Dokumen tersebut membahas tentang pemikiran tokoh pascastukturalis Roland Barthes mengenai strukturalisme dalam konteks kebudayaan. Barthes memperluas konsep struktur dan sistem struktural De Saussure dengan memandangnya secara dinamis. Ia juga mengembangkan konsep tanda, sintagmatik-paradigmatik, denotasi-konotasi, dan peran pembaca dalam memaknai teks.
1. Kebudayaan sebagai sistem struktural
(Prof. Dr. Benny H. Hoed)
Apa ciri khas dari pascasrtukturalisme dalam hubungan dengan strukturalisme
De Saussure? Sebutkan satu tokoh pascastrukturalis dan jelaskan secara
ringkas pemikiran/teori yang dikembangkannya.
Pascastrukturalisme merupakan suatu aliran yang mengembangkan konsep
struktur yang digagas oleh De Saussure. Pascastrukturalisme tidak serta merta
meninggalkan adanya struktur namun ia hadir dalam konsep mengembangkan
struktur yang lebih dinamis daripada yang diusung oleh Saussure.
Pascastrukturalisme memberikan beberapa perubahan pada konsep strukturalisme
seperti; memandang struktur dan sistem harus dinamis tidak statis, pemaknaan
bersifat plural sesuai dengan kebebasan pembaca, pemaknaan merupakan suatu
proses dan bukanlah hasil, teks tidak hanya lisan tapi juga tulisan, dan teks dilihat
tidak selalu harus mengikuti kaidah-kaidah langue.
Salah satu tokoh pascastrukturalisme yaitu Roland Barthes. Ia
mengembangkan beberapa teori yang sebelumnya telah diusung oleh Saussure.
Yaitu:
1. Sintagmatik dan paradigmatik
Barthes mengembangkan teori sintagmatik dan paradigmatik Saussure yang
mana menjelaskannya hanya dalam konteks linguistik, dalam hal sintagmatik atau
sintagme, Barthes menjelaskannya dalam hal gejala budaya. Disini ia masih
menggunakan konsep Saussure mengenai struktur. Busana dilihatnya memiliki
struktur dari atas kepala sampai bawah kaki. Selain itu hubungan sintagmatik juga
dapat terlihat pada budaya makan dimana terdapat struktur mulai dari hidangan
pembuka, utama, dampai hidangan penutup.
Dalam hal paradigmatik atau aspek sistem, unsur-unsur yang membentuk busana
yang terdiri dari atas kepala sampai bawah kaki dilihat dapat memenuhi gatra-gatra
yang ada di tubuh misalnya untuk bagian kepala (gatra bagian kepala) dapat diisi
2. dengan penutup kepala seperti peci, topi, blankon, jilbab, dll. Untuk bagian badan
(gatra bagian badan) dapat diisi dengan kemeja, kaos, gaun,dll. Gatra-gatra tersebut
(hingga ujung kaki) dapat diisi dengan beragam macam busana. Namun unsur-unsur
yang memenuhi gatra tidak dapat masuk secara bersamaan dalam gatra yang sama.
2. Expression, contenu, denotasi, dan konotasi.
Barthes juga mengembangkan teori tanda Saussure yaitu signifiant dan signifie.
Barthes mengembangkannya menjadi expression menggantikan signifiant dan
contenu menggantikan signifie. Dalam hal pemaknaan tanda, Barthes juga
menembangkan konsep petanda dan penanda Saussure yang bersifat berlaku secara
umum dan terkendali secara sosial. Barthes memperkenalkan konsep sistem tanda
pertama yang disebut dengan denotasi dan sistem tanda kedua yang disebut dengan
konotasi.
Dalam hal denotasi, konsep ini sama halnya dengan konsep Saussure mengenai
tanda yang memiliki makna secara umum dan sosial. Namun dalam menggunakan
tanda, manusia memiliki kemungkinan lain, hal inilah yang disebut dengan sistem
tanda kedua dimana dalam memakai satu tanda terdapat berbagai expression yang
merujuk pada contenu atau isi yang sama. Dalam linguistik, hal tersebut disebut
dengan sinonimi. Pengembangan dalam hal expression ini disebut metabahasa (arti
masih sama namun dengan penyebutan istilah yang berbeda-beda. Contohnya guru
dapat juga disebut sebagai pengajar atau pendidik).
Pemakai bahasa juga dapat mengembangkan sistem pertama menjadi sistem
kedua dalam hal contenu. Dalam hal tersebut satu kata dapat memiliki lebih dari satu
makna. Jadi guru yang memiliki makna denotatif ’orang yang pekerjaannya
mengajar’ dapat memiliki makna lain ’orang yang dianggap ahli dalam hal religi’
atau ’orang yang unggul dalam hal-hal tertentu’. Perluasan makna itu disebut dengan
konotasi.
3. Mitos
Barthes memaknai konotasi tidak berhenti hanya sampai disitu, ia juga
memperkenalkan konsep mitos yang berkembang dari kebudayaan. Ia melihat suatu
3. mitos merupakan perkembangan dari konotasi. Mitos dianggapnya sebagai sistem
semiologis yaitu sistem pemaknaan tanda-tanda oleh manusia. Pemaknaan tanda
yang bersifat terbuka memungkinkan berbagai makna muncul dalam masyarakat.
Ketika makna diartikan tidak lagi dari ’sistem pertama’ atau denotasi melainkan
perluasan dari contenu yang akhirnya menciptakan konotasi kemudian konotasi
tersebut menjadi melekat pada suatu masyarakat maka akan menjadi suatu mitos.
Mitos terbentuk karena adanya kekuatan mayoritas atau kekusaan pada pihak
tertentu. Barthes menggunakan konsep konotasi dan mitos dalam memahami
kebudayaan. Contohnya pada kebudayaan orang Prancis yang biasa meminum
anggur. Minuman anggur yang memiliki denotasi minuman yang berasal dari buah
anggur yang diproses sedemikian rupa sehingga mengandung alkohol dan dapat
memabukkan memiliki konotasi sebagai minuman yang melambangkan kenikmatan
bahkan kemewahan pada golongan tertentu. Makna konotasi tersebut lama-kelamaan
semakin mengakar dan dipercayai oleh masyarakat Prancis bahwa minuman anggur
merupakan sebagai lambang kenikmatan atau kemewahan maka makna tersebut
menjadi mitos.
4. Pemaknaan teks
Barthes memandang bahwa teks dimaknai oleh pembaca teks sehingga pembaca
memiliki peranan penting dalam pemaknaan teks. Hal tersebut tentu bertolak
belakang denganstrukturalisme dimana penulis memiliki peran tunggal dalam
memberikan makna teks. Ia juga memandang bahwa teks dinikmati secara badaniah
dimana produksi teks didorong oleh hasrat badaniah dalam menghasilkan teks dan
maknanya. Namun proses tersebut belumlah terjadi. Hal tersebut dinamai dengan
”pra-makna” yang baru kemudian akan memasuki ranah hasrat menciptakan.
Daftar Pustaka:
Hoed, Benny H. 2011. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya. Depok: Komunitas
bambu
4. TEORI KEBUDAYAAN
UJIAN AKHIR SEMESTER
Dosen: Prof. Dr. Benny H. Hoed
OKTARI ANELIYA
1206335685
PROGRAM STUDI LINGUISTIK
PROGRAM MAGISTER
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA
UNIVERSITAS INDONESIA
2013