Dokumen tersebut membahas tentang sistem pemeliharaan ayam kampung dan itik di Desa Wansugi, kendala yang dihadapi peternak, serta tujuan pemeliharaan dan pemasarannya. Juga membahas tentang tinjauan pustaka mengenai ayam kampung dan bebek, termasuk bibit, pakan, perandangan, manajemen pemeliharaan, pengendalian penyakit, pasca panen dan pemasaran.
AKSI NYATA MODUL 1.2-1 untuk pendidikan guru penggerak.pptx
Studi banding ayam buras
1. ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Desa Wansugi terletak di kecamatan kabangka, kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara.
Jumlah Kepala Keluarga (KK) di desa Wansugi kurang lebih 200 KK. Kebanyakan
masyarakatnya bermata pencaharian Petani, ada juga PNS, dan sebagai mata pencaharian
sampingannya mereka memelihara hewan ternak seperti sapi, kerbau, kambing, domba,
ayam, dan itik. Metode pemeliharaan hewan ternak tersebut masih ternak hewan semi
intensif, dimana ternak tersebut pada pagi hari dilepaskan dan pada sore hari dikandangkan,
dan makanannya kebanyakan hanya diberi menir, jagung, dedak, dan ubi. Setelah hewan
ternak tersebut tidak berproduksi lagi, ada yang dipasarkan ada juga yang dikonsumsi sendiri.
B. Tujuan
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
1. Mengetahui sistem pemeliharaaan ayam kampung dan itik di Desa Wansugi.
2. Mengetahui kendala apa saja yang sering dialami peternak hewan tersebut di Desa
Wansugi.
3. Mengetahui tujuan pemeliharaan hewan tersebut serta pemasarannya.
2. ii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Ayam Kampung
Peluang usaha ternak ayam kampung memiliki nilai tersendiri di tengah gencarnya ternak
ayam pedaging (ayam ras). Ayam kampung disukai orang karena dagingnya yang kenyal dan
“berisi”, tidak lembek dan tidak berlemak sebagaimana ayam ras. Berbagai masakan
Indonesia banyak yang tetap menggunakan ayam kampung karena dagingnya tahan
pengolahan (tidak hancur dalam pengolahan). Selain itu daging ayam kampung
memiliki keunggulan dibandingkan daging ayam broiler, karena kandungan nutrisi yang lebih
tinggi . Bagian Daging dada ayam ini termasuk makanan utama atlet binaraga. Dagingnya
mengandung 19 jenis protein dan asam amino yang tinggi
Sekilas Tentang Ayam Kampung
Ayam kampung adalah sebutan di Indonesia bagi ayam peliharaan yang tidak ditangani
dengan cara budidaya massal komersial serta tidak berasal-usul dari galur atau ras yang
dihasilkan untuk kepentingan komersial tersebut.Ayam kampung tidak memiliki istilah ayam
kampung petelur ataupun pedaging. Hal ini disebabkan ayam kampung bertelur sebagaimana
halnya bangsa unggas dan mempunyai daging selayaknya hewan pada umumnya.Nama
ilmiah untuk ayam kampung adalah Gallus domesticus. Aktifitas penternakan ayam kampung
telah ada sejak jaman dahulu
Untuk mendapatkan hasil yang optimal dalam usaha beternak ayam kampung, maka perlu
kiranya memperhatikan beberapa hal berikut :
1. Bibit
Bibit mempunyai kontribusi sebesar 30% dalam keberhasilan suatu usaha peternakan. Bibit
ayam kampung (DOC) dapat diperoleh dengan cara : dengan membeli DOC ayam kampung
langsung dari pembibit, membeli telur tetas dan menetaskannya sendiri, atau membeli
indukan untuk menghasilkan telur tetas kemudian ditetaskan sendiri baik secara alami atau
dengan bantuan mesin penetas. Kami tidak akan menguraikan sisi negatip dan positif cara
mendapatkan DOC ayam kampung karena akan memerlukan halaman yang panjang nantinya.
Secara singkat DOC ayam kampung yang sehat dan baik mempunyai kriteria sebagai berikut
: dapat berdiri tegap, sehat dan tidak cacat, mata bersinar, pusar terserap sempurna, bulu
bersih dan mengkilap, tanggal menetas tidak lebih lambat atau cepat.
2. Pakan
Kita ketahui bersama bahwa pakan mempunyai kontribusi sebesar 30% dalam keberhasilan
suatu usaha. Pakan untuk ayam kampung pedaging sebenarnya sangat fleksibel dan tidak
serumit kalau kita beternak ayam pedaging, petelur atau puyuh sekalipun. Bahan pakan yang
bisa diberikan antara lain : konsentrat, dedak, jagung, pakan alternatif seperti sisa
dapur/warung, roti BS, mie instant remuk, bihun BS, dan lain sebagainya. Yang terpenting
3. ii
dalam menyusun atau memberikan ransum adalah kita tetap memperhatikan kebutuhan
nutrisi ayam kampung yaitu protein kasar (PK) sebesar 12% dan energi metabolis (EM)
sebesar 2500 Kkal/kg.
Jumlah pakan yang diberikan sesuai tingkatan umur adalah sebagai berikut :
7 gram/per hari sampai umur 1 minggu
19 gram/per hari sampai umur 2 minggu
34 gram/per hari sampai umur 3 minggu
47 gram/per hari sampai umur 4 minggu
58 gram/per hari sampai umur 5 minggu
66 gram/per hari sampai umur 6 minggu
72 gram/per hari sampai umur 7 minggu
74 gram/per hari sampai umur 8 minggu
Sedangkan air diberikan secara ad libitum (tak terbatas) dan pada tahap-tahap awal
pemeliharaan perlu dicampur dengan vitamin+antibiotika.
3. Perandangan
Syarat kandang yang baik : jarak kandang dengan permukiman minimal 5 m, tidak lembab,
sinar matahari pagi dapat masuk dan sirkulasi udara cukup baik. Sebaiknya memilih lokasi
yang agak rindang dan terhalangi oleh bangunan atau tembok lain agar angin tidak
berhembus langsung ke dalam kandang.
Penyucihamaan kandang dan peralatannya dilakukan secara teratur sebagai usaha biosecurity
dengan menggunakan desinfektan yang tepat dan tidak membahayakan bagi ternak itu
sendiri. Banyak pilihan jenis desinfektan yang ditawarkan oleh berbagai produsen pembuatan
obat.
Ukuran kandang : tidak ada ukuran standar kandang yang ideal, akan tetapi ada anjuran
sebaiknya lebar kandang antara 4-8 m dan panjang kandang tidak lebih dari 70 m. Yang perlu
mendapat perhatian adalah daya tampung atau kapasitas kandang. Tiap meter persegi
sebaiknya diisi antara 45-55 ekor DOC ayam kampung sampai umur 2 minggu, kemudian
jumlahnya dikurangi sesuai dengan bertambahnya umur ayam.
Bentuk kandang yang dianjurkan adalah bentuk postal dengan lantai yang dilapisi litter yang
terdiri dari campuran sekam, serbuk gergaji dan kapur setebal ± 15 cm. Model atap monitor
yang terdiri dari dua sisi dengan bagian puncaknya ada lubang sebagai ventilasi dan bahan
atap menggunakan genteng atau asbes.
Pemeliharaan ayam kampung di bagi dalam dua fase yaitu fase starter (umur 1-4 minggu) dan
fase finisher (umur 5-8 minggu). Pada fase starter biasanya digunakan kandang bok (dengan
pemanas) bisa bok khusus atau juga kandang postal yang diberi pagar. Suhu dalam kandang
bok biasanya berkisar antara 30-32°C. Pada fase finisher digunakan kandang ren atau postal
seperti model pemeliharaan ayam broiler.
4. ii
4. Manajemen Pemeliharaan
Manajemen atau tatalaksana pemeliharaan memegang peranan tertinggi dalam keberhasilan
suatu usaha peternakan yaitu sekitar 40%. Bibit berkualitas serta pakan yang berkualitas
belum tentu memberikan jaminan keberhasilan suatu usaha apabila manajemen pemeliharaan
yang diterapkan tidak tepat. Sistem pemeliharaan pada ayam kampung bisa dilakukan dengan
3 cara yaitu :
Ekstensif /tradisional (diumbar), tanpa ada kontrol pakan dan kesehatan
Semi intensif (disediakan kandang dengan halaman berpagar), ada kontrol pakan dan
kesehatan ternak akan tetapi tidak ketat
Intensif (dikandangkan seperti ayam ras), ada kontrol pakan dan kesehatan dengan ketat
Model pemeliharaan ternak ayam kampung secara intensif lebih disarankan dari yang lainnya
terutama dalam hal kontrol penyakit. Sebenarnya masih banyak lagi manfaat dari cara
beternak secara intensif, akan tetapi kami tidak dapat menguraikannya di sini.
5. Pengendalian Penyakit
Hal yang tak kalah pentingnya adalah pengendalian penyakit. Kita semua akan setuju dengan
statement “mencegah lebih baik daripada mengobati”. Pencegahan penyakit dapat dilakukan
dengan tindakan antara lain :
· Menjaga sanitasi lingkungan kandang, peralatan kandang dan manusianya
· Pemberian pakan yang fresh dan sesuai kebutuhan ternak
· Melakukan vaksinasi secara teratur
· Pemilihan lokasi peternakan di daerah yang bebas penyakit
· Manajemen pemeliharaan yang baik
· Kontrol terhadap binatang lain
Berikut kami uraikan sedikit beberapa jenis penyakit yang kerap menyerang ayam kampung :
a. Tetelo (ND)
Penyebab : paramyxivirus
Gejala : ngorok dan batuk-batuk, gemetaran, kepala berputar-putar, kelumpuhan pada kaki
dan sayap, kotoran berwarna putih kehijauan.
Pencegahan : vaksinasi secara teratur, sanitasi kandang, terhadap ayam yang terkena ND
maka harus dibakar.
Pengobatan : belum ada
b. Gumboro (gumboro disease)
Penyebab : virus
Gejala : ayam tiba-tiba sakit dan gemetar serta bulu-bulunya berdiri, sangat lesu, lemah dan
malas bergerak, diare putih di sekitar anus.
Pencegahan : vaksinasi teratur dan menjaga sanitasi kandang
Pengobatan : belum ad
5. ii
c. Penyakit cacing ayam (worm disease)
Penyebab : Cacing
Gejala : pertumbuhan terhambat, kurang aktif, bulu kelihatan kusam.
Pencegahan : pemberian obat cacing secara berkala, sanitasi kandang yang baik, penggantian
litter kandang secara berkala, dan mencegah serangga yang dapat menjadi induk semang
perantara.
Pengobatan : pemberian obat cacing seperti pipedon-x liquid, sulfaquinoxalin, sulfamezatin,
sulfamerazin, piperazin dan lain sebagainya
d. Berak kapur (Pullorum)
Penyebab : Bakteri Salmonella pullorum
Gejala : anak ayam bergerombol di bawah pemanas, kepala menunduk, kotoran melekat pada
bulu-bulu disekitar anus
Pencegahan : mengusahakan induk terbebas dari penyakit ini, fumigasi yang tepat pada mesin
penetas dan kandang
Pengobatan : noxal, quinoxalin 4, coxalin, neo terramycyn atau lainnya
e. Berak darah (Coccidiosis)
Penyebab : protozoa Eimeria sp.
Gejala : anak ayam terlihat sangat lesu, sayap terkulai, kotoran encer yang warnanya coklat
campur darah, bulu-bulu disekitar anus kotor, ayam bergerombol di tepi atau sudut kandang.
Pencegahan : mengusahakan sanitasi yang baik dan sirkulasi udara yang baik pula atau bisa
juga dengan pemberian coccidiostat pada makanan sesuai takaran
Pengobatan : noxal, sulfaquinoksalin, diklazuril atau lainnya
6. Pasca Panen dan Pemasaran
Pemasaran ayam kampung pada dasarnya mudah karena disamping jumlah permintaan yang
tinggi, harga ayam kampung masih tergolong tinggi dan stabil, sedang produksi masih
terbatas. Ayam kampung dapat dijual dalam bentuk hidup atau sudah dipotong (karkas).
Rumah tangga, pengepul ayam, pasar tradisional, warung, supermarket sampai hotel
berbintang membutuhkan pasokan ayam kampung ini. Harga ayam kampung hidup berkisar
antara Rp 50.000 – Rp 100.000/ekor di tingkat peternak.
7. Pengelolaan Produksi
Sebagai seorang peternak yang profesional maka perlu untuk menjaga agar produksi yang
kita lakukan dapat memenuhi standar kualitas dan kontinuitas produk. Maka diperlukan
pengelolaan atau pengaturan produksi agar usaha kita dapat berproduksi secara kontinyu.
Untuk kekontinuitasan peluang bisnis perlu pengaturan dan penjadwalan secara teratur kapan
DOC masuk dan kapan ayam di panen, karena hal itu lebih disukai oleh pengepul atau mitra
kerja kita daripada hanya sekali panen dalam jumlah banyak. Tapi perlu diingat juga bahwa
pengelolaan produksi sangat terkait dengan modal, ketersediaan kandang, jumlah
ketersediaan DOC, dan jumlah permintaan ayam siap panen.
6. ii
B. Bebek
Bebek mudah di ternakkan dan dipelihara. Banyak sekali sumber daya yang bisa kita ambil
dari bebek ini, ada telurnya, dagingnya bahkan kotorannya bisa di jadikan pupuk. Penggemar
daging dan telur bebek sekarang semakin banyak, karena rasa dari dagingnya yang sangat
lezat. Telurnya pun bisa dibikin telur asin yang tak kalah lezat dengan dagingnya. Kebutuhan
akan ketersediaan daging dan telur bebek ini sangatlah tinggi, nah inilah kesempatan Anda
karena bisnis ini masih sangat potensial untuk dijalankan.
Umumnya usaha peternakan bebek ditujukan untuk bebek petelur. Namun peluang bebek
pedaging juga bisa diambil dari bebek jantan atau bebek betina yang sudah lewat masa
produksinya. Selain itu bisa juga pebisnis mengambil bagian pembibitan ternak bebek
sebagai fokus usaha.
Namun sebelum seorang peternak memulai usahanya, harus menyiapkan diri dengan
pemahaman tentang perkandangan, bibit unggul, pakan ternak, pengelolaan dan pemasaran
hasil. Misalnya bagaimana pemeliharaan anak bebek (5-8 minggu), pemeliharaan bebek Dara
(umur 8-20 minggu ke atas) dan pemeliharaan bebek petelur (umur 20 minggu ke atas).
Masa produksi telur yang ideal adalah selama 1 tahun. Produksi telur rata-rata bebek lokal
berkisar antara 200-300 butir per tahun dengan berat rata-rata 70 gram. Bahkan, bebek alabio
memiliki produktivitas tinggi di atas 250 butir per tahun dengan masa produksi telur hingga
68 minggu.
Pemeliharaannya tidak membutuhkan waktu yang lama, dimana hasil sudah bisa dipetik
dalam waktu 2-3 bulan. Hal tersebut disebabkan karena pertumbuhan dan perkembangan
tubuhnya relatif lebih baik daripada bebek betina. Berat badan sampai saat dipotong tidak
kurang dari 1,5 kg. Dengan memanfaatkan bebek jantan, dalam waktu yang relatif singkat
sud ah dapat dicapai berat yang lebih dibutuhkan. Pemotongan pada umur yang relatif
muda, menghasilkan daging yang lebih empuk, lebih gurih dan nilai gizinya lebih tinggi.
Bebek Siap Telur = Rp 40.000,- S/d Rp 50.000,-
DOD Betina = Rp 3700,-
DOD Jantan = Rp 3200-
Bebek Potong 1,2 kg s/d 1,3 kg = Rp 30.000,-
Telur Tetas = Rp 2.000,-
Telur Konsumsi = Rp.1.500,-
Usaha peternakan itik di Indonesia telah lama dikenal masyarakat. Agar usaha ini dapat
memberikan keuntungan yang optimal bagi pemiliknya maka perlu diperhatikan beberapa
hal yang menyangkut Manajemen pemeliharaan ternak itik, antara lain :
7. ii
1. Seleksi Bibit
Bibit itik di Indonesia dibagi dalam dua kelompok yaitu :
a. Itik Lokal
1). Itik Tegal (Tegal).
· Ciri-ciri : warna bulu putih polos sampai cokelat hitam, warna paruh dan kaki kuning
atau hitam.
2). Itik Mojosari (Mojosari Jawa Timur).
· Ciri-ciri : warna bulu cokelat muda sampai cokelat tua, warna paruh hitam dan kaki
berwarna hitam.
3). Itik Alabio (Amuntai Kalimantan Selatan).
· Ciri-ciri : badan lebih besar dibandingkan dengan itik Tegal.
4). Itik Asahan dikembangkan di Tanjung Balai, Sumatera Utara.
b. Itik Persilangan
2. Pakan
a. Jenis Pakan : jagung, dedak padi, bungkil kedelai, bungkil kelapa, dll.
b. Pemberian Pakan :
· Umur 1 – 2 minggu 60 gr/ekor/hari.
· Umur 3 – 4 minggu 80 gr/ekor/hari.
· Umur 5 – 9 minggu 100 gr/ekor/hari.
· Umur 10 minggu 150-180gr/ekor/hari.
3. Perkandangan
a. Lokasi Kandang
· Jauh dari keramaian.
· Ada atau dekat dengan sumber air.
· Tidak terlalu dekat dengan rumah.
· Mudah dalam pengawasan.
b. Bahan kandang bisa terbuat dari kerangka kayu atau bambu, atap genteng dan lantainya
pasir atau kapur.
c. Daya tampung untuk 100 ekor itik :
· Umur 1 hari – 2 minggu 1 -2 m.
· Umur 1 – 2 minggu 2 – 4 m.
· Umur 2 – 4 minggu 4 – 6 m.
· Umur 4 – 6 minggu 6 – 8 m.
· Umur 6 – 8 minggu 8 – 10 m.
Itik dara sampai umur 6 bulan 5 – 10 ekor/m.
4. Tatalaksana Pemeliharaan
a. Secara ekstensif yaitu pemeliharaan yang berpindah-pindah.
b. Secara intensif yaitu secara terus-menerus dikandangkan seperti ayam ras.
8. ii
c. Secara semi intensif yaitu dipelihara di kandang yanga ada halaman berpagar.
Perbandingan jantan dan betina (sex ratio) adalah 1 : 10 dan dipilih ternak itik yang
berproduksi tinggi.
5. Kesehatan
a. Penyakit Berak Kapur.
Penyebab : Bakteri Salmonella Pullorum. Tanda-tanda : Berak putih, lengket seperti pasta.
Pencegahan: Kebersihan kandang, makanan, minuman, vaksinasi, dan itik yang sakit
dipisahkan.
b. Penyakit Cacing.
Penyebab : Berbagai jenis cacing.
Tanda-tanda : Nafsu makan kurang, kadang-kadang mencret, bulu kusam, kurus, dan
produksi telur menurun. Pencegahan: Kandang harus bersih, kering tidak lembab, makanan
dan minuman harus bersih dan sanitasi kandang.
c. Lumpuh.
Penyebab : Kekurangan vitamin B.
Tanda-tanda : Kaki bengkak dibagian persendian, jalan pincang dan lumpuh, kelihatan
ngantuk, kadang-kadang keluar air mata berlebihan.
Pencegahan : Pemberian sayuran / hijauan dalam bentuk segar setiap hari.
6. Pasca Panen
a. Telur itik dapat diolah menjadi telur asin, telur pindang, dll.
b. Bebek dapat diolah menjadi bebek panggang dll
c. Bulu dapat diolah menjadi kerajinan tangan
d. Tinja/kotoran itik dapat menjadi pupuk.
9. ii
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Lokasi:
· Pelaksanaan Penelitian : Juni-Juli 2013
· Waktu : 13.00 s/d 16.00 WIB
· Lokasi : Desa Wansugi Kecamatan Kabangka Kabupaten Muna
A. Hasil
MOASI
Nama peternak: Bpk. LA SAMAI
Alamat: Desa Wansugi
Jumlah ternak: 40 Ekor, yang terdiri dari 10 ekor Jantan dan 20 ekor betina dan 10 anakan.
Fase pertumbuhan: 7 ekor jantan produktif, 8 ekor betina produktif, 7 ekor pullet, dan 7 ekor
DOC.
Pakan: jagung dan Dedak
Sistem pemeliharaan: secara semi intensif. Untuk indukan dari bertelur, menetas, sampai
anak berumur 3 minggu masih di kandangkan, setelah itu di lepas.
Produksi : 30 Ekor anak ayam / 4 Bulan
Telur: HAD: 7 butir / Hari
PBB: 7 gram/hari @ekor
Penyakit yang sering menyerang pullorum (DOC) dan flu burung.
Kendala: kurang nya ketersediaan pakan, sehingga pertumbuhan kurang maksimal.
Pemasaran: konsumsi pribadi
MEANGKA
Nama peternak: Bpk.LA ODE JUBIR
Alamat: Desa Wansugi
Jumlah ternak: 28 ekor , 9 ekor Jantan 10 ekor betina dan 8 ekor anakan.
Pakan: Nasi, dedak.
Sistem pemeliharaan: Semi intensif. Malam di kandang bambu dan pada siang hari di lepas.
Produksi: 20 Ekor ayam / 4 Bulan
Telur: 3 butir / Hari
PBB: 5 gram/hari @ekor
Penyakit yang sering menyerang: Flu burung
Kendala: Penyakit dan binatang liar anjing, musang maupun biawak.
Pemasaran: Wilayah Kabupaten Muna
10. ii
PANDEHAO WUTO
Nama peternak: LA MONGKOLO
Alamat: Desa Wansugi
Jumlah ternak: 35 Ekor, yang terdiri dari 7 ekor Jantan, 23 ekor Betina, dan 15 ekor anakan.
Pakan: Jagung
Sistem pemeliharaan: Semi intensif. Untuk indukan dari bertelur, menetas, sampai anak
berumur 3 minggu masih di kandangkan, setelah itu di lepas.
Produksi : 25 Ekor ayam / 4 Bulan
PBB: 5 gram/hari @ekor
Penyakit yang sering menyerang: Flu burung yang banyak mematikan populasi ternak
tersebut.
Kendala: Kurangnya ketersediaan pakan.
Pemasaran: Di jual di pasar tradisional.
11. ii
BAB IV
PEMBAHASAN
Pemeliharaan hewan ternak di Desa Wansugi dominan sistem pemeliharaannya secara semi
intensif. Dimana hewan ternak tersebut dikandangkan pada sore hari sampai malam dan
dilepas pada pagi hari. Pemberian pakan pada hewan kurang karena ketersediaan pakan yang
terbatas. Hal ini disebabkan pemeliharaan ayam kampung maupun itik di desa ini masih
sebagai pekerjaan sampingan dan bahkan sekedar hobi. Penyakit yang paling sering
menyerang dan memberi pengaruh besar pada lemahnya produksi ternak maupun populasi
ternak adalah penyakit flu burung. Selain itu, kendala yang sering dialami adalah banyaknya
binatang pemangsa, seperti biawak, anjing, dan musang. Setelah hewan ternak mencapai
masa produksinya, para peternak menjual hewan ternak tersebut ke pasar maupun ke
penduduk sekitar desa atau bahkan untuk konsumsi pribadi.
12. ii
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Rata-rata jumlah hewan ternak ayam kampung adalah 30 ekor, dan itik
2. Pemberian pakan berupa dedak, nasi, beras, dan sisa makanan lainnya.
3. Sistem pemeliharaan semi intensif.
4. Penyakit yang sering menyerang flu burung.
5. Kendala terbesar adanya hewan pemangsa, seperti biawak, anjing, dan musang
6. Hewan ternak dijual di pasar, ke penduduk sekitar, maupun dikinsumsi secara pribadi.
7. Study Banding yang saya lakukan Produksi ternak ayam dan itik yang paling banyak
adalah Bapak La Samai Kedua Bapak La Ode Jubir dan yang ketiga adalah Bapak
Lamongkolo. hasil produksi ternak Bapak La Samai lebih banyak karena di dukung
dengan ketersediaan makanan ternak dan bibit unggul sehingga ternaknya lebih
berkembang di bandingkan dengan bapak la ode jubir dan lamongkolo.
B. Saran
1. Sebaiknya pakan yang diberikan memiliki konversi pakan yang cukup sesuai dengan fase
pertumbuhan dan tujuan ternak tersebut dipelihara.
2. Sebaiknya hewan ternak dipelihara secara intensif untuk mendapatkan hasil yang
maksimal.
3. Untuk mencegah timbulnya penyakit seperti flu burung, sebaiknya ternak tersebut
divaksinasi terlebih dahulu.
4. Sebaiknya untuk hewan ternak dibuat kandang tertutup dan bebas dari hewan pemangsa.
13. ii
DAFTAR PUSTAKA
Santoso, Urip.Beternak Ayam Kampung. 2011, online
http://uripsantoso.wordpress.com/2009/08/18/beternak-ayam-kampung-
petelur/(diakses pada senin, 28 Mei 2012).
Dinas Peternakan. Beternak Itik Secara Intensif.2009, online
http://peternakandody.blogspot.com/2008/05/peluang-beternak-itik.html(diakses
pada senin, 28 Mei 2012).
14. ii
TUGAS : KO-KURIKULER
STUDI BANDING
ANALISIS MEKANISME PEMBERDAYAAN
KELOMPOK TERNAK SAPI DI DESA
RAIMUNA KECAMATAN MALIGANO
DISUSUN OLEH :
NAMA : LA SUKIRMAN
STAMBUK : 21208274
PRODI :ILMU PEMERINTAHAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
KENDARI
15. ii
2013
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil „Alamin segala Puji dan Syukur Penulis Panjatkan kepada Allah SWT
yang telah memberikan taufik dan hidayahnya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini, namun penulis menyadari Study Banding ini belum dapat
dikatakan sempurna karena mungkin masih banyak kesalahan-kesalahan. Shalawat serta
salam semoga selalu dilimpahkan kepada junjunan kita semua habibana wanabiana
Muhammad SAW, kepada keluarganya, kepada para sahabatnya, dan mudah-mudahan
sampai kepada kita selaku umatnya.
Studi Banding ini penulis membahas mengenai “ANALISIS MEKANISME PEMBERDAYAAN
KELOMPOK TERNAK SAPI DI DESA RAIMUNA KECAMATAN MALIGANO”, dengan Penelitian ini
penulis mengharapkan agar dapat membantu sistem pembelajaran. Penulis ucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Akhir kata penulis ucapkan terimakasih atas segala perhatiannya.
Raha, Juli 2013
Penyusun
16. ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar......................................................................................................... i
Daftar Isi................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1
A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Permasalahan................................................................................................. 1
C. Tujuan Penelitian........................................................................................... 2
D. Batasan Penelitian........................................................................................ 3
E. Manfaat Penelitian........................................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................. 3
A. Pemberdayaan Masyarakat......................................................................... 4
B. Konsep Pemberdayaan Masyarakat.............................................................. 4
C. Elemen Pemberdayaan.................................................................................. 5
D. Indikator Pemberdayaan Masyarakat............................................................ 5
E. Definition Or Organization.......................................................................... 5
F. Empowerment Process.................................................................................. 5
G. Comunity Organizing.....................................................................................6
H. Pelatihan........................................................................................................ 6
I. Membangun Network.................................................................................... 6
BAB III METODOLOGI PENELITIAN............................................................... 7
A. Daerah Penelitian...........................................................................................7
B. Responden .................................................................................................... 7
C. Pengumpulan Data........................................................................................ 7
D. Instrumen Penilaian...................................................................................... 7
E. Analisa Data................................................................................................. 8
BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................... 9
A. Faktor Psikologi............................................................................................. 9
B. Faktor Instrumental.........................................................................................9
C. Proses Pemberdayaan.................................................................................... 10
D. Output Pemberdayaan Kelompok Tani......................................................... 11
BAB V PENUTUP................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 15