1. Pengembalian kerugian keuangan negara diatur dalam UU Keuangan Negara dan UU Perbendaharaan Negara, dimana pihak yang menyebabkan kerugian wajib mengganti kerugiannya dan dapat dikenai sanksi administratif dan/atau pidana.
2. Penyidik memiliki peran dalam upaya pengembalian kerugian keuangan negara pada tahap penyelidikan dengan cara mengumpulkan bukti dan meminta pernyataan tanggung jawab dari terlap
Proposal Skripsi Penegakan Hukum TP korupsi dana bansos
Optimalisasi peran penyidik tipikor dalam upaya pengembalian kerugian keuangan negara/daerah
1. 1
OPTIMALISASI PERAN PENYIDIK TIPIKOR
DALAM UPAYA PENGEMBALIAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA/DAERAH
Oleh
BRIPKA ANDY SUSANTO, SH
Praktisi Hukum, Penyidik Pembantu Subdit III Tipidkor Polda Jateng
A. PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Akhir – akhir ini Penegakan Hukum terhadap Tindak Pidana Korupsi di
Indonesia semakin gencar dilaksanakan. Seolah – olah antara aparat
penegak hukum Komisi Pemberantasan Korupsi, Kepolisian dan
Kejaksaan sedang berlomba untuk mengungkap Tindak Pidana
Korupsi. Disisi lain dampak yang timbul dari Penegakan Hukum
terhadap Tindak Pidana Korupsi adalah keengganan dari aparat
Pemerintah untuk menyerap anggaran atau melaksanakan Program
Kegiatan yang telah dicanangkan. Hal tersebut tentunya
mempengaruhi kinerja Pemerintah dan suksesnya suatu pembangunan
guna meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Dengan adanya dampak tersebut penulis mencoba untuk memberikan
sumbang saran pemecahan masalah jika ditemukan suatu peristiwa
dugaan tindak pidana Korupsi dan masih ditahap penyelidikan, maka
diupayakan dengan cara “Optimalisasi Peran Penyidik Tipikor
Dalam Upaya Pengembalian Kerugian Keuangan Negara” yang
mana diharapkan dapat menyelamatkan keuangan negara dan
mewujudkan Pemerintahan yang baik dan bersih (Good Goverment
and Clean Goverment) sesuai ketentuan hukum dan perundang –
undangan yang berlaku.
II. PERMASALAHAN
1. Apa yang menjadi dasar hukum pengembalian kerugian
keuangan negara dan bagaimana tatacara pengembaliannya.
2. Apakah pengembalian kerugian keuangan negara di tahap
penyelidikan dapat menghapuskan pidana.
III. RUANG LINGKUP PEMBAHASAN
Dalam penulisan ini ruang lingkup pembahasan menitikberatkan
pada optimalisasi peran penyidik tipikor dalam upaya pengembalian
kerugian keuangan negara pada tahap penyelidikan.
2. 2
B. PEMBAHASAN
I. Pengertian.
1. Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau
pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang
khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.
2. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan
menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari
serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang
tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan
tersangkanya.
3. Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian negara Republik
Indonesia yang karena diberi wewenang tertentu dapat
melakukan tugas penyidikan yang diatur dalam undang-undang.
4. Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang
diberi wewenang oleh undang-undang untuk melakukan
penyelidikan.
5. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk
mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai
tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan
penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang.
6. Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang
dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang
maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara
berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
7. Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat
berharga, dan barang, yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai
akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai.
8. Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang tindak pidana korupsi.
3. 3
II. Dasar hukum pengembalian kerugian keuangan negara dan tatacara
pengembalian Kerugian Keuangan Negara.
1. Dasar Hukum Pengembalian Kerugian Keuangan Negara.
a. Undang – undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara :
Pasal 35
(1) Setiap pejabat negara dan pegawai negeri bukan
bendahara yang melanggar hukum atau melalaikan
kewajibannya baik langsung atau tidak langsung yang
merugikan keuangan negara diwajibkan mengganti
kerugian dimaksud.
(2) Setiap orang yang diberi tugas menerima, menyimpan,
membayar, dan/atau menyerahkan uang atau surat
berharga atau barang-barang negara adalah
bendahara yang wajib menyampaikan laporan
pertanggungjawaban kepada Badan Pemeriksa
Keuangan.
(3) Setiap bendahara sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) bertanggungjawab secara pribadi atas kerugian
keuangan negara yang berada dalam pengurusannya.
(4) Ketentuan mengenai penyelesaian kerugian negara
diatur di dalam undang-undang mengenai
perbendaharaan negara.
b. Undang – undang Republik Indonesi Nomor 1 Tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara :
BAB XI
PENYELESAIAN KERUGIAN NEGARA/DAERAH
Pasal 59
(1) Setiap kerugian negara/daerah yang disebabkan oleh
tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang
harus segera diselesaikan sesuai dengan ketentuan
perundang – undangan yang berlaku.
(2) Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau
pejabat lain yang karena perbuatannya melanggar
hukum atau melalaikan kewajiban yang dibebankan
kepadanya secara langsung merugikan keuangan
negara, wajib mengganti kerugian tersebut.
(3) Setiap pimpinan kementerian negara/lembaga/kepala
satuan kerja perangkat daerah dapat segera
melakukan tuntutan ganti rugi, setelah mengetahui
bahwa dalam kementerian negara/lembaga/satuan
kerja perangkat daerah yang bersangkutan terjadi
kerugian akibat perbuatan dari pihak mana pun.
4. 4
Pasal 60
(1) Setiap kerugian negara wajib dilaporkan oleh atasan
langsung atau kepala kantor kepada menteri/pimpinan
lembaga dan diberitahukan kepada Badan Pemeriksa
Keuangan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja
setelah kerugian negara itu diketahui.
(2) Segera setelah kerugian negara tersebut diketahui,
kepada bendahara, pegawai negeri bukan bendahara,
atau pejabat lain yang nyata-nyata melanggar hukum
atau melalaikan kewajibannya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 59 ayat (2) segera dimintakan surat
pernyataan kesanggupan dan/atau pengakuan bahwa
kerugian tersebut menjadi tanggung jawabnya dan
bersedia mengganti kerugian negara dimaksud.
(3) Jika surat keterangan tanggung jawab mutlak tidak
mungkin diperoleh atau tidak dapat menjamin
pengembalian kerugian negara, menteri/pimpinan
lembaga yang bersangkutan segera mengeluarkan
surat keputusan pembebanan penggantian kerugian
sementara kepada yang bersangkutan.
Penjelasan Ayat (3)
Surat keputusan dimaksud pada ayat ini mempunyai
kekuatan hukum untuk pelaksanaan sita jaminan
(conservatoir beslaag).
Dalam hal pejabat yang melakukan kerugian negara
adalah menteri/pimpinan lembaga, surat keputusan
pembebanan penggantian kerugian sementara
dimaksud diterbitkan oleh Menteri Keuangan selaku
Bendahara Umum Negara.
Dalam hal pejabat yang melakukan kerugian negara
adalah Menteri Keuangan, surat keputusan
pembebanan penggantian kerugian sementara
dimaksud diterbitkan oleh Presiden.
Dalam hal pejabat yang melakukan kerugian negara
adalah pimpinan lembaga negara, surat keputusan
pembebanan penggantian kerugian sementara
dimaksud diterbitkan oleh Presiden.
Pasal 61
(1) Setiap kerugian daerah wajib dilaporkan oleh atasan
langsung atau kepala satuan kerja perangkat daerah
kepada gubernur/bupati/walikota dan diberitahukan
kepada Badan Pemeriksa Keuangan selambat-
lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah kerugian daerah
itu diketahui.
5. 5
(2) Segera setelah kerugian daerah tersebut diketahui,
kepada bendahara, pegawai negeri bukan bendahara,
atau pejabat lain yang nyata-nyata melanggar hukum
atau melalaikan kewajibannya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 59 ayat (2) dapat segera dimintakan surat
pernyataan kesanggupan dan/atau pengakuan bahwa
kerugian tersebut menjadi tanggung jawabnya dan
bersedia mengganti kerugian daerah dimaksud.
(3) Jika surat keterangan tanggung jawab mutlak tidak
mungkin diperoleh atau tidak dapat menjamin
pengembalian kerugian daerah, gubernur/ bupati/
walikota yang bersangkutan segera mengeluarkan
surat keputusan pembebanan penggantian kerugian
sementara kepada yang bersangkutan.
Penjelasan Ayat (3)
Surat keputusan dimaksud pada ayat ini mempunyai
kekuatan hukum untuk pelaksanaan sita jaminan
(conservatoir beslaag).
Dalam hal pejabat yang melakukan kerugian daerah
adalah Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah, surat
keputusan pembebanan penggantian kerugian
sementara dimaksud diterbitkan oleh Kepala Satuan
Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku Bendahara
Umum Daerah.
Dalam hal pejabat yang melakukan kerugian daerah
adalah Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan
Daerah, surat keputusan pembebanan penggantian
kerugian sementara dimaksud diterbitkan oleh
gubernur/bupati/walikota.
Dalam hal pejabat yang melakukan kerugian daerah
adalah pimpinan lembaga pemerintahan daerah, surat
keputusan pembebanan penggantian kerugian
sementara dimaksud diterbitkan oleh Presiden.
Pasal 62
(1) Pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap
bendahara ditetapkan oleh Badan Pemeriksa
Keuangan.
(2) Apabila dalam pemeriksaan kerugian negara/daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan unsur
pidana, Badan Pemeriksa Keuangan
menindaklanjutinya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang pengenaan ganti
kerugian negara terhadap bendahara diatur dalam
undang-undang mengenai pemeriksaan pengelolaan
dan tanggungjawab keuangan negara.
6. 6
Pasal 63
(1) Pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap
pegawai negeri bukan bendahara ditetapkan oleh
menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota.
(2) Tata cara tuntutan ganti kerugian negara/daerah diatur
dengan peraturan pemerintah.
Pasal 64
(1) Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, dan
pejabat lain yang telah ditetapkan untuk mengganti
kerugian negara/daerah dapat dikenai sanksi
administratif dan/atau sanksi pidana.
(2) Putusan pidana tidak membebaskan dari tuntutan ganti
rugi.
Pasal 65
(1) Kewajiban bendahara, pegawai negeri bukan
bendahara, atau pejabat lain untuk membayar ganti
rugi, menjadi kedaluwarsa jika dalam waktu 5 (lima)
tahun sejak diketahuinya kerugian tersebut atau dalam
waktu 8 (delapan) tahun sejak terjadinya kerugian tidak
dilakukan penuntutan ganti rugi terhadap yang
bersangkutan.
Pasal 66
(1) Dalam hal bendahara, pegawai negeri bukan
bendahara, atau pejabat lain yang dikenai tuntutan
ganti kerugian negara/daerah berada dalam
pengampuan, melarikan diri, atau meninggal dunia,
penuntutan dan penagihan terhadapnya beralih kepada
pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris, terbatas
pada kekayaan yang dikelola atau diperolehnya, yang
berasal dari bendahara, pegawai negeri bukan
bendahara, atau pejabat lain yang bersangkutan.
(2) Tanggung jawab pengampu/yang memperoleh hak/ahli
waris untuk membayar ganti kerugian negara/daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hapus
apabila dalam waktu 3 (tiga) tahun sejak keputusan
pengadilan yang menetapkan pengampuan kepada
bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau
pejabat lain yang bersangkutan, atau sejak bendahara,
pegawai negeri bukan bendahara, atau pejabat lain
yang bersangkutan diketahui melarikan diri atau
meninggal dunia, pengampu/yang memperoleh
hak/ahli waris tidak diberi tahu oleh pejabat yang
berwenang mengenai adanya kerugian negara/daerah.
7. 7
Pasal 67
(1) Ketentuan penyelesaian kerugian negara/daerah
sebagaimana diatur dalam Undang – undang ini
berlaku pula untuk uang dan/atau barang bukan milik
negara/daerah, yang berada dalam penguasaan
bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau
pejabat lain yang digunakan dalam penyelenggaraan
tugas pemerintahan.
(2) Ketentuan penyelesaian kerugian negara/daerah
dalam Undang-undang ini berlaku pula untuk pengelola
perusahaan negara/daerah dan badan-badan lain yang
menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara,
sepanjang tidak diatur dalam undang – undang
tersendiri.
c. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan daerah.
d. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
BAB XIV
KERUGIAN DAERAH
Pasal 315
(1) Setiap kerugian daerah yang disebabkan oleh tindakan
melanggar hukum atau kelalaian seseorang harus
segera diselesaikan sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan.
(2) Bendahara, pegawai negeri sipil bukan bendahara,
atau pejabat lain yang karena perbuatannya melanggar
hukum atau melalaikan kewajiban yang dibebankan
kepadanya secara langsung merugikan keuangan
daerah, wajib mengganti kerugian tersebut.
(3) Kepala SKPD dapat segera melakukan tuntutan ganti
rugi, setelah mengetahui bahwa dalam SKPD yang
bersangkutan terjadi kerugian akibat perbuatan dari
pihak manapun.
Pasal 316
(1) Kerugian daerah wajib dilaporkan oleh atasan
langsung atau kepala SKPD kepada kepala daerah
dan diberitahukan kepada BPK paling lama 7 (tujuh)
hari kerja setelah kerugian daerah itu diketahui.
8. 8
(2) Segera setelah kerugian daerah tersebut diketahui,
kepada bendahara, pegawai negeri sipil bukan
bendahara, atau pejabat lain yang nyata-nyata
melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 315 segera
dimintakan surat pernyataan kesanggupan dan/atau
pengakuan bahwa kerugian tersebut menjadi tanggung
jawabnya dan bersedia mengganti kerugian daerah
dimaksud.
(3) Jika surat keterangan tanggung jawab mutlak tidak
mungkin diperoleh atau tidak dapat menjamin
pengembalian kerugian daerah, kepala daerah segera
mengeluarkan surat keputusan pembebanan
penggantian kerugian sementara kepada yang
bersangkutan.
Pasal 317
(1) Dalam hal bendahara, pegawai negeri sipil bukan
bendahara, atau pejabat lain yang dikenai tuntutan
ganti kerugian daerah berada dalam pengampuan,
melarikan diri, atau meninggal dunia, penuntutan dan
penagihan terhadapnya beralih kepada
pengampu/yang memperoleh hak/ahli waris, terbatas
pada kekayaan yang dikelola atau diperolehnya, yang
berasal dari bendahara, pegawai negeri sipil bukan
bendahara, atau pejabat lain yang bersangkutan.
(2) Tanggung jawab pengampu/yang memperoleh hak/ahli
waris untuk membayar ganti kerugian daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hapus
apabila dalam waktu 3 (tiga) tahun sejak keputusan
pengadilan yang menetapkan pengampuan kepada
bendahara, pegawai negeri sipil bukan bendahara,
atau pejabat lain yang bersangkutan, atau sejak
bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, atau
pejabat lain yang bersangkutan diketahui melarikan diri
atau meninggal dunia, pengampu/yang memperoleh
hak/ahli waris tidak diberi tahu oleh pejabat yang
berwenang mengenai adanya kerugian daerah.
Pasal 318
(1) Ketentuan penyelesaian kerugian daerah sebagaimana
diatur dalam peraturan menteri ini berlaku pula untuk
uang dan/atau barang bukan milik daerah, yang berada
dalam penguasaan bendahara, pegawai negeri sipil
bukan bendahara, atau pejabat lain yang digunakan
dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan.
9. 9
(2) Ketentuan penyelesaian kerugian daerah dalam
peraturan menteri ini berlaku pula untuk pengelola
perusahaan daerah dan badan-badan lain yang
menyelenggarakan pengelolaan keuangan daerah,
sepanjang tidak diatur dalam peraturan perundang-
undangan tersendiri.
Pasal 319
(1) Bendahara, pegawai negeri sipil bukan bendahara, dan
pejabat lain yang telah ditetapkan untuk mengganti
kerugian daerah dapat dikenai sanksi administratif
dan/atau sanksi pidana sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(2) Putusan pidana atas kerugian daerah terhadap
bendahara, pegawai negeri sipil bukan bendahara dan
pejabat lain tidak membebaskan yang bersangkutan
dari tuntutan ganti rugi.
Pasal 320
Kewajiban bendahara, pegawai negeri sipil bukan
bendahara, atau pejabat lain untuk membayar ganti rugi,
menjadi kedaluwarsa jika dalam waktu 5 (lima) tahun sejak
diketahuinya kerugian tersebut atau dalam waktu 8
(delapan) tahun sejak terjadinya kerugian tidak dilakukan
penuntutan ganti rugi terhadap yang bersangkutan.
Pasal 321
(1) Pengenaan ganti kerugian daerah terhadap bendahara
ditetapkan oleh BPK.
(2) Apabila dalam pemeriksaan kerugian daerah
ditemukan unsure pidana, BPK menindaklanjutinya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 322
Pengenaan ganti kerugian daerah terhadap pegawai negeri
sipil bukan bendahara ditetapkan oleh kepala daerah.
Pasal 323
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara tuntutan ganti
kerugian daerah diatur dengan peraturan daerah dengan
berpedoman pada peraturan perundang-undangan.
10. 10
2. Tata Cara Pengembalian Kerugian Keuangan Negara/Daerah.
Dalam penulisan ini lebih menitikberatkan pada kerugian
keuangan daerah yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil
bukan bendahara diantaranya oleh PPKom (Pejabat Pembuat
Komitmen) berikut Orang lain yang memberikan Perintah ataupun
Orang lain yang Turut Serta membantu terjadinya tindak pidana.
Secara garis besar Tata cara pengembalian ditahap penyelidikan
sebagai berikut :
a. Penyelidik menemukan dugaan adanya TP. Korupsi yang
berpotensi menimbulkan Kerugian Keuangan
Negara/Daerah.
b. Penyelidik melakukan Koordinasi dengan Pengguna
Anggaran dan Inspektorat Pemerintah Daerah.
c. Berdasarkan temuan awal penyelidik, Inspektorat atas
permintaan Pengguna Anggaran melakukan Audit Khusus
ungtuk mengetahui jumlah kerugian keuangan
negara/daerah yang timbul akibat perbuatan melawan
hukum ataupun kelalaian oleh Pegawai Negeri Sipil bukan
bendahara.
d. Berdasarkan hasil Audit Inspektorat dan telah diketahui
jumlah kerugian keuangan negara maka Pengguna
Anggaran segera memerintahkan PNS yang bersangkutan
membuat surat pernyataan kesanggupan dan/atau
pengakuan bahwa kerugian tersebut menjadi tanggung
jawabnya dan bersedia mengganti kerugian daerah
dimaksud.
e. Jika surat keterangan tanggung jawab mutlak tidak mungkin
diperoleh atau tidak dapat menjamin pengembalian kerugian
daerah, kepala daerah segera mengeluarkan surat
keputusan pembebanan penggantian kerugian sementara
kepada yang bersangkutan.
f. Pegawai negeri sipil bukan bendahara, atau pejabat lain
yang nyata-nyata melanggar hukum atau melalaikan
kewajibannya segera menyetorkan uang ganti rugi atau
mengembalikan kerugian keuangan negara/daerah ke Kas
Negara/Daerah sesuai hasil Audit.
11. 11
III. Pengembalian kerugian keuangan negara di tahap penyelidikan.
Dalam Penegakan Hukum ada 3 unsur yang selalu harus
diperhatikan yaitu: Kepastian Hukum (Rechtssicherheit), Keadilan
(gerechtigkeit) dan Kemanfaatan (Zweckmassigkeit).
Kepastian hukum sebagai salah satu tujuan hukum dapat
dikatakan sebagai bagian dari upaya mewujudkan keadilan. Bentuk
nyata dari kepastian hukum adalah pelaksanaan atau penegakan
hukum terhadap suatu tindakan tanpa memandang siapa yang
melakukan. Dengan adanya kepastian hukum setiap orang dapat
memperkirakan apa yang akan dialami jika melakukan tindakan hukum
tertentu. Kepastian diperlukan untuk mewujudkan prinsip persamaan
dihadapan hukum tanpa diskriminasi.
Keadilan adalah perekat tatanan kehidupan bermasyarakat yang
beradab. Hukum diciptakan agar setiap individu anggota masyarakat
dan penyelenggara negara melakukan sesuatu tidakan yang diperlukan
untuk menjaga ikatan sosial dan mencapai tujuan kehidupan bersama
atau sebaliknya agar tidak melakukan suatu tindakan yang dapat
merusak tatanan keadilan. Jika tindakan yang diperintahkan tidak
dilakukan atau suatu larangan dilanggar, tatanan sosial akan terganggu
karena terciderainya keadilan. Untuk mengembalikan tertib kehidupan
bermasyarakat, keadilan harus ditegakkan. Setiap pelanggaran akan
mendapatkan sanksi sesuai dengan tingkat pelanggaran itu sendiri.
Keadilan memang merupakan konsepsi yang abstrak. Namun
demikian di dalam konsep keadilan terkandung makna perlindungan
hak, persamaan derajat dan kedudukan di hadapan hukum, serta asas
proporsionalitas antara kepentingan individu dan kepentingan sosial.
Sifat abstrak dari keadilan adalah karena keadilan tidak selalu dapat
dilahirkan dari rasionalitas, tetapi juga ditentukan oleh atmosfir sosial
yang dipengaruhi oleh tata nilai dan norma lain dalam masyarakat.
Oleh karena itu keadilan juga memiliki sifat dinamis yang kadang-
kadang tidak dapat diwadahi dalam hukum positif.
Namun demikian antara keadilan dan kepastian hukum dapat
saja terjadi gesekan. Kepastian hukum yang menghendaki persamaan
di hadapan hukum tentu lebih cenderung menghendaki hukum yang
statis. Apa yang dikatakan oleh aturan hukum harus dilaksanakan
untuk semua kasus yang terjadi. Tidak demikian halnya dengan
keadilan yang memiliki sifat dinamis sehingga penerapan hukum harus
selalu melihat konteks peristiwa dan masyarakat di mana peristiwa itu
terjadi.
Ketiga unsur di atas harus mendapatkan perhatian yang
proporsional dari penegak hukum dalam menegakkan hukum, tentu
saja hal tersebut tidak mudah, akan ada faktor – faktor yang
mempengaruhi penegak hukum dalam menegakkan hukum.
12. 12
Atas pertimbangan Keadilan (gerechtigkeit) dan Kemanfaatan
(Zweckmassigkeit) maka penulis mencoba untuk menguraikan alasan –
alasan memberikan kesempatan kepada Pegawai negeri sipil bukan
bendahara, atau pejabat lain yang nyata-nyata melanggar hukum atau
melalaikan kewajibannya tetapi bersedia mengembalikan kerugian
keuangan negara sesuai ketentuan hukum yang berlaku sehingga ada
Kepastian Hukum (Rechtssicherheit) dapat atau tidaknya perkara
tersebut ditingkatkan ke penyidikan.
Berikut adalah pasal – pasal yang terkait kerugian keuangan
negara/daerah :
Pasal 2 ayat (1) UU No. 31 tahun 1999 Jo UU No 20 tahun
2001, yang berbunyi “ Setiap orang yang secara melawan hukum
melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup
atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20
(dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua
ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah) “. unsurnya adalah :
a. Setiap orang
b. secara melawan hukum
c. melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi
d. merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
Pasal 3 UU No. 31 tahun 1999 Jo UU No 20 Tahun 2001, yang
berbunyi “ Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan
kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup
atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20
(dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar
rupiah) “. Unsurnya adalah :
a. Setiap orang
b. dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi
c. menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan
d. merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
13. 13
Salah satu unsur pasal 2 dan 3 UU No. 31 tahun 1999 Jo UU
No 20 Tahun 2001 adalah “merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara” dikaitkan dengan pengembalian kerugian
keuangan negara pada tahap Penyelidikan maka ada satu unsur pasal
yang tidak terpenuhi sehingga dugaan perkara TP.Korupsi tidak bisa
ditingkatkan ke tahap penyidikan.
Namun beda halnya setelah batas waktu yang ditentukan
belum ada pengembalian kerugian keuangan negara dan dugaan
perkara TP. Korupsi telah ditingkatkan ke tahap penyidikan, tetapi
Pegawai negeri sipil bukan bendahara, atau pejabat lain yang nyata-
nyata melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya baru bersedia
mengembalikan kerugian keuangan negara, hal tersebut tidak
menghapuskan perkara pidana, sebagaimana diatur dalam UU No. 31
tahun 1999 Jo UU No 20 Tahun 2001 :
Pasal 4
Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara
tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.
C. PENUTUP
I. Kesimpulan.
1. Dasar hukum pengembalian kerugian keuangan negara/daerah
pada tahap penyelidikan :
a. Pasal 35 Undang – undang RI No 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara.
b. Bab XI Penyelesaian Kerugian Negara/Daerah Pasal 59 s/d 67
Undang – undang RI No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara/Daerah.
c. Peraturan Pemerintah RI No 58 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah.
d. Pasal 315 s/d 323 Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pengelolaan Keuangan Daerah
2. Tata cara pengembalian kerugian keuangan negara/daerah ditahap
penyelidikan sebagai berikut :
a. Penyelidik menemukan dugaan adanya TP. Korupsi yang
berpotensi menimbulkan Kerugian Keuangan Negara/Daerah.
b. Penyelidik melakukan Koordinasi dengan Pengguna Anggaran
dan Inspektorat Pemerintah Daerah.
c. Berdasarkan temuan awal penyelidik, Inspektorat atas
permintaan Pengguna Anggaran melakukan Audit Khusus
ungtuk mengetahui jumlah kerugian keuangan negara/daerah
yang timbul akibat perbuatan melawan hukum ataupun kelalaian
oleh Pegawai Negeri Sipil bukan bendahara.
14. 14
d. Berdasarkan hasil Audit Inspektorat dan telah diketahui jumlah
kerugian keuangan negara maka Pengguna Anggaran segera
memerintahkan PNS yang bersangkutan membuat surat
pernyataan kesanggupan dan/atau pengakuan bahwa kerugian
tersebut menjadi tanggung jawabnya dan bersedia mengganti
kerugian daerah dimaksud.
e. Jika surat keterangan tanggung jawab mutlak tidak mungkin
diperoleh atau tidak dapat menjamin pengembalian kerugian
daerah, kepala daerah segera mengeluarkan surat keputusan
pembebanan penggantian kerugian sementara kepada yang
bersangkutan.
f. Pegawai negeri sipil bukan bendahara, atau pejabat lain yang
nyata-nyata melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya
segera menyetorkan uang ganti rugi atau mengembalikan
kerugian keuangan negara/daerah ke Kas Negara/Daerah
sesuai hasil Audit.
3. Salah satu unsur pasal 2 dan 3 UU No. 31 tahun 1999 Jo UU No 20
Tahun 2001 adalah “merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara” dikaitkan dengan pengembalian kerugian
keuangan negara pada tahap Penyelidikan maka ada satu unsur
pasal yang tidak terpenuhi sehingga dugaan perkara TP.Korupsi
tidak bisa ditingkatkan ke tahap penyidikan.
Namun beda halnya setelah batas waktu yang ditentukan belum
ada pengembalian kerugian keuangan negara dan dugaan perkara
TP. Korupsi telah ditingkatkan ke tahap penyidikan, tetapi Pegawai
negeri sipil bukan bendahara, atau pejabat lain yang nyata-nyata
melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya baru bersedia
mengembalikan kerugian keuangan negara, hal tersebut tidak
menghapuskan perkara pidana, sebagaimana diatur dalam Pasal 4
UU No. 31 tahun 1999 Jo UU No 20 Tahun 2001.
II. Rekomendasi.
1. Guna menyelamatkan keuangan negara/daerah dan mewujudkan
pemerintahan yang bersih dan berwibawa serta meningkatkan
kinerja aparatur pemerintahan dalam penyerapan anggaran guna
percepatan pembangunan dan kesejahteraan rakyat, maka penulis
merekomendasikan agar Penyidik Tipikor mengedepankan cara
bertindak untuk lebih mengutamakan upaya pengembalian kerugian
keuangan negara/daerah daripada upaya penyidikan.
2. Meningkatkan ke tahap penyidikan secara profesional dan
proporsional jika sampai dengan batas waktu yang ditentukan tidak
ada upaya pengembalian kerugian keuangan negara.