1. Penegakan hukum sebagai salah satu aspek
penting dalam PPLH
Makalah
Diajukan sebagai salah satu Tugas Mata Kuliah Hukum Lingkungan
Dosen : Dr.Syamsuharya Bethan, S.H.,M.H
Zainal Abidin
430.200.12.2868
SEKOLAH TINGGI HUKUM GALUNGGUNG
TASIKMALAYA
2013
2. KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan hidayah-Nya, tak lupa sholawat serta salam terlimpah curahkan
kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW kepada
keluarganya, sahabatnya serta kita selaku umatnya yang taat kepada
ajarannya sampai akhir zaman, sehingga makalah ini dapat
terselesaikan dengan tepat waktu untuk memenuhi salah satu tugas
Hukum Lingkungan.
Makalah ini berisikan tentang Penegakan Hukum sebagai
salah satu aspek pentingnya dalam Perlindungan dan pengelolaan
Lingkungan Hidup (PPLH), saya berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca pada umumnya dan rekan Sekolah
Tinggi Hukum Galunggung Tasikmalaya pada khususnya.
Saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
ikut serta membantu dalam proses penyusunan makalah ini,
sehingga saya dapat menyelesaikannya dengan tepat waktu. Saran
dan kritik yang sifatnya membangun sangat diharapkan untuk
kesempurnaan penulisan makalah ini.
Tasikmalaya, 30 Oktober 2013
Penyusun
i
3. DAFTAR ISI
Kata Pengantar.................................................................................... i
Daftar isi.............................................................................................. ii
A. PENDAHULUAN
- Latar Belakang.................................................................................. 1
- Fakta Kasus....................................................................................... 3
- Pandangan........................................................................................ 3
B. PEMBAHASAN
C. PENUTUP
- Kesimpulan........................................................................................ 9
- Saran.................................................................................................. 9
Daftar Pusaka.................................................................................... 10
ii
4. A. Pendahuluan
- Latar Belakang
Jumlah industri untuk menghasilkan berbagai macam produk dan memenuhi
kebutuhan manusia saat ini semakin tinggi. Selain menghasilkan produk yang dapat
digunakan oleh manusia, kegiatan produksi ini juga menghasilkan produk lain yang belum
begitu banyak dimanfaatkan yaitu limbah. Seiring dengan peningkatan industri ini, juga akan
terjadi peningkatan jumlah limbah.
Limbah yang dihasilkan dapat memberikan dampak negatif terhadap sumber daya
alam dan lingkungan, seperti gangguan pencemaran alam dan pengurasan sumber daya alam,
yang nantinya dapat menurunkan kualitas lingkungan antara lain pencemaran tanah, air, dan
udara jika limbah tersebut tidak diolah terlebih dahulu. Bermacam limbah industri yang dapat
mencemari lingkungan antara lain limbah industri tekstil, limbah agroindustri (limbah kelapa
sawit, limbah industri karet remah dan lateks pekat, limbah industri tapioka, dan limbah
pabrik pulp dan kertas), limbah industri farmasi, dan lain-lain. Selain kegiatan industri,
diperkotaan limbah juga dihasilkan oleh hotel, rumah sakit dan rumah tangga. Bentuk limbah
yang dihasilkan oleh komponen kegiatan yang disebut di atas adalah limbah padat dan limbah
cair. Limbah padat dan cair yang dibuang ke lingkungan langsung dapat menimbulkan
keseimbangan alam terganggu yaitu terjadi pencemaran tanah yang mampu merubah pH
tanah, kandungan mineral berubah dan ganguan nutrisi dari tanah untuk kehidupan tumbuhan
serta sumber air tanah tercemar. Pencemaran air dapat mengganggu biota air, perubahan
BOD, COD serta DO, disamping itu dampak psikologis akibat dari pencemaran lingkungan
yang tidak kalah berbahayanya jika dibandingkan dengan dampak secara fisik.
Pemakaian bahan pembersih sintesis yang dikenal dengan deterjen makin marak di
masyarakat luas, di dalam deterjen terkandung komponen utamanya, yaitu surfaktan, baik
bersifat kationik, anionik maupun non-ionik. Produksi deterjen di Indonesia rata-rata per
tahun sebesar 380 ribu ton. Sedangkan untuk tingkat konsumsinya, menurut hasil survey yang
dilakukan oleh Pusat Audit Teknologi di wilayah Jabotabek pada tahun 2002, per kapita ratarata sebesar 8,232 kg (Anonimous, 2009).
1
5. Perkembangan usaha binatu atau laundry yang sebelumnya hanya dikhususkan bagi
masyarakat menengah ke atas, kini mengalami pergeseran hingga harganya dapat dijangkau
semua kalangan masyarakat. Hal ini menyebabkan limbah deterjen semakin banyak
kuantitasnya.
Air limbah detergen termasuk polutan atau zat yang mencemari lingkungan karena
didalamnya terdapat zat yang disebut ABS (alkyl benzene sulphonate) yang merupakan
deterjen
tergolong
keras.
Deterjen
tersebut
sukar
dirusak
oleh
mikroorganisme
(nonbiodegradable) sehingga dapat menimbulkan pencemaran lingkungan (Anonimous,
2009).
Surfaktan sebagai komponen utama dalam deterjen dan memiliki rantai kimia yang
sulit didegradasi (diuraikan) alam. Pada mulanya surfaktan hanya digunakan sebagai bahan
utama pembuat deterjen. Namun karena terbukti ampuh membersihkan kotoran, maka banyak
digunakan sebagai bahan pencuci lain. Surfaktan merupakan suatu senyawa aktif penurun
tegangan permukaan yang dapat diproduksi melalui sintesis kimiawi maupun biokimiawi.
Sifat aktif permukaan yang dimiliki surfaktan diantaranya mampu menurunkan tegangan
permukaan, tegangan antarmuka dan meningkatkan kestabilan sistem emulsi. Hal ini
membuat surfaktan banyak digunakan dalam berbagai industri, seperti industri sabun,
deterjen, produk kosmetika dan produk perawatan diri, farmasi, pangan, cat dan pelapis,
kertas, tekstil, pertambangan dan industri perminyakan, dan lain sebagainya (Scheibel J,
2004).1
Dengan makin luasnya pemakaian deterjen maka risiko bagi kesehatan manusia
maupun kesehatan lingkungan pun makin rentan. Limbah yang dihasilkan dari deterjen dapat
menimbulkan dampak yang merugikan bagi lingkungan yang selanjutnya akan mengganggu
atau mempengaruhi kehidupan masyarakat (Heryani dan Puji, 2008).2
2
1
Scheibel J. 2004. The Evolution of Anionic Surfactan Tehnology to Meet the Requirement of the Laundry
Deterjent Industry. Journal of Surfactan and Detergent. Vo7. No. 5. Diketik pada tanggal 6 oktober 2013
2
Heryani. A, Puji, H. 2008. Pengolahan Limbah Deterjen Sintetik dengan Trickling Filter [Makalah Penelitian]
[8 Desember 2010]. Diketik pada tanggal 6 oktober 2013
6. - Fakta Kasus
Dibalik Latar Belakang yang saya tulis di atas, ternyata mempunyai kasus
pencemaran Lingkungan yaitu tentang pencemaran limbah pabrik sabun Palem Pada
Hari Selasa Tanggal 7 Januari 1997. Pencemaran ini sempat diprotes masyarakat
setempat beberapa kali. Namun protes tersebut tetap tidak membuahkan hasil dan
pencemaran terus berlangsung. Dalam masalah ini kembali pihak Pemda Tasikmalaya
tidak bersikap tegas. Tindakan Pemda terkesan memihak pengusaha sehingga timbul
ke tidak percayaan masyarakat terhadap aparat.
- Pandangan
Dalam pencemaran ini, akibat yang menimbulkan masyarakat Tasikmalaya
memprotes Pabrik Sabun Palem yang letaknya di Jl. Mayor Sl. Tobing No 46
Tasikmalaya, Jawa Barat. Menimbulkan terjadinya kerusakan tanah dan
Tercemarnya Perairan akibat dari pembuangan limbah pabrik tersebut yang
mengancam pada beberapa wilayah seperti persawahan, rumah warga, dan sungai
yang ada di sekitar letak pabrik itu.
Oleh karena itu, dalam masalah perkara di atas, sebaiknya warga sekitar yang
terkena pencemaran akibat pabrik sabun palem dapat meminta kepada Walikota
untuk memberi peringatan ke tempat pabrik tersebut, agar pembuangan limbahnya
tidak di buang di dekat pemukiman warga sehingga tidak terkena imbas dari
limbah tersebut. Maka dari itu, Walikota sebaiknya menegaskan kepada pimpinan
pabrik sabun palem untuk tidak membuang limbahnya ketempat pemukiman
warga dan seharusnya limbah dari pabrik tersebut di buang ketempat yang
seharusnya.
3
7. B. PEMBAHASAN
Kemajuan Teknologi yang diikuti dengan perkembangan industri memang
menciptakan kenikmatan dan kesejahteraan materil bagi manusia, akan tetapi
sebaliknya apabila kemajuan dan perkembangan perkembangan tersebut tidak
dikendalikan dapat menimbulkan pencemaran yang berupa bahaya, kerugian dan
gangguan-gangguan dalam kelangsungan hidup manusia, terutama industri-industri
yang mengahasilkan produk sampling. Bahaya dan gangguan tersebut bersifat negatif
dan pada taraf tertentu dapat mengganggu kelestarian lingkungan, lebih jauh
lingkungan tidak dapat memanfaatkan sebagaimana kualitas sebenarnya.
Sebagai upaya pemerintah untuk mengatasi maupun mengendalikan segala
bentuk pencemaran sebaga produk samping perusahaan industri, maka perindustrian
dalam surat keputusannya Nomor : 20/M/SK/1/1986 telah mengeluarkan lingkup
tugas departemen perindustrian dalam pengendalian pencemaran industri terhadap
Lingkungan Hidup.
Dalam pasal 2 surat keputusan tersebut, diatur pengendalian pencemaran
industri, meliputi :
a. Pencegahan pencemaran industri, baik dalam tahap perencanaan, pembangunan
ataupun pengoperasian industri yang terdiri dari :
1. Peilihan lokasi, yang dikaitkan dengan tata ruang.
2. Studi yang menyangkut dengan pengaruh dari pemilihan lokasi industri
terhadap kemungkinan pencemaran pada lingkungan hidup yaitu studi analisis
dampak lingkungan.
3. Pemilihan Teknologi proses termasuk desain peralatan dalam pembuatan
produk industri dan penggunaan peralatan untuk pencegahan pencemaran
4. Pemilihan sistem pengadaan penyimpanan, pengolahan, pengemasan dan
pengangkutan bahan baku dan atau produk industri terutama bahan beracun
dan berbahaya.
5. Pemilihan teknologi pengolahan limbah industri termasuk daur ulang limbah
industri.
6. Sistem pengawasan terhadap gejala dan timbulnya pencemaran industri.
4
8. b. Penanggulangan pencemaran industri baik pada tahap pembangunan maupun pada
tahap operasional yang terdiri dari :
1. Penetapan tentang berlakunya standar kualitas limbah bagi tiap jenis bidang
usaha industri serta penetapan tentang nilai ambang batas bagi suatu
lingkungan.
2. Penelitian
penyebab
pencemaran
serta
pemberian
petunjuk
untuk
mengatasinya.
3. Petunjuk mengenai penanganan limbah industri mencemarkan lingkungan
melalui cara penyimpanan sementara, daur ulang, pemusnahan, pembuangan
secara aman seperti penimbunan di dalam tanah atau pengisolasian ke dasar
laut dan lain sebagainya, baik dalam bentuk turun tangan ataupun dalam
konsultasi.3
Berbicara tentang limbah industri, maka ada beberapa yang menyangkut dengan Baku
Mutu lingkungan. Diantaranya :
1. UU No .5 Tahun 1984 tentang Perindustrian
Sebelum UU ini ditetapkan telah ada SK menteri Perindustrian No. 134/1987 tentang
pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran Lingkungan sebagai akibat dari usaha industri.
Hal-hal yang perlu diperhatikan, antara lain mengenai :
a. Uraian mengenai teknologi/proses pembuatan produksi bagi penilaian
teknologinya terhadap masalah lingkungan.
b. Daftar seluruh bahan/zat berbahaya yang digunakan dalam proses
produksi.
c. Daftar seluruh macam bahan/zat berbahaya yang akan dibuang/masuk ke
dalam lingkungan dalam bentuk padat, cair atau gas.
d. Cara pembuangan ataupun proses netralisir bahan/zat berbahaya tersebut.
5
3
Joko Subagyo,Hukum Lingkungan Masalah dan Penanggulangannya, RINEKA CIPTA, Jakarta, 2005, hal 43-44.
Diketik pada tanggal 7 November 2013
9. 2. UU No. 11 tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Pertambangan
UU ini antara lain mengatur hal-hal sebagai berikut :
a. Larangan usaha pertambangan di wilayah yang tertutup untuk umum,
daerah pertahanan, dan daerah-daerah tertentu (pasal 16 ayat 2 dan 3).
b. Pemulihan keadaan bekas pertambangan agar tidak membahayakan
kesehatan dan bahaya lingkungannya (pasal 30).
c. Membahayakan umum (pasal 46 ayat 4, PP No. 32 Tahun 1969 sebagai
pelaksanaan UU No. 11 Tahun 1967 diatas).
3. UU No. 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen
Mengatur antara lain, tentang :
a. Pencemaran air, laut, dan udara.
b. Pencegahan meluasnya pencemaran.
c. Perlindungan untuk kepentingan perikanan, cagar alam, dan lain-lain.
4. Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 1974
Tentang pengawasan pelaksanaan Eksplorasi dan Eksploitasi Minyak dan
Gas Bumi di Daerah Lepas Pantai mengatur serta lebih menyeluruh dan terinci
kegiatan di lepas pantai, termasuk standar dan syarat-syarat yang penting bagi
perlindungan lingkungan.
5. Peraturan Menteri Pertambangan No. 04 tahun 1973
Tentang pencegahan dan penaggulangan pencemaran perairan dalam
kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi, antara lain, mengatur
tentang syarat-syarat pengeboran (drilling mud) dan pembakaran bahan buangan
minyak di atas tongkang.
6
10. 6. Peraturan Menteri pertambangan No. 04 tahun 1977
Tentang kewajiban mengajukan rencana kerja tentang cara mencegah dan
menanggulangi pencemaran serta prosedur perizinan berdasarkan pertimbangan
pengendalian lingkungan.4
Untuk menentukan tolok ukur apakah limbah dari suatu industri/pabrik telah
menyebabkan pencemaran atau tidak, maka digunakan dua sistem baku mutu limbah, yakni :
-
Menetapkan suatu effluent standard, yaitu kadar maksimum limbah yang di
perkenankan untuk dibuang ke media lingkungan seperti air, tanah, dan udara.
Kadar maksimum bahan polutan yang terkandung dalam limbah tersebut
ditentukan pada waktu limbah meninggalkan pabrik/industri.
-
Menetapkan ketentuan tentang Stream Standard, yaitu penetapan batas kadar
bahan-bahan polutan pada sumber daya tertentu seperti sungai, danau, waduk,
perairan pantai, dan lain-lain.
Penetapan baku mutu limbah harus dikaitkan dengan kualitas ambien dan baku mutu
ambien. Untuk jelasnya dapat dijelaskan dengan beberapa contoh sebagai berikut :
-
Suatu daerah yang keadaan lingkungan ambiennya masih sangat baik berarti pula
bahwa bats baku mutu ambien masih jauh dari keadaan kualitas ambien.
-
Pelepasan bahan tercemar dari suatu proyek akan menurunkan keadaan kualitas
ambien. Tetapi, karena batas baku mutu ambien masih jauh maka penurunan
kualitas ambien belum melampaui baku mutu ambien yang telah ditetapkan.
-
Suatu daerah lain mempunyai keadaan kualitas ambien yang sudah tidak baik atau
mendekati baku mutu ambienyang telah ditetapkan. Keadaan ini menunjukkan
pula bahwa pencemaran dari proyek-proyek yang ada sudah sangat berat. Akibat
dari keadaan seperti tersebut, apabila ada pelepasan bahan pencemar yang sedikit
saja, maka terjadi penurunan keadaan kualitas ambien yang sudah melampaui
batas baku mutu ambien.5
7
4
Prof.Dr.M.Daud Silalahi, Hukum Lingkungan dalam sistem penegakan Hukum Lingkungan Hidup, P.T ALUMNI.
JL. Bukit Paker Timur, 2001. Hal 130-132. Diketik pada tanggal 7 november 2013.
5
Muhammad Erwin, SH., M.Hum., Hukum Lingkungan Dalam sistem kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan
Hidup, PT. Refika Aditama. Jl. Mengger Girang No.98, Bandung, 2008. Hal 69-70. Diketik pada tanggal 9
November 2013.
11. Mengingat bahwa studi AMDAL adalah aktivitas yang tersusun secara sistematika
dan ilmiah dengan menggunakan teknik pendekatan yang bersifat indisipliner bahkan
multidisipliner, maka studi tersebut haruslah tersusun secara tuntut dan komprehensif-integral
(terpadu-lintas sektoral). Untuk dapat memenuhi persyaratan tersebut studi AMDAL harus
dilandasi oleh metodologi yang akurat.
AMDAL didahului oleh penapisan (screening) apakah proyek memerlukan AMDAL
atau tidak. Penapisan atau penyaringan proyek bertujuan untuk memilih rencana
pembangunan mana yang harus dilengkapi dengan AMDAL. Jadi penapisan adalah suatu
metode atau tekhnik yang digunakan untuk menentukan secara selektif proyek-proyek mana
yang harus dilengkapi dengan AMDAL dan proyek-proyek mana pula yang tidak perlu
dilengkapi dengan AMDAL. Langkah ini sangat penting bagi pemrakarsa untuk dapat
mengetahui sedini mungkin apakah proyeknya akan terkena AMDAL. Hal ini berkenaan
dengan rencana anggaran biaya dan waktu.6
Pasal 3 ayat (1) PP No. 27 Tahun 1999, menyatakan bahwa setiap rencana kegiatan
yang mempunyai dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib dibuatkan
penyajian informasi lingkungan apabila kegiatan itu merupakan :
-
Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam.
-
Eksploitasi sumberdaya alam baik yang terbaharui maupun yang tak terbaharui.
-
Proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan,
kerusakan dan kemorosatan sumber daya alam dalam pemanfaatannya.
-
Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam,
lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya.
-
Proses dan kegiatan yang hasilnya akan dapat mempengaruhi pelestarian
kawasana konservasi sumber daya alam dan atau perlindungan cagar budaya.
-
Introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, jenis hewan, dan jasad renik.
-
Pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan non-hayati
8
6
Otto Soemarwoto, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Gadjah Madah University Press, Yogyakarta,
2001. Hal 76. Diketik pada tanggal 9 November 2013.
12. -
Penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk
mempengaruhi lingkungan.
-
Kegiatan yang mempunyai risiko tinggi dan/atau mempengaruhi pertahanan
negara.7
C. Penutup
- Kesimpulan
Dari Pembahasan di atas, Pabrik Sabun Palem ini mempunyai banyak pencemaran
yang menjadi perkembangannya sangat berbahaya, karena bersifat negatif dan dampak akibat
dari pembuangan limbahnya dapat mengganggu kelestarian lingkungan sehingga timbulnya
faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas kebersihan lingkungan menjadi kerusakan tanah.
Tetapi, pencemarannya dapat di tanggulangi dan mencegah dari limbah tersebut. Yakni
pemerintah juga membuat keputusan yang akurat dalam menangani masalah seperti di atas.
- Saran
Seharusnya, Pimpinan Pabrik Sabun Palem tersebut mempunyai planning untuk
bagaimana Limbah dari pabrik tersebut di buang atau bagaimana untuk menghindari kasus
pencemaran akibat dari pembuatannya. Dan juga seharusnya, Limbah dari pabrik tersebut
harus diolah melalui dari cara penyimpanan sementara, daur ulang, pemusnahan,
pembuangan secara aman seperti penimbunan di dalam tanah atau pengisolasian ke dasar laut
dan lain sebagainya, baik dalam bentuk turun tangan ataupun dalam konsultasi.
9
7
Ibid Hal 5.
13. Daftar Pustaka
-
-
-
Scheibel J. 2004. The Evolution of Anionic Surfactan Tehnology to Meet the
Requirement of the Laundry Deterjent Industry. Journal of Surfactan and Detergent. Vo7.
No. 5.
Heryani. A, Puji, H. 2008. Pengolahan Limbah Deterjen Sintetik dengan Trickling Filter
[Makalah Penelitian] [8 Desember 2010]
Joko Subagyo,Hukum Lingkungan Masalah dan Penanggulangannya, RINEKA CIPTA,
Jakarta, 2005, hal 43-44.
Prof.Dr.M.Daud Silalahi, Hukum Lingkungan dalam sistem penegakan Hukum
Lingkungan Hidup, P.T ALUMNI. JL. Bukit Paker Timur, 2001. Hal 130-132.
Muhammad Erwin, SH., M.Hum., Hukum Lingkungan Dalam sistem kebijaksanaan
Pembangunan Lingkungan Hidup, PT. Refika Aditama. Jl. Mengger Girang No.98,
Bandung, 2008. Hal 69-70.
Otto Soemarwoto, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Gadjah Madah University
Press, Yogyakarta, 2001. Hal 76.
10