SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 43
Downloaden Sie, um offline zu lesen
TUGAS 
PERENCANAAN DAN MANAJEMEN INFRASTRUKTUR 
Dr. Ir. Robert J. Kodoatie, M. Eng 
METODE PENANGANAN KELONGSORAN 
DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR 
YANG TELAH ADA 
DIBUAT OLEH : 
RAYMOND BENARDUS MUNTHE, ST 
NIM. 21010113420049 
PROGRAM PASCA SARJANA 
MAGISTER MANAJEMEN REKAYASA INFRASTRUKTUR 
TEKNIK SIPIL 
UNIVERSITAS DIPONEGORO 
2014 
You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 
BAB I 
PENDAHULUAN 
1 
1.1 Latar Belakang 
Bencana alam merupakan peristiwa alam yang dapat terjadi setiap saat 
dimana saja dan kapan saja, yang menimbulkan kerugian material dan imaterial 
bagi kehidupan masyarakat. Tanah longsor merupakan salah satu bencana 
alam yang umumnya terjadi di wilayah pegunungan (mountainous area), 
terutama di musim hujan, yang dapat mengakibatkan kerugian harta benda 
maupun korban jiwa dan menimbulkan kerusakan sarana dan prasarana lainnya 
seperti perumahan, industri, dan lahan pertanian yang berdampak pada kondisi 
sosialmasyarakatnya dan menurunnya perekonomian di suatu daerah. Menurut 
Goenadi et al. (2003) dalam Alhasanah (2006), faktor penyebab tanah longsor 
secara alamiah meliputi morfologi permukaan bumi, penggunaan lahan, litologi, 
struktur geologi, dan kegempaan. Selain faktor alamiah, juga disebabkan oleh 
faktor aktivitas manusia yang mempengaruhi suatu bentang alam, seperti kegiatan 
pertanian, pembebanan lereng, pemotongan lereng, dan penambangan. Bencana 
tanah longsor dampaknya bersifat lokal (dibandingkan dengan gempa bumi dan 
letusan gunung api), sering terjadi dan dapat mematikan manusia karena 
kejadiannya yang tiba-tiba. 
Kejadian tanah longsor di Indonesia sejak tahun 1994-1998 terjadi di 
410 lokasi, tersebar di beberapa propinsi. Kejadian tersebut mengakibatkan 597 
korban jiwa, 3400 rumah rusak sampai hancur, 1003 ha lahan pertanian, dan 
7483,5 m jalan rusak dan terancamnya saluran irigasi. Lokasi yang tertimpa 
bencana umumnya tergolong sebagai desa tertinggal. (Sutikno, 1997). 
Sedangkan sejak tahun 2003-2005 sedikitnya telah terjadi 103 kejadian longsor 
yang tersebar di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Barat, 
Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, dan Papua. Kejadian tersebut mengakibatkan 
411 korban meninggal, 149 korban luka-luka, 4608 rumah rusak dan hancur, 751 
ha lahan pertanian rusak, dan 920 m jalan rusak. (DVMBG, 2007). 
Jawa Barat termasuk salah satu daerah yang paling rawan tanah longsor di 
Indonesia. 
Selain kondisi alamnya yang rusak, banyaknya gunung api dan posisi 
Propinsi Jawa Barat yang berada di sekitar tumbukan Lempeng Australia dan 
Eurasia menjadikan Pulau Jawa sebagai wilayah yang rawan tanah longsor 
dan gempa bumi. Menurut Direktorat Geologi dan Tata Lingkungan Tahun 2005 
diketahui bahwa kawasan rawan longsor di Provinsi Jawa Barat menyebar di 
You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 
sepuluh kabupaten/kota antara lain Bandung, Cianjur, Bogor, Sukabumi, 
Majalengka, Sumedang, Ciamis, Tasikmalaya, Kuningan dan Purwakarta. Di Jawa 
Barat, Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah yang merupakan titik 
rawan longsor. Bencana longsor yang terjadi di Kecamatan Babakan Madang 
Kabupaten Bogor pada awal Februari 2007 telah menyita banyak perhatian dan 
menyebabkan banyak kerugian. Jumlah korban mengungsi dalam peristiwa longsor 
ini sebanyak 7.200 jiwa terdiri dari 3.912 jiwa dari Desa Bojong Koneng dan 3.288 
jiwa dari Desa Karang Tengah. Di Desa Bojong Koneng kerusakan bangunan 
yang tergolong berat sejumlah 161 unit, kerusakan sedang 216 unit, dan kerusakan 
ringan 546 unit yang terdiri dari rumah tinggal, masjid/musholla, pondok pesantren, 
dan bangunan sekolah (SD/MI). Sedangkan di Desa Karang Tengah kerusakan 
bangunan yang tergolong berat 187 unit, sedang 124 unit, dan ringan 420 unit 
yang terdiri dari rumah tinggal, masjid/musholla, dan pondok pesantren. 
Mengingat dampak yang dapat ditimbulkan oleh bencana tanah longsor 
tersebut, maka identifikasi daerah kejadian tanah longsor penting untuk dilakukan 
agar dapat diketahui penyebab utama longsor dan karakteristik dari tiap kejadian 
longsor pada daerah-daerah di Indonesia serta sebagai langkah awal pencegahan 
kejadian longsor nantinya dan merupakan langkah pertama dalam upaya 
meminimalkan kerugian akibat bencana tanah longsor. Identifikasi daerah 
kejadian longsor juga penting untuk mengetahui hubungan antara lokasi kejadian 
longsor dengan faktor persebaran geologi (batuan, patahan, lipatan) dan 
penggunaan lahan di daerah terjadinya longsor, sehingga dapat diketahui 
penggunaan lahan apa yang sesuai pada setiap karakteristik lahan dan geologinya. 
2 
You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 
BAB II 
TINJAUAN PUSTAKA 
3 
2.1 Definisi Tanah Longsor 
Menurut Suripin (2002) tanah longsor merupakan bentuk erosi dimana 
pengangkutan atau gerakan masa tanah terjadi pada suatu saat dalam volume yang 
relatif besar. Peristiwa tanah longsor dikenal sebagai gerakan massa tanah, batuan 
atau kombinasinya, sering terjadi pada lereng-lereng alam atau buatan dan 
sebenarnya merupakan fenomena alam yaitu alam mencari keseimbangan baru 
akibat adanya gangguan atau faktor yang mempengaruhinya dan menyebabkan 
terjadinya pengurangan kuat geser serta peningkatan tegangan geser tanah. Kamus 
Wikipidea menambahkan bahwa tanah longsor merupakan suatu peristiwa geologi 
dimana terjadi pergerakan tanah seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan 
besar tanah. Menurut Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi 
(2005) menyatakan bahwa tanah longsor boleh disebut juga dengan gerakan 
tanah. Didefinisikan sebagai massa tanah atau material campuran lempung, kerikil, 
pasir, dan kerakal serta bongkah dan lumpur, yang bergerak sepanjang lereng 
atau keluar lereng karena faktor gravitasi bumi. Gerakan tanah (tanah longsor) 
adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang 
menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan ke tempat yang lebih rendah. 
Gaya yang menahan massa tanah di sepanjang lereng tersebut dipengaruhi oleh 
sifat fisik tanah dan sudut dalam tahanan geser tanah yang bekerja di 
sepanjang lereng. 
Perubahan gaya-gaya tersebut ditimbulkan oleh pengaruh perubahan alam 
maupun tindakan manusia. Perubahan kondisi alam dapat diakibatkan oleh 
gempa bumi, erosi, kelembaban lereng akibat penyerapan air hujan, dan perubahan 
aliran permukaan. Pengaruh manusia terhadap perubahan gaya-gaya antara lain 
adalah penambahan beban pada lereng dan tepi lereng, penggalian tanah di 
tepi lereng, dan penajaman sudut lereng. Tekanan jumlah penduduk yang 
banyak mengalihfungsikan tanah-tanah berlereng menjadi pemukiman atau lahan 
budidaya sangat berpengaruh terhadap peningkatan resiko longsor. 
Menurut Sitorus (2006), longsor (landslide) merupakan suatu bentuk erosi 
yang pengangkutan atau pemindahan tanahnya terjadi pada suatu saat yang relatif 
pendek dalam volume (jumlah) yang sangat besar. Berbeda halnya dengan 
bentukbentuk erosi lainnya (erosi lembar, erosi alur, erosi parit) pada longsor 
pengangkutan tanah terjadi sekaligus dalam periode yang sangat pendek. 
You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 
Sedangkan menurut Dwiyanto (2002), tanah longsor adalah suatu jenis 
gerakan tanah, umumnya gerakan tanah yang terjadi adalah longsor bahan 
rombakan (debris avalanches) dan nendatan (slumps/rotational slides). Gaya-gaya 
gravitasi dan rembesan (seepage) merupakan penyebab utama ketidakstabilan 
(instability) pada lereng alami maupun lereng yang di bentuk dengan cara 
penggalian atau penimbunan. 
Tanah longsor merupakan contoh dari proses geologi yang disebut dengan 
mass wasting yang sering juga disebut gerakan massa (mass movement), 
merupakan perpindahan massa batuan, regolith, dan tanah dari tempat yang tinggi 
ke tempat yang rendah karena gaya gravitasi. Setelah batuan lapuk, gaya gravitasi 
akan menarik material hasil pelapukan ke tempat yang lebih rendah. Meskipun 
gravitasi merupakan faktor utama terjadinya gerakan massa, ada beberapa faktor 
lain yang juga berpengaruh terhadap terjadinya proses tersebut antara lain 
kemiringan lereng dan air. Apabila pori-pori sedimen terisi oleh air, gaya kohesi 
antarmineral akan semakin lemah, sehingga memungkinkan partikelpartikel tersebut 
dengan mudah untuk bergeser. Selain itu air juga akan menambah berat 
massa material, sehingga kemungkinan cukup untuk menyebabkan material untuk 
meluncur ke bawah. 
Tabel 1. Klasifikasi longsoran (Stewart Sharpe, 1938, dalam Hansen, 1984) 
4 
You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 
5 
2.2 Tipe longsor 
Menurut Naryanto (2002), jenis tanah longsor berdasarkan kecepatan 
gerakannya dapat dibagi menjadi 5 (lima) jenis yaitu : 
a. Aliran; longsoran bergerak serentak/mendadak dengan kecepatan tinggi. 
b. Longsoran; material longsoran bergerak lamban dengan bekas longsoran 
berbentuk tapal kuda. 
c. Runtuhan; umumnya material longsoran baik berupa batu maupun tanah 
bergerak cepat sampai sangat cepat pada suatu tebing. 
d. Majemuk; longsoran yang berkembang dari runtuhan atau longsoran dan 
berkembang lebih lanjut menjadi aliran. 
e. Amblesan (penurunan tanah); terjadi pada penambangan bawah tanah, 
penyedotan air tanah yang berlebihan, proses pengikisan tanah serta pada 
daerah yang dilakukan proses pemadatan tanah. 
Penurunan tanah (subsidence) dapat terjadi akibat adanya konsolidasi, yaitu 
penurunan permukaan tanah sehubungan dengan proses pemadatan atau 
perubahan volume suatu lapisan tanah. Proses ini dapat berlangsung lebih cepat bila 
terjadi pembebanan yang melebihi faktor daya dukung tanahnya ataupun 
pengambilan air tanah yang berlebihan dan berlangsung relatif cepat. 
Pengambilan air tanah yang berlebihan dapat mengakibatkan penurunan muka air 
tanah (pada sistem akifer air tanah dalam) dan turunnya tekanan hidrolik, 
sedangkan tekanan antar batu bertambah. Akibat beban di atasnya menurun. 
Penurunan tanah pada umumnya terjadi pada daerah dataran yang dibangun oleh 
batuan/tanah yang bersifat lunak (Sangadji, 2003). 
Gambar 1. Tipe Longsoran Translasi 
Longsoran translasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang 
gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. 
You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 
Gambar 2. Tipe Longsoran Rotasi 
Longsoran rotasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang 
gelincir berbentuk cekung. 
Gambar 3. Tipe Pergerakan Blok 
Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang gelincir 
berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok batu. 
Gambar 4. Tipe Runtuhan Batu 
Runtuhan batu terjadi ketika sejumlah besar batuan atau material lain bergerak ke 
bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang terjal hingga 
menggantung terutama di daerah pantai. Batu-batu besar yang jatuh dapat 
menyebabkan kerusakan yang parah. 
6 
You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 
Gambar 5. Tipe Rayapan Tanah 
Rayapan Tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis tanahnya 
berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat 
dikenali. Setelah waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan 
tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah miring ke bawah. 
Gambar 6. Tipe Aliran Bahan Rombakan 
Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air. 
Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan air, 
dan jenis materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang lembah dan mampu 
mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa sampai ribuan meter 
seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunung api. Aliran tanah ini dapat 
menelan korban cukup banyak. 
Ditinjau dari kenampakan jenis gerakan tanah longsor dapat dibedakan 
menjadi beberapa macam/tipe antara lain : 
1. Jenis jatuhan 
Material batu atau tanah dalam longsor jenis ini jatuh bebas dari atas 
tebing. Material yang jatuh umumnya tidak banyak dan terjadi pada lereng terjal. 
7 
2. Longsoran 
Longsoran yaitu massa tanah yang bergerak sepanjang lereng dengan 
bidang longsoran melengkung (memutar) dan mendatar. Longsoran dengan 
bidang longsoran melengkung, biasanya gerakannya cepat dan mematikan 
You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 
karena tertimbun material longsoran. Sedangkan longsoran dengan bidang 
longsoran mendatar gerakannya perlahan-lahan, merayap tetapi dapat 
merusakkan dan meruntuhkan bangunan di atasnya. 
8 
3. Jenis aliran 
Jenis aliran yaitu massa tanah bergerak yang didorong oleh air. Kecepatan 
aliran bergantung pada sudut lereng, tekanan air, dan jenis materialnya. 
Umumnya gerakannya di sepanjang lembah dan biasanya panjang 
gerakannya sampai ratusan meter, di beberapa tempat bahkan sampai 
ribuan meter seperti di daerah aliran sungai daerah gunung api. Aliran 
tanah ini dapat menelan korban cukup banyak. 
4. Gerakan tanah gabungan 
Gerakan tanah gabungan yaitu gerakan tanah gabungan antara longsoran 
dengan aliran atau jatuhan dengan aliran. Gerakan tanah jenis gabungan ini 
yang banyak terjadi di beberapa tempat akhir-akhir ini dengan menelan 
korban cukup tinggi. 
Menurut Dwiyanto (2002), dilihat dari kenampakan bidang gelincirnya 
terdapat beberapa tipe longsoran yang sering terjadi diantaranya : 
a. Kelongsoran rotasi (rotational slip). 
b. Kelongsoran translasi (translational slip). 
c. Kelongsoran gabungan (compound slip). 
2.3 Penyebab Tanah Longsor 
Faktor penyebab terjadinya gerakan pada lereng juga tergantung pada 
kondisi batuan dan tanah penyusun lereng, struktur geologi, curah hujan, vegetasi 
penutup dan penggunaan lahan pada lereng tersebut, namun secara garis 
besar dapat dibedakan sebagai faktor alami dan manusia. 
Menurut Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2005), 
tanah longsor dapat terjadi karena faktor alam dan faktor manusia sebagai pemicu 
terjadinya tanah longsor, yaitu : 
a. Faktor alam 
Kondisi alam yang menjadi faktor utama terjadinya longsor antara lain: 
a. Kondisi geologi: batuan lapuk, kemiringan lapisan, sisipan lapisan batu 
lempung, lereng yang terjal yang diakibatkan oleh struktur sesar dan 
kekar (patahan dan lipatan), gempa bumi, stratigrafi dan gunung api, 
lapisan batuan yang kedap air miring ke lereng yang berfungsi sebagai bidang 
longsoran, adanya retakan karena proses alam (gempa bumi, tektonik). 
You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 
b. Keadaan tanah : erosi dan pengikisan, adanya daerah longsoran lama, 
ketebalan tanah pelapukan bersifat lembek, butiran halus, tanah jenuh karena 
air hujan. 
c. Iklim: curah hujan yang tinggi, air (hujan. di atas normal) 
d. Keadaan topografi: lereng yang curam. 
e. Keadaan tata air: kondisi drainase yang tersumbat, akumulasi massa air, 
erosi dalam, pelarutan dan tekanan hidrostatika, susut air cepat, banjir, 
aliran bawah tanah pada sungai lama). 
f. Tutupan lahan yang mengurangi tahan geser, misal lahan kosong, semak 
belukar di tanah kritis. 
b. Faktor manusia 
Ulah manusia yang tidak bersahabat dengan alam antara lain : 
a. Pemotongan tebing pada penambangan batu di lereng yang terjal. 
b. Penimbunan tanah urugan di daerah lereng. 
c. Kegagalan struktur dinding penahan tanah. 
d. Perubahan tata lahan seperti penggundulan hutan menjadi lahan basah 
yang menyebabkan terjadinya pengikisan oleh air permukaan dan 
menyebabkan tanah menjadi lembek 
e. Adanya budidaya kolam ikan dan genangan air di atas lereng. 
f. Sistem pertanian yang tidak memperhatikan irigasi yang aman. 
g. Pengembangan wilayah yang tidak diimbangi dengan kesadaran 
masyarakat, sehingga RUTR tidak ditaati yang akhirnya merugikan sendiri. 
h. Sistem drainase daerah lereng yang tidak baik yang menyebabkan lereng 
semakin terjal akibat penggerusan oleh air saluran di tebing 
i. Adanya retakan akibat getaran mesin, ledakan, beban massa yang 
bertambah dipicu beban kendaraan, bangunan dekat tebing, tanah kurang padat 
karena material urugan atau material longsoran lama pada tebing 
j. Terjadinya bocoran air saluran dan luapan air saluran 
Arsyad (1989) mengemukakan bahwa tanah longsor ditandai dengan 
bergeraknya sejumlah massa tanah secara bersama-sama dan terjadi sebagai akibat 
meluncurnya suatu volume tanah di atas suatu lapisan agak kedap air yang jenuh air. 
Lapisan yang terdiri dari tanah liat atau mengandung kadar tanah liat tinggi setelah 
jenuh air akan bertindak sebagai peluncur. Longsoran akan terjadi jika 
terpenuhi tiga keadaan sebagai berikut : 
a. Adanya lereng yang cukup curam sehingga massa tanah dapat 
bergerak atau meluncur ke bawah, 
9 
You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 
b. Adanya lapisan di bawah permukaan massa tanah yang agak kedap air dan 
lunak, yang akan menjadi bidang luncur, dan 
c. Adanya cukup air dalam tanah sehingga lapisan massa tanah yang tepat di 
atas lapisan kedap air tersebut menjadi jenuh. 
Lapisan kedap air dapat berupa tanah liat atau mengandung kadar tanah liat 
tinggi, atau dapat juga berupa lapisan batuan. Penyebab terjadinya tanah longsor 
dapat bersifat statis dan dinamis. Statis merupakan kondisi alam seperti sifat 
batuan (geologi) dan lereng dengan kemiringan sedang hingga terjal, sedangkan 
dinamis adalah ulah manusia. Ulah manusia banyak sekali jenisnya dari 
perubahan tata guna lahan hingga pembentukan gawir yang terjal tanpa 
memperhatikan stabilitas lereng. (Surono, 2003). Sedangkan menurut Sutikno 
(1997), faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya gerakan tanah antara lain : 
tingkat kelerengan, karakteristik tanah, keadaan geologi, keadaan vegetasi, curah 
hujan/hidrologi, dan aktivitas manusia di wilayah tersebut. 
Tabel 2. Faktor Penyebab dan Faktor Pemicu Tanah Longsor 
NO FAKTOR PENYEBAB PARAMETER 
1. 
10 
2. 
Faktor Pemicu Dinamis 
Faktor Pemicu Statis 
1. Kemiringan Lereng 
2. Curah Hujan 
3. Penggunan Lahan (aktivitas manusia) 
1. Jenis Batuan dan Struktur Geologi 
2. Kedalaman Solum Tanah 
3. Permeabilitas Tanah 
4. Tekstur Tanah 
Sumber : Goenadi et. Al (2003) dalam Alhasanah (2006) 
Menurut Barus (1999), gerakan tanah berkaitan langsung dengan 
berbagai sifat fisik alami seperti struktur geologi, bahan induk, tanah, pola 
drainase, lereng/bentuk lahan, hujan, maupun sifat-sifat non-alami yang bersifat 
dinamis seperti penggunaan lahan dan infrastruktur. 
Berbagai tipe dan jenis luncuran dan longsoran tanah umumnya dapat terjadi 
bersamaan dengan terjadinya gempa. Pada dasarnya getaran gempa lebih bersifat 
sebagai pemicu terjadinya longsoran atau gerakan tanah (Noor, 2006). Karnawati 
(2004) dalam Alhasanah (2006) menjelaskan bahwa terjadinya longsor karena 
adanya faktor-faktor pengontrol gerakan di antaranya geomorfologi, tanah, 
geologi, geohidrologi, dan tata guna lahan, serta adanya proses-proses pemicu 
You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 
gerakan seperti : infiltrasi air ke dalam lereng, getaran, aktivitas manusia/ 
perubahan dan gangguan lahan. 
Faktor-faktor pengontrol gerakan tanah meliputi kondisi morfologi, geologi, 
struktur geologi, hidrogeologi, dan tata guna lahan. Faktor-faktor tersebut saling 
berinteraksi sehingga mewujudkan suatu kondisi lereng yang cenderung atau 
berpotensi untuk bergerak. Kondisi lereng yang demikian disebut sebagai kondisi 
rentan untuk bergerak. Gerakan pada lereng baru benar-benar dapat terjadi apabila 
ada pemicu gerakan. Pemicu gerakan merupakan proses-proses alamiah ataupun 
non alamiah yang dapat mengubah kondisi lereng dari rentan (siap bergerak) 
menjadi mulai bergerak. 
Darsoatmodjo dan Soedrajat (2002), menyebutkan bahwa terdapat beberapa 
ciri/karakteristik daerah rawan akan gerakan tanah, yaitu : 
a. Adanya gunung api yang menghasilkan endapan batu vulkanik yang 
umumnya belum padu dan dengan proses fisik dan kimiawi maka batuan akan 
melapuk, berupa lempung pasiran atau pasir lempungan yang bersifat sarang, 
gembur, dan mudah meresapkan air. 
b. Adanya bidang luncur (diskontinuitas) antara batuan dasar dengan tanah 
pelapukan, bidang luncuran tersebut merupakan bidang lemah yang licin 
dapat berupa batuan lempung yang kedap air atau batuan breksi yang 
kompak dan bidang luncuran tersebut miring kea rah lereng yang terjal. 
c. Pada daerah pegunungan dan perbukitan terdapat lereng yang terjal, pada 
daerah jalur patahan/sesar juga dapat membuat lereng menjadi terjal dan 
dengan adanya pengaruh struktur geologi dapat menimbulkan zona retakan 
sehingga dapat memperlemah kekuatan batuan setempat. 
d. Pada daerah aliran sungai tua yang bermeander dapat mengakibatkan 
lereng menjadi terjal akibat pengikisan air sungai ke arah lateral, bila 
daerah tersebut disusun oleh batuan yang kurang kuat dan tanah pelapukan 
yang bersifat lembek dan tebal maka mudah untuk longsor. 
e. Faktor air juga berpengaruh terhadap terjadinya tanah longsor, yaitu bila di 
lereng bagian atas terdapat adanya saluran air tanpa bertembok, 
persawahan, kolam ikan (genangan air), bila saluran tersebut jebol atau 
bila turun hujan air permukaan tersebut meresap ke dalam tanah akan 
mengakibatkan kandungan air dalam massa tanah akan lewat jenuh, berat 
massa tanah bertambah dan tahanan geser tanah menurun serta daya ikat 
tanah menurun sehingga gaya pendorong pada lereng bertambah yang 
dapat mengakibatkan lereng tersebut goyah dan bergerak menjadi longsor. 
11 
You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 
Menurut Direktorat Geologi Tata Lingkungan (1981) faktor-faktor 
penyebab terjadinya tanah longsor antara lain adalah sebagai berikut : 
a. Topografi atau lereng, 
b. Keadaan tanah/ batuan, 
c. Curah hujan atau keairan, 
d. Gempa /gempa bumi, dan 
e. Keadaan vegetasi/hutan dan penggunaan lahan. 
Faktor-faktor penyebab tersebut satu sama lain saling mempengaruhi 
dan menentukan besar dan luasnya bencana tanah longsor. Kepekaan suatu 
daerah terhadap bencana tanah longsor ditentukan pula oleh pengaruh dan kaitan 
faktor-faktor ini satu sama lainnya. 
12 
2.3.1 Kelerengan (Slope) 
Menurut Karnawati (2001), kelerengan menjadi faktor yang sangat penting 
dalam proses terjadinya tanah longsor. Pembagian zona kerentanan sangat terkait 
dengan kondisi kemiringan lereng. Kondisi kemiringan lereng lebih 15º perlu 
mendapat perhatian terhadap kemungkinan bencana tanah longsor dan 
tentunya dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain yang mendukung. Pada 
dasarnya sebagian besar wilayah di Indonesia merupakan daerah perbukitan 
atau pegunungan yang membentuk lahan miring. Namun tidak selalu lereng atau 
lahan yang miring berbakat atau berpotensi longsor. Potensi terjadinya gerakan 
pada lereng juga tergantung pada kondisi batuan dan tanah penyusun 
lerengnya, struktur geologi, curah hujan, vegetasi penutup, dan penggunaan 
lahan pada lereng tersebut. 
Lebih jauh Karnawati (2001) menyebutkan terdapat 3 tipologi lereng yang 
rentan untuk bergerak/ longsor, yaitu : 
 Lereng yang tersusun oleh tumpukan tanah gembur dialasi oleh batuan 
atau tanah yang lebih kompak. 
 Lereng yang tersusun oleh pelapisan batuan miring searah lereng. 
 Lereng yang tersusun oleh blok-blok batuan. 
Kemantapan suatu lereng tergantung kapada gaya penggerak dan gaya 
penahan yang ada pada lereng tersebut. Gaya penggerak adalah gaya-gaya yang 
berusaha untuk membuat lereng longsor, sedangkan gaya penahan adalah 
gaya-gaya yang mempertahankan kemantapan lereng tersebut. Jika gaya 
penahan ini lebih besar daripada gaya penggerak, maka lereng tersebut tidak akan 
mengalami gangguan atau berarti lereng tersebut mantap (Das, 1993; 
Notosiswojo dan Projosumarto, 1984 dalam Mustafril, 2003). 
You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 
Faktor-faktor yang menyebabkan longsor secara umum diklasifikasikan 
sebagai berikut (Notosiswojo dan Projosumarto, 1984 dalam Mustafril, 2003) : 
1) Faktor-faktor yang menyebabkan naiknya tegangan geser, yaitu : naiknya berat 
unit tanah karena pembasahan, adanya tambahan beban eksternal seperti 
bangunan, bertambahnya kecuraman lereng karena erosi alami atau karena 
penggalian, dan bekerjanya beban goncangan. 
2) Faktor-faktor yang menyebabkan turunnya kekuatan geser, yaitu : adanya 
absorbsi air, kenaikan tekanan pori, beban guncangan atau beban berulang, 
pengaruh pembekuan atau pencairan, hilangnya sementasi material, proses 
pelapukan, dan hilangnya kekuatan karena regangan berlebihan pada 
lempung sensitif. 
Sitorus (2006) menjelaskan bahwa peningkatan tegangan geser dapat 
disebabkan oleh banyak faktor lain : 
a. Hilangnya penahan lateral; karena aktifitas erosi, pelapukan, penambahan 
kemiringan lereng, dan pemotongan lereng. 
b. Kelebihan beban; karena air hujan yang meresap ke tanah, pembangunan di 
atas lereng; karena pengikisan air, penambangan batuan, pembuatan 
terowongan, dan eksploitasi air tanah berlebihan. 
c. Getaran; karena gempa bumi atau mesin kendaraan. 
d. Hilangnya tahanan bagian bawah lereng; karena pengikisan air, 
e. Tekanan lateral; karena pengisian air di pori-pori antarbutiran tanah dan 
13 
pengembangan tanah. 
f. Stuktur geologi yang berpotensi mendorong terjadinya longsor adalah 
kontak antarbatuan dasar dengan pelapukan batuan, adanya retakan, 
patahan, rekahan, sesar,dan perlapisan batuan yang terlampau miring. 
g. Sifat batuan; pada umumnya komposisi mineral dari pelapukan batuan 
vulkanis yang berupa lempung akan mudah mengembang dan bergerak. 
Tanah dengan ukuran batuan yang halus dan seragam, kurang padat atau 
kurang kompak. 
h. Air; adanya genangan air, kolam ikan, rembesan, susut air cepat. Saluran air 
yang terhambat pada lereng menjadi salah satu sebab yang mendorong 
munculnya pergerakan tanah atau longsor. 
i. Vegetasi/tutupan lahan; peranan vegetasi pada kasus longsor sangat 
kompleks. Jika tumbuhan tersebut memiliki perakaran yang mampu 
menembus sampai lapisan batuan dasar maka tubuhan tersebut akan sangat 
berfungsi sebagai penahan massa lereng. Di sisi ain meskipun tumbuhan 
memiliki perakaran yang dangkal tetapi tumbuh pada lapisan tanah yang 
You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 
memiliki daya kohesi yang kuat sehingga menambah kestabilan lereng. 
Pada kadud tertentu tumbuhan yang hidup pada lereng dengan kemiringan 
tertentu justru berperan sebagai penambah beban lereng yang mendorong 
terjadinya longsor. 
Secara umum bentuk penampang keruntuhan lereng dibedakan atas : 
(1) berbentuk rotasi lingkaran (circular rotational slips) untuk kondisi tanah 
14 
homogen, 
(2) tidak berbentuk lingkaran (non-circular) untuk kondisi tanah tidak homogen, 
(3) bentuk translasi (translational slip) untuk kondisi tanah yang mempunyai 
perbedaan kekuatan antara lapisan permukaan dengan lapisan dasar 
longsoran dan pada umumnya terletak pada lapisan tanah dangkal (shallow 
depth) serta longsoran yang terjadi berupa bidang datar dan sejajar dengan 
lereng, dan 
(4) bentuk kombinasi (compound slip) biasanya terjadi pada lapisan tanah 
dengan dalam yang besar (greater depth) dan bentuk keruntuhan 
penampangnya terdiri dari lengkung dan datar (Peck dan Terzaghi, 1987; 
McKyes, 1989; Craig, 1992; Bhandari, 1995, dalam Mustafril, 2003). 
Pada dasarnya sebagian besar wilayah di Indonesia merupakan daerah 
perbukitan atau pegunungan yang membentuk lahan miring. Lereng atau lahan 
yang kemiringannya melampaui 20 derajat (40%), umumnya berbakat untuk 
bergerak atau longsor. Namun tidak selalu lereng atau lahan yang miring 
berpotensi untuk longsor. 
Menurut Anwar et al (2001), dari berbagai kejadian longsor, dapat 
didentifikasi 3 tipologi lereng yang rentan untuk bergerak yaitu: 
a. Lereng timbunan tanah residual yang dialasi oleh batuan kompak. 
b. Lereng batuan yang berlapis searah lereng topografi. 
c. Lereng yang tersusun oleh blok-blok batuan. 
2.3.2 Penutupan Vegetasi 
Menurut Sitorus (2006), vegetasai berpengaruh terhadap aliran permukaan, 
erosi, dan longsor melalui (1) Intersepsi hujan oleh tajuk vegetasi/tanaman, (2) 
Batang mengurangi kecepatan aliran permukaan dan kanopi mengurangi kekuatan 
merusak butir hujan, (3) Akar meningkatkan stabilitas struktur tanah dan 
pergerakan tanah, (4) Transpirasi mengakibatkan kandungan air tanah berkurang. 
Keseluruhan hal ini dapat mencegah dan mengurangi terjadinya erosi dan 
longsor.Tanaman mampu menahan air hujan agar tidak merembes untuk sementara, 
You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 
sehingga bila dikombinasikan dengan saluran drainase dapat mencegah 
penjenuhan material lereng dan erosi buluh (Rusli, 2007). Selanjutnya menurut Rusli 
(1997), keberadaan vegetasi juga mencegah erosi dan pelapukan lebih lanjut batuan 
lereng, sehingga lereng tidak bertambah labil. Dalam batasan tertentu, akar tanaman 
juga mampu membantu kestabilan lereng. Namun, terdapat fungsi-fungsi yang 
tidak dapat dilakukan sendiri oleh tanaman dalam mencegah longsor. Pola tanam 
yang tidak tepat justru berpotensi meningkatkan bahaya longsor. Jenis tanaman apa 
pun yang ditanam saat rehabilitasi harus sesuai dengan kondisi geofisik dan sejalan 
dengan tujuan akhir rehabilitasi lahan. Pohon yang cocok ditanam di lereng 
curam adalah yang tidak terlalu tinggi, namun memiliki jangkauan akar yang luas 
sebagai pengikat tanah (Surono, 2003). 
Penutupan lahan merupakan istilah yang berkaitan dengan jenis 
kenampakan yang ada di permukaan bumi (Lillesand & Kiefer, 1993). Penutupan 
menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan 
(Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya tampak secara 
langsung dari citra penginderaan jauh. Tiga kelas data secara umum yang tercakup 
dalam penutupan lahan, yaitu : 
1. Struktur fisik yang dibangun oleh manusia. 
2. Fenomena biotik seperti vegetasi alami, tanaman pertanian, dan kehidupan 
binatang 
3. Tipe pembangunan 
Penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang 
lahan tertentu. Informasi penutupan lahan dapat dikenali secara langsung 
dengan menggunakan penginderaan jauh yang tepat, sedangkan informasi 
tentang kegiatan manusia pada lahan (penggunaan lahan) tidak selalu dapat ditafsir 
secara langsung dari penutupan lahannya (Lillesand & Kiefer, 1993). 
15 
2.3.3 Faktor Tanah 
Jenis tanah sangat menentukan terhadap potensi erosi dan longsor. 
Tanah yang gembur karena mudah melalukan air masuk ke dalam penampang tanah 
akan lebih berpotensi longsor dibandingkan dengan tanah yang padat (massive) 
seperti tanah bertekstur liat (clay). Hal ini dapat terlihat juga dari kepekaan erosi 
tanah. Nilai kepekaan erosi tanah (K) menunjukkan mudah tidaknya tanah 
mengalami erosi, ditentukan oleh berbagai sifat fisik dan kimia tanah. Makin 
kecil nilai K makin tidak peka suatu tanah terhadap erosi. (Sitorus, 2006). 
Kedalaman atau solum, tekstur, dan struktur tanah menentukan besar 
kecilnya air limpasan permukaan dan laju penjenuhan tanah oleh air. Pada tanah 
You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 
bersolum dalam (>90 cm), struktur gembur, dan penutupan lahan rapat, sebagian 
besar air hujan terinfiltrasi ke dalam tanah dan hanya sebagian kecil yang menjadi air 
limpasan permukaan. Sebaliknya, pada tanah bersolum dangkal, struktur padat, dan 
penutupan lahan kurang rapat, hanya sebagian kecil air hujan yang terinfiltrasi dan 
sebagian besar menjadi aliran permukaan. (Litbang Departemen Pertanian, 
2006). 
Dalam hal kekritisan stabilisasi lereng menurut Saptohartono (2007) 
pada intensitas hujan yang sama (127,4 mm/jam), tekstur tanah pasir cenderung 
lebih cepat mencapai kondisi kritis sekitar 0,023 jam, dibandingkan tekstur 
tanah lempung, 0,03 jam dan tanah liat sekitar 0,08 jam setelah terjadi hujan. 
Tabel 3. Klasifikasi Kedalaman Tanah 
NO KRITERIA NILAI (cm) 
1 
2 
3 
4 
16 
Sangat Dangkal 
Dangkal 
Sedang 
Dalam 
<25 
25 - 50 
50 – 90 
>90 
Sumber : Arsyad, 1989 
2.3.4 Curah Hujan 
Karnawati (2003) menyatakan salah satu faktor penyebab terjadinya 
bencana tanah longsor adalah air hujan. Air hujan yang telah meresap ke dalam 
tanah lempung pada lereng akan tertahan oleh batuan yang lebih kompak dan 
lebih kedap air. Derasnya hujan mengakibatkan air yang tertahan semakin 
meningkatkan debit dan volumenya dan akibatnya air dalam lereng ini semakin 
menekan butiran-butiran tanah dan mendorong tanah lempung pasiran untuk 
bergerak longsor. Batuan yang kompak dan kedap air berperan sebagai penahan air 
dan sekaligus sebagai bidang gelincir longsoran, sedangkan air berperan 
sebagai penggerak massa tanah yang tergelincir di atas batuan kompak tersebut. 
Semakin curam kemiringan lereng maka kecepatan penggelinciran juga semakin 
cepat. Semakin gembur tumpukan tanah lempung maka semakin mudah tanah 
tersebut meloloskan air dan semakin cepat air meresap ke dalam tanah. Semakin 
tebal tumpukan tanah, maka juga semakin besar volume massa tanah yang 
longsor. Tanah yang longsor dengan cara demikian umumnya dapat berubah 
menjadi aliran lumpur yang pada saat longsor sering menimbulkan suara 
gemuruh. Hujan dapat memicu tanah longsor melalui penambahan beban lereng 
dan menurunkan kuat geser tanah. 
You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 
Selanjutnya, menurut Suryolelono (2005), pengaruh hujan dapat terjadi 
di bagian-bagian lereng yang terbuka akibat aktivitas mahluk hidup terutama 
berkaitan dengan budaya masyarakat saat ini dalam memanfaatkan alam berkaitan 
dengan pemanfaatan lahan (tata guna lahan), kurang memperhatikan pola-pola 
yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Penebangan hutan yang seharusnya tidak 
diperbolehkan tetap saja dilakukan, sehingga lahan-lahan pada kondisi lereng 
dengan geomorfologi yang sangat miring, menjadi terbuka dan lereng menjadi 
rawan longsor. 
Air permukaan yang membuat tanah menjadi basah dan jenuh akan sangat 
rawan terhadap longsor. Hujan yang tidak terlalu lebat, tetapi berjalan 
berkepanjangan lebih dari 1 atau 2 hari, akan berpeluang untuk menimbulkan 
tanah longsor (Soedrajat, 2007). Selanjutnya, (Litbang Departemen Pertanian, 
2006) hujan dengan curahan dan intensitas tinggi, misalnya 50 mm yang 
berlangsung lama (>6 jam) berpotensi menyebabkan longsor, karena pada kondisi 
tersebut dapat terjadi penjenuhan tanah oleh air yang meningkatkan massa tanah. 
Ada dua tipe hujan, yaitu tipe hujan deras yang dapat mencapai 70 mm/jam 
atau lebih dari 100 mm/hari. Tipe hujan deras sangat efektif memicu 
longsoran pada lereng-lereng yang tanahnya mudah menyerap air, misalnya 
pada tanah lempung pasiran dan tanah pasir. Sedangkan tipe hujan normal, 
curah hujan kurang dari 20 mm/hari. Tipe ini dapat menyebabkan longsor pada 
lereng yang tersusun tanah kedap air apabila hujan berlangsung selama 
beberapa minggu hingga lebih satu bulan (Anonim, 2007). 
17 
2.3.5 Faktor Geologi 
Faktor geologi yang mempengaruhi terjadinya gerakan tanah adalah struktur 
geologi, sifat batuan, hilangnya perekat tanah karena proses alami (pelarutan), dan 
gempa. Struktur geologi yang mempengaruhi terjadinya gerakan tanah adalah 
kontak batuan dasar dengan pelapukan batuan, retakan/rekahan, perlapisan batuan, 
dan patahan. Zona patahan merupakan zona lemah yang mengakibatkan kekuatan 
batuan berkurang sehingga menimbulkan banyak retakan yang memudahkan 
air meresap (Surono, 2003). 
You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 
Tabel 4. Rangkuman Karakteristik Tanah Longsor 
NO PERIHAL RANGKUMAN 
1 
18 
2 
3 
4 
5 
6 
Fenomena Sebab Akibat 
Karakteristik 
umum 
Bisa diramalkan 
Faktor-faktor yang memberikan 
kontribusi terhadap kerentanan 
Pengaruh-pengaruh umum 
yang merugikan 
Tindakan pengurangan resiko yang 
memungkinkan 
Meluncurnya tanah pada lereng dan bebatuan sebgai 
akibat getaran-getaran yang terjadi secara alami, 
perubahan-perubahan secara langsung kandungan air, 
hilangnya dukungan yang berdekatan, pengisian beban, 
pelapukan, atau manipulasi manusia terhadap jalur-jalur air 
dan komposisi lereng. 
Tanah longsor berbeda-beda dalam tipe gerakannya (jatuh, 
meluncur, tumbang, menyebar ke samping, mengalir), dan 
mungkin pengaruh-pengaruh sekundernya adalah badai 
yang kencang, gempa umi dan letusan gunung berapi. 
Tanah longsor lebih menyebar dibandingkan dengan 
kejadian geologi lainnya. 
Frekuensi kemunculannya, tingkat, dan konsekuensi dari 
tanah longsor bisa diperkirakan dan daerah-daerah yang 
beresiko tinggi ditetapkan dengan penggunaan informasi 
pada area geolog, geomorphologi, hidrologi, & klimatologi 
dan vegetasi. 
 Tempat tinggal yang dibangun pada lereng terjal, 
tanah yang lembek, puncak batu karang. 
 Tempat hunian yang dibangun pada dasar lereng 
yang terjal, pada mulutmulut sungai dari lembah-lembah 
gunung. 
 Jalan-jalan, jalur-jalur komunikasi di daerah-daerah 
pegunungan. Bangunan dengan pondasi lemah. 
 Jalur-jalur pipa yang ditanam, pipa-pipa yang mudah 
patah. 
 Kurangnya pemahaman akan bahaya tanah longsor. 
Kerusakan fisik- Segala sesuatu yang berada di atas atau 
pada jalur tanah longsor akan menderita kerusakan. Puing-puing 
bisa menutup jalan-jalan, jalur komunikasi atau jalan-jalan 
air. Pengaruh-pengaruh tidak langsung bisa 
mencakup kerugian produktifitas pertanian atau lahan-lahan 
hutan, banjir, berkurangnya nilai property. Korban – 
kematian terjadi karena runtuhnya lereng. Luncuran 
puingpuing yang hebat atau aliran Lumpur telah membunuh 
beribu-ribu orang. 
 Pemetaan bahaya 
 Legislasi dan peraturan penggunaan bahaya 
You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 
19 
7 
8 
9 
Tindakan kesiapan khusus 
Kebutuhan khusus pasca bencana 
Alat-alat penilaian dampak 
 Asuransi 
 Pendidikan komunitas 
 Monitoring sistem peringatan dan sistem evakuasi 
 SAR (penggunaan peralatan untuk memindahkan 
tanah) 
 Bantuan medis, emergensi tempat berlindung bagi 
yang tidak memiliki tempat tinggal. 
Formulir-formulir pengkajian kerusakan 
Sumber : UNDP 1992 
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Ketidakstabilan Lereng 
Faktor-faktor penyebab lereng rawan longsor meliputi faktor internal (dari 
tubuh lereng sendiri) maupun faktor eksternal (dari luar lereng), antara lain: 
kegempaan, iklim (curah hujan), vegetasi, morfologi, batuan/tanah maupun situasi 
setempat (Anwar dan Kesumadharma, 1991; Hirnawan, 1994), tingkat 
kelembaban tanah (moisture), adanya rembesan, dan aktifitas geologi seperti 
patahan (terutama yang masih aktif), rekahan dan liniasi (Sukandar, 1991). 
Proses eksternal penyebab longsor yang dikelompokkan oleh Brunsden (1993, 
dalam Dikau et.al., 1996) diantaranya adalah : 
 Pelapukan (fisika, kimia dan biologi), 
 Erosi, 
 Penurunan tanah (ground subsidence), 
 Deposisi (fluvial, glasial dan gerakan tanah), 
 Getaran dan aktivitas seismik, 
 Jatuhan tepra 
 Perubahan rejim air. 
Pelapukan dan erosi sangat dipengaruhi oleh iklim yang diwakili oleh 
kehadiran hujan di daerah setempat, curah hujan kadar air (water content; %) 
dan kejenuhan air (saturation; Sr, %). Pada beberapa kasus longsor, hujan 
sering sebagai pemicu karena hujan meningkatkan kadar air tanah yang 
menyebabkan kondisi fisik/mekanik material tubuh lereng berubah. Kenaikan 
kadar air akan memperlemah sifat fisik-mekanik tanah dan menurunkan Faktor 
Kemanan lereng (Brunsden & Prior, 1984; Bowles, 1989; Hirnawan & Zakaria, 1991). 
Penambahan beban di tubuh lereng bagian atas (pembuatan/peletakan 
bangunan, misalnya dengan membuat perumahan atau villa di tepi lereng atau di 
puncak bukit) merupakan tindakan beresiko mengakibatkan longsor. Demikian juga 
You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 
pemotongan lereng pada pekerjaan cut & fill, jika tanpa perencanaan dapat 
menyebabkan perubahan keseimbangan tekanan pada lereng. Letak atau posisi 
tanaman keras dan kerapatannya mempengaruhi Faktor Keamanan Lereng 
(Hirnawan, 1993), hilangnya tumbuhan penutup menyebabkan alur-alur pada 
beberapa daerah tertentu. Penghanyutan yang semakin meningkat akhirnya 
mengakibatkan terjadinya longsor (Pangular, 1985). Dalam kondisi ini erosi 
tentunya memegang peranan penting. Penyebab lain dari kejadian longsor adalah 
gangguan-gangguan internal, yaitu yang datang dari dalam tubuh lereng sendiri 
terutama karena ikutsertanya peranan air dalam tubuh lereng; Kondisi ini tak 
lepas dari pengaruh luar, yaitu iklim yang diwakili oleh curah hujan. Jumlah air yang 
meningkat dicirikan oleh peningkatan kadar airtanah, derajat kejenuhan, atau 
muka air tanah. 
Kenaikan air tanah akan menurunkan sifat fisik dan mekanik tanah dan 
meningkatkan tekanan pori (m) yang berarti memperkecil ketahananan geser dari 
massa lereng (lihat rumus Faktor Keamanan). Debit air tanah juga membesar 
dan erosi di bawah permukaan (piping atau subaqueous erosion) meningkat. 
Akibatnya lebih banyak fraksi halus (lanau) dari masa tanah yang dihanyutkan, 
lebih jauh ketahanan massa tanah akan menurun (Bell, 1984, dalam Hirnawan, 
1993). Kejadian di Sodonghilir dan Taraju (1992); Bukit Lantiak, Padang dan 
Sagalaherang, Ciamis (1999), dan kejadian di beberapa tempat lainnya 
umumnya disebabkan penurunan sifat fisik dan mekanik tanah karena kehadiran air 
dalam tubuh lereng (Tabel 5). 
Tabel 5. Penyebab Longsor Di Berbagai Tempat 
20 
Sumber : Kompas (2001) 
You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 
21 
2.4.1. Gempa atau Getaran. 
Banyak kejadian longsor terjadi akibat gempa bumi. Gempa bumi Tes di 
Sumatera Selatan tahun 1952 dan di Wonosobo tahun 1924, juga di Assam 
27 Maret 1964 menyebabkan timbulnya tanah longsor (Pangular, 1985). 
Demikian juga di Jayawijaya, Irian Jaya tahun 1987 (Siagian, 1989, dalam 
Tadjudin, 1996) dan di Sindangwanggu, Majalengka tahun 1990 (Soehaimi, 
et.al., 1990). Di jalur keretaapi Jakarta-Yogyakarta dekat Purwokerto tahun 1947 
(Pangular, 1985) akibat getaran dan di Cadas Pangeran, Sumedang bulan April; 
1995, selain morfologi dan sifat fisik/mekanik material tanah lapukan breksi, 
getaran kendaraan pun ikut ambil bagian dalam kejadian longsor. Gempa di 
India dan Peru (2000) juga menyebabkan longsor. 
2.4.2 Cuaca / Iklim 
Curah hujan sebagai salah satu komponen iklim, akan mempengaruhi 
kadar air (water content; w, %) dan kejenuhan air (Saturation; Sr, %). Pada 
beberapa kasus longsor di Jawa Barat, air hujan seringkali menjadi pemicu 
terjadinya longsor. Hujan dapat meningkatkan kadar air dalam tanah dan lebih 
jauh akan menyebabkan kondisi fisik tubuh lereng berubah-ubah. Kenaikan 
kadar air tanah akan memperlemah sifat fisik-mekanik tanah (mempengaruhi 
kondisi internal tubuh lereng) dan menurunkan Faktor Kemanan lereng 
(Brunsden & Prior, 1984; Bowles, 1989; Hirnawan & Zufialdi, 1993). Kondisi 
lingkungan geologi fisik sangat berperan dalam kejadian gerakan tanah selain 
kurangnya kepedulian masyarakat karena kurang informasi ataupun karena 
semakin merebaknya pengembangan wilayah yang mengambil tempat di daerah 
yang mempunyai masalah lereng rawan longsor. 
2.4.3 Ketidakseimbangan Beban di Puncak dan di Kaki Lereng 
Beban tambahan di tubuh lereng bagian atas (puncak) 
mengikutsertakan peranan aktifitas manusia. Pendirian atau peletakan bangunan, 
terutama memandang aspek estetika belaka, misalnya dengan membuat 
perumahan (real estate) atau villa di tepi-tepi lereng atau di puncak-puncak bukit 
merupakan tindakan ceroboh yang dapat mengakibatkan longsor. Kondisi 
tersebut menyebabkan berubahnya keseimbangan tekanan dalam tubuh 
lereng. Sejalan dengan kenaikan beban di puncak lereng, maka keamanan 
lereng akan menurun. Pengurangan beban di daerah kaki lereng berdampak 
menurunkan Faktor Keamanan. Makin besar pengurangan beban di kaki lereng, 
makin besar pula penurunan Faktor Keamanan lerengnya, sehingga lereng 
You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 
makin labil atau makin rawan longsor. Aktivitas manusia berperan dalam kondisi 
seperti ini. Pengurangan beban di kaki lereng diantaranya oleh aktivitas 
penambangan bahan galian, pemangkasan (cut) kaki lereng untuk perumahan, 
jalan dan lainlain, atau erosi (Hirnawan, 1993). Kasus longsor yang disebabkan oleh 
kondisi ketidakseimbangan beban pada lereng antara lain: 
1) longsor di tempat penggalian trass di tepi jalan raya Lembang akibat 
penggalian bahan baku bangunan dengan cara membuat tebing yang hampir 
tegak lurus; 
2) longsor sekitar jalan di Bandung Utara akibat pemangkasan untuk kawasan 
22 
perumahan (real estate); 
3) longsoran di tepi sungai Cipeles (Jalan raya Bandung-Cirebon) juga 
diakibatkan oleh kondisi ketidakseimbangan beban. 
2.4.4. Vegetasi / Tumbuh-tumbuhan 
Hilangnya tumbuhan penutup, dapat menyebabkan alur-alur pada 
beberapa daerah tertentu. Penghanyutan makin meningkat dan akhirnya terjadilah 
longsor (Pangular, 1985). Dalam kondisi tersebut berperan pula faktor erosi. 
Letak atau posisi penutup tanaman keras dan kerapatannya mempengaruhi 
Faktor Keamanan Lereng. Penanaman vegetasi tanaman keras di kaki lereng 
akan memperkuat kestabilan lereng, sebaliknya penanaman tanaman keras di 
puncak lereng justru akan menurunkan Faktor Keamanan Lereng sehingga 
memperlemah kestabilan lereng (Hirnawan, 1993). Penyebab lain dari kejadian 
longsor adalah gangguan internal yang datang dari dalam tubuh lereng sendiri 
terutama karena ikut sertanya peranan air dalam tubuh lereng; 
2.4.5. Naiknya Muka Air Tanah 
Kehadiran air tanah dalam tubuh lereng biasanya menjadi masalah bagi 
kestabilan lereng. Kondisi ini tak lepas dari pengaruh luar, yaitu iklim (diwakili 
oleh curah hujan) yang dapat meningkatkan kadar air tanah, derajat kejenuhan, 
atau muka airtanah. Kehadiraran air tanah akan menurunkan sifat fisik dan 
mekanik tanah. Kenaikan muka air tanah meningkatkan tekanan pori (m) yang 
berarti memperkecil ketahanan geser dari massa lereng, terutama pada material 
tanah (soil). Kenaikan muka air tanah juga memperbesar debit air tanah dan 
meningkatkan erosi di bawah permukaan (piping atau subaqueous erosion). 
Akibatnya lebih banyak fraksi halus (lanau) dari masa tanah yang dihanyutkan, 
ketahanan massa tanah akan menurun (Bell, 1984, dalam Hirnawan, 1993). 
You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 
BAB III 
METODE PENANGGULANGAN KELONGSORAN 
23 
3.1 Penanggulangan Longsor 
Yang dimaksud dengan penanggulangan longsoran adalah adalah tindakan 
yang bersifat pencegahan dan tindakan korektif. Tindakan pencegahan dimaksudkan 
untuk menghindari kemungkinan terjadinya longsor, sedangkan tindakan korektif 
dilakukan setelah longsor terjadi. Menurut umur kestabilannya, tindakan korektif 
dikategorikan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu penanggulangan darurat dan 
penanggulangan permanen. 
3.1.1 Pencegahan 
Pencegahan adalah tindakan pengamanan untuk mencegah terjadinya 
kerusakan-kerusakan yang lebih parah pada daerah-daerah yang berpotensi 
longsor. Tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut: 
 Menghindari penambahan gaya pada bagian atas lereng, misalnya tidak 
melakukan penimbunan dan pembuatan bangunan di atas lereng. 
 Menghindari pemotongan/penggalian pada kaki lereng. 
 Mencegah terjadinya penggerusan sungai yang berakibat terganggunya 
kemantapan lereng. 
 Mengeringkan genangan air pada bagian atas lereng. 
 Menutup cekungan-cekungan yang berpotensi menimbulkan genangan air. 
 Penghijauan pada lereng yang gundul. 
 Mengendalikan air permukaan pada lereng sehingga tidak terjadi erosi yang 
menimbulkan alur dalam. 
 Penggunaan bangunan penambat, misalnya tiang pancang, tembok penahan, 
bored pile, bronjong, dan lain-lain. 
 Pengaturan tata guna lahan. 
3.1.2 Penanggulangan Darurat 
Penanggulangan darurat adalah tindakan korektif yang sifatnya sementara 
dan umumnya dilakukan sebelum penanggulangan permanen dilaksanakan. 
Penanggulangan darurat dapat dilaksanakan dengan tindakan-tindakan sebagai 
berikut: 
 Mencegah masuknya air permukaan ke dalam area longsoran dengan cara 
membuat saluran terbuka. 
You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 
 Mengeringkan genangan air yang berada pada bagian atas longsoran. 
 Mengalirkan genangan air dan mata air yang tertimbun maupun yang terbuka. 
 Menutup rekahan dengan tanah liat. 
 Membuat beban kontra (counter weight) pada kaki longsoran, misalnya dengan 
bronjong ataupun karung yang berisi tanah. 
 Pelebaran ke arah tebing. 
 Pemotongan bagian kepala longsoran. 
24 
3.1.3 Penanggulangan Permanen 
Penanggulangan permanen memerlukan waktu untuk penyelidikan, analisis, 
dan perencanaan yang matang. Metode penanggulangan longsoran dibedakan 
menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu: 
a. Mengurangi gaya-gaya yang menimbulkan gerakan tanah dengan cara: 
 Mengubah geometri lereng 
 Mengendalikan air permukaan 
b. Menambah gaya-gaya yang menahan gerakan tanah dengan cara: 
 Mengendalikan air rembesan 
 Penambatan 
 Beban kontra (counter weight) 
c. Jika kedua metode di atas tidak dapat mengatasi longsoran yang terjadi maka 
dilakukan penanggulangan dengan tindakan lain, misalnya: 
 Stabilisasi 
 Relokasi 
 Bangunan silang 
 Bangunan bahan ringan 
3.2 Pemilihan Tipe Penanggulangan 
Pemilihan tipe penanggulangan gerakan tanah disesuaikan dengan tipe 
gerakan, faktor penyebab, dan kemungkinan untuk dapat dikerjakan (work ability). 
Pemilihan tipe penanggulangan juga harus memperhatikan faktor-faktor yang 
berkaitan dengan pelaksanaan, yaitu tingkat kepentingan, aspek sosial, dan 
ketersediaan material di sekitar lokasi longsoran. 
You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 
25 
3.2.1 Mengubah Geometri Lereng 
Pengubahan geometri lereng dapat dilakukan dengan pemotongan dan 
penimbunan (cut and fill). Bagian yang dipotong disesuaikan dengan geometri 
daerah longsoran, sedangkan penimbunan dilakukan di kaki lereng. Pemotongan 
geometri terdiri dari: 
 Pemotongan kepala (bagian atas) lereng. 
 Pelandaian. 
 Penanggaan. 
 Pemotongan habis. 
 Pengupasan tebing. 
 Pengupasan lereng. 
Pada prinsipnya pemotongan lereng bertujuan untuk mengurangi tegangan. 
Jadi pemotongan harus dilakukan pada bagian yang banyak menimbulkan tegangan 
tangensial. Tebing yang rawan longsor dan memiliki sudut kemiringan lebih besar 
dari sudut geser dalam tanahnya sebaiknya dilandaikan sampai mencapai sudut 
lereng yang aman, yaitu mendekati sudut geser dalam tanahnya. Penetapan metode 
ini perlu mempertimbangkan mekanisme longsoran yang terjadi. Pemotongan tidak 
efektif untuk tipe longsoran berantai yang gerakannya dimulai dari bagian kaki 
lereng. Cara pemotongan juga tidak disarankan untuk gerakan tanah tipe aliran, 
kecuali disertai dengan tata salir yang memadai. 
Mengubah geometri lereng dengan cara penimbunan dilakukan dengan 
memberikan beban berupa timbunan pada area kaki lereng yang berfungsi untuk 
menambah momen perlawanan. Penanggulangan ini hanya cocok untuk longsoran 
rotasi tunggal yang massa tanahnya relatif utuh di mana bidang rotasinya terletak di 
dalam area longsoran. 
Pemilihan metode penimbunan diperkenankan dengan memperhatikan hal-hal 
sebagai berikut: 
 Timbunan tidak mengganggu kemantapan lereng di bawahnya 
 Timbunan tidak mengganggu drainase permukaan dan tidak membentuk 
cekungan yang memungkinkan terjadinya genangan air. 
 Timbunan terletak di antara bidang netral dan ujung kaki longsoran. 
Metode pengubahan geometri harus memperhatikan keberadaan bangunan 
di sekitar lokasi longsoran. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut: 
 Pemotongan kepala longsoran tidak diperkenankan jika terdapat bangunan di 
dekatnya. 
 Pelandaian dapat dilakukan jika bangunan terletak di kaki longsoran. 
You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 
 Pemotongan seluruhnya hanya boleh dilakukan bila bangunan terletak di ujung 
26 
kaki longsoran. 
 Penanggan umumnya dapat dilakukan jika bangunan berada di dekat kepala, di 
tengah, maupun di kaki longsoran. 
 Penimbunan tidak diperkenankan bila bangunan terletak pada kaki longsoran. 
3.2.2 Mengendalikan Air Permukaan 
Mengendalikan air permukaan merupakan langkah awal dari setiap rencana 
penanggulangan longsoran. Pengendalian air permukaan ini bertujuan untuk 
mengurangi berat massa tanah yang bergerak dan menambah kekuatan material 
pembentuk lereng. Dua hal yang harus diperhatikan adalah air permukaan yang 
akan mengalir pada permukaan lereng dan yang akan meresap ke dalam tanah. Air 
permukaan harus dicegah agar tidak mengalir menuju area longsoran, sedangkan 
mata air, rembesan, dan genangan di area longsoran harus dialirkan ke luar. 
Mengendalikan air permukaan dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai 
berikut: 
a. Menanam Tumbuhan 
Penanaman tumbuhan dimaksudkan untuk mencegah erosi tanah permukaan. 
b. Tata Salir 
Tata salir/saluran permukaan sebaiknya dibuat pada bagian luar longsoran dan 
mengelilingi longsoran sehingga mencegah air limpasan yang datang dari 
tempat yang lebih tinggi mengalir masuk ke area longsoran. 
Jika terpaksa membuat saluran terbuka di badan longsoran, maka harus 
diperhatikan hal-hal berikut: 
 Dasar saluran harus kedap air dan memiliki kemiringan yang cukup sehingga 
air bisa mengalir dengan cepat dan tidak meresap ke badan longsoran. 
 Dimensi saluran juga harus diperhitungkan terhadap debit dan kecepatan 
aliran yang dikehendaki. 
c. Menutup Rekahan 
Penutupan rekahan dapat memperbaiki kondisi pengaliran air permukaan pada 
lereng. Penutupan rekahan mencegah masuknya air permukaan sehingga tidak 
menimbulkan tekanan hidrostatis dan tidak membuat tanah yang bergerak 
menjadi lembek. 
d. Perbaikan Permukaan Lereng 
Perbaikan permukaan lereng dapat dilakukan dengan meratakan 
permukaannya, misalanya dengan memotong gundukan dan menutup cekungan 
You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 
sehingga dapat mempercepat aliran air limpasan dan mengurangi terjadinya 
resapan. Metode ini bisa dikombinasikan dengan metode lain. 
3.2.3 Mengendalikan Air Rembesan (Drainase Bawah Permukaan) 
Mengeringkan atau menurunkan muka air tanah dengan mengendalikan air 
tanah merupakan usaha yang sulit dan membutuhkan penyelidikan yang cermat. 
Metode pengendalian air rembesan yang dapat digunakan adalah sebagai berikut: 
a. Sumur Dalam 
Digunakan untuk menanggulangi longsoran yang bidang longsornya relatif 
dalam dan efektif digunakan pada daerah longsoran yang bermaterial lulus 
air. Cara ini dinilai cukup mahal karena harus melakukan pemompaan secara 
terus-menerus. 
b. Penyalir Tegak (Saluran Tegak) 
Metode ini dilakukan dengan cara mengalirkan air tanah sementara ke 
lapisan lulus air di bawahnya, sehingga menurunkan tekanan hidrostatik. 
Efektifitas dari metode ini tergantung pada kondisi air tanah dan 
perlapisannya. 
c. Penyalir Mendatar (Saluran Mendatar) 
Penyalir mendatar dibuat untuk mengalirkan air atau menurunkan muka air 
tanah pada daerah longsoran. Metode ini dapat digunakan pada longsoran 
besar yang bidang longsornya dalam dengan membuat lubang setengah 
mendatar hingga mencapai sumber airnya. Air dialirkan melalui pipa dengan 
diameter 5 cm atau lebih yang berlubang-lubang pada 
dindingnya.Penempatan pipa penyalir tergantung pada jenis material yang 
akan diturunkan muka air tanahnya. Untuk material berbutir halus jarak antar 
pipa 3-8 meter, sedangkan untuk material kasar berjarak 8–15 meter. 
Efektifitas cara ini tergantung dari permeabilitas tanah yang mempengaruhi 
banyaknya air yang bisa dialirkan keluar. 
27 
d. Pelantar 
Pelantar sangat efektif untuk menurunkan muka air tanah di daerah longsoran 
yang besar, tapi pengerjaannya sangat sulit dan mahal. Cara ini lebih banyak 
dipakai pada lapisan batu, karena umumnya memerlukan penyangga yang 
lebih sedikit dibandingkan bila dilakukan pada tanah. Agar berfungsi 
maksimal, pelantar digali di bawah bidang longsor. Kemudian dari atas dibuat 
lubang yang berhubungan dengan pelantar untuk mempercepat aliran air 
dalam material yang longsor. 
You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 
28 
e. Sumur Pelega 
Sumur pelega efektif untuk menanggulangi longsoran berskala kecil yang 
disebabkan oleh rembesan. Sumur tersebut dibuat dengan menggali kaki 
longsoran, dan galian ini harus segera diisi dengan batu. Hal ini untuk 
menjaga agar tidak kehilangan gaya penahan yang dapat mengakibatkan 
longsoran yang lebih besar. 
f. Penyalir Parit Pencegat (Saluran Pemotong) 
Penyalir parit pencegat dibuat untuk memotong aliran air tanah yang masuk 
ke dalam longsoran. Parit ini dibuat di bagian atas mahkota longsoran sampai 
ke lapisan kedap air, sehingga aliran air tanah tercegat oleh parit tersebut. 
Pada dasar galian dipasang pipa dengan dinding berlubang untuk 
mengalirkan air tanah. Pipa ini kemudian ditimbun dengan material yang bisa 
berfungsi sebagai penyalir filter. Cara ini dapat dilakukan bila kedalaman 
lapisan kedap air tidak lebih dari 5 meter. Efektifitas cara ini tergantung pada 
kondisi air tanah dan perlapisannya. 
g. Penyalir Liput 
Penyalir liput dipasang di antara lereng alam dan timbunan yang sebaiknya 
dilakukan pengupasan pada lereng alam sampai tanah keras. Sebelum 
penyalir liput dipasang, material berbutir dari penyalir ini dihamparkan 
menutupi seluruh lereng yang akan ditimbun. Air yang mengalir melalui 
penyalir liput ini ditampung pada penyalir terbuka yang digali di bawah 
timbunan. 
h. Elektro Osmosis 
Elektro osmosis merupakan salah satu cara penanggulangan longsoran 
khususnya pada lanau dan lempung kelanauan. Cara ini jarang digunakan 
karena relatif mahal dan tidak menyelesaikan masalah dengan tuntas bila 
proses elektro osmosis tidak berjalan dengan baik. Metode ini dilakukan 
dengan cara menempatkan 2 (dua) elektroda sampai pada kedalaman 
lapisan jenuh air yang akan dikeringkan, kemudian arus listrik searah 
dialirkan. Arus listrik terimbas menyebabkan air pori mengalir dari anoda ke 
katoda. Elektroda diatur agar tekanan air menjauhi lereng yang berfungsi 
mengurangi kadar air dan tekanan air pori sehingga meningkatkan 
kemantapan lereng. 
You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 
29 
3.2.4 Penambatan 
Metode penambatan ini terbagi dalam 2 (dua) kategori, yaitu penambatan 
tanah dan penambatan batuan. Penambatan tanah terdiri dari: 
 Tembok penahan 
 Sumuran 
 Tiang pancang 
 Turap baja 
 Bored pile 
Sedangkan penambatan batuan terdiri dari: 
 Tumpuan beton 
 Baut batuan 
 Pengikat beton 
 Jangkar kabel 
 Jala kawat 
 Tembok penahan batu 
 Beton semprot 
 Dinding tipis 
Penjelasan dari metode penambatan adalah sebagai berikut. 
a. Tembok Penahan 
Gambar 7. Tembok Penahan 
Tembok penahan dibuat dari pasangan batu, beton, atau beton bertulang. 
Keberhasilan tembok penahan tergantung dari kemampuan menahan geseran 
dan stabilitas terhadap guling. Selain untuk menahan gerakan tanah, juga 
berfungsi melindungi bangunan dari runtuhan. Tembok penahan harus diberi 
fasilitas drainase dan pipa salir sehingga tidak terjadi tekanan hidrostatis yang 
besar. 
You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 
30 
b. Sumuran 
Gambar 8. Sumuran 
Cincin-cincin (gorong-gorong) beton pracetak dengan diameter 0,1 - 2,0 meter 
dimasukkan ke dalam sumuran yang digali dengan kedalaman melebihi bidang 
longsoran. Kemudian gorong-gorong diisi dengan beton tumbuk, beton cyclop, 
atau material berbutir tergantung dari kekuatan geser yang dikehendaki. 
Pelaksanaan penanggulangan dengan metode ini sebaiknya dilakukan pada 
musim kemarau, pada saat tidak terjadi gerakan. Cara ini bisa dilakukan sampai 
dengan kedalaman 15 meter. 
c. Tiang Pancang 
Gambar 9. Tiang Pancang 
Tiang pancang cocok digunakan untuk pencegahan maupun penanggulangan 
longsoran yang bidang longsornya tidak terlalu dalam, namun tidak cocok untuk 
jenis tanah yang sensitif karena getaran yang terjadi pada saat pemancangan 
dapat mencairkan massa tanah. Efektifitasnya juga tergantung pada 
kemampuannya menembus lapisan tanah. Pada umumnya semua metode tiang 
tidak cocok untuk gerakan tanah tipe aliran, karena tanahnya bersifat lembek 
dan dapat lolos melalui sela-sela tiang. 
You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 
31 
d. Bored Pile 
Gambar 10. Bored Pile 
e. Turap Baja 
Gambar 11. Turap Baja 
Untuk lapisan keras disarankan menggunakan tiang baja terbuka pada ujung-ujungnya. 
Turap baja tidak efektif untuk menahan massa longsoran yang besar, 
karena modulus perlawanannya yang kecil. Namun masalah ini dapat diatasi 
dengan pemasangan ganda. Sedangkan tiang baja yang berbentuk pipa dapat 
diisi beton atau komposit beton dengan baja profil untuk memperbesar modulus 
perlawanannya. 
f. Tumpuan Beton 
Tumpuan beton digunakan untuk menyangga batuan yang menggantung akibat 
tererosi atau pelapukan. 
g. Baut Batuan 
Baut batuan dipasang untuk memperkuat massa batu yang terbentuk oleh 
adanya diskontinuitas kekar dan retakan agar lereng menjadi stabil. 
h. Pengikat Beton 
Umumnya dikombinasikan dengan baut batuan agar mengurangi penggunaan 
baut batuan. 
You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 
32 
i. Jangkar Kabel 
Metode ini dilakukan bila massa batuan yang bergerak berukuran besar. 
j. Jala Kawat 
Dipasang pada bagian kaki lereng untuk menjaga agar runtuhan batuan bisa 
ditahan di satu tempat. 
k. Tembok Penahan Batu 
Dipasang pada bagian kaki lereng untuk menahan fragmen batuan yang runtuh 
dari atas. 
l. Beton Semprot 
Digunakan untuk memperkuat permukaan batu yang bersifat kekar, meluruh, 
atau batuan lapuk. 
m. Dinding tipis 
Beberapa jenis batuan seperti serpih atau batuan lempung sangat mudah lapuk 
bila tersingkap (terbuka). Untuk melindungi batuan tersebut, maka dipasang 
dinding tipis dari batu bata, batu, atau beton pada permukaannya. 
3.2.5 Beban Kontra (Counter Weight) 
a. Bronjong 
Gambar 12. Bronjong 
Bronjong adalah bangunan berupa anyaman kawat yang diisi dengan batu 
belah. Struktur bangunannya berbentuk persegi dengan ukuran sekitar (2 x 1 x 
0,5) m³ yang disusun secara bertangga. 
Keuntungan penggunaan bronjong antara lain sebagai berikut: 
 Bronjong adalah struktur yang tidak kaku sehingga dapat menahan gerak 
vertikal maupun horisontal. 
 Bila runtuh masih bisa dimanfaatkan lagi. 
 Bersifat lulus air sehingga tidak menyebabkan terjadinya genangan air 
permukaan. 
You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 
 Pelaksanannya mudah. 
 Material mudah didapat. 
 Biayanya relatif lebih ekonomis. 
Bronjong umumnya dipasang di kaki lereng yang juga berfungsi mencegah 
penggerusan. Keberhasilan penggunaan bronjong sangat tergantung dari 
kemampuannya dalam menahan geseran pada tanah di bawah alasnya. Oleh 
karena itu bronjong harus diletakkan dengan mantap di bawah bidang longsoran. 
Bronjong efektif bila digunakan untuk longsoran dangkal, namun tidak efektif 
untuk longsoran berantai (multiple slide). 
33 
b. Tanah Bertulang 
Tanah bertulang berfungsi menambah tahanan geser. Konstruksi ini terdiri dari 
timbunan tanah berbutir yang diberi tulangan berupa pelat-pelat baja strip dan 
panel untuk menahan material berbutir. Bangunan ini pada umumnya 
ditempatkan di ujung kaki lereng dan dipasang pada dasar yang kuat di bawah 
bidang longsoran. 
c. Dinding Penopang Isian Batu 
Cara penanggulangan ini dilakukan dengan penimbunan pada bagian kaki 
longsoran dengan material berbutir kasar yang dipadatkan dan berfungsi 
menambah tahanan geser. Penanggulangan ini bisa digunakan untuk longsoran 
rotasi maupun translasi. 
Dalam pemilihan metode ini harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 
 Tidak mengganggu kemantapan lereng di bawahnya. 
 Alas isian batu harus diletakkan di bawah bidang longsoran sedalam 1,5 – 
3,0 meter. 
3.2.6 Tindakan Lain 
Tindakan ini diambil bila penanggulangan dengan metode-metode yang telah 
diuraikan di atas tidak bisa diterapkan. Tindakan ini meliputi penggunaan bahan 
ringan, penggantian material, stabilisasi, bangunan silang, dan relokasi. 
a. Penggunaan Bahan Ringan 
Penanggulangan dengan metode ini dilakukan dengan mengganti material yang 
longsor dengan bahan yang lebih ringan untuk mengurangi gaya dorong. Cara 
ini hanya digunakan pada longsoran rotasi yang berskala kecil. Bahan ringan 
yang umum digunakan adalah batu apung, abu sekam, polisterin, serbuk gergaji, 
dan lain-lain. 
You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 
34 
b. Penggantian Material 
Penanggulangan ini dilakukan dengan cara mengganti material yang longsor 
dengan material berbutir yang mempunyai kuat geser lebih tinggi atau dengan 
memadatkan kembali material yang ada secara berlapis. Cara ini hanya 
digunakan untuk longsoran rotasi tunggal yang berskala kecil. Cara ini bertujuan 
menambah tahanan sepanjang bidang longsoran dan sekaligus sebagai 
drainase bila menggunakan material berbutir. 
Dalam pemilihan metode ini, harus diperhatikan: 
 Hanya digunakan untuk longsoran pada lereng yang tidak terlalu terjal. 
 Harus ada ikatan antara material pengganti dengan bagian yang mantap di 
bawah bidang longsoran. 
c. Stabilisasi 
Stabilisasi bertujuan meningkatkan kuat geser dari material longsor. Proses 
stabilisasi lereng bisa dilakukan secara menyeluruh, pada bagiankaki, atau 
berupa tiang-tiang. Stabilisasi dilakukan dengan cara grouting atau injeksi 
melalui retakan, celah-celah, atau lubang-lubang buatan. Material yang 
digunakan untuk stabilisasi antara lain kapur dan semen yang efektif pada 
material berbutir kasar. Keberhasilan metode ini tergantung dari peningkatan 
kuat geser material, terutama sepanjang bidang longsorannya. Stabilisasi 
kurang efektif dan sulit pelaksanaannya bila dilakukan pada tanah lempung. 
Pemilihan metode ini harus mempertimabangkan hal-hal berikut ini: 
 Letak/kedalaman bidang longsoran 
 Gradasi material yang distabilisasi 
 Adanya lapisan rembes air yang harus dikeringkan atau diberi drainase agar 
tidak menimbulkan tekanan hidrostatik. 
 Stabilisasi lebih efektif dilakukan pada musim kemarau, saat longsoran 
relatif diam. 
d. Bangunan Silang 
Bangunan silang adalah jembatan atau talang yang dibuat melintasi lokasi 
longsoran. Cara ini jarang dilakukan karena relatif mahal. 
Penggunaan bangunan silang harus mempertimbangkan hal-hal berikut: 
 Pennggulangan ini hanya efektif untuk longsoran yang kecil dan lereng 
dengan kecuraman lebih dari 2 : 1. 
 Jika menggunakan pilar di tengah-tengah area longsoran harus dibuat 
sedemikian rupa sehingga aman. 
You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 
35 
e. Relokasi 
Metode ini dilakukan dengan cara memindahkan bangunan, misalnya jalan, 
saluran, atau pemukiman ke tempat lain yang lebih aman. 
Penanggulangan ini merupakan pilihan terakhir yang dapat diambil jika cara-cara 
lain tidak bisa diterapkan. 
Pemilihan metode ini harus memperhatikan hal-hal berikut: 
 Lokasi yang baru harus relatif lebih aman dan tidak akan menimbulkan 
masalah baru dari sudut kemiringan, drainase, dan lain-lain. 
 Lokasi yang baru tidak menimbulkan dampak sosial yang buruk bagi 
masyarakat. 
 Hanya boleh dilakukan bila cara-cara yang lain tidak memungkinkan untuk 
dilaksanakan. 
3.2.7 Upaya Pengelolaan Lingkungan 
Pengelolan lingkungan dimaksudkan untuk mengurangi, mencegah dan 
menanggulangi dampak negatif serta meningkatkan dampak positif. Kajiannya 
didasari pula oleh studi kelayakan teknik atau studi geologi yang mencakup 
geologi teknik, mekanika tanah dan hidrogeologi. Dengan demikian pendekatan 
dalam menangani lereng rawan longsor selain didasari oleh hasil rekomendasi 
studi kelayakan teknik atau studi geologi, juga didasari pula oleh pengelolaan 
lingkungannya. Diharapkan mengenai lereng rawan longsor dapat dikenal lebih 
jauh lagi sehingga dapat mengantisipasi kekuatan dan keruntuhan suatu lereng. 
Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan kondisi fisik dan 
mekanik perlu diketahui pula. Pengaruh kenaikan kadar air, peletakan beban, 
penanaman vegetasi dan kondisi kegempaan/getaran terhadap tubuh lereng, 
merupakan kajian yang paling baik untuk mengenal kondisi suatu lereng. 
Secara umum pencegahan/penanggulangan lereng longsor adalah 
mencoba mengendalikan faktor-faktor penyebab maupun pemicunya. Kendati 
demikian, tidak semua faktor-faktor tersebut dapat dikendalikan kecuali dikurangi. 
Beberapa cara pencegahan atau upaya stabilitas lereng adalah sebagai berikut : 
(1) Mengurangi beban di puncak lereng dengan cara : 
 Pemangkasan lereng; 
 Pemotongan lereng atau cut; biasanya digabungkan dengan 
pengisian/pengurugan atau fill di kaki lereng; 
 Pembuatan undak-undak, dan sebagainya 
You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 
(2) Menambah beban di kaki lereng dengan cara : 
 Menanam tanaman keras (biasanya pertumbuhannya cukup lama). 
 Membuat dinding penahan (bisa dilakukan relatif cepat; dinding penahan 
atau retaining wall harus didesain terlebih dahulu) 
 Membuat ‘bronjong’, batu-batu bentuk menyudut diikatkan dengan kawat; 
bentuk angular atau menyudut lebih kuat dan tahan lama dibandingkan 
dengan bentuk bulat, dan sebagainya 
(3) Mencegah lereng jenuh dengan air tanah atau mengurangi kenaikan kadar air 
tanah di dalam tubuh lereng Kadar air tanah dan muka air tanah biasanya 
muncul pada musim hujan, pencegahan dengan cara : 
 Membuat beberapa penyalir air (dari bambu atau pipa paralon) di 
kemiringan lereng dekat ke kaki lereng. Gunanya adalah supaya muka air 
tanah yang naik di dalam tubuh lereng akan mengalir ke luar, sehingga 
muka air tanah turun 
 Menanam vegetasi dengan daun lebar di puncak-puncak lereng sehingga 
evapotranspirasi meningkat. Air hujan yang jatuh akan masuk ke tubuh 
lereng (infiltrasi). Infiltrasi dikendalikan dengan cara tersebut. 
 Peliputan rerumputan. Cara yang sama untuk mengurangi pemasukan 
atau infiltrasi air hujan ke tubuh lereng, selain itu peliputan rerumputan 
jika disertai dengan desain drainase juga akan mengendalikan run-off. 
(4) Mengendalikan air permukaan dengan cara: 
 Membuat desain drainase yang memadai sehingga air permukaan dari 
puncak-puncak lereng dapat mengalir lancar dan infiltrasi berkurang. 
 Penanaman vegetasi dan peliputan rerumputan juga mengurangi air 
larian (run-off) sehingga erosi permukaan dapat dikurangi. 
Gambar 13. Beberapa Upaya Peningkatan Stabilitas Lereng 
36 
You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 
BAB II 
KESIMPULAN 
Pada suatu lereng bekerja gaya-gaya yang terdiri dari gaya pendorong dan juga 
penahan. Gaya pendorong adalah gaya tangensial. dari berat massa tanah, sedangkan 
gaya penahan berupa tahanan geser tanah. Analisa kemantapan suatu lereng harus 
dilakukan dengan memperhitungkan besarnya gaya pendorong dan gaya penahan. Suatu 
lereng akan longsor bila keseimbangan gaya-gaya yang bekerja terganggu, yaitu gaya 
pendorong melampaui gaya penahan. Oleh karena itu prinsip penanggulangan longsoran 
adalah mengurangi gaya pendorong atau menambah gaya penahan. Penanggulangan yang 
baik adalah penanggulangan yang dapat mengatasi masalah secara tuntas dengan biaya 
yang relatif murah dan mudah pelaksanaannya. Penanggulangan sangat tergantung pada 
tipe dan sifat gerakan tanah, kondisi lapangan dan geologi. Penanggulangan yang hanya 
didasarkan coba-coba umumnya kurang berhasil. 
Kegagalan tersebut disebabkan oleh adanya penanggulangan yang belum tepat dan 
memadai. Disamping itu longsoran-longsoran yang tidak sederhana / kompleks, 
penanggulangannya memerlukan analisa yang lebih teliti berdasarkan data yang lebih 
lengkap. Cara-cara penanggulangan longsoran dengan mengurangi gaya pendorong dapat 
dilakukan antara lain dengan pemotongan dan pengendalian air permukaan, sedangkan 
penanggulangan yang menambah gaya penahan antara lain dengan pengendalian air 
rembesan dan penambatan. Dalam hal ini akan dibahas beberapa metoda penanggulangan 
yang terdiri dari mengubah geometri lereng, pengendalian air permukaan, mengendalikan 
air rembesan, penambatan dan tindakan lainnya. 
Dengan adanya penanggulangan akan longsor atau bergeraknya tanah, infrastruktur 
yang akan atau telah dilaksanakan dapat dijaga dengan baik sehingga dapat berfungsi 
dengan baik dalam menjaga lalu lintas atau transportasi yang digunakan oleh masyarakat. 
37 
You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 
DAFTAR PUSTAKA 
Achmad, F., 2010, Tinjauan Longsoran pada Ruas Jalan Akses - Pelabuhan 
Gorontalo, Prosiding Simposium Nasional XIII FSTPT, Universitas Katolik 
Soegijapranata, Semarang, hal 1 – 10. 
Aliu, S. W., 2010, Tinjauan Debit Rancangan Kanal Tamalate, Tugas Akhir D3 
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UNG (tidak dipublikasikan 
Cornforth, D. H., 2005, Landslides in Practice Investigation, Analysis, and 
Remedial/Preventative Options in Soils, John Wiley and Sons, Inc., Hoboken, 
New Jersey. 
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Bidang Pelayanan IPTEK Puslitbang 
Prasarana Transportasi Balitbang, 2004, Advis Teknik Longsoran dan 
Penggunaan Geosintetik untuk Penanganan Longsoran Studi Kasus Jalan Akses 
Pelabuhan, P3JJ, Gorontalo. 
Hardiyatmo, H. C., 2006, Penanganan Tanah Longsor dan Erosi, Gadjah Mada University 
Press, Yogyakarta.Hardiyatmo, H. C., 2007, Pemeliharaan Jalan Raya 
Perkerasan, Drainase, Longsoran, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 
Karnawati, D., 2005, Geologi Umum dan Teknik, Program Studi S2 Teknik Sipil 
38 
UGM, Yogyakarta. 
Rahardjo, P. P., 2002, Risiko Geoteknik dan Investigasi Forensik Pada Longsoran, Prosiding 
Seminar Nasional Slope2002, HMJ-Teknik Sipil Universitas Parahyangan, Bandung, 
hal. 197-203. 
Suryolelono, K. B., 2003, Bencana Alam Tanah Longsor, Perspektif Ilmu Geoteknik, Pidato 
Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Teknik Universitas Gadjah 
Mada, Yogyakarta (tidak dipublikasikan) 
Agus Setyawan, Wahyu Wilopo, Supriyanto Suparno. 2006. Mengenal Bencana Alam 
Tanah Longsor dan Mitigasinya. http://www.io.ppijepang.org/article.php?1d=196 
[10 Jul 2007] 
You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 
Alhasanah, Fauziah. 2006. Pemetaan dan Analisis Daerah Rawan Tanah Longsor Serta 
Upaya Mitigasinya Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Tesis. Program 
Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. 
Anonim. 2007. Pencegahan Gerakan Tanah Dengan Identifikasi Zona Rentan. 
http://www.d-infokom-jatim.go.id/news.php?id=11029 [26 Juli 2007] 
Anwar,H.Z., Suwiyanto, E. Subowo, Karnawati, D., Sudaryanto, Ruslan, M. 2001. 
Aplikasi Citra Satelit Dalam Penentuan Dareah Rawan Bencana Longsor. Pusat 
Penelitian Geoteknologi LIPI, Bandung. 
Arsyad, Sitanala. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor 
Asdak, S. 1995. Hidrologi & Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. 
_______.2003. Faktor Hutan Geomorfologi, dan Anomali Iklim pada Bencana Longsor 
di Hulu DAS Cimanuk. Hal 39-52 dalam Prosiding Semiloka Mitigasi Bencana 
Longsor di Kabupaten Garut. H. Ramdan (Ed.) Alqaprint Jatinangor. Sumedang. 
Pemerintah Kabupaten Garut. 
Barus, B. 1999. Pemetaan Bahaya Longsoran Berdasarkan Klasifikasi Statistik Peubah 
Tunggal Menggunakan SIG Studi Kasus Daerah Ciawi-PuncakPacet Jawa Barat. 
Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 2: 7-16 Jurusan Ilmu Tanah, In Press (April 
1999). 
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2007. Kabupaten Bogor Dalam Angka 2007. Bogor. Humas 
39 
Kabupaten Bogor. 
____________________. 2003. Kecamatan Babakan Madang Dalam Angka 2003. 
Kerjasama Kabupaten Bogor dan BPS Kabupaten Bogor. 
Dahlan, Endes N. 2004. Membangun Kota Kebun (Garden City) Bernuansa Hutan Kota. 
Bogor. 
Darsoatmojo, A. Dan Soedradjat, G. M. 2002. Bencana Tanah Longsor Tahun 2001. 
Year Book Mitigasi Bencana Tahun 2001. 
You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 
Das, B. M. 1993. Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis). 
Diterjemahkan : Endah, N. M. Dan I. B. M. Surya. Jakarta : Erlangga. 
Direktorat Geologi Tata Lingkungan. 1981. Gerakan Tanah di Indonesia. Direktorat 
Jenderal Pertambangan Umum. Departemen Pertambangan dan Energi. Jakarta. 
[DVMBG] Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. 2005. Manajemen 
Bencana Tanah Longsor. http://www.pikiranrakyat.com/cetak/2005/0305/22/0802. 
htm [14 Juli 2007] 
[DVMBG] Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. 2007. Pengenalan 
Gerakan Tanah. http://www.merapi.vsi.esdm.go.id/?static/gerakantanah/ 
pengenalan.htm [18 Mei 2007] 
Dwiyanto, JS. 2002. Penanggulangan Tanah Longsor dengan Grouting. Pusdi 
Kebumian LEMLIT UNDIP, Semarang. 
Hardjowigeno, Sarwono. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta : Akademika Pressindo. Hermawan dan 
Tri Endah Utami. 2003. Proses Soil Softening pada Bidang Diskontinuitas: 
Faktor Utama Longsoran Besar. Buletin Geologi Tata Lingkungan Vol. 13 No. 1 
Mei 2003. Hal 44-51. 
Karnawati, D. 2001. Bencana Alam Gerakan Tanah Indonesia Tahun 2000 (Evaluasi 
dan Rekomendasi). Jurusan Teknik Geologi. Fakultas Teknik Universitas Gadjah 
Mada. Yogyakarta. 
Karnawati, Dwikorita. 2006. Wilayah yang Tak Pernah Luput Bencana oleh Madina 
Nusrat. Artikel Internet. http://www.kompas.com/kompascetak/0601/14/Fokus/ 
2360408.htm [13 Jul 2007] 
Karnawati, D. 2003. Himbauan Untuk Antisipasi Longsoran Susulan. Tim Longsoran 
Teknik Geologi UGM Yogyakarta. Tidak Diterbitkan. 
Lillesand, T. M. & R. W. Kiefer. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. 
Terjemahan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 
40 
You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 
Litbang Departemen Pertanian. 2006. Pedoman Umum Budidaya Pertanian di Lahan 
Pegunungan. http://www.litbang.deptan.go.id/regulasi/one/12/file/BAB-II.pdf 
[13 Juli 2007] 
Lo, C. P. 1995. Penginderaan Jauh Terapan. Terjemahan. Penerbit Universitas 
41 
Indonesia. Jakarta. 
Mustafril, 2003. Analisis Stabilitas Lereng Untuk Konservasi Tanah dan Air di 
Kecamatan Banjarwangi Kabupaten Garut. Tesis. Program Pasca Sarjana 
Institut Pertanian Bogor. 
Naryanto, N.S. 2002. Evaluasi dan Mitigasi Bencana Tanah Longsor di Pulau 
Jawa Tahun 2001. BPPT. Jakarta. 
Noor, Djauhari. 2006. Geologi Lingkungan. Yogyakarta : Graha Ilmu. 
Paripurno, ET. 2006. Pengenalan Longsor Untuk Penanggulangan Bencana. Di dalam: 
[UNDP] United Nation Development Program. Pustaka Pelajar dan Oxfam 
B.G.,penerjemah; 
Purwowidodo. 2003. Panduan Praktikum Ilmu Tanah Hutan : Mengenal Tanah. 
Laboratorium Pengaruh Hutan. Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan 
IPB. 
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. 2004. Sumberdaya Lahan 
Indonesia dan Pengelolaannya. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 
Departemen Pertanian, Jakarta. 
Rejekiningrum, Popi. 2007. Teknologi Inderaja dan SIG untuk Identifikasi Potensi Bencana 
Kekeringan, Banjir, dan Longsor. Paper Mata Kuliah Teknik Analisis Citra Dijital 
Untuk Kehutanan. Sekolah Pasca Sarjana IPB. 
Rusli, Salim ST. 2007. Waspada Hujan dan Longsor. Jakarta 
Sangadji, Ismail. 2003. Formasi Geologi, Penggunaan Lahan, dan Pola Sebaran 
Aktivitas Penduduk di Jabodetabek. Skripsi. Departemen Tanah Fakultas Pertanian 
IPB. 
You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 
Saptohartono, Endri. 2007. Analisis Pengaruh Curah Hujan Terhadap Tingkat 
Kerawanan Bencana Tanah Longsor Kabupaten Bandung [Skripsi]. Bandung. 
Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral. Institut Teknologi Bandung. 
Sitorus, Santun R. P. 2006. Pengembangan Lahan Berpenutupan Tetap Sebagai 
Kontrol Terhadap Faktor Resiko Erosi dan Bencana Longsor. Direktorat 
Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta. 
Sudrajat, Adjat. 2007. Menunggu Longsor. http://www.pikiranrakyat.com/cetak/2007/ 
42 
112007/16/0901.htm [15 Jan 2008]. 
Suripin. 2002. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. Yogyakarta : Andi. 
Surono. 2003. Potensi Bencana Geologi di Kabupaten Garut. Prosiding Semiloka Mitigasi 
Bencana Longsor di Kabupaten Garut. Pemerintah Kabupaten Garut. 
Suryolelono, K. B. 2005. Bencana Alam Tanah Longsor Perspektif Ilmu Geoteknik. 
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Fakultas Teknik UGM. UGM Press. 96 
Sutikno. 1997. Penanggulangan Tanah Longsor. Bahan Penyuluhan Bencana Alam 
Gerakan Tanah. Jakarta. 
_______. 2001. Tanah Longsor Goyang Pulau Jawa. Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi 
Bencana Geologi. Bandung. 
[UNDP] United Nation Development Program. 1992. Introduction of Hazard.Pustaka 
Pelajar dan Oxfam B.G., penerjemah; Paripurno ET, editor. 
Wahyono.2003. Evaluasi Geologi Teknik Atas kejadian Gerakan Tanah di Kompleks 
Perumahan Lereng Bukit Gombel-Semarang. Kasus Longsoran Gombel, 8 Februari 
2002. Buletin Geologi Tata Lingkungan Vol. 13 No. 1 Mei 2003. Hal 32-43 
Wahyu Wilopo, Priyono Suryanto. 2005. Agroforestri Alternatif Model Rekayasa Vegetasi 
Pada Kawasan Rawan Longsor. J Hutan Rakyat 7 (1) : 1-15 
You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

Perencanaan bendung
Perencanaan bendungPerencanaan bendung
Perencanaan bendungironsand2009
 
Klasifikasi tanah AASHTO DAN UNIFIED
Klasifikasi tanah AASHTO DAN UNIFIEDKlasifikasi tanah AASHTO DAN UNIFIED
Klasifikasi tanah AASHTO DAN UNIFIEDmuhamad ulul azmi
 
243176098 3-superelevasi
243176098 3-superelevasi243176098 3-superelevasi
243176098 3-superelevasiWSKT
 
Batas-Batas Atterberg
Batas-Batas AtterbergBatas-Batas Atterberg
Batas-Batas AtterbergIwan Sutriono
 
Metoda pelaksanaan Sheet Pile
Metoda pelaksanaan Sheet PileMetoda pelaksanaan Sheet Pile
Metoda pelaksanaan Sheet PileIMRA MORALDY
 
87280501 perencanaan-sistem-drainase
87280501 perencanaan-sistem-drainase87280501 perencanaan-sistem-drainase
87280501 perencanaan-sistem-drainaseMiftakhul Yaqin
 
Eksentrisitas pada-pondasi
Eksentrisitas pada-pondasiEksentrisitas pada-pondasi
Eksentrisitas pada-pondasidwidam
 
Perencanaan irigasi-dan-bangunan-air
Perencanaan irigasi-dan-bangunan-airPerencanaan irigasi-dan-bangunan-air
Perencanaan irigasi-dan-bangunan-airIren Doke
 
1. mekanika tanah 1
1. mekanika tanah 11. mekanika tanah 1
1. mekanika tanah 1fahmi09
 
Manual Desain Perkerasan Jalan - Baru (2012)
Manual Desain Perkerasan Jalan - Baru (2012)Manual Desain Perkerasan Jalan - Baru (2012)
Manual Desain Perkerasan Jalan - Baru (2012)Yusrizal Mahendra
 
limpasan air hujan dan pengukurannya
limpasan air hujan dan pengukurannyalimpasan air hujan dan pengukurannya
limpasan air hujan dan pengukurannyaFitria Anggrainy
 
Disposal Pertambangan
Disposal PertambanganDisposal Pertambangan
Disposal Pertambanganheny novi
 
Contoh metode pelaksanaan pekerjaan jalan raya
Contoh metode pelaksanaan pekerjaan jalan rayaContoh metode pelaksanaan pekerjaan jalan raya
Contoh metode pelaksanaan pekerjaan jalan rayaMOSES HADUN
 
Kuat geser tanah.pptx
Kuat geser tanah.pptxKuat geser tanah.pptx
Kuat geser tanah.pptxMufid Rahmadi
 
Sni 1725 2016 pembebanan untuk jembatan
Sni 1725 2016 pembebanan untuk jembatanSni 1725 2016 pembebanan untuk jembatan
Sni 1725 2016 pembebanan untuk jembatanterbott
 
Pedoman Analisa Harga Satuan Pekerjaan Pengukuran Topografi dan Pemetaan
Pedoman Analisa Harga Satuan Pekerjaan Pengukuran Topografi dan PemetaanPedoman Analisa Harga Satuan Pekerjaan Pengukuran Topografi dan Pemetaan
Pedoman Analisa Harga Satuan Pekerjaan Pengukuran Topografi dan PemetaanCv. Ainayya
 

Was ist angesagt? (20)

Perencanaan bendung
Perencanaan bendungPerencanaan bendung
Perencanaan bendung
 
Klasifikasi tanah AASHTO DAN UNIFIED
Klasifikasi tanah AASHTO DAN UNIFIEDKlasifikasi tanah AASHTO DAN UNIFIED
Klasifikasi tanah AASHTO DAN UNIFIED
 
243176098 3-superelevasi
243176098 3-superelevasi243176098 3-superelevasi
243176098 3-superelevasi
 
Batas-Batas Atterberg
Batas-Batas AtterbergBatas-Batas Atterberg
Batas-Batas Atterberg
 
Metoda pelaksanaan Sheet Pile
Metoda pelaksanaan Sheet PileMetoda pelaksanaan Sheet Pile
Metoda pelaksanaan Sheet Pile
 
87280501 perencanaan-sistem-drainase
87280501 perencanaan-sistem-drainase87280501 perencanaan-sistem-drainase
87280501 perencanaan-sistem-drainase
 
Eksentrisitas pada-pondasi
Eksentrisitas pada-pondasiEksentrisitas pada-pondasi
Eksentrisitas pada-pondasi
 
Perencanaan irigasi-dan-bangunan-air
Perencanaan irigasi-dan-bangunan-airPerencanaan irigasi-dan-bangunan-air
Perencanaan irigasi-dan-bangunan-air
 
1. mekanika tanah 1
1. mekanika tanah 11. mekanika tanah 1
1. mekanika tanah 1
 
Manual Desain Perkerasan Jalan - Baru (2012)
Manual Desain Perkerasan Jalan - Baru (2012)Manual Desain Perkerasan Jalan - Baru (2012)
Manual Desain Perkerasan Jalan - Baru (2012)
 
Pelaksanaan pondasi dalam
Pelaksanaan pondasi dalamPelaksanaan pondasi dalam
Pelaksanaan pondasi dalam
 
limpasan air hujan dan pengukurannya
limpasan air hujan dan pengukurannyalimpasan air hujan dan pengukurannya
limpasan air hujan dan pengukurannya
 
Bendungan tipe urugan
Bendungan tipe uruganBendungan tipe urugan
Bendungan tipe urugan
 
Disposal Pertambangan
Disposal PertambanganDisposal Pertambangan
Disposal Pertambangan
 
Bab 2 ucs
Bab 2 ucsBab 2 ucs
Bab 2 ucs
 
Contoh metode pelaksanaan pekerjaan jalan raya
Contoh metode pelaksanaan pekerjaan jalan rayaContoh metode pelaksanaan pekerjaan jalan raya
Contoh metode pelaksanaan pekerjaan jalan raya
 
Kuat geser tanah.pptx
Kuat geser tanah.pptxKuat geser tanah.pptx
Kuat geser tanah.pptx
 
Soil study thesis
Soil study thesisSoil study thesis
Soil study thesis
 
Sni 1725 2016 pembebanan untuk jembatan
Sni 1725 2016 pembebanan untuk jembatanSni 1725 2016 pembebanan untuk jembatan
Sni 1725 2016 pembebanan untuk jembatan
 
Pedoman Analisa Harga Satuan Pekerjaan Pengukuran Topografi dan Pemetaan
Pedoman Analisa Harga Satuan Pekerjaan Pengukuran Topografi dan PemetaanPedoman Analisa Harga Satuan Pekerjaan Pengukuran Topografi dan Pemetaan
Pedoman Analisa Harga Satuan Pekerjaan Pengukuran Topografi dan Pemetaan
 

Ähnlich wie METODE PENANGANAN KELONGSORAN

Tanah Longsor oleh BAYYINATUN NABILAH ( A1H009006 )
Tanah Longsor oleh BAYYINATUN NABILAH ( A1H009006 )Tanah Longsor oleh BAYYINATUN NABILAH ( A1H009006 )
Tanah Longsor oleh BAYYINATUN NABILAH ( A1H009006 )Helmas Tanjung
 
101830804 laporan-tugas-stabilitas-lereng (1)
101830804 laporan-tugas-stabilitas-lereng (1)101830804 laporan-tugas-stabilitas-lereng (1)
101830804 laporan-tugas-stabilitas-lereng (1)Faizin Mahfudz
 
Laporan denudasional
Laporan denudasional Laporan denudasional
Laporan denudasional 'Oke Aflatun'
 
adoc.pub_bentuk-asal-denudasional.pdf
adoc.pub_bentuk-asal-denudasional.pdfadoc.pub_bentuk-asal-denudasional.pdf
adoc.pub_bentuk-asal-denudasional.pdfTarisaNovsidaTarigan
 
Bab 5 stabilitas lereng tanggul
Bab 5 stabilitas lereng tanggulBab 5 stabilitas lereng tanggul
Bab 5 stabilitas lereng tanggulEko Susilo
 
Tanah Longsor: Pembahasan, Mitigasi, dan Hukum Perundang-ungdangannya
Tanah Longsor: Pembahasan, Mitigasi, dan Hukum Perundang-ungdangannyaTanah Longsor: Pembahasan, Mitigasi, dan Hukum Perundang-ungdangannya
Tanah Longsor: Pembahasan, Mitigasi, dan Hukum Perundang-ungdangannyaHansen Wijaya
 
[PPT SEM AKHIR] LIQUIFAKSI KABUPATEN KONAWE UTARA.pptx
[PPT SEM AKHIR] LIQUIFAKSI KABUPATEN KONAWE UTARA.pptx[PPT SEM AKHIR] LIQUIFAKSI KABUPATEN KONAWE UTARA.pptx
[PPT SEM AKHIR] LIQUIFAKSI KABUPATEN KONAWE UTARA.pptxRioCendrajaya
 
326106200 aliran-debris-dan-lahar
326106200 aliran-debris-dan-lahar326106200 aliran-debris-dan-lahar
326106200 aliran-debris-dan-laharfahmi fadilla
 
Paper Geologi Sedimentologi Laut 2 (Universitas Maritim Raja Ali Haji)
Paper Geologi Sedimentologi Laut 2 (Universitas Maritim Raja Ali Haji)Paper Geologi Sedimentologi Laut 2 (Universitas Maritim Raja Ali Haji)
Paper Geologi Sedimentologi Laut 2 (Universitas Maritim Raja Ali Haji)Universitas Maritim Raja Ali Haji
 
BAB 2 sambungan yuni.docx
BAB 2 sambungan yuni.docxBAB 2 sambungan yuni.docx
BAB 2 sambungan yuni.docxKhazumy
 
6.-PSD-121-TM-6-Atmosfer-Litosfer-dan-Hidrosfer.ppt
6.-PSD-121-TM-6-Atmosfer-Litosfer-dan-Hidrosfer.ppt6.-PSD-121-TM-6-Atmosfer-Litosfer-dan-Hidrosfer.ppt
6.-PSD-121-TM-6-Atmosfer-Litosfer-dan-Hidrosfer.pptAlvinF2
 
P4. Ancaman dan Risiko Bencana Longsor.pptx
P4. Ancaman dan Risiko Bencana Longsor.pptxP4. Ancaman dan Risiko Bencana Longsor.pptx
P4. Ancaman dan Risiko Bencana Longsor.pptxnadyaanggara
 
Makalah plh tanah longsor
Makalah plh tanah longsorMakalah plh tanah longsor
Makalah plh tanah longsorWarung Bidan
 
Fenomena geobencana.pptx
Fenomena geobencana.pptxFenomena geobencana.pptx
Fenomena geobencana.pptxrumahbudihq
 
Presentasi geografi klp 2
Presentasi geografi klp 2Presentasi geografi klp 2
Presentasi geografi klp 2naritavj
 

Ähnlich wie METODE PENANGANAN KELONGSORAN (20)

Tanah Longsor oleh BAYYINATUN NABILAH ( A1H009006 )
Tanah Longsor oleh BAYYINATUN NABILAH ( A1H009006 )Tanah Longsor oleh BAYYINATUN NABILAH ( A1H009006 )
Tanah Longsor oleh BAYYINATUN NABILAH ( A1H009006 )
 
101830804 laporan-tugas-stabilitas-lereng (1)
101830804 laporan-tugas-stabilitas-lereng (1)101830804 laporan-tugas-stabilitas-lereng (1)
101830804 laporan-tugas-stabilitas-lereng (1)
 
Laporan denudasional
Laporan denudasional Laporan denudasional
Laporan denudasional
 
adoc.pub_bentuk-asal-denudasional.pdf
adoc.pub_bentuk-asal-denudasional.pdfadoc.pub_bentuk-asal-denudasional.pdf
adoc.pub_bentuk-asal-denudasional.pdf
 
Bab 5 stabilitas lereng tanggul
Bab 5 stabilitas lereng tanggulBab 5 stabilitas lereng tanggul
Bab 5 stabilitas lereng tanggul
 
Tanah Longsor: Pembahasan, Mitigasi, dan Hukum Perundang-ungdangannya
Tanah Longsor: Pembahasan, Mitigasi, dan Hukum Perundang-ungdangannyaTanah Longsor: Pembahasan, Mitigasi, dan Hukum Perundang-ungdangannya
Tanah Longsor: Pembahasan, Mitigasi, dan Hukum Perundang-ungdangannya
 
[PPT SEM AKHIR] LIQUIFAKSI KABUPATEN KONAWE UTARA.pptx
[PPT SEM AKHIR] LIQUIFAKSI KABUPATEN KONAWE UTARA.pptx[PPT SEM AKHIR] LIQUIFAKSI KABUPATEN KONAWE UTARA.pptx
[PPT SEM AKHIR] LIQUIFAKSI KABUPATEN KONAWE UTARA.pptx
 
Tanah lonsor
Tanah lonsorTanah lonsor
Tanah lonsor
 
326106200 aliran-debris-dan-lahar
326106200 aliran-debris-dan-lahar326106200 aliran-debris-dan-lahar
326106200 aliran-debris-dan-lahar
 
Paper Geologi Sedimentologi Laut 2 (Universitas Maritim Raja Ali Haji)
Paper Geologi Sedimentologi Laut 2 (Universitas Maritim Raja Ali Haji)Paper Geologi Sedimentologi Laut 2 (Universitas Maritim Raja Ali Haji)
Paper Geologi Sedimentologi Laut 2 (Universitas Maritim Raja Ali Haji)
 
BAB 2 sambungan yuni.docx
BAB 2 sambungan yuni.docxBAB 2 sambungan yuni.docx
BAB 2 sambungan yuni.docx
 
Tanah lonsor
Tanah lonsorTanah lonsor
Tanah lonsor
 
Tanah lonsor
Tanah lonsorTanah lonsor
Tanah lonsor
 
6.-PSD-121-TM-6-Atmosfer-Litosfer-dan-Hidrosfer.ppt
6.-PSD-121-TM-6-Atmosfer-Litosfer-dan-Hidrosfer.ppt6.-PSD-121-TM-6-Atmosfer-Litosfer-dan-Hidrosfer.ppt
6.-PSD-121-TM-6-Atmosfer-Litosfer-dan-Hidrosfer.ppt
 
P4. Ancaman dan Risiko Bencana Longsor.pptx
P4. Ancaman dan Risiko Bencana Longsor.pptxP4. Ancaman dan Risiko Bencana Longsor.pptx
P4. Ancaman dan Risiko Bencana Longsor.pptx
 
Makalah ruliana
Makalah rulianaMakalah ruliana
Makalah ruliana
 
Makalah kesiapsiagaan banjir
Makalah kesiapsiagaan banjirMakalah kesiapsiagaan banjir
Makalah kesiapsiagaan banjir
 
Makalah plh tanah longsor
Makalah plh tanah longsorMakalah plh tanah longsor
Makalah plh tanah longsor
 
Fenomena geobencana.pptx
Fenomena geobencana.pptxFenomena geobencana.pptx
Fenomena geobencana.pptx
 
Presentasi geografi klp 2
Presentasi geografi klp 2Presentasi geografi klp 2
Presentasi geografi klp 2
 

Mehr von Raymond B. Munthe (Dinas Pekerjaan Umum Prov. Babel)

Mehr von Raymond B. Munthe (Dinas Pekerjaan Umum Prov. Babel) (14)

Manaj risiko kbk
Manaj risiko kbkManaj risiko kbk
Manaj risiko kbk
 
Presentasi dss pak agung
Presentasi dss pak agungPresentasi dss pak agung
Presentasi dss pak agung
 
Presentasi 03
Presentasi 03Presentasi 03
Presentasi 03
 
Presentasi 03
Presentasi 03Presentasi 03
Presentasi 03
 
4. rencana tanggap darurat (rtd)
4. rencana tanggap darurat (rtd)4. rencana tanggap darurat (rtd)
4. rencana tanggap darurat (rtd)
 
3. evaluasi perubahan tata guna lahan sebagai upaya menjaga keberlanjutan fun...
3. evaluasi perubahan tata guna lahan sebagai upaya menjaga keberlanjutan fun...3. evaluasi perubahan tata guna lahan sebagai upaya menjaga keberlanjutan fun...
3. evaluasi perubahan tata guna lahan sebagai upaya menjaga keberlanjutan fun...
 
2. sedimentasi waduk
2. sedimentasi waduk2. sedimentasi waduk
2. sedimentasi waduk
 
1. uji model fisik untuk memantapkan design bangunan hidraulik
1. uji model fisik untuk memantapkan design bangunan hidraulik1. uji model fisik untuk memantapkan design bangunan hidraulik
1. uji model fisik untuk memantapkan design bangunan hidraulik
 
Penjelasanperpresnomor4tahun2015 150126024905-conversion-gate02
Penjelasanperpresnomor4tahun2015 150126024905-conversion-gate02Penjelasanperpresnomor4tahun2015 150126024905-conversion-gate02
Penjelasanperpresnomor4tahun2015 150126024905-conversion-gate02
 
Matriksperbedaanperpres54tahun2010danperubahannya 150125210812-conversion-gate01
Matriksperbedaanperpres54tahun2010danperubahannya 150125210812-conversion-gate01Matriksperbedaanperpres54tahun2010danperubahannya 150125210812-conversion-gate01
Matriksperbedaanperpres54tahun2010danperubahannya 150125210812-conversion-gate01
 
Sosilisasiperpres4tahun2015
Sosilisasiperpres4tahun2015Sosilisasiperpres4tahun2015
Sosilisasiperpres4tahun2015
 
REVIEW RENCANA INI SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM KARANGANYAR
REVIEW RENCANA INI SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM KARANGANYARREVIEW RENCANA INI SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM KARANGANYAR
REVIEW RENCANA INI SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM KARANGANYAR
 
Kegiatan Pelaksanaan Proyek
 Kegiatan Pelaksanaan Proyek Kegiatan Pelaksanaan Proyek
Kegiatan Pelaksanaan Proyek
 
Pengawasan proyek
Pengawasan proyekPengawasan proyek
Pengawasan proyek
 

Kürzlich hochgeladen

Sesi_02_Rangkaian_Hubungan_Seri_Paralel.pptx
Sesi_02_Rangkaian_Hubungan_Seri_Paralel.pptxSesi_02_Rangkaian_Hubungan_Seri_Paralel.pptx
Sesi_02_Rangkaian_Hubungan_Seri_Paralel.pptx185TsabitSujud
 
QCC MANAJEMEN TOOL MAINTENANCE (MAINTENANCE TEAM).pptx
QCC MANAJEMEN TOOL MAINTENANCE (MAINTENANCE TEAM).pptxQCC MANAJEMEN TOOL MAINTENANCE (MAINTENANCE TEAM).pptx
QCC MANAJEMEN TOOL MAINTENANCE (MAINTENANCE TEAM).pptxdjam11
 
Materi Safety Talk Persiapan Libur Lebaran
Materi Safety Talk Persiapan Libur LebaranMateri Safety Talk Persiapan Libur Lebaran
Materi Safety Talk Persiapan Libur LebaranSintaMarlina3
 
Ahli Muda Teknik Bangunan GEdung Jenjang 7 - Samet Kurnianto.pptx
Ahli Muda Teknik Bangunan GEdung Jenjang 7 - Samet Kurnianto.pptxAhli Muda Teknik Bangunan GEdung Jenjang 7 - Samet Kurnianto.pptx
Ahli Muda Teknik Bangunan GEdung Jenjang 7 - Samet Kurnianto.pptxarifyudianto3
 
PPT Manajemen Konstruksi Unsur Unsur Proyek 1.pptx
PPT Manajemen Konstruksi Unsur Unsur Proyek 1.pptxPPT Manajemen Konstruksi Unsur Unsur Proyek 1.pptx
PPT Manajemen Konstruksi Unsur Unsur Proyek 1.pptxHamidNurMukhlis
 
Transfer Massa dan Panas Teknik Kimia Industri
Transfer Massa dan Panas Teknik Kimia IndustriTransfer Massa dan Panas Teknik Kimia Industri
Transfer Massa dan Panas Teknik Kimia Industririzwahyung
 
PPT PPT Pelaksana lapangan Pekerasan Jalan Beton lvl 6.pptx
PPT PPT Pelaksana lapangan Pekerasan Jalan Beton lvl 6.pptxPPT PPT Pelaksana lapangan Pekerasan Jalan Beton lvl 6.pptx
PPT PPT Pelaksana lapangan Pekerasan Jalan Beton lvl 6.pptxdpcaskonasoki
 
Kelompok 5 PPt Penerapan Teori Fuzzy.pdf
Kelompok 5 PPt Penerapan Teori Fuzzy.pdfKelompok 5 PPt Penerapan Teori Fuzzy.pdf
Kelompok 5 PPt Penerapan Teori Fuzzy.pdfVardyFahrizal
 
PPT PENILAIAN PERKERASAN JALAN Metode PCI.pptx
PPT PENILAIAN PERKERASAN JALAN Metode PCI.pptxPPT PENILAIAN PERKERASAN JALAN Metode PCI.pptx
PPT PENILAIAN PERKERASAN JALAN Metode PCI.pptxYehezkielAkwila3
 
PPT manajemen Konstruksi ahli madya bidang keahlian manajemen konstruksi
PPT manajemen Konstruksi ahli madya bidang keahlian manajemen konstruksiPPT manajemen Konstruksi ahli madya bidang keahlian manajemen konstruksi
PPT manajemen Konstruksi ahli madya bidang keahlian manajemen konstruksimanotartamba555
 

Kürzlich hochgeladen (10)

Sesi_02_Rangkaian_Hubungan_Seri_Paralel.pptx
Sesi_02_Rangkaian_Hubungan_Seri_Paralel.pptxSesi_02_Rangkaian_Hubungan_Seri_Paralel.pptx
Sesi_02_Rangkaian_Hubungan_Seri_Paralel.pptx
 
QCC MANAJEMEN TOOL MAINTENANCE (MAINTENANCE TEAM).pptx
QCC MANAJEMEN TOOL MAINTENANCE (MAINTENANCE TEAM).pptxQCC MANAJEMEN TOOL MAINTENANCE (MAINTENANCE TEAM).pptx
QCC MANAJEMEN TOOL MAINTENANCE (MAINTENANCE TEAM).pptx
 
Materi Safety Talk Persiapan Libur Lebaran
Materi Safety Talk Persiapan Libur LebaranMateri Safety Talk Persiapan Libur Lebaran
Materi Safety Talk Persiapan Libur Lebaran
 
Ahli Muda Teknik Bangunan GEdung Jenjang 7 - Samet Kurnianto.pptx
Ahli Muda Teknik Bangunan GEdung Jenjang 7 - Samet Kurnianto.pptxAhli Muda Teknik Bangunan GEdung Jenjang 7 - Samet Kurnianto.pptx
Ahli Muda Teknik Bangunan GEdung Jenjang 7 - Samet Kurnianto.pptx
 
PPT Manajemen Konstruksi Unsur Unsur Proyek 1.pptx
PPT Manajemen Konstruksi Unsur Unsur Proyek 1.pptxPPT Manajemen Konstruksi Unsur Unsur Proyek 1.pptx
PPT Manajemen Konstruksi Unsur Unsur Proyek 1.pptx
 
Transfer Massa dan Panas Teknik Kimia Industri
Transfer Massa dan Panas Teknik Kimia IndustriTransfer Massa dan Panas Teknik Kimia Industri
Transfer Massa dan Panas Teknik Kimia Industri
 
PPT PPT Pelaksana lapangan Pekerasan Jalan Beton lvl 6.pptx
PPT PPT Pelaksana lapangan Pekerasan Jalan Beton lvl 6.pptxPPT PPT Pelaksana lapangan Pekerasan Jalan Beton lvl 6.pptx
PPT PPT Pelaksana lapangan Pekerasan Jalan Beton lvl 6.pptx
 
Kelompok 5 PPt Penerapan Teori Fuzzy.pdf
Kelompok 5 PPt Penerapan Teori Fuzzy.pdfKelompok 5 PPt Penerapan Teori Fuzzy.pdf
Kelompok 5 PPt Penerapan Teori Fuzzy.pdf
 
PPT PENILAIAN PERKERASAN JALAN Metode PCI.pptx
PPT PENILAIAN PERKERASAN JALAN Metode PCI.pptxPPT PENILAIAN PERKERASAN JALAN Metode PCI.pptx
PPT PENILAIAN PERKERASAN JALAN Metode PCI.pptx
 
PPT manajemen Konstruksi ahli madya bidang keahlian manajemen konstruksi
PPT manajemen Konstruksi ahli madya bidang keahlian manajemen konstruksiPPT manajemen Konstruksi ahli madya bidang keahlian manajemen konstruksi
PPT manajemen Konstruksi ahli madya bidang keahlian manajemen konstruksi
 

METODE PENANGANAN KELONGSORAN

  • 1. TUGAS PERENCANAAN DAN MANAJEMEN INFRASTRUKTUR Dr. Ir. Robert J. Kodoatie, M. Eng METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA DIBUAT OLEH : RAYMOND BENARDUS MUNTHE, ST NIM. 21010113420049 PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER MANAJEMEN REKAYASA INFRASTRUKTUR TEKNIK SIPIL UNIVERSITAS DIPONEGORO 2014 You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
  • 2. METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang Bencana alam merupakan peristiwa alam yang dapat terjadi setiap saat dimana saja dan kapan saja, yang menimbulkan kerugian material dan imaterial bagi kehidupan masyarakat. Tanah longsor merupakan salah satu bencana alam yang umumnya terjadi di wilayah pegunungan (mountainous area), terutama di musim hujan, yang dapat mengakibatkan kerugian harta benda maupun korban jiwa dan menimbulkan kerusakan sarana dan prasarana lainnya seperti perumahan, industri, dan lahan pertanian yang berdampak pada kondisi sosialmasyarakatnya dan menurunnya perekonomian di suatu daerah. Menurut Goenadi et al. (2003) dalam Alhasanah (2006), faktor penyebab tanah longsor secara alamiah meliputi morfologi permukaan bumi, penggunaan lahan, litologi, struktur geologi, dan kegempaan. Selain faktor alamiah, juga disebabkan oleh faktor aktivitas manusia yang mempengaruhi suatu bentang alam, seperti kegiatan pertanian, pembebanan lereng, pemotongan lereng, dan penambangan. Bencana tanah longsor dampaknya bersifat lokal (dibandingkan dengan gempa bumi dan letusan gunung api), sering terjadi dan dapat mematikan manusia karena kejadiannya yang tiba-tiba. Kejadian tanah longsor di Indonesia sejak tahun 1994-1998 terjadi di 410 lokasi, tersebar di beberapa propinsi. Kejadian tersebut mengakibatkan 597 korban jiwa, 3400 rumah rusak sampai hancur, 1003 ha lahan pertanian, dan 7483,5 m jalan rusak dan terancamnya saluran irigasi. Lokasi yang tertimpa bencana umumnya tergolong sebagai desa tertinggal. (Sutikno, 1997). Sedangkan sejak tahun 2003-2005 sedikitnya telah terjadi 103 kejadian longsor yang tersebar di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, dan Papua. Kejadian tersebut mengakibatkan 411 korban meninggal, 149 korban luka-luka, 4608 rumah rusak dan hancur, 751 ha lahan pertanian rusak, dan 920 m jalan rusak. (DVMBG, 2007). Jawa Barat termasuk salah satu daerah yang paling rawan tanah longsor di Indonesia. Selain kondisi alamnya yang rusak, banyaknya gunung api dan posisi Propinsi Jawa Barat yang berada di sekitar tumbukan Lempeng Australia dan Eurasia menjadikan Pulau Jawa sebagai wilayah yang rawan tanah longsor dan gempa bumi. Menurut Direktorat Geologi dan Tata Lingkungan Tahun 2005 diketahui bahwa kawasan rawan longsor di Provinsi Jawa Barat menyebar di You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
  • 3. METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA sepuluh kabupaten/kota antara lain Bandung, Cianjur, Bogor, Sukabumi, Majalengka, Sumedang, Ciamis, Tasikmalaya, Kuningan dan Purwakarta. Di Jawa Barat, Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah yang merupakan titik rawan longsor. Bencana longsor yang terjadi di Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor pada awal Februari 2007 telah menyita banyak perhatian dan menyebabkan banyak kerugian. Jumlah korban mengungsi dalam peristiwa longsor ini sebanyak 7.200 jiwa terdiri dari 3.912 jiwa dari Desa Bojong Koneng dan 3.288 jiwa dari Desa Karang Tengah. Di Desa Bojong Koneng kerusakan bangunan yang tergolong berat sejumlah 161 unit, kerusakan sedang 216 unit, dan kerusakan ringan 546 unit yang terdiri dari rumah tinggal, masjid/musholla, pondok pesantren, dan bangunan sekolah (SD/MI). Sedangkan di Desa Karang Tengah kerusakan bangunan yang tergolong berat 187 unit, sedang 124 unit, dan ringan 420 unit yang terdiri dari rumah tinggal, masjid/musholla, dan pondok pesantren. Mengingat dampak yang dapat ditimbulkan oleh bencana tanah longsor tersebut, maka identifikasi daerah kejadian tanah longsor penting untuk dilakukan agar dapat diketahui penyebab utama longsor dan karakteristik dari tiap kejadian longsor pada daerah-daerah di Indonesia serta sebagai langkah awal pencegahan kejadian longsor nantinya dan merupakan langkah pertama dalam upaya meminimalkan kerugian akibat bencana tanah longsor. Identifikasi daerah kejadian longsor juga penting untuk mengetahui hubungan antara lokasi kejadian longsor dengan faktor persebaran geologi (batuan, patahan, lipatan) dan penggunaan lahan di daerah terjadinya longsor, sehingga dapat diketahui penggunaan lahan apa yang sesuai pada setiap karakteristik lahan dan geologinya. 2 You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
  • 4. METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 2.1 Definisi Tanah Longsor Menurut Suripin (2002) tanah longsor merupakan bentuk erosi dimana pengangkutan atau gerakan masa tanah terjadi pada suatu saat dalam volume yang relatif besar. Peristiwa tanah longsor dikenal sebagai gerakan massa tanah, batuan atau kombinasinya, sering terjadi pada lereng-lereng alam atau buatan dan sebenarnya merupakan fenomena alam yaitu alam mencari keseimbangan baru akibat adanya gangguan atau faktor yang mempengaruhinya dan menyebabkan terjadinya pengurangan kuat geser serta peningkatan tegangan geser tanah. Kamus Wikipidea menambahkan bahwa tanah longsor merupakan suatu peristiwa geologi dimana terjadi pergerakan tanah seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah. Menurut Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2005) menyatakan bahwa tanah longsor boleh disebut juga dengan gerakan tanah. Didefinisikan sebagai massa tanah atau material campuran lempung, kerikil, pasir, dan kerakal serta bongkah dan lumpur, yang bergerak sepanjang lereng atau keluar lereng karena faktor gravitasi bumi. Gerakan tanah (tanah longsor) adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan ke tempat yang lebih rendah. Gaya yang menahan massa tanah di sepanjang lereng tersebut dipengaruhi oleh sifat fisik tanah dan sudut dalam tahanan geser tanah yang bekerja di sepanjang lereng. Perubahan gaya-gaya tersebut ditimbulkan oleh pengaruh perubahan alam maupun tindakan manusia. Perubahan kondisi alam dapat diakibatkan oleh gempa bumi, erosi, kelembaban lereng akibat penyerapan air hujan, dan perubahan aliran permukaan. Pengaruh manusia terhadap perubahan gaya-gaya antara lain adalah penambahan beban pada lereng dan tepi lereng, penggalian tanah di tepi lereng, dan penajaman sudut lereng. Tekanan jumlah penduduk yang banyak mengalihfungsikan tanah-tanah berlereng menjadi pemukiman atau lahan budidaya sangat berpengaruh terhadap peningkatan resiko longsor. Menurut Sitorus (2006), longsor (landslide) merupakan suatu bentuk erosi yang pengangkutan atau pemindahan tanahnya terjadi pada suatu saat yang relatif pendek dalam volume (jumlah) yang sangat besar. Berbeda halnya dengan bentukbentuk erosi lainnya (erosi lembar, erosi alur, erosi parit) pada longsor pengangkutan tanah terjadi sekaligus dalam periode yang sangat pendek. You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
  • 5. METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA Sedangkan menurut Dwiyanto (2002), tanah longsor adalah suatu jenis gerakan tanah, umumnya gerakan tanah yang terjadi adalah longsor bahan rombakan (debris avalanches) dan nendatan (slumps/rotational slides). Gaya-gaya gravitasi dan rembesan (seepage) merupakan penyebab utama ketidakstabilan (instability) pada lereng alami maupun lereng yang di bentuk dengan cara penggalian atau penimbunan. Tanah longsor merupakan contoh dari proses geologi yang disebut dengan mass wasting yang sering juga disebut gerakan massa (mass movement), merupakan perpindahan massa batuan, regolith, dan tanah dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah karena gaya gravitasi. Setelah batuan lapuk, gaya gravitasi akan menarik material hasil pelapukan ke tempat yang lebih rendah. Meskipun gravitasi merupakan faktor utama terjadinya gerakan massa, ada beberapa faktor lain yang juga berpengaruh terhadap terjadinya proses tersebut antara lain kemiringan lereng dan air. Apabila pori-pori sedimen terisi oleh air, gaya kohesi antarmineral akan semakin lemah, sehingga memungkinkan partikelpartikel tersebut dengan mudah untuk bergeser. Selain itu air juga akan menambah berat massa material, sehingga kemungkinan cukup untuk menyebabkan material untuk meluncur ke bawah. Tabel 1. Klasifikasi longsoran (Stewart Sharpe, 1938, dalam Hansen, 1984) 4 You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
  • 6. METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 5 2.2 Tipe longsor Menurut Naryanto (2002), jenis tanah longsor berdasarkan kecepatan gerakannya dapat dibagi menjadi 5 (lima) jenis yaitu : a. Aliran; longsoran bergerak serentak/mendadak dengan kecepatan tinggi. b. Longsoran; material longsoran bergerak lamban dengan bekas longsoran berbentuk tapal kuda. c. Runtuhan; umumnya material longsoran baik berupa batu maupun tanah bergerak cepat sampai sangat cepat pada suatu tebing. d. Majemuk; longsoran yang berkembang dari runtuhan atau longsoran dan berkembang lebih lanjut menjadi aliran. e. Amblesan (penurunan tanah); terjadi pada penambangan bawah tanah, penyedotan air tanah yang berlebihan, proses pengikisan tanah serta pada daerah yang dilakukan proses pemadatan tanah. Penurunan tanah (subsidence) dapat terjadi akibat adanya konsolidasi, yaitu penurunan permukaan tanah sehubungan dengan proses pemadatan atau perubahan volume suatu lapisan tanah. Proses ini dapat berlangsung lebih cepat bila terjadi pembebanan yang melebihi faktor daya dukung tanahnya ataupun pengambilan air tanah yang berlebihan dan berlangsung relatif cepat. Pengambilan air tanah yang berlebihan dapat mengakibatkan penurunan muka air tanah (pada sistem akifer air tanah dalam) dan turunnya tekanan hidrolik, sedangkan tekanan antar batu bertambah. Akibat beban di atasnya menurun. Penurunan tanah pada umumnya terjadi pada daerah dataran yang dibangun oleh batuan/tanah yang bersifat lunak (Sangadji, 2003). Gambar 1. Tipe Longsoran Translasi Longsoran translasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai. You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
  • 7. METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA Gambar 2. Tipe Longsoran Rotasi Longsoran rotasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk cekung. Gambar 3. Tipe Pergerakan Blok Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok batu. Gambar 4. Tipe Runtuhan Batu Runtuhan batu terjadi ketika sejumlah besar batuan atau material lain bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang terjal hingga menggantung terutama di daerah pantai. Batu-batu besar yang jatuh dapat menyebabkan kerusakan yang parah. 6 You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
  • 8. METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA Gambar 5. Tipe Rayapan Tanah Rayapan Tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat dikenali. Setelah waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah miring ke bawah. Gambar 6. Tipe Aliran Bahan Rombakan Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan air, dan jenis materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang lembah dan mampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa sampai ribuan meter seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunung api. Aliran tanah ini dapat menelan korban cukup banyak. Ditinjau dari kenampakan jenis gerakan tanah longsor dapat dibedakan menjadi beberapa macam/tipe antara lain : 1. Jenis jatuhan Material batu atau tanah dalam longsor jenis ini jatuh bebas dari atas tebing. Material yang jatuh umumnya tidak banyak dan terjadi pada lereng terjal. 7 2. Longsoran Longsoran yaitu massa tanah yang bergerak sepanjang lereng dengan bidang longsoran melengkung (memutar) dan mendatar. Longsoran dengan bidang longsoran melengkung, biasanya gerakannya cepat dan mematikan You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
  • 9. METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA karena tertimbun material longsoran. Sedangkan longsoran dengan bidang longsoran mendatar gerakannya perlahan-lahan, merayap tetapi dapat merusakkan dan meruntuhkan bangunan di atasnya. 8 3. Jenis aliran Jenis aliran yaitu massa tanah bergerak yang didorong oleh air. Kecepatan aliran bergantung pada sudut lereng, tekanan air, dan jenis materialnya. Umumnya gerakannya di sepanjang lembah dan biasanya panjang gerakannya sampai ratusan meter, di beberapa tempat bahkan sampai ribuan meter seperti di daerah aliran sungai daerah gunung api. Aliran tanah ini dapat menelan korban cukup banyak. 4. Gerakan tanah gabungan Gerakan tanah gabungan yaitu gerakan tanah gabungan antara longsoran dengan aliran atau jatuhan dengan aliran. Gerakan tanah jenis gabungan ini yang banyak terjadi di beberapa tempat akhir-akhir ini dengan menelan korban cukup tinggi. Menurut Dwiyanto (2002), dilihat dari kenampakan bidang gelincirnya terdapat beberapa tipe longsoran yang sering terjadi diantaranya : a. Kelongsoran rotasi (rotational slip). b. Kelongsoran translasi (translational slip). c. Kelongsoran gabungan (compound slip). 2.3 Penyebab Tanah Longsor Faktor penyebab terjadinya gerakan pada lereng juga tergantung pada kondisi batuan dan tanah penyusun lereng, struktur geologi, curah hujan, vegetasi penutup dan penggunaan lahan pada lereng tersebut, namun secara garis besar dapat dibedakan sebagai faktor alami dan manusia. Menurut Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2005), tanah longsor dapat terjadi karena faktor alam dan faktor manusia sebagai pemicu terjadinya tanah longsor, yaitu : a. Faktor alam Kondisi alam yang menjadi faktor utama terjadinya longsor antara lain: a. Kondisi geologi: batuan lapuk, kemiringan lapisan, sisipan lapisan batu lempung, lereng yang terjal yang diakibatkan oleh struktur sesar dan kekar (patahan dan lipatan), gempa bumi, stratigrafi dan gunung api, lapisan batuan yang kedap air miring ke lereng yang berfungsi sebagai bidang longsoran, adanya retakan karena proses alam (gempa bumi, tektonik). You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
  • 10. METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA b. Keadaan tanah : erosi dan pengikisan, adanya daerah longsoran lama, ketebalan tanah pelapukan bersifat lembek, butiran halus, tanah jenuh karena air hujan. c. Iklim: curah hujan yang tinggi, air (hujan. di atas normal) d. Keadaan topografi: lereng yang curam. e. Keadaan tata air: kondisi drainase yang tersumbat, akumulasi massa air, erosi dalam, pelarutan dan tekanan hidrostatika, susut air cepat, banjir, aliran bawah tanah pada sungai lama). f. Tutupan lahan yang mengurangi tahan geser, misal lahan kosong, semak belukar di tanah kritis. b. Faktor manusia Ulah manusia yang tidak bersahabat dengan alam antara lain : a. Pemotongan tebing pada penambangan batu di lereng yang terjal. b. Penimbunan tanah urugan di daerah lereng. c. Kegagalan struktur dinding penahan tanah. d. Perubahan tata lahan seperti penggundulan hutan menjadi lahan basah yang menyebabkan terjadinya pengikisan oleh air permukaan dan menyebabkan tanah menjadi lembek e. Adanya budidaya kolam ikan dan genangan air di atas lereng. f. Sistem pertanian yang tidak memperhatikan irigasi yang aman. g. Pengembangan wilayah yang tidak diimbangi dengan kesadaran masyarakat, sehingga RUTR tidak ditaati yang akhirnya merugikan sendiri. h. Sistem drainase daerah lereng yang tidak baik yang menyebabkan lereng semakin terjal akibat penggerusan oleh air saluran di tebing i. Adanya retakan akibat getaran mesin, ledakan, beban massa yang bertambah dipicu beban kendaraan, bangunan dekat tebing, tanah kurang padat karena material urugan atau material longsoran lama pada tebing j. Terjadinya bocoran air saluran dan luapan air saluran Arsyad (1989) mengemukakan bahwa tanah longsor ditandai dengan bergeraknya sejumlah massa tanah secara bersama-sama dan terjadi sebagai akibat meluncurnya suatu volume tanah di atas suatu lapisan agak kedap air yang jenuh air. Lapisan yang terdiri dari tanah liat atau mengandung kadar tanah liat tinggi setelah jenuh air akan bertindak sebagai peluncur. Longsoran akan terjadi jika terpenuhi tiga keadaan sebagai berikut : a. Adanya lereng yang cukup curam sehingga massa tanah dapat bergerak atau meluncur ke bawah, 9 You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
  • 11. METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA b. Adanya lapisan di bawah permukaan massa tanah yang agak kedap air dan lunak, yang akan menjadi bidang luncur, dan c. Adanya cukup air dalam tanah sehingga lapisan massa tanah yang tepat di atas lapisan kedap air tersebut menjadi jenuh. Lapisan kedap air dapat berupa tanah liat atau mengandung kadar tanah liat tinggi, atau dapat juga berupa lapisan batuan. Penyebab terjadinya tanah longsor dapat bersifat statis dan dinamis. Statis merupakan kondisi alam seperti sifat batuan (geologi) dan lereng dengan kemiringan sedang hingga terjal, sedangkan dinamis adalah ulah manusia. Ulah manusia banyak sekali jenisnya dari perubahan tata guna lahan hingga pembentukan gawir yang terjal tanpa memperhatikan stabilitas lereng. (Surono, 2003). Sedangkan menurut Sutikno (1997), faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya gerakan tanah antara lain : tingkat kelerengan, karakteristik tanah, keadaan geologi, keadaan vegetasi, curah hujan/hidrologi, dan aktivitas manusia di wilayah tersebut. Tabel 2. Faktor Penyebab dan Faktor Pemicu Tanah Longsor NO FAKTOR PENYEBAB PARAMETER 1. 10 2. Faktor Pemicu Dinamis Faktor Pemicu Statis 1. Kemiringan Lereng 2. Curah Hujan 3. Penggunan Lahan (aktivitas manusia) 1. Jenis Batuan dan Struktur Geologi 2. Kedalaman Solum Tanah 3. Permeabilitas Tanah 4. Tekstur Tanah Sumber : Goenadi et. Al (2003) dalam Alhasanah (2006) Menurut Barus (1999), gerakan tanah berkaitan langsung dengan berbagai sifat fisik alami seperti struktur geologi, bahan induk, tanah, pola drainase, lereng/bentuk lahan, hujan, maupun sifat-sifat non-alami yang bersifat dinamis seperti penggunaan lahan dan infrastruktur. Berbagai tipe dan jenis luncuran dan longsoran tanah umumnya dapat terjadi bersamaan dengan terjadinya gempa. Pada dasarnya getaran gempa lebih bersifat sebagai pemicu terjadinya longsoran atau gerakan tanah (Noor, 2006). Karnawati (2004) dalam Alhasanah (2006) menjelaskan bahwa terjadinya longsor karena adanya faktor-faktor pengontrol gerakan di antaranya geomorfologi, tanah, geologi, geohidrologi, dan tata guna lahan, serta adanya proses-proses pemicu You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
  • 12. METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA gerakan seperti : infiltrasi air ke dalam lereng, getaran, aktivitas manusia/ perubahan dan gangguan lahan. Faktor-faktor pengontrol gerakan tanah meliputi kondisi morfologi, geologi, struktur geologi, hidrogeologi, dan tata guna lahan. Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi sehingga mewujudkan suatu kondisi lereng yang cenderung atau berpotensi untuk bergerak. Kondisi lereng yang demikian disebut sebagai kondisi rentan untuk bergerak. Gerakan pada lereng baru benar-benar dapat terjadi apabila ada pemicu gerakan. Pemicu gerakan merupakan proses-proses alamiah ataupun non alamiah yang dapat mengubah kondisi lereng dari rentan (siap bergerak) menjadi mulai bergerak. Darsoatmodjo dan Soedrajat (2002), menyebutkan bahwa terdapat beberapa ciri/karakteristik daerah rawan akan gerakan tanah, yaitu : a. Adanya gunung api yang menghasilkan endapan batu vulkanik yang umumnya belum padu dan dengan proses fisik dan kimiawi maka batuan akan melapuk, berupa lempung pasiran atau pasir lempungan yang bersifat sarang, gembur, dan mudah meresapkan air. b. Adanya bidang luncur (diskontinuitas) antara batuan dasar dengan tanah pelapukan, bidang luncuran tersebut merupakan bidang lemah yang licin dapat berupa batuan lempung yang kedap air atau batuan breksi yang kompak dan bidang luncuran tersebut miring kea rah lereng yang terjal. c. Pada daerah pegunungan dan perbukitan terdapat lereng yang terjal, pada daerah jalur patahan/sesar juga dapat membuat lereng menjadi terjal dan dengan adanya pengaruh struktur geologi dapat menimbulkan zona retakan sehingga dapat memperlemah kekuatan batuan setempat. d. Pada daerah aliran sungai tua yang bermeander dapat mengakibatkan lereng menjadi terjal akibat pengikisan air sungai ke arah lateral, bila daerah tersebut disusun oleh batuan yang kurang kuat dan tanah pelapukan yang bersifat lembek dan tebal maka mudah untuk longsor. e. Faktor air juga berpengaruh terhadap terjadinya tanah longsor, yaitu bila di lereng bagian atas terdapat adanya saluran air tanpa bertembok, persawahan, kolam ikan (genangan air), bila saluran tersebut jebol atau bila turun hujan air permukaan tersebut meresap ke dalam tanah akan mengakibatkan kandungan air dalam massa tanah akan lewat jenuh, berat massa tanah bertambah dan tahanan geser tanah menurun serta daya ikat tanah menurun sehingga gaya pendorong pada lereng bertambah yang dapat mengakibatkan lereng tersebut goyah dan bergerak menjadi longsor. 11 You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
  • 13. METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA Menurut Direktorat Geologi Tata Lingkungan (1981) faktor-faktor penyebab terjadinya tanah longsor antara lain adalah sebagai berikut : a. Topografi atau lereng, b. Keadaan tanah/ batuan, c. Curah hujan atau keairan, d. Gempa /gempa bumi, dan e. Keadaan vegetasi/hutan dan penggunaan lahan. Faktor-faktor penyebab tersebut satu sama lain saling mempengaruhi dan menentukan besar dan luasnya bencana tanah longsor. Kepekaan suatu daerah terhadap bencana tanah longsor ditentukan pula oleh pengaruh dan kaitan faktor-faktor ini satu sama lainnya. 12 2.3.1 Kelerengan (Slope) Menurut Karnawati (2001), kelerengan menjadi faktor yang sangat penting dalam proses terjadinya tanah longsor. Pembagian zona kerentanan sangat terkait dengan kondisi kemiringan lereng. Kondisi kemiringan lereng lebih 15º perlu mendapat perhatian terhadap kemungkinan bencana tanah longsor dan tentunya dengan mempertimbangkan faktor-faktor lain yang mendukung. Pada dasarnya sebagian besar wilayah di Indonesia merupakan daerah perbukitan atau pegunungan yang membentuk lahan miring. Namun tidak selalu lereng atau lahan yang miring berbakat atau berpotensi longsor. Potensi terjadinya gerakan pada lereng juga tergantung pada kondisi batuan dan tanah penyusun lerengnya, struktur geologi, curah hujan, vegetasi penutup, dan penggunaan lahan pada lereng tersebut. Lebih jauh Karnawati (2001) menyebutkan terdapat 3 tipologi lereng yang rentan untuk bergerak/ longsor, yaitu :  Lereng yang tersusun oleh tumpukan tanah gembur dialasi oleh batuan atau tanah yang lebih kompak.  Lereng yang tersusun oleh pelapisan batuan miring searah lereng.  Lereng yang tersusun oleh blok-blok batuan. Kemantapan suatu lereng tergantung kapada gaya penggerak dan gaya penahan yang ada pada lereng tersebut. Gaya penggerak adalah gaya-gaya yang berusaha untuk membuat lereng longsor, sedangkan gaya penahan adalah gaya-gaya yang mempertahankan kemantapan lereng tersebut. Jika gaya penahan ini lebih besar daripada gaya penggerak, maka lereng tersebut tidak akan mengalami gangguan atau berarti lereng tersebut mantap (Das, 1993; Notosiswojo dan Projosumarto, 1984 dalam Mustafril, 2003). You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
  • 14. METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA Faktor-faktor yang menyebabkan longsor secara umum diklasifikasikan sebagai berikut (Notosiswojo dan Projosumarto, 1984 dalam Mustafril, 2003) : 1) Faktor-faktor yang menyebabkan naiknya tegangan geser, yaitu : naiknya berat unit tanah karena pembasahan, adanya tambahan beban eksternal seperti bangunan, bertambahnya kecuraman lereng karena erosi alami atau karena penggalian, dan bekerjanya beban goncangan. 2) Faktor-faktor yang menyebabkan turunnya kekuatan geser, yaitu : adanya absorbsi air, kenaikan tekanan pori, beban guncangan atau beban berulang, pengaruh pembekuan atau pencairan, hilangnya sementasi material, proses pelapukan, dan hilangnya kekuatan karena regangan berlebihan pada lempung sensitif. Sitorus (2006) menjelaskan bahwa peningkatan tegangan geser dapat disebabkan oleh banyak faktor lain : a. Hilangnya penahan lateral; karena aktifitas erosi, pelapukan, penambahan kemiringan lereng, dan pemotongan lereng. b. Kelebihan beban; karena air hujan yang meresap ke tanah, pembangunan di atas lereng; karena pengikisan air, penambangan batuan, pembuatan terowongan, dan eksploitasi air tanah berlebihan. c. Getaran; karena gempa bumi atau mesin kendaraan. d. Hilangnya tahanan bagian bawah lereng; karena pengikisan air, e. Tekanan lateral; karena pengisian air di pori-pori antarbutiran tanah dan 13 pengembangan tanah. f. Stuktur geologi yang berpotensi mendorong terjadinya longsor adalah kontak antarbatuan dasar dengan pelapukan batuan, adanya retakan, patahan, rekahan, sesar,dan perlapisan batuan yang terlampau miring. g. Sifat batuan; pada umumnya komposisi mineral dari pelapukan batuan vulkanis yang berupa lempung akan mudah mengembang dan bergerak. Tanah dengan ukuran batuan yang halus dan seragam, kurang padat atau kurang kompak. h. Air; adanya genangan air, kolam ikan, rembesan, susut air cepat. Saluran air yang terhambat pada lereng menjadi salah satu sebab yang mendorong munculnya pergerakan tanah atau longsor. i. Vegetasi/tutupan lahan; peranan vegetasi pada kasus longsor sangat kompleks. Jika tumbuhan tersebut memiliki perakaran yang mampu menembus sampai lapisan batuan dasar maka tubuhan tersebut akan sangat berfungsi sebagai penahan massa lereng. Di sisi ain meskipun tumbuhan memiliki perakaran yang dangkal tetapi tumbuh pada lapisan tanah yang You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
  • 15. METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA memiliki daya kohesi yang kuat sehingga menambah kestabilan lereng. Pada kadud tertentu tumbuhan yang hidup pada lereng dengan kemiringan tertentu justru berperan sebagai penambah beban lereng yang mendorong terjadinya longsor. Secara umum bentuk penampang keruntuhan lereng dibedakan atas : (1) berbentuk rotasi lingkaran (circular rotational slips) untuk kondisi tanah 14 homogen, (2) tidak berbentuk lingkaran (non-circular) untuk kondisi tanah tidak homogen, (3) bentuk translasi (translational slip) untuk kondisi tanah yang mempunyai perbedaan kekuatan antara lapisan permukaan dengan lapisan dasar longsoran dan pada umumnya terletak pada lapisan tanah dangkal (shallow depth) serta longsoran yang terjadi berupa bidang datar dan sejajar dengan lereng, dan (4) bentuk kombinasi (compound slip) biasanya terjadi pada lapisan tanah dengan dalam yang besar (greater depth) dan bentuk keruntuhan penampangnya terdiri dari lengkung dan datar (Peck dan Terzaghi, 1987; McKyes, 1989; Craig, 1992; Bhandari, 1995, dalam Mustafril, 2003). Pada dasarnya sebagian besar wilayah di Indonesia merupakan daerah perbukitan atau pegunungan yang membentuk lahan miring. Lereng atau lahan yang kemiringannya melampaui 20 derajat (40%), umumnya berbakat untuk bergerak atau longsor. Namun tidak selalu lereng atau lahan yang miring berpotensi untuk longsor. Menurut Anwar et al (2001), dari berbagai kejadian longsor, dapat didentifikasi 3 tipologi lereng yang rentan untuk bergerak yaitu: a. Lereng timbunan tanah residual yang dialasi oleh batuan kompak. b. Lereng batuan yang berlapis searah lereng topografi. c. Lereng yang tersusun oleh blok-blok batuan. 2.3.2 Penutupan Vegetasi Menurut Sitorus (2006), vegetasai berpengaruh terhadap aliran permukaan, erosi, dan longsor melalui (1) Intersepsi hujan oleh tajuk vegetasi/tanaman, (2) Batang mengurangi kecepatan aliran permukaan dan kanopi mengurangi kekuatan merusak butir hujan, (3) Akar meningkatkan stabilitas struktur tanah dan pergerakan tanah, (4) Transpirasi mengakibatkan kandungan air tanah berkurang. Keseluruhan hal ini dapat mencegah dan mengurangi terjadinya erosi dan longsor.Tanaman mampu menahan air hujan agar tidak merembes untuk sementara, You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
  • 16. METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA sehingga bila dikombinasikan dengan saluran drainase dapat mencegah penjenuhan material lereng dan erosi buluh (Rusli, 2007). Selanjutnya menurut Rusli (1997), keberadaan vegetasi juga mencegah erosi dan pelapukan lebih lanjut batuan lereng, sehingga lereng tidak bertambah labil. Dalam batasan tertentu, akar tanaman juga mampu membantu kestabilan lereng. Namun, terdapat fungsi-fungsi yang tidak dapat dilakukan sendiri oleh tanaman dalam mencegah longsor. Pola tanam yang tidak tepat justru berpotensi meningkatkan bahaya longsor. Jenis tanaman apa pun yang ditanam saat rehabilitasi harus sesuai dengan kondisi geofisik dan sejalan dengan tujuan akhir rehabilitasi lahan. Pohon yang cocok ditanam di lereng curam adalah yang tidak terlalu tinggi, namun memiliki jangkauan akar yang luas sebagai pengikat tanah (Surono, 2003). Penutupan lahan merupakan istilah yang berkaitan dengan jenis kenampakan yang ada di permukaan bumi (Lillesand & Kiefer, 1993). Penutupan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya tampak secara langsung dari citra penginderaan jauh. Tiga kelas data secara umum yang tercakup dalam penutupan lahan, yaitu : 1. Struktur fisik yang dibangun oleh manusia. 2. Fenomena biotik seperti vegetasi alami, tanaman pertanian, dan kehidupan binatang 3. Tipe pembangunan Penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Informasi penutupan lahan dapat dikenali secara langsung dengan menggunakan penginderaan jauh yang tepat, sedangkan informasi tentang kegiatan manusia pada lahan (penggunaan lahan) tidak selalu dapat ditafsir secara langsung dari penutupan lahannya (Lillesand & Kiefer, 1993). 15 2.3.3 Faktor Tanah Jenis tanah sangat menentukan terhadap potensi erosi dan longsor. Tanah yang gembur karena mudah melalukan air masuk ke dalam penampang tanah akan lebih berpotensi longsor dibandingkan dengan tanah yang padat (massive) seperti tanah bertekstur liat (clay). Hal ini dapat terlihat juga dari kepekaan erosi tanah. Nilai kepekaan erosi tanah (K) menunjukkan mudah tidaknya tanah mengalami erosi, ditentukan oleh berbagai sifat fisik dan kimia tanah. Makin kecil nilai K makin tidak peka suatu tanah terhadap erosi. (Sitorus, 2006). Kedalaman atau solum, tekstur, dan struktur tanah menentukan besar kecilnya air limpasan permukaan dan laju penjenuhan tanah oleh air. Pada tanah You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
  • 17. METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA bersolum dalam (>90 cm), struktur gembur, dan penutupan lahan rapat, sebagian besar air hujan terinfiltrasi ke dalam tanah dan hanya sebagian kecil yang menjadi air limpasan permukaan. Sebaliknya, pada tanah bersolum dangkal, struktur padat, dan penutupan lahan kurang rapat, hanya sebagian kecil air hujan yang terinfiltrasi dan sebagian besar menjadi aliran permukaan. (Litbang Departemen Pertanian, 2006). Dalam hal kekritisan stabilisasi lereng menurut Saptohartono (2007) pada intensitas hujan yang sama (127,4 mm/jam), tekstur tanah pasir cenderung lebih cepat mencapai kondisi kritis sekitar 0,023 jam, dibandingkan tekstur tanah lempung, 0,03 jam dan tanah liat sekitar 0,08 jam setelah terjadi hujan. Tabel 3. Klasifikasi Kedalaman Tanah NO KRITERIA NILAI (cm) 1 2 3 4 16 Sangat Dangkal Dangkal Sedang Dalam <25 25 - 50 50 – 90 >90 Sumber : Arsyad, 1989 2.3.4 Curah Hujan Karnawati (2003) menyatakan salah satu faktor penyebab terjadinya bencana tanah longsor adalah air hujan. Air hujan yang telah meresap ke dalam tanah lempung pada lereng akan tertahan oleh batuan yang lebih kompak dan lebih kedap air. Derasnya hujan mengakibatkan air yang tertahan semakin meningkatkan debit dan volumenya dan akibatnya air dalam lereng ini semakin menekan butiran-butiran tanah dan mendorong tanah lempung pasiran untuk bergerak longsor. Batuan yang kompak dan kedap air berperan sebagai penahan air dan sekaligus sebagai bidang gelincir longsoran, sedangkan air berperan sebagai penggerak massa tanah yang tergelincir di atas batuan kompak tersebut. Semakin curam kemiringan lereng maka kecepatan penggelinciran juga semakin cepat. Semakin gembur tumpukan tanah lempung maka semakin mudah tanah tersebut meloloskan air dan semakin cepat air meresap ke dalam tanah. Semakin tebal tumpukan tanah, maka juga semakin besar volume massa tanah yang longsor. Tanah yang longsor dengan cara demikian umumnya dapat berubah menjadi aliran lumpur yang pada saat longsor sering menimbulkan suara gemuruh. Hujan dapat memicu tanah longsor melalui penambahan beban lereng dan menurunkan kuat geser tanah. You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
  • 18. METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA Selanjutnya, menurut Suryolelono (2005), pengaruh hujan dapat terjadi di bagian-bagian lereng yang terbuka akibat aktivitas mahluk hidup terutama berkaitan dengan budaya masyarakat saat ini dalam memanfaatkan alam berkaitan dengan pemanfaatan lahan (tata guna lahan), kurang memperhatikan pola-pola yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Penebangan hutan yang seharusnya tidak diperbolehkan tetap saja dilakukan, sehingga lahan-lahan pada kondisi lereng dengan geomorfologi yang sangat miring, menjadi terbuka dan lereng menjadi rawan longsor. Air permukaan yang membuat tanah menjadi basah dan jenuh akan sangat rawan terhadap longsor. Hujan yang tidak terlalu lebat, tetapi berjalan berkepanjangan lebih dari 1 atau 2 hari, akan berpeluang untuk menimbulkan tanah longsor (Soedrajat, 2007). Selanjutnya, (Litbang Departemen Pertanian, 2006) hujan dengan curahan dan intensitas tinggi, misalnya 50 mm yang berlangsung lama (>6 jam) berpotensi menyebabkan longsor, karena pada kondisi tersebut dapat terjadi penjenuhan tanah oleh air yang meningkatkan massa tanah. Ada dua tipe hujan, yaitu tipe hujan deras yang dapat mencapai 70 mm/jam atau lebih dari 100 mm/hari. Tipe hujan deras sangat efektif memicu longsoran pada lereng-lereng yang tanahnya mudah menyerap air, misalnya pada tanah lempung pasiran dan tanah pasir. Sedangkan tipe hujan normal, curah hujan kurang dari 20 mm/hari. Tipe ini dapat menyebabkan longsor pada lereng yang tersusun tanah kedap air apabila hujan berlangsung selama beberapa minggu hingga lebih satu bulan (Anonim, 2007). 17 2.3.5 Faktor Geologi Faktor geologi yang mempengaruhi terjadinya gerakan tanah adalah struktur geologi, sifat batuan, hilangnya perekat tanah karena proses alami (pelarutan), dan gempa. Struktur geologi yang mempengaruhi terjadinya gerakan tanah adalah kontak batuan dasar dengan pelapukan batuan, retakan/rekahan, perlapisan batuan, dan patahan. Zona patahan merupakan zona lemah yang mengakibatkan kekuatan batuan berkurang sehingga menimbulkan banyak retakan yang memudahkan air meresap (Surono, 2003). You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
  • 19. METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA Tabel 4. Rangkuman Karakteristik Tanah Longsor NO PERIHAL RANGKUMAN 1 18 2 3 4 5 6 Fenomena Sebab Akibat Karakteristik umum Bisa diramalkan Faktor-faktor yang memberikan kontribusi terhadap kerentanan Pengaruh-pengaruh umum yang merugikan Tindakan pengurangan resiko yang memungkinkan Meluncurnya tanah pada lereng dan bebatuan sebgai akibat getaran-getaran yang terjadi secara alami, perubahan-perubahan secara langsung kandungan air, hilangnya dukungan yang berdekatan, pengisian beban, pelapukan, atau manipulasi manusia terhadap jalur-jalur air dan komposisi lereng. Tanah longsor berbeda-beda dalam tipe gerakannya (jatuh, meluncur, tumbang, menyebar ke samping, mengalir), dan mungkin pengaruh-pengaruh sekundernya adalah badai yang kencang, gempa umi dan letusan gunung berapi. Tanah longsor lebih menyebar dibandingkan dengan kejadian geologi lainnya. Frekuensi kemunculannya, tingkat, dan konsekuensi dari tanah longsor bisa diperkirakan dan daerah-daerah yang beresiko tinggi ditetapkan dengan penggunaan informasi pada area geolog, geomorphologi, hidrologi, & klimatologi dan vegetasi.  Tempat tinggal yang dibangun pada lereng terjal, tanah yang lembek, puncak batu karang.  Tempat hunian yang dibangun pada dasar lereng yang terjal, pada mulutmulut sungai dari lembah-lembah gunung.  Jalan-jalan, jalur-jalur komunikasi di daerah-daerah pegunungan. Bangunan dengan pondasi lemah.  Jalur-jalur pipa yang ditanam, pipa-pipa yang mudah patah.  Kurangnya pemahaman akan bahaya tanah longsor. Kerusakan fisik- Segala sesuatu yang berada di atas atau pada jalur tanah longsor akan menderita kerusakan. Puing-puing bisa menutup jalan-jalan, jalur komunikasi atau jalan-jalan air. Pengaruh-pengaruh tidak langsung bisa mencakup kerugian produktifitas pertanian atau lahan-lahan hutan, banjir, berkurangnya nilai property. Korban – kematian terjadi karena runtuhnya lereng. Luncuran puingpuing yang hebat atau aliran Lumpur telah membunuh beribu-ribu orang.  Pemetaan bahaya  Legislasi dan peraturan penggunaan bahaya You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
  • 20. METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 19 7 8 9 Tindakan kesiapan khusus Kebutuhan khusus pasca bencana Alat-alat penilaian dampak  Asuransi  Pendidikan komunitas  Monitoring sistem peringatan dan sistem evakuasi  SAR (penggunaan peralatan untuk memindahkan tanah)  Bantuan medis, emergensi tempat berlindung bagi yang tidak memiliki tempat tinggal. Formulir-formulir pengkajian kerusakan Sumber : UNDP 1992 2.4 Faktor yang Mempengaruhi Ketidakstabilan Lereng Faktor-faktor penyebab lereng rawan longsor meliputi faktor internal (dari tubuh lereng sendiri) maupun faktor eksternal (dari luar lereng), antara lain: kegempaan, iklim (curah hujan), vegetasi, morfologi, batuan/tanah maupun situasi setempat (Anwar dan Kesumadharma, 1991; Hirnawan, 1994), tingkat kelembaban tanah (moisture), adanya rembesan, dan aktifitas geologi seperti patahan (terutama yang masih aktif), rekahan dan liniasi (Sukandar, 1991). Proses eksternal penyebab longsor yang dikelompokkan oleh Brunsden (1993, dalam Dikau et.al., 1996) diantaranya adalah :  Pelapukan (fisika, kimia dan biologi),  Erosi,  Penurunan tanah (ground subsidence),  Deposisi (fluvial, glasial dan gerakan tanah),  Getaran dan aktivitas seismik,  Jatuhan tepra  Perubahan rejim air. Pelapukan dan erosi sangat dipengaruhi oleh iklim yang diwakili oleh kehadiran hujan di daerah setempat, curah hujan kadar air (water content; %) dan kejenuhan air (saturation; Sr, %). Pada beberapa kasus longsor, hujan sering sebagai pemicu karena hujan meningkatkan kadar air tanah yang menyebabkan kondisi fisik/mekanik material tubuh lereng berubah. Kenaikan kadar air akan memperlemah sifat fisik-mekanik tanah dan menurunkan Faktor Kemanan lereng (Brunsden & Prior, 1984; Bowles, 1989; Hirnawan & Zakaria, 1991). Penambahan beban di tubuh lereng bagian atas (pembuatan/peletakan bangunan, misalnya dengan membuat perumahan atau villa di tepi lereng atau di puncak bukit) merupakan tindakan beresiko mengakibatkan longsor. Demikian juga You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
  • 21. METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA pemotongan lereng pada pekerjaan cut & fill, jika tanpa perencanaan dapat menyebabkan perubahan keseimbangan tekanan pada lereng. Letak atau posisi tanaman keras dan kerapatannya mempengaruhi Faktor Keamanan Lereng (Hirnawan, 1993), hilangnya tumbuhan penutup menyebabkan alur-alur pada beberapa daerah tertentu. Penghanyutan yang semakin meningkat akhirnya mengakibatkan terjadinya longsor (Pangular, 1985). Dalam kondisi ini erosi tentunya memegang peranan penting. Penyebab lain dari kejadian longsor adalah gangguan-gangguan internal, yaitu yang datang dari dalam tubuh lereng sendiri terutama karena ikutsertanya peranan air dalam tubuh lereng; Kondisi ini tak lepas dari pengaruh luar, yaitu iklim yang diwakili oleh curah hujan. Jumlah air yang meningkat dicirikan oleh peningkatan kadar airtanah, derajat kejenuhan, atau muka air tanah. Kenaikan air tanah akan menurunkan sifat fisik dan mekanik tanah dan meningkatkan tekanan pori (m) yang berarti memperkecil ketahananan geser dari massa lereng (lihat rumus Faktor Keamanan). Debit air tanah juga membesar dan erosi di bawah permukaan (piping atau subaqueous erosion) meningkat. Akibatnya lebih banyak fraksi halus (lanau) dari masa tanah yang dihanyutkan, lebih jauh ketahanan massa tanah akan menurun (Bell, 1984, dalam Hirnawan, 1993). Kejadian di Sodonghilir dan Taraju (1992); Bukit Lantiak, Padang dan Sagalaherang, Ciamis (1999), dan kejadian di beberapa tempat lainnya umumnya disebabkan penurunan sifat fisik dan mekanik tanah karena kehadiran air dalam tubuh lereng (Tabel 5). Tabel 5. Penyebab Longsor Di Berbagai Tempat 20 Sumber : Kompas (2001) You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
  • 22. METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 21 2.4.1. Gempa atau Getaran. Banyak kejadian longsor terjadi akibat gempa bumi. Gempa bumi Tes di Sumatera Selatan tahun 1952 dan di Wonosobo tahun 1924, juga di Assam 27 Maret 1964 menyebabkan timbulnya tanah longsor (Pangular, 1985). Demikian juga di Jayawijaya, Irian Jaya tahun 1987 (Siagian, 1989, dalam Tadjudin, 1996) dan di Sindangwanggu, Majalengka tahun 1990 (Soehaimi, et.al., 1990). Di jalur keretaapi Jakarta-Yogyakarta dekat Purwokerto tahun 1947 (Pangular, 1985) akibat getaran dan di Cadas Pangeran, Sumedang bulan April; 1995, selain morfologi dan sifat fisik/mekanik material tanah lapukan breksi, getaran kendaraan pun ikut ambil bagian dalam kejadian longsor. Gempa di India dan Peru (2000) juga menyebabkan longsor. 2.4.2 Cuaca / Iklim Curah hujan sebagai salah satu komponen iklim, akan mempengaruhi kadar air (water content; w, %) dan kejenuhan air (Saturation; Sr, %). Pada beberapa kasus longsor di Jawa Barat, air hujan seringkali menjadi pemicu terjadinya longsor. Hujan dapat meningkatkan kadar air dalam tanah dan lebih jauh akan menyebabkan kondisi fisik tubuh lereng berubah-ubah. Kenaikan kadar air tanah akan memperlemah sifat fisik-mekanik tanah (mempengaruhi kondisi internal tubuh lereng) dan menurunkan Faktor Kemanan lereng (Brunsden & Prior, 1984; Bowles, 1989; Hirnawan & Zufialdi, 1993). Kondisi lingkungan geologi fisik sangat berperan dalam kejadian gerakan tanah selain kurangnya kepedulian masyarakat karena kurang informasi ataupun karena semakin merebaknya pengembangan wilayah yang mengambil tempat di daerah yang mempunyai masalah lereng rawan longsor. 2.4.3 Ketidakseimbangan Beban di Puncak dan di Kaki Lereng Beban tambahan di tubuh lereng bagian atas (puncak) mengikutsertakan peranan aktifitas manusia. Pendirian atau peletakan bangunan, terutama memandang aspek estetika belaka, misalnya dengan membuat perumahan (real estate) atau villa di tepi-tepi lereng atau di puncak-puncak bukit merupakan tindakan ceroboh yang dapat mengakibatkan longsor. Kondisi tersebut menyebabkan berubahnya keseimbangan tekanan dalam tubuh lereng. Sejalan dengan kenaikan beban di puncak lereng, maka keamanan lereng akan menurun. Pengurangan beban di daerah kaki lereng berdampak menurunkan Faktor Keamanan. Makin besar pengurangan beban di kaki lereng, makin besar pula penurunan Faktor Keamanan lerengnya, sehingga lereng You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
  • 23. METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA makin labil atau makin rawan longsor. Aktivitas manusia berperan dalam kondisi seperti ini. Pengurangan beban di kaki lereng diantaranya oleh aktivitas penambangan bahan galian, pemangkasan (cut) kaki lereng untuk perumahan, jalan dan lainlain, atau erosi (Hirnawan, 1993). Kasus longsor yang disebabkan oleh kondisi ketidakseimbangan beban pada lereng antara lain: 1) longsor di tempat penggalian trass di tepi jalan raya Lembang akibat penggalian bahan baku bangunan dengan cara membuat tebing yang hampir tegak lurus; 2) longsor sekitar jalan di Bandung Utara akibat pemangkasan untuk kawasan 22 perumahan (real estate); 3) longsoran di tepi sungai Cipeles (Jalan raya Bandung-Cirebon) juga diakibatkan oleh kondisi ketidakseimbangan beban. 2.4.4. Vegetasi / Tumbuh-tumbuhan Hilangnya tumbuhan penutup, dapat menyebabkan alur-alur pada beberapa daerah tertentu. Penghanyutan makin meningkat dan akhirnya terjadilah longsor (Pangular, 1985). Dalam kondisi tersebut berperan pula faktor erosi. Letak atau posisi penutup tanaman keras dan kerapatannya mempengaruhi Faktor Keamanan Lereng. Penanaman vegetasi tanaman keras di kaki lereng akan memperkuat kestabilan lereng, sebaliknya penanaman tanaman keras di puncak lereng justru akan menurunkan Faktor Keamanan Lereng sehingga memperlemah kestabilan lereng (Hirnawan, 1993). Penyebab lain dari kejadian longsor adalah gangguan internal yang datang dari dalam tubuh lereng sendiri terutama karena ikut sertanya peranan air dalam tubuh lereng; 2.4.5. Naiknya Muka Air Tanah Kehadiran air tanah dalam tubuh lereng biasanya menjadi masalah bagi kestabilan lereng. Kondisi ini tak lepas dari pengaruh luar, yaitu iklim (diwakili oleh curah hujan) yang dapat meningkatkan kadar air tanah, derajat kejenuhan, atau muka airtanah. Kehadiraran air tanah akan menurunkan sifat fisik dan mekanik tanah. Kenaikan muka air tanah meningkatkan tekanan pori (m) yang berarti memperkecil ketahanan geser dari massa lereng, terutama pada material tanah (soil). Kenaikan muka air tanah juga memperbesar debit air tanah dan meningkatkan erosi di bawah permukaan (piping atau subaqueous erosion). Akibatnya lebih banyak fraksi halus (lanau) dari masa tanah yang dihanyutkan, ketahanan massa tanah akan menurun (Bell, 1984, dalam Hirnawan, 1993). You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
  • 24. METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA BAB III METODE PENANGGULANGAN KELONGSORAN 23 3.1 Penanggulangan Longsor Yang dimaksud dengan penanggulangan longsoran adalah adalah tindakan yang bersifat pencegahan dan tindakan korektif. Tindakan pencegahan dimaksudkan untuk menghindari kemungkinan terjadinya longsor, sedangkan tindakan korektif dilakukan setelah longsor terjadi. Menurut umur kestabilannya, tindakan korektif dikategorikan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu penanggulangan darurat dan penanggulangan permanen. 3.1.1 Pencegahan Pencegahan adalah tindakan pengamanan untuk mencegah terjadinya kerusakan-kerusakan yang lebih parah pada daerah-daerah yang berpotensi longsor. Tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:  Menghindari penambahan gaya pada bagian atas lereng, misalnya tidak melakukan penimbunan dan pembuatan bangunan di atas lereng.  Menghindari pemotongan/penggalian pada kaki lereng.  Mencegah terjadinya penggerusan sungai yang berakibat terganggunya kemantapan lereng.  Mengeringkan genangan air pada bagian atas lereng.  Menutup cekungan-cekungan yang berpotensi menimbulkan genangan air.  Penghijauan pada lereng yang gundul.  Mengendalikan air permukaan pada lereng sehingga tidak terjadi erosi yang menimbulkan alur dalam.  Penggunaan bangunan penambat, misalnya tiang pancang, tembok penahan, bored pile, bronjong, dan lain-lain.  Pengaturan tata guna lahan. 3.1.2 Penanggulangan Darurat Penanggulangan darurat adalah tindakan korektif yang sifatnya sementara dan umumnya dilakukan sebelum penanggulangan permanen dilaksanakan. Penanggulangan darurat dapat dilaksanakan dengan tindakan-tindakan sebagai berikut:  Mencegah masuknya air permukaan ke dalam area longsoran dengan cara membuat saluran terbuka. You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
  • 25. METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA  Mengeringkan genangan air yang berada pada bagian atas longsoran.  Mengalirkan genangan air dan mata air yang tertimbun maupun yang terbuka.  Menutup rekahan dengan tanah liat.  Membuat beban kontra (counter weight) pada kaki longsoran, misalnya dengan bronjong ataupun karung yang berisi tanah.  Pelebaran ke arah tebing.  Pemotongan bagian kepala longsoran. 24 3.1.3 Penanggulangan Permanen Penanggulangan permanen memerlukan waktu untuk penyelidikan, analisis, dan perencanaan yang matang. Metode penanggulangan longsoran dibedakan menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu: a. Mengurangi gaya-gaya yang menimbulkan gerakan tanah dengan cara:  Mengubah geometri lereng  Mengendalikan air permukaan b. Menambah gaya-gaya yang menahan gerakan tanah dengan cara:  Mengendalikan air rembesan  Penambatan  Beban kontra (counter weight) c. Jika kedua metode di atas tidak dapat mengatasi longsoran yang terjadi maka dilakukan penanggulangan dengan tindakan lain, misalnya:  Stabilisasi  Relokasi  Bangunan silang  Bangunan bahan ringan 3.2 Pemilihan Tipe Penanggulangan Pemilihan tipe penanggulangan gerakan tanah disesuaikan dengan tipe gerakan, faktor penyebab, dan kemungkinan untuk dapat dikerjakan (work ability). Pemilihan tipe penanggulangan juga harus memperhatikan faktor-faktor yang berkaitan dengan pelaksanaan, yaitu tingkat kepentingan, aspek sosial, dan ketersediaan material di sekitar lokasi longsoran. You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
  • 26. METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 25 3.2.1 Mengubah Geometri Lereng Pengubahan geometri lereng dapat dilakukan dengan pemotongan dan penimbunan (cut and fill). Bagian yang dipotong disesuaikan dengan geometri daerah longsoran, sedangkan penimbunan dilakukan di kaki lereng. Pemotongan geometri terdiri dari:  Pemotongan kepala (bagian atas) lereng.  Pelandaian.  Penanggaan.  Pemotongan habis.  Pengupasan tebing.  Pengupasan lereng. Pada prinsipnya pemotongan lereng bertujuan untuk mengurangi tegangan. Jadi pemotongan harus dilakukan pada bagian yang banyak menimbulkan tegangan tangensial. Tebing yang rawan longsor dan memiliki sudut kemiringan lebih besar dari sudut geser dalam tanahnya sebaiknya dilandaikan sampai mencapai sudut lereng yang aman, yaitu mendekati sudut geser dalam tanahnya. Penetapan metode ini perlu mempertimbangkan mekanisme longsoran yang terjadi. Pemotongan tidak efektif untuk tipe longsoran berantai yang gerakannya dimulai dari bagian kaki lereng. Cara pemotongan juga tidak disarankan untuk gerakan tanah tipe aliran, kecuali disertai dengan tata salir yang memadai. Mengubah geometri lereng dengan cara penimbunan dilakukan dengan memberikan beban berupa timbunan pada area kaki lereng yang berfungsi untuk menambah momen perlawanan. Penanggulangan ini hanya cocok untuk longsoran rotasi tunggal yang massa tanahnya relatif utuh di mana bidang rotasinya terletak di dalam area longsoran. Pemilihan metode penimbunan diperkenankan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:  Timbunan tidak mengganggu kemantapan lereng di bawahnya  Timbunan tidak mengganggu drainase permukaan dan tidak membentuk cekungan yang memungkinkan terjadinya genangan air.  Timbunan terletak di antara bidang netral dan ujung kaki longsoran. Metode pengubahan geometri harus memperhatikan keberadaan bangunan di sekitar lokasi longsoran. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:  Pemotongan kepala longsoran tidak diperkenankan jika terdapat bangunan di dekatnya.  Pelandaian dapat dilakukan jika bangunan terletak di kaki longsoran. You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
  • 27. METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA  Pemotongan seluruhnya hanya boleh dilakukan bila bangunan terletak di ujung 26 kaki longsoran.  Penanggan umumnya dapat dilakukan jika bangunan berada di dekat kepala, di tengah, maupun di kaki longsoran.  Penimbunan tidak diperkenankan bila bangunan terletak pada kaki longsoran. 3.2.2 Mengendalikan Air Permukaan Mengendalikan air permukaan merupakan langkah awal dari setiap rencana penanggulangan longsoran. Pengendalian air permukaan ini bertujuan untuk mengurangi berat massa tanah yang bergerak dan menambah kekuatan material pembentuk lereng. Dua hal yang harus diperhatikan adalah air permukaan yang akan mengalir pada permukaan lereng dan yang akan meresap ke dalam tanah. Air permukaan harus dicegah agar tidak mengalir menuju area longsoran, sedangkan mata air, rembesan, dan genangan di area longsoran harus dialirkan ke luar. Mengendalikan air permukaan dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut: a. Menanam Tumbuhan Penanaman tumbuhan dimaksudkan untuk mencegah erosi tanah permukaan. b. Tata Salir Tata salir/saluran permukaan sebaiknya dibuat pada bagian luar longsoran dan mengelilingi longsoran sehingga mencegah air limpasan yang datang dari tempat yang lebih tinggi mengalir masuk ke area longsoran. Jika terpaksa membuat saluran terbuka di badan longsoran, maka harus diperhatikan hal-hal berikut:  Dasar saluran harus kedap air dan memiliki kemiringan yang cukup sehingga air bisa mengalir dengan cepat dan tidak meresap ke badan longsoran.  Dimensi saluran juga harus diperhitungkan terhadap debit dan kecepatan aliran yang dikehendaki. c. Menutup Rekahan Penutupan rekahan dapat memperbaiki kondisi pengaliran air permukaan pada lereng. Penutupan rekahan mencegah masuknya air permukaan sehingga tidak menimbulkan tekanan hidrostatis dan tidak membuat tanah yang bergerak menjadi lembek. d. Perbaikan Permukaan Lereng Perbaikan permukaan lereng dapat dilakukan dengan meratakan permukaannya, misalanya dengan memotong gundukan dan menutup cekungan You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
  • 28. METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA sehingga dapat mempercepat aliran air limpasan dan mengurangi terjadinya resapan. Metode ini bisa dikombinasikan dengan metode lain. 3.2.3 Mengendalikan Air Rembesan (Drainase Bawah Permukaan) Mengeringkan atau menurunkan muka air tanah dengan mengendalikan air tanah merupakan usaha yang sulit dan membutuhkan penyelidikan yang cermat. Metode pengendalian air rembesan yang dapat digunakan adalah sebagai berikut: a. Sumur Dalam Digunakan untuk menanggulangi longsoran yang bidang longsornya relatif dalam dan efektif digunakan pada daerah longsoran yang bermaterial lulus air. Cara ini dinilai cukup mahal karena harus melakukan pemompaan secara terus-menerus. b. Penyalir Tegak (Saluran Tegak) Metode ini dilakukan dengan cara mengalirkan air tanah sementara ke lapisan lulus air di bawahnya, sehingga menurunkan tekanan hidrostatik. Efektifitas dari metode ini tergantung pada kondisi air tanah dan perlapisannya. c. Penyalir Mendatar (Saluran Mendatar) Penyalir mendatar dibuat untuk mengalirkan air atau menurunkan muka air tanah pada daerah longsoran. Metode ini dapat digunakan pada longsoran besar yang bidang longsornya dalam dengan membuat lubang setengah mendatar hingga mencapai sumber airnya. Air dialirkan melalui pipa dengan diameter 5 cm atau lebih yang berlubang-lubang pada dindingnya.Penempatan pipa penyalir tergantung pada jenis material yang akan diturunkan muka air tanahnya. Untuk material berbutir halus jarak antar pipa 3-8 meter, sedangkan untuk material kasar berjarak 8–15 meter. Efektifitas cara ini tergantung dari permeabilitas tanah yang mempengaruhi banyaknya air yang bisa dialirkan keluar. 27 d. Pelantar Pelantar sangat efektif untuk menurunkan muka air tanah di daerah longsoran yang besar, tapi pengerjaannya sangat sulit dan mahal. Cara ini lebih banyak dipakai pada lapisan batu, karena umumnya memerlukan penyangga yang lebih sedikit dibandingkan bila dilakukan pada tanah. Agar berfungsi maksimal, pelantar digali di bawah bidang longsor. Kemudian dari atas dibuat lubang yang berhubungan dengan pelantar untuk mempercepat aliran air dalam material yang longsor. You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
  • 29. METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 28 e. Sumur Pelega Sumur pelega efektif untuk menanggulangi longsoran berskala kecil yang disebabkan oleh rembesan. Sumur tersebut dibuat dengan menggali kaki longsoran, dan galian ini harus segera diisi dengan batu. Hal ini untuk menjaga agar tidak kehilangan gaya penahan yang dapat mengakibatkan longsoran yang lebih besar. f. Penyalir Parit Pencegat (Saluran Pemotong) Penyalir parit pencegat dibuat untuk memotong aliran air tanah yang masuk ke dalam longsoran. Parit ini dibuat di bagian atas mahkota longsoran sampai ke lapisan kedap air, sehingga aliran air tanah tercegat oleh parit tersebut. Pada dasar galian dipasang pipa dengan dinding berlubang untuk mengalirkan air tanah. Pipa ini kemudian ditimbun dengan material yang bisa berfungsi sebagai penyalir filter. Cara ini dapat dilakukan bila kedalaman lapisan kedap air tidak lebih dari 5 meter. Efektifitas cara ini tergantung pada kondisi air tanah dan perlapisannya. g. Penyalir Liput Penyalir liput dipasang di antara lereng alam dan timbunan yang sebaiknya dilakukan pengupasan pada lereng alam sampai tanah keras. Sebelum penyalir liput dipasang, material berbutir dari penyalir ini dihamparkan menutupi seluruh lereng yang akan ditimbun. Air yang mengalir melalui penyalir liput ini ditampung pada penyalir terbuka yang digali di bawah timbunan. h. Elektro Osmosis Elektro osmosis merupakan salah satu cara penanggulangan longsoran khususnya pada lanau dan lempung kelanauan. Cara ini jarang digunakan karena relatif mahal dan tidak menyelesaikan masalah dengan tuntas bila proses elektro osmosis tidak berjalan dengan baik. Metode ini dilakukan dengan cara menempatkan 2 (dua) elektroda sampai pada kedalaman lapisan jenuh air yang akan dikeringkan, kemudian arus listrik searah dialirkan. Arus listrik terimbas menyebabkan air pori mengalir dari anoda ke katoda. Elektroda diatur agar tekanan air menjauhi lereng yang berfungsi mengurangi kadar air dan tekanan air pori sehingga meningkatkan kemantapan lereng. You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
  • 30. METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 29 3.2.4 Penambatan Metode penambatan ini terbagi dalam 2 (dua) kategori, yaitu penambatan tanah dan penambatan batuan. Penambatan tanah terdiri dari:  Tembok penahan  Sumuran  Tiang pancang  Turap baja  Bored pile Sedangkan penambatan batuan terdiri dari:  Tumpuan beton  Baut batuan  Pengikat beton  Jangkar kabel  Jala kawat  Tembok penahan batu  Beton semprot  Dinding tipis Penjelasan dari metode penambatan adalah sebagai berikut. a. Tembok Penahan Gambar 7. Tembok Penahan Tembok penahan dibuat dari pasangan batu, beton, atau beton bertulang. Keberhasilan tembok penahan tergantung dari kemampuan menahan geseran dan stabilitas terhadap guling. Selain untuk menahan gerakan tanah, juga berfungsi melindungi bangunan dari runtuhan. Tembok penahan harus diberi fasilitas drainase dan pipa salir sehingga tidak terjadi tekanan hidrostatis yang besar. You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
  • 31. METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 30 b. Sumuran Gambar 8. Sumuran Cincin-cincin (gorong-gorong) beton pracetak dengan diameter 0,1 - 2,0 meter dimasukkan ke dalam sumuran yang digali dengan kedalaman melebihi bidang longsoran. Kemudian gorong-gorong diisi dengan beton tumbuk, beton cyclop, atau material berbutir tergantung dari kekuatan geser yang dikehendaki. Pelaksanaan penanggulangan dengan metode ini sebaiknya dilakukan pada musim kemarau, pada saat tidak terjadi gerakan. Cara ini bisa dilakukan sampai dengan kedalaman 15 meter. c. Tiang Pancang Gambar 9. Tiang Pancang Tiang pancang cocok digunakan untuk pencegahan maupun penanggulangan longsoran yang bidang longsornya tidak terlalu dalam, namun tidak cocok untuk jenis tanah yang sensitif karena getaran yang terjadi pada saat pemancangan dapat mencairkan massa tanah. Efektifitasnya juga tergantung pada kemampuannya menembus lapisan tanah. Pada umumnya semua metode tiang tidak cocok untuk gerakan tanah tipe aliran, karena tanahnya bersifat lembek dan dapat lolos melalui sela-sela tiang. You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
  • 32. METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 31 d. Bored Pile Gambar 10. Bored Pile e. Turap Baja Gambar 11. Turap Baja Untuk lapisan keras disarankan menggunakan tiang baja terbuka pada ujung-ujungnya. Turap baja tidak efektif untuk menahan massa longsoran yang besar, karena modulus perlawanannya yang kecil. Namun masalah ini dapat diatasi dengan pemasangan ganda. Sedangkan tiang baja yang berbentuk pipa dapat diisi beton atau komposit beton dengan baja profil untuk memperbesar modulus perlawanannya. f. Tumpuan Beton Tumpuan beton digunakan untuk menyangga batuan yang menggantung akibat tererosi atau pelapukan. g. Baut Batuan Baut batuan dipasang untuk memperkuat massa batu yang terbentuk oleh adanya diskontinuitas kekar dan retakan agar lereng menjadi stabil. h. Pengikat Beton Umumnya dikombinasikan dengan baut batuan agar mengurangi penggunaan baut batuan. You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
  • 33. METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 32 i. Jangkar Kabel Metode ini dilakukan bila massa batuan yang bergerak berukuran besar. j. Jala Kawat Dipasang pada bagian kaki lereng untuk menjaga agar runtuhan batuan bisa ditahan di satu tempat. k. Tembok Penahan Batu Dipasang pada bagian kaki lereng untuk menahan fragmen batuan yang runtuh dari atas. l. Beton Semprot Digunakan untuk memperkuat permukaan batu yang bersifat kekar, meluruh, atau batuan lapuk. m. Dinding tipis Beberapa jenis batuan seperti serpih atau batuan lempung sangat mudah lapuk bila tersingkap (terbuka). Untuk melindungi batuan tersebut, maka dipasang dinding tipis dari batu bata, batu, atau beton pada permukaannya. 3.2.5 Beban Kontra (Counter Weight) a. Bronjong Gambar 12. Bronjong Bronjong adalah bangunan berupa anyaman kawat yang diisi dengan batu belah. Struktur bangunannya berbentuk persegi dengan ukuran sekitar (2 x 1 x 0,5) m³ yang disusun secara bertangga. Keuntungan penggunaan bronjong antara lain sebagai berikut:  Bronjong adalah struktur yang tidak kaku sehingga dapat menahan gerak vertikal maupun horisontal.  Bila runtuh masih bisa dimanfaatkan lagi.  Bersifat lulus air sehingga tidak menyebabkan terjadinya genangan air permukaan. You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
  • 34. METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA  Pelaksanannya mudah.  Material mudah didapat.  Biayanya relatif lebih ekonomis. Bronjong umumnya dipasang di kaki lereng yang juga berfungsi mencegah penggerusan. Keberhasilan penggunaan bronjong sangat tergantung dari kemampuannya dalam menahan geseran pada tanah di bawah alasnya. Oleh karena itu bronjong harus diletakkan dengan mantap di bawah bidang longsoran. Bronjong efektif bila digunakan untuk longsoran dangkal, namun tidak efektif untuk longsoran berantai (multiple slide). 33 b. Tanah Bertulang Tanah bertulang berfungsi menambah tahanan geser. Konstruksi ini terdiri dari timbunan tanah berbutir yang diberi tulangan berupa pelat-pelat baja strip dan panel untuk menahan material berbutir. Bangunan ini pada umumnya ditempatkan di ujung kaki lereng dan dipasang pada dasar yang kuat di bawah bidang longsoran. c. Dinding Penopang Isian Batu Cara penanggulangan ini dilakukan dengan penimbunan pada bagian kaki longsoran dengan material berbutir kasar yang dipadatkan dan berfungsi menambah tahanan geser. Penanggulangan ini bisa digunakan untuk longsoran rotasi maupun translasi. Dalam pemilihan metode ini harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:  Tidak mengganggu kemantapan lereng di bawahnya.  Alas isian batu harus diletakkan di bawah bidang longsoran sedalam 1,5 – 3,0 meter. 3.2.6 Tindakan Lain Tindakan ini diambil bila penanggulangan dengan metode-metode yang telah diuraikan di atas tidak bisa diterapkan. Tindakan ini meliputi penggunaan bahan ringan, penggantian material, stabilisasi, bangunan silang, dan relokasi. a. Penggunaan Bahan Ringan Penanggulangan dengan metode ini dilakukan dengan mengganti material yang longsor dengan bahan yang lebih ringan untuk mengurangi gaya dorong. Cara ini hanya digunakan pada longsoran rotasi yang berskala kecil. Bahan ringan yang umum digunakan adalah batu apung, abu sekam, polisterin, serbuk gergaji, dan lain-lain. You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
  • 35. METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 34 b. Penggantian Material Penanggulangan ini dilakukan dengan cara mengganti material yang longsor dengan material berbutir yang mempunyai kuat geser lebih tinggi atau dengan memadatkan kembali material yang ada secara berlapis. Cara ini hanya digunakan untuk longsoran rotasi tunggal yang berskala kecil. Cara ini bertujuan menambah tahanan sepanjang bidang longsoran dan sekaligus sebagai drainase bila menggunakan material berbutir. Dalam pemilihan metode ini, harus diperhatikan:  Hanya digunakan untuk longsoran pada lereng yang tidak terlalu terjal.  Harus ada ikatan antara material pengganti dengan bagian yang mantap di bawah bidang longsoran. c. Stabilisasi Stabilisasi bertujuan meningkatkan kuat geser dari material longsor. Proses stabilisasi lereng bisa dilakukan secara menyeluruh, pada bagiankaki, atau berupa tiang-tiang. Stabilisasi dilakukan dengan cara grouting atau injeksi melalui retakan, celah-celah, atau lubang-lubang buatan. Material yang digunakan untuk stabilisasi antara lain kapur dan semen yang efektif pada material berbutir kasar. Keberhasilan metode ini tergantung dari peningkatan kuat geser material, terutama sepanjang bidang longsorannya. Stabilisasi kurang efektif dan sulit pelaksanaannya bila dilakukan pada tanah lempung. Pemilihan metode ini harus mempertimabangkan hal-hal berikut ini:  Letak/kedalaman bidang longsoran  Gradasi material yang distabilisasi  Adanya lapisan rembes air yang harus dikeringkan atau diberi drainase agar tidak menimbulkan tekanan hidrostatik.  Stabilisasi lebih efektif dilakukan pada musim kemarau, saat longsoran relatif diam. d. Bangunan Silang Bangunan silang adalah jembatan atau talang yang dibuat melintasi lokasi longsoran. Cara ini jarang dilakukan karena relatif mahal. Penggunaan bangunan silang harus mempertimbangkan hal-hal berikut:  Pennggulangan ini hanya efektif untuk longsoran yang kecil dan lereng dengan kecuraman lebih dari 2 : 1.  Jika menggunakan pilar di tengah-tengah area longsoran harus dibuat sedemikian rupa sehingga aman. You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
  • 36. METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA 35 e. Relokasi Metode ini dilakukan dengan cara memindahkan bangunan, misalnya jalan, saluran, atau pemukiman ke tempat lain yang lebih aman. Penanggulangan ini merupakan pilihan terakhir yang dapat diambil jika cara-cara lain tidak bisa diterapkan. Pemilihan metode ini harus memperhatikan hal-hal berikut:  Lokasi yang baru harus relatif lebih aman dan tidak akan menimbulkan masalah baru dari sudut kemiringan, drainase, dan lain-lain.  Lokasi yang baru tidak menimbulkan dampak sosial yang buruk bagi masyarakat.  Hanya boleh dilakukan bila cara-cara yang lain tidak memungkinkan untuk dilaksanakan. 3.2.7 Upaya Pengelolaan Lingkungan Pengelolan lingkungan dimaksudkan untuk mengurangi, mencegah dan menanggulangi dampak negatif serta meningkatkan dampak positif. Kajiannya didasari pula oleh studi kelayakan teknik atau studi geologi yang mencakup geologi teknik, mekanika tanah dan hidrogeologi. Dengan demikian pendekatan dalam menangani lereng rawan longsor selain didasari oleh hasil rekomendasi studi kelayakan teknik atau studi geologi, juga didasari pula oleh pengelolaan lingkungannya. Diharapkan mengenai lereng rawan longsor dapat dikenal lebih jauh lagi sehingga dapat mengantisipasi kekuatan dan keruntuhan suatu lereng. Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan kondisi fisik dan mekanik perlu diketahui pula. Pengaruh kenaikan kadar air, peletakan beban, penanaman vegetasi dan kondisi kegempaan/getaran terhadap tubuh lereng, merupakan kajian yang paling baik untuk mengenal kondisi suatu lereng. Secara umum pencegahan/penanggulangan lereng longsor adalah mencoba mengendalikan faktor-faktor penyebab maupun pemicunya. Kendati demikian, tidak semua faktor-faktor tersebut dapat dikendalikan kecuali dikurangi. Beberapa cara pencegahan atau upaya stabilitas lereng adalah sebagai berikut : (1) Mengurangi beban di puncak lereng dengan cara :  Pemangkasan lereng;  Pemotongan lereng atau cut; biasanya digabungkan dengan pengisian/pengurugan atau fill di kaki lereng;  Pembuatan undak-undak, dan sebagainya You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
  • 37. METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA (2) Menambah beban di kaki lereng dengan cara :  Menanam tanaman keras (biasanya pertumbuhannya cukup lama).  Membuat dinding penahan (bisa dilakukan relatif cepat; dinding penahan atau retaining wall harus didesain terlebih dahulu)  Membuat ‘bronjong’, batu-batu bentuk menyudut diikatkan dengan kawat; bentuk angular atau menyudut lebih kuat dan tahan lama dibandingkan dengan bentuk bulat, dan sebagainya (3) Mencegah lereng jenuh dengan air tanah atau mengurangi kenaikan kadar air tanah di dalam tubuh lereng Kadar air tanah dan muka air tanah biasanya muncul pada musim hujan, pencegahan dengan cara :  Membuat beberapa penyalir air (dari bambu atau pipa paralon) di kemiringan lereng dekat ke kaki lereng. Gunanya adalah supaya muka air tanah yang naik di dalam tubuh lereng akan mengalir ke luar, sehingga muka air tanah turun  Menanam vegetasi dengan daun lebar di puncak-puncak lereng sehingga evapotranspirasi meningkat. Air hujan yang jatuh akan masuk ke tubuh lereng (infiltrasi). Infiltrasi dikendalikan dengan cara tersebut.  Peliputan rerumputan. Cara yang sama untuk mengurangi pemasukan atau infiltrasi air hujan ke tubuh lereng, selain itu peliputan rerumputan jika disertai dengan desain drainase juga akan mengendalikan run-off. (4) Mengendalikan air permukaan dengan cara:  Membuat desain drainase yang memadai sehingga air permukaan dari puncak-puncak lereng dapat mengalir lancar dan infiltrasi berkurang.  Penanaman vegetasi dan peliputan rerumputan juga mengurangi air larian (run-off) sehingga erosi permukaan dapat dikurangi. Gambar 13. Beberapa Upaya Peningkatan Stabilitas Lereng 36 You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
  • 38. METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA BAB II KESIMPULAN Pada suatu lereng bekerja gaya-gaya yang terdiri dari gaya pendorong dan juga penahan. Gaya pendorong adalah gaya tangensial. dari berat massa tanah, sedangkan gaya penahan berupa tahanan geser tanah. Analisa kemantapan suatu lereng harus dilakukan dengan memperhitungkan besarnya gaya pendorong dan gaya penahan. Suatu lereng akan longsor bila keseimbangan gaya-gaya yang bekerja terganggu, yaitu gaya pendorong melampaui gaya penahan. Oleh karena itu prinsip penanggulangan longsoran adalah mengurangi gaya pendorong atau menambah gaya penahan. Penanggulangan yang baik adalah penanggulangan yang dapat mengatasi masalah secara tuntas dengan biaya yang relatif murah dan mudah pelaksanaannya. Penanggulangan sangat tergantung pada tipe dan sifat gerakan tanah, kondisi lapangan dan geologi. Penanggulangan yang hanya didasarkan coba-coba umumnya kurang berhasil. Kegagalan tersebut disebabkan oleh adanya penanggulangan yang belum tepat dan memadai. Disamping itu longsoran-longsoran yang tidak sederhana / kompleks, penanggulangannya memerlukan analisa yang lebih teliti berdasarkan data yang lebih lengkap. Cara-cara penanggulangan longsoran dengan mengurangi gaya pendorong dapat dilakukan antara lain dengan pemotongan dan pengendalian air permukaan, sedangkan penanggulangan yang menambah gaya penahan antara lain dengan pengendalian air rembesan dan penambatan. Dalam hal ini akan dibahas beberapa metoda penanggulangan yang terdiri dari mengubah geometri lereng, pengendalian air permukaan, mengendalikan air rembesan, penambatan dan tindakan lainnya. Dengan adanya penanggulangan akan longsor atau bergeraknya tanah, infrastruktur yang akan atau telah dilaksanakan dapat dijaga dengan baik sehingga dapat berfungsi dengan baik dalam menjaga lalu lintas atau transportasi yang digunakan oleh masyarakat. 37 You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
  • 39. METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA DAFTAR PUSTAKA Achmad, F., 2010, Tinjauan Longsoran pada Ruas Jalan Akses - Pelabuhan Gorontalo, Prosiding Simposium Nasional XIII FSTPT, Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, hal 1 – 10. Aliu, S. W., 2010, Tinjauan Debit Rancangan Kanal Tamalate, Tugas Akhir D3 Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UNG (tidak dipublikasikan Cornforth, D. H., 2005, Landslides in Practice Investigation, Analysis, and Remedial/Preventative Options in Soils, John Wiley and Sons, Inc., Hoboken, New Jersey. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Bidang Pelayanan IPTEK Puslitbang Prasarana Transportasi Balitbang, 2004, Advis Teknik Longsoran dan Penggunaan Geosintetik untuk Penanganan Longsoran Studi Kasus Jalan Akses Pelabuhan, P3JJ, Gorontalo. Hardiyatmo, H. C., 2006, Penanganan Tanah Longsor dan Erosi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.Hardiyatmo, H. C., 2007, Pemeliharaan Jalan Raya Perkerasan, Drainase, Longsoran, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Karnawati, D., 2005, Geologi Umum dan Teknik, Program Studi S2 Teknik Sipil 38 UGM, Yogyakarta. Rahardjo, P. P., 2002, Risiko Geoteknik dan Investigasi Forensik Pada Longsoran, Prosiding Seminar Nasional Slope2002, HMJ-Teknik Sipil Universitas Parahyangan, Bandung, hal. 197-203. Suryolelono, K. B., 2003, Bencana Alam Tanah Longsor, Perspektif Ilmu Geoteknik, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta (tidak dipublikasikan) Agus Setyawan, Wahyu Wilopo, Supriyanto Suparno. 2006. Mengenal Bencana Alam Tanah Longsor dan Mitigasinya. http://www.io.ppijepang.org/article.php?1d=196 [10 Jul 2007] You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
  • 40. METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA Alhasanah, Fauziah. 2006. Pemetaan dan Analisis Daerah Rawan Tanah Longsor Serta Upaya Mitigasinya Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Tesis. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Anonim. 2007. Pencegahan Gerakan Tanah Dengan Identifikasi Zona Rentan. http://www.d-infokom-jatim.go.id/news.php?id=11029 [26 Juli 2007] Anwar,H.Z., Suwiyanto, E. Subowo, Karnawati, D., Sudaryanto, Ruslan, M. 2001. Aplikasi Citra Satelit Dalam Penentuan Dareah Rawan Bencana Longsor. Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Bandung. Arsyad, Sitanala. 1989. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor Asdak, S. 1995. Hidrologi & Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. _______.2003. Faktor Hutan Geomorfologi, dan Anomali Iklim pada Bencana Longsor di Hulu DAS Cimanuk. Hal 39-52 dalam Prosiding Semiloka Mitigasi Bencana Longsor di Kabupaten Garut. H. Ramdan (Ed.) Alqaprint Jatinangor. Sumedang. Pemerintah Kabupaten Garut. Barus, B. 1999. Pemetaan Bahaya Longsoran Berdasarkan Klasifikasi Statistik Peubah Tunggal Menggunakan SIG Studi Kasus Daerah Ciawi-PuncakPacet Jawa Barat. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 2: 7-16 Jurusan Ilmu Tanah, In Press (April 1999). [BPS] Badan Pusat Statistik. 2007. Kabupaten Bogor Dalam Angka 2007. Bogor. Humas 39 Kabupaten Bogor. ____________________. 2003. Kecamatan Babakan Madang Dalam Angka 2003. Kerjasama Kabupaten Bogor dan BPS Kabupaten Bogor. Dahlan, Endes N. 2004. Membangun Kota Kebun (Garden City) Bernuansa Hutan Kota. Bogor. Darsoatmojo, A. Dan Soedradjat, G. M. 2002. Bencana Tanah Longsor Tahun 2001. Year Book Mitigasi Bencana Tahun 2001. You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
  • 41. METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA Das, B. M. 1993. Mekanika Tanah (Prinsip-Prinsip Rekayasa Geoteknis). Diterjemahkan : Endah, N. M. Dan I. B. M. Surya. Jakarta : Erlangga. Direktorat Geologi Tata Lingkungan. 1981. Gerakan Tanah di Indonesia. Direktorat Jenderal Pertambangan Umum. Departemen Pertambangan dan Energi. Jakarta. [DVMBG] Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. 2005. Manajemen Bencana Tanah Longsor. http://www.pikiranrakyat.com/cetak/2005/0305/22/0802. htm [14 Juli 2007] [DVMBG] Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. 2007. Pengenalan Gerakan Tanah. http://www.merapi.vsi.esdm.go.id/?static/gerakantanah/ pengenalan.htm [18 Mei 2007] Dwiyanto, JS. 2002. Penanggulangan Tanah Longsor dengan Grouting. Pusdi Kebumian LEMLIT UNDIP, Semarang. Hardjowigeno, Sarwono. 2003. Ilmu Tanah. Jakarta : Akademika Pressindo. Hermawan dan Tri Endah Utami. 2003. Proses Soil Softening pada Bidang Diskontinuitas: Faktor Utama Longsoran Besar. Buletin Geologi Tata Lingkungan Vol. 13 No. 1 Mei 2003. Hal 44-51. Karnawati, D. 2001. Bencana Alam Gerakan Tanah Indonesia Tahun 2000 (Evaluasi dan Rekomendasi). Jurusan Teknik Geologi. Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Karnawati, Dwikorita. 2006. Wilayah yang Tak Pernah Luput Bencana oleh Madina Nusrat. Artikel Internet. http://www.kompas.com/kompascetak/0601/14/Fokus/ 2360408.htm [13 Jul 2007] Karnawati, D. 2003. Himbauan Untuk Antisipasi Longsoran Susulan. Tim Longsoran Teknik Geologi UGM Yogyakarta. Tidak Diterbitkan. Lillesand, T. M. & R. W. Kiefer. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Terjemahan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 40 You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
  • 42. METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA Litbang Departemen Pertanian. 2006. Pedoman Umum Budidaya Pertanian di Lahan Pegunungan. http://www.litbang.deptan.go.id/regulasi/one/12/file/BAB-II.pdf [13 Juli 2007] Lo, C. P. 1995. Penginderaan Jauh Terapan. Terjemahan. Penerbit Universitas 41 Indonesia. Jakarta. Mustafril, 2003. Analisis Stabilitas Lereng Untuk Konservasi Tanah dan Air di Kecamatan Banjarwangi Kabupaten Garut. Tesis. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Naryanto, N.S. 2002. Evaluasi dan Mitigasi Bencana Tanah Longsor di Pulau Jawa Tahun 2001. BPPT. Jakarta. Noor, Djauhari. 2006. Geologi Lingkungan. Yogyakarta : Graha Ilmu. Paripurno, ET. 2006. Pengenalan Longsor Untuk Penanggulangan Bencana. Di dalam: [UNDP] United Nation Development Program. Pustaka Pelajar dan Oxfam B.G.,penerjemah; Purwowidodo. 2003. Panduan Praktikum Ilmu Tanah Hutan : Mengenal Tanah. Laboratorium Pengaruh Hutan. Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. 2004. Sumberdaya Lahan Indonesia dan Pengelolaannya. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Jakarta. Rejekiningrum, Popi. 2007. Teknologi Inderaja dan SIG untuk Identifikasi Potensi Bencana Kekeringan, Banjir, dan Longsor. Paper Mata Kuliah Teknik Analisis Citra Dijital Untuk Kehutanan. Sekolah Pasca Sarjana IPB. Rusli, Salim ST. 2007. Waspada Hujan dan Longsor. Jakarta Sangadji, Ismail. 2003. Formasi Geologi, Penggunaan Lahan, dan Pola Sebaran Aktivitas Penduduk di Jabodetabek. Skripsi. Departemen Tanah Fakultas Pertanian IPB. You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)
  • 43. METODE PENANGANAN KELONGSORAN DALAM MENJAGA INFRASTRUKTUR YANG TELAH ADA Saptohartono, Endri. 2007. Analisis Pengaruh Curah Hujan Terhadap Tingkat Kerawanan Bencana Tanah Longsor Kabupaten Bandung [Skripsi]. Bandung. Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral. Institut Teknologi Bandung. Sitorus, Santun R. P. 2006. Pengembangan Lahan Berpenutupan Tetap Sebagai Kontrol Terhadap Faktor Resiko Erosi dan Bencana Longsor. Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta. Sudrajat, Adjat. 2007. Menunggu Longsor. http://www.pikiranrakyat.com/cetak/2007/ 42 112007/16/0901.htm [15 Jan 2008]. Suripin. 2002. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. Yogyakarta : Andi. Surono. 2003. Potensi Bencana Geologi di Kabupaten Garut. Prosiding Semiloka Mitigasi Bencana Longsor di Kabupaten Garut. Pemerintah Kabupaten Garut. Suryolelono, K. B. 2005. Bencana Alam Tanah Longsor Perspektif Ilmu Geoteknik. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Fakultas Teknik UGM. UGM Press. 96 Sutikno. 1997. Penanggulangan Tanah Longsor. Bahan Penyuluhan Bencana Alam Gerakan Tanah. Jakarta. _______. 2001. Tanah Longsor Goyang Pulau Jawa. Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi. Bandung. [UNDP] United Nation Development Program. 1992. Introduction of Hazard.Pustaka Pelajar dan Oxfam B.G., penerjemah; Paripurno ET, editor. Wahyono.2003. Evaluasi Geologi Teknik Atas kejadian Gerakan Tanah di Kompleks Perumahan Lereng Bukit Gombel-Semarang. Kasus Longsoran Gombel, 8 Februari 2002. Buletin Geologi Tata Lingkungan Vol. 13 No. 1 Mei 2003. Hal 32-43 Wahyu Wilopo, Priyono Suryanto. 2005. Agroforestri Alternatif Model Rekayasa Vegetasi Pada Kawasan Rawan Longsor. J Hutan Rakyat 7 (1) : 1-15 You created this PDF from an application that is not licensed to print to novaPDF printer (http://www.novapdf.com)