SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 111
Downloaden Sie, um offline zu lesen
GLOCAL
 Media


Amelia Day
untuk yang tercinta :

           Mami, Papi, Nenek Daeng
   Tante Fatma, Tante Chama, Tante Ati


untuk satu-satunya hingga akhir waktu:   Tyas Legawa
DAFTAR ISI



   Dedikasi & Terima Kasih

1 Asal-muasal                           9

2 The Great Firewall of China           18

3 Hollywood, Bollywood, Chinawood       31

4 Ekosistem Media Global versus China   51

5 Indocine: Antara Ruang dan Waktu      63

6 Simpulan: Visi Kreatif 2025           86

7 Pustaka & Pranala                     99

8 Tentang Penulis                       102
TERIMA KASIH

Menuntut ilmu hingga ke banyak negeri. Saya ucapkan rasa syukur ke Tuhan YME
karena bisa berguru secara online dengan pakar media massa dan globalisasi, Prof.
Anthony YH Fung dari School of Journalism and Communication, CUHK, Hong Kong
dan kepada Dr Umair Haque dari Havas Media Lab.

Terima kasih juga Lola Maris dan Iwan Jusuf, dua sparring partners saya selama
puluhan tahun: untuk menimba ilmu tanpa putus, dan untuk berbagi informasi penuh
canda tawa. Atas diskusi dan inspirasinya, saya ucapkan terima kasih untuk Prof. Ilya
R. S. Sunarwinadi, Teddy Anggoro, MH, serta Mas Hikmat Darmawan dan Mbak
Juni Soehardjo.

Akhirul kalam, beberapa peradaban yang tetap unggul hingga hari ini adalah mereka
yang telah memiliki sejarah panjang dalam "bernegara". Media adalah bagian
intangible, tak kelihatan, dari sebuah peradaban hari ini. Benafas dan tidur berarti hidup
di antara pipe & content. Semoga pencarian saya ini bukan lelucon media dua tahun
terakhir: God created the world, and the rest is made in China.




                                            i
1
                                               ASAL-MUASAL

           “Hostile foreign powers have not abandoned their conspiracy and
           tactics to westernize China and to divide the country,” warned Hu
           [Jintao] in late 2008. 1

       Bisa jadi paranoid, bisa juga strategis. Kebijakan pemerintah China hingga
       hari in i seakan misteri bagi banyak investor asing hingga pekerja kreatif
       asing. Pertarungan melawan pengaruh asing di abad la lu berarti senjata
       api atau bambu runcing. Kerap hadir di kehidupan hari in i Cyberwar atau
       Twitterwar bukanlah perang. China melarang Facebook di negaranya, dan
       ia membuat versi lokal media sosia l in i, Renren. Di beberapa area di China
       (terutama mungkin yang masih miskin), Google dan Youtube tak bisa
       diakses sama sekali.

       Saya mempercayai bahwa apa yang dilakukan pemerintahan Hu Jintao
       sekarang adalah strategi memenangkan pertarungan globa l. Sebaga i
       bangsa besar hari ini dan masih akan terus berjaya di masa mendatang,
       China mempelajari sejarah panjangnya. Cara berpikir terhadap proteksi
       atas pengaruh asing ini dirancang dengan melihat strategi dan taktik Sun
       Tzu, filsuf milit er di abad ke-6. Sun Tzu membuka tulisannya dengan
       perencanaan: “All warfare must be based on deception;” bahwa musuh
       harus dikelabui. Ketika akan menggunakan kekuatannya, perlihatkan ke
       musuh bahwa tentara China seakan sedang tidak aktif. Di saat musuh
       mengeluarkan seluruh kekuatan, di saat itu lah pasukan Sun Tzu
       menyerang.




1
    Dilip Hir, After empire: the birth of a multipolar world, Nation Books, 2010, halaman 249.


                                                           1
Belajar hingga ke negeri China bukanlah pameo kosong. Mengkaji gerak-
gerik pemerintah China dan hasil kebijakannya hari in i adalah melihat
gaya keterbukaan antara “ada” dan “tiada”. China hari ini memasuki
babak baru sejak dikeluarkannya Decree #44 tahun 2004 yang
membolehkan masuknya investasi asing untuk produksi film, radio dan
televis i. Khusus produksi, saya mengkategorikan hal in i dala m kotak “is i”
atau content. Mari berpikir antara pipe dan content dalam industri media
massa, telekomunikas i dan internet. Tiga sektor yang hari ini “melebur”
karena teknologi digital. Pipa adalah penyalur is i audio- visual, apakah
melalu i perangkat bergerak (telepon genggam atau tablet) ataukah statis
(pesawat TV di rumah).

Untuk kepemilikan pipa, belum ada entitas asing bisa memiliki saham
perusahaan media massa di China daratan. Perusahaan media asing yang
dipancarkan melalui satelit biasanya berkantor di Hong Kong, yang
memiliki sistem pemerintahan khusus di bawah HKSAR, Hong Kong Special
Administrative Region, sebuah sistem yang leb ih terbuka terhadap investasi
asing. Media dan telekomun ikasi adalah sektor tertutup terhadap investasi
asing secara langsung (foreign direct investment) , tapi masih diperbolehkan
untuk investasi tak langsung (induk perusahaan media atau melalui bursa
saham). Untuk perusahaan dengan jen is investasi yang terakhir ini,
dipast ikan bahwa pemerintah China memiliki saham mayoritas di
dalamnya.

Proteksi super-ketat juga terasa di is i film, program TV dan situs internet
dari luar China. Adegan cium adalah tabu, apalagi bersuara keras
memprotes pemerintah China. Selepas era Mao Zedong (akhir 1970-an), film
asing bisa masuk tapi harus dibatas i kuantitasnya dan harus disensor ketat
oleh SARFT (State Authority of Radio, Film and Television).

Produksi film dan tayangan TV kerjasama dengan pihak asing baru terjadi
saat keluar Decree #44 tertanggal 16 November 2004. Detail dari
peraturan ini tak ada yang mengetahui kecuali petinggi SARFT sendir i.
Peraturan bernomor sama juga pernah dike luarkan tahun 2000 oleh
Kementerian Keamanan Publik terkait tak langsung terhadap media
adalah: “Measures for the Admin istration of Security of Mass Cultural and
Sports Activit ies”.

Untuk media massa, pemerintah China juga mengatur ketat isi, mula i dari
skenario (regulasi ex ante ) hingga hasil akhir (regulasi ex post ). Pengaturan
in i juga dikait kan dengan izin usaha. Melanggar is i yang ditentukan,
perusahaan ditutup atau sahamnya harus dipin dahkan ke pihak lain.
Keluar juga peraturan terakhir (Februari 2012) periha l larangan TV loka l
menayang film atau program TV asing di jam prima .


                                       2
Semua aturan in i dirancang oleh pemerintah China untuk menghadap i
kondisi global tanpa harus menentang atau menutup diri. Terlihat je las
bagaimana percepatan pertumbuhan media global selama sepuluh tahun
terakhir, atau setelah biaya menyewa slot satelit menjadi murah dan
teknologi distribusi audio visual melalui jaringan internet menjadi massal.
Tindakan protektif pemerintah China in i menjadi satu hal yang
sesungguhnya patut dimaklumi mengingat bangsa China memiliki filosofi
"Tao" dalam kehidupan sehari-hari: bagaimana semua hal terjadi dan
bekerja di bumi ini. Sebagai bangsa besar, China tahu menjaga
keseimbangan alam dan segalanya , termasuk kebijakan membuka dan
menutup (open & closed policies) .

Di luar semua bentuk kebijakan pemerintah China hari in i, potensi pasar
penonton China (populasi 1,3 milyar) masih menjadi daya tarik pihak asing.
Memasuki tahun 2012, banyak acara diskusi industri M&E (media and
entertainment) di Hollywood yang menyoroti co-production atau produksi
bareng produser dari China. Geliat M&E di China, serta kondis i globa l
(baca: digitalis as i segalanya) mendorong industria lis barat melakukan
ekspansi ke pasar gemuk in i. Pasar media yang sebelumnya sulit ditembus,
sejak 2004 mulai terbuka terhadap investasi asing.

Di luar semua aturan itu, negara barat masih kesulitan merangkul pasar di
China secara maksimum karena tak ada tindakan keras pemerintah
terhadap produk video bajakan karya kreatif Hollywood (film) atau Silicon
Valley (piranti lunak). Selama in i pemerintah China pusat “mengakui” tak
bisa menindak pembajakan ini karena masalah otoritas pemerintah daerah.
Selama in i, yang seakan menjadi keprihatinan banyak bangsa lain di dunia,
adalah pemerintah pemerintah China terlalu over-protective , namun di sis i
lain tak ada kepastian akan hak intelektua l yang dimiliki perusahaan
asing.



Tao of Media

Tulisan in i awalnya dibuat dalam bentuk peta sederhana tentang industri
TV nasional. Ia lalu meluas menjadi globa l. Ternyata sebuah stasiun TV itu
hanya bagian kecil dari industri global, Media & Entertainment (M&E).
Televisi, misalnya, hanya satu jende la dari sekian banyak media bagi
sebuah video atau film diputar. Televisi memang hanya satu cara distribus i
untuk ribuan jam film layar lebar atau bahkan jutaan jam program telev isi
seluruh dunia.




                                     3
Sebelum memahami bagaimana China bisa membuka diri terhadap media
massa asing, atau bahkan terhadap media massa lokal sekalipun di era
Mao Zedong, saya harus bisa melihat proses media massa itu secara
mendasar. Sebagai panduan awal buku ini, berpikir dua pilah berbeda: pipa (pipe) dan
isinya (content) membantu memahami evolusi karya visual, audio dan audio visual dalam
industri media massa.




                             PIPE  CONTENT

       PIPE: bioskop, radio, TV, DVD player, situs internet

       CONTENT: gambar statis (foto, lukisan, kartun), presentasi,
       dokumen kuliah, musik, video (animas i, film layar lebar), dan
       seterusnya




Berpikir televis i hanya satu pipa , saya mencari tahu lagi hubungannya
dengan pipa lain dan bagaimana industri film dan tayangan TV itu
bergerak dari hulu ke hilir . Di sinila h kemudian saya menyadari bahwa
televis i adalah sebuah sistem globa l. Bagaimana sebuah tayangan TV atau
film layar lebar itu masuk ke dalam layar TV atau bioskop? Prosesnya
selalu linier dari produksi lalu distr ibusi hingga eksib is i melalui media
massa. Perlu dicatat, sebagai produk intangible, film atau tayangan TV itu
diproduks i sekali untuk eksibis i atau diputar berulangka li.




                PRODUKSI  DISTRIBU SI EKSIBISI




Dari beberapa hal paling mendasar proses media massa sejak seratus tahun
terakhir, saya kemudian mencoba mengkaji media massa ini dari kebijakan
publik, dalam kaitan bagaimana penguasa media massa globa l dan



                                         4
nasional bergerak. Hakikat air “wadah mempengaruhi isi” adalah satu
patokan mengapa is i bisa bagus, bisa juga aneh tergantung pemilik
medianya.

Mengaitkan lagi pipe dan content dalam satu konteks kebijakan publik
global, saya tertarik mengkaji kebija kan protektif China in i leb ih fokus
lagi: terhadap film layar lebar China. Produksi film layar lebar adalah
salah satu titik hilir sebelum mengkaji berbagai mode l bisn is media (pipa)
di hulu. Tayangan olah raga, berita dan genre la in dika ji pula namun tidak
menjadi titik fokus utama di buku ini. Alasan utamanya adalah bahwa
“drama” masih memiliki potensi penonton lebih banyak dari “non-drama”.
Untuk ini kajiand alam buku in i hanyala h terfokus pada film dan tayangan
TV, khususnya yang bergenre drama.




Bagan domain produk digital hari in i                   ©2012




Secara umum, bisn is dan industri audio- visual di era digita l hari in i bisa
dirangkum seperti bagan di halaman berikut. Bagan sederhana in i
membantu mengerti pengembangan kebijakan publik di sektor M&E. Bagan


                                        5
in i juga membantu memetakan strategi kebijakan publik pemerintah China
sepuluh tahun terakhir.

Bagan dibagi secara vertikal atas doma in is i (content) dan pipa (pipe),
atau media dan tempat memasang, memutar, menyiarkan film atau
tayangan TV. Sejak isi diproduksi hingga di distr ibusi, dipahami periha l
berbagai jenis , terutama dalam bentuk digital, di antaranya jpg untuk
gambar dan avi untuk audio video. Format digita l ini hanyalah simp lifikas i
domain saja. Parameter format digita l sangatlah banyak, namun untuk
secara umum pembagian parameter hanya dibatas i oleh kemampuan
panca indera (mata, telinga, dan seterusnya). Jika “berbagai macam
bau/wewangian” bisa ditransfer ke bentuk digita l suatu hari, akan ada
parameter baru, dan seterusnya. Selan jutnya, doma in content adalah untuk
pemain bisnis menengah bawah, sedangkan untuk pipa , kecenderungannya
adalah untuk pemain modal besar.



Tentang Buku Ini

Buku ini adalah kajian tentang sektor M&E, dengan pendekatan ekonomi.
Hal in i diawali dari pemikiran bahwa sektor M&E khusus di Indonesia
belumlah banyak dikaji secara mendasar. Sela in itu, film layar lebar atau
tayangan TV, khususnya genre drama, difokuskan dengan alasan
dominasinya dalam perputaran uang di industri in i serta. Pendekatan sosia l
atas tayangan dan film adalah dalam kerangka globa lisas i dan de-
globalisasi. Proses in i telah terjadi di China, yang kin i tampil sebagai satu
kekuatan ekonomi dunia hanya dalam tempo singkat. Untuk itu, apa yang
terjadi di China bisa dipelajar i untuk mengerti bagaimana sektor M&E
global yang berproses hari ini.

Di bagian pertama buku in i, Great Firewall of China , saya melihat
standing point pemerintah China dalam pengaturan film dan arus investasi
sektor M&E (Media & Entertainment) . Setelah ada keterbukaan pemerintah
di awal milen ium baru, China menjadi daerah tujuan investasi M&E yang
menarik apalagi jika mengingat potensi penonton dari negara berpopulasi
terbesar dunia. Untuk kajian in i, saya mengangkat analisis Fung (2008:
halaman 35) tentang industri M&E global ke China (global to local) yang
harus melalui peraturan kepemilikan yang rumit juga sensor isi media yang
sangat ketat . Fung juga mengkaji proses dari dalam ke luar (local to
global) yang dilaksanakan pemerintah China untuk menyerap hal positif
dari globalisas i. Fung menegaskan bahwa setelah budaya populer global
masuk ke satu negara, ia seakan “memperkuat” budaya loka l dan
selan jutnya memiliki nilai lebih untuk ekspansi ke luar negeri.


                                       6
Di bagian kedua, Hollywood, Bollywood, Chinawood, saya mempela jar i
bagaimana kerja sistem periode peluncuran satu film di beberapa media
massa (movie release window ) yang lahir dari pebisnis Hollywood in i. Model
bisnis ini kemudian diterapkan Hollywood untuk pasar globa l, termasuk ke
China dan India, dua negara berpopulasi terbesar yang juga berarti pasar
M&E yang besar. Konsep hak barang intelektual (intellectual property
rights) yang berangkat lepas era Gutenberg, kini dipergunakan oleh
Hollywood. Konsep IPR ini bahkan dikaitkan dengan kontrak perdagangan
barang internasional di Wor ld Trade Organizat ion (WTO). Dari sini
kemudian juga lahir konsep “produk dan sinya l audio visual ile gal” sebagai
bentuk pelanggaran TRIPS. Setiap anggota WTO wajib meratifikas i TRIPS
(Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights). Pernah memonopoli
dunia dengan film dan tayangan telev isin ya, Amerika Serikat adalah satu
dari penemu teknologi awal pipa audio visual, mula i dari bioskop , televis i
hingga “jaringan” internet.

Cara Hollywood mengembangkan bisnis M&E dengan pakem produksi
tertentu ditularkan di industri perfilman India dan China. Saat in i industri
perfilman China telah mampu mengekspor film ke luar China. Untuk itu
secara umum China akhirnya "menyebarkan" nilai- nila i luhur budaya
mereka ke seluruh dunia dengan tutur produksi film a la Hollywood. Di
bagian Ekosistem Med ia Global versus China dikaji tentang
kepemilikan media massa global, yang beberapa di antaranya berlomba -
lomba masuk ke pasar M&E China , khususnya secara langsung (foreign
direct investment) . Mendir ikan kantor perusahaan media asing di negara ini
adalah tabu di era Mao Zedong bahkan hingga era Deng Xiaoping. Sebelum
2004, tak diperbolehkan masuk investasi asing untuk perusahaan M&E di
China. Setelah lahir Decree #44 di tahun 2004 tentang co-production untuk
media bioskop, telev isi dan radio, struktur pasar kemudian berubah.
Monopoli pemerintah untuk tahap produksi bergeser monopolistik: produk
sama dengan kemampuan banyak pemain yang rata-rata sama pula.
Struktur pasar di China in i dibentuk atas upaya dan regulasi
pemerintahnya. Pemerintah China memproteksi pemain loka l terhadap
asing berupa kepemilikan saham di perusahaan kerjasama dengan pihak
asing.

Proses globalisas i dis ikapi pemerintah China seperti arena perang, dengan
menerapkan salah satu taktik Sun Tzu seperti “rangkul musuh” sebelum
tangan mampu menikam bagian belakang lawan. Deception, atau tipuan,
adalah cara pemerintah China: seakan belum bisa membuka diri secara
penuh tapi pemerintah China menguasai dunia dengan berbagai produk
buatan bangsanya.



                                      7
Ditutup dengan Bab Indocine: Antara Ruang dan Waktu , saya mencoba
mendefleks ikan kondis i industri audio-visua l ini di Indonesia. Bagian in i
menjadi kilas balik Industri film nusantara sejak kependudukan Belanda,
Jepang, kemudian terbentuk negara bernama Indonesia hingga hari ini.
Saya kemudian melihat proses in i dalam kerangka kebija kan publik di
Indonesia hari ini. Secara kontekstual hari ini, ada 14 subsektor industri
kreatif dalam realitas budaya global. Subsektor ini juga menjadi bagian
industri M&E global yang masuk dan tidak mengala mi proses de-
globalization di dalam negeri. Untuk tetap memperkenalkan nilai luhur
sebuah peradaban lokal ke seluruh dunia, belajarlah hingga ke negeri
China.

Indonesia adalah bangsa yang juga [pernah] besar, yang berada di antara
jalur perdagangan India, China dan Asia Tenggara. Apa yang kemudian
patut direnungkan dari kajian in i? Apa saja 14 subsektor industri kreatif
yang dirumuskan di Indonesia versus yang telah dikaji secara global oleh
UNESCO? Di bagian terakhir , Simpu lan: Visi Kreatif 2025, adalah
simpu lan yang diharapkan bisa menjadi bahan krit isi industri M&E di negeri
in i.

Satu hal yang saya garisbawahi dala m tulisan in i adalah penggunanaan
bahasa Inggris dalam setiap bagian. Dengan derasnya arus informasi hari
in i, dunia seakan menunjuk bahasa "resmi" media baru adalah bahasa
Inggris. Saya terpaksa menuliskan beberapa istilah khas yang jika
diter jemahkan ke dalam Bahasa Indonesia esensi dan makna yang ingin
saya sampaikan tidak tercapai. Paling utama adalah ist ilah pipe & content;
jika diter jemahkan menjadi pipa dan isi. “Isi” memiliki konotasi yang
terlalu fis ik (tangible). Tak akan menolong banyak jika ditu liskan "konten".




                                      8
GLOCAL MEDIA




     9
2
                 THE GREAT FIREWALL OF CHINA

Pagi itu diselenggarakan breakfast meeting sebelum konferensi industri
penyiaran Asia Pasifik, CASBAA 2006, Hongkong. Seorang mitra firma
hukum Paul, Weiss , Rifkind, Wharton & Garrison LLP dari New York
menjadi pembicara. Ia bercerita tentang regulasi di China. Ia pernah
bertemu dengan pegawai pemerintah China. Untuk mendapatkan
peraturan perundangan terbaru, ia harus mendapatkan jawaban in i: “You
want to know the regulations? Talk to me, I know the regulat ions.” Pegawai
pemerintah China itu mengayunkan kertas peraturan itu lalu ia
menyembunyikannya ke belakang punggungnya.

Betul, yang terjadi di China adalah orang asing ya tetap orang asing.
Peraturan perundangan telah dituliskan namun untuk membaca detail
aturannya, tak ada seorangpun warga negara asing, atau pengacara
kebangsaan China pun (yang mewakili perusahaan asing) bisa
mendapatkan dokumennya.

Pasca-perang dingin , China menje lma menjadi kekuatan polit ik ekonomi
global yang cukup berpengaruh. Te lah terjadi arus besar investasi asing ke
China sepuluh tahun terakhir. Potensi pasar dan keterbukaan pemerintah
dibaca oleh para pemain asing sebagai sebuah peluang yang wajib digarap.
M&E adalah sektor terakhir yang membuka diri terhadap investasi asing.
Media adalah satu sektor yang sangat diproteksi pemerintah China bahkan
sejak era Mao Zedong.

Atas is i film atau siaran TV yang membawa pengaruh asing, pemerintah
China sungguh melindungi usaha loka l China daratan. Proteksi bagi
penonton atau juga pemain industri film loka l in i bahkan berlaku juga atas
film dari Hong Kong. Walau telah menjadi bagian resmi China pasca-
pelepasan adminstrasi Inggris Raya di tahun 1997, Hong Kong tetap


                                     10
mendapatkan kuota ekspor 20 judul film ke China. Jika ingin memasok
       lebih banyak lagi, produser wajib mempekerja kan tenaga kreatif dari
       China daratan dalam produksi film tersebut. Hal ini diatur juga dalam
       kesepakatan CEPA (Closer Econonomic Partnership Arrangement) di tahun
       2004 antara admin istrator wilayah Hong Kong dan pemerintah China. 2

       Aturan untuk film dari Hollywood leb ih ketat: pemerintah China hanya
       menetapkan kuota saja. Pemain asing tak mendapatkan keist imewaan
       kuota tambahan ini. Suatu hal pasti: hal ini tak masuk perhitungan
       produser asing karena mengongkosi pekerja China datang ke Hollywood
       adalah mahal.

       Selain dikunci ketat di peraturan tenaga kerja dan investasi sektor M&E,
       pemerintah China juga membuat peraturan isi atau ja lan cerita film. Detail
       pasal dalam peraturan itu tak jelas apa saja. Peraturan itu pun bisa
       berubah tanpa ada transparansi kapan dan bagaimana pasal mana dalam
       dokumen itu yang diganti. Peraturan khusus film dan media massa in i
       dibuat oleh badan negara SARFT (State Authority of Radio, Film, and
       Television), atau kalau di Indonesia dikenal dengan nama KPI (Komisi
       Penyiaran Indonesia).

       Secara umum, peraturan tentang film la yar lebar dan tayangan TV yang
       masuk ke China harus mengikut i beberapa pokok pemikiran di bawah in i.

          Films may not contain content which: 3
          1.   Violates the basic principles of the Constitution;
          2.   Threatens the unity, sovereignty and territor ial integrity of the
               state;
          3.   Divulges state secrets, threatens national security, harms the
               reputation and interests of the state;
          4.   Instigates national hatred and discr iminat ion, undermines the
               harmony among ethnic groups, or harms ethnic customs and
               practices;
          5.   Violates state policies on religion, and propagates cult religion or
               superstit ion;
          6.   Disrupts social order or social stabilit y;
          7.   Propagates obscenity, gamblin g, violence , or abets crimina l
               activit ies;

2
    Lucy Montgomery, China's Creative Industries: Copyright, Social Network Markets and the Business of Culture in a
    Digital Age, Edward Elgar Publishing, 2010.

3
    http://info.hktdc.com/alert/cba-e0804c-2.htm


                                                         11
8.    Insults or defames others, or infringes upon others' legitimate rights
                and interests;
          9.    Corrupts social morality, or defames the superiority of national
                culture;
          10.   Other contents prohibited by state laws and regulat ions.


      Sesungguhnya, peraturan di atas adalah normatif adanya. Di China sensor
      terjadi di tahap skenario (ex ante) dan hasil akhir film (ex post) . Jika
      hendak diproduks i di China, dokumen skenario harus diserahkan
      sebelumya. Skenario yang tidak kembali ke produser adala h pertanda
      produksi atau distribusi tak bisa dilakukan. Selanjutnya jika telah
      diproduks i ternyata hasilnya berbeda, film tak bisa diputar. Setelah diputar
      pun, film sewaktu-waktu bisa ditarik dari peredaran bioskop China.

      Hingga hari in i pemerintah China sewaktu-waktu masih menarik film
      produksi Hollywood dari bioskop tanpa alasan. Kepastian masa putar
      diber ikan terhadap produksi lokal, atau produksi bareng produser loka l
      dan produser asing. Alasannya adalah berakar dari Decree 44 tahun 2004.
      Dalam peraturan ini perusahaan asing boleh bermitra dengan produser
      lokal dengan mendir ikan usaha patungan untuk memproduksi film di
      China daratan.

      Lahir lah kemudian sebuah film epik kolosa l, Warlords (2005). Produser
      Hollywood Warner Bros. Studios membuat entitas kerjasama dengan
      Hengdian Group, pengusaha elektron ik dan kimia loka l. Entitas itu diberi
      nama Warner China Film Hengdian Group dan produksi perdananya adalah
      film Warlords . Persyaratan mendir ikan usaha bersama (joint-venture) in i
      adalah kepemilikan lokal 51%, alias pihak asing tak memiliki voting rights
      atas entitas usahanya.

      Dari bentuk kerjasama lokal- asing in i, Warlords      mampu meraih
      keuntungan hanya dari pasar penonton China . Di minggu pertama film ini
      diputar telah dihasilkan pemasukan kotor USD 10,073,000 4 dengan total
      biaya produksi USD 40,000,000. Seja k 2007 hingga 2011 dengan
      pemutaran di beberapa media (bioskop, DVD hingga telev isi) telah dila lu i,
      pemasukan kotor Warlords telah mencapai USD 129,078,000 atau empat
      kali lipat dari biaya produksinya.

      Kongsi para pekerja Hollywood dan Chinawood ini telah melahirkan produk
      yang cukup fenomenal. Untuk menghemat biaya prop ( property, atau
      perlengkapan produksi) Hengdian juga membangun studio produksi besar,

4
    http://www.boxofficemojo.com


                                              12
empat jam perjalanan darat dari ibukota Beijin g. Studio in i berukuran
       besar berisi replika Forbidden City lengkap dengan istana dan lansekap
       sekitarnya.

       Mengkaji    kerjasama   Warlords     ini,  produser    Hollywood     telah
       memperkenalkan gaya manajemen produksi hingga cara bertutur sebuah
       film layar lebar khas Hollywood. Film ini menggunakan resep film epik
       Hollywood: kolosal dan mahal. Sebe lumnya film produksi lokal (China atau
       Hong Kong) jarang mengerahkan banyak figuran dalam satu adegan .

       Selain itu, Warlords juga dipasarkan dengan memaka i cuplikan film
       (trailer) yang mengambil pakem bertutur Hollywood: dramatisasi replika
       kehidupan. Penggunaan pakaian (wardrobe) dan prop mendekati warna
       asli masa lalu (nuansa cokelat). Selain itu juga musik (music score) dibuat
       untuk dramatisasi di setiap adegan utama.

       Selain itu film in i juga memaka i pakem penetrasi budaya seperti saat film
       Amerika menempatkan stars and stripes di banyak adegan sebuah film.
       Secara umum, simbol- simbol patriotisme China dibuat nyata dan alamia h.
       Secara khusus, sebagai pembawa pesan kehebatan pahlawan China, film-
       film kolosal seperti Warlords in i tak pernah disulih- suarakan ke bahasa la in.
       Bahasa Mandarin, atribut perang Suku Han, serta nila i luhur kepahlawanan
       China harus diresapi penontonnya sebagai satu kesatuan rasa. Kung Fu
       Hustle masih disu lih- suarakan ke dala m bahasa Inggris.

       Kerjasama Warner dan Hengdian in i menjadi awal kisah sukses asimila si
       produser film Hollywood dan Chinawood. Sebelum mendir ikan entitas
       kerjasama hingga mendistribus ikan film jadi ke seluruh dunia , sang
       produser Hengdian-Warner harus selalu berhubungan dengan otoritas film,
       SARFT. Lembaga seperti SARFT tak lahir tiba-tiba, namun ia merupakan
       bentuk kebijakan Pemerintah China di era sebelumya.

       Di era kepemimpinan Mao Zedong, dikenal strategi “tutup pintu rapat-
       rapat” terhadap pengaruh budaya asing. Revolusi Budaya (1966-1976) in i
       berakhir saat Mao meninggal. Pintu sedikit terbuka saat pemerintah
       mengizinkan impor film dengan syarat wajib sulih-suara ke dalam bahasa
       Mandarin. Badan pemerintah waktu yang bertanggungjawab atas
       pengawasan impor film in i adala h Biro Film, sebuah institusi di bawah
       kantor Kementerian Budaya (1977, sebelum dibentuk kementerian khusus:
       Kementerian Film, Radio dan Telev isi). Selain mengurus perihal impor film,
       Biro film juga memiliki tugas: 5


5
    George Stephen Semsel, Chinese Film: The State of the Art in the People's Republic, ABC-CLIO, 1987, halaman 3.


                                                         13
1. memimpin institusi film lokal (termasuk kuota tahunan),
             menyelenggarakan konferensi film tahunan dan rapat reguler
             dengan semua produser film loka l;

          2. mengeluarkan surat sensor atas semua film berdasarkan dasar
             negara, peraturan, etika dan moral tradis iona l;

          3. merencanakan pengembangan jangka panjang untuk industri
             film;

          4. melakukan pertukaran film dalam                          kerangka       kesepakatan
             budaya antara China dan negara la in.

       Ada beberapa unit Biro Film, di antaranya:

          1. China Film Corporation untuk distribus i dan eksib isi;

          2. Film Art Res earch Center untuk arsip dan kajian;

          3. Beijing Film Institute untuk pelat ihan tenaga kreatif;

          4. Film Equipment Corporation untuk pengembangan teknologi
             audio visual;

          5. China Film Co-production Corporation (salah satu unit di
             bawah China Film Corporation) untuk kerjasama produser lokal
             dengan produser asing.

       Strategi untuk produksi lokal atas biaya investor asing ini tak terjadi di era
       pemerintahan sebelumnya. Pasca-1976 (Revolus i Budaya berakhir), film
       lokal sepenuhnya dibiayai pemerintah China. Seorang produser atau studio
       film lokal akan mendapatkan insentif dari China Film Corporation (CFC).
       Negara melalu i CFC memberikan uang 700 ribu hingga 900 ribu Yuan
       (setara USD 250 ribu) pada saat sang produser menyerahkan film yang
       telah diproduksi. Uang tersebut harus dipakai untuk produksi selanjutnya.
       Saat itu, materi film harus berisi propaganda pemerintah. 6

       Memasuki era 1990-an, pemerintah tak lagi membiaya i film loka l. Produser
       film mendapatkan uang dari kerjasama “split revenue” dengan distr ibutor.
       Selain berbagai pemasukan (dan pajak ditanggung masing- masing pihak),
       produser film juga mendapatkan uang dari distr ibutor atas cetak ulang


6
    Lucy Montgomery, China's Creative Industries: Copyright, Social Network Markets and the Business of Culture in a
    Digital Age, Edward Elgar Publishing, 2010, halaman43.


                                                         14
kaleng film. Sejumlah RM 7,000 per kaleng cetak film (dahulu masih
       seluloid, belum digital) dibayarkan distributor sebelum film diputar.

       Di saat distr ibutor film asing boleh memasukkan film asing, pemerintah
       China membatasi 10 (sepuluh) judu l film asing per tahun di era 1990-an,
       dan menambah lagi 20 (dua puluh) judu l film layar lebar setelah China

       meratifikasi kesepakatan dengan WTO (2001). 7 Pembatasan film asing in i
       berlaku hingga hari in i.

       Setelah dibuka untuk film asing, bioskop seluruh negeri ternyata
       mendapatkan pemasukan kotor 80% dari film asing. Khawatir akan
       penetrasi budaya populer asing mela lu i film asing in i, pemerintah China
       kemudian membangun strategi baru. 8 Ada dua hal yang mengkhawatirkan
       pemerintah: is i film dan proteksi pemain loka l. Dengan jumlah tak terla lu
       banyak, SARFT dengan mudah menyensor is i film atau menolak satu judul
       film diputar. Untuk proteksi terhadap pemain lokal, pemerintah bermain
       dengan gaya kapitalis me modern.

       Pemerintah China melarang dana asing masuk ke entitas media loka l. Dari
       tiga tahap sektor M&E (produksi, distribusi dan eksibisi) , hanya produksi
       yang dibuka untuk dana asing. Distribus i masih harus melalui perusahaan
       pemerintah CFGC atau China Film Group Corporation, ( 中 国 电 影 集 团 公 司 ),
       anak usaha CFCsedangkan untuk eksib isi hanya pemain lokal dengan
       pengawasan ketat juga dari CFGC.

       Sejak hanya impor film asing hingga produksi bareng piha k asing,
       pemerintah China sesungguhnya telah melibera lisas i industri film dala m
       negerinya sejak 1970-an. Saat itu keran untuk film asing hanya untuk
       impor film asing, dan untuk produksi kerja bareng produser asing belum
       diperbolehkan. Kerjasama produksi (co-production) pemain lokal dengan
       asing baru dibuka 2004, saat keluar Decree #44, yang beris i "the interim
       regulation for joint investment or collaboration on the production,
       operation, and management of radio and broadcasting program." Peraturan
       ini sebagai komitmen China yang telah meratifikas i perjan jian TRIPS (Trade
       Related Aspects of Intellectual Property Rigths), sebagai salah satu syarat
7
    Lucy Montgomery, Troubled waters for the development of China’s film industry, An International Joint Research
    Project on Contemporary Chinese Media, Culture, and Society, hosted by Communication Arts Research Institute,
    Taipei, Taiwan, 2004, halaman 7.

8
    Ibid, Troubled waters for the development of China's film industry, An International Joint Research Project on
    Contemporary Chinese Media, Culture, and Society, hosted by Communication Arts Research Institute, Taipei,
    Taiwan, 2004. http://eprints.qut.edu.au/2821/1/2821.pdf


                                                          15
untuk menjadi anggota WTO (World Trade Organization) yang
memudahkan produksi, operasi dan manajemen film, radio, komik dan
hiburan (kecuali pemberitaan) bagi pihak asing.

Selain itu, ekspor film produksi lokal ke banyak negara mencapai ratusan
judu l, dan hanya sedikit yang bergenre drama. Kebanyakan film yang
diekspor adalah film dokumenter, pendidikan atau sains. Jumlah ekspor
film setiap tahun in i menjadi patokan jumlah impor film untuk semua
negara, termasuk Hong Kong. Jika total film ekspor adalah 150 judu l,
sepertiganya adalah jumlah film yang bisa diimp or dari gabungan semua
negara. Kebanyakan impor film datang dari Jepang dan Hong Kong, tapi
masih produksi Hollywood yang digemari penonton China.

Setelah meratifikasi kesepakatan TRIPS tahun 2000, pemerintah China
meliberalis asi peraturan sektor M&E. Apalagi setelah China ditunjuk
sebagai penyelenggara ajang internasional Olimpiade Beijing 2008,
pemerintah China mulai serius menekan risiko TRIPS dengan merazia pusat-
pusat pembajakan produksi DVD. Pemerintah juga menjamin kepastian
masa putar film di bioskop. Memperpendek jarak antara peluncuran film di
bioskop ke DVD juga merupakan cara agar DVD bajakan kalah bersaing.

Tindakan pemerintah pusat ini ternyata “tak sejalan” dengan aturan di
tingkat lokal. Khusus untuk pemba jakan sinya l TV berbayar (paid TV
channel) pemerintah lokal membuat peraturan daerah khusus tentang
operator TV kabel lokal ini dengan sanksi tertinggi pencabutan izin
operasional atas pelanggaran:

  1. Tidak memiliki persetujuan atas         desain,   penempatan,   dan
     instalasi konstruksi (infrastruktur).

  2. Menyewa, mentransfer waktu penyiaran.

  3. Menyiarkan yang melanggar peraturan is i siaran.

  4. Menyiarkan iklan melebihi waktu yang ditentukan.

Catatan: perihal sinkronisasi penanganan “pembajakan DVD dan sinya l
audio- visual” in i dibahas di bagian Hollywood, Bollywood, Chinawood.

Sesungguhnya, secara makro pemerintah Amerika Serikat, melalui
Departemen Perwakilan Perdagangan (USTR, United States Trade
Representatives) masih menempatkan China sebagai tujuan berbisnis di
segala sektor. Nilai perdagangan China dan Amerika Serikat mengala mi
peningkatan sign ifikan dalam tiga dekade terakhir. USD 2 milyar (1979)
hingga USD 457 milyar (2010). Untuk sektor produk tangible, nilainya masih


                                      16
jauh di atas produk sektor M&E, mengingat liberalis asi sektor terakhir in i
       baru terjadi setelah 2004. 9

       Atas perhitungan kedua hal ini (liberalis asi aturan dan upaya pemerintah
       China terhadap ris iko pembajakan), Warner Bros. dan studio global la innya
       tentu menginginkan penetrasi pasar yang lebih dari sekadar menjadi
       distributor film. Warner berani memproduksi di China pasca-libera lisas i in i.
       Pertama, membangun pasar produksi (bukan pasar distribus i) adalah
       menekan ris iko film ditolak, atau ditar ik dari peredaran tanpa alasan je las ,
       atau dibajak sebelum rilis resmi ke bioskop. Alasan keduanya adalah
       perhitungan pasar global yang telah jenuh. Sebelum Decre #44, Warner tak
       pernah diizinkan memproduksi di dala m negeri kecuali jika bekerjasama
       dengan CFGC. Kerjasama in i tidak dala m bentuk anak perusahaan tapi
       lebih kepada film financing atau pembiayaan produksi saja.

       Membuka pasar internasional yang sebesar China berarti maksimisas i
       pemasukan atas film di berbagai window untuk region baru. Harap dicatat,
       pasar internasional tahap distribusi film Hollywod selan jutnya setelah pasar
       biosko Amerika Serikat sendir. Perhitungan “balik modal” atas produksi
       film sebenarnya adalah saat diputar di dala m negeri selama seminggu
       pertama. Jika tidak, maka film itu akan dinyatakan sebagai film gagal.
       Pasar internasional, untuk itu, adalah pasar dengan penambahan
       pemasukan kotor.

       Di era baru kerjasama Hengdian- Warner ini, atas produksi semua film
       kerjasama ini, pemerintah China pun melarang sulih- suara ke Bahasa
       Inggris saat film lokal akan diekspor. Hasil akhir sulih suara pun wajib
       diserahkan ke SARFT atau film tak boleh dikir im ke luar China. Sebaliknya ,
       semua film impor wajib disulih- suarakan dan atau diber i teks ke bahasa
       Mandarin sebelum diputar di bioskop.

       Khusus untuk urusan kerjasama produksi dengan pihak asing, anak
       perusahaan CFGC, bertanggungjawab atas kerjasama produser lokal
       dengan produser asing seperti Hongkong Star Overseas dan produser loka l
       Beijin g Huaji Film. Di awal milen ium baru, ada juga produksi kerjasama
       badan pemerintah ini dengan Columb ia Pictures (Hollywood) adalah film
       Xiaolin Soccer (2001). Columbia Pictures juga memproduksi film sukses
       Kung Fu Hustle (2004), masih kerjasama dengan badan pemerintah yang
       sama, juga dengan beberapa entitas swasta loka l lainnya. Film ini hanya
       diproduksi secara indiv idu , yang tidak terikat kewajiban memproduksi
       secara berkelan jutan. Setelah sukses di pasar internasional, kedua film ini


9
    Wayne M. Morrison, China-US Trade Issues, Congressional Research Service, www.crs.gov, halaman 2, 2011.


                                                       17
menjadi satu bukti untuk membuat kebijakan membuka pintu lebih luas
lagi: investasi asing di perusahaan produksi loka l.

Warner Bros. Studios dari Hollywood akhirnya menjadi entitas asing
pertama yang bekerjasama dengan produser lokal, Hengdian, dan
membentuk joint- venture Hengdian-Warner. Pasca-kerjasama Hengdian-
Warner, pemerintah China kemudian menjamin kepastian masa putar film
asing di satu periode. Sebagai trade off atas ris iko in i, produser kerjasama
lokal- asing ini wajib merilis satu film baru untuk setiap enam minggu.
Sebelum diproduks i, tentunya skenario film tetap diserahkan terleb ih
dahulu ke SARFT. Setelah diputar di bioskop, film tersebut boleh
didistr ibusikan ke televis i terestrial. Dari bioskop hingga beberapa media
eksibis i audio- visual lain (DVD, TV atau layar la innya), dikenal istila h
movie release window untuk produksi film la yar lebar. (Lihat pembahasan
Movie Release Window dalam bagian Hollywood, Bollywood, Chinawood)/

Istilah window ini dikenal di industri M&E untuk maksimisas i pemasukan
atas satu judul film sekaligus produksi la innya yang dimiliki sang produser .
Setelah diproduks i film kemudian didistr ibusikan ke pasar dalam negeri
lalu ke pasar internasional (atau film di dua pasar in i didistr ibus ikan
berbarengan). Jika film memang diproduks i untuk bioskop di awal
perencanaan, maka jendela selanjutnya adalah media la in dengan juga
memperhitungkan lokas i atau region distr ibusi.

Bagan in i adalah pembagian regional atas distr ibusi DVD orisina l, sebagai
bentuk evolus i hak intelektual seiring perkembangan teknologi DVD.




            Bagan Pembagian Region/Da erah DVD Player
                           www.dvdbuyingguide.com




                                      18
Region 1:         U.S.A, teritori U.S.A, Kanada
        Region 2:         Europe, Jepang, Timur Tengah, Mesir, Afrika Selatan,
                          Greenland
        Region 3:         Taiwan, Korea, Filip in a, Indonesia, Hong Kong
        Region 4:         Meksiko, South America , Central America , Australia , Selandia
                          Baru, Kepulauan Pasifik, Karibia
        Region 5:         Russia, Eropa Timur, India, Africa, Korea Utara, Mongolia
        Region 6:         China


        Upaya pembagian region in i hanya berlaku untuk perangkat pemutar DVD
        yang    juga   orisinal.   Permasalahannya       kemudian,     China   pun
        menggandakannya dengan perangkat la in yang dipasang secara paralel
        saat perangkat sesuai region juga sedang berja lan. Cracking secara manual
        atas DVD membuat pembagian region in i tidaklah efektif.

        Dalam diskus i CASBAA 2006, para pemain globa l mencoba meraba maksud
        pemerintah China dalam Decree #44 tahun 2004: antara membuka dir i
        dengan aturan ketat dan menegakkan hukum terhadap pembajakan sinya l
        audio- visual mereka. Peluang atas pasar China, antara ada dan tiada?

        Anthony Y.H. Fung (2008) 1 0 mengkaji hantaman budaya populer asing
        terhadap pemerintah China adalah sebagai berikut 1 1 :




                                           Diagram Negara China
                                           ©Anthony YH Fung (2008)
10
     Anthony Y. H. Fung, Global capital, local culture: localization of transnational media, Peter Lang Publishing, 2008.

11
     Ibid, halaman 9


                                                            19
Budaya populer global langsung mempengaruhi pasar, dan negara
        melindungi pasar lokal sekaligus tak terpengaruh budaya globa l in i dalam
        menjalankan tugasnya melindungi pasar lokal. Pemerintah China
        melindungi pasar dari budaya terhadap yang pengaruh yang diyakini tak
        mencerminkan nilai luhur bangsa China.

        Jika dahulu media hanya menjadi corong partai yang berkuasa, kini media
        berubah menjadi “Party Publicity Inc.”, 1 2 sebuah usaha profit untuk
        kekuasaan, kini pemerintah China telah mengakomodas i kekuatan pasar
        dan membiarkan media mendapatkan otonomi dalam tingkat tertentu.
        Dalam proses komersialisas i in i, kekuatan komersial juga memperkuat
        pemerintah.

        Hasiln ya adalah sebuah keadaan di mana negara dan pasar
        bertransfromasi satu dengan lainnya. Hal in i membuat China tampil di
        panggung geopolit ik yang lebih strategis, sebuah negara dengan kekuatan
        sosio-polit ik baru (Ma, 200: 28).

        Sebalikn ya, Fung melihat peran negara-negara barat seperti di Eropa dan
        Amerika menghadapi budaya populer global, sebagai berikut:




                                    Diagram Negara- negara Barat
                                       ©Anthony YH Fung (2008)

        Negara membebaskan pasar sehingga negara hanya menjadi bagian yang
        “bisa dipengaruhi” oleh budaya populer globa l. Pasar tak mendapat
        proteksi dari negara secara khusus. Transformasi negara dan pasar di China

12
     Krishna Se & Terence Lee, Political Regimes and the Media in Asia, Routledge, 2008, halaman 12.


                                                          20
adalah satu fenomena baru hari ini. Apa yang terjadi dalam industri film
      China hari ini adalah proses asimila si kerja produser film China dan
      Amerika Serikat (supply) yang menghasilkan keuntungan dari pasar
      penonton China (demand) .

      Hingga hari ini manifesto film asing bagi China masih dalam tataran uang,
      bukan budaya. Menerapkan konsep Tao dalam kehidupam bernegara,
      pemerintah melin dungi para pemain loka l dan rakyatnya dengan
      peraturan yang sangat ketat. Bagi pemerintah China, hantaman budaya
      populer tak boleh merasuki jiwa dan ideologi bangsa. Ia boleh masuk ke
      dalam pasar penonton China, namun ia tak boleh mengganggu “the unity,
      sovereignty and territorial integrity of the state” (www.chinasarft.gov.cn).

      Proses “globalisasi” (atau apapun yang berbau asing bagi pemerintah
      China) terjadi di hampir seluruh pelos ok bumi. Tyler Cowen (2004: 190)
      membaginya menjadi: diversity across cultures dan diversity within cultures.
      D iversity across cultures , atau keberagaman antar-budaya berbasis
      perbedaan 1 3 dan berakhir dengan “ancaman” (Fung et.al, 2007: 82). Yang
      terjadi dengan diversity within cultures atau keberagaman di dalam
      budaya-budaya itu adalah “exchange of materia l, not just cultural
      values” 1 4 .

      Dengan mengetahui proses kerja sekian banyak budaya di dunia,
      pemerintah    China    menjalankan   strategi    within. Hal ini untuk
      mengantisipasi ancaman dengan memanfaatkan pertukaran materi, seperti
      transfer teknologi Barat dan pemikiran strategi kampanye modern. Khusus
      di dalam buku ini dikaji bagaimana strategi in i diterapkan atas produk
      intangible seperti film layar lebar Hollywood. Hal in i disampa ikan Fung
      (2008:34-36) seperti diagram di halaman selan jutnya.

      Selanjutnya dipaparkan bagaimana China secara internal “berbalik”
      mempengaruhi industri M&E global, baik mela lu i pengaturan birokras i
      ataupun pengaruh dalam pengembangan struktur pasar. China mengerti
      proses global sektor M&E, sehingga terbentuk arus balik ke dunia luar
      China dengan produk lokal yang telah disesua ikan untuk pasar globa l.

      Fung (2008) sebelum produk lokal “diekspor” ke luar suatu negara, terjadi beberapa proses
      di bawah ini:
13
  Tyler Cowen, Creative Destruction: How Globalization is Changing The World's Cultures, Princeton University Press,
2004, halaman 130.

14
  Michael Keane, Anthony Y. H. Fung, Albert Moran, New Television, Globalisation, and the East Asian Cultural
Imagination, Hong Kong University Press, 2007, halaman 82.


                                                         21
 Lokalisasi: proses di mana film atau manajemen produksi film, misalnya,
             masuk ke pasar China;

            Hibridisasi: terjadi sewaktu terjalin ruang dialog di mana film/manajemen
             tersebut kemudian “membuka dir” terhadap nilai-nilai lokal yang berlaku
             saat itu, atau sebaliknya, hal yang lokal menyesuaikan dengan hal baru;

            De-globalisasi: di sini terjadi proses dekulturasi, akulturasi, atau rekulturasi 15,
             atau terjadi proses penghilangan, penambahan, transformasi atau redefinisi
             atas semua elemen realitas budaya kedua pihak;

            Nasionalisasi: tahap di mana budaya populer yang telah mendapatkan
             reaksi positif pasar di China, dan produk yang sama ini kemudian siap dikirim
             ke pasar yang lebih besar lagi.

        Di dalam proses ini juga ditegaskan oleh Ulf Hannerz 16 bahwa budaya itu cair dan selalu
        bergerak: “Transnational culture has been declared 'fluid and shapeless'...” sehingga realitas
        budaya tak pernah berada di ruang hampa, yang tak bisa bernafas.




                  Diagram Proses Timbal-balik Globalisasi – Glokalisasi
                                ©Anthony YH Fung (2008)
15
     Wang, Georgette and Yeh, Emilie Yueh-yu , Globalization and Hybridization in Cultural Production: A Tale of Two
     Films, Working Paper. David C. Lam Insitute for East-West Studies, 2005.

16
     Ulf Hannerz, Transnational Connections: Culture, People, Places, Routledge, 31 Jul 1996, halaman 82.


                                                          22
Dari kajian Fung in i serta dari apa yang kemudian terjadi pasca-
berlakunya Decree #44, China telah memanfaatkan situasi globa l untuk
pertumbuhan dan perkembangan industri M&E lokal.

    By forcing internationa l media companies to work through
    individual projects, Beijin g hopes to give local companies the
    chance to absorb the management and technology they need to
    become globally competit ive while keeping control firmly in
    Chinese hands (Financial Times, 8 Desember 2006, halaman 9).

Di bagian selanjutnya, bagaimana proses-proses dalam realitas budaya
global hari ini berinteraksi dan memberikan tak hanya penolakan budaya
lokal, namun juga pemanfaatan untuk berbalik mempengaruhi situasi
global di satu waktu periode.




                                  23
24
GLOCAL MEDIA




                                      3
                       HOLLYWOOD, BOLLYWOOD, CHINAWOOD



        Youtube sepuluh tahun lalu hanyalah tempat video amatir mampir. Pada
        tahun 2006 Youtube dibeli Google , perusahaan raksasa di sektor jaringan
        Internet. Youtube menjadi satu mesin penggerak arus Internet, karena
        Google bekerja dengan model bisn is iklan. Semakin banyak trafik ke
        situsnya, semakin banyak produk akan mempertimbangkan uang iklannya.

        Hari in i Youtube menjadi situs penyewaan produk audio visual, seperti
        halnya Netflix, Hulu dan Amazon Prime. Film lama yang digemar i seperti
        Tintin dan Godfather hingga film terbaru Hollywood bisa dipesan mengalir
        (streaming) melalu i situs Youtube. 1 7 Kali ini Youtube tidak menempatkan
        iklan di layanannya, karena model bisnis Youtube kali ini adalah
        berlangganan/berbayar.

        Pipa distribusi produk audio visua l Hollywood hari ini sudah semakin
        banyak. Sekarang tinggal bagaimana para raksasa produser seperti Warner
        Bros. Studios , Universal Studios, dan Paramount Pictures membuat mode l
        bisnis seperti era 1980-an. Di era itu, satu film layar lebar diproduks i tak
        hanya untuk diputar di bioskop. Katup untuk film in i dibuka di tempat
        lain , alias film yang sama kemudian dijual lagi dalam bentuk kepingan
        DVD atau ke stasiun TV seperti SCTV atau ke saluran TV berlangganan
        seperti HBO. Berbagai medium untuk film yang sama dalam periode
        berbeda biasa disebut movie release windows, atau jende la tayang film.
        Tiap jendela tidak dibuka bersamaan; misaln ya, minggu ini di bioskop, la lu
        dua bulan kemudian bentuk DVD diluncurkan. Sistem distribus i jende la ini

17
     Michael Learmonth, YouTube Gets Paramount Films Such as 'Tintin' and 'The Godfather' in Rental Deal,
     www.adage.com, 4 April 2012.


                                                         25
AMELIA DAY


        adalah cara untuk maksimisas i pemasukan hingga batas waktu tak
        terbatas.

        Untuk mengendalikan pasar permintaan audio- visual, pemilik hak cipta
        menjual video dengan menciptakan “artificia l scarcity” dala m industri M&E
        18
           ini dengan berbagai varias i persyaratan:

            1. Geografi : produser Hollywood merilis film pertama di Amerika
               Serikat baru ke negara lain;

            2. Waktu : pertama kali diputar di bioskop, setelah sekian lama
               baru masuk ke televis i dan DVD, baru ke pesawat terbang dan
               medium lain;

            3. Format : jika konsumen ingin mendengarkan lagunya, ia harus
               membeli CD terpisah dari DVD atau tak termasuk harga tiket
               bioskop.

        Kurva jendela untuk release window di masa jaya film layar lebar itu
        biasanya berbentuk seperti ini 1 9 :




                 Bagan Penawaran-perm intaan atas Produk Audio- visual
                               ©Umair Haque 2007


18
     William Patry, How to Fix Copyright, Oxford University Press, 8 Mar 2012, halaman 4.

19
     Kutipan grafik ini dimuat di sini atas seizin Dr Umair Haque, Havas Lab.


                                                            26
GLOCAL MEDIA


        Dalam perhitungan seorang produser film layar lebar, seminggu pemutaran
        masih merupakan patokan perhitungan apakah film tersebut merugi atau
        menguntungkan. Jika di minggu pertama film tersebut meraup penonton
        tinggi, di minggu selan jutnya dipastikan film masih diputar di bioskop. Di
        titik jumlah penonton hanya mencapai 20-30% dari kapasitas tempat
        duduk bioskop, film itu harus turun dan digantikan judu l la in. Jika film
        sudah tak diputar lagi di bioskop , film tersebut akhirnya masuk ke jendela
        kedua: tayangan pesawat terbang 2 0 atau DVD.



                                        MOVIE RELEASE WINDOWS

                       Tata Periode Distribusi Film Era 1980 - 1990-an

           Bulan ke-1                           Rilis bioskop
           Bulan ke-3 sampai 6                  Rilis pesawat terbang
           Bulan ke-6                           Rental Vide o/DVD
           Bulan ke-6 sampai 9                  PPV (pay-per-view)
           Bulan ke-6 sampai 12                 DVD/Laser
           Bulan ke-6 sampai 9                  Sistem berbayar di hotel
           Bulan ke-9 sampai 18                 Vide o (pita kaset)
           Bulan ke-18                          TV berlangganan
           Bulan ke-18 sampai 36                Network TV (free to air)
           Selan jutnya                         Sindikas i (syndication)

        Urutan window in i mulai bergeser seiring dengan pertumbuhan pasar dan
        perkembangan teknologi audio-visual satu dekade terakhir. Konsep
        windows in i memang dirumuskan oleh industri film di Amerika Serikat
        sejalan dengan ditemukannya teknologi perangkat pemutar dan pita home
        video diproduksi secara massal pertengahan 1970-an. Produser film
        memanfaatkannya untuk distribus i ke pasar penonton setelah film selesa i
        diputar di bioskop. Di akhir 1980-an, konsep windows in i menjadi sebuah
        realita baru dalam industri audio visual global.

        Setelah diputar di bioskop, satu judul film masuk ke window layar pesawat
        terbang di mana penumpang pesawat dapat menonton dengan sistem
        berbayar per tontonan PPV (pay per view) atau sistem permintaan VOD
        (video on demand) . Beberapa bulan kemudian, film baru bisa dijual
        melalui pita video seperti Betamax atau VHS, atau kemudian mela lui
        keping video (DVD) di akhir 1990-an. Selanjutnya, di sekian bulan setelah
        penjua lan VHS atau DVD, film yang sama diputar di TV berlangganan

20
     Untuk Indonesia, biasanya untuk pesawat terbang rute internasional.


                                                         27
AMELIA DAY


(satelit atau kabel). Terakhir, film bisa masuk ke TV terestrial di luar
wilayah produksi film seperti Trans TV (Indonesia) atau Channel 4 (Inggris).

Tiga dekade silam, distr ibusi film atau siaran TV adala h melalu i pita kaset
(Betamax, VHS, Umatic, Betacam) sebelum digant i dengan plastik digital
(CD, VCD, DVD, Blu-Ray) memasuki era 1990-an. Produksi plast ik CD dan
DVD terbesar di dunia, sekali lagi, ada di China. Hari in i, dengan kecepatan
transfer Internet yang kian membaik, penduduk dunia saling berbagi
informas i apapun, termasuk di antaranya adalah mengunggah dan
mengunduh film di jaringan internet. Digitalis asi untuk produk audio visua l
hari ini adalah pekerjaan mudah dan murah, jauh leb ih murah daripada
membeli sekeping DVD bajakannya.

Hari ini film layar lebar bisa diputar secepatnya di telev isi adalah setahun
setelah selesai diputar di bioskop. Pemasukan kotor (gross income) dari satu
judu l film itu menanjak di minggu pertama, dan selanjutnya akan menurun
untuk window berikutnya, seperti yang dika ji Haque di atas.

Perhitungan release window hari ini sudah berubah, terutama untuk
medium lain (DVD dan telev isi). Faktor utama perubahan ini adalah
perihal perkembangan teknologi: di saat kian banyak orang bisa
mengunggah film kesukaannya ke jar ingan Internet, perhitungan periode
window in i mulai bergeser. Film "versi Internet” bisa diunggah di hari film
tersebut rilis. DVD “bajakan” bisa beredar seminggu kemudian. Periode
putar untuk streaming di situs Internet seperti Hulu, Netflix, Amazon Prime
dan iTunes mulai kian mendekati hari peluncuran di bioskop.

Alasan utama dari tahapan jende la ini adala h untuk maksimisasi
pemasukan atas film yang dibuat. “Hak intelektua l = Kendali = Keuntungan
Monopoli” adalah rumus utama dari sektor M&E. Berbeda dengan produk
mie instan, yang diproduks i sekali untuk konsumsi sekali juga, film adalah
produk yang dibuat sekali untuk konsumsi berkali- kali di berbagai macam
media. Maksimisas i in i terjadi di tahapan eksibisi (berkali- kali) atas satu
produk video yang diproduks i sekali.




                                      28
GLOCAL MEDIA


Film sebagai produk (intangible product) berbeda dengan produk fis ik
(tangible product) seperti mie instan atau rokok. Biaya produksi dan
distribus i mie instan adalah variabe l. Faktor biaya rokok yang dominan
adalah promosi dan pemasaran, yang juga menjadi biaya variabe l.
Sebungkus mie instan atau sepuntung rokok diproduksi sekali untuk
konsumsi sekali. Bungkus kedua berarti biaya produksi baru.

Dengan atau tanpa teknologi canggih, misa lnya , dalam sebuah film
blockbuster (film laris) biaya terbesar masih di tahap produksi. Distribus i
dan pemasaran menempati urutan kedua. Dalam sektor M&E, hampir
seluruh biaya adalah biaya tetap (fixed costs) atau biaya yang hanya
dibayarkan sekali untuk beberapa kali produksi dengan variable costs
mendekati nol rupiah.

Biaya sebuah produksi film itu sebagian besar dipakai untuk menyewa atau
membeli sebuah kamera, selain juga untuk honor aktor atau sutradara
tenar. Semua biaya ini dibayarkan di awal, dan breakeven point bisa
diprediksi di seminggu pertama peluncuran film di bioskop. Lebih hebat
lagi, akuntan produksi film menetapkan biaya breakeven itu tiga kali dari
biaya produksinya. Di lain pihak, biaya di tahap distribus i/e ksibisi sebuah
film itu tetap ada namun mendekati nol. Sebelum mileniu m baru,
mencetak pita film baru dan mendistribusikan ke banyak negara adalah
biaya variabel, atau biaya yang timbul setiap penambahan cetak film
seluloid.

Saat in i biaya distribus i ke bioskop digital di pasar internasiona l menjadi
sangat murah dibanding era cetak film. Digitalis asi kemudian membuat
biaya untuk melayan i pelanggan kedua dan seterusnya mendekati nol
rupiah. Dengan teknologi digita l, distribus i ke bioskop bisa dila kukan via
jaringan internet ataupun kaset digita l yang prosesnya tak semahal
mengirim gulungan pita film dalam kaleng dengan jasa kurir Fedex atau
DHL.

Selanjutnya, perhitungan breakeven sebuah film yang bisa diprediks i di
minggu pertama diputar di bioskop , adala h berarti melihat jumlah
penonton tertentu untuk menutupi seluruh biaya. Penonton berikut adalah
keuntungan ekstra. Biaya produksi kaleng tak ada lagi, namun film yang
sama tetap melalui banyak window walau dalam kurun periode yang
lebih .

Konsep window, sekali lagi, adalah untuk maksimisas i pemasukan hingga
waktu tak terbatas. Untuk perhitungan pemasukan sejak masuk bioskop
hingga hari in i, angka tol terus bertambah walau kurva mulai menurun.
Ambil contoh ikon Hongkong yang sukses di Hollywood: Jackie Chan dalam
film bersekuel Rush Hour . Dengan biaya produksi tiap film sekitar $100-150


                                      29
AMELIA DAY


        juta, Rush Hour menjadi film laris di seluruh dunia. Pemasukan kotor tiga
        film bersekuel ini (hanya di Amerika Serikat saja): 2 1

           Rush Hour (rilis 1998)                            USD 141,186,864

           Rush Hour 2 (rilis 2001)                          USD 226,164,286

           Rush Hour 3 (rilis 2007)                          USD 140,125,968

        Film in i adalah salah satu kisah sukses Hollywood dengan bintang utama
        warga negara Hong Kong yang tak fasih berbahasa Inggris. Film sukses
        secara finansial biasa disebut dengan nama blockbuster movie. Istilah
        blockbuster ini lahir di era 1940-an di saat acara panggung teatrikal
        memenuhi block atau daerah tempat acara itu berlangsung. Film sukses in i
        biasanya sudah dirancang sedemikian rupa di awal produksi, mulai dari
        cerita yang menarik (good storytelling) hingga perkiraan biaya yang akan
        dihabis kan untuk produksi hingga distr ibusi dan pemasarannya.
        Perhitungan biaya in i juga termasuk prediksi potensi pemasukan di minggu
        pertama film diputar hingga pemasukan dari pasar internasional dan pasar
        terkait lain (televis i, DVD dan streaming ).

        Terkadang pula Hollywood bisa melihat peluang bisnis atas film sukses
        dengan menciptakan lan jutan atas karakter dan judu l film yang sama.
        Sekuel atau lanjutan film ini bisa lebih sukses setinggi film pertama
        (prekuel). Di bawah in i ada dua judu l film Hollywood yang mengalami
        turun naik international gross income dalam periode tertentu 2 2 :

           Spy Kids                                          USD 147,934,1 80

           Spy Kids 2: The Island of Lost Dreams             USD 119,723,358

           Spy Kids 3-D: Game Over                           USD 197,011,982



           The Terminator                                    USD 78,371,200

           Terminator 2: Judgment Day                        USD 519,843 ,345

           Terminator 3: Rise of the Machines                USD 433,371,112

           Terminator Salvation                              USD 371,353,001

21
     http://www.boxofficemojo.com

22
     http://www.newsview.org/2011/08/prequels-sequels-better-than-original.html


                                                       30
GLOCAL MEDIA




        Dalam sebuah produksi film, terutama yang dirancang untuk blockbuster ,
        biaya untuk artis terkadang memakan porsi paling besar. Biaya produksi
        film Warlords (karya Hengdian-Warner) sebesar USD 40 juta, yang sebagian
        besarnya adalah biaya bintang film: Jet Li (USD 15 juta), Andy Lau USD 6
        juta) dan Takeshi Kaneshiro (USD 2 juta). Film ini secara globa l meraup
        gross income $ 170 juta 2 3 sejak dirilis tahun 2007.

        Warlords adalah contoh pengaruh posit if Hollywood bagi perkembangan
        industri M&E di China, khususnya yang terkait produksi film. Film in i
        menjadi awal proyek co-production Hollywood dan Chinawood berbiaya
        jutaan dolar. Kedua pihak memperhitungkan secara bisnis sejak awal
        dengan menempatkan bintang terkenal China dan Jepang (Jet Li, Andy
        Lau, Xu Jinglei, Takeshi Kaneshiro), penggarapan kolosa l dan ja lan cerita
        epik menegangkan.




                                             FILM LAYAR LEBAR “WARLORDS” KARYA HENGDIAN &
                                                          WARNER BROS. STUDIOS




        Warlords dibuat dengan alur cerita patriot isme citarasa oriental. Pesan
        budaya yang disampaikan dalam film ini terasa besar (pemain
        banyak/kolosal) dan mendebarkan (konflik antar-tiga tokoh). Sukses
        sebuah film berarti membuat penonton membicarakannya di luar bioskop.

        Mengikut i jejak Hollywood yang kerap menempatkan bendera star and
        stripes di gelas koktil di sebuah bar hingga tiang di depan rumah, Warlords
        pun menempatkan pernak-pernik pahlawan kerajaan dinasti Qing (era
        1860-an). Pesan patriotisme atau heroisme dsampaikan dengan konflik dan
        detail adegan mencekam. Film tentang harga diri dan persaudaraan
        sesungguhnya menyajikan sejarah kebesaran dinasti China kepada dunia ,
        dan kali in i dalam gaya tutur Hollywood.


23
     JP Morgan Entertainment Group, Laporan Distributor Film Bina Film Ltd, 2011.


                                                         31
AMELIA DAY


Untuk produk video unggulan, Hollywood sesungguhnya telah memiliki
resep turun-temurun yang terbukti mampu drive the traffic. Hollywood
juga terbukti pernah menjadi mesin berpengaruh terhadap budaya populer
global. Satu contoh pakemnya adalah happy ending atau akhir cerita yang
menyenangkan bagi penonton . Happy ending ini bisa ditemukan di
berbagai genre cerita, apakah itu kisah drama cinta, atau drama perang.

Happy ending adalah salah satu resep sukses Hollywood. Mendaur-ulang
kisah sukses dengan berbagai latar-belakang dan aktor terkenal berarti
mengulang sukses di era baru. Misa lnya, kisah Cindere lla ada dalam film
Pretty Woman kemudian hadir Avatar . Film Pretty Woman ada di masa
kekin ian di New York, Amerika Serikat, tentang pelacur yang jatuh cinta
pada pebisn is kaya ganteng. Avatar berada di masa depan di luar angkasa
entah di mana dengan sang putri raja alien yang jatuh cinta pada tentara
bumi yang cacat.

Cinderella adalah cerita rakyat Perancis yang ditulis oleh Charles Perrault
dalam Histoires ou contes du temps passé atau Stories or Fairy Tales from
Past Times with Morals (1697). Karya-karya yang telah diproduks i lama
telah menjadi public domain atau milik masyarakat. Konsep public domain
in i dirumuskan dalam peraturan globa l tentang hak milik intelektua l, atau
intellectual property rights (IPR) , yang dinaungi badan hukum
internasional, WIPO (World Intellectual Property Rights Organization).

Konsep hak intelektual ini lahir dari produk “buku”. Awalnya adalah buku
itu hanya ditulis dan digandakan di gereja, dan hak intelektual atas ilmu
pengetahuan itu hanya dimiliki segelintir orang. Setelah mesin cetak
Gutenberg dijual bebas dan sebelum konsep hak milik intelektual
(intellectual property rights/IPR) dirumuskan negara, semua orang bisa
menggandakan buku. Penulis buku tak mendapatkan apa-apa. Setelah
Statute of [Queen] Anne (1770) di Inggris, kemudian Berne Convention
(1886) di Jerman, dilanjutkan ke beberapa pertemuan tingkat dunia,
konsepsi royalti 10-20% dari harga bandrol buku pun terbentuk.

Skema royalti yang sama juga berlaku saat film masuk ke bioskop. Sekian
persen dari harga tiket yang terjua l di satu periode kemudian diba yarkan
ke produser. Pemerintah negara barat menginis ias i konsep royalti in i.
Konsep ini pun berevolus i secara global. Amerika Serikat, Inggris dan
beberapa negara barat lainnya bahkan menjadikannya sebagai salah satu
persyaratan perdagangan internasiona l bagi seluruh negara yang
meratifikas i kegiatan WTO (World Trade Organization) , badan di bawah
PBB (Persatuan Bangsa-bangsa) atau induk dari WIPO.

Perjanjian ini diberi judul TRIPS (Trade Related Aspects of Intellectual
Property Rights) , yang memang dika itkan dengan perdagangan segala

                                     32
GLOCAL MEDIA


sektor. China, mau tak mau, harus menandatangani TRIPS karena tak ingin
produk fisik (tangible) yang hendak diekspor ke negara barat dijega l.
TRIPS akhirnya seakan menjembatani “perdagangan China ke berbagai
negara” dengan “pemberantasan pembajakan”. Yang sesungguhnya terjadi
adalah perkembangan teknologi distribus i dan eksib is i produk audio- visual
di segala penjuru dunia.

Dahulu produk audio visual yang tadinya hanya bisa ditonton di bioskop,
lebih dari tiga dekade silam, penggandaan massal terjadi dengan bantuan
U-Matic, Betamax, dan VHS. Kualitas hasil penggandaannya masih di
bawah standar film seluloid. Asia adalah pasar terbesar dari keping video
(DVD) bajakan (baca: tanpa seizin produsernya). Di saat teknologi digita l
mulai dikenal luas, kualitas generasi kedua dan seterusnya dari sebuah film
layar lebar akan tetap prima.

Dengan fakta termutakhir ini, produser Hollywood berpikir ulang tentang
movie release windows untuk maksimisas i keuntungannya. Bagaimana
mereka bisa mendapatkan keuntungan di pasar China yang lema h dalam
menegakkan hukum atas pelanggaran hukum internasional terkait IPR ini.
Di China, distribusi film asing via DVD tak ada yang legal. China adalah
produsen plast ik kepingan DVD kosong yang juga dipasok ke banyak
negara seperti ke Indonesia.

Memperpendek jarak antar-pipa distribusi ini terjadi saat pembajakan
video via DVD di China tak bisa ditekan. Produser Hollywood mela lui
entitas kerjasama Hengdian- Warner mengeluarkan DVD asli setelah
seminggu film diputar di bioskop. V ersi bajakan biasanya juga keluar di
minggu pertama dengan kualitas video/audio yang masih buruk. Pecinta
film tersebut akan memilih memiliki video asli dan kualitas bagus walau
harganya sedikit lebih mahal. Terkadang mala h DVD asli memuat beberapa
goodies seperti potongan film yang terbuang atau adegan behind the
scenes. Dengan menyesuaikan periode window, produser Hollywood
memberikan ruang sempit bagi DVD ile gal (tanpa izin produser).

Sejalan dengan waktu, produser sektor M&E yang pernah besar di abad
silam akhirnya harus "berdamai" hari in i dengan arus baru: gerakan video
sharing global via Internet. Jejarin g Internet membuat jarak antara film
bioskop dan TV/komputer pribadi/te lep on genggam semakin tip is. Sharing
adalah kegiatan utama dari media sosial seperti Youtube dan Facebook.
Jika dahulu hanya terbatas via email attachment antar-kawan, kin i
siapapun yang mempunyai koneksi ke internet bisa menonton film atau
tayangan TV terbaru via situs media sosial. Dua hal in i (digita lisas i dan
Internet) akhirnya "memudahkan" proses penggandaan secara amatir, yang
kemudian dikenal oleh produser film dengan ist ilah: pembaja kan.


                                     33
AMELIA DAY


         Di luar sektor M&E, sektor jar ingan Internet dan sektor telekomunikas i
         hanya memiliki kantor perwakilan penjualan perangkat yang tentunya
         diatur ketat oleh pemerintah China. Sementara itu, perusahaan loka l
         (swasta) untuk streaming mendistribusikan film lokal dan beberapa judul
         film asing sudah ada, di antaranya adalah www.youku.com (semacam
         entitas lokal dari Youtube). Youku juga mendistr ibusikan film animas i
         sukses karya Dreamworks Animation (Stephen Spie lb erg) seperti Kung Fu
         Panda . Youku adalah situs video hosting seperti Youtube, yang juga
         memberikan jasa streaming on-demand, khususnya untuk distribus i film
         yang diproduksi oleh studio besar seperti Dreamworks Animation ini.

         Selain dengan streaming, ada ratusan operator televis i kabel di China yang
         juga menyalurkan sinyal audio-visual tanpa seizin studio Hollywood.
         Mereka berada di “area abu-abu”: antara diketahui oleh pemerintah pusat
         sebagai pelanggar hak intelektual serta dilin dungi keberadaannya ole h
         pemerintah daerah. Operator kabel lokal in i mendistr ibusikan saluran
         seperti HBO dan ESPN tanpa izin apalagi kontrak lega l. Operator kabel in i
         murni berangkat dari usaha swasta loka l. Se lain itu, pemerintah pusat
         China pun tak memberikan subsidi atau menyertakan sahamnya,
         mengingat memang pihak asing tak boleh memiliki saham langsung ke
         media massa lokal.

         Di beberapa daerah yang telah memiliki infrastruktur kabel serat optik
         seperti Shenzhen, Shanghai , Dalian , Qingdao, Suzhou, Nanjing, dan
         Guangdong bahkan telah memberikan layanan yang lengkap seperti: akses
         Internet berkecepatan tinggi, video on demand, audio on demand, online
         shopping, video telephony/video conferencing. 2 4

         Selain “pembajakan sinyal” yang tak seakan kunjung selesa i ditangani
         pemerintah pusat, berbagai gugatan terhadap pembajakan paten
         perangkat teknologi juga terjadi. Yang termutakhir adalah gugatan Apple
         Inc. dari Amerika Serikat terhadap Samsung, Korea Selatan. Samsung
         adalah salah satu sub-kontraktor untuk salah satu komponen telepon
         genggam iPhone, produk Apple. Samsung memiliki pabrik komponen ini di
         China. Sehari setelah Apple meluncurkan produk terbarunya, tablet iPad,
         keluar produk yang mir ip bermerek iPed.

         Perangkat elektronik canggih yang dibuat oleh Apple , Samsung atau Sony
         juga dikonsumsi dalam jumlah besar di China. Perangkat yang ada hari ini
         memungkinkan quadruple play , atau konvergensi empat is i dan fitur yang
         dahulu terpisah: teks (koran), audio (radio), audio visual (telev isi), dan
         bergerak (telepon genggam). Dengan perangkat canggih in i, setiap orang

24
     http://www.baidu.com, situs ensiklopedia lokal seperti Wikipedia


                                                           34
GLOCAL MEDIA


        bisa menonton video yang diunggah ke jar ingan Internet, kapan saja di
        mana saja.

        "Pembajakan" atau penggandaan secara massal terjadi nyaris di seluruh
        dunia. Laporan terakhir CASBAA, sebuah asosiasi industri penyiaran dan
        satelit se-Asia Pasifik, Regulating for Growth 2011, menempatkan India dan
        China di nomor paling buncit dalam hal, salah satunya, penegakan hukum
        terkait hak intelektual. India hanya mendapat 42% dan China mendapat
        38%, sedangkan Indonesia (60%) berada lima tingkat di atas India.

        Apa yang terjadi di China terhadap hak milik intelektua l untuk produk
        audio- visual juga terjadi di China. Beberapa situs seperti tamilwire.com,
        moviemobile.net, bharatmovies.com, tamilthunder.com. bwtorrents.com,
        desitorrents.com,     tamiltorrents.com,   doregama.in,     dctorrent.com,
        hindilin ks4u.net, dan beberapa lainnya menyalurkan film Hollywood yang
        telah disu lih- suara atau diberi teks bahasa loka l. Sekitar 25 juta
        unduhan/unggahan terjadi di India selama 2011.

        Industri film di India mengalami kemajuan pesat, dengan tingkat
        pertumbuhan 15% per tahun, semenara Amerika Serikat hanya 5,6%. Di
        tahun 2004-2009 India memang masih menyumbang 0,7% dari total
        pemasukan sektor M&E globa l, sementara Amerika Serikat menyumbang
        42% dari total pemasukan globa l itu. Porsi Amerika Serikat menurun pasca-
        2009 karena hanya menyumbang 38%.

        Secara mikro, di tahun 2005 biaya sebuah film 2 5 Bollywood adalah USD 1,5
        juta (produksi) dan USD 500 ribu (pemasaran/promos i), bandingkan
        dengan film Hollywood USD 47,7 juta (produksi) dan USD 27,3 juta
        (pemasaran/promosi). Film hanya salah satu bagian dari sektor M&E yang
        menggiurkan. Sekali lagi, sebagai content , film layar lebar diproduksi
        sekali untuk konsumsi berkali- kali. Dengan dominas i film Amerika Serikat
        dan pertumbuhan film globa l, makin banyak pemain lokal tumbuh di
        sektor ini di India, mulai dari proses produksi hingga eksib is i.

        Khusus untuk pipa bioskop, porsi pemasukan film India untuk sektor M&E
        ini adalah 70%, sementara film produksi Hollywood adalah 35% (sisanya
        dari DVD hingga televis i). India dan banyak negara la in adalah pasar
        tujuan film Hollywood. Sistem movie release windows belum diterapkan
        oleh pemain industri lokal.

        Untuk tahap produksi hingga eksib is i, ada pemain lokal yang cukup
        mendunia, Reliance Anil Dhirubha i Ambani (ADA) Group. Di tahun 2008

25
     Arpita Mukherjee, Paramita Deb Gupta, Prerna Ahuja, Indo-U.S. FTA: Prospects for Audiovisual Services, Indian
     Council for Research on International Economic Relations, Workking Paper 192, 2007.


                                                          35
AMELIA DAY


Reliance membeli 50% saham Dreamworks Studios milik Steven Spie lberg,
sutradara dan produser yang kerap mendapatkan penghargaan bergengsi,
Oscars.

Dari semua pertumbuhan posit if ini, terjadi pula "signa l theft" yang biasa
dilakukan oleh operator televis i kabel loka l. Dari 28 negara bagian dan 7
daerah serikat (union territory) , ratusan operator TV kabel masih masuk
dalam pengaturan telekomunikasi, bukan penyiaran. Seperti pemerintah
pusat dan daerah di China, kekacauan pengaturan antara pemerintah
pusat dan negara bagian di India inila h yang membuat maraknya operatot
TV kabel di daerah tanpa seizin dari penyedia saluran seperti HBO atau
ESPN.

Modus operator TV kabel lokal in i adalah menyewa dekoder seperti
pelanggan berbayar lainnya ke operator besar (pusat) kemudian
mendistribus ikan kembali ke pelanggan loka l. Ada pemain lokal in i yang
tidak melaporkan pemain pusat, ada juga yang melapor atau menjadi
bagian resmi pemain pusat. Yang melapor ini biasanya tidak memberikan
jumlah pelanggan sesungguhnya, sehingga pembayaran ke pusat kecil.

Sebagai contoh atas perhitungan ini adalah:

  1. Pemain pusat membayar sepaket saluran TV ke penyedia
     channel (channel provider) seperti Star TV, ESPN atau HBO. Nilai
     paket ini dihitung, misalnya, USD 1 per pelanggan per bulan. Jadi
     pemain pusat harus membayar ke saluran berbayar itu senila i
     USD 1 X 3 juta pelanggan X 1 bulan = USD 2 juta / bulan.

  2. Pemain lokal yang menjadi bagian (re-distributor) dari pemain
     pusat harus membayar per bulan dengan perhitungan sama di
     atas, atau dihitung dari besarnya uang pelanggan di daerah.
     Misalnya di daerah masyarakat hanya bisa berlangganan senilai
     USD 2.5 per bulan. Dengan negosiasi, biasanya pemain loka l
     harus membayar pemain pusat sekitar 10-25% dari uang
     berlangganan tersebut, atau USD 0.25-0.75 per bulan dika lika n
     jumlah pelanggan (misaln ya 100 ribu). Untuk itu pemain loka l
     harus membayar USD 25 ribu - USD 75 ribu per bulan ke pemain
     pusat.

Selama beberapa dekade Amerika Serikat memasukkan China dan India di
urutan awal daftar priority watch list seluruh dunia atas pembajakan
sektor M&E. Diperhitungkan bahwa potensi kehilangan pemasukan industri
Hollywood adalah USD 48,2 milyar untuk tahap penjualan, royalti, dan
biaya lisensi hanya di tahun 2009, mulai dari buku, piranti lunak, hingga



                                     36
film dan siaran TV 2 6 . Nila i produk intelektua l ilegal (tanpa izin
        produsernya) khusus untuk kawasan China merupakan yang terbesar di
        dunia, nyaris dua per tiga barang palsu/ba ja kan dunia.

        Penggandaan ilegal produk video ini terjadi sesungguhnya adalah masalah
        penawaran-permintaan. Ada 3 (tiga) alasan kecilnya penawaran produk
        video di negeri ini:

           1. Terbatasnya ruang bioskop untuk populasi penduduk pertama
              terbesar di dunia.

           2. Ketatnya pengaturan isi, terbukti dengan adanya sensor sebelum
              produksi hingga setelah selesai produksi.

               3.   Terbatasnya kuota film asing yang terbukti menjadi
               pemasukan tertinggi (sampai 80% total pemasukan kotor bioskop)
               selama era 1990-an.

        Tingginya permintaan akan produk video seantero India dan China
        memberikan peluang bagi pemasok ile gal, baik dala m bentuk keping DVD
        ataupun sinyal satelit HBO atau ESPN.

        Dari sisi produksi film lokal, India masih termasuk yang cukup produktif.
        India, salah satu dari segelint ir peradaban kuno yang masih bertahan
        hingga hari in i, memiliki ratusan dialek bahasa dan suku bangsa, dengan
        tiga yang utama: Hindi, Tamil dan Telugu. Ketiga bahasa in i pula yang
        mendominasi film nasional mereka . Di awal milenum in i, hanya ada 150
        hingga 200 judul film diproduksi di India, tapi disu lih- suarakan ke dalam
        20 bahasa lokal. Sejumlah 800 hingga 1000 judu l diproduks i di India tentu
        mengalahkan kemampuan Hollywood. 2 7 Untuk itu, di India juga dikena l
        Bollywood, berasal dari kata Bombay (sekarang Mumbai) sebagai tempat
        produksi utama film berdialek Hindi atau Hinglis h (sesekali dise lipi Bahasa
        Inggris/Englis h).

        Bollywood juga telah mempekerjakan 6 juta rakyat India (2003) dan
        menempatkan film sebagai industri terbesar ke-7 di negara ini. Tiket
        bioskop yang terjual di tahun 2003 sejumlah 3,6 milyar dan masih leb ih
        tinggi dari penjualan tiket bioskop di Amerika Serikat (2.6 milyar).
        Penjualan tiket film Hollywood di India juga tak terlalu tinggi. Alasannya:
        film Hollywood tidak terlalu menarik bagi rakyat India. Tidak menarik

26
     ibid, halaman 33.

27
     Tejaswini Ganti, Bollywood: a guidebook to popular Hindi cinema, Routledge, 2004, halaman 3.


                                                         37
ditonton masyarakat lokal karena ada perbedaan budaya, ras dan sudut
        pandang plot cerita yang digemari. Sela in itu, sensor pemerintah India tak
        seketat pemerintah China, bahkan tak ada kebija kan mewa jibkan film
        Hollywood disu lih- suarakan ke dalam bahasa loka l. Untuk beberapa tahun
        kebijakan ini dibaca Hollywood sebagai “efisiensi” tahap distribusi, sehingga
        melupakan potensi penonton lokal.

        Secara tak langsung pula Bollywood telah memberi sentuhan khusus pada
        industri audio visual Amerika Serikat di dua dekade terakhir, baik di film
        layar lebar ataupun di serial televis i. Aktris Bollywood (Hollywood- nya
        India), Aishwarya Rai bahkan didaulat maja lah Time (2003) sebagai “The
        New Face of Film”. Pergeseran in i kian terasa saat Slumdog Million aire
        meraih Piala Oscar sebagai film terbaik 2009. Film in i disutradarai Danny
        Boyle (Inggris) dengan asisten sutrada wanita berkebangsaan India,
        Loveleen Tandan. Film yang juga diproduks i di India ini sesungguhnya
        diambil dari kisah yang ditulis pengarang India, Vikas Swarup.

        Hollywood      dan Bollywood sama-sama “dream factory”. Produser
        Hollywood telah membangun Universal Studios dan Disney Them Park di
        berbagai penjuru dunia untuk memudahkan proses produksi indoor .
        Bollywood juga memiliki Film City yang dibangun Reliance MediaWorks
        Studios. Melalu i Hengdian, China pun telah memiliki replika Kota Terlarang
        (Forbidden City) yang lengkap dengan istana di lahan luas dengan siluet
        pegunungan sebagai latar belakangnya. Semua studio alam ini telah
        dilengkapi infrastruktur produksi audio- visual termutakhir.

        Pemerintah China pun merancang pusat-pusat M&E yang terpadu. Pasca-
        kebijakan ekonomi terbuka, China membuat rencana jangka panjang
        sebagai "well- off society" (Xaiokang Shehui). 28 Salah satu sektor industri
        yang digerakkan adalah “creative industries” yang sering disebut “content
        industries”. Beijin g menjadi capita l complex untuk berbagai kegiatan
        kreatif nasional. 29 Rancangan kota Beijing sebagai pusat kreativitas
        dibangun dengan ambisius menggunakan anggaran pemerintah pusat dan
        daerah. Salah satu klaster utamanya, The CRD (Capita l Recreation District)
        akan menjadi pusat hiburan dan animas i digita l, lengkap dengan pusat
        pendidikan dan pelatihan serta ruang konferensi, pameran dan kantor.



28
     Lu, X. Y., China's Xiaokang Society in the Year 2000, Nanchang, Jiangxi People's Publishers, 1991.

29
     Lily Kong, Justin O'Connor, Creative Economies, Creative Cities: Asian-European Perspectives, Springer, 27 Mei
     2009.


                                                            38
CRD dibangun atas anggara 11 tahun dan dibiaya i hanya dari anggaran
        pemerintah daerah. 30

        Infrastruktur produksi in i memudahkan siapapun yang bergerak di bisnis ini
        untuk bisa memproduksi lebih banyak lagi. Visi produser film di Hollywood
        ditangkap oleh segelintir pengusaha di India dan China, yang kemudian
        ngetop dengan istilah Bollywood (daerah produksi film di Mumbai) dan
        Chinawood (istilah untuk replika Kota Terlarang, yang berada 36 km dari
        ibukota negara, Beijin g). Sepanjang tahun 1996 hingga 2005, di dalam
        Hengdian Film & TV City telah diproduks i 275 judul film dan seri televis i.
        Selain untuk memproduksi film layar lebar dan tayangan TV, Hengdian
        Film & TV City di Provinsi Zhejiang menjadi atraksi wisatawan dalam dan
        luar negeri. Sepanjang 2004 saja Hengdian telah menjadi atraksi untuk
        sejumlah 2,5 juta wisatawan dalam dan luar negeri.

        Dengan infrastruktur yang baik dan sumber daya yang cukup banyak di
        India atau China, industri M&E bisa dikembangkan lebih baik lagi.
        Kreativitas produksi film sesungguhnya dimu la i pula dari cerita yang
        menarik. Kedua negara in i memiliki ribuan manuskrip dongeng masa
        lampau, yang bisa dipoles dengan sentuhan Hollywood. Warlords adalah
        salah satu contoh kisah pahla wan China kuno yang mendapat sentuhan
        artistik dan bisnis Hollywood. Untuk sektor M&E di China, baik pemerintah
        ataupun pemain lokal seakan mencari obat kuat (remedies) ke Hollywood
        untuk membangun industri loka l mereka. Hal in i juga ditegaskan oleh Ying
        Zhu, pakar film China yang tingga l di New York, Amerika Serikat:

           Competing with imported blockbusters for market share, many
           Chinese filmmakers turned to Hollywood for possib le remedies.
           Hollywood's institutional structure and popular narrative formula
           have since been taken up as mode ls for filmmaking and marketing.
           The Chinese film industry has been going through a series of
           institutional restructurings to cope with the demands of market
           economy, the rise of alternative entertainment options, and the
           popular ity of Hollywood blockbuster films. The upshot has been the
           commercializat ion and decentralization of a formerly state-
           subsidized film industry and the transformation to a populist film
           culture from an elit ist one ascendant in the late 1970s. 3 1


30
     Ibid, halaman 87.

31
     Ying Zhu, Chinese Cinema During the Era of Reform: The Ingenuity of the System, Greenwood Publishing Group,
     2003.


                                                         39
Singkatnya,     Hollywood  adalah     “dream    factory”    yang    mampu
menerjemahkan teks cerita lebih cerita audio- visual yang menarik. Atas
plot cerita Cinderella, Hollywood menambahkan dramaturgi yang
mendebarkan, menyebalkan, menyedihkan, dan berbagai perasaan
manusiawi lainnya. Secara teorit is sebuah cerita (plot linier) itu diawa li
dari penjelasan awal, kemudian terjadi beberapa konflik hingga mencapai
klimaks. Emos i penonton mulai turun menjelang akhir cerita.

Atas beberapa film blockbuster, produser Hollywood memilih plot cerita
sederhana: plot tunggal dan lin ier. Sebuah plot memiliki spine atau tulang
punggung yang sama. Dramatisasi terjadi saat karakter di dala m plot
cerita itu saling “bertabrakan” di sebuah tempat dan waktu tertentu
(setting). Selain satu plot, sebuah cerita bisa juga memiliki banyak plot
(multiplot) tanpa menghiraukan urutan waktu. Bayangkan kartun
Cinderella yang hanya memiliki di satu plot lin ier. Bandingkan kartun in i
dengan film karya Quentin Tarantino Pulp Fiction. Yang terakhir in i adalah
contoh film dengan mult iplot.




                    Bagan Plot Cerita Fiksi/D rama



Kisah plot linier Cinderella atau Si Upik Abu memiliki akhir cerita yang
berakhir bahagia: sang putri cantik tapi dekil akhirnya hidup bahagia
dengan pangeran kaya raya. Happily ever after. Ada kalanya
penggarapannya bisa dibuat canggih dengan komputer, bisa juga cuma
dialog tear-jerking atau membuat tangis penonton saat melihat Si Upik
bertemu pangerannya.



                                     40
Cinta terlarang (antara dua kasta berbeda) juga bisa dihadirkan dalam
versi ultra-modern. Perhatikan karya James Cameron dengan sentuhan
teknologi termutakhir motion capture. Adalah film “Avatar” yang
diproduksi sedikit berbeda dengan kecanggihan komputer kartun Disney,
“Cinderella”. Teknologi yang dipaka i Cameron adalah piranti lunak
produksi Twin Pixels, yang mungkin berarti dua titik serupa di tempat
bebeda, satu di badan manusia dan yang la innya di layar komputer. Di lain
waktu, ada juga film Pretty Woman yang hanya perlu aktris sekaliber Julia
Roberts untuk menghayati peran Cindere lla in i.

Kisah cinta sejati, cinta segit iga , cita segi banyak atau cinta terlarang
adalah racikan utama film Hollywood dan banyak tayangan TV dunia.
Perburuan atas sesuatu, kisah perja lanan dan pertarungan kekuasaan juga
menjadi resep khas film laga dan fantasi di layar lebar.

Selain pakem cerita, Hollywood juga pusat perkembangan teknologi audio-
visual serta pusat pendidikan tenaga kreatif. Standar kualitas mula i dari
gambar dan suara hingga gerakan dan trik kamera menjadikan film
produksi Hollywood sebagai hiburan penuh kenikmatan bagi panca-indera
mata dan telin ga.


Tabel Dramaturgi

       Characters                     Plot                      Settings

       Protagonist                Single/linear           Past, Present Future

       Antagonist                 Sub-plot(s)           Jakarta, New York, etc.

   Many cameos, or not             Multi-plot           Technology heavy, or not



Hollywood juga memiliki pakem bisnis (distribusi dan pemasaran) untuk
menjangkau pasar global. Film sebagai content, sekali lagi, diputar di
banyak media (pipe) . Untuk produksi Holllywood, biasanya film
didistribus ikan di dalam negeri terleb ih dahulu, dimulai dari kota besar di
minggu pertama. Jika sukses, distribus i dilanjutkan ke kota kecil la in secara
agresif.

Beberapa minggu sebelum diputar di bioskop se-Amerika Serikat, distribus i
didahu lui pemasaran, biasanya dengan promo trailer la lu beberapa video
fitur dan behind the scenes . Setelah beberapa minggu, film tersebut baru


                                       41
didistr ibusikan ke luar negeri. Untuk selan jutnya,                            setelah      bioskop ,
        berlakulah periode sesuai movie release windows .

        Cara bertutur dan berbisnis Hollywood in i terlihat sekali dalam produksi
        film China sepuluh tahun terakhir. India belum menempatkan pemain loka l
        mereka sebagai potensi mitra Hollywood secara finansia l. Baru ada
        Reliance ADA Group yang mampu menggandeng Dreamworks, namun tak
        ada campur tangan pemerintah India dalam kepemilikan entitas Hollywood
        in i.

        Dengan mendir ikan China Media Capita l yang profit-oriented , pemerintah
        China tetap mengawal is i film tersebut melalui manajemen perusahaan.
        Selain mengunci is i film dari aturan is i film mela lu i prosedur birokras i yang
        telah ada, pemerintah China juga mengetahui kegiatan perusahaan
        tersebut secara langsung.

        Entintas CMC adalah bentukan pemerintah China untuk kerjasama dengan
                                                                th
        News Corporations, raksasa media global dari hulu (20       Fox Studios) ke
        hilir (jar ingan Star TV dan Phoenix Channel di Hong Kong, hingga Fox News
        di Amerika Serikat dan operator TV satelit berbayar BSkyB di Inggris).
        News Corp. adalah entitas konglomerat M&E Amerika Serikat yang dimotori
        Rupert Murdoch, kelahiran Australia yang disebut media di Inggris sebagai
        salah satu dari “Lords of Global. 3 2

        Lahir di Australia, besar di Amerika Serikat dan Eropa, Rupert Murdoch
        kemudian membangun kerajaan media di Hong Kong di bawah bendera
        “Star TV”, News Corp pun berulang kali berupaya masuk ke pasar China
        daratan. Untuk itu, News Corp. membentuk entitas Fortune Star Media
        (FSM) Limited. Selanjutnya, FSM membentuk perusahaan Star China Media
        (SCM), bekerjasama dengan milik pemerintah China: China Media Capital
        (CMC).




32
     Michael Curtin, Playing to The World's Biggest Audience:the Globalization of Chinese Film and TV, University of
     California Press, 2007, halaman 193.


                                                           42
Bagan kepem ilikan badan usaha pemerintah China dan
              raksasa media global, News Corporation


Banyak produksi film lokal (content) yang hak intelektualnya diakuisisi/dipegang oleh FSM
yang kemudian didistribusikan melalui pipa televisi ataupun jaringan anak perusahaan
SCM seperti Xing Kong Chuan Mei Group Co. Ltd. Xing Kong (pemilik saluran Phoenix
berbahasa China dalam berbagai dialek) dan Star TV (pemilik puluhan genre saluran
berbayar via satelit). CMC terbentuk seakan menjadi respons pemerintah China atas
gerakan korporasi News Corp. di Hong Kong.

Dari strategi kerjasama seperti CMC ini, ada tiga hal yang perlu dikaji:

   1. Entitas lokal terlindungi dan bisa bermain di arena globa l,

   2. Pihak asing (manajemen perusahaan) bisa “disetir” dari dalam                 oleh
      pemerintah,

      3.Di dalan negeri pun semua pemain asing dan lokal terkena
      peraturan pemerintah.

Risiko ancaman menurut Cowen (diversity across cultures) dalam entitas
CMC jelas telah ditekan oleh pemerintah China. Yang terjadi adalah
asimilasi “materi” (kemampuan manajemen produksi Hollywood) sela in


                                           43
“nilai” (produktivitas bangsa China). China tak hanya melakukan
kebijakan protektif dan insentif terhadap pemain loka l, tetapi juga ofensif
ke pasar global.

News Corporation yang ingin masuk ke pasar China harus menerima
persyaratan yang dibuat pemerintah China: 51% saham harus milik lokal.
Untuk itu pemerintah tetap memiliki kendali internal perusahaan sela in
mengatur isi film atau tayangan TV yang diproduksi/didis tribus i anak
perusahaan Star China Media (SCM), anak perusahaan CMC. Pemerintah
China mengatur mulai dari tahap produksi dan distribusi (peraturan
pemerintah) hingga mengendalikan gerakan korporat di tahap distribusi
hingga eksibis i melalu i hak veto sebagai pemilik mayoritas perusahaan
kerjasama tersebut. Membuka keran investasi tanpa melepaskan kendali
atas isi dan katup pipanya, inila h yang dima ksud sebagai deception,
strategi Sun Tzu berabad silam untuk menguasai pasar global.

Bentuk kerjasama dengan entitas asing ini menjadi satu cara pemerintah
China memproteksi pemain lokal dan masyarakat penontonnya. Cara-cara
korporat global membangun jaringannya seluruh dunia dipe la jar i dan
“dihadang” secara strategis oleh pemerintah China. Di bagian selanjutnya,
akan dibahas bagaimana kepemilikan media globa l bekerja dalam satu
ekosistem M&E, sebuah sistem di mana pemerintah China turut menari. Kali
in i China membawa genderang sendiri.




                                     44
45
4
           EKOSISTEM MEDIA GLOBAL VERSUS CHINA

Hollywood hari in i memiliki 6 (enam) studio besar yang produktif membuat
film: Warner Bros., Paramount Pictures, Walt Disney, Columb ia Pictures,
                           th
Universal Studios , dan 20     Century Fox. Selain itu ada beberapa yang
“sedang” seperti MGM dan Lions Gate Entertainment dan banyak produser
independen lainnya.

Sebagai produser film layar lebar dan program TV, beberapa studio
produksi (content) in i terkait erat dengan media massa (pipe) , contohnya:

     1.   Warner Bros. Studios adalah bagian dari Time Warner,
     perusahaan media besar yang memiliki jaringan saluran TV
     seperti CNN dan HBO.

     2.    Paramount Pictures menjadi satu bagian Viacom,
     konglomerat media pemilik MTV (saluran televis i berbayar).
     Viacom memiliki keterkaitan erat dengan CBS (saluran telev isi
     terestrial): keduanya memiliki induk perusahaan yang sama:
     National Amusements.

     3.  Universal Studios dimiliki          NBCUniversa l,   yang   juga
     memiliki jaringan TV terestria l NBC.

Satu contoh yang telah disinggung sejak awal pembahasan: Warner Bros.
Studios , adalah entitas yang lahir hampir satu dekade sila m. Warner mulai
berevolusi dari perusahaan bioskop one-off menjadi media cash-flow.
Tunstall & Palmer (2008) membedakan media one-off dan cash-flow . Media
yang cuma sekali putar itu seperti bioskop, dan yang terus-menerus
mendapatkan pemasukan uang adalah telev isi dan DVD. Warner


                                      46
sesungguhnya memiliki sejarah panjang di dunia perfilman. Lahir dari
tangan empat Warner bersaudara (Harry, Albert, Sam, dan Jack Warner) di
awal abad ke-20, Warner hanya bergerak di bidang eksibisi (bioskop).
Warner kemudian mendirikan anak perusahaan khusus mengurus distribus i
filmnya ke negara bagian lain di Amerika Serikat. Di dekade selan jutnya,
usaha produksi Warner baru dimulai.

Warner kemudian berkembang menjadi entitas usaha yang mengelola
seluruh tahapan (produksi, distribus i dan eksib is i). Di awal 1980-an, saat
satelit lintas-negara mulai dikena l luas, Warner tak hanya fokus di industri
film layar lebar. Ia pun mengakuis isi media la in seperti radio dan TV.
“Pipa” eksibis i (audio visual) selain bioskop adalah TV dan DVD, tentu
untuk menyalurkan content atau produksi film yang sama. Bergabung
dengan Time Inc. yang memiliki banyak media massa (pipa), Warner (isi)
kemudian menjelma kekuatan yang terintegrasi dari hulu ke hilir .

Seabad lalu, media (media) berada di satu titik berbeda dengan hiburan
(entertainment). Sektor in i dibaca: M&E. Berada di kotak berbeda dengan
M&E, sektor telekomunikas i (telecommun ications) dan sektor komputer
(computer) lahir sebagai bagian dari industri elektronik (baca: perangkat
keras). Hari in i ketiga sektor in i berdiri di satu titik bersinggungan. Pasar
konvergensi ini menjual produk nonfis ik (intangible) seperti JPG, TXT, AUVI,
MP3 dan banyak istilah jar ingan Internet lainnya. Semua itu adalah
content atau isi yang mengalir di tiga pipa infrastruktur: media,
telekomunikas i, komputer (jaringan Internet), dan pipa gabungan antara
ketiganya.

Integrasi secara vertika l berarti saat Warner Bros. menjelma menjadi
Warner Bros. Entertainment, yang memiliki beberapa divisi di antaranya:
Pictures (produksi), Warner Distribution (distribus i), dan Television & Home
Entertainment (eksibisi). Secara horizontal , untuk produksi misa lnya,
Warner Bros. Pictures mengelola New Line Cinema, Telep ictures
Productions, dan Wor ldwide Physical Production.                  Warner Bros.
Entertainment sendiri hanya satu bagian dari Time Warner selain Time Inc.
(cetak), Home Box Office (saluran TV berbayar seperti HBO Latino dan
usaha produksinya) serta Turner Broadcasting System (operator TV
terestrial dan saluran TV berbayar seperti CNN dan Cartoon Network).
Warner Communications dan Time Inc. melakukan merger dengan nama
baru "TimeWarner" yang secara vertikal memiliki beragam pipa global
(TV, distribus i film tradisional dan digital/internet). Di saat Warner memiliki
divis i khusus pembiayaan film (film financing) , yang berusaha seperti
entitas perbankan, Warner adalah konglomerat (berbisnis di banyak



                                       47
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media
GLOCAL Media

Weitere ähnliche Inhalte

Ähnlich wie GLOCAL Media

01 introduksi
01 introduksi01 introduksi
01 introduksiyuls1423
 
Globalisasi dan media massa
Globalisasi dan media massaGlobalisasi dan media massa
Globalisasi dan media massayuls1423
 
Tamadun islam dan tamadun asia
Tamadun islam dan tamadun asiaTamadun islam dan tamadun asia
Tamadun islam dan tamadun asiaRusyda Rahim
 
PPT Kelompok 5 Sosiologi.pptx
PPT Kelompok 5 Sosiologi.pptxPPT Kelompok 5 Sosiologi.pptx
PPT Kelompok 5 Sosiologi.pptxafifsusanto
 
GLOBALISASI salsa.pptx
GLOBALISASI salsa.pptxGLOBALISASI salsa.pptx
GLOBALISASI salsa.pptxFaathv
 
Bab 6 (1) isu isu semasa dan masa depan
Bab 6 (1) isu isu semasa dan masa depanBab 6 (1) isu isu semasa dan masa depan
Bab 6 (1) isu isu semasa dan masa depanninawariz
 
Materi wawasan kebangsaan.pptx-. agung bm
Materi   wawasan kebangsaan.pptx-. agung bmMateri   wawasan kebangsaan.pptx-. agung bm
Materi wawasan kebangsaan.pptx-. agung bmAgungBMMargono
 
televisi,inte
televisi,intetelevisi,inte
televisi,inteelriq
 
Bab 3)dampak globalisasi dalam kehidupan bermasyarakat,berbangsa,
Bab 3)dampak globalisasi dalam kehidupan bermasyarakat,berbangsa,Bab 3)dampak globalisasi dalam kehidupan bermasyarakat,berbangsa,
Bab 3)dampak globalisasi dalam kehidupan bermasyarakat,berbangsa,Hana Honeyfah
 
Hukum Perdagangan Internasional Mahasiswa Maret 2020.ppt
Hukum Perdagangan Internasional Mahasiswa Maret 2020.pptHukum Perdagangan Internasional Mahasiswa Maret 2020.ppt
Hukum Perdagangan Internasional Mahasiswa Maret 2020.pptYusrilMahendra46
 
Cabaran media sosial dalam masyarakat dalam memastikan kestabilan dalam masya...
Cabaran media sosial dalam masyarakat dalam memastikan kestabilan dalam masya...Cabaran media sosial dalam masyarakat dalam memastikan kestabilan dalam masya...
Cabaran media sosial dalam masyarakat dalam memastikan kestabilan dalam masya...Freedy Kalang
 
Aktivisme Digital di Abad Informasi
Aktivisme Digital di Abad InformasiAktivisme Digital di Abad Informasi
Aktivisme Digital di Abad InformasiDamar Juniarto
 

Ähnlich wie GLOCAL Media (20)

01 introduksi
01 introduksi01 introduksi
01 introduksi
 
Globalisasi dan media massa
Globalisasi dan media massaGlobalisasi dan media massa
Globalisasi dan media massa
 
Makalah sejarah
Makalah sejarahMakalah sejarah
Makalah sejarah
 
Media Antarabangsa
Media AntarabangsaMedia Antarabangsa
Media Antarabangsa
 
Tamadun islam dan tamadun asia
Tamadun islam dan tamadun asiaTamadun islam dan tamadun asia
Tamadun islam dan tamadun asia
 
PPT Kelompok 5 Sosiologi.pptx
PPT Kelompok 5 Sosiologi.pptxPPT Kelompok 5 Sosiologi.pptx
PPT Kelompok 5 Sosiologi.pptx
 
GLOBALISASI salsa.pptx
GLOBALISASI salsa.pptxGLOBALISASI salsa.pptx
GLOBALISASI salsa.pptx
 
Bab 6 (1) isu isu semasa dan masa depan
Bab 6 (1) isu isu semasa dan masa depanBab 6 (1) isu isu semasa dan masa depan
Bab 6 (1) isu isu semasa dan masa depan
 
Materi wawasan kebangsaan.pptx-. agung bm
Materi   wawasan kebangsaan.pptx-. agung bmMateri   wawasan kebangsaan.pptx-. agung bm
Materi wawasan kebangsaan.pptx-. agung bm
 
Mengenal globalisasi
Mengenal globalisasiMengenal globalisasi
Mengenal globalisasi
 
Mengenal globalisasi
Mengenal globalisasiMengenal globalisasi
Mengenal globalisasi
 
Bab 6 part 1
Bab 6  part 1Bab 6  part 1
Bab 6 part 1
 
Presentasi globalisasi
Presentasi globalisasiPresentasi globalisasi
Presentasi globalisasi
 
Makalah pengaruh globalisasi di bidang politik
Makalah pengaruh globalisasi di bidang politikMakalah pengaruh globalisasi di bidang politik
Makalah pengaruh globalisasi di bidang politik
 
televisi,inte
televisi,intetelevisi,inte
televisi,inte
 
Bab 3)dampak globalisasi dalam kehidupan bermasyarakat,berbangsa,
Bab 3)dampak globalisasi dalam kehidupan bermasyarakat,berbangsa,Bab 3)dampak globalisasi dalam kehidupan bermasyarakat,berbangsa,
Bab 3)dampak globalisasi dalam kehidupan bermasyarakat,berbangsa,
 
Hukum Perdagangan Internasional Mahasiswa Maret 2020.ppt
Hukum Perdagangan Internasional Mahasiswa Maret 2020.pptHukum Perdagangan Internasional Mahasiswa Maret 2020.ppt
Hukum Perdagangan Internasional Mahasiswa Maret 2020.ppt
 
Cabaran media sosial dalam masyarakat dalam memastikan kestabilan dalam masya...
Cabaran media sosial dalam masyarakat dalam memastikan kestabilan dalam masya...Cabaran media sosial dalam masyarakat dalam memastikan kestabilan dalam masya...
Cabaran media sosial dalam masyarakat dalam memastikan kestabilan dalam masya...
 
Pkn pengaruh globalisasi
Pkn pengaruh globalisasiPkn pengaruh globalisasi
Pkn pengaruh globalisasi
 
Aktivisme Digital di Abad Informasi
Aktivisme Digital di Abad InformasiAktivisme Digital di Abad Informasi
Aktivisme Digital di Abad Informasi
 

Mehr von Mila

Biz 10082020
Biz 10082020Biz 10082020
Biz 10082020Mila
 
Tech 10082020
Tech 10082020Tech 10082020
Tech 10082020Mila
 
Analisis Kebijakan Ekonomi Kreatif
Analisis Kebijakan Ekonomi KreatifAnalisis Kebijakan Ekonomi Kreatif
Analisis Kebijakan Ekonomi KreatifMila
 
Strategi Kebudayaan untuk Pasar Global
Strategi Kebudayaan untuk Pasar GlobalStrategi Kebudayaan untuk Pasar Global
Strategi Kebudayaan untuk Pasar GlobalMila
 
Cool Japan Strategy 2012
Cool Japan Strategy 2012 Cool Japan Strategy 2012
Cool Japan Strategy 2012 Mila
 
Regulasi Bisnis Penyiaran (presentasi 24 November 2014)
Regulasi Bisnis Penyiaran (presentasi 24 November  2014)Regulasi Bisnis Penyiaran (presentasi 24 November  2014)
Regulasi Bisnis Penyiaran (presentasi 24 November 2014)Mila
 
Bahan PR Regulasi Bisnis (1 Desember 2014)
Bahan PR Regulasi Bisnis (1 Desember 2014)Bahan PR Regulasi Bisnis (1 Desember 2014)
Bahan PR Regulasi Bisnis (1 Desember 2014)Mila
 
Biz to Producttion - 6 okt 2014
Biz to Producttion - 6 okt 2014Biz to Producttion - 6 okt 2014
Biz to Producttion - 6 okt 2014Mila
 
Introduksi PP/PMT 2014 (1 Sept 2014)
Introduksi PP/PMT 2014   (1 Sept 2014)Introduksi PP/PMT 2014   (1 Sept 2014)
Introduksi PP/PMT 2014 (1 Sept 2014)Mila
 
Pay TV Evaluation (bonus: legal contract / MSTV)
Pay TV Evaluation (bonus: legal contract / MSTV)Pay TV Evaluation (bonus: legal contract / MSTV)
Pay TV Evaluation (bonus: legal contract / MSTV)Mila
 
New Media Management (MSTV)
New Media Management (MSTV)New Media Management (MSTV)
New Media Management (MSTV)Mila
 
Media Market, Competition & Game Theory
Media Market, Competition & Game TheoryMedia Market, Competition & Game Theory
Media Market, Competition & Game TheoryMila
 
New World System
New World SystemNew World System
New World SystemMila
 
Konvergensi & Divergensi Media
Konvergensi & Divergensi MediaKonvergensi & Divergensi Media
Konvergensi & Divergensi MediaMila
 
Tech Issue of Gratis vs Pay TV
Tech Issue of Gratis vs Pay TVTech Issue of Gratis vs Pay TV
Tech Issue of Gratis vs Pay TVMila
 
Why Gratis
Why GratisWhy Gratis
Why GratisMila
 
Content & Pipe 2011
Content & Pipe 2011Content & Pipe 2011
Content & Pipe 2011Mila
 
Struktur Organisasi (FTA & Pay TV)
Struktur Organisasi (FTA & Pay TV)Struktur Organisasi (FTA & Pay TV)
Struktur Organisasi (FTA & Pay TV)Mila
 
The Price of Gratis
The Price of GratisThe Price of Gratis
The Price of GratisMila
 
Model Bisnis TV Tidak Berbayar (FTA) & TV Berbayar (Pay TV)
Model Bisnis TV Tidak Berbayar (FTA)  & TV Berbayar (Pay TV)Model Bisnis TV Tidak Berbayar (FTA)  & TV Berbayar (Pay TV)
Model Bisnis TV Tidak Berbayar (FTA) & TV Berbayar (Pay TV)Mila
 

Mehr von Mila (20)

Biz 10082020
Biz 10082020Biz 10082020
Biz 10082020
 
Tech 10082020
Tech 10082020Tech 10082020
Tech 10082020
 
Analisis Kebijakan Ekonomi Kreatif
Analisis Kebijakan Ekonomi KreatifAnalisis Kebijakan Ekonomi Kreatif
Analisis Kebijakan Ekonomi Kreatif
 
Strategi Kebudayaan untuk Pasar Global
Strategi Kebudayaan untuk Pasar GlobalStrategi Kebudayaan untuk Pasar Global
Strategi Kebudayaan untuk Pasar Global
 
Cool Japan Strategy 2012
Cool Japan Strategy 2012 Cool Japan Strategy 2012
Cool Japan Strategy 2012
 
Regulasi Bisnis Penyiaran (presentasi 24 November 2014)
Regulasi Bisnis Penyiaran (presentasi 24 November  2014)Regulasi Bisnis Penyiaran (presentasi 24 November  2014)
Regulasi Bisnis Penyiaran (presentasi 24 November 2014)
 
Bahan PR Regulasi Bisnis (1 Desember 2014)
Bahan PR Regulasi Bisnis (1 Desember 2014)Bahan PR Regulasi Bisnis (1 Desember 2014)
Bahan PR Regulasi Bisnis (1 Desember 2014)
 
Biz to Producttion - 6 okt 2014
Biz to Producttion - 6 okt 2014Biz to Producttion - 6 okt 2014
Biz to Producttion - 6 okt 2014
 
Introduksi PP/PMT 2014 (1 Sept 2014)
Introduksi PP/PMT 2014   (1 Sept 2014)Introduksi PP/PMT 2014   (1 Sept 2014)
Introduksi PP/PMT 2014 (1 Sept 2014)
 
Pay TV Evaluation (bonus: legal contract / MSTV)
Pay TV Evaluation (bonus: legal contract / MSTV)Pay TV Evaluation (bonus: legal contract / MSTV)
Pay TV Evaluation (bonus: legal contract / MSTV)
 
New Media Management (MSTV)
New Media Management (MSTV)New Media Management (MSTV)
New Media Management (MSTV)
 
Media Market, Competition & Game Theory
Media Market, Competition & Game TheoryMedia Market, Competition & Game Theory
Media Market, Competition & Game Theory
 
New World System
New World SystemNew World System
New World System
 
Konvergensi & Divergensi Media
Konvergensi & Divergensi MediaKonvergensi & Divergensi Media
Konvergensi & Divergensi Media
 
Tech Issue of Gratis vs Pay TV
Tech Issue of Gratis vs Pay TVTech Issue of Gratis vs Pay TV
Tech Issue of Gratis vs Pay TV
 
Why Gratis
Why GratisWhy Gratis
Why Gratis
 
Content & Pipe 2011
Content & Pipe 2011Content & Pipe 2011
Content & Pipe 2011
 
Struktur Organisasi (FTA & Pay TV)
Struktur Organisasi (FTA & Pay TV)Struktur Organisasi (FTA & Pay TV)
Struktur Organisasi (FTA & Pay TV)
 
The Price of Gratis
The Price of GratisThe Price of Gratis
The Price of Gratis
 
Model Bisnis TV Tidak Berbayar (FTA) & TV Berbayar (Pay TV)
Model Bisnis TV Tidak Berbayar (FTA)  & TV Berbayar (Pay TV)Model Bisnis TV Tidak Berbayar (FTA)  & TV Berbayar (Pay TV)
Model Bisnis TV Tidak Berbayar (FTA) & TV Berbayar (Pay TV)
 

Kürzlich hochgeladen

Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisNazla aulia
 
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasPembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasAZakariaAmien1
 
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikanTPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikanNiKomangRaiVerawati
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...Kanaidi ken
 
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajiiEdukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajiiIntanHanifah4
 
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKAPPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKARenoMardhatillahS
 
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaModul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaAbdiera
 
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxBambang440423
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdfShintaNovianti1
 
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup BangsaDinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup BangsaEzraCalva
 
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.pptPertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.pptNabilahKhairunnisa6
 
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 TesalonikaMateri Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 TesalonikaSABDA
 
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptxalat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptxRioNahak1
 
Catatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus PerilakuCatatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus PerilakuHANHAN164733
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxFuzaAnggriana
 
Konflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptx
Konflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptxKonflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptx
Konflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptxintansidauruk2
 
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdfsandi625870
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxsudianaade137
 
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2noviamaiyanti
 
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptxMATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptxrofikpriyanto2
 

Kürzlich hochgeladen (20)

Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara InggrisKelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
Kelompok 4 : Karakteristik Negara Inggris
 
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasPembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
 
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikanTPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
TPPK_panduan pembentukan tim TPPK di satuan pendidikan
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
 
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajiiEdukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
Edukasi Haji 2023 pembinaan jemaah hajii
 
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKAPPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
 
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaModul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
 
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
 
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup BangsaDinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
 
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.pptPertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
 
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 TesalonikaMateri Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
Materi Kelas Online Ministry Learning Center - Bedah Kitab 1 Tesalonika
 
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptxalat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
 
Catatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus PerilakuCatatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
 
Konflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptx
Konflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptxKonflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptx
Konflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptx
 
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
 
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptxPanduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
Panduan Substansi_ Pengelolaan Kinerja Kepala Sekolah Tahap Pelaksanaan.pptx
 
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2
PRESENTASI PEMBELAJARAN IPA PGSD UT MODUL 2
 
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptxMATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
 

GLOCAL Media

  • 2.
  • 3. untuk yang tercinta : Mami, Papi, Nenek Daeng Tante Fatma, Tante Chama, Tante Ati untuk satu-satunya hingga akhir waktu: Tyas Legawa
  • 4.
  • 5. DAFTAR ISI Dedikasi & Terima Kasih 1 Asal-muasal 9 2 The Great Firewall of China 18 3 Hollywood, Bollywood, Chinawood 31 4 Ekosistem Media Global versus China 51 5 Indocine: Antara Ruang dan Waktu 63 6 Simpulan: Visi Kreatif 2025 86 7 Pustaka & Pranala 99 8 Tentang Penulis 102
  • 6.
  • 7. TERIMA KASIH Menuntut ilmu hingga ke banyak negeri. Saya ucapkan rasa syukur ke Tuhan YME karena bisa berguru secara online dengan pakar media massa dan globalisasi, Prof. Anthony YH Fung dari School of Journalism and Communication, CUHK, Hong Kong dan kepada Dr Umair Haque dari Havas Media Lab. Terima kasih juga Lola Maris dan Iwan Jusuf, dua sparring partners saya selama puluhan tahun: untuk menimba ilmu tanpa putus, dan untuk berbagi informasi penuh canda tawa. Atas diskusi dan inspirasinya, saya ucapkan terima kasih untuk Prof. Ilya R. S. Sunarwinadi, Teddy Anggoro, MH, serta Mas Hikmat Darmawan dan Mbak Juni Soehardjo. Akhirul kalam, beberapa peradaban yang tetap unggul hingga hari ini adalah mereka yang telah memiliki sejarah panjang dalam "bernegara". Media adalah bagian intangible, tak kelihatan, dari sebuah peradaban hari ini. Benafas dan tidur berarti hidup di antara pipe & content. Semoga pencarian saya ini bukan lelucon media dua tahun terakhir: God created the world, and the rest is made in China. i
  • 8.
  • 9. 1 ASAL-MUASAL “Hostile foreign powers have not abandoned their conspiracy and tactics to westernize China and to divide the country,” warned Hu [Jintao] in late 2008. 1 Bisa jadi paranoid, bisa juga strategis. Kebijakan pemerintah China hingga hari in i seakan misteri bagi banyak investor asing hingga pekerja kreatif asing. Pertarungan melawan pengaruh asing di abad la lu berarti senjata api atau bambu runcing. Kerap hadir di kehidupan hari in i Cyberwar atau Twitterwar bukanlah perang. China melarang Facebook di negaranya, dan ia membuat versi lokal media sosia l in i, Renren. Di beberapa area di China (terutama mungkin yang masih miskin), Google dan Youtube tak bisa diakses sama sekali. Saya mempercayai bahwa apa yang dilakukan pemerintahan Hu Jintao sekarang adalah strategi memenangkan pertarungan globa l. Sebaga i bangsa besar hari ini dan masih akan terus berjaya di masa mendatang, China mempelajari sejarah panjangnya. Cara berpikir terhadap proteksi atas pengaruh asing ini dirancang dengan melihat strategi dan taktik Sun Tzu, filsuf milit er di abad ke-6. Sun Tzu membuka tulisannya dengan perencanaan: “All warfare must be based on deception;” bahwa musuh harus dikelabui. Ketika akan menggunakan kekuatannya, perlihatkan ke musuh bahwa tentara China seakan sedang tidak aktif. Di saat musuh mengeluarkan seluruh kekuatan, di saat itu lah pasukan Sun Tzu menyerang. 1 Dilip Hir, After empire: the birth of a multipolar world, Nation Books, 2010, halaman 249. 1
  • 10. Belajar hingga ke negeri China bukanlah pameo kosong. Mengkaji gerak- gerik pemerintah China dan hasil kebijakannya hari in i adalah melihat gaya keterbukaan antara “ada” dan “tiada”. China hari ini memasuki babak baru sejak dikeluarkannya Decree #44 tahun 2004 yang membolehkan masuknya investasi asing untuk produksi film, radio dan televis i. Khusus produksi, saya mengkategorikan hal in i dala m kotak “is i” atau content. Mari berpikir antara pipe dan content dalam industri media massa, telekomunikas i dan internet. Tiga sektor yang hari ini “melebur” karena teknologi digital. Pipa adalah penyalur is i audio- visual, apakah melalu i perangkat bergerak (telepon genggam atau tablet) ataukah statis (pesawat TV di rumah). Untuk kepemilikan pipa, belum ada entitas asing bisa memiliki saham perusahaan media massa di China daratan. Perusahaan media asing yang dipancarkan melalui satelit biasanya berkantor di Hong Kong, yang memiliki sistem pemerintahan khusus di bawah HKSAR, Hong Kong Special Administrative Region, sebuah sistem yang leb ih terbuka terhadap investasi asing. Media dan telekomun ikasi adalah sektor tertutup terhadap investasi asing secara langsung (foreign direct investment) , tapi masih diperbolehkan untuk investasi tak langsung (induk perusahaan media atau melalui bursa saham). Untuk perusahaan dengan jen is investasi yang terakhir ini, dipast ikan bahwa pemerintah China memiliki saham mayoritas di dalamnya. Proteksi super-ketat juga terasa di is i film, program TV dan situs internet dari luar China. Adegan cium adalah tabu, apalagi bersuara keras memprotes pemerintah China. Selepas era Mao Zedong (akhir 1970-an), film asing bisa masuk tapi harus dibatas i kuantitasnya dan harus disensor ketat oleh SARFT (State Authority of Radio, Film and Television). Produksi film dan tayangan TV kerjasama dengan pihak asing baru terjadi saat keluar Decree #44 tertanggal 16 November 2004. Detail dari peraturan ini tak ada yang mengetahui kecuali petinggi SARFT sendir i. Peraturan bernomor sama juga pernah dike luarkan tahun 2000 oleh Kementerian Keamanan Publik terkait tak langsung terhadap media adalah: “Measures for the Admin istration of Security of Mass Cultural and Sports Activit ies”. Untuk media massa, pemerintah China juga mengatur ketat isi, mula i dari skenario (regulasi ex ante ) hingga hasil akhir (regulasi ex post ). Pengaturan in i juga dikait kan dengan izin usaha. Melanggar is i yang ditentukan, perusahaan ditutup atau sahamnya harus dipin dahkan ke pihak lain. Keluar juga peraturan terakhir (Februari 2012) periha l larangan TV loka l menayang film atau program TV asing di jam prima . 2
  • 11. Semua aturan in i dirancang oleh pemerintah China untuk menghadap i kondisi global tanpa harus menentang atau menutup diri. Terlihat je las bagaimana percepatan pertumbuhan media global selama sepuluh tahun terakhir, atau setelah biaya menyewa slot satelit menjadi murah dan teknologi distribusi audio visual melalui jaringan internet menjadi massal. Tindakan protektif pemerintah China in i menjadi satu hal yang sesungguhnya patut dimaklumi mengingat bangsa China memiliki filosofi "Tao" dalam kehidupan sehari-hari: bagaimana semua hal terjadi dan bekerja di bumi ini. Sebagai bangsa besar, China tahu menjaga keseimbangan alam dan segalanya , termasuk kebijakan membuka dan menutup (open & closed policies) . Di luar semua bentuk kebijakan pemerintah China hari in i, potensi pasar penonton China (populasi 1,3 milyar) masih menjadi daya tarik pihak asing. Memasuki tahun 2012, banyak acara diskusi industri M&E (media and entertainment) di Hollywood yang menyoroti co-production atau produksi bareng produser dari China. Geliat M&E di China, serta kondis i globa l (baca: digitalis as i segalanya) mendorong industria lis barat melakukan ekspansi ke pasar gemuk in i. Pasar media yang sebelumnya sulit ditembus, sejak 2004 mulai terbuka terhadap investasi asing. Di luar semua aturan itu, negara barat masih kesulitan merangkul pasar di China secara maksimum karena tak ada tindakan keras pemerintah terhadap produk video bajakan karya kreatif Hollywood (film) atau Silicon Valley (piranti lunak). Selama in i pemerintah China pusat “mengakui” tak bisa menindak pembajakan ini karena masalah otoritas pemerintah daerah. Selama in i, yang seakan menjadi keprihatinan banyak bangsa lain di dunia, adalah pemerintah pemerintah China terlalu over-protective , namun di sis i lain tak ada kepastian akan hak intelektua l yang dimiliki perusahaan asing. Tao of Media Tulisan in i awalnya dibuat dalam bentuk peta sederhana tentang industri TV nasional. Ia lalu meluas menjadi globa l. Ternyata sebuah stasiun TV itu hanya bagian kecil dari industri global, Media & Entertainment (M&E). Televisi, misalnya, hanya satu jende la dari sekian banyak media bagi sebuah video atau film diputar. Televisi memang hanya satu cara distribus i untuk ribuan jam film layar lebar atau bahkan jutaan jam program telev isi seluruh dunia. 3
  • 12. Sebelum memahami bagaimana China bisa membuka diri terhadap media massa asing, atau bahkan terhadap media massa lokal sekalipun di era Mao Zedong, saya harus bisa melihat proses media massa itu secara mendasar. Sebagai panduan awal buku ini, berpikir dua pilah berbeda: pipa (pipe) dan isinya (content) membantu memahami evolusi karya visual, audio dan audio visual dalam industri media massa. PIPE  CONTENT PIPE: bioskop, radio, TV, DVD player, situs internet CONTENT: gambar statis (foto, lukisan, kartun), presentasi, dokumen kuliah, musik, video (animas i, film layar lebar), dan seterusnya Berpikir televis i hanya satu pipa , saya mencari tahu lagi hubungannya dengan pipa lain dan bagaimana industri film dan tayangan TV itu bergerak dari hulu ke hilir . Di sinila h kemudian saya menyadari bahwa televis i adalah sebuah sistem globa l. Bagaimana sebuah tayangan TV atau film layar lebar itu masuk ke dalam layar TV atau bioskop? Prosesnya selalu linier dari produksi lalu distr ibusi hingga eksib is i melalui media massa. Perlu dicatat, sebagai produk intangible, film atau tayangan TV itu diproduks i sekali untuk eksibis i atau diputar berulangka li. PRODUKSI  DISTRIBU SI EKSIBISI Dari beberapa hal paling mendasar proses media massa sejak seratus tahun terakhir, saya kemudian mencoba mengkaji media massa ini dari kebijakan publik, dalam kaitan bagaimana penguasa media massa globa l dan 4
  • 13. nasional bergerak. Hakikat air “wadah mempengaruhi isi” adalah satu patokan mengapa is i bisa bagus, bisa juga aneh tergantung pemilik medianya. Mengaitkan lagi pipe dan content dalam satu konteks kebijakan publik global, saya tertarik mengkaji kebija kan protektif China in i leb ih fokus lagi: terhadap film layar lebar China. Produksi film layar lebar adalah salah satu titik hilir sebelum mengkaji berbagai mode l bisn is media (pipa) di hulu. Tayangan olah raga, berita dan genre la in dika ji pula namun tidak menjadi titik fokus utama di buku ini. Alasan utamanya adalah bahwa “drama” masih memiliki potensi penonton lebih banyak dari “non-drama”. Untuk ini kajiand alam buku in i hanyala h terfokus pada film dan tayangan TV, khususnya yang bergenre drama. Bagan domain produk digital hari in i ©2012 Secara umum, bisn is dan industri audio- visual di era digita l hari in i bisa dirangkum seperti bagan di halaman berikut. Bagan sederhana in i membantu mengerti pengembangan kebijakan publik di sektor M&E. Bagan 5
  • 14. in i juga membantu memetakan strategi kebijakan publik pemerintah China sepuluh tahun terakhir. Bagan dibagi secara vertikal atas doma in is i (content) dan pipa (pipe), atau media dan tempat memasang, memutar, menyiarkan film atau tayangan TV. Sejak isi diproduksi hingga di distr ibusi, dipahami periha l berbagai jenis , terutama dalam bentuk digital, di antaranya jpg untuk gambar dan avi untuk audio video. Format digita l ini hanyalah simp lifikas i domain saja. Parameter format digita l sangatlah banyak, namun untuk secara umum pembagian parameter hanya dibatas i oleh kemampuan panca indera (mata, telinga, dan seterusnya). Jika “berbagai macam bau/wewangian” bisa ditransfer ke bentuk digita l suatu hari, akan ada parameter baru, dan seterusnya. Selan jutnya, doma in content adalah untuk pemain bisnis menengah bawah, sedangkan untuk pipa , kecenderungannya adalah untuk pemain modal besar. Tentang Buku Ini Buku ini adalah kajian tentang sektor M&E, dengan pendekatan ekonomi. Hal in i diawali dari pemikiran bahwa sektor M&E khusus di Indonesia belumlah banyak dikaji secara mendasar. Sela in itu, film layar lebar atau tayangan TV, khususnya genre drama, difokuskan dengan alasan dominasinya dalam perputaran uang di industri in i serta. Pendekatan sosia l atas tayangan dan film adalah dalam kerangka globa lisas i dan de- globalisasi. Proses in i telah terjadi di China, yang kin i tampil sebagai satu kekuatan ekonomi dunia hanya dalam tempo singkat. Untuk itu, apa yang terjadi di China bisa dipelajar i untuk mengerti bagaimana sektor M&E global yang berproses hari ini. Di bagian pertama buku in i, Great Firewall of China , saya melihat standing point pemerintah China dalam pengaturan film dan arus investasi sektor M&E (Media & Entertainment) . Setelah ada keterbukaan pemerintah di awal milen ium baru, China menjadi daerah tujuan investasi M&E yang menarik apalagi jika mengingat potensi penonton dari negara berpopulasi terbesar dunia. Untuk kajian in i, saya mengangkat analisis Fung (2008: halaman 35) tentang industri M&E global ke China (global to local) yang harus melalui peraturan kepemilikan yang rumit juga sensor isi media yang sangat ketat . Fung juga mengkaji proses dari dalam ke luar (local to global) yang dilaksanakan pemerintah China untuk menyerap hal positif dari globalisas i. Fung menegaskan bahwa setelah budaya populer global masuk ke satu negara, ia seakan “memperkuat” budaya loka l dan selan jutnya memiliki nilai lebih untuk ekspansi ke luar negeri. 6
  • 15. Di bagian kedua, Hollywood, Bollywood, Chinawood, saya mempela jar i bagaimana kerja sistem periode peluncuran satu film di beberapa media massa (movie release window ) yang lahir dari pebisnis Hollywood in i. Model bisnis ini kemudian diterapkan Hollywood untuk pasar globa l, termasuk ke China dan India, dua negara berpopulasi terbesar yang juga berarti pasar M&E yang besar. Konsep hak barang intelektual (intellectual property rights) yang berangkat lepas era Gutenberg, kini dipergunakan oleh Hollywood. Konsep IPR ini bahkan dikaitkan dengan kontrak perdagangan barang internasional di Wor ld Trade Organizat ion (WTO). Dari sini kemudian juga lahir konsep “produk dan sinya l audio visual ile gal” sebagai bentuk pelanggaran TRIPS. Setiap anggota WTO wajib meratifikas i TRIPS (Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights). Pernah memonopoli dunia dengan film dan tayangan telev isin ya, Amerika Serikat adalah satu dari penemu teknologi awal pipa audio visual, mula i dari bioskop , televis i hingga “jaringan” internet. Cara Hollywood mengembangkan bisnis M&E dengan pakem produksi tertentu ditularkan di industri perfilman India dan China. Saat in i industri perfilman China telah mampu mengekspor film ke luar China. Untuk itu secara umum China akhirnya "menyebarkan" nilai- nila i luhur budaya mereka ke seluruh dunia dengan tutur produksi film a la Hollywood. Di bagian Ekosistem Med ia Global versus China dikaji tentang kepemilikan media massa global, yang beberapa di antaranya berlomba - lomba masuk ke pasar M&E China , khususnya secara langsung (foreign direct investment) . Mendir ikan kantor perusahaan media asing di negara ini adalah tabu di era Mao Zedong bahkan hingga era Deng Xiaoping. Sebelum 2004, tak diperbolehkan masuk investasi asing untuk perusahaan M&E di China. Setelah lahir Decree #44 di tahun 2004 tentang co-production untuk media bioskop, telev isi dan radio, struktur pasar kemudian berubah. Monopoli pemerintah untuk tahap produksi bergeser monopolistik: produk sama dengan kemampuan banyak pemain yang rata-rata sama pula. Struktur pasar di China in i dibentuk atas upaya dan regulasi pemerintahnya. Pemerintah China memproteksi pemain loka l terhadap asing berupa kepemilikan saham di perusahaan kerjasama dengan pihak asing. Proses globalisas i dis ikapi pemerintah China seperti arena perang, dengan menerapkan salah satu taktik Sun Tzu seperti “rangkul musuh” sebelum tangan mampu menikam bagian belakang lawan. Deception, atau tipuan, adalah cara pemerintah China: seakan belum bisa membuka diri secara penuh tapi pemerintah China menguasai dunia dengan berbagai produk buatan bangsanya. 7
  • 16. Ditutup dengan Bab Indocine: Antara Ruang dan Waktu , saya mencoba mendefleks ikan kondis i industri audio-visua l ini di Indonesia. Bagian in i menjadi kilas balik Industri film nusantara sejak kependudukan Belanda, Jepang, kemudian terbentuk negara bernama Indonesia hingga hari ini. Saya kemudian melihat proses in i dalam kerangka kebija kan publik di Indonesia hari ini. Secara kontekstual hari ini, ada 14 subsektor industri kreatif dalam realitas budaya global. Subsektor ini juga menjadi bagian industri M&E global yang masuk dan tidak mengala mi proses de- globalization di dalam negeri. Untuk tetap memperkenalkan nilai luhur sebuah peradaban lokal ke seluruh dunia, belajarlah hingga ke negeri China. Indonesia adalah bangsa yang juga [pernah] besar, yang berada di antara jalur perdagangan India, China dan Asia Tenggara. Apa yang kemudian patut direnungkan dari kajian in i? Apa saja 14 subsektor industri kreatif yang dirumuskan di Indonesia versus yang telah dikaji secara global oleh UNESCO? Di bagian terakhir , Simpu lan: Visi Kreatif 2025, adalah simpu lan yang diharapkan bisa menjadi bahan krit isi industri M&E di negeri in i. Satu hal yang saya garisbawahi dala m tulisan in i adalah penggunanaan bahasa Inggris dalam setiap bagian. Dengan derasnya arus informasi hari in i, dunia seakan menunjuk bahasa "resmi" media baru adalah bahasa Inggris. Saya terpaksa menuliskan beberapa istilah khas yang jika diter jemahkan ke dalam Bahasa Indonesia esensi dan makna yang ingin saya sampaikan tidak tercapai. Paling utama adalah ist ilah pipe & content; jika diter jemahkan menjadi pipa dan isi. “Isi” memiliki konotasi yang terlalu fis ik (tangible). Tak akan menolong banyak jika ditu liskan "konten". 8
  • 18. 2 THE GREAT FIREWALL OF CHINA Pagi itu diselenggarakan breakfast meeting sebelum konferensi industri penyiaran Asia Pasifik, CASBAA 2006, Hongkong. Seorang mitra firma hukum Paul, Weiss , Rifkind, Wharton & Garrison LLP dari New York menjadi pembicara. Ia bercerita tentang regulasi di China. Ia pernah bertemu dengan pegawai pemerintah China. Untuk mendapatkan peraturan perundangan terbaru, ia harus mendapatkan jawaban in i: “You want to know the regulations? Talk to me, I know the regulat ions.” Pegawai pemerintah China itu mengayunkan kertas peraturan itu lalu ia menyembunyikannya ke belakang punggungnya. Betul, yang terjadi di China adalah orang asing ya tetap orang asing. Peraturan perundangan telah dituliskan namun untuk membaca detail aturannya, tak ada seorangpun warga negara asing, atau pengacara kebangsaan China pun (yang mewakili perusahaan asing) bisa mendapatkan dokumennya. Pasca-perang dingin , China menje lma menjadi kekuatan polit ik ekonomi global yang cukup berpengaruh. Te lah terjadi arus besar investasi asing ke China sepuluh tahun terakhir. Potensi pasar dan keterbukaan pemerintah dibaca oleh para pemain asing sebagai sebuah peluang yang wajib digarap. M&E adalah sektor terakhir yang membuka diri terhadap investasi asing. Media adalah satu sektor yang sangat diproteksi pemerintah China bahkan sejak era Mao Zedong. Atas is i film atau siaran TV yang membawa pengaruh asing, pemerintah China sungguh melindungi usaha loka l China daratan. Proteksi bagi penonton atau juga pemain industri film loka l in i bahkan berlaku juga atas film dari Hong Kong. Walau telah menjadi bagian resmi China pasca- pelepasan adminstrasi Inggris Raya di tahun 1997, Hong Kong tetap 10
  • 19. mendapatkan kuota ekspor 20 judul film ke China. Jika ingin memasok lebih banyak lagi, produser wajib mempekerja kan tenaga kreatif dari China daratan dalam produksi film tersebut. Hal ini diatur juga dalam kesepakatan CEPA (Closer Econonomic Partnership Arrangement) di tahun 2004 antara admin istrator wilayah Hong Kong dan pemerintah China. 2 Aturan untuk film dari Hollywood leb ih ketat: pemerintah China hanya menetapkan kuota saja. Pemain asing tak mendapatkan keist imewaan kuota tambahan ini. Suatu hal pasti: hal ini tak masuk perhitungan produser asing karena mengongkosi pekerja China datang ke Hollywood adalah mahal. Selain dikunci ketat di peraturan tenaga kerja dan investasi sektor M&E, pemerintah China juga membuat peraturan isi atau ja lan cerita film. Detail pasal dalam peraturan itu tak jelas apa saja. Peraturan itu pun bisa berubah tanpa ada transparansi kapan dan bagaimana pasal mana dalam dokumen itu yang diganti. Peraturan khusus film dan media massa in i dibuat oleh badan negara SARFT (State Authority of Radio, Film, and Television), atau kalau di Indonesia dikenal dengan nama KPI (Komisi Penyiaran Indonesia). Secara umum, peraturan tentang film la yar lebar dan tayangan TV yang masuk ke China harus mengikut i beberapa pokok pemikiran di bawah in i. Films may not contain content which: 3 1. Violates the basic principles of the Constitution; 2. Threatens the unity, sovereignty and territor ial integrity of the state; 3. Divulges state secrets, threatens national security, harms the reputation and interests of the state; 4. Instigates national hatred and discr iminat ion, undermines the harmony among ethnic groups, or harms ethnic customs and practices; 5. Violates state policies on religion, and propagates cult religion or superstit ion; 6. Disrupts social order or social stabilit y; 7. Propagates obscenity, gamblin g, violence , or abets crimina l activit ies; 2 Lucy Montgomery, China's Creative Industries: Copyright, Social Network Markets and the Business of Culture in a Digital Age, Edward Elgar Publishing, 2010. 3 http://info.hktdc.com/alert/cba-e0804c-2.htm 11
  • 20. 8. Insults or defames others, or infringes upon others' legitimate rights and interests; 9. Corrupts social morality, or defames the superiority of national culture; 10. Other contents prohibited by state laws and regulat ions. Sesungguhnya, peraturan di atas adalah normatif adanya. Di China sensor terjadi di tahap skenario (ex ante) dan hasil akhir film (ex post) . Jika hendak diproduks i di China, dokumen skenario harus diserahkan sebelumya. Skenario yang tidak kembali ke produser adala h pertanda produksi atau distribusi tak bisa dilakukan. Selanjutnya jika telah diproduks i ternyata hasilnya berbeda, film tak bisa diputar. Setelah diputar pun, film sewaktu-waktu bisa ditarik dari peredaran bioskop China. Hingga hari in i pemerintah China sewaktu-waktu masih menarik film produksi Hollywood dari bioskop tanpa alasan. Kepastian masa putar diber ikan terhadap produksi lokal, atau produksi bareng produser loka l dan produser asing. Alasannya adalah berakar dari Decree 44 tahun 2004. Dalam peraturan ini perusahaan asing boleh bermitra dengan produser lokal dengan mendir ikan usaha patungan untuk memproduksi film di China daratan. Lahir lah kemudian sebuah film epik kolosa l, Warlords (2005). Produser Hollywood Warner Bros. Studios membuat entitas kerjasama dengan Hengdian Group, pengusaha elektron ik dan kimia loka l. Entitas itu diberi nama Warner China Film Hengdian Group dan produksi perdananya adalah film Warlords . Persyaratan mendir ikan usaha bersama (joint-venture) in i adalah kepemilikan lokal 51%, alias pihak asing tak memiliki voting rights atas entitas usahanya. Dari bentuk kerjasama lokal- asing in i, Warlords mampu meraih keuntungan hanya dari pasar penonton China . Di minggu pertama film ini diputar telah dihasilkan pemasukan kotor USD 10,073,000 4 dengan total biaya produksi USD 40,000,000. Seja k 2007 hingga 2011 dengan pemutaran di beberapa media (bioskop, DVD hingga telev isi) telah dila lu i, pemasukan kotor Warlords telah mencapai USD 129,078,000 atau empat kali lipat dari biaya produksinya. Kongsi para pekerja Hollywood dan Chinawood ini telah melahirkan produk yang cukup fenomenal. Untuk menghemat biaya prop ( property, atau perlengkapan produksi) Hengdian juga membangun studio produksi besar, 4 http://www.boxofficemojo.com 12
  • 21. empat jam perjalanan darat dari ibukota Beijin g. Studio in i berukuran besar berisi replika Forbidden City lengkap dengan istana dan lansekap sekitarnya. Mengkaji kerjasama Warlords ini, produser Hollywood telah memperkenalkan gaya manajemen produksi hingga cara bertutur sebuah film layar lebar khas Hollywood. Film ini menggunakan resep film epik Hollywood: kolosal dan mahal. Sebe lumnya film produksi lokal (China atau Hong Kong) jarang mengerahkan banyak figuran dalam satu adegan . Selain itu, Warlords juga dipasarkan dengan memaka i cuplikan film (trailer) yang mengambil pakem bertutur Hollywood: dramatisasi replika kehidupan. Penggunaan pakaian (wardrobe) dan prop mendekati warna asli masa lalu (nuansa cokelat). Selain itu juga musik (music score) dibuat untuk dramatisasi di setiap adegan utama. Selain itu film in i juga memaka i pakem penetrasi budaya seperti saat film Amerika menempatkan stars and stripes di banyak adegan sebuah film. Secara umum, simbol- simbol patriotisme China dibuat nyata dan alamia h. Secara khusus, sebagai pembawa pesan kehebatan pahlawan China, film- film kolosal seperti Warlords in i tak pernah disulih- suarakan ke bahasa la in. Bahasa Mandarin, atribut perang Suku Han, serta nila i luhur kepahlawanan China harus diresapi penontonnya sebagai satu kesatuan rasa. Kung Fu Hustle masih disu lih- suarakan ke dala m bahasa Inggris. Kerjasama Warner dan Hengdian in i menjadi awal kisah sukses asimila si produser film Hollywood dan Chinawood. Sebelum mendir ikan entitas kerjasama hingga mendistribus ikan film jadi ke seluruh dunia , sang produser Hengdian-Warner harus selalu berhubungan dengan otoritas film, SARFT. Lembaga seperti SARFT tak lahir tiba-tiba, namun ia merupakan bentuk kebijakan Pemerintah China di era sebelumya. Di era kepemimpinan Mao Zedong, dikenal strategi “tutup pintu rapat- rapat” terhadap pengaruh budaya asing. Revolusi Budaya (1966-1976) in i berakhir saat Mao meninggal. Pintu sedikit terbuka saat pemerintah mengizinkan impor film dengan syarat wajib sulih-suara ke dalam bahasa Mandarin. Badan pemerintah waktu yang bertanggungjawab atas pengawasan impor film in i adala h Biro Film, sebuah institusi di bawah kantor Kementerian Budaya (1977, sebelum dibentuk kementerian khusus: Kementerian Film, Radio dan Telev isi). Selain mengurus perihal impor film, Biro film juga memiliki tugas: 5 5 George Stephen Semsel, Chinese Film: The State of the Art in the People's Republic, ABC-CLIO, 1987, halaman 3. 13
  • 22. 1. memimpin institusi film lokal (termasuk kuota tahunan), menyelenggarakan konferensi film tahunan dan rapat reguler dengan semua produser film loka l; 2. mengeluarkan surat sensor atas semua film berdasarkan dasar negara, peraturan, etika dan moral tradis iona l; 3. merencanakan pengembangan jangka panjang untuk industri film; 4. melakukan pertukaran film dalam kerangka kesepakatan budaya antara China dan negara la in. Ada beberapa unit Biro Film, di antaranya: 1. China Film Corporation untuk distribus i dan eksib isi; 2. Film Art Res earch Center untuk arsip dan kajian; 3. Beijing Film Institute untuk pelat ihan tenaga kreatif; 4. Film Equipment Corporation untuk pengembangan teknologi audio visual; 5. China Film Co-production Corporation (salah satu unit di bawah China Film Corporation) untuk kerjasama produser lokal dengan produser asing. Strategi untuk produksi lokal atas biaya investor asing ini tak terjadi di era pemerintahan sebelumnya. Pasca-1976 (Revolus i Budaya berakhir), film lokal sepenuhnya dibiayai pemerintah China. Seorang produser atau studio film lokal akan mendapatkan insentif dari China Film Corporation (CFC). Negara melalu i CFC memberikan uang 700 ribu hingga 900 ribu Yuan (setara USD 250 ribu) pada saat sang produser menyerahkan film yang telah diproduksi. Uang tersebut harus dipakai untuk produksi selanjutnya. Saat itu, materi film harus berisi propaganda pemerintah. 6 Memasuki era 1990-an, pemerintah tak lagi membiaya i film loka l. Produser film mendapatkan uang dari kerjasama “split revenue” dengan distr ibutor. Selain berbagai pemasukan (dan pajak ditanggung masing- masing pihak), produser film juga mendapatkan uang dari distr ibutor atas cetak ulang 6 Lucy Montgomery, China's Creative Industries: Copyright, Social Network Markets and the Business of Culture in a Digital Age, Edward Elgar Publishing, 2010, halaman43. 14
  • 23. kaleng film. Sejumlah RM 7,000 per kaleng cetak film (dahulu masih seluloid, belum digital) dibayarkan distributor sebelum film diputar. Di saat distr ibutor film asing boleh memasukkan film asing, pemerintah China membatasi 10 (sepuluh) judu l film asing per tahun di era 1990-an, dan menambah lagi 20 (dua puluh) judu l film layar lebar setelah China meratifikasi kesepakatan dengan WTO (2001). 7 Pembatasan film asing in i berlaku hingga hari in i. Setelah dibuka untuk film asing, bioskop seluruh negeri ternyata mendapatkan pemasukan kotor 80% dari film asing. Khawatir akan penetrasi budaya populer asing mela lu i film asing in i, pemerintah China kemudian membangun strategi baru. 8 Ada dua hal yang mengkhawatirkan pemerintah: is i film dan proteksi pemain loka l. Dengan jumlah tak terla lu banyak, SARFT dengan mudah menyensor is i film atau menolak satu judul film diputar. Untuk proteksi terhadap pemain lokal, pemerintah bermain dengan gaya kapitalis me modern. Pemerintah China melarang dana asing masuk ke entitas media loka l. Dari tiga tahap sektor M&E (produksi, distribusi dan eksibisi) , hanya produksi yang dibuka untuk dana asing. Distribus i masih harus melalui perusahaan pemerintah CFGC atau China Film Group Corporation, ( 中 国 电 影 集 团 公 司 ), anak usaha CFCsedangkan untuk eksib isi hanya pemain lokal dengan pengawasan ketat juga dari CFGC. Sejak hanya impor film asing hingga produksi bareng piha k asing, pemerintah China sesungguhnya telah melibera lisas i industri film dala m negerinya sejak 1970-an. Saat itu keran untuk film asing hanya untuk impor film asing, dan untuk produksi kerja bareng produser asing belum diperbolehkan. Kerjasama produksi (co-production) pemain lokal dengan asing baru dibuka 2004, saat keluar Decree #44, yang beris i "the interim regulation for joint investment or collaboration on the production, operation, and management of radio and broadcasting program." Peraturan ini sebagai komitmen China yang telah meratifikas i perjan jian TRIPS (Trade Related Aspects of Intellectual Property Rigths), sebagai salah satu syarat 7 Lucy Montgomery, Troubled waters for the development of China’s film industry, An International Joint Research Project on Contemporary Chinese Media, Culture, and Society, hosted by Communication Arts Research Institute, Taipei, Taiwan, 2004, halaman 7. 8 Ibid, Troubled waters for the development of China's film industry, An International Joint Research Project on Contemporary Chinese Media, Culture, and Society, hosted by Communication Arts Research Institute, Taipei, Taiwan, 2004. http://eprints.qut.edu.au/2821/1/2821.pdf 15
  • 24. untuk menjadi anggota WTO (World Trade Organization) yang memudahkan produksi, operasi dan manajemen film, radio, komik dan hiburan (kecuali pemberitaan) bagi pihak asing. Selain itu, ekspor film produksi lokal ke banyak negara mencapai ratusan judu l, dan hanya sedikit yang bergenre drama. Kebanyakan film yang diekspor adalah film dokumenter, pendidikan atau sains. Jumlah ekspor film setiap tahun in i menjadi patokan jumlah impor film untuk semua negara, termasuk Hong Kong. Jika total film ekspor adalah 150 judu l, sepertiganya adalah jumlah film yang bisa diimp or dari gabungan semua negara. Kebanyakan impor film datang dari Jepang dan Hong Kong, tapi masih produksi Hollywood yang digemari penonton China. Setelah meratifikasi kesepakatan TRIPS tahun 2000, pemerintah China meliberalis asi peraturan sektor M&E. Apalagi setelah China ditunjuk sebagai penyelenggara ajang internasional Olimpiade Beijing 2008, pemerintah China mulai serius menekan risiko TRIPS dengan merazia pusat- pusat pembajakan produksi DVD. Pemerintah juga menjamin kepastian masa putar film di bioskop. Memperpendek jarak antara peluncuran film di bioskop ke DVD juga merupakan cara agar DVD bajakan kalah bersaing. Tindakan pemerintah pusat ini ternyata “tak sejalan” dengan aturan di tingkat lokal. Khusus untuk pemba jakan sinya l TV berbayar (paid TV channel) pemerintah lokal membuat peraturan daerah khusus tentang operator TV kabel lokal ini dengan sanksi tertinggi pencabutan izin operasional atas pelanggaran: 1. Tidak memiliki persetujuan atas desain, penempatan, dan instalasi konstruksi (infrastruktur). 2. Menyewa, mentransfer waktu penyiaran. 3. Menyiarkan yang melanggar peraturan is i siaran. 4. Menyiarkan iklan melebihi waktu yang ditentukan. Catatan: perihal sinkronisasi penanganan “pembajakan DVD dan sinya l audio- visual” in i dibahas di bagian Hollywood, Bollywood, Chinawood. Sesungguhnya, secara makro pemerintah Amerika Serikat, melalui Departemen Perwakilan Perdagangan (USTR, United States Trade Representatives) masih menempatkan China sebagai tujuan berbisnis di segala sektor. Nilai perdagangan China dan Amerika Serikat mengala mi peningkatan sign ifikan dalam tiga dekade terakhir. USD 2 milyar (1979) hingga USD 457 milyar (2010). Untuk sektor produk tangible, nilainya masih 16
  • 25. jauh di atas produk sektor M&E, mengingat liberalis asi sektor terakhir in i baru terjadi setelah 2004. 9 Atas perhitungan kedua hal ini (liberalis asi aturan dan upaya pemerintah China terhadap ris iko pembajakan), Warner Bros. dan studio global la innya tentu menginginkan penetrasi pasar yang lebih dari sekadar menjadi distributor film. Warner berani memproduksi di China pasca-libera lisas i in i. Pertama, membangun pasar produksi (bukan pasar distribus i) adalah menekan ris iko film ditolak, atau ditar ik dari peredaran tanpa alasan je las , atau dibajak sebelum rilis resmi ke bioskop. Alasan keduanya adalah perhitungan pasar global yang telah jenuh. Sebelum Decre #44, Warner tak pernah diizinkan memproduksi di dala m negeri kecuali jika bekerjasama dengan CFGC. Kerjasama in i tidak dala m bentuk anak perusahaan tapi lebih kepada film financing atau pembiayaan produksi saja. Membuka pasar internasional yang sebesar China berarti maksimisas i pemasukan atas film di berbagai window untuk region baru. Harap dicatat, pasar internasional tahap distribusi film Hollywod selan jutnya setelah pasar biosko Amerika Serikat sendir. Perhitungan “balik modal” atas produksi film sebenarnya adalah saat diputar di dala m negeri selama seminggu pertama. Jika tidak, maka film itu akan dinyatakan sebagai film gagal. Pasar internasional, untuk itu, adalah pasar dengan penambahan pemasukan kotor. Di era baru kerjasama Hengdian- Warner ini, atas produksi semua film kerjasama ini, pemerintah China pun melarang sulih- suara ke Bahasa Inggris saat film lokal akan diekspor. Hasil akhir sulih suara pun wajib diserahkan ke SARFT atau film tak boleh dikir im ke luar China. Sebaliknya , semua film impor wajib disulih- suarakan dan atau diber i teks ke bahasa Mandarin sebelum diputar di bioskop. Khusus untuk urusan kerjasama produksi dengan pihak asing, anak perusahaan CFGC, bertanggungjawab atas kerjasama produser lokal dengan produser asing seperti Hongkong Star Overseas dan produser loka l Beijin g Huaji Film. Di awal milen ium baru, ada juga produksi kerjasama badan pemerintah ini dengan Columb ia Pictures (Hollywood) adalah film Xiaolin Soccer (2001). Columbia Pictures juga memproduksi film sukses Kung Fu Hustle (2004), masih kerjasama dengan badan pemerintah yang sama, juga dengan beberapa entitas swasta loka l lainnya. Film ini hanya diproduksi secara indiv idu , yang tidak terikat kewajiban memproduksi secara berkelan jutan. Setelah sukses di pasar internasional, kedua film ini 9 Wayne M. Morrison, China-US Trade Issues, Congressional Research Service, www.crs.gov, halaman 2, 2011. 17
  • 26. menjadi satu bukti untuk membuat kebijakan membuka pintu lebih luas lagi: investasi asing di perusahaan produksi loka l. Warner Bros. Studios dari Hollywood akhirnya menjadi entitas asing pertama yang bekerjasama dengan produser lokal, Hengdian, dan membentuk joint- venture Hengdian-Warner. Pasca-kerjasama Hengdian- Warner, pemerintah China kemudian menjamin kepastian masa putar film asing di satu periode. Sebagai trade off atas ris iko in i, produser kerjasama lokal- asing ini wajib merilis satu film baru untuk setiap enam minggu. Sebelum diproduks i, tentunya skenario film tetap diserahkan terleb ih dahulu ke SARFT. Setelah diputar di bioskop, film tersebut boleh didistr ibusikan ke televis i terestrial. Dari bioskop hingga beberapa media eksibis i audio- visual lain (DVD, TV atau layar la innya), dikenal istila h movie release window untuk produksi film la yar lebar. (Lihat pembahasan Movie Release Window dalam bagian Hollywood, Bollywood, Chinawood)/ Istilah window ini dikenal di industri M&E untuk maksimisas i pemasukan atas satu judul film sekaligus produksi la innya yang dimiliki sang produser . Setelah diproduks i film kemudian didistr ibusikan ke pasar dalam negeri lalu ke pasar internasional (atau film di dua pasar in i didistr ibus ikan berbarengan). Jika film memang diproduks i untuk bioskop di awal perencanaan, maka jendela selanjutnya adalah media la in dengan juga memperhitungkan lokas i atau region distr ibusi. Bagan in i adalah pembagian regional atas distr ibusi DVD orisina l, sebagai bentuk evolus i hak intelektual seiring perkembangan teknologi DVD. Bagan Pembagian Region/Da erah DVD Player www.dvdbuyingguide.com 18
  • 27. Region 1: U.S.A, teritori U.S.A, Kanada Region 2: Europe, Jepang, Timur Tengah, Mesir, Afrika Selatan, Greenland Region 3: Taiwan, Korea, Filip in a, Indonesia, Hong Kong Region 4: Meksiko, South America , Central America , Australia , Selandia Baru, Kepulauan Pasifik, Karibia Region 5: Russia, Eropa Timur, India, Africa, Korea Utara, Mongolia Region 6: China Upaya pembagian region in i hanya berlaku untuk perangkat pemutar DVD yang juga orisinal. Permasalahannya kemudian, China pun menggandakannya dengan perangkat la in yang dipasang secara paralel saat perangkat sesuai region juga sedang berja lan. Cracking secara manual atas DVD membuat pembagian region in i tidaklah efektif. Dalam diskus i CASBAA 2006, para pemain globa l mencoba meraba maksud pemerintah China dalam Decree #44 tahun 2004: antara membuka dir i dengan aturan ketat dan menegakkan hukum terhadap pembajakan sinya l audio- visual mereka. Peluang atas pasar China, antara ada dan tiada? Anthony Y.H. Fung (2008) 1 0 mengkaji hantaman budaya populer asing terhadap pemerintah China adalah sebagai berikut 1 1 : Diagram Negara China ©Anthony YH Fung (2008) 10 Anthony Y. H. Fung, Global capital, local culture: localization of transnational media, Peter Lang Publishing, 2008. 11 Ibid, halaman 9 19
  • 28. Budaya populer global langsung mempengaruhi pasar, dan negara melindungi pasar lokal sekaligus tak terpengaruh budaya globa l in i dalam menjalankan tugasnya melindungi pasar lokal. Pemerintah China melindungi pasar dari budaya terhadap yang pengaruh yang diyakini tak mencerminkan nilai luhur bangsa China. Jika dahulu media hanya menjadi corong partai yang berkuasa, kini media berubah menjadi “Party Publicity Inc.”, 1 2 sebuah usaha profit untuk kekuasaan, kini pemerintah China telah mengakomodas i kekuatan pasar dan membiarkan media mendapatkan otonomi dalam tingkat tertentu. Dalam proses komersialisas i in i, kekuatan komersial juga memperkuat pemerintah. Hasiln ya adalah sebuah keadaan di mana negara dan pasar bertransfromasi satu dengan lainnya. Hal in i membuat China tampil di panggung geopolit ik yang lebih strategis, sebuah negara dengan kekuatan sosio-polit ik baru (Ma, 200: 28). Sebalikn ya, Fung melihat peran negara-negara barat seperti di Eropa dan Amerika menghadapi budaya populer global, sebagai berikut: Diagram Negara- negara Barat ©Anthony YH Fung (2008) Negara membebaskan pasar sehingga negara hanya menjadi bagian yang “bisa dipengaruhi” oleh budaya populer globa l. Pasar tak mendapat proteksi dari negara secara khusus. Transformasi negara dan pasar di China 12 Krishna Se & Terence Lee, Political Regimes and the Media in Asia, Routledge, 2008, halaman 12. 20
  • 29. adalah satu fenomena baru hari ini. Apa yang terjadi dalam industri film China hari ini adalah proses asimila si kerja produser film China dan Amerika Serikat (supply) yang menghasilkan keuntungan dari pasar penonton China (demand) . Hingga hari ini manifesto film asing bagi China masih dalam tataran uang, bukan budaya. Menerapkan konsep Tao dalam kehidupam bernegara, pemerintah melin dungi para pemain loka l dan rakyatnya dengan peraturan yang sangat ketat. Bagi pemerintah China, hantaman budaya populer tak boleh merasuki jiwa dan ideologi bangsa. Ia boleh masuk ke dalam pasar penonton China, namun ia tak boleh mengganggu “the unity, sovereignty and territorial integrity of the state” (www.chinasarft.gov.cn). Proses “globalisasi” (atau apapun yang berbau asing bagi pemerintah China) terjadi di hampir seluruh pelos ok bumi. Tyler Cowen (2004: 190) membaginya menjadi: diversity across cultures dan diversity within cultures. D iversity across cultures , atau keberagaman antar-budaya berbasis perbedaan 1 3 dan berakhir dengan “ancaman” (Fung et.al, 2007: 82). Yang terjadi dengan diversity within cultures atau keberagaman di dalam budaya-budaya itu adalah “exchange of materia l, not just cultural values” 1 4 . Dengan mengetahui proses kerja sekian banyak budaya di dunia, pemerintah China menjalankan strategi within. Hal ini untuk mengantisipasi ancaman dengan memanfaatkan pertukaran materi, seperti transfer teknologi Barat dan pemikiran strategi kampanye modern. Khusus di dalam buku ini dikaji bagaimana strategi in i diterapkan atas produk intangible seperti film layar lebar Hollywood. Hal in i disampa ikan Fung (2008:34-36) seperti diagram di halaman selan jutnya. Selanjutnya dipaparkan bagaimana China secara internal “berbalik” mempengaruhi industri M&E global, baik mela lu i pengaturan birokras i ataupun pengaruh dalam pengembangan struktur pasar. China mengerti proses global sektor M&E, sehingga terbentuk arus balik ke dunia luar China dengan produk lokal yang telah disesua ikan untuk pasar globa l. Fung (2008) sebelum produk lokal “diekspor” ke luar suatu negara, terjadi beberapa proses di bawah ini: 13 Tyler Cowen, Creative Destruction: How Globalization is Changing The World's Cultures, Princeton University Press, 2004, halaman 130. 14 Michael Keane, Anthony Y. H. Fung, Albert Moran, New Television, Globalisation, and the East Asian Cultural Imagination, Hong Kong University Press, 2007, halaman 82. 21
  • 30.  Lokalisasi: proses di mana film atau manajemen produksi film, misalnya, masuk ke pasar China;  Hibridisasi: terjadi sewaktu terjalin ruang dialog di mana film/manajemen tersebut kemudian “membuka dir” terhadap nilai-nilai lokal yang berlaku saat itu, atau sebaliknya, hal yang lokal menyesuaikan dengan hal baru;  De-globalisasi: di sini terjadi proses dekulturasi, akulturasi, atau rekulturasi 15, atau terjadi proses penghilangan, penambahan, transformasi atau redefinisi atas semua elemen realitas budaya kedua pihak;  Nasionalisasi: tahap di mana budaya populer yang telah mendapatkan reaksi positif pasar di China, dan produk yang sama ini kemudian siap dikirim ke pasar yang lebih besar lagi. Di dalam proses ini juga ditegaskan oleh Ulf Hannerz 16 bahwa budaya itu cair dan selalu bergerak: “Transnational culture has been declared 'fluid and shapeless'...” sehingga realitas budaya tak pernah berada di ruang hampa, yang tak bisa bernafas. Diagram Proses Timbal-balik Globalisasi – Glokalisasi ©Anthony YH Fung (2008) 15 Wang, Georgette and Yeh, Emilie Yueh-yu , Globalization and Hybridization in Cultural Production: A Tale of Two Films, Working Paper. David C. Lam Insitute for East-West Studies, 2005. 16 Ulf Hannerz, Transnational Connections: Culture, People, Places, Routledge, 31 Jul 1996, halaman 82. 22
  • 31. Dari kajian Fung in i serta dari apa yang kemudian terjadi pasca- berlakunya Decree #44, China telah memanfaatkan situasi globa l untuk pertumbuhan dan perkembangan industri M&E lokal. By forcing internationa l media companies to work through individual projects, Beijin g hopes to give local companies the chance to absorb the management and technology they need to become globally competit ive while keeping control firmly in Chinese hands (Financial Times, 8 Desember 2006, halaman 9). Di bagian selanjutnya, bagaimana proses-proses dalam realitas budaya global hari ini berinteraksi dan memberikan tak hanya penolakan budaya lokal, namun juga pemanfaatan untuk berbalik mempengaruhi situasi global di satu waktu periode. 23
  • 32. 24
  • 33. GLOCAL MEDIA 3 HOLLYWOOD, BOLLYWOOD, CHINAWOOD Youtube sepuluh tahun lalu hanyalah tempat video amatir mampir. Pada tahun 2006 Youtube dibeli Google , perusahaan raksasa di sektor jaringan Internet. Youtube menjadi satu mesin penggerak arus Internet, karena Google bekerja dengan model bisn is iklan. Semakin banyak trafik ke situsnya, semakin banyak produk akan mempertimbangkan uang iklannya. Hari in i Youtube menjadi situs penyewaan produk audio visual, seperti halnya Netflix, Hulu dan Amazon Prime. Film lama yang digemar i seperti Tintin dan Godfather hingga film terbaru Hollywood bisa dipesan mengalir (streaming) melalu i situs Youtube. 1 7 Kali ini Youtube tidak menempatkan iklan di layanannya, karena model bisnis Youtube kali ini adalah berlangganan/berbayar. Pipa distribusi produk audio visua l Hollywood hari ini sudah semakin banyak. Sekarang tinggal bagaimana para raksasa produser seperti Warner Bros. Studios , Universal Studios, dan Paramount Pictures membuat mode l bisnis seperti era 1980-an. Di era itu, satu film layar lebar diproduks i tak hanya untuk diputar di bioskop. Katup untuk film in i dibuka di tempat lain , alias film yang sama kemudian dijual lagi dalam bentuk kepingan DVD atau ke stasiun TV seperti SCTV atau ke saluran TV berlangganan seperti HBO. Berbagai medium untuk film yang sama dalam periode berbeda biasa disebut movie release windows, atau jende la tayang film. Tiap jendela tidak dibuka bersamaan; misaln ya, minggu ini di bioskop, la lu dua bulan kemudian bentuk DVD diluncurkan. Sistem distribus i jende la ini 17 Michael Learmonth, YouTube Gets Paramount Films Such as 'Tintin' and 'The Godfather' in Rental Deal, www.adage.com, 4 April 2012. 25
  • 34. AMELIA DAY adalah cara untuk maksimisas i pemasukan hingga batas waktu tak terbatas. Untuk mengendalikan pasar permintaan audio- visual, pemilik hak cipta menjual video dengan menciptakan “artificia l scarcity” dala m industri M&E 18 ini dengan berbagai varias i persyaratan: 1. Geografi : produser Hollywood merilis film pertama di Amerika Serikat baru ke negara lain; 2. Waktu : pertama kali diputar di bioskop, setelah sekian lama baru masuk ke televis i dan DVD, baru ke pesawat terbang dan medium lain; 3. Format : jika konsumen ingin mendengarkan lagunya, ia harus membeli CD terpisah dari DVD atau tak termasuk harga tiket bioskop. Kurva jendela untuk release window di masa jaya film layar lebar itu biasanya berbentuk seperti ini 1 9 : Bagan Penawaran-perm intaan atas Produk Audio- visual ©Umair Haque 2007 18 William Patry, How to Fix Copyright, Oxford University Press, 8 Mar 2012, halaman 4. 19 Kutipan grafik ini dimuat di sini atas seizin Dr Umair Haque, Havas Lab. 26
  • 35. GLOCAL MEDIA Dalam perhitungan seorang produser film layar lebar, seminggu pemutaran masih merupakan patokan perhitungan apakah film tersebut merugi atau menguntungkan. Jika di minggu pertama film tersebut meraup penonton tinggi, di minggu selan jutnya dipastikan film masih diputar di bioskop. Di titik jumlah penonton hanya mencapai 20-30% dari kapasitas tempat duduk bioskop, film itu harus turun dan digantikan judu l la in. Jika film sudah tak diputar lagi di bioskop , film tersebut akhirnya masuk ke jendela kedua: tayangan pesawat terbang 2 0 atau DVD. MOVIE RELEASE WINDOWS Tata Periode Distribusi Film Era 1980 - 1990-an Bulan ke-1 Rilis bioskop Bulan ke-3 sampai 6 Rilis pesawat terbang Bulan ke-6 Rental Vide o/DVD Bulan ke-6 sampai 9 PPV (pay-per-view) Bulan ke-6 sampai 12 DVD/Laser Bulan ke-6 sampai 9 Sistem berbayar di hotel Bulan ke-9 sampai 18 Vide o (pita kaset) Bulan ke-18 TV berlangganan Bulan ke-18 sampai 36 Network TV (free to air) Selan jutnya Sindikas i (syndication) Urutan window in i mulai bergeser seiring dengan pertumbuhan pasar dan perkembangan teknologi audio-visual satu dekade terakhir. Konsep windows in i memang dirumuskan oleh industri film di Amerika Serikat sejalan dengan ditemukannya teknologi perangkat pemutar dan pita home video diproduksi secara massal pertengahan 1970-an. Produser film memanfaatkannya untuk distribus i ke pasar penonton setelah film selesa i diputar di bioskop. Di akhir 1980-an, konsep windows in i menjadi sebuah realita baru dalam industri audio visual global. Setelah diputar di bioskop, satu judul film masuk ke window layar pesawat terbang di mana penumpang pesawat dapat menonton dengan sistem berbayar per tontonan PPV (pay per view) atau sistem permintaan VOD (video on demand) . Beberapa bulan kemudian, film baru bisa dijual melalui pita video seperti Betamax atau VHS, atau kemudian mela lui keping video (DVD) di akhir 1990-an. Selanjutnya, di sekian bulan setelah penjua lan VHS atau DVD, film yang sama diputar di TV berlangganan 20 Untuk Indonesia, biasanya untuk pesawat terbang rute internasional. 27
  • 36. AMELIA DAY (satelit atau kabel). Terakhir, film bisa masuk ke TV terestrial di luar wilayah produksi film seperti Trans TV (Indonesia) atau Channel 4 (Inggris). Tiga dekade silam, distr ibusi film atau siaran TV adala h melalu i pita kaset (Betamax, VHS, Umatic, Betacam) sebelum digant i dengan plastik digital (CD, VCD, DVD, Blu-Ray) memasuki era 1990-an. Produksi plast ik CD dan DVD terbesar di dunia, sekali lagi, ada di China. Hari in i, dengan kecepatan transfer Internet yang kian membaik, penduduk dunia saling berbagi informas i apapun, termasuk di antaranya adalah mengunggah dan mengunduh film di jaringan internet. Digitalis asi untuk produk audio visua l hari ini adalah pekerjaan mudah dan murah, jauh leb ih murah daripada membeli sekeping DVD bajakannya. Hari ini film layar lebar bisa diputar secepatnya di telev isi adalah setahun setelah selesai diputar di bioskop. Pemasukan kotor (gross income) dari satu judu l film itu menanjak di minggu pertama, dan selanjutnya akan menurun untuk window berikutnya, seperti yang dika ji Haque di atas. Perhitungan release window hari ini sudah berubah, terutama untuk medium lain (DVD dan telev isi). Faktor utama perubahan ini adalah perihal perkembangan teknologi: di saat kian banyak orang bisa mengunggah film kesukaannya ke jar ingan Internet, perhitungan periode window in i mulai bergeser. Film "versi Internet” bisa diunggah di hari film tersebut rilis. DVD “bajakan” bisa beredar seminggu kemudian. Periode putar untuk streaming di situs Internet seperti Hulu, Netflix, Amazon Prime dan iTunes mulai kian mendekati hari peluncuran di bioskop. Alasan utama dari tahapan jende la ini adala h untuk maksimisasi pemasukan atas film yang dibuat. “Hak intelektua l = Kendali = Keuntungan Monopoli” adalah rumus utama dari sektor M&E. Berbeda dengan produk mie instan, yang diproduks i sekali untuk konsumsi sekali juga, film adalah produk yang dibuat sekali untuk konsumsi berkali- kali di berbagai macam media. Maksimisas i in i terjadi di tahapan eksibisi (berkali- kali) atas satu produk video yang diproduks i sekali. 28
  • 37. GLOCAL MEDIA Film sebagai produk (intangible product) berbeda dengan produk fis ik (tangible product) seperti mie instan atau rokok. Biaya produksi dan distribus i mie instan adalah variabe l. Faktor biaya rokok yang dominan adalah promosi dan pemasaran, yang juga menjadi biaya variabe l. Sebungkus mie instan atau sepuntung rokok diproduksi sekali untuk konsumsi sekali. Bungkus kedua berarti biaya produksi baru. Dengan atau tanpa teknologi canggih, misa lnya , dalam sebuah film blockbuster (film laris) biaya terbesar masih di tahap produksi. Distribus i dan pemasaran menempati urutan kedua. Dalam sektor M&E, hampir seluruh biaya adalah biaya tetap (fixed costs) atau biaya yang hanya dibayarkan sekali untuk beberapa kali produksi dengan variable costs mendekati nol rupiah. Biaya sebuah produksi film itu sebagian besar dipakai untuk menyewa atau membeli sebuah kamera, selain juga untuk honor aktor atau sutradara tenar. Semua biaya ini dibayarkan di awal, dan breakeven point bisa diprediksi di seminggu pertama peluncuran film di bioskop. Lebih hebat lagi, akuntan produksi film menetapkan biaya breakeven itu tiga kali dari biaya produksinya. Di lain pihak, biaya di tahap distribus i/e ksibisi sebuah film itu tetap ada namun mendekati nol. Sebelum mileniu m baru, mencetak pita film baru dan mendistribusikan ke banyak negara adalah biaya variabel, atau biaya yang timbul setiap penambahan cetak film seluloid. Saat in i biaya distribus i ke bioskop digital di pasar internasiona l menjadi sangat murah dibanding era cetak film. Digitalis asi kemudian membuat biaya untuk melayan i pelanggan kedua dan seterusnya mendekati nol rupiah. Dengan teknologi digita l, distribus i ke bioskop bisa dila kukan via jaringan internet ataupun kaset digita l yang prosesnya tak semahal mengirim gulungan pita film dalam kaleng dengan jasa kurir Fedex atau DHL. Selanjutnya, perhitungan breakeven sebuah film yang bisa diprediks i di minggu pertama diputar di bioskop , adala h berarti melihat jumlah penonton tertentu untuk menutupi seluruh biaya. Penonton berikut adalah keuntungan ekstra. Biaya produksi kaleng tak ada lagi, namun film yang sama tetap melalui banyak window walau dalam kurun periode yang lebih . Konsep window, sekali lagi, adalah untuk maksimisas i pemasukan hingga waktu tak terbatas. Untuk perhitungan pemasukan sejak masuk bioskop hingga hari in i, angka tol terus bertambah walau kurva mulai menurun. Ambil contoh ikon Hongkong yang sukses di Hollywood: Jackie Chan dalam film bersekuel Rush Hour . Dengan biaya produksi tiap film sekitar $100-150 29
  • 38. AMELIA DAY juta, Rush Hour menjadi film laris di seluruh dunia. Pemasukan kotor tiga film bersekuel ini (hanya di Amerika Serikat saja): 2 1 Rush Hour (rilis 1998) USD 141,186,864 Rush Hour 2 (rilis 2001) USD 226,164,286 Rush Hour 3 (rilis 2007) USD 140,125,968 Film in i adalah salah satu kisah sukses Hollywood dengan bintang utama warga negara Hong Kong yang tak fasih berbahasa Inggris. Film sukses secara finansial biasa disebut dengan nama blockbuster movie. Istilah blockbuster ini lahir di era 1940-an di saat acara panggung teatrikal memenuhi block atau daerah tempat acara itu berlangsung. Film sukses in i biasanya sudah dirancang sedemikian rupa di awal produksi, mulai dari cerita yang menarik (good storytelling) hingga perkiraan biaya yang akan dihabis kan untuk produksi hingga distr ibusi dan pemasarannya. Perhitungan biaya in i juga termasuk prediksi potensi pemasukan di minggu pertama film diputar hingga pemasukan dari pasar internasional dan pasar terkait lain (televis i, DVD dan streaming ). Terkadang pula Hollywood bisa melihat peluang bisnis atas film sukses dengan menciptakan lan jutan atas karakter dan judu l film yang sama. Sekuel atau lanjutan film ini bisa lebih sukses setinggi film pertama (prekuel). Di bawah in i ada dua judu l film Hollywood yang mengalami turun naik international gross income dalam periode tertentu 2 2 : Spy Kids USD 147,934,1 80 Spy Kids 2: The Island of Lost Dreams USD 119,723,358 Spy Kids 3-D: Game Over USD 197,011,982 The Terminator USD 78,371,200 Terminator 2: Judgment Day USD 519,843 ,345 Terminator 3: Rise of the Machines USD 433,371,112 Terminator Salvation USD 371,353,001 21 http://www.boxofficemojo.com 22 http://www.newsview.org/2011/08/prequels-sequels-better-than-original.html 30
  • 39. GLOCAL MEDIA Dalam sebuah produksi film, terutama yang dirancang untuk blockbuster , biaya untuk artis terkadang memakan porsi paling besar. Biaya produksi film Warlords (karya Hengdian-Warner) sebesar USD 40 juta, yang sebagian besarnya adalah biaya bintang film: Jet Li (USD 15 juta), Andy Lau USD 6 juta) dan Takeshi Kaneshiro (USD 2 juta). Film ini secara globa l meraup gross income $ 170 juta 2 3 sejak dirilis tahun 2007. Warlords adalah contoh pengaruh posit if Hollywood bagi perkembangan industri M&E di China, khususnya yang terkait produksi film. Film in i menjadi awal proyek co-production Hollywood dan Chinawood berbiaya jutaan dolar. Kedua pihak memperhitungkan secara bisnis sejak awal dengan menempatkan bintang terkenal China dan Jepang (Jet Li, Andy Lau, Xu Jinglei, Takeshi Kaneshiro), penggarapan kolosa l dan ja lan cerita epik menegangkan. FILM LAYAR LEBAR “WARLORDS” KARYA HENGDIAN & WARNER BROS. STUDIOS Warlords dibuat dengan alur cerita patriot isme citarasa oriental. Pesan budaya yang disampaikan dalam film ini terasa besar (pemain banyak/kolosal) dan mendebarkan (konflik antar-tiga tokoh). Sukses sebuah film berarti membuat penonton membicarakannya di luar bioskop. Mengikut i jejak Hollywood yang kerap menempatkan bendera star and stripes di gelas koktil di sebuah bar hingga tiang di depan rumah, Warlords pun menempatkan pernak-pernik pahlawan kerajaan dinasti Qing (era 1860-an). Pesan patriotisme atau heroisme dsampaikan dengan konflik dan detail adegan mencekam. Film tentang harga diri dan persaudaraan sesungguhnya menyajikan sejarah kebesaran dinasti China kepada dunia , dan kali in i dalam gaya tutur Hollywood. 23 JP Morgan Entertainment Group, Laporan Distributor Film Bina Film Ltd, 2011. 31
  • 40. AMELIA DAY Untuk produk video unggulan, Hollywood sesungguhnya telah memiliki resep turun-temurun yang terbukti mampu drive the traffic. Hollywood juga terbukti pernah menjadi mesin berpengaruh terhadap budaya populer global. Satu contoh pakemnya adalah happy ending atau akhir cerita yang menyenangkan bagi penonton . Happy ending ini bisa ditemukan di berbagai genre cerita, apakah itu kisah drama cinta, atau drama perang. Happy ending adalah salah satu resep sukses Hollywood. Mendaur-ulang kisah sukses dengan berbagai latar-belakang dan aktor terkenal berarti mengulang sukses di era baru. Misa lnya, kisah Cindere lla ada dalam film Pretty Woman kemudian hadir Avatar . Film Pretty Woman ada di masa kekin ian di New York, Amerika Serikat, tentang pelacur yang jatuh cinta pada pebisn is kaya ganteng. Avatar berada di masa depan di luar angkasa entah di mana dengan sang putri raja alien yang jatuh cinta pada tentara bumi yang cacat. Cinderella adalah cerita rakyat Perancis yang ditulis oleh Charles Perrault dalam Histoires ou contes du temps passé atau Stories or Fairy Tales from Past Times with Morals (1697). Karya-karya yang telah diproduks i lama telah menjadi public domain atau milik masyarakat. Konsep public domain in i dirumuskan dalam peraturan globa l tentang hak milik intelektua l, atau intellectual property rights (IPR) , yang dinaungi badan hukum internasional, WIPO (World Intellectual Property Rights Organization). Konsep hak intelektual ini lahir dari produk “buku”. Awalnya adalah buku itu hanya ditulis dan digandakan di gereja, dan hak intelektual atas ilmu pengetahuan itu hanya dimiliki segelintir orang. Setelah mesin cetak Gutenberg dijual bebas dan sebelum konsep hak milik intelektual (intellectual property rights/IPR) dirumuskan negara, semua orang bisa menggandakan buku. Penulis buku tak mendapatkan apa-apa. Setelah Statute of [Queen] Anne (1770) di Inggris, kemudian Berne Convention (1886) di Jerman, dilanjutkan ke beberapa pertemuan tingkat dunia, konsepsi royalti 10-20% dari harga bandrol buku pun terbentuk. Skema royalti yang sama juga berlaku saat film masuk ke bioskop. Sekian persen dari harga tiket yang terjua l di satu periode kemudian diba yarkan ke produser. Pemerintah negara barat menginis ias i konsep royalti in i. Konsep ini pun berevolus i secara global. Amerika Serikat, Inggris dan beberapa negara barat lainnya bahkan menjadikannya sebagai salah satu persyaratan perdagangan internasiona l bagi seluruh negara yang meratifikas i kegiatan WTO (World Trade Organization) , badan di bawah PBB (Persatuan Bangsa-bangsa) atau induk dari WIPO. Perjanjian ini diberi judul TRIPS (Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights) , yang memang dika itkan dengan perdagangan segala 32
  • 41. GLOCAL MEDIA sektor. China, mau tak mau, harus menandatangani TRIPS karena tak ingin produk fisik (tangible) yang hendak diekspor ke negara barat dijega l. TRIPS akhirnya seakan menjembatani “perdagangan China ke berbagai negara” dengan “pemberantasan pembajakan”. Yang sesungguhnya terjadi adalah perkembangan teknologi distribus i dan eksib is i produk audio- visual di segala penjuru dunia. Dahulu produk audio visual yang tadinya hanya bisa ditonton di bioskop, lebih dari tiga dekade silam, penggandaan massal terjadi dengan bantuan U-Matic, Betamax, dan VHS. Kualitas hasil penggandaannya masih di bawah standar film seluloid. Asia adalah pasar terbesar dari keping video (DVD) bajakan (baca: tanpa seizin produsernya). Di saat teknologi digita l mulai dikenal luas, kualitas generasi kedua dan seterusnya dari sebuah film layar lebar akan tetap prima. Dengan fakta termutakhir ini, produser Hollywood berpikir ulang tentang movie release windows untuk maksimisas i keuntungannya. Bagaimana mereka bisa mendapatkan keuntungan di pasar China yang lema h dalam menegakkan hukum atas pelanggaran hukum internasional terkait IPR ini. Di China, distribusi film asing via DVD tak ada yang legal. China adalah produsen plast ik kepingan DVD kosong yang juga dipasok ke banyak negara seperti ke Indonesia. Memperpendek jarak antar-pipa distribusi ini terjadi saat pembajakan video via DVD di China tak bisa ditekan. Produser Hollywood mela lui entitas kerjasama Hengdian- Warner mengeluarkan DVD asli setelah seminggu film diputar di bioskop. V ersi bajakan biasanya juga keluar di minggu pertama dengan kualitas video/audio yang masih buruk. Pecinta film tersebut akan memilih memiliki video asli dan kualitas bagus walau harganya sedikit lebih mahal. Terkadang mala h DVD asli memuat beberapa goodies seperti potongan film yang terbuang atau adegan behind the scenes. Dengan menyesuaikan periode window, produser Hollywood memberikan ruang sempit bagi DVD ile gal (tanpa izin produser). Sejalan dengan waktu, produser sektor M&E yang pernah besar di abad silam akhirnya harus "berdamai" hari in i dengan arus baru: gerakan video sharing global via Internet. Jejarin g Internet membuat jarak antara film bioskop dan TV/komputer pribadi/te lep on genggam semakin tip is. Sharing adalah kegiatan utama dari media sosial seperti Youtube dan Facebook. Jika dahulu hanya terbatas via email attachment antar-kawan, kin i siapapun yang mempunyai koneksi ke internet bisa menonton film atau tayangan TV terbaru via situs media sosial. Dua hal in i (digita lisas i dan Internet) akhirnya "memudahkan" proses penggandaan secara amatir, yang kemudian dikenal oleh produser film dengan ist ilah: pembaja kan. 33
  • 42. AMELIA DAY Di luar sektor M&E, sektor jar ingan Internet dan sektor telekomunikas i hanya memiliki kantor perwakilan penjualan perangkat yang tentunya diatur ketat oleh pemerintah China. Sementara itu, perusahaan loka l (swasta) untuk streaming mendistribusikan film lokal dan beberapa judul film asing sudah ada, di antaranya adalah www.youku.com (semacam entitas lokal dari Youtube). Youku juga mendistr ibusikan film animas i sukses karya Dreamworks Animation (Stephen Spie lb erg) seperti Kung Fu Panda . Youku adalah situs video hosting seperti Youtube, yang juga memberikan jasa streaming on-demand, khususnya untuk distribus i film yang diproduksi oleh studio besar seperti Dreamworks Animation ini. Selain dengan streaming, ada ratusan operator televis i kabel di China yang juga menyalurkan sinyal audio-visual tanpa seizin studio Hollywood. Mereka berada di “area abu-abu”: antara diketahui oleh pemerintah pusat sebagai pelanggar hak intelektual serta dilin dungi keberadaannya ole h pemerintah daerah. Operator kabel lokal in i mendistr ibusikan saluran seperti HBO dan ESPN tanpa izin apalagi kontrak lega l. Operator kabel in i murni berangkat dari usaha swasta loka l. Se lain itu, pemerintah pusat China pun tak memberikan subsidi atau menyertakan sahamnya, mengingat memang pihak asing tak boleh memiliki saham langsung ke media massa lokal. Di beberapa daerah yang telah memiliki infrastruktur kabel serat optik seperti Shenzhen, Shanghai , Dalian , Qingdao, Suzhou, Nanjing, dan Guangdong bahkan telah memberikan layanan yang lengkap seperti: akses Internet berkecepatan tinggi, video on demand, audio on demand, online shopping, video telephony/video conferencing. 2 4 Selain “pembajakan sinyal” yang tak seakan kunjung selesa i ditangani pemerintah pusat, berbagai gugatan terhadap pembajakan paten perangkat teknologi juga terjadi. Yang termutakhir adalah gugatan Apple Inc. dari Amerika Serikat terhadap Samsung, Korea Selatan. Samsung adalah salah satu sub-kontraktor untuk salah satu komponen telepon genggam iPhone, produk Apple. Samsung memiliki pabrik komponen ini di China. Sehari setelah Apple meluncurkan produk terbarunya, tablet iPad, keluar produk yang mir ip bermerek iPed. Perangkat elektronik canggih yang dibuat oleh Apple , Samsung atau Sony juga dikonsumsi dalam jumlah besar di China. Perangkat yang ada hari ini memungkinkan quadruple play , atau konvergensi empat is i dan fitur yang dahulu terpisah: teks (koran), audio (radio), audio visual (telev isi), dan bergerak (telepon genggam). Dengan perangkat canggih in i, setiap orang 24 http://www.baidu.com, situs ensiklopedia lokal seperti Wikipedia 34
  • 43. GLOCAL MEDIA bisa menonton video yang diunggah ke jar ingan Internet, kapan saja di mana saja. "Pembajakan" atau penggandaan secara massal terjadi nyaris di seluruh dunia. Laporan terakhir CASBAA, sebuah asosiasi industri penyiaran dan satelit se-Asia Pasifik, Regulating for Growth 2011, menempatkan India dan China di nomor paling buncit dalam hal, salah satunya, penegakan hukum terkait hak intelektual. India hanya mendapat 42% dan China mendapat 38%, sedangkan Indonesia (60%) berada lima tingkat di atas India. Apa yang terjadi di China terhadap hak milik intelektua l untuk produk audio- visual juga terjadi di China. Beberapa situs seperti tamilwire.com, moviemobile.net, bharatmovies.com, tamilthunder.com. bwtorrents.com, desitorrents.com, tamiltorrents.com, doregama.in, dctorrent.com, hindilin ks4u.net, dan beberapa lainnya menyalurkan film Hollywood yang telah disu lih- suara atau diberi teks bahasa loka l. Sekitar 25 juta unduhan/unggahan terjadi di India selama 2011. Industri film di India mengalami kemajuan pesat, dengan tingkat pertumbuhan 15% per tahun, semenara Amerika Serikat hanya 5,6%. Di tahun 2004-2009 India memang masih menyumbang 0,7% dari total pemasukan sektor M&E globa l, sementara Amerika Serikat menyumbang 42% dari total pemasukan globa l itu. Porsi Amerika Serikat menurun pasca- 2009 karena hanya menyumbang 38%. Secara mikro, di tahun 2005 biaya sebuah film 2 5 Bollywood adalah USD 1,5 juta (produksi) dan USD 500 ribu (pemasaran/promos i), bandingkan dengan film Hollywood USD 47,7 juta (produksi) dan USD 27,3 juta (pemasaran/promosi). Film hanya salah satu bagian dari sektor M&E yang menggiurkan. Sekali lagi, sebagai content , film layar lebar diproduksi sekali untuk konsumsi berkali- kali. Dengan dominas i film Amerika Serikat dan pertumbuhan film globa l, makin banyak pemain lokal tumbuh di sektor ini di India, mulai dari proses produksi hingga eksib is i. Khusus untuk pipa bioskop, porsi pemasukan film India untuk sektor M&E ini adalah 70%, sementara film produksi Hollywood adalah 35% (sisanya dari DVD hingga televis i). India dan banyak negara la in adalah pasar tujuan film Hollywood. Sistem movie release windows belum diterapkan oleh pemain industri lokal. Untuk tahap produksi hingga eksib is i, ada pemain lokal yang cukup mendunia, Reliance Anil Dhirubha i Ambani (ADA) Group. Di tahun 2008 25 Arpita Mukherjee, Paramita Deb Gupta, Prerna Ahuja, Indo-U.S. FTA: Prospects for Audiovisual Services, Indian Council for Research on International Economic Relations, Workking Paper 192, 2007. 35
  • 44. AMELIA DAY Reliance membeli 50% saham Dreamworks Studios milik Steven Spie lberg, sutradara dan produser yang kerap mendapatkan penghargaan bergengsi, Oscars. Dari semua pertumbuhan posit if ini, terjadi pula "signa l theft" yang biasa dilakukan oleh operator televis i kabel loka l. Dari 28 negara bagian dan 7 daerah serikat (union territory) , ratusan operator TV kabel masih masuk dalam pengaturan telekomunikasi, bukan penyiaran. Seperti pemerintah pusat dan daerah di China, kekacauan pengaturan antara pemerintah pusat dan negara bagian di India inila h yang membuat maraknya operatot TV kabel di daerah tanpa seizin dari penyedia saluran seperti HBO atau ESPN. Modus operator TV kabel lokal in i adalah menyewa dekoder seperti pelanggan berbayar lainnya ke operator besar (pusat) kemudian mendistribus ikan kembali ke pelanggan loka l. Ada pemain lokal in i yang tidak melaporkan pemain pusat, ada juga yang melapor atau menjadi bagian resmi pemain pusat. Yang melapor ini biasanya tidak memberikan jumlah pelanggan sesungguhnya, sehingga pembayaran ke pusat kecil. Sebagai contoh atas perhitungan ini adalah: 1. Pemain pusat membayar sepaket saluran TV ke penyedia channel (channel provider) seperti Star TV, ESPN atau HBO. Nilai paket ini dihitung, misalnya, USD 1 per pelanggan per bulan. Jadi pemain pusat harus membayar ke saluran berbayar itu senila i USD 1 X 3 juta pelanggan X 1 bulan = USD 2 juta / bulan. 2. Pemain lokal yang menjadi bagian (re-distributor) dari pemain pusat harus membayar per bulan dengan perhitungan sama di atas, atau dihitung dari besarnya uang pelanggan di daerah. Misalnya di daerah masyarakat hanya bisa berlangganan senilai USD 2.5 per bulan. Dengan negosiasi, biasanya pemain loka l harus membayar pemain pusat sekitar 10-25% dari uang berlangganan tersebut, atau USD 0.25-0.75 per bulan dika lika n jumlah pelanggan (misaln ya 100 ribu). Untuk itu pemain loka l harus membayar USD 25 ribu - USD 75 ribu per bulan ke pemain pusat. Selama beberapa dekade Amerika Serikat memasukkan China dan India di urutan awal daftar priority watch list seluruh dunia atas pembajakan sektor M&E. Diperhitungkan bahwa potensi kehilangan pemasukan industri Hollywood adalah USD 48,2 milyar untuk tahap penjualan, royalti, dan biaya lisensi hanya di tahun 2009, mulai dari buku, piranti lunak, hingga 36
  • 45. film dan siaran TV 2 6 . Nila i produk intelektua l ilegal (tanpa izin produsernya) khusus untuk kawasan China merupakan yang terbesar di dunia, nyaris dua per tiga barang palsu/ba ja kan dunia. Penggandaan ilegal produk video ini terjadi sesungguhnya adalah masalah penawaran-permintaan. Ada 3 (tiga) alasan kecilnya penawaran produk video di negeri ini: 1. Terbatasnya ruang bioskop untuk populasi penduduk pertama terbesar di dunia. 2. Ketatnya pengaturan isi, terbukti dengan adanya sensor sebelum produksi hingga setelah selesai produksi. 3. Terbatasnya kuota film asing yang terbukti menjadi pemasukan tertinggi (sampai 80% total pemasukan kotor bioskop) selama era 1990-an. Tingginya permintaan akan produk video seantero India dan China memberikan peluang bagi pemasok ile gal, baik dala m bentuk keping DVD ataupun sinyal satelit HBO atau ESPN. Dari sisi produksi film lokal, India masih termasuk yang cukup produktif. India, salah satu dari segelint ir peradaban kuno yang masih bertahan hingga hari in i, memiliki ratusan dialek bahasa dan suku bangsa, dengan tiga yang utama: Hindi, Tamil dan Telugu. Ketiga bahasa in i pula yang mendominasi film nasional mereka . Di awal milenum in i, hanya ada 150 hingga 200 judul film diproduksi di India, tapi disu lih- suarakan ke dalam 20 bahasa lokal. Sejumlah 800 hingga 1000 judu l diproduks i di India tentu mengalahkan kemampuan Hollywood. 2 7 Untuk itu, di India juga dikena l Bollywood, berasal dari kata Bombay (sekarang Mumbai) sebagai tempat produksi utama film berdialek Hindi atau Hinglis h (sesekali dise lipi Bahasa Inggris/Englis h). Bollywood juga telah mempekerjakan 6 juta rakyat India (2003) dan menempatkan film sebagai industri terbesar ke-7 di negara ini. Tiket bioskop yang terjual di tahun 2003 sejumlah 3,6 milyar dan masih leb ih tinggi dari penjualan tiket bioskop di Amerika Serikat (2.6 milyar). Penjualan tiket film Hollywood di India juga tak terlalu tinggi. Alasannya: film Hollywood tidak terlalu menarik bagi rakyat India. Tidak menarik 26 ibid, halaman 33. 27 Tejaswini Ganti, Bollywood: a guidebook to popular Hindi cinema, Routledge, 2004, halaman 3. 37
  • 46. ditonton masyarakat lokal karena ada perbedaan budaya, ras dan sudut pandang plot cerita yang digemari. Sela in itu, sensor pemerintah India tak seketat pemerintah China, bahkan tak ada kebija kan mewa jibkan film Hollywood disu lih- suarakan ke dalam bahasa loka l. Untuk beberapa tahun kebijakan ini dibaca Hollywood sebagai “efisiensi” tahap distribusi, sehingga melupakan potensi penonton lokal. Secara tak langsung pula Bollywood telah memberi sentuhan khusus pada industri audio visual Amerika Serikat di dua dekade terakhir, baik di film layar lebar ataupun di serial televis i. Aktris Bollywood (Hollywood- nya India), Aishwarya Rai bahkan didaulat maja lah Time (2003) sebagai “The New Face of Film”. Pergeseran in i kian terasa saat Slumdog Million aire meraih Piala Oscar sebagai film terbaik 2009. Film in i disutradarai Danny Boyle (Inggris) dengan asisten sutrada wanita berkebangsaan India, Loveleen Tandan. Film yang juga diproduks i di India ini sesungguhnya diambil dari kisah yang ditulis pengarang India, Vikas Swarup. Hollywood dan Bollywood sama-sama “dream factory”. Produser Hollywood telah membangun Universal Studios dan Disney Them Park di berbagai penjuru dunia untuk memudahkan proses produksi indoor . Bollywood juga memiliki Film City yang dibangun Reliance MediaWorks Studios. Melalu i Hengdian, China pun telah memiliki replika Kota Terlarang (Forbidden City) yang lengkap dengan istana di lahan luas dengan siluet pegunungan sebagai latar belakangnya. Semua studio alam ini telah dilengkapi infrastruktur produksi audio- visual termutakhir. Pemerintah China pun merancang pusat-pusat M&E yang terpadu. Pasca- kebijakan ekonomi terbuka, China membuat rencana jangka panjang sebagai "well- off society" (Xaiokang Shehui). 28 Salah satu sektor industri yang digerakkan adalah “creative industries” yang sering disebut “content industries”. Beijin g menjadi capita l complex untuk berbagai kegiatan kreatif nasional. 29 Rancangan kota Beijing sebagai pusat kreativitas dibangun dengan ambisius menggunakan anggaran pemerintah pusat dan daerah. Salah satu klaster utamanya, The CRD (Capita l Recreation District) akan menjadi pusat hiburan dan animas i digita l, lengkap dengan pusat pendidikan dan pelatihan serta ruang konferensi, pameran dan kantor. 28 Lu, X. Y., China's Xiaokang Society in the Year 2000, Nanchang, Jiangxi People's Publishers, 1991. 29 Lily Kong, Justin O'Connor, Creative Economies, Creative Cities: Asian-European Perspectives, Springer, 27 Mei 2009. 38
  • 47. CRD dibangun atas anggara 11 tahun dan dibiaya i hanya dari anggaran pemerintah daerah. 30 Infrastruktur produksi in i memudahkan siapapun yang bergerak di bisnis ini untuk bisa memproduksi lebih banyak lagi. Visi produser film di Hollywood ditangkap oleh segelintir pengusaha di India dan China, yang kemudian ngetop dengan istilah Bollywood (daerah produksi film di Mumbai) dan Chinawood (istilah untuk replika Kota Terlarang, yang berada 36 km dari ibukota negara, Beijin g). Sepanjang tahun 1996 hingga 2005, di dalam Hengdian Film & TV City telah diproduks i 275 judul film dan seri televis i. Selain untuk memproduksi film layar lebar dan tayangan TV, Hengdian Film & TV City di Provinsi Zhejiang menjadi atraksi wisatawan dalam dan luar negeri. Sepanjang 2004 saja Hengdian telah menjadi atraksi untuk sejumlah 2,5 juta wisatawan dalam dan luar negeri. Dengan infrastruktur yang baik dan sumber daya yang cukup banyak di India atau China, industri M&E bisa dikembangkan lebih baik lagi. Kreativitas produksi film sesungguhnya dimu la i pula dari cerita yang menarik. Kedua negara in i memiliki ribuan manuskrip dongeng masa lampau, yang bisa dipoles dengan sentuhan Hollywood. Warlords adalah salah satu contoh kisah pahla wan China kuno yang mendapat sentuhan artistik dan bisnis Hollywood. Untuk sektor M&E di China, baik pemerintah ataupun pemain lokal seakan mencari obat kuat (remedies) ke Hollywood untuk membangun industri loka l mereka. Hal in i juga ditegaskan oleh Ying Zhu, pakar film China yang tingga l di New York, Amerika Serikat: Competing with imported blockbusters for market share, many Chinese filmmakers turned to Hollywood for possib le remedies. Hollywood's institutional structure and popular narrative formula have since been taken up as mode ls for filmmaking and marketing. The Chinese film industry has been going through a series of institutional restructurings to cope with the demands of market economy, the rise of alternative entertainment options, and the popular ity of Hollywood blockbuster films. The upshot has been the commercializat ion and decentralization of a formerly state- subsidized film industry and the transformation to a populist film culture from an elit ist one ascendant in the late 1970s. 3 1 30 Ibid, halaman 87. 31 Ying Zhu, Chinese Cinema During the Era of Reform: The Ingenuity of the System, Greenwood Publishing Group, 2003. 39
  • 48. Singkatnya, Hollywood adalah “dream factory” yang mampu menerjemahkan teks cerita lebih cerita audio- visual yang menarik. Atas plot cerita Cinderella, Hollywood menambahkan dramaturgi yang mendebarkan, menyebalkan, menyedihkan, dan berbagai perasaan manusiawi lainnya. Secara teorit is sebuah cerita (plot linier) itu diawa li dari penjelasan awal, kemudian terjadi beberapa konflik hingga mencapai klimaks. Emos i penonton mulai turun menjelang akhir cerita. Atas beberapa film blockbuster, produser Hollywood memilih plot cerita sederhana: plot tunggal dan lin ier. Sebuah plot memiliki spine atau tulang punggung yang sama. Dramatisasi terjadi saat karakter di dala m plot cerita itu saling “bertabrakan” di sebuah tempat dan waktu tertentu (setting). Selain satu plot, sebuah cerita bisa juga memiliki banyak plot (multiplot) tanpa menghiraukan urutan waktu. Bayangkan kartun Cinderella yang hanya memiliki di satu plot lin ier. Bandingkan kartun in i dengan film karya Quentin Tarantino Pulp Fiction. Yang terakhir in i adalah contoh film dengan mult iplot. Bagan Plot Cerita Fiksi/D rama Kisah plot linier Cinderella atau Si Upik Abu memiliki akhir cerita yang berakhir bahagia: sang putri cantik tapi dekil akhirnya hidup bahagia dengan pangeran kaya raya. Happily ever after. Ada kalanya penggarapannya bisa dibuat canggih dengan komputer, bisa juga cuma dialog tear-jerking atau membuat tangis penonton saat melihat Si Upik bertemu pangerannya. 40
  • 49. Cinta terlarang (antara dua kasta berbeda) juga bisa dihadirkan dalam versi ultra-modern. Perhatikan karya James Cameron dengan sentuhan teknologi termutakhir motion capture. Adalah film “Avatar” yang diproduksi sedikit berbeda dengan kecanggihan komputer kartun Disney, “Cinderella”. Teknologi yang dipaka i Cameron adalah piranti lunak produksi Twin Pixels, yang mungkin berarti dua titik serupa di tempat bebeda, satu di badan manusia dan yang la innya di layar komputer. Di lain waktu, ada juga film Pretty Woman yang hanya perlu aktris sekaliber Julia Roberts untuk menghayati peran Cindere lla in i. Kisah cinta sejati, cinta segit iga , cita segi banyak atau cinta terlarang adalah racikan utama film Hollywood dan banyak tayangan TV dunia. Perburuan atas sesuatu, kisah perja lanan dan pertarungan kekuasaan juga menjadi resep khas film laga dan fantasi di layar lebar. Selain pakem cerita, Hollywood juga pusat perkembangan teknologi audio- visual serta pusat pendidikan tenaga kreatif. Standar kualitas mula i dari gambar dan suara hingga gerakan dan trik kamera menjadikan film produksi Hollywood sebagai hiburan penuh kenikmatan bagi panca-indera mata dan telin ga. Tabel Dramaturgi Characters Plot Settings Protagonist Single/linear Past, Present Future Antagonist Sub-plot(s) Jakarta, New York, etc. Many cameos, or not Multi-plot Technology heavy, or not Hollywood juga memiliki pakem bisnis (distribusi dan pemasaran) untuk menjangkau pasar global. Film sebagai content, sekali lagi, diputar di banyak media (pipe) . Untuk produksi Holllywood, biasanya film didistribus ikan di dalam negeri terleb ih dahulu, dimulai dari kota besar di minggu pertama. Jika sukses, distribus i dilanjutkan ke kota kecil la in secara agresif. Beberapa minggu sebelum diputar di bioskop se-Amerika Serikat, distribus i didahu lui pemasaran, biasanya dengan promo trailer la lu beberapa video fitur dan behind the scenes . Setelah beberapa minggu, film tersebut baru 41
  • 50. didistr ibusikan ke luar negeri. Untuk selan jutnya, setelah bioskop , berlakulah periode sesuai movie release windows . Cara bertutur dan berbisnis Hollywood in i terlihat sekali dalam produksi film China sepuluh tahun terakhir. India belum menempatkan pemain loka l mereka sebagai potensi mitra Hollywood secara finansia l. Baru ada Reliance ADA Group yang mampu menggandeng Dreamworks, namun tak ada campur tangan pemerintah India dalam kepemilikan entitas Hollywood in i. Dengan mendir ikan China Media Capita l yang profit-oriented , pemerintah China tetap mengawal is i film tersebut melalui manajemen perusahaan. Selain mengunci is i film dari aturan is i film mela lu i prosedur birokras i yang telah ada, pemerintah China juga mengetahui kegiatan perusahaan tersebut secara langsung. Entintas CMC adalah bentukan pemerintah China untuk kerjasama dengan th News Corporations, raksasa media global dari hulu (20 Fox Studios) ke hilir (jar ingan Star TV dan Phoenix Channel di Hong Kong, hingga Fox News di Amerika Serikat dan operator TV satelit berbayar BSkyB di Inggris). News Corp. adalah entitas konglomerat M&E Amerika Serikat yang dimotori Rupert Murdoch, kelahiran Australia yang disebut media di Inggris sebagai salah satu dari “Lords of Global. 3 2 Lahir di Australia, besar di Amerika Serikat dan Eropa, Rupert Murdoch kemudian membangun kerajaan media di Hong Kong di bawah bendera “Star TV”, News Corp pun berulang kali berupaya masuk ke pasar China daratan. Untuk itu, News Corp. membentuk entitas Fortune Star Media (FSM) Limited. Selanjutnya, FSM membentuk perusahaan Star China Media (SCM), bekerjasama dengan milik pemerintah China: China Media Capital (CMC). 32 Michael Curtin, Playing to The World's Biggest Audience:the Globalization of Chinese Film and TV, University of California Press, 2007, halaman 193. 42
  • 51. Bagan kepem ilikan badan usaha pemerintah China dan raksasa media global, News Corporation Banyak produksi film lokal (content) yang hak intelektualnya diakuisisi/dipegang oleh FSM yang kemudian didistribusikan melalui pipa televisi ataupun jaringan anak perusahaan SCM seperti Xing Kong Chuan Mei Group Co. Ltd. Xing Kong (pemilik saluran Phoenix berbahasa China dalam berbagai dialek) dan Star TV (pemilik puluhan genre saluran berbayar via satelit). CMC terbentuk seakan menjadi respons pemerintah China atas gerakan korporasi News Corp. di Hong Kong. Dari strategi kerjasama seperti CMC ini, ada tiga hal yang perlu dikaji: 1. Entitas lokal terlindungi dan bisa bermain di arena globa l, 2. Pihak asing (manajemen perusahaan) bisa “disetir” dari dalam oleh pemerintah, 3.Di dalan negeri pun semua pemain asing dan lokal terkena peraturan pemerintah. Risiko ancaman menurut Cowen (diversity across cultures) dalam entitas CMC jelas telah ditekan oleh pemerintah China. Yang terjadi adalah asimilasi “materi” (kemampuan manajemen produksi Hollywood) sela in 43
  • 52. “nilai” (produktivitas bangsa China). China tak hanya melakukan kebijakan protektif dan insentif terhadap pemain loka l, tetapi juga ofensif ke pasar global. News Corporation yang ingin masuk ke pasar China harus menerima persyaratan yang dibuat pemerintah China: 51% saham harus milik lokal. Untuk itu pemerintah tetap memiliki kendali internal perusahaan sela in mengatur isi film atau tayangan TV yang diproduksi/didis tribus i anak perusahaan Star China Media (SCM), anak perusahaan CMC. Pemerintah China mengatur mulai dari tahap produksi dan distribusi (peraturan pemerintah) hingga mengendalikan gerakan korporat di tahap distribusi hingga eksibis i melalu i hak veto sebagai pemilik mayoritas perusahaan kerjasama tersebut. Membuka keran investasi tanpa melepaskan kendali atas isi dan katup pipanya, inila h yang dima ksud sebagai deception, strategi Sun Tzu berabad silam untuk menguasai pasar global. Bentuk kerjasama dengan entitas asing ini menjadi satu cara pemerintah China memproteksi pemain lokal dan masyarakat penontonnya. Cara-cara korporat global membangun jaringannya seluruh dunia dipe la jar i dan “dihadang” secara strategis oleh pemerintah China. Di bagian selanjutnya, akan dibahas bagaimana kepemilikan media globa l bekerja dalam satu ekosistem M&E, sebuah sistem di mana pemerintah China turut menari. Kali in i China membawa genderang sendiri. 44
  • 53. 45
  • 54. 4 EKOSISTEM MEDIA GLOBAL VERSUS CHINA Hollywood hari in i memiliki 6 (enam) studio besar yang produktif membuat film: Warner Bros., Paramount Pictures, Walt Disney, Columb ia Pictures, th Universal Studios , dan 20 Century Fox. Selain itu ada beberapa yang “sedang” seperti MGM dan Lions Gate Entertainment dan banyak produser independen lainnya. Sebagai produser film layar lebar dan program TV, beberapa studio produksi (content) in i terkait erat dengan media massa (pipe) , contohnya: 1. Warner Bros. Studios adalah bagian dari Time Warner, perusahaan media besar yang memiliki jaringan saluran TV seperti CNN dan HBO. 2. Paramount Pictures menjadi satu bagian Viacom, konglomerat media pemilik MTV (saluran televis i berbayar). Viacom memiliki keterkaitan erat dengan CBS (saluran telev isi terestrial): keduanya memiliki induk perusahaan yang sama: National Amusements. 3. Universal Studios dimiliki NBCUniversa l, yang juga memiliki jaringan TV terestria l NBC. Satu contoh yang telah disinggung sejak awal pembahasan: Warner Bros. Studios , adalah entitas yang lahir hampir satu dekade sila m. Warner mulai berevolusi dari perusahaan bioskop one-off menjadi media cash-flow. Tunstall & Palmer (2008) membedakan media one-off dan cash-flow . Media yang cuma sekali putar itu seperti bioskop, dan yang terus-menerus mendapatkan pemasukan uang adalah telev isi dan DVD. Warner 46
  • 55. sesungguhnya memiliki sejarah panjang di dunia perfilman. Lahir dari tangan empat Warner bersaudara (Harry, Albert, Sam, dan Jack Warner) di awal abad ke-20, Warner hanya bergerak di bidang eksibisi (bioskop). Warner kemudian mendirikan anak perusahaan khusus mengurus distribus i filmnya ke negara bagian lain di Amerika Serikat. Di dekade selan jutnya, usaha produksi Warner baru dimulai. Warner kemudian berkembang menjadi entitas usaha yang mengelola seluruh tahapan (produksi, distribus i dan eksib is i). Di awal 1980-an, saat satelit lintas-negara mulai dikena l luas, Warner tak hanya fokus di industri film layar lebar. Ia pun mengakuis isi media la in seperti radio dan TV. “Pipa” eksibis i (audio visual) selain bioskop adalah TV dan DVD, tentu untuk menyalurkan content atau produksi film yang sama. Bergabung dengan Time Inc. yang memiliki banyak media massa (pipa), Warner (isi) kemudian menjelma kekuatan yang terintegrasi dari hulu ke hilir . Seabad lalu, media (media) berada di satu titik berbeda dengan hiburan (entertainment). Sektor in i dibaca: M&E. Berada di kotak berbeda dengan M&E, sektor telekomunikas i (telecommun ications) dan sektor komputer (computer) lahir sebagai bagian dari industri elektronik (baca: perangkat keras). Hari in i ketiga sektor in i berdiri di satu titik bersinggungan. Pasar konvergensi ini menjual produk nonfis ik (intangible) seperti JPG, TXT, AUVI, MP3 dan banyak istilah jar ingan Internet lainnya. Semua itu adalah content atau isi yang mengalir di tiga pipa infrastruktur: media, telekomunikas i, komputer (jaringan Internet), dan pipa gabungan antara ketiganya. Integrasi secara vertika l berarti saat Warner Bros. menjelma menjadi Warner Bros. Entertainment, yang memiliki beberapa divisi di antaranya: Pictures (produksi), Warner Distribution (distribus i), dan Television & Home Entertainment (eksibisi). Secara horizontal , untuk produksi misa lnya, Warner Bros. Pictures mengelola New Line Cinema, Telep ictures Productions, dan Wor ldwide Physical Production. Warner Bros. Entertainment sendiri hanya satu bagian dari Time Warner selain Time Inc. (cetak), Home Box Office (saluran TV berbayar seperti HBO Latino dan usaha produksinya) serta Turner Broadcasting System (operator TV terestrial dan saluran TV berbayar seperti CNN dan Cartoon Network). Warner Communications dan Time Inc. melakukan merger dengan nama baru "TimeWarner" yang secara vertikal memiliki beragam pipa global (TV, distribus i film tradisional dan digital/internet). Di saat Warner memiliki divis i khusus pembiayaan film (film financing) , yang berusaha seperti entitas perbankan, Warner adalah konglomerat (berbisnis di banyak 47