SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 17
Presentasi ke-3

NIKAH SIRRI & NIKAH MUT’AH :
Definisi, Dalil, Hukum & Implikasinya




Oleh: Hj. Marhamah Saleh, Lc. MA
TA’RIF NIKAH SIRRI
  Kata “Sirri” berasal dari bahasa Arab, yang arti harfiyahnya,
  “rahasia” (secret marriage). Menurut terminologi fiqh Maliki,
  Nikah sirri, ialah: “Nikah yang atas pesan suami, para saksi
  merahasiakannya untuk isterinya atau jama’ahnya, sekalipun
  keluarga setempat”
  Ibnu Taimiyah dalam kitabnya, Ahkamu al-Zawaj, menyatakan
  bahwa nikah sirri adalah apabila laki-laki menikahi perempuan
  tanpa wali dan saksi-saksi, serta merahasiakan pernikahannya.
  Sehingga langsung dapat disimpulkan, bahwa pernikahan ini
  bathil menurut jumhur ulama.
  Wahbah Zuhaili menyatakan bahwa nikah sirri yakni nikah yang
  dirahasiakan dan hanya diketahui oleh pihak yang terkait
  dengan akad. Pada akad ini dua saksi, wali dan kedua
  mempelai diminta untuk merahasiakan pernikahan itu, dan tidak
  seorangpun dari mereka diperbolehkan menceritakan
  akad tersebut kepada orang lain.
NIKAH SIRRI MENURUT FIQH
  Menurut pandangan ulama, nikah sirri terbagi menjadi dua:
  Pertama : Dilangsungkannya pernikahan suami istri tanpa kehadiran wali
  dan saksi-saksi, atau hanya dihadiri wali tanpa diketahui oleh saksi-saksi.
  Kemudian pihak-pihak yang hadir (suami-istri dan wali) menyepakati untuk
  menyembunyikan pernikahan tersebut. Menurut pandangan seluruh ulama
  fiqih, pernikahan yang dilaksanakan seperti ini batil. Lantaran tidak
  memenuhi syarat pernikahan, seperti keberadaan wali dan saksi-saksi. Ini
  bahkan termasuk nikah sifâh (perzinaan) atau ittikhâdzul-akhdân
  (menjadikan wanita atau lelaki sebagai piaraan untuk pemuas nafsu).
   ‫ …“ غير مسافحات ول َمتخِذات أ ّخدان‬Bukan pezina dan bukan (pula) wanita yang
   ٍ َ ْ ِ َ ُّ َ ٍ َ ِ َ ُ َ َْ
  mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya …” [al- Nisâ`/4:25].
  Kedua : Pernikahan terlaksana dengan syarat-syarat dan rukun-rukun yang
  terpenuhi, seperti ijab, qabul, wali dan saksi-saksi. Akan tetapi, mereka
  (suami, istri, wali dan saksi) satu kata untuk merahasiakan pernikahan ini
  dari telinga masyarakat. Jumhur ulama memandang pernikahan seperti ini
  sah, tetapi hukumnya dilarang. Sebab, suatu perkara yang rahasia, jika telah
  dihadiri dua orang atau lebih, maka sudah bukan rahasia lagi. Dilarang,
  karena adanya perintah Rasul Saw untuk walimah dan menghilangkan unsur
  yang berpotensi mengundang keragu-raguan dan tuduhan tidak benar.
  Sedangkan kalangan ulama
  Malikiyah menilai pernikahan yang seperti ini batil. Karena
  maksud dari perintah untuk menyelenggarakan pernikahan adalah
  pemberitahuan, dan ini termasuk syarat sah pernikahan.
TERMINOLOGI NIKAH SIRRI DI INDONESIA
   Dalam konteks masyarakat Indonesia, definisi nikah sirri ada
   beberapa versi:
1. Pernikahan yang dipandang sah dari segi agama (Islam),
   namun tidak didaftarkan ke KUA (selaku lembaga perwakilan
   negara dalam bidang pernikahan).
2. Pernikahan yang dilakukan tanpa kehadiran wali dari pihak
   perempuan.
3. Pernikahan yang sah dilakukan baik oleh agama maupun
   secara negara (juga tercatat di KUA), namun tidak
   disebarluaskan (tidak diadakan walimah/resepsi).
   Nikah sirri yang banyak dilakukan oleh masyarakat Muslim
   Indonesia yaitu pernikahan yang sah namun tidak didaftarkan
   ke KUA. Dalam konteks ini terminologi yang tepat adalah
   Nikah Sirri = Zawaj ‘Urfi = Nikah dibawah tangan.
ZAWAJ ‘URFI
   Disebut nikah ‘urfi (adat) karena pernikahan ini merupakan adat
   dan kebiasaan yang berjalan dalam masyarakat muslim sejak
   masa Nabi Saw dan para sahabat, dimana mereka tidak perlu
   untuk mencatat akad pernikahan mereka tanpa ada permasalahan
   dalam hati mereka.
   Nikah ‘urfi mudah untuk dipalsu dan digugat, berbeda dengan
   pernikahan resmi yang sulit digugat.
   Faktor-faktor pendorong nikah ‘urfi:
a. Problem Poligami.
b. Undang-undang usia.
c. Tempat tinggal yang tidak menetap.
d. Faktor Harta/Mahar yang tinggi.
e. Faktor Agama. Sebagian orang lebih menempuh jalan ini untuk
   memenuhi hasratnya bersama kekasihnya dan tidak ingin terikat
   dalam suatu pernikahan resmi.
EFEK NIKAH SIRRI
Diantara efek pernikahan sirri bagi anak & istri:
1. Istri tidak bisa menggugat suami, apabila
   ditinggalkan oleh suami.
2. Penyelesaian kasus gugatan nikah sirri,
   hanya bisa diselesaikan melalui hukum adat,
   tidak bisa di pengadilan agama.
3. Pernikahan sirri tidak termasuk perjanjian yang kuat (mītsāqan
   ghalīdha) karena tidak tercatat secara hukum.
4. Apabila memiliki anak, maka anak tersebut tidak memiliki status,
   seperti akta kelahiran. Sebab untuk memperoleh akta kelahiran,
   disyaratkan adanya akta nikah.
5. Istri tidak memperoleh tunjangan apabila suami meninggal,
   seperti tunjangan jasa raharja. Apabila suami sebagai PNS,
   maka istri tidak memperoleh tunjangan perkawinan
   dan tunjangan pensiun suami
6. Anak & istri terancam tidak mendapat hak waris,
   karena tidak ada bukti administrasi pernikahan.
MANFAAT PENCATATAN (AKTA) NIKAH
1. Menjaga hak dari kesia-siaan, baik hak suami istri atau hak anak
   berupa nasab, nafkah, warisan dsb. Catatan resmi ini merupakan
   bukti otentik yang tidak bisa digugat untuk mendapatkan hak tsb.
2. Menyelesaikan persengketaan antara suami istri atau para walinya
   ketika mereka berselisih, karena bisa jadi salah satu diantara
   mereka akan mengingkari suatu hak untuk kepentingan pribadi
   dan pihak lainnya tidak memiliki bukti karena saksi telah tiada.
   Maka dengan adanya catatan ini, hal itu tidak bisa diingkari.
3. Catatan dan tulisan akan bertahan lama, sehingga sekalipun yang
   bertanda tangan telah meninggal dunia namun catatan masih
   berlaku. Oleh karena itu, para ulama menjadikan tulisan
   merupakan salah satu cara penentuan hukum.
4. Catatan nikah akan menjaga suatu pernikahan dari pernikahan
   yang tidak sah, karena akan diteliti terlebih dahulu beberapa syarat
   dan rukun pernikahan serta penghalang-penghalangnya.
5. Menutup pintu pengakuan dusta dalam pengadilan. Karena bisa
   saja sebagian orang yang hatinya rusak telah mengaku
   telah menikahi seorang wanita secara dusta untuk
   menjatuhkan lawannya dan mencemarkan kehormatan
   hanya karena mudahnya suatu pernikahan dengan saksi palsu.
DALIL PELARANGAN NIKAH SIRRI
 Apabila pemerintah memandang adanya undang-undang
  keharusan tercatatnya akad pernikahan, maka itu adalah
  undang-undang yang sah dan wajib bagi rakyat untuk
  mematuhinya dan tidak melanggarnya. QS. al-Nisa’: 59
      ‫يا أَ ي ها ا ل ذي ن ءا م نوا أ َ طي عوا ا و أَ طي عوا ال ر سو ل و أ ُ و لى ا ل َم ر‬
     ِ ْ ْ      ِْ َ َ ُ ّ            ُ ِ َ َ       ُ ِ        َُ َ َ ِ ّ َ ّ َ
                                                                           ْ ُ ِ
                                                                            ‫من ك م‬
 Kaidah fiqh: ‫تصرف المام على الرعية منوط بالمصلحة‬
 ‫لضرر ول ضرار فى اللسلم‬
 Pencatatan perkawinan menjadi suatu keharusan yang
  dilakukan karena membawa kemaslahatan yang lebih besar
  bagi umat Islam. Ada kaidah fiqh ‫جلب المصالح ودرء المفالسد‬
  (menarik kemaslahatan dan menolak kemudaratan). Ulama
  ushul fiqh mengklaim bahwa apabila ada aturan hukum yang
  dibuat manusia nyata maslahatnya dan tidak bertentangan
  dengan nash, ia dapat disebut bagian dari hukum itu sendiri.
KESIMPULAN HUKUM NIKAH SIRRI
   Nikah sirri yang diartikan menurut terminologi fiqh, dilarang
   dan tidak sah menurut hukum Islam, karena ada unsur sirri
   (dirahasiakan nikahnya), yang bertentangan dengan ajaran
   Islam dan bisa mengundang fitnah dan tuhmah, serta dapat
   mendatangkan madarat/resiko berat bagi pelakunya dan
   keluarganya. Nikah sirri juga tidak sah menurut hukum
   positif, karena tidak melaksanakan ketentuan hukum
   munakahat yang baku dan benar, dan tidak pula diadakan
   pencatatan nikahnya oleh KUA.
   Nikah dibawah tangan hukumnya sah menurut hukum Islam
   sepanjang tidak motif “sirri”, karena telah memenuhi
   ketentuan syari’ah yang benar. Nikah dibawah tangan tidak
   sah menurut hukum positif, karena tidak memenuhi
   peraturan UU yang berlaku dalam hukum perkawinan.
   Nikah ‘urfi banyak mengandung persoalan (mafsadat/
   mudharat). Sehingga dalam perspektif syari’at,
   nikah ‘urfi, walau sah secara fiqh, tetapi perlu
   dihindari.
NIKAH MUT’AH
  Mut’ah identik dengan kata tamattu’ yang berarti bersenang-senang atau
  menikmati. Secara istilah, mut’ah berarti seorang laki-laki menikahi seorang
  wanita dengan memberikan sejumlah harta tertentu dalam waktu tertentu,
  pernikahan ini akan berakhir sesuai dengan batas waktu yang telah
  ditentukan tanpa talak serta tanpa kewajiban memberi nafkah atau tempat
  tinggal dan tanpa adanya saling mewarisi antara keduanya jika meninggal
  sebelum berakhirnya masa nikah mut’ah itu.
  Nikah Mut’ah disebut juga pernikahan sementara (al-zawaj al-mu`aqqat).
  Menurut Sayyid Sabiq, dinamakan mut’ah karena laki-lakinya bermaksud
  untuk bersenang-senang sementara waktu saja. Dalam nikah mut’ah,
  jangka waktu perjanjian pernikahan (ajal) dan besarnya mahar yang harus
  diberikan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan yang hendak dinikahi
  (mahr, ajr), dinyatakan secara spesifik dan eksplisit.
  Tujuan nikah mut’ah adalah kenikmatan seksual (istimta’), sehingga
  berbeda dengan tujuan penikahan permanen, yaitu prokreasi (taulid an-
  nasl). Pihak laki-laki tidak berkewajiban menyediakan kebutuhan sehari-hari
  (nafaqah) untuk istri sementaranya, sebagaimana yang harus ia lakukan
  dalam pernikahan permanen. Sejalan dengan itu,
  pihak istri juga mempunyai kewajiban yang sedikit untuk
  mentaati suami, kecuali dalam urusan seksual.
HUKUM NIKAH MUT’AH
     Pada awal perjalanan Islam, nikah mut’ah memang dihalalkan,
 ‫كن ا نغزو مع رسلول الل صلا ى الل عليه وسلم ليس لن ا نس اء فقلن ا أل نستخص ي فنه ان ا‬
   َ‫ْلُ مَّ اَ ِصْ ْلُ اَ اَ اَ ْلُ  يِ مَّ اَمَّ مَّ اَاَ ِصْ  يِ اَ اَمَّ اَ اَ ِصْ اَ اَ اَ  يِ اَ  ٌ اَ ْلُ ِصْ اَ اَ اَ اَ ِصْ اَ ِصْ  يِ اَ اَ اَ ا‬
                                                                                                        ُ‫ْل‬                 ِ‫ ي‬
                              ِ‫ ي‬
                              َّ‫اَ ِصْ اَ يِ اَ ْلُ مَّ اَ مَّ اَ اَ اَ اَ ِصْ اَ ِصْ  يِ اَ ِصْ اَ ِصْاَ اَ  يِ مَّ ِصْ  يِ  يِاَ اَج ث ٍ ْلُ مَّ اَ اَاَ اَ ِصْ ْلُ م‬
                              ‫عن ذلك ثم رخص لن ا أن ننكح المرأة ب الثلوب إلا ى أ اَل ثم قرأ عبد الل‬
  ‫ي ا أيه ا الذين آمنلوا ل تحرملوا طيب ات م ا أحل الل لكم ول تعتدوا إن الل ل يحب المعتدين‬
     Kami pergi berperang bersama Rasulullah saw. tanpa membawa istri lalu
     kami bertanya: Bolehkah kami mengebiri diri? Beliau melarang kami
     melakukan itu kemudian memberikan rukhsah untuk menikahi wanita
     dengan pakaian sebagai mahar selama tempo waktu tertentu lalu
     Abdullah membacakan ayat tsb. (HR. BukhariMuslim).
     Hadits dari Jabir bin Abdillah dan Salamah bin ‘Akwa berkata: Pernah
     kami dalam sebuah peperangan, lalu datang kepada kami Rasul Saw
                      ِ‫ يِ مَّ اَ ْلُ اَ مَّ اَمَّ مَّ اَاَ ِصْ  يِ اَ اَمَّ اَ اَ ِصْ اَ  يِ اَ اَ ْلُ ِصْ اَ ِصْ اَ ِصْ اَ ِصْ  يِ ْلُ اَ ِصْ  يِ م ِصْع اَ ِّ اَ  ي‬
                      ‫إن رسلول الل صلا ى الل عليه وسلم قد أذن لكم أن تستمتعلوا يعن ي ْلُت اَة النس اء‬                                  ُ‫ْل‬       ِ‫ ي‬
     Telah diizinkan bagi kalian nikah mut’ah maka sekarang mut’ahlah.
     Namun hukum ini telah dimansukh/dihapus dengan larangan Rasul
     Saw untuk menikah mut’ah. Para ulama berselisih pendapat kapan
     diharamkannya nikah mut’ah tersebut.
     Pendapat yang lebih rajih bahwa nikah mut’ah
     diharamkan pada saat fathu makkah tahun 8 Hijriyah.
HUKUM NIKAH MUT’AH
    al-Imam an-Nawawi dalam kitabnya Syarh Shahih Muslim:
‫وال ص واب ا ل م خ تار أَ نّ ال ت ح ريم وا ل با حة كا نا م ر ت ي ن، و كا ن ت حَ ل ل قَ بل‬
 ْ ً َ        ْ َ َ َ ِ ْ َ ّ َ َ َ َ َ ِْ َ             ِ ْ ّ            َْ ُ ْ     َ ّ َ
    ‫خ ي بر ، ث م ح ر م ت ي وم خ ي بر، ث م أ ُ بي ح ت ي وم ف تح م كة وَ ه و ي وم‬
      ْ َ َ ُ     ّ َ     َْ    ْ َ ْ َ ِ ّ ُ        ََْ       ْ َ ْ َ ّ ُ ّ ُ      ََْ
        ‫أَ و طاس، ل ت صا ل ه ما، ث م ح ر م ت ي وم ئ ذ ب عد ث ل ثة أَ يام ت ح ري ما‬
         ً ِ ْ َ      ّ   َ َ َ ْ َ ٍ ِ ْ َ ْ َ ّ ُ ّ ُ َ ِ ِ َ ّ ِ                َ ْ
                                 ‫م ؤ ب دا إِ لى ي وم ا ل ق يا مة، وا س ت م ر ال ت ح ريم‬
                                     ِ ْ ّ ّ َ َْ َ          َ َِ ْ     ْ َ    َ ً َّ ُ
   “yang benar dalam masalah nikah mut’ah ini adalah bahwa pernah
   dibolehkan dan kemudian diharamkan sebanyak dua kali; yakni
   dibolehkan sebelum perang Khaibar, tapi kemudian diharamkan ketika
   perang Khaibar. Kemudian dibolehkan selama tiga hari ketika fathu
   Makkah, atau hari perang Authas, kemudian setelah itu diharamkan
   untuk selamanya sampai hari kiamat”.
   Alasan kenapa ketika itu dibolehkan melaksanakan nikah
   mut’ah, karena ketika itu dalam keadaan perang yang jauh dari
   istri, sehingga para sahabat yang ikut perang merasa sangat
   berat. Dan lagi pada masa itu masih dalam masa peralihan dari
   kebiasaan zaman jahiliyah.
   Jadi wajar jika Allah memberikan keringanan
   (rukhshah) bagi para sahabat ketika itu.
HUKUM NIKAH MUT’AH
  Ada pendapat yang membolehkan nikah mut’ah ini berdasarkan fatwa sahabat
  Ibnu Abbas r.a., padahal fatwa tersebut telah direvisi oleh Ibnu Abbas sendiri.
  ‫وقد روي عن بعض الصحابة وبعض التابعين أن زواج المتعة حلل، واشتهر‬
  ‫ذلك عن ابن عباس رضي ا عنه، وفي تهذيب السنن : وأما ابن عباس فانه‬
 ‫سلك هذا المسلك في إباحتها عند الحاجة والضرورة، ولم يبحها مطلقا، فلما‬
‫بلغه إكثار الناس منها رجع . فقال ابن عباس : ) إنا لله وإنا إليه راجعون (! وا‬
‫ما بهذا أفتيت، ول هذا أردت، ول أحللت إل مثل ما أحل ا الميتة والدم ولحم‬
      . ‫الخنزير، وما تحل إل للمضطر، وما هي إل كالميتة والدم ولحم الخنزير‬
  Diriwayatkan dari beberapa sahabat dan beberapa tabi’in bahwa nikah mut’ah hukumnya boleh, dan
  yang paling populer pendapat ini dinisbahkan kepada sahabat Ibnu Abbas r.a., dan dalam kitab
  Tahzhib as-Sunan dikatakan: sedangkan Ibnu Abbas membolehkan nikah mut’ah ini tidaklah secara
  mutlak, akan tetapi hanya ketika dalam keadaan dharurat. Akan tetapi ketika banyak yang
  melakukannya dengan tanpa mempertimbangkan kedharuratannya, maka ia merevisi pendapatnya
  tersebut. Ia berkata: “inna lillahi wainna ilaihi raji’un, demi Allah saya tidak memfatwakan seperti itu
  (hanya untuk kesenangan belaka), tidak seperti itu yang saya inginkan. Saya tidak menghalalkan
  nikah mut’ah kecuali ketika dalam keadaan dharurat, sebagaimana halalnya bangkai, darah dan
  daging babi ketika dalam keadaan dharurat, yang asalnya tidak halal kecuali bagi dalam keadaan
  dharurat. Nikah mut’ah itu sama seperti bangkai, darah, dan daging babi, yang awalnya haram
  hukumnya, tapi ketika dalam keadaan dharurat maka hukumnya menjadi boleh”
Pandangan Kaum Syi’ah (Itsna ‘Asy’ariyah)
Dasar legitimasi kaum Syi’ah terhadap nikah muth’ah adalah al-
   Qur’an surat an-Nisa’ ayat 24: ‫فم ا استمتعتم به منهن فتآتلوهن أجلورهن فريضة‬
                                                  ً َ‫اَ اَ ِصْ اَ ِصْ اَ ِصْ ْلُ ِصْ  يِ  يِ  يِ ِصْ ْلُ مَّ اَ ْلُ ْلُ مَّ ْلُ ْلُ اَ ْلُ مَّ اَ  يِ ا‬
Dalam Tarikh al-Fiqh al-Ja’fari dijelaskan, bahwa ketika Abu Nashrah
   bertanya kepada Ibn Abbas tentang nikah muth’ah, Ibn Abbas
   menerangkan, nikah itu diperbolehkan, menurut Ibn Abbas,
   lengkapnya ayat itu adalah (terdapat tambahan ‫:) الى اجل مسما ى‬
                         ً َ‫اَ ْلُ ْلُ مَّ ْلُ ْلُ اَ ْلُ مَّ اَ  يِ ا‬
                         ‫فم ا استمتعتم به منهن )الى اجل مسمى( فتآتلوهن أجلورهن فريضة‬                             َّ‫اَ اَ ِصْ اَ ِصْ اَ ِصْ ْلُ ِصْ  يِ  يِ  يِ ِصْ ْلُ م‬
Sahabat lain yang sependapat dengan Ibn Abbas Ibn Mas’ud, Ubay
   Ibn Ka’ab, dan Said Ibn Zubair.
Kaum Syi’ah berpendirian bahwa praktek nikah muth’ah terdapat
   pada masa Nabi dan Khalifah Pertama. Baru pada periode
   Khalifah Kedua, yakni Khalifah Umar Ibn Khattab, nikah muth’ah
   dilarang.
TUJUAN NIKAH
  Syariat nikah menurut Islam ini, ajaran Islam ingin melindungi
  para wanita untuk mendapatkan hak-haknya. Para wanita tidak
  dapat dipertukarkan lagi sebagaimana zaman jahiliyah. Para
  wanita selain harus menjalankan kewajibannya sebagai istri,
  juga mempunyai hak untuk diperlakukan secara baik
  (mu’asyarah bil ma’ruf), dan ketika suami meninggal ia juga
  dapat bagian dari harta warisan.
  Demikian tujuan nikah menurut ajaran Islam. Sedangkan nikah
  mut’ah adalah nikah kontrak dalam jangka waktu tertentu,
  sehingga apabila waktunya telah habis maka dengan
  sendirinya nikah tersebut bubar tanpa adanya talak. Dalam
  nikah mut’ah si wanita yang menjadi istri juga tidak mempunyai
  hak waris jika si suami meninggal. Dengan begitu, tujuan nikah
  mut’ah ini tidak sesuai dengan tujuan nikah menurut ajaran
  Islam sebagaimana disebutkan di atas, dan dalam nikah
  mut’ah ini pihak wanita teramat sangat dirugikan. Oleh
  karenanya nikah mut’ah ini dilarang oleh Islam.
DALIL HARAMNYA NIKAH MUT’AH
     pendapat yang mengharamkannya dasar hukumnya sangat kuat, sebab
     dilandaskan di atas hadis shahih sbb.
    ْ‫ع ن ع ل ي ر ض ي ال ل ه ع نه قا ل : ن هى ر سو ل ال ل ه ص لى ال ل ه ع ل ي ه و س ل م عَ ن‬
             َ َّ َ ِ ََْ ُ ّ      َّ ِ ّ ُ ُ َ             َ َ َ َ َْ ُ ّ َ ِ َ ّ َِ ْ َ
                                        َ ََْ َ َ ِ َ ُْ ْ
                                         ‫ا ل م ت ع ة عا م خ ي ب ر‬
  ِ ََ ُ ّ
   ‫ع ن س ل م ة بن الكوع رضي ا عنه قا لَ :ر خ ص ر سو ل ال ل ه ص لى ال ل ه ع ل يْ ه‬
                    َّ ِ ّ ُ ُ َ َ ّ َ                َ                           َ َ ََ ْ َ
           ) ‫و س ل م عا م أَ و طا س في ا ل م ت ع ة ث ل ثا ث م ن هى ع ن ها ) رواه مسلم‬
                              َ َْ   َ َ ّ ُ ً َ َ ِ َ ُْ ْ       ِ ٍ َ ْ َ َ َ َّ َ
     Diriwayatkan bahwa sahabat Salamah bin al-Akwa’ r.a. berkata: Rasulullah s.a.w. “
   memperbolehkan nikah mut’ah selama tiga hari pada tahun Authas (ketika ditundukkannya
                ”Makkah, fathu Makkah) kemudian (setelah itu) melarangnya
  ‫عن ر بي ع ب ن س ب ر ة ا ل ج ه ن ي أ َ ن أ َ با هُ ح د ث ه أَ ن ه كا ن م ع ر سو ل ال ل ه ص لى ال ل ه‬
 ُ ّ         َّ ِ ّ ِ ُ َ َ َ َ َ ُ ّ ُ َّ َ              َ ّ ّ َِ ُ ْ َ َ َْ ُ ْ ُ ِّ
   ْ‫ع ل ي ه و س ل م ف قا ل يا أ َ ي ها ال نا س إ ِ ني ق د ك ن ت أَ ذ ن ت ل ك م في ا ل س ت م تا ع م ن‬
        ِ ِ َْ ِْ ِ     ِ ْ ُ َ ُ ِْ ُ ُْ ْ َ           ّ ُ       ّ    َ ّ َ َ َ َ َ َّ َ ِ ََْ
ٌ‫ال ن سا ء و إ ِ ن ال ل ه ق د ح ر مَ ذ ل ك إِ لى ي و مِ ا ل ق يا م ة ف م ن كا ن ع ن د ه م ن هُ ن شَ ي ء‬
     ْ      ّ ِْ ُ َ ِْ َ َ ْ َ َ ِ َ َِ ْ          ْ َ    َ َ َِ         ّ َ ْ َ َ ّ ّ َ ِ َ ّ
       ‫ف ل ي خ ل س بي ل ه و ل ت أ خ ذوا م ما آ ت ي ت مو ه ن ش ي ئا ) أخرجه مسلم وأبو داوود‬
                                         ًَْ ّ ُ ُ َُْ ّ ِ              ُ ُ َْ َ َ ُ َ َِ ّ َ َُْ
                        ) ‫والنسائي وابن ماجة وأحمد وابن حبان‬
Diriwayatkan dari Rabi’ bin Sabrah r.a. sesungguhnya rasulullah s.a.w. bersabda: “wahai sekalian “
  manusia, sesungguhnya aku pernah mengizinkan nikah mut’ah, dan sesungguhnya Allah telah
   mengharamkannya sampai hari kiamat, oleh karenanya barangsiapa yang masih mempunyai
  ikatan mut’ah maka segera lepaskanlah, dan jangan kalian ambil apa yang telah kalian berikan
                                ”kepada wanita yang kalian mut’ah
Nikah Misyar
   Nikah Misyar banyak ditemui di beberapa negara di Timur
Tengah, seperti Saudi Arabia dan Uni Emirat Arab. Makna
kawin misyar adalah “lewat dan tidak lama-lama bermukim”.
Biasanya terjadi pada istri kedua atau seterusnya, dimana
seorang laki-laki pergi ke pihak wanita dan wanita tidak pindah
atau bersama laki-laki di rumahnya. Tujuan kawin jenis ini
agar suami terbebas dari kewajiban menafkahi istri serta
memberinya tempat tinggal seperti halnya terhadap istri
pertama.
   Kawin misyar terkadang tidak tercatat (seperti ‘urfi), dan
terkadang tercatat dengan disertai bukti. Biasanya pihak
wanita ber-tanazul (keringanan tidak menuntut sebagian
haknya) terutama menyangkut materi, kecuali dalam nafkah
batin.

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

Qiyas-Ushul Fiqh Powerpoint (Miftah'll Everafter)
Qiyas-Ushul Fiqh Powerpoint (Miftah'll Everafter)Qiyas-Ushul Fiqh Powerpoint (Miftah'll Everafter)
Qiyas-Ushul Fiqh Powerpoint (Miftah'll Everafter)Miftah Iqtishoduna
 
Daftar Pertanyaan Ushul Fiqh
Daftar Pertanyaan Ushul FiqhDaftar Pertanyaan Ushul Fiqh
Daftar Pertanyaan Ushul FiqhSuya Yahya
 
Pendidikan agama islam (thalak, fasakh, li'an, khuluq, ila', zihar)
Pendidikan agama islam (thalak, fasakh, li'an, khuluq, ila', zihar)Pendidikan agama islam (thalak, fasakh, li'an, khuluq, ila', zihar)
Pendidikan agama islam (thalak, fasakh, li'an, khuluq, ila', zihar)eka_mawar
 
Presentasi Nikah Siri Dan Mutah
Presentasi Nikah Siri Dan MutahPresentasi Nikah Siri Dan Mutah
Presentasi Nikah Siri Dan MutahMarhamah Saleh
 
Kedudukan dan Fungsi Hadits
Kedudukan dan Fungsi HaditsKedudukan dan Fungsi Hadits
Kedudukan dan Fungsi HaditsFakhri Cool
 
Kedudukan Hadits Dalam Syari’at Islam dan Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an
Kedudukan Hadits Dalam Syari’at Islam dan Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’anKedudukan Hadits Dalam Syari’at Islam dan Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an
Kedudukan Hadits Dalam Syari’at Islam dan Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’anRobet Saputra
 
Zhahir dan muawwal (takwil)
Zhahir dan muawwal (takwil)Zhahir dan muawwal (takwil)
Zhahir dan muawwal (takwil)agung prastio
 
Pembagian Hadis Berdasarkan Kualitas Sanad dan Matan-nya
Pembagian Hadis Berdasarkan Kualitas Sanad dan Matan-nyaPembagian Hadis Berdasarkan Kualitas Sanad dan Matan-nya
Pembagian Hadis Berdasarkan Kualitas Sanad dan Matan-nyaHolong Marina Ops
 
MAKALAH QASHASH AL-QUR’AN
MAKALAH QASHASH AL-QUR’ANMAKALAH QASHASH AL-QUR’AN
MAKALAH QASHASH AL-QUR’ANAmalia Damayanti
 
Berbagai Pendekatan dalam Studi Islam
Berbagai Pendekatan dalam Studi IslamBerbagai Pendekatan dalam Studi Islam
Berbagai Pendekatan dalam Studi IslamRendra Fahrurrozie
 
Istihsan (استحسان)
Istihsan (استحسان)Istihsan (استحسان)
Istihsan (استحسان)Nana Cahmaxcy
 
Presentasi ushul fiqh dalil yg tidak disepakati
Presentasi ushul fiqh dalil yg tidak disepakatiPresentasi ushul fiqh dalil yg tidak disepakati
Presentasi ushul fiqh dalil yg tidak disepakatiMarhamah Saleh
 
Pendekatan Dalam Pengkajian Islam Pendekatan Hukum (PDPI)
Pendekatan Dalam Pengkajian Islam Pendekatan Hukum (PDPI)Pendekatan Dalam Pengkajian Islam Pendekatan Hukum (PDPI)
Pendekatan Dalam Pengkajian Islam Pendekatan Hukum (PDPI)Early Ridho Kismawadi
 
An-Nahyu (Ushul Fiqih B)
An-Nahyu (Ushul Fiqih B)An-Nahyu (Ushul Fiqih B)
An-Nahyu (Ushul Fiqih B)Taufik Rahman
 
Masail Fiqhiyyah - Makalah Pandangan Hukum Islam Terhadap Aborsi
Masail Fiqhiyyah - Makalah Pandangan Hukum Islam Terhadap AborsiMasail Fiqhiyyah - Makalah Pandangan Hukum Islam Terhadap Aborsi
Masail Fiqhiyyah - Makalah Pandangan Hukum Islam Terhadap AborsiHaristian Sahroni Putra
 

Was ist angesagt? (20)

Poligami dan Monogami
Poligami dan Monogami Poligami dan Monogami
Poligami dan Monogami
 
Qiyas-Ushul Fiqh Powerpoint (Miftah'll Everafter)
Qiyas-Ushul Fiqh Powerpoint (Miftah'll Everafter)Qiyas-Ushul Fiqh Powerpoint (Miftah'll Everafter)
Qiyas-Ushul Fiqh Powerpoint (Miftah'll Everafter)
 
Daftar Pertanyaan Ushul Fiqh
Daftar Pertanyaan Ushul FiqhDaftar Pertanyaan Ushul Fiqh
Daftar Pertanyaan Ushul Fiqh
 
Pendidikan agama islam (thalak, fasakh, li'an, khuluq, ila', zihar)
Pendidikan agama islam (thalak, fasakh, li'an, khuluq, ila', zihar)Pendidikan agama islam (thalak, fasakh, li'an, khuluq, ila', zihar)
Pendidikan agama islam (thalak, fasakh, li'an, khuluq, ila', zihar)
 
Presentasi Nikah Siri Dan Mutah
Presentasi Nikah Siri Dan MutahPresentasi Nikah Siri Dan Mutah
Presentasi Nikah Siri Dan Mutah
 
Kedudukan dan Fungsi Hadits
Kedudukan dan Fungsi HaditsKedudukan dan Fungsi Hadits
Kedudukan dan Fungsi Hadits
 
Kedudukan Hadits Dalam Syari’at Islam dan Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an
Kedudukan Hadits Dalam Syari’at Islam dan Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’anKedudukan Hadits Dalam Syari’at Islam dan Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an
Kedudukan Hadits Dalam Syari’at Islam dan Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an
 
Zhahir dan muawwal (takwil)
Zhahir dan muawwal (takwil)Zhahir dan muawwal (takwil)
Zhahir dan muawwal (takwil)
 
Pembagian Hadis Berdasarkan Kualitas Sanad dan Matan-nya
Pembagian Hadis Berdasarkan Kualitas Sanad dan Matan-nyaPembagian Hadis Berdasarkan Kualitas Sanad dan Matan-nya
Pembagian Hadis Berdasarkan Kualitas Sanad dan Matan-nya
 
MAKALAH QASHASH AL-QUR’AN
MAKALAH QASHASH AL-QUR’ANMAKALAH QASHASH AL-QUR’AN
MAKALAH QASHASH AL-QUR’AN
 
Adab menuntut ilmu
Adab menuntut ilmuAdab menuntut ilmu
Adab menuntut ilmu
 
Berbagai Pendekatan dalam Studi Islam
Berbagai Pendekatan dalam Studi IslamBerbagai Pendekatan dalam Studi Islam
Berbagai Pendekatan dalam Studi Islam
 
Diskusi Kelas: Hakim, Mukallaf, Taklif, dan aliran-aliran dalam Islam (Ushul ...
Diskusi Kelas: Hakim, Mukallaf, Taklif, dan aliran-aliran dalam Islam (Ushul ...Diskusi Kelas: Hakim, Mukallaf, Taklif, dan aliran-aliran dalam Islam (Ushul ...
Diskusi Kelas: Hakim, Mukallaf, Taklif, dan aliran-aliran dalam Islam (Ushul ...
 
Istihsan (استحسان)
Istihsan (استحسان)Istihsan (استحسان)
Istihsan (استحسان)
 
Presentasi ushul fiqh dalil yg tidak disepakati
Presentasi ushul fiqh dalil yg tidak disepakatiPresentasi ushul fiqh dalil yg tidak disepakati
Presentasi ushul fiqh dalil yg tidak disepakati
 
Makalah al yakin la yuzalu bi syak
Makalah al yakin la yuzalu bi syakMakalah al yakin la yuzalu bi syak
Makalah al yakin la yuzalu bi syak
 
Pendekatan Dalam Pengkajian Islam Pendekatan Hukum (PDPI)
Pendekatan Dalam Pengkajian Islam Pendekatan Hukum (PDPI)Pendekatan Dalam Pengkajian Islam Pendekatan Hukum (PDPI)
Pendekatan Dalam Pengkajian Islam Pendekatan Hukum (PDPI)
 
An-Nahyu (Ushul Fiqih B)
An-Nahyu (Ushul Fiqih B)An-Nahyu (Ushul Fiqih B)
An-Nahyu (Ushul Fiqih B)
 
Ppt hadits
Ppt haditsPpt hadits
Ppt hadits
 
Masail Fiqhiyyah - Makalah Pandangan Hukum Islam Terhadap Aborsi
Masail Fiqhiyyah - Makalah Pandangan Hukum Islam Terhadap AborsiMasail Fiqhiyyah - Makalah Pandangan Hukum Islam Terhadap Aborsi
Masail Fiqhiyyah - Makalah Pandangan Hukum Islam Terhadap Aborsi
 

Ähnlich wie NIKAH SIRRI & MUT'AH

Kawin Kontrak (Mut'ah) dan Siri dalam Tinjauan Fikih Islam
Kawin Kontrak (Mut'ah) dan Siri dalam Tinjauan Fikih IslamKawin Kontrak (Mut'ah) dan Siri dalam Tinjauan Fikih Islam
Kawin Kontrak (Mut'ah) dan Siri dalam Tinjauan Fikih IslamRendra Fahrurrozie
 
PERNIKAHAN BERWALIKAN HAKIM Analisis Fikih Munakakhat dan Kompilasi Hukum Islam
PERNIKAHAN BERWALIKAN HAKIM Analisis Fikih Munakakhat dan Kompilasi Hukum IslamPERNIKAHAN BERWALIKAN HAKIM Analisis Fikih Munakakhat dan Kompilasi Hukum Islam
PERNIKAHAN BERWALIKAN HAKIM Analisis Fikih Munakakhat dan Kompilasi Hukum IslamIAIN Tulungagung
 
Makalah Agama tentang Nikah-Siri
Makalah Agama tentang Nikah-SiriMakalah Agama tentang Nikah-Siri
Makalah Agama tentang Nikah-SiriIr. Zakaria, M.M
 
Makalah pendidikan agama islam 2
Makalah pendidikan agama islam 2Makalah pendidikan agama islam 2
Makalah pendidikan agama islam 2tyasputri9
 
Makalah pendidikan agama islam 2
Makalah pendidikan agama islam 2Makalah pendidikan agama islam 2
Makalah pendidikan agama islam 2tyasputri9
 
HUKUM PERKAWINAN ISLAM DAN HUKUM KEWARISAN ISLAM.pptx
HUKUM PERKAWINAN ISLAM DAN HUKUM KEWARISAN ISLAM.pptxHUKUM PERKAWINAN ISLAM DAN HUKUM KEWARISAN ISLAM.pptx
HUKUM PERKAWINAN ISLAM DAN HUKUM KEWARISAN ISLAM.pptxnuradam15
 
Konsep kafa’ah, syarat dan rukun nikah, mahar
Konsep kafa’ah, syarat dan rukun nikah, maharKonsep kafa’ah, syarat dan rukun nikah, mahar
Konsep kafa’ah, syarat dan rukun nikah, maharEloknadlifah
 
Konsep kafa’ah, syarat dan rukun nikah, mahar
Konsep kafa’ah, syarat dan rukun nikah, maharKonsep kafa’ah, syarat dan rukun nikah, mahar
Konsep kafa’ah, syarat dan rukun nikah, maharikafia maulidia
 
5. Prosesi pernikahan.pptx
5. Prosesi pernikahan.pptx5. Prosesi pernikahan.pptx
5. Prosesi pernikahan.pptxwindajubaidah2
 
Jasa nikah siri jawa barat
Jasa nikah siri jawa baratJasa nikah siri jawa barat
Jasa nikah siri jawa baratJasaNikahSiri1
 
Siapakah wali hakim dalam nikah
Siapakah wali hakim dalam nikahSiapakah wali hakim dalam nikah
Siapakah wali hakim dalam nikahMuhsin Hariyanto
 

Ähnlich wie NIKAH SIRRI & MUT'AH (20)

Kawin Kontrak (Mut'ah) dan Siri dalam Tinjauan Fikih Islam
Kawin Kontrak (Mut'ah) dan Siri dalam Tinjauan Fikih IslamKawin Kontrak (Mut'ah) dan Siri dalam Tinjauan Fikih Islam
Kawin Kontrak (Mut'ah) dan Siri dalam Tinjauan Fikih Islam
 
Saksi nikah
Saksi nikahSaksi nikah
Saksi nikah
 
A
AA
A
 
Fiqh munakahat
Fiqh munakahatFiqh munakahat
Fiqh munakahat
 
PERNIKAHAN BERWALIKAN HAKIM Analisis Fikih Munakakhat dan Kompilasi Hukum Islam
PERNIKAHAN BERWALIKAN HAKIM Analisis Fikih Munakakhat dan Kompilasi Hukum IslamPERNIKAHAN BERWALIKAN HAKIM Analisis Fikih Munakakhat dan Kompilasi Hukum Islam
PERNIKAHAN BERWALIKAN HAKIM Analisis Fikih Munakakhat dan Kompilasi Hukum Islam
 
Makalah Agama tentang Nikah-Siri
Makalah Agama tentang Nikah-SiriMakalah Agama tentang Nikah-Siri
Makalah Agama tentang Nikah-Siri
 
Makalah pendidikan agama islam 2
Makalah pendidikan agama islam 2Makalah pendidikan agama islam 2
Makalah pendidikan agama islam 2
 
Makalah pendidikan agama islam 2
Makalah pendidikan agama islam 2Makalah pendidikan agama islam 2
Makalah pendidikan agama islam 2
 
114882177 makalah-agama-nikah-siri
114882177 makalah-agama-nikah-siri114882177 makalah-agama-nikah-siri
114882177 makalah-agama-nikah-siri
 
HUKUM PERKAWINAN ISLAM DAN HUKUM KEWARISAN ISLAM.pptx
HUKUM PERKAWINAN ISLAM DAN HUKUM KEWARISAN ISLAM.pptxHUKUM PERKAWINAN ISLAM DAN HUKUM KEWARISAN ISLAM.pptx
HUKUM PERKAWINAN ISLAM DAN HUKUM KEWARISAN ISLAM.pptx
 
Konsep kafa’ah, syarat dan rukun nikah, mahar
Konsep kafa’ah, syarat dan rukun nikah, maharKonsep kafa’ah, syarat dan rukun nikah, mahar
Konsep kafa’ah, syarat dan rukun nikah, mahar
 
Konsep kafa’ah, syarat dan rukun nikah, mahar
Konsep kafa’ah, syarat dan rukun nikah, maharKonsep kafa’ah, syarat dan rukun nikah, mahar
Konsep kafa’ah, syarat dan rukun nikah, mahar
 
Pernikahan
PernikahanPernikahan
Pernikahan
 
5. Prosesi pernikahan.pptx
5. Prosesi pernikahan.pptx5. Prosesi pernikahan.pptx
5. Prosesi pernikahan.pptx
 
MATERI PAI MUNAKAHAT.pptx
MATERI PAI MUNAKAHAT.pptxMATERI PAI MUNAKAHAT.pptx
MATERI PAI MUNAKAHAT.pptx
 
Jasa nikah siri jawa barat
Jasa nikah siri jawa baratJasa nikah siri jawa barat
Jasa nikah siri jawa barat
 
PPT AGAMA.pptx
PPT AGAMA.pptxPPT AGAMA.pptx
PPT AGAMA.pptx
 
KLP 1 MUNAKAHAT.pdf
KLP 1 MUNAKAHAT.pdfKLP 1 MUNAKAHAT.pdf
KLP 1 MUNAKAHAT.pdf
 
Siapakah wali hakim dalam nikah
Siapakah wali hakim dalam nikahSiapakah wali hakim dalam nikah
Siapakah wali hakim dalam nikah
 
Pernikahan dalam islam
Pernikahan dalam islamPernikahan dalam islam
Pernikahan dalam islam
 

NIKAH SIRRI & MUT'AH

  • 1. Presentasi ke-3 NIKAH SIRRI & NIKAH MUT’AH : Definisi, Dalil, Hukum & Implikasinya Oleh: Hj. Marhamah Saleh, Lc. MA
  • 2. TA’RIF NIKAH SIRRI Kata “Sirri” berasal dari bahasa Arab, yang arti harfiyahnya, “rahasia” (secret marriage). Menurut terminologi fiqh Maliki, Nikah sirri, ialah: “Nikah yang atas pesan suami, para saksi merahasiakannya untuk isterinya atau jama’ahnya, sekalipun keluarga setempat” Ibnu Taimiyah dalam kitabnya, Ahkamu al-Zawaj, menyatakan bahwa nikah sirri adalah apabila laki-laki menikahi perempuan tanpa wali dan saksi-saksi, serta merahasiakan pernikahannya. Sehingga langsung dapat disimpulkan, bahwa pernikahan ini bathil menurut jumhur ulama. Wahbah Zuhaili menyatakan bahwa nikah sirri yakni nikah yang dirahasiakan dan hanya diketahui oleh pihak yang terkait dengan akad. Pada akad ini dua saksi, wali dan kedua mempelai diminta untuk merahasiakan pernikahan itu, dan tidak seorangpun dari mereka diperbolehkan menceritakan akad tersebut kepada orang lain.
  • 3. NIKAH SIRRI MENURUT FIQH Menurut pandangan ulama, nikah sirri terbagi menjadi dua: Pertama : Dilangsungkannya pernikahan suami istri tanpa kehadiran wali dan saksi-saksi, atau hanya dihadiri wali tanpa diketahui oleh saksi-saksi. Kemudian pihak-pihak yang hadir (suami-istri dan wali) menyepakati untuk menyembunyikan pernikahan tersebut. Menurut pandangan seluruh ulama fiqih, pernikahan yang dilaksanakan seperti ini batil. Lantaran tidak memenuhi syarat pernikahan, seperti keberadaan wali dan saksi-saksi. Ini bahkan termasuk nikah sifâh (perzinaan) atau ittikhâdzul-akhdân (menjadikan wanita atau lelaki sebagai piaraan untuk pemuas nafsu). ‫ …“ غير مسافحات ول َمتخِذات أ ّخدان‬Bukan pezina dan bukan (pula) wanita yang ٍ َ ْ ِ َ ُّ َ ٍ َ ِ َ ُ َ َْ mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya …” [al- Nisâ`/4:25]. Kedua : Pernikahan terlaksana dengan syarat-syarat dan rukun-rukun yang terpenuhi, seperti ijab, qabul, wali dan saksi-saksi. Akan tetapi, mereka (suami, istri, wali dan saksi) satu kata untuk merahasiakan pernikahan ini dari telinga masyarakat. Jumhur ulama memandang pernikahan seperti ini sah, tetapi hukumnya dilarang. Sebab, suatu perkara yang rahasia, jika telah dihadiri dua orang atau lebih, maka sudah bukan rahasia lagi. Dilarang, karena adanya perintah Rasul Saw untuk walimah dan menghilangkan unsur yang berpotensi mengundang keragu-raguan dan tuduhan tidak benar. Sedangkan kalangan ulama Malikiyah menilai pernikahan yang seperti ini batil. Karena maksud dari perintah untuk menyelenggarakan pernikahan adalah pemberitahuan, dan ini termasuk syarat sah pernikahan.
  • 4. TERMINOLOGI NIKAH SIRRI DI INDONESIA Dalam konteks masyarakat Indonesia, definisi nikah sirri ada beberapa versi: 1. Pernikahan yang dipandang sah dari segi agama (Islam), namun tidak didaftarkan ke KUA (selaku lembaga perwakilan negara dalam bidang pernikahan). 2. Pernikahan yang dilakukan tanpa kehadiran wali dari pihak perempuan. 3. Pernikahan yang sah dilakukan baik oleh agama maupun secara negara (juga tercatat di KUA), namun tidak disebarluaskan (tidak diadakan walimah/resepsi). Nikah sirri yang banyak dilakukan oleh masyarakat Muslim Indonesia yaitu pernikahan yang sah namun tidak didaftarkan ke KUA. Dalam konteks ini terminologi yang tepat adalah Nikah Sirri = Zawaj ‘Urfi = Nikah dibawah tangan.
  • 5. ZAWAJ ‘URFI Disebut nikah ‘urfi (adat) karena pernikahan ini merupakan adat dan kebiasaan yang berjalan dalam masyarakat muslim sejak masa Nabi Saw dan para sahabat, dimana mereka tidak perlu untuk mencatat akad pernikahan mereka tanpa ada permasalahan dalam hati mereka. Nikah ‘urfi mudah untuk dipalsu dan digugat, berbeda dengan pernikahan resmi yang sulit digugat. Faktor-faktor pendorong nikah ‘urfi: a. Problem Poligami. b. Undang-undang usia. c. Tempat tinggal yang tidak menetap. d. Faktor Harta/Mahar yang tinggi. e. Faktor Agama. Sebagian orang lebih menempuh jalan ini untuk memenuhi hasratnya bersama kekasihnya dan tidak ingin terikat dalam suatu pernikahan resmi.
  • 6. EFEK NIKAH SIRRI Diantara efek pernikahan sirri bagi anak & istri: 1. Istri tidak bisa menggugat suami, apabila ditinggalkan oleh suami. 2. Penyelesaian kasus gugatan nikah sirri, hanya bisa diselesaikan melalui hukum adat, tidak bisa di pengadilan agama. 3. Pernikahan sirri tidak termasuk perjanjian yang kuat (mītsāqan ghalīdha) karena tidak tercatat secara hukum. 4. Apabila memiliki anak, maka anak tersebut tidak memiliki status, seperti akta kelahiran. Sebab untuk memperoleh akta kelahiran, disyaratkan adanya akta nikah. 5. Istri tidak memperoleh tunjangan apabila suami meninggal, seperti tunjangan jasa raharja. Apabila suami sebagai PNS, maka istri tidak memperoleh tunjangan perkawinan dan tunjangan pensiun suami 6. Anak & istri terancam tidak mendapat hak waris, karena tidak ada bukti administrasi pernikahan.
  • 7. MANFAAT PENCATATAN (AKTA) NIKAH 1. Menjaga hak dari kesia-siaan, baik hak suami istri atau hak anak berupa nasab, nafkah, warisan dsb. Catatan resmi ini merupakan bukti otentik yang tidak bisa digugat untuk mendapatkan hak tsb. 2. Menyelesaikan persengketaan antara suami istri atau para walinya ketika mereka berselisih, karena bisa jadi salah satu diantara mereka akan mengingkari suatu hak untuk kepentingan pribadi dan pihak lainnya tidak memiliki bukti karena saksi telah tiada. Maka dengan adanya catatan ini, hal itu tidak bisa diingkari. 3. Catatan dan tulisan akan bertahan lama, sehingga sekalipun yang bertanda tangan telah meninggal dunia namun catatan masih berlaku. Oleh karena itu, para ulama menjadikan tulisan merupakan salah satu cara penentuan hukum. 4. Catatan nikah akan menjaga suatu pernikahan dari pernikahan yang tidak sah, karena akan diteliti terlebih dahulu beberapa syarat dan rukun pernikahan serta penghalang-penghalangnya. 5. Menutup pintu pengakuan dusta dalam pengadilan. Karena bisa saja sebagian orang yang hatinya rusak telah mengaku telah menikahi seorang wanita secara dusta untuk menjatuhkan lawannya dan mencemarkan kehormatan hanya karena mudahnya suatu pernikahan dengan saksi palsu.
  • 8. DALIL PELARANGAN NIKAH SIRRI  Apabila pemerintah memandang adanya undang-undang keharusan tercatatnya akad pernikahan, maka itu adalah undang-undang yang sah dan wajib bagi rakyat untuk mematuhinya dan tidak melanggarnya. QS. al-Nisa’: 59 ‫يا أَ ي ها ا ل ذي ن ءا م نوا أ َ طي عوا ا و أَ طي عوا ال ر سو ل و أ ُ و لى ا ل َم ر‬ ِ ْ ْ ِْ َ َ ُ ّ ُ ِ َ َ ُ ِ َُ َ َ ِ ّ َ ّ َ ْ ُ ِ ‫من ك م‬  Kaidah fiqh: ‫تصرف المام على الرعية منوط بالمصلحة‬  ‫لضرر ول ضرار فى اللسلم‬  Pencatatan perkawinan menjadi suatu keharusan yang dilakukan karena membawa kemaslahatan yang lebih besar bagi umat Islam. Ada kaidah fiqh ‫جلب المصالح ودرء المفالسد‬ (menarik kemaslahatan dan menolak kemudaratan). Ulama ushul fiqh mengklaim bahwa apabila ada aturan hukum yang dibuat manusia nyata maslahatnya dan tidak bertentangan dengan nash, ia dapat disebut bagian dari hukum itu sendiri.
  • 9. KESIMPULAN HUKUM NIKAH SIRRI Nikah sirri yang diartikan menurut terminologi fiqh, dilarang dan tidak sah menurut hukum Islam, karena ada unsur sirri (dirahasiakan nikahnya), yang bertentangan dengan ajaran Islam dan bisa mengundang fitnah dan tuhmah, serta dapat mendatangkan madarat/resiko berat bagi pelakunya dan keluarganya. Nikah sirri juga tidak sah menurut hukum positif, karena tidak melaksanakan ketentuan hukum munakahat yang baku dan benar, dan tidak pula diadakan pencatatan nikahnya oleh KUA. Nikah dibawah tangan hukumnya sah menurut hukum Islam sepanjang tidak motif “sirri”, karena telah memenuhi ketentuan syari’ah yang benar. Nikah dibawah tangan tidak sah menurut hukum positif, karena tidak memenuhi peraturan UU yang berlaku dalam hukum perkawinan. Nikah ‘urfi banyak mengandung persoalan (mafsadat/ mudharat). Sehingga dalam perspektif syari’at, nikah ‘urfi, walau sah secara fiqh, tetapi perlu dihindari.
  • 10. NIKAH MUT’AH Mut’ah identik dengan kata tamattu’ yang berarti bersenang-senang atau menikmati. Secara istilah, mut’ah berarti seorang laki-laki menikahi seorang wanita dengan memberikan sejumlah harta tertentu dalam waktu tertentu, pernikahan ini akan berakhir sesuai dengan batas waktu yang telah ditentukan tanpa talak serta tanpa kewajiban memberi nafkah atau tempat tinggal dan tanpa adanya saling mewarisi antara keduanya jika meninggal sebelum berakhirnya masa nikah mut’ah itu. Nikah Mut’ah disebut juga pernikahan sementara (al-zawaj al-mu`aqqat). Menurut Sayyid Sabiq, dinamakan mut’ah karena laki-lakinya bermaksud untuk bersenang-senang sementara waktu saja. Dalam nikah mut’ah, jangka waktu perjanjian pernikahan (ajal) dan besarnya mahar yang harus diberikan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan yang hendak dinikahi (mahr, ajr), dinyatakan secara spesifik dan eksplisit. Tujuan nikah mut’ah adalah kenikmatan seksual (istimta’), sehingga berbeda dengan tujuan penikahan permanen, yaitu prokreasi (taulid an- nasl). Pihak laki-laki tidak berkewajiban menyediakan kebutuhan sehari-hari (nafaqah) untuk istri sementaranya, sebagaimana yang harus ia lakukan dalam pernikahan permanen. Sejalan dengan itu, pihak istri juga mempunyai kewajiban yang sedikit untuk mentaati suami, kecuali dalam urusan seksual.
  • 11. HUKUM NIKAH MUT’AH Pada awal perjalanan Islam, nikah mut’ah memang dihalalkan, ‫كن ا نغزو مع رسلول الل صلا ى الل عليه وسلم ليس لن ا نس اء فقلن ا أل نستخص ي فنه ان ا‬ َ‫ْلُ مَّ اَ ِصْ ْلُ اَ اَ اَ ْلُ يِ مَّ اَمَّ مَّ اَاَ ِصْ يِ اَ اَمَّ اَ اَ ِصْ اَ اَ اَ يِ اَ ٌ اَ ْلُ ِصْ اَ اَ اَ اَ ِصْ اَ ِصْ يِ اَ اَ اَ ا‬ ُ‫ْل‬ ِ‫ ي‬ ِ‫ ي‬ َّ‫اَ ِصْ اَ يِ اَ ْلُ مَّ اَ مَّ اَ اَ اَ اَ ِصْ اَ ِصْ يِ اَ ِصْ اَ ِصْاَ اَ يِ مَّ ِصْ يِ يِاَ اَج ث ٍ ْلُ مَّ اَ اَاَ اَ ِصْ ْلُ م‬ ‫عن ذلك ثم رخص لن ا أن ننكح المرأة ب الثلوب إلا ى أ اَل ثم قرأ عبد الل‬ ‫ي ا أيه ا الذين آمنلوا ل تحرملوا طيب ات م ا أحل الل لكم ول تعتدوا إن الل ل يحب المعتدين‬ Kami pergi berperang bersama Rasulullah saw. tanpa membawa istri lalu kami bertanya: Bolehkah kami mengebiri diri? Beliau melarang kami melakukan itu kemudian memberikan rukhsah untuk menikahi wanita dengan pakaian sebagai mahar selama tempo waktu tertentu lalu Abdullah membacakan ayat tsb. (HR. BukhariMuslim). Hadits dari Jabir bin Abdillah dan Salamah bin ‘Akwa berkata: Pernah kami dalam sebuah peperangan, lalu datang kepada kami Rasul Saw ِ‫ يِ مَّ اَ ْلُ اَ مَّ اَمَّ مَّ اَاَ ِصْ يِ اَ اَمَّ اَ اَ ِصْ اَ يِ اَ اَ ْلُ ِصْ اَ ِصْ اَ ِصْ اَ ِصْ يِ ْلُ اَ ِصْ يِ م ِصْع اَ ِّ اَ ي‬ ‫إن رسلول الل صلا ى الل عليه وسلم قد أذن لكم أن تستمتعلوا يعن ي ْلُت اَة النس اء‬ ُ‫ْل‬ ِ‫ ي‬ Telah diizinkan bagi kalian nikah mut’ah maka sekarang mut’ahlah. Namun hukum ini telah dimansukh/dihapus dengan larangan Rasul Saw untuk menikah mut’ah. Para ulama berselisih pendapat kapan diharamkannya nikah mut’ah tersebut. Pendapat yang lebih rajih bahwa nikah mut’ah diharamkan pada saat fathu makkah tahun 8 Hijriyah.
  • 12. HUKUM NIKAH MUT’AH al-Imam an-Nawawi dalam kitabnya Syarh Shahih Muslim: ‫وال ص واب ا ل م خ تار أَ نّ ال ت ح ريم وا ل با حة كا نا م ر ت ي ن، و كا ن ت حَ ل ل قَ بل‬ ْ ً َ ْ َ َ َ ِ ْ َ ّ َ َ َ َ َ ِْ َ ِ ْ ّ َْ ُ ْ َ ّ َ ‫خ ي بر ، ث م ح ر م ت ي وم خ ي بر، ث م أ ُ بي ح ت ي وم ف تح م كة وَ ه و ي وم‬ ْ َ َ ُ ّ َ َْ ْ َ ْ َ ِ ّ ُ ََْ ْ َ ْ َ ّ ُ ّ ُ ََْ ‫أَ و طاس، ل ت صا ل ه ما، ث م ح ر م ت ي وم ئ ذ ب عد ث ل ثة أَ يام ت ح ري ما‬ ً ِ ْ َ ّ َ َ َ ْ َ ٍ ِ ْ َ ْ َ ّ ُ ّ ُ َ ِ ِ َ ّ ِ َ ْ ‫م ؤ ب دا إِ لى ي وم ا ل ق يا مة، وا س ت م ر ال ت ح ريم‬ ِ ْ ّ ّ َ َْ َ َ َِ ْ ْ َ َ ً َّ ُ “yang benar dalam masalah nikah mut’ah ini adalah bahwa pernah dibolehkan dan kemudian diharamkan sebanyak dua kali; yakni dibolehkan sebelum perang Khaibar, tapi kemudian diharamkan ketika perang Khaibar. Kemudian dibolehkan selama tiga hari ketika fathu Makkah, atau hari perang Authas, kemudian setelah itu diharamkan untuk selamanya sampai hari kiamat”. Alasan kenapa ketika itu dibolehkan melaksanakan nikah mut’ah, karena ketika itu dalam keadaan perang yang jauh dari istri, sehingga para sahabat yang ikut perang merasa sangat berat. Dan lagi pada masa itu masih dalam masa peralihan dari kebiasaan zaman jahiliyah. Jadi wajar jika Allah memberikan keringanan (rukhshah) bagi para sahabat ketika itu.
  • 13. HUKUM NIKAH MUT’AH Ada pendapat yang membolehkan nikah mut’ah ini berdasarkan fatwa sahabat Ibnu Abbas r.a., padahal fatwa tersebut telah direvisi oleh Ibnu Abbas sendiri. ‫وقد روي عن بعض الصحابة وبعض التابعين أن زواج المتعة حلل، واشتهر‬ ‫ذلك عن ابن عباس رضي ا عنه، وفي تهذيب السنن : وأما ابن عباس فانه‬ ‫سلك هذا المسلك في إباحتها عند الحاجة والضرورة، ولم يبحها مطلقا، فلما‬ ‫بلغه إكثار الناس منها رجع . فقال ابن عباس : ) إنا لله وإنا إليه راجعون (! وا‬ ‫ما بهذا أفتيت، ول هذا أردت، ول أحللت إل مثل ما أحل ا الميتة والدم ولحم‬ . ‫الخنزير، وما تحل إل للمضطر، وما هي إل كالميتة والدم ولحم الخنزير‬ Diriwayatkan dari beberapa sahabat dan beberapa tabi’in bahwa nikah mut’ah hukumnya boleh, dan yang paling populer pendapat ini dinisbahkan kepada sahabat Ibnu Abbas r.a., dan dalam kitab Tahzhib as-Sunan dikatakan: sedangkan Ibnu Abbas membolehkan nikah mut’ah ini tidaklah secara mutlak, akan tetapi hanya ketika dalam keadaan dharurat. Akan tetapi ketika banyak yang melakukannya dengan tanpa mempertimbangkan kedharuratannya, maka ia merevisi pendapatnya tersebut. Ia berkata: “inna lillahi wainna ilaihi raji’un, demi Allah saya tidak memfatwakan seperti itu (hanya untuk kesenangan belaka), tidak seperti itu yang saya inginkan. Saya tidak menghalalkan nikah mut’ah kecuali ketika dalam keadaan dharurat, sebagaimana halalnya bangkai, darah dan daging babi ketika dalam keadaan dharurat, yang asalnya tidak halal kecuali bagi dalam keadaan dharurat. Nikah mut’ah itu sama seperti bangkai, darah, dan daging babi, yang awalnya haram hukumnya, tapi ketika dalam keadaan dharurat maka hukumnya menjadi boleh”
  • 14. Pandangan Kaum Syi’ah (Itsna ‘Asy’ariyah) Dasar legitimasi kaum Syi’ah terhadap nikah muth’ah adalah al- Qur’an surat an-Nisa’ ayat 24: ‫فم ا استمتعتم به منهن فتآتلوهن أجلورهن فريضة‬ ً َ‫اَ اَ ِصْ اَ ِصْ اَ ِصْ ْلُ ِصْ يِ يِ يِ ِصْ ْلُ مَّ اَ ْلُ ْلُ مَّ ْلُ ْلُ اَ ْلُ مَّ اَ يِ ا‬ Dalam Tarikh al-Fiqh al-Ja’fari dijelaskan, bahwa ketika Abu Nashrah bertanya kepada Ibn Abbas tentang nikah muth’ah, Ibn Abbas menerangkan, nikah itu diperbolehkan, menurut Ibn Abbas, lengkapnya ayat itu adalah (terdapat tambahan ‫:) الى اجل مسما ى‬ ً َ‫اَ ْلُ ْلُ مَّ ْلُ ْلُ اَ ْلُ مَّ اَ يِ ا‬ ‫فم ا استمتعتم به منهن )الى اجل مسمى( فتآتلوهن أجلورهن فريضة‬ َّ‫اَ اَ ِصْ اَ ِصْ اَ ِصْ ْلُ ِصْ يِ يِ يِ ِصْ ْلُ م‬ Sahabat lain yang sependapat dengan Ibn Abbas Ibn Mas’ud, Ubay Ibn Ka’ab, dan Said Ibn Zubair. Kaum Syi’ah berpendirian bahwa praktek nikah muth’ah terdapat pada masa Nabi dan Khalifah Pertama. Baru pada periode Khalifah Kedua, yakni Khalifah Umar Ibn Khattab, nikah muth’ah dilarang.
  • 15. TUJUAN NIKAH Syariat nikah menurut Islam ini, ajaran Islam ingin melindungi para wanita untuk mendapatkan hak-haknya. Para wanita tidak dapat dipertukarkan lagi sebagaimana zaman jahiliyah. Para wanita selain harus menjalankan kewajibannya sebagai istri, juga mempunyai hak untuk diperlakukan secara baik (mu’asyarah bil ma’ruf), dan ketika suami meninggal ia juga dapat bagian dari harta warisan. Demikian tujuan nikah menurut ajaran Islam. Sedangkan nikah mut’ah adalah nikah kontrak dalam jangka waktu tertentu, sehingga apabila waktunya telah habis maka dengan sendirinya nikah tersebut bubar tanpa adanya talak. Dalam nikah mut’ah si wanita yang menjadi istri juga tidak mempunyai hak waris jika si suami meninggal. Dengan begitu, tujuan nikah mut’ah ini tidak sesuai dengan tujuan nikah menurut ajaran Islam sebagaimana disebutkan di atas, dan dalam nikah mut’ah ini pihak wanita teramat sangat dirugikan. Oleh karenanya nikah mut’ah ini dilarang oleh Islam.
  • 16. DALIL HARAMNYA NIKAH MUT’AH pendapat yang mengharamkannya dasar hukumnya sangat kuat, sebab dilandaskan di atas hadis shahih sbb. ْ‫ع ن ع ل ي ر ض ي ال ل ه ع نه قا ل : ن هى ر سو ل ال ل ه ص لى ال ل ه ع ل ي ه و س ل م عَ ن‬ َ َّ َ ِ ََْ ُ ّ َّ ِ ّ ُ ُ َ َ َ َ َ َْ ُ ّ َ ِ َ ّ َِ ْ َ َ ََْ َ َ ِ َ ُْ ْ ‫ا ل م ت ع ة عا م خ ي ب ر‬ ِ ََ ُ ّ ‫ع ن س ل م ة بن الكوع رضي ا عنه قا لَ :ر خ ص ر سو ل ال ل ه ص لى ال ل ه ع ل يْ ه‬ َّ ِ ّ ُ ُ َ َ ّ َ َ َ َ ََ ْ َ ) ‫و س ل م عا م أَ و طا س في ا ل م ت ع ة ث ل ثا ث م ن هى ع ن ها ) رواه مسلم‬ َ َْ َ َ ّ ُ ً َ َ ِ َ ُْ ْ ِ ٍ َ ْ َ َ َ َّ َ Diriwayatkan bahwa sahabat Salamah bin al-Akwa’ r.a. berkata: Rasulullah s.a.w. “ memperbolehkan nikah mut’ah selama tiga hari pada tahun Authas (ketika ditundukkannya ”Makkah, fathu Makkah) kemudian (setelah itu) melarangnya ‫عن ر بي ع ب ن س ب ر ة ا ل ج ه ن ي أ َ ن أ َ با هُ ح د ث ه أَ ن ه كا ن م ع ر سو ل ال ل ه ص لى ال ل ه‬ ُ ّ َّ ِ ّ ِ ُ َ َ َ َ َ ُ ّ ُ َّ َ َ ّ ّ َِ ُ ْ َ َ َْ ُ ْ ُ ِّ ْ‫ع ل ي ه و س ل م ف قا ل يا أ َ ي ها ال نا س إ ِ ني ق د ك ن ت أَ ذ ن ت ل ك م في ا ل س ت م تا ع م ن‬ ِ ِ َْ ِْ ِ ِ ْ ُ َ ُ ِْ ُ ُْ ْ َ ّ ُ ّ َ ّ َ َ َ َ َ َّ َ ِ ََْ ٌ‫ال ن سا ء و إ ِ ن ال ل ه ق د ح ر مَ ذ ل ك إِ لى ي و مِ ا ل ق يا م ة ف م ن كا ن ع ن د ه م ن هُ ن شَ ي ء‬ ْ ّ ِْ ُ َ ِْ َ َ ْ َ َ ِ َ َِ ْ ْ َ َ َ َِ ّ َ ْ َ َ ّ ّ َ ِ َ ّ ‫ف ل ي خ ل س بي ل ه و ل ت أ خ ذوا م ما آ ت ي ت مو ه ن ش ي ئا ) أخرجه مسلم وأبو داوود‬ ًَْ ّ ُ ُ َُْ ّ ِ ُ ُ َْ َ َ ُ َ َِ ّ َ َُْ ) ‫والنسائي وابن ماجة وأحمد وابن حبان‬ Diriwayatkan dari Rabi’ bin Sabrah r.a. sesungguhnya rasulullah s.a.w. bersabda: “wahai sekalian “ manusia, sesungguhnya aku pernah mengizinkan nikah mut’ah, dan sesungguhnya Allah telah mengharamkannya sampai hari kiamat, oleh karenanya barangsiapa yang masih mempunyai ikatan mut’ah maka segera lepaskanlah, dan jangan kalian ambil apa yang telah kalian berikan ”kepada wanita yang kalian mut’ah
  • 17. Nikah Misyar Nikah Misyar banyak ditemui di beberapa negara di Timur Tengah, seperti Saudi Arabia dan Uni Emirat Arab. Makna kawin misyar adalah “lewat dan tidak lama-lama bermukim”. Biasanya terjadi pada istri kedua atau seterusnya, dimana seorang laki-laki pergi ke pihak wanita dan wanita tidak pindah atau bersama laki-laki di rumahnya. Tujuan kawin jenis ini agar suami terbebas dari kewajiban menafkahi istri serta memberinya tempat tinggal seperti halnya terhadap istri pertama. Kawin misyar terkadang tidak tercatat (seperti ‘urfi), dan terkadang tercatat dengan disertai bukti. Biasanya pihak wanita ber-tanazul (keringanan tidak menuntut sebagian haknya) terutama menyangkut materi, kecuali dalam nafkah batin.