akan menimbulkan kontraksi. Dengan demikian stimulasi dengan arus faradik dapat digunakan untuk melatih otot-otot yang paralisis. (4) Penguatan dan hypertrofi otot-otot Untuk mendapatkan penguatan dan hypertrofi, otot perlu berkontraksi dalam jumlah yang cukup serta beban (tahanan). Kelenturan-kelenturan tersebut harus dipenuhi bila stimulasi dimaksudkan untuk penguatan. Apabila suatu otot sangat lemah berat dari bagian tubuh yang
  • 21. 21 bergerak memberikan cukup beban. Dalam hal ini stimulasi dapat meningkatkan kekuatan otot. (5) Memperbaiki aliran darah dan lymfe Aliran darah dapat dipelancar oleh adanya pemompaan dari otot yang berkontraksi dan relaksasi. Efek yang ditimbulkan akan diperoleh secara maksimal dengan menggunakan arus faradik. (6) Mencegah dan melepaskan perlengketan jaringan Apabila terjadi offusi kedalam jaringan maka perlengketan jaringan akan mudah terjadi. Perlengketan tersebut dapat dicegah dengan selalu mengerakan struktur- struktur didaerah tersebut. Jika latihan latihan-latihan aktif tidak dimungkinkan, stimulation electrical dapat diberikan. Perlengketan yang telah terjadi dapat dibebankan dan diulur dengan kontraksi otot (Akademi Fisioterapi Surakarta, 1998). f) Metode pelaksanaan arus faradik (1) Stimulasi secara group Pada metode ini semua otot dari suatu group otot berkontraksi bersama. Satu elektrode dipasang pada nerve trunk atau daerah origo, sedangkan satu lagi dipasang pada daerah motor point atau ujung dari muscle belly. Semua
  • 22. 22 otot dari grup otot berkontraksi bersama sehingga sangat efektif untuk mendidik otot yang bekerja secara group. (2) Stimulasi motor point Keuntungan menggunakan metode motor point adalah masing-masing otot berkontraksi sendiri-sendiri dan kontraksinya optimal. Sedangkan kerugian metode ini ialah apabila otot yang dirangsang banyak, maka sulit untuk mendapatkan jumlah kontraksi yang cukup untuk masing-masing otot. 2. Massage a. Definisi Massage adalah suatu istilah yang digunakan untuk menunjukkan suatu manipulasi yang dilakukan dengan tangan yang ditujukan pada jaringan lunak tubuh, untuk tujuan mendapatkan efek baik pada jaringan saraf, otot, maupun sirkulasi (Gertrude, 1952). b. Teknik-teknik massage Ada beberapa teknik massage, seperti: stroking, effleurage, petrissage, kneading, finger kneading, picking up, tapping, friction dan tapotemen (hacking, claping, beating, pounding). Pada kasus Bell’s Palsy teknik massage yang
  • 23. 23 diberikan yaitu stroking, effleurage, finger kneading dan tapping. Stroking atau gosokan ringan adalah manipulasi yang ringan dan halus dengan menggunakan seluruh permukaan tangan satu atau permukaan kedua belah tangan dan arah gerakannya tidak tentu. Efek stroking adalah penenangan dan mengurangi rasa nyeri. (Tappan, 1988) Effleurage adalah manipulasi gosokan dengan penekanan yang ringan dan halus dengan menggunakan seluruh permukaan tangan, sebaiknya diberikan dari dagu ke atas ke pelipis dan dari tengah dahi turun ke bawah menuju ke telinga. Ini harus dikerjakan secara gentle dan menimbulkan rangsangan pada otot-otot wajah. Efek dari effleurage adalah membantu pertukaran zat-zat dengan mempercepat peredaran darah dan limfe yang letaknya dangkal, menghambat proses peradangan. Finger kneading adalah pijatan yang dilakukan dengan jari-jari dengan cara memberikan tekanan dan gerakan melingkar, diberikan ke seluruh otot wajah yang terkena lesi dengan arah gerakan menuju ke telinga. Efek dari finger kneading adalah memperbaiki peredaran darah dan memelihara tonus otot.
  • 24. 24 Tapping adalah manipulasi yang diberikan dengan tepukan yang ritmis dengan kekuatan tertentu, untuk daerah wajah dilakukan dengan ujung-ujung jari. Efek dari tapping adalah merangsang jaringan dan otot untuk berkontraksi. c. Aplikasi massage Pemberian massage wajah pada kondisi Bell’s Palsy bertujuan untuk mencegah terjadinya perlengketan jaringan dengan cara memberikan penguluran pada jaringan yang superfisial yakni otot-otot wajah. Dengan pemberian massage wajah ini akan terjadi peningkatan vaskularisasi dengan mekanisme pumping action pada vena sehingga memperlancar sirkulasi darah dan limfe. Efek rileksasi dapat dicapai dan elastisitas otot dapat tetap terpelihara serta mencegah timbulnya perlengketan jaringan dan kontraktur otot dapat dicegah (Douglas, 1902). Massage dilakukan selama 5-10 menit, 2-3 kali sehari. Massage ini membantu mempertahankan tonus otot wajah agar tidak kaku (Chusid 1983).
  • 25. 25 Gerakan massage dapat diamati dari gambar berikut ini : Gambar 2.5 Arah gerakan Massage pada wajah (Maxwell,1987). d. Indikasi Massage Beberapa kondisi yang merupakan indikasi pemberian massage, antara lain: spasme otot, nyeri, oedema, kasus-kasus perlengketan jaringan, kelemahan otot jaringan, dan kasus- kasus kontraktur. e. Kontra Indikasi Massage Masssage tidak selalu dapat diberikan pada semua kasus, ada beberapa kondisi yang merupakan kontra indikasi pemberian massage, yaitu: darah yang mengalami infeksi, penyakit-penyakit dengan ganguan sirkulasi, seperti: tromboplebitis, arteriosclerosis berat, adanya tumor ganas, daerah peradangan akut, jerawat akut,sakit gigi, dan luka bakar.
  • 26. 26 2.3 Konsep Kerangka Berfikir Bell’s palsy adalah sebuah kelainan dan ganguan neurologi pada nervus cranialis VII (saraf facialis) di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. Paralyse Bell ini hampir selalu terjadi unilateral, namun demikian dalam jarak satu minggu atau lebih dapat terjadi paralysis bilateral. Penyakit ini dapat berulang atau kambuh, yang menyebabkaan kelemahan atau paralisis, ketidak simetrisan kekuatan/aktivitas muscular pada kedua sisi wajah (kanan dan kiri), serta distorsi wajah yang khas. Hal ini sangat menyiksa diri karena membuat orang menjadi kurang percaya diri. Wajah kelihatan tidak cantik karena mulut mencong, mata tidak bisa berkedip, mata berair, dll (Attaufiq,2011). Evaluasi dari pemberian modalitas Electrical Stimulation arus Faradik diharapkan dapat menimbulkan kontraksi otot dan membantu memperbaiki perasaan gerak sehingga diperoleh gerak yang normal serta bertujuan untuk mencegah/ memperlambat terjadinya atrofi otot. Pada kasus Bell’s Palsy ini rangsangan gerak dari otak tidak dapat disampaikan kepada otot-otot wajah yang disyarafi. Akibatnya kontraksi otot secara volunter hilang sehingga diperlukan bantuan dari rangsangan arus faradik untuk menimbulkan kontraksi otot. Rangsangan arus faradik yang dilakukan berulang- ulang dapat melatih kembali otot- otot yang lemah untuk melakukan gerakan sehingga dapat meningkatkan kemampuan kontraksi otot sesuai fungsinya. Massage diberikan dengan tujuan memberikan penguluran pada otot-otot wajah yang letaknya superfisial sehingga perlengketan jaringan dapat dicegah,
  • 27. 27 selain itu memberikan efek rileksasi dan mengurangi rasa kaku pada wajah. Stroking memiliki efek penenangan dan dapat mengurangi nyeri, Efflurage dapat membantu pertukaran zat-zat dan melancarkan metabolisme dengan mempercepat peredaran darah, Finger Kneading berfungsi untuk memperbaiki peredaran darah dan memelihara tonus otot. Sedangkan tapping dengan ujung jari dapat merangsang jaringan otot untuk berkontraksi. Dengan massage tersebut maka efek relaksasi dapat dicapai dan elastisitas otot tetap terjaga dan potensial timbulnya perlengketan jaringan pada kondisi Bell’s Palsy ini dapat dicegah.
  • 28. 28 2.4 Skema Kerangka Berpikir Bell’s Palsy Etiologi tidak diketahui jelas Faktor Intrinsik Faktor Ekstrinsik Ischemic Vaskuler Virus Herpes Zoster Herediter Paparan udara dingin Permasalahan kapasitas fisik Penurunan kekuatan otot Gangguan sensorik (paralysis Potensial terjadinya atrofi pada otot wajah sisi kiri Potensial terjadinya spasme otot pada sisi wajah kanan (sehat) Permasalahan keterbatasan fungsi mata kiri tidak bisa menutup rapat, berkumur dan minum mengalami kebocoran, makanan cenderung mengumpul disisi kiri saat mengunyah Electrical Stimulasi Evaluasi MMT Skala Ugo Fisch Massage Hasil Meningkatkan kekuatan otot Mencegah spasme otot Memperbaiki ganggaun sensorik Memperbaiki kosmetika
  • 29. 29 III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.1.1 Tempat Penelitian pada pasien Bell’s Palsy sebelah Sinistra dilakukan di RSUP Bukittinggi. 3.1.2 Waktu Waktu penelitian studi kasus ini dilaksanakan pada 18 desember 2012. 3.2 Rancangan Studi Kasus Pada penelititan ini metode yang digunakan adalah studi kasus. Studi kasus yang dilakukan dengan cara meneliti suatu permasalahan melalui suatu kasus yang terdiri dari unit tunggal. Unit tunggal disini berarti mengambil satu sampel yang di analisa secara mendalam baik dari segi keadaan kasus, faktor penyebab, kejadian yang berhubungan dengan kasus serta tindakannya (Notoadnodjo). Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang di teliti. Pengambilan sampel ini harus dilakukan sedemikian rupa agar diperoleh sampel yang benar-benar dapat berfungsi sebagai gambaran keadaan populasi yang sebenarnya. Dengan demikian sampel harus refresentatif (Ari Kunto, 2002). Sampel dalam studi kasus ini adalah satu orang dengan karakteristik dari keseluruhan pasien yang menderita Bell’s Palsy. Teknik ini diambil dengan
  • 30. 30 alasan memperluas ruang lingkup penelitian serta ingin mendapatkan hasil yang lebih akurat, sehingga hanya mengambil sampel dengan jumlah yang lebih kecil. Penelitian ini dilakukan sebanyak 6 kali tindakan terapi dengan menggunakan modalitas Electrical Stimulation dan Massage dan harapannya adalah dapat memperbaiki kosmetika dan meningkatkan kekuatan otot-otot wajah. 3.3 Uraian Studi Kasus Tindakan pemeriksaan untuk kondisi Bell’s Palsy disamping informasi dari bagian medik, terapi juga membutuhkan informasi dari pasien untuk dapat mengetahui pencetus Bell’s Palsy sehingga akan memudahkan dalam penanganan. Data yang dapat dikumpulkan untuk menegakkan diagnosis diperoleh melalui : 3.3.1 Anamnesis Anamnesis merupakan pengumpulan data dengan melakukan tanya jawab dengan sumber data. Dengan anamnesis dapat diperoleh data-data yang dibutuhkan dalam menentukan diagnosa dan terapi latihan yang akan diberikan. Anamnesis dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu : a. Autoanamnesis adalah anamnesis yang dilakuakn lagsung kepada pasien yang bersangkutan. b. Heteroanamnesis adalah anamnesis yang dilakukan kepada orang lain, dilakukan jika sulit melakukan anamnesis langsung kepada pasien. Anamnesis dapat diklasifikasikan menjadi anamnesis umum dan anamnesis khusus.
  • 31. 31 1. Anamnesis umum Anamnesis umum berisi tentang identitas pasien secara lengkap. Dalam anamnesis ditemukan data seperti (1) nama, (2) umur, (3) jenis kelamin, (4) agama, (5) pekerjaan, (6) alamat. Data yang diperoleh akan digunakan untuk tujuan terapi akhir yang diprogramkan dan disesuaikan dengan kegiatan keseharian dari pasien. 1) Keluhan Utama Keluhan utama merupakan satu atau lebih gejala dominan yang mendororng pasien mencari pertolongan atau pengobatan. 2) Riwayat Penyakit Sekarang Adalah pertanyaan yang mewakili keadaan pasien sekarang mulai dari awal kejadian penyakit, hal-hal yang dirasakan pasien saat awal kejadian penyakit sampai pasien tersebut mencari pengobatan. Adapun keluhan utama pada pasien dengan Bell’s Palsy, yaitu rasa kaku atau tebal di satu sisi wajah dan sulit menggerakkan otot-otot wajah. 3) Riwayat Penyakit Dahulu Adalah pertanyaan yang diarahkan kepada penyakit- penyakit yang berkaitan dengan munculnya penyakit atau keluhan sekarang (Mardiman, 1994).
  • 32. 32 4) Riwayat pribadi Riwayat pribadi adalah hal-hal atau kegiatan sehari- hari yang dilakukan pasien menyangkut hobi atau kebiasaan yang berkaitan dengan penyebab bell’s palsy. 5) Riwayat penyakit keluarga Riwayat keluarga adalah penyakit-penyakit yang bersifat menurun dari orang tua atau keluarga yang lain (Heredo Familial), yang berhubungan dengan bell’s palsy. 2. Anamnesis khusus Anamnesis khusus merupakan data informasi tentang keluhan utama pasien, dilakukan untuk mengidentifikasi masalah yang belum diungkapkan penderita dan untuk melengkapi anamnesis yang belum tercakup diatas, antara lain: kepala dan leher, Kardiovaskuler, Respirasi, Gastrointestinal, Urogenitalis, Muskuloskeletal, Nervorum. 3.3.2 Pemeriksaan 1. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien meliputi pemeriksaan Vital Sign, Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi, Pemeriksaan Gerak, serta Kemampuan Fungsional dan lingkungan aktivitas. a. Pemeriksaan Vital Sign Tanda-tanda vital terdiri dari (1) tekanan darah, (2) denyut nadi, (3) pernapasan, (4) temperatur. Data tersebut
  • 33. 33 digunakan untuk mengetahui apakah ada hipertensi, hipotensi, tacikardi, obesitas dan sebagainya. b. Inspeksi Inspeksi adalah pemeriksaan dengan cara melihat dan mengamati. Ada dua macam yaitu inspeksi statis dan inspeksi dinamis. 1) Inspeksi statis adalah inspeksi dimana pasien dalam keadaan diam. 2) inspeksi dinamis adalah inspeksi dimana pasien dalam keadaan bergerak. c. Palpasi Palpasi adalah suatu pemeriksaan yang secara langsung kontak dengan pasien, dengan meraba, menekan, dan memegang bagian tubuh pasien untuk mengetahui nyeri tekan dan suhu. d. Perkusi Perkusi adalah cara pemeriksaan dengan jalan mengetuk/vibrasi, seperti mengetuk untuk mengetahui keadaan suatu rongga pada bagian tubuh tertentu. e. Auskultasi Auskultasi adalah cara pemeriksaan dengan menggunakan indera pendengaran, biasanya menggunakan alat bantu stetoskop untuk mengetahui Ronki,denyut jantung
  • 34. 34 f. Pemeriksaan Gerak Meliputi pemeriksaan gerak aktif, pasif, isometrik melawan tahanan. Pada pemeriksaan gerak aktif yang diperiksa adalah sisi yang lemah, meliputi kemampuan mengerutkan dahi, bersiul, tersenyum dan menutup mata. Pada pemeriksaan gerak pasif yang diperiksa adalah sisi wajah yang sakit, yaitu menutup mata, mengerutkan dahi dan tersenyum. Pada pemeriksaan gerak pasif yang dilakukan pada sisi yang lesi atau kanan gerakan mengerutkan dahi, mendekatkan kedua alis, mencucu,bersiul, menutup mata, mengkerutkan hidung ke atas, dan tersenyum. g. Kemampuan aktivitas fungsional Kemampuan fungsional yaitu kemampuan seseorang dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Sedangkan lingkungan aktivitas adalah keadaan lingkungan sekitar yang berhubungan dengan kondisi pasien. h. Pemeriksaan kognitif, intrapersonal dan interpersonal. 1) Kognitif merupakan pengetahuan seseorang atau perilaku manusia yang dikaitkan dengan susunan saraf otak. Kognitif meliputi komponen atensi, konsentrasi, memori pemecahan masalah, pengambilan sikap dan perilaku, orientasi ruang dan waktu. 2) Intrapersonal adalah kemampuan pasien dalam memahami keadaan dirinya, motivasi dirinya.
  • 35. 35 3) interpersonal adalah kemampuan bagaimana berhubungan dengan orang lain disekitarnya. 2. Pemeriksaan spesifik Selain pemeriksaan gerak diperlukan juga diperlukan pemeriksaan spesifik untuk lebih memperjelas permasalahan yang dihadapi. Untuk kasus ini pemeriksaan spesifik yang dilaksanakan berupa : Tanda bell, skala “Ugo Fisch” dan penilaian kekuatan otot wajah dengan menggunakan skala “Daniel’s and Worthingham Manual Muscle Testing”. 1) Tanda Bell’s Tanda bell yang terlihat pada pasien yaitu saat mengkerutkan dahi, lipatan kulit dahi hanya terlihat pada sisi lesi, dan saat memejamkan mata, bola mata masih terlihat sedikit pada sisi yang sehat. 2) Ugo Fisch scale Ugo Fisch scale bertujuan untuk pemeriksaan fungsi motorik dan mengevaluasi kemajuan motorik otot wajah pada penderita bell’s palsy. Penilaian dilakukan pada 5 posisi, yaitu saat istirahat, mengerutkan dahi, menutup mata, tersenyum, dan bersiul. Pada tersebut dinilai simetris atau tidaknya antara sisi sakit dengan sisi yang sehat. (Lumbantobing 2006)
  • 36. 36 Ada 4 penilaian dalam % untuk posisi tersebut antara lain : a) 0 % (zero) : Asimetris Komplit, tidak ada gerakan volunter sama sekali. b) 30 % (poor) : Simetris ringan, kesembuhan cenderung ke asimetris, ada gerakan volunter. c) 70 % (fair) : Simetris sedang, kesembuhan cenderung normal. d) 100 % (normal) : Simetris komplit (normal). Angka prosentase masing-masing posisi harus dirubah menjadi score dengan kriteria sebagai berikut : 1) Saat istirahat : 20 point 2) Mengerutkan dahi : 10 point 3) Menutup mata : 30 point 4) Tersenyum : 30 point 5) Bersiul : 10 point Pada keadaan normal untuk jumlah kelima posisi wajah adalah 100 point. Hasil penilaian itu diperoleh dari penilaian angka prosentase dikalikan dengan masing-masing point. Nilai akhirnya adalah jumlah dari 5 aspek penilaian tersebut.
  • 37. 37 3) Manual Muscle Testing (MMT) otot-otot wajah Untuk menilai kekuatan otot fasialis yang mengalami paralisis digunakan skala Daniel and Worthinghom’s Manual Muscle Testing, Yaitu : a) Nilai 0 (zero) : Tidak ada kontraksi yang tampak b) Nilai 1 (trace) : Kontraksi minimal c) Nilai 3 (fair) : Kontraksi sampai dengan simetris sisi normal dengan maksimal d) Nilai 5 (normal) : Kontraksi penuh, terkontrol dan simetris. 3.3.3 Problem Fisioterapi Permasalahan atau problem fisioterapi yang ditemukan pada kondisi Bell’s Palsy pada umumnya adalah rasa tebal pada wajah dan kesulitan menggerakkan otot-otot wajah. 3.3.4 Diagnosis Fisioterapi Diagnosis Fisioterapi dapat ditegakkan melalui anamnesis yang meliputi gangguan gerak dan fungsi, gerakan pencetus, jaringan atau organ yang terkena dan disebabkan oleh patologi.
  • 38. 38 3.3.5 Intervensi Fisioterapi Untuk mengatasi masalah yang muncul pada kondisi Bell’s Palsy maka dipilih modalitas terapi Electrical Stimulation dan Massage. 1. Teknologi Alternatif : a. IR (Infra Red) b. SWD (Short Wave Diathermy) c. MWD (Micro Wave Diathermy) d. US (Ultra Sound), Massage, ES (Electricel Stimulation) 2. Teknologi Yang Dilaksanakan : a. Massage Wajah Massage diberikan dengan tujuan memberikan penguluran pada otot-otot wajah yang letaknya superfisial sehingga perlengketan jaringan dapat dicegah, selain itu memberikan efek rileksasi dan mengurangi rasa kaku pada wajah. Stroking memiliki efek penenangan dan dapat mengurangi nyeri, Efflurage dapat membantu pertukaran zat-zat dan melancarkan metabolisme dengan mempercepat peredaran darah, Finger Kneading berfungsi untuk memperbaiki peredaran darah dan memelihara tonus otot. Sedangkan tapping dengan ujung jari dapat merangsang jaringan otot untuk berkontraksi. Dengan massage tersebut maka efek relaksasi dapat dicapai dan elastisitas otot tetap terjaga dan potensial timbulnya
  • 39. 39 perlengketan jaringan pada kondisi Bell’s Palsy ini dapat dicegah. b. Electrical Stimulation (ES) arus Faradik Electrical Stimulation arus Faradik yang diberikan dapat menimbulkan kontraksi otot dan membantu memperbaiki perasaan gerak sehingga diperoleh gerak yang normal serta bertujuan untuk mencegah/ memperlambat terjadinya atrofi otot. Pada kasus Bell’s Palsy ini rangsangan gerak dari otak tidak dapat disampaikan kepada otot-otot wajah yang disyarafi. Akibatnya kontraksi otot secara volunter hilang sehingga diperlukan bantuan dari rangsangan arus faradik untuk menimbulkan kontraksi otot. Rangsangan arus faradik yang dilakukan berulang- ulang dapat melatih kembali otot- otot yang lemah untuk melakukan gerakan sehingga dapat meningkatkan kemampuan kontraksi otot sesuai fungsinya. 3.3.6 Tujuan Pelaksanaan Fisioterapi Tujuan hasil pelaksanaan fisioterapi adalah hasil yang ingin dicapai dengan pelayanan fisioterapi pada pasien atau klien dan direncanakan untuk mengurangi problematika yang timbul dalam diagnosa fisioterapi. Tujuan pelaksanaan terapi terbagi menjadi :
  • 40. 40 1. Tujuan Jangka Pendek Tujuan jangka pendek berkaitan dengan keadaan pasien atau hal yang dianggap bersifat penting dalam kelangsungan hidup pasien dan penampilannya. 2. Tujuan Jangka Panjang Tujuan jangka panjang adalah hasil yang diharapkan dari kelanjutan tujuan jangka pendek dan berkesinambungan dan membutuhkan waktu yang relatif lama. 3.3.7 Penatalaksanaan Fisioterapi Penatalaksanaan fisioterapi adalah layanan yang dilakukan sesuai dengan rencana tindakan yang telah ditetapkan dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi. Penatalaksanaan fisioterapi harus berdasarkan rencana yang telah ditetapkan atau dengan melakukan modifikasi dosis menururt pedoman yang telah ditetapkan dalam program dengan tetap mengkomunikasikan dengan pihak-pihak terkait dan mendokumentasikan hasil dan pelaksanaan metodologi serta program, termasuk mencatat evaluasi sbelum, selama dan sesudah pelaksanaan fisioterapi dan respon dari pasien.
  • 41. 41 3.3.8 Evaluasi Evaluasi pada kasus Bell’s Palsy ini diambil setelah pasien dilakukan terapi sebanyak 6 kali, yang terdiri dari : a. Evaluasi hasil intervensi terdiri dari : 1) tanggal, 2) metode, teknik dan dosis, 3) hasil pengukuran, 4) rekomendasi yang berdasarkan tentang hasil yang telah dilakukan apakah perlu perbaikan dari intervensi yang telah diberikan. b. Kesimpulan Sementara Kesimpulan Sementara berisikan tentang hasil intervensi yang di dapatkan selama 6 kali dilakukan terapi.
  • 42. 42 BAB IV PENUTUP Pasien Bell’s palsy pada awalnya merasakan ada kelainan pada mulut yang tampak mencong ke satu sisi, salah satu kelopak mata tidak dapat dipejamkan, mulut tidak dapat mencucu, apabila berkumur atau minum maka air akan tumpah melalui salah satu sisi mulut yang lesi. Keadaan tersebut disebabkan adanya paralisis otot- otot wajah pada sisi yang sakit. Kondisi ini merupakan permasalahan yang dialami pasien sehingga peran fisioterapis diperlukan untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan meningkatkan kekuatan dan kemampuan fungsional otot- otot wajah serta mencegah komplikasi lebih lanjut. Electrical Stimulation arus Faradik yang diberikan dapat menimbulkan kontraksi otot dan membantu memperbaiki perasaan gerak sehingga diperoleh gerak yang normal serta bertujuan untuk mencegah/ memperlambat terjadinya atrofi otot. Massage diberikan dengan tujuan memberikan penguluran pada otot-otot wajah yang letaknya superfisial sehingga perlengketan jaringan dapat dicegah, selain itu memberikan efek rileksasi dan mengurangi rasa kaku pada wajah. Stroking memiliki efek penenangan dan dapat mengurangi nyeri, Efflurage dapat membantu pertukaran zat-zat dan melancarkan metabolisme dengan mempercepat peredaran darah, Finger Kneading berfungsi untuk memperbaiki peredaran darah dan memelihara tonus otot. Sedangkan tapping dengan ujung jari dapat merangsang jaringan otot untuk berkontraksi. Dengan massage tersebut maka efek relaksasi dapat dicapai dan elastisitas otot tetap terjaga dan potensial timbulnya perlengketan jaringan pada kondisi Bell’s Palsy ini dapat dicegah.