1. 1
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat dalam rangka peningkatan kualitas hidup, kecerdasan dan
kesejahteraan masyarakat (SDKI, 2012). Hal ini kemudian dituangkan dalam
rumusan Millenium Development Goals (MDGs) yang merupakan komitmen
global dan nasional untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat, Salah satu
tujuan MDGs adalah mengurangi kematian anak dengan target menurunkan angka
kematian anak di bawah lima tahun (balita) sebesar dua per tiga jumlahnya selama
periode tahun 1990 sampai dengan tahun 2015 artinya menurunkan dari 97 per
1000 kelahiran hidup menjadi 32 per 1000 kelahiran hidup (SDKI, 2012).
Kenyataan yang terjadi derajat kesehatan masih rendah terutama pada masyarakat
miskin yang tergambar dari masih tingginya AKI dan AKB, hal ini dipengaruhi
oleh kurangnya prilaku hidup bersih dan sehat belum membudaya pada
masyarakat yang memiliki pengetahuan dan pendidikan yang masih rendah
(Priyoto, 2015).
Tingginya kematian bayi pada usia hingga satu tahun, menunjukkan masih
rendahnya status kesehatan ibu dan bayi baru lahir, rendahnya akses dan kualitas
pelayanan kesehatan ibu dan anak (Lisnawati,2014). Kematian pada Balita
disebabkan karena berbagai Sejumlah faktor sosial-ekonomi, lingkungan, dan
biologis. Dalam kerangka kerja untuk mempelajari kematian anak di negara
berkembang yang dikembangkan oleh Mosley dan Chen (1984) menyatakan
2. 2
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
bahwa ada berbagai faktor yang secara langsung mempengaruhi kematian anak,
meliputi karakteristik ibu seperti kontaminasi lingkungan, gizi, kecelakaan, social-
ekonomi dan penyakit dimana sesungguhnya penyakit yang dihadapi dapat
dicegah dengan imunisasi (SDKI, 2012).
Upaya yang dilakukan untuk menurunkan kematian bayi dan balita antara
lain adalah meningkatkan prilaku hidup sehat, serta kepedulian terhadap
kelangsungan dan perkembangan dini anak, dan meningkatkan cakupan imunisasi
(Lisnawati, 2014). Percepatan penurunan angka kematian balita yang dilakukan
pemerintah salah satunya adalah dengan program imunisasi yang merupakan
kegiatan promotif dan preventif yang mempunyai peranan penting dalam
menurunkan angka kematian bayi dan balita ( UU RI No 36, 2009 ).
Selama beberapa tahun terakhir ini, kekhawatiran akan kembalinya
beberapa penyakit menular dan timbulnya penyakit-penyakit menular baru kian
meningkat (Kemenkes, 2017). Tingginya Bayi putus imunisasi dasar lengkap
(30%), masih terdapatnya Kasus gizi buruk, belum tercapainya Desa UCI secara
nasional 100 %, masih terjadinya kasus campak, varicela dan polio, Dengan focus
intervensi antara lain Peningkatan Kualitas dan Kuantitas tenaga kesehatan
diharapkan dapat menurunkan angka kematian Neonatal (Priyoto, 2015).
Peran seorang ibu dalam program imunisasi sangat penting, sehingga
pemahaman tentang imunisasi sangat diperlukan, perilaku seseorang atau
masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan,
tradisi, pekerjaan dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan
(Priyoto, 2015). Disamping itu, ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan, sikap,
perilaku petugas kesehatan terhadap pemberian informasi kesehatan juga akan
3. 3
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku (Priyoto, 2014). Penelitian di
kabupaten boyolali menunjukkan bahwa adanya hubungan pengetahuan dan sikap
dengan perilaku ibu dalam pemberian imunisasi dasar pada balita, sedangkan
tingkat pendidikan dan jarak rumah tidak ada hubungan dengan perilaku ibu
dalam pemberian imunisasi dasar pada balita (Ningrum, 2008). Penelitian di
Kecamatan Kuranji tahun 2015 menunjukkan bahwa terdapatnya hubungan
pengetahuan, sikap, dan motivasi ibu balita terhadap tercapainya pelaksanaan
imunisasi dasar lengkap (Triana, 2015)
Keberhasilan bayi dalam mendapatkan lima jenis imunisasi dasar (HB0,
BCG, DPT-HB, Polio, dan Campak) diukur melalui indikator imunisasi dasar
lengkap, dibandingkan periode 2008-2011, cakupan imunisasi dasar lengkap
periode tahun 2012-2015 di Indonesia mengalami penurunan (Info Datin, 2016).
Cakupan imunisasi dasar lengkap berdasarkan data rutin pada tahun 2010-2013
mencapai target Rencana Strategi (Renstra) Kementrian Kesehatan, Namun pada
tahun 2014 dan 2015 cakupan imunisasi tidak mencapai target Renstra yang di
harapkan (InfoDatin 2016). Masih adanya anggapan di masyarakat dan bahkan di
rumah tangga bahwa imunisasi dan penimbangan bayi tidak penting menjadi
tantangan bagi keberhasilan program kesehatan (Priyoto,2015). Penelitian di
Bandung menunjukkan bahwa terdapat hubungan karakteristik ibu balita (63,4%)
dan persepsi ibu balita terhadap imunisasi(64,8%) terhadap pelaksanaan imunisasi
dasar lengkap (Rustikayanti et all, 2017).
Jumlah kematian Bayi di Propinsi Sumatera Barat sebanyak 681 orang
yang tersebar di 19 Kab/Kota dengan penyumbang kematian tertinggi dari Kota
Padang sebanyak 108 orang (Profil Kesehatan Sumatera Barat, 2015). Jumlah
4. 4
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
kematian Balita di Propinsi Sumatera Barat sebanyak 856 orang yang tersebar di
19 Kab/Kota dengan penyumbang kematian tertinggi dari Kota Padang sebanyak
125 orang (Profil Kesehatan Sumatera Barat, 2015). Penelitian di padang tahun
2017 menunjukkan Tingginya angka kematian bayi disebabkan oleh beberapa
faktor yaitu faktor ibu, faktor bayi, dan pelayanan kesehatan. Faktor ibu
mencakup sosial, pendidikan rendah, pengetahuan pelayanan kesehatan dan
tingkat ekonomi rendah, umur kurang dari 20 tahun atau diatas 35 tahun
(Ilmaskal, 2016). Balita terutama bayi merupakan kelompok populasi yang sangat
rentan dengan infeksi dan serangan penyakit karena perkembangan organ dan
sistem imunitas yang belum maksimal. Kondisi ini menyebabkan banyak bayi
yang meninggal akibat serangan penyakit yang tidak tertangani dengan baik.1-3
Kematian bayi mengacu pada kematian anak di bawah usia satu tahun (Ilmaskal,
2016)
Sasaran bayi 0 - 11 bulan pada tahun 2014 adalah 102.040 bayi.
Pencapaian program Imunisasi provinsi sumatera barat pada tahun 2014 masih
ada beberapa yang belum tercapai (Profil Kesehatan Sumatera Barat, 2015).
Jangkauan Program dilihat dari cakupan imunisasi kontak pertama, yaitu Hb0:
86.62 %, BCG: 92,63 %, DPT-HB3: 86 %. Sementara itu target kontak pertama
pada tahun 2014 adalah 95%, Apabila dibandingkan pencapaian dengan target
kontak pertama terlihat belum ada satupun yang mencapai target, hal ini
disebabkan masih adanya di beberapa kalangan masyarakat mitos bahwa
imunisasi haram, Jadi untuk propinsi Sumatera Barat pada tahun 2014 cakupan
imunisasi dasar lengkap masih dibawah target yaitu baru mencapai 84,51% (Profil
Kesehatan Sumatera Barat, 2015).
5. 5
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Berdasarkan survei data awal yang dilakukan di Dinas Kesehatan Kota
Padang, wilayah kerja puskesmas belimbing merupakan cakupan imunisasi paling
rendah dari 22 puskesmas yang ada di kota padang, yakni dari 792 jumlah bayi
yang diimunisasi mendapatkan 66,6 persentase (DKK, 2015). Berdasarkan data
tersebut dapat dilihat bahwa Puskesmas Belimbing merupakan desa dengan
cakupan imunisasi paling rendah pada tahun 2015 dengan cakupan masing-masing
jenis imunisasi sebagai berikut DPTHB1 (77,4%), DPT-HB2 (78,6%), DPT-HB3
(78,0%), polio4 (73,3%), dan campak (71,2%). Berdasarkan data tersebut cakupan
imunisasi pada umumnya belum memenuhi target ≥ 80% yaitu DPT-HB, polio
dan campak (DKKPadang,2015).
Maka dari itu peneliti tertarik untuk meneliti faktor factor apa yang
berhubungan dengan kelengkapan imunisasi dasar pada bayi di wilayah kerja
puskesmas belimbing tahun 2017. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik
mengambil judul “ Analisis Faktor-faktor yang berhubungan dengan
Imunisasi Dasar Lengkap pada bayi di Wilayah kerja Puskesmas Belimbing
tahun 2017.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka adapun rumusan
masalahnya adalah bagaimana analisis faktor faktor yang berhubungan dengan
Imunisasi dasar lengkap di Wilayah Kerja Puskesmas Belimbing tahun 2017.
6. 6
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor
yang berhubungan dengan imunisasi dasar lengkap pada bayi di wilayah kerja
puskesmas Belimbing Padang.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya distribusi frekuensi umur, pengetahuan, pendidikan, pekerjaan,
sikap, dukungan Keluarga, pelayanan imunisasi, informasi Imunisasi dan
pelaksanaan imunisasi dasar lengkap di wilayah kerja puskesmas belimbing
tahun 2017
2. Diketahuinya hubungan umur terhadap imunisasi dasar lengkap pada bayi di
wilayah kerja puskesmas belimbing tahun 2017.
3. Diketahuinya hubungan pendidikan terhadap imunisasi dasar lengkap pada
bayi di wilayah kerja puskesmas belimbing tahun 2017.
4. Diketahuinya hubungan pengetahuan terhadap imunisasi dasar lengkap pada
pada bayi di wilayah kerja puskesmas belimbing tahun 2017.
5. Diketahuinya hubungan frekuensi pekerjaan terhadap imunisasi dasar lengkap
pada bayi di wilayah kerja puskesmas belimbing tahun 2017.
6. Diketahuinya hubungan frekuensi sikap terhadap imunisasi dasar lengkap
pada pada bayi di wilayah kerja puskesmas belimbing tahun 2017.
7. Diketahuinya hubungan dukungan dukungan keluarga terhadap imunisasi
dasar lengkap pada pada bayi di wilayah kerja puskesmas belimbing tahun
2017.
7. 7
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
8. Diketahuinya hubungan tingkat pelayanan imunisasi terhadap imunisasi dasar
lengkap pada bayi di wilayah kerja puskesmas belimbing tahun 2017.
1.3.3 Tujuan Khusus Kualitatif
Diketahuinya informasi mendalam upaya pelaksanaan imunisasi dasar
lengkap di wilayah kerja puskesmas belimbing tahun 2017.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Untuk Bidang Keilmuan
a. Memberi sumbangan ilmu pengetahuan tentang analisis faktor-faktor
yang berhubungan pada ibu yang mempunyai bayi ≤ 2 tahun dalam
pelaksanaan imunisasi dasar lengkap
b. Menambah referensi untuk penulisan dan penelitian berlanjut yang
berkaitan dengan analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan
pelaksanaan imunisasi dasar lengkap
1.4.2 Untuk Aplikasi di Lapangan
a. Dapat menganalisis faktor-faktor apa saja yang lebih dominan yang
berhubungan pada pelaksanaan imunisasi dasar lengkap
b. Memberikan masukan kepada pemerintah daerah terkait dengan faktor
pendukung dalam pelaksanaan imunisasi dasar lengkap
8. 8
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
1.5 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Adanya hubungan umur ibu bayi dengan pelaksanaan imunisasi dasar
lengkap pada bayi tahun 2017
2. Adanya hubungan pendidikan ibu bayi dengan pelaksanaan imunisasi
dasar lengkap pada bayi tahun 2017
3. Adanya hubungan pengetahuan ibu bayi dengan pelaksanaan imunisasi
dasar lengkap pada bayi tahun 2017
4. Adanya hubungan pekerjaan ibu bayi dengan pelaksanaan imunisasi dasar
lengkap pada bayi tahun 2017.
5. Adanya hubungan sikap dengan pelaksanaan imunisasi dasar lengkap
pada bayi tahun 2017
6. Adanya hubungan dukungan keluarga dengan pelaksanaan imunisasi dasar
lengkap pada bayi tahun 2017
7. Adanya hubungan agama dengan pelaksanaan imunisasi dasar lengkap
pada bayi tahun 2017
8. Adanya hubungan budaya dengan pelaksanaan imunisasi dasar lengkap
pada bayi tahun 2017
9. Adanya hubungan Informasi Imunisasi dengan pelaksanaan imunisasi
dasar lengkap pada bayi tahun 2017
9. 9
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Imunisasi
2.1.1 Definisi Imunisasi
Imunisasi adalah usaha untuk meningkatkan kekebalan aktif seseorang
terhadap suatu penyakit dengan memasukin vaksin dalam tubuh bayi atau anak
untuk mencegah terhadap penyakit tertentu. Sedangkan imunisasi dasar adalah
pemberian imunisasi awal untuk mencapai kadar kekebalan di atas ambang
perlindungan (Kemenkes 2017), yang dimaksud dengan imunisasi dasar menurut
Ranuh dkk adalah pemberian imunisasi BCG (1x), Hepatitis B (3x), DPT (3x),
Polio (4x) dan campak (1x) sebelum bayi berusia 1 tahun (Lisnawati, 2014).
Imunisasi termasuk salah satu jenis usaha memberikan kekebalan kepada
anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh guna membuat zat anti untuk
mencegah terhadap penyakit tertentu (Mahayu, 2014). Imunisasi merupakan suatu
program yang dengan sengaja memasukkan antigen lemah agar merangsang
antibodi keluar sehingga tubuh dapat resisten terhadap penyakit tertentu. Sistem
imun tubuh mempunyai suatu system memori (daya ingat), ketika vaksin masuk
ke dalam tubuh, maka akan dibentuk antibody untuk melawan vaksin tersebut dan
system memoi akan menyimpanya sebagai suatu pengalaman. Jika nantinya tubuh
terpapar dua atau tiga kali oleh antigen yang sama dengan vaksin maka antibodi
akan tercipta lebih cepat dan banyak walaupun antigen bersifat lebih kuat dari
vaksin yang pernah dihadapi sebelumnya (Proverawati, AP. Andhini, CSD, 2010)
10. 10
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
2.1.2 Tujuan Imunisasi
Program imunisasi bertujuan untuk memberikan kekebalan kepada bayi
agar dapat mencegah penyakit dan kematian bayi serta anak yang disebabkan oleh
penyakit yang sering berjangkit. Secara umum tujuan imunisasi adalah :
1. Melalui imunisasi, tubuh tidak mudah terserang penyakit tertentu
2. Imunisasi sangat efektif mencegah penyakit menular
3. Imunisasi menurunkan angka morbiditas (angka kesakitan) dan mortalitas
( angka kematian) pada balita (Proverawati, AP. Andhini, CSD, 2010).
2.1.3 Manfaat Imunisasi
Manfaat imunisasi bagi anak dapat mencegah penyakit cacat dan
kematian, sedangkan manfaat bagi keluarga adalah dapat menghilangkan
kecemasan dan mencegah biaya pengobatan yang tinggi bila anak sakit. Bayi dan
anak yang mendapat imunisasi dasar lengkap akan terlindungi dari beberapa
penyakit berbahaya dan akan mencegah penularan ke adik dan kakak dan teman
teman disekitarnya. dan manfaat untuk Negara adalah untuk memperbaiki tingkat
kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan
pembangunan Negara (Proverawati, AP. Andhini, CSD, 2010).
2.1.4 Prinsip – prinsip Imunisasi
Imunitas atau kekebalan, dibagi dalam dua hal, yaitu aktif dan pasif. Aktif
adalah bila tubuh anak ikut menyelenggarakan terbentuknya imunitas, sedangkan
pasif adalah apabila tubuh anak tidak bekerja membentuk kekebalan, tetapi hanya
menerimanya saja (Hidayat, 2008).
11. 11
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
1. Imunisasi aktif
Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah
dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh
memproduksi antibodi sendiri. Contohnya : imunisasi polio atau campak.
Imunisasi aktif ini dilakukan dengan vaksin yang mengandung :
a Kuman-kuman mati (misalnya : vaksin cholera – typhoid / typhus
abdomi nalis – paratyphus ABC, vaksin vertusis batuk rejan).
b Kuman-kuman hidup diperlemah (misalnya : vaksin BCG terhadap
tuberkulosis)
c Virus-virus hidup diperlemah (misalnya : bibit cacar, vaksin
poliomyelitis).
d Toxoid ( toksin, racun dari pada kuman yang dinetralisasi: toxoid difteri,
toxoid tetanus) (Hidayat, 2008).
Vaksin diberikan dengan cara disuntikkan atau per-oral melalui mulut.
maka pada pemberin vaksin tersebut tubuh akan membuat zat-zat anti
terhadap penyakit yang bersangkutan, oleh karena itu dinamakan imunisasi
aktif, kadar zatzat dapat diukur dengan pemeriksaan darah, dan oleh sebab
itu menjadi imun (kebal) terhadap penyakit tersebut. Pemberian vaksin
akan merangsang tubuh membentuk antibodi. Untuk itu dalam imunisasi
aktif terdapat empat macam kandungan yang terdapat dalam setiap
vaksinnya, antara lain :
a. Antigen merupakan bagian dari vaksin yang berfungsi sebagai zat
atau mikroba guna terjadinya semacam infeksi buatan, yang dapat
12. 12
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
berupa poli sakarida, toxoid, atau virus yang dilemahkan atau
bakteriyang dimatikan.
b Pelarut dapat berupa air steril atau berupa cairan kultur jaringan.
c Preservatif, stabiliser, dan antibiotic yang berguna untuk mencegah
tumbuhnya mikroba sekaligus untuk stabilisasi antigen.
d Adjuvans yang terdiri atas garam aluminium yang berfungsi untuk
imunogenitas antigen (Hidayat, 2008).
Keuntungan imunisasi aktif yaitu Pertahanan tubuh yang terbentuk akan
dibawa seumur hidup, Murah dan efektif, Tidak berbahaya, Reaksi yang
serius jarang terjadi (Hidayat, 2008).
2. Imunisasi Pasif
Merupakan suatu proses peningkatan kekebalan tubuh dengan cara
pemberian zat immunoglobulin, yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu
proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia (kekebalan yang di
dapat bayi dari ibu melalui placenta) atau binatang (bias ular) yang
digunakan untuk mengatasi mikroba yang sudah masuk dalam tubuh yang
terinfeksi. Contoh imunisasi pasif adalah penyuntikan ATS (Anti Tetanus
Neonatorum) pada orang yang mengalami kecelakaan. Contoh lain adalah
yang terdapat pada bayi baru lahir dimana bayi tersebut menerima berbagai
jenis antibodi dari ibunya melalui darah placenta selama masa kandungan,
misalnya antibodi terhadap campak (Proverawati, AP. Andhini, CSD, 2010)
13. 13
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
2.1.5 Jadwal Pemberian Imunisasi
Tabel 2.1 Program Pengembangan Imunisasi (PPI diwajibkan)
rekomendasi IDAI periode 2004
Vaksin
Umur pemberian Imunisasi
Bulan Tahun
Lahir1 2 3 4 5 6 9 12 15 18 2 3 5 6 10 12
Program Pengembangan Imunisasi (PPI, diwajibkan)
BCG
Hepatitis
B
1 2 3
Polio 0 1 2 3 4 5
DPT 1 2 3 4 5 6
DT
atau
TT
Campak 1 2
(Mahayu, P. 2014)
Tabel 2.2 Jadwal Pemberian dan Ulangan Imunisasi
Vaksinasi Jadwal pemberian
usia
Ulangan/Booster Imunisasi untuk
melawan
BCG Waktu Lahir - Tuberkulosis
Hepatitis B Waktu Lahir-1 dosis
1 bulan-1dosis
6 bulan-3dosis
1 tahunpada bayi
yang lahir dari ibu
denganhepatitis B
Hepatitis B
DPT dan Polio 3 bulan-dosis 1
4 bulan-dosis 2
5 bulan-dosis 3
18 bulan-booster
6 tahun-booster2
12 tahun-booster3
Dipteria, pertusis,
tetanus, dan polio.
Campak 9 bulan - Campak
(Proverawati, AP. Andhini, CSD, 2010).
2.1.6 Jenis – jenis Imunisasi Dasar
Imunisasi dasar adalah imunisasi pertama yang perlu diberikan pada semua
orang, terutama bayi dan anak sejak lahir untuk melindungi tubuhnya dari
penyakit-penyakit yang berbahaya.
14. 14
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
1. Imunisasi BCG (Bacillus Celmette Guerin)
a. Pengertian
Imunisasi BCG adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan
kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis (TBC), yaitu penyakit paru-paru
yang sangat menular (Proverawati, AP. Andhini, CSD, 2010).
b. Pemberian Imunisasi
Frekuensi pemberian imunisasi BCG adalah satu kali dan tidak perlu diulang
(boster). Sebab, vaksin BCG berisi kuman hidup sehingga antibodi yang
dihasilkannya tinggi terus. Berbeda dengan vaksin berisi kuman mati, hingga
memerlukan pengulangan (Maryunani, 2010).
c. Usia Pemberian Imunisasi
Sedini mungkin atau secepatnya, tetapi pada umumnya di bawah 2 bulan.
Jika diberikan setelah usia 2 bulan, disarankan dilakukan tes Mantoux (tuberkulin)
terlebih dahulu untuk mengetahui apakah bayi sudah kemasukan kuman
Mycobacterium Tuberculosis atau belum. Vaksinasi dilakukan bila hasil tes-nya
negative. Jika ada penderita TB yang tinggal serumah atau sering bertandang
kerumah, segera setelah lahir bayi di imunisasi BCG (Maryunani, 2010).
d. Cara Pemberian Imunisasi
Pemberian imunisasi BCG dilakukan secara Intra Cutan (IC) dengan dosis
0.05 cc menggunakan jarum pendek yang sangat halus (10 mm,ukuran
26).Sebaiknya dilakukan ketika bayi baru lahir sampai berumur 12 bulan, tetapi
sebaiknya pada umur 0-2 bulan. Hasil yang memuaskan trlihat apabila diberikan
15. 15
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
menjelang umur 2 bulan. BCG dilakukan dilengan kanan atas atau paha kanan
atas.(Depkes RI,2005)
e. Tanda Keberhasilan Imunisasi
Timbul indurasi (benjolan) kecil dan eritema (merah) di daerah bekas
suntikan setelah satu atau dua minggu kemudian,yang berubah menjadi pustule,
kemudian pecah menjadi ulkus (luka). Tidak menimbulkan nyeri dan tidak diiringi
panas (demam). Luka ini akan sembuh sendiri dan meninggalkan tanda parut.
Jikapun indurasi (benjolan) tidak timbul, hal ini tidak perlu dikhawatirkan. Karena
kemungkinan cara penyuntikan yang salah, mengingat cara menyuntikkannya
perlu keahlian khusus karena vaksin harus masuk kedalam kulit. Jadi, meskipun
benjolan tidak timbul, antibodi tetap terbentuk, hanya saja dalam kadar rendah.
Imunsasi tidak perlu diulang, karena di daerah endemi TB, infeksi alamiah akan
selalu ada. Dengan kata lain akan mendapat vaksinasi alamiah (Maryunani, 2010).
f. Efek Samping Imunisasi
Biasanya setelah suntikan BCG setelah 2 minggu akan terjadi pembengkakan
kecil merah di tempat penyuntikan dengan garis tengah 10 mm akan sembuh
sendiri denagan meninggalkan jaringan parut dengan garis tengah 3-7 mm
(Atikah,2009)
g. Kontra Indikasi Imunisasi
a) Seorang anak menderita penyakit kulit yang berat atau menahun ,seperti
eksim,furunkolis,dan sebagainya.
b) Imunisasi tidak boleh di berikan pada orang atau anak yang sedang
menderita TBC (Atikah,2009).
16. 16
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
2. Imunisasi DPT (diphtheria, pertusis, tetanus)
a. Pengertian
Imunisasi DPT merupakan imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan
kekebalan aktif terhadap beberapa penyakit berikut ini
a) Penyakit difteri, yaitu radang tenggorokan yang sangat berbahaya karena
menimbulkan tenggorokan tersumbat dan kerusakan jantung yang menyebabkan
kematian dalam beberapa hari saja.
b) Penyakit pertusis, yaitu radang paru (pernapasan), yang disebut juga batuk
rejan atau batuk 100 hari. Karena sakitnya bisa mencapai 100 hari atau 3 bulan
lebih. Gejalanya sangat khas, yaitu batuk yang bertahap, panjang dan lama disertai
bunyi “whoop”/ berbunyi dan diakhiri dengan muntah, mata dapat bengkak atau
penderita dapat meninggal karena kesulitan bernapas.
c) Penyakit tetanus, yaitu penyakit kejang otot seluruh tubuh dengan mulut
terkunci / terkancing sehingga mulut tidak bisa membuka atau dibuka (Maryunani,
2010).
Pemberian Imunisasi dan usia pemberian Imunisasi Pemberian imunisasi 3
kali (paling sering dilakukan), yaitu pada usia 2 bulan, 4 bulan dan 6 bulan.
Namun, bisa juga ditambahkan 2 kali lagi, yaitu 1 kali di usia 18 bulan dan 1 kali
di usia 5 tahun. Selanjutnya di usia 12 tahun, diberikan imunisasi TT (Maryunani,
2010).
b. Cara Pemberian Imunisasi
17. 17
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Cara pemberian imunisasi DPT adalah melalui injeksi Intramuskular.
Suntikan diberikan di paha tengah luar atau subkutan dalam dengan dosis 0,5 cc.
Pemberian vaksin DPT diberikan tiga kali mulai bayi berumur 2 bulan sampai 11
bulan dengan interval 4 minggu.(Depkes RI,2005).
c. Efek Samping Imunisasi
Biasanya, hanya gejala-gejala ringan, seperti sedikit demam (sumeng) saja
dan rewel selama 1-2 hari, kemerahan, pembengkakan, agak nyeri atau pegalpegal
pada tempat suntikan, yang akan hilang sendiri dalam beberapa hari, atau bila
masih demam dapat diberikan obat penurun panas bayi. Atau bisa juga dengan
memberikan minum cairan lebih banyak dan tidak memakaikan pakaian terlalu
banyak (Maryunani, 2010).
d. Kontra Indikasi Imunisasi
Imunisasi ini tidak boleh diberikan pada anak yang sakit parah dan menderita
penyakit kejang demam kompleks. Juga tidak boleh diberikan pada anak dengan
batuk yang diduga mungkin sedang menderita batuk rejan dalam tahap awal pada
penyakit gangguan kekebalan. Bila suntikan DPT pertama terjadi reaksi yang
berta maka sebaiknya suntukan berikut jangan diberikan DPT lagi melainkan DT
saja. Sakit batuk, filek dan demam atau diare yang sifatnya ringan, bukan
merupakan kontra indikasi yang mutlak (Atikah,2009).
3. Imunisasi Polio
a. Pengertian
Imunisasi Polio adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan
kekebalan terhadap penyakit poliomyelitis, yaitu penyakit radang yang menyerang
saraf dan dapat mengakibatkan lumpuh kaki. - Imunisasi Polio adalah imunisasi
18. 18
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit poliomyelitis yang dapat
menyebabkan kelumpuhan pada anak. (Kandungan vaksin polio adalah virus yang
dilemahkan) (Maryunani, 2010).
b. Pemberian Imunisasi
Bisa lebih dari jadwal yang telah ditentukan, mengingat adanya imunisasi
polio massal atau Pekan Imunisasi Nasional. Tetapi jumlah dosis yang berlebihan
tidak akan berdampak buruk, karena tidak ada istilah overdosis dalam imunisasi
(Maryunani, 2010).
c. Usia Pemberian Imunisasi
Waktu pemberian polio adalah pada umur bayi 0-11 bulan atau saat lahir (0
bulan), dan berikutnya pada usia bayi 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan. Kecuali saat
lahir, pemberian vaksin polio selalu dibarengi dengan vaksin DPT (Maryunani,
2010).
d. Cara Pemberian Imunisasi
Di Indonesia dipakai vaksin sabin yang diberikan melalui mulut. Imunisasi
dasar diberikan sejak anak baru lahir atau berumur beberapa hari, dan selanjutnya
setiap 4-6 minggu. Vaksin ini diberikan sebanyak 2 tetes ( 0,1 ml) langsung ke
mulut anak atau dengan sendok yang menggunakan larutan gula.Setiap membuka
vial baru harus menggunakan penetes( dopper) yang basru (Depkes RI,2005).
e. Efek Samping Imunuisasi
Pada imunisasi polio hampir tidak ada efek samping. Bila ada, mungkin
berupa kelumpuhan anggota gerak seperti pada penyakit polio sebenarnya
(Atikah,2009).
19. 19
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
f. Kontra – indikasi Imunisasi
Sebaiknya pada anak dengan diare berat atau yang sedang sakit parah, seperti
demam tinggi (diatas 38C) ditangguhkan. Pada anak yang menderita penyakit
gangguan kekebalan tidak diberikan imunisasi polio. Demikian juga anak dengan
dengan penyakit HIV/AIDS, penyakit kanker atau keganasan, sedang menjalani
pengobatan steroid dan pengobatan radiasi umum, untuk tidak diberikan imunisasi
polio (Maryunani, 2010).
g. Tingkat Kekebalan
Bisa mencekal penyakit polio hingga 90 % (Maryunani, 2010).
4. Imunisasi Campak
a. Pengertian
Imunisasi campak adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan
kekebalan aktif terhadap penyakit campak (morbili/measles). Kandungan vaksin
campak ini adalah virus yang dilemahkan. Sebenarnya, bayi sudah mendapat
kekebalan campak dari ibunya. Namun seiring bertambahnya usia, antibodi dari
ibunya semakin menurun sehingga butuh antibodi tambahan lewat pemberian
vaksin campak. Penyakit campak mudah menular, dan anak yang daya tahan
tubuhnya lemah gampang sekali terserang penyakit yang disebabkan virus morbili
ini. Namun, untungnya campak hanya diderita sekali seumur hidup. Jadi sekali
terkena campak, setelah itu biasanya tidak akan terkena lagi (Maryunani, 2010).
b. Pemberian Imunisasi
Frekuensi pemberian imunisasi campak adalah satu kali (Maryunani,2010).
c. Usia Pemberian Imunisasi
20. 20
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Imunisasi campak diberikan 1 kali pada usia 9 bulan, dan dianjurkan
pemberiannya sesuai jadwal. Selain karena antibodi dari ibu sudah menurun di
usia bayi 9 bulan, penyakit campak umumnya menyerang anak usia balita. Jika
sampai usia 12 bulan anak belum mendapatkan imunisasi campak, maka pada usia
12 bulan ini anak harus diimunisasi MMR (Measles Mumps Rubella) (Maryunani,
2010).
d. Cara Pemberian Imunisasi
Sebelum di suntikan vaksin campak terlebih dahulu dilarutkan dengan
pelarut.Kemudian disuntikan lengan kiri atas secara subkutan (Depkes RI,2005).
e. Efek Samping Imunisasi
Biasanya tidak terdapat reaksi akibat imunisasi. Mungkin terjadi demam
ringan dan terdapat efek kemerahan / bercak merah pada pipi di bawah telinga
pada hari ke 7 – 8 setelah penyuntikan. Kemungkinan juga terdapat
pembengkakan pada tempat penyuntikan (Maryunani, 2010).
f. Kontra Indikasi Imunisasi
Kontra indikasi pemberian imunisasi campak adalah anak :
a Dengan penyakit infeksi akut yang disertai demam
b Dengan penyakit gangguan kekebalan
c Dengan penyakit TBC tanpa pengobatan
d Dengan kekurangan gizi berat
e Dengan penyakit keganasan
f Dengan kerentanantinggi terhadap protein telur, kanamisin dan eritromisin
(antibiotik) (Maryunani, 2010).
21. 21
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
5. Imunisasi Hepatitis B
a. Pengertian
Imunisasi Hepatitis B adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan
kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B, yaitu penyakit infeksi yang dapat
merusak hati. Imunisasi Hepatitis B adalah imunisasi yang digunakan untuk
mencegah terjadinya penyakit hepatitis, yang kandungannya adalah HbsAg dalam
bentuk cair ) (Maryunani, 2010).
b. Pemberian Imunisasi
Frekuensi pemberian imunisasi hepatitis B adalah 3 kali (Maryunani, 2010).
c. Usia Pemberian Imunisasi
Sebaiknya diberikan 12 jam setelah lahir. Dengan syarat kondisi bayi dalam
keadaan stabil, tidak ada gangguan pada paru-paru dan jantung. Kemudian
dilanjutkan pada saat bayi berusia 1 bulan, dan usia antara 3 – 6 bulan. Khusus
bayi yang lahir dari ibu pengidap hepatitis B, selain imunisasi yang diberikan
kurang dari 12 jam setelah lahir, juga diberikan imunisasi tambahan dengan
immunoglobulin anti hepatitis B dalam waktu sebelum usia 24 jam ) (Maryunani,
2010).
d. Cara Pemberian Imunisasi
Cara pemberian imunisasi hepatitis B adalah dengan cara intramuskuler (I.M
atau i.m) di lengan deltoid atau paha anterolateral bayi (antero : otot-otot dibagian
depan, lateral : otot bagian luar). Penyuntikan dibokong tidak dianjurkan karena
bisa mengurangi efektivitas vaksin ) (Maryunani, 2010).
22. 22
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
e. Efek Samping Imunisasi
Reaksi imunisasi yang terjadi biasanya berupa nyeri pada tempat suntikan,
yang mungkin disertai dengan timbulnya rasa panas atau pembengkakan. Reaksi
ini kan menghilang dalam waktu 2 hari. Reaksi lain yang mungkin terjadi ialah
demam ringan (Atikah,2009).
f. Tanda Keberhasilan
Tidak ada tanda klinis yang dapat dijadikan patokan. Tetapi dapat dilakukan
pengukuran keberhasilan melalui pemeriksaan darah atau mengecek kadar
hepatitis B-nya setelah anak berusia setahun. Bila kadarnya diatas 1000, berarti
daya tahannya 8 tahun. Diatas 500 tahan selama 5 tahun. Diatas 200 tahan selama
3 tahun. Tetapi bila angkanya 100 maka dalam setahun akan hilang. Sementara
bila angka nol bayi harus disuntik ulang 3 kali lagi (Maryunani, 2010).
g. Kontra – Indikasi Imunisasi
Imunisasi tidak dapat diberikan kepada anak yang menderita penyakit berat.
Dapat diberikan kepada ibu hamil dengan aman dan tidak akan membahayakan
janin. Bahkan akan memberikan perlindungan kepada janin selama dalam
kandungan ibu maupun kepada bayi selama beberapa bulan setelah lahir
(Atikah,2009).
h. Tingkat Kekebalan
Cukup tinggi, antara 94 – 96. Umumnya, setelah 3 kali suntikan,lebih dari 95
% bayi mengalami respon imun yang cukup (Maryunani, 2010)
23. 23
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
2.1.7 Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi
Untuk kepentingan oprasional kejadian ikutan pasca imunisasi didefinisikan
sebagai semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan
setelah imunisasi. Kriteria WHO western pasifik untuk memilih KIPI dalam lima
kelompok penyebab yaitu :
1) Kesalahan program/ teknik pelaksanaan imunisasi
Sebagian besar kasus KIPI berhubungan dengan masalah program dan teknik
pelaksanaan imunisasi yang meliputi kesalahan program penyimpanan,
pengelolaan dan tata laksana pemberian vaksin, misalnya terjadi pada
a Dosis antigen (terlalu banyak)
b Lokasi dan cara menyuntik
c Sterilisasi semprit dan jarum suntik
d Jarum bekas pakai
e Tindakan aseptik dan antiseptic
f Kontaminasi vaksin dan peralatan suntik
g Penyimpanan vaksin
h Pemakaian sisa vaksin
i Jenis dan jumlah peralut vaksin
j Tidak memperhatikan petunjuk produsen (petunjuk pemakaian, indikasi
kontra) (Purnamaningrum,2011).
Kecurigaan terhadap kesalahan tata laksana perlu diperhatikan apabila
terdapat kecenderungan kasus KIPI berulang pada petugas yang sama.
Kecenderungan lain adalah apabila suatu kelompok populasi mendapat vaksin
dengan batch yang sama tetapi tidak terdapat masalah atau apabila sebagian
24. 24
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
populasi setempat dengan karakteristik serupa yang tidak diimunisasi tapi justru
menunjukkan masalah tersebut (Lisnawati,2014).
2) Reaksi suntikan
Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik baik
langsung maupun tidak langsung harus dicatat sebagai reaksi KIPI. Reaksi
suntikan langsung misal rasa sakit, bengkak dan kemerahan pada tempat suntikan,
sedangkan reaksi suntikan tidak langsung misalnya rasa takut, pusing dan mual
(Atikah,2009).
3) Induksi vaksin (reaksi vaksin)
Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya sudah dapat
diprediksi terlebih dahulu karena merupakan reaksi simpang vaksin dan secara
klinis biasanya ringan. Walaupun demikian dapat saja terjadi gejala klinis hebat
seperti reaksi anafilaksis sistemik dengan resiko kematian. Reaksi simpang ini
sudah teridentifikasi dengan baik dan tercantum dalam petunjuk pemakaian
tertulis oleh produsen sebagai indikasi kontra, indikasi khusus, perhatian khusus,
atau berbagai tindakan dan perhatian spesifik lainnya termasuk kemungkinan
interaksi dengan obat atau vaksin lain. Petunjuk ini harus diperhatikan dan
ditanggapi dengan baik oleh pelaksana imunisasi (Purnamaningrum,2011).
4) Faktor kebetulan (koinsiden)
Indikator faktor kebetulan ditandai dengan ditemukannya kejadian yang
sama disaat bersamaan pada kelompok populasi setempat dengan karakteristik
serupa tetapi tidak mendapat imunisasi (Lisnawati,2014).
5) Penyebab tidak diketahui
25. 25
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokkan ke
dalam salah satu penyebab maka untuk sementara dimasukkan ke dalam
kelompok ini sambil menunggu informasi lebih lanjut. Biasanya dengan
kelengkapan informasi tersebut akan dapat ditentukan kelompok penyebab KIPI
(Atikah,2009).
2.1.8 Faktor – faktor yang berhubungan dengan Prilaku Kesehatan
Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena
perilaku merupakan resultan dari berbagai factor, baik internal maupun eksternal
(linkungan). Secara garis besar besar perilaku manusia dapat dilihat dari tiga
aspek fisik, psikis, dan social. Akan tetapi dari ketiga aspek tersebut sulit untuk
ditarik garis yang tegas batas-batasnya. Secara lebih terinci prilaku manusia
sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti
pengetahuan, keinginan, kehendak, ,minat, motivasi, persepsi, sikap dan
sebagainya.(Notoatmodjo, 2010)
Beberapa teori lain yang telah dicoba untuk mengungkap determinan
perilaku dari analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku, khususnya
perilaku yang berhubungan dengan kesehatan salah satunya teori Lawrence Green
(1980). Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan.
Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua factor, yakni factor
perilaku (behaveior causes) dan factor di luar perilaku (non-behavior causes).
Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari tiga factor
(Notoatmodjo, 2010).
26. 26
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Menurut Soekidjo Notoatmodjo terdapat teori yang mengungkapkan
determinan perilaku berdasarkan analisis dari faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku khususnya perilaku kesehatan. Diantara teori tersebut adalah teori
Lawrence Green (1980), yang menyatakan bahwa perilaku seseorang
ditentukan oleh tiga faktor, yaitu :
a. Faktor-faktor Predisposisi (presidposising factor), yang terwujud dalam
pengetahuan, pendidikan, sikap, pekerjaan, pendapatan keluarga, dukungan
keluarga. kepercayaan, keyakinan nilai-nilai dan sebagainya.
b. Faktor-faktor pendukung (enabling factors) yang terwujud dalam lingkungan
fisik, tersedi atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana- sarana
kesehatan yang tercangkup dalam pelayanan kesehatan, misalnya puskesmas,
obat-obatan alat-alat kontrasepsi, jamban dan sebagainya.
c. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan
perilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang merupakan kelompok
referensi dari perilaku masyarakat (Priyoto, 2015).
2.1.9 Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan imunisasi dasar
lengkap
a. Faktor Predisposisi (Presdiposing Factors)
Faktor-faktor ini mencakup Umur, tingkat pendidikan ibu, pengetahuan ibu,
pekerjaan ibu, sikap, dan dukungan dari pihak keluarga.
1. Umur
Umur ibu merupakan faktor yang berhubungan dengan imunisasi anaknya.
Hasil penelitian Wardhana (2001) disebutkan bahwa ibu yang berumur 30 tahun
27. 27
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
atau lebih cenderung imunisasi anaknya tidak lengkap dibandingkan dengan ibu
yang berumur lebih muda. Penelitian yang lain dengan memperlakukan umur ibu
sebagai data kontinyu, menemukan bahwa status imunisasi anak semakin baik
(immunization rate) seiring dengan peningkatan umur ibu (Waldhoer, 1997).
Penelitian Rahmadewi (1994), memperoleh hasil bahwa 58% kelengkapan status
imunisasi anak terdapat pada ibu yang berumur 20-29 tahun. Sedangkan proporsi
yang hampir sama pada umur ibu 15-19 tahun sebesar 48,4%, dan umur ibu 30
tahun lebih.
2. Tingkat Pendidikan Ibu Bayi
Pendidikan adalah proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap,
dan bentuk-bentuk tingkah laku manusia di dalam masyarakat tempat ia hidup,
proses sosial, yakni orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan
terkontrol (khususnya yang datang dari sekolah), sehingga dia dapat memperoleh
atau mengalami perkembangan kemampuan sosial, dan kemampuan individu yang
optimal (Priyoto, 2014).
Pendidikan Orangtua merupakan salah satu faktor penting dalam tumbuh
kembang anak. Karena dengan pendidikan yang baik, maka orang tua dapat
menerima segala informasi dari luar terutama cara pengasuhan anak yang baik,
bagaimana menjaga kesehatan anaknya, pendidikan nya, dan sebagainya
(Soetjiningsih, 1995 dalam Adriani dan Wirjatmadi 2014)
Tingkat Pendidikan Orangtua menurut Engle et al, (1999), terutama
pendidikan wanita (Sebagai pengasuh utama dari anak), mempunyai pengaruh
yang sangat potensial terhadap kualitas pengasuhan dan perawatan anak. Wanita
yang lebih berpendidikan akan lebih baik dalam memproses informasi dan belajar
28. 28
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
untuk memperoleh pengetahuan/keahlian serta prilaku pengasuhan yang positif.
Wanita yang berpendidikan cenderung lebih baik dalam pemanfaatan fasilitas
pelayanan kesehatan begitupun dengan membawa anak ke posyandu dalam hal
penimbangan dan imunisasi (Adriani dan Wiratmadja, 2014).
Wanita sangat berperan dalam pendidikan di dalam rumah tangga. Mereka
menanamkan kebiasaan dan menjadi panutan bagi generasi yang akan datang
tentang perlakuan terhadap lingkungannya. Dengan demikian, wanita ikut
menentukan kualitas lingkungan hidup ini. Untuk dapat melaksanakan pendidikan
ini dengan baik, para wanita juga perlu berpendidikan baik formal maupun tidak
formal. Akan tetapi pada kenyataan taraf, pendidikan wanita masih jauh lebih
rendah daripada kaum pria. Seseorang ibu dapat memelihara dan mendidik
anaknya dengan baik apabila ia sendiri berpendidikan (Priyoto, 2014).
2. Tingkat Pengetahuan Ibu Bayi
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan itu terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi
melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (over behavior). Sebelum orang mengadopsi
perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang
berurutan, yakni : awareness (kesadaran), interest (tertarik), evaluation
(menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Trial
(orang telah mulai mencoba prilaku baru), adoption (subyek telah berperilaku
29. 29
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus)
(Priyoto, 2014).
Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain.
Seseorang ibu akan mengimunisasikan anaknya setelah melihat anak tetangganya
kena penyakit polio sehingga cacat karena anak tersebut belum pernah
memperoleh imunisasi polio (Priyoto, 2015).
3. Status Pekerjaan Ibu Bayi
Pekerjaan adalah sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah, pencaharian
(Priyoto, 2014). Jenis Pekerjaan yng dilakukan oleh Orangtua akan menentukan
seberapa besar sumbangan mereka terhadap keuangan rumah tangga yang
kemudian akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, begitupun juga
waktu perhatian pada balita jelas akan berkurang. Hubungan antara pekerjaan ibu
dengan kelengkapan imunisasi dasar bayi adalah jika ibu bekerja untuk mencari
nafkah maka akan berkurang kesempatan waktu dan perhatian untuk membawa
bayinya ke tempat pelayanan imunisasi, sehingga akan mengakibatkan bayinya
tidak mendapatkan pelayanan imunisasi (Adriani dan Wiratmadja, 2014).
Dewasa ini perempuan mendapat kesempatan bekerja yang semakin terbuka.
Alas an yang mendasar seseorang perempuan bekerja dengan alas an yang umum
dijumpai adalah karena kebutuhan keuangan untuk memperkaya pengalaman dan
pengetahuan pribadi, hasrat berprestasi. (Priyoto, 2014)
Bekerja merupakan usaha yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Jenis pekerjaan yang dilakukan oleh manusia beragam, tergantung dari tingkat
pengetahuan dan keterampilan yang berpengaruh pada produktivitas kerja, status
atau profesi pekerjaan juga merupakan salah satu factor yang menyebabkan hasil
30. 30
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
dari pekerjaan yang berbeda (Linda, 2003 dalam Adriani, 2014). Bertambah
luasnya lapangan kerja, semakin mendorong banyaknya kaum wanita yang
bekerja, terutama di sektor swasta. Di satu sisi berdampak positif bagi
pertambahan pendapatan, namun di sisi lain berdampak negatif terhadap
pembinaan dan pemeliharaan anak (Adriani, 2014).
5. Sikap
Merupakan reaksi atau proses ibu bayi yang terhadap pelaksanaan imunisasi
dasar lengkap. Sikap FR tidak dapat dilihat langsung tetapi hanya dapat di
tafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata
menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu.
Dalam kehidupan sehari-hari adalah merupakan reaksi yang bersifat emosional
terhadap stimulus sosial (Notoatmodjo, 2010).
6. Dukungan Keluarga
Dukungan sosial secara psikologis dipandang sebagai hal yang kompleks.
Wortman dan Dunkell-Scheffer (1987) mengidentifikasikan beberapa jenis
dukungan yang meliputi ekspresi perasaan positif, termasuk menunjukkan bahwa
seseorang diperlukan dengan rasa penghargaan yang tinggi, ekspresi persetujuan
dengan atau pemberitahuan tentang ketepatan keyakinan dan perasaan seseorang.
Ajakan untuk membuka diri dan mendiskusikan keyakinan dan sumbersumber
juga merupakan bentuk dukungan sosial (Abraham,C 2007).
Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan
faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah
fasilitas. Sikap ibu yang positif terhadap imunisasi harus mendapat konfirmasi
31. 31
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
dari suaminya dan ada fasilitas imunisasi yang mudah dicapai, agar ibu tersebut
mengimunisasi anaknya (Priyoto, 2015)
Disamping faktor fasilitas, juga diperlukan dukungan/support dari pihak lain,
misalnya suami/istri/orang tua/mertua.
b. Faktor Pendukung (Enabling Factors)
Faktor pemungkin atau pendukung (enabling) perilaku adalah fasilitas,
sarana dan prasarana atau sumber daya atau fasilitas kesehatan yang memfasilitasi
terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat, termasuk juga fasilitas pelayanan
kesehatan seperti pukesmas, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan
swasta, dan sebagainya, serta kelengkapan alat imunisasi, uang, waktu, tenaga,
dan sebagainya ( Notoatmodjo, 2010).
1. Ketersedian Sarana dan Prasarana dalam pelayanan kesehatan
Ketersedian sarana dan prasarana atau fasilitas bagi masyarakat,termasuk
juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti pukesmas, rumah sakit, poliklinik,
posyandu, polindes, pos obat desa, dokter, atau bidan praktek desa. Fasilitas ini
pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku
kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung atau faktor
pemungkinan.
2. Keterjangkauan Tempat Pelayanan Imunisasi
Salah satu faktor yang mempengaruhi pencapaian derajat kesehatan,
termasuk status kelengkapan imunisasi dasar adalah adanya keterjangkauan
tempat pelayanan kesehatan oleh masyarakat. Kemudahan untuk mencapai
pelayanan kesehatan ini antara lain ditentukan oleh adanya transportasi yang
32. 32
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
tersedia sehingga dapat memperkecil jarak tempuh, hal ini akan menimbulkan
motivasi ibu untuk datang ketempat pelayanan imunisasi (Notoadmodjo, 2010)
Menurut Lawrence W. Green (1980), Ketersediaan dan keterjangkauan
sumber daya kesehatan termasuk tenaga kesehatan yang ada dan mudah dijangkau
merupakan salah satu faktor yang member kontribusi terhadap perilaku dalam
mendapatkan pelayanan kesehatan.
Faktor pendukung lain menurut Djoko Wiyono (1997) adalah akses terhadap
pelayanan kesehatan yang berarti bahwa pelayanan kesehatan tidak terhalang oleh
keadaan geografis, keadaan geografis ini dapat diukur dengan jenis transportasi,
jarak, waktu perjalanan dan hambatan fisik lain yang dapat menghalangi
seseorang mendapat pelayanan kesehatan. Semakin kecil jarak jangkauan
masyarakat terhadap suatu tempat pelayanan kesehatan, maka akan semakin
sedikit pula waktu yang diperlukan sehingga tingkat pemanfaatan pelayanan
kesehatan meningkat.
c. Faktor Penguat (Reinforcing Factors)
Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas
kesehatan ( Notoatmodjo, 2010).
Menurut Lawrence W. Green, ketersediaan dan keterjangkauan sumber daya
kesehatan termasuk tenaga kesehatan yang ada dan mudah dijangkau merupakan
salah satu faktor yang memberi kontribusi terhadap perilaku sehat dalam
mendapatkan pelayanan kesehatan.
33. 33
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
1. Petugas Imunisasi
Petugas kesehatan untuk program imunisasi biasanya dikirim dari pihak
puskesmas, biasanya dokter atau bidan, lebih khususnya bidan desa dalam
menyampaikan informasi mengenai imunisasi. Menurut Djoko Wiyono (2000)
pasien atau masyarakat menilai mutu pelayanan kesehatan yang baik adalah
pelayanan kesehatan yang empati, respek dan tanggap terhadap kebutuhannya,
pelayanan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat, diberikan
dengan cara yang ramah pada waktu berkunjung.
Dalam melaksanakan tugasnya petugas kesehatan harus sesuai dengan mutu
pelayanan. Pengertian mutu pelayanan untuk petugas kesehatan berarti bebas
melakukan segala sesuatu secara professional untuk meningkatkan derajat
kesehatan pasien dan masyarakat sesuai dengan ilmu pengetahuan dan
keterampilan yang maju, mutu peralatan yang baik dan memenuhi standar yang
baik, komitmen dan motivasi petugas tergantung dari kemampuan mereka untuk
melaksanakan tugas mereka dengan cara yang optimal sehingga dapat
menyampaikan infrmasi kesehatan yang baik dan benar pada masyarakat (Djoko
Wiyono, 1997).
Perilaku seseorang atau masyarakat tentaang kesehatan ditentukan oleh
pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari orang atau
masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu, ketersediaan fasilitas pelayanan
kesehatan, sikap dan perilaku para petugas kesehatan dalam menyampaikan
informasi terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat
terbentuknya perilaku (Notoatmodjo, 2003 ).
34. 34
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
2. Kader Kesehatan
Kader kesehatan masyarakat adalah laki-laki atau wanita yang dipilih oleh
masyarakat untuk menangani masalah-masalah kesehatan perseorangan maupun
masyarakat serta untuk bekerja dalam hubungan yang amat dekat dengan tempat-
tempat pemberian pelayanan kesehatan (Kemenkes, 2017)
2.3 Penyelenggaraan Program Imunisasi dasar Lengkap
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab dalam
penyelenggaraan Imunisasi Program. Penyelenggaraan Program Imunisasi dasar
lengkap ditelusuri secara mendalam diantaranya di mulai dari proses pencernaan,
pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi (Kemenkes, 2017).
2.3.1 Perencanaan
Perencanaan kesehatan adalah suatu proses diagnosis penyebab masalah,
penetapan prioritas masalah dan alokasi sumber daya yang ada untuk mencapai
tujuan (Notoatmodjo, 2010)
Perencanaan Program Imunisasi Dasar Lengkap dalah program
pelaksanaan imunisasi dasar lengkap yang telah di buat oleh Pemerintah yang di
dalam nya terkait cakupan kelengkapan imunisasi dasar lengkap. (Profil kesehatan
Indonesia, 2014)
Perencanaan harus disusun secara berjenjang mulai dari puskesmas,
kabupaten/kota, provinsi dan pusat (bottom up). Perencanaan merupakan kegiatan
yang sangat penting sehingga harus dilakukan secara benar oleh petugas yang
profesional. Ketidaktepatan dalam perencanaan akan mengakibatkan
35. 35
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
terhambatnya pelaksanaan program, tidak tercapainya target kegiatan,
pemborosan keuangan negara serta hilangnya kepercayaan masyarakat.
Perencanaan Imunisasi program, meliputi:
1. Penentuan Sasaran
a. Sasaran Imunisasi Rutin
1) Bayi pada Imunisasi Dasar
Jumlah bayi lahir hidup di tingkat Provinsi dan Kabupaten
dihitung/ditentukan berdasarkan angka yang dikeluarkan oleh Kementerian
Kesehatan. Sasaran ini digunakan untuk menghitung Imunisasi Hepatitis B, BCG
dan Polio1.
Jumlah bayi baru lahir di tingkat kecamatan dan desa dapat dihitung
sebagai berikut :
Jumlah bayi yang bertahan hidup (Surviving Infant) dihitung/ditentukan
berdasarkan jumlah bayi baru lahir dikurangi dengan jumlah kematian bayi yang
didapat dari perhitungan angka kematian bayi (AKB) dikalikan dengan jumlah
bayi baru lahir. Jumlah ini digunakan sebagai sasaran Imunisasi bayi usia 2-11
bulan. (Kemenkes, 2017).
2. Perencanaan Kebutuhan Logistik
Logistik Imunisasi terdiri dari vaksin, Auto Disable Syringe dan safety
box. Ketiga kebutuhan tersebut harus direncanakan secara bersamaan dalam
jumlah yang berimbang (system bundling).
36. 36
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
a. Perencanaan Vaksin
Dalam menghitung jumlah kebutuhan vaksin, harus diperhatikan beberapa
hal, yaitu jumlah sasaran, jumlah pemberian, target cakupan 100% dan indeks
pemakaian vaksin dengan memperhitungkan sisa vaksin (stok) sebelumnya.
b. Perencanaan Auto Disable Syringe
Alat suntik yang dipergunakan dalam pemberian Imunisasi adalah alat
suntik yang akan mengalami kerusakan setelah sekali pemakaian (Auto Disable
Syringe/ADS).
Untuk Tingkat Pusat, berdasarkan sistem bundling maka perencanaan dan
penyediaanADS mengikuti jumlah vaksin dan indeks pemakaian vaksin.
c. Perencanaan Safety Box
Safety box digunakan untuk menampung alat suntik bekas pelayanan
Imunisasi sebelum dimusnahkan.
d. Perencanaan Kebutuhan Peralatan Cold Chain
Vaksin merupakan bahan biologis yang mudah rusak sehingga harus
disimpan pada suhu tertentu (pada suhu 2 s/d 8 ºC untuk vaksin sensitif beku atau
pada suhu -15 s/d -25 ºC untuk vaksin yang sensitif panas) (Kemenkes, 2017).
3. Perencanaan Pendanaan
Sumber pembiayaan untuk Imunisasi dapat berasal dari pemerintah dan
sumber pembiayaan lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Pembiayaan yang bersumber dari pemerintah berbeda-beda pada tiap
tingkat administrasi yaitu tingkat pusat bersumber dari Anggaran Pendapatan
Belanja Negara (APBN), tingkat provinsi bersumber dari APBN (dekon) dan
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) provinsi, tingkat kabupaten/kota
37. 37
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
bersumber dari APBN (tugas perbantuan) dan APBD kabupaten/kota berupa DAU
(Dana Alokasi Umum) dan DAK (Dana Alokasi Khusus). Pendanaan ini
dialokasikan dengan mengunakan formula khusus antara lain berdasarkan jumlah
penduduk, kapasitas fiskal, jumlah masyarakat miskin dan lainnya (Profil
Kesehatan Indonesia, 2014. DKK Padang, 2016)
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota bertanggung jawab menyiapkan biaya
operasional untuk pelaksanaan pelayanan Imunisasi rutin dan Imunisasi tambahan.
Biaya operasional sebagaimana dimaksud meliputi biaya:
a. transport dan akomodasi petugas.
b. bahan habis pakai.
c. penggerakan masyarakat.
d. perbaikan serta pemeliharaan peralatan rantai vaksin dan kendaraan Imunisasi.
e. distribusi logistik dari kabupaten/kota sampai ke fasilitas pelayanan kesehatan.
f. pemusnahan limbah medis Imunisasi (DKK Padang, 2016)
2.3.2 Pengorganisasian
Pengorganisasian adalah suatu kegiatan merancang dan merumuskan
struktur untuk menetapkan dan mengatur berbagai macam susunan
kegiatan/program yang dilakukan untuk mencapai tujuan yang tealh di tetapkan
(Kamus Lengkap bahasa Indonesia,2005).
Untuk terselenggaranya pelayanan Imunisasi dan surveilans KIPI, maka
setiap jenjang administrasi dan unit pelayanan dari Tingkat Pusat sampai Tingkat
Puskesmas, harus memiliki jumlah dan jenis ketenagaan yang sesuai dengan
38. 38
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
standar, yaitu memenuhi persyaratan kewenangan profesi dan mendapatkan
pelatihan kompetensi.
1. Jenis dan jumlah ketenagaan
Jenis dan jumlah ketenagaan minimal yang harus tersedia di Tingkat
Daerah adalah sebagai berikut :
a. Puskesmas
1) Puskesmas Induk
a) pengelola program Imunisasi dan KIPI
b) pengelola logistik Imunisasi
c) pelaksana Imunisasi
2) Puskesmas Pembantu
a) pelaksana Imunisasi
3) Polindes/ Poskesdes di Desa Siaga
a) pelaksana Imunisasi
b. Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta, Rumah Sakit Bersalin
1) pelaksana Imunisasi dan KIPI
2) pengelola logistik Imunisasi
c. Klinik dan Praktik Swasta
1) pelaksana Imunisasi
2) pengelola logistik Imunisasi
d. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
1) pengelola program Imunisasi dan KIPI
2) pengelola Logistik Imunisasi
39. 39
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
e. Tenaga Pengelola Program Tingkat Provinsi
1) pengelola program Imunisasi dan KIPI
2) pengelola logistik Imunisasi (Kemenkes, 2017)
Pengelola program Imunisasi bertugas merencanakan, melaksanakan,
melakukan monitoring evaluasi program Imunisasi dan monitoring KIPI serta
pencatatan pelaporan (Kemenkes, 2017). Pengelola logistik Imunisasi bertugas
untuk menyimpan, mengelola, mendistribusikan, memelihara dan melaporkan
vaksin, alat suntik, dan peralatan cold c hain serta logistik lainnya yang
dibutuhkan dalam penyelenggaraan Imunisasi (Kemenkes, 2017).
Jumlah tenaga pengelola program Imunisasi dan tenaga pengelola logistik
Imunisasi dapat lebih dari satu orang disesuaikan jumlah dan kebutuhan
ketenagaan yang ada (Info Datin, 2016). Pada kondisi tertentu misalnya jumlah
tenaga terbatas, maka dimungkinkan pengelola program Imunisasi merangkap
sebagai pengelola logistik Imunisasi (Kemenkes, 2017).
2. Peningkatan Kapasitas Petugas (Pelatihan)
Pelatihan merupakan salah satu upaya peningkatan pengetahuan, sikap dan
keterampilan petugas/pengelola Imunisasi dalam rangka meningkatkan kinerja
dan kualitas petugas. Pelatihan yang dilaksanakan dimaksud diharapkan
terakreditasi dan mempunyai sertifikat (Profil Sumbar, 2015).
2.3.3 Pelaksanaan
Imunisasi Program dapat dilaksanakan secara perorangan atau massal
dengan tetap mengacu pada prinsip dan aturan pelaksanaan (Kemenkes, 2017)
Berdasarkan tempat pelayanan, Imunisasi Program dibagi menjadi:
40. 40
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
1. Pelayanan Imunisasi di dalam gedung (komponen statis)
Untuk meningkatkan jangkauan pelayanan, Imunisasi dapat diberikan
melalui fasilitas pemerintah maupun swasta, antara lain rumah sakit pemerintah,
Puskesmas, instalasi pelayanan kesehatan di pintu masuk Negara (Kantor
Kesehatan Pelabuhan), Unit Pelayanan Kesehatan Swasta (UPKS) seperti rumah
sakit swasta, praktek dokter, praktek bidan, dan Klinik swasta. UPKS sebagai
provider/pemberi pelayanan Imunisasi wajib menggunakan vaksin yang
disediakan oleh Pemerintah dan menggunakan peralatan pelayanan serta logistik
sesuai standar (Kemenkes, 2017).
UPKS dalam penyelenggaraan Imunisasi program harus membuat MoU
atau perjanjian tertulis dengan unit/tempat pengambilan vaksin/logistik program
Imunisasi terkait pencatatan dan pelaporan hasil pelayanan dengan format yang
standar, logistik vaksin yang dipergunakan serta melakukan penanganan dan
melaporkan KIPI. Pencatatan Imunisasi pada fasilitas kesehatan sesuai dengan
buku petunjuk teknis pencatatan dan pelaporan Imunisasi, serta bertanggung
jawab menjaga kualitas vaksin, rantai dingin dan penerapan safe injection sesuai
standar dari Kementerian Kesehatan, menyediakan petugas pelaksana Imunisasi
terlatih sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan. Dalam meningkatkan
keterampilan dan mempertahankan kualitas pelaksanaan Imunisasi, Dinas
Kesehatan harus melakukan pembinaan dan supervisi kepada UPKS di
wilayahnya yang dapat didelegasikan kepada Puskesmas (Pusat Data dan
Informas Kemenkes, 2017)
41. 41
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
2. Pelayanan Imunisasi di luar gedung (komponen dinamis)
Pelayanan Imunisasi di luar gedung yang dimaksud adalah di posyandu,
pos pelayanan Imunisasi, di sekolah, atau kunjungan rumah. Dalam pemberian
Imunisasi, harus diperhatikan kualitas vaksin, pemakaian alat suntik, dan hal–hal
penting saat pemberian Imunisasi (dosis, cara dan tempat pemberian, interval
pemberian, tindakan antiseptik dan kontra indikasi) (Lisnawati, 2014).
a. Kualitas Vaksin
Seluruh Vaksin yang akan digunakan dalam pelayanan Imunisasi harus
sudah memenuhi standard WHO serta memiliki Certificate of Release (CoR) yang
dikeluarkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan. Beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam menentukan kualitas dan keamanan vaksin adalah:
1) Vaksin belum kadaluwarsa
Secara umum vaksin dapat digunakan sampai dengan akhir bulan masa
kadaluarsa vaksin.
2) Vaksin sensitif beku belum pernah mengalami pembekuan.
Apabila terdapat kecurigaan vaksin sensitif beku pernah mengalami
pembekuan, maka harus dilakukan uji kocok (shake test) terhadap vaksin tersebut.
Sebagai pembanding digunakan jenis dan nomor batch vaksin yang sama.
3) Vaksin belum terpapar suhu panas yang berlebihan.
Dalam setiap kemasan vaksin telah dilengkapi dengan alat pemantau
paparan suhu panas yang disebut Vaccine Vial Monitor (VVM).
4) Vaksin belum melampaui batas waktu ketentuan pemakaian vaksin yang telah
dibuka.
42. 42
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Vaksin yang telah dipakai pada tempat pelayanan statis bisa digunakan
lagi pada pelayanan berikutnya, sedangkan sisa pelayanan dinamis harus dibuang
(Proverawati, Andhini. 2010).
b. Pemakaian alat suntik
Untuk menghindarkan terjadinya penyebaran penyakit yang diakibatkan
oleh penggunaan berulang alat suntik bekas, maka setiap pelayanan Imunisasi
harus menggunakan alat suntik yang akan mengalami kerusakan setelah sekali
pemakaian (Auto Disable Syringe/ADS), baik untuk penyuntikan maupun
pencampuran vaksin dengan pelarut (Lisnawati, 2014)
Dalam penyelenggaraan program Imunisasi diperlukan dukungan peran
serta masyarakat. Untuk itu, diperlukan pemberian informasi melalui media cetak,
media sosial, media elektronik, dan media luar ruang, advokasi dan sosialisasi,
pembinaan kader, pembinaan kepada kelompok binaan balita dan anak sekolah,
dan/atau pembinaan organisasi atau lembaga swadaya masyarakat (Profil
kesehatan sumbar, 2015)
2.3.4 Evaluasi
Evaluasi adalah bagian integral (terpadu) dari proses manajemen, termasuk
manajemen promosi kesehatan dan Program Kesehatan, evaluasi dilakukan untuk
mengetahui apa yang telah dilakukan telah berjalan sesuai dengan rencana, apakah
semua masukan yang diperkirakan sesuai dengan kebutuhan dan apakah kegiatan
yang dilakukan member hasil dampak seperti yang diharapkan (Notoatmodjo,
2010).
43. 43
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Monitoring dan evaluasi yaitu melakukan penilaian terhadap cakupan
pelaksanaan imunisasi dasar lengkap di wilayah kerja puskesmas belimbing tahun
2017 (Kemenkes, 2017)
Tujuan dari evaluasi adalah untuk mengetahui hasil ataupun proses
kegiatan bila dibandingkan dengan target atau yang diharapkan (Mahayu, P.
2014). Beberapa macam kegiatan evaluasi dilakukan secara berkala dalam
Imunisasi. Berdasarkan sumber data, ada dua macam evaluasi:
a. Evaluasi dengan Data Sekunder
Dari angka-angka yang dikumpulkan oleh puskesmas selain dilaporkan
perlu dianalisis. Bila cara menganalisisnya baik dan teratur, akan memberikan
banyak informasi penting yang dapat menentukan kebijaksanaan program.
1) Stok Vaksin
Stok vaksin dilaporkan oleh petugas puskesmas, kabupaten dan provinsi
ke tingkat yang di atasnya untuk pengambilan atau distribusi vaksin. Grafik dibuat
menurut waktu, dapat dibandingkan dengan cakupan dan batas stok maksimum
dan minimum untuk menilai kesiapan stok vaksin menghadapi kegiatan program.
Data stok vaksin diambil dari kartu stok (Kemenkes, 2017)
2) Indeks Pemakaian Vaksin
Dari pencatatan stok vaksin setiap bulan diperoleh jumlah vial/ampul
vaksin yang digunakan. Untuk mengetahui berapa rata-rata jumlah dosis diberikan
untuk setiap vial/ampul, yang disebut indeks pemakaian vaksin (IP). Perhitungan
IP dilakukan untuk setiap jenis vaksin.
Nilai IP biasanya lebih kecil dari jumlah dosis per vial/ampul. Hasil
perhitungan IP menentukan berapa jumlah vaksin yang harus disediakan untuk
44. 44
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
tahun berikutnya. Bila hasil perhitungan IP dari tahun ke tahun untuk masing-
masing vaksin divisualisasikan, pengelola program akan lebih mudah menilai
apakah strategi operasional yang diterapkan di puskesmas sudah memperhatikan
masalah efisiensi program tanpa mengurangi cakupan dan mutu pelayanan (Pusat
Data dan Informasi Kemenkes, 2016)
3) Suhu Vaccine Refrigerator
Pencatatan suhu Vaccine Refrigerator atau freezer dilakukan setiap hari
pada grafik suhu yang tersedia untuk masing-masing unit penyimpanan vaksin
(tercantum dalam formulir 26 terlampir). Pencatatan suhu dilakukan 2 kali setiap
hari pagi dan sore hari. Dengan menambah catatan saat terjadinya peristiwa
penting pada grafik tersebut, seperti sweeping, KLB, KIPI, penggantian suku
cadang, grafik suhu ini akan menjadi sumber informasi penting ( Kemenkes,
2017)
4) Cakupan per Tahun
Untuk setiap antigen grafik cakupan per tahun dapat memberikan
gambaran secara keseluruhan tentang adanya kecendrungan:
a) Tingkat pencapaian cakupan Imunisasi.
b) Indikasi adanya masalah.
c) Acuan untuk memperbaiki kebijaksanaan atau strategi yang perlu diambil untuk
tahun berikutnya (Pusat Data dan Informasi Kemnkes, 2016)
b. Evaluasi dengan Data Primer
1) Survei Cakupan (Coverage Survey)
Tujuan utama adalah untuk mengetahui tingkat cakupan Imunisasi dan
tujuan lainnya adalah untuk memperoleh informasi tentang distribusi umur saat
45. 45
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
diImunisasi, mutu pencatatan danpelaporan, sebab kegagalan Imunisasi dan
tempat memperoleh Imunisasi. Metodologi :
a) Jumlah sampel yang diperlukan 210 anak.
b) Cara pengambilan sample adalah 30 cluster.
c) Lokasi cluster ditentukan secara acak/random, (2 stage cluster sampling).
d) Untuk tiap cluster diperlukan 210/30 = 7 sample lihat petunjuk teknis survei
cakupan.
e) Periode cakupan yang akan di cross-check dengan survei ini menentukan umur
responden.
f) Alat yang digunakan kuesioner standar (Info Datin, 2015).
2) Survei Dampak
Tujuan utama adalah untuk menilai keberhasilan Imunisasi terhadap
penurunan morbiditas penyakit tertentu, misalnya:
a) Pencapaian eliminasi tetanus neonatorum yang ditunjukkan oleh insidens rate
<1/10.000 kelahiran hidup.
b) Pencapaian eradikasi polio yang ditunjukkan oleh insiden rate 0.
c) Pencapaian reduksi mortalitas campak sebesar 90% dan morbidilitas sebesar
50% dari keadaan sebelum program.
Tujuan lainnya adalah untuk memperoleh gambaran epidemiologis PD3I
seperti distribusi penyakit menurut umur, tempat tinggal dan faktor-faktor resiko.
3) Uji Potensi Vaksin
Tujuan utama adalah untuk mengetahui potensi dan keamanan dari vaksin
serta untuk mengetahui kualitas cold chain/pengelolaan vaksin. Badan Litbangkes
46. 46
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
melakukan uji potensi untuk menilai secara umum kualitas vaksin yang dipakai
dalam Imunisasi program. Badan POM melakukan uji potensi vaksin bila ditemui
indikasi tertentu seperti KIPI (Kemenkes, 2017).
47. 47
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
2.4 Kerangka Teori
(Teori Lawreen Green dalam Notoatmodjo, 2012)
Gambar 2.1 Kerangka Teori Faktor-faktor yang mempengaruhi
Pelaksanaan Imunisasi dasar lengkap.
Faktor Pemudah
- Umur
- Tingkat Pendidikan &
Pengetahuan
- Kepercayaan,nilai-nilai
dan tradisi
- Sikap
- Dukungan Keluarga
Faktor Pemungkin
- Ketersediaan sarana
Pelayanan imunisasi
- Keterjangkauan ke
tempat pelayanan
kesehatan (Jarak Ke
Pelayanan Kesehatan)
Faktor Penguat
- Peran & Sikap Petugas
Imunisasi dalam
menyampaikan informasi
kesehatan (Imunisasi)
- Peran & Sikap Kader
Kesehatan
Kelengkapan Imunisasi dasar
lengkap pada Bayi
48. 48
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
BAB III
KERANGKA KONSEP
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi dan
menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Imunisasi Dasar
Lengkap oleh pemerintah setempat. Kerangka konsep pada penelitian ini
dapat dilihat pada gambar berikut (Notoatmodjo, 2012)
Variabel Independen Variabel Dependen
= Kuantitatif
= Tidak Diteliti
= Kualitatif
Gambar 3.1 Kerangka Konsep (Modifikasi dari teori Lawrence Green (1980)
dalam Notoatmodjo, 2012)
Pelaksanaan
Imunisasi Dasar
Lengkap
Faktor predisposisi:
1. Umur
2. Pendidikan
3. Pengetahuan
4. Pekerjaan
5. Sikap
6. Dukungan keluarga
Faktor pendukung:
1. Fasilitas kesehatan
2. Sarana Kesehatan
(Pelayanan Imunisasi)
Faktor pendorong:
1. Sikap dan Perilaku
Tenaga Kesehatan
Perencanaan, Pelaksanaan,
Pengorganisasian, Evaluasi
49. 49
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Berdasarkan gambar 3.1 dapat dilihat kerangka konsep pada penelitian ini
terdiri dari variabel independen dan variabel dependen. variabel dependen terdiri
dari pelaksanaan imunisasi dasar lengkap, sedangkan pada variabel independen
terdiri dari faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor pendorong, dimana
faktor predisposisi dalam pelaksanaan imunisasi dasar lengkap ini yang terdiri
dari umur, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, sikap, dukungan keluarga, , faktor
pendukung terdiri dari fasilitas dan sarana kesehatan yang ada.
50. 50
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
3.2 Definisi Operasional
. Variabel independen terdiri dari umur, tingkat pengetahuan, pendidikan,
sikap, pekerjaan, dan dukungan keluarga. Sedangkan variabel dependen adalah
imunisasi dasar lengkap.
3.2.1 Variabel Dependen
3.2.1.1Imunisasi Dasar Lengkap
Definisi : Kelengkapan Imunisasi Dasar dilihat dari sudut lengkap
atau tidak lengkap nya imunisasi dasar dengan ketentuan
bayi telah mendapatkan vaksin BCG 1x, DPT 1x, Polio
4x, HB 3x, Campak 1x.
Cara Ukur : Wawancara dengan memperlihatkan catatan Kartu
Menuju Sehat (KMS)
Alat Ukur : Observasi dan Kuisioner
Hasil Ukur : 1. Tidak Lengkap (Bila bayi tidak mendapatkan
imunisasi BCG 1x, DPT 3x, Polio 4x, HB 3x,
Campak 1x.
2. Lengkap ( Bila bayi tidak mendapatkan salah satu
imunisasi BCG 1x, DPT 3x, Polio 4x, HB 3x,
Campak 1x.
Skala Ukur : Ordinal.
51. 51
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
3.2.2 Variabel Independen
3.2.2.1 Umur
Definisi : Umur akseptor dihitung sejak tanggal, bulan, tahun lahir
sampai ulang tahun terakhir pada saat wawancara
(Priyoto, 2014)
Cara Ukur : Wawancara
Alat Ukur : Kuisioner
Hasil Ukur : Umur responden dalam tahun dikatagorikan
1. < 20 – 35 tahun (Muda)
2. > 35 th ( Tua)
Skala Ukur : Ratio.
3.2.2.2 Tingkat Pengetahuan
Definisi : Pengetahuan ibu tentang imunisasi dasar lengkap, dilihat
dari bisa tidaknya ibu menjawab pertanyaan kuisioner
tentang defenisi, tujuan, manfaat, kelengkapan dan
tempat pelayanan imunisasi (Notoatmodjo, 2010)
Cara Ukur : Wawancara Skor dengan hasil
1. 2. untuk jawaban salah
2. 1 untuk jawaban benar
52. 52
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Alat Ukur : Kuisioner
Hasil Ukur : 1. Rendah, jika jumlah skor < 66% (< 19 ) dari nilai
maks (30) dari 15 pertanyaan
2. Tinggi jika jumlah skor ≥ 66% (≥ 19 ) dari nilai
maks (30) dari 15 pertanyaan
( Arikunto dalam Setiawan dan Saryono, 2011)
Skala Ukur : Ordinal.
3.2.2.3 Pendidikan
Definisi : Pendidikian Terakhir yang di miliki Responden
(Notoatmodjo, 2010)
Cara Ukur : Wawancara
Alat Ukur : Observasi dan Kuisioner
Hasil Ukur : Pendidikan responden dikategorikan :
1. Rendah = Tidak Sekolah, Tidak tamat SD, Tamat
SD/sederajat, tamat SLTP/Sederajat, tidak tamat
SLTA/sederajat
2. Tinggi = Tamat SLTA/sederajat,
Tamat PT
Skala Ukur : Ordinal.
53. 53
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
3.2.2.4 Status Pekerjaan
Definisi : Segala kegiatan yang dilaksanakan oleh ibu, di luar
kegiatan rumah tangga yang menghasilkan sumber
pendapatan atau uang (Priyoto, 2015)
Cara Ukur : Wawancara
Alat Ukur : Kuisioner
Hasil Ukur : Pekerjaan responden dikategorikan :
1. Tidak Bekerja = Ibu rumah tangga
2. Bekerja = Buruh/tani, dagang/wiraswasta, karyawan
swasta, PNS
Skala Ukur : Nominal.
3.2.2.5 Sikap
Definisi : Tanggapan atau respon responden mengenai pelaksanaan
imunisasi dasar lengkap, manfaat imunisasi dasar
lengkap, dan masalah yang dihadapi jika tidak
melaksanakan imunisasi dasar bayi yang lengkap .
Cara Ukur : Wawancara
Alat Ukur : Kuisioner
Hasil Ukur : 1. Tidak setuju bila kurang dari mean
2. Setuju bila lebih sama dari mean
( Arikunto dalam Setiawan dan Saryono, 2011)
54. 54
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Skala Ukur : Ordinal.
3.2.2.6 Dukungan Keluarga
Definisi : Dukungan yang diberikan anggota keluarga terhadap ibu
bayi dalam melaksanakan kegiatan imunisasi.
Cara Ukur : Wawancara
Alat Ukur : Kuisioner
Hasil Ukur : 1. Tidak Didukung, jika jumlah skor <66% (< 14 )
dari nilai maks ( 24) dari 12 pertanyaan
2. didukung, jika jumlah skor ≥66% (≥ 14 ) dari nilai
maks (24) dari 12 pertanyaan
( Arikunto dalam Setiawan dan Saryono, 2011)
Skala Ukur : Ordinal.
3.2.2.7 Pelayanan Imunisasi
Definisi : Ketersediaan fasilitas, sarana dan prasarana Pelayanan
imunisasi dan Keterjangkauan ke tempat pelayanan
kesehatan (Jarak Ke Pelayanan Kesehatan) oleh
Responden (Lawreen Green dalam Notoatmodjo, 2010 )
Cara Ukur : Wawancara
55. 55
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Alat Ukur : Kuisioner
Hasil Ukur : 1. Kurang Baik, jika jumlah skor < 66% ( < 10)
dengan nilai maks 18 dari 9 pertanyaan
2. Baik, jika jumlah skor ≥ 66% (≥ 10) dengan nilai
maks 18 dari 9 pertanyaan
( Arikunto dalam Setiawan dan Saryono, 2011)
Skala Ukur : Ordinal.
56. 56
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 DesainPenelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kombinasi yaitu metode penelitian
yang menggabungkan antara metode penelitian kuantitatif dan metode penelitian
kualitatif (Sugiyono, 2014). Penelitian kuantitatif menggunakan desain cross
sectional. Data variabel independen dan variabel dependen dikumpulkan dan
dinilai dalam satu waktu. Kemudian penelitian kualitatif dilakukan untuk
menggali informasi mendalam mengenai upaya penatalaksanaan imunisasi dasar
lengkap untuk pelaksanaan imunisasi dasar lengkap pada bayi tahun 2017.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Belimbing Kota
Padang. dengan waktu penelitian pada bulan Juli-November tahun 2017.
4.3 Tahapan Kuantitatif
4.3.1 Populasi dan Sampel
4.3.1.1 Populasi Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai balita
berumur di bawah 2 tahun di wilayah kerja puskesmas belimbing yakni sekitar
292orang.
57. 57
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
4.3.1.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi (Sugiyono, 2014). Sampel pada penelitian ini adalah sejumlah ibu yang
memiliki balita berumur di bawah 2 tahun.
a. Besar sampel
Besar sampel dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus
n =
Z α ²PQ
d²
(Sastroasmoro, 2016).
Keterangan :
n = Besar Sample
P = Proporsi (0,50)
d = presisi absolute yang diinginkan (10%)
Z α ² = derajat kepercayaan (95%)
Q = 1-P
n = ( 1.96)2 (0.1) (1-0.1)
0.12
n = 97
Untuk mengantisipasi hilangnya sampel penelitian maka dilakukan koreksi
besar sampel dengan menggunakan rumus:
n’ = 97/(1-0,1)
Keterangan:
n’ = Koreksi besar sampel
58. 58
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
n = Besar sampel
f = Proporsi sampel drop out (10%)
n = 97/(1-0,1)
= 107 orang
Jadi jumlah sampel yang di butuhkan pada penelitian ini sebesar 107
orang ibu yang mempunyai bayi 12-24 bulan.
Kriteria sampel
1) Kriteria inklusi
a) Ibu bayi yang mempunyai KMS atau catatan imunisasi pada
bayi.
b) Ibu yang mempunyai bayi 12-24 bulan.
c) Ibu yang bersedia menjadi responden.
2) Kriteria eksklusi
a) Ibu yang tidak di jumpai dalam 3 kali kunjungan
b) Ibu yang tidak bersedia menjadi responden
c) Responden sakit sehingga tidak dapat diwawancarai.
a. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik sampel adalah teknik yang digunakan untuk mengambil
sampel, sehingga sampel tersebut sedapat mungkin mewakili
populasinya (Notoatmodjo, 2005).
Adapun cara pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan tekhnik sistematik random sampling adalah
teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja secara
kebetulan bertemu dengan peneliti yang dapat digunakan sebagai
59. 59
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
sampel, bila di pandang orang tersebut cocok sebagai sumber data
menurut criteria inklusi (Setiawan.Saryono, 2014)
4.3.2 Pengumpulan Data
Pengumpulan data kuantitatif dibagi atas data primer dan data sekunder :
a. Data Primer
Pengumpulan data primer diambil dengan kuesioner melalui
wawancara terstruktur terutama pada variabel dependent yaitu Umur
Ibu, pengetahuan ibu, tingkat pendidikan ibu, status pekerjaan ibu,
sikap ibu mengenai imunisasi, dukungan keluarga ibu, Agama dan
Budaya, informasi imunisasi yang di dapatkan.
b. Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan menelusuri dan
menelaah laporan-laporan atau dokumen-dokumen yang berhubungan
dengan masalah yang diteliti. Data sekunder diperoleh dari Laporan
Dinas Kesehatan Kota Padang, Profil Kesehatan Kota Padang, Profil
Kesehatan Puskesmas Belimbing dan data kader wilayah penelitian dan
KMS.
60. 60
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
4.3.3 Pengolahan dan Analisis Data
4.3.3.1 Pengolahan Data
Data yang dikumpulkan, kemudian dapat diolah dengan bantuan
komputer. Beberapa kegiatan yang harus dilakukan dalam pengolahan data
yaitu :
a. Pemeriksaan data (Editing)
Kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuesioner
apakah jawaban yang ada pada kuesioner sudah lengkap, jelas, revelen dan
konsisten.
b. Mengkode data (Coding)
Coding merupakan kegiatan mengubah data berbentuk kalimat atau huruf
menjadi data angka atau bilangan.
c. Memasukan data (Entry )
Setelah semua data setalah “dikode” (angka atau huruf) dimasukan
kedalam program atau “ software” computer.
d. Pembersihan data (Cleaning)
Merupakan kegiatan pengecekan kembali kembali data yang sudah
dimasukan apakah ada keselahan atau tidak. Kesalahan tersebut
dimungkinkan terjadi pada saat memasukan data ke komputer
(Notoadmojo, 2012)
61. 61
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
4.3.3.2 Analisis Data Kuantitatif
Analisis data dari penelitian ini terdiri dari 3 yaitu :
a. Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau
mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk
analisis univariat tergantung dari jenisnya (Notoatmodjo, 2010).
Analisis univariat dilakukan untuk memperoleh gambaran setiap
variabel, distribusi frekuensi berbagai variabel yang diteliti baik
variabel independen maupun variabel dependen. Dengan melihat
distribusi frekuensi dapat diketahui deskripsi masing-masing
variabel dalam penelitian (Notoatmodjo, 2012).
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariate dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan atau berkolerasi. Untuk mengetahui hubungan antara
variabel independen dan variabel dependen menggunakan uji
statistic mengenai rumus Chi Square dengan derajat keamanan p
value < 0,05. Proses pengujian Chi Square adalah membandingkan
frekuensi yang terjadi (observasi) dengan frekuensi harapan
(ekspektasi). Bila frekuensi observasi dengan nilai frekuensi harapan
sama, maka dikatakan tidak ada perbedaan yang bermakna
(signifikan). Sebaliknya bila nilai frekuensi harapan berbeda, maka
dikatakan ada perbedaan yang bermakna.
Chi Square sangat baik digunakan untuk table dengan derajat
kebebasan (df) yang besar. Bila table yang digunakan 2 x 2 dan tidak
62. 62
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
ada nilai E< 5, maka uji yang dipakai sebaiknya Continuity
Correction. Sedangkan bila table 2 x 2 dijumpai nilai E < 5, maka uji
yang dipakai adalah Fisher Exact Test. Keputusan yang diambil dari
hasil Chi Square adalah :
1) Bila nilai p < 0,05 maka Ho ditolak, berarti data sampel
mendukung adanya perbedaan yang bermakna (signifikan).
2) Bila nila p > 0,05 maka Ho diterima, berarti data sampel tidak
mendukung adanya perbedaan yang bermakna (tidak signifikan).
Pengelohan data dilakukan dengan komputeritasi menggunakan
SPSS. Untuk analisa keeratan hubungan antara dua variabeltersebut
dengan melihat nilai dari Odd Rasio (OR) dengan 95% Confidence
Interval (CI). Besar kecilnya OR menunjukan besarnya keeratan
hubungan antara dua variabel yang di uji (Notoatmodjo, 2012).
c. Analisis multivariat
Analisis multivariate dapat dilakukan dengan menggunakan analisis
regresi logistic ganda. Analisis multivariate dilakukan untuk
mengetahui:
1) Variabel independen mana yang mempunyai pengaruh paling
besar terhadap variabel dependen.
2) Mengetahui apakah hubungan variabel independen dengan
variabel dependen dipengaruhi oleh variabel lain atau tidak.
3) Bentuk hubungan beberapa variabel independen dengan variabel
dependen apakah berhubungan langsung atau pengaruh tidak
langsung.
63. 63
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Setelah dilkukan analisis bivariate antara masing-masing variabel
independen dengan variabel dependen kemudian dilihat besarnya
nilai p yang dihasilkan. Untuk variabel mempunyai nilai p < 0,25
maka variabel tersebut dapat diikutsertakan ke dalam model
multivariate.
Uji ini mampu memasukkan beberapa variabel independen dalam
satu model. Langkah pertama adalah menentukan variabel yang
masuk kriteria sebagai kandidat model yaitu variabel dengan p <
0,25 dan nilai 95% CI diatas 1 atau dibawah 1. Selanjutnya dilihat
kemungkinan adanya variabel interaksi pada variabel-variabel
kandidat tersebut (Santoso, 2015).
4.3.4 Bahan dan Alat Penelitian
Instrumen pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan
kuesioner. Kuesioner penelitian berisi pertanyaan mengenai umur,
pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, sikap, dukungan keluarga, pelayanan
imunisasi, informasi imunisasi dari petugas kesehatan.
4.3.4.1 Uji Validitas
Validitas menunjukan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur
apa yang ingin diukur. Sekiranya peneliti menggunakan kuesioner di dalam
pengumpulan data penelitian, maka kuesioner yang disusunnya harus
mengukur apa yang ingin diukurnya. Ada 3 langkah dalam pengujian ini
yaitu:
64. 64
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
a. Mengidentifikasi secara operasioner konsep yang akan diukur.
b. Melakukan uji coba skla pengkur tersebut pada sejumlah responden.
Responden diminta untuk mengisi kuesioner yang berisi pertanyan yang
telah disiapkan. Sangat disarankan agar jumlah responden untuk uji coba
minimal 30 orang.
c. Menghitung korelasi antara masing-masing pertanyaan dengan skor total
dengan menggunakan rumus teknik korelasi Product Moment dengan
rumus :
r = N (ΣXY) – (ΣX).(ΣY)
√{N.ΣX2 - (ΣX)2}.{N.ΣY2- (ΣY)2}
Keterangan:
r = koefisien korelasi
ΣX = jumlah skor item
ΣY = jumlah skor total (seluruh item)
N = jumlah responden
Secara statistik, angka korelasi yang diperoleh harus dibandingkan
dengan angka kritik Table Korelasi Nilai r (Singarimbun, 2006).
4.3.4.2 Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
ukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Reliabilitas menunjukan
konsistensi suatu alat pengukur di dalam mengukur gejala yang sama. Setiap
alat pengukur seharusnya memiliki kemampuan untuk memberikan hasil
pengukuran yang konsisten. Ada 3 teknik pengukuran reliabilias yaitu :
65. 65
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
a. Teknik pengukuran ulang.
Untuk mengetahui reliabilitas suatu alat pengukur dengan pengukuran
ulang, kita harus meminta responden yang sama agar menjawab semua
pertanyaan dalam alat pengukur sebanyak dua kali. Selang waktu antara
pengukuran pertama dengan kedua antara 15-30 hari agar hasilnya
dianggap memenuhi persyaratan.
b. Teknik belah dua
Bila ingin menggunakan teknik ini maka alat pengukur yang kita susun
haruslah memiliki cukup banyak item pertanyaan/penyataan yang
mengukur aspek yang sama dengan jumlah sekitar 50-60 adalah jumlah
yang cukup memadai. Cara mencarinya dengan menggunakan rumus :
r.tot = 2 (r.tt)
1 + r.tt
Keterangan:
r.tot = angka reliabilitas keseluruhan item
r.tt = angka korelasi belahan pertama dan belahan kedua.
c. Teknik bentuk paralel
Pada teknik ini, perhitungan reliabilitas dilakukan dengan membuat dua
jenis alat pengkuruan yang mengukur aspek yang sama. Kedua alat
pengukur tersebut diberikan pada responden yang sama, kemudian dicari
baliditasnya untuk masing-masing jenis.
Untuk menghitung reliabilitas, perlu mengkorelasikan skor total dari
kedua jenis alat pengukur tersebut. Teknik korelasi yang dipakai ialah
teknik korelasi Product Moment yang rumus serta perhitungannya telah
66. 66
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
dibahas sebelumnya. Angka korelasi yang diperoleh adalah indeks
reliabilitas alat pengukur yang telah disusun (Singarimbun, 2006).
Dari 15 buah pertanyaan pengetahuan yang dibuat dan dilakukan
wawancara kepada responden sebanyak 20 orang didapatkan hasil validasinya
sebanyak 15 buah pertanyaan pengetahuan yang valid dan reliabel untuk
menjadi pertanyaan kuesioner untuk penelitian ini.
4.4 Alur Penelitian
Gambar 4. 1 Alur Penelitian
Pemilihan Sampel
Analisis Data
Penelitian Kualitatif
Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi
Sampel
Wawancara
(Kelengkapan Imunisasi Dasar
Lengkap, Umur, Pengetahuan,
Pendidikan, Pekerjaan, Sikap,
Dukungan Keluarga, Pelayanan
Imunisasi, Informasi Imunisasi)
Observasi
(Buku
KMS)
Validasi kuesioner
Pengambilan Sampel
Lulus uji kaji etik
67. 67
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
4.5 Etika Penelitian
Penelitian dilaksanakan setelah mendapatkan surat izin penelitian dari
Fakultas Kebidanan Universitas Andalas Padang, selanjutnya mengajukan
permohonan izin penelitian kepada Dinas Kesehatan Kota Padang kemudian
mengajukan permohonan izin kepada Puskesmas Belimbing serta meminta
izin kepada ibu yang mempunyai balita 12-24 bulan yang berada di wilayah
kerja puskesmas belimbing Padang sebagai subjek penelitian. Prinsip etika
yang akan diterapkan pada penelitian ini antara lain :
1. Informed Consent (lembar persetujuan menjadi responden)
Responden ditetapkan setelah terlebih dahulu mendapatkan penjelasan
tentang dan kegiatan penelitian . Setelah responden menyatakan setuju ikut
serta dalam penelitian, responden mengisi dan mendatangani lembar
persetujuan menjadi responden ( Informed consent)
2. Anonimity ( tanpa nama)
Seluruh responden yang ikut serta dalam penelitian ini tidak akan
disebutkan namanya dalam penyajian laporan penelitian.
3. Confidentially ( kerahasian)
Identitas responden akan dijamin kerahasiannya baik nama, gambar / foto.
alamat/ lokasi, maupun ciri – ciri fisik responden. Hanya informasi
tertentu yang terkait variable penelitian yang akan ditampilkan.
4. Beneficience ( memenuhi persyaratan ilmiah bermanfaat)
Pada penelitian ini tidak ada resiko dan ketidaknyamanan fisik, hanya saja
ketika melakukan pengisian kuesioner akan menyita waktu responden.
Informasi yang diperoleh dari penelitian ini akan bermanfaat sebagai dasar
bagi pelaksanaan imunisasi dasar lengkap
68. 68
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
5. Justice
Semua subjek penelitian akan mendapatkan perlakuan yang sama sesuai
dengan moral dan hak mereka sebagai subjek penelitian.
4.6 Tahapan Kualitatif
4.6.1 Populasi dan Sampel ( Penelitian Kualitatif )
Sumber data pada penelitian kualitatif ditentukan dengan menggunakan
teknik purposive sampling. Teknik purposive sampling adalah teknik penentuan
sampel dengan cara memilih berdasarkan pertimbangan dan tujuan tertentu.
Pertimbangan yang dimaksud disini lebih ditekankan pada keterkaitan sampel/
informan dengan informasi yang akan di gali. Semakin tinggi tingkat keterkaitan
informan dengan informasi tersebut, maka semakin besar peluangnya untuk
dijadikan informan yang baik dalam sebuah penelitian (Sugiono, 2015).
4.6.3 Informan Penelitian
Pada penelitian ini untuk lebih mendapatkan data yang akurat tentang
upaya pelaksanaan imunisasi dasar lengkap pada bayi untuk meningkatkan
kesehatan pada bayi, informan yang diambil adalah mereka yang relevan dengan
masalah penelitian.
Informan yang terpilih adalah :
1. Kepala puskesmas belimbing kota padang.
2. Penanggung jawab imunisasi dasar lengkap di puskesmas belimbing
kota padang.
3. Petugas imunisasi di puskesmas belimbing kota padang..
69. 69
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
4. Bidan di posyandu puskesmas belimbing kota padang
5. Kader posyandu di wilayah kerja puskesmas pengambiran kota padang
Tabel 4.1 Peta Informan Penelitian
Informan
Perencanaan/Persiapan
Pelaksanaan IDL di
lapangan
Pengorganisasian
Pelaksanaan IDL
di lapangan
Pelaksanaan
IDL di
posyandu
Monitoring
dan
Evaluasi
pelaksanaan
IDL
dilapangan
Keterangan
Kepala
Puskesmas
Pengambiran
√
(Persiapan Petugas)
√ √ √ Wawancara
Mendalam
dan telaah
dokumen
Penanggung
Jawab
IImunisasi
Dasr
lengkap
puskesmas
pengambiran
√
(Persiapan Petugas)
√ √ √ Wawancara
Mendalam
dan telaah
dokumen
Petugas
Imunisasi
posyandu
√
(Persiapan Petugas dan
Masyarakat)
√ √ √ Wawancara
Mendalam
dan
observasi
Kader
Posyandu
√
(Persiapan Masyarakat)
√ √ √ Wawancara
Mendalam
4.6.4 Instrumen Penelitian (penelitian kualitatif)
a. Peneliti menggunakan teknik wawancara mendalam (in-depth interview)
dan observasi dalam proses pengumpulan data pada penelitian ini.
Sugiyono (2013) mengemukakan bahwa ”Interviewing provide the
researcher a means to gain a deeper understanding of how the participant
70. 70
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
interpret a situation or phenomenon than can be gained through
observation.” Jadi dengan wawancara, maka peneliti akan mengetahui hal-
hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam menginterprestasikan
situasi dan fenomena yang terjadi, dimana hal ini tidak bisa ditemukan
melalui observasi.
b. Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara
semi terstruktur. Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-
depth interview, dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas dibandingkan
dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara jenis ini adalah
untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang
diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya. Dalam melakukan
wawancara, peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa
yang dikemukakan oleh informan (Sugiyono, 2013).
c. Instrumen tambahan lainnya yang peneliti gunakan pada penelitian ini
adalah pedoman wawancara mendalam, lembar observasi, alat pencatat
(buku dan pena), alat perekam dan kamera.
4.6.5 Prosedur Penelitian Kualitatif
1. Tahapan Persiapan
Tahapan persiapan merupakan tahapan pra pengambilan data. Kegiatan
yang dilakukan pada tahapan ini adalah menyusun pedoman wawancara
dan lembar observasi.. Selain itu pada tahapan ini digunakan untuk
mempersiapkan peralatan – peralatan yang dibutuhkan dalam penelitian
seperti alat tulis, alat perekam dan kamera.
71. 71
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
2. Tahapan Pelaksanaan
Tahapan pelaksanaan diawali dengan pembuatan kesepakatan dengan
informan. Kesepakatan tersebut berisikan tentang kesediaan informan
untuk menjadi narasumber atau sumber informasi baik dengan pada
kegiatan wawancara mendalam.
Tahapan selanjutnya adalah tahapan inti. Pada tahapan inilah wawancara
mendalam dilaksanakan. Kegiatan tersebut dipandu atau difasilitasi oleh
peneliti sendiri. Peneliti berpedoman pada pedoman wawancara mendalam
yang telah dibuat, tanpa membatasi pengembangan wawancara kepada
penggalian informasi yang lebih luas dan lebih dalam. Hal ini boleh
dilakukan asalkan masih berkaitan dengan topik yang dibahas. Pada
saat pengambilan data ini berlangsung, peneliti berusaha
menggunakan instrumen penunjang penelitian seoptimal mungkin, seperti
penggunaan alat tulis, alat perekam dan kamera. Tujuannya adalah
untuk meningkatkan nilai kredibilitas penelitian kualitatif.
3. Tahapan pengecekan. Setelah wawancara selesai, peneliti sesegera
mungkin mengecek hasil wawancara yang telah dilakukan. Pengecekan
dilakukan dengan cara membuka dan menelaah kembali catatan atau
rekaman wawancara tersebut.
4.6.6 Pengumpulan Data
Selanjutnya data yang di dapat diolah dan dianalisa secara mendalam dan
luas. Wawancara mendalam merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan beberapa narasumber yang dianggap mampu dan mengetahui
72. 72
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
permasalahan. Teknik ini digunakan sebagai cara utama memperoleh data secara
mendalam yang tidak diperoleh dengan menggunakan data dokumentasi. Teknik
telaah dokumen yaitu melakukan pengamatan dan pencatatan hal-hal yang
penting, sehingga peneliti mampu melihat dan membuktikan secara nyata kondisi
upaya pelaksanaan imunisasi dasar lengkap pada bayi di wilayah kerja puskesmas
pengambiran tahun 2017 (Sastroasmoro,2016).
4.6.7 Pengolahan dan Analisis Data Kualitatif
Proses pengolahan dan analisis data kualitatif dilakukan sejak sebelum
memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai dilapangan. Namun
analisis data kualitatif pada penelitian ini lebih difokuskan selama proses di
lapangan bersamaan dengan pengumpulan data. Setelah pengumpulan data
dilanjutkan dengan analisa data. Aktivitas dalam analisa data yaitu:
1. Membuat transkrip data
Membuat transkip data merupakan kegiatan memindahkan/menyalin
informasi dari bentuk pembicaraan lisan yang direkam dan berbagai
informasi yang ada dalam catatan lapangan menjadi bentuk tulisan. Setiap
informasi yang ditulis diberi kode sumber data agar tetap dapat ditelusuri
apabila informasi yang didapat dirasa kurang lengkap.
2. Data Reduction (Reduksi Data)
Mereduksi data berarti merangkum, memilih data yang pokok dan penting
dan membuang yang tidak dipakai. Dengan demikian data yang telah
direduksi akan memberikan gambaran yang jelas sesuai dengan tujuan
penelitian, dan mempermudah untuk melakukan pengumpulan data
73. 73
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
selanjutnya.
3. Data Display (Penyajian Data)
Penyajian data dalam penelitian kualitatif bisa dilakukan dalam bentuk
uraian singkat, bagan dan hubungan antar katagori. Selanjutnya diuraikan
dalam penyajian data, berupa teks narasi.
4. Conclusion Drawing/ Verification (Penarikan Kesimpulan)
Kesimpulan yang dikemukan jika didukung oleh bukti-bukti yang valid
dan konsisten saat penelitian maka kesimpulan yang dikemukakan
merupakan kesimpulan yang kredibel. Penarikan kesimpulan dilakukan
dengan content analysis (teknik analisis isi) yaitu dengan membandingkan
hasil penelitian dengan teori yang ada pada tinjauan pustaka.
5. Pengujian Kredibilitas Data
Data-data atau temuan dalam penelitian kualitatif dinyatakan valid apabila
tidak ada perbedaan antara yang dilaporkan peneliti dengan apa yang
sesungguhnya terjadi pada objek yang diteliti. Untuk itu diperlukan uji
kebenaran (uji kredibilitas) terhadap data yang didapatkan. Pengujian
kredibilitas data penelitian dilakukan dengan cara:
Triangulasi
Pengujian kredibilitas data penelitian ini menggunakan triangulasi
sumber data. Triangulasi sumber data dilakukan dengan cara
menanyakan hal yang sama melalui sumber yang berbeda.
Diskusi dengan pembimbing
Hasil penelitian yang masih bersifat sementara didiskusikan
dengan dosen pembimbing. Melalui diskusi ini banyak pertanyaan
74. 74
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
dan saran berkenaan dengan data yang didapat. Bila pertanyaan
yang berkaitan tersebut belum mampu terjawab, maka peneliti
kembali ke lapangan untuk mencarikan jawabannya. Dengan
demikian datanya akan menjadi lengkap dan kredibel (Sugiyono,
2015).
75. 75
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Puskesmas yang terdapat di kota padang sebanyak 22 puskesmas.
Puskesmas pengambiran merupakan salah satu puskesmas yang memiliki
cakupan Imunisasi dasar lengkap rendah dengan persentase cakupan daerah atau
universal child immunization (uchild) hanya 60% (DKK, 2016). Puskesmas
Pengambiran terdiri dari 4 kelurahan yaitu kelurahan pampangan, kelurahan
pagambiran, kelurahan kampung jua, kelurahan gates, kelurahan batuang taba.
Jumlah penduduk yang ada diwilayah kerja puskemas pengambiran kota padang
yaitu sebanyak 59.283 jiwa, sebagian besar penduduk bekerja sebagai pedagang.
Luas wilayah kerja puskesmas Pengambiran lebih kurang 27,21 km2 dengan batas
wilayah sebelah utara dengan tanjung saba, sebelah selatan berbatasan dengan
bungus teluk kabung, sebelah timur berbatasan dengan lubuk kilangan dan sebelah
barat berbatasan dengan kecamatan padang selatan (Profil Puskesmas
Pengambiran, 2016).
Sarana dan prasarana yang dimiliki Puskesmas Pengambiran terdiri dari 1
puskesmas induk, 1 puskesmas pembantu, 4 unit poskeskel, 1 unit mobil
puskesmas keliling, 46 posyandu balita, 10 posyandu lansia, 187 orang kader, 6
praktek dokter swasta, 17 praktek bidan swasta (Profil Puskesmas Pengambiran,
2016). Sedangkan sarana dan prasarana yang terdapat di tiap kelurahan adalah
pada kelurahan pagambiran terdapat 17 posyandu bailita, 1 posyandu lansia, 7
bidan praktek swasta, dan 1 rumah bersalin, pada kelurahan pampangan terdapat 9
76. 76
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
posyandu balita, 2 posyandu lansia, 4 bidan praktek mandiri, 1 dokter praktek
swasta, pada kelurahan batuang taba terdapat 9 posyandu balita, 3 posyandu
lansia, 3 bidan praktek mandiri, dan 1 rumah bersalin, pada kelurahan kampuang
jua terdapat posyandu balita sebanyak 4 buah, 2 buah posyandu lansia, 3 bidan
praktek mandiri, dan 1 rumah bersalin. dan terakhir pada kelurahan gates terdapat
posyandu balita sebanyak 7 buah, posyandu lansia 2 buah, dan rumah bersalin 2
buah.
5.3 Hasil Penelitian Kuantitatif
Data kuantitatif didapatkan melalui wawancara dengan menggunakan
kuisioner mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan pelaksanaan
imunisasi dasar lengkap langsung ke ibu ibu balita yang terpilih menjadi
responden di wilayah kerja puskesmas pengambiran kota padang tahun 2017.
Pada penelitian kuantitatif ini dilakukan analisis univariat untuk melihat
bagaimana distribusi frekuensi dari umur, pendidikan, status pekerjaan,
pengetahuan, sikap, dukungan keluarga dan pelayanan kesehatan dalam
pelaksanaan imunisasi dasar lengkap di wilayah kerja puskesmas pengambiran
kota padang tahun 2017. dan dilakukan analisis bivariat mengenai hubungan umur
dengan pelaksanaan imunisasi dasar lengkap, pendidikan dengan pelaksanaan
imunisasi dasar lengkap, pekerjaan dengan pelaksanaan imunisasi dasar lengkap,
pengetahuan dengan pelaksanaan imunisasi dasar lengkap, sikap dengan
pelaksanaan imunisasi dasar lengkap, dukungan keluarga dengan pelaksanaan
imunisasi dasar lengkap, dan pelayanan kesehatan dengan imunisasi dasar lengkap
serta kemudian melakukan analisis multivariat untuk mengetahui variable yang
77. 77
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
paling dominan yang mempengaruhi pelaksanaan imunisasi dasar lengkap di
wilayah kerja puskesmas pengambiran kota padang tahun 2017.
5.3.1 Umur Ibu Balita
Tabel 5. 3.1
Distribusi frekuensi responden berdasarkan umur ibu balita yang
melakukan pelaksanaan imunisasi dasar di wilayah kerja puskesmas
pengambiran Kota Padang Tahun 2017
No. Umur Ibu Balita f %
1 20 – 35 tahun 56 52.3
2 < 20 th dan > 35 th 51 47.7
Jumlah 107 100
Berdasarkan Tabel 5.3.1 dapat dilihat bahwa lebih dari separuh responden
memiliki rentang usia 20 – 35 tahun yaitu sebanyak 56 orang (52,3%) yang
melakukan pelaksanaan imunisasi dasar di wilayah puskesmas pengambiran kota
padang.
5.3.2 Pendidikan Ibu Balita
Tabel 5.3.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pendidikan ibu
balita yang melakukan pelaksanaan imunisasi dasar di wilayah kerja
Puskesmas Pengambiran Kota Padang Tahun 2017
No. Pendidikan f %
1 Rendah 12 11.2
2 Tinggi 95 88.8
Jumlah 107 100
78. 78
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Berdasarkan Tabel 5.3.2 dapat dilihat bahwa lebih dari separuh responden
memiliki pendidikan tinggi yaitu sebanyak 95 orang (88,8%) yang melakukan
pelaksanaan Imunisasi dasar di wilayah puskesmas pengambiran kota padang.
5.3.3 Pekerjaan Ibu Balita
Tabel 5.3.3 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pekerjaan ibu balita
yang melakukan pelaksanaan imunisasi dasar di wilayah kerja Puskesmas
Pengambiran Kota Padang Tahun 2017
No. Pekerjaan F %
1 Tidak Bekerja 31 29,0
2 Bekerja 76 71,0
Jumlah 107 100
Berdasarkan Tabel 5.3.3 dapat dilihat bahwa lebih dari separuh responden
merupakan ibu yang bekerja yaitu sebanyak 76 orang (71,0%) yang melakukan
pelaksanaan imunisasi dasar di wilayah puskesmas pengambiran kota padang.
5.3.4 Sikap Ibu Balita
Tabel 5.3.4 Distribusi frekuensi responden berdasarkan sikap ibu balita yang
melakukan pelaksanaan imunisasi dasar di wilayah kerja Puskesmas
Pengambiran Kota Padang Tahun 2017
No. Sikap F %
1 Tidak Setuju 42 39.3
2 Setuju 65 60.7
Jumlah 107 100
79. 79
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Berdasarkan Tabel 5.3 dapat dilihat bahwa lebih dari separuh responden
memiliki sikap setuju dengan pelaksanaan imunisasi dasar lengkap yaitu sebanyak
65 orang (60.7%) yang melakukan pelaksanaan imunisasi dasar di wilayah
puskesmas pengambiran kota padang.
5.3.5 Dukungan Keluarga
Tabel 5.3.5 Distribusi frekuensi responden berdasarkan dukungan keluarga
ibu balita yang melakukan pelaksanaan imunisasi dasar di Wilayah Kerja
Puskesmas Pengambiran Kota Padang Tahun 2017
No. Dukungan Keluarga F %
1 Tidak DiDukung 56 52.3
2 DiDukung 51 47.7
Jumlah 107 100
Berdasarkan Tabel 5.3.5 dapat dilihat bahwa lebih dari separuh responden
tidak di dukung keluarga dengan pelaksanaan imunisasi dasar lengkap yaitu
sebanyak 56 orang (52.3%) yang melakukan pelaksanaan imunisasi dasar di
wilayah puskesmas pengambiran kota padang.
5.3.6 Pelayanan Kesehatan
Tabel 5.3.6 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pelayanan kesehatan
di wilayah kerja Puskesmas Pengambiran Kota Padang Tahun 2017
No. Pelayanan Kesehatan F %
1 Kurang Baik 30 28.0
2 Baik 77 72.0
Jumlah 107 100
80. 80
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Berdasarkan Tabel 5.3.6 dapat dilihat bahwa lebih dari separuh responden
memiliki pelayanan kesehatan yang baik di wilayah kerja puskesmas pengambiran
kota padang yaitu sebanyak 77 orang (72.0%).
5.3.7 Imunisasi Dasar
Tabel 5.3.7 Distribusi frekuensi responden berdasarkan pelaksanaan
imunisasi dasar lengkap di wilayah kerja Puskesmas Pengambiran Kota
Padang Tahun 2017
No. Imunisasi Dasar f %
1 Tidak Lengkap 53 49.5
2 Lengkap 54 50.5
Jumlah 107 100
Berdasarkan Tabel 5.3.7 dapat dilihat bahwa dari separuh responden
melaksanakan imunisasi dasar lengkap yaitu sebanyak 54 orang (50.5%) dan
separoh responden melaksanakan imunisasi tidak lengkap yaitu sebanyak 53
orang (49.5%) di wilayah puskesmas pengambiran kota padang.
5.4 Analisa Bivariat
Untuk menganalisis hubungan antara variabel independen dan variabel
dependen, maka digunakan uji statistik dengan rumus Chi Square yang hasilnya
sebgai berikut :