SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 26
PEMEKARAN WILAYAH : MENIMBULKAN MASALAH BARU
OLEH : KURNIAWAN T ARIEF
KATA PENGANTAR
Karya Ilmiah ini dibuat pertama kali pada bulan tahun 2009 oleh
penulis

sewaktu

menjabat

dalam

LEM

(Lembaga

Eksekutif

Mahasiswa) Unswagati dan terus disempurnakan hingga saat ini.
Rekomendasi karya ilmiah ini pada semester ke 1 tahun 2009 pernah
disampaikan kepada Kementerian Dalam Negeri RI dan ditembuskan
ke Presiden RI dalam membuat kebijakan perpanjangan Moratorium
pembentukan daerah/wilayah baru, dan pernah disampaikan ke
Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat dan DPRD Kota Cirebon
sebagai jawaban atas wacana Tim P3C (Panitia Pembentukan Propinsi
Cirebon) yang sebelumnya telah membuat Statuta Pembentukan
Propinsi Cirebon yang hingga hari ini masih menjadi pro-kontra di
tengah masyarakat Ciayumajakuning. Rangkuman essay ini berhak
disebarluaskan

dan

digandakan

ke

semua

kalangan

yang

memerlukan dengan syarat mencantumkan nama asli penulis yang
tercantum diatas.
BAB I
PENDAHULUAN
Pemekaran wilayah merupakan fenomena yang mengiringi
penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia. Sebagian besar
daerah yang mengalami pemekaran berada di wilayah luar Pulau
Jawa. Sejak awal reformasi hingga akhir 2008, pertambahan daerah
otonom di Indonesia sudah mencapai 203 buah. Jumlah itu terdiri
dari 7 provinsi, 163 kabupaten dan 33 kota. Bahkan dalam triwulan
akhir tahun 2008, telah disetujui 12 daerah otonom baru. Sehingga,
jumlah daerah otonom di Indonesia menjadi 522 buah, yang terdiri
dari 33 provinsi, 297 kabupaten dan 92 kota. "Sungguh disayangkan
terberituknya

daerah

baru

itu

tidak

berbanding

lurus

dengan

peningkatan dan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan
daya saing daerah. Bahkan sebaliknya, di hampir sebagian besar
daerah otonom baru itu, pertumbuhan kesejahteraan cenderung
menurun, pelayanan publik cenderung stagnan, dan daya saing
daerah pun belum mengemuka," kata Mendagri Mardiyanto.(Pikiran
Rakyat,23/02/2009)
Jika dibandingkan dengan negara tetangga Filipina, jumlah
provinsi di Indoensia memang relatif lebih sedikit. Filipina hingga
tahun 2002, memiliki 79 provinsi dari jumlah penduduk sebesar
86.241.697 jiwa dan luas daratan diperkirakan 300.000 km. Anggota
Komisi II DPR RI Idrus Marham berpendapat, sebagian besar daerah
hasil pemekaran pasca-reformasi gagal dan hanya sebagian kecil yang
memenuhi harapan. Karena itu, pemekaran daerah harus dihentikan
hingga ada kajian terbaik mengenai kewilayahan.
Usulan pemekaran yang terjadi sekarang lebih banyak karena
prakarsa maupun pernyataan orang tertentu. Jumlah terbanyak
usulan pemekaran daerah selama ini berasal dari Legislatif/kepala
derah. Kenyataannya, keinginan atau usulan pemekaran daerah
selama ini minim dari kajian yang semestinya dilakukan. Keinginan
memekarkan wilayah sekarang ini sangat elitis dan cenderung
dipolitisir. Akibatnya, tujuan pemekaran wilayah itu lebih banyak
akibat ambisi kekuasan para elite. Pemekaran wilayah menjadi alat
tawar menawar antara masyarakat dengan tokoh yang ingin menjadi
pemimpin di wilayah baru itu.
Mantan Menteri Keuangan Sri MuIyani merasa prihatin jika
lahirnya provinsi, kabupaten serta kota yang baru mengakibatkan
ratusan miliar rupiah habis untuk membangun kantor bupati,
gubernur serta wall kota yang baru disertai kantor DPRD yang baru
hingga pembuatan baju seragam yang baru. "Saya sering diminta oleh
bupati dan wali kota baru untuk membantu membangun kantor
perbendaharaan negara yang baru dan kemudian kantor jaksa, polisi
yang baru,akibat pemekaran itu. Pada hal seharusnya dana itu
dimanfaatkan
memperbaiki

untuk

meningkatkan

pelayanan

publik,"

kesejahteraan
kata

Sri

rakyat

Mulyani.

serta

.(Pikiran

Rakyat,23/02/2009)
Banyak para ahli mengingatkan, banyaknya komplikasi yang
timbul sebagai akibat dari pelaksanaan pemekaran di Indonesia,
maka persetujuan untuk dapat melakukan pemekaran di masa
mendatang perlu dilakukan secara ketat dan sangat hati-hati. Untuk
keperluan ini, maka kebijakan pertama yang perlu dilakukan adalah
menentukan jumlah provinsi, serta kabupaten/kota yang dapat
dimekarkan

sampai

tahun

2025

mendatang.

Kajian

ini

perlu
dilakukan

agar

legislatif,

dapat

pengambil

keputusan,

menentukan

sampai

baik

eksekutif

jumlah

berapa

maupun
sebaiknya

pemekaran daerah dapat dilakukan di Indonesia pada tahun 2025
mendatang. Khusus untuk kajian bidang sosial ekonomi, maka
jumlah provinsi maksimum untuk Indonesia sampai tahun 2025
mendatang adalah tidak lebih dari 39 provinsi. Jumlah provinsi yang
telah ada di Indonesia sampai tahun 2009 adalah 33 provinsi.
Dengan demikian, masih terdapat peluang untuk melakukan
pemekaran daerah baru sebanyak enam provinsi lagi sampai tahun
2025 mendatang. Namun demikian, persetujuan untuk mengizinkan
pemekaran daerah itu harus dilakukan secara ketat dan sangat hatihati. Persetujuan daerah otonomi baru itu pun harus memperhatikan
dampak negatif yang dapat ditimbulkannya, baik dari segi sosial,
ekonomi dan keuangan untuk daerah pemekaran baru maupun
daerah induk serta kepentingan nasional secara keseluruhan.
Menurut Pakar Otonomi Daerah Eko Prasojo (2007) Pemekaran
memang tidak boleh diharamkan, tetapi pemekaran yang tidak tepat
menyebabkan

inefisiensi

bagaimanapun,
penyelenggaraan

kekuatan

penggunaan
keuangan

pemerintah

keuangan
negara

memiliki

negara.

untuk

keterbatasan.

Sebab

membiayai
Problem

pemekaran terjadi karena kepentingan politik elite lebih menonjol
daripada kepentingan kesejahteraan masyarakat. Secara politis,
pemekaran juga diartikan sebagai "pembukaan" lapangan pekerjaan
politik menjadi anggota DPRD dan lapangan jabatan baru lain yang
muncul sebagai konsekuensi terbentuknya daerah otonom.
Pemekaran juga sekaligus membuat konfigurasi baru kekuatan
partai politik di daerah yang dimekarkan yang bisa saja berbeda
dengan daerah induknya. Terkait dengan implementasi kebijakan PP
129/2000, bisa dikatakan bahwa persetujuan politik pemekaran
daerah sering berada "dalam ruang gelap". Ukuran persetujuan lebih
sering dilakukan secara administratif oleh tim konsultan, sedangkan
Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah tidak berdaya untuk menolak
pemekaran. Prosedur pemekaran daerah (OTDA ) pun diusulkan
sebaiknya berasal dari pemerintah dan tidak dari DPR, sehingga
pembahasan

terhadap

kelayakan

bersama

dengan

Dewan

Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) dapat dilakukan dengan baik
berdasarkan data dan informasi yang tersedia dari kementerian
terkait.

Pengusulan

administrasi

itu

susuai

pun

dengan

harus

memenuhi

ketentuan

yang

persyaratan

berlaku

yang

menyangkut dengan surat persetujuan dari pihak yang berwenang
seperti DPRD dan kepala daerah yang bersangkutan.
Sementara semakin jauh dari ibu kota daerah maka akan
semakin

tertinggal

pula

daerah

itu,

sehingga

para

elite

dari

masyarakat yang berada di daerah yang tertinggal itu berupaya untuk
menghadirkan pemerintahan sendiri. Ketiga, dan ini sering tidak
diungkap sebagai alasan tertulis, adalah upaya untuk bagi-bagi
kekuasaan di tingkat lokal. Perputaran elite di tingkat yang begitu
lambat, bahkan sejumlah elite daerah yang sudah keenakan di kursi
kekuasaan dan jabatan, terus mempertahankannya dengan berbagai
cara, sehingga muncul kecemburuan dari para elite lain yang juga
haus kekuasaan. Alasan pertama dan kedua tentu saja dapat kita
benarkan baik secara sosiologis maupun secara yuridis, sedangkan
alasan

ketiga

yang

mendominasi

munculnya

daerah-daerah

pemekaran baru adalah sebuah dosa politik yang dilakukan oleh elit
politik terhadap rakyatnya. Sebuah kesalahan memaknai otonomi
daerah.
Konflik di antara para elite lokal itu dalam memperebutkan
kekuasaan dan jabatan sering tak bisa dihindari, termasuk di
dalamnya melibatkan rakyat (arus bawah) dalam wujud konflik
horizontal (antara lain terbukti pada kasus Mamassa, Sulawesi
Selatan,

dan

Morowali,

Sulawesi

Tengah,Tapanuli

Utara

dll).

Akibatnya, dengan berbagai cara pula berupaya memekarkan daerah
sehingga bisa memperoleh jabatan atau kekuasaan di daerah baru
itu. Apalagi bagi mereka yang sudah berjasa dalam memperjuangkan
daerah pemekaran, sudah memosisikan diri sebagai pihak yang harus
dapat bagian jatah kursi jabatan atau politik dan kekuasaan di
daerah baru itu. Pemekaran Daerah telah menguras enerji Pemerintah
Provinsi dan prosesnya sering menimbulkan ketidakstabilan daerah.
Pemekaran sering kurang memperhatikan aspek kemampuan
daerah (yang akan dimekarkan). Sebaiknya

ketentuan tentang

pemekaran harus lebih mengedepankan faktor-faktor yang dimiliki
daerah

yang

berkaitan

langsung

dengan

kemampuan

daerah

pemekaran untuk menyelenggarakan pelayanan publik lebih baik
dibandingkan dengan daerah induknya. Pemekaran saat ini lebih
tinggi bobot politiknya daripada aspek kondisi obyektif daerah. Harus
ada

audit

independent

yang

komprehensif

yang

mengevaluasi

kelayakan pemekaran dan ada masa transisi untuk pemekaran yang
diawasi oleh daerah induk. Setelah menunjukkan kinerja yang baik
baru dimekarkan.
DASAR PEMIKIRAN
1. UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah
2. UU No 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
3. PP No. 78 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukan,
Penghapusan dan Penggabungan Daerah
4. UU Nomor 32 Tahun 2004
5. Statuta Pembentukan Provinsi Cirebon ( P3C ) pada tahun 2009
MAKSUD DAN TUJUAN PENYUSUNAN KAJIAN
1. Membuat analisa kebijakan berdasarkan kajian akademis yang
berimbang
2. Memperoleh rekomendasi untuk kemudian diolah menjadi sebuah
referensi kebijakan secara empiris
3. Membuat literature terapan berdasar literature yang berasal dari
berbagai data dan studi yang dapat dijadikan pembanding serta
penyeimbang kebijakan
4. Mengawal proses pendewasaan politik local yang berimplikasi bagi
kesejahteraan masyarakat wilayah regional bukan untuk

aspirasi

satu kelompok local yang berkepentingan saja
5. Memfollow up dan merangsang terciptannya good-governance dan
goodpolitical will bagi iklim birokrasi pemerintahan di Wilayah III
Cirebon
BAB II
PEMBAHASAN
menurut PP 78 2007 Sasaran pemekaran daerah yang diharapkan
sebagai implementasi Otonomi daerah adalah :
1. Tercapainya sinkronisasi dan harmonisasi peraturan perundangundangan pusat dan daerah,
2. Meningkatnya kerjasama antar pemerintah daerah.
3. Terbentuknya kelembagaan pemerintah daerah yang efektif, efisien,
dan akuntabel.
4. Meningkatnya

kapasitas

pengelolaan

sumberdaya

aparatur

pemerintah daerah yang profesional dan kompeten.
5. Terkelolanya sumber dana dan pembiayaan pembangunan secara
transparan, akuntabel, dan profesional
6. Tertatanya daerah otonom baru.
Guru besar Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Indonesia,
Prof. Dr. Eko Prasojo dkk, dalam makalah "Grand Desain Penataan
Daerah

dari Aspek Sosial,

Politik

dan Budaya"

menyebutkan,

pemekaran daerah akan diikuti oleh pembagian, bahkan pemecahan
sumber daya yang dimiliki daerah. Pembagian ataupun pemecahan
itu terjadi baik di tingkat elite maupun masyarakat, bahkan antara
elite

dengan

konsekuensi

massa,
ikutan

sehingga
yang

sulit

konflik

merupakan

dihindari.

Kemudian

rangkaian
beberapa

permasalahan yang timbul akibat pelaksanaan otonomi daerah
adalah
1.

Penyelenggaraan otonomi daerah oleh Pemerintah Pusat

selama ini cenderung tidak dianggap sebagai amanat konstitusi
sehingga proses desentralisasi menjadi tersumbat.
2.

Kuatnya kebijakan sentralisasi membuat semakin tingginya

ketergantungan daerah-daerah kepada pusat yang nyaris mematikan
kreatifitas masyarakat beserta seluruh perangkat pemerintahan di
daerah.
3.

Adanya kesenjangan yang lebar antara daerah dan pusat dan

antar-daerah sendiri dalam kepemilikan sumber daya alam, sumber
daya budaya, infrastruktur ekonomi, dan tingkat kualitas sumber
daya manusia.
4.

Adanya kepentingan melekat pada berbagai pihak yang

menghambat penyelenggaraan otonomi daerah Salah wacana politik
lokal yang cukup hangat sejak otonomi penuh ini adalah pemekaran
wilayah. akhir-akhir ini merupakan salah satu tema politik yang
menggelembung dimasyarakat.
Menurut Laode Ida ( 2005) ada beberapa alasan yang muncul
ketika sebuah daerah dimekarkan; Pertama, dikaitkan dengan
rentang kendali suatu wilayah daerah yang dianggap terlalu luas,
sehingga untuk mendekatkan pihak pengambil kebijakan (yang
bertempat di ibu kota pemerintahan daerah) dengan masyarakat,
dipandang

perlu

menghadirkan

pemerintahan

daerah

meningkatkan

kualitas

baru.

suatu

Alasan

pelayanan

institusi

ini

terkait

pemerintah

dan

struktur

dengan

daerah

upaya

terhadap

masyarakatnya. Kedua, dalam rangka menciptakan pemerataan
pembangunan,

karena

kenyataannya

konsentrasi

kegiatan

dan

pertumbuhan pembangunan (ekonomi) selalu berada di ibu kota
pemerintahan daerah dan wilayah sekitarnya.
Departemen Dalam Negeri sesungguhnya pernah melakukan
evaluasi terhadap daerah otonom baru itu. Berdasarkan hasil evaluasi
Depdagri tahun 2007, terhadap 148 daerah otonom baru yang
dibentuk mulai tahun 1999 sampai 2005, diperoleh gambaran
banyaknya daerah otonom baru yang tidak atau belum mampu
menunjukkan kemajuan yang berarti. Sebenarnya, pemerintah telah
mengantisipasi

dari

obsesi

tuntutan

pemekaran

daerah

atau

pembentukan daerah otonom itu. Salah satunya yaitu pemerintah
memperketat

persyaratan pembentukan derah pemekaran yang

tertuang dalam Paraturan Pemerintah (PP) No. 78/2007 tentang Tata
Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Untuk
membentuk

sebuah

provinsi

minimal

harus

ada

lima

(5)

kabupaten/kota
PP No. 78/2007 itu merupakan penyempumaan dari PP No.
129/2000. PP No. 129/2000 tentang Persyaratan dan Pembentukan
Derah Pemekaran, mensyaratkan, pembentukan provinsi minimal
harus ada 3 kabupaten/kota, pembentukan kabupaten/kota minimal
3 kecamatan.Pengaturan lainnya yakni batas usia daerah otonom
baru dapat dimekarkan kembali jika telah berusia 10 tahun untuk
provinsi, dan tujuh tahun untuk kabupaten/kota. PP itu pun tentang
persyaratan pembentukan daerah pemekaran itu nantinya akan
memuat pula tantang kajian daerah yang akan dimekarkan. Pada PP
No. 129/2000, kajian terhadap daerah pemekaran itu hanya memuat
tujuh kriteria kuantitatif. Maka dalam RPP akan memuat 11 penilaian
kuantitatif terhadap kajian daerah pemekaran. ( Pasal 6 PP 78 2007)
Sebelas penilaian kuantitatif itu yakni factor :
1.

Kependudukan,

2.

Kemampuan Keuangan,

3.

Kemampuan Ekonomi masyarakat,

4.

Sosial Budaya,

5.

Sosial Politik

6.

Potensi Daerah,

7.

Luas Daerah,

8.

Pertahanan,

9.

Keamanan,
10. Tingkat Kesejahteraan Masyarakat
11. Rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan.
Mekanisme

pembentukan/pemekaran

daerah

otonom

baru

dilaksanakan dengan dua cara yaitu:
a. Mekanisme pembentukan/pemekaran daerah melalui Pemerintah.
b. Mekanisme pembentukan/pemekaran daerah melalui Hak Inisiatif
DPR/DPRD
Mekanisme pemekaran daerah melalui Pemerintah didasarkan
pada UU Nomor 22 Tahun 1999 sebagaimana direvisi dengan UU
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kedua UU
tersebut mengatur mengenai pembentukan daerah dan sebagai
aturan pelaksananya diatur dalam PP Nomor 129 Tahun 2000
tentang

Persyaratan

Pembentukan

dan

Kriteria

Pemekaran,

Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. Karena UU Nomor 22
Tahun 1999 telah direvisi menjadi UU Nomor 32 Tahun 2004, maka
pelaksanaan pembentukan daerah juga sekarang mengacu pada PP
Nomor 78 Tahun 2007. Dalam UU dan peraturan tersebut dinyatakan
bahwa

pembentukan

daerah

harus

memenuhi

persyaratan

administratif, teknis dan fisik kewilayahan. Mekanisme pemekaran
daerah melalui hak inisiatif DPR didasarkan pada hak legislasi DPR
dalam membentuk UU yang salah satunya adalah UU Pembentukan
Daerah.

DPR

mengajukan

usulan

UU

Pembentukan

Daerah

berdasarkan usulan masyarakat yang disampaikan kepada DPR.
Dalam beberapa tahun terakhir, usulan pembentukan beberapa
daerah dilakukan melalui mekanisme hak inisiatif DPR sehingga
alasan politis lebih dominan dibandingkan alasan teknis. Bahkan dari
hasil wawancara terungkap bahwa Kepala Pemerintah dari daerah
induk sendiri awalnya tidak tahu adanya usulan pemekaran daerah
dari masyarakatnya yang disampaikan ke DPR.
Sebagaimana diketahui, dalam PP 78 2007 tentang syarat
pembentukan daerah baru yaitu :
Pasal 4
(1) Pembentukan daerah provinsi berupa pemekaran provinsi dan
penggabungan beberapa kabupaten/kota yang bersandingan pada
wilayah provinsi yang berbeda harus memenuhi syarat administratif,
teknis, dan fisik kewilayahan.
(2)

Pembentukan daerah kabupaten/kota berupa pemekaran

kabupaten/kota

dan

penggabungan

beberapa

kecamatan

yang

bersandingan pada wilayah kabupaten/kota yang berbeda harus
memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan.
Pasal 5
(1) Syarat administratif pembentukan daerah provinsi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat(1) meliputi:
a. Keputusan masing-masing DPRD kabupaten/kota yang akan
menjadi

cakupan

wilayah

calon

provinsi

tentang

persetujuan

pembentukan calon provinsi berdasarkan hasil Rapat Paripurna;
b. Keputusan bupati/walikota ditetapkan dengan keputusan bersama
bupati/walikota

wilayah

calon

provinsi

tentang

persetujuan

pembentukan calon provinsi;
c. Keputusan DPRD provinsi induk tentang persetujuan pembentukan
calon provinsi berdasarkan hasil Rapat Paripurna;
d. Keputusan gubernur tentang persetujuan pembentukan calon
provinsi; dan
e. Rekomendasi Menteri.
(2)

Syarat

administratif

pembentukan

daerah

kabupaten/kota

dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2),meliputi:
a. Keputusan DPRD kabupaten/kota induk tentang persetujuan
pembentukan calon kabupaten/kota;
b.

Keputusan

bupati/walikota

induk

tentang

persetujuan

pembentukan calon kabupaten/kota;
c. Keputusan DPRD provinsi tentang persetujuan pembentukan calon
kabupaten/kota;
d. Keputusan gubernur tentang persetujuan pembentukan calon
kabupaten/kota; dan
e. Rekomendasi Menteri.
(3)

Keputusan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf a dan ayat (2)huruf a diproses berdasarkan
aspirasi sebagian besar masyarakat setempat.
(4)

Keputusan DPRD provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf c berdasarkan aspirasi sebagian besar masyarakat setempat
yang dituangkan dalam keputusan DPRD kabupaten/kota yang akan
menjadi cakupan wilayah calon provinsi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3).
Pasal 6
(1)

Syarat teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi

faktor kemampuan ekonomi,potensi daerah, sosial budaya, sosial
politik,

kependudukan,

kemampuan

keuangan,

luas
tingkat

daerah,

pertahanan,keamanan,

kesejahteraan

masyarakat,

dan

rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan daerah.
(2) Faktor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinilai berdasarkan
hasil kajian daerah terhadap indikator sebagaimana tercantum dalam
lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Pemerintah ini.
(3) Suatu calon daerah otonom direkomendasikan menjadi daerah
otonom baru apabila calon daerah otonom dan daerah induknya
mempunyai total nilai seluruh indikator dan perolehan nilai indikator
faktor kependudukan, faktor kemampuan ekonomi, faktor potensi
daerah dan faktor kemampuan keuangan dengan kategori sangat
mampu atau mampu.
ASPEK- ASPEK PENENTU KEBERHASILAN
Perencanaan bagi program-program pelaksanaan pembangunan
memerlukan informasi yang dapat menyajikan gambaran sebenarnya
di lapangan (represent reality). Semua informasi yang ada tersebut
berguna sebagai penunjang bagi analisis, monitoring dan evaluasi
suatu kebijakan. Dari sini dapat dilihat pentingnya pemanfaatan data
yang relevan dengan kualitas yang baik dan dari sumber yang
terpercaya dikarenakan kecermatan dan konsistensi data sangat
diperlukan untuk mencegah kekeliruan kesimpulan yang dapat
terjadi di kemudian hari secara dini.
Analisa yang akan dibuat dalam makalah ini berdasarkan
referensi dari PP 78 2007 pasal 22 ayat 1 dan 2 dimana di pasal
tersebut disebutkan bahwa daerah otonom baru dapat dihapus
kembali apabila setelah melalui proses evaluasi terhadap kiner4ja
penyelenggaraan

pemerintahan

dan

evaluasi

kemampuan

penyelenggaraan otonomi daerah dinyatakan tidak mampu dan
mengalami disorientasi tujuan penyelanggaraan otonomi daerah dan
pemekaran wilayah
ASPEK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Aspek kesejahteraan masyarakat adalah satu syarat mutlak
yang

paling

nyata

terasa

dalam

penilaian

berhasil/

tidaknya

pembangunan yang dilaksanakan dalam suatu lingkup wilayah.
Cakupan penilaian itu meliputi indeks Pembangunan Manusia
yang terkomposisi dari aspek pendidikan, kesehatan, daya beli,akses
pelayanan public, dan pemenuhanan sarana dan prasarana.
ASPEK PELAYANAN PUBLIK
Pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan
sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang
publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung
jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah,
dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik
Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat
maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundangundangan.
Berdasarkan organisasi yang menyelenggarakannya, pelayanan publik
atau pelayanan umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
1.

Pelayanan

publik

atau

pelayanan

umum

yang

diselenggarakan oleh organisasi privat, adalah semua penyediaan
barang atau jasa publik yang diselenggarakan oleh swasta, seperti
misalnya rumah sakit swasta, PTS, perusahaan pengangkutan milik
swasta.
2.

Pelayanan

publik

atau

pelayanan

umum

yang

diselenggarakan oleh organisasi publik. Yang dapat dibedakan lagi
menjadi :
a.

Yang

bersifat

primer

dan,adalah

semua

penye¬diaan

barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah yang di
dalamnya pemerintah merupakan satu-satunya penyelenggara dan
pengguna/klien mau tidak mau harus memanfaatkannya. Misalnya
adalah

pelayanan

di

kantor

imigrasi,

pelayanan

penjara

dan

pelayanan perizinan.
b.

Yang bersifat sekunder, adalah segala bentuk penyediaan

barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi
yang di dalamnya pengguna/klien tidak harus mempergunakannya
karena adanya beberapa penyelenggara pelayanan.
Sementara itu, sebuah penelitian yang dilakukan pada akhir
2008 menyebutkan bahwa Kota Cirebon menempati peringkat ke-41
dengan skor 3,82. Peringkat IPK ini adalah peringkat ke 9 tingkat kota
dengan Indeks korupsi terparah Se-Indonesia.survei yang dilakukan
oleh

Transparency

International

Indonesia

dan

Departemen

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dilaksanakan sejak
September

hingga

Desember

2008.itu

melibatkan

responden

pengusaha (60%), pejabat publik (30%), dan tokoh masyarakat (10 %).
Dan survey pada tahun 2010 pun, Kota Cirebon kembali di daulat
menjadi kota terkorup se Indonesia dengan berada pada peringkat ke
1 dengan perolehan hasil poin 3,61 sama dengan kota Pekanbaru.
Yang menjadi pertanyaan kembali adalah, „ Bagaimana bisa
mencapai tujuan dari manfaat otonomi derah yang sudah disebutkan
dalam pendahuluan makalah ini, apabila SDM aparatur dan Institusi
public yang ada di kota Cirebon belum mampu untuk mengemban
amanah yang seharusnya. Dikarenakan budaya korupsi sudah sangat
tidak

layak

untuk

ditutup-tutupi

keberadaanya

di

lingkungan

intistusi pelayanan public yang ada di wilayah Cirebon. Ironis
memang, manakala SDM aparatur belum memilki kesiapan, mereka
sudah bernafsu untuk mengelola SDA secara lebih leluasa tanpa
adanya pengawasan yang lebih intens dan kontuinitas.
ASPEK DAYA SAING DAERAH
Menurut UNDP (1995), paradigma pembangunan terdiri dari 4
(empat) komponen utama, yaitu :
(1)

Produktifitas,

masyarakat

harus

dapat

meningkatkan

produktifitas mereka dan berpartisipasi secara penuh dalam proses
memperoleh penghasilan dan pekerjaan berupah. Oleh karena itu,
pertumbuhan

ekonomi

pembangunan manusia,

adalah

salah

satu

bagian

dari

jenis
(2)

Ekuitas, masyarakat harus punya akses untuk memperoleh

kesempatan yang adil. Semua hambatan terhadap peluang ekonomi
dan politik harus dihapus agar masyarakat dapat berpartisipasi di
dalam dan memperoleh manfaat dari kesempatan-kesempatan ini,
(3)

Kesinambungan, akses untuk memperoleh kesempatan harus

dipastikan tidak hanya untuk generasi sekarang tapi juga generasi
yang akan datang. Segala bentuk permodalan fisik, manusia,
lingkungan hidup, harus dilengkapi,
(4)

Pemberdayaan,

pembangunan

harus

dilakukan

oleh

masyarakat dan bukan hanya untuk mereka. Masyarakat harus
berpartisipasi penuh dalam mengambil keputusan dan proses-proses
yang mempengaruhi kehidupan mereka.
REKOMENDASI
11 penilaian kuantitatif terhadap kajian daerah pemekaran. (
Pasal 6 PP 78 2007) Sebelas penilaian kuantitatif itu yakni factor :
1.

Kependudukan,

2.

Kemampuan Keuangan,

3.

Kemampuan Ekonomi masyarakat,

4.

Sosial Budaya,

5.

Sosial Politik

6.

Potensi Daerah,

7.

Luas Daerah,

8.

Pertahanan,

9.

Keamanan,

10.

Tingkat Kesejahteraan Masyarakat

11.

Rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan.

Kesebelas penilaian kuantitatif tersebut akan kami urai berdasarkan
data yang terhimpun untuk menghasilkan sebuah rekomendasi dan
pernyataan sikap.
1.

Kependudukan
Tabel 1.

Wilayah

Jumlah Penduduk

Kota Cirebon

284.226 jiwa

Kabupaten Cirebon

2. 449. 529 Jiwa

Kabupaten Kuningan

1. 703. 818 Jiwa

Kabupaten

1. 207. 556 Jiwa

Majalengka
Kabupaten

1. 102. 354 Jiwa

Indramayu
Sumber : BPS Jabar 2008
Tingkat Kepadatan Penduduk : 144,23/km2
Menurut

Kepala

Badan

Pemberdayaan

Masyarakat,

Pemberdayaan Perempuan, dan Keluarga Berencana (BPMP2KB) laju
pertumbuhan penduduk alami Kota Cirebon saat ini 1,68 persen.
Adapun laju pertumbuhan penduduk yang juga dihitung dari angka
urbanisasi bisa lebih dari 1,7 persen. Pertambahan penduduk
tersebut didominasi perpindahan warga dari kabupaten-kabupaten di
sekitarnya. Mengacu pada data BPMP2KB, jumlah penduduk alami
Kota Cirebon bulan Mei 2009 sebanyak 270.445 jiwa. Adapun
berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlahnya sudah lebih dari
290.000 jiwa. Sementara berdasar dari data BPS, jumlah penduduk
Kota Cirebon tahun 1970 sebanyak 178.529 jiwa dan mengalami
peningkatan menjadi 273.101 jiwa pada tahun 2000.
Dengan

demikian

apabila

tidak

ada

pengendalian

angka

kelahiran dan migrasi, diperkirakan jumlah penduduk yang menetap
di Kota Cirebon bisa mencapai 400.000 jiwa pada 2019. Jumlah itu
sudah melebihi daya tampung ideal Kota Cirebon yang luasnya hanya
37 kilometer persegi itu.
Bahkan jumlah penduduk Kota Cirebon bisa enam kali lipat
pada siang hari, mencapai 2 juta jiwa. Setelah jam lima sore,
jumlahnya hanya tinggal 270.000-an jiwa.. Hal ini terjadi karena Kota
Cirebon merupakan magnet bagi penduduk di wilayah sekitarnya,
seperti Kabupaten Cirebon, Kuningan dan Indramayu. Hampir
seluruh kegiatan ekonomi, seperti perdagangan, jasa, dan wisata,
berpusat di Kota Cirebon. (Indra Yusuf)
Jumlah total penduduk di lima wilayah yang ada adalah
sebanyak

6.437.631

jiwa.

Artinya,

berdasarkan

data

jumlah

penduduk yang ada, Rekomendasinya adalah : harus ada suatu
penhimpunan data dan Studi analisa statistic secara empiris dan
faktual yang mampu mewakili seluruh penduduk Wilayah III Cirebon
apakah menolak/menerima pembentukan provinsi baru berdasarkan
mekanisme kajian derah yang disebutkan dalam PP 78 2007
2.

Kemampuan Keuangan

- Rasio PDS terhadap PDRB Non Migas

:

- Rasio PDS terhadap PDRB Non Migas

329.805
:

- Jumlah DAU

23.948
:

- Jumlah PDS

:

2.148.741.056
195.325.844

Menurut UU No 25 Tahun 1999 , tingkat kemampuan keuangan
suatu pemerintahan daerah adalah salah satu factor penentu
kecepatan dan keberhasilan pembangunan di suatu wilayah. Sumber
penerimaan daerah terdiri atas :
1.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari kelompok Pajak

Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan milik Daerah dan Hasil
Pengelolaan Kekayaan
Pendapatan Asli Daerah;

Daerah yang

Dipisahkan

dan Lain-Lain
2.

Dana Perimbangan yang terdiri dari Bagi Hasil Pajak dan Bagi

Hasil Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus;
3.

Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah.
Dari Wacana diatas dapat dilihat bahwa sebetulnya sumber

penerimaan

dominan

bagi

APBD

adalah

dari

Pajak

Daerah,

(Sumber.Kajian Arah Pengelolaan Pendapatan Daerah ) Sebagaimana
diketahui pajak memiliki kepastian tinggi, dipungut berdasarkan
landasan legal yang kuat dan tidak terkait dengan pemberian layanan
tertentu.Struktur penerimaan yang cukup kokoh ini walaupun
demikian tetap menyimpan peluang untuk mengalami keguncangan,
apabila PAD mengalami penurunan yang drastis, sementara Dana
Perimbangan tidak terlalu besar. Artinya perlu dilakukan upaya
untuk selalu menjaga penerimaan PAD dan tingkat pertumbuhannya,
agar kapasitas pembangunan daerah tetap terjaga. Seandainya
penerimaan pajak mengalami penurunan atau relatif konstan, maka
hal ini dapat menjadi ancaman bagi kapasitas pembangunan daerah
yang baru dimekarkan. Atas kajian yang dilakukan, maka kami
merekomendasikan :
Perlu

dilakukan

terlebih

dahulu

penguatan

kemampuan

ekonomi masyarakat yang tentunya setelah pembentukan wilayah
baru,

nantinya

masyarakatlah

yang

paling

terbebani

dengan

perimbangan keuangan wilayah baru yang merupakan konsistensi
pemekaran wilayah sebagai penyandang dana retribusi serta pajak –
pajak daerah yang akan semakin besar mengikuti besaran kebutuhan
biaya pembangunan awal dari Pemekaran dan pembentukan wilayah
baru.
3.

Kemampuan Ekonomi Masyarakat
Pembangunan

ekonomi

adalah

serangkaian

usaha

untuk

meningkatkan taraf hidup masyarakat, pemerataan pendapatan dan
memperluas kesempatan kerja. Untuk mengukur perkembangan
ekonomi di suatu daerah dapat diamati melalui pertumbuhan
ekonomi makro dan indikator ekonomi lainnya. Di samping itu, data
statistik dan indikator ekonomi dapat digunakan untuk menganalisis
dan menentukan arah kebijaksanaan serta mengevaluasi hasil
pembangunan.
Salah

satu

indikator

ekonomi

yang

diperlukan

untuk

mendapatkan gambaran mengenai perekonomian regional secara
makro adalah data PDRB.
- PDRB Non Migas/ Kapita
- Pertumbuhan Ekonomi
- Kontribusi PDRB Non Migas

: 89.723.995,64
: 8,9 %
: 19,10 %

Rekomendasi : acuan Penguatan Kemampuan Keuangan Daerah
sebagai subsistem Penopang APBD Pembangunan daerah yang salah
satunya bersumber dari sektor kemampuan ekonomi masyarakat
dalam hal Pajak dan Retribusi yang nantinya akan di bebankan ke
masyarakat.
4.

Sosial Budaya
Dalam Jawa Barat Ada 2 subsistem kebudayaan, pertama;

Kebudayaan Masyarakat Sunda, ;kedua, kebudayaan Masyarakat
Pantura/Cirebon. Apabila dua macam budaya yang ada dijadikan
sebagai agitasi pembentukan wilayah baru karena masyarakat
cenderung berpandangan bahwa masyarakat Cirebon bukan bagian
dari kebudayaan sunda, kami menyarankan baiknya banyak – banyak
membaca literature tentang sejarah kebudayaan Cirebon.
5.

Sosial Politik
-

Rasio Jumlah Penduduk yng Memiliki hak

Pilih
-

: 4.605.147
Rasio IPK ( Indeks Persepsi Korupsi

)

: 3,82 (Nilai 1-10)

Rekomendasi : Perbaiki dan tingkatkan terlebih dahulu indeks
Kualitas SDM dalam goodgovernance culture yang ada sebelum
mengelola SDA.
6.
a.

Potensi Daerah
Sosial

- Perbandingan PNS pada Penduduk

: 8,51 %

- Rasio prasarana jalan bagi kendaraan

: 0,002

- Rasio tenaga kesehatan

: 3,50

- Rasio Fasilitas Kesehatan
b.

: 1,56

Ekonomi
- Rasio Pertokoan
- Rasio Pasar

: 0,08

- Rasio Bank dan Lembaga Keuangan
c.

: 0.15
: 0,28

Pendidikan
- Pekerja yang Berpendidikan Terakhir SLTA : 40,50 %
- Pekerja yang Berpendidikan Sarjana
- Pekerja yang berpendidkan dibawah SMA
7.

: 20,25 %
: 39,25 %

Luas Daerah

- Luas wilayah III Cirebon

: 4.517,32 Km

- Pemanfaatan Luas Wilayah

:7%

8.

Pertahanan
- Rasio perbandingan aparat Pertahanan
dan Keamanan dengan luas wilayah
9.

: 1 : 66,31 Km

Keamanan

Idem
10.
Tabel

Tingkat Kesejahteraan Masyarakat
2.

Angka

IPM

dan

Komponennya

Menurut

Kabupaten/Kota
di Provinsi Jawa Barat Tahun 2004 - 2006 *)
No

Kabupaten/ Kota

(1)

(2)

IPM
2004

2005

2006

(33)

(34)

(35)

1

Kab. Bogor

68,10

68,99

69,79

2

Kab. Sukabumi

67,56

68,54

69,04

3

Kab. Cianjur

66,18

66,79

67,44

4

Kab. Bandung

68,52

69,16

70,41

5

Kab. Garut

66,31

67,03

68,61

6

Kab. Tasikmalaya

68,46

69,08

69,74

7

Kab. Ciamis **

70,89

71,08

71,95

8

Kab. Kuningan

68,00

68,80

69,17

9

Kab. Cirebon

63,97

64,58

65,51

10

Kab. Majalengka

68,01

68,52

68,81

11

Kab. Sumedang

70,65

71,40

71,66

12

Kab. Indramayu

63,24

64,48

65,72

13

Kab. Subang

68,20

68,47

69,06

14

Kab. Purwakarta

68,86

69,52

69,85

15

Kab. Karawang

65,04

66,35

66,95

16

Kab. Bekasi

73,78

73,92

71,08

17

Kota Bogor

74,64

74,94

75,09
18

Kota Sukabumi

73,96

74,58

75,09

19

Kota Bandung

77,17

77,42

77,48

20

Kota Cirebon

71,92

72,52

73,05

21

Kota Bekasi

74,95

75,48

75,65

22

Kota Depok

76,85

77,81

77,97

23

Kota Cimahi

73,83

75,16

75,25

24

Kota Tasikmalaya

71,05

71,62

72,33

25

Kota Banjar **

71,52

71,82

71,94

68,36

69,35

70,28

Jawa Barat

Sumber :Kompilasi Data Kab/kota Jawa barat
11.

Rentang Kendali Penyelenggaraan Pemerintahan.

- Rata – rata Jarak Kab/kota ke pemerintah Pusat
- Rata – rata waktu Tempuh Ke Pemerintah Pusat

: 120 Km
: 1, 5 Jam

KESIMPULAN
Pemekaran

daerah

otonom

baru

dalam

implementasinya

memang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
serta menciptakan daerah makin mandiri dandemokratis.Namun,
Tujuan

ini

dapat

diwujud

nyatakan

melalui

peningkatan

profesionalisme birokrat daerah untuk dapat menyelenggarakan
pemerintahan yang efisien dan efektif, dapat meningkatkan pelayanan
dasar publik, dapat menciptakan kesempatan lebih luas untuk
masyarakat, serta dapat akses langsung pada unit‐unit pelayanan
publik yang tersebar dan mudah dijangkau oleh masyarakat pedesaan
maupun kota.
Rata‐rata tingkat kesejahteraan masyarakat di Daerah Otonom
Baru

(DOB)

sebelum

pemekaran

umumnya

lebih

sejahtera

dibandingkan rata‐rata Daerah Induknya, akan tetapi perkembangan
peningkatan kesejahteraan ini semakin menurun. Hal ini ditunjukan
dengan

pertumbuhan

ekonominya

semakin

terkejar

oleh

pertumbuhan ekonomi di Daerah Induknya. Artinya perkembangan
kinerja di DOB relative tidak lebih baik dibandingkan perkembangan
kinerja di daerah Induknya. Pemekaran daerah juga berdampak
negatif terhadap APBN dan APBD Provinsi. Berbagai konsekuensi
biaya pemekaran, diantaranya: berkurangnya rata‐rata DAU tiap
daerah, total DAK prasarana dari APBN meningkat tapi DAK tiap
daerah menurun, pembiayaan instansi‐instansi vertikal di daerah,
pembiayaan sarana‐sarana pelayanan umum, dana pendamping DAK
dari APBD, serta dana bantuan dari APBD Provinsi induk. Selama 3
tahun terakhir, ratarata beban biaya provinsi baru, tiap tahun sekitar
Rp 56 Milliar.

Mekanisme insentif perlu diciptakan bagi daerah

otonom baru yang kinerjanya kurang baik dibandingan sebelum
pemekaran, serta bersedia untuk digabungkan kembali dengan
daerah

induk,

misalnya

gunakan

dana

penyesuaian

untuk

pembiayaan insentif fiskal mendorong penggabungan. Mekanisme
disinsentif bagi daerah yang ingin melakukan pemekaran daerah
otonom baru sebenarnya mudah diterapkan, asalkan mekanisme
pembentukan/pemekaran daerah otonom baru sesuai aturan yang
berlaku, yaitu sebagaimana dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 serta
dalam PP 78 tahun 2007, dimana pembentukan daerah harus
memenuhi persyaratan administratif, teknis dan fisik kewilayahan.
Hasil survei menunjukkan semua daerah pemekaran baru tidak
mempunyai dokumentasi mengenai berbagai indikator teknis, serta
batas fisik yang masih diperdebatkan antara Daerah Induk dan
daerah Otonom Baru.( Analisis manfaat dan biaya pemekaran derah,
Departemen Keuangan RI Ditjen Perimbangan Keuangan Tim Asistensi
Menteri Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal Tahun 2008) Begitu
juga, persyaratan administratif masih dipertanyakan.
Dari hasil studi kajian ini, disarankan perlu dilakukan
moratorium

pemekaran

daerah,

serta

penerapan

mekanisme

pembentukan/pemekaran daerah otonom baru sesuai aturan yang
berlaku, yaitu harus memenuhi persyaratan administratif, teknis dan
fisik kewilayahan.
DAFTAR PUSTAKA
-

Proceeding workshop nasional Penguatan Pelaksanaan Kebijakan
Desentralisasi Fiskal di Jakarta, 6‐7 Desember 2006. Departemen
Keuangan, Jakarta.

-

Tuerah, N. 2006. “Analisis Pemekaran Daerah Terhadap Pelayanan
Publik.” Jakarta

-

USAID dan DRSP. 2007. ”Proses Sosial‐Politik Pemekaran: Studi
Kasus Di sambas Dan Buton.” Democratic Reform Support Project
(DRSP)

-

World Bank dan DSF. 2007. “Cost And Benefit Of Pemekaran;
Summary of Findings.”

-

Statuta Pembentukan Provinsi Cirebon. 2009 „ hasil kajian dan tata
Ruang‟. P3C.Cirebon

-

Penelitian Departemen Keuangan RI Ditjen Perimbangan Keuangan
Tim Asistensi Menteri Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal Tahun
2008 „ Analisis manfaat dan Biaya Pemekaran daerah „. Jakarta.

- Antara.2009 ( munawar Mandailing )
-

Judieth siegel.2008 „ Isu – isu Demokrasi, kontitusionalisme dan
demokrasi

yang

sedang

bangkit

„.Biro

Internasional/departemen Luar negeri AS.

Program

Informasi

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

Perimbangan pusat dan daerah
Perimbangan pusat dan daerahPerimbangan pusat dan daerah
Perimbangan pusat dan daerahIyens Syeikhbu
 
Desentralisasi fiskal di indonesia : Permasalahan dan Pencapaian
Desentralisasi fiskal di indonesia : Permasalahan dan PencapaianDesentralisasi fiskal di indonesia : Permasalahan dan Pencapaian
Desentralisasi fiskal di indonesia : Permasalahan dan PencapaianIsnu Rahadi Wiratama
 
LAHIRNYA UU 23/2014 DITINJAU DARI PERSPEKTIF OTDA DAN PENGELOLAAN SDA
LAHIRNYA UU 23/2014 DITINJAU DARI PERSPEKTIF OTDA DAN PENGELOLAAN SDA LAHIRNYA UU 23/2014 DITINJAU DARI PERSPEKTIF OTDA DAN PENGELOLAAN SDA
LAHIRNYA UU 23/2014 DITINJAU DARI PERSPEKTIF OTDA DAN PENGELOLAAN SDA 01112015
 
Perkembangan otonomi daerah
Perkembangan otonomi daerahPerkembangan otonomi daerah
Perkembangan otonomi daerahsamiaji
 
Makalah o tonomi daerah
Makalah o tonomi daerahMakalah o tonomi daerah
Makalah o tonomi daerahYadhi Muqsith
 
PERSPEKTIF POLITIK HUKUM DAMPAK UU 23/2014 TERHADAP PENGELOLAAN SUMBER DAYA...
PERSPEKTIF  POLITIK HUKUM DAMPAK UU 23/2014  TERHADAP PENGELOLAAN SUMBER DAYA...PERSPEKTIF  POLITIK HUKUM DAMPAK UU 23/2014  TERHADAP PENGELOLAAN SUMBER DAYA...
PERSPEKTIF POLITIK HUKUM DAMPAK UU 23/2014 TERHADAP PENGELOLAAN SUMBER DAYA...01112015
 
Otonomi Daerah (PKN kelas IX)
Otonomi Daerah (PKN kelas  IX)Otonomi Daerah (PKN kelas  IX)
Otonomi Daerah (PKN kelas IX)Azizahluthfi
 
Pembagian kewenangan
Pembagian kewenanganPembagian kewenangan
Pembagian kewenanganciciliaintan
 
Kumpulan pertanyaan otonomi
Kumpulan pertanyaan otonomiKumpulan pertanyaan otonomi
Kumpulan pertanyaan otonomiArya D Ningrat
 
Paper dampak positif dan negatif dari otonomi daerah
Paper dampak positif dan negatif dari otonomi daerahPaper dampak positif dan negatif dari otonomi daerah
Paper dampak positif dan negatif dari otonomi daerahfuji kurniawan
 

Was ist angesagt? (16)

Perimbangan pusat dan daerah
Perimbangan pusat dan daerahPerimbangan pusat dan daerah
Perimbangan pusat dan daerah
 
Desentralisasi fiskal di indonesia : Permasalahan dan Pencapaian
Desentralisasi fiskal di indonesia : Permasalahan dan PencapaianDesentralisasi fiskal di indonesia : Permasalahan dan Pencapaian
Desentralisasi fiskal di indonesia : Permasalahan dan Pencapaian
 
Makalah dampak pemekaran
Makalah dampak pemekaranMakalah dampak pemekaran
Makalah dampak pemekaran
 
LAHIRNYA UU 23/2014 DITINJAU DARI PERSPEKTIF OTDA DAN PENGELOLAAN SDA
LAHIRNYA UU 23/2014 DITINJAU DARI PERSPEKTIF OTDA DAN PENGELOLAAN SDA LAHIRNYA UU 23/2014 DITINJAU DARI PERSPEKTIF OTDA DAN PENGELOLAAN SDA
LAHIRNYA UU 23/2014 DITINJAU DARI PERSPEKTIF OTDA DAN PENGELOLAAN SDA
 
Perkembangan otonomi daerah
Perkembangan otonomi daerahPerkembangan otonomi daerah
Perkembangan otonomi daerah
 
Makalah pemekaran
Makalah pemekaranMakalah pemekaran
Makalah pemekaran
 
kepemimpinan
kepemimpinankepemimpinan
kepemimpinan
 
Makalah o tonomi daerah
Makalah o tonomi daerahMakalah o tonomi daerah
Makalah o tonomi daerah
 
PERSPEKTIF POLITIK HUKUM DAMPAK UU 23/2014 TERHADAP PENGELOLAAN SUMBER DAYA...
PERSPEKTIF  POLITIK HUKUM DAMPAK UU 23/2014  TERHADAP PENGELOLAAN SUMBER DAYA...PERSPEKTIF  POLITIK HUKUM DAMPAK UU 23/2014  TERHADAP PENGELOLAAN SUMBER DAYA...
PERSPEKTIF POLITIK HUKUM DAMPAK UU 23/2014 TERHADAP PENGELOLAAN SUMBER DAYA...
 
Otonomi daerah
Otonomi daerahOtonomi daerah
Otonomi daerah
 
Otonomi Daerah (PKN kelas IX)
Otonomi Daerah (PKN kelas  IX)Otonomi Daerah (PKN kelas  IX)
Otonomi Daerah (PKN kelas IX)
 
otonomi daerah
otonomi daerahotonomi daerah
otonomi daerah
 
Pembagian kewenangan
Pembagian kewenanganPembagian kewenangan
Pembagian kewenangan
 
Otonomi daerah
Otonomi daerahOtonomi daerah
Otonomi daerah
 
Kumpulan pertanyaan otonomi
Kumpulan pertanyaan otonomiKumpulan pertanyaan otonomi
Kumpulan pertanyaan otonomi
 
Paper dampak positif dan negatif dari otonomi daerah
Paper dampak positif dan negatif dari otonomi daerahPaper dampak positif dan negatif dari otonomi daerah
Paper dampak positif dan negatif dari otonomi daerah
 

Andere mochten auch

Lampiran ketentuan pemekaran dlm pp 78 2007
Lampiran ketentuan pemekaran dlm pp 78 2007Lampiran ketentuan pemekaran dlm pp 78 2007
Lampiran ketentuan pemekaran dlm pp 78 2007apotek agam farma
 
วารสาร ก.ค. ส.ค.2559
วารสาร ก.ค. ส.ค.2559วารสาร ก.ค. ส.ค.2559
วารสาร ก.ค. ส.ค.2559Yui Yuyee
 
Remidi sistem non linear trisni wulansari(1410501026)
Remidi sistem non linear trisni wulansari(1410501026)Remidi sistem non linear trisni wulansari(1410501026)
Remidi sistem non linear trisni wulansari(1410501026)Trisni Wulansari
 
Apresente o infortask para sua empresa!
Apresente o infortask para sua empresa!Apresente o infortask para sua empresa!
Apresente o infortask para sua empresa!Fernando Silva Neto
 
Konsep pembiayaan pendidikan di era otonomi
Konsep pembiayaan pendidikan di era otonomiKonsep pembiayaan pendidikan di era otonomi
Konsep pembiayaan pendidikan di era otonomizainal achmad
 
Azka "konsep pembiayaan pendidikan di era otonomi"
Azka "konsep pembiayaan pendidikan di era otonomi"Azka "konsep pembiayaan pendidikan di era otonomi"
Azka "konsep pembiayaan pendidikan di era otonomi"KurniajiHidayatullah
 
İnsansız Kara Araçlarının Bugünü ve Geleceği
İnsansız Kara Araçlarının Bugünü ve Geleceğiİnsansız Kara Araçlarının Bugünü ve Geleceği
İnsansız Kara Araçlarının Bugünü ve GeleceğiDavut Şadoğlu
 
BULANIK MANTIK(Fuzzy Logic)
BULANIK MANTIK(Fuzzy Logic)BULANIK MANTIK(Fuzzy Logic)
BULANIK MANTIK(Fuzzy Logic)cihan özbek
 
Konsep pembiayaan pendidikan di era otonom
Konsep pembiayaan pendidikan di era otonomKonsep pembiayaan pendidikan di era otonom
Konsep pembiayaan pendidikan di era otonomMaya Kusuma Wardana
 
Bulanık Mantık ve Örnek Uygulama
Bulanık Mantık ve Örnek UygulamaBulanık Mantık ve Örnek Uygulama
Bulanık Mantık ve Örnek UygulamaAli Osman Öncel
 
Bulanik mantik sunum
Bulanik mantik sunumBulanik mantik sunum
Bulanik mantik sunumcihan özbek
 
4.Sanayi Devrimi (4th Industrial Revolution)
4.Sanayi Devrimi (4th Industrial Revolution) 4.Sanayi Devrimi (4th Industrial Revolution)
4.Sanayi Devrimi (4th Industrial Revolution) Selcen Ozturkcan
 
Iot sistemler ve güvenlik
Iot sistemler ve güvenlikIot sistemler ve güvenlik
Iot sistemler ve güvenlikBarkın Kılıç
 
Organisasi Muhammadiyah
Organisasi MuhammadiyahOrganisasi Muhammadiyah
Organisasi Muhammadiyahanandhitaef
 
Yapay Sinir Aglari
Yapay Sinir AglariYapay Sinir Aglari
Yapay Sinir Aglariahmetkakici
 

Andere mochten auch (20)

Strategi Pembentukan Daerah Otonom Baru
Strategi Pembentukan Daerah Otonom BaruStrategi Pembentukan Daerah Otonom Baru
Strategi Pembentukan Daerah Otonom Baru
 
Syarat pemekaran wilayah
Syarat pemekaran wilayahSyarat pemekaran wilayah
Syarat pemekaran wilayah
 
Masalah Pembentukan Daerah Otonom Baru
Masalah Pembentukan Daerah Otonom BaruMasalah Pembentukan Daerah Otonom Baru
Masalah Pembentukan Daerah Otonom Baru
 
Lampiran ketentuan pemekaran dlm pp 78 2007
Lampiran ketentuan pemekaran dlm pp 78 2007Lampiran ketentuan pemekaran dlm pp 78 2007
Lampiran ketentuan pemekaran dlm pp 78 2007
 
วารสาร ก.ค. ส.ค.2559
วารสาร ก.ค. ส.ค.2559วารสาร ก.ค. ส.ค.2559
วารสาร ก.ค. ส.ค.2559
 
Remidi sistem non linear trisni wulansari(1410501026)
Remidi sistem non linear trisni wulansari(1410501026)Remidi sistem non linear trisni wulansari(1410501026)
Remidi sistem non linear trisni wulansari(1410501026)
 
Apresente o infortask para sua empresa!
Apresente o infortask para sua empresa!Apresente o infortask para sua empresa!
Apresente o infortask para sua empresa!
 
Konsep pembiayaan pendidikan di era otonomi
Konsep pembiayaan pendidikan di era otonomiKonsep pembiayaan pendidikan di era otonomi
Konsep pembiayaan pendidikan di era otonomi
 
Azka "konsep pembiayaan pendidikan di era otonomi"
Azka "konsep pembiayaan pendidikan di era otonomi"Azka "konsep pembiayaan pendidikan di era otonomi"
Azka "konsep pembiayaan pendidikan di era otonomi"
 
İnsansız Kara Araçlarının Bugünü ve Geleceği
İnsansız Kara Araçlarının Bugünü ve Geleceğiİnsansız Kara Araçlarının Bugünü ve Geleceği
İnsansız Kara Araçlarının Bugünü ve Geleceği
 
BULANIK MANTIK(Fuzzy Logic)
BULANIK MANTIK(Fuzzy Logic)BULANIK MANTIK(Fuzzy Logic)
BULANIK MANTIK(Fuzzy Logic)
 
Konsep pembiayaan pendidikan di era otonom
Konsep pembiayaan pendidikan di era otonomKonsep pembiayaan pendidikan di era otonom
Konsep pembiayaan pendidikan di era otonom
 
Bulanık Mantık ve Örnek Uygulama
Bulanık Mantık ve Örnek UygulamaBulanık Mantık ve Örnek Uygulama
Bulanık Mantık ve Örnek Uygulama
 
Expose Pemekaran Wilayah
Expose Pemekaran WilayahExpose Pemekaran Wilayah
Expose Pemekaran Wilayah
 
Bulanik mantik sunum
Bulanik mantik sunumBulanik mantik sunum
Bulanik mantik sunum
 
Zed attack-proxy-web
Zed attack-proxy-webZed attack-proxy-web
Zed attack-proxy-web
 
4.Sanayi Devrimi (4th Industrial Revolution)
4.Sanayi Devrimi (4th Industrial Revolution) 4.Sanayi Devrimi (4th Industrial Revolution)
4.Sanayi Devrimi (4th Industrial Revolution)
 
Iot sistemler ve güvenlik
Iot sistemler ve güvenlikIot sistemler ve güvenlik
Iot sistemler ve güvenlik
 
Organisasi Muhammadiyah
Organisasi MuhammadiyahOrganisasi Muhammadiyah
Organisasi Muhammadiyah
 
Yapay Sinir Aglari
Yapay Sinir AglariYapay Sinir Aglari
Yapay Sinir Aglari
 

Ähnlich wie PEMEKARAN

Kebijakan dan perkembangan otonomi daerah di indonesia
Kebijakan dan perkembangan otonomi daerah di indonesiaKebijakan dan perkembangan otonomi daerah di indonesia
Kebijakan dan perkembangan otonomi daerah di indonesiaSyaifOer
 
Makalah otonomi daerah
Makalah otonomi daerahMakalah otonomi daerah
Makalah otonomi daerahAhmad Tien
 
Kesiapan maumere menjadi kota otonom jurnal tata kota
Kesiapan maumere menjadi kota otonom jurnal tata kotaKesiapan maumere menjadi kota otonom jurnal tata kota
Kesiapan maumere menjadi kota otonom jurnal tata kotaArdiyanto Maksimilianus
 
Makalah dampak pemekaran
Makalah dampak pemekaranMakalah dampak pemekaran
Makalah dampak pemekaranWarnet Raha
 
Makalah otonomi daerah
Makalah otonomi daerahMakalah otonomi daerah
Makalah otonomi daerahSilvia Ellen
 
Desentralisasi dan otonomi
Desentralisasi dan otonomiDesentralisasi dan otonomi
Desentralisasi dan otonomijenis6575
 
Diskusi Sesi 7.docx
Diskusi Sesi 7.docxDiskusi Sesi 7.docx
Diskusi Sesi 7.docxayiknina
 
Penataan Kewenangan Urusan Pemerintahan Desa dan Pengembangan SPM
Penataan Kewenangan Urusan Pemerintahan Desa dan Pengembangan SPMPenataan Kewenangan Urusan Pemerintahan Desa dan Pengembangan SPM
Penataan Kewenangan Urusan Pemerintahan Desa dan Pengembangan SPMTri Widodo W. UTOMO
 
Power_Point_Otonomi_Daerah.pptx
Power_Point_Otonomi_Daerah.pptxPower_Point_Otonomi_Daerah.pptx
Power_Point_Otonomi_Daerah.pptxsdnjelambar
 

Ähnlich wie PEMEKARAN (20)

Makalah pemekaran
Makalah pemekaranMakalah pemekaran
Makalah pemekaran
 
Makalah dampak pemekaran
Makalah dampak pemekaranMakalah dampak pemekaran
Makalah dampak pemekaran
 
Kebijakan dan perkembangan otonomi daerah di indonesia
Kebijakan dan perkembangan otonomi daerah di indonesiaKebijakan dan perkembangan otonomi daerah di indonesia
Kebijakan dan perkembangan otonomi daerah di indonesia
 
Makalah otonomi daerah
Makalah otonomi daerahMakalah otonomi daerah
Makalah otonomi daerah
 
Makalah otonomo daerah
Makalah otonomo daerahMakalah otonomo daerah
Makalah otonomo daerah
 
Kesiapan maumere menjadi kota otonom jurnal tata kota
Kesiapan maumere menjadi kota otonom jurnal tata kotaKesiapan maumere menjadi kota otonom jurnal tata kota
Kesiapan maumere menjadi kota otonom jurnal tata kota
 
Makalah pemekaran
Makalah pemekaranMakalah pemekaran
Makalah pemekaran
 
perkembangan otonomi daerah
perkembangan otonomi daerahperkembangan otonomi daerah
perkembangan otonomi daerah
 
Makalah dampak pemekaran
Makalah dampak pemekaranMakalah dampak pemekaran
Makalah dampak pemekaran
 
Makalah dampak pemekaran
Makalah dampak pemekaranMakalah dampak pemekaran
Makalah dampak pemekaran
 
Makalah
MakalahMakalah
Makalah
 
Makalah otonomi daerah
Makalah otonomi daerahMakalah otonomi daerah
Makalah otonomi daerah
 
Desentralisasi dan otonomi
Desentralisasi dan otonomiDesentralisasi dan otonomi
Desentralisasi dan otonomi
 
Otonomi Daerah
Otonomi DaerahOtonomi Daerah
Otonomi Daerah
 
Otonomi Daerah
Otonomi DaerahOtonomi Daerah
Otonomi Daerah
 
Pemekaran Wilayah.pdf
Pemekaran Wilayah.pdfPemekaran Wilayah.pdf
Pemekaran Wilayah.pdf
 
Diskusi Sesi 7.docx
Diskusi Sesi 7.docxDiskusi Sesi 7.docx
Diskusi Sesi 7.docx
 
Penataan Kewenangan Urusan Pemerintahan Desa dan Pengembangan SPM
Penataan Kewenangan Urusan Pemerintahan Desa dan Pengembangan SPMPenataan Kewenangan Urusan Pemerintahan Desa dan Pengembangan SPM
Penataan Kewenangan Urusan Pemerintahan Desa dan Pengembangan SPM
 
Power_Point_Otonomi_Daerah.pptx
Power_Point_Otonomi_Daerah.pptxPower_Point_Otonomi_Daerah.pptx
Power_Point_Otonomi_Daerah.pptx
 
Makalah pelaksanaan otonomi daerah STIP WUNA
Makalah pelaksanaan otonomi daerah STIP WUNA Makalah pelaksanaan otonomi daerah STIP WUNA
Makalah pelaksanaan otonomi daerah STIP WUNA
 

Mehr von Operator Warnet Vast Raha

Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiPermohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiOperator Warnet Vast Raha
 

Mehr von Operator Warnet Vast Raha (20)

Stiker kk bondan
Stiker kk bondanStiker kk bondan
Stiker kk bondan
 
Proposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bolaProposal bantuan sepak bola
Proposal bantuan sepak bola
 
Surat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehatSurat pernyataan nusantara sehat
Surat pernyataan nusantara sehat
 
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajarSurat pernyataan nusantara sehat fajar
Surat pernyataan nusantara sehat fajar
 
Halaman sampul target
Halaman sampul targetHalaman sampul target
Halaman sampul target
 
Makalah seni kriya korea
Makalah seni kriya koreaMakalah seni kriya korea
Makalah seni kriya korea
 
Makalah makromolekul
Makalah makromolekulMakalah makromolekul
Makalah makromolekul
 
126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul126895843 makalah-makromolekul
126895843 makalah-makromolekul
 
Kafer akbid paramata
Kafer akbid paramataKafer akbid paramata
Kafer akbid paramata
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Mata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budayaMata pelajaran seni budaya
Mata pelajaran seni budaya
 
Lingkungan hidup
Lingkungan hidupLingkungan hidup
Lingkungan hidup
 
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga penggantiPermohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
Permohonan untuk diterima menjadi tenaga pengganti
 
Odher scout community
Odher scout communityOdher scout community
Odher scout community
 
Surat izin keramaian
Surat izin keramaianSurat izin keramaian
Surat izin keramaian
 
Makalah keganasan
Makalah keganasanMakalah keganasan
Makalah keganasan
 
Perilaku organisasi
Perilaku organisasiPerilaku organisasi
Perilaku organisasi
 
Makalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetikaMakalah penyakit genetika
Makalah penyakit genetika
 
Undangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepaUndangan kecamatan lasalepa
Undangan kecamatan lasalepa
 
Bukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajakBukti registrasi pajak
Bukti registrasi pajak
 

PEMEKARAN

  • 1. PEMEKARAN WILAYAH : MENIMBULKAN MASALAH BARU OLEH : KURNIAWAN T ARIEF KATA PENGANTAR Karya Ilmiah ini dibuat pertama kali pada bulan tahun 2009 oleh penulis sewaktu menjabat dalam LEM (Lembaga Eksekutif Mahasiswa) Unswagati dan terus disempurnakan hingga saat ini. Rekomendasi karya ilmiah ini pada semester ke 1 tahun 2009 pernah disampaikan kepada Kementerian Dalam Negeri RI dan ditembuskan ke Presiden RI dalam membuat kebijakan perpanjangan Moratorium pembentukan daerah/wilayah baru, dan pernah disampaikan ke Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat dan DPRD Kota Cirebon sebagai jawaban atas wacana Tim P3C (Panitia Pembentukan Propinsi Cirebon) yang sebelumnya telah membuat Statuta Pembentukan Propinsi Cirebon yang hingga hari ini masih menjadi pro-kontra di tengah masyarakat Ciayumajakuning. Rangkuman essay ini berhak disebarluaskan dan digandakan ke semua kalangan yang memerlukan dengan syarat mencantumkan nama asli penulis yang tercantum diatas.
  • 2. BAB I PENDAHULUAN Pemekaran wilayah merupakan fenomena yang mengiringi penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia. Sebagian besar daerah yang mengalami pemekaran berada di wilayah luar Pulau Jawa. Sejak awal reformasi hingga akhir 2008, pertambahan daerah otonom di Indonesia sudah mencapai 203 buah. Jumlah itu terdiri dari 7 provinsi, 163 kabupaten dan 33 kota. Bahkan dalam triwulan akhir tahun 2008, telah disetujui 12 daerah otonom baru. Sehingga, jumlah daerah otonom di Indonesia menjadi 522 buah, yang terdiri dari 33 provinsi, 297 kabupaten dan 92 kota. "Sungguh disayangkan terberituknya daerah baru itu tidak berbanding lurus dengan peningkatan dan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Bahkan sebaliknya, di hampir sebagian besar daerah otonom baru itu, pertumbuhan kesejahteraan cenderung menurun, pelayanan publik cenderung stagnan, dan daya saing daerah pun belum mengemuka," kata Mendagri Mardiyanto.(Pikiran Rakyat,23/02/2009) Jika dibandingkan dengan negara tetangga Filipina, jumlah provinsi di Indoensia memang relatif lebih sedikit. Filipina hingga tahun 2002, memiliki 79 provinsi dari jumlah penduduk sebesar 86.241.697 jiwa dan luas daratan diperkirakan 300.000 km. Anggota Komisi II DPR RI Idrus Marham berpendapat, sebagian besar daerah hasil pemekaran pasca-reformasi gagal dan hanya sebagian kecil yang memenuhi harapan. Karena itu, pemekaran daerah harus dihentikan hingga ada kajian terbaik mengenai kewilayahan.
  • 3. Usulan pemekaran yang terjadi sekarang lebih banyak karena prakarsa maupun pernyataan orang tertentu. Jumlah terbanyak usulan pemekaran daerah selama ini berasal dari Legislatif/kepala derah. Kenyataannya, keinginan atau usulan pemekaran daerah selama ini minim dari kajian yang semestinya dilakukan. Keinginan memekarkan wilayah sekarang ini sangat elitis dan cenderung dipolitisir. Akibatnya, tujuan pemekaran wilayah itu lebih banyak akibat ambisi kekuasan para elite. Pemekaran wilayah menjadi alat tawar menawar antara masyarakat dengan tokoh yang ingin menjadi pemimpin di wilayah baru itu. Mantan Menteri Keuangan Sri MuIyani merasa prihatin jika lahirnya provinsi, kabupaten serta kota yang baru mengakibatkan ratusan miliar rupiah habis untuk membangun kantor bupati, gubernur serta wall kota yang baru disertai kantor DPRD yang baru hingga pembuatan baju seragam yang baru. "Saya sering diminta oleh bupati dan wali kota baru untuk membantu membangun kantor perbendaharaan negara yang baru dan kemudian kantor jaksa, polisi yang baru,akibat pemekaran itu. Pada hal seharusnya dana itu dimanfaatkan memperbaiki untuk meningkatkan pelayanan publik," kesejahteraan kata Sri rakyat Mulyani. serta .(Pikiran Rakyat,23/02/2009) Banyak para ahli mengingatkan, banyaknya komplikasi yang timbul sebagai akibat dari pelaksanaan pemekaran di Indonesia, maka persetujuan untuk dapat melakukan pemekaran di masa mendatang perlu dilakukan secara ketat dan sangat hati-hati. Untuk keperluan ini, maka kebijakan pertama yang perlu dilakukan adalah menentukan jumlah provinsi, serta kabupaten/kota yang dapat dimekarkan sampai tahun 2025 mendatang. Kajian ini perlu
  • 4. dilakukan agar legislatif, dapat pengambil keputusan, menentukan sampai baik eksekutif jumlah berapa maupun sebaiknya pemekaran daerah dapat dilakukan di Indonesia pada tahun 2025 mendatang. Khusus untuk kajian bidang sosial ekonomi, maka jumlah provinsi maksimum untuk Indonesia sampai tahun 2025 mendatang adalah tidak lebih dari 39 provinsi. Jumlah provinsi yang telah ada di Indonesia sampai tahun 2009 adalah 33 provinsi. Dengan demikian, masih terdapat peluang untuk melakukan pemekaran daerah baru sebanyak enam provinsi lagi sampai tahun 2025 mendatang. Namun demikian, persetujuan untuk mengizinkan pemekaran daerah itu harus dilakukan secara ketat dan sangat hatihati. Persetujuan daerah otonomi baru itu pun harus memperhatikan dampak negatif yang dapat ditimbulkannya, baik dari segi sosial, ekonomi dan keuangan untuk daerah pemekaran baru maupun daerah induk serta kepentingan nasional secara keseluruhan. Menurut Pakar Otonomi Daerah Eko Prasojo (2007) Pemekaran memang tidak boleh diharamkan, tetapi pemekaran yang tidak tepat menyebabkan inefisiensi bagaimanapun, penyelenggaraan kekuatan penggunaan keuangan pemerintah keuangan negara memiliki negara. untuk keterbatasan. Sebab membiayai Problem pemekaran terjadi karena kepentingan politik elite lebih menonjol daripada kepentingan kesejahteraan masyarakat. Secara politis, pemekaran juga diartikan sebagai "pembukaan" lapangan pekerjaan politik menjadi anggota DPRD dan lapangan jabatan baru lain yang muncul sebagai konsekuensi terbentuknya daerah otonom. Pemekaran juga sekaligus membuat konfigurasi baru kekuatan partai politik di daerah yang dimekarkan yang bisa saja berbeda
  • 5. dengan daerah induknya. Terkait dengan implementasi kebijakan PP 129/2000, bisa dikatakan bahwa persetujuan politik pemekaran daerah sering berada "dalam ruang gelap". Ukuran persetujuan lebih sering dilakukan secara administratif oleh tim konsultan, sedangkan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah tidak berdaya untuk menolak pemekaran. Prosedur pemekaran daerah (OTDA ) pun diusulkan sebaiknya berasal dari pemerintah dan tidak dari DPR, sehingga pembahasan terhadap kelayakan bersama dengan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) dapat dilakukan dengan baik berdasarkan data dan informasi yang tersedia dari kementerian terkait. Pengusulan administrasi itu susuai pun dengan harus memenuhi ketentuan yang persyaratan berlaku yang menyangkut dengan surat persetujuan dari pihak yang berwenang seperti DPRD dan kepala daerah yang bersangkutan. Sementara semakin jauh dari ibu kota daerah maka akan semakin tertinggal pula daerah itu, sehingga para elite dari masyarakat yang berada di daerah yang tertinggal itu berupaya untuk menghadirkan pemerintahan sendiri. Ketiga, dan ini sering tidak diungkap sebagai alasan tertulis, adalah upaya untuk bagi-bagi kekuasaan di tingkat lokal. Perputaran elite di tingkat yang begitu lambat, bahkan sejumlah elite daerah yang sudah keenakan di kursi kekuasaan dan jabatan, terus mempertahankannya dengan berbagai cara, sehingga muncul kecemburuan dari para elite lain yang juga haus kekuasaan. Alasan pertama dan kedua tentu saja dapat kita benarkan baik secara sosiologis maupun secara yuridis, sedangkan alasan ketiga yang mendominasi munculnya daerah-daerah pemekaran baru adalah sebuah dosa politik yang dilakukan oleh elit politik terhadap rakyatnya. Sebuah kesalahan memaknai otonomi daerah.
  • 6. Konflik di antara para elite lokal itu dalam memperebutkan kekuasaan dan jabatan sering tak bisa dihindari, termasuk di dalamnya melibatkan rakyat (arus bawah) dalam wujud konflik horizontal (antara lain terbukti pada kasus Mamassa, Sulawesi Selatan, dan Morowali, Sulawesi Tengah,Tapanuli Utara dll). Akibatnya, dengan berbagai cara pula berupaya memekarkan daerah sehingga bisa memperoleh jabatan atau kekuasaan di daerah baru itu. Apalagi bagi mereka yang sudah berjasa dalam memperjuangkan daerah pemekaran, sudah memosisikan diri sebagai pihak yang harus dapat bagian jatah kursi jabatan atau politik dan kekuasaan di daerah baru itu. Pemekaran Daerah telah menguras enerji Pemerintah Provinsi dan prosesnya sering menimbulkan ketidakstabilan daerah. Pemekaran sering kurang memperhatikan aspek kemampuan daerah (yang akan dimekarkan). Sebaiknya ketentuan tentang pemekaran harus lebih mengedepankan faktor-faktor yang dimiliki daerah yang berkaitan langsung dengan kemampuan daerah pemekaran untuk menyelenggarakan pelayanan publik lebih baik dibandingkan dengan daerah induknya. Pemekaran saat ini lebih tinggi bobot politiknya daripada aspek kondisi obyektif daerah. Harus ada audit independent yang komprehensif yang mengevaluasi kelayakan pemekaran dan ada masa transisi untuk pemekaran yang diawasi oleh daerah induk. Setelah menunjukkan kinerja yang baik baru dimekarkan.
  • 7. DASAR PEMIKIRAN 1. UU No. 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah 2. UU No 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah 3. PP No. 78 Tahun 2007 Tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah 4. UU Nomor 32 Tahun 2004 5. Statuta Pembentukan Provinsi Cirebon ( P3C ) pada tahun 2009 MAKSUD DAN TUJUAN PENYUSUNAN KAJIAN 1. Membuat analisa kebijakan berdasarkan kajian akademis yang berimbang 2. Memperoleh rekomendasi untuk kemudian diolah menjadi sebuah referensi kebijakan secara empiris 3. Membuat literature terapan berdasar literature yang berasal dari berbagai data dan studi yang dapat dijadikan pembanding serta penyeimbang kebijakan 4. Mengawal proses pendewasaan politik local yang berimplikasi bagi kesejahteraan masyarakat wilayah regional bukan untuk aspirasi satu kelompok local yang berkepentingan saja 5. Memfollow up dan merangsang terciptannya good-governance dan goodpolitical will bagi iklim birokrasi pemerintahan di Wilayah III Cirebon
  • 8. BAB II PEMBAHASAN menurut PP 78 2007 Sasaran pemekaran daerah yang diharapkan sebagai implementasi Otonomi daerah adalah : 1. Tercapainya sinkronisasi dan harmonisasi peraturan perundangundangan pusat dan daerah, 2. Meningkatnya kerjasama antar pemerintah daerah. 3. Terbentuknya kelembagaan pemerintah daerah yang efektif, efisien, dan akuntabel. 4. Meningkatnya kapasitas pengelolaan sumberdaya aparatur pemerintah daerah yang profesional dan kompeten. 5. Terkelolanya sumber dana dan pembiayaan pembangunan secara transparan, akuntabel, dan profesional 6. Tertatanya daerah otonom baru. Guru besar Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Indonesia, Prof. Dr. Eko Prasojo dkk, dalam makalah "Grand Desain Penataan Daerah dari Aspek Sosial, Politik dan Budaya" menyebutkan, pemekaran daerah akan diikuti oleh pembagian, bahkan pemecahan sumber daya yang dimiliki daerah. Pembagian ataupun pemecahan itu terjadi baik di tingkat elite maupun masyarakat, bahkan antara elite dengan konsekuensi massa, ikutan sehingga yang sulit konflik merupakan dihindari. Kemudian rangkaian beberapa permasalahan yang timbul akibat pelaksanaan otonomi daerah adalah 1. Penyelenggaraan otonomi daerah oleh Pemerintah Pusat selama ini cenderung tidak dianggap sebagai amanat konstitusi sehingga proses desentralisasi menjadi tersumbat.
  • 9. 2. Kuatnya kebijakan sentralisasi membuat semakin tingginya ketergantungan daerah-daerah kepada pusat yang nyaris mematikan kreatifitas masyarakat beserta seluruh perangkat pemerintahan di daerah. 3. Adanya kesenjangan yang lebar antara daerah dan pusat dan antar-daerah sendiri dalam kepemilikan sumber daya alam, sumber daya budaya, infrastruktur ekonomi, dan tingkat kualitas sumber daya manusia. 4. Adanya kepentingan melekat pada berbagai pihak yang menghambat penyelenggaraan otonomi daerah Salah wacana politik lokal yang cukup hangat sejak otonomi penuh ini adalah pemekaran wilayah. akhir-akhir ini merupakan salah satu tema politik yang menggelembung dimasyarakat. Menurut Laode Ida ( 2005) ada beberapa alasan yang muncul ketika sebuah daerah dimekarkan; Pertama, dikaitkan dengan rentang kendali suatu wilayah daerah yang dianggap terlalu luas, sehingga untuk mendekatkan pihak pengambil kebijakan (yang bertempat di ibu kota pemerintahan daerah) dengan masyarakat, dipandang perlu menghadirkan pemerintahan daerah meningkatkan kualitas baru. suatu Alasan pelayanan institusi ini terkait pemerintah dan struktur dengan daerah upaya terhadap masyarakatnya. Kedua, dalam rangka menciptakan pemerataan pembangunan, karena kenyataannya konsentrasi kegiatan dan pertumbuhan pembangunan (ekonomi) selalu berada di ibu kota pemerintahan daerah dan wilayah sekitarnya. Departemen Dalam Negeri sesungguhnya pernah melakukan evaluasi terhadap daerah otonom baru itu. Berdasarkan hasil evaluasi Depdagri tahun 2007, terhadap 148 daerah otonom baru yang dibentuk mulai tahun 1999 sampai 2005, diperoleh gambaran banyaknya daerah otonom baru yang tidak atau belum mampu
  • 10. menunjukkan kemajuan yang berarti. Sebenarnya, pemerintah telah mengantisipasi dari obsesi tuntutan pemekaran daerah atau pembentukan daerah otonom itu. Salah satunya yaitu pemerintah memperketat persyaratan pembentukan derah pemekaran yang tertuang dalam Paraturan Pemerintah (PP) No. 78/2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Untuk membentuk sebuah provinsi minimal harus ada lima (5) kabupaten/kota PP No. 78/2007 itu merupakan penyempumaan dari PP No. 129/2000. PP No. 129/2000 tentang Persyaratan dan Pembentukan Derah Pemekaran, mensyaratkan, pembentukan provinsi minimal harus ada 3 kabupaten/kota, pembentukan kabupaten/kota minimal 3 kecamatan.Pengaturan lainnya yakni batas usia daerah otonom baru dapat dimekarkan kembali jika telah berusia 10 tahun untuk provinsi, dan tujuh tahun untuk kabupaten/kota. PP itu pun tentang persyaratan pembentukan daerah pemekaran itu nantinya akan memuat pula tantang kajian daerah yang akan dimekarkan. Pada PP No. 129/2000, kajian terhadap daerah pemekaran itu hanya memuat tujuh kriteria kuantitatif. Maka dalam RPP akan memuat 11 penilaian kuantitatif terhadap kajian daerah pemekaran. ( Pasal 6 PP 78 2007) Sebelas penilaian kuantitatif itu yakni factor : 1. Kependudukan, 2. Kemampuan Keuangan, 3. Kemampuan Ekonomi masyarakat, 4. Sosial Budaya, 5. Sosial Politik 6. Potensi Daerah, 7. Luas Daerah, 8. Pertahanan, 9. Keamanan,
  • 11. 10. Tingkat Kesejahteraan Masyarakat 11. Rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan. Mekanisme pembentukan/pemekaran daerah otonom baru dilaksanakan dengan dua cara yaitu: a. Mekanisme pembentukan/pemekaran daerah melalui Pemerintah. b. Mekanisme pembentukan/pemekaran daerah melalui Hak Inisiatif DPR/DPRD Mekanisme pemekaran daerah melalui Pemerintah didasarkan pada UU Nomor 22 Tahun 1999 sebagaimana direvisi dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Kedua UU tersebut mengatur mengenai pembentukan daerah dan sebagai aturan pelaksananya diatur dalam PP Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. Karena UU Nomor 22 Tahun 1999 telah direvisi menjadi UU Nomor 32 Tahun 2004, maka pelaksanaan pembentukan daerah juga sekarang mengacu pada PP Nomor 78 Tahun 2007. Dalam UU dan peraturan tersebut dinyatakan bahwa pembentukan daerah harus memenuhi persyaratan administratif, teknis dan fisik kewilayahan. Mekanisme pemekaran daerah melalui hak inisiatif DPR didasarkan pada hak legislasi DPR dalam membentuk UU yang salah satunya adalah UU Pembentukan Daerah. DPR mengajukan usulan UU Pembentukan Daerah berdasarkan usulan masyarakat yang disampaikan kepada DPR. Dalam beberapa tahun terakhir, usulan pembentukan beberapa daerah dilakukan melalui mekanisme hak inisiatif DPR sehingga alasan politis lebih dominan dibandingkan alasan teknis. Bahkan dari hasil wawancara terungkap bahwa Kepala Pemerintah dari daerah induk sendiri awalnya tidak tahu adanya usulan pemekaran daerah dari masyarakatnya yang disampaikan ke DPR.
  • 12. Sebagaimana diketahui, dalam PP 78 2007 tentang syarat pembentukan daerah baru yaitu : Pasal 4 (1) Pembentukan daerah provinsi berupa pemekaran provinsi dan penggabungan beberapa kabupaten/kota yang bersandingan pada wilayah provinsi yang berbeda harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan. (2) Pembentukan daerah kabupaten/kota berupa pemekaran kabupaten/kota dan penggabungan beberapa kecamatan yang bersandingan pada wilayah kabupaten/kota yang berbeda harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan. Pasal 5 (1) Syarat administratif pembentukan daerah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat(1) meliputi: a. Keputusan masing-masing DPRD kabupaten/kota yang akan menjadi cakupan wilayah calon provinsi tentang persetujuan pembentukan calon provinsi berdasarkan hasil Rapat Paripurna; b. Keputusan bupati/walikota ditetapkan dengan keputusan bersama bupati/walikota wilayah calon provinsi tentang persetujuan pembentukan calon provinsi; c. Keputusan DPRD provinsi induk tentang persetujuan pembentukan calon provinsi berdasarkan hasil Rapat Paripurna; d. Keputusan gubernur tentang persetujuan pembentukan calon provinsi; dan e. Rekomendasi Menteri. (2) Syarat administratif pembentukan daerah kabupaten/kota dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2),meliputi: a. Keputusan DPRD kabupaten/kota induk tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota;
  • 13. b. Keputusan bupati/walikota induk tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota; c. Keputusan DPRD provinsi tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota; d. Keputusan gubernur tentang persetujuan pembentukan calon kabupaten/kota; dan e. Rekomendasi Menteri. (3) Keputusan DPRD kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan ayat (2)huruf a diproses berdasarkan aspirasi sebagian besar masyarakat setempat. (4) Keputusan DPRD provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berdasarkan aspirasi sebagian besar masyarakat setempat yang dituangkan dalam keputusan DPRD kabupaten/kota yang akan menjadi cakupan wilayah calon provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3). Pasal 6 (1) Syarat teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi faktor kemampuan ekonomi,potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, kemampuan keuangan, luas tingkat daerah, pertahanan,keamanan, kesejahteraan masyarakat, dan rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan daerah. (2) Faktor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinilai berdasarkan hasil kajian daerah terhadap indikator sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. (3) Suatu calon daerah otonom direkomendasikan menjadi daerah otonom baru apabila calon daerah otonom dan daerah induknya mempunyai total nilai seluruh indikator dan perolehan nilai indikator faktor kependudukan, faktor kemampuan ekonomi, faktor potensi
  • 14. daerah dan faktor kemampuan keuangan dengan kategori sangat mampu atau mampu. ASPEK- ASPEK PENENTU KEBERHASILAN Perencanaan bagi program-program pelaksanaan pembangunan memerlukan informasi yang dapat menyajikan gambaran sebenarnya di lapangan (represent reality). Semua informasi yang ada tersebut berguna sebagai penunjang bagi analisis, monitoring dan evaluasi suatu kebijakan. Dari sini dapat dilihat pentingnya pemanfaatan data yang relevan dengan kualitas yang baik dan dari sumber yang terpercaya dikarenakan kecermatan dan konsistensi data sangat diperlukan untuk mencegah kekeliruan kesimpulan yang dapat terjadi di kemudian hari secara dini. Analisa yang akan dibuat dalam makalah ini berdasarkan referensi dari PP 78 2007 pasal 22 ayat 1 dan 2 dimana di pasal tersebut disebutkan bahwa daerah otonom baru dapat dihapus kembali apabila setelah melalui proses evaluasi terhadap kiner4ja penyelenggaraan pemerintahan dan evaluasi kemampuan penyelenggaraan otonomi daerah dinyatakan tidak mampu dan mengalami disorientasi tujuan penyelanggaraan otonomi daerah dan pemekaran wilayah ASPEK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Aspek kesejahteraan masyarakat adalah satu syarat mutlak yang paling nyata terasa dalam penilaian berhasil/ tidaknya pembangunan yang dilaksanakan dalam suatu lingkup wilayah. Cakupan penilaian itu meliputi indeks Pembangunan Manusia yang terkomposisi dari aspek pendidikan, kesehatan, daya beli,akses pelayanan public, dan pemenuhanan sarana dan prasarana.
  • 15. ASPEK PELAYANAN PUBLIK Pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundangundangan. Berdasarkan organisasi yang menyelenggarakannya, pelayanan publik atau pelayanan umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh organisasi privat, adalah semua penyediaan barang atau jasa publik yang diselenggarakan oleh swasta, seperti misalnya rumah sakit swasta, PTS, perusahaan pengangkutan milik swasta. 2. Pelayanan publik atau pelayanan umum yang diselenggarakan oleh organisasi publik. Yang dapat dibedakan lagi menjadi : a. Yang bersifat primer dan,adalah semua penye¬diaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah yang di dalamnya pemerintah merupakan satu-satunya penyelenggara dan pengguna/klien mau tidak mau harus memanfaatkannya. Misalnya adalah pelayanan di kantor imigrasi, pelayanan penjara dan pelayanan perizinan. b. Yang bersifat sekunder, adalah segala bentuk penyediaan barang/jasa publik yang diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi yang di dalamnya pengguna/klien tidak harus mempergunakannya karena adanya beberapa penyelenggara pelayanan.
  • 16. Sementara itu, sebuah penelitian yang dilakukan pada akhir 2008 menyebutkan bahwa Kota Cirebon menempati peringkat ke-41 dengan skor 3,82. Peringkat IPK ini adalah peringkat ke 9 tingkat kota dengan Indeks korupsi terparah Se-Indonesia.survei yang dilakukan oleh Transparency International Indonesia dan Departemen Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dilaksanakan sejak September hingga Desember 2008.itu melibatkan responden pengusaha (60%), pejabat publik (30%), dan tokoh masyarakat (10 %). Dan survey pada tahun 2010 pun, Kota Cirebon kembali di daulat menjadi kota terkorup se Indonesia dengan berada pada peringkat ke 1 dengan perolehan hasil poin 3,61 sama dengan kota Pekanbaru. Yang menjadi pertanyaan kembali adalah, „ Bagaimana bisa mencapai tujuan dari manfaat otonomi derah yang sudah disebutkan dalam pendahuluan makalah ini, apabila SDM aparatur dan Institusi public yang ada di kota Cirebon belum mampu untuk mengemban amanah yang seharusnya. Dikarenakan budaya korupsi sudah sangat tidak layak untuk ditutup-tutupi keberadaanya di lingkungan intistusi pelayanan public yang ada di wilayah Cirebon. Ironis memang, manakala SDM aparatur belum memilki kesiapan, mereka sudah bernafsu untuk mengelola SDA secara lebih leluasa tanpa adanya pengawasan yang lebih intens dan kontuinitas. ASPEK DAYA SAING DAERAH Menurut UNDP (1995), paradigma pembangunan terdiri dari 4 (empat) komponen utama, yaitu : (1) Produktifitas, masyarakat harus dapat meningkatkan produktifitas mereka dan berpartisipasi secara penuh dalam proses memperoleh penghasilan dan pekerjaan berupah. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi pembangunan manusia, adalah salah satu bagian dari jenis
  • 17. (2) Ekuitas, masyarakat harus punya akses untuk memperoleh kesempatan yang adil. Semua hambatan terhadap peluang ekonomi dan politik harus dihapus agar masyarakat dapat berpartisipasi di dalam dan memperoleh manfaat dari kesempatan-kesempatan ini, (3) Kesinambungan, akses untuk memperoleh kesempatan harus dipastikan tidak hanya untuk generasi sekarang tapi juga generasi yang akan datang. Segala bentuk permodalan fisik, manusia, lingkungan hidup, harus dilengkapi, (4) Pemberdayaan, pembangunan harus dilakukan oleh masyarakat dan bukan hanya untuk mereka. Masyarakat harus berpartisipasi penuh dalam mengambil keputusan dan proses-proses yang mempengaruhi kehidupan mereka. REKOMENDASI 11 penilaian kuantitatif terhadap kajian daerah pemekaran. ( Pasal 6 PP 78 2007) Sebelas penilaian kuantitatif itu yakni factor : 1. Kependudukan, 2. Kemampuan Keuangan, 3. Kemampuan Ekonomi masyarakat, 4. Sosial Budaya, 5. Sosial Politik 6. Potensi Daerah, 7. Luas Daerah, 8. Pertahanan, 9. Keamanan, 10. Tingkat Kesejahteraan Masyarakat 11. Rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan. Kesebelas penilaian kuantitatif tersebut akan kami urai berdasarkan data yang terhimpun untuk menghasilkan sebuah rekomendasi dan pernyataan sikap.
  • 18. 1. Kependudukan Tabel 1. Wilayah Jumlah Penduduk Kota Cirebon 284.226 jiwa Kabupaten Cirebon 2. 449. 529 Jiwa Kabupaten Kuningan 1. 703. 818 Jiwa Kabupaten 1. 207. 556 Jiwa Majalengka Kabupaten 1. 102. 354 Jiwa Indramayu Sumber : BPS Jabar 2008 Tingkat Kepadatan Penduduk : 144,23/km2 Menurut Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemberdayaan Perempuan, dan Keluarga Berencana (BPMP2KB) laju pertumbuhan penduduk alami Kota Cirebon saat ini 1,68 persen. Adapun laju pertumbuhan penduduk yang juga dihitung dari angka urbanisasi bisa lebih dari 1,7 persen. Pertambahan penduduk tersebut didominasi perpindahan warga dari kabupaten-kabupaten di sekitarnya. Mengacu pada data BPMP2KB, jumlah penduduk alami Kota Cirebon bulan Mei 2009 sebanyak 270.445 jiwa. Adapun berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlahnya sudah lebih dari 290.000 jiwa. Sementara berdasar dari data BPS, jumlah penduduk Kota Cirebon tahun 1970 sebanyak 178.529 jiwa dan mengalami peningkatan menjadi 273.101 jiwa pada tahun 2000. Dengan demikian apabila tidak ada pengendalian angka kelahiran dan migrasi, diperkirakan jumlah penduduk yang menetap di Kota Cirebon bisa mencapai 400.000 jiwa pada 2019. Jumlah itu sudah melebihi daya tampung ideal Kota Cirebon yang luasnya hanya 37 kilometer persegi itu.
  • 19. Bahkan jumlah penduduk Kota Cirebon bisa enam kali lipat pada siang hari, mencapai 2 juta jiwa. Setelah jam lima sore, jumlahnya hanya tinggal 270.000-an jiwa.. Hal ini terjadi karena Kota Cirebon merupakan magnet bagi penduduk di wilayah sekitarnya, seperti Kabupaten Cirebon, Kuningan dan Indramayu. Hampir seluruh kegiatan ekonomi, seperti perdagangan, jasa, dan wisata, berpusat di Kota Cirebon. (Indra Yusuf) Jumlah total penduduk di lima wilayah yang ada adalah sebanyak 6.437.631 jiwa. Artinya, berdasarkan data jumlah penduduk yang ada, Rekomendasinya adalah : harus ada suatu penhimpunan data dan Studi analisa statistic secara empiris dan faktual yang mampu mewakili seluruh penduduk Wilayah III Cirebon apakah menolak/menerima pembentukan provinsi baru berdasarkan mekanisme kajian derah yang disebutkan dalam PP 78 2007 2. Kemampuan Keuangan - Rasio PDS terhadap PDRB Non Migas : - Rasio PDS terhadap PDRB Non Migas 329.805 : - Jumlah DAU 23.948 : - Jumlah PDS : 2.148.741.056 195.325.844 Menurut UU No 25 Tahun 1999 , tingkat kemampuan keuangan suatu pemerintahan daerah adalah salah satu factor penentu kecepatan dan keberhasilan pembangunan di suatu wilayah. Sumber penerimaan daerah terdiri atas : 1. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari kelompok Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Perusahaan milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Pendapatan Asli Daerah; Daerah yang Dipisahkan dan Lain-Lain
  • 20. 2. Dana Perimbangan yang terdiri dari Bagi Hasil Pajak dan Bagi Hasil Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum, dan Dana Alokasi Khusus; 3. Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah. Dari Wacana diatas dapat dilihat bahwa sebetulnya sumber penerimaan dominan bagi APBD adalah dari Pajak Daerah, (Sumber.Kajian Arah Pengelolaan Pendapatan Daerah ) Sebagaimana diketahui pajak memiliki kepastian tinggi, dipungut berdasarkan landasan legal yang kuat dan tidak terkait dengan pemberian layanan tertentu.Struktur penerimaan yang cukup kokoh ini walaupun demikian tetap menyimpan peluang untuk mengalami keguncangan, apabila PAD mengalami penurunan yang drastis, sementara Dana Perimbangan tidak terlalu besar. Artinya perlu dilakukan upaya untuk selalu menjaga penerimaan PAD dan tingkat pertumbuhannya, agar kapasitas pembangunan daerah tetap terjaga. Seandainya penerimaan pajak mengalami penurunan atau relatif konstan, maka hal ini dapat menjadi ancaman bagi kapasitas pembangunan daerah yang baru dimekarkan. Atas kajian yang dilakukan, maka kami merekomendasikan : Perlu dilakukan terlebih dahulu penguatan kemampuan ekonomi masyarakat yang tentunya setelah pembentukan wilayah baru, nantinya masyarakatlah yang paling terbebani dengan perimbangan keuangan wilayah baru yang merupakan konsistensi pemekaran wilayah sebagai penyandang dana retribusi serta pajak – pajak daerah yang akan semakin besar mengikuti besaran kebutuhan biaya pembangunan awal dari Pemekaran dan pembentukan wilayah baru. 3. Kemampuan Ekonomi Masyarakat Pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, pemerataan pendapatan dan memperluas kesempatan kerja. Untuk mengukur perkembangan
  • 21. ekonomi di suatu daerah dapat diamati melalui pertumbuhan ekonomi makro dan indikator ekonomi lainnya. Di samping itu, data statistik dan indikator ekonomi dapat digunakan untuk menganalisis dan menentukan arah kebijaksanaan serta mengevaluasi hasil pembangunan. Salah satu indikator ekonomi yang diperlukan untuk mendapatkan gambaran mengenai perekonomian regional secara makro adalah data PDRB. - PDRB Non Migas/ Kapita - Pertumbuhan Ekonomi - Kontribusi PDRB Non Migas : 89.723.995,64 : 8,9 % : 19,10 % Rekomendasi : acuan Penguatan Kemampuan Keuangan Daerah sebagai subsistem Penopang APBD Pembangunan daerah yang salah satunya bersumber dari sektor kemampuan ekonomi masyarakat dalam hal Pajak dan Retribusi yang nantinya akan di bebankan ke masyarakat. 4. Sosial Budaya Dalam Jawa Barat Ada 2 subsistem kebudayaan, pertama; Kebudayaan Masyarakat Sunda, ;kedua, kebudayaan Masyarakat Pantura/Cirebon. Apabila dua macam budaya yang ada dijadikan sebagai agitasi pembentukan wilayah baru karena masyarakat cenderung berpandangan bahwa masyarakat Cirebon bukan bagian dari kebudayaan sunda, kami menyarankan baiknya banyak – banyak membaca literature tentang sejarah kebudayaan Cirebon. 5. Sosial Politik
  • 22. - Rasio Jumlah Penduduk yng Memiliki hak Pilih - : 4.605.147 Rasio IPK ( Indeks Persepsi Korupsi ) : 3,82 (Nilai 1-10) Rekomendasi : Perbaiki dan tingkatkan terlebih dahulu indeks Kualitas SDM dalam goodgovernance culture yang ada sebelum mengelola SDA. 6. a. Potensi Daerah Sosial - Perbandingan PNS pada Penduduk : 8,51 % - Rasio prasarana jalan bagi kendaraan : 0,002 - Rasio tenaga kesehatan : 3,50 - Rasio Fasilitas Kesehatan b. : 1,56 Ekonomi - Rasio Pertokoan - Rasio Pasar : 0,08 - Rasio Bank dan Lembaga Keuangan c. : 0.15 : 0,28 Pendidikan - Pekerja yang Berpendidikan Terakhir SLTA : 40,50 % - Pekerja yang Berpendidikan Sarjana - Pekerja yang berpendidkan dibawah SMA 7. : 20,25 % : 39,25 % Luas Daerah - Luas wilayah III Cirebon : 4.517,32 Km - Pemanfaatan Luas Wilayah :7% 8. Pertahanan
  • 23. - Rasio perbandingan aparat Pertahanan dan Keamanan dengan luas wilayah 9. : 1 : 66,31 Km Keamanan Idem 10. Tabel Tingkat Kesejahteraan Masyarakat 2. Angka IPM dan Komponennya Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2004 - 2006 *) No Kabupaten/ Kota (1) (2) IPM 2004 2005 2006 (33) (34) (35) 1 Kab. Bogor 68,10 68,99 69,79 2 Kab. Sukabumi 67,56 68,54 69,04 3 Kab. Cianjur 66,18 66,79 67,44 4 Kab. Bandung 68,52 69,16 70,41 5 Kab. Garut 66,31 67,03 68,61 6 Kab. Tasikmalaya 68,46 69,08 69,74 7 Kab. Ciamis ** 70,89 71,08 71,95 8 Kab. Kuningan 68,00 68,80 69,17 9 Kab. Cirebon 63,97 64,58 65,51 10 Kab. Majalengka 68,01 68,52 68,81 11 Kab. Sumedang 70,65 71,40 71,66 12 Kab. Indramayu 63,24 64,48 65,72 13 Kab. Subang 68,20 68,47 69,06 14 Kab. Purwakarta 68,86 69,52 69,85 15 Kab. Karawang 65,04 66,35 66,95 16 Kab. Bekasi 73,78 73,92 71,08 17 Kota Bogor 74,64 74,94 75,09
  • 24. 18 Kota Sukabumi 73,96 74,58 75,09 19 Kota Bandung 77,17 77,42 77,48 20 Kota Cirebon 71,92 72,52 73,05 21 Kota Bekasi 74,95 75,48 75,65 22 Kota Depok 76,85 77,81 77,97 23 Kota Cimahi 73,83 75,16 75,25 24 Kota Tasikmalaya 71,05 71,62 72,33 25 Kota Banjar ** 71,52 71,82 71,94 68,36 69,35 70,28 Jawa Barat Sumber :Kompilasi Data Kab/kota Jawa barat 11. Rentang Kendali Penyelenggaraan Pemerintahan. - Rata – rata Jarak Kab/kota ke pemerintah Pusat - Rata – rata waktu Tempuh Ke Pemerintah Pusat : 120 Km : 1, 5 Jam KESIMPULAN Pemekaran daerah otonom baru dalam implementasinya memang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta menciptakan daerah makin mandiri dandemokratis.Namun, Tujuan ini dapat diwujud nyatakan melalui peningkatan profesionalisme birokrat daerah untuk dapat menyelenggarakan pemerintahan yang efisien dan efektif, dapat meningkatkan pelayanan dasar publik, dapat menciptakan kesempatan lebih luas untuk masyarakat, serta dapat akses langsung pada unit‐unit pelayanan publik yang tersebar dan mudah dijangkau oleh masyarakat pedesaan maupun kota. Rata‐rata tingkat kesejahteraan masyarakat di Daerah Otonom Baru (DOB) sebelum pemekaran umumnya lebih sejahtera dibandingkan rata‐rata Daerah Induknya, akan tetapi perkembangan
  • 25. peningkatan kesejahteraan ini semakin menurun. Hal ini ditunjukan dengan pertumbuhan ekonominya semakin terkejar oleh pertumbuhan ekonomi di Daerah Induknya. Artinya perkembangan kinerja di DOB relative tidak lebih baik dibandingkan perkembangan kinerja di daerah Induknya. Pemekaran daerah juga berdampak negatif terhadap APBN dan APBD Provinsi. Berbagai konsekuensi biaya pemekaran, diantaranya: berkurangnya rata‐rata DAU tiap daerah, total DAK prasarana dari APBN meningkat tapi DAK tiap daerah menurun, pembiayaan instansi‐instansi vertikal di daerah, pembiayaan sarana‐sarana pelayanan umum, dana pendamping DAK dari APBD, serta dana bantuan dari APBD Provinsi induk. Selama 3 tahun terakhir, ratarata beban biaya provinsi baru, tiap tahun sekitar Rp 56 Milliar. Mekanisme insentif perlu diciptakan bagi daerah otonom baru yang kinerjanya kurang baik dibandingan sebelum pemekaran, serta bersedia untuk digabungkan kembali dengan daerah induk, misalnya gunakan dana penyesuaian untuk pembiayaan insentif fiskal mendorong penggabungan. Mekanisme disinsentif bagi daerah yang ingin melakukan pemekaran daerah otonom baru sebenarnya mudah diterapkan, asalkan mekanisme pembentukan/pemekaran daerah otonom baru sesuai aturan yang berlaku, yaitu sebagaimana dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 serta dalam PP 78 tahun 2007, dimana pembentukan daerah harus memenuhi persyaratan administratif, teknis dan fisik kewilayahan. Hasil survei menunjukkan semua daerah pemekaran baru tidak mempunyai dokumentasi mengenai berbagai indikator teknis, serta batas fisik yang masih diperdebatkan antara Daerah Induk dan daerah Otonom Baru.( Analisis manfaat dan biaya pemekaran derah, Departemen Keuangan RI Ditjen Perimbangan Keuangan Tim Asistensi Menteri Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal Tahun 2008) Begitu juga, persyaratan administratif masih dipertanyakan.
  • 26. Dari hasil studi kajian ini, disarankan perlu dilakukan moratorium pemekaran daerah, serta penerapan mekanisme pembentukan/pemekaran daerah otonom baru sesuai aturan yang berlaku, yaitu harus memenuhi persyaratan administratif, teknis dan fisik kewilayahan. DAFTAR PUSTAKA - Proceeding workshop nasional Penguatan Pelaksanaan Kebijakan Desentralisasi Fiskal di Jakarta, 6‐7 Desember 2006. Departemen Keuangan, Jakarta. - Tuerah, N. 2006. “Analisis Pemekaran Daerah Terhadap Pelayanan Publik.” Jakarta - USAID dan DRSP. 2007. ”Proses Sosial‐Politik Pemekaran: Studi Kasus Di sambas Dan Buton.” Democratic Reform Support Project (DRSP) - World Bank dan DSF. 2007. “Cost And Benefit Of Pemekaran; Summary of Findings.” - Statuta Pembentukan Provinsi Cirebon. 2009 „ hasil kajian dan tata Ruang‟. P3C.Cirebon - Penelitian Departemen Keuangan RI Ditjen Perimbangan Keuangan Tim Asistensi Menteri Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal Tahun 2008 „ Analisis manfaat dan Biaya Pemekaran daerah „. Jakarta. - Antara.2009 ( munawar Mandailing ) - Judieth siegel.2008 „ Isu – isu Demokrasi, kontitusionalisme dan demokrasi yang sedang bangkit „.Biro Internasional/departemen Luar negeri AS. Program Informasi