SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 26
Bahan Perkuliahan ke 5 PPKN
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
Oleh : Drs Muhammad Taufiq, M.H. Kes
A. PENGERTIAN ETIKA, MORAL NILAI dan NORMA
1. Etika
Secara etimologi “etika” berasal dari bahasa Yunani yaitu “ethos” yang berarti
watak, adat ataupun kesusilaan. Jadi etika pada dasarnya dapat diartikan sebagai
suatu kesediaan jiwa seseorang untuk senantiasa patuh kepada seperangkat aturan-
aturan kesusilaan (Kencana Syafiie, 1993). Dalam konteks filsafat, etika membahas
tentang tingkah laku manusia dipandang dari segi baik dan buruk. Etika lebih
banyak bersangkut dengan prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam hubungan
dengan tingkah laku manusia (Kattsoff, 1986).
Etika adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita
mengikuti suatu ajaran tertentu atau bagaimana kita bersikap dan bertanggung
jawab dengan berbagai ajaran moral. Kedua kelompok etika itu adalah sebagai
berikut :
1. Etika Umum, mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap
tindakan manusia.
2. Etika Khusus, membahas prinsip-prinsip tersebut di atas dalam hubungannya
dengan berbagai aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu (etika individual)
maupun mahluk sosial (etika sosial)
2. Moral
Moral merupakan patokan-patokan, kumpulan peraturan lisan maupun tertulis tentang
bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar mnejadi manusia yang lebih baik.
Moral dengan etika hubungannya sangat erat, sebab etika suatu pemikiran kritis dan
mendasar tetang ajaran-ajaran dan pandangan moral dan etika merupakan ilmu pengetahuan
yang membahas prinsip-prinsip moralitas (Devos, 1987).
Etika merupakan tingkah laku yang bersifat umum universal berwujud teori dan
bermuara ke moral, sedangkan moral bersifat tindakan lokal, berwujud praktek dan berupa
hasil buah dari etika. Dalam etika seseorang dapat memahami dan mengerti bahwa mengapa
dan atas dasar apa manusia harus hidup menurut norma-norma tertentu, inilah kelebihan etika
1
dibandingkan dengan moral. Kekurangan etika adalah tidak berwenang menentukan apa yang
boleh dan tidak boleh dilakukan seseorang, sebab wewenang ini ada pada ajaran moral.
3. Norma
Norma adalah aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang mengikat warga masyarakat atau
kelompok tertentu dan menjadi panduan, tatanan, padanan dan pengendali sikap dan
tingkah laku manusia. Agar manusia mempunyai harga, moral mengandung integritas dan
martabat pribadi manusia. Sedangkan derajat kepribadian sangat ditentukan oleh moralitas
yang dimilikinya, maka makna moral yang terkandung dalam kepribadian seseorang
tercermin dari sikap dan tingkah lakunya. Oleh karena itu, norma sebagai penuntun,
panduan atau pengendali sikap dan tingkah laku manusia. Norma dibedakan menjadi:
1. Norma moral
Yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudu baik tidak
baik, susila tidak susila, etis tidak etis, sopan tidak sopan.
2. Norma hukum
Yang berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai penjabaran dari
nilai Pancasila.
4. Nilai
Nilai pada hakikatnya suatu sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, namun
bukan objek itu sendiri.Nilai merupakan kualitas dari sesuatu yang bermanfaat bagi
kehidupan manusia, yang kemudian nilai dijadikan landasan, alasan dan motivasi dalam
bersikap dan berperilaku baik disadari maupuin tidak disadari. Nilai merupakan harga untuk
manusia sebagai pribadi yang utuh, misalnya kejujuran, kemanusiaan (Kamus Bhasa
Indonesia, 2000).
Nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna, indah, memperkaya batin dan
menyadarkan manusia akan harkat, martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi
mendorong dan mengarahkan sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai suatu sistem (sistem
nilai) merupakan salah satu wujud kebudayaan, disamping sistem sosial dan karya.
Cita-cita, gagasan, konsep dan ide tentang sesuatu adalah wujud kebudayaan sebagai
sistem nilai. Oleh karena itu, nilai dapat dihayati atau dipersepsikan dalam konteks
kebudayaan, atau sebagai wujud kebudayaan yang abstrak. Manusia dalam memilih nilai-
2
nilai menempuh berbagai cara yang dapat dibedakan menurut tujuannya,
pertimbangannya, penalarannya, dan kenyataannya.
Nilai sosial berorientasi kepada hubungan antarmanusia dan menekankan pada segi-
segi kemanusiaan yang luhur, sedangkan nilai politik berpusat pada kekuasaan serta pengaruh
yang terdapat dalam kehidupan masyarakat maupun politik. Disamping teori nilai diatas,
Prof. Notonogoro membagi nilai dalam tiga kategori, yaitu sebagai berikut:
1. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi unsur manusia.
2. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk melakukan aktivitas.
3. Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai kerohanian
dapat dirinci sebagai berikut
a. Nilai kebenaran, yaitu bersumber pada unsur rasio manusia, budi dan cipta.
b. Nilai keindahan, yaitu bersumber pada unsur rasa atau intuisi.
c. Nilai moral, yaitu bersumber pada unsur kehendak manusia atau kemauan (karsa,
etika)
d. Nilai religi, yaitu bersumber pada nilai ketuhanan, merupakan nilai kerohanian yang tertinggi
dan mutlak. Nilai ini bersumber kepada keyakinan dan keimanan manusia kepada Tuhan
Nilai akan lebih bermanfaat dalam menuntun sikap dan tingkah laku manusia, maka harus
lebiih di kongkritkan lagi secara objektif, sehingga mamudahkannya dalam menjabarkannya
dalam tingkah laku, misalnya kepatuhan dalam norma hukum, norma agama, norma adat
istiadat dll
Beberapa motivasi manusia berprilaku baik dan berprilaku buruk dan jahat.
 Motivasi manusia berprilaku baik, antara lain:
a. Karena adanya kesadaran moral (hati nurani). Manusia berbuat baik, untuk
kebaikan itu sendiri (Immanuel .Kant: Imperatif Kategoris).
b. Karena takut akan sanksi yang diterimanya, karena sanksi /hukuman pada
hakekatnya adalah memberikan rasa yang tidak enak, tidak nyaman.
c. Karena merasa bahagia (senang).
d. Karena merasa berguna berguna (bermanfaat), menurut faham Utilitarisme.
e. Supaya dapat pujian, simpatis
f. Untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
g. Merasakan kedamaian dan ketentraman hidup.
 Motivasi manusia berprilaku buruk/ jahat, antara lain:
3
a. Karena keterpaksaan, merasa tidak ada jalan lain, walaupun sejatinya hidup
adalah pilihan.
b. Karena mudah dan cepat mencapai tujuan (menghalalkan segala cara).
c. Tidak takut akan sanksi yang diterimanya
d. Karena kebiasaan dan pengaruh lingkungan
e. Karena tidak tegak dan tegasnya aturan dan sanksi.
f. Meredup dan hilangnya hati nurani sehingga kedap terhadap penderitaan orang
lain.
Maka untuk menjaga:
1. Keberadaan dan tumbuhnya hati nurani di dalam hati, supaya kita, mau dan
berani untuk intropeksi, jawa: mulat sariro hangrosowani (mau dan berani
memeriksa bathin dan perbuatan kita, dan sekaligus berani menyalahkan dan
memberi hukuman untuk diri sendiri). Jika melakukan kesalahan, cepat diketahui
dan cepat minta maaf dan bertobat serta berjanji tidak akan mengulangi lagi.
2. Terhindar dari prilaku dosa dan buruk/jahat, kita harus selalu sadar bahwa kita
sebagai makhluk Tuhan dan makhluk beragama, maka sebagai konsekuensinya
harus taat hukum Tuhan (hubungan secara vertikal antara Tuhan dan manusia).
Selain itu kita juga harus sadar secara kodrati manusia adalah makhluk sosial (Zoon
Politicon, Homo Socius), maka kita harus hidup bersama orang lain, bahkan berbuat
sesuatu untuk kebaikan/kesejahteraan lain orang lain. Konsep mencintai sesama itu bisa kita
temukan dalam filosofis jawa, yakni Asih mring sesamaning dumadi (mencintai sesama
ciptaan Tuhan), dalam agama Kristiani (konsep cinta kasih): Kasihilah sesamamu seperti
dirimu sendiri, dalam agama Hindu: Tat Twam Asi (Itulah Kamu) Ahimsa (tanpa kekerasan
dari Mahatma Gandhi) Sosro Kartono( Tokoh Kebatinan Jawa): Adanya aku karena engkau,
dalam agama Islam: Rahmatan lil alamin( untuk kesejahteraan seluruh umat manusia), Homo
homini sallus: Aku ada, kalau berguna bagi orang lain. Dari konsep ini semua akan
menumbuhkan rasa simpati dan empati pada orang lain, sehingga jika berbuat jahat pada
orang lain, kita akan merasakan sebaliknya, bagaimana kalau kita yang mengalami sendiri,
dalam jawa disebut tepo sliro (seandainya saya sendiri yang mengalami).
Pada dasarnya etika membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan nilai-nilai seperti
nilai baik dan buruk, nilai susila atau tidak susila, nilai kesopanan, kerendahan hati dan
sebagainya.
1.1 Sumber Kebaikan dan Keburukan
4
Sumber kebaikan dan keburukan kemauan bebas untuk memilih.
Teori kemauan bebas, yaitu: determinisme dan indeterminisme
a. Determinisme
“Manusia sejak semula sudah ditetapkan atau direncanakan”
• Determinisme materialistis
“Manusia serba materi ÅHukum alam”
o Darwinisme: Manusia hasil perkembangan alamiah. “Strunggle for life, survival of the
fittest” = perjuangan hidup, siapa yang kuat dialah yang hidup terus menerus
o La Mettic ( Mesin), fourbach (atheisme)
• Determinisme – Religius
“Kekuasaan Tuhan menjadi prinsip penetapan tingkah laku manusia”
b. Indeterminisme
− Manusia mempunyai kebebasan untuk berbuat dan memilih
− Tanpa kemauan bebas manusia tidak mungkin mengetahui moral yang baik
1.2 Kriteria tentang baik dan buruk
a. Hedonisme = Kenikmatan
b. Utilisme = Kemanfaatan
c. Vitalisme = Kekuatan hidup/Kekuasaan
d. Sosialisme = Pandangan Masyarakat
e. Religiusme = Sesuai dengan kehendak Tuhan
f. Humanisme = Kodrat Manusia (human-nature)
 Religius dalam Islam memiliki lima kategor
Religius dalam Islam memiliki lima kategori
1) Baik Sekali = Wajib
2) Baik = Sunnat
3) Netral = Mubah
4) Buruk = Makruh
5) Buruk Sekali = Haram
 Humanisme
Tindakan yang baik adalah tindakan yang sesuai dengan derajat manusia, tidak mengurangi
atau menentang kemanusiaan.
Kebaikan berdasarkan kodratnya kebaikan kodrati
5
Kebaikan yang mengatasi kodrat kebaikan adi kodrati/kebaikan wahyu Tuhan
Akal budi penerang baik buruknya tindakan
Hati nurani indeks (petunjuk), indeks (hakim, index (penghukum)
1.3 Norma Etik
a.. Normatif Etik : melalui penelaahan dan penyaringan ukuran- ukuran normatif seseorang
berperilaku sesuai dengan norma yang telah disepakati baik lisan maupun tulisan
b. Deskriptif Etik : sadar akan kebaikan etika tapi tidak merasa perlu mentaatinya secara
keseluruhan
c. Practical Etik : sadar memperlakukan etika sesuai status dan kemampuannya
1.4 Norma Dasar Etika (metaethics)
a. Norma ke-Tuhanan (Hablum Minallah)
“Manusia berperilaku etika melaksanakan perintah/menjauhi larangan Tuhan”
b. Norma kemanusiaan (Hablum Minannas)
“Perilaku Etika berakibat baik pada kehidupan bersama”
B. ETIKA PANCASILA
Etika Pancasila adalah etika yang mendasarkan penilaian baik dan buruk pada nilai-
nilai Pancasila, yaitu nilai KeTuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan.
Suatu perbuatan dikatakan baik apabila tidak bertentangan dengan nilai-nilai dalam
Pancasila, namun juga sesuai dan mempertinggi nilai-nilai Pancasila tersebut. Menilik nilai-
nilai yang terkandung dalam Pancasila, maka Pancasila dapat menjadi sistem etika
yangsangat kuat, nilai-nilai yang ada tidak hanya bersifat mendasar, namun juga realistis dan
aplikatif. Nilai-nilai Pancasila merupakan nilai-nilai ideal yang sudah ada dalam cita-cita
bangsa Indonesia yang harus diwujudkan dalam realitas kehidupan. Nilai-nilai tersebut dalam
istilah Notonagoro merupakan nilai yang bersifat abstrak umum dan universal, yaitu nilai
yang melingkupi realitas kemanusiaan di manapun, kapanpun dan merupakan dasar bagi
setiap tindakan dan munculnya nilai-nilai yang lain.
Masalah etika merupakan masalah yang makin mendapat perhatian di dunia, bahwa
cita-cita Pancasila untuk membangun Indonesia dari berbagai aspek. Selain sebagai sebuah
ideologi. Pancasila juga memperhatikan nilai, norma, etika, moral bangsa Indonesia.
6
Masyarakat Indonesia kehilangan jati diri. Citra bangsa ini sebagai bangsa yang besar
dan ramah semakin memudar. Budaya ketimuran berubah dengan cepat menjadi kebaratan.
Hal ini memang tidak berlaku hanya di Indonesia. Banyak bangsa-bangsa timur yang
budayanya tergesar oleh budaya barat.
Pernyataan di atas bukan berarti antipati kepada budaya barat. Karena budaya barat
juga memiliki kebaikan-kebaikan tersendiri. Namun citra kesantunan dan keramahan budaya
timur yang khas itu sendiri yang patut dipertahankan.
Etika tidak lah cukup didefinisikan atau digeneralisir dari masalah keramahan dan
kesantunan saja. Masih banyak lagi permasalahan yang berkaitan dengan etika. Cakupan
etika sangat lah luas. Pancasila sebagai sistem etika, maka nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila diaplikasikan ke dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai wujud etika
sesungguhnya.
Dengan demikian dapat dipahami, bahwa Pancasila memiliki peranan penting bagi
bangsa ini dalam pembangunan bangsa dan pembangunan jiwa bangsa ini.
Rumusan Pancasila yang otentik dimuat dalam Pembukan UUD 1945 alinea keempat.
Dalam penjelasan UUD 1945 yang disusun oleh PPKI ditegaskan bahwa “pokok-pokok
pikiran yang termuat dalam Pembukaan (ada empat, yaitu persatuan, keadilan, kerakyatan
dan ketuhanan menurut kemanusiaan yang adil dan beradab) dijabarkan ke dalam pasal-pasal
Batang Tubuh. Dan menurut TAP MPRS No.XX/MPRS/1966 dikatakan bahwa Pancasila
merupakan sumber dari segala sumber hukum. Sebagai sumber segala sumber, Pancasila
merupakan sumber dari segala sumber hukum.
Sebagai sumber segala sumber, Pancasila merupakan satu-satunya sumber nilai
yang berlaku di tanah air. Dari satu sumber tersebut diharapkan mengalir dan memancar
nilai-nilai ketuhanan, kemanusian, persatuan, kerakyatan penguasa. Hakikat Pancasila pada
dasarnya merupakan satu sila yaitu gotong royong atau cinta kasih dimana sila tersebut
melekat pada setiap insane, maka nilai-nilai Pancasila identik dengan kodrat manusia. oleh
sebab itu penyelenggaraan Negara yang dilakukan oleh pemerintah tidak boleh bertentangan
dengan harkat dan martabat manusia, terutama manusia yang tinggal di wilayah nusantara.
Pancasila sebagai core philosophy bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara, juga meliputi etika yang sarat dengan nilai-nilai filsafati; jika memahami
Pancasila tidak dilandasi dengan pemahaman segi-segi filsafatnya, maka yang ditangkap
hanyalah segi-segi filsafatnya, maka yang ditangkap hanyalah segisegi fenomenalnya
saja, tanpa menyentuh inti hakikinya.
7
Pancasila merupakan hasil kompromi nasional dan pernyataan resmi bahwa bangsa
Indonesia menempatkan kedudukan setiap warga negara secara sama, tanpa membedakan
antara penganut agama mayoritas maupun minoritas. Selain itu juga tidak
membedakan unsur lain seperti gender, budaya, dan daerah.
Nilai-nilai Pancasila bersifat universal yang memperlihatkan napas humanism,
karenanya Pancasila dapat dengan mudah diterima oleh siapa saka. Sekalipun Pancasila
memiliki sifat universal, tetapi tidak begitu saja dapat dengan mudah diterima oleh semua
bangsa. Perbedaannya terletak pada fakta sejarah bahwa nilai-nilai secara sadar dirangkai dan
disahkan menjadi satu kesatuan yang berfungsi sebagai basis perilaku politik dan sikap moral
bangsa. Dalam arti bahwa Pancasila adalah milik khas bangsa Indonesia dan sekaligus
menjadi identitas bangsa berkat legitimasi moral dan budaya bangsa Indonesia sendiri. Nilai-
nilai khusus yang termuat dalam Pancasila dapat ditemukan dalam sila-silanya.
Pancasila sebagai nilai dasar yang fundamental adalah seperangkat nilai yang terpadu
berkenaan dengan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Apabila kita
memahami pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, yang pada
hakikatnya adalah nilai-nilai Pancasila.
Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dapat dinyatakan sebagai pokok-pokok kaidah
Negara yang fundamental, karena di dalamnya terkandung pula konsep-konsep sebagai
sebagai berikut:
1. Dasar-dasar pembentukan Negara, yaitu tujuan Negara, asas politik Negara (Negara
Republik Indonesia dan berkedaulatan rakyat), dan Negara asas kerohanian Negara
(Pancasila).
2. Ketentuan diadakannya undang-undang dasar, yaitu “….. maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu undang-undang dasar Negara Indonesia…”.
Hal ini menunjukkan adanya sumber hukum.
Nilai dasar yang fundamental suatu Negara dalam hukum mempunyai hakikat
dan kedudukan yang tetap kuat dan tidak berubah, dalam arti dengna jalan hukum apapun
tidak mungkin lagi untuk dirubah. Berhubung Pembukaan UUD 1945 itu memuat nilai-nilai
dasar yang fundamental, maka Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya terdapat Pancasila
tidak dapat diubah secara hukum. Apabila terjadi perubahan berarti pembubaran Negara
Proklamasi 17 Agustus 1945.
8
Tataran nilai yang terkandung dalam Pancasila sesuai dengan system nilai dalam
kehidupan manusia. Secara teoritis nilai-nilai Pancasila dapat dirinci menurut jenjang
dan jenisnya.
1. Menurut jenjangnya sebagai berikut:
 Nilai Religius ;
Nilai ini menempati nilai yang tertinggi dan melekat / dimiliki Tuhan Yang Maha Esa
yaitu nilai yang Maha Agung, Maha Suci, Absolud yang tercermin pada Sila pertama
Pancasila yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
 Nilai Spiritual ;
Nilai ini melekat pada manusia, yaitu budi pekerti, perangai, kemanusiaan dan
kerohanian yang tercermin pada sila kedua Pancasila yaitu ”Kemanusiaan yang adil dan
beradab”.
 Nilai Vitalitas;
Nilai ini melekat pada semua makhluk hidup, yaitu mengenai daya hidup,
kekuatan hidup dan pertahanan hidup semua makhluk. Nilai ini tercermin pada sila
ketiga dan keempat dalam Pancasila yaitu “Persatuan Indonesia” dan “Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan”
 Nilai Moral;
Nilai ini melekat pada prilaku hidup semua manusia, seperti asusila, perangai, akhlak,
budi pekerti, tata adab, sopan santun, yang tercermin pada sila kedua Pancasila yaitu
“Kemanusiaan yang adil dan Beradab”.
 Nilai Materil;
Nilai ini melekat pada semua benda-benda dunia. Yang wujudnya yaitu jasmani,
badani, lahiriah, dan kongkrit. Yang tercermin dalam sila kelima Pancasila yakni
“Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
2. Menurut jenisnya sebagai berikut:
 Nilai Ilahiah
Nilai yang dimiliki Tuhan Yang Maha Esa, yang melekat pada manusia yaitu
berwujud harapan, janji, keyakinan, kepercayaan, persaudaraan, persahabatan.
 Nilai Etis
Nilai yang dimiliki dan melekat pada manusia, yaitu berwujud keberanian,
kesabaran, rendah hati, murah hati, suka menolong, kesopanan, keramahan.
 Nilai Estetis
9
Nilai yang melekat pada semua makhluk duniawi, yaitu berupa keindahan, seni,
kesahduan, keelokan, keharmonisan.
 Nilai Intelek
Nilai yang melekat pada makhluk manusia, berwujud ilmiah, rasional, logis,
analisis, akaliah. Selanjutnya secara konsepsional nilai-nilai yang terkandung dalam
Pancasila terdiri dari nilai dasar, nilai instrumental, nilai praksis.
 Nilai dasar
Merupakan prinsip yang bersifat sangat Abstrak, umum-universal dan tidak terikat
oleh ruang dan waktu. Dengan kandungan kebenaran bagaikan Aksioma, berkenaan
dengan eksistensi, sesuai cita-cita, tujuan, tatanan dasar dan ciri khasnya yang pada
dasarnya tidak berubah sepanjang zaman.
Nilai dasar Pancasila bersifat Abadi, Kekal, yang tidak dapat berubah, wujudnya ialah
sila-sila Pancasila : Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab,
Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan / perwakilan dan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.
Juga dapat ditemukan dalam 4 alinea pembukaan UUD 1945 dan pokokpokok pikiran
yaitu;
Dalam pembukaan UUD 1945 :
Alinia 1= mencerminkan keyakinan kemerdekaan ialah hak segala bangsa,
perikemanusian dan perikeadilan. Konsekuensi logisnya adalah penghapusan penjajahan
diatas muka bumi.
 Nilai Instrumental :
Berupa penjabaran nilai dasar, yaitu arahan kinerja untuk kurun waktu tertentu dan
kondisi tertentu. Sifat kontektual, harus disesuaikan dengan tuntutan jaman. Nilai
Instrumental berupa kebijakan, strategi, system, rencana, program dan proyek.
Pelaksanaan umum dari nilai dasar, biasanya dari wujud norma sosial ataupun norma
hukum yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam lembaga- lembaga yang bersifat
dinamik. Menjabarkan nilai dasar yang umum kedalam wujud kongkrit, sehingga dapat
sesuai dengan perkembangan jaman, merupakan semacam tafsir politik terhadap nilai
dasar umum tersebut.
Nilai instrummental terpengaruh oleh waktu, keadaan, dan tempat, sehingga sifat
dinamis, berubah, berkembang, dan enovatif. Kontektualisasi nilai dasar harus dijabarkan
10
secara kreatif dan dinamik kedalam nilai instrumental penjabaran nilai dasar terwujud ke
dalam:
TAP MPR, PROPENAS UNDANG-UNDANG, DAN PERATURAN PELAKSANAAN.
 Nilai Praksis
Nilai yang dilaksanakan dalam kenyataan hidup sehari-hari, istilah “PRAKSIS” tidak
seluruhnya sama maknanya dengan istilah “PRAKTEK”. Praksis harus selalu Pased on
Values, sedangkan Praktek bisa bersifat Value Free, maka secara hierarkhis praksisi berada
dibawah nilai instrumental dan menjabarkan nilai instrumental tersebut secara taat asas
(konsisten).
Merupakan interaksi antara nilai instrumental dengan situasi kongkrit
padatempat dan waktu tertentu.juga merupakan gelanggang pertarungan antara idealisme
dengan realitas, yang tidak dapat sepenuhnya kita kuasai, ada kalanya justru kondisi
objektif itu yang jauh lebih kuat dari nilai praksis berupa nilai yang sebenarnya kita
laksanakan dalam kehidupan kenyataan sehari-hari, contohnya = memelihara
persahabatan.
Berbagai wujud penerapan Pancasila dalam kenyataan sehari-hari, baik oleh para
penyelenggara Negara maupun oleh masyarakat Indonesia sendiri, misalnya dalam
kerukunan hidup beragama, praksisnya: silahturahmi antar umat beragama, melakukan
dialog antar umat beragama, toleransi dan saling menghormati.antar umat beragama.
Aktualisasi Pancasila sebagai dasar etika tercermin dalam sila-silanya, yaitu:
a. Sila pertama: akan menghasilkan nilai spiritualitas, ketaatan, dan toleransi sehingga pola
pikir sikap dan perilakunya menghormati setiap orang atau warga negara atas berbagai
kebebasannya dalam menganut agama dan kepercayaannya masing- masing, serta
menjadikan ajaran-ajaran sebagai anutan untuk menuntun ataupun mengarahkan jalan
hidupnya.
b. Sila kedua: menghasilkan nilai kesusilaan, tolong-menolong, penghargaan, penghormatan,
kerjasama dll, sehingga pola pikir, sikap dan perilaku menghormati setiap orang dan
warga negara sebagai pribadi (personal) “utuh sebagai manusia”, manusia sebagai
subjek pendukung, penyangga, pengemban, serta pengelola hak-hak dasar kodrati yang
merupakan suatu keutuhan dengan eksistensi dirinya secara bermartabat.
c. Sila ketiga: menghasilkan nilai cinta tanah air, pengorbanan, dll, sehingga pola pikir,
sikapdan perilaku akan bersikap dan bertindak adil dalam mengatasi segmentasi-
11
segmentasi atau primordialisme sempit dengan jiwa dan semangat “Bhinneka Tunggal
Ika”-“bersatu dalam perbedaan” dan “berbeda dalam persatuan”.
d. Sila keempat:menghasilkan nilai menghargai perbedaan, kesetaraan, dll, sehingga pola
pikir, sikap dan perilaku akan menghargai kebebasan, kemerdekaan, dan kebersamaan
dimiliki dan dikembangkan dengan dasar musyawarah untuk mencapai kemufakatan secara
jujur dan terbuka dalam menata berbagai aspek kehidupan.
e. Sila kelima: menghasilkan nilai kepedulian, kesejajaran ekonomi, kemajuan bersama, dll,
sehingga pola pikir, sikap dan perilaku akan membina dan mengembangkan masyarakat
yang berkeadilan sosial yang mencakup kesamaan derajat (equality) dan pemerataan
(equity) bagi setiap orang atau setiap warga negara.
Sila-sila dalam Pancasila merupakan satu kesatuan integral dan integrative menjadikan
dirinya sebagai referensi kritik sosial kritis, komprehensif, serta sekaligus evaluatif bagi
etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa ataupun bernegara. Konsekuensi dan
implikasinya ialah bahwa norma etis yang mencerminkan satu sila akan mendasari dan
mengarahkan sila-sila lain.
C. PANCASILA SEBAGAI SOLUSI PROBLEM BANGSA DAN NEGARA
Pakar etika politik Franz Magnis Suseno mengatakan bahwa Pancasila dicetuskan
sebagai solusi dalam menghadapi berbagai masalah bangsa yang tersirat dalam lima sila di
dalamnya.
Pancasila yang dirumuskan oleh tokoh-tokoh besar pendiri bangsa ini merupakan
pedoman yang berfungsi sebagai solusi untuk mengatasi problem atau permasalahan bangsa.
Masing-masing sila memiliki makna khusus yang sejatinya merupakan solusi pemecahan
masalah bangsa ini.
Pancasila yang lebih kita kenal sebagai ideologi dan dasar negara. Dimana di dalam
butir-butir Pancasila terdapat nilai-nilai yang sangat penting bagi kesejahteraan rakyat
Indonesia. Namun, nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila dinilai belum
diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. sehingga di era reformasi ini
masih banyak rakyat Indonesia yang belum dapat merasakan makna Pancasila yang
sebenarnya, yaitu menjunjung tinggi rasa keadilan, persatuan, kesatuan dan mensejahterakan
rakyat.
Kemiskinan, pendidikan yang mahal, keadilan yang diperjual-belikan, korupsi yang
merajalela serta tidak adanya kebebasan memeluk agama merupakan sedikit polemik yang
12
dihadapi rakyat pada saat sekarang ini. Banyak kesan yang didapat rakyat dari masalah-
masalah tersebut, namun mereka tidak sanggup untuk mengungapkannya. Sehingga seolah-
olah rakyat tidak dapat merasakan adanya Pancasila.
Pancasila lebih sering kita dengar di dalam upacara bendera, dan dijadikan syarat pokok
yang tidak boleh terlupakan didalam pelaksanaan upacara bendera. Dimana dapat kita sadari
bahwa Pancasila tersebut Mengandung nilai-nilai penting, yang apabila diimplementasikan
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dapat mewujudkan sebuah Negara yang berdaulat
dan bermatabat, yaitu Negara yang menjunjung tinggi rasa keadilan, persatuan dan kesatuan.
Banyak kasus-kasus pada saat ini yang bertitik tolak dengan nilai-nilai yang terkandung
di dalam Pancasila seperti kasus mpok minah yang divonis 1,5 bulan kurungan dengan masa
percobaan 3 bulan akibat mencuri tiga buah kakao. Melihat dari kasus Mpok Minah tersebut
teringat oleh kita salah satu butir Pancasila yang berbunyi Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab. Dimana butir Pancasila tersebut Mengandung makna bahwa setiap warga Negara
mendapatkan perlakuan yang sama di depan hukum.
Tetapi bandingkan dengan kasus-kasus besar yang terjadi di Indonesia. Seperti korupsi
yang menjadi budaya di masyarakat kita. Birokrasi yang korup yang menjadikan masyarakat
kita terdidik secara tak langsung. Semua urusan bisa lancar apabila ada uang suap. Masalah
jeratan hukum bisa dibantu dan direkayasa dengan bantuan uang.
Bukan hanya masalah hukum, terdapat berbagai macam permasalahan dan persoalan
lainnya. Merosotnya moral bangsa, kerusakan lingkungan, kasus narkoba, dan sebagainya.
Pancasila menjadi jalan keluar dalam menuntaskan permasalahan bangsa dan Negara.
Di dalam Pancasila terdapat nilai-nilai dan makna-makna yang dapat di
implementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
a. Sila Pertama : Ketuhanan Yang Maha Esa. Secara garis besar mengandung makna bahwa
Negara melindungi setiap pemeluk agama (yang tentu saja agama diakui di Indonesia) untuk
menjalankan ibadahnya sesuai dengan ajaran agamanya. Tanpa ada paksaan dari siapa pun
untuk memeluk agama, bukan mendirikan suatu agama. Tidak memaksakan suatu agama atau
kepercayaannya kepada orang lain. Menjamin berkembang dan tumbuh suburnya kehidupan
beragama. Dan bertoleransi dalam beragama, yakni saling menghormati kebebasan
menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.
b. Sila Kedua : Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Mengandung makna bahwa setiap
warga Negara mendapatkan perlakuan yang sama di mata hukum, karena Indonesia
berdasarkan atas Negara hukum. mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan
13
kewajiban antara sesama manusia. Menempatkan manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai
makhluk Tuhan. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Bertingkah laku sesuai dengan adab
dan norma yang berlaku di masyarakat.
c. Sila Ketiga : Persatuan Indonesia. Mengandung makna bahwa seluruh penduduk yang
mendiami seluruh pulau yang ada di Indonesia ini merupakan saudara, tanpa pernah
membedakan suku, agama ras bahkan adat istiadat atau kebudayaan. Penduduk Indonesia
adalah satu yakni satu bangsa Indonesia. cinta terhadap bangsa dan tanah air. Menjaga
persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Rela berkorban demi bangsa dan negara.
Menumbuhkan rasa senasib dan sepenanggungan.
d. Sila Keempat : Kerakyatan Yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan. Mengandung maksud bahwa setiap pengambilan keputusan
hendaknya dilakukan dengan jalan musyawarah untuk mufakat, bukan hanya mementingkan
segelintir golongan saja yang pada akhirnya hanya akan menimbulkan anarkisme. tidak
memaksakan kehendak kepada orang lain. Melakukan musyawarah, artinya mengusahakan
putusan bersama secara bulat, baru sesudah itu diadakan tindakan bersama. Mengutamakan
kepentingan negara dan masyarakat.
e. Sila Kelima : Keadilan Sosial Bagi Seluruh rakyat Indonesia. Mengandung maksud bahwa
setiap penduduk Indonesia berhak mendapatkan penghidupan yang layak sesuai dengan
amanat UUD 1945 dalam setiap lini kehidupan. mengandung arti bersikap adil terhadap
sesama, menghormati dan menghargai hak-hak orang lain. Kemakmuran yang merata bagi
seluruh rakyat. Seluruh kekayaan alam dan isinya dipergunakan bagi kepentingan bersama
menurut potensi masing-masing. Segala usaha diarahkan kepada potensi rakyat, memupuk
perwatakan dan peningkatan kualitas rakyat, sehingga kesejahteraan tercapai secara merata.
Penghidupan disini tidak hanya hak untuk hidup, akan tetapi juga kesetaraan dalam hal
mengenyam pendidikan.
Apabila nilai-nilai yang terkandung dalam butir-butir Pancasila di implikasikan di
dalam kehidupan sehari-hari maka tidak akan ada lagi kita temukan di Negara kita namanya
ketidak adilan, terorisme, koruptor serta kemiskinan. Karena di dalam Pancasila sudah
tercemin semuanya norma-norma yang menjadi dasar dan ideologi bangsa dan Negara.
Sehingga tercapailah cita-cita sang perumus Pancasila yaitu menjadikan Pancasila menjadi
jalan keluar dalam menuntaskan permasalahan bangsa dan Negara.
D. Etika Pancasila Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
14
a. Tanda-tanda mundurnya pelaksanaan etika berbangsa
1) Konflik sosial berkepanjangan
2) Berkurangnya sopan santun dan budi luhur dalam kehidupan sosial
3) Melemahnya kejujuran dan sikap amanah
4) Pengabaian ketentuan hukum dan peraturan
b. Faktor-faktor penyebab mundurnya pelaksanaan etika
1) Faktor internal :
 Lemahnya penghayatan dan pengamalan agama
 Sentralisasi di masa lalu
 Tidak berkembangnya pemahaman/penghargaan kebinekaan
 Ketidakadilan ekonomi
 Keteladanan tokoh/pemimpin yang kurang
 Penegakan hukum yang tidak optimal
 Keterbatasan budaya lokal merespon pengaruh dari luar
 Meningkatnya prostitusi, media pornografi, perjudian dan narkoba
2) Faktor Eksternal :
 Pengaruh globalisasi
 Intervensi kekuatan global dalam panutan kebijakan nasional
c. Pokok-Pokok Etika Berbangsa
1) Etika sosial budaya
2) Etika politik pemerintahan
3) Etika ekonomi dan bisnis
4) Etika penegakan hukum
5) Etika keilmuan
6) Etika lingkungan
d. Good Governance Sebagai Etika Pemerintahan
1) Partisipasi
2) Aturan Hukum (rule of law)
3) Transparansi
4) Daya tanggap (responsiveness)
5) Berorientasi konsensus (Consensus Orientation)
6) Berkeadilan (Equity)
7) Akuntabilitas (Accountability)
15
8) Bervisi strategis (Strategic vision)
9) Efektifitas dan efisiensi
10) Saling keterkaitan (interrelated
Pola berpikir untuk membangun kehidupan berpolitik secara jernih mutlak diperlukan .
pembangunan moral politik yang berbudaya adalah untuk melahirkan kultur politik yang
berdasarkan kepada Iman dan Takwa terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa, menggalang
suasana kasih sayang sesama manusia Indonesia, yang berbudi kemanusiaan luhur, yang
mengindahkan kaidah-kaidah musyawarah secara kekuluargaan yang bersih dan jujur, dan
menjalin asas pemerataan keadilan di dalam menikmati dan menggunakan kekayaan
negara. Membangun etika politik berdasarkan Pancasila akan diterima baik oleh segenab
golongan dalam masyarakat.
Pembinaan etika politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sangatlah urgen.
Langkah permulaan dimulai dengan membangun konstruksi berpikir dalam rangkan menata
kembali kultur politik bangsa Indonesia. Kita sebagai warga negara telah memiliki hak-hak
politik, pelaksanaan hak-hak politik dalam kehidupan bernegara akan saling bersosialisasi,
berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesama warga negara dalam pelbagai wadah, yaitu
dalam wadah infra-struktur dan supra-struktur.
Wadah infrastruktur antara lain: mimbar bebas, ujut rasa, bicara secara lissan atau
tulisan, aktifitas organisasi partai politik atau lembaga sosial kemasyarakatan, kampanye
pemilihan umum, penghitungan suara dalam memilih wakil di DPR atau pimpinan eksekutif.
Disamping wdah supra-struktur antara lain semua lembaga legislatif disemua tingkat dan
jajaraan eksekutif (mulai dari Presiden sampai ke RT/RW) dan semua jajaran lembaga
kekuasaan kehakiman (tingkat pusat sampai ke daerah-daerah). Kesemua wadah tersebut
telah diatur dengan perundang-undangan dengan sedemikian rupa agar hak-hak politik
terdapat berjalan sebagaimana mestinya.
Sudahkah kita sebagai warga negara telah berpodaman kepada perundang-undang
yang berlaku dalam menjalankan hak-hak politik kita itu. Jawaban yang sesuai adalah hati
nurani dan kejujuran batin, karena hukum positif yang berlaku tidak menjamin bahwa hak-
hak politik warga negara telah dilaksanakan. Beberapa kasus dapat kita lihat, seperti
korupsi, pelanggaran pemilihan umum, politik uang dalam merebut jabatan dan lain
sebagainya hanya dapat dirasakan tetapi sangatlah sulit untuk dibuktikan secara hukum,
sehingga terjadi bermacam ketidakadilan. Oleh sebab itu, semua pelanggaran dan
kejahatan ini sangat sulit dibrantas melalui jalur hukum, kecuali hanya etika berpolitik yang
16
berasaskan nilai-nilai Pancasila yang betul-betul ada keinginan dari setiap warga negara
sebagai insan politik mau mengalamankan dalam kehidupan riil dalam masyarakat.
Etika politik lebih banyak bergerak dalam wilayah, dimana seseorang secara ikhlas
dan jujur melaksanakan hukum yang berlaku tanpa adanya rasa takut kepada sanksi
daripada hukum yang berlaku. Dalam demokrasi liberal, sering ditemukan apabila
seseorang kepala pemerintahan gagal melaksanakan tugasnya sesuai dengan janjinya saat
kampanye pemilihan umum, atau dituduh terlibat korupsi yang belum sampai dibuktikan di
pengadilan, maka pemimpin itu mengundurkan diri. Ada suatu pandangan dalam demokrasi
liberal bahwa jabatan publik (Perdana Menteri, anggota parlemen, hakim, pegawai birokrasi
dan lain-lain) di anggap suci, mulia dan terhormat dalam negara. Oleh sebab itu, setiap
orang yang berkeinginan atau sedang menduduki jabatan tersebut harus bersih dan jujur.
Apabila ada tuduhan masyarakat bahwa seseorang pejabat publik tidak bersih, maka hati
nurani pejabat tersebut langsung mengundurkan diri. Kasus di negara Malaysia tahun
1990an adalah suatu contoh dalam perkara ini, dimana Muhammad bin Muhammad Tahib
adalah Gubernur (Menteri Besar) Negara bagian Selangor dituduh melakukan suatu
pelanggaran hukum, namun beliau mengundurkan diri dari Gubernur dan kemudian
mempertangungjawabkan perbuatannya secara hukum, ternyata tidak bersalah tetapi
beliau rela tidak kembalai ke jabatan semua.. Bagaimana dengan Indonesia, dimana ada
diantara pejabat publik yang dijatuhi hukuman penjara di pengadilan tingkat rendah belum
juga bersedia untuk mengundurkan diri atau banyak pejabat negara baik di DPR maupun
eksekutif kurang memenuhi tata tertib, seperti sering absen dan lain sebagainya. Inilah
suatu contoh krisis moral dan termasuk juga kepada krisis etika politik.
Banyak pengamatan yang dapat dilihat bahwa kerusakan kronis dalam selurh sistem
berbangsa dan bernegara pada awal masa reformasi di mana suatu pandangan jabatan
yang diduduki sekedar bermakna kekuasan untuk meraih kepentingan berupa status, politik
dan uang. Kerusakan pola berfikir dan bertindak dari para petinggi di negeri ini telah
mencemaskan hati nurani rakyat banyak, sepeti terbukti bersalah tak mau mundur, salah
urus jalan terus,, jika ada kasus dibawah tanggung jawabnya, selalu menyalahkan bawahan
dan lain sebagainya. Jabatan kekuasaan seakan-akan untuk diri sendiri bukan diabadikan
kepada rakyat. Perlulah kita menoinjau ulang kepemimpinan yang bagaimanakah yang
diperlukan dalam kehidupan bernegara kita. Belumada suatu bukti keberhasilan
kepeminpinan simbolik, feodalistik dan selebriti dapat menyelesaikan permasalahan
berbangsa dan bernegara.
Di samping itu dengan perubahan UUD 1945 yang lebih memberdayakan politisi
sipil juga harus meningkatkan proses politik yang cantik dala seluruh kehidupan politik.
17
Misalnya politik yang berjalan tanpa premanisme dan kekerasan. Khsusnya dalam
pelaksaaan Pemilu oleh parati-parati politik, apakah pemilu betul-betul terhindar dari korupsi,
KKN, premanisme dan kekerasan politik, politik uang dan cara-cara yang tidak halal lainnya.
Inilah suatu ujian bagi partai politik yang ikut pemilu apakah mampu melaksanan seluruh
kegiatan politik yang penuh dengan etika politik berdasarkan nilai-nilai luhur Pancasila.
Pada hekakatnya etika politik tidak diatur dalam hukum tertulis secara lengkap,
tetapi melalui moralitas yang bersumber dari hati nurani, rasa malu kepada masyarakat,
rasa takut kepada Tuhan Yang Maha Kuasa . Adanya kemauan dan memiliki itikat baik
dalam hidup bernegara, dapat mengukur secara seimbang antara hak yang telah dimiliki
dengan kewajiban yang telah ditunaikan, tidak memiliki ambisius yang berlebihan dalam
merebut jabatan, namum membekali diri dengan kemampuan secara kompotitif yang
terbuka untuk menduduki suatu jabatan, tidak melakukan cara-cara yang terlarang, seperti
penipuan untuk memenangkan persaingan politik. Dengan kata lain tidak menghalalkan
segala macam cara untuk mencapai suatu tujuan politik.
Fungsi etika politik dalam masyarakat terbatas pada penyediaan alat-alat teoritis
untuk mempertanyakan serta menjelaskan legitimasi politik secara bertanggung jawab. Jadi
tidak berdasarkan emosi, prasangka dan apriori, melainkan secara rasional, obyektif dan
argumentif. Etika politik tidak langsung mencampuri politik praktis. Tugas etika politik
membantu agar pembahasan masalah-masalah ideologis dapat dijalankan secara obyektif,
etika politik dapat memberikan patokan orientasi dan pegangan normatif bagi mereka yang
memang mau menilai kualitas tatanan dan kehidupan politik dengan tolak ukur martabat
manusia atau mempertanyakan legitimasi moral perlbagai keputusan politik. Suatu
keputusan bersifat politis apabila diambil dengan memperhatikan kepentingan masyarakat
secara keseluruhan.
Hukum dan kekuasan negara merupakan pembahasan utama etika politik. Hukum
sebagai lembaga penata masyarakat yang normatif, kekuasaan negara sebgai lembaga
penata masyarakat yang efektif sesuai dengan struktur ganda kemampuan manusia
(makhluk individu dan sosial). Jadi etika politik membahas hukum dan kekuasaan.
Sebetulnya keduanya tidak terpisah, Hukum tanpa kekuasan negara tidak dapat berbuat
apa-apa, sifatnya normatif belaka, hukum tidak mempunyai kemampuan untuk bertindak.
Sedangkan negara tanpa hukum adalah buta. Negara yang memakai kekuasaannya diluar
hukum sama dengan manusia yang berbuat tanpa pengertian. Negara semacam itu
menjadi negara penindas dan sangat mengerikan.
18
Prinsip-prinsip etika politik yang menjadi titik acuan orientasi moral bagi suatu negara
adalah adanya cita-cita “the rule of law”, partisipasi demokratis masyarakat, jaminan hak-
hak asasi manusia menurut kekhasan paham kemanusiaan dan struktur sosial budaya
masyarakat masing-masing dan keadilan sosial.
2. Legitimasi Kekuasaan
Pokok permasalahan etika politik adalah legitimasi etis kekuasaan, yang dapat dirumuskan
dengan suatu pertanyaan: dengan moral apa seseorang atau sekelompok orang memegang
dan menggunakan yang mereka miliki? Betapa besarnya kekuasaan yang dimiliki
seseorang, dia harus berhadapat dengan tuntutan untuk mempertanggungjawabkannya.
Paham pertanggungjawaban menyatakan bahwa penguasa memang memiliki kekuasaan
dan bahwa masyarakat berhak untuk menuntut pertanggungjawaban.
Dalam etikan politik, kekuatan batin penguasa berpancaran sebagai wibawa ke dalam
masyarakat. Rakyat dapat merasakannya. Penguasa dianggap memiliki kekuatan-kekuatan
tertentu. Wibawa penguasa itu bukan suatu yang sekedar psikis atau mistik melainkan
ditunjang oleh kemampuannya untuk mengerahkan kekuatan fisik. Ia dapat mengatur dan
mengorganisir orang banyak dan memastikan kemampuannya itu dengan ancam,an atau
sanksi nya terhadap mereka yang mau membangkang.
Kewibawan penguasa yang paling menyakinkan adalah keselarasan sosial, yaitu tidak
terjadi keresahan dalam masyarakat. Segala bentuk kritik, ketidak puasan, tantangan,
perlawanan dan kekacauan merupakan tanda bahwa masyarakat resah. Sebaliknya
keselarasan nampak apabila masyarakat merasa tenang, tenteram dan sejahtera.
Budi luhur penguasa nampak dalam cara ia menjalankan pemerintahannya. Sesuai
dengan sifat dan hakekat kekuasaan sendiri cara pemakaiannya secara halus. Kehalusan
pemerintahan diharapkan dapat mencapai keadaan sejahtera, adil dan tenteran dalam
masyarakat tanpa perlu memakai cara-cara kasar..
Penyusutan kekuasan seorang penguasa akan dihubungkan dengan pamrih yang
berlebihan, karena pamrih menunjukkan bahwa ia tidak lagi sanggup untuk memusatkan diri
pada alam batin atau hati nurani yang sebenarnya. Karena pamrih penguasa untuk
menyadap kekuatan-kekuatan alam semesta semakin berkurang sampai akhirnya ia
kehilangan kekuasaannya. Oleh sebab itulah sejarah telah membuktikan sekuat-kuatnya
seorang penguasa pada titik puncaknya, namun diakhirnya dia akan jatuh bagaikan tidak
bermaya. Maka oleh sebab itu, bahaya besar bagi kedudukan penguasa tidak berasal dari
musuh di luar atau faktor obyektif dalam masyarakat, melainkan dari kemerosotan akhlak
19
dan budi pekerti penguasa itu sendiri. Apabila ia menyelahgunakan kedudukkannya untuk
memperkaya diri dan keluarganya, ia membuktikan bahwa secara batiniah sudah miskin.
Begitu juga kalu kekuasannya merosot menjadi sistem penghisapan kekayaan dan tenaga
masyarakat demi keuntungan material, maka hakikat keuasaan yang sempurna sudah
menguap hilang. Jadi secara etika politik seorang penguasa yang sesungguhnya adalah
keluhuran budinya.
Legitimasi kekuasaan meliputi:
a. legitimasi etis, yaitu pembenaran atau pengabsahan wewenang negara (kekuasaan
negara) berdasarkan prinsip-prinsip moral.
b. Legitmimasi legalitas, yaitu keabsahan kekuasaan itu berkaitan dengan fungsi-fungsi
kekuasaan negara dan menuntut agar fungsi-fungsi itu diperoleh dan dilakukan sesuai
dengan hukum yang berlaku.
Tuntutan legalitas itu merupakan tuntutan etika politik. Namun, legalitas semata-mata tidak
dapat menjamin legitimasi etis, karena legalitas menggunakan hukum yang berlaku (hukum
positif). Padahal belum tentu bahwa hukum yang berlaku sendiri dapat dibenarkan secara
etis. Oleh sebab itu, hukum dalam kerangka etika politik adalah hukum yang berkeadilan
dengan fungsinya untuk memanusiakan penggunaan kekuasaan. Karena adanya hukum,
kehidupan bersama masyarakat tidak ditentukan semata-mata oleh kepentingan mereka
yang kuat, melainkan oleh suatu aturan rasional yang seoptimal mungkin menjamin
kepentingan semua pihak.
3. Moralitas Kekuasaan
Legitimasi etis mempersoalkan keabsahan kekuasaan politik dari segi norma-norma moral.
Legitimasi ini muncul dalam konteks bahwa setiap tindakan negara baik dari legislatif
maupun eksekutif dapat dipertanyakan dari segi norma-norma moral. Tujuannya adalah
agar kekuasaan itu mengarahkan kekuasaan ke pemakaian kebijaksanaan dan cara-cara
yang semakin sesuai dengan tuntutan-tuntutan kemanusiaan yang adil dan beradab.
Pada zaman sekarang (modern) tuntutan legitimasi moral merupakan salah satu untuk
pokok dalam kesadaran bermasyarakat. Anggapan bahawa negara hanya boleh bertindak
dalam batas-batas hukum, bahawa hukum harus menghormati hak asasi manusia, begitu
pula pelbagai penolakan terhadap kebijaksanaan politik tertentu, seperti isu ketidak adilan
sosial, semua berwujud tuntutan agar negara melegitimasikan diri secara moral. Dalam hal
inilah kalanagan paham agama secara klasik membuat rumusan bahawa “kita harus lebih
taat kepada Allah daripada kepada manusia”.
20
Moralitas kekuasaan lebih banyak ditentukan oleh nilai-nilai yang diyakini kebenarannya
oleh masyarakat. Apabila masyarakatnya adalah masyarakat religius, maka ukuran apakah
penguasan itu memiliki etika politik tidak lepas dari moral agama yang dianut oleh
masyarakatnya. Oleh sebab itu, pernyataan-pernyataan yang sering dilontarkan oleh umat
beragama adalah bahawa kekuasaan itu adalah amanah dari Allah dan harus
dipertanggung jawabkan kepadaNya kelak. Di samping terdapat juga ungkapan dari tradisi
masyarakat yang menyatakan “raja adil raja disembah, raja zalim raja disanggah”. Makna
dari ungkapan ini tidak lepas dari kemuliaan dan kebaikan seseorang penguasa sangat
ditentukan oleh masyarakatnya, tentunya sikap masyarakat tersebut dilandasi oleh moralitas
yang hidup dalam masyarakat tersebut. Oleh sebab itu, alat pengukur etika politik yang
dilaksanakan oleh penguasa ditentukan oleh nilai, moral dan norma yang berkembang
dalam masyarakat.
Pada hakikatnya kekuasaan memiliki hati nurani, yaitu keadilan dan memakmuran
rakyat, apabila kehilangan hati nurani tersebut maka kekuasan yang terlihat perebutan
kekuasaan semata-mata yang dilumuri oleh intrik, fitnah, dengki, caci maki dan iri hati.
Sehingga kekuasaan akan merusak tatatan kerukuan hidup masyarakat. Apabila hati nurani
kekuasaan melekat pada nurani seorang penguasa, maka kekuasaan adalah milik rakyat
sehingga akan melahirkan martabat, harga diri dan rezeki.
E. STUDI KASUS KORUPSI
Situasi negara Indonesia saat ini begitu memprihatinkan.Begitu banyak masalah
menimpa bangsa ini dalam bentuk krisis yang multidimensional.Krisis ekonomi, politik,
budaya, sosial, hankam, pendidikan dan lain-lain, yang sebenarnya berhulu pada krisis
moral.Tragisnya, sumber krisis justru berasal dari badanbadan yang ada di negara ini, baik
eksekutif, legislatif maupun yudikatif, yang notabene badan-badan inilah yang seharusnya
mengemban amanat rakyat.Setiap hari kita disuguhi beritaberita mal-amanah yang
dilakukan oleh orang-orang yang dipercaya rakyat untuk menjalankan mesin pembangunan
ini.
Sebagaimana telah dikatakan bahwa moralitas memegang kunci sangat penting
dalam mengatasi krisis. Kalau krisis moral sebagai hulu dari semua masalah, maka melalui
moralitas pula krisis dapat diatasi.Indikator kemajuan bangsa tidak cukup diukur hanya dari
kepandaian warganegaranya, tidak juga dari kekayaan alam yang dimiliki, namun hal yang
lebih mendasar adalah sejauh mana bangsa tersebut memegang teguh moralitas.Moralitas
memberi dasar, warna sekaligus penentu arah tindakan suatu bangsa.Moralitas dapat
dibedakan menjadi tiga, yaitu moralitas individu, moralitas sosial dan moralitas mondial.
21
Moralitas individu lebih merupakan kesadaran tentang prinsip baik yang bersifat ke
dalam, tertanam dalam diri manusia yang akan mempengaruhi cara berpikir dan bertindak.
Seorang yang memiliki moralitas individu yang baik akan muncul dalam sikap dan perilaku
seperti sopan, rendah hati, tidak suka menyakiti orang lain, toleran, suka menolong, bekerja
keras, rajin belajar, rajin ibadah dan lain-lain. Moralitas ini muncul dari dalam, bukan karena
dipaksa dari luar. Bahkan, dalam situasi amoral yang terjadi di luar dirinya, seseorang yang
memiliki moralitas individu kuat akan tidak terpengaruh. Moralitas individu ini terakumulasi
menjadi moralitas sosial, sehingga akan tampak perbedaan antara masyarakat yang
bermoral tinggi dan rendah. Adapun moralitas mondial adalah moralitas yang bersifat
universal yang berlaku di manapun dan kapanpun, moralitas yang terkait dengan keadilan,
kemanusiaan, kemerdekaan, dan sebagainya.
Moralitas sosial juga tercermin dari moralitas individu dalam melihat kenyataan
sosial.Bisa jadi seorang yang moral individunya baik tapi moral sosialnya kurang, hal ini
terutama terlihat pada bagaimana mereka berinteraksi dengan masyarakat yang majemuk.
Sikap toleran, suka membantu seringkali hanya ditujukan kepada orang lain yang menjadi
bagian kelompoknya, namun tidak toleran kepada orang di luar kelompoknya. Sehingga bisa
dikatakan bahwa moral sosial tidak cukup sebagai kumpulan dari moralitas individu, namun
sesungguhnya lebih pada bagaimana individu melihat orang lain sebagai manusia yang
memiliki harkat dan martabat kemanusiaan yang sama. Moralitas individu dan sosial
memiliki hubungan sangat erat bahkan saling tarik-menarik dan mempengaruhi.Moralitas
individu dapat dipengaruhi moralitas social, demikian pula sebaliknya.Seseorang yang
moralitas individunya baik ketika hidup di lingkungan masyarakat yang bermoral buruk dapat
terpengaruh menjadi amoral.Kenyataan seperti ini seringkali terjadi pada lingkungan
pekerjaan. Ketika lingkungan pekerjaan berisi orang orang yang bermoral buruk, maka
orang yang bermoral baik akan dikucilkan atau diperlakukan tidak adil. Seorang yang
moralitas individunya lemah akan terpengaruh untuk menyesuaikan diri dan mengikuti.
Namun sebaliknya, seseorang yang memiliki moralitas individu baik akan tidak terpengaruh
bahkan dapat mempengaruhi lingkungan yang bermoral buruk tersebut.
Moralitas dapat dianalogikan dengan seorang kusir kereta kuda yang mampu
mengarahkan ke mana kereta akan berjalan. Arah perjalanan kereta tentu tidak lepas dari
ke mana tujuan hendak dituju. Orang yang bermoral tentu mengerti mana arah yang akan
dituju, sehingga pikiran dan langkahnya akan diarahkan kepada tujuan tersebut, apakah
tujuannya hanya untuk kesenangan duniawi diri sendiri saja atau untuk kesenangan orang
lain atau lebih jauh untuk kebahagiaan ruhaniah yang lebih abadi, yaitu pengabdian pada
Tuhan.
22
Pelajaran yang sangat berharga dapat diteladani dari para pendahulu kita yang
berjuang demi meraih kemerdekaan.Moralitas individu dan sosial yang begitu kuat dengan
dipayungi moralitas mondial telah membuahkan hasil dari cita-cita mereka, meskipun
mereka banyak yang tidak sempat merasakan buah perjuangannya sendiri.Dasar moral
yang melandasi perjuangan mereka terabadikan dalam Pembukaan Undang Undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang termuat dalam alinea-alineanya.
Alinea pertama, “bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa, oleh karena itu
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan
dan perikeadilan”.Alinea ini menjadi payung moral para pejuang kita bahwa telah terjadi
pelanggaran hak atas kemerdekaan pada bangsa kita. Pelanggaran atas hak kemerdekaan
itu sendiri merupakan pelanggaran atas moral mondial, yaitu perikemanusiaan dan
perikeadilan. Apapun bentuknya penjajahan telah meruntuhkan nilai-nilai hakiki
manusia.Apabila ditilik dari Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945
tampak jelas bahwa moralitas sangat mendasari perjuangan merebut kemerdekaan dan
bagaimana mengisinya.Alasan dasar mengapa bangsa ini harus merebut kemerdekaan
karena penjajahan bertentangan dengan nilai kemanusiaan dan keadilan (alinea I).Secara
eksplisit founding fathers menyatakan bahwa kemerdekaan dapat diraih karena rahmat
Allah dan adanya keinginan luhur bangsa (alinea III).Ada perpaduan antara nilai ilahiah dan
nilai humanitas yang saling berkelindan. Selanjutnya, di dalam membangun negara ke
depan diperlukan dasar-dasar nilai yang bersifat universal, yaitu nilai ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan.
Moralitas, saat ini menjadi barang yang sangat mahal karena semakin langka orang
yang masih betul-betul memegang moralitas tersebut.Namun dapat juga dikatakan sebagai
barang murah karena banyak orang menggadaikan moralitas hanya dengan beberapa
lembar uang.Ada keterputusan (missing link) antara alinea I, II, III dengan alinea IV.Nilai-
nilai yang seharusnya menjadi dasar sekaligus tujuan negara ini telah digadaikan dengan
nafsu berkuasa dan kemewahan harta.
Egoisme telah mengalahkan solidaritas dan kepedulian pada sesama.Lalu
bagaimana membangun kesadaran moral anti korupsi berdasarkan Pancasila?Korupsi
secara harafiah diartikan sebagai kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat
disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian (Tim Penulis Buku Pendidikan anti
korupsi, 2011: 23).Kasus korupsi yang terjadi di Indonesia semakin menunjukkan ekskalasi
yang begitu tinggi.Oleh karenanya, penyelesaian korupsi harus diselesaikan melalui
beragam cara/pendekatan, yang dalam hal ini saya menggunakan istilah pendekatan
eksternal maupun internal.
23
Pendekatan eksternal yang dimaksud adalah adanya unsur dari luar diri manusia
yang memiliki kekuatan ‘memaksa’ orang untuk tidak korupsi. Kekuatan eksternal tersebut
misalnya hukum, budaya dan watak masyarakat. Dengan penegakan hukum yang kuat, baik
dari aspek peraturan maupun aparat penegak hokum, akan mengeliminir terjadinya korupsi.
Demikian pula terciptanya budaya dan watak masyarakat yang anti korupsi juga menjadikan
seseorang enggan untuk melakukan korupsi.Adapun kekuatan internal adalah kekuatan
yang muncul dari dalam diri individu dan mendapat penguatan melalui pendidikan dan
pembiasaan.Pendidikan yang kuat terutama dari keluarga sangat penting untuk
menanamkan jiwa anti korupsi, diperkuat dengan pendidikan formal di sekolah maupun non-
formal di luar sekolah.
Maksud dari membangun kesadaran moral anti korupsi berdasar Pancasila adalah
membangun mentalitas melalui penguatan eksternal dan internal tersebut dalam diri
masyarakat.Di perguruan tinggi penguatan tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan
kepribadian termasuk di dalamnya pendidikan Pancasila.Melihat realitas di kelas bahwa
mata kuliah Pendidikan Pancasila sering dikenal sebagai mata kuliah yang membosankan,
maka dua hal pokok yang harus dibenahi adalah materi dan metode pembelajaran.Materi
harus selalu up to date dan metode pembelajaran juga harus inovatif menggunakan metode-
metode pembelajaran yang dikembangkan.Pembelajaran tidak hanya kognitif, namun harus
menyentuh aspek afektif dan konatif.
Nilai-nilai Pancasila apabila betul-betul dipahami, dihayati dan diamalkan tentu
mampu menurunkan angka korupsi. Penanaman satu sila saja, yaitu Ketuhanan Yang Maha
Esa, apabila bangsa Indonesia menyadari jati dirinya sebagai makhluk Tuhan, tentu tidak
akan mudah menjatuhkan martabat dirinya ke dalam kehinaan dengan melakukan korupsi.
Perbuatan korupsi terjadi karena hilangnya kontrol diri dan ketidakmampuan untuk menahan
diri melakukan kejahatan.Kebahagiaan material dianggap segala-galanya disbanding
kebahagiaan spiritual yang lebih agung, mendalam dan jangka panjang.Keinginan
mendapatkan kekayaan dan kedudukan secara cepat menjadikannya nilai-nilai agama
dikesampingkan. Kesadaran manusia akan nilai ketuhanan ini, secara eksistensial akan
menempatkan manusia pada posisi yang sangat tinggi. Hal ini dapat dijelaskan melalui
hirarki eksistensial manusia, yaitu dari tingkatan yang paling rendah, penghambaan
terhadap harta (hal yang bersifat material), lebih tinggi lagi adalah penghambaan terhadap
manusia, dan yang paling tinggi adalah penghambaan pada Tuhan. Manusia sebagai
makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna tentu tidak akan merendahkan dirinya
diperhamba oleh harta, namun akan menyerahkan diri sebagai hamba Tuhan. Buah dari
24
pemahaman dan penghayatan nilai ketuhanan ini adalah kerelaan untuk diatur Tuhan,
melakukan yang diperintahkan dan meninggalkan yang dilarang-Nya.
Penanaman satu nilai tentunya tidak cukup dan memang tidak bisa dalam konteks
Pancasila, karena nilai-nilai Pancasila merupakan kesatuan organis yang tidak dapat
dipisahkan satu dengan yang lain. Dengan demikian, akan menjadi kekuatan moral besar
manakala keseluruhan nilai Pancasila yang meliputi nilai ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan dan keadilan dijadikan landasan moril dan diejawantahkan dalam
seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalam pemberantasan korupsi.
Penanaman nilai sebagaimana tersebut di atas paling efektif adalah melalui pendidikan dan
media.Pendidikan informal di keluarga harus menjadi landasan utama dan kemudian
didukung oleh pendidikan formal di sekolah dan nonformal di masyarakat.Peran media juga
sangat penting karena memiliki daya jangkau dan daya pengaruh yang sangat kuat bagi
masyarakat.Media harus memiliki visi dan misi mendidik bangsa dan membangun karakter
masyarakat yang maju namun tetap berkepribadian Indonesia.
Sesuai dengan Tap. MPR No.VI/MPR/2001 dinyatakan pengertian dari etika
kehidupan berbangsa adalah rumusan yang bersumber dari ajaran agama yang bersifat
universal dan bilai-nilai budaya bangsa yang terjamin dalam Pancasila sebagai acuan dalam
berpikir, bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa.
JikaPermasalahanbangsakian
menghantui..
HadirkanPancasilaSebagaiSolusi..
Menjadipribadiyangpenuh
inspirasi..
Atas segala khilaf saya mohon maaf,
Atas segala kasih, saya ucapkan terima
kasih..
25
26

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

Pancasila Sebagai Sistem Etika
Pancasila Sebagai Sistem EtikaPancasila Sebagai Sistem Etika
Pancasila Sebagai Sistem Etikadimar aji
 
Power Point Pancasila sebagai Sistem Etika
Power Point Pancasila sebagai Sistem EtikaPower Point Pancasila sebagai Sistem Etika
Power Point Pancasila sebagai Sistem EtikaNovi Suryani
 
Pancasila sebagai etika
Pancasila sebagai etikaPancasila sebagai etika
Pancasila sebagai etikaadekdewa
 
Pancasila sebagai etika politik (pertemuan 7)
Pancasila sebagai etika politik (pertemuan 7)Pancasila sebagai etika politik (pertemuan 7)
Pancasila sebagai etika politik (pertemuan 7)ahmad sururi
 
Pancasila Sebagai Sistem Etika
Pancasila Sebagai Sistem EtikaPancasila Sebagai Sistem Etika
Pancasila Sebagai Sistem EtikaFair Nurfachrizi
 
Pancasila sebagai sistem etika
Pancasila sebagai sistem etikaPancasila sebagai sistem etika
Pancasila sebagai sistem etikaaufia w
 
Kelompok 3 ilkom17 esensi dan urgensi pancasila sebagai sistem etika
Kelompok 3 ilkom17 esensi dan urgensi pancasila sebagai sistem etikaKelompok 3 ilkom17 esensi dan urgensi pancasila sebagai sistem etika
Kelompok 3 ilkom17 esensi dan urgensi pancasila sebagai sistem etikadayurikaperdana19
 
Bab vi bagaimana pancasila menjadi sistem etika
Bab vi bagaimana pancasila menjadi sistem etikaBab vi bagaimana pancasila menjadi sistem etika
Bab vi bagaimana pancasila menjadi sistem etikaSyaiful Ahdan
 
Pancasila sebagai etika politik dan ham
Pancasila sebagai etika politik dan hamPancasila sebagai etika politik dan ham
Pancasila sebagai etika politik dan hamSurveyan Adhi Laksana
 
Tugas pancasila sebagai etika politik
Tugas  pancasila sebagai etika politikTugas  pancasila sebagai etika politik
Tugas pancasila sebagai etika politikAlex Adipati
 
Bab IX pengertian etika, nilai, moral dan norma 1
Bab IX pengertian etika, nilai, moral dan norma 1Bab IX pengertian etika, nilai, moral dan norma 1
Bab IX pengertian etika, nilai, moral dan norma 1yudikrismen1
 
Kelompok 1 ilkom17 etika, aliran etika,pengertian pancasila sebagai sistem etika
Kelompok 1 ilkom17 etika, aliran etika,pengertian pancasila sebagai sistem etikaKelompok 1 ilkom17 etika, aliran etika,pengertian pancasila sebagai sistem etika
Kelompok 1 ilkom17 etika, aliran etika,pengertian pancasila sebagai sistem etikadayurikaperdana19
 
Peran Pancasila Sebagai Etika Berpolitik Mahasiswa
Peran Pancasila Sebagai Etika Berpolitik MahasiswaPeran Pancasila Sebagai Etika Berpolitik Mahasiswa
Peran Pancasila Sebagai Etika Berpolitik MahasiswaYulia Fauzi
 
Pancasila sebagai Sistem Etika
Pancasila sebagai Sistem EtikaPancasila sebagai Sistem Etika
Pancasila sebagai Sistem EtikaDindaAnggita2
 
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKAPANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKAYULI AYU NUR SINTA
 
Konsep Nilai dan Moral
Konsep Nilai dan Moral Konsep Nilai dan Moral
Konsep Nilai dan Moral pjj_kemenkes
 
Pancasila Sebagai Sistem Etika
Pancasila Sebagai Sistem EtikaPancasila Sebagai Sistem Etika
Pancasila Sebagai Sistem Etikadayurikaperdana19
 
Pancasila sebagai Sistem Etika dan Etika Politik (Mata Kuliah Pendidikan Panc...
Pancasila sebagai Sistem Etika dan Etika Politik (Mata Kuliah Pendidikan Panc...Pancasila sebagai Sistem Etika dan Etika Politik (Mata Kuliah Pendidikan Panc...
Pancasila sebagai Sistem Etika dan Etika Politik (Mata Kuliah Pendidikan Panc...Rajabul Gufron
 

Was ist angesagt? (20)

Pancasila Sebagai Sistem Etika
Pancasila Sebagai Sistem EtikaPancasila Sebagai Sistem Etika
Pancasila Sebagai Sistem Etika
 
Modul 2 kb 3
Modul 2 kb 3Modul 2 kb 3
Modul 2 kb 3
 
Pancasila sebagai sistem etika
Pancasila sebagai sistem etikaPancasila sebagai sistem etika
Pancasila sebagai sistem etika
 
Power Point Pancasila sebagai Sistem Etika
Power Point Pancasila sebagai Sistem EtikaPower Point Pancasila sebagai Sistem Etika
Power Point Pancasila sebagai Sistem Etika
 
Pancasila sebagai etika
Pancasila sebagai etikaPancasila sebagai etika
Pancasila sebagai etika
 
Pancasila sebagai etika politik (pertemuan 7)
Pancasila sebagai etika politik (pertemuan 7)Pancasila sebagai etika politik (pertemuan 7)
Pancasila sebagai etika politik (pertemuan 7)
 
Pancasila Sebagai Sistem Etika
Pancasila Sebagai Sistem EtikaPancasila Sebagai Sistem Etika
Pancasila Sebagai Sistem Etika
 
Pancasila sebagai sistem etika
Pancasila sebagai sistem etikaPancasila sebagai sistem etika
Pancasila sebagai sistem etika
 
Kelompok 3 ilkom17 esensi dan urgensi pancasila sebagai sistem etika
Kelompok 3 ilkom17 esensi dan urgensi pancasila sebagai sistem etikaKelompok 3 ilkom17 esensi dan urgensi pancasila sebagai sistem etika
Kelompok 3 ilkom17 esensi dan urgensi pancasila sebagai sistem etika
 
Bab vi bagaimana pancasila menjadi sistem etika
Bab vi bagaimana pancasila menjadi sistem etikaBab vi bagaimana pancasila menjadi sistem etika
Bab vi bagaimana pancasila menjadi sistem etika
 
Pancasila sebagai etika politik dan ham
Pancasila sebagai etika politik dan hamPancasila sebagai etika politik dan ham
Pancasila sebagai etika politik dan ham
 
Tugas pancasila sebagai etika politik
Tugas  pancasila sebagai etika politikTugas  pancasila sebagai etika politik
Tugas pancasila sebagai etika politik
 
Bab IX pengertian etika, nilai, moral dan norma 1
Bab IX pengertian etika, nilai, moral dan norma 1Bab IX pengertian etika, nilai, moral dan norma 1
Bab IX pengertian etika, nilai, moral dan norma 1
 
Kelompok 1 ilkom17 etika, aliran etika,pengertian pancasila sebagai sistem etika
Kelompok 1 ilkom17 etika, aliran etika,pengertian pancasila sebagai sistem etikaKelompok 1 ilkom17 etika, aliran etika,pengertian pancasila sebagai sistem etika
Kelompok 1 ilkom17 etika, aliran etika,pengertian pancasila sebagai sistem etika
 
Peran Pancasila Sebagai Etika Berpolitik Mahasiswa
Peran Pancasila Sebagai Etika Berpolitik MahasiswaPeran Pancasila Sebagai Etika Berpolitik Mahasiswa
Peran Pancasila Sebagai Etika Berpolitik Mahasiswa
 
Pancasila sebagai Sistem Etika
Pancasila sebagai Sistem EtikaPancasila sebagai Sistem Etika
Pancasila sebagai Sistem Etika
 
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKAPANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA
 
Konsep Nilai dan Moral
Konsep Nilai dan Moral Konsep Nilai dan Moral
Konsep Nilai dan Moral
 
Pancasila Sebagai Sistem Etika
Pancasila Sebagai Sistem EtikaPancasila Sebagai Sistem Etika
Pancasila Sebagai Sistem Etika
 
Pancasila sebagai Sistem Etika dan Etika Politik (Mata Kuliah Pendidikan Panc...
Pancasila sebagai Sistem Etika dan Etika Politik (Mata Kuliah Pendidikan Panc...Pancasila sebagai Sistem Etika dan Etika Politik (Mata Kuliah Pendidikan Panc...
Pancasila sebagai Sistem Etika dan Etika Politik (Mata Kuliah Pendidikan Panc...
 

Andere mochten auch

PANCASILA SEBAGAI KEKUATAN MORAL BANGSA
PANCASILA SEBAGAI KEKUATAN MORAL BANGSAPANCASILA SEBAGAI KEKUATAN MORAL BANGSA
PANCASILA SEBAGAI KEKUATAN MORAL BANGSANur Afiana
 
Pancasila sebagai solusi permasalahan suatu bangsa
Pancasila sebagai solusi permasalahan suatu bangsaPancasila sebagai solusi permasalahan suatu bangsa
Pancasila sebagai solusi permasalahan suatu bangsaGeby Otivriyanti
 
Ltm karakteristik masyarakat islam
Ltm karakteristik masyarakat islamLtm karakteristik masyarakat islam
Ltm karakteristik masyarakat islamtemansaya
 
Teori kemoralan sosial
Teori kemoralan sosialTeori kemoralan sosial
Teori kemoralan sosialElyana Aziz
 

Andere mochten auch (8)

PANCASILA SEBAGAI KEKUATAN MORAL BANGSA
PANCASILA SEBAGAI KEKUATAN MORAL BANGSAPANCASILA SEBAGAI KEKUATAN MORAL BANGSA
PANCASILA SEBAGAI KEKUATAN MORAL BANGSA
 
Pancasila sebagai solusi permasalahan suatu bangsa
Pancasila sebagai solusi permasalahan suatu bangsaPancasila sebagai solusi permasalahan suatu bangsa
Pancasila sebagai solusi permasalahan suatu bangsa
 
Ltm karakteristik masyarakat islam
Ltm karakteristik masyarakat islamLtm karakteristik masyarakat islam
Ltm karakteristik masyarakat islam
 
Pelajaran 3
Pelajaran 3Pelajaran 3
Pelajaran 3
 
Bab ii
Bab iiBab ii
Bab ii
 
Bayi tabung filsafat ilmu
Bayi tabung filsafat ilmuBayi tabung filsafat ilmu
Bayi tabung filsafat ilmu
 
Silogisme
SilogismeSilogisme
Silogisme
 
Teori kemoralan sosial
Teori kemoralan sosialTeori kemoralan sosial
Teori kemoralan sosial
 

Ähnlich wie PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

Ähnlich wie PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA (20)

Manusia, nilai, moral dan hukum
Manusia, nilai, moral dan hukumManusia, nilai, moral dan hukum
Manusia, nilai, moral dan hukum
 
Moral
MoralMoral
Moral
 
TUGAS ETIKA PROF WASPODO.pptx
TUGAS ETIKA PROF WASPODO.pptxTUGAS ETIKA PROF WASPODO.pptx
TUGAS ETIKA PROF WASPODO.pptx
 
Manusia nilai, moral dan hukum
Manusia nilai, moral dan hukumManusia nilai, moral dan hukum
Manusia nilai, moral dan hukum
 
Etika etiket dan_moral_hukum_dalam_prakt
Etika etiket dan_moral_hukum_dalam_praktEtika etiket dan_moral_hukum_dalam_prakt
Etika etiket dan_moral_hukum_dalam_prakt
 
Nilai dan Norma Kristen
Nilai dan Norma KristenNilai dan Norma Kristen
Nilai dan Norma Kristen
 
Etika 1.ppt
Etika 1.pptEtika 1.ppt
Etika 1.ppt
 
Teori teori etika bisnis
Teori teori etika bisnis Teori teori etika bisnis
Teori teori etika bisnis
 
Ciri ciri moral
Ciri ciri moralCiri ciri moral
Ciri ciri moral
 
Bab iii
Bab  iiiBab  iii
Bab iii
 
Spe Bab4
Spe Bab4Spe Bab4
Spe Bab4
 
Ringkasan Materi UAN SMA IPS: Sosiologi
Ringkasan Materi UAN SMA IPS: SosiologiRingkasan Materi UAN SMA IPS: Sosiologi
Ringkasan Materi UAN SMA IPS: Sosiologi
 
Pancasila sebagai etika politik
Pancasila sebagai etika politikPancasila sebagai etika politik
Pancasila sebagai etika politik
 
Etika_dan_Tanggung_Jawab_Profesi_Hukum.pptx
Etika_dan_Tanggung_Jawab_Profesi_Hukum.pptxEtika_dan_Tanggung_Jawab_Profesi_Hukum.pptx
Etika_dan_Tanggung_Jawab_Profesi_Hukum.pptx
 
LK 1.1 PKN_.pdf
LK 1.1 PKN_.pdfLK 1.1 PKN_.pdf
LK 1.1 PKN_.pdf
 
Kelompok 3
Kelompok 3Kelompok 3
Kelompok 3
 
Kelompok 3
Kelompok 3Kelompok 3
Kelompok 3
 
Makalah etika11
Makalah etika11Makalah etika11
Makalah etika11
 
Makalah etika11
Makalah etika11Makalah etika11
Makalah etika11
 
Makalah etika11
Makalah etika11Makalah etika11
Makalah etika11
 

Mehr von Yabniel Lit Jingga (20)

Mantri ireng manfaat besar ciplukan
Mantri ireng   manfaat besar ciplukanMantri ireng   manfaat besar ciplukan
Mantri ireng manfaat besar ciplukan
 
Cover
CoverCover
Cover
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Tumor tulang shb
Tumor tulang shbTumor tulang shb
Tumor tulang shb
 
Skoliosis shb
Skoliosis shbSkoliosis shb
Skoliosis shb
 
Rematoid arthritis shb
Rematoid arthritis shbRematoid arthritis shb
Rematoid arthritis shb
 
Perawatan luka
Perawatan lukaPerawatan luka
Perawatan luka
 
Osteoporosis shb
Osteoporosis shbOsteoporosis shb
Osteoporosis shb
 
Osteomalasia pada anak shb
Osteomalasia pada anak shbOsteomalasia pada anak shb
Osteomalasia pada anak shb
 
Osteomalacia dewasa shb
Osteomalacia dewasa shbOsteomalacia dewasa shb
Osteomalacia dewasa shb
 
Lordosis shb
Lordosis shbLordosis shb
Lordosis shb
 
Anatomi fisiologi sistem hematologi
Anatomi fisiologi sistem hematologiAnatomi fisiologi sistem hematologi
Anatomi fisiologi sistem hematologi
 
Anatomi & fisiologi sistem imunologi
Anatomi & fisiologi sistem imunologiAnatomi & fisiologi sistem imunologi
Anatomi & fisiologi sistem imunologi
 
Bahan perkuliahan ke 8
Bahan perkuliahan ke 8Bahan perkuliahan ke 8
Bahan perkuliahan ke 8
 
Bahan perkuliahan ke 6
Bahan perkuliahan ke 6Bahan perkuliahan ke 6
Bahan perkuliahan ke 6
 
Bahan perkuliahan ke 4
Bahan perkuliahan ke 4Bahan perkuliahan ke 4
Bahan perkuliahan ke 4
 
Bahan perkuliahan ke 3
Bahan perkuliahan ke 3Bahan perkuliahan ke 3
Bahan perkuliahan ke 3
 
Bahan perkuliahan ke 2
Bahan perkuliahan ke 2Bahan perkuliahan ke 2
Bahan perkuliahan ke 2
 
Bahan perkuliahan ke 1
Bahan perkuliahan ke 1Bahan perkuliahan ke 1
Bahan perkuliahan ke 1
 
Soleh 2078
Soleh 2078Soleh 2078
Soleh 2078
 

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

  • 1. Bahan Perkuliahan ke 5 PPKN PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA Oleh : Drs Muhammad Taufiq, M.H. Kes A. PENGERTIAN ETIKA, MORAL NILAI dan NORMA 1. Etika Secara etimologi “etika” berasal dari bahasa Yunani yaitu “ethos” yang berarti watak, adat ataupun kesusilaan. Jadi etika pada dasarnya dapat diartikan sebagai suatu kesediaan jiwa seseorang untuk senantiasa patuh kepada seperangkat aturan- aturan kesusilaan (Kencana Syafiie, 1993). Dalam konteks filsafat, etika membahas tentang tingkah laku manusia dipandang dari segi baik dan buruk. Etika lebih banyak bersangkut dengan prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam hubungan dengan tingkah laku manusia (Kattsoff, 1986). Etika adalah ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran tertentu atau bagaimana kita bersikap dan bertanggung jawab dengan berbagai ajaran moral. Kedua kelompok etika itu adalah sebagai berikut : 1. Etika Umum, mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap tindakan manusia. 2. Etika Khusus, membahas prinsip-prinsip tersebut di atas dalam hubungannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu (etika individual) maupun mahluk sosial (etika sosial) 2. Moral Moral merupakan patokan-patokan, kumpulan peraturan lisan maupun tertulis tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak agar mnejadi manusia yang lebih baik. Moral dengan etika hubungannya sangat erat, sebab etika suatu pemikiran kritis dan mendasar tetang ajaran-ajaran dan pandangan moral dan etika merupakan ilmu pengetahuan yang membahas prinsip-prinsip moralitas (Devos, 1987). Etika merupakan tingkah laku yang bersifat umum universal berwujud teori dan bermuara ke moral, sedangkan moral bersifat tindakan lokal, berwujud praktek dan berupa hasil buah dari etika. Dalam etika seseorang dapat memahami dan mengerti bahwa mengapa dan atas dasar apa manusia harus hidup menurut norma-norma tertentu, inilah kelebihan etika 1
  • 2. dibandingkan dengan moral. Kekurangan etika adalah tidak berwenang menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan seseorang, sebab wewenang ini ada pada ajaran moral. 3. Norma Norma adalah aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan yang mengikat warga masyarakat atau kelompok tertentu dan menjadi panduan, tatanan, padanan dan pengendali sikap dan tingkah laku manusia. Agar manusia mempunyai harga, moral mengandung integritas dan martabat pribadi manusia. Sedangkan derajat kepribadian sangat ditentukan oleh moralitas yang dimilikinya, maka makna moral yang terkandung dalam kepribadian seseorang tercermin dari sikap dan tingkah lakunya. Oleh karena itu, norma sebagai penuntun, panduan atau pengendali sikap dan tingkah laku manusia. Norma dibedakan menjadi: 1. Norma moral Yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari sudu baik tidak baik, susila tidak susila, etis tidak etis, sopan tidak sopan. 2. Norma hukum Yang berupa peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai penjabaran dari nilai Pancasila. 4. Nilai Nilai pada hakikatnya suatu sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, namun bukan objek itu sendiri.Nilai merupakan kualitas dari sesuatu yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, yang kemudian nilai dijadikan landasan, alasan dan motivasi dalam bersikap dan berperilaku baik disadari maupuin tidak disadari. Nilai merupakan harga untuk manusia sebagai pribadi yang utuh, misalnya kejujuran, kemanusiaan (Kamus Bhasa Indonesia, 2000). Nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna, indah, memperkaya batin dan menyadarkan manusia akan harkat, martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan mengarahkan sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai suatu sistem (sistem nilai) merupakan salah satu wujud kebudayaan, disamping sistem sosial dan karya. Cita-cita, gagasan, konsep dan ide tentang sesuatu adalah wujud kebudayaan sebagai sistem nilai. Oleh karena itu, nilai dapat dihayati atau dipersepsikan dalam konteks kebudayaan, atau sebagai wujud kebudayaan yang abstrak. Manusia dalam memilih nilai- 2
  • 3. nilai menempuh berbagai cara yang dapat dibedakan menurut tujuannya, pertimbangannya, penalarannya, dan kenyataannya. Nilai sosial berorientasi kepada hubungan antarmanusia dan menekankan pada segi- segi kemanusiaan yang luhur, sedangkan nilai politik berpusat pada kekuasaan serta pengaruh yang terdapat dalam kehidupan masyarakat maupun politik. Disamping teori nilai diatas, Prof. Notonogoro membagi nilai dalam tiga kategori, yaitu sebagai berikut: 1. Nilai material, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi unsur manusia. 2. Nilai vital, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk melakukan aktivitas. 3. Nilai kerohanian, yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia. Nilai kerohanian dapat dirinci sebagai berikut a. Nilai kebenaran, yaitu bersumber pada unsur rasio manusia, budi dan cipta. b. Nilai keindahan, yaitu bersumber pada unsur rasa atau intuisi. c. Nilai moral, yaitu bersumber pada unsur kehendak manusia atau kemauan (karsa, etika) d. Nilai religi, yaitu bersumber pada nilai ketuhanan, merupakan nilai kerohanian yang tertinggi dan mutlak. Nilai ini bersumber kepada keyakinan dan keimanan manusia kepada Tuhan Nilai akan lebih bermanfaat dalam menuntun sikap dan tingkah laku manusia, maka harus lebiih di kongkritkan lagi secara objektif, sehingga mamudahkannya dalam menjabarkannya dalam tingkah laku, misalnya kepatuhan dalam norma hukum, norma agama, norma adat istiadat dll Beberapa motivasi manusia berprilaku baik dan berprilaku buruk dan jahat.  Motivasi manusia berprilaku baik, antara lain: a. Karena adanya kesadaran moral (hati nurani). Manusia berbuat baik, untuk kebaikan itu sendiri (Immanuel .Kant: Imperatif Kategoris). b. Karena takut akan sanksi yang diterimanya, karena sanksi /hukuman pada hakekatnya adalah memberikan rasa yang tidak enak, tidak nyaman. c. Karena merasa bahagia (senang). d. Karena merasa berguna berguna (bermanfaat), menurut faham Utilitarisme. e. Supaya dapat pujian, simpatis f. Untuk mencapai suatu tujuan tertentu. g. Merasakan kedamaian dan ketentraman hidup.  Motivasi manusia berprilaku buruk/ jahat, antara lain: 3
  • 4. a. Karena keterpaksaan, merasa tidak ada jalan lain, walaupun sejatinya hidup adalah pilihan. b. Karena mudah dan cepat mencapai tujuan (menghalalkan segala cara). c. Tidak takut akan sanksi yang diterimanya d. Karena kebiasaan dan pengaruh lingkungan e. Karena tidak tegak dan tegasnya aturan dan sanksi. f. Meredup dan hilangnya hati nurani sehingga kedap terhadap penderitaan orang lain. Maka untuk menjaga: 1. Keberadaan dan tumbuhnya hati nurani di dalam hati, supaya kita, mau dan berani untuk intropeksi, jawa: mulat sariro hangrosowani (mau dan berani memeriksa bathin dan perbuatan kita, dan sekaligus berani menyalahkan dan memberi hukuman untuk diri sendiri). Jika melakukan kesalahan, cepat diketahui dan cepat minta maaf dan bertobat serta berjanji tidak akan mengulangi lagi. 2. Terhindar dari prilaku dosa dan buruk/jahat, kita harus selalu sadar bahwa kita sebagai makhluk Tuhan dan makhluk beragama, maka sebagai konsekuensinya harus taat hukum Tuhan (hubungan secara vertikal antara Tuhan dan manusia). Selain itu kita juga harus sadar secara kodrati manusia adalah makhluk sosial (Zoon Politicon, Homo Socius), maka kita harus hidup bersama orang lain, bahkan berbuat sesuatu untuk kebaikan/kesejahteraan lain orang lain. Konsep mencintai sesama itu bisa kita temukan dalam filosofis jawa, yakni Asih mring sesamaning dumadi (mencintai sesama ciptaan Tuhan), dalam agama Kristiani (konsep cinta kasih): Kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri, dalam agama Hindu: Tat Twam Asi (Itulah Kamu) Ahimsa (tanpa kekerasan dari Mahatma Gandhi) Sosro Kartono( Tokoh Kebatinan Jawa): Adanya aku karena engkau, dalam agama Islam: Rahmatan lil alamin( untuk kesejahteraan seluruh umat manusia), Homo homini sallus: Aku ada, kalau berguna bagi orang lain. Dari konsep ini semua akan menumbuhkan rasa simpati dan empati pada orang lain, sehingga jika berbuat jahat pada orang lain, kita akan merasakan sebaliknya, bagaimana kalau kita yang mengalami sendiri, dalam jawa disebut tepo sliro (seandainya saya sendiri yang mengalami). Pada dasarnya etika membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan nilai-nilai seperti nilai baik dan buruk, nilai susila atau tidak susila, nilai kesopanan, kerendahan hati dan sebagainya. 1.1 Sumber Kebaikan dan Keburukan 4
  • 5. Sumber kebaikan dan keburukan kemauan bebas untuk memilih. Teori kemauan bebas, yaitu: determinisme dan indeterminisme a. Determinisme “Manusia sejak semula sudah ditetapkan atau direncanakan” • Determinisme materialistis “Manusia serba materi ÅHukum alam” o Darwinisme: Manusia hasil perkembangan alamiah. “Strunggle for life, survival of the fittest” = perjuangan hidup, siapa yang kuat dialah yang hidup terus menerus o La Mettic ( Mesin), fourbach (atheisme) • Determinisme – Religius “Kekuasaan Tuhan menjadi prinsip penetapan tingkah laku manusia” b. Indeterminisme − Manusia mempunyai kebebasan untuk berbuat dan memilih − Tanpa kemauan bebas manusia tidak mungkin mengetahui moral yang baik 1.2 Kriteria tentang baik dan buruk a. Hedonisme = Kenikmatan b. Utilisme = Kemanfaatan c. Vitalisme = Kekuatan hidup/Kekuasaan d. Sosialisme = Pandangan Masyarakat e. Religiusme = Sesuai dengan kehendak Tuhan f. Humanisme = Kodrat Manusia (human-nature)  Religius dalam Islam memiliki lima kategor Religius dalam Islam memiliki lima kategori 1) Baik Sekali = Wajib 2) Baik = Sunnat 3) Netral = Mubah 4) Buruk = Makruh 5) Buruk Sekali = Haram  Humanisme Tindakan yang baik adalah tindakan yang sesuai dengan derajat manusia, tidak mengurangi atau menentang kemanusiaan. Kebaikan berdasarkan kodratnya kebaikan kodrati 5
  • 6. Kebaikan yang mengatasi kodrat kebaikan adi kodrati/kebaikan wahyu Tuhan Akal budi penerang baik buruknya tindakan Hati nurani indeks (petunjuk), indeks (hakim, index (penghukum) 1.3 Norma Etik a.. Normatif Etik : melalui penelaahan dan penyaringan ukuran- ukuran normatif seseorang berperilaku sesuai dengan norma yang telah disepakati baik lisan maupun tulisan b. Deskriptif Etik : sadar akan kebaikan etika tapi tidak merasa perlu mentaatinya secara keseluruhan c. Practical Etik : sadar memperlakukan etika sesuai status dan kemampuannya 1.4 Norma Dasar Etika (metaethics) a. Norma ke-Tuhanan (Hablum Minallah) “Manusia berperilaku etika melaksanakan perintah/menjauhi larangan Tuhan” b. Norma kemanusiaan (Hablum Minannas) “Perilaku Etika berakibat baik pada kehidupan bersama” B. ETIKA PANCASILA Etika Pancasila adalah etika yang mendasarkan penilaian baik dan buruk pada nilai- nilai Pancasila, yaitu nilai KeTuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila tidak bertentangan dengan nilai-nilai dalam Pancasila, namun juga sesuai dan mempertinggi nilai-nilai Pancasila tersebut. Menilik nilai- nilai yang terkandung dalam Pancasila, maka Pancasila dapat menjadi sistem etika yangsangat kuat, nilai-nilai yang ada tidak hanya bersifat mendasar, namun juga realistis dan aplikatif. Nilai-nilai Pancasila merupakan nilai-nilai ideal yang sudah ada dalam cita-cita bangsa Indonesia yang harus diwujudkan dalam realitas kehidupan. Nilai-nilai tersebut dalam istilah Notonagoro merupakan nilai yang bersifat abstrak umum dan universal, yaitu nilai yang melingkupi realitas kemanusiaan di manapun, kapanpun dan merupakan dasar bagi setiap tindakan dan munculnya nilai-nilai yang lain. Masalah etika merupakan masalah yang makin mendapat perhatian di dunia, bahwa cita-cita Pancasila untuk membangun Indonesia dari berbagai aspek. Selain sebagai sebuah ideologi. Pancasila juga memperhatikan nilai, norma, etika, moral bangsa Indonesia. 6
  • 7. Masyarakat Indonesia kehilangan jati diri. Citra bangsa ini sebagai bangsa yang besar dan ramah semakin memudar. Budaya ketimuran berubah dengan cepat menjadi kebaratan. Hal ini memang tidak berlaku hanya di Indonesia. Banyak bangsa-bangsa timur yang budayanya tergesar oleh budaya barat. Pernyataan di atas bukan berarti antipati kepada budaya barat. Karena budaya barat juga memiliki kebaikan-kebaikan tersendiri. Namun citra kesantunan dan keramahan budaya timur yang khas itu sendiri yang patut dipertahankan. Etika tidak lah cukup didefinisikan atau digeneralisir dari masalah keramahan dan kesantunan saja. Masih banyak lagi permasalahan yang berkaitan dengan etika. Cakupan etika sangat lah luas. Pancasila sebagai sistem etika, maka nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila diaplikasikan ke dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai wujud etika sesungguhnya. Dengan demikian dapat dipahami, bahwa Pancasila memiliki peranan penting bagi bangsa ini dalam pembangunan bangsa dan pembangunan jiwa bangsa ini. Rumusan Pancasila yang otentik dimuat dalam Pembukan UUD 1945 alinea keempat. Dalam penjelasan UUD 1945 yang disusun oleh PPKI ditegaskan bahwa “pokok-pokok pikiran yang termuat dalam Pembukaan (ada empat, yaitu persatuan, keadilan, kerakyatan dan ketuhanan menurut kemanusiaan yang adil dan beradab) dijabarkan ke dalam pasal-pasal Batang Tubuh. Dan menurut TAP MPRS No.XX/MPRS/1966 dikatakan bahwa Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum. Sebagai sumber segala sumber, Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum. Sebagai sumber segala sumber, Pancasila merupakan satu-satunya sumber nilai yang berlaku di tanah air. Dari satu sumber tersebut diharapkan mengalir dan memancar nilai-nilai ketuhanan, kemanusian, persatuan, kerakyatan penguasa. Hakikat Pancasila pada dasarnya merupakan satu sila yaitu gotong royong atau cinta kasih dimana sila tersebut melekat pada setiap insane, maka nilai-nilai Pancasila identik dengan kodrat manusia. oleh sebab itu penyelenggaraan Negara yang dilakukan oleh pemerintah tidak boleh bertentangan dengan harkat dan martabat manusia, terutama manusia yang tinggal di wilayah nusantara. Pancasila sebagai core philosophy bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, juga meliputi etika yang sarat dengan nilai-nilai filsafati; jika memahami Pancasila tidak dilandasi dengan pemahaman segi-segi filsafatnya, maka yang ditangkap hanyalah segi-segi filsafatnya, maka yang ditangkap hanyalah segisegi fenomenalnya saja, tanpa menyentuh inti hakikinya. 7
  • 8. Pancasila merupakan hasil kompromi nasional dan pernyataan resmi bahwa bangsa Indonesia menempatkan kedudukan setiap warga negara secara sama, tanpa membedakan antara penganut agama mayoritas maupun minoritas. Selain itu juga tidak membedakan unsur lain seperti gender, budaya, dan daerah. Nilai-nilai Pancasila bersifat universal yang memperlihatkan napas humanism, karenanya Pancasila dapat dengan mudah diterima oleh siapa saka. Sekalipun Pancasila memiliki sifat universal, tetapi tidak begitu saja dapat dengan mudah diterima oleh semua bangsa. Perbedaannya terletak pada fakta sejarah bahwa nilai-nilai secara sadar dirangkai dan disahkan menjadi satu kesatuan yang berfungsi sebagai basis perilaku politik dan sikap moral bangsa. Dalam arti bahwa Pancasila adalah milik khas bangsa Indonesia dan sekaligus menjadi identitas bangsa berkat legitimasi moral dan budaya bangsa Indonesia sendiri. Nilai- nilai khusus yang termuat dalam Pancasila dapat ditemukan dalam sila-silanya. Pancasila sebagai nilai dasar yang fundamental adalah seperangkat nilai yang terpadu berkenaan dengan hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Apabila kita memahami pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, yang pada hakikatnya adalah nilai-nilai Pancasila. Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dapat dinyatakan sebagai pokok-pokok kaidah Negara yang fundamental, karena di dalamnya terkandung pula konsep-konsep sebagai sebagai berikut: 1. Dasar-dasar pembentukan Negara, yaitu tujuan Negara, asas politik Negara (Negara Republik Indonesia dan berkedaulatan rakyat), dan Negara asas kerohanian Negara (Pancasila). 2. Ketentuan diadakannya undang-undang dasar, yaitu “….. maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu undang-undang dasar Negara Indonesia…”. Hal ini menunjukkan adanya sumber hukum. Nilai dasar yang fundamental suatu Negara dalam hukum mempunyai hakikat dan kedudukan yang tetap kuat dan tidak berubah, dalam arti dengna jalan hukum apapun tidak mungkin lagi untuk dirubah. Berhubung Pembukaan UUD 1945 itu memuat nilai-nilai dasar yang fundamental, maka Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya terdapat Pancasila tidak dapat diubah secara hukum. Apabila terjadi perubahan berarti pembubaran Negara Proklamasi 17 Agustus 1945. 8
  • 9. Tataran nilai yang terkandung dalam Pancasila sesuai dengan system nilai dalam kehidupan manusia. Secara teoritis nilai-nilai Pancasila dapat dirinci menurut jenjang dan jenisnya. 1. Menurut jenjangnya sebagai berikut:  Nilai Religius ; Nilai ini menempati nilai yang tertinggi dan melekat / dimiliki Tuhan Yang Maha Esa yaitu nilai yang Maha Agung, Maha Suci, Absolud yang tercermin pada Sila pertama Pancasila yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa”.  Nilai Spiritual ; Nilai ini melekat pada manusia, yaitu budi pekerti, perangai, kemanusiaan dan kerohanian yang tercermin pada sila kedua Pancasila yaitu ”Kemanusiaan yang adil dan beradab”.  Nilai Vitalitas; Nilai ini melekat pada semua makhluk hidup, yaitu mengenai daya hidup, kekuatan hidup dan pertahanan hidup semua makhluk. Nilai ini tercermin pada sila ketiga dan keempat dalam Pancasila yaitu “Persatuan Indonesia” dan “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan”  Nilai Moral; Nilai ini melekat pada prilaku hidup semua manusia, seperti asusila, perangai, akhlak, budi pekerti, tata adab, sopan santun, yang tercermin pada sila kedua Pancasila yaitu “Kemanusiaan yang adil dan Beradab”.  Nilai Materil; Nilai ini melekat pada semua benda-benda dunia. Yang wujudnya yaitu jasmani, badani, lahiriah, dan kongkrit. Yang tercermin dalam sila kelima Pancasila yakni “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. 2. Menurut jenisnya sebagai berikut:  Nilai Ilahiah Nilai yang dimiliki Tuhan Yang Maha Esa, yang melekat pada manusia yaitu berwujud harapan, janji, keyakinan, kepercayaan, persaudaraan, persahabatan.  Nilai Etis Nilai yang dimiliki dan melekat pada manusia, yaitu berwujud keberanian, kesabaran, rendah hati, murah hati, suka menolong, kesopanan, keramahan.  Nilai Estetis 9
  • 10. Nilai yang melekat pada semua makhluk duniawi, yaitu berupa keindahan, seni, kesahduan, keelokan, keharmonisan.  Nilai Intelek Nilai yang melekat pada makhluk manusia, berwujud ilmiah, rasional, logis, analisis, akaliah. Selanjutnya secara konsepsional nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila terdiri dari nilai dasar, nilai instrumental, nilai praksis.  Nilai dasar Merupakan prinsip yang bersifat sangat Abstrak, umum-universal dan tidak terikat oleh ruang dan waktu. Dengan kandungan kebenaran bagaikan Aksioma, berkenaan dengan eksistensi, sesuai cita-cita, tujuan, tatanan dasar dan ciri khasnya yang pada dasarnya tidak berubah sepanjang zaman. Nilai dasar Pancasila bersifat Abadi, Kekal, yang tidak dapat berubah, wujudnya ialah sila-sila Pancasila : Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan dan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Juga dapat ditemukan dalam 4 alinea pembukaan UUD 1945 dan pokokpokok pikiran yaitu; Dalam pembukaan UUD 1945 : Alinia 1= mencerminkan keyakinan kemerdekaan ialah hak segala bangsa, perikemanusian dan perikeadilan. Konsekuensi logisnya adalah penghapusan penjajahan diatas muka bumi.  Nilai Instrumental : Berupa penjabaran nilai dasar, yaitu arahan kinerja untuk kurun waktu tertentu dan kondisi tertentu. Sifat kontektual, harus disesuaikan dengan tuntutan jaman. Nilai Instrumental berupa kebijakan, strategi, system, rencana, program dan proyek. Pelaksanaan umum dari nilai dasar, biasanya dari wujud norma sosial ataupun norma hukum yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam lembaga- lembaga yang bersifat dinamik. Menjabarkan nilai dasar yang umum kedalam wujud kongkrit, sehingga dapat sesuai dengan perkembangan jaman, merupakan semacam tafsir politik terhadap nilai dasar umum tersebut. Nilai instrummental terpengaruh oleh waktu, keadaan, dan tempat, sehingga sifat dinamis, berubah, berkembang, dan enovatif. Kontektualisasi nilai dasar harus dijabarkan 10
  • 11. secara kreatif dan dinamik kedalam nilai instrumental penjabaran nilai dasar terwujud ke dalam: TAP MPR, PROPENAS UNDANG-UNDANG, DAN PERATURAN PELAKSANAAN.  Nilai Praksis Nilai yang dilaksanakan dalam kenyataan hidup sehari-hari, istilah “PRAKSIS” tidak seluruhnya sama maknanya dengan istilah “PRAKTEK”. Praksis harus selalu Pased on Values, sedangkan Praktek bisa bersifat Value Free, maka secara hierarkhis praksisi berada dibawah nilai instrumental dan menjabarkan nilai instrumental tersebut secara taat asas (konsisten). Merupakan interaksi antara nilai instrumental dengan situasi kongkrit padatempat dan waktu tertentu.juga merupakan gelanggang pertarungan antara idealisme dengan realitas, yang tidak dapat sepenuhnya kita kuasai, ada kalanya justru kondisi objektif itu yang jauh lebih kuat dari nilai praksis berupa nilai yang sebenarnya kita laksanakan dalam kehidupan kenyataan sehari-hari, contohnya = memelihara persahabatan. Berbagai wujud penerapan Pancasila dalam kenyataan sehari-hari, baik oleh para penyelenggara Negara maupun oleh masyarakat Indonesia sendiri, misalnya dalam kerukunan hidup beragama, praksisnya: silahturahmi antar umat beragama, melakukan dialog antar umat beragama, toleransi dan saling menghormati.antar umat beragama. Aktualisasi Pancasila sebagai dasar etika tercermin dalam sila-silanya, yaitu: a. Sila pertama: akan menghasilkan nilai spiritualitas, ketaatan, dan toleransi sehingga pola pikir sikap dan perilakunya menghormati setiap orang atau warga negara atas berbagai kebebasannya dalam menganut agama dan kepercayaannya masing- masing, serta menjadikan ajaran-ajaran sebagai anutan untuk menuntun ataupun mengarahkan jalan hidupnya. b. Sila kedua: menghasilkan nilai kesusilaan, tolong-menolong, penghargaan, penghormatan, kerjasama dll, sehingga pola pikir, sikap dan perilaku menghormati setiap orang dan warga negara sebagai pribadi (personal) “utuh sebagai manusia”, manusia sebagai subjek pendukung, penyangga, pengemban, serta pengelola hak-hak dasar kodrati yang merupakan suatu keutuhan dengan eksistensi dirinya secara bermartabat. c. Sila ketiga: menghasilkan nilai cinta tanah air, pengorbanan, dll, sehingga pola pikir, sikapdan perilaku akan bersikap dan bertindak adil dalam mengatasi segmentasi- 11
  • 12. segmentasi atau primordialisme sempit dengan jiwa dan semangat “Bhinneka Tunggal Ika”-“bersatu dalam perbedaan” dan “berbeda dalam persatuan”. d. Sila keempat:menghasilkan nilai menghargai perbedaan, kesetaraan, dll, sehingga pola pikir, sikap dan perilaku akan menghargai kebebasan, kemerdekaan, dan kebersamaan dimiliki dan dikembangkan dengan dasar musyawarah untuk mencapai kemufakatan secara jujur dan terbuka dalam menata berbagai aspek kehidupan. e. Sila kelima: menghasilkan nilai kepedulian, kesejajaran ekonomi, kemajuan bersama, dll, sehingga pola pikir, sikap dan perilaku akan membina dan mengembangkan masyarakat yang berkeadilan sosial yang mencakup kesamaan derajat (equality) dan pemerataan (equity) bagi setiap orang atau setiap warga negara. Sila-sila dalam Pancasila merupakan satu kesatuan integral dan integrative menjadikan dirinya sebagai referensi kritik sosial kritis, komprehensif, serta sekaligus evaluatif bagi etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa ataupun bernegara. Konsekuensi dan implikasinya ialah bahwa norma etis yang mencerminkan satu sila akan mendasari dan mengarahkan sila-sila lain. C. PANCASILA SEBAGAI SOLUSI PROBLEM BANGSA DAN NEGARA Pakar etika politik Franz Magnis Suseno mengatakan bahwa Pancasila dicetuskan sebagai solusi dalam menghadapi berbagai masalah bangsa yang tersirat dalam lima sila di dalamnya. Pancasila yang dirumuskan oleh tokoh-tokoh besar pendiri bangsa ini merupakan pedoman yang berfungsi sebagai solusi untuk mengatasi problem atau permasalahan bangsa. Masing-masing sila memiliki makna khusus yang sejatinya merupakan solusi pemecahan masalah bangsa ini. Pancasila yang lebih kita kenal sebagai ideologi dan dasar negara. Dimana di dalam butir-butir Pancasila terdapat nilai-nilai yang sangat penting bagi kesejahteraan rakyat Indonesia. Namun, nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila dinilai belum diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. sehingga di era reformasi ini masih banyak rakyat Indonesia yang belum dapat merasakan makna Pancasila yang sebenarnya, yaitu menjunjung tinggi rasa keadilan, persatuan, kesatuan dan mensejahterakan rakyat. Kemiskinan, pendidikan yang mahal, keadilan yang diperjual-belikan, korupsi yang merajalela serta tidak adanya kebebasan memeluk agama merupakan sedikit polemik yang 12
  • 13. dihadapi rakyat pada saat sekarang ini. Banyak kesan yang didapat rakyat dari masalah- masalah tersebut, namun mereka tidak sanggup untuk mengungapkannya. Sehingga seolah- olah rakyat tidak dapat merasakan adanya Pancasila. Pancasila lebih sering kita dengar di dalam upacara bendera, dan dijadikan syarat pokok yang tidak boleh terlupakan didalam pelaksanaan upacara bendera. Dimana dapat kita sadari bahwa Pancasila tersebut Mengandung nilai-nilai penting, yang apabila diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dapat mewujudkan sebuah Negara yang berdaulat dan bermatabat, yaitu Negara yang menjunjung tinggi rasa keadilan, persatuan dan kesatuan. Banyak kasus-kasus pada saat ini yang bertitik tolak dengan nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila seperti kasus mpok minah yang divonis 1,5 bulan kurungan dengan masa percobaan 3 bulan akibat mencuri tiga buah kakao. Melihat dari kasus Mpok Minah tersebut teringat oleh kita salah satu butir Pancasila yang berbunyi Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Dimana butir Pancasila tersebut Mengandung makna bahwa setiap warga Negara mendapatkan perlakuan yang sama di depan hukum. Tetapi bandingkan dengan kasus-kasus besar yang terjadi di Indonesia. Seperti korupsi yang menjadi budaya di masyarakat kita. Birokrasi yang korup yang menjadikan masyarakat kita terdidik secara tak langsung. Semua urusan bisa lancar apabila ada uang suap. Masalah jeratan hukum bisa dibantu dan direkayasa dengan bantuan uang. Bukan hanya masalah hukum, terdapat berbagai macam permasalahan dan persoalan lainnya. Merosotnya moral bangsa, kerusakan lingkungan, kasus narkoba, dan sebagainya. Pancasila menjadi jalan keluar dalam menuntaskan permasalahan bangsa dan Negara. Di dalam Pancasila terdapat nilai-nilai dan makna-makna yang dapat di implementasikan dalam kehidupan sehari-hari. a. Sila Pertama : Ketuhanan Yang Maha Esa. Secara garis besar mengandung makna bahwa Negara melindungi setiap pemeluk agama (yang tentu saja agama diakui di Indonesia) untuk menjalankan ibadahnya sesuai dengan ajaran agamanya. Tanpa ada paksaan dari siapa pun untuk memeluk agama, bukan mendirikan suatu agama. Tidak memaksakan suatu agama atau kepercayaannya kepada orang lain. Menjamin berkembang dan tumbuh suburnya kehidupan beragama. Dan bertoleransi dalam beragama, yakni saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. b. Sila Kedua : Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Mengandung makna bahwa setiap warga Negara mendapatkan perlakuan yang sama di mata hukum, karena Indonesia berdasarkan atas Negara hukum. mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan 13
  • 14. kewajiban antara sesama manusia. Menempatkan manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk Tuhan. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Bertingkah laku sesuai dengan adab dan norma yang berlaku di masyarakat. c. Sila Ketiga : Persatuan Indonesia. Mengandung makna bahwa seluruh penduduk yang mendiami seluruh pulau yang ada di Indonesia ini merupakan saudara, tanpa pernah membedakan suku, agama ras bahkan adat istiadat atau kebudayaan. Penduduk Indonesia adalah satu yakni satu bangsa Indonesia. cinta terhadap bangsa dan tanah air. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Rela berkorban demi bangsa dan negara. Menumbuhkan rasa senasib dan sepenanggungan. d. Sila Keempat : Kerakyatan Yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Mengandung maksud bahwa setiap pengambilan keputusan hendaknya dilakukan dengan jalan musyawarah untuk mufakat, bukan hanya mementingkan segelintir golongan saja yang pada akhirnya hanya akan menimbulkan anarkisme. tidak memaksakan kehendak kepada orang lain. Melakukan musyawarah, artinya mengusahakan putusan bersama secara bulat, baru sesudah itu diadakan tindakan bersama. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat. e. Sila Kelima : Keadilan Sosial Bagi Seluruh rakyat Indonesia. Mengandung maksud bahwa setiap penduduk Indonesia berhak mendapatkan penghidupan yang layak sesuai dengan amanat UUD 1945 dalam setiap lini kehidupan. mengandung arti bersikap adil terhadap sesama, menghormati dan menghargai hak-hak orang lain. Kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat. Seluruh kekayaan alam dan isinya dipergunakan bagi kepentingan bersama menurut potensi masing-masing. Segala usaha diarahkan kepada potensi rakyat, memupuk perwatakan dan peningkatan kualitas rakyat, sehingga kesejahteraan tercapai secara merata. Penghidupan disini tidak hanya hak untuk hidup, akan tetapi juga kesetaraan dalam hal mengenyam pendidikan. Apabila nilai-nilai yang terkandung dalam butir-butir Pancasila di implikasikan di dalam kehidupan sehari-hari maka tidak akan ada lagi kita temukan di Negara kita namanya ketidak adilan, terorisme, koruptor serta kemiskinan. Karena di dalam Pancasila sudah tercemin semuanya norma-norma yang menjadi dasar dan ideologi bangsa dan Negara. Sehingga tercapailah cita-cita sang perumus Pancasila yaitu menjadikan Pancasila menjadi jalan keluar dalam menuntaskan permasalahan bangsa dan Negara. D. Etika Pancasila Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara 14
  • 15. a. Tanda-tanda mundurnya pelaksanaan etika berbangsa 1) Konflik sosial berkepanjangan 2) Berkurangnya sopan santun dan budi luhur dalam kehidupan sosial 3) Melemahnya kejujuran dan sikap amanah 4) Pengabaian ketentuan hukum dan peraturan b. Faktor-faktor penyebab mundurnya pelaksanaan etika 1) Faktor internal :  Lemahnya penghayatan dan pengamalan agama  Sentralisasi di masa lalu  Tidak berkembangnya pemahaman/penghargaan kebinekaan  Ketidakadilan ekonomi  Keteladanan tokoh/pemimpin yang kurang  Penegakan hukum yang tidak optimal  Keterbatasan budaya lokal merespon pengaruh dari luar  Meningkatnya prostitusi, media pornografi, perjudian dan narkoba 2) Faktor Eksternal :  Pengaruh globalisasi  Intervensi kekuatan global dalam panutan kebijakan nasional c. Pokok-Pokok Etika Berbangsa 1) Etika sosial budaya 2) Etika politik pemerintahan 3) Etika ekonomi dan bisnis 4) Etika penegakan hukum 5) Etika keilmuan 6) Etika lingkungan d. Good Governance Sebagai Etika Pemerintahan 1) Partisipasi 2) Aturan Hukum (rule of law) 3) Transparansi 4) Daya tanggap (responsiveness) 5) Berorientasi konsensus (Consensus Orientation) 6) Berkeadilan (Equity) 7) Akuntabilitas (Accountability) 15
  • 16. 8) Bervisi strategis (Strategic vision) 9) Efektifitas dan efisiensi 10) Saling keterkaitan (interrelated Pola berpikir untuk membangun kehidupan berpolitik secara jernih mutlak diperlukan . pembangunan moral politik yang berbudaya adalah untuk melahirkan kultur politik yang berdasarkan kepada Iman dan Takwa terhadap Tuhan Yang Maha Kuasa, menggalang suasana kasih sayang sesama manusia Indonesia, yang berbudi kemanusiaan luhur, yang mengindahkan kaidah-kaidah musyawarah secara kekuluargaan yang bersih dan jujur, dan menjalin asas pemerataan keadilan di dalam menikmati dan menggunakan kekayaan negara. Membangun etika politik berdasarkan Pancasila akan diterima baik oleh segenab golongan dalam masyarakat. Pembinaan etika politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sangatlah urgen. Langkah permulaan dimulai dengan membangun konstruksi berpikir dalam rangkan menata kembali kultur politik bangsa Indonesia. Kita sebagai warga negara telah memiliki hak-hak politik, pelaksanaan hak-hak politik dalam kehidupan bernegara akan saling bersosialisasi, berkomunikasi dan berinteraksi dengan sesama warga negara dalam pelbagai wadah, yaitu dalam wadah infra-struktur dan supra-struktur. Wadah infrastruktur antara lain: mimbar bebas, ujut rasa, bicara secara lissan atau tulisan, aktifitas organisasi partai politik atau lembaga sosial kemasyarakatan, kampanye pemilihan umum, penghitungan suara dalam memilih wakil di DPR atau pimpinan eksekutif. Disamping wdah supra-struktur antara lain semua lembaga legislatif disemua tingkat dan jajaraan eksekutif (mulai dari Presiden sampai ke RT/RW) dan semua jajaran lembaga kekuasaan kehakiman (tingkat pusat sampai ke daerah-daerah). Kesemua wadah tersebut telah diatur dengan perundang-undangan dengan sedemikian rupa agar hak-hak politik terdapat berjalan sebagaimana mestinya. Sudahkah kita sebagai warga negara telah berpodaman kepada perundang-undang yang berlaku dalam menjalankan hak-hak politik kita itu. Jawaban yang sesuai adalah hati nurani dan kejujuran batin, karena hukum positif yang berlaku tidak menjamin bahwa hak- hak politik warga negara telah dilaksanakan. Beberapa kasus dapat kita lihat, seperti korupsi, pelanggaran pemilihan umum, politik uang dalam merebut jabatan dan lain sebagainya hanya dapat dirasakan tetapi sangatlah sulit untuk dibuktikan secara hukum, sehingga terjadi bermacam ketidakadilan. Oleh sebab itu, semua pelanggaran dan kejahatan ini sangat sulit dibrantas melalui jalur hukum, kecuali hanya etika berpolitik yang 16
  • 17. berasaskan nilai-nilai Pancasila yang betul-betul ada keinginan dari setiap warga negara sebagai insan politik mau mengalamankan dalam kehidupan riil dalam masyarakat. Etika politik lebih banyak bergerak dalam wilayah, dimana seseorang secara ikhlas dan jujur melaksanakan hukum yang berlaku tanpa adanya rasa takut kepada sanksi daripada hukum yang berlaku. Dalam demokrasi liberal, sering ditemukan apabila seseorang kepala pemerintahan gagal melaksanakan tugasnya sesuai dengan janjinya saat kampanye pemilihan umum, atau dituduh terlibat korupsi yang belum sampai dibuktikan di pengadilan, maka pemimpin itu mengundurkan diri. Ada suatu pandangan dalam demokrasi liberal bahwa jabatan publik (Perdana Menteri, anggota parlemen, hakim, pegawai birokrasi dan lain-lain) di anggap suci, mulia dan terhormat dalam negara. Oleh sebab itu, setiap orang yang berkeinginan atau sedang menduduki jabatan tersebut harus bersih dan jujur. Apabila ada tuduhan masyarakat bahwa seseorang pejabat publik tidak bersih, maka hati nurani pejabat tersebut langsung mengundurkan diri. Kasus di negara Malaysia tahun 1990an adalah suatu contoh dalam perkara ini, dimana Muhammad bin Muhammad Tahib adalah Gubernur (Menteri Besar) Negara bagian Selangor dituduh melakukan suatu pelanggaran hukum, namun beliau mengundurkan diri dari Gubernur dan kemudian mempertangungjawabkan perbuatannya secara hukum, ternyata tidak bersalah tetapi beliau rela tidak kembalai ke jabatan semua.. Bagaimana dengan Indonesia, dimana ada diantara pejabat publik yang dijatuhi hukuman penjara di pengadilan tingkat rendah belum juga bersedia untuk mengundurkan diri atau banyak pejabat negara baik di DPR maupun eksekutif kurang memenuhi tata tertib, seperti sering absen dan lain sebagainya. Inilah suatu contoh krisis moral dan termasuk juga kepada krisis etika politik. Banyak pengamatan yang dapat dilihat bahwa kerusakan kronis dalam selurh sistem berbangsa dan bernegara pada awal masa reformasi di mana suatu pandangan jabatan yang diduduki sekedar bermakna kekuasan untuk meraih kepentingan berupa status, politik dan uang. Kerusakan pola berfikir dan bertindak dari para petinggi di negeri ini telah mencemaskan hati nurani rakyat banyak, sepeti terbukti bersalah tak mau mundur, salah urus jalan terus,, jika ada kasus dibawah tanggung jawabnya, selalu menyalahkan bawahan dan lain sebagainya. Jabatan kekuasaan seakan-akan untuk diri sendiri bukan diabadikan kepada rakyat. Perlulah kita menoinjau ulang kepemimpinan yang bagaimanakah yang diperlukan dalam kehidupan bernegara kita. Belumada suatu bukti keberhasilan kepeminpinan simbolik, feodalistik dan selebriti dapat menyelesaikan permasalahan berbangsa dan bernegara. Di samping itu dengan perubahan UUD 1945 yang lebih memberdayakan politisi sipil juga harus meningkatkan proses politik yang cantik dala seluruh kehidupan politik. 17
  • 18. Misalnya politik yang berjalan tanpa premanisme dan kekerasan. Khsusnya dalam pelaksaaan Pemilu oleh parati-parati politik, apakah pemilu betul-betul terhindar dari korupsi, KKN, premanisme dan kekerasan politik, politik uang dan cara-cara yang tidak halal lainnya. Inilah suatu ujian bagi partai politik yang ikut pemilu apakah mampu melaksanan seluruh kegiatan politik yang penuh dengan etika politik berdasarkan nilai-nilai luhur Pancasila. Pada hekakatnya etika politik tidak diatur dalam hukum tertulis secara lengkap, tetapi melalui moralitas yang bersumber dari hati nurani, rasa malu kepada masyarakat, rasa takut kepada Tuhan Yang Maha Kuasa . Adanya kemauan dan memiliki itikat baik dalam hidup bernegara, dapat mengukur secara seimbang antara hak yang telah dimiliki dengan kewajiban yang telah ditunaikan, tidak memiliki ambisius yang berlebihan dalam merebut jabatan, namum membekali diri dengan kemampuan secara kompotitif yang terbuka untuk menduduki suatu jabatan, tidak melakukan cara-cara yang terlarang, seperti penipuan untuk memenangkan persaingan politik. Dengan kata lain tidak menghalalkan segala macam cara untuk mencapai suatu tujuan politik. Fungsi etika politik dalam masyarakat terbatas pada penyediaan alat-alat teoritis untuk mempertanyakan serta menjelaskan legitimasi politik secara bertanggung jawab. Jadi tidak berdasarkan emosi, prasangka dan apriori, melainkan secara rasional, obyektif dan argumentif. Etika politik tidak langsung mencampuri politik praktis. Tugas etika politik membantu agar pembahasan masalah-masalah ideologis dapat dijalankan secara obyektif, etika politik dapat memberikan patokan orientasi dan pegangan normatif bagi mereka yang memang mau menilai kualitas tatanan dan kehidupan politik dengan tolak ukur martabat manusia atau mempertanyakan legitimasi moral perlbagai keputusan politik. Suatu keputusan bersifat politis apabila diambil dengan memperhatikan kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Hukum dan kekuasan negara merupakan pembahasan utama etika politik. Hukum sebagai lembaga penata masyarakat yang normatif, kekuasaan negara sebgai lembaga penata masyarakat yang efektif sesuai dengan struktur ganda kemampuan manusia (makhluk individu dan sosial). Jadi etika politik membahas hukum dan kekuasaan. Sebetulnya keduanya tidak terpisah, Hukum tanpa kekuasan negara tidak dapat berbuat apa-apa, sifatnya normatif belaka, hukum tidak mempunyai kemampuan untuk bertindak. Sedangkan negara tanpa hukum adalah buta. Negara yang memakai kekuasaannya diluar hukum sama dengan manusia yang berbuat tanpa pengertian. Negara semacam itu menjadi negara penindas dan sangat mengerikan. 18
  • 19. Prinsip-prinsip etika politik yang menjadi titik acuan orientasi moral bagi suatu negara adalah adanya cita-cita “the rule of law”, partisipasi demokratis masyarakat, jaminan hak- hak asasi manusia menurut kekhasan paham kemanusiaan dan struktur sosial budaya masyarakat masing-masing dan keadilan sosial. 2. Legitimasi Kekuasaan Pokok permasalahan etika politik adalah legitimasi etis kekuasaan, yang dapat dirumuskan dengan suatu pertanyaan: dengan moral apa seseorang atau sekelompok orang memegang dan menggunakan yang mereka miliki? Betapa besarnya kekuasaan yang dimiliki seseorang, dia harus berhadapat dengan tuntutan untuk mempertanggungjawabkannya. Paham pertanggungjawaban menyatakan bahwa penguasa memang memiliki kekuasaan dan bahwa masyarakat berhak untuk menuntut pertanggungjawaban. Dalam etikan politik, kekuatan batin penguasa berpancaran sebagai wibawa ke dalam masyarakat. Rakyat dapat merasakannya. Penguasa dianggap memiliki kekuatan-kekuatan tertentu. Wibawa penguasa itu bukan suatu yang sekedar psikis atau mistik melainkan ditunjang oleh kemampuannya untuk mengerahkan kekuatan fisik. Ia dapat mengatur dan mengorganisir orang banyak dan memastikan kemampuannya itu dengan ancam,an atau sanksi nya terhadap mereka yang mau membangkang. Kewibawan penguasa yang paling menyakinkan adalah keselarasan sosial, yaitu tidak terjadi keresahan dalam masyarakat. Segala bentuk kritik, ketidak puasan, tantangan, perlawanan dan kekacauan merupakan tanda bahwa masyarakat resah. Sebaliknya keselarasan nampak apabila masyarakat merasa tenang, tenteram dan sejahtera. Budi luhur penguasa nampak dalam cara ia menjalankan pemerintahannya. Sesuai dengan sifat dan hakekat kekuasaan sendiri cara pemakaiannya secara halus. Kehalusan pemerintahan diharapkan dapat mencapai keadaan sejahtera, adil dan tenteran dalam masyarakat tanpa perlu memakai cara-cara kasar.. Penyusutan kekuasan seorang penguasa akan dihubungkan dengan pamrih yang berlebihan, karena pamrih menunjukkan bahwa ia tidak lagi sanggup untuk memusatkan diri pada alam batin atau hati nurani yang sebenarnya. Karena pamrih penguasa untuk menyadap kekuatan-kekuatan alam semesta semakin berkurang sampai akhirnya ia kehilangan kekuasaannya. Oleh sebab itulah sejarah telah membuktikan sekuat-kuatnya seorang penguasa pada titik puncaknya, namun diakhirnya dia akan jatuh bagaikan tidak bermaya. Maka oleh sebab itu, bahaya besar bagi kedudukan penguasa tidak berasal dari musuh di luar atau faktor obyektif dalam masyarakat, melainkan dari kemerosotan akhlak 19
  • 20. dan budi pekerti penguasa itu sendiri. Apabila ia menyelahgunakan kedudukkannya untuk memperkaya diri dan keluarganya, ia membuktikan bahwa secara batiniah sudah miskin. Begitu juga kalu kekuasannya merosot menjadi sistem penghisapan kekayaan dan tenaga masyarakat demi keuntungan material, maka hakikat keuasaan yang sempurna sudah menguap hilang. Jadi secara etika politik seorang penguasa yang sesungguhnya adalah keluhuran budinya. Legitimasi kekuasaan meliputi: a. legitimasi etis, yaitu pembenaran atau pengabsahan wewenang negara (kekuasaan negara) berdasarkan prinsip-prinsip moral. b. Legitmimasi legalitas, yaitu keabsahan kekuasaan itu berkaitan dengan fungsi-fungsi kekuasaan negara dan menuntut agar fungsi-fungsi itu diperoleh dan dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku. Tuntutan legalitas itu merupakan tuntutan etika politik. Namun, legalitas semata-mata tidak dapat menjamin legitimasi etis, karena legalitas menggunakan hukum yang berlaku (hukum positif). Padahal belum tentu bahwa hukum yang berlaku sendiri dapat dibenarkan secara etis. Oleh sebab itu, hukum dalam kerangka etika politik adalah hukum yang berkeadilan dengan fungsinya untuk memanusiakan penggunaan kekuasaan. Karena adanya hukum, kehidupan bersama masyarakat tidak ditentukan semata-mata oleh kepentingan mereka yang kuat, melainkan oleh suatu aturan rasional yang seoptimal mungkin menjamin kepentingan semua pihak. 3. Moralitas Kekuasaan Legitimasi etis mempersoalkan keabsahan kekuasaan politik dari segi norma-norma moral. Legitimasi ini muncul dalam konteks bahwa setiap tindakan negara baik dari legislatif maupun eksekutif dapat dipertanyakan dari segi norma-norma moral. Tujuannya adalah agar kekuasaan itu mengarahkan kekuasaan ke pemakaian kebijaksanaan dan cara-cara yang semakin sesuai dengan tuntutan-tuntutan kemanusiaan yang adil dan beradab. Pada zaman sekarang (modern) tuntutan legitimasi moral merupakan salah satu untuk pokok dalam kesadaran bermasyarakat. Anggapan bahawa negara hanya boleh bertindak dalam batas-batas hukum, bahawa hukum harus menghormati hak asasi manusia, begitu pula pelbagai penolakan terhadap kebijaksanaan politik tertentu, seperti isu ketidak adilan sosial, semua berwujud tuntutan agar negara melegitimasikan diri secara moral. Dalam hal inilah kalanagan paham agama secara klasik membuat rumusan bahawa “kita harus lebih taat kepada Allah daripada kepada manusia”. 20
  • 21. Moralitas kekuasaan lebih banyak ditentukan oleh nilai-nilai yang diyakini kebenarannya oleh masyarakat. Apabila masyarakatnya adalah masyarakat religius, maka ukuran apakah penguasan itu memiliki etika politik tidak lepas dari moral agama yang dianut oleh masyarakatnya. Oleh sebab itu, pernyataan-pernyataan yang sering dilontarkan oleh umat beragama adalah bahawa kekuasaan itu adalah amanah dari Allah dan harus dipertanggung jawabkan kepadaNya kelak. Di samping terdapat juga ungkapan dari tradisi masyarakat yang menyatakan “raja adil raja disembah, raja zalim raja disanggah”. Makna dari ungkapan ini tidak lepas dari kemuliaan dan kebaikan seseorang penguasa sangat ditentukan oleh masyarakatnya, tentunya sikap masyarakat tersebut dilandasi oleh moralitas yang hidup dalam masyarakat tersebut. Oleh sebab itu, alat pengukur etika politik yang dilaksanakan oleh penguasa ditentukan oleh nilai, moral dan norma yang berkembang dalam masyarakat. Pada hakikatnya kekuasaan memiliki hati nurani, yaitu keadilan dan memakmuran rakyat, apabila kehilangan hati nurani tersebut maka kekuasan yang terlihat perebutan kekuasaan semata-mata yang dilumuri oleh intrik, fitnah, dengki, caci maki dan iri hati. Sehingga kekuasaan akan merusak tatatan kerukuan hidup masyarakat. Apabila hati nurani kekuasaan melekat pada nurani seorang penguasa, maka kekuasaan adalah milik rakyat sehingga akan melahirkan martabat, harga diri dan rezeki. E. STUDI KASUS KORUPSI Situasi negara Indonesia saat ini begitu memprihatinkan.Begitu banyak masalah menimpa bangsa ini dalam bentuk krisis yang multidimensional.Krisis ekonomi, politik, budaya, sosial, hankam, pendidikan dan lain-lain, yang sebenarnya berhulu pada krisis moral.Tragisnya, sumber krisis justru berasal dari badanbadan yang ada di negara ini, baik eksekutif, legislatif maupun yudikatif, yang notabene badan-badan inilah yang seharusnya mengemban amanat rakyat.Setiap hari kita disuguhi beritaberita mal-amanah yang dilakukan oleh orang-orang yang dipercaya rakyat untuk menjalankan mesin pembangunan ini. Sebagaimana telah dikatakan bahwa moralitas memegang kunci sangat penting dalam mengatasi krisis. Kalau krisis moral sebagai hulu dari semua masalah, maka melalui moralitas pula krisis dapat diatasi.Indikator kemajuan bangsa tidak cukup diukur hanya dari kepandaian warganegaranya, tidak juga dari kekayaan alam yang dimiliki, namun hal yang lebih mendasar adalah sejauh mana bangsa tersebut memegang teguh moralitas.Moralitas memberi dasar, warna sekaligus penentu arah tindakan suatu bangsa.Moralitas dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu moralitas individu, moralitas sosial dan moralitas mondial. 21
  • 22. Moralitas individu lebih merupakan kesadaran tentang prinsip baik yang bersifat ke dalam, tertanam dalam diri manusia yang akan mempengaruhi cara berpikir dan bertindak. Seorang yang memiliki moralitas individu yang baik akan muncul dalam sikap dan perilaku seperti sopan, rendah hati, tidak suka menyakiti orang lain, toleran, suka menolong, bekerja keras, rajin belajar, rajin ibadah dan lain-lain. Moralitas ini muncul dari dalam, bukan karena dipaksa dari luar. Bahkan, dalam situasi amoral yang terjadi di luar dirinya, seseorang yang memiliki moralitas individu kuat akan tidak terpengaruh. Moralitas individu ini terakumulasi menjadi moralitas sosial, sehingga akan tampak perbedaan antara masyarakat yang bermoral tinggi dan rendah. Adapun moralitas mondial adalah moralitas yang bersifat universal yang berlaku di manapun dan kapanpun, moralitas yang terkait dengan keadilan, kemanusiaan, kemerdekaan, dan sebagainya. Moralitas sosial juga tercermin dari moralitas individu dalam melihat kenyataan sosial.Bisa jadi seorang yang moral individunya baik tapi moral sosialnya kurang, hal ini terutama terlihat pada bagaimana mereka berinteraksi dengan masyarakat yang majemuk. Sikap toleran, suka membantu seringkali hanya ditujukan kepada orang lain yang menjadi bagian kelompoknya, namun tidak toleran kepada orang di luar kelompoknya. Sehingga bisa dikatakan bahwa moral sosial tidak cukup sebagai kumpulan dari moralitas individu, namun sesungguhnya lebih pada bagaimana individu melihat orang lain sebagai manusia yang memiliki harkat dan martabat kemanusiaan yang sama. Moralitas individu dan sosial memiliki hubungan sangat erat bahkan saling tarik-menarik dan mempengaruhi.Moralitas individu dapat dipengaruhi moralitas social, demikian pula sebaliknya.Seseorang yang moralitas individunya baik ketika hidup di lingkungan masyarakat yang bermoral buruk dapat terpengaruh menjadi amoral.Kenyataan seperti ini seringkali terjadi pada lingkungan pekerjaan. Ketika lingkungan pekerjaan berisi orang orang yang bermoral buruk, maka orang yang bermoral baik akan dikucilkan atau diperlakukan tidak adil. Seorang yang moralitas individunya lemah akan terpengaruh untuk menyesuaikan diri dan mengikuti. Namun sebaliknya, seseorang yang memiliki moralitas individu baik akan tidak terpengaruh bahkan dapat mempengaruhi lingkungan yang bermoral buruk tersebut. Moralitas dapat dianalogikan dengan seorang kusir kereta kuda yang mampu mengarahkan ke mana kereta akan berjalan. Arah perjalanan kereta tentu tidak lepas dari ke mana tujuan hendak dituju. Orang yang bermoral tentu mengerti mana arah yang akan dituju, sehingga pikiran dan langkahnya akan diarahkan kepada tujuan tersebut, apakah tujuannya hanya untuk kesenangan duniawi diri sendiri saja atau untuk kesenangan orang lain atau lebih jauh untuk kebahagiaan ruhaniah yang lebih abadi, yaitu pengabdian pada Tuhan. 22
  • 23. Pelajaran yang sangat berharga dapat diteladani dari para pendahulu kita yang berjuang demi meraih kemerdekaan.Moralitas individu dan sosial yang begitu kuat dengan dipayungi moralitas mondial telah membuahkan hasil dari cita-cita mereka, meskipun mereka banyak yang tidak sempat merasakan buah perjuangannya sendiri.Dasar moral yang melandasi perjuangan mereka terabadikan dalam Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang termuat dalam alinea-alineanya. Alinea pertama, “bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa, oleh karena itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.Alinea ini menjadi payung moral para pejuang kita bahwa telah terjadi pelanggaran hak atas kemerdekaan pada bangsa kita. Pelanggaran atas hak kemerdekaan itu sendiri merupakan pelanggaran atas moral mondial, yaitu perikemanusiaan dan perikeadilan. Apapun bentuknya penjajahan telah meruntuhkan nilai-nilai hakiki manusia.Apabila ditilik dari Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 tampak jelas bahwa moralitas sangat mendasari perjuangan merebut kemerdekaan dan bagaimana mengisinya.Alasan dasar mengapa bangsa ini harus merebut kemerdekaan karena penjajahan bertentangan dengan nilai kemanusiaan dan keadilan (alinea I).Secara eksplisit founding fathers menyatakan bahwa kemerdekaan dapat diraih karena rahmat Allah dan adanya keinginan luhur bangsa (alinea III).Ada perpaduan antara nilai ilahiah dan nilai humanitas yang saling berkelindan. Selanjutnya, di dalam membangun negara ke depan diperlukan dasar-dasar nilai yang bersifat universal, yaitu nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Moralitas, saat ini menjadi barang yang sangat mahal karena semakin langka orang yang masih betul-betul memegang moralitas tersebut.Namun dapat juga dikatakan sebagai barang murah karena banyak orang menggadaikan moralitas hanya dengan beberapa lembar uang.Ada keterputusan (missing link) antara alinea I, II, III dengan alinea IV.Nilai- nilai yang seharusnya menjadi dasar sekaligus tujuan negara ini telah digadaikan dengan nafsu berkuasa dan kemewahan harta. Egoisme telah mengalahkan solidaritas dan kepedulian pada sesama.Lalu bagaimana membangun kesadaran moral anti korupsi berdasarkan Pancasila?Korupsi secara harafiah diartikan sebagai kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian (Tim Penulis Buku Pendidikan anti korupsi, 2011: 23).Kasus korupsi yang terjadi di Indonesia semakin menunjukkan ekskalasi yang begitu tinggi.Oleh karenanya, penyelesaian korupsi harus diselesaikan melalui beragam cara/pendekatan, yang dalam hal ini saya menggunakan istilah pendekatan eksternal maupun internal. 23
  • 24. Pendekatan eksternal yang dimaksud adalah adanya unsur dari luar diri manusia yang memiliki kekuatan ‘memaksa’ orang untuk tidak korupsi. Kekuatan eksternal tersebut misalnya hukum, budaya dan watak masyarakat. Dengan penegakan hukum yang kuat, baik dari aspek peraturan maupun aparat penegak hokum, akan mengeliminir terjadinya korupsi. Demikian pula terciptanya budaya dan watak masyarakat yang anti korupsi juga menjadikan seseorang enggan untuk melakukan korupsi.Adapun kekuatan internal adalah kekuatan yang muncul dari dalam diri individu dan mendapat penguatan melalui pendidikan dan pembiasaan.Pendidikan yang kuat terutama dari keluarga sangat penting untuk menanamkan jiwa anti korupsi, diperkuat dengan pendidikan formal di sekolah maupun non- formal di luar sekolah. Maksud dari membangun kesadaran moral anti korupsi berdasar Pancasila adalah membangun mentalitas melalui penguatan eksternal dan internal tersebut dalam diri masyarakat.Di perguruan tinggi penguatan tersebut dapat dilakukan melalui pendidikan kepribadian termasuk di dalamnya pendidikan Pancasila.Melihat realitas di kelas bahwa mata kuliah Pendidikan Pancasila sering dikenal sebagai mata kuliah yang membosankan, maka dua hal pokok yang harus dibenahi adalah materi dan metode pembelajaran.Materi harus selalu up to date dan metode pembelajaran juga harus inovatif menggunakan metode- metode pembelajaran yang dikembangkan.Pembelajaran tidak hanya kognitif, namun harus menyentuh aspek afektif dan konatif. Nilai-nilai Pancasila apabila betul-betul dipahami, dihayati dan diamalkan tentu mampu menurunkan angka korupsi. Penanaman satu sila saja, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, apabila bangsa Indonesia menyadari jati dirinya sebagai makhluk Tuhan, tentu tidak akan mudah menjatuhkan martabat dirinya ke dalam kehinaan dengan melakukan korupsi. Perbuatan korupsi terjadi karena hilangnya kontrol diri dan ketidakmampuan untuk menahan diri melakukan kejahatan.Kebahagiaan material dianggap segala-galanya disbanding kebahagiaan spiritual yang lebih agung, mendalam dan jangka panjang.Keinginan mendapatkan kekayaan dan kedudukan secara cepat menjadikannya nilai-nilai agama dikesampingkan. Kesadaran manusia akan nilai ketuhanan ini, secara eksistensial akan menempatkan manusia pada posisi yang sangat tinggi. Hal ini dapat dijelaskan melalui hirarki eksistensial manusia, yaitu dari tingkatan yang paling rendah, penghambaan terhadap harta (hal yang bersifat material), lebih tinggi lagi adalah penghambaan terhadap manusia, dan yang paling tinggi adalah penghambaan pada Tuhan. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna tentu tidak akan merendahkan dirinya diperhamba oleh harta, namun akan menyerahkan diri sebagai hamba Tuhan. Buah dari 24
  • 25. pemahaman dan penghayatan nilai ketuhanan ini adalah kerelaan untuk diatur Tuhan, melakukan yang diperintahkan dan meninggalkan yang dilarang-Nya. Penanaman satu nilai tentunya tidak cukup dan memang tidak bisa dalam konteks Pancasila, karena nilai-nilai Pancasila merupakan kesatuan organis yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Dengan demikian, akan menjadi kekuatan moral besar manakala keseluruhan nilai Pancasila yang meliputi nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan dijadikan landasan moril dan diejawantahkan dalam seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalam pemberantasan korupsi. Penanaman nilai sebagaimana tersebut di atas paling efektif adalah melalui pendidikan dan media.Pendidikan informal di keluarga harus menjadi landasan utama dan kemudian didukung oleh pendidikan formal di sekolah dan nonformal di masyarakat.Peran media juga sangat penting karena memiliki daya jangkau dan daya pengaruh yang sangat kuat bagi masyarakat.Media harus memiliki visi dan misi mendidik bangsa dan membangun karakter masyarakat yang maju namun tetap berkepribadian Indonesia. Sesuai dengan Tap. MPR No.VI/MPR/2001 dinyatakan pengertian dari etika kehidupan berbangsa adalah rumusan yang bersumber dari ajaran agama yang bersifat universal dan bilai-nilai budaya bangsa yang terjamin dalam Pancasila sebagai acuan dalam berpikir, bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa. JikaPermasalahanbangsakian menghantui.. HadirkanPancasilaSebagaiSolusi.. Menjadipribadiyangpenuh inspirasi.. Atas segala khilaf saya mohon maaf, Atas segala kasih, saya ucapkan terima kasih.. 25
  • 26. 26