Metode numerik Bidang Teknik Sipil perencanaan.pdf
Survey lalu lintas kelompok 6
1. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Lalu lintas merupakan masalah penting karena lalu lintas adalah sarana untuk bergerak
dari satu tempat ke tempat yang lain. Apabila lalu lintas terganggu atau terjadi kemacetan,
maka mobilitas masyarakat juga akan mengalami gangguan. Gangguan ini dapat
menyebabkan pemborosan bahan bakar, pemborosan waktu dan dapat mengakibatkan
polusi udara. Masalah lalu lintas merupakan masalah yang sangat penting, karena masalah
ini adalah masalah sulit yang harus dipecahkan bersama. Apabila masalah lalu lintas tidak
terpecahkan, maka masyarakat sendiri yang akan menanggung kerugiannya, dan apabila
masalah ini dapat terpecahkan dengan baik, maka masyarakat sendiri yang akan mengambil
manfaatnya.
Masalah ini juga merupakan masalah lama yang sampai saat ini belum ditemukan solusi
yang tepat. Untuk itu perlu adanya kerja sama yang baik antara pemerintah dengan
masyarakat agar masalah ini cepat terselesaikan. Setiap individu berhak memikirkan
masalah ini, karena sekecil apapun peran yang diberikan oleh individu tersebut tentu akan
memberikan pengaruh yang besar bagi dunia lalu lintas agar menjadi lebih aman dan
nyaman.
Dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 1992, tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,
dijelaskan bahwa untuk keselamatan, keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas serta
memudahkan bagi pemakai jalan, maka jalan wajib dilengkapi dengan rambu-rambu lalu
lintas. Di samping itu dalam tata laksana lalu lintas upaya-upaya dalam menuntun,
mengarahkan, memperingatkan, melarang dan sebagainya atau lalu lintas yang ada dengan
sedemikian rupa agar lalu lintas dapat bergerak dengan aman, lancar dan nyaman di
sepanjang jalur lalu lintas maka dibutuhkan penggunaan rambu-rambu lalu lintas. Pada kota
yang berpenduduk dalam jumlah besar dan mempunyai kegiatan perkotaan yang sangat luas
dan intensif, maka diperlukan pelayanan transportasi berkapasitas tinggi dan ditata secara
terpadu atau dinamis. Oleh karena itu pada dasarnya transportasi merupakan derived
demand artinya permintaan akan jasa transportasi timbul dari permintaan sektor-sektor lain.
Dengan semakin majunya perkembangan pembangunan saat ini, kebutuhan akan
penggunaan jalan amatlah penting. Baik untuk masyarakat yang berada di perkotaan
2. maupun di pedesaan, terlebih dalam pemenuhan perekonomian masyarakat itu sendiri yang
nantinya diharapkan dapat menciptakan keselarasan dan kesejahteraan masyarakat sehingga
negara kita dapat maju dan dapat tercapainya tujuan pembangunan itu sendiri.
Seperti diketahui bahwa sekarang ini banyak sekali alat transportasi yang dapat
digunakan, namun alat transportasi daratlah yang banyak dan sering digunakan oleh
pemakainya. Sekarang ini pengaturan lalu lintas tidak hanya terbatas pada arus lalu lintas
saja, tetapi juga dirasakan perlu diketahui hubungan dan akibat dari adanya fasilitas-
fasilitas transportasi pada keadaan lingkungan sekitarmya, sehingga akan sesuai dengan apa
yang diingini. Menajemen lalu lintas harus dilihat sebagai bagian yang tak terpisahkan dari
teknik transportasi dimana jaringan jalan raya merupakan suatu bagian dari system
transportasi secara keseluruhan.
Untuk memenuhi hal-hal tersebut, setiap pihak- pihak yang berkaitan sangatlah dituntut
kerjasamanya yang baik. Pemerintah telah merencanakan dan meningkatkan prasarana jalan
yang sudah ada sedangkan pemakai jalan dituntut untuk menjaga dan memelihara jalan
tersebut agar tingkat pelayanan dapat terpenuhi. Selain hal diatas perlu juga fasilitas
penunjang, antara lain rambu-rambu lalu lintas, pemisah arah dsb.Pemisah arah (Median)
merupakan salah satu fasilitas yang juga berpengaruh pada karakteristik arus lalu lintas.
Penempatan median bertujuan untuk memisahkan arus dalam lalu lintas yang berlawanan.
Jalan merupakan suatu sarana transportasi yang sangat penting karena dengan jalanlah
maka daerah yang satu dapat berhubungan dengan daerah yang lainnya. Untuk menjamin
agar jalan dapat memberikan pelayanan sebagaimana yang diharapkan maka selalu
diusahakan peningkatan-penigkatan jalan itu. Dengan bertambahnya jumlah kendaraan
bermotor, hal ini menyebabkan meningkatnya jumlah arus lalu lintas dengan kemampuan
jalan yang terbatas.
Keadaan jalan yang macet bukanlah hal yang baru dialami di Kota-kota besar
khususnya di Indonesia. Hal ini diutamakan karena bertambahnya keinginan masyarakat
untuk menggunakan kendaraan-kendaraan bermotor pribadi untuk memenuhi aktivitas
kehidupannya tanpa melihat jauh dampak yang ditimbulkan. Dengan selalu bertambahnya
pengguna jalan, terutama pada jam-jam tertentu sehigga menuntut adanya peningkatan
kualitas dan kuantitas suatu jalan, untuk itulah perlu adanya penelitian mengenai kapasitas
3. jalan yang ada sehingga dapat dievaluasi dan dianalisa untuk mengantisipasi perkembangan
jumlah kendaraan dan perkembangan penduduk.
Jalan yang cukup vital dengan tipe jalan 4 lajur 2 arah, dimana ada sebagian jalan yang
menggunakan pemisah jalan permanen dan ada pula yang tidak menggunakan pemisah
jalan. Dengan kondisi jalan yang termasuk kawasan pemukiman, pertokoan, sekolahan,
rumah sakit, tempat ibadah, dan sebagainya menyebabkan lalu lintas jalan tersebut
mengalami perkembangan sesuai dengan keadaan sekitar jalan tersebut.
Daerah atau lokasi yang dijadikan objek yaitu pada jalan . Untuk mengetahui apakah
pemisah arah yang ada dijalan itu sangat berpengaruh terhadap kinerja jalan atau tidak
maka perlu adanya peninjauan terhadap median jalan yang sudah ada. Adapun berdasarkan
pada ketentuan Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, dimana diperlukan
data-data pendukung yang didapat melalui survey seperti volume lalu lintas, hambatan
samping, geometrik jalan.
4. 1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Berapa volume lalu lintas per jam tertinggi pada waktu pagi – siang – sore?
2. Berapa kapasitas setiap pendekat pada simpang bersinyal Jl. Imam Bonjol – Jl. Teuku
Umar – Jl. Teuku Umar Barat ?
1.3 MAKSUD DAN TUJUAN
1.3.1 Maksud
Maksud dari penyusunan laporan ini untuk mendapatkan nilai jam puncak
berdasarkan hasi survey lalu lintas pada simpang bersinyal Imam Bonjol – Jl. Teuku
Umar – Jl. Teuku Umar Barat .
1.3.2 Tujuan
Tujuan dari penyusunan laporan ini adalah untuk mencari data volume lalu
lintas dan mendapatkan jam puncak berdasarkan data tersebut.
5. BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 KARAKTERISTIK SINYAL LALU LINTAS
Untuk sebagian besar fasilitas jalan, kapasitas dan perilaku lalu-lintas terutama adalah
fungsi dari keadaan geometrik dan tuntutan lalu-Iintas. Dengan menggunakan sinyal,
perancang/insinyur dapat mendistribusikan kapasitas kepada berbagai pendekat melalui
pengalokasian waktu hijau pada masing- masing pendekat. Maka dari itu untuk menghitung
kapasitas dan perilaku lalu-Iintas, pertama-tama perlu ditentukan fase dan waktu sinyal
yang paling sesuai untuk kondisi yang ditinjau.
Penggunaan sinyal dengan lampu tiga-warna (hijau, kuning, merah) diterapkan untuk
memisahkan lintasan dari gerakan-gerakan lalu-lintas yang sating bertentangan dalam
dimensi waktu. Hal ini adalah keperluan yang mutlak bagi gerakan-gerakan lalu-lintas yang
datang dari jalan jalan yang saling berpotongan = konflik-konflik utama. Sinyal-sinyal
dapat juga digunakan untuk memisahkan gerakan membelok dari lalu-lintas lurus melawan,
atau untuk memisahkan gerakan lalu-lintas membelok dari pejalan-kaki yang menyeberang
= konflik-konflik kedua, lihat Gbr 2.1 di bawah.
Jika hanya konflik-konflik primer yang dipisahkan, maka adalah mungkin untuk
mengatur sinyal lampu lalu-lintas hanya dengan dua fase, masing-masing sebuah untuk
Gambar 2.1 Konflik-konflik utama dan kedua pada simpang bersinyal dengan empat lengan
6. jalan yang berpotongan, sebagaimana ditunjukan dalam Gambar 2.1. Metoda ini selalu
dapat diterapkan jika gerakan belok kanan dalam suatu simpang telah dilarang. Karena
pengaturan dua fase memberikan kapasitas tertinggi dalam beberapa kejadian, maka
pengaturan tersebut disarankan sebagai dasar dalam kebanyakan analisa lampu lalu-lintas.
Gambar 2.1 juga memberikan penjelasan tentang urutan perubahan sinyal dengan sistim
dua fase, termasuk definisi dari waktu siklus, waktu hijau dan periode antar hijau (lihat juga
Bagian 1.3).
Maksud dari periode antar hijau (IG = kuning + merah semua) di antara dua fase yang
berurutan adalah untuk:
1. Memperingatkan lalu-lintas yang sedang bergerak bahwa fase sudah berakhir.
2. Menjamin agar kendaraan terakhir pada fase hijau yang baru saja diakhiri
memperoleh waktu yang cukup untuk ke luar dari daerah konflik sebelum kendaraan
pertama dari fase berikutnya memasuki daerah yang sama.
Fungsi yang pertama dipenuhi oleh waktu kuning, sedangkan yang kedua dipenuhi oleh
waktu merah semua yang berguna sebagai waktu pengosongan antara dua fase.
Waktu merah semua dan waktu kuning pada umumnya ditetapkan sebelumnya dan
tidak berubah selama periode operasi. Jika waktu hijau dan waktu siklus juga ditetapkan
sebelumnya, maka dikatakan sinyal tersebut dioperasikan dengan cara kendali waktu tetap.
Gambar 2.2 Urutan waktu pada pengaturan sinyal denggan dua-fase.
7. Dalam sistem lama, pola waktu yang sama digunakan sepanjang hari/minggu; pada
sistim yang lebih modern, rencana waktu sinyal yang berbeda yang ditetapkan sebelumnya,
dan digunakan untuk kondisi yang berbeda pula, sebagai contoh, kondisi lalu-lintas puncak
pagi, puncak sore dan lewat puncak. Dengan tersedianya data lalu-lintas, manual ini dapat
digunakan untuk menghitung waktu-sinyal terbaik bagi setiap kondisi.
Jika pertimbangan keselamatan lalu-lintas atau pembatasan-pembatasan kapasitas
memerlukan pemisahan satu atau lebih gerakan belok kanan, maka banyaknya fase
harusditambah. Gambar 2.3 menunjukan contoh-contoh rencana fase yang berlainan untuk
keperluan tersebut. Penggunaan lebih dari dua fase biasanya akan menambah waktu siklus
dan rasio waktu yang disediakan untuk pergantian antara fase (kecuali untuk tipe tertentu
dari Sinyal aktuasi kendaraan yang terkendali). Meskipun hal ini memberi suatu
keuntungan dari sisi keselamatan lalu-lintas, pada umumnya berarti bahwa kapasitas
keseluruhan dari simpang tersebut akan berkurang.
Berangkatnya arus lalu-lintas selama waktu hijau sangat dipengaruhi oleh rencana fase
yang memperhatikan gerakan belok kanan. Jika arus belok kanan dari suatu pendekat yang
ditinjau dan/atau dari arah berlawanan terjadi dalam fase yang sama dengan arus berangkat
lurus dan belok kiri dari pendekat tersebut (seperti Kasus 1 dalam Gambar 2.3), maka arus
berangkat tersebut dianggap sebagai terlawan. Jika tidak ada arus belok kanan dari
pendekat-pendekat tersebut, atau jika arus belok kanan diberangkatkan ketika lalu-lintas
lurus dari arah berlawanan sedang menghadapi merah (seperti dalam kasus 5 dan 6 pada
Gambar 2.3), arus berangkat tersebut dianggap sebagai terlindung. Pada kasus 2 dan 3 arus
berangkat dari pendekat Utara adalah terlawan sebagian dan terlindung sebagian. Pada
kasus 4 arus berangkat dari pendekat Utara dan Selatan adalah terlindung, sedangkan dari
pendekat Timur dan Barat adalah terlawan.
9. 2.2 METODOLOGI
2.2.1 Prinsip Umum
Metodologi untuk analisa simpang bersinyal yang diuraikan di bawah ini, didasarkan
pada prinsip- prinsip utama sebagai berikut:
a. Geometri
Perhitungan dikerjakan secara terpisah untuk setiap pendekat. Satu lengan simpang
dapat terdiri lebih dari satu pendekat, yaitu dipisahkan menjadi dua atau lebih sub-
pendekat. Hal ini terjadi jika gerakan belok-kanan dan/atau belok-kiri mendapat sinyal
hijau pada fase yang berlainan dengan lalu-lintas yang lurus, atau jika dipisahkan secara
fisik dengan pulau-pulau lalu-lintas dalam pendekat.
Untuk masing-masing pendekat atau sub-pendekat lebar efektif (We) ditetapkan
dengan mempertimbangkan denah dari bagian masuk dan ke luar suatu simpang dan
distribusi dari gerakan-gerakan membelok.
Gambar 2.4 Denah simpang
10. b. Arus lalu-lintas
Perhitungan dilakukan per satuan jam untuk satu atau lebih periode, misalnya
didasarkan pada kondisi arus lalu-lintas rencana jam puncak pagi, siang dan sore. Arus
lalu-lintas (Q) untuk setiap gerakan (belok-kiri QLT, lurus QST dan belok-kanan
QRT)dikonversi dari kendaraan per-jam menjadi satuan mobil penumpang (smp) per-
jam dengan menggunakan ekivalen kendaraan penumpang (emp) untuk masing-masing
pendekat terlindung dan terlawan:
Contoh : Q = QLV + QHV × empHV + QMC × empMC
c. Model dasar
Kapasitas pendekat simpang bersinyal dapat dinyatakan sebagai berikut
C = S × g/c ………………………………………(1)
di mana : C = Kapasitas (smp/jam)
S = Arus Jenuh, yaitu arus berangkat rata-rata dari antrian dalam
pendekat selama sinyal hijau (smp/jam hijau =smp per-jam hijau).
g = Waktu hijau (det).
c = Waktu siklus, yaitu selang waktu untuk urutan perubahan sinyal
yang lengkap (yaitu antara dua awal hijau yang berurutan pada fase
yang sama)
Oleh karena itu perlu diketahui atau ditentukan waktu sinyal dari simpang agar
dapat menghitung kapasitas dan ukuran perilaku lalu-lintas lainnya.
Pada rumus (1) di atas, arus jenuh dianggap tetap selama waktu hijau. Meskipun
demikian dalam kenyataannya, arus berangkat mulai dari 0 pada awal waktu hijau dan
mencapai nilai puncaknya setelah 10-15 detik. Nilai ini akan menurun sedikit sampai
akhir waktu hijau, lihat Gambar 2.5 di bawah. Arus berangkat juga terus berlangsung
selama waktu kuning dan merah-semua hingga turun menjadi 0, yang biasanya terjadi 5
- 10 detik setelah awal sinyal merah.
11. Gambar 2.5 Arus jenuh yang diamati per selang waktu enam detik
Permulaan arus berangkat menyebabkan terjadinya apa yang disebut sebagai
'Kehilangan awal' dari waktu hijau efektif, arus berangkat setelah akhir waktu hijau
menyebabkan suatu 'Tambahan akhir' dari waktu hijau efektif, lihat Gambar 2.6. Jadi
besarnya waktu hijau efektif, yaitu lamanya waktu hijau di mana arus berangkat terjadi
dengan besaran tetap sebesar S, dapat kemudian dihitung sebagai:
Waktu Hijau Efektif = Tampilan waktu hijau - Kehilangan awal + Tambahan akhir
….(2)
12. Gambar 2.6 Model dasar untuk arus jenuh (Akcelik 1989)
Melalui analisa data lapangan dari seluruh simpang yang disurvei telah ditarik
kesimpulan bahwa rata- rata besarnya Kehilangan awal dan Tambahan akhir, keduanya
mempunyai nilai sekitar 4,8 detik. Sesuai dengan rumus (1a) di atas, untuk kasus
standard, besarnya waktu hijau efektif menjadi sama dengan waktu hijau yang
ditampilkan. Kesimpulan dari analisa ini adalah bahwa tampilan waktu hijau dan besar
arus jenuh puncak yang diamati dilapangan untuk masing-masing lokasi, dapat
digunakan pada rumus (1) di atas, untuk menghitung kapasitas pendekat tanpa
penyesuaian dengan kehilangan awal dan tambahan akhir.
Arus jenuh (S) dapat dinyatakan sebagai hasil perkalian dari arus jenuh dasar (S0)
yaitu arus jenuh pada keadaan standar, dengan faktor penyesuaian (F) untuk
penyimpangan dari kondisi sebenarnya, dari suatu kumpulan kondisi-kondisi (ideal)
yang telah ditetapkan sebelumnya
S = S0 × F1 × F2 × F3 × F4 ×….× Fn ………………………….(3)
Untuk pendekat terlindung arus jenuh dasar ditentukan sebagai fungsi dari lehar
efektif pendekat (We):
13. S0 = 600 × We ………(4)
Penyesuaian kemudian dilakukan untuk kondisi-kondisi berikut ini :
Ukuran kota CS ; jutaan penduduk
Hambatan samping SF ; kelas hambatan samping dari lingkungan jalan dan
kendaraan tak bermotor
Kelandaian G; % naik(+) atau turun (-)
Parkir P ; jarak garis henti - kendaraan parkir pertama.
Gerakan membelok RT, % belok-kanan ;LT, % belok-kiri
Untuk pendekat terlawan, keberangkatan dari antrian sangat dipengaruhi oleh
kenyataan bahwa sopir- sopir di Indonesia tidak menghormati "aturan hak jalan" dari
sebelah kiri yaitu kendaraan-kendaraan belok kanan memaksa menerobos lalu-lintas
lurus yang berlawanan. Model-model dari negara Barat tentang keberangkatan ini, yang
didasarkan pada teori "penerimaan celah" (gap - acceptance), tidak dapat diterapkan.
Suatu model penjelasan yang didasarkan pada pengamatan perilaku pengemudi telah
dikembangkan dan diterapkan dalam manual ini. Apabila terdapat gerakan belok kanan
dengan rasio tinggi, umumnya menghasilkan kapasitas-kapasitas yang lebih rendah jika
dibandingkan dengan model Barat yang sesuai. Nilai-nilai smp yang berbeda untuk
pendekat terlawan juga digunakan seperti diuraikan diatas.
Arus jenuh dasar ditentukan sebagai fungsi dari lebar efektif pendekat (We) dan
arus lalu-lintas belok kanan pada pendekat tersebut dan juga pada pendekat yang
berlawanan, karena pengaruh dari faktor- faktor tersebut tidak linier. Kemudian
dilakukan penyesuaian untuk kondisi sebenarnya sehubungan dengan Ukuran kota,
Hambatan samping, Kelandaian dan Parkir sebagaimana terdapat dalam rumus 2 di atas.
d. Penentuan waktu sinyal.
Penentuan waktu sinyal untuk keadaan dengan kendali waktu tetap dilakukan
berdasarkan metoda Webster (1966) untuk meminimumkan tundaan total pada suatu
simpang. Pertama-tama ditentukan waktu siklus ( c ), selanjutnya waktu hijau ( gi) pada
masing-masing fase ( i ).
14. WAKTU SIKLUS
c = (1,5 x LTI + 5) / (1 - ΣFRcrit) …………………(5)
di mana: c = Waktu siklus sinyal (detik)
LTI = Jumlah waktu hilang per siklus (detik)
FR = Arus dibagi dengan arus jenuh (Q/S)
FRcrit = Nilai FR tertinggi dari semua pendekat yang berangkat pada
suatu fase sinyal.
Σ(FRcrit) = Rasio arus simpang = jumlah FRcrit dari semua fase pada siklus
tersebut.
Jika waktu siklus tersebut lebih kecil dari nilai ini maka ada risiko serius akan
terjadinya lewat jenuh pada simpang tersebut. Waktu siklus yang terlalu panjang akan
menyebabkan meningkatnya tundaan rata-rata. Jika nilai E(FRcrit) mendekati atau lebih
dari 1 maka simpang tersebut adalah lewat jenuh dan rumus tersebut akan menghasilkan
nilai waktu siklus yang sangat tinggi atau negatif.
WAKTU HIJAU
gi = (c - LTI) x FRcrit, / L(FRCrit)…………..(6)
di mana: gi = Tampilan waktu hijau pada fase i (detik)
Kinerja suatu simpang bersinyal pada umumnya lebih peka terhadap kesalahan-
kesalahan dalam pembagian waktu hijau daripada terhadap terlalu panjangnya waktu
siklus. Penyimpangan kecilpun dari rasio hijau (g/c) yang ditentukan dari rumus 5 dan 6
diatas menghasilkan bertambah tingginya tundaan rata-rata pada simpang tersebut.
e. Kapasitas dan derajat kejenuhan
Kapasitas pendekat diperoleh dengan perkalian arus jenuh dengan rasio hijau (g/c)
pada masingmasing pendekat, lihat Rumus (1) di atas.
Derajat kejenuhan diperoleh sebagai:
DS = Q/C = (Q×c) / (S×g) …………….. (7)
15. f. Perilaku lalu-lintas (kualitas lalu-lintas)
Berbagai ukuran perilaku lalu-lintas dapat ditentukan berdasarkan pada arus lalu-
Iintas (Q), derajat kejenuhan (DS) dan waktu sinyal (c dan g) sebagaimana diuraikan di
bawah.
PANJANG ANTRIAN
Jumlah rata-rata antrian smp pada awal sinyal hijau (NQ) dihitung sebagai jumlah
smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (NQ1) ditambah jumlah smp yang datang
selama fase merah (NQ2).
NQ = NQ1 +NQ2 ……………….(8)
Untuk keperluan perencanaan, Manual memungkinkan untuk penyesuaian dari nilai
rata-rata ini ketingkat peluang pembebanan lebih yang dikehendaki. Panjang antrian
(QL) diperoleh dari perkalian (NQ) dengan luas rata-rata yang dipergunakan per smp
(20m2) dan pembagian dengan lebar masuk.
𝑄𝐿 = 𝑁𝑄 𝑀𝐴𝑋 𝑥
20
𝑊 𝑀𝐴𝑆𝑈𝐾
…………………………………..(9)
16. ANGKA HENTI
Angka henti (NS), yaitu jumlah berhenti rata-rata per-kendaraan (termasuk berhenti
terulang dalam antrian) sebelum melewati suatu simpang, dihitung sebagai
𝑁𝑆 = 0,9 𝑥
𝑁𝑄
𝑄𝑥𝑐
𝑥 3600 ………………………………….(10)
dimana : c = waktu siklus (det) dan Q arus lalu-lintas (smp/jam) dari pendekat yang
ditinjau.
RASIO KENDARAAN TERHENTI
Rasio kendaraan terhenti PSV , yaitu rasio kendaraan yang harus berhenti akibat
sinyal merah sebelum melewati suatu simpang, i dihitung sebagai:
PSV= min (NS,1)
dimana : NS a= angka henti dan suatu pendekat.
TUNDAAN
Tundaan pada suatu simpang dapat terjadi karena dua hal:
1. TUNDAAN LALU LINTAS (DT) karena interaksi lalu-lintas dengan gerakan
lainnya pada suatu simpang.
2. TUNDAAN GEOMETRI (DG) karena perlambatan dan percepatan saat
membelok pada suatu simpang dan/atau terhenti karena lampu merah.
Tundaan rata-rata untuk suatu pendekat j dihitung sebagai:
Dj=DTj+DGj ……………….. (12)
dimana:
Dj = Tundaan rata-rata untuk pendekat j (det/smp)
DTj = Tundaan lalu-lintas rata-rata untuk pendekat j (det/smp)
DGj = Tundaan geometri rata-rata untuk pendekat j (det/smp)
Tundaan lalu-lintas rata-rata pada suatu pendekat j dapat ditentukan dari rumus ber
ikut (didasarkan pada Akcelik 1988):
17. dimana:
DTj = Tundaan lalu-lintas rata-rata pada pendekat j (det/smp)
GR = Rasio hijau (g/c)
DS = Derajat kejenuhan
C = Kapasitas (smp/jam)
NQ1 = Jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya (Rumus 8.1 diatas).
Perhatikan bahwa hasil perhitungan tidak berlaku jika kapasitas simpang dipengaruhi
oleh faktor-faktor "luar" seperti terhalangnya jalan keluar akibat kemacetan pada bagian
hilir, pengaturan oleh polisi secara manual dsb.
Tundaan geometri rata-rata pada suatu pendekat j dapat diperkirakan sebagai berikut
DGj = (1-psv) × PT × 6 +(psv×4) ………………..(14)
dimana:
DGj = Tundaan geometri rata-rata pada pendekat j (det/smp)
Psv = Rasio kendaraan terhenti pada suatu pendekat
PT = Rasio kendaraan membelok pada suatu pendekat
Nilai normal 6 detik untuk kendaraan belok tidak berhenti dan 4 detik untuk yang
berhenti didasarkan anggapan-anggapan: 1) kecepatan = 40 km/jam; 2) kecepatan belok
tidak berhenti = 10 km/jam; 3) percepatan dan perlambatan = 1,5 m/det2; kendaraan
berhenti melambat untuk meminimumkan tundaan, sehingga menimbulkan hanya
tundaan percepatan.
2.2.2 Nilai Normal
Pada tingkat operasional (c di atas) masukan semua data yang diperlukan pada
umumnya dapat diperoleh karena perhitungan-perhitungan merujuk ke pada simpang
bersinyal yang telah ada. Tetapi untuk keperluan perancangan dan perencanaan sejumlah
anggapan harus dibuat agar dapat menerapkan prosedur-prosedur perhitungan yang
diuraikan pada Bagian 3. Pedoman awal sehubungan dengan anggapan dan nilai normal
untuk digunakan dalam kasus-kasus ini diberikan dibawah:
18. a. Arus lalu-lintas
Jika hanya arus lalu-lintas harian (LHRT) saja yang ada tanpa diketahui
distribusi lalu-lintas pada setiap jamnya, maka arus rencana per jam dapat
diperkirakan sebagai suatu persentase dari LHRT sebagai berikut:
Jika distribusi gerakan membelok tidak diketahui dan tidak dapat diperkirakan,
15% belok-kanan dan 15% belok-kiri dari arus pendekat total dapat dipergunakan
(kecuali jika ada gerakan membelok tersebut yang akan dilarang):
Nilai-nilai normal untuk komposisi lalu-lintas berikut dapat digunakan bila
tidak ada taksiran yang lebih baik:
b. Penentuan fase dan waktu sinyal
Jika jumlah dan jenis fase sinyal tidak diketahui, maka pengaturan dengan
dua-fase sebaiknya digunakan sebagai kasus dasar. Pemisahan gerakan-gerakan
belok kanan biasanya hanya dapat dipertimbangkan kalau suatu gerakan membelok
melebihi 200 smp/jam.
19. Waktu antar hijau sebaiknya ditentukan dengan menggunakan metodologi
yang diuraikan pada langkah B-2. Untuk keperluan perancangan dan simpang
simetris nilai normal berikut dapat digunakan (lihat juga langkah C dibawah):
c. Lebar pendekat
Panduan rekayasa lalu-lintas pada bagian 2.3 di bawah memberikan saran
pemilihan tipe simpang, jumlah lajur dan fase sinyal yang dapat digunakan sehagai
anggapan awal dalam analisa rinci. Untuk perencanaan simpang baru, pemilihan
sebaiknya didasarkan terutama pada pertimbangan ekonomis (bagian 2.3.3b). Untuk
analisa operasional 'simpang yang sudah ada' pemilihan terutama didasarkan pada
perilaku lalu- lintas (bagian 2.3.3c), biasanya dengan tujuan untuk memastikan agar
derajat kejenuhan pada jam puncak tidak lebih besar dari 0,75.
2.3 PANDUAN REKAYASA LALU LINTAS
2.3.1 Definisi Tipe (Jenis) Simpang Standar Dan Pola-Pola Fase Sinyal
Buku Standar Spesifikasi Perencanaan Geometrik untuk Jalan Perkotaan (Direktorat
Jenderal Bina Marga, Maret 1992) mencantumkan panduan umum untuk perencanaan
simpang sebidang. Informasi lain yang berhubungan terutama tentang marka jalan terdapat
pada huku "Produk Standar untuk Jalan Perkotaan" (Direktorat Jenderal Bina Marga,
Februari 1987).
Dokumen ini mencantumkan parameter-parameter perencanaan untuk simpang-simpang
berbagai kelas jalan, tetapi tidak menentukan jenis simpang tertentu. Sejumlah jenis jenis
simpang ditunjukkan pada Gambar 2.7 dan Tabel 2.3.2:1 dibawah untuk penggunaan
khusus pada Bagian panduan ini.
Semua jenis simpang dianggap mempunyai kereb dan trotoar yang cukup, dan
ditempatkan pada daerah perkotaan dengan hambatan samping yang sedang.
20. Semua gerakan membelok dianggap diperbolehkan dan beberapa gerakan membelok
adalah gerakan yang terus menerus (Belok kiri langsung = LTOR) jika ditunjukkan seperti
pada Tabel 2.3.2:1. Metode perhitungan rinci dalam manual ini juga memungkinkan analisa
jalan satu arah.
Pengaturan lalu-lintas (pada simpang terisolir) dengan waktu tetap dianggap
menggunakan fase sinyal seperti disarankan dalam Tabel 2.3.2:1 (lihat Gambar 2.8). Lihat
juga Bagian 2.3.5 untuk penjelasan jenis-jenis pengaturan sinyal.
Gambar 2.7 Jenis-jenis simpang empat lengan
Gambar 2.8 Jenis-jenis simpang tiga lengan
21. Gambar 2.9 Jenis – jenis rencana Ease sinyal
2.4 RINGKASAN PROSEDUR PERHITUNGAN
Bagan alir prosedur perhitungan digambarkan seperti dibawah. Berbagai langkah yang
berbeda diuraikan secara rinci dalam Bagian 3. Pada laporan ini perhitungan dilakukan
hanya sampai Kapasitas dan Derajat kejenuhan.
23. BAB III
PEMBAHASAN
3.1 INPUT DATA
Yang dimaksud dengan input adalah dapat berupa data primer yang didapatkan
dari survei pada lokasi penelitian dan data sekunder yang didapatkan dari instansi
pemerintah. Penginputan data ini terdiri atas dara kondisi geometrik, data survey
dan data kondisi lingkungan. Data masukan diperlukan dalam proses analisis data dan
analisis kinerja simpang bersinyal Jl. Imam Bonjol – Jl. Teuku Umar – Jl.Teuku Umar
Barat.
Data yang diperoleh dari hasil survei lalu lintas pada hari Senin, 18 April 2016
dengan menggunakan metode survei secara manual menggunakan handy cam. Survei
dilakukan dari pukul 07.00-16.30.
Berikut hasil dari survei lalu lintas simpang Jl. Imam Bonjol – Jl. Teuku Umar –
Jl.Teuku Umar Barat dengan format berdasarkan formulir lalu lintas simpang:
33. 3.1.1 Data Lingkungan
Dilihat dari kondisi lalu lintasnya Jl. Imam Bonjol(Jalan Mayor A dan C)
Sedangkan Jl. Teuku Umar (Jalan Minor B dan D) dimana keduanya merupakan daerah
komersil (COM) karena di sepanjang jalan tersebut banyak pertokoan dan restoran.
3.2 DATA KONDISI LALU LINTAS
3.2.1 Data Survei Volume Lalu Lintas
Data dari volume lalu lintas didapatkan dari hasil survei volume lalu lintas yang
dilakukan pada lokasi simpang Jl. Imam Bonjol – Jl. Teuku Umar – Jl.Teuku Umar
Barat.
Yang dibagi menjadi 4 segmen ruas jalan. Kendaraan digolongkan sesuai dengan
Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, yaitu terdiri dari: kendaraan
ringan/light vehicle (LV), kendaraan berat/Heavy vehicle (HV), Sepeda
motor/Motorcycle (MC), kendaraan tidak bermotor/Unmotorized (UM).
Berikut ini merupakan grafik fluktuasi volume lalu lintas kendaraan bermotor
selama 9,5 jam dari pukul 07.00-16.30.
Gambar 3.2.1.a. Fluktuasi Volume Lalu Lintas Selama 9,5 jam Pada Pendekat Mayor A
0.0
200.0
400.0
600.0
800.0
1000.0
1200.0
1400.0
1600.0
1800.0
Volume(smp/jam)
Waktu (15 mnt)
Volume Lalu Lintas
Pendekat MAYOR A
34. Gambar 3.2.1.b .Fluktuasi Volume Lalu Lintas Selama 9,5 jam Pada Pendekat Minor B
Gambar 3.2.1.c Fluktuasi Volume Lalu Lintas Selama 9,5 jam Pada Pendekat Mayor C
0.0
200.0
400.0
600.0
800.0
1000.0
1200.0
1400.0
1600.0
1800.0
Volume(smp/jam)
Waktu(15 mnt)
Volume lalulintas
Pendekat MINOR B
0.0
500.0
1000.0
1500.0
2000.0
2500.0
Volume(smp/jam)
Waktu(15 mnt)
Volume lalulintas
Pendekat MAYOR C
35. Gambar 3.2.1.d Fluktuasi Volume Lalu Lintas Selama 9,5 jam Pada Pendekat Minor D
Dari Gambar Grafik diatas dapat dilihat fluktuasi dari volume lalu lintas simpang Jl.
Imam Bonjol – Jl. Teuku Umar – Jl.Teuku Umar Barat, selama 9,5 jam serta jam puncak
(peak hour) dari masing-masing pendekat. Berikut adalah penjelasannya :
a. Pendekat Mayor A (Jl.Imam Bonjol)
Pada pendekat memiliki puncak pada pagi hari, tepatnya pada pukul 12.15-13.15
dapat dilihat dari grafik (Gambar 3.2.1 a).
b. Pendekat Minor B (Jl. Teuku Umar)
Pada pendekat ini puncak volume lalu lintas terjadi pada pagi hari pada pukul
10.00-11.00 berdasarkan grafik (Gambar 3.2.1 b).
c. Pendekat Mayor C (Jl.Imam Bonjol)
Pada pendekat ini dapat dilihat di grafik (Gambar 3.2.1.c) puncak volume lalu lintas
terjadi pada pagi hari yang interval waktunya 15.15-16.15.
d. Pendekat Minor D (Jl. Teuku UmarBarat)
Pendekat ini memiliki puncak pada pukul 11.45-12.45 pada pagi hari berdasarkan
grafik (Gambar 3.2.1 d).
0.0
500.0
1000.0
1500.0
2000.0
2500.0
volume(smp/jam)
Waktu(15 mnt)
Volume lalulintas
Pendekat MINOR D
36. Volume Puncak SMP / jam
PENDEKAT WAKTU (jam) Volume (SMP/jam)
Mayor A 12.15-13.15 1656
Minor B 10.00-11.00 1680
Mayor C 15.15-16.15 2210
Minor D 11.45-12.45 2101
Tabel 3,2,1 Volume Puncak (SMP/Jam)
Gambar 3.2.1 e Grafik Volume Puncak (SMP/Jam)
0
500
1000
1500
2000
2500
Mayor A Minor B Mayor C Minor D
37. BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Volume Puncak per jam setiap pendekat adalah:
Mayor A : 1656 SMP/jam (12.15 – 13.15)
Minor B : 1680 SMP/jam (10.00 – 11.00)
Mayor C : 2210 SMP/jam (15.15 – 16.15)
Minor D : 2101 SMP/jam (11.45 – 12.45)
Kapasitas jalan setiap pendekat adalah:
CA = 1154
CB = 1966
CC = 1085
CD = 1887
4.2 SARAN
Masukan untuk laporan ini adalah perhitungan yang lebih teliti dan waktu
pengerjaan yang lebih banyak sehingga mengurangi adanya kesalahan dan keteledoran saat
menulis laporan ini.