2. Masalah birokrasi di Indonesia?
Multidimensional; struktur yang tidak fit, budaya
pelayanan belum berkembang, profesionalisme
dan SDM yang buruk, dan lingkungan politik
yang kurang sehat
Kompleks; interaksi antar masalah yang
cenderung patologis dan menimbulkan masalah
baru yang membuat kinerjanya memburuk
Melembaga karena tidak pernah ada reformasi
yang sistimik dan konsisten
3. Struktur yang tidak cocok dengan misi
pelayanan?
Struktur birokrasi lebih berorientasi pada kontrol
dan kekuasaan dari pada pelayanan
Struktur dan prosedur tidak dirancang untuk
mempermudah interaksi antara birokrasi dengan
warganya tetapi untuk mengontrol perilaku warga dan
menjadi instrumen negara untuk mendominasi
warganya (struktur dikembangkan dengan berbasis
pada distrust)
Karena struktur dikembangkan untuk mengontrol
perilaku warga maka hirarkhi kekuasaan menyatu
dengan hirarkhi pelayanan
Distribusi kewenangan untuk penyelenggaraan satu
urusan tidak dilakukan secara utuh tetapi parsial (lihat
PP 38/2007)
4. Rasionalitas dan profesionalisme
masih sangat rendah?
Subyektivitas masih sangat kuat dan lazim
terjadi di birokrasi, profesionalisme dan
modernitas masih jauh dari harapan
Subyektivitas dalam pelayanan
Subyektivitas dalam promosi dan rekrutmen pejabat
publik
Kualitas SDM di sektor publik sangat rendah dan
diperburuk dengan sistim pembinaan yang
salah, sistim rekrutmen dan promosi yang
tertutup, tidak mendorong mobilitas antar
daerah, dan tidak berbasis kompetensi
5. Budaya dan etika pelayanan belum
berkembang
Sistim nilai, simbol, dan bahasa yang
berkembang dalam birokrasi lebih
merepresentasikan budaya kekuasaan daripada
budaya pelayanan. Birokrasi gagal membangun
empati dan kepedulian pada kepentingan publik.
Etika pelayanan sulit berkembang. Sikap
petugas tidak ramah, friendly, dan helpful
Sistim pelayanan gagal menjamin hak dan
kewajiban birokrasi dan warganya secara wajar
dan proporsional. Sistim pelayanan hanya
mengatur kewajiban warga tetapi tidak mengatur
hak-haknya.
6. Lingkungan politik
• Budaya Politik yang menghargai
profesionalisme birokrasi belum tumbuh
dengan baik. Intervensi politik dalam
birokrasi sering takterhindarkan
• Pemisahan jabatan politik dan karier
belum dilakukan secara jelas dan tegas
• Hubungan antara partai politik dengan
birokrasi publik belum tertata dengan baik
7. Apa akibatnya?
Birokrasi pelayanan gagal menyelenggarakan
pelayanan secara mudah, murah, dan menjamin
martabat dari warga pengguna
Opportunity cost untuk berhubungan dengan
birokrasi pelayanan sangat besar.
Intermediaries dan pungli dengan mudah
dijumpai dalam hampir setiap jenis pelayanan
Legitimasi dan trust semakin rendah dan
birokrasi gagal menjadi agen perubahan
8. Strategi reformasi (1)
Kebijakan reformasi birokrasi birokrasi harus
menyeluruh (holitistik), konsisten, dan visioner
Merumuskan kembali jatidiri birokrasi publik:
meredefinisi misi utama birokrasi sebagai agen
pelayanan
Audit struktur, prosedur, budaya birokrasi, dan sistim
pendidikan dan pengembangan pegawai apakah
sudah sesuai dengan misi baru sebagai agen
pelayanan dan perubahan.
Kalau hasil audit menunjukan bahwa bahwa struktur,
prosedur, budaya, dan sistim pendidikan tidak sesuai
dengan misi pelayanan dan perubahan maka
reformasi diperlukan.
9. Strategi reformasi (2)
Merumuskan visi birokrasi publik yang jelas dan
inspiring bagi semua stakeholders untuk
berubah, misalnya: birokrasi yang profesional,
bersih, melayani, imparsial, dan peduli pada
kepentingan publik.
Membuat roadmap yang secara jelas mengatur
proses transisi menuju birokrasi yang sesuai
dengan visi. Roadmap harus menjelaskan
perubahan apa saja dan siapa yang harus
melakukan untuk mewujudkan visi birokrasi.
.
10. Strategi reformasi (3)
Menyederhanakan hirarkhi kekuasaan dengan
meningkatkan kandungan ICT. Fungsi hirarkhi
sebagai instrumen kendali harus secara
bertahap diganti dengan ICT. Memisahkan
hirarkhi kekuasaan dengan prosedur pelayanan.
Menyederhanakan struktur penggajian:
mendorong penggunaan skala gaji tunggal
sebagai instrumen perbaikan kesejahteraan
PNS. Sistim penggajian harus mampu
menghargai secara wajar dan seimbang beban
dan kompetensi yang dimiliki pejabat publik.
11. Strategi reformasi (4)
Mengembangkan sistim rekrutmen dan
promosi yang terbuka, kompetitif, dan
berbasis kompentensi.
Mengembangkan sistim pengembangan
pegawai yang sesuai dengan misi
birokrasi sebagai agen pelayanan dan
perubahan. Program diklat pegawai,
termasuk prajabatan, perlu ditinjau
kembali agar sesuai dengan misi baru
12. Strategi reformasi (5)
Menjadikan administrator (ASN) sebagai profesi
yang berdiri sendiri, netral, dan berorientasi
pada kepentingan publik
Mempertegas jabatan politik dan karier.
Jabatan politik mencakup elected officials dan
political appointees. Basis dari rekrutment
jabatan politik adalah trust dan political
affiliation. Jabatan birokrasi berbasis pada
kompetensi dan karir