1. PENGKAJIAN SISTEM USAHATANI BERBASIS PISANG
DI LAHAN KERING
F. Kasijadi; Wahyunindyawati; P.E.R. Prahardini; Luki Rosmahani
ABSTRAK
Hingga saat ini sebagian besar petani Jawa Timur mengusahakan tanaman pisang masih
sebagai tanaman sela dan skala sempit dengan bibit mutu rendah serta teknologi budidaya
yang sangat sederhana. Pengembangan usahatani pisang dapat dilakukan di lahan kering yang
arealnya masih tersedia cukup luas. Untuk mendukung keberhasilan pengembangan usahatani
pisang tersebut, diperlukan rakitan teknologi sistem usahatani pisang ambon kuning spesifik
lokasi lahan kering yang efisien. Untuk memperoleh rakitan tersebut dilakukan pengkajian di
desa Olehsari kecamatan Glagah kecamatan Banyuwangi pada tahun 2002 menggunakan “On
Farm Research” melibatkan 4 petani kooperator sebagai ulangan. Rancangan percobaan
menggunakan petak berpasangan terdiri dari 3 perlakuan rakitan teknologi, yaitu : (a) input
tinggi, meliputi : bibit dari kultur jaringan, pemupukan 1,2 kg ZA + 0,26 kg SP-36 + 0,52
Kg KCl/pohon dan tanaman sela nenas; (b) input madya, meliputi : bibit dari bit, pemupukan
1,2 kg ZA + 0,13 kg SP-36 + 0,26 kg KCl/pohon dan tanaman sela jagung-kacang tanah; (c)
teknologi petani, meliputi : bibit dari anakan, pemupukan 1,2 kg ZA + 0,13 kg SP-36 /pohon
dan tanaman sela kacang tanah- kacang tanah. Untuk menanggulangi penyakit fusarium
dilakukan penelitian super imposed dengan perlakuan fungisida hayati Trichoderma Sp,
Penicillium Sp dan Gliocladium Sp. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa rakitan teknologi
sistim usahatani pisang ambon kuning di lahan kering dengan menerapkan input tinggi (bibit
dari kultur jaringan dan dosis pupuk optimal) memberikan pertumbuhan tanaman yang tidak
berbeda dibandingkan penerapan teknologi input madya (bibit dari bit), tetapi lebih baik dari
pada teknologi petani (bibit dari anakan). Biaya produksi yang dibutuhkan dalam penerapan
teknologi input tinggi hingga umur 5 bulan sebesar Rp 11.692.000,-/ha, input madya Rp
10.364.000/ha dan teknologi petani Rp 8.389.000/ha. Tanaman sela pada sistim usahatani
pisang ambon kuning di lahan kering yang ditanam bersamaan tanam pisang pada awal musim
penghujan dengan jagung teknologi diperbaiki memberikan tambahan pendapatan lebih tinggi
228 % dari pada kacang tanah teknologi petani, sedangkan tanaman sela nenas berumur 5
bulan belum memberikan hasil. Pada saat tanaman pisang ambon kuning berumur 5 bulan
belum tampak adanya penyakit layu fusarium, sehingga belum dapat diketahui efektivitas
penggunaan fungisida hayati.
Kata kunci : Rakitan teknologi, pisang ambon kuning, tanaman sela, lahan kering,
pertumbuhan,
1
2. ABSTRACT
Mostly farmers in East Java only produce banana as a side product and in small scale with
low seed quality with very low of culture technology. The development of banana farming can
be able to plant in dry land which is still provided in a large space. To support the
development of banana farming, there is a need a system technology package of specific
Ambon kuning to plant in dry land as well efficiently. To achieve its technology, there was a
experiment in Olesari village, Glagah area, Banyuwangi in 2002, using “On Farm Research”
which involved 4 farmers as teamwork to repeat the tests. The research model was using
coupled land pieces consisting 3 technology treatment packages : (a) high input, consisting
of : net culture seed, fertilizers of 1,2 kg ZA + 0,26 kg SP-36 + 0,52 Kg KCl / plant and
pineapples side plant (b) equidistant input, consisting of : bit seed, fertilizers of 1,2 kg ZA +
0,13 kg SP-36 + 0,26 kg KCl /plant and side plant of maize-peanut (c) seed farmer
technology from cloning, fertilizers of 1,2 kg ZA + 0,13 kg SP-36 /plant and side shrub of
peanut- seasoning herb. To demolish Fusarium disease, there was a research of super imposed
with treatment of natural fungus pesticide Trichoderma Sp, Penicillium Sp and Gliocladium
Sp. The result of research showing that : Ambon kuning banana farming technology package
in dry land with high input application ( net culture seed and optimal fertilizers dosage ) could
give better growth comparing with equidistant input (bit seed) and farmers technology ( with
cloning). Production cost which is needed in high input application until 5 months is Rp
11.692.000,-/ha, equidistant input is Rp 10.364.000/ha and farmers technology is Rp
8.389.000/ha. Side plant of maize in farming system of Ambon kuning banana in dry land
which is grown in early raining season could give higher income 288 % more than peanut side
plant, while pineapple side plant was nonexistence in result until 5 months. In 5 months age
Ambon kuning banana, there was not Fusarium disease, so that could not give a sign of
effectiveness of using natural fungus pesticide.
Key words : Package of techology banana Ambon Kuning cv., cropping system, upland,
growth,
PENDAHULUAN
Pisang sebagai komoditas buah-buahan unggulan Nasional, prioritas program
pengembangannya secara agribisnis. Selama periode sepuluh tahun terakhir, produksi pisang
Indonesia menunjukkan pertumbuhan yang relatif rendah, yaitu dengan laju pertumbuhan
produksi rata-rata 3,26 persen pertahun. Walaupun produktivitas pisang meningkat hingga
8,96 persen pertahun, tetapi rendahnya pertumbuhan produksi tersebut disebabkan adanya
penurunan areal panen sebesar 5,72 persen pertahun.
Konsumsi pisang perkapita masyarakat Indonesia selama lima tahun terakhir (1987-
1993) terjadi penurunan sekitar 0,48 persen pertahun. Namun demikian ekspor pisang justru
mengalami peningkatan yang sangat tinggi. Pada tahun 1993 ekspor buah pisang Indonesia
mencapai 24,9 ribu ton atau senilai 3,3 juta US dollar (BPS, 1994). Disamping itu telah
2
3. berkembang industri olahan yang memanfaatkan komoditas pisang. Hal ini menunjukkan
bahwa pisang mempunyai prospek untuk ditingkatkan pengembangannya.
Secara nasional, Jawa Timur merupakan daerah sentra produksi pisang terbesar kedua
setelah Jawa Barat. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya kontribusi terhadap produksi nasional
sebesar 15,18 persen. Sebagian besar areal tanaman pisang di Jawa Timur berada di lahan
kering. Tingkat produktivitasnya masih sangat rendah, yaitu baru mencapai sekitar 18 kg
pertandan pada tahun 2001 (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Jawa Timur, 2001).
Sedangkan dari uji rakitan teknologi di Blitar dan Lumajang pada lahan kering Inceptisol
dengan tingkat kesuburan rendah bisa mencapai 21,6 – 23,9 kg/tandan (Kasijadi dkk, 1996).
Selain itu , beberapa tahun terakhir populasi pisang di Jawa Timur menurun secara drastis
akibat serangan layu fusarium dan bakteri. Akibatnya pemenuhan permintaan konsumen,
yang seleranya semakin meningkat dan kebutuhan industri olahan pisang (sale, keripik dan
tepung) yang berkembang belum dapat terpenuhi.
Masalah utama yang menyebabkan rendahnya produktivitas dan mutu buah pisang di
lahan kering adalah : (a) pengembangan tanaman pisang belum mengikuti petunjuk zona
agroekologi yang sesuai, sehingga tidak semua wilayah pengembangan mempunyai
keunggulan komparatif yang tinggi; (b) kualitas bibit yang ditanam petani umumnya kurang
baik, karena varietas beragam dan bibit berasal dari anakan; (c) jarak tanam tidak teratur dan
pemeliharaan sangat sederhana, diantaranya tidak dipupuk dan tidak mengurangi Jumlah
anakan serta membuang daun kering; (d) berkembangnya lalat buah dan fusarium yang tanpa
dilakukan pencegahannya; dan (e) kurangnya pengetahuan petani tentang teknik panen agar
tampilan buah berkualitas sesuai permintaan pasar (Kasijadi, dkk. 1996).
Dalam rangka menanggulangi masalah di atas, telah tersedia hasil penelitan
komponen teknologi budidaya pisang, meliputi : bibit berasal dari kultur jaringan atau bit
(Kasijadi, dkk, 1996); populasi optimal 1600 pohon/ha (Widjajanto, 1993; Ernawanto, dkk.
1997); dosis pemupukan berdasarkan tingkat keseburan tanah (Satuhu dan Supriyadi, 1993;
Ernawanto, dkk. 1997); pengendalian hama ngengat (Nacolia actasima) dengan penyaputan
menggunakan pestisida sistemik pada pangkal jantung pisang atau injeksi pada ujung jantung
pisang (Handoko, dkk. 1996) dan pengendalian penyakit busuk batang coklat dan layu bakteri
menggunakan agensia hayati (Hanudin dan Djatmika, 1998; Rosmahani, 1999;
Sulistyaningsih, dkk. 1995; Suwastika, dkk. 2000). Selain itu untuk meningkatkan
produktivitas lahan dalam usahatani pisang telah tersedia rakitan teknologi tanaman sela saat
tanamn pisang sebelum berumur 1 tahun menggunakan nenas atau jagung – kacang tanah
(Kasijadi, dkk. 2000). Walaupun demikian komponen teknologi tersebut belum dikaji dalam
bentuk rakitan teknologi sistim usahatani.
3
4. Banyak jenis pisang yang dikembangkan petani di Jawa Timur, namun jenis unggulan
dan spesifik lokasi antara lain adalah pisang kultivar Ambon kuning. Untuk mendukung
keberhasilan pengembangan produksi pisang Ambon kuning di Jawa Timur, diperlukan
tersedianya paket teknologi usahatani pisang di lahan kering yang efisien dan mudah
diterapkan oleh petani.
Pengkajian sistim usahatani pisang di lahan kering bertujuan untuk : (a) mendapatkan
rakitan teknologi pisang ambon kuning spesifik lokasi lahan kering yang memberikan
pertumbuhan tanaman optimal; (b) mendapatkan teknologi tanaman sela yang layak secara
ekonomis pada sistem usahatani pisang ambon kuning spesifik lokasi lahan kering; dan (c)
mendapatkan cara penggunaan fungisida hayati yang efektif untuk pengendalian penyakit
layu fusarium pada sistem usahatani tanaman pisang ambon kuning spesifik lokasi lahan
kering
MATERI DAN METODOLOGI
Pengkajian sistem usahatani pisang ambon kuning spesifik lokasi lahan kering
dilakukan di dataran rendah iklim sedang-basah (C – B) menurut Schemidt – Ferguson).
Pengkajian mengikut sertakan petani dan penyuluh dengan menggunakan prinsip On Farm
Research. Dari hasil pelaksanaan PRA yang mengikut-sertakan Dinas Pertanian Tanaman
Pangan, penyuluh pertanian dan ketua kelompok tani, pengkajian dilaksanakan di lahan
petani desa Olehsari kecamatan Glagah kabupaten Banyuwangi seluas 1 ha, dengan
melibatkan 4 petani kooperator. Rancangan percobaan menggunakan petak berpasangan,
terdiri 3 perlakuan dan 4 petani sebagai ulangan. Setiap ulangan dilakukan oleh seorang
kooperator. Perlakuan meliputi : (a) Teknologi input tinggi, (b) Teknologi input madya, dan
(c) Teknologi petani (Tabel 1).
Data agronomis yang diamati dalam kajian ini adalah : (a) pertambahan tinggi
tanaman dan diameter batang pisang setiap bulan, dan (b) produksi tanaman sela. Data
ekonomi yang diamati meliputi : (a) biaya produksi pisang, (b) biaya produksi tanaman sela,
dan (c) penerimaan tanaman sela.
Analisis data pengkajian sistim usahatani pisang ambon kuning di lahan kering
meliputi : (a) agronomis dengan sidik ragam; (b) ekonomis dengan masukan luaran (input-
output) dan (c) penelitian super impused dengan sidik ragam.
4
5. Tabel 1. Rakitan teknologi Budidaya Pisang Ambon Kuning di Lahan Kering
Komponen Teknologi Teknologi
Input tinggi Input Madya Petani
Asal bibit Kultur jaringan Bit Anakan
Populasi 1600 pohon/ha 1600 pohon/ha 1600 pohon/ha
Jarak tanam 2 m x 2 m x 4 m 2 m x 2 m x 4 m 2 m x 2 m x 4 m
Pemupukan 1,2 kg ZA +0,26 kg SP-36 +0,52
kg KCl+ Pupuk organik 10
kg/pohon
1,2 kg ZA + 0,13 kg SP-36 +
0,26kg KCl + Pupuk organik
10kg/pohon
1,2 kg ZA + 0,13 kg SP-36 +
+ Pupuk organik 10kg/pohon
Pengendalian hama buah
(Nicolia dan trips)
Ujung jantung pisang diinjeksi
insektisida sistemik dosis 7,5
cc/pohon
Ujung jantung pisang
diinjeksi insektisida sistemik
dosis 7,5 cc/pohon
Ujung jantung pisang
diinjeksi insektisida sistemik
dosis 7,5 cc/pohon
Pengendalian penyakit layu
fusarium
Trichoderma Sp Trichoderma Sp Trichoderma Sp
Tanaman sela*) Nenas jagung – kacang tanah kacang tanah – kacang tanah
Umur panen 14 – 16 bulan dari tanam 14 – 16 bulan dari tanam 14 – 16 bulan dari tanam
Keterangan *) Rakitan teknologi budidaya tanaman sela disajikan pada Tabel 2
Tabel 2. Rakitan Teknologi Budidaya Tanaman Sela Teknologi Diperbaiki dan Introduksi
Dalam Usahatani Pisang di Kabupaten Banyuwangi
No Komponen
Jagung teknologi
diperbaiki
Kacang tanah
teknologi
diperbaiki
Nenas (introduksi)
1. Varietas Bisi-2 Gajah Quen
2. Pengolahan tanah Bajak dibajak Dibajak
3. Banyak benih/bibit 20 kg/ha 100 kg/ha 85.000/ha
4. Jarak dalam baris 20 cm x 80 cm 10 cm x 40 cm 20 cm x 30 cm x 50 cm
5. Pemupukan 450 kg Urea + 150 kg
SP-36 + 100 kg KCl/
ha
100 kg Urea + 75
kg SP-36 + 100 kg
KCl/ ha
1.500 kg ZA + 12.000 l
Sipramin/ha
6. Penyiangan 2 x 2 x 2 x
7. Pengend. hama & peny PHT PHT PHT
8. Umur panen 103 hari 95 hari 16 bulan
Untuk melengkapi komponen teknologi dalam sistem usahatani pisang di lahan kering
tentang pengendalian penyakit layu fusarium, dilakukan penelitian Super Impused “jenis
fungisida hayati”. Metoda penelitian menggunakan rancangan acak kelompok di ulang 4 kali.
Perlakuan meliputi : (1) Tanpa fungisida; (2) Trichoderma Sp; (3) Penicillium Sp; dan (4)
Gliocladium Sp
Pengamatan penelitian Super Impused meliputi : (1) Jumlah tanaman sakit per petak
dan (2). Koloni jamur fusarium
5
6. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Karakteristik Lokasi Pengkajian
Kabupaten Banyuwangi merupakan daerah penghasil sale pisang ambon kuning. Pada
tahun 1996 daerah ini merupakan daerah sentra produksi pisang ke 4 di Jawa Timur setelah
kabupaten Jember, Bojonegoro dan Bangkalan dengan tanaman pisang yang menghasilkan
sekitar 3 juta pohon dan produksi 12,4 kg/pohon. Pada tahun 2001 kabupaten Banyuwangi
menjadi sentra produksi kedua setelah Bojonegoro dengan tanaman pisang yang menghasilkan
sekitar 4,3 juta pohon produksi 7,38 kg/pohon. Hal ini menunjukkan bahwa produksi pisang
di Banyuwangi terjadi penurunan yang sangat tajam. Berdasarkan informasi dari Dinas
Pertanian Tanaman Pangan Banyuwangi wilayah kecamatan Glagah dahulu
merupakan sentra produksi pisang. Akan tetapi dengan adanya serangan penyakit
fusarium dan penyakit darah, sebagian besar tanaman pisang mati dan
produktivitasnya sangat rendah.
Pengkajian dilakukan di desa Olehsari kecamatan Glagah kabupaten Banyuwangi.
Berdasarkan zona agroekologi (ZAE), lokasi pengkajian ini termasuk kategori iiax1 yaitu
ketinggian sekitar 300 m dari permukaan laut, suhu panas, kelembaban termasuk lembab,
wilayahnya di lereng tengah vulkan dari gunung Ijen dan kelerengan 15 – 30 %. Tanah di
lokasi pengkajian termasuk kelompok oxisol dengan tingkat kesuburan sedang (Tabel 3)
Tabel 3. Sifat Tanah Di Desa Olehsarii Kecamatan Glagah Kabupaten Banyuwangi, 2003.
No Unsur Nilai Harkat
1 pH H2O 6,5 netral
2 pH KCl 1 N 5,8 netral
3 C - Organik (%) 2,06 sedang
4 N - Total (%) 0,33 rendah
5 P.Olsen (mg.kg-1) 14,58 sedang
6 K (me/100g) 0,48 tinggi
7 Na (me/100g) 0,39 sedang
8 Ca (me/100g) 13,38 sedang
9 Mg (me/100g) 1,75 rendah
10 KTK (me/100g) 14,5 tinggi
11 Tekstur - Pasir (%)
- Debu (%)
20
48
6
7. - Liat (%)
- Klas
32
lempung liat
berpasir
2. Keragaan Pertumbuhan Tanaman Pisang
Dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa rakitan teknologi budidaya
meliputi asal bibit pisang, dosis pemupukan dan tanaman sela berpengaruh terhadap laju
pertumbuhan tinggi tanaman pisang ambon kuning di lahan kering (Tabel 4).
Tabel 4. Pengaruh Teknologi Budidaya Terhadap Laju Pertumbuhan Tinggi Tanaman Pisang
Ambon Kuning Di Lahan Kering,MH2002/2003.
Umur
Tanaman
(bulan)
Rakitan Teknologi (cm) KK
(%)Input tinggi Input Madya Petani
1 34,42 c 51,02 b 60,13 a 5,77
2 86,47 b 112,29 a 77,28 b 13,66
3 244,73 b 271,33 a 204,70 c 16,44
4 316,75 ab 368,63 a 309,38 b 9,48
5 420,38 ab 439,50 a 382,25 b 5,33
Angka-angka sebaris yang diikuti huruf sama berarti tidak berbeda nyata menurut uji BNT pada taraf p = 0,05
Dari tabel 4 tampak bahwa pada saat tanaman pisang berumur 1 bulan, tinggi tanaman
pisang dengan menerapkan input tinggi yang menggunakan bibit asal kultur jaringan adalah
paling rendah (34,42 cm) diikuti penerapan input madya bibit berasal dari bit (51,02 cm) dan
paling tinggi teknologi petani bibit berasal dari anakan (60,13 cm). Pada saat tanaman
berumur 3 bulan, justru tanaman paling tinggi berasal dari bit, kemudian diikuti bibit berasal
dari kultur jaringan dan paling rendah bibit dari anakan. Pertumbuhan tinggi tanaman paling
rendah dari penerapan teknologi petani tersebut disebabkan pada saat tanam bibit dari anakan
belum mempunyai akar, sehingga akar tanaman baru berkembang dan belum mampu
menyerap hara tanah. Sedangkan penerapan teknologi input madya menggunakan bibit dari bit
maupun input tinggi dari kultur jaringan pada saat tanam bibit sudah berakar dan mampu
menyerap hara dalam tanah sehingga pertumbuhan tanaman lebih cepat dibanding teknologi
petani (Gambar 1). Lebih cepatnya pertumbuhan tinggi tanaman input madya dibandingkan
dengan input tinggi dikarenakan pada input madya menggunakan tanaman sela jagung
sehingga pada saat pertumbuhan hingga umur 3 bulan tanaman pisang ternaungi oleh tanaman
jagung, akibatnya terjadi etiolasi. Sedangkan pada input tinggi menggunakan tanaman sela
nenas sehingga tanaman pisang tidak ternaungi. Pada saat tanaman pisang berumur 5 bulan,
7
8. pertumbuhan tinggi tanaman pisang yang menerapkan input madya lebih tinggi dibandingkan
teknologi petani, tetapi tidak berbeda dengan penerapan input tinggi.
Dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan rakitan teknologi budidaya berpengaruh
terhadap laju pertumbuhan lingkar batang pisang ambon kuning di lahan kering (Tabel 5).
Tabel 5. Pengaruh Teknologi Budidaya Terhadap Laju Pertumbuhan Lingkar Batang Pisang
Ambon Kuning Di Lahan Kering, 2003.
Umur
Tanaman
(bulan)
Rakitan Teknologi (cm) KK
(%)Input tinggi Input Madya Petani
1 5,83 c 7,14 b 8,46 a 2,98
2 20,58 a 19,25 a 19,02 a 6,45
3 36,46 a 33,20 a 28,15 b 6,20
4 45,85 a 44,25 a 38,40 b 7,42
5 59,50 a 56,85 ab 49,75 b 9,66
Angka-angka sebaris yang diikuti huruf sama berarti tidak berbeda nyata menurut uji BNT pada taraf p = 0,05
Dari tabel 5 tampak bahwa pada saat tanaman berumur 1 bulan, lingkar batang pisang
paling besar dengan menerapkan teknologi petani yang menggunakan bibit dari anakan dan
paling kecil dengan menerapkan teknologi input tinggi bibit berasal dari kultur jaringan. Akan
8
Gambar 1 Pengaruh Teknologi Budidaya Terhadap Laju Pertumbuhan Tinggi Tanaman
Pisang Ambon Kuning di Lahan Kering, MH 2002/2003
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
1 2 3 4 5
Umur (bulan)
Tinggitanaman(cm)
Input tinggi
Input Madya
Petani
9. tetapi pada saat tanaman berumur 1 bulan, laju pertumbuhan lingkar batang pada teknologi
inpu tinggi dan input madya lebih cepat dibandingkan teknologi petani (Gambar 2). Hal ini
dikarenakan pada saat tanam bibit dari anakan belum berakar, sedangkan bibit dari kultur
jaringan dan bit sudah berakar sehingga tanaman langsung dapat menyerap hara dari tanah.
Pada saat tanaman berumur 5 bulan, laju pertumbuhan lingkar batang tanaman pisang dengan
menggunakan teknologi input tinggi lebih cepat dibandingkan dengan teknologi petani, tetapi
laju pertumbuhan tersebut tidak berbeda dengan menerapkan teknologi madya. Perbedaan
besarnya laju pertumbuhan tersebut disamping karena perbedaan asal bibit juga dipengaruhi
oleh jenis dan dosis pemupukan terutama pupuk kalium (Kasijadi, dkk, 2001).
Berdasarkan uraian di atas, dapat diutarakan bahwa pertumbuhan pisang ambon
kuning yang ditanam pada lahan kering hingga umur 5 bulan yang terbaik adalah dengan
menerapkan teknologi input tinggi dan diikuti oleh teknologi madya.
3. Keragaan Ekonomi Usahatani Pisang
Dalam penerapan teknologi sistim usahatani pisang ambon kuning di lahan kering
hingga tanaman berumur 5 bulan, biaya produksi yang dibutuhkan paling tinggi adalah
penerapan teknologi input tinggi mencapai Rp 11.692.000,- per ha, diikuti input madya
sebesar Rp 10.364.000,- per ha dan teknologi petani Rp 8.389.000,- per ha (Tabel 6)
9
Gambar 2 Pengaruh Teknologi Budidaya Terhadap Laju Pertumbuhan Lingkar batang
Pisang Ambon Kuning di Lahan Kering, MH 2002/2003
0
10
20
30
40
50
60
70
1 2 3 4 5
Umur (bulan)
LingkarBatang(cm)
Input tinggi
Input Madya
Petani
10. Komponen biaya produksi dari ketiga teknologi budidaya pisang tersebut paling tinggi
adalah biaya sarana produksi, mencapai 73 % untuk input tinggi, 69 % untuk input madya dan
62 % untuk teknologi petani dari total biaya produksi. Sedangkan biaya tenaga kerja dari
ketiga teknologi tersebut besanya tidak berbeda. Biaya sarana prouksi terbesar adalah bibit,
sedangkan tenaga kerja adalah membuat lubang tanam.
Tabel 6. Biaya Produksi Usahatani Pisang Ambon Kuning Umur 5 bulan di Lahan Kering,
Banyuwangi. MH2002/2003
No U r a i a n Input Tinggi Input Madya Petani
Fisik Nilai
(Rp 000 /ha)
Fisik Nilai
(Rp 000 /ha)
Fisik Nilai
(Rp 000 /ha)
I Sarana Produksi
1. Bibit (pohon) 1600 4.800,0 1600 4.000,0 1600 2.400,0
2. Pupuk
ZA (kg) 960 1.056,0 960 1.056,0 960 1.056,0
SP-36 (kg) 192 307,2 153,6 153,6 153,6 153,6
KCl (kg) 416 748,8 208 374,4 - -
Kandang (t) 16 1.600,0 16 1.600,0 16 1.600,0
3. Fungisida hayati - - -
Jumlah 8.512,0 7.184,0 5.209,6
II Tenaga Kerja
1.Melubang & tutup lubang 108 1620,0 108 1.620,0 108 1.620,0
2.Pupuk kandang 40 600,0 40 600.0 40 600,0
3.Tanam 12 180,0 12 180,0 12 180,0
4.Pupuk & kurangi anakan 20 300,0 20 300,0 20 300,0
5.Bumbun & buat parit 20 300,0 20 300,0 20 300,0
6. Bersih daun kering 12 180,0 12 180,0 12 180,0
Jumlah 212 3.180,0 212 3.180,0 212 3.180,0
Jumlah Biaya Produksi 11.692,0 10.364,0 8.389,0
Dalam pada itu biaya produksi tanaman sela yang ditanam awal musim hujan 2002
bersamaan dengan tanaman pisang tertinggi adalah nenas pada pisang teknologi input tinggi,
tetapi pada saat umur 4 bulan nenas belum memberikan hasil. Terhadap tanaman semusim
sebagai tanaman sela, jagung yang ditanam diantara pisang teknologi input madya
memerlukan biaya produksi lebih tinggi dan memberikan pendapatan yang lebih tinggi pula
dibandingkan tanaman kacang tanah yang ditanam diantara pisang teknologi petani (Tabel 7).
Dari Tabel 7 tampak bahwa biaya produksi tanaman sela nenas memerlukan biaya
produksi lebih dari dua kali dibandingkan tanaman sela jagung. Lebih besarnya biaya produksi
tanaman sela nenas ini terutama pada biaya bibit. Sedangkan kebutuhan biaya produksi
tanaman sela jagung pada input madya hampir dua kali lebih besar dibandingkan dengan
tanaman sela kacang tanah pada teknologi petani. Lebih besarnya biaya jagung ini terutama
pada biaya pupuk. Walaupun kebutuhan biaya produksi tanaman sela jagung pada input
10
11. madya lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman sela kacang tanah teknologi petani, akan
tetapi memberikan tambahan pendapatan lebih dari tiga kali (328 %).
Tabel 7. Biaya Produksi dan Pendapatan Usahatani Tanaman Sela Per ha pada Tanaman
Pisang Ambon Kuning Umur 5 bulan Lahan Kering, Banyuwangi, MH 2002/2003
No U r a i a n Input Tinggi
(nenas)
Input Madya (jagung) Petani
(kacang tanah)
Fisik Nilai
(Rp 000,/ha)
Fisik Nilai
(Rp 000,/ha)
Fisik Nilai
(Rp 000/ha)
I Sarana Produksi
1. Bibit /benih 52.500 4.800,0 20 400,0 115 345,0
2. Pupuk
Urea (kg) - - 400 480,0 - -
ZA (kg) 750 825,0 - - - -
SP-36 (kg) - - 100 160,0 - -
KCl (kg) - - 100 180,0 - -
Jumlah - 3450,0 1.220,0 345,0
II Tenaga Kerja
1.Pengolahan tanah 18 270,0 12 180,0 12 180,0
2.Tanam 12 180,0 12 180.0 12 180,0
3.Pemupukan 12 180,0 6 90,0 - -
4.Siang/Bumbun 32 480,0 18 270,0 16 240,0
5.Panen - - 12 180,0 6 90,0
6. Prosesing - - - - 6 90,0
Jumlah 1.110,0 900,0 780,0
Total biaya 4.560,0 2.120,0 1.125,0
Hasil 0 7,01t 3.154,5 960 1.440,0
Pendapatan - -4.560,0 - 1.034,5 - 315,0
4. Penelitian Super Imposed
Dari hasil uji penggunaan fungisida hayati untuk pengendalian penyakit layu fusarium
menunjukkan bahwa ketiga jenis fungisida hayati meliputi Trichoderma Sp; Penicillium Sp
dan Gliocladium Sp hingga tanaman pisang ambon kuning di lahan kering berumur 5 bulan
tidak berbeda efektivitasnya. Hal ini dikarenakan pada semua perlakuan belum menunjukkan
adanya tanaman yang terserang layu fusarium. Dari hasil analisis laboratorium, lahan yang
akan ditanami pisang tidak terdapat koloni jamur fusarium. Akan tetapi dari analisis tersebut
justru terdapat bakteri Xathomonas sebanyak 900 koloni/gram.
KESIMPULAN
1. Rakitan teknologi sistim usahatani pisang ambon kuning di lahan kering dengan
menerapkan input tinggi (bibit dari kultur jaringan dan dosis pupuk optimal) memberikan
11
12. pertumbuhan tanaman yang tidak berbeda dibandingkan penerapan teknologi input madya
(bibit dari bit) tetapi lebih baik dari pada teknologi petani (bibit dari anakan).
2. Tanaman sela pada sistim usahatani pisang ambon kuning di lahan kering yang ditanam
bersamaan tanam pisang pada awal musim penghujan dengan jagung teknologi diperbaiki
memberikan tambahan pendapatan lebih tinggi dari pada kacang tanah teknologi petani,
sedangkan tanaman sela nenas berumur 5 bulan belum memberikan hasil.
3. Pada saat tanaman pisang ambon kuning yang ditanam di lahan kering berumur 5 bulan
belum tampak adanya penyakit layu fusarium, sehingga belum dapat diketahui efektivitas
penggunaan fungisida hayati.
DAFTAR PUSTAKA
Biro Pusat Statistik. 1994. Statistik perdagangan Luar negeri Indonesia. Ekspor Jilid I. 1993.
Jakarta.
Dinas Pertanian tanaman Pangan Propinsi Jawa Timur. 2001. Laporan Tahunan 2001.
Surabaya.
Ernawanto, Q.D., D.D. Widjajanto, E. Sugiartini dan F. Kasijadi, 1997. Pengkajian Paket
Teknik Budidaya Pisang di Lahan Kering. Laporan Hasil Penelitian T.A.
1996/1997. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Malang.
Handoko, L. Rosmahani, M.C. Mahfud, C. Hermanto dan N.I. Sidik, 1996. Aplikasi
Pengendalian Hama dan Penyakit Penting pada Tanaman Pisang di Lahan Kering.
Laporan Hasil Penelitian T.A. 1995/1996. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Karangploso, Malang.
Hanudin dan I. Djatnika. 1998. Pengaruh Ekstrak Beberapa Tanaman terhadap Pertumbuhan
Bakteri layu (Pseudomonas solanaceaerum E.F Smith) Secara In Vitro. Buletin
Penelitian Hortikultura Lembang. Vol. XIV (1) : 12-14
Kasijadi, F. S. Purnomo dan Suhardjo. 1996. Rakitan Teknologi Produksi Untuk
Pengembangan Agribisnis Pisang. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Karangploso. Malang.
_________, Suhardjo dan Wahyunindyawati. 2001. Rakitan Teknologi Sistim Usahatani
Untuk Pengembangan Agribisnis Pisang. Balai Pengkajian eknologi Pertanian Jawa
Timur.
Satuhu, S. Dan A. Supriyadi, 1993. Pisang Budidaya, Pengolahan dan Prospek Pasar. P.T.
Penebar Swadaya. Jakarta
12
13. Suastika IBK, Kamandalu, AANB, Nyoman Arya, Dewa Suprapta dan Made Sudana. 2000.
Uji adaptasi pengendalian penyakit dengan beberapa ekstrak tumbuhan. Prosiding
seminar nasional pengembangan teknologi pertanian dalam upaya mendukung
ketahanan pangan nasional. Pusat Sosial Ekonomi, Badan Litbang Pertanian.
Bogor. 258 – 267
Sulistianingsih, Djajati, S. Santoso dan L. Sulistyowati. 1995. Pengaruh inokulasi jamur
Trichoderma sp terhadap penyakit busuk batang vanili oleh F. Batatatis var vanillae
(tucker). Kongres Nasional XIII dan seminar Ilmiah PFI, Mataram. 27 – 29
September 1995. 374 – 381.
Rosmahani L. 1999. Pengelolaan Hama dan Penyakit Pisang Cavendish. Buletin Teknologi
dan Informasi Pertanian BPTP Karangploso Malang. Vol 2(1):1-5.
Widjajanto, D.D. 1993. Terapan Usahatani Pisang. Makalah pada Seminar Agribisnis,
Malang, 17 April 1993.
13