Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Dokumen tersebut membahas tentang latar belakang pembentukan UUD 1945 yang bersifat sementara akibat situasi politik Perang Pasifik, serta perdebatan mengenai materi UUD yang belum selesai ketika diresmikan. Dokumen tersebut juga membahas politik hukum pasca amandemen UUD 1945 termasuk otonomi daerah luas dan program legislasi nasional.
3. Sampai sekarang sudah dilakukan perubahan (amandemen) terhadap
UUD 1945 sampai empat tahap, namun Pembukaan UUD 1945 yang di
dalamnya mengandung Pancasila sebagai dasar dan ideology negara
tidak ikut diamandemen.
BAB 1 PANCASILASEBAGAI DASAR DANSISTEMHUKUM
MPR yang sejak tahun 1999 melakukan perubahan terhadap UUD 1945
berpedoman pada lima kesepakan dasar yang salah satu diantaranya adalah
“tidak mengubah Pembukaan UUD 1945” yang telah ditetapkan oleh PPKI
tanggal 18 Agustus 1945.
Keputusan untuk tidak mengubah Pembukaan UUD 1945 tersebut
merupakan keputusan yang tepat,baik secara filosofis maupun secara
politis, dalam hidup bernegara bagi bangsa Indonesia.
4. Secara filosofis, Pembukaan UUD 1945 merupakan modus vivendi
(kesepakan luhur) bangsa Indonesia untuk hidup bersama dalam ikatan
satu bangsa yang majemuk.
Dari sudut hukum, Pembukaan UUD 1945 yang memuat Pancasila itu
menjadi dasar falsafah negara yang melahirkan cita hukum (rechtside)
dan dasar sistem hukum tersendiri sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia
sendiri.
Selain itu secara politik berdasarkan pengalaman masa lalu,
setiap upaya mempersoalkan (misalnya ingin mengubah)
Pembukaan UUD, terutama dasar negara, bangsa Indonesia selalu
terjerumus ke dalam konflik politik yang menguras energy
dengan sia-sia.
5. Gema yang
Mengendur
Sesuatu yang pasti dirasakan adalah bahwa
dalam Sembilan tahun terakhir, tepatnya sejak
mulainya era reformasi tahun 1998, gema
pancasila sudah sangat mengendur.
Sebelum era reformasi, pancasila selalu dijadikan
bahan teriakan dalam berbagai pidato
pejabat, slogan, di media massa, dan alat
untuk menyanjung dan menjatuhkan orang.
Akan tetapi, begitu gerakan reformasi
berhasil menjatuhkan rezim Orde Baru yang
ternyata penuh KKN, maka gema Pancasila
pun nyaris lenyap.
Mungkin banyak merasa yang malu karena
mempunyai pemerintah yang selalu
mengampanyekan Pancasila, tetapi pada
kenyataannya berlumur KKN. Maka, banyak
orang yang kalau menyebut Pancasila menjadi
risih atau merasa tidak reformis karena
pendukung-pendukung utamanya ternyata
juga pelaku KKN yang menyengsarakan
rakyat.
6. Konsep Prismatik
Pancasila merupakan konsep prismatik
(meminjam istilah Fred. W. Riggs) yakni
konsep yang mengambil segi-segi baik dari
dua konsep yang bertentangan yang
kemudian disatukan sebagai konsep
tersendiri sehingga dapat selalu diaktualkan
dengan kenyataan masyarakat Indonesia
dan setiap perkembangannya.
Negara pancasila adalah sebuah religious nation
state yakni sebuah negara kebangsaan yang
religious yang melindungi dan memfasilitasi
berkembangnya semua agama yang dipeluk oleh
rakyatnya tanpa membedakan besarnya jumlah
penduduk masing-masing
7. Negara pancasila mengakui manusia sebagai individu yang mempunyai
hak dan kebebasan, tetapi sekaligus mengakui bahwa secara fitrah
manusia itu juga adalah makhluk sosial yang tak bisa menjadi
manusiawi kalau tidak hidup bersama manusia-manusia lain.
Dalam konsep keseimbangan yang seperti ini
maka Pancasila bukanlah penganut konsep
individualisme yang memutlakan hak dan
kebebasan individu, tetapi juga bukan
penganut konsep kolektivisme yang mau
menyamakan semua manusia begitu saja tanpa
menghargai hak dan kebebasan individu.
Itulah konsep Pancasila sebagai konsep
prismatik yang mempertemukan secara
integratif segi-segi baik dari berbagai konsep
yang dipandang saling bertentangan.
8. Keadilan sosial
Konteks keadilan Bill Shaw dan Art Wolf
menyebut bahwa prinsip yang dapat ditarik
bagi kebaikan untuk jumlah terbanyak
memunculkan konsep keadilan yang berbeda
sesuai dengan kelompok yang dituju.
Diantaranya yaitu keadilan komutatif,
keadilan korektif, dan keadilan
kompensatoris.
Ketiga kelompok keadilan dengan tujuan yang
berbeda itu dapat dicakup dalam satu konsep
keadilan sosial yang mengandung makna bahwa
pendistribusian sumber daya ditujukan untuk
menciptakan kesejahteraan sosial terutama bagi
kelompok masyarakat terbawah atau masyarakat
yang lemah sosial ekonominya.
10. Reformasi &
Keterbukaan
Reformasi telah membawa berkah
sehingga siapa pun sekarang boleh
secara terbuka mempersoalkan UUD
yang berlaku, termasuk mengusulkan
pemberlakuan kembali UUD asli yang
sudah diamandemen seperti yang
dikemukakan oleh beberapa tokoh
nasional itu.
Kebebasan menyatakan sikap seperti itu tak dapat
dinikmati pada masa Orde baru sebab pada saat itu
UUD 1945 sudah diberhalalkan dan tak dapat
dipersoalkan secara terbuka. Sejumlah perguruan
tinggi sejak pertengahan tahun 1970-an pernah
meyimpulkan bahwa secara akademis UUD 1945
perlu diamandemen, namun mereka sangat sulit
memublikasikan pandangannya meski nyata-nyata
ilmiah.
Alhasil, pada masa
Orde Baru sangat sulit
untuk menguji
kelayakan UUD 1945
dan
menyampaikannya
melalui kebebasan
mimbar akademik
meski hal ini hanya
bertolak dari sudut
ilmu konstitusi
sekalipun.
11. Teori Konstitusi
Agar konstitusi itu lebih lama berlakunya dan lebih sulit cara
mengubahnya, maka ada dua hal yang harus diperhatikan dalam
membuat konstitusi.
Pertama, isinya harus bersifat umum dan memuat hal-hal yang
prinsip saja sehingga ia lebih bisa menampung perkembangan-
perkembangan baru di dalam masyarakat dalam kurun waktu yang
lama.
Kedua, dimuat ketentuan tentang cara perubahan UUD dimuat di
dalam UUD itu sendiri dengan prosedur dan syarat-syarat yang
lebih sulit daripada mengubah UU biasa.
12. Latar Belakang Pembentukan UUD
1945
Karena dikepung oleh situasi politik yang muncul akibat
berkobarnya Perang Pasifik, perdebatan tentang materi
UUD belum menghasilkan kesepakatan final tentang
beberapa masalah mendasar ketika harus disahkan.
Namun, para pendiri itu menyepakati untuk mensahkan
lebih dulu UUD 1945 sebagai UUD sementara untuk
kemudian, setelah merdeka kelak, segera dibuat UUD yang
lebih permanen dan bagus. Setelah tak dapat diputuskan
dengan suara bulat karena banyak bagian isinya yang masih
diperdebatkan pada sidang PPKI, 18 Agustus 1945,
Soekarno mengajak PPKI mensahkan dulu UUD 1945
sebagai UUD sementara untuk pada saaatnya diperbaiki lagi
setelah keadaan memungkinkan.
13. Pandangan Soekarno bahwa
UUD 1945 perlu diterima untuk
sementara, dan itu tak dibantah
sedikit pun oleh anggota-anggota
PPKI yang lain, tertuang juga di
dalam UUD 1945 itu sendiri
yakni di dalam Aturan tambahan.
Aturan tambahan jelas memuat
sikap PPKI bahwa UUD 1945
adalah UUD interim dan
karenanya PPKI memerintahkan
agar setelah Perang Pasifik UUD
itu dibicarakan lagi untuk
kemudian ditetapkan oleh MPR.
14. Sistem, Bukan Orang
Kalangan yang ingin mempertahankan UUD 1945 yang asli
bukannya tidak mengetahui bahwa selama periode-periode berlakunya
UUD 1945 selalu muncul otoriterisme. Tetapi, mereka mengatakan bahwa
hal itu bukan disebabkan oleh UUD 1945 melainkan disebabkan oleh
penguasa yang kemudian menyelewengkannya. Mereka beragumen bahwa
menurut penjelasan UUD 1945 sendiri baik atau buruknya negeri ini tak
tergantung pada bunyi yang tertulis di dalam konstitusi melainkan
tergantung pada semangat penyelenggaranya. Jika penyelenggara
negaranya baik maka negara akan baik dan begitu juga sebaliknya.
15. Tidak Putar Balik JarumSejarah
Berdasarkan argumen-argumen
tersebut tampaknya tak mungkin untuk
mundur atau memutar jarum sejarah
kembali ke UUD 1945 yang asli.
Oleh sebab itu, lebih masuk akal
apa yang dikemukakan oleh Ketua DPR
Agung Laksono bahwa upaya kembali ke
UUD 1945 yang asli harus ditolak sebab
UUD 1945 yang asli terbukti selalu
melahirkan pemerintahan yang otoriter.
Kalau UUD hasil amandemen dirasakan
kurang baik maka alternatifnya, bukan
kembali ke yang asli tetapi
diamandemen lagi agar menjadi lebih
baik.
16. Beberapa
Hal Baru
Seperti dikemukakan di atas, UUD 1945 hasil
amandemen melahirkan hukum tata negara baru yang
sekarang sudah ditindaklanjuti dan berjalan cukup jauh,
seperti pengembangan kekuasaan kehakiman ke dalam
MA dan MK ditambah dengan sebuah lembaga KY;
perubahan sistem perwakilan ke dalam DPR, DPD, dan
MPR; perubahan sistem otonomi daerah; perubahan
sistem pemilihan Presiden dan cara memberhentikannya
di dalam masa jabatan; dan sebagainya.
17. Hukum Tata Negara yang Harus Diterima
Hukum tata negara yang berlaku adalah semua yang ditulis di dalam
konstitusi negara yang bersangkutan, terlepas dari soal suka atau
tidak suka, terlepas dari sesuai atau tidak sesuai dengan teori atau
ilmu konstitusi, dan terlepas dari soal cocok atau tidak cocok
dengan kelaziman yang berlaku di negara-negara lain. Pokoknya
apapun yang ditulis di dalam konstitusi yang dibuat dengan
prosedur yang konstitusional itulah yang berlaku sebagai hukum
tata negara yang harus diterima dan dilaksanakan. Hal ini penting
ditekankan karena adakalanya mencampuradukan antara
pandangan yang ideal-teoretis dan penuangan resmi yang riil-
konstitutif.
18. BAB III
KESAHAN PERUBAHAN UUD 1945
Batasan-batasan yang memuat komitmen politik yang
kemudian disebut sebagai kesepakatan dasar itu
mencakup lima hal
Pertama, pembukaan UUD tidak akan diubah dan tetap
dipertahankan sebagaimana adanya. Kedua, bentuk negara
kesatuan sebagaimana dimuat di dalam pasal 1 ayat (1) UUD 1945
tidak akan diubah dan tetap dipertahankan sebagaimana adanya.
Ketiga, sistem presidensial dipertahankan dan diperkuat sebagai
sistem pemerintahan negara yang dianut. Keempat, penjelasan UUD
dihapuskan dan isinya yang bersifat normatif dimasukkan ke dalam
pasal-pasal UUD. Kelima, perubahan dilakukan dengan cara
addendum yakni mempertahankan naskah asli.
19. Sanggahan atas Ketidaksahan UUD
Soal kesahan UUD hasil perubahan memang perlu
ditegaskan dan ditekankan karena belakangan ini
muncul pendapat, meski tak begitu berpengaruh,
bahwa perubahan UUD 1945 tidak sah alias tidak
konstitusional. Alasan pendapat itu adalah bahwa
perubahan itu tidak dimasukkan di dalam lembaran
Negara. Dalam pendapat yang demikian tercakup pula
pernyataan bahwa karena perubahan UUD itu tidak
sah maka pemerintah yang ada sekarang termasuk
anggota MPR/ DPR/ DPD hasil pemilu adalah tidak
sah pula.
20. Menteri Hukum dan HAM , menyatakan bahwa menurut UU
Nomor 10 Tahun 2004 penempatan UUD di dalam Lembaran
Negara tidak menjadi syarat sah atau tanda berlakunya UUD.
Penempatan di dalam Lembaran Negara itu hanya bersifat
informatif bukan pemberlakuan. Memang tidak ada keharusan
untuk menempatkan UUD di dalam Lembaran Negara baik dilihat
dari sudut yuridis, historis, maupun secara filosofis.
21. BAB IV
POLITIK HUKUM PASCAPERUBAHAN UUD 1945
Kaidah Penuntun
dan Politik Hukum
Politik hukum adalah arah kebijakan hukum yang dibuat secara
resmi oleh negara tentang hukum yang akan diberlakukan atau tidak akan
diberlakukan untuk mencapai tujuan negara. Di dalam pengertian
sederhana tersebut, hukum ditempatkan sebagai alat untuk mencapai
tujuan negara sehingga pembuatan hukum baru atau pencabutan hukum
lama oleh negara harus dijadikan langkah untuk mencapai tujuan negara.
22. Otonomi Daerah
Dalam bidang hubungan Pusat dan Daerah, UUD 1945
menggariskan politik hukum “otonomi luas”, menegaskan
perubahan atas politik hukum yang dianut oleh Orde Baru, yakni
otonomi nyata dan bertanggung jawab. Pasal 18 ayat (5)
menggariskan bahwa Pemerintahan Daerah menjalankan otonomi
seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-
undang ditentukan sebagai urusan Pemerintahan Pusat.”
23. Program Legislasi Nasional
Politik hukum pascaamandemen UUD 1945
juga mengenal Prolegnas dan prolegda
sebagaimana diatur di dalam UU No. 10
Tahun 2004. Prolegnas dapat disebut sebagai
penjabaran politik hukum untuk mencapai
tujuan negara dalam periode tertentu.
Di dalam prolegnas dimuat semua rencana UU
yang akan dibuat dalam lima tahun yang dapat
dipenggal-penggal lagi berdasarkan prioritas
tahunan. Dari prolegnas dapat diketahui politik
hukum selama lima tahun dan prioritasnya setiap
tahun. Prolegnas dibuat berdasarkan
kesepakatan antara DPR dan pemerintah yang
produknya dituangkan ke dalam Keputusan DPR.
24. Alur Politik Hukum
Prolegnas mempunyai dua
fungsi yakni sebagai potret
politik hukum dalam arti
rencana hukum yang akan
dibuat untuk mencapai tujuan
negara dalam periode tertentu
sekaligus sebagai mekanisme
formal-prosedural yang
menentukan sah dan tidaknya
prosedur pembuatan hukum.
Apa yang berlaku untuk
Prolegnas berlaku juga untuk
Prolegda dalam implementasi
politik hukum di tingkat
daerah.
26. BAB V
CHECKS AND BALANCES DALAM SISTEM
KETATANEGARAAN INDONESIA
Salah satu gagasan perubahan yang ketika itu ditawarkan adalah usulan
tentang sistem dan mekanisme checks and balances di dalam sistem politik
dan ketatanegaraan. Usulan ini penting artinya karena selama era dua orde
sebelumnya dapat dikatakan bahwa checks and balances itu tidak ada.
Dominasi eksekutif dalam membuat, melaksanakan, dan menafsirkan UU
menjadi begitu kuat di dalam sistem politik yang executive heavy karena
tidak ada lembaga yang dapat membatalkan UU. Itulah sebabnya, ketika
reformasi membuka pintu bagi dilakukannya amandemen atas UUD 1945,
maka yang cukup menonjol disuarakan adalah memasukkan sistem checkc
and balances antara lembaga legislatif, lembaga eksekutif, dan lembaga
yudikatif.
27. Jika Terjadi Perubahan UUD
Usul mengubah UUD 1945 menurut pasal 37 harus
diajukan oleh sekurangnya 1/3 dari anggota MPR, dengan
menyebut pasal dan alasan yang akan diubah sekaligus dengan
usul perubahannya.
Jika ada upaya politik kearah itu, maka anggota-anggota
DPD, jika mereka kompak, akan menjadi penting dan turut
menentukan apakah setuju tidak atas usul perubahan. Jika
syarat dukungan memenuhi syarat, maka kembali anggota DPD
menjadi penting, baik untuk korum persidangan yang harus
dihadiri oleh sekurangnya 2/3 dari seluruh anggota MPR
maupun untuk syarat minimal jumlah suara guna mengambil
putusan.
28. DPD yang Sumir
Kewenangan-kewenangan DPD sebagaimana
dapat diambil dari ketentuan pasal 22D ayat (1) dan
ayat (2) hanyalah terbatas dalam masalah-masalah
tertentu yaitu dapat mengajukan rancangan UU, ikut
membahas rancangan UU, memberi pertimbangan,
dapat melakukan pengawasan. Kewenangan yang
sangat terbatas itu dan dapat dikatakan menyebabkan
DPD hanya sebagai formalitas konstitusional belaka
disebabkan oleh kompromi yang melatarbelakangi
pelaksanaan amandemen.
29. Mahkamah Konstitusi
Kehadiran MK merupakan respons
yang baik dari upaya amandemen UUD
1945 terhadap tuntutan checks and
balances antara legislatif dan yudikatif.
MK dapat menguji untuk kemudian
membatalkannya.
Dalam kenyataannya, kehadiran MK
ini terbukti baik sebab hanya dalam waktu
kira-kira tiga tahun sejak kelahirannya
sudah tercatat sebanyak 99 kasus
permintaan pengujian isi UU terhadap
UUD dan banyak diantaranya yang
dibatalkan oleh MK. Harus diakui bahwa
kenyataan ini merupakan kemajuan dalam
pembangunan hukum, terutama tertib tata
hukum di Indonesia.
30. BAB VI
SIPIL DAN MILITER DALAM SISTEM
KETATANEGARAAN INDONESIA
Upaya membangun masyarakat
sipil di Indonesia adalah identik
dengan upaya membangun
demokrasi dan membongkar
struktur politik yang dihegemoni
oleh negara atau otoriterisme.
Selama ini, otoriterisme yang
dibangun pada masa Orde Lama dan
Orde Baru telah menempatkan
militer dalam posisi politik yang
dominan sehingga sering kali
pemerintahan yang otoriter
disamakan dengan pemerintahan
yang militeristik. Apalagi, aktor
utama politik Orde Baru yang
otoriter itu adalah militer yang
masuk ke ranah politik melalui
konsepsi Dwifungsi ABRI.
32. MAHKAMAH KONSTITUSI
Tujuan pembentukan MK untuk mengawal
konstitusi terutama untuk menjaga agar
tidak ada UU yang melanggar UUD,
tampaknya benar dan cukup berhasil. Ini
terbukti dari kenyataan bahwa sejak
dibentuk pada tahun 2003 sampai sekarang
MK sudah menerima permintaan dan
melakukan pengujian terhadap hampir 100
UU yang banyak di antara putusan-
putusannya dianggap sebagai putusan yang
baik.
Untuk Apa
MK??????
33. Mendukung dan Mengkritisi
Secara jujur harus diakui bahwa
kehadiran MK telah banyak memberi
sumbangan bagi kehidupan
ketatanegaraan untuk menjadi lebih
konstitusional.
Lembaga ini memang sangat
diperlukan, terutama untuk
mengatasi isi UU yang lebih banyak
diwarnai oleh kepentingan politik
yang bertentangan dengan UUD.
Oleh sebab itu, eksistensi
lembaga ini harus didukung
sepenuhnya untuk masa depan
pembangunan kehidupan
ketatanegaraan yang konstitusional.
34. BAB VIII
KEDUDUKAN DAN FUNGSI KOMISI YUDISIAL
Lembaga negara baru sebagai lembaga pembantu (auxiliary
institusion) di dalam rumpun kekuasaan kehakiman yakni KY yang
diatur di dalam Pasal 24B UUD sebagai berikut.
1. KY bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan
hakim agung dan mempunyai wewenang lain dalam rangka
menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran, martabat, serta
perilaku hakim.
2. Anggota KY harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di
bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang
tidak tercela.
3. Anggota KY diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan
persetujuan DPR.
4. Susunan, kedudukan dan keanggotaan KY diatur dengan undang-
undang.
36. Mengapa
Pemilihan
Langsung?
Dalam pemilihan presiden secara langsung akan sangat sulit terjadi
adanya calon yang menggunakan politik uang untuk meraih jabatan
Presiden. Sebab, selain ia tidak akan mampu membayar rakyat satu per
satu, perbuatan seperti itu pasti akan lebih mudah diketahui oleh publik.
Alasan kedua perlunya pemilihan presiden secara langsung adalah untuk
menjaga stabilitas pemerintahan agar tidak mudah dijatuhkan di tengah
jalan sesuai dengan yang berlaku di dalam sistem presidensial.
BAB IX
POLITIK DAN HUKUM DALAM
PEMILIHAN PRESIDEN
37. Pasal-pasal yang Terkait
Perubahan cara pemilihan Presiden di dalam
konstitusi dari semula pemilihan oleh MPR menjadi
pemilihan langsung oleh rakyat. Ketentuan ini
dituangkan melalui perubahan ketiga dan keempat
UUD 1945 yang ditempatkan di dalam pasal 6A ayat
(1) samapai dengan (5).
Mengenai pemberhentian Presiden dalam masa
jabatannya. Pembuat perubahan UUD 1945 mengatur
hal ini dalam pasal 7A dan pasal 7B ayat (1) sampai
dengan (7).
38. Impeachment dan Previlegiatum
Tampak jelas bahwa meskipun Presiden dan
wapres dipilih secara langsung oleh rakyat, kedua
pejabat negara tersebut dapat diberhentikan
dalam masa jabatannya meskipun dengan cara
yang sulit dan dapat menimbulkan problem teknis
prosedural.
impeachment dimaksudkan bahwa presiden
dijatuhkan oleh lembaga politik yang
mencerminkan wakil seluruh rakyat.
Previlegiatum adalah penjatuhan presiden
melalui pengadilan khusus ketatanegaraan yang
dasarnya adalah pelanggaran hukum berat yang
ditentukan di dalam konstitusi dengan putusan
hukum pula.
40. BAB X
HUKUM, AKAR MASALAH, DAN SOLUSI
NASIB BANGSA
Perubahan dahsyat di era reformasi mencakup dua
hal yang membuka peluang terjadinya peningkatan
korupsi.
Pertama, terjadinya perubahan sistem aturan;
kedua, terjadinya perubahan sistem dan fungsi
kelembagaan bernegara.
Kedua perubahan tersebut menyebabkan terjadinya
anomi dan anomali yakni ditinggalkannya sistem dan
aturan lama, sementara sistem dan aturan baru belum
efektif sehingga yang terjadi adalah keadaan tanpa
aturan.
41. Langkah simultan
Selama ini sudah banyak UU dibuat untuk mengatur langkah
mencapai tujuan reformasi, tetapi belum banyak pemimpin yang tegas dan
berani menegakkan hukum, maka perlunya mencari “penegak hukum” yang
tegas dan berani.
Pertama, melakukan reformasi birokrasi agar ia segera bersih dari sistem,
prosedur dan pejabat-pejabat yang korup.
Kedua, secepatnya memutus hubungan dengan persoalan-persoalan KKN yang
diwariskan oleh Orde Baru agar kita keluar dari blockade yang mengepung dari
berbagai lini.
Ketiga, membangun sistem rekrutmen politik yang demokratis dan terbuka
melalui pemilu dengan sistem proporsional terbuka.
42. BAB XI PROBLEM PENEGAKAN HUKUM
Hukum yang Tak Tegak
Setelah lebih dari tujuh tahun reformasi
digelindingkan, ternyata kekecewaan tak
terelakkan dengan kenyataan bahwa amanat
reformasi untuk menegakkan hukum melalui
pemberantasan KKN dan kasus-kasus lainnya
dapat dikatakan tidak mencapai hasil yang
diharapkan.
43. BAB XII PERLAWANAN
TERHADAP UPAYA
PEMBERANTASAN KORUPSI
Reformasi dan Korupsi
Korupsi di Era Orde Baru terjadi di berbagai bidang. Di
birokrasi terjadi suap menyuap baik dalam penentuan proyek
maupun dalam perekrutan dan promosi pegawai atau pejabat.
Di bidang ekonomi juga terjadi ketimpangan antara pusat dan
daerah dan antara ekonomi kuat dan ekonomi lemah.
Di bidang politik dan pemerintahan terjadi otoriterisme
dan sentralisasi kekuasaan yang berpuncak pada Presiden
sebagai pemegang agenda seluruh spektrum politik nasional
yang ditopang oleh sebuah partai hegemonik dan militer dengan
Dwifungsi ABRI-nya. Di bidang hukum muncul hukum-hukum
yang ortodoks dan konservatif.
44. Bentuk-bentuk perlawanan terhadap
upaya pemberantasan korupsi dapat
dikelompokkan menjadi tiga macam
1. Blokade di internal birokrasi yang
menyebabkan kasus-kasus
korupsi menguap atau
mengendap di birokrasi dan
aparat penegak hukum.
2. Gugatan hukum terhadap
pemberlakuan hukum korupsi
serta institusi yang harus
menegakkannya.
3. Putusan pengadilan yang
didasarkan pada pilihan
perspektif tertentu yang
menguntungkan terdakwa
koruptor atau menghambat
penegakan korupsi.
45. BAB XIII PROBLEM DAN PROSPEK BUDAYA HUKUM
Upaya
penegakan
hukum itu
sendiri harus
menyentuh
minimal empat
indikator.
1. Materi aturan hukum yang harus menjamin
keserasian di antara peraturan perundang-
undangan yang berbeda derajatnya, sebab
ketidakserasian akan menimbulkan
ketidakpastian hukum.
2. Mental aparat penegak hukum yang harus
kuat dan penuh integritas. Sebab, jika mental
aparat rusak, maka penegakan hukum juga
bisa rusak.
3. Fasilitas pelaksanaan hukum harus memadai
sebab tanpa fasilitas yang cukup hukum
menjadi sulit ditegakkan.
4. Kesadaran dan kepatuhan hukum serta
perilaku masyarakat.
47. BAB XIV HUKUM DAN
KETAHANAN NASIONAL
Indonesia Sebagai Nation State
Indonesia merupakan sebuah
nation state yang juga memiliki
karakter-karakter seperti di atas.
Sebagai nation state, Indonesia
menyatukan berbagai ikatan
primordial (agama, suku, daerah,
bahasa, dsb) ke dalam satu ikatan
kebangsaan yang bernama NKRI.
Dalam kaitan dengan kehidupan
beragama, Indonesia merupakan
sebuah religious nation state, yakni
suatu negara yang mengakui dan
melindungi agama-agama dan para
pnganutnya yang ada di negara
Indonesia.
48. BAB XV HUKUM ISLAM
BERDASARKAN PANCASILA
Dalam bidang
hukum, Negara
pancasila
menggariskan
empat
penuntun
hukum
nasional.
1. Hukum-hukum di Indonesia harus menjamin
integrasi atau keutuhan bangsa dan karenanya
tidak boleh ada hukum yang diskriminatif
berdasarkan ikatan primordial.
2. Hukum harus diciptakan secara demokratis dan
nomokratis berdasarkan hikmah kebijaksanaan.
3. Ketiga, hukum harus mendorong terciptanya
keadilan sosial yang, antara lain, ditandai oleh
adanya upaya untuk mempersempit jurang
kesenjangan antara yang kuat dan yang lemah.
4. Keempat, tidak boleh ada hukum publik
(mengikat komunitas yang ikatan primordialnya
beragam) yang didasarkan pada ajaran agama
tertentu