SlideShare a Scribd company logo
1 of 8
Download to read offline
Nurjanani : Kajian Pengendalian Penyakit Layu Bakteri (Ralstonia Solanacearum) Menggunakan Agens Hayati Pada Tanaman Tomat



 
    KAJIAN PENGENDALIAN PENYAKIT LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum)
           MENGGUNAKAN AGENS HAYATI PADA TANAMAN TOMAT




                                                         Nurjanani
                               Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan


                                                          ABSTRAK

Ralstonia solanacearum penyebab penyakit layu pada tomat merupakan salah satu faktor penghambat dalam
peningkatan produksi tomat. Patogen ini memiliki kisaran inang yang luas, dan memiliki kemampuan bertahan hidup
dalam waktu lama di dalam tanah, sehingga patogen tersebut sulit dikendalikan, serta dapat menurunkan hasil dari
5-100%. Pengendalian dengan varietas tahan, pergiliran tanaman, dan penggunaan antibiotik belum memuaskan.
Penggunaan agens hayati merupakan alternatif dalam mengendalikan patogen ini. Pengkajian bertujuan untuk
mengetahui keefektifan P. fluorescens GI-19 B. subtilis, T. viride dan kombinasinya dalam menekan perkembangan
penyakit layu bakteri R. solanacearum pada tomat di lapangan. Pengkajian dilaksanakan di kebun petani, Desa Bulu
Ballea, Kecamatan Tinggi Moncong Kabupaten Gowa pada bulan April sampai Agustus 2009. Rancangan yang
digunakan adalah acak kelompok yang terdiri dari delapan perlakuan yaitu: P0 = kontrol (tanpa agens hayati), P1 = P.
fluorescens GI-19, P2 = B. subtilis, P3 = T. viride, P4= P. fluorescens GI-19 + B. subtilis, P5 = fluorescens GI-19 + T.
viride, P6 = B. subtilis + T. viride, dan P7 = Streptomisin Sulfat 20% (Agrept 20 WP). Setiap perlakuan diulang tiga
kali. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa semua perlakuan secara nyata dapat menekan perkembangan penyakit
layu, namun dengan tingkat yang bervariasi tergantung macam perlakuan. Hasil pengkajian dapat disimpulkan bahwa
(1) Semua agens hayati dan Streptomisin Sulfat 20% yang diuji dapat menekan perkembangan intensitas penyakit
layu bakteri pada tomat, (2) Perlakuan yang efektif mengendalikan penyakit layu bakteri adalah campuran P.
fluorescens GI-19 + B. subtilis, P. fluorescens GI-19 + T. viride, B. subtilis + T. viride, aplikasi tunggal B. subtilis,
dan T. viride; sedang yang agak efektif adalah P. fluorescens dan Streptomisin Sulfat 20%, (3) Agens hayati yang
diaplikasikan bersama dengan agens hayati lainnya tidak selalu lebih efektif daripada agens hayati yang
diaplikasikan secara tunggl.

Kata Kunci: Tomat, layu bakteri, pengedalian, agens hayati



                                                         ABSTRACT

Ralstonia solanacearum causes wilt disease in tomato is one limiting factor in increasing tomato production. This
pathogen has a wide host range, and has the ability to survive long periods in the soil, So the pathogen is difficult
to conrol, and can decrease the results from 5-100%. Control with resistant varieties, crop rotation, and the use
of antibiotics have not been satisfactory. The use of biological agents is an alternative in controlling these
pathogen. The assessment aims to determine the effectiveness of P. fluorescens GI-19, B. subtilis, T. viride and
combinations there of in suppressing the development of bacterial wilt disease R. solanacearum on tomato in the
field. Assessments carried out in the garden farmer, Bulu Ballea Village, Tinggi Moncong district, Gowa regency in
April to August 2009. The design used was a random group of eight treatments are: P0 = control (without
biological agents), P1 = P. fluorescens GI-19, P2 = B. subtilis, P3 = T. viride, P4 = P. fluorescens GI-19 + B. subtilis,
P5 = P. fluorescens GI-19 + T viride, P6 = B. subtilis + T. viride, and P7 = Streptomycin Sulfate 20% (Agrept 20
WP). Each treatment was three replication. The results of the assessment showed that all treatment can
suppress the development of significant wilt disease, but to varying degrees depending on the kind of treatment.
The results of the assessment can be concluded that (1) All biological agents and Streptomycin Sulfate 20%
tested can suppress the development of the intensity of bacterial wilt disease in tomatoes, (2) The treatment
that was effective to control bacterial wilt disease was a mixture of P. fluorescens GI-19 + B. subtilis, P.

                                                                1                                                             
Superman : Suara Perlindungan Tanaman, Vol.1.,No.4.,2011



 
fluorescens GI-19 + T viride, B. subtilis + T. viride, a single application of B. subtilis, and T. viride; than the
treatment that was near effective to control bacteria wilt disease were P. fluorescens and Streptomycin Sulfate
20%, (3) biological agents were applied with other biological agents were not always more effective than biological
agents were applied alone.

Keywords: Tomato, bacterial wilt, control, biological agents



                                                      I. PENDAHULUAN
                 Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai
nilai gizi cukup baik terutama sebagai sumber vitamin A dan C serta dapat dikonsumsi baik dalam bentuk
segar maupun olahan (Puslitbang Hortikultura. 2004). Permintaan konsumen akan buah tomat semakin
meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan kesadaran masyarakat akan
pentingnya gizi serta tumbuhnya berbagai industri pengolahan buah tomat. Untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat dan bahan baku industri, diperlukan upaya peningkatan produksi tomat baik kuantitas,
kualitas maupun kontinuitas.
         Tomat dapat ditanam mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi, baik dalam skala kecil
maupun skala besar. Ralstonia solanacearum atau nama terdahulu Pseudomonas solanacearum (Smith)
merupakan salah satu faktor penghambat dalam peningkatan produksi tomat. R. solanacearum memiliki
kisaran inang yang sangat luas yaitu meliputi lebih dari 200 spesies tanaman dan gulma dalam 33 famili
(McCarter. 1996). Beberapa di antara inang tersebut adalah tomat, kentang, kacang tanah, cabai,
terong, tembakau, pisang, tanaman hias dan gulma (Kelman. 1953). Di samping kisaran inangnya yang luas,
R. solanacearum juga memiliki kemampuan bertahan hidup dalam waktu lama di dalam tanah yang
menyebabkan patogen tersebut sulit dikendalikan. Penurunan hasil akibat serangan R. solanacearum
pada tomat berkisar antara 5 – 100% (Puslitbang Hortikultura. 1994), tergantung varietas dan cara
pengelolaan tanaman.
         Pengendalian yang telah dilakukan terhadap penyakit layu bakteri ini antara lain adalah
penggunaan varietas tahan, pergiliran tanaman, dan penggunaan antibiotika, namun hasilnya belum
memuaskan (Semangun. 1989). Oleh karena itu, penggunaan agens hayati diharapkan dapat menjadi salah
satu alternatif dalam pengendalian penyakit tersebut. Menurut Nesmith & Jenkins (1985) bakteri
fluorescens Pseudomonas spp., Bacillus sp., dan cendawan Trichoderma sp. dapat menghambat
pertumbuhan R. solanacearum di media agar. Selanjutnya Anuratha & Gnanamanickam (1990) melaporkan
bahwa aplikasi P. fluorescens strain Pfcp dan Bacillus spp. dapat menekan penyakit layu oleh R.
solanacearum, sehingga persentase tomat yang bertahan hidup dapat mencapai 95% pada percobaan
rumah kaca dan 36% pada percobaan di lapangan. Sementara itu Mulya (1997) melaporkan bahwa daya
proteksi P. fluorescens PfG32 terhadap R. solanacearum pada tomat dapat mencapai 49,06%.
         Salah satu pendekatan untuk meningkatkan keefektifan agens hayati adalah dengan aplikasi
campuran satu agens hayati dengan agens hayati lainnya yang mempunyai potensi biokontrol superior.
Sebagai contoh aplikasi campuran P. fluorescens strain 2-79 dengan 13-79 dapat menekan intensitas
penyakit take-all pada gandum sampai 50%, lebih tinggi dibanding dengan strain 2-79 yang diaplikasikan
secara tunggal. Demikian pula dengan aplikasi campuran P. fluorescens dengan Trichoderma spp.
penekanannya terhadap penyakit take-all          pada gandum lebih tinggi dibanding dengan apabila
diaplikasikan sendiri-sendiri (Duffy et al. 1996).
Tujuan
        Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan P. fluorescens GI-19, B. subtilis, T.
viride dan kombinasinya dalam menekan perkembangan penyakit layu bakteri R. solanacearum pada
tomat di lapangan

                                                            2
Nurjanani : Kajian Pengendalian Penyakit Layu Bakteri (Ralstonia Solanacearum) Menggunakan Agens Hayati Pada Tanaman Tomat



 
                                             II. BAHAN DAN METODE
       Pengkajian dilaksanakan di kebun petani, Desa Bulu Ballea, Kecamatan Tinggi Moncong
Kabupaten Gowa pada bulan April sampai Agustus 2009. Rancangan yang digunakan adalah acak
kelompok yang terdiri dari delapan perlakuan yaitu: P0 = kontrol (tanpa agens hayati), P1 = P.
fluorescens GI-19, P2 = B. subtilis, P3 = T. viride, P4= P. fluorescens GI-19 + B. subtilis, P5 =
fluorescens GI-19 + T. viride, P6 = B. subtilis + T. viride, dan P7 = Streptomisin Sulfat 20% (Agrept 20
WP). Masing-masing perlakuan diulang tiga kali.

Aplikasi Agens Hayati
         P. fluorescens GI-19, B. subtilis dan Streptomisin Sulfat 20% diaplikasikan dengan pencelupan
benih ke dalam suspensi bahan-bahan tersebut yang telah dicampur dengan 1 ml carboxymethyl
cellulose (CMC) atau penyiraman bibit pada 5 hari sebelum tanam. Sementara itu T. viride diaplikasikan
dengan cara pencampuran benih yang telah diberi 1 ml CMC dengan biakan cendawan tersebut (2,5 g
biakan/100 biji benih) dan infestasi biakan cendawan tersebut sebanyak 1 g/kantung medium tumbuh
bibit tomat 5 hari sebelum tanam. Pada perlakuan pencampuran agens hayati, masing-masing
diaplikasikan setengah dari jumlah agens hayati yang diaplikasikan pada perlakuan tunggal.
Pengamatan
       Pengamatan dilakukan terhadap intensitas penyakit layu. Perkembangan intensitas penyakit
diamati setiap minggu sejak munculnya gejala. Intensitas penyakit dihitung dengan menggunakan rumus
(Gunawan. 1989):

               A1n1 + a2n2 + .......... + annn
         IP = ------------------------------------- x 100%
                       5 x total tanaman

       IP = Intensitas penyakit
        a = nilai skoring tiap tanaman
        n = jumlah tanaman dengan nilai skoring tertentu.
Kategori serangan berdasarkan nilai skoring yang ditentukan sebagai berikut:
       0 = tidak ada serangan
       1 = satu daun layu
       2 = dua atau tiga daun layu
       3 = semua daun layu kecuali daun ke dua dan ke tiga termuda
       4 = semua daun layu
       5 = tanaman mati

        Keefektifan relatif pengendalian (KRP) agens hayati dan Streptomisin Sulfat 20% terhadap
bakteri layu (R. solanacearum) dihitung menggunakan rumus (Unterstenhofer. 1976) sebagai berikut:

                 IS Ko - IS P
         KRP = ---------------- X 100%
                    IS Ko

         KRP = Keefektifan relatif pengendalian
         IS Ko = Intensitas serangan pada petak kontrol
         IS P = Intensitas serangan pada petak perlakuan.
                                                                3                                                             
Superman : Suara Perlindungan Tanaman, Vol.1.,No.4.,2011



 

Analisis Data
         Untuk menguji pengaruh perlakuan terhadap respon yang diamati dilakukan analisis sidik ragam
dengan menggunakan Statistical Analysis System (SAS) proram. Selanjutnya untuk mengetahui
perbedaan nilai tengah antar perlakuan dilakukan uji Duncan pada alfa = 0,05.
        Kriteria keefektifan pengendalian tiap perlakuan ditentukan sebagai berikut:

                                   Tabel 1. Kriteria keefektifan relatif pengendalian

                      Nilai keefektifan relatif
                                                                       Kategori keefektifan
                         Pengendalian (KRP)
                              KRP ≥ 80%                                   Sangat efektif
                          60%≤ KRP < 80%                                     Efektif
                          40% ≤ KRP < 60%                                  Agak efektif
                          20% ≤ KRP < 40%                                 Kurang efektif
                              KRP < 20%                                   Tidak efektif

                                             III. HASIL DAN PEMBAHASAN
         Hasil analisis sidik ragam terhadap intensitas penyakit layu bakteri R. solanacearum diketahui
bahwa jenis agens hayati memberikan pengaruh nyata. Intensitas penyakit layu pada seluruh petak
percobaan terus meningkat sejak 2 MST, namun dengan laju yang bervariasi dipengaruhi oleh macam
perlakuan.
         Data Tabel 2 menunjukkan bahwa semua perlakuan secara nyata dapat menekan perkembangan
penyakit layu, namun dengan tingkat yang bervariasi. Berdasarkan intensitas penyakit pada pengamatan
terakhir (6 MST) diketahui bahwa dalam menekan terjadinya layu dengan aplikasi tunggal B. subtilis
cenderung lebih baik dibanding P. fluorescens GI-19 dan T. viride serta secara nyata lebih baik
daripada Streptomisin Sulfat 20%. Sementara itu dalam aplikasi campuran B. subrilis + P. fluorescens
GI-19 keefektifannya dalam menekan terjadinya layu cenderung meningkat dibanding aplikasi B. subtilis
atau P. fluorescens GI-19 secara tunggal. Demikian pula aplikasi campuran P. fluorescens GI-19 + T.
viride nyata lebih baik daripada aplikasi P. fluorescens GI-19 atau T. viride secara tunggal. Namun
aplikasi campuran B. subtilis + T. viride keefektifannya dalam menekan layu bakteri cenderung menurun
dibanding B. subtilis atau sama dengan aplikasi T. viride yang diaplikasikan secara tunggal. Peningkatan
penekanan terhadap penyakit layu pada perlakuan campuran agens hayati disebabkan di dalam tanah,
selain R. solanacearum juga terdapat berbagai jenis nematoda terutama nematoda puru akar
(Meloidogyne sp.). Banyak hasil penelitian yang menunjukkan bahwa serangan nematoda dapat memicu
terjadinya layu oleh R. solanacearum. Semakin banyak populasi nematoda, maka semakin tinggi intensitas
penyakit layu bakteri (Mustika. 1992). Dengan tertekannya nematoda puru akar maka infeksi R.
solanacearum juga dapat berkurang. Penekanan populasi M. incognita oleh T. viride telah dilaporkan oleh
Adnan et al. (1998).
         Bacillus spp. telah dilaporkan termasuk kelompok bakteri penghasil antibiotik yang potensial
sebagai agens hayati. Kelompok bakteri ini pada umumnya diaplikasikan pada benih dan telah dilaporkan
selain menekan berbagai patogen tular tanah seperti F. oxysporum, Rhizoctonia solani, Botrytis cinera,
Gaeumannomyces graminis var. triciti dan Pythium sp., juga memproduksi hormon yang dapat memacu
pertumbuhan tanaman (Kim et al. 1997).




                                                           4
Nurjanani : Kajian Pengendalian Penyakit Layu Bakteri (Ralstonia Solanacearum) Menggunakan Agens Hayati Pada Tanaman Tomat



 
                Tabel 2. Pengaruh jenis agens hayati dan Streptomisin Sulfat 20% terhadap
                         intensitas penyakit layu bakteri (R. solanacearum) pada tomat

                                                                    Minggu setelah tanam (MST)1)
                        Perlakuan
                                                        2               3          4        5                  6

          Kontrol                                     3,15a           9,45a       20,37a       30,74a       37,04a

          P. fluorescens GI-19                       0,74b            3,33b       8,52b        12,96b       15,74bc

          B. subtilis                                0,00b            1,11b      4,26cde       8,89bc       11,18bc

          T. viride                                  0,37b            1,67b       6,85bc       12,23b       14,07bc

          P. fluorescens GI-19 +                     0,15b            1,29b       3,89de        6,66c        7,78d
          B. subtilis

          P. fluorescens GI-19 +                     0,37b            1,29b       3,52e         6,85c        8,70d
          T. viride

          B. subtilis + T. viride                    0,37b            1,67b      5,37bcd       9,99b        12,41bc

          Streptomisin Sulfat 20%                    0,74b            2,04b      5,93bcd       13,89b       17,78b


           Angka yang diikuti huruf sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata pada
           taraf 5% berdasarkan uji Duncan
           1
             ) Data diuji setelah ditransformasi ke Arcsin Akar x

         Keefektifan pengendalian agens hayati dan kombinasinya serta Sreptomisin Sulfat 20% cukup
bervariasi (Tabel 3). P. fluorescens GI-19 tergolong agak efektif menekan R. solanacearum dan
keefektifannya sama dengan Streptomisin Sulfat 20%, sedangkan campuran P. fluorescens GI-19 + B.
subtilis, P. fluorescens GI-19 + T. viride, B. subtilis + T. viride, dan B. subtilis secara tunggal, tergolong
efektif dalam menekan R. solanacearum.
         Jenis agens hayati dan Streptomisin Sulfat 20% menunjukkan pengaruh yang bervariasi
terhadap total bobot buah tomat (Tabel 4) dan bobot 10 buah tomat (Tabel 4). Berdasarkan uji Duncan
pada taraf 5%, semua jenis agens hayati berpengaruh nyata lebih baik terhadap produksi buah tomat
dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan Streptomisin Sulfat 20%. Total bobot buah tomat teringgi
diperoleh dari petak perlakuan aplikasi campuran P. fluorescens GI-19 + B. subtilis, dan campuran P.
fluorescens GI-19 + T. viride, namun total produksi pada perlakuan campuran P. fluorescens GI-19 + T.
viride tidak berbeda nyata dengan perlakuan agens hayati lainnya. Demikian pula berat 10 buah tomat
juga tertinggi diperoleh dari petak perlakuan aplikasi campuran P. fluorescens GI-19 + B. subtilis
meskipun tidak berbeda nyata dengan perlakuan campuran P. fluorescens GI-19 + T. viride, P.
fluorescens GI-19 dan pencampuran B. subtilis + T. viride, namun berbeda nyata dengan perlakuan
lainnya.




                                                                5                                                             
Superman : Suara Perlindungan Tanaman, Vol.1.,No.4.,2011



 
         Tabel 3. Keefektifan relatif (%) pengendalian agens hayati dan Streptomisin Sulfat 20%
                  terhadap intensitas penyakit layu bakteri (R. solanacearum) pada tomat

                                                                     Minggu setelah tanam (MST)1)
                        Perlakuan
                                                           2             3          4        5         6

          P. fluorescens GI-19                         73,38b         64,73a     53,86b    55,68b    56,91bc

          B. subtilis                                  100,00a        89,53a    77,47ab    69,19ab   68,80ab

          T. viride                                    86,69ab        82,30a    62,46ab    60,24b    60,25bc

          P. fluorescens GI-19 +                       94,72ab        87,13a    79,73ab    77,38a    78,75a
          B. subtilis

          P. fluorescens GI-19 +                       86,69ab        87,13a     81,34a    76,26a    75,67a
          T. viride

          B. subtilis + T. viride                      86,69ab        86,69a     73,15ab   67,30ab   66,38ab

          Streptomisin Sulfat 20%                      77,18ab        77,18a     70,17ab   52,63b    50,92c


              Angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada
              taraf 5% berdasarkan uji Duncan
              1
                ) Data diuji setelah ditransformasi ke Arcsin Akar x

        Data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa bobot 10 buah tomat pada semua perlakuan nyata lebih
tinggi daripada kontrol dan cenderung lebih tinggi daripada perlakuan Streptomisin Sulfat 20%. Hal ini
diduga disebabkan agens hayati selain dapat menghasilkan antibiotik yang dapat menekan pertumbuhan
patogen, juga diduga menghasilkan zat yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman termasuk ukuran
buah, sehingga berat buah juga meningkat. Campbell (1989) mengemukakan bahwa Pseudomonas sp. Yang
diaplikasikan pada benih dapat meningkatkan berat kering tanaman. Selanjutnya Pierson et al. (1994)
melaporkan bahwa beberapa isolat P. fluorescens yang diaplikasikan pada benih gandum untuk
pengendalian penyakit take-all terbukti dapat meningkatkan tinggi tanaman dan hasilnya.

                                             IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
    1. Semua agens hayati dan Streptomisin Sulfat 20% yang diuji dapat menekan perkembangan
       intensitas penyakit layu bakteri pada tomat.
    2. Perlakuan yang efektif mengendalikan penyakit layu bakteri adalah campuran P. fluorescens GI-
       19 + B. subtilis, P. fluorescens GI-19 + T. viride, B. subtilis + T. viride, aplikasi tunggal B.
       subtilis, dan T. viride; sedang yang agak efektif adalah P. fluorescens dan Streptomisin Sulfat
       20%.
    3. Agens hayati yang diaplikasikan bersama dengan agens hayati lainnya tidak selalu lebih efektif
       daripada agens hayati yang diaplikasikan secara tunggl.



                                                                 6
Nurjanani : Kajian Pengendalian Penyakit Layu Bakteri (Ralstonia Solanacearum) Menggunakan Agens Hayati Pada Tanaman Tomat



 
                   Tabel 4. Rataan bobot buah dan bobot 10 buah dalam berbagai Perlakuan
                            jenis agens hayati dan Streptomisin Sulfat 20%

                                                                   Respon yang diamati *)
                       Perlakuan
                                                     Total berat buah (kg)        Berat 10 buah (kg)
         Kontrol                                             0,60c                        0,53b

         P. fluorescens GI-19                                  1,22b                              0,83ab

         B. subtilis                                           1,31b                              0,74bc

         T. viride                                             1,28b                              0,75bc

         P. fluorescens GI-19 +                                1,74a                              0,92a
         B. subtilis

         P. fluorescens GI-19 +                               1,44ab                              0,84ab
         T. viride

         B. subtilis + T. viride                               1,18b                             0,80abc

         Streptomisin Sulfat 20%                               0,83c                              0,69c


          Angka yang diikuti huruf sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata pada
          taraf 5% berdasarkan uji Duncan
          *)
             kg per 12 tanaman

Saran
       Perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut tentang mekanisme penekanan B. subtilis dan T. viride
terhadap R. solanacearum dan patogen lainnya yang berassosiasi dengan R. solanacearum tersebut pada
tomat. Demikian pula pengkajian aspek ekologi P. fluorescens GI-19, dan T. viride, serta formulasi yang
tepat untuk memudahkan penggunaannya oleh petani. Pengendalian patogen lainnya terutama
Phytophthora infestans baik di petak pengkajian maupun di petak produksi juga perlu mendapat
perhatian.

                                                 V. DAFTAR PUSTAKA
Adnam AM, Suseno R, Tjitrosoma S, Hadi S, Wardojo S, Rambe A. 1998. Pengaruh infestasi ganda
      Meloidogyne incognita dan cendawah pengkoloni nematoda puru akar pada pertumbuhan kedelai.
      Bul HPT 10 (1): 29-37.
Anuratha CS, Gnanamanickam. 1990. Biological control of bacterial wilt caused by Pseudodmonas
       solanacearum in India wit antagonistic bacteria. J. Plant an Soil 124: 109-116.
Campbell R. 1989. Biolocical control of microbial plant pathogens. Cambridge Univ. Pr: 137-144.
Duffy BK, Simon A, Weller DM.       1996. Combination of Trichoderma koningii with fluorescens
      pseudomonas for control of take-all on wheat. Phytopathology 86: 188-194.


                                                                7                                                             
Superman : Suara Perlindungan Tanaman, Vol.1.,No.4.,2011



 


Gunawan OS. 1989. Pengendalian penyakit layu bakteri Pseudomonas solanacearum EF SMITH pada
      tanaman tomat dengan Agrimisina 15/1,5 WP di Dago Bandung. Bul Hort 17(3): 41-44.
Kelman A. 1953. The bacterial wilt caused by Pseudomonas solanacearum. A. Literature Rev and
       Bibliography. NC Agr Exp Stn Tech Bull: 99.
Kim DS, Weller DM, Cook RJ. 1977. Population dynamics of Bacillus sp. L324-92R12 and Pseudomonas
       fluorescens 2-79 RN10 in the rhizosphere of wheat. Phytopathol 87 (5): 559-567.
McCarter SM. 1996. Bacterial wilt. Di dalam: Jones JB, Stall RE, Zotter TA, editor. Compendium of
      tomato diseases. Am Phytopathol Soc. APS Pr: 28-29.
Mulya K. 1997. Penekanan perkembangan penyakit layu bakteri tomat oleh Pseudomonas fluorescens. J
       Hort 7(2): 685-691.
Mustika I.  1992. Plant parasitic nematodes associated with ginger (Zingiber officinale Rosch) in
       North Sumatra. J Spice medicinal crops 1: 38-41.
Nesmith WC, Jenkins SF Jr. 1985. Influence of an antagonist and controlled matric potential on the
      survival of Pseudomonas solanacearum in tour North Carolina Soils. Phytopathology 75: 1182-
      1187.
Puslitbang Hortikultura.           2004. Hasil-hasil penelitian hortikultura Pelita V. Jakarta: Badan Litbang
        Pertanian:81.
Semangun H.         1989. Penyakit-penyakit taaman hortikultura di Indonesia. Gadjah Mada Univ Pr: 251-
      256.
Unterstenhofer G.     1976. The basic principles of crop protection field trials. Liverkusen:
       Pflanzenshutz-Nachricten. Bayer AG.




                                                           8

More Related Content

What's hot

Pemanfaatan Mikroorganisme Sebagai Agen Pengendali Penyakit Tanaman
Pemanfaatan Mikroorganisme Sebagai Agen Pengendali Penyakit TanamanPemanfaatan Mikroorganisme Sebagai Agen Pengendali Penyakit Tanaman
Pemanfaatan Mikroorganisme Sebagai Agen Pengendali Penyakit TanamanAri Sugiarto
 
PENGENDALIAN HAYATI
PENGENDALIAN HAYATIPENGENDALIAN HAYATI
PENGENDALIAN HAYATIsumitrojait
 
Pengendalian HAYATI SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGENDALIAN HAMA TERPADU
Pengendalian HAYATI SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGENDALIAN HAMA TERPADUPengendalian HAYATI SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGENDALIAN HAMA TERPADU
Pengendalian HAYATI SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGENDALIAN HAMA TERPADUsapri yanto
 
Pengendalian gulma secara hayati
Pengendalian gulma secara hayatiPengendalian gulma secara hayati
Pengendalian gulma secara hayatiDesti Diana Putri
 
Pengendali hayat iiii
Pengendali hayat iiiiPengendali hayat iiii
Pengendali hayat iiiiDina akib
 
Pengendalian hama terpadu (PHT) Kacang Hijau (Vigna radiata)
Pengendalian hama terpadu (PHT) Kacang Hijau (Vigna radiata)Pengendalian hama terpadu (PHT) Kacang Hijau (Vigna radiata)
Pengendalian hama terpadu (PHT) Kacang Hijau (Vigna radiata)Novayanti Simamora
 
Plh biopestisida
Plh biopestisidaPlh biopestisida
Plh biopestisidaPy Bayu
 
Tehnologi bioorganik di pertanian
Tehnologi bioorganik di pertanianTehnologi bioorganik di pertanian
Tehnologi bioorganik di pertanianRom Doni
 
Buku diktat diht
Buku diktat dihtBuku diktat diht
Buku diktat dihtedikaputra
 
Potensi Nematoda Entomopatogen (Steirnematidae) sebagai Agen Pengendali Hayati
Potensi Nematoda Entomopatogen (Steirnematidae) sebagai Agen Pengendali HayatiPotensi Nematoda Entomopatogen (Steirnematidae) sebagai Agen Pengendali Hayati
Potensi Nematoda Entomopatogen (Steirnematidae) sebagai Agen Pengendali HayatiNovayanti Simamora
 
Pengelolaan Hama Terpadu novia anjani
Pengelolaan Hama Terpadu novia anjaniPengelolaan Hama Terpadu novia anjani
Pengelolaan Hama Terpadu novia anjaniNovia Anjani
 
Makalah pengendalian gulma secara preventif
Makalah pengendalian gulma secara preventifMakalah pengendalian gulma secara preventif
Makalah pengendalian gulma secara preventifSeptian Muna Barakati
 
KLINIK TANAMAN (BAB I PENDAHULUAN)
KLINIK TANAMAN (BAB I PENDAHULUAN)KLINIK TANAMAN (BAB I PENDAHULUAN)
KLINIK TANAMAN (BAB I PENDAHULUAN)Zoom Loundry
 
Bab i pendahuluan
Bab i pendahuluanBab i pendahuluan
Bab i pendahuluanKustam Ktm
 

What's hot (20)

Pemanfaatan Mikroorganisme Sebagai Agen Pengendali Penyakit Tanaman
Pemanfaatan Mikroorganisme Sebagai Agen Pengendali Penyakit TanamanPemanfaatan Mikroorganisme Sebagai Agen Pengendali Penyakit Tanaman
Pemanfaatan Mikroorganisme Sebagai Agen Pengendali Penyakit Tanaman
 
Cara cara pengendalian gulma
Cara cara pengendalian gulmaCara cara pengendalian gulma
Cara cara pengendalian gulma
 
PENGENDALIAN HAYATI
PENGENDALIAN HAYATIPENGENDALIAN HAYATI
PENGENDALIAN HAYATI
 
Pengendalian HAYATI SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGENDALIAN HAMA TERPADU
Pengendalian HAYATI SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGENDALIAN HAMA TERPADUPengendalian HAYATI SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGENDALIAN HAMA TERPADU
Pengendalian HAYATI SEBAGAI SALAH SATU KOMPONEN PENGENDALIAN HAMA TERPADU
 
Pengendalian gulma secara hayati
Pengendalian gulma secara hayatiPengendalian gulma secara hayati
Pengendalian gulma secara hayati
 
Pengendali hayat iiii
Pengendali hayat iiiiPengendali hayat iiii
Pengendali hayat iiii
 
Biopestisida
BiopestisidaBiopestisida
Biopestisida
 
Pengendalian hama terpadu (PHT) Kacang Hijau (Vigna radiata)
Pengendalian hama terpadu (PHT) Kacang Hijau (Vigna radiata)Pengendalian hama terpadu (PHT) Kacang Hijau (Vigna radiata)
Pengendalian hama terpadu (PHT) Kacang Hijau (Vigna radiata)
 
Plh biopestisida
Plh biopestisidaPlh biopestisida
Plh biopestisida
 
Tehnologi bioorganik di pertanian
Tehnologi bioorganik di pertanianTehnologi bioorganik di pertanian
Tehnologi bioorganik di pertanian
 
BIOPESTISIDA
BIOPESTISIDABIOPESTISIDA
BIOPESTISIDA
 
Buku diktat diht
Buku diktat dihtBuku diktat diht
Buku diktat diht
 
Hama jahe-dan-pengendaliannya
Hama jahe-dan-pengendaliannyaHama jahe-dan-pengendaliannya
Hama jahe-dan-pengendaliannya
 
Potensi Nematoda Entomopatogen (Steirnematidae) sebagai Agen Pengendali Hayati
Potensi Nematoda Entomopatogen (Steirnematidae) sebagai Agen Pengendali HayatiPotensi Nematoda Entomopatogen (Steirnematidae) sebagai Agen Pengendali Hayati
Potensi Nematoda Entomopatogen (Steirnematidae) sebagai Agen Pengendali Hayati
 
Pengendalian hama
Pengendalian hamaPengendalian hama
Pengendalian hama
 
Pengendalian hayati
Pengendalian hayatiPengendalian hayati
Pengendalian hayati
 
Pengelolaan Hama Terpadu novia anjani
Pengelolaan Hama Terpadu novia anjaniPengelolaan Hama Terpadu novia anjani
Pengelolaan Hama Terpadu novia anjani
 
Makalah pengendalian gulma secara preventif
Makalah pengendalian gulma secara preventifMakalah pengendalian gulma secara preventif
Makalah pengendalian gulma secara preventif
 
KLINIK TANAMAN (BAB I PENDAHULUAN)
KLINIK TANAMAN (BAB I PENDAHULUAN)KLINIK TANAMAN (BAB I PENDAHULUAN)
KLINIK TANAMAN (BAB I PENDAHULUAN)
 
Bab i pendahuluan
Bab i pendahuluanBab i pendahuluan
Bab i pendahuluan
 

Similar to 4 nurjanani-agens biokontrol

identifikasi gejala serangan hama dan patogen pada tanaman padi dan cabai
identifikasi gejala serangan hama dan patogen pada tanaman padi dan cabaiidentifikasi gejala serangan hama dan patogen pada tanaman padi dan cabai
identifikasi gejala serangan hama dan patogen pada tanaman padi dan cabaiDian Lestari
 
7 hardiningsih-patogenitas phytoptora
7 hardiningsih-patogenitas phytoptora7 hardiningsih-patogenitas phytoptora
7 hardiningsih-patogenitas phytoptoraxie_yeuw_jack
 
Laporan praktikum inokulasi
Laporan praktikum inokulasiLaporan praktikum inokulasi
Laporan praktikum inokulasiTidar University
 
Makalah (anacardium occidentale)
Makalah (anacardium occidentale)Makalah (anacardium occidentale)
Makalah (anacardium occidentale)Ekal Kurniawan
 
PENGARUH ORGANISME TANAH TERHADAP INTERAKSI TANAMAN-SERANGGA DI ATAS PERMUKAA...
PENGARUH ORGANISME TANAH TERHADAP INTERAKSI TANAMAN-SERANGGA DI ATAS PERMUKAA...PENGARUH ORGANISME TANAH TERHADAP INTERAKSI TANAMAN-SERANGGA DI ATAS PERMUKAA...
PENGARUH ORGANISME TANAH TERHADAP INTERAKSI TANAMAN-SERANGGA DI ATAS PERMUKAA...RullySetiawan11
 
Makalah gulma secara hayati
Makalah gulma secara hayatiMakalah gulma secara hayati
Makalah gulma secara hayatiWarnet Raha
 
Makalah gulma secara hayati
Makalah gulma secara hayatiMakalah gulma secara hayati
Makalah gulma secara hayatiWarnet Raha
 
7 hardiningsih-jamur antagonis
7 hardiningsih-jamur antagonis7 hardiningsih-jamur antagonis
7 hardiningsih-jamur antagonisxie_yeuw_jack
 
Proposal PL adjie
Proposal PL adjieProposal PL adjie
Proposal PL adjieArta Adjie
 
5 hardiningsih-embun tepung
5 hardiningsih-embun tepung5 hardiningsih-embun tepung
5 hardiningsih-embun tepungxie_yeuw_jack
 
Buku diktat hama dan penyakit tanaman
Buku diktat hama dan penyakit tanamanBuku diktat hama dan penyakit tanaman
Buku diktat hama dan penyakit tanamanIr. Zakaria, M.M
 

Similar to 4 nurjanani-agens biokontrol (20)

identifikasi gejala serangan hama dan patogen pada tanaman padi dan cabai
identifikasi gejala serangan hama dan patogen pada tanaman padi dan cabaiidentifikasi gejala serangan hama dan patogen pada tanaman padi dan cabai
identifikasi gejala serangan hama dan patogen pada tanaman padi dan cabai
 
7 hardiningsih-patogenitas phytoptora
7 hardiningsih-patogenitas phytoptora7 hardiningsih-patogenitas phytoptora
7 hardiningsih-patogenitas phytoptora
 
Laporan praktikum inokulasi
Laporan praktikum inokulasiLaporan praktikum inokulasi
Laporan praktikum inokulasi
 
trichoderma loh.
trichoderma loh.trichoderma loh.
trichoderma loh.
 
3 eli korlina jeruk
3 eli korlina jeruk3 eli korlina jeruk
3 eli korlina jeruk
 
Makalah (anacardium occidentale)
Makalah (anacardium occidentale)Makalah (anacardium occidentale)
Makalah (anacardium occidentale)
 
PENGARUH ORGANISME TANAH TERHADAP INTERAKSI TANAMAN-SERANGGA DI ATAS PERMUKAA...
PENGARUH ORGANISME TANAH TERHADAP INTERAKSI TANAMAN-SERANGGA DI ATAS PERMUKAA...PENGARUH ORGANISME TANAH TERHADAP INTERAKSI TANAMAN-SERANGGA DI ATAS PERMUKAA...
PENGARUH ORGANISME TANAH TERHADAP INTERAKSI TANAMAN-SERANGGA DI ATAS PERMUKAA...
 
Makalah gulma secara hayati
Makalah gulma secara hayatiMakalah gulma secara hayati
Makalah gulma secara hayati
 
Makalah gulma secara hayati
Makalah gulma secara hayatiMakalah gulma secara hayati
Makalah gulma secara hayati
 
Makalah gulma secara hayati
Makalah gulma secara hayatiMakalah gulma secara hayati
Makalah gulma secara hayati
 
7 hardiningsih-jamur antagonis
7 hardiningsih-jamur antagonis7 hardiningsih-jamur antagonis
7 hardiningsih-jamur antagonis
 
Proposal PL adjie
Proposal PL adjieProposal PL adjie
Proposal PL adjie
 
12phtpadisawah
12phtpadisawah12phtpadisawah
12phtpadisawah
 
12phtpadisawah
12phtpadisawah12phtpadisawah
12phtpadisawah
 
Makalah gulma secara hayati
Makalah gulma secara hayatiMakalah gulma secara hayati
Makalah gulma secara hayati
 
Makalah gulma secara hayati
Makalah gulma secara hayatiMakalah gulma secara hayati
Makalah gulma secara hayati
 
5 hardiningsih-embun tepung
5 hardiningsih-embun tepung5 hardiningsih-embun tepung
5 hardiningsih-embun tepung
 
PLANT BIOTECHNOLOGY
PLANT BIOTECHNOLOGYPLANT BIOTECHNOLOGY
PLANT BIOTECHNOLOGY
 
Buku diktat hama dan penyakit tanaman
Buku diktat hama dan penyakit tanamanBuku diktat hama dan penyakit tanaman
Buku diktat hama dan penyakit tanaman
 
Cendawan Gliocladium sp.
Cendawan Gliocladium sp.Cendawan Gliocladium sp.
Cendawan Gliocladium sp.
 

More from xie_yeuw_jack

Dukungan litbang menuju bioindustri ed nw
Dukungan litbang menuju bioindustri ed nwDukungan litbang menuju bioindustri ed nw
Dukungan litbang menuju bioindustri ed nwxie_yeuw_jack
 
4 andi m amir - skrining f1 jarak pagar
4 andi m amir - skrining f1 jarak pagar4 andi m amir - skrining f1 jarak pagar
4 andi m amir - skrining f1 jarak pagarxie_yeuw_jack
 
11 pedoman penulisan
11 pedoman penulisan11 pedoman penulisan
11 pedoman penulisanxie_yeuw_jack
 
10 indiati - pengendalian tungau puru
10 indiati - pengendalian tungau puru10 indiati - pengendalian tungau puru
10 indiati - pengendalian tungau puruxie_yeuw_jack
 
9 yusmani - karakter p.leccani
9 yusmani - karakter p.leccani9 yusmani - karakter p.leccani
9 yusmani - karakter p.leccanixie_yeuw_jack
 
8 m assad - kajian pestisida nabati
8 m assad - kajian pestisida nabati8 m assad - kajian pestisida nabati
8 m assad - kajian pestisida nabatixie_yeuw_jack
 
7 nurasiah dj - reaksi bibit pisang barangan
7 nurasiah dj - reaksi bibit pisang barangan7 nurasiah dj - reaksi bibit pisang barangan
7 nurasiah dj - reaksi bibit pisang baranganxie_yeuw_jack
 
6 andi m amir - tungau kuning teh
6 andi m amir - tungau kuning teh6 andi m amir - tungau kuning teh
6 andi m amir - tungau kuning tehxie_yeuw_jack
 
5 bedjo-helicoverpa 2011
5 bedjo-helicoverpa 20115 bedjo-helicoverpa 2011
5 bedjo-helicoverpa 2011xie_yeuw_jack
 
10 pedoman penulisan
10 pedoman penulisan10 pedoman penulisan
10 pedoman penulisanxie_yeuw_jack
 
9 surtikanti - penyakit bulai 2
9 surtikanti - penyakit bulai 29 surtikanti - penyakit bulai 2
9 surtikanti - penyakit bulai 2xie_yeuw_jack
 
7 hardaningsih - penyakit kacang-kacangan---ok
7 hardaningsih - penyakit kacang-kacangan---ok7 hardaningsih - penyakit kacang-kacangan---ok
7 hardaningsih - penyakit kacang-kacangan---okxie_yeuw_jack
 
7 hardaningsih - penyakit kacang-kacangan
7 hardaningsih - penyakit kacang-kacangan7 hardaningsih - penyakit kacang-kacangan
7 hardaningsih - penyakit kacang-kacanganxie_yeuw_jack
 
6 yusmni - lecanicillium lecanii bemisia tabaci
6 yusmni - lecanicillium lecanii bemisia tabaci6 yusmni - lecanicillium lecanii bemisia tabaci
6 yusmni - lecanicillium lecanii bemisia tabacixie_yeuw_jack
 
5 hardaningsih - evaluasi ketahanan beberapa k.tanah
5 hardaningsih - evaluasi ketahanan beberapa k.tanah5 hardaningsih - evaluasi ketahanan beberapa k.tanah
5 hardaningsih - evaluasi ketahanan beberapa k.tanahxie_yeuw_jack
 
4 bedjo- evaluasi isolat h. armigera
4 bedjo- evaluasi isolat h. armigera4 bedjo- evaluasi isolat h. armigera
4 bedjo- evaluasi isolat h. armigeraxie_yeuw_jack
 

More from xie_yeuw_jack (20)

Dukungan litbang menuju bioindustri ed nw
Dukungan litbang menuju bioindustri ed nwDukungan litbang menuju bioindustri ed nw
Dukungan litbang menuju bioindustri ed nw
 
4 andi m amir - skrining f1 jarak pagar
4 andi m amir - skrining f1 jarak pagar4 andi m amir - skrining f1 jarak pagar
4 andi m amir - skrining f1 jarak pagar
 
11 pedoman penulisan
11 pedoman penulisan11 pedoman penulisan
11 pedoman penulisan
 
10 indiati - pengendalian tungau puru
10 indiati - pengendalian tungau puru10 indiati - pengendalian tungau puru
10 indiati - pengendalian tungau puru
 
9 yusmani - karakter p.leccani
9 yusmani - karakter p.leccani9 yusmani - karakter p.leccani
9 yusmani - karakter p.leccani
 
8 m assad - kajian pestisida nabati
8 m assad - kajian pestisida nabati8 m assad - kajian pestisida nabati
8 m assad - kajian pestisida nabati
 
7 nurasiah dj - reaksi bibit pisang barangan
7 nurasiah dj - reaksi bibit pisang barangan7 nurasiah dj - reaksi bibit pisang barangan
7 nurasiah dj - reaksi bibit pisang barangan
 
6 andi m amir - tungau kuning teh
6 andi m amir - tungau kuning teh6 andi m amir - tungau kuning teh
6 andi m amir - tungau kuning teh
 
3 daftar isi-4
3 daftar isi-43 daftar isi-4
3 daftar isi-4
 
2 dewan penyunting
2 dewan penyunting2 dewan penyunting
2 dewan penyunting
 
1 sampul depan
1 sampul depan1 sampul depan
1 sampul depan
 
12 sampul belakang
12 sampul belakang12 sampul belakang
12 sampul belakang
 
5 bedjo-helicoverpa 2011
5 bedjo-helicoverpa 20115 bedjo-helicoverpa 2011
5 bedjo-helicoverpa 2011
 
10 pedoman penulisan
10 pedoman penulisan10 pedoman penulisan
10 pedoman penulisan
 
9 surtikanti - penyakit bulai 2
9 surtikanti - penyakit bulai 29 surtikanti - penyakit bulai 2
9 surtikanti - penyakit bulai 2
 
7 hardaningsih - penyakit kacang-kacangan---ok
7 hardaningsih - penyakit kacang-kacangan---ok7 hardaningsih - penyakit kacang-kacangan---ok
7 hardaningsih - penyakit kacang-kacangan---ok
 
7 hardaningsih - penyakit kacang-kacangan
7 hardaningsih - penyakit kacang-kacangan7 hardaningsih - penyakit kacang-kacangan
7 hardaningsih - penyakit kacang-kacangan
 
6 yusmni - lecanicillium lecanii bemisia tabaci
6 yusmni - lecanicillium lecanii bemisia tabaci6 yusmni - lecanicillium lecanii bemisia tabaci
6 yusmni - lecanicillium lecanii bemisia tabaci
 
5 hardaningsih - evaluasi ketahanan beberapa k.tanah
5 hardaningsih - evaluasi ketahanan beberapa k.tanah5 hardaningsih - evaluasi ketahanan beberapa k.tanah
5 hardaningsih - evaluasi ketahanan beberapa k.tanah
 
4 bedjo- evaluasi isolat h. armigera
4 bedjo- evaluasi isolat h. armigera4 bedjo- evaluasi isolat h. armigera
4 bedjo- evaluasi isolat h. armigera
 

4 nurjanani-agens biokontrol

  • 1. Nurjanani : Kajian Pengendalian Penyakit Layu Bakteri (Ralstonia Solanacearum) Menggunakan Agens Hayati Pada Tanaman Tomat   KAJIAN PENGENDALIAN PENYAKIT LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum) MENGGUNAKAN AGENS HAYATI PADA TANAMAN TOMAT Nurjanani Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan ABSTRAK Ralstonia solanacearum penyebab penyakit layu pada tomat merupakan salah satu faktor penghambat dalam peningkatan produksi tomat. Patogen ini memiliki kisaran inang yang luas, dan memiliki kemampuan bertahan hidup dalam waktu lama di dalam tanah, sehingga patogen tersebut sulit dikendalikan, serta dapat menurunkan hasil dari 5-100%. Pengendalian dengan varietas tahan, pergiliran tanaman, dan penggunaan antibiotik belum memuaskan. Penggunaan agens hayati merupakan alternatif dalam mengendalikan patogen ini. Pengkajian bertujuan untuk mengetahui keefektifan P. fluorescens GI-19 B. subtilis, T. viride dan kombinasinya dalam menekan perkembangan penyakit layu bakteri R. solanacearum pada tomat di lapangan. Pengkajian dilaksanakan di kebun petani, Desa Bulu Ballea, Kecamatan Tinggi Moncong Kabupaten Gowa pada bulan April sampai Agustus 2009. Rancangan yang digunakan adalah acak kelompok yang terdiri dari delapan perlakuan yaitu: P0 = kontrol (tanpa agens hayati), P1 = P. fluorescens GI-19, P2 = B. subtilis, P3 = T. viride, P4= P. fluorescens GI-19 + B. subtilis, P5 = fluorescens GI-19 + T. viride, P6 = B. subtilis + T. viride, dan P7 = Streptomisin Sulfat 20% (Agrept 20 WP). Setiap perlakuan diulang tiga kali. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa semua perlakuan secara nyata dapat menekan perkembangan penyakit layu, namun dengan tingkat yang bervariasi tergantung macam perlakuan. Hasil pengkajian dapat disimpulkan bahwa (1) Semua agens hayati dan Streptomisin Sulfat 20% yang diuji dapat menekan perkembangan intensitas penyakit layu bakteri pada tomat, (2) Perlakuan yang efektif mengendalikan penyakit layu bakteri adalah campuran P. fluorescens GI-19 + B. subtilis, P. fluorescens GI-19 + T. viride, B. subtilis + T. viride, aplikasi tunggal B. subtilis, dan T. viride; sedang yang agak efektif adalah P. fluorescens dan Streptomisin Sulfat 20%, (3) Agens hayati yang diaplikasikan bersama dengan agens hayati lainnya tidak selalu lebih efektif daripada agens hayati yang diaplikasikan secara tunggl. Kata Kunci: Tomat, layu bakteri, pengedalian, agens hayati ABSTRACT Ralstonia solanacearum causes wilt disease in tomato is one limiting factor in increasing tomato production. This pathogen has a wide host range, and has the ability to survive long periods in the soil, So the pathogen is difficult to conrol, and can decrease the results from 5-100%. Control with resistant varieties, crop rotation, and the use of antibiotics have not been satisfactory. The use of biological agents is an alternative in controlling these pathogen. The assessment aims to determine the effectiveness of P. fluorescens GI-19, B. subtilis, T. viride and combinations there of in suppressing the development of bacterial wilt disease R. solanacearum on tomato in the field. Assessments carried out in the garden farmer, Bulu Ballea Village, Tinggi Moncong district, Gowa regency in April to August 2009. The design used was a random group of eight treatments are: P0 = control (without biological agents), P1 = P. fluorescens GI-19, P2 = B. subtilis, P3 = T. viride, P4 = P. fluorescens GI-19 + B. subtilis, P5 = P. fluorescens GI-19 + T viride, P6 = B. subtilis + T. viride, and P7 = Streptomycin Sulfate 20% (Agrept 20 WP). Each treatment was three replication. The results of the assessment showed that all treatment can suppress the development of significant wilt disease, but to varying degrees depending on the kind of treatment. The results of the assessment can be concluded that (1) All biological agents and Streptomycin Sulfate 20% tested can suppress the development of the intensity of bacterial wilt disease in tomatoes, (2) The treatment that was effective to control bacterial wilt disease was a mixture of P. fluorescens GI-19 + B. subtilis, P. 1  
  • 2. Superman : Suara Perlindungan Tanaman, Vol.1.,No.4.,2011   fluorescens GI-19 + T viride, B. subtilis + T. viride, a single application of B. subtilis, and T. viride; than the treatment that was near effective to control bacteria wilt disease were P. fluorescens and Streptomycin Sulfate 20%, (3) biological agents were applied with other biological agents were not always more effective than biological agents were applied alone. Keywords: Tomato, bacterial wilt, control, biological agents I. PENDAHULUAN Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai nilai gizi cukup baik terutama sebagai sumber vitamin A dan C serta dapat dikonsumsi baik dalam bentuk segar maupun olahan (Puslitbang Hortikultura. 2004). Permintaan konsumen akan buah tomat semakin meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi serta tumbuhnya berbagai industri pengolahan buah tomat. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan bahan baku industri, diperlukan upaya peningkatan produksi tomat baik kuantitas, kualitas maupun kontinuitas. Tomat dapat ditanam mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi, baik dalam skala kecil maupun skala besar. Ralstonia solanacearum atau nama terdahulu Pseudomonas solanacearum (Smith) merupakan salah satu faktor penghambat dalam peningkatan produksi tomat. R. solanacearum memiliki kisaran inang yang sangat luas yaitu meliputi lebih dari 200 spesies tanaman dan gulma dalam 33 famili (McCarter. 1996). Beberapa di antara inang tersebut adalah tomat, kentang, kacang tanah, cabai, terong, tembakau, pisang, tanaman hias dan gulma (Kelman. 1953). Di samping kisaran inangnya yang luas, R. solanacearum juga memiliki kemampuan bertahan hidup dalam waktu lama di dalam tanah yang menyebabkan patogen tersebut sulit dikendalikan. Penurunan hasil akibat serangan R. solanacearum pada tomat berkisar antara 5 – 100% (Puslitbang Hortikultura. 1994), tergantung varietas dan cara pengelolaan tanaman. Pengendalian yang telah dilakukan terhadap penyakit layu bakteri ini antara lain adalah penggunaan varietas tahan, pergiliran tanaman, dan penggunaan antibiotika, namun hasilnya belum memuaskan (Semangun. 1989). Oleh karena itu, penggunaan agens hayati diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif dalam pengendalian penyakit tersebut. Menurut Nesmith & Jenkins (1985) bakteri fluorescens Pseudomonas spp., Bacillus sp., dan cendawan Trichoderma sp. dapat menghambat pertumbuhan R. solanacearum di media agar. Selanjutnya Anuratha & Gnanamanickam (1990) melaporkan bahwa aplikasi P. fluorescens strain Pfcp dan Bacillus spp. dapat menekan penyakit layu oleh R. solanacearum, sehingga persentase tomat yang bertahan hidup dapat mencapai 95% pada percobaan rumah kaca dan 36% pada percobaan di lapangan. Sementara itu Mulya (1997) melaporkan bahwa daya proteksi P. fluorescens PfG32 terhadap R. solanacearum pada tomat dapat mencapai 49,06%. Salah satu pendekatan untuk meningkatkan keefektifan agens hayati adalah dengan aplikasi campuran satu agens hayati dengan agens hayati lainnya yang mempunyai potensi biokontrol superior. Sebagai contoh aplikasi campuran P. fluorescens strain 2-79 dengan 13-79 dapat menekan intensitas penyakit take-all pada gandum sampai 50%, lebih tinggi dibanding dengan strain 2-79 yang diaplikasikan secara tunggal. Demikian pula dengan aplikasi campuran P. fluorescens dengan Trichoderma spp. penekanannya terhadap penyakit take-all pada gandum lebih tinggi dibanding dengan apabila diaplikasikan sendiri-sendiri (Duffy et al. 1996). Tujuan Pengkajian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan P. fluorescens GI-19, B. subtilis, T. viride dan kombinasinya dalam menekan perkembangan penyakit layu bakteri R. solanacearum pada tomat di lapangan   2
  • 3. Nurjanani : Kajian Pengendalian Penyakit Layu Bakteri (Ralstonia Solanacearum) Menggunakan Agens Hayati Pada Tanaman Tomat   II. BAHAN DAN METODE Pengkajian dilaksanakan di kebun petani, Desa Bulu Ballea, Kecamatan Tinggi Moncong Kabupaten Gowa pada bulan April sampai Agustus 2009. Rancangan yang digunakan adalah acak kelompok yang terdiri dari delapan perlakuan yaitu: P0 = kontrol (tanpa agens hayati), P1 = P. fluorescens GI-19, P2 = B. subtilis, P3 = T. viride, P4= P. fluorescens GI-19 + B. subtilis, P5 = fluorescens GI-19 + T. viride, P6 = B. subtilis + T. viride, dan P7 = Streptomisin Sulfat 20% (Agrept 20 WP). Masing-masing perlakuan diulang tiga kali. Aplikasi Agens Hayati P. fluorescens GI-19, B. subtilis dan Streptomisin Sulfat 20% diaplikasikan dengan pencelupan benih ke dalam suspensi bahan-bahan tersebut yang telah dicampur dengan 1 ml carboxymethyl cellulose (CMC) atau penyiraman bibit pada 5 hari sebelum tanam. Sementara itu T. viride diaplikasikan dengan cara pencampuran benih yang telah diberi 1 ml CMC dengan biakan cendawan tersebut (2,5 g biakan/100 biji benih) dan infestasi biakan cendawan tersebut sebanyak 1 g/kantung medium tumbuh bibit tomat 5 hari sebelum tanam. Pada perlakuan pencampuran agens hayati, masing-masing diaplikasikan setengah dari jumlah agens hayati yang diaplikasikan pada perlakuan tunggal. Pengamatan Pengamatan dilakukan terhadap intensitas penyakit layu. Perkembangan intensitas penyakit diamati setiap minggu sejak munculnya gejala. Intensitas penyakit dihitung dengan menggunakan rumus (Gunawan. 1989): A1n1 + a2n2 + .......... + annn IP = ------------------------------------- x 100% 5 x total tanaman IP = Intensitas penyakit a = nilai skoring tiap tanaman n = jumlah tanaman dengan nilai skoring tertentu. Kategori serangan berdasarkan nilai skoring yang ditentukan sebagai berikut: 0 = tidak ada serangan 1 = satu daun layu 2 = dua atau tiga daun layu 3 = semua daun layu kecuali daun ke dua dan ke tiga termuda 4 = semua daun layu 5 = tanaman mati Keefektifan relatif pengendalian (KRP) agens hayati dan Streptomisin Sulfat 20% terhadap bakteri layu (R. solanacearum) dihitung menggunakan rumus (Unterstenhofer. 1976) sebagai berikut: IS Ko - IS P KRP = ---------------- X 100% IS Ko KRP = Keefektifan relatif pengendalian IS Ko = Intensitas serangan pada petak kontrol IS P = Intensitas serangan pada petak perlakuan. 3  
  • 4. Superman : Suara Perlindungan Tanaman, Vol.1.,No.4.,2011   Analisis Data Untuk menguji pengaruh perlakuan terhadap respon yang diamati dilakukan analisis sidik ragam dengan menggunakan Statistical Analysis System (SAS) proram. Selanjutnya untuk mengetahui perbedaan nilai tengah antar perlakuan dilakukan uji Duncan pada alfa = 0,05. Kriteria keefektifan pengendalian tiap perlakuan ditentukan sebagai berikut: Tabel 1. Kriteria keefektifan relatif pengendalian Nilai keefektifan relatif Kategori keefektifan Pengendalian (KRP) KRP ≥ 80% Sangat efektif 60%≤ KRP < 80% Efektif 40% ≤ KRP < 60% Agak efektif 20% ≤ KRP < 40% Kurang efektif KRP < 20% Tidak efektif III. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis sidik ragam terhadap intensitas penyakit layu bakteri R. solanacearum diketahui bahwa jenis agens hayati memberikan pengaruh nyata. Intensitas penyakit layu pada seluruh petak percobaan terus meningkat sejak 2 MST, namun dengan laju yang bervariasi dipengaruhi oleh macam perlakuan. Data Tabel 2 menunjukkan bahwa semua perlakuan secara nyata dapat menekan perkembangan penyakit layu, namun dengan tingkat yang bervariasi. Berdasarkan intensitas penyakit pada pengamatan terakhir (6 MST) diketahui bahwa dalam menekan terjadinya layu dengan aplikasi tunggal B. subtilis cenderung lebih baik dibanding P. fluorescens GI-19 dan T. viride serta secara nyata lebih baik daripada Streptomisin Sulfat 20%. Sementara itu dalam aplikasi campuran B. subrilis + P. fluorescens GI-19 keefektifannya dalam menekan terjadinya layu cenderung meningkat dibanding aplikasi B. subtilis atau P. fluorescens GI-19 secara tunggal. Demikian pula aplikasi campuran P. fluorescens GI-19 + T. viride nyata lebih baik daripada aplikasi P. fluorescens GI-19 atau T. viride secara tunggal. Namun aplikasi campuran B. subtilis + T. viride keefektifannya dalam menekan layu bakteri cenderung menurun dibanding B. subtilis atau sama dengan aplikasi T. viride yang diaplikasikan secara tunggal. Peningkatan penekanan terhadap penyakit layu pada perlakuan campuran agens hayati disebabkan di dalam tanah, selain R. solanacearum juga terdapat berbagai jenis nematoda terutama nematoda puru akar (Meloidogyne sp.). Banyak hasil penelitian yang menunjukkan bahwa serangan nematoda dapat memicu terjadinya layu oleh R. solanacearum. Semakin banyak populasi nematoda, maka semakin tinggi intensitas penyakit layu bakteri (Mustika. 1992). Dengan tertekannya nematoda puru akar maka infeksi R. solanacearum juga dapat berkurang. Penekanan populasi M. incognita oleh T. viride telah dilaporkan oleh Adnan et al. (1998). Bacillus spp. telah dilaporkan termasuk kelompok bakteri penghasil antibiotik yang potensial sebagai agens hayati. Kelompok bakteri ini pada umumnya diaplikasikan pada benih dan telah dilaporkan selain menekan berbagai patogen tular tanah seperti F. oxysporum, Rhizoctonia solani, Botrytis cinera, Gaeumannomyces graminis var. triciti dan Pythium sp., juga memproduksi hormon yang dapat memacu pertumbuhan tanaman (Kim et al. 1997).   4
  • 5. Nurjanani : Kajian Pengendalian Penyakit Layu Bakteri (Ralstonia Solanacearum) Menggunakan Agens Hayati Pada Tanaman Tomat   Tabel 2. Pengaruh jenis agens hayati dan Streptomisin Sulfat 20% terhadap intensitas penyakit layu bakteri (R. solanacearum) pada tomat Minggu setelah tanam (MST)1) Perlakuan 2 3 4 5 6 Kontrol 3,15a 9,45a 20,37a 30,74a 37,04a P. fluorescens GI-19 0,74b 3,33b 8,52b 12,96b 15,74bc B. subtilis 0,00b 1,11b 4,26cde 8,89bc 11,18bc T. viride 0,37b 1,67b 6,85bc 12,23b 14,07bc P. fluorescens GI-19 + 0,15b 1,29b 3,89de 6,66c 7,78d B. subtilis P. fluorescens GI-19 + 0,37b 1,29b 3,52e 6,85c 8,70d T. viride B. subtilis + T. viride 0,37b 1,67b 5,37bcd 9,99b 12,41bc Streptomisin Sulfat 20% 0,74b 2,04b 5,93bcd 13,89b 17,78b Angka yang diikuti huruf sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji Duncan 1 ) Data diuji setelah ditransformasi ke Arcsin Akar x Keefektifan pengendalian agens hayati dan kombinasinya serta Sreptomisin Sulfat 20% cukup bervariasi (Tabel 3). P. fluorescens GI-19 tergolong agak efektif menekan R. solanacearum dan keefektifannya sama dengan Streptomisin Sulfat 20%, sedangkan campuran P. fluorescens GI-19 + B. subtilis, P. fluorescens GI-19 + T. viride, B. subtilis + T. viride, dan B. subtilis secara tunggal, tergolong efektif dalam menekan R. solanacearum. Jenis agens hayati dan Streptomisin Sulfat 20% menunjukkan pengaruh yang bervariasi terhadap total bobot buah tomat (Tabel 4) dan bobot 10 buah tomat (Tabel 4). Berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%, semua jenis agens hayati berpengaruh nyata lebih baik terhadap produksi buah tomat dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan Streptomisin Sulfat 20%. Total bobot buah tomat teringgi diperoleh dari petak perlakuan aplikasi campuran P. fluorescens GI-19 + B. subtilis, dan campuran P. fluorescens GI-19 + T. viride, namun total produksi pada perlakuan campuran P. fluorescens GI-19 + T. viride tidak berbeda nyata dengan perlakuan agens hayati lainnya. Demikian pula berat 10 buah tomat juga tertinggi diperoleh dari petak perlakuan aplikasi campuran P. fluorescens GI-19 + B. subtilis meskipun tidak berbeda nyata dengan perlakuan campuran P. fluorescens GI-19 + T. viride, P. fluorescens GI-19 dan pencampuran B. subtilis + T. viride, namun berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. 5  
  • 6. Superman : Suara Perlindungan Tanaman, Vol.1.,No.4.,2011   Tabel 3. Keefektifan relatif (%) pengendalian agens hayati dan Streptomisin Sulfat 20% terhadap intensitas penyakit layu bakteri (R. solanacearum) pada tomat Minggu setelah tanam (MST)1) Perlakuan 2 3 4 5 6 P. fluorescens GI-19 73,38b 64,73a 53,86b 55,68b 56,91bc B. subtilis 100,00a 89,53a 77,47ab 69,19ab 68,80ab T. viride 86,69ab 82,30a 62,46ab 60,24b 60,25bc P. fluorescens GI-19 + 94,72ab 87,13a 79,73ab 77,38a 78,75a B. subtilis P. fluorescens GI-19 + 86,69ab 87,13a 81,34a 76,26a 75,67a T. viride B. subtilis + T. viride 86,69ab 86,69a 73,15ab 67,30ab 66,38ab Streptomisin Sulfat 20% 77,18ab 77,18a 70,17ab 52,63b 50,92c Angka yang diikuti huruf sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji Duncan 1 ) Data diuji setelah ditransformasi ke Arcsin Akar x Data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa bobot 10 buah tomat pada semua perlakuan nyata lebih tinggi daripada kontrol dan cenderung lebih tinggi daripada perlakuan Streptomisin Sulfat 20%. Hal ini diduga disebabkan agens hayati selain dapat menghasilkan antibiotik yang dapat menekan pertumbuhan patogen, juga diduga menghasilkan zat yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman termasuk ukuran buah, sehingga berat buah juga meningkat. Campbell (1989) mengemukakan bahwa Pseudomonas sp. Yang diaplikasikan pada benih dapat meningkatkan berat kering tanaman. Selanjutnya Pierson et al. (1994) melaporkan bahwa beberapa isolat P. fluorescens yang diaplikasikan pada benih gandum untuk pengendalian penyakit take-all terbukti dapat meningkatkan tinggi tanaman dan hasilnya. IV. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Semua agens hayati dan Streptomisin Sulfat 20% yang diuji dapat menekan perkembangan intensitas penyakit layu bakteri pada tomat. 2. Perlakuan yang efektif mengendalikan penyakit layu bakteri adalah campuran P. fluorescens GI- 19 + B. subtilis, P. fluorescens GI-19 + T. viride, B. subtilis + T. viride, aplikasi tunggal B. subtilis, dan T. viride; sedang yang agak efektif adalah P. fluorescens dan Streptomisin Sulfat 20%. 3. Agens hayati yang diaplikasikan bersama dengan agens hayati lainnya tidak selalu lebih efektif daripada agens hayati yang diaplikasikan secara tunggl.   6
  • 7. Nurjanani : Kajian Pengendalian Penyakit Layu Bakteri (Ralstonia Solanacearum) Menggunakan Agens Hayati Pada Tanaman Tomat   Tabel 4. Rataan bobot buah dan bobot 10 buah dalam berbagai Perlakuan jenis agens hayati dan Streptomisin Sulfat 20% Respon yang diamati *) Perlakuan Total berat buah (kg) Berat 10 buah (kg) Kontrol 0,60c 0,53b P. fluorescens GI-19 1,22b 0,83ab B. subtilis 1,31b 0,74bc T. viride 1,28b 0,75bc P. fluorescens GI-19 + 1,74a 0,92a B. subtilis P. fluorescens GI-19 + 1,44ab 0,84ab T. viride B. subtilis + T. viride 1,18b 0,80abc Streptomisin Sulfat 20% 0,83c 0,69c Angka yang diikuti huruf sama dalam kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji Duncan *) kg per 12 tanaman Saran Perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut tentang mekanisme penekanan B. subtilis dan T. viride terhadap R. solanacearum dan patogen lainnya yang berassosiasi dengan R. solanacearum tersebut pada tomat. Demikian pula pengkajian aspek ekologi P. fluorescens GI-19, dan T. viride, serta formulasi yang tepat untuk memudahkan penggunaannya oleh petani. Pengendalian patogen lainnya terutama Phytophthora infestans baik di petak pengkajian maupun di petak produksi juga perlu mendapat perhatian. V. DAFTAR PUSTAKA Adnam AM, Suseno R, Tjitrosoma S, Hadi S, Wardojo S, Rambe A. 1998. Pengaruh infestasi ganda Meloidogyne incognita dan cendawah pengkoloni nematoda puru akar pada pertumbuhan kedelai. Bul HPT 10 (1): 29-37. Anuratha CS, Gnanamanickam. 1990. Biological control of bacterial wilt caused by Pseudodmonas solanacearum in India wit antagonistic bacteria. J. Plant an Soil 124: 109-116. Campbell R. 1989. Biolocical control of microbial plant pathogens. Cambridge Univ. Pr: 137-144. Duffy BK, Simon A, Weller DM. 1996. Combination of Trichoderma koningii with fluorescens pseudomonas for control of take-all on wheat. Phytopathology 86: 188-194. 7  
  • 8. Superman : Suara Perlindungan Tanaman, Vol.1.,No.4.,2011   Gunawan OS. 1989. Pengendalian penyakit layu bakteri Pseudomonas solanacearum EF SMITH pada tanaman tomat dengan Agrimisina 15/1,5 WP di Dago Bandung. Bul Hort 17(3): 41-44. Kelman A. 1953. The bacterial wilt caused by Pseudomonas solanacearum. A. Literature Rev and Bibliography. NC Agr Exp Stn Tech Bull: 99. Kim DS, Weller DM, Cook RJ. 1977. Population dynamics of Bacillus sp. L324-92R12 and Pseudomonas fluorescens 2-79 RN10 in the rhizosphere of wheat. Phytopathol 87 (5): 559-567. McCarter SM. 1996. Bacterial wilt. Di dalam: Jones JB, Stall RE, Zotter TA, editor. Compendium of tomato diseases. Am Phytopathol Soc. APS Pr: 28-29. Mulya K. 1997. Penekanan perkembangan penyakit layu bakteri tomat oleh Pseudomonas fluorescens. J Hort 7(2): 685-691. Mustika I. 1992. Plant parasitic nematodes associated with ginger (Zingiber officinale Rosch) in North Sumatra. J Spice medicinal crops 1: 38-41. Nesmith WC, Jenkins SF Jr. 1985. Influence of an antagonist and controlled matric potential on the survival of Pseudomonas solanacearum in tour North Carolina Soils. Phytopathology 75: 1182- 1187. Puslitbang Hortikultura. 2004. Hasil-hasil penelitian hortikultura Pelita V. Jakarta: Badan Litbang Pertanian:81. Semangun H. 1989. Penyakit-penyakit taaman hortikultura di Indonesia. Gadjah Mada Univ Pr: 251- 256. Unterstenhofer G. 1976. The basic principles of crop protection field trials. Liverkusen: Pflanzenshutz-Nachricten. Bayer AG.   8