Pulau Muna awalnya dikenal dengan nama Wuna yang berarti bunga. Pulau ini didiami oleh suku asli O Tomuna dan Batuawu sejak ribuan tahun yang lalu. Terdapat bukti arkeologi berupa relief di gua yang menunjukkan adanya peradaban di Pulau Muna sejak 3000 tahun lalu. Cerita rakyat menyebutkan bahwa Pulau Muna ditemukan oleh Sawerigading dari Luwu dan pengikutnya, meskipun kemungkin
1. ASAL USUL PULAU MUNA Muna pada awalnya dikenal dengan nama WUNA yang
berti bunga. Nama itu memberi makna spiritual kepada kejadian alamnya,dimana
terdapat gugusan batu yang berbunga. Gugusan batu tersebut seakan-akan batu
karang yang ditumbuhi rumput laut. Gugusan batu tersebut terletak di dekat
Masjid tua Wuna di Kota Muna yang bernama bahutara ( bahtera?). Saat ini
Muna dikenal sebagai nama sebuah Pualau dan Kabupaten di Sulawesi tenggara.
Sebelum menjadi Kabupaten, Muna dikenal sebagai sebuah kerajaan yang
berkedudukan di Pulau Muna bagian Utara dan Pulau Buton bagian Utara.
Pembagian wilayah tersebut dilakukan pada masa Pemerintahan Raja Buton VI
Lakilaponto dan Raja Muna VIII La Posasu. Kedua raja tersebut merupakan
kakak beradik, Putra Raja Muna VI Sugi Manuru. Sebelum menjadi raja Buton VI,
La kilaponto merupakan raja Muna VII, namun setelah dilantik menjadi Raja
Buton, jabatan Raja pada kerajaan Muna diserahkan pada adiknya La Posasu.
Bersamaan dengan penyerahan kekuasaan tersebut, dibagi pula wilayah kerajaan
sebagaimana tersebut diatas.
Banyak kisah yang menceritakan asal usul Muna Sebagai sebuah pulau, baik itu itu
tradisi lisan dikalangan masyarakat Muna maupun hikayat yang ditulis oleh
masyarakat Buton. Namunn secara ilmiah belum ada penelitian yang mengungkap
asal usul Pulau Muna. Berdasarkan fakta tersebut, akhirnya tradisi lisan
masyarakat dan hikayat yang ditulis oleh masyarakat Butonlah yang menjadi
referensi para penulis dalam menulis sejarah Muna dan Buton.
Dikisahkan dalam Hikayat “Assajaru Huliqa Daarul Bathniy Wa Daarul
Munajat”(Hakikat Kejadian Negeri Buton dan Negeri Muna- Buku Tambaga )
mengisahkan bahwa Pulau Muna dan Pulau Buton berasal dari segumpal tanah yang
muncul dari dasar laut. Hikayat tersebut menceritakan bahwa ketika Nabi
mengadakan rapat dengan para sahabat, tiba-tiba terdengar sebuah ledakan yang
maha dasyat. Mendengar suara tersebut salah seorang sahabat bertanya apa
gerangan yang sedang terjadi. Pertanyaan sahabat itu dijawab oleh Nabi
bahwasanya disebelah timur telah muncul dua buah Pulau ( Wuna& Buton ) yang
mana penghuninya nantinya akan menjadi pemeluk agama Islam yang taat.
Olehnya itu diutuslah dua orang yakni Abdul Sukur dan Abdul Gafur untuk
menemukan pulau dimaksud sekaligus menyebarkan agama islam. Dalam pencarian
sebuah negeri sebagaimana yang di wasiatkan oleh Rasulullah SAW, kedua utusan
tersebut menemukan dua buah pulau ( ditemukan dalam arti hakiki ) yaitu Pulau
Wuna ( Muna) dan Pullau Buton. Setelah kedua utusan tersebut menemukan
negeri dimaksud ,maka ditancapkanlah sebuah bendera. Hal ini pula yang
2. dilakukan di Negeri Buton dan Negeri Muna.
Kisah seperti yang diceritakan hikayat “Assajaru Huliqa Daarul Bathniy Wa
Daarul Munajat” mengenai asal mula Pulau Muna dan Pulau Buton diatas secara
ilmia tidak dapat dipertanggungjawabkan, sebab masa kerasulan Nabi Muhammad
SAW di mulai setelah beliau berusia 40 tahun atau sekitar tahun 700-an M. jadi
kalau mengacu pada buku “Assajaru Huliqa Daarul Bathniy Wa Daarul Munajat”
berarti umur pulau Muna dan Pulau Buton baru sekitar 1300 tahun. Padahal
menurut hasil penelitian yang tersimpan di museum karts Indonesia yang terletak
di Desa Gebangharjo, Kecamatan Pracimantoro, Kabupaten Wonogiri, Jawa
Tengah menyebutkan bahwa Pulau Muna sudah ada jutaan tahun yang lalu. Hal ini
dibuktikan oleh bebatuan yang tersusun oleh batu gamping berumur Pleistosen
(sekitar 1,8 juta tahun yang lalu). Batu gamping ini diperkirakan dari Formasi
Wapulak ( Museum Karts Indonesia ).
Pulau Muna sebagai mana yang dapat dilihat pada museum karts Indnesia
tersebut tersusun dari batu gamping yang terbentuk dari batu karang. Batu
gamping ini merupakan terumbu karang yang terangkat dan sekarang membentuk
kawasan kars yang luas. Itu artinya bahwa pulau Muna sebelumnya adalah
terumbu karang yang ada didasar lautan, namun karena desakan dari bawah maka
terumbu karang terseebut muncul dipermukaan dan menjadi sebuah pulau. Bukti
kuat dari itu adalah sebuah wilayah disekitar Kota Muna lama dimana ada
hamparan batu karang yang pada saat-saat tertentu mengeluarkan tunas-tunas
seperti terumbu karang didasar laut, namun warna agak berbeda yaitu putih.
Tempat itu dikenal dengan Kontu Kowuna yang artinya batu berbbunga.
Cerita lainya yang mengisahkan asal mula Pulau Muna adalah seperti yang
dituturkan dalam tradisi lisan masyarakat Muna. Tradisi lisan tersebut telah
menjadi referensi penulis sejarah Muna untuk menceritakan asal mula Pulau
Muna, Dalam tradisi lisan itu dikisahkan bahwa Pulau Muna ditemukan oleh
Sawerigading pelaut dari kerajaan Luwu di Sulawesi Selatan dan pengikutnya
sebanyak 40 orang yang terdampar di sebuah wilayah yang saat ini bernama
BAHUTARA. Terdamparnya Kapal Swaerigading tersebut akibat munculnya pulau
dari dasar laut. Bukti terdamparnya kapal sawerigading tersebut adalah adanya
sebuah bukit yang menyerupai sebuah kapal lengkap dengan kabin-kabinnya. Bukit
yang menyerupai kapal tersebut diyakini oleh masyarakat Muna sebagai fosil dari
Kapal Sawerigading yang terdampar tersebut. Ditutur kan pula pengikut
Sawerigading yang berjumlah 40 orang tersebut kemudian menjadi cikal bakal
3. masyarakat Muna. Cerita terdamparnya kapal sawerigading ini mungkin ada
benarnya, namun belum ada penelitian untuk menguji kebenaran dari cerita
tersebut.
Satu-satunya bukti sejarah yang telah diteliti secara ilmiah sehingga dapat
dipertanggung jawabkan jika dijadikan referensi tentang asal mula Pulau adalah
situs purba berbentuk relief yang ada di gua LIANGKOBORI dan gua
METANDUNO. Relief yang terdapat di dinding gua tersebut menggambarkan
kehidupan dan peradaban masyarakat Muna pada jaman purba. Relief tersebut
menurut beberapa penelitian telah berumur sekitar 3000 tahun. Itu artinya
bahwa jauh sebelum itu Pulau Muna telah ada dan telah di huni oleh manusia.
Bukti lainnya adalah struktur tubuh Suku Muna atau Wuna yang mendiami Pulau
Muna. Bila dilihat dari bentuk tubuh, tengkorak, warna kulit (coklat tua/hitam),
dan rambut (keriting/ikal) Suku Muna berbeda dengan suku-suku yang ada di
daratan Sulawesi ( Mongoloid ) dan Pulau Buton ( Melayu ), Orang Muna asli lebih
dekat ke suku-suku Polynesia dan Melanesia di Pasifik dan Australia ketimbang
ke Melayu atau Mongoloid. Hal ini diperkuat dengan kedekatannya dengan tipikal
manusianya dan kebudayaan yang memiliki kemiripan dengan suku-suku di Nusa
Tenggara Timur dan Pulau Timor dan Flores umumnya. Motif sarung tenunan di
NTT dan Muna sangat mirip yaitu garis-garis horisontal dengan warna-warna
dasar seperti kuning, hijau, merah, dan hitam. Bentuk ikat kepala juga memiliki
kemiripan satu sama lain.Bahkan Orang Muna juga memiliki kemiripan fisik
dengan suku Aborigin di Australia.
Menurut La Kimi Batoa dalam bukunya „Sejarah Muna‟ terbitan Jaya Press Raha
bahwa penduduk asli Pulau Muna adalah O Tomuna dan Batuawu. O Tomuna
memiliki ciri-ciri berkulit hitam, rambut ikal tinggi badan antara 160- 165 Cm.
Ciri-ciri ini merupakan cirri-ciri umum suku-suku malanesia dan Australia . Sukusuku ini di Indonesia mendiami wilayah Irian dan Australia ( suku Aborigin).
Sedadangkan Batuawu berkuit Coklat beraambut ikal dan tinggi tubuh berkisar
150-160 Cm.Postur tubuh seperti ini merupakan ciri-ciri yang dimiliki suku-suku
Polynesia yang mendiami Pulau Flores dan Maluku. Suku asli Muna menggunakan
Bahasa muna sebagai bahasa sehari-hari.
Suku asli Muna ( O Tomuna & Batuawu ), Menghuni Pulau Muna sejak ribuan tahun
yang lalu. Bahkan selain menghuni Pulau Muna juga menjadi menghuni sebagaian
Pulau Buton dan Pulau-Pulau kecil lainnya seperti Pulau Talaga, Kadatua dan Pulau
Siompu. Penyebaran Suku asli Muna di Pulau Buton dan pulau-pulau lainya di
4. Sulawesi Tenggara itu dapat dilihat dari bahasa yang digunakan, bentuk tubuh
dan warna kulit masyarakatnya.
Disebagian besar masyarakat yang menghuni pulau Buton seperti yang ada di
Kecamatan kambowa, Bonegunu, Wakorumba ( Kab. Buton Utara ), Wakorumba
Selatan, Maligano, Pasir Putih ( Kab. Muna ), Kapontori, Lasalimu, Batauga,
kamaru ( Kab. Buton), Kec, Bungi, Sirawolio dan Betoambari ( Kota Baubau )
masyarakatnya menggunakan bahasa Muna sebagai bahasa sehari-harinya.
Demikian juga dengan Pulau-Pulau, Siompu, Talaga dan Kadatua yang masuk dalam
wilayah administrassi pemerintah Kabupaten Buton saat ini, masyarakatnya juga
menggunakan bahasa Muna sebagai media komunikasi diantara mereka.
Masyarakat Buton saat ini lebih sering menyebut Suku, Bahasa dan Pulau Muna
dengan sebutan Pancana ketimbang Muna. Hal ini mengacu pada Hikayat Lagaligo
yang menyebut Pulau Muna dengan sebutan Pancana.
Dalam hikayat Mia Patamiana, dikisahkan bahwa pada saat Armada Simalui yang
berjumlah 40 orang mendarat di sebelah Timur Laut Negeri Buton ( diperkirakan
disekitar Kamaru ) pada tahun 1236 M, mereka bertemu dan berbaur dengan
masyarakat local kemudian membentuk sebuah pemukiman. Selain itu mereka
juga membuat benteng sebagai pertahanan dari serangan dari luar. Demikian juga
dengan armada Mia Pata Miana yang lain ( Sipanjonga, Sijawangkati dan
Sitamanjo), pada saat mendarat di suatu wilayah mereka langsung berbaur
dengan masyaarakat Lokal yang menggunakan bahasa Pancana ( Muna ) sebagai
bahasa tutur mereka. Ini diperkuat dengan masih dipertahankannya bahasa Muna
( Pancana ) sebagai bahasa tutur dimana Wilayah-wilayah pendaratan armada Mia
Patamiana tersebut. Dari fakta ini dapat di asumsikan bahwa jauh sebelum Mia
Patamiana mendarat di negeri Buton, Suku asli Muna telah menjadi penghuni
Pulau Buton dan suku asli Muna bersama dengan Mia Patamiana dan pengikutnya
turut berperan aktif membangun peradaban di Negeri buton, termasuk
menjadikan Buton sebagai sebuah kerajaan.
Dari diskripsi diatas maka dapat dikatakan bahwa terdamparnya kapal
Sawerigading bukan sebagai awal munculnya Pulau Muna. Demikian pula dengan
Pengikut Sawerigading yang dikisahkan berjumlah 40 orang bukan sebagai
manusia pertama di Pulau Muna, karena sebelumnya pulau Muna telah ada dan
telah berpenghuni. Hanya saja peradaban dan kebudayaaan mereka masih sangat
tradisional. Penduduk asli Pulau Muna saat itu masih mendiami gua-gua yang
5. memang banyak terdapat di Pulau Muna sebagai tempat tinggal mereka.
Kehidupan mereka masih sangat tergantung dengan alam. Mereka hidup dari
berburu hewan dan memetik langsung makanan dari alam. Penduduk asli Pulau
Muna belum mengenal bercocok tanam.
Diperkirakan peradaban dan kebudayaan Suku asli Pulau Muna mulai berkembang
setelah berbaur dengan empat puluh orang pengikut Sawerigading yang ditinggal
di Pulau Muna setelah terdampar di Bahutara. Setelah pengikut Sawerigading
yang berjumlah empat puluh orang tersebut berbaur dengan penduduk asli yang
lebih dahulu mendiami Pulau Muna kemudian membentuk koloni. Lama kelamaan
koloni tersebut menjadi suatu kampong dan mengankat pemimpin diantara
mereka yang diberi gelar Kamokula ( yang dituakan).
Dengan perkembangan penduduk akhirnya di lakukan pemekaran sehingga menjadi
8 buah negeri,masing-masing 4 di kepalai oleh Meino dan 4 negeri lagi dipimpin
oleh Kamokula. Adapun 4 Mieno adalah Sebagai berikut:
1.Mieno Kuara
2.Mieno Kansitala
3.Mieno Lembo
4.Mieno Ndoke.
Dan yang 4 kamokula adalah sebagai berikut:
1. Kamokulano Tongkuno
2. Kamokulano Barangka
3. Kamokulano Lindo
4. Kamokulano Wapepi.
Sebagai Kepala tertinggi dari 8 Negeri tersebut adalah Kamukolano Tongkuno.