5. PENGERTIAN KORUPSI
Korupsi berasal dari bahasa Latin
(corruption=penyuapan;dari corrumpere=merusak)
Secara harfiah, korupsi berarti kebusukan,
keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap,
tidak bermoral, dan penyimpangan dari kesucian
Korupsi merupakan perbuatan yang dilakukan oleh
seseorang dan atau bersama-sama beberapa orang
secara professional yang berkaitan dengan
kewenangan atau jabatan dalam suatu birokrasi
pemerintahan dan dapat merugikan departemen atau
instansi terkait.
6. 2 UNSUR PERBUATAN DINYATAKAN
SEBAGAI TINDAKAN KORUPSI
1. Setiap perbuatan yang dilakukan seseorang untuk
kepentingan diri sendiri, keluarga, golongan, atau
suatu badan, yang langsung atau tidak langsung
menyebabkam kerugian bagi keuangan atau
perekonomian Negara, seperti praktik kolusi.
2. Setiap perbuatan yang dilakukan oleh seorang
pejabat yang menerima gaji dari keuangan Negara
atau daerah atau suatu badan yang menerima
bantuan dari keuangan Negara atau daerah yang
dengan menggunakan kekuasaan yang diamanatkan
padanya oleh karena jabatannya, baik langsung
maupun tidak langsung membawa keuntungan atau
materil baginya
7. DALIL KORUPSI
“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta
sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang
batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu
kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian
dari pada harta benda orang lain itu dengan (jalan
berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-
Baqarah: 188)
sabda Nabi Muhammad saw :
“Mencari rezeki yang halal adalah wajib setelah
kewajiban yang lain.” (HR. Thabrani)
“Allah melaknat orang yang menyuap berikut orang yang
menerima suap dan broker suap yang menjadi
penghubung antara keduanya.” (HR. Imam Ahmad)
8. 7 TIPOLOGI KORUPSI
Syed Hussein Alatas dalam Corruption Its
Nature, Causes and Functions membedakan
tujuh tipologi korupsi yang berkembang selama
ini:
1) Transactive corruption, yakni korupsi yang
menunjukkan adanya kesepakatan timbal-balik
antara pihak penyuap dan penerima suap demi
keuntungan kedua belah pihak dan dengan aktif
diusahakan tercapainya keuntungan ini oleh kedua-
duanya.
2) Extortive corruption (korupsi yang memeras), yakni
pihak pemberi dipaksa untuk menyuap agar
mencegah kerugian yang sedang mengancam
dirinya, kepentingannya, dan hal-hal yang
dihargainya.
9. 3) Investive corruption, yakni korupsi dalam
bentuk pemberian barang atau jasa tanpa ada
pertalian langsung dengan keuntungan tertentu,
selain keuntungan yang dibanyangkan akan
diperoleh di masa yang akan datang.
4) Supportive corruption, korupsi yang secara
tidak langsung menyangkut uang atau imbalan
langsung dalam bentuk lain untuk melindungi
dan memperkuat korupsi yang sudah ada.
5) Nepostistic corruption, yakni korupsi yang
menunjukkan tidak sahnya teman atau sanak
famili untuk memegang jabatan dalam
pemerintahan atau perilaku yang memberi
tindakan yang mengutamakan dalam bentuk
uang atau lainnya kepada teman atau sanak
famili secara bertentangan dengan norma dan
aturan yang berlaku.
10. 6) Defensive corruption, yakni perilaku korban
korupsi dengan pemerasan untuk
mempertahankan diri. George L. Yaney
menjelaskan bahwa pada abad 18 dan 19,
para petani Rusia menyuap para pejabat
untuk melindungi kepentingan mereka. Tipe
ini bukan pelaku korupsi, karena perbuatan
orang yang diperas bukanlah korupsi. Hanya
perbuatan pelaku yang memeras sajalah
yang disebut korupsi.
7) Autogenic corruption adalah korupsi yang
tidak melibatkan orang lain dan pelakunya
hanya seorang diri.
11. Hukum perbuatan korupsi menurut pendapat
ulama fiqh adalah haram, karena
bertentangan dengan prinsip Maqashidusy
Syari’ah.
Keharaman tersebut ditinjau dari beberapa
segi, diantaranya:
1) perbuatan korupsi merupakan perbuatan
curang dan penipuan yang berpotensi
merugikan keuangan Negara dan
kepentingan publik (masyarakat) yang
dikecam oleh Allah SWT.
2) perbuatan korupsi berupa penyalahgunaan
kekuasaan dan wewenang untuk
memperkaya diri sendiri maupun orang
lain merupakan pengkhianatan terhadap
amanat dan sumpah jabatan.
12. 3) perbuatan korupsi untuk memperkaya diri
dan orang lain dari harta Negara adalah
perbuatan zalim, karena kekayaan Negara
adalah harta publik yang berasal dari jerih
payah masyarakat termasuk kaum miskin dan
rakyat kecil.
4) termasuk kategori korupsi adalah tindak
kolusi dengan memberikan fasilitas Negara
kepada seseorang yang tidak berhak karena
deal-deal tertentu, seperti menerima suap
(pemberian) dari pihak yang diuntungkannya
tersebut.
13. HUKUM PEMANFAATAN HARTA KORUPSI
ulama fiqih sepakat memanfaatkan harta yang diperoleh
secara illegal, tidak sah dan haram adalah haram, juga
sebab pada prinsipnya harta tersebut bukan hak miliknya
yang sah sehingga tidak berhak untuk menggunakannya
meskipun di jalan kebaikan
Pendapat dan ketentuan ini juga didukung oleh Imam
Ahmad bin Hanbal dan harta tersebut harus
dikembalikan kepada kepemilikan publik atau Negara.
Mazhab Syafi’I, mazhab Maliki, mazhab Hanafi
mengatakan bahwa shalat dengan menggunakan kain
yang diperoleh dengan cara yang batil (menipu atau
korupsi) adalah sah selama dilaksanakan sesuai dengan
syarat dan rukun yang ditetapkan.
14. menurut Imam Ahmad bin Hanbal, shalat dengan
menggunakan kain hasil korupsi tidak sah, karena
menutup aurat dengan bahan suci adalah salah satu
syarat sah shalat dan haji yang dilakukan dengan
uang hasil korupsi tidak sah.
15. HUKUM PIDANA KORUPSI
Tindak pidana korupsi termasuk
dalam kategori tindak pidana takzir
penentuan hukum takzir korupsi, baik
jenis, bentuk dan beratnya
dipercayakan kepada hakim yang
tetap mengacu kepada maqashidusy
syariah
16. SEBAB TERJADINYA KORUPSI
Kondisi sosial ekonomi masih rawan, sehingga orang
melakukan korpsi dengan motif mempertahankan
hidupnya. Tetapi lama kelamaan motif ini bergeser
menjadi motif ingin memperoleh kemewahan hidup.
Kelemahan mekanisme organisasi dan karena tidak
dilaksanakannya fungsi pengawasan secara wajar. Hal
ini menurut Baharuddin Lopa akan mendorong
seseorang yang tidak kuat imannya akan melakukan
korupsi.
Penegakan hukum yang tidak konsisten atau penegkan
hukum yang masih lemah
Gagalnya pendidikan agama dan etika
17. AKIBAT KORUPSI
Pelaku korupsi akan dibelenggu, atau ia akan membawa
hasil korupsinya pada hari Kiamat.
Perbuatan korupsi menjadi penyebab kehinaan dan
siksa api neraka pada hari Kiamat.
bagi orang yang mati dalam keadaan membawa harta
korupsi, ia tidak mendapat jaminan atau terhalang
masuk surga.
Alloh tidak menerima shadaqah seseorang dari harta
korupsi
Harta hasil korupsi adalah haram, sehingga ia menjadi
salah satu penyebab yang dapat menghalangi
terkabulnya do’a
18. UPAYA PENANGGULANGAN KORUPSI
Preventif.
Membangun dan menyebarkan etos pejabat dan pegawai
baik di instansi pemerintah maupun swasta tentang
pemisahan yang jelas dan tajam antara milik pribadi dan
milik perusahaan.
Mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji) bagi pejabat
dan pegawai negeri sesuai dengan kemajuan ekonomi dan
kemajuan swasta, agar pejabat dan pegawai saling
menegakan wibawa dan integritas jabatannya dan tidak
terbawa oleh godaan.
Menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut
kehormatan diri setiap jabatan dan pekerjaan. Kebijakan
pejabat dan pegawai bukanlah bahwa mereka kaya dan
melimpah, akan tetapi mereka terhormat karena jasa
pelayanannya kepada masyarakat dan negara.
19. Bahwa teladan dan pelaku pimpinan dan atasan
lebih efektif dalam memasyarakatkan
pandangan, penilaian dan kebijakan.
Menumbuhkan pemahaman dan kebudayaan
politik yang terbuka untuk kontrol, koreksi dan
peringatan, sebab wewenang dan kekuasaan itu
cenderung disalahgunakan.
Hal yang tidak kalah pentingnya adalah
bagaimana menumbuhkan “sense of
belongingness” dikalangan pejabat dan
pegawai, sehingga mereka merasa perusahaan
tersebut adalah milik sendiri dan tidak perlu
korupsi, dan selalu berusaha berbuat yang
terbaik.
20. Represif.
Perlu penanyangan wajah koruptor di
layar tv
Herregistrasi (pencatatan ulang)
terhadap kekayaan pejabat.