3. PENGERTIAN
• Kata filsafat = Yunani filosofia, fisofein =
mencintai kebijaksanaan. Philosophis,
philein yang berarti mencintai, atau philia
yang berarti cinta, dan shopia yang berarti
kearifan. Dari kata tersebut lahirlah kata
Inggris philosophy yang biasanya
diterjemahkan sebagai kata “cinta kearifan
4. Konep Plato
• Plato memberikan istilah dengan
dialektika yang berarti seni berdiskusi.
Dikatakan demikian karena, filsafat harus
berlsg sebagai upaya memberikan kritik
terhdp berbagai pendapat yang berlaku.
Kearifan atau pengertian intelektual yang
diperoleh lewat proses pemeriksaan
secara kritis ataupun dengan berdiskusi.
5. Konep Plato
• Juga diartikan sebagai suatu penyelidikan
terhadap sifat dasar yang penghabisan
dari kenyataan. Karena seseorang filosof
akan selalu mencari sebab-sebab dan
asas-asas yang penghabisan (terakhir)
dari benda-benda.
6. Konsep Cicero
• Cicero menyebutnya Filsafat sebagai “ ibu
dari semua seni” (the mother of all the art).
Juga sebagai arts vitae yaitu filsafat
sebagai kehidupan.
7. Konsep al-Farabi
• Menurut al_farabi, filsafat adalah ilmu
yang menyelidiki hakikat yang sebenarnya
dari segala yang ada (al-ilmu bil-maujudat
bi manusia hiya al-maujudat).
8. Konsep Rene Descarte
• Menurut Rene Descarte, filsafat
merupakan kumpulan segala
pengetahuan, dimana Tuhan, alam dan
manusia menjadi pokok penyelidikannya.
9. Konsep Francis Bacon
• Menurut Francis Bacon, filsafat
merupakan induk agung dari ilmu-ilmu,
dan filsafat menangani semua
pengetahuan sebagai bidangnya.
10. Konsep John Dewey
• Sebagai tokoh pragmatisme, John Dewey,
berpendapat bahwa haruslah dipandang
sebagai suatu pengungkapan mengenai
perjuangan manusia secara terus-menerus
dalam upaya melakukan penyesuaian
berbagai tradisi yang membentuk budi
manusia. Tegasnya, filsafat sebagai suatu
alat untuk membuat penyesuaian di antara
yg lama dan yg baru dlm suatu kebudayaan.
11. Filsafat sebagai ilmu
• Dikatakan sebagai ilmu karena di dalam
pengertian filsafat mengandung empat
pertanyaan ilmiah, yaitu : Bagaimanakah,
mengapakah, ke manakah, dan apakah.
• Pertanyaan bagaimana menanyakan sifat-
sifat yang dapat ditangkap atau yang
tampak oleh indera. Jawaban atau
pengetahuan yang diperolehnya bersifat
deskriptif (penggambaran).
12. Filsafat sebagai ilmu
• Pertanyaan mengapa menanyakan
tentang sebab (asal mula suatu obyek.
Jawaban atau pengetahuan yang
diperolehnya bersifat kausalitas (sebab
akibat). Pertanyaan ke mana
menanyakan tentang apa yang terjadi
masa lampau, masa sekarang, dan
masa yang akan datang. Jawaban yang
diperoleh ada tiga jenis pengetahuan,
yaitu:
13. • Pertama, pengetahuan yang timbul dari
hal-hal yang selalu berulang-ulang
(kebiasaan, yang nantinya dijadikan
dasar untuk mengetahui apa yang akan
terjadi.
14. • Kedua pengetahuan yang timbul dari
pedoman yang terkandung dalam adat
istiadat/kebiasaan yang berlaku dalam
masyarakat. Dalam hal ini tidak
dipermasalahkan apakah pedoman
tersebut selalu dipakai atau tidak.
Pedoman yang selalu dipakai disebut
hukum.
15. • Ketiga, pengetahuan yang timbul dan
pedoman yang dipakai (hukum)
sebagai suatu hal yang dijadikan
pegangan. Tegasnya, pengetahuan
yang diperoleh dari jawaban ke
manakah adalah pengetahuan yang
bersifat normative.
16. • Pertanyaan apakah yang menanyakan
tentang hakikat atau inti mutlak dari suatu
hal. Hakikat ini sifatnya sangat dalam
(radix) dan tidak lagi bersifat empiris,
sehingga hanya dapat dimengerti oleh
akal. Jawaban atau pengetahuan yang
diperolehnya ini kita akan dapat
mengetahui hal-hal yang sifatnya sangat
umum, universal, abstrak.
17. • Dengan demikian, kalau ilmu-ilmu
yang lain (selain filsafat) bergerak
dari tidak tahu ke tahu, sedang
ilmu filsafat bergerak dari tidak
tahu ke tahu selanjutnya ke
hakikat.
18. • Untuk mencari/memperoleh pengetahuan
hakikat, haruslah dilakukan dengan
abstraksi, yaitu suatu perbuatan akal
untuk menghilangkan keadaan, sifat-sifat
yang secara kebetulan (sifat-sifat yang
tidak harus ada/aksidensia), sehingga
akhirnya tinggal keadaan/sifat yang harus
ada (mutlak) yaitu substansia, maka
pengetahuan hakikat dapat diperolehnya.
19. Filsafat sebagai Cara Berpikir
• Berpikir secara filsafat dapat diartikan
sebagai berpikir yang sangat mendalam
sampai hakikat, atau berpikir secara
global/menyeluruh, atau berpikir yang dilihat
dari berbagai sudut pandang pemikiran
atau sudut pandang ilmu pengetahuan.
Berfikir yang demikian ini debagai upaya
untuk dapat berpikir secara tepat dan benar
serta dapat dipertanggungjawabkan. Hal ini
harus memenuhi persyaratan:
20. Harus sistematis
• Pemikiran yang sistematis ini dimaksudkan
untuk menyusun suatu pola pengetahuan
yang rasional. Sistematis adalah masing-
masing unsur suatu keseluruhan.
Sistematika pemikiran seorang filsof banyak
dipengaruhi oleh keadaan dirinya,
lingkungan, zamannya, pendidikan, dan
sistem pemikiran yang mempengaruhi.
21. Harus Konsepsional
• Secara umum istilah konsepsional berkaitan
dengan ide atau gambaran yang melekat
pada akal pikiran yang berada dalam
intelektual. Gambaran tersebut mempunyai
bentuk tangkapan sesuai dengan rillnya .
sehingga maksud dari ‘konsepsional’
tersebut sebagai upaya untuk menyusun
suatu bagan yang terkonsepsi (jelas).
Karena berpikir secara filsafat sebenarnya
berpikir tentang hal dan prosesnya.
22. Harus Koheren
• Koheren atau runtut adalah unsur-
unsurnya tidak boleh mengandung
uraian-uraian yang bertentangan satu
sama lain. Koheren atau runtut di
dalamnya memuat suatu kebenaran logis.
Sebaliknya, apabila suatu uraian yang di
dalamnya tidak memuat kebenaran logis,
maka uraian tersebut dikatakan sebagai
uraian yang tidak koheren/runtut.
23. Harus rasional
• Yang dimaksud dengan rasional adalah
unsur-unsurnya berhubungan secara
logis. Artinya, pemikiran filsafat harus
diuraikan dalam bentuk yang logis, yaitu
suatu bentuk kebenaran yang mempunyai
kaidah-kaiadah berpikir (logika).
24. Harus Sinoptik
• Sinoptik artinya pemikiran filsafat
harus melihat hal-hal secara
menyeluruh atau dalam kebersamaan
secara integral.
25. Harus mengarah kepada
pandangan dunia
• Yang dimaksud adalah pemikiran filsafat
sebagai upaya untuk memahami semua
realitas kehidupan dengan jalan menyusun
suatu pandangan (hidup) dunia, termasuk di
dalamnya menerangkan tentang dunia dan
semua hal yang berada di dalamnya (dunia).
27. CABANG-CABANG FILSAFAT
• Filsafat merupakan bidang studi yang luas yg
memerlukan pembagian yang lebih kecil lagi.
Filsafat dapat dikelompokkan menjadi empat
bidang induk:
• Filsafat tentang pengetahuan,,
• Filsafat tentang keseluruhan kenyataan,
• Filsafat tentang tindakan,
• Sejarah Filsafat
31. Pembagian Filsafat
–Metafisika (filsafat ttg hal yang ada)
–Efistemologi (teori pengetahuan)
–Metodologi (teori tentang metode)
–Logika ( teori tentang penyimpulan)
–Etika (filsafat ttg pertimbangan
moral)
–Esterika (filsafat tentang keindahan)
• -Sejarah filsafat
32. Ilmu, Filsafat, Agama
• Ilmu, filsafat dan agama mempunyai
hubungan yang terkait dan reflektif
dengan manusia. Dikatakan terkait karena
ketiganya tidak dapat bergerak dan
berkembang jika tidak ada tiga alat dan
tenaga utama yang berada di dalam diri
manusia.
33. Ilmu, Filsafat, Agama
• Tiga alat dan tenaga utama manusia
adalah : akal pikir, rasa, dan keyakinan,
sehingga dengan ketiga hal tersebut
manusia dapat mencapai kebahagiaan
bagi dirinya.
34. • Ilmu dan filsafat dapat bergerak dan
berkembang berkat akal pikiran manusia.
Juga, agama dapat bergerak dan
berkembang berkat adanya keyakinan.
Akan tetapi ketiga alat dan tenaga utama
tersebut tidak dapat berhubungan dengan
ilmu, filsafat, dan agama apabila tidak
didorong dan dijalankan oleh kemauan
manusia yang merupakan tenaga
tersendiri yang terdapat dalam diri
manusia.
35. • Dikatakan reflektif, karena ilmu, filsafat,
dan agama baru dapat dirasakan
(diketahui) faedahnya/manfaatnya dalam
kehidupan manusia, apabila ketiganya
merefleksi (lewat proses pantul diri) dalam
diri manusia.
36. • Ilmu mendasarkan pada akal pikir lewat
pengalaman dan indera, dan filsafat
mendasarkan pada otoritas akal murni
secara bebas dalam penyelidikan terhadap
kenyataan dan pengalaman terutama
dikaitkan dengan kehidupan manusia.
Sedangkan agama mendasarkan pada
otoritas wahyu. Harap dibedakan agama
yang berasal dari pertumbuhan dan
perkembangan filsafat yang mendasarkan
pada konsep-konsep tentang kehidupan
dunia, terutama konsep-konsep ttg moral.
37. • Menurut Prof. Nasroen, S.H,
mengemukakan bahwa filsafat yang sejati
haruslah berdasarkan pada agama.
Malahan filsafat yang sejati itu adalah
terkandung dalam agama.
38. • Apabila filsafat tidak berdasarkan pada
agama dan filsafat hanya semata-mata
berdasarkan pada akal pikir saja, maka
filsafat tsb tidak akan memuat kebenaran
obyektif, karena yang memberikan
penerangan dan putusan adalah akal
pikiran. Sedangkan kesanggupan akal
pikiran terbatas, sehingga filsafat yang
berdasarkan pada akal pikir semata-mata
akan tidak sanggup memberi kepuasan bagi
manusia, terutama dalam rangka
pemahamannya terhadap yang gaib.