Dokumen tersebut membahas konsep medis tentang hipersensitivitas tipe III, yang disebabkan oleh pengendapan kompleks antigen-antibodi yang menyebabkan inflamasi atau peradangan. Kompleks ini dapat mengendap di berbagai organ dan jaringan seperti kulit, ginjal, paru-paru, sendi, atau otak, yang menimbulkan berbagai gejala klinis seperti nyeri sendi, ruam, adenopati, demam, dan berbagai penyakit sepert
KONSEP MEDIS DAN KEPERAWATAN PADA HIPERSENSITIVITAS TIPE III
1. BAB I
KONSEP MEDIS
A. DEFENISI
Hipersensitivitas tipe III merupakan hipersensitivitas kompleks imun. Hal
ini disebabkan adanya pengendapan kompleks antigen-antibodi yang kecil dan
terlarut di dalam jaringan. Hal ini ditandai dengan timbulnya inflamasi atau
peradangan. Pada kondisi normal, kompleks antigen-antibodi yang diproduksi
dalam jumlah besar dan seimbang akan dibersihkan dengan adanya fagosit.
B. ETIOLOGI
Namun, kadang-kadang, kehadiran bakteri, virus, lingkungan, atau antigen
(spora fungi, bahan sayuran, atau hewan) yang persisten akan membuat tubuh
secara otomatis memproduksi antibodi terhadap senyawa asing tersebut sehingga
terjadi pengendapan kompleks antigen-antibodi secara terus-menerus. Hal ini juga
terjadi pada penderita penyakit autoimun. Pengendapan kompleks antigenantibodi tersebut akan menyebar pada membran sekresi aktif dan di dalam saluran
kecil sehingga dapat mempengaruhi beberapa organ, seperti kulit, ginjal, paruparu, sendi, atau dalam bagian koroid pleksus otak.
C. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala umum sari reaksi hipersensitivitas tipe III antara lain :
Nyeri sendi (artritis reumatoid)
Urtikaria; ruam multiformis
Skarlatinifoormis atau morbiliformis
Adenopati
Panas
2. Sindrom sickness
Glomerulonefritis
Poliarteritis
Krioklobulinemia
Lupus eritematotus
D. PATOFISIOLOGI
Reaksi tipe III memiliki beberapa bentuk tetapi akhirnya akan diperantarai
oleh kompleks imun (kompleks imunogen dengan imunoglobulin, biasanya IgG)
yang mengendap di jaringan, arteri dan vena. Contoh reaksi tipe ini yang banyak
dipelajari adalah reaksi arthus. Secara klasik, reaksi ini ditimbulkan mula-mula
dengan mensensitiisasi seseorang dengan protein asing. Kemudian orang tersebut
diberi suntikan imunogen yang sama secara intradermis. Reaksi muncul daam
beberapa jam, dengan awal berupa pembengkakan dan kemerahan ditempat
suntikan yang akhirnya mengalami nekrosis dan hemoragi pada reaksi yang parah.
Mekanisme dasar untuk perubahan-perubahan ini adalah pembentukan
kompleks imunogen-imunoglobulin di dinding pembuluh. Unsur kunci dalam
reaksi ini adalah pengaktivan jenjang C oleh kompleks imun yang mengendap di
dinding pembuluh darah, walaupun sel-sel vaskular bukan merupakan sumber
imunogen; imunogen berdifusi kedalam dinding pembuluh dari darah.
Pengaktivan C menyebabkan terbentuknya faktor-faktor kemotaktik yang menarik
neutrofil dari sirkulasi. Kerusakan pembuluh berlanjut apabila neutrofil
mengalami degranulasi (melepaskan enzim-enzim litik) ke daerah sekitar.
Kerusakan di jaringan sekitar disebabkan oleh pembentukan mikritrombus,
peningkatan
permeabilitas
vaskular,
dan
pelepasan
ezim-enzim
yang
menyebabkan peradangan, kerusakan jaringan, dan bahkan kematian jaringan.
Reaksi tipe III berbeda dengan reaksi tipe II. Kerusakan sel selama reaksi tipe II
terbatas pada tipe sel tertentu yang merupakan sasaran spesfik, sedangkan reaksi
tippe III menghancurkan jaringan atau organ dimana saja t6empat kompleks imun
mengendap. Sebagai contoh glomerulonefritis dapat terjadi saat kompleks imun
3. mengendap di ginjal, serta lupus eritematotus sistemik dan artritis dapat terjadi
apabila kompleks imun mengendap di kulit dan sendi. Contoh lain reaksi tipe III
adalah serum sickness, yang timbul satu sampai dua minggu setelah seseorang
disuntik dengan suatu serum asing. Kompleks imun mengendap di dinding
pembuluh, menyebabkan komplemen terfiksasi dan timmbul edema, demam dan
peradangan.
Kompleks antigen-antibodi IgG atau IgM bertumpuk pada jaringan tempat
kompleks tersebut mengaktifkan komplemen. Reaksi ini ditandai oleh infiltrasi
leukosit polimorfonuklear dan pelepasan enzim-enzim proteolitik lisosom serta
faktr permeabilitas dalam jaringan yang menimbulkan reaksi infllamasi yang akut.
Kompleks imun terbentuk ketika antigen terikat dengan antibodi dan
dibersihkan dari dalam sirkulasi darah lewat kerja fagositik. Kalau kompleks ini
bertumpuk dalam jaringan atau endotelium vaskular, terdapat dua faktor yang
menimbulkan cedra, yaitu peningkatan jumlah kompleks imun yang beredar dan
adanya aminavasoaktif. Sebagai akibatnya terjadi peningkatan permeabilitas
vaskular dan cedera jaringan. Persendian dan jaringan merupakan organ yang
terutama rentan terhada tipe cedera ini.
E. KOMPLIKASI
F. PENATALAKSANAAN DAN PENGOBATAN
Pentalaksanaan peda reaksi hipersensitivitas tipe III ini tergantung pada
akibat reaksi yang ditimbulkannya antara lain; serum sickness, lupus eritematosus,
artritis reumatoid,
Serum sickness
Perjalanan penyakit biasanya berlangsung beberapa hari hingga beberapa
minggu jika tidak diobati ; namun, pasien akan menunjukan reaksi yang segera
dan lengkap bila diobati antihistamin dan kortikosteroid. Terapi yang agresiif,
termasuk dukungan ventilasi, mungkin diperlukan bila terjadi neuritis perifer
dan sindrom guillain-barre.
Lupus eritematosus
4. Terapi medikasi untuk SLE dilaksanakan berdasarkan konsep bahwa inflamasi
jaringan setempat diantarai oleh respon yang berlebihan atau meninggi, yang
intensitasnya bisa bervariasi sangat luas dan memerlukan terapi yang berbeda
pada saat yang berbeda. Preparat NSAID digunakan untuk mengatasi
manifestasi klinis minor dan kerapkali dipakai bersama kortikosteroid dalam
upaya
untuk
meminimalkankebutuhan
kortikosteroid.
Kortikosteroid
merupakan obat yang paling penting yang tersedia untuk pengobatan SLE.
Preparat ini digunakan secara topikal untuk mengobati menifestasi kutaneus,
secara oral dengan dosis rendah untuk mengatasi aktivitas penyakit yang ringan
dan dengan dosis tinggi untuk mengatasi aktivitas penyakit berat. Pemberian
bolus IV dianggap sebagai terapi alternatif yang bisa menggantikan terapi oral
dosis tinggi. Preparat immunosupresan (preparat pengkerat dan analog purin)
digunakan karena efeknya pada fungsi imun.
Artritis reumatoid
Ada sejumlah cara penatalaksanaan yang sengaja dirancang untuk mencapai
tujuan-tujuan tersebut di atas, yaitu :
a. Pendidikan
Langkah pertama dari program penatalaksanaan ini adalah memberikan
pendidikan yang cukup tentang penyakit kepada penderita, keluarganya dan
siapa saja yang berhubungan dengan penderita. Pendidikan yang diberikan
meliputi pengertian, patofisiologi (perjalanan penyakit), penyebab dan
perkiraan perjalanan (prognosis) penyakit ini, semua komponen program
penatalaksanaan termasuk regimen obat yang kompleks, sumber-sumber
bantuan untuk mengatasi penyakit ini dan metode efektif tentang
penatalaksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan. Proses pendidikan ini
harus dilakukan secara terus-menerus.
b. Istirahat
Merupakan hal penting karena reumatik biasanya disertai rasa lelah yang
hebat. Walaupun rasa lelah tersebut dapat saja timbul setiap hari, tetapi ada
masa dimana penderita merasa lebih baik atau lebih berat. Penderita harus
5. membagi waktu seharinya menjadi beberapa kali waktu beraktivitas yang
diikuti oleh masa istirahat.
c. Latihan Fisik dan Termoterapi
Latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi.
Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit,
sedikitnya dua kali sehari. Obat untuk menghilangkan nyeri perlu diberikan
sebelum memulai latihan. Kompres hangat pada sendi yang sakit dan
bengkak mungkin dapat mengurangi nyeri. Mandi parafin dengan suhu
yang bisa diatur serta mandi dengan suhu panas dan dingin dapat dilakukan
di rumah. Latihan dan termoterapi ini paling baik diatur oleh pekerja
kesehatan yang sudah mendapatkan latihan khusus, seperti ahli terapi fisik
atau terapi kerja. Latihan yang berlebihan dapat merusak struktur
penunjang sendi yang memang sudah lemah oleh adanya penyakit
d. Diet/ Gizi
e. Penderita Reumatik tidak memerlukan diet khusus. Ada sejumlah cara
pemberian diet dengan variasi yang bermacam-macam, tetapi kesemuanya
belum terbukti kebenarannya. Prinsip umum untuk memperoleh diet
seimbang adalah penting.
f. Obat-obatan
Pemberian obat adalah bagian yang penting dari seluruh program
penatalaksanaan penyakit
reumatik.
Obat-obatan
yang dipakai
untuk
mengurangi nyeri, meredakan peradangan dan untuk mencoba mengubah
perjalanan penyakit. Penganan medik dimulai dengan emberian salisilat atau
NSAID dalam dosis terapeutik. Kalau diberikan dalam dosis terapeutik penuh,
obat-obat ini akan memberikan efek antiinflamasi maupun analgesik. Kepada
pasien perlu diberitahhukan untuk menggunakan obat menurut resep dokter
agar kadar obat yang konsisten dalam darah bisa dipertahankan sehingga
keefektifan obat antiinflamasi tersebut dapat mencapai tingkat yang optimal.
Analgesia tambahan dapat diresepkan pada saat-saat serangan nyeri yang
sangat hebat. Penggunaan preparat anlgesia narkotik harus dihindari karena
berpotensi
untuk
mengakibatkan
kebutuhan
peredaran
nnyeri
yang
6. berkelanjutan. Teknik-teknik penatalksanaan nyeri nonfarmakologik harus
diajarkan misalnya rellaksasi, kompres hangat dan dingin.
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Data dasar pengkajian pasien tergantung padwa keparahan dan keterlibatan
organ-organ lainnya ( misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal ), tahapan
misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk
arthritis lainnya.
1. Aktivitas/ istirahat
Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres
pada sendi; kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan
simetris.Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang,
pekerjaan, keletihan.
7. Tanda : Malaise, Keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktur/
kelaianan pada sendi.
2. Kardiovaskuler
Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki ( pucat intermitten, sianosis,
kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).
3. Integritas ego
Gejala : Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis; finansial, pekerjaan,
ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan. Keputusan dan ketidakberdayaan
( situasi ketidakmampuan ) Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas
pribadi ( misalnya ketergantungan pada orang lain).
4. Makanan/ cairan
Gejala ; Ketidakmampuan untuk menghasilkan/ mengkonsumsi makanan/
cairan adekuat: mual, anoreksia Kesulitan untuk mengunyah ( keterlibatan TMJ )
Tanda : Penurunan berat badan Kekeringan pada membran mukosa.
5. Hygiene
Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi.
Ketergantungan
6. Neurosensori
Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari
tangan.
Gejala : Pembengkakan sendi simetris.
7. Nyeri/ kenyamanan
8. Gejala : Fase akut dari nyeri ( mungkin tidak disertai oleh pembengkakan
jaringan lunak pada sendi ).
8. Keamanan
Gejala : Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutaneus.Lesi kulit, ulkus kaki.
Kesulitan dalam ringan dalam menangani tugas/ pemeliharaan rumah tangga.
Demam ringan menetap Kekeringan pada meta dan membran mukosa.
9. Interaksi sosial
Gejala : Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan
peran; isolasi.
10. Penyuluhan/ pembelajaran
Gajala : Riwayat AR pada keluarga ( pada awitan remaja ) Penggunaan
makanan kesehatan, vitamin, ” penyembuhan ” arthritis tanpa pengujian. Riwayat
perikarditis, lesi katup, fibrosis pulmonal, pleuritis.
B. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Faktor Reumatoid : positif pada 80-95% kasus.
Fiksasi lateks: Positif pada 75 % dari kasus-kasus khas.
Reaksi-reaksi aglutinasi : Positif pada lebih dari 50% kasus-kasus khas.
LED : Umumnya meningkat pesat ( 80-100 mm/h) mungkin kembali
normal sewaktu gejala-gejala meningkat
Protein C-reaktif: positif selama masa eksaserbasi.
SDP: Meningkat pada waktu timbul proses inflamasi.
JDL : umumnya menunjukkan anemia sedang.
Ig ( Ig M dan Ig G); peningkatan besar menunjukkan proses autoimun
sebagai penyebab AR.
9. Sinar x dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada jaringan
lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan (
perubahan awal ) berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil
jarak sendi dan subluksasio. Perubahan osteoartristik yang terjadi secara
bersamaan.
Scan radionuklida : identifikasi peradangan sinovium
Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan
irregularitas/ degenerasi tulang pada sendi
Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih besar
dari normal: buram, berkabut, munculnya warna kuning ( respon
inflamasi, produk-produk pembuangan degeneratif ); elevasi SDP dan
lekosit, penurunan viskositas dan komplemen ( C3 dan C4 ).
Biopsi membran sinovial : menunjukkan perubahan inflamasi dan
perkembangan panas.
C. TUJUAN PEMULANGAN
1. Nyeri hilang/ terkontrol
2. Pasien menghadapi saat ini dengan realistis
3. Pasien dapat menangani perawatan diri sendiri/ dengan bantuan sesuai
kebutuhan.
4. Proses/ prognosis penyakit dan aturan terapeutik dipahami
D. ANALISA DATA
NO
1
DATA
PENYEBAB
MASALAH
Nyeri
10. 2
Kerusakan
mobilitas fisik
3
Gangguan citra
tubuh
4
Kurang perawatan
diri
5
kurang
pengetahuhan
6
Resiko kerusakan
penatalaksanaan
pemeliharaan
Rumah
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi ditandai dengan keluhan
nyeri/ketidaknyamanan dan perilaku distraksi.
2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan sendi ditandai
dengan terbatasnya rentang gerak, ketidakseimbangan koordinasi dan
penurunan kekuatan otot.
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan deformitas sendi ditandai dengan
adanya perubahan struktur sendi (nodul-nodul pada sendi).
4. Kurang perawatan diri berhubungan dengan terbatasnya gerakan sendi
ditandai dengan ketidakmampuan melaksanakan aktivitas perawatan diri mis;
makan, mandi, berpakaian dan eliminasi.
5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
proses penyakit ditandai dengan pertanyaan/permintaan informasi tentang
penyakit.
6. Resiko terhadap penatalaksanaan pemeliharaan rumah berhubungan dengan
11. F. PRIORITAS KEPERAWATAN
1. Menghilangkan nyeri
2. Meningkatkan mobilitas fisik..
3. Meningkatkan konsep diri yang positif.
4. Memberikan informasi mengenai proses penyakit/ prognosis dan keperluan
pengobatan.
5. Mendukung kemandirian.