SlideShare a Scribd company logo
1 of 14
Pendahuluan
Di jaman sekarang, musik dan nyanyian bagi kaum muslimin sudah menjadi
sesuatu yang tidak asing lagi. Banyak kaum muslimin mendengarkan dan
menyanyikan lagu dengan diiringi musik. Bahkan, sebagian mereka merasa tidak asik
bila sehari saja tidak mendengarkan nyanyian yang diiringi musik.
Nyanyian dan musik sudah mengisi dimensi ruang dan waktu kaum muslimin.
Di setiap tempat, seperti toko, pasar, mall, hotel, restoran, rumah, kereta, bis, angkot,
dan lain-lain tidak lepas dengan nyanyian musik. Begitu juga di setiap acara pesta,
seperti pernikahan, perpisahan, ulang tahun, khitanan, dan lain-lain tidak lepas dari
nyanyian dan musik.
Nyanyian dan musik pun disukai oleh setiap tingkatan umur. Dari balita, anak
muda hingga orang tua adanyanyian dan jenis musik yang berbeda-beda bagi mereka.
Musik juga menjadi gaya hidup dan ladang bisnis yang menguntungkan.
Banyak anak muda yang mati-matian mendedikasikan hidupnya demi musik. Banyak
anak-anak muslim yang rela mengorbankan semuanya demi mengikuti audisi
penyanyi. Kita mengenal ada Indonesian Idol, Kontes Dangdut Indonesia (KDI), XFactor, dan lain-lain yang diselenggarakan sebagai ajang pencarian bakat penyanyi.
Berpuluh-puluh juta digelontorkan untuk sebuah konser, pembuatan video klip, dan
lain-lain.
Bagaimana sebenarnya Islam menghukumi nyanyian dan musik? Insya Allah
dalam makalah sederhana ini penulis akan memaparkan berbagai pendapat para ulama
Islam tentang hukum nyanyian dan musik. Penulis juga akan mengumpulkan semua
dalil yang menjadi landasan semua pendapat yang dikutip oleh para mujtahid, baik
dalil-dalil itu berupa ayat Al-Qur'an atau Sunnah, ijma dan qiyas ataupun dalil-dalil
lain.
Mudah-mudahan makalah yang sederhana ini memberikan manfaat bagi penulis
khususnya dan para pembaca umumnya. Penulis akui bahwa makalah ini jauh dari
sempurna, maka sangat ditunggu kritik dan sarannya.

Pembahasan
A. Pengretian dan Jenis-Jenis Musik
Musik dalam bahasa Arab disebut ma‟azif, yang berasal dari kata „azafa yang
berarti berpaling. Kalau dikatakan: Si fulan berazaf dari sesuatu, maknanya adalah
berpaling dari sesuatu. Jika dikatakan laki-laki yang „azuf dari yang melalaikan,
artinya yang berpaling darinya. Bila dikatakan laki-laki yang „azuf dari para wanita
artinya adalah yang tidak senang kepada mereka.
Ma‟azif adalah jamak dari mi‟zaf, dan disebut juga „azfun. Mi‟zaf adalah sejenis
alat musik yang dipakai oleh penduduk Yaman dan selainnya, terbuat dari kayu dan
dijadikan sebagai alat musik. Al-„Azif adalah orang yang bermain dengannya.
Al-Laits rahimahullahu berkata: ―Al-ma‟azif adalah alat-alat musik yang
dipukul.‖
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu berkata: ―Al-ma‟azif adalah alat-alat
musik.‖
Al-Qurthubi rahimahullahu meriwayatkan dari Al-Jauhari bahwa al-ma‟azif
adalah nyanyian. Yang terdapat dalam Shihah-nya bahwa yang dimaksud adalah alatalat musik. Ada pula yang mengatakan maknanya adalah suara-suara yang
melalaikan.
Ad-Dimyathi berkata: ―Al-ma‟azif adalah genderang dan yang lainnya berupa
sesuatu yang dipukul.‖ (lihat Tahdzib Al-Lughah, 2/86, Mukhtarush Shihah, hal. 181,
Fathul Bari, 10/57)
Al-Imam Adz-Dzahabi rahimahullahu berkata: ―Al-ma‟azif adalah nama bagi
setiap alat musik yang dimainkan, seperti seruling, gitar, dan klarinet (sejenis
seruling), serta simba.‖ (Siyar A‟lam An-Nubala`, 21/158)
Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata bahwa al-ma‟azif adalah seluruh jenis alat
musik, dan tidak ada perselisihan ahli bahasa dalam hal ini. (Ighatsatul Lahafan,
1/260-261)
Mengenal Macam-Macam Alat Musik
Alat-alat musik banyak macamnya. Namun dapat kita klasifikasi alat-alat
tersebut ke dalam empat kelompok:
Pertama: Alat-alat musik yang diketuk atau dipukul (perkusi).
Yaitu jenis alat musik yang mengeluarkan suara saat digoncangkan, atau
dipukul dengan alat tabuh tertentu, (misal: semacam palu pada gamelan, ed.), tongkat
(stik), tangan kosong, atau dengan menggesekkan sebagiannya kepada sebagian
lainnya, serta yang lainnya. Alat musik jenis ini memiliki beragam bentuk, di
antaranya seperti: gendang, kubah (gendang yang mirip seperti jam pasir), drum,
mariba, dan yang lainnya.
Kedua: Alat musik yang ditiup.
Yaitu alat yang dapat mengeluarkan suara dengan cara ditiup padanya atau
pada sebagiannya, baik peniupan tersebut pada lubang, selembar bulu, atau yang
lainnya. Termasuk jenis ini adalah alat yang mengeluarkan bunyi yang berirama
dengan memainkan jari-jemari pada bagian lubangnya. Jenis ini juga beraneka ragam,
di antaranya seperti qanun dan qitsar (sejenis seruling).
Ketiga: Alat musik yang dipetik.
Yaitu alat musik yang menimbulkan suara dengan adanya gerakan berulang
atau bergetar (resonansi), atau yang semisalnya. Lalu mengeluarkan bunyi saat
dawai/senar dipetik dengan kekuatan tertentu menggunakan jari-jemari. Terjadi juga
perbedaan irama yang muncul tergantung kerasnya petikan, dan cepat atau lambatnya
gerakan/getaran yang terjadi. Di antaranya seperti gitar, kecapi, dan yang lainnya.
Keempat: Alat musik otomatis.
Yaitu alat musik yang mengeluarkan bunyi musik dan irama dari jenis alat
elektronik tertentu, baik dengan cara langsung mengeluarkan irama, atau dengan cara
merekam dan menyimpannya dalam program yang telah tersedia, dalam bentuk kaset,
CD, atau yang semisalnya. (Lihat risalah Hukmu „Azfil Musiqa wa Sama‟iha, oleh Dr.
Sa‘d bin Mathar Al-‗Utaibi)

B. Perbedaan Pendapat Para Ulama
1. Ulama Yang Memperbolehkan Nyanyian dan Musik
DR. Yusuf Qardhawi dalam bukunya Halal dan Haram dalam Islam
membolehkan nyanyian dan musik. Beliau mengatakan bahwa di antara hiburan yang
dapat menyegarkan jiwa, menggairahkan hati, dan memeberikan kenikmatan pada
telinga, adalah nyanyian. Islam memperbolehkannya selama tidak mengandung katakata keji dan kotor, atau menggiring pendengarnya berbuat dosa. Demikian juga, tidak
mengapa bila nyanyian diiringi dengan musik selama tidak sampai melenakan.
Bahkan itu dianjurkan pada momen-momen kebahagiaan dalam rangka menebarkan
perasaan gembira dan menyegarkan jiwa. Misalnya pada hari raya, pesata pernikahan,
kehadiran orang yang sekian lama pergi, resepsi pada acara istimewa, aqiqah atau saat
kelahiran anak.
Ada beberapa syarat yang dipaparkan oleh Yusuf Qardhawidalam masalah
nyanyian, yaitu:
a. Tema nyanyian hendaknya tidak berlawanan dengan etika dan ajaran Islam.
b. Tidak boleh berlenggak-lenggok dalam tarian dengan maksud sengaja
membangkitgan gairah nafsu lebihan dan syahwatnya.
c. Tidak berlebihan dan
melampaui batas dalam segala hal, sehingga
menelantarkan kewajiban ibadah kepada Allah.
d. Tidak membangkitkan birahi, merangsangnya untuk melakukan kemaksiatan,
dan menyebabkan unsur hewaninya mengalahkan unsur ruhani.
e. Ulama sepakat bahwa nyanyian yang diiringi dengan hal-hal yang haram
hukumnya haram pula. Seperti nyanyian untuk mengiringi meminum
minuman keras, praktek porno atau kejahatan lainnya.
Pendapat Yusuf Qardhawi ini pun merujuk kepada para Ulama lainnya yang
membolehkan nyanyian dan musik seperti Ibnu Hazm dan Imam Al-Ghazali.
2. Ulama yang Tidak Memperbolehkan Nyanyian dan Musik
a. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ditanya tentang tentang penggunaan rebana tanpa
alat gemerincing, dan nyanyian seorang penyanyi dengan syair-syair yang
diperbolehkan tanpa menggunakan seruling sebagai wasilah dakwah. Apakah
dibolehkan nasyid yang dibuat itu karena memberi dampak kemaslahatan dalam
dakwah? Dalam keadaan tidak memungkinkan mendakwahi para pemuda kecuali
dengan cara ini.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjawab dengan panjang lebar. Beliau katakan
bahwa cara tersebuta adalah bid‘ah. Ini menunjukkan sang da‘i tidak tahu tentang
metode-metode syar‘i yang menyebabkan para pelaku maksiat bertaubat, atau tidak
mampu melakukannya. Karena sesungguhnya Rasul Shalallahu 'Alaihi wa Sallam,
para sahabat dan tabi‘in, mendakwahi orang yang lebih buruk dari mereka, dari
kalangan orang-orang kafir, fasiq dan pelaku maksiat, dengan cara-cara yang syar‘i.
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berikan kecukupan kepada mereka dengan cara itu
dari berbagai cara-cara bid‘ah.1
b. Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani
Dalam kitabnya Tahrim Alat Ath-Tharb (hal. 181), Syaikh Muhammad
Nashiruddin Al Albani menyebutkan hukum nyanyian dan musik. Beliau berkata,
bahwa haramnya seluruh alat musik, kecuali duf (rebana/gendang yang terbuka
bagian bawahnya) pada hari raya dan pesta pernikahan, untuk para wanita.
Dijelaskan, bahwa tidak boleh mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa
Ta'ala kecuali dengan apa yang disyariatkan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Apalagi
mendekatkan diri kepada-Nya dengan sesuatu yang diharamkan! Karena itulah, para
ulama mengharamkan nyanyian kaum Shufiyyah. Dan pengingkaran mereka sangat
keras terhadap orang-orang yang menganggapnya halal.
Bahkan pada nasyid Islami terdapat hal negatif lainnya. Yaitu terkadang nasyid
tersebut didendangkan seperti lantunan nyanyian-nyanyian yang tidak punya rasa
malu. Dan nasyid itu dibuat dengan merujuk gaya musik ala timur ataupun ala barat,
yang membuat girang para pendengarnya, membuat mereka berjoget, serta
membenamkan alam sadar mereka. Sehingga, yang menjadi tujuan utamanya adalah
lantunan dan kegembiraan, bukan hanya sekadar nasyid. Ini adalah bentuk
penyelisihan baru, yaitu tasyabbuh (menyerupai) orang-orang kafir dan orang-orang
yang tidak punya rasa malu. Muncul pula anak penyimpangan lainnya, yaitu
tasyabbuh dengan mereka dalam hal berpaling dari Al-Qur`an dan meninggalkannya.
Sehingga mereka termasuk dalam keumuman sesuatu yang dikeluhkan oleh Nabi
Shalallahu 'Alaihi wa Sallam dari kaumnya, sebagaimana yang terdapat dalam
firman-Nya:

“Berkatalah Rasul: „Ya Rabbku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Qur`an
ini suatu yang tidak diacuhkan.”(Al-Furqan: 30)
c. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullahu ditanya: ―Saya pernah
mendengar sebagian nasyid Islami dan di dalamnya terdapat lantunan-lantunan yang
menyerupai nyanyian. Tanpa musik, namun disertai suara yang indah. Bagaimanakah
hukumnya?
―Nasyid-nasyid yang ditanyakan oleh penanya ini, yang dinamakan dengan nasyid
Islami, di dalamnya terdapat sebagian perkara yang terlarang. Di antaranya, nasyid
tersebut dilantunkan seperti nyanyian para biduan, yang bernyanyi dengan nyanyiannyanyian tidak senonoh. Kemudian, nasyid itu dilantunkan dengan suara yang indah
dan merdu. Bahkan terkadang dibarengi dengan tepuk tangan, atau memukul piring
dan yang semisalnya.
1

Majmu‘ Fatawa, 11/624-625
Adapun yang disebutkan dalam pertanyaan, yaitu tidak ada tepuk tangan dan
pukulan piring atau yang semisalnya, dan si penanya berkata bahwa ia dilantunkan
seperti nyanyian yang tidak senonoh, dengan suara yang indah dan merdu. Maka,
kami berpandangan agar nasyid seperti ini tidak didengarkan, karena dapat
menimbulkan fitnah dan menyerupai lantunan nyanyian para biduan yang tidak punya
rasa malu.
Tentunya, yang lebih baik dari itu ialah mendengarkan nasihat-nasihat yang
bermanfaat, yang diambil dari Kitab Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Sunnah RasulNya Shallallahu 'alaihi wa sallam, serta perkataan para sahabat dan para imam dari
kalangan ahli ilmu dan agama. Karena, di dalamnya sudah terdapat kecukupan dan
kepuasan dari yang lainnya.
Jika seseorang terbiasa tidak mengambil sesuatu sebagai nasihat kecuali dengan
cara tertentu, seperti lantunan nyanyian, hal itu akan menyebabkan dia tidak dapat
mengambil manfaat dengan nasihat-nasihat yang lain. Sebab jiwanya telah terbiasa
mengambil nasihat hanya dengan cara ini. Hal ini sangat berbahaya, bahkan dapat
menyebabkan seseorang bersikap zuhud (tidak butuh) terhadap nasihat Al-Qur`an
yang mulia dan Sunnah Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, serta perkataan para
ulama dan imam.‖2
d. Syaikh Shalih Al-Fauzan
Syaikh Shalih Al-Fauzan menyebutkan dalam kitabnya Al-Khuthab AlMinbariyyah (3/184-185):
―Di antara yang perlu menjadi perhatian adalah apa yang banyak beredar di antara
para pemuda yang semangat menjalankan agama, berupa kaset-kaset yang terekam
padanya nasyid-nasyid, dengan suara berjamaah, yang mereka namakan nasyid
Islami. Ini adalah salah satu jenis nyanyian. Terkadang disertai suara yang
menimbulkan fitnah, dan dijual di beberapa toko/studio bersama dengan kaset
rekaman Al-Qur`an Al-Karim serta ceramah-ceramah agama.
Penamaan nasyid-nasyid ini dengan nasyid Islami adalah pemberian nama yang
keliru. Sebab Islam tidak pernah mensyariatkan nasyid kepada kita. Islam hanya
mensyariatkan kepada kita berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, membaca
Al-Qur`an, dan mempelajari ilmu yang bermanfaat. Adapun nasyid- nasyid tersebut,
hal itu berasal dari agama kelompok bid‘ah Shufiyyah, yang menjadikan agama
mereka sebagai permainan dan hal yang melalaikan. Menjadikan nasyid sebagai
agama adalah menyerupai kaum Nasrani, yang menjadikan bernyanyi secara
berjamaah dan lantunan yang membuat orang bergoyang sebagai agama mereka.
Tindakan yang wajib adalah berhati-hati dari nasyid-nasyid ini, dan melarang
penjualan serta peredarannya, untuk mencegah akibat buruk yang ditimbulkannya,
berupa fitnah dan semangat yang tidak terkontrol, serta mengadu domba di kalangan
kaum muslimin.‖

Empat Ulama Madzhab Mencela Nyanyian

2

diterjemahkan dari kaset Nur „Alad Darb, kaset no. 258, bagian kedua
Imam Abu Hanifah. Beliau membenci nyanyian dan menganggap mendengarnya
sebagai suatu perbuatan dosa.3
Imam Malik bin Anas. Beliau berkata, ―Barangsiapa membeli budak lalu ternyata
budak tersebut adalah seorang biduanita (penyanyi), maka hendaklah dia kembalikan
budak tadi karena terdapat ‗aib.‖4
Imam Asy Syafi‘i. Beliau berkata, ―Nyanyian adalah suatu hal yang sia-sia yang
tidak kusukai karena nyanyian itu adalah seperti kebatilan. Siapa saja yang sudah
kecanduan mendengarkan nyanyian, maka persaksiannya tertolak.‖5
Imam Ahmad bin Hambal. Beliau berkata, ―Nyanyian itu menumbuhkan
kemunafikan dalam hati dan aku pun tidak menyukainya.‖6
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, ―Tidak ada satu pun
dari empat ulama madzhab yang berselisih pendapat mengenai haramnya alat
musik.‖7
C. Penyebab Perbedaan Pendapat Hukum Nyanyian dan Musik
Ada beberapa penyabab perbedaan para ulama dalam menghukumi nyanyian dan
musik. Pertama, yaitu penafsiran kalimat
dalam surat Luqman ayat enam.
Kedua, pengambilan dalil dari hadist dengan pemahaman yang berbeda.
Adapun perbedaan penafsiran kalimat
yaitu:

dalam surat Luqman ayat ke 6,

“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak
berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan
menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh adzab yang
menghinakan.”(Luqman: 6)
Yusuf Qardhawi dalam bukunya Fatwa-Fatwa Kontemporermenjelaskan ayat ini
dijadikan dalil oleh sebagian sahabat dan tabi'inuntuk mengharamkan
nyanyian.Jawaban terbaik terhadap penafsiran mereka ialah sebagaimanayang
dikemukakan Imam Ibnu Hazm dalam kitab Al Muhalla. Iaberkata: "Ayat tersebut
tidak dapat dijadikan alasan dilihatdari beberapa segi:
Pertama, tidak ada hujah bagi seseorang selain Rasulullahsaw. Kedua, pendapat
ini telah ditentang oleh sebagiansahabat dan tabi'in yang lain. Ketiga, nash ayat ini
justru membatalkan argumentasi mereka, karena didalamnyamenerangkan kualifikasi
tertentu:

3

Ibnul Jauzi, Talbis Iblis, Darul Kutub Al ‗Arobi, cetakan pertama, 1405 H, hal. 282
Ibid hal. 284
5
Ibid hal. 283
6
Ibid hal. 280
7
Majmu‘ Al Fatawa, 11/576-577
4
“Dan diantara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang
tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan
dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan ..."
Apabila perilaku seseorang seperti tersebut dalam ayat
ini,maka
ia
dikualifikasikan kafir tanpa diperdebatkan lagi.Jika ada orang yang membeli Al
Qur'an (mushaf) untukmenyesatkan manusia dari jalan Allah dan menjadikannya
bahanolok-olokan, maka jelas-jelas dia kafir. Perilaku seperti inilah yang dicela
oleh Allah.
Tetapi Allah sama sekalitidak pernah mencela orang yang
mempergunakan perkataan yangtidak berguna untuk hiburan dan menyenangkan
hatinya – bukanuntuk menyesatkan manusia dari jalan Allah. Demikian jugaorang
yang sengaja mengabaikan shalat karena sibuk membacaAl Qur'an atau membaca
hadits, atau bercakap-cakap, ataumenyanyi (mendengarkan nyanyian), atau
lainnya, maka orangtersebut termasuk durhaka dan melanggar perintah Allah.
Lainhalnya jika semua itu tidak menjadikannya mengabaikankewajiban kepada
Allah, yang demikian tidak apa-apa ialakukan."
Sedangkan ulama yang tidak memperbolehkan merujuk kepada penafsiran para
sahabat di antaranya:8
Abdullah bin ‗Abbas Radhiallahu'anhu, beliau mengatakan tentang ayat ini:
―Ayat ini turun berkenaan tentang nyanyian dan yang semisalnya.‖ (Diriwayatkan AlImam Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad (no. 1265), Ibnu Abi Syaibah (6/310),
Ibnu Jarir dalam tafsirnya (21/40), Ibnu Abid Dunya dalam Dzammul Malahi, AlBaihaqi (10/221, 223), dan dishahihkan Al-Albani dalam kitabnya Tahrim Alat AthTharb (hal. 142-143)).
Abdullah bin Mas‘ud radhiyallahu 'anhu, tatkala beliau ditanya tentang ayat ini,
beliau menjawab: ―Itu adalah nyanyian, demi Allah yang tiada Ilah yang haq
disembah kecuali Dia.‖ Beliau mengulangi ucapannya tiga kali. (Diriwayatkan oleh
Ibnu Jarir dalam tafsirnya, Ibnu Abi Syaibah, Al-Hakim (2/411), dan yang lainnya.
Al-Hakim mengatakan: ―Sanadnya shahih,‖ dan disetujui Adz-Dzahabi. Juga
dishahihkan oleh Al-Albani, lihat kitab Tahrim Alat Ath-Tharb hal. 143)
‗Ikrimah rahimahullahu. Syu‘aib bin Yasar berkata: ―Aku bertanya kepada
‗Ikrimah tentang makna (lahwul hadits) dalam ayat tersebut. Maka beliau menjawab:
‗Nyanyian‘.‖ (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Tarikh-nya (2/2/217), Ibnu Jarir
dalam tafsirnya, dan yang lainnya. Dihasankan Al-Albani dalam At-Tahrim hal. 143).
Mujahid bin Jabr rahimahullahu. Beliau mengucapkan seperti apa yang dikatakan
oleh ‗Ikrimah. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah no. 1167, 1179, Ibnu Jarir, dan
Ibnu Abid Dunya dari beberapa jalan yang sebagiannya shahih). Dan dalam riwayat
Ibnu Jarir yang lain, dari jalan Ibnu Juraij, dari Mujahid, tatkala beliau menjelaskan
makna al-lahwu dalam ayat tersebut, beliau berkata: ―Genderang.‖ (Al-Albani
berkata: Perawi-perawinya tepercaya, maka riwayat ini shahih jika Ibnu Juraij
mendengarnya dari Mujahid. Lihat At-Tahrim hal. 144)
Al-Hasan Al-Bashri Rahimahullah, beliau mengatakan: ―Ayat ini turun
berkenaan tentang nyanyian dan seruling.‖

8

Majalah Asy Syariah -asysyariah.com-
As-Suyuthi rahimahullahu menyebutkan atsar ini dalam Ad-Durrul Mantsur
(5/159) dan menyandarkannya kepada riwayat Ibnu Abi Hatim. Al-Albani berkata:
―Aku belum menemukan sanadnya sehingga aku bisa melihatnya.‖ (At-Tahrim hal.
144)
Oleh karena itu, berkata Al-Wahidi dalam tafsirnya Al-Wasith (3/441):
―Kebanyakan ahli tafsir menyebutkan bahwa makna lahwul hadits adalah nyanyian.
Ahli ma‘ani berkata: ‗Termasuk dalam hal ini adalah semua orang yang memilih hal
yang melalaikan, nyanyian, seruling, musik, dan mendahulukannya daripada AlQur`an.‖
Para ulama yang tidak membolehkan nyanyian dan musik pun memperkuat
dengan penafsiran surat An-Najm, ayat 59-61.

“Maka apakah kalian merasa heran terhadap pemberitaan ini? Dan kalian
menertawakan dan tidak menangis? Sedangkan kalian ber-sumud?” (An-Najm: 5961)
Para ulama menafsirkan ―kalian bersumud‖ maknanya adalah bernyanyi.
Termasuk yang menyebutkan tafsir ini adalah:
Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma. Beliau berkata: ―Maknanya adalah nyanyian.
Dahulu jika mereka mendengar Al-Qur`an, maka mereka bernyanyi dan bermainmain. Dan ini adalah bahasa penduduk Yaman (dalam riwayat lain: bahasa penduduk
Himyar).‖ (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam tafsirnya (27/82), Al- Baihaqi
(10/223). Al-Haitsami berkata: ―Diriwayatkan oleh Al-Bazzar dan sanadnya shahih.‖
(Majma‘ Az-Zawa`id, 7/116)
‗Ikrimah rahimahullahu. Beliau juga berkata: ―Yang dimaksud adalah nyanyian,
menurut bahasa Himyar.‖ (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Syaibah, 6/121)
Ada pula yang menafsirkan ayat ini dengan makna berpaling, lalai, dan yang
semisalnya. Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata: ―Ini tidaklah bertentangan dengan
makna ayat sebagaimana telah disebutkan, bahwa yang dimaksud sumud adalah lalai
dan lupa dari sesuatu.
Al-Mubarrid mengatakan: ‗Yaitu tersibukkan dari sesuatu bersama mereka. Ibnul
‗Anbar mengatakan: ‗As-Samid artinya orang yang lalai, orang yang lupa, orang yang
sombong, dan orang yang berdiri. ‘ Ibnu ‗Abbas Radhiallahu'anhu berkata tentang
ayat ini: ‗Yaitu kalian menyombongkan diri.‘ Adh-Dhahhak berkata: ‗Sombong dan
congkak.‘ Mujahid berkata: ‗Marah dan berpaling.‘ Yang lainnya berkata: ‗Lalai,
luput, dan berpaling.‘ Maka, nyanyian telah mengumpulkan semua itu dan
mengantarkan kepadanya.‖ (Ighatsatul Lahafan, 1/258)
Pengambilan Dalil Dari Hadis
Dalil hadis yang diambil oleh Yusur Qardhawi adalah dari hadis-hadis berikut:
Dari Aisyah Radhiyallahu 'anha, bahwa ketika dia menghantar pengantin
perempuan ke tempat laki-laki Ansar, maka Nabi bertanya: Hai Aisyah! Apakah
mereka ini disertai dengan suatu hiburan? Sebab orang-orang Ansar gemar sekali
terhadap hiburan." (Riwayat Bukhari)
Dan diriwayatkan pula:
"Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu ia berkata: Aisyah pernah mengawinkan
salah seorang kerabatnya dengan Ansar, kemudian Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa
Sallam datang dan bertanya: Apakah akan kamu hadiahkan seorang gadis itu? Mereka
menjawab: Betul! Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bertanya lagi. Apakah
kamu kirim bersamanya orang yang akan menyanyi? Aisyah menjawab: Tidak!
Kemudian Rasulllah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: Sesungguhnya orangorang Ansar adalah suatu kaum yang merayu. Oleh karena itu alangkah baiknya kalau
kamu kirim bersama dia itu seorang yang mengatakan: kami datang, kami datang,
selamat datang kami, selamat datang kamul" (Riwayat Ibnu Majah)

:
"Dan dari Aisyah Radhiyallahu 'anhA sesungguhnya Abu Bakar pernah masuk
kepadanya, sedang di sampingnya ada dua gadis yang sedang menyanyi dan memukul
gendang pada hari Mina (Idul Adha), sedang Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam
menutup wajahnya dengan pakaiannya, maka diusirlah dua gadis itu oleh Abu Bakar.
Lantas Nabi membuka wajahnya dan berkata kepada Abu Bakar Biarkanlah mereka
itu hai Abu Bakar, sebab hari ini adalah hari raya (hari bersenang-senang)." (Riwayat
Bukhari dan Muslim)
Adapun ulama yang tidak membolehkan nyanyian dan musik, mereka berdalil
dengan hadis-hadis berikut.
Pertama, Hadits Abu ‗Amir atau Abu Malik Al-Asy‘ari radhiyallahu 'anhu
bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

―Akan muncul di kalangan umatku, kaum-kaum yang menghalalkan zina, sutera,
khamr, dan alat-alat musik. Dan akan ada kaum yang menuju puncak gunung kembali
bersama ternak mereka, lalu ada orang miskin yang datang kepada mereka meminta
satu kebutuhan, lalu mereka mengatakan: ‗Kembalilah kepada kami besok.‘ Lalu
Allah Subhanahu wa Ta'ala membinasakan mereka di malam hari dan menghancurkan
bukit tersebut. Dan Allah mengubah yang lainnya menjadi kera-kera dan babi-babi,
hingga hari kiamat.‖ (HR. Al-Bukhari, 10/5590)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu berkata: ―(Tentang) alat-alat
(musik) yang melalaikan, telah shahih apa yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari
rahimahullahu dalam Shahih-nya secara ta‘liq dengan bentuk pasti (jazm), yang
masuk dalam syaratnya.‖ (Al-Istiqamah, 1/294, Tahrim Alat Ath-Tharb, hal. 39. Lihat
pula pembahasan lengkap tentang sanad hadits ini dalam Silsilah Ash- Shahihah, AlAlbani, 1/91)
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu berkata setelah menyebutkan panjang lebar
tentang keshahihan hadits ini dan membantah pendapat yang berusaha
melemahkannya: ―Maka barangsiapa –setelah penjelasan ini– melemahkan hadits ini,
maka dia adalah orang yang sombong dan penentang.
Kedua, hadits Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shalallahu
'Alaihi wa Sallambersabda:

―Dua suara yang terlaknat di dunia dan akhirat: seruling ketika mendapat nikmat,
dan suara (jeritan) ketika musibah.‖ (HR. Al-Bazzar dalam Musnad-nya, 1/377/755,
Adh-Dhiya` Al-Maqdisi dalam Al-Mukhtarah, 6/188/2200, dan dishahihkan oleh AlAlbani berdasarkan penguat-penguat yang ada. Lihat Tahrim Alat Ath-Tharb, hal. 52)
Juga dikuatkan dengan riwayat Jabir bin Abdullah radhiyallahu 'anhuma, dari
Abdurrahman bin ‗Auf radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda:

―Aku hanya dilarang dari meratap, dari dua suara yang bodoh dan fajir: Suara
ketika dendangan yang melalaikan dan permainan, seruling-seruling setan, dan suara
ketika musibah, mencakar wajah, merobek baju dan suara setan.‖ (HR. Al- Hakim,
4/40, Al-Baihaqi, 4/69, dan yang lainnya. Juga diriwayatkan At-Tirmidzi secara
ringkas, no. 1005)
An-Nawawi rahimahullahu berkata tentang makna ‗suara setan‘: ―Yang
dimaksud adalah nyanyian dan seruling.‖ (Tuhfatul Ahwadzi, 4/75)
Ketiga, Hadits Abdullah bin ‗Abbas Radhiallahu'anhu, dia berkata: Rasulullah
Shalallahu 'Alaihi wa Sallam telah bersabda:

―Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengharamkan atasku –atau–
diharamkan khamr, judi, dan al-kubah. Dan setiap yang memabukkan itu haram.‖
(HR. Abu Dawud no. 3696, Ahmad, 1/274, Al-Baihaqi, 10/221, Abu Ya‘la dalam
Musnad-nya no. 2729, dan yang lainnya. Dishahihkan oleh Ahmad Syakir dan AlAlbani, lihat At-Tahrim hal. 56).
Kata al-kubah telah ditafsirkan oleh perawi hadits ini yang bernama ‗Ali bin
Badzimah, bahwa yang dimaksud adalah gendang. (lihat riwayat Ath-Thabarani
dalam Al-Mu‟jam Al-Kabir, no. 12598)
Keempat, hadits Abdullah bin ‗Amr bin Al-‗Ash Radhiallahu'anhu, bahwasanya
RasulullahShalallahu 'Alaihi wa Sallambersabda:
―Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala mengharamkan khamr, judi, alkubah (gendang), dan al-ghubaira` (khamr yang terbuat dari bahan jagung), dan setiap
yang memabukkan itu haram.‖ (HR. Abu Dawud no. 3685, Ahmad, 2/158, AlBaihaqi, 10/221-222, dan yang lainnya. Hadits ini dihasankan Al-Albani dalam
Tahrim Alat Ath-Tharb hal. 58)
Para ulama yang tidak memperbolehkan nyanyian dan musik, mensyaratkan
pengecualian pada momen dan kondisi tertentu. Ada beberapa syarat yang mereka
tetapkan berdasarkan pengambilan dalil hadis yang shahih dari Rasulullah.
1. Bernyanyi dengan menabuh rebana di waktu acara pernikahan.
Mereka mengambil pensyaratan ini berdasarkan sebuah hadis yang datang dari
Rubayyi‘ bintu Mu‘awwidz bin ‗Afra` radhiyallahu 'anha, dia berkata:

―Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallamdatang, lalu beliau masuk tatkala acara
pernikahanku. Beliau duduk di atas ranjangku seperti duduknya engkau dariku. Maka
beberapa anak perempuan kecil mulai memukul rebana sambil menyebut kebaikan
orang-orang yang terbunuh dari orang-orang tuaku dalam Perang Badr. Salah seorang
dari mereka ada yang berkata: ‗Di antara kami ada seorang Nabi, yang mengetahui
apa yang terjadi esok hari.‘ Maka Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallambersabda:
‗Tinggalkan ucapan ini, dan ucapkanlah apa yang tadi engkau katakan‘.‖ (HR. AlBukhari, Kitab An-Nikah, Bab Dharbu Ad-Duf fin Nikah wal Walimah, no. 4852)
Al-Hafizh rahimahullahu berkata ketika mengomentari hadits ini: ―Al-Muhallab
berkata: ‗Dalam hadits ini terdapat dalil tentang bolehnya mengumumkan pernikahan
dengan rebana dan nyanyian yang mubah‘.‖ (Fathul Bari, 9/203)
Hal ini dikuatkan pula dengan hadits ‗Amir bin Sa‘d radhiyallahu 'anhu, dia
berkata:

―Aku masuk ke tempat Quradzah bin Ka‘b dan Abu Mas‘ud Al-Anshari dalam
acara pernikahan. Ternyata ada beberapa anak wanita kecil sedang bernyanyi. Maka
aku bertanya: ‗Kalian berdua adalah sahabat Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam dan
ikut dalam Perang Badr. Hal ini (nyanyian) dilakukan di dekat kalian?‘ Maka ia
menjawab: ‗Jika engkau mau, dengarkanlah bersama kami. Dan jika engkau mau,
pergilah. Sesungguhnya telah dibolehkan bagi kami bersenang- senang ketika
pernikahan.‖ (HR. An-Nasa`i no. 3383. Dihasankan Al-Albani dalam Shahih Sunan
An-Nasa`i)
Juga hadits yang diriwayatkan dari Muhammad bin Hathib radhiyallahu 'anhu,
dia berkata: Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
―Pembeda antara (hubungan) yang haram dan yang halal adalah menabuh rebana
dan suara dalam pernikahan.‖ (HR. Ahmad, 3/418, At-Tirmidzi no. 1088, An-Nasa`i
no. 3369, Ibnu Majah no. 1896. Dihasankan Al-Albani dalam Al-Irwa`, 7/1994)
2. Bernyanyi dan Menabuh Rebana di Hari Raya
Hal ini berdasarkan hadits Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata:

n:
Abu Bakr masuk (ke tempatku) dan di dekatku ada dua anak perempuan kecil
dari wanita Anshar sedang bernyanyi tentang apa yang dikatakan oleh orang- orang
Anshar pada masa Bu‘ats (perang besar yang terjadi di masa jahiliah antara suku Aus
dan Khazraj).‖ Aisyah berkata: ―Keduanya bukanlah penyanyi.‖ Abu Bakr lalu
berkata: ―Apakah seruling setan di dekat Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, di
rumah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam?‖ Hal itu terjadi pada hari raya.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: ‗Wahai Abu Bakr, sesungguhnya
setiap kaum memiliki hari raya. Dan ini adalah hari raya kita‘.‖ (HR. Al-Bukhari,
Kitab Al-„Iedain, Bab Sunnatul „Iedain li Ahlil Islam no. 909)
Dalam riwayat Al-Bukhari pula, dari Aisyah radhiyallahu 'anha: ―Abu Bakr
radhiyallahu 'anhu masuk ke tempat Aisyah. Di dekatnya ada dua perempuan kecil –
pada hari-hari Mina (hari tasyriq) – sambil memukul rebana, dalam keadaan Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam menutup wajahnya dengan bajunya. Abu Bakr lalu
membentak mereka berdua. Maka Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam menyingkap
baju tersebut dari wajahnya lalu berkata: ―Biarkanlah keduanya wahai Abu Bakr,
karena sesungguhnya ini adalah hari-hari raya.‖ Waktu itu adalah hari-hari Mina.‖
(HR. Al-Bukhari no. 944)
Abu Ath-Thayyib Ath-Thabari rahimahullahu berkata: ―Hadits ini adalah hujjah
kami. Sebab Abu Bakr menamakan hal itu sebagai seruling setan, dan Nabi
Shalallahu 'Alaihi wa Sallamtidak mengingkari ucapan Abu Bakr. Hanya saja beliau
Shalallahu 'Alaihi wa Sallam melarang Abu Bakr melakukan pengingkaran keras
terhadapnya karena kebaikan beliau dalam bergaul, apalagi pada hari raya. Sementara
Aisyah radhiyallahu 'anha masih anak kecil pada waktu itu. Tetapi tidak ada
dinukilkan dari beliau (Aisyah) setelah beliau baligh dan mendapat ilmu kecuali
celaan terhadap nyanyian. Anak saudaranya sendiri yang bernama Al- Qasim bin
Muhammad mencela nyanyian dan melarang dari mendengarnya. Dia (Al-Qasim)
mengambil ilmu darinya (Aisyah radhiyallahu 'anha).‖ (Talbis Iblis, Ibnul Jauzi hal.
292, At-Tahrim hal. 114)
Ibnu Taimiyyah rahimahullahu juga berkata dalam risalah As-Sama‘ War
Raqsh (Nyanyian dan Tarian): ―Dalam hadits ini ada penjelasan bahwa berkumpul
untuk perkara ini bukanlah kebiasaan Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam dan para
sahabatnya. Abu Bakar radhiyallahu 'anhu menamakannya sebagai seruling setan.
Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam membiarkan anak-anak perempuan cilik
melakukannya dengan menyebutkan sebab bahwa itu adalah hari raya. Dan anakanak kecil diberi keringanan bermain pada hari-hari raya, sebagaimana terdapat
dalam hadits: ‗Agar kaum musyrikin mengetahui bahwa di dalam agama kami
terdapat kelonggaran‘.‖ (At-Tahrim hal. 114-115)
Tidak diketahui ada riwayat yang shahih dari Nabi Shalallahu 'Alaihi wa
Sallam, yang membolehkan umatnya bernyanyi dengan menggunakan rebana,
kecuali dua keadaan tersebut: pesta pernikahan dan hari-hari raya.

Penutup
Kesimpulan
Dari pemeparan makalah di atas, penulis bisa menyimpulkan beberapa poin
sebagai berikut:
1. Para ulama berbeda pendapat dalam masalah nyanyian dan musik. Akan tetapi
mereka bersepakat atas keharaman nyanyian dan musik yang tidak sesuai dengan
syariat, melalaikan, mengumbar hawa nafsu dan syahwat, berlenggak-lenggok
dalam tarian dan menimbulkan fitnah.
2. Perbedaan pendapat para ulama ini berdasarkan penafsiran kalimat dalam AlQur'an (
), dan pengambilan dalil baik dari Al-Qur'an maupun hadist, dan
pemahaman yang beragam atas dalil-dalil tersebut.
3. Para ulama yang tidak memperbolehkan nyanyian dan musik pun mengecualikan
pada bebepa kondisi dan situasi, yaitu:
a. Pada momen pernikahan dan hari raya saja, maka di luar dari kedua momen
itu hukum nyanyian dan musik teralarang.
b. Hanyamenggunakan duf atau rebana. Alat musik selainnya menjadi terlarang
pula.
c. Terbatas pada kalangan wanita, maka kalangan laki-laki tidak diperkenankan
karena nabi dan para sahabat tidak melakukannya.
Saran
Ada beberapa saran dari penulis bagi para pembaca yang mudah-mudahan dapat
memberi manfaat dan dapat diterima. Karena, kita semua adalah muslim, dan setiap
muslim adalah saudara.
1. Hendaknya kita berhati-hati mendangarkan bahkan menyukai nyanyian dan
musik pada masa sekarang. Karena, banyak nyanyian musik yang berbau
kesyirikan, melalikan, melemahkan jiwa, dan bahkan membuat putus asa.
2. Ketika jiwa sedang dalam keadaan futur atau lemahnya keimanan, maka
pilihlah Al-Qur'an sebagai penawarnya, dzikir sebagai penantram jiwa, atau
hal-hal lain yang tidak bertentangan dengan syariat Islam. Jangan, kita
mendengarkan nyanyian dan musik yang justru membuat jiwa semakin
terpuruk.
3. Bagi yang ingin lepas dari nyanyian dan musik, maka hapuslah semua file
baik dalam Hp, Ipad, Notebook, Laptop, komputer, MP3, MP4,dan lainnya
dengan murotal dari qori yang disukai. Mudah-mudahan, Allah memudahkan
kita untuk meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat menuju sesuatu yang
sangat berharga dan bermanfaat.

Daftar Pustaka
Buku
-

Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer, Jakarta: Gema Insani Press
Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam, Alih bahasa: H. Mu'ammal
Hamidy, Penerbit: PT. Bina Ilmu, 1993
Ibnul Jauzi, Talbis Iblis, Darul Kutub Al ‗Arobi, cetakan pertama, 1405 H
Syaikh Shalih bin Fauzah bin Abdullah Al-Fauzan, Kritik terhadap buku:
Halal dan Haram dalam Islam,Solo: Pustaka Istiqamah

Artikel
-

Dari artikel 'Saatnya Meninggalkan Musik — Muslim.Or.Id
Abu Karimah Askary,Hidup Tanpa Musik,Sumber: Majalah Asy Syariah asysyariah.com

Website
-

almanhaj.or.id
muslim.or.id
isnet.com

More Related Content

What's hot

Skrip teks pengacara majlis malam puisi secara maya (online)
Skrip teks pengacara majlis malam puisi secara maya (online)Skrip teks pengacara majlis malam puisi secara maya (online)
Skrip teks pengacara majlis malam puisi secara maya (online)Mr. Suhaimi bin Long
 
Sistem pemikiran perkembangan dan perekonomian islam pada masa kulafaurRosyidin
Sistem pemikiran perkembangan dan perekonomian islam pada masa kulafaurRosyidinSistem pemikiran perkembangan dan perekonomian islam pada masa kulafaurRosyidin
Sistem pemikiran perkembangan dan perekonomian islam pada masa kulafaurRosyidinErni Setyaningsih
 
Tafsir pada periode tabi’in dan periode tadwin
Tafsir pada periode tabi’in dan periode tadwinTafsir pada periode tabi’in dan periode tadwin
Tafsir pada periode tabi’in dan periode tadwinJumal Ahmad
 
Pendekatan Langsung dalam Penterjemahan
Pendekatan Langsung dalam PenterjemahanPendekatan Langsung dalam Penterjemahan
Pendekatan Langsung dalam Penterjemahansyatirahyusri
 
Kertas kerja iftar jamaie
Kertas kerja iftar jamaie Kertas kerja iftar jamaie
Kertas kerja iftar jamaie Farhana Fuzi
 
Perkembangan bahasa melayu
Perkembangan bahasa melayuPerkembangan bahasa melayu
Perkembangan bahasa melayuAtykah Aura
 
14. kritik sanad matn dalam ilmu hadits.pptx baru
14. kritik sanad matn dalam ilmu hadits.pptx baru14. kritik sanad matn dalam ilmu hadits.pptx baru
14. kritik sanad matn dalam ilmu hadits.pptx baruFakhri Cool
 
Unit 1 asas teori muzik
Unit 1 asas teori muzikUnit 1 asas teori muzik
Unit 1 asas teori muzikSanty Humvee
 
ahli sunnah wal jama'ah menurut syari'ah
ahli sunnah wal jama'ah menurut syari'ahahli sunnah wal jama'ah menurut syari'ah
ahli sunnah wal jama'ah menurut syari'ahluthfil hakim
 
Penulisan mekanis dan mentalis
Penulisan mekanis dan mentalisPenulisan mekanis dan mentalis
Penulisan mekanis dan mentalisAini Kifli
 
Balaghoh (ma'ani, badi', bayan)
Balaghoh (ma'ani, badi', bayan)Balaghoh (ma'ani, badi', bayan)
Balaghoh (ma'ani, badi', bayan)Erta Erta
 
Jenis Sastera Rakyat (Mitos dan Lagenda)
Jenis Sastera Rakyat (Mitos dan Lagenda) Jenis Sastera Rakyat (Mitos dan Lagenda)
Jenis Sastera Rakyat (Mitos dan Lagenda) cg.Teha Amran
 
Penerangan ilmu mantiq
Penerangan ilmu mantiqPenerangan ilmu mantiq
Penerangan ilmu mantiqAtykah Aura
 
Bacaan Sholat dan Terjemah Per-Kata
Bacaan Sholat dan Terjemah Per-KataBacaan Sholat dan Terjemah Per-Kata
Bacaan Sholat dan Terjemah Per-KataMasyrifah Jazm
 
ANALISIS STILISTIK PUISI MEMBUNUH MIMPI (SEBUAH PESAN UNTUK MAYAWATI) KARYA ...
ANALISIS STILISTIK  PUISI MEMBUNUH MIMPI (SEBUAH PESAN UNTUK MAYAWATI) KARYA ...ANALISIS STILISTIK  PUISI MEMBUNUH MIMPI (SEBUAH PESAN UNTUK MAYAWATI) KARYA ...
ANALISIS STILISTIK PUISI MEMBUNUH MIMPI (SEBUAH PESAN UNTUK MAYAWATI) KARYA ...eikarshdn
 
Penulisan Unsur Serapan
Penulisan Unsur SerapanPenulisan Unsur Serapan
Penulisan Unsur Serapanfiro HAR
 
Ust adi hidayat petunjuk hidup dalam al quran
Ust adi hidayat   petunjuk hidup dalam al quranUst adi hidayat   petunjuk hidup dalam al quran
Ust adi hidayat petunjuk hidup dalam al quranmahirah humaerah
 

What's hot (20)

Skrip teks pengacara majlis malam puisi secara maya (online)
Skrip teks pengacara majlis malam puisi secara maya (online)Skrip teks pengacara majlis malam puisi secara maya (online)
Skrip teks pengacara majlis malam puisi secara maya (online)
 
Sistem pemikiran perkembangan dan perekonomian islam pada masa kulafaurRosyidin
Sistem pemikiran perkembangan dan perekonomian islam pada masa kulafaurRosyidinSistem pemikiran perkembangan dan perekonomian islam pada masa kulafaurRosyidin
Sistem pemikiran perkembangan dan perekonomian islam pada masa kulafaurRosyidin
 
Ppt ulumul qur’an ii
Ppt ulumul qur’an iiPpt ulumul qur’an ii
Ppt ulumul qur’an ii
 
Ucapan
UcapanUcapan
Ucapan
 
Tafsir pada periode tabi’in dan periode tadwin
Tafsir pada periode tabi’in dan periode tadwinTafsir pada periode tabi’in dan periode tadwin
Tafsir pada periode tabi’in dan periode tadwin
 
Pendekatan Langsung dalam Penterjemahan
Pendekatan Langsung dalam PenterjemahanPendekatan Langsung dalam Penterjemahan
Pendekatan Langsung dalam Penterjemahan
 
Kertas kerja iftar jamaie
Kertas kerja iftar jamaie Kertas kerja iftar jamaie
Kertas kerja iftar jamaie
 
Perkembangan bahasa melayu
Perkembangan bahasa melayuPerkembangan bahasa melayu
Perkembangan bahasa melayu
 
14. kritik sanad matn dalam ilmu hadits.pptx baru
14. kritik sanad matn dalam ilmu hadits.pptx baru14. kritik sanad matn dalam ilmu hadits.pptx baru
14. kritik sanad matn dalam ilmu hadits.pptx baru
 
Unit 1 asas teori muzik
Unit 1 asas teori muzikUnit 1 asas teori muzik
Unit 1 asas teori muzik
 
ahli sunnah wal jama'ah menurut syari'ah
ahli sunnah wal jama'ah menurut syari'ahahli sunnah wal jama'ah menurut syari'ah
ahli sunnah wal jama'ah menurut syari'ah
 
Penulisan mekanis dan mentalis
Penulisan mekanis dan mentalisPenulisan mekanis dan mentalis
Penulisan mekanis dan mentalis
 
Balaghoh (ma'ani, badi', bayan)
Balaghoh (ma'ani, badi', bayan)Balaghoh (ma'ani, badi', bayan)
Balaghoh (ma'ani, badi', bayan)
 
Jenis Sastera Rakyat (Mitos dan Lagenda)
Jenis Sastera Rakyat (Mitos dan Lagenda) Jenis Sastera Rakyat (Mitos dan Lagenda)
Jenis Sastera Rakyat (Mitos dan Lagenda)
 
Mutlaq
MutlaqMutlaq
Mutlaq
 
Penerangan ilmu mantiq
Penerangan ilmu mantiqPenerangan ilmu mantiq
Penerangan ilmu mantiq
 
Bacaan Sholat dan Terjemah Per-Kata
Bacaan Sholat dan Terjemah Per-KataBacaan Sholat dan Terjemah Per-Kata
Bacaan Sholat dan Terjemah Per-Kata
 
ANALISIS STILISTIK PUISI MEMBUNUH MIMPI (SEBUAH PESAN UNTUK MAYAWATI) KARYA ...
ANALISIS STILISTIK  PUISI MEMBUNUH MIMPI (SEBUAH PESAN UNTUK MAYAWATI) KARYA ...ANALISIS STILISTIK  PUISI MEMBUNUH MIMPI (SEBUAH PESAN UNTUK MAYAWATI) KARYA ...
ANALISIS STILISTIK PUISI MEMBUNUH MIMPI (SEBUAH PESAN UNTUK MAYAWATI) KARYA ...
 
Penulisan Unsur Serapan
Penulisan Unsur SerapanPenulisan Unsur Serapan
Penulisan Unsur Serapan
 
Ust adi hidayat petunjuk hidup dalam al quran
Ust adi hidayat   petunjuk hidup dalam al quranUst adi hidayat   petunjuk hidup dalam al quran
Ust adi hidayat petunjuk hidup dalam al quran
 

Viewers also liked (20)

Yuk, belajar nasyid!!!
Yuk, belajar nasyid!!!Yuk, belajar nasyid!!!
Yuk, belajar nasyid!!!
 
Nasyid
NasyidNasyid
Nasyid
 
2013_6
2013_62013_6
2013_6
 
2013_7
2013_72013_7
2013_7
 
Sti 1 akidah akhlak
Sti 1 akidah akhlakSti 1 akidah akhlak
Sti 1 akidah akhlak
 
№112 (2014)
№112 (2014)№112 (2014)
№112 (2014)
 
#110 (2013)
#110 (2013)#110 (2013)
#110 (2013)
 
2013_8
2013_82013_8
2013_8
 
Tarbijakaitse
TarbijakaitseTarbijakaitse
Tarbijakaitse
 
2013_4
2013_42013_4
2013_4
 
2013_3
2013_32013_3
2013_3
 
Satu hari satu doa (1)
Satu hari satu doa (1)Satu hari satu doa (1)
Satu hari satu doa (1)
 
№123 (12_2014)
№123 (12_2014)№123 (12_2014)
№123 (12_2014)
 
Meraih hidup bahagia
Meraih hidup bahagia Meraih hidup bahagia
Meraih hidup bahagia
 
Kata kata positif dalam mendidik Anak
Kata kata positif dalam mendidik AnakKata kata positif dalam mendidik Anak
Kata kata positif dalam mendidik Anak
 
№119 (08_2014)
№119 (08_2014)№119 (08_2014)
№119 (08_2014)
 
2013_12
2013_122013_12
2013_12
 
Create free website
Create free websiteCreate free website
Create free website
 
Kisah abu dahdah
Kisah abu dahdahKisah abu dahdah
Kisah abu dahdah
 
№121 (10_2014)
№121 (10_2014)№121 (10_2014)
№121 (10_2014)
 

Similar to Hukum musik

Seni Suara
Seni SuaraSeni Suara
Seni SuaraCik RiNa
 
Music dan dance dalam islam
Music dan dance dalam islamMusic dan dance dalam islam
Music dan dance dalam islamardhy nugraha
 
6455285 pandangan-berlagu-dan-seumpamanya-dalam-islam
6455285 pandangan-berlagu-dan-seumpamanya-dalam-islam6455285 pandangan-berlagu-dan-seumpamanya-dalam-islam
6455285 pandangan-berlagu-dan-seumpamanya-dalam-islamAbdul Hariz King Rock
 
Hukum bermain dan mendengarkan musik dalam islam
Hukum bermain dan mendengarkan musik dalam islamHukum bermain dan mendengarkan musik dalam islam
Hukum bermain dan mendengarkan musik dalam islamTri Asih Krisna
 
Hukum Mendengarkan dan Menikmati Musik
Hukum Mendengarkan dan Menikmati MusikHukum Mendengarkan dan Menikmati Musik
Hukum Mendengarkan dan Menikmati MusikOppi Ulandari
 
Ctu 281 kuliah 9 seni muzik dan nyanyian dalam islam
Ctu 281 kuliah 9 seni muzik dan nyanyian dalam islamCtu 281 kuliah 9 seni muzik dan nyanyian dalam islam
Ctu 281 kuliah 9 seni muzik dan nyanyian dalam islamSyuk Bond
 
2763969 sejarah-seni-islam-zaman-umayyah
2763969 sejarah-seni-islam-zaman-umayyah2763969 sejarah-seni-islam-zaman-umayyah
2763969 sejarah-seni-islam-zaman-umayyahAbdul Hariz King Rock
 
MUSIK_TRADISIONAL [Autosaved].pptx
MUSIK_TRADISIONAL [Autosaved].pptxMUSIK_TRADISIONAL [Autosaved].pptx
MUSIK_TRADISIONAL [Autosaved].pptxmdtacahayaalfatih
 
S6 modul unit 5 muzik malaysia
S6  modul unit 5 muzik malaysiaS6  modul unit 5 muzik malaysia
S6 modul unit 5 muzik malaysiaJasmine Looi
 
Alat musik tradisional
Alat musik tradisionalAlat musik tradisional
Alat musik tradisionalRizal Fahmi
 
Presentasi 10 hukum musik & lagu
Presentasi 10   hukum musik & laguPresentasi 10   hukum musik & lagu
Presentasi 10 hukum musik & lagumuiz zakaria
 

Similar to Hukum musik (20)

Seni Suara
Seni SuaraSeni Suara
Seni Suara
 
Music dan dance dalam islam
Music dan dance dalam islamMusic dan dance dalam islam
Music dan dance dalam islam
 
6455285 pandangan-berlagu-dan-seumpamanya-dalam-islam
6455285 pandangan-berlagu-dan-seumpamanya-dalam-islam6455285 pandangan-berlagu-dan-seumpamanya-dalam-islam
6455285 pandangan-berlagu-dan-seumpamanya-dalam-islam
 
Hukum bermain dan mendengarkan musik dalam islam
Hukum bermain dan mendengarkan musik dalam islamHukum bermain dan mendengarkan musik dalam islam
Hukum bermain dan mendengarkan musik dalam islam
 
Pendidikan islam ( muzik )
Pendidikan islam ( muzik )Pendidikan islam ( muzik )
Pendidikan islam ( muzik )
 
Lagu dan muzik yang dibolehkan oleh syariat
Lagu dan muzik yang dibolehkan oleh syariatLagu dan muzik yang dibolehkan oleh syariat
Lagu dan muzik yang dibolehkan oleh syariat
 
Musik
MusikMusik
Musik
 
Hukum Mendengarkan dan Menikmati Musik
Hukum Mendengarkan dan Menikmati MusikHukum Mendengarkan dan Menikmati Musik
Hukum Mendengarkan dan Menikmati Musik
 
Musik tradisional jawa barat
Musik tradisional jawa baratMusik tradisional jawa barat
Musik tradisional jawa barat
 
Musik Nusantara
Musik NusantaraMusik Nusantara
Musik Nusantara
 
Ctu 281 kuliah 9 seni muzik dan nyanyian dalam islam
Ctu 281 kuliah 9 seni muzik dan nyanyian dalam islamCtu 281 kuliah 9 seni muzik dan nyanyian dalam islam
Ctu 281 kuliah 9 seni muzik dan nyanyian dalam islam
 
2763969 sejarah-seni-islam-zaman-umayyah
2763969 sejarah-seni-islam-zaman-umayyah2763969 sejarah-seni-islam-zaman-umayyah
2763969 sejarah-seni-islam-zaman-umayyah
 
MUSIK_TRADISIONAL [Autosaved].pptx
MUSIK_TRADISIONAL [Autosaved].pptxMUSIK_TRADISIONAL [Autosaved].pptx
MUSIK_TRADISIONAL [Autosaved].pptx
 
S6 modul unit 5 muzik malaysia
S6  modul unit 5 muzik malaysiaS6  modul unit 5 muzik malaysia
S6 modul unit 5 muzik malaysia
 
Musik asia
Musik asia Musik asia
Musik asia
 
Alat musik tradisional
Alat musik tradisionalAlat musik tradisional
Alat musik tradisional
 
Kelompok 5 kordofon dipetik & elektrofon
Kelompok 5 kordofon dipetik & elektrofonKelompok 5 kordofon dipetik & elektrofon
Kelompok 5 kordofon dipetik & elektrofon
 
Presentasi 10 hukum musik & lagu
Presentasi 10   hukum musik & laguPresentasi 10   hukum musik & lagu
Presentasi 10 hukum musik & lagu
 
Seni musik
Seni musikSeni musik
Seni musik
 
Lagu nusantara
Lagu nusantaraLagu nusantara
Lagu nusantara
 

More from BahRum Subagia

10 sahabat yang dijamin masuk surga
10 sahabat yang dijamin masuk surga10 sahabat yang dijamin masuk surga
10 sahabat yang dijamin masuk surgaBahRum Subagia
 
Panduan islam dalam mencari rejeki
Panduan islam dalam mencari rejekiPanduan islam dalam mencari rejeki
Panduan islam dalam mencari rejekiBahRum Subagia
 
Sultan Muhammad Al Fatih
Sultan Muhammad Al FatihSultan Muhammad Al Fatih
Sultan Muhammad Al FatihBahRum Subagia
 
Catatan Parenting: Strategi 1 fokus pada solusi
Catatan Parenting: Strategi 1 fokus pada solusiCatatan Parenting: Strategi 1 fokus pada solusi
Catatan Parenting: Strategi 1 fokus pada solusiBahRum Subagia
 
Laporan Praktek Kerja Lapangan KPI UIKA 2014
Laporan Praktek Kerja Lapangan KPI UIKA  2014Laporan Praktek Kerja Lapangan KPI UIKA  2014
Laporan Praktek Kerja Lapangan KPI UIKA 2014BahRum Subagia
 
Meraih hidup bahagia cet 2
Meraih hidup bahagia cet 2Meraih hidup bahagia cet 2
Meraih hidup bahagia cet 2BahRum Subagia
 
Fikih dakwah dan pemikiran dakwah di indonesia (2)
Fikih dakwah dan pemikiran dakwah di indonesia (2)Fikih dakwah dan pemikiran dakwah di indonesia (2)
Fikih dakwah dan pemikiran dakwah di indonesia (2)BahRum Subagia
 
Power fiqh siyasah (2)
Power fiqh siyasah (2)Power fiqh siyasah (2)
Power fiqh siyasah (2)BahRum Subagia
 
Dengan amalan sederhana, raih banyak pahala
Dengan amalan sederhana, raih banyak pahalaDengan amalan sederhana, raih banyak pahala
Dengan amalan sederhana, raih banyak pahalaBahRum Subagia
 
Komunikasi kelompok dalam perspektif psikologi
Komunikasi kelompok dalam perspektif psikologiKomunikasi kelompok dalam perspektif psikologi
Komunikasi kelompok dalam perspektif psikologiBahRum Subagia
 
Makalah mata kuliah manajemen dakwah (orientalisme)
Makalah mata kuliah manajemen dakwah (orientalisme)Makalah mata kuliah manajemen dakwah (orientalisme)
Makalah mata kuliah manajemen dakwah (orientalisme)BahRum Subagia
 
Revisi tafsir al quran
Revisi tafsir al quranRevisi tafsir al quran
Revisi tafsir al quranBahRum Subagia
 
Liberalisasi pemikiran final (ust mujahid)
Liberalisasi pemikiran final (ust mujahid)Liberalisasi pemikiran final (ust mujahid)
Liberalisasi pemikiran final (ust mujahid)BahRum Subagia
 
Liberalisasi pemikiran final (ust mujahid)
Liberalisasi pemikiran final (ust mujahid)Liberalisasi pemikiran final (ust mujahid)
Liberalisasi pemikiran final (ust mujahid)BahRum Subagia
 
Contoh proposal skripsi
Contoh proposal skripsiContoh proposal skripsi
Contoh proposal skripsiBahRum Subagia
 

More from BahRum Subagia (20)

10 sahabat yang dijamin masuk surga
10 sahabat yang dijamin masuk surga10 sahabat yang dijamin masuk surga
10 sahabat yang dijamin masuk surga
 
Studi ilmu hadis
Studi ilmu hadisStudi ilmu hadis
Studi ilmu hadis
 
Panduan islam dalam mencari rejeki
Panduan islam dalam mencari rejekiPanduan islam dalam mencari rejeki
Panduan islam dalam mencari rejeki
 
Sultan Muhammad Al Fatih
Sultan Muhammad Al FatihSultan Muhammad Al Fatih
Sultan Muhammad Al Fatih
 
Catatan Parenting: Strategi 1 fokus pada solusi
Catatan Parenting: Strategi 1 fokus pada solusiCatatan Parenting: Strategi 1 fokus pada solusi
Catatan Parenting: Strategi 1 fokus pada solusi
 
Laporan Praktek Kerja Lapangan KPI UIKA 2014
Laporan Praktek Kerja Lapangan KPI UIKA  2014Laporan Praktek Kerja Lapangan KPI UIKA  2014
Laporan Praktek Kerja Lapangan KPI UIKA 2014
 
Dzikir setelah shalat
Dzikir setelah shalatDzikir setelah shalat
Dzikir setelah shalat
 
Meraih hidup bahagia cet 2
Meraih hidup bahagia cet 2Meraih hidup bahagia cet 2
Meraih hidup bahagia cet 2
 
Fikih dakwah dan pemikiran dakwah di indonesia (2)
Fikih dakwah dan pemikiran dakwah di indonesia (2)Fikih dakwah dan pemikiran dakwah di indonesia (2)
Fikih dakwah dan pemikiran dakwah di indonesia (2)
 
Power fiqh siyasah (2)
Power fiqh siyasah (2)Power fiqh siyasah (2)
Power fiqh siyasah (2)
 
Dengan amalan sederhana, raih banyak pahala
Dengan amalan sederhana, raih banyak pahalaDengan amalan sederhana, raih banyak pahala
Dengan amalan sederhana, raih banyak pahala
 
Komunikasi kelompok dalam perspektif psikologi
Komunikasi kelompok dalam perspektif psikologiKomunikasi kelompok dalam perspektif psikologi
Komunikasi kelompok dalam perspektif psikologi
 
Makalah mata kuliah manajemen dakwah (orientalisme)
Makalah mata kuliah manajemen dakwah (orientalisme)Makalah mata kuliah manajemen dakwah (orientalisme)
Makalah mata kuliah manajemen dakwah (orientalisme)
 
Revisi tafsir al quran
Revisi tafsir al quranRevisi tafsir al quran
Revisi tafsir al quran
 
Liberalisasi pemikiran final (ust mujahid)
Liberalisasi pemikiran final (ust mujahid)Liberalisasi pemikiran final (ust mujahid)
Liberalisasi pemikiran final (ust mujahid)
 
Fiqih dakwah
Fiqih dakwahFiqih dakwah
Fiqih dakwah
 
Liberalisasi pemikiran final (ust mujahid)
Liberalisasi pemikiran final (ust mujahid)Liberalisasi pemikiran final (ust mujahid)
Liberalisasi pemikiran final (ust mujahid)
 
Konsep kebahagiaan
Konsep kebahagiaanKonsep kebahagiaan
Konsep kebahagiaan
 
Dakwah melalui radio
Dakwah melalui radioDakwah melalui radio
Dakwah melalui radio
 
Contoh proposal skripsi
Contoh proposal skripsiContoh proposal skripsi
Contoh proposal skripsi
 

Hukum musik

  • 1. Pendahuluan Di jaman sekarang, musik dan nyanyian bagi kaum muslimin sudah menjadi sesuatu yang tidak asing lagi. Banyak kaum muslimin mendengarkan dan menyanyikan lagu dengan diiringi musik. Bahkan, sebagian mereka merasa tidak asik bila sehari saja tidak mendengarkan nyanyian yang diiringi musik. Nyanyian dan musik sudah mengisi dimensi ruang dan waktu kaum muslimin. Di setiap tempat, seperti toko, pasar, mall, hotel, restoran, rumah, kereta, bis, angkot, dan lain-lain tidak lepas dengan nyanyian musik. Begitu juga di setiap acara pesta, seperti pernikahan, perpisahan, ulang tahun, khitanan, dan lain-lain tidak lepas dari nyanyian dan musik. Nyanyian dan musik pun disukai oleh setiap tingkatan umur. Dari balita, anak muda hingga orang tua adanyanyian dan jenis musik yang berbeda-beda bagi mereka. Musik juga menjadi gaya hidup dan ladang bisnis yang menguntungkan. Banyak anak muda yang mati-matian mendedikasikan hidupnya demi musik. Banyak anak-anak muslim yang rela mengorbankan semuanya demi mengikuti audisi penyanyi. Kita mengenal ada Indonesian Idol, Kontes Dangdut Indonesia (KDI), XFactor, dan lain-lain yang diselenggarakan sebagai ajang pencarian bakat penyanyi. Berpuluh-puluh juta digelontorkan untuk sebuah konser, pembuatan video klip, dan lain-lain. Bagaimana sebenarnya Islam menghukumi nyanyian dan musik? Insya Allah dalam makalah sederhana ini penulis akan memaparkan berbagai pendapat para ulama Islam tentang hukum nyanyian dan musik. Penulis juga akan mengumpulkan semua dalil yang menjadi landasan semua pendapat yang dikutip oleh para mujtahid, baik dalil-dalil itu berupa ayat Al-Qur'an atau Sunnah, ijma dan qiyas ataupun dalil-dalil lain. Mudah-mudahan makalah yang sederhana ini memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya. Penulis akui bahwa makalah ini jauh dari sempurna, maka sangat ditunggu kritik dan sarannya. Pembahasan A. Pengretian dan Jenis-Jenis Musik Musik dalam bahasa Arab disebut ma‟azif, yang berasal dari kata „azafa yang berarti berpaling. Kalau dikatakan: Si fulan berazaf dari sesuatu, maknanya adalah berpaling dari sesuatu. Jika dikatakan laki-laki yang „azuf dari yang melalaikan, artinya yang berpaling darinya. Bila dikatakan laki-laki yang „azuf dari para wanita artinya adalah yang tidak senang kepada mereka. Ma‟azif adalah jamak dari mi‟zaf, dan disebut juga „azfun. Mi‟zaf adalah sejenis alat musik yang dipakai oleh penduduk Yaman dan selainnya, terbuat dari kayu dan dijadikan sebagai alat musik. Al-„Azif adalah orang yang bermain dengannya.
  • 2. Al-Laits rahimahullahu berkata: ―Al-ma‟azif adalah alat-alat musik yang dipukul.‖ Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu berkata: ―Al-ma‟azif adalah alat-alat musik.‖ Al-Qurthubi rahimahullahu meriwayatkan dari Al-Jauhari bahwa al-ma‟azif adalah nyanyian. Yang terdapat dalam Shihah-nya bahwa yang dimaksud adalah alatalat musik. Ada pula yang mengatakan maknanya adalah suara-suara yang melalaikan. Ad-Dimyathi berkata: ―Al-ma‟azif adalah genderang dan yang lainnya berupa sesuatu yang dipukul.‖ (lihat Tahdzib Al-Lughah, 2/86, Mukhtarush Shihah, hal. 181, Fathul Bari, 10/57) Al-Imam Adz-Dzahabi rahimahullahu berkata: ―Al-ma‟azif adalah nama bagi setiap alat musik yang dimainkan, seperti seruling, gitar, dan klarinet (sejenis seruling), serta simba.‖ (Siyar A‟lam An-Nubala`, 21/158) Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata bahwa al-ma‟azif adalah seluruh jenis alat musik, dan tidak ada perselisihan ahli bahasa dalam hal ini. (Ighatsatul Lahafan, 1/260-261) Mengenal Macam-Macam Alat Musik Alat-alat musik banyak macamnya. Namun dapat kita klasifikasi alat-alat tersebut ke dalam empat kelompok: Pertama: Alat-alat musik yang diketuk atau dipukul (perkusi). Yaitu jenis alat musik yang mengeluarkan suara saat digoncangkan, atau dipukul dengan alat tabuh tertentu, (misal: semacam palu pada gamelan, ed.), tongkat (stik), tangan kosong, atau dengan menggesekkan sebagiannya kepada sebagian lainnya, serta yang lainnya. Alat musik jenis ini memiliki beragam bentuk, di antaranya seperti: gendang, kubah (gendang yang mirip seperti jam pasir), drum, mariba, dan yang lainnya. Kedua: Alat musik yang ditiup. Yaitu alat yang dapat mengeluarkan suara dengan cara ditiup padanya atau pada sebagiannya, baik peniupan tersebut pada lubang, selembar bulu, atau yang lainnya. Termasuk jenis ini adalah alat yang mengeluarkan bunyi yang berirama dengan memainkan jari-jemari pada bagian lubangnya. Jenis ini juga beraneka ragam, di antaranya seperti qanun dan qitsar (sejenis seruling). Ketiga: Alat musik yang dipetik. Yaitu alat musik yang menimbulkan suara dengan adanya gerakan berulang atau bergetar (resonansi), atau yang semisalnya. Lalu mengeluarkan bunyi saat dawai/senar dipetik dengan kekuatan tertentu menggunakan jari-jemari. Terjadi juga perbedaan irama yang muncul tergantung kerasnya petikan, dan cepat atau lambatnya gerakan/getaran yang terjadi. Di antaranya seperti gitar, kecapi, dan yang lainnya. Keempat: Alat musik otomatis.
  • 3. Yaitu alat musik yang mengeluarkan bunyi musik dan irama dari jenis alat elektronik tertentu, baik dengan cara langsung mengeluarkan irama, atau dengan cara merekam dan menyimpannya dalam program yang telah tersedia, dalam bentuk kaset, CD, atau yang semisalnya. (Lihat risalah Hukmu „Azfil Musiqa wa Sama‟iha, oleh Dr. Sa‘d bin Mathar Al-‗Utaibi) B. Perbedaan Pendapat Para Ulama 1. Ulama Yang Memperbolehkan Nyanyian dan Musik DR. Yusuf Qardhawi dalam bukunya Halal dan Haram dalam Islam membolehkan nyanyian dan musik. Beliau mengatakan bahwa di antara hiburan yang dapat menyegarkan jiwa, menggairahkan hati, dan memeberikan kenikmatan pada telinga, adalah nyanyian. Islam memperbolehkannya selama tidak mengandung katakata keji dan kotor, atau menggiring pendengarnya berbuat dosa. Demikian juga, tidak mengapa bila nyanyian diiringi dengan musik selama tidak sampai melenakan. Bahkan itu dianjurkan pada momen-momen kebahagiaan dalam rangka menebarkan perasaan gembira dan menyegarkan jiwa. Misalnya pada hari raya, pesata pernikahan, kehadiran orang yang sekian lama pergi, resepsi pada acara istimewa, aqiqah atau saat kelahiran anak. Ada beberapa syarat yang dipaparkan oleh Yusuf Qardhawidalam masalah nyanyian, yaitu: a. Tema nyanyian hendaknya tidak berlawanan dengan etika dan ajaran Islam. b. Tidak boleh berlenggak-lenggok dalam tarian dengan maksud sengaja membangkitgan gairah nafsu lebihan dan syahwatnya. c. Tidak berlebihan dan melampaui batas dalam segala hal, sehingga menelantarkan kewajiban ibadah kepada Allah. d. Tidak membangkitkan birahi, merangsangnya untuk melakukan kemaksiatan, dan menyebabkan unsur hewaninya mengalahkan unsur ruhani. e. Ulama sepakat bahwa nyanyian yang diiringi dengan hal-hal yang haram hukumnya haram pula. Seperti nyanyian untuk mengiringi meminum minuman keras, praktek porno atau kejahatan lainnya. Pendapat Yusuf Qardhawi ini pun merujuk kepada para Ulama lainnya yang membolehkan nyanyian dan musik seperti Ibnu Hazm dan Imam Al-Ghazali. 2. Ulama yang Tidak Memperbolehkan Nyanyian dan Musik a. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ditanya tentang tentang penggunaan rebana tanpa alat gemerincing, dan nyanyian seorang penyanyi dengan syair-syair yang diperbolehkan tanpa menggunakan seruling sebagai wasilah dakwah. Apakah dibolehkan nasyid yang dibuat itu karena memberi dampak kemaslahatan dalam dakwah? Dalam keadaan tidak memungkinkan mendakwahi para pemuda kecuali dengan cara ini. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjawab dengan panjang lebar. Beliau katakan bahwa cara tersebuta adalah bid‘ah. Ini menunjukkan sang da‘i tidak tahu tentang
  • 4. metode-metode syar‘i yang menyebabkan para pelaku maksiat bertaubat, atau tidak mampu melakukannya. Karena sesungguhnya Rasul Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, para sahabat dan tabi‘in, mendakwahi orang yang lebih buruk dari mereka, dari kalangan orang-orang kafir, fasiq dan pelaku maksiat, dengan cara-cara yang syar‘i. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berikan kecukupan kepada mereka dengan cara itu dari berbagai cara-cara bid‘ah.1 b. Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani Dalam kitabnya Tahrim Alat Ath-Tharb (hal. 181), Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani menyebutkan hukum nyanyian dan musik. Beliau berkata, bahwa haramnya seluruh alat musik, kecuali duf (rebana/gendang yang terbuka bagian bawahnya) pada hari raya dan pesta pernikahan, untuk para wanita. Dijelaskan, bahwa tidak boleh mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala kecuali dengan apa yang disyariatkan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Apalagi mendekatkan diri kepada-Nya dengan sesuatu yang diharamkan! Karena itulah, para ulama mengharamkan nyanyian kaum Shufiyyah. Dan pengingkaran mereka sangat keras terhadap orang-orang yang menganggapnya halal. Bahkan pada nasyid Islami terdapat hal negatif lainnya. Yaitu terkadang nasyid tersebut didendangkan seperti lantunan nyanyian-nyanyian yang tidak punya rasa malu. Dan nasyid itu dibuat dengan merujuk gaya musik ala timur ataupun ala barat, yang membuat girang para pendengarnya, membuat mereka berjoget, serta membenamkan alam sadar mereka. Sehingga, yang menjadi tujuan utamanya adalah lantunan dan kegembiraan, bukan hanya sekadar nasyid. Ini adalah bentuk penyelisihan baru, yaitu tasyabbuh (menyerupai) orang-orang kafir dan orang-orang yang tidak punya rasa malu. Muncul pula anak penyimpangan lainnya, yaitu tasyabbuh dengan mereka dalam hal berpaling dari Al-Qur`an dan meninggalkannya. Sehingga mereka termasuk dalam keumuman sesuatu yang dikeluhkan oleh Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam dari kaumnya, sebagaimana yang terdapat dalam firman-Nya: “Berkatalah Rasul: „Ya Rabbku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Qur`an ini suatu yang tidak diacuhkan.”(Al-Furqan: 30) c. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullahu ditanya: ―Saya pernah mendengar sebagian nasyid Islami dan di dalamnya terdapat lantunan-lantunan yang menyerupai nyanyian. Tanpa musik, namun disertai suara yang indah. Bagaimanakah hukumnya? ―Nasyid-nasyid yang ditanyakan oleh penanya ini, yang dinamakan dengan nasyid Islami, di dalamnya terdapat sebagian perkara yang terlarang. Di antaranya, nasyid tersebut dilantunkan seperti nyanyian para biduan, yang bernyanyi dengan nyanyiannyanyian tidak senonoh. Kemudian, nasyid itu dilantunkan dengan suara yang indah dan merdu. Bahkan terkadang dibarengi dengan tepuk tangan, atau memukul piring dan yang semisalnya. 1 Majmu‘ Fatawa, 11/624-625
  • 5. Adapun yang disebutkan dalam pertanyaan, yaitu tidak ada tepuk tangan dan pukulan piring atau yang semisalnya, dan si penanya berkata bahwa ia dilantunkan seperti nyanyian yang tidak senonoh, dengan suara yang indah dan merdu. Maka, kami berpandangan agar nasyid seperti ini tidak didengarkan, karena dapat menimbulkan fitnah dan menyerupai lantunan nyanyian para biduan yang tidak punya rasa malu. Tentunya, yang lebih baik dari itu ialah mendengarkan nasihat-nasihat yang bermanfaat, yang diambil dari Kitab Allah Subhanahu wa Ta'ala dan Sunnah RasulNya Shallallahu 'alaihi wa sallam, serta perkataan para sahabat dan para imam dari kalangan ahli ilmu dan agama. Karena, di dalamnya sudah terdapat kecukupan dan kepuasan dari yang lainnya. Jika seseorang terbiasa tidak mengambil sesuatu sebagai nasihat kecuali dengan cara tertentu, seperti lantunan nyanyian, hal itu akan menyebabkan dia tidak dapat mengambil manfaat dengan nasihat-nasihat yang lain. Sebab jiwanya telah terbiasa mengambil nasihat hanya dengan cara ini. Hal ini sangat berbahaya, bahkan dapat menyebabkan seseorang bersikap zuhud (tidak butuh) terhadap nasihat Al-Qur`an yang mulia dan Sunnah Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, serta perkataan para ulama dan imam.‖2 d. Syaikh Shalih Al-Fauzan Syaikh Shalih Al-Fauzan menyebutkan dalam kitabnya Al-Khuthab AlMinbariyyah (3/184-185): ―Di antara yang perlu menjadi perhatian adalah apa yang banyak beredar di antara para pemuda yang semangat menjalankan agama, berupa kaset-kaset yang terekam padanya nasyid-nasyid, dengan suara berjamaah, yang mereka namakan nasyid Islami. Ini adalah salah satu jenis nyanyian. Terkadang disertai suara yang menimbulkan fitnah, dan dijual di beberapa toko/studio bersama dengan kaset rekaman Al-Qur`an Al-Karim serta ceramah-ceramah agama. Penamaan nasyid-nasyid ini dengan nasyid Islami adalah pemberian nama yang keliru. Sebab Islam tidak pernah mensyariatkan nasyid kepada kita. Islam hanya mensyariatkan kepada kita berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, membaca Al-Qur`an, dan mempelajari ilmu yang bermanfaat. Adapun nasyid- nasyid tersebut, hal itu berasal dari agama kelompok bid‘ah Shufiyyah, yang menjadikan agama mereka sebagai permainan dan hal yang melalaikan. Menjadikan nasyid sebagai agama adalah menyerupai kaum Nasrani, yang menjadikan bernyanyi secara berjamaah dan lantunan yang membuat orang bergoyang sebagai agama mereka. Tindakan yang wajib adalah berhati-hati dari nasyid-nasyid ini, dan melarang penjualan serta peredarannya, untuk mencegah akibat buruk yang ditimbulkannya, berupa fitnah dan semangat yang tidak terkontrol, serta mengadu domba di kalangan kaum muslimin.‖ Empat Ulama Madzhab Mencela Nyanyian 2 diterjemahkan dari kaset Nur „Alad Darb, kaset no. 258, bagian kedua
  • 6. Imam Abu Hanifah. Beliau membenci nyanyian dan menganggap mendengarnya sebagai suatu perbuatan dosa.3 Imam Malik bin Anas. Beliau berkata, ―Barangsiapa membeli budak lalu ternyata budak tersebut adalah seorang biduanita (penyanyi), maka hendaklah dia kembalikan budak tadi karena terdapat ‗aib.‖4 Imam Asy Syafi‘i. Beliau berkata, ―Nyanyian adalah suatu hal yang sia-sia yang tidak kusukai karena nyanyian itu adalah seperti kebatilan. Siapa saja yang sudah kecanduan mendengarkan nyanyian, maka persaksiannya tertolak.‖5 Imam Ahmad bin Hambal. Beliau berkata, ―Nyanyian itu menumbuhkan kemunafikan dalam hati dan aku pun tidak menyukainya.‖6 Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, ―Tidak ada satu pun dari empat ulama madzhab yang berselisih pendapat mengenai haramnya alat musik.‖7 C. Penyebab Perbedaan Pendapat Hukum Nyanyian dan Musik Ada beberapa penyabab perbedaan para ulama dalam menghukumi nyanyian dan musik. Pertama, yaitu penafsiran kalimat dalam surat Luqman ayat enam. Kedua, pengambilan dalil dari hadist dengan pemahaman yang berbeda. Adapun perbedaan penafsiran kalimat yaitu: dalam surat Luqman ayat ke 6, “Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh adzab yang menghinakan.”(Luqman: 6) Yusuf Qardhawi dalam bukunya Fatwa-Fatwa Kontemporermenjelaskan ayat ini dijadikan dalil oleh sebagian sahabat dan tabi'inuntuk mengharamkan nyanyian.Jawaban terbaik terhadap penafsiran mereka ialah sebagaimanayang dikemukakan Imam Ibnu Hazm dalam kitab Al Muhalla. Iaberkata: "Ayat tersebut tidak dapat dijadikan alasan dilihatdari beberapa segi: Pertama, tidak ada hujah bagi seseorang selain Rasulullahsaw. Kedua, pendapat ini telah ditentang oleh sebagiansahabat dan tabi'in yang lain. Ketiga, nash ayat ini justru membatalkan argumentasi mereka, karena didalamnyamenerangkan kualifikasi tertentu: 3 Ibnul Jauzi, Talbis Iblis, Darul Kutub Al ‗Arobi, cetakan pertama, 1405 H, hal. 282 Ibid hal. 284 5 Ibid hal. 283 6 Ibid hal. 280 7 Majmu‘ Al Fatawa, 11/576-577 4
  • 7. “Dan diantara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan ..." Apabila perilaku seseorang seperti tersebut dalam ayat ini,maka ia dikualifikasikan kafir tanpa diperdebatkan lagi.Jika ada orang yang membeli Al Qur'an (mushaf) untukmenyesatkan manusia dari jalan Allah dan menjadikannya bahanolok-olokan, maka jelas-jelas dia kafir. Perilaku seperti inilah yang dicela oleh Allah. Tetapi Allah sama sekalitidak pernah mencela orang yang mempergunakan perkataan yangtidak berguna untuk hiburan dan menyenangkan hatinya – bukanuntuk menyesatkan manusia dari jalan Allah. Demikian jugaorang yang sengaja mengabaikan shalat karena sibuk membacaAl Qur'an atau membaca hadits, atau bercakap-cakap, ataumenyanyi (mendengarkan nyanyian), atau lainnya, maka orangtersebut termasuk durhaka dan melanggar perintah Allah. Lainhalnya jika semua itu tidak menjadikannya mengabaikankewajiban kepada Allah, yang demikian tidak apa-apa ialakukan." Sedangkan ulama yang tidak memperbolehkan merujuk kepada penafsiran para sahabat di antaranya:8 Abdullah bin ‗Abbas Radhiallahu'anhu, beliau mengatakan tentang ayat ini: ―Ayat ini turun berkenaan tentang nyanyian dan yang semisalnya.‖ (Diriwayatkan AlImam Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad (no. 1265), Ibnu Abi Syaibah (6/310), Ibnu Jarir dalam tafsirnya (21/40), Ibnu Abid Dunya dalam Dzammul Malahi, AlBaihaqi (10/221, 223), dan dishahihkan Al-Albani dalam kitabnya Tahrim Alat AthTharb (hal. 142-143)). Abdullah bin Mas‘ud radhiyallahu 'anhu, tatkala beliau ditanya tentang ayat ini, beliau menjawab: ―Itu adalah nyanyian, demi Allah yang tiada Ilah yang haq disembah kecuali Dia.‖ Beliau mengulangi ucapannya tiga kali. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam tafsirnya, Ibnu Abi Syaibah, Al-Hakim (2/411), dan yang lainnya. Al-Hakim mengatakan: ―Sanadnya shahih,‖ dan disetujui Adz-Dzahabi. Juga dishahihkan oleh Al-Albani, lihat kitab Tahrim Alat Ath-Tharb hal. 143) ‗Ikrimah rahimahullahu. Syu‘aib bin Yasar berkata: ―Aku bertanya kepada ‗Ikrimah tentang makna (lahwul hadits) dalam ayat tersebut. Maka beliau menjawab: ‗Nyanyian‘.‖ (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dalam Tarikh-nya (2/2/217), Ibnu Jarir dalam tafsirnya, dan yang lainnya. Dihasankan Al-Albani dalam At-Tahrim hal. 143). Mujahid bin Jabr rahimahullahu. Beliau mengucapkan seperti apa yang dikatakan oleh ‗Ikrimah. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah no. 1167, 1179, Ibnu Jarir, dan Ibnu Abid Dunya dari beberapa jalan yang sebagiannya shahih). Dan dalam riwayat Ibnu Jarir yang lain, dari jalan Ibnu Juraij, dari Mujahid, tatkala beliau menjelaskan makna al-lahwu dalam ayat tersebut, beliau berkata: ―Genderang.‖ (Al-Albani berkata: Perawi-perawinya tepercaya, maka riwayat ini shahih jika Ibnu Juraij mendengarnya dari Mujahid. Lihat At-Tahrim hal. 144) Al-Hasan Al-Bashri Rahimahullah, beliau mengatakan: ―Ayat ini turun berkenaan tentang nyanyian dan seruling.‖ 8 Majalah Asy Syariah -asysyariah.com-
  • 8. As-Suyuthi rahimahullahu menyebutkan atsar ini dalam Ad-Durrul Mantsur (5/159) dan menyandarkannya kepada riwayat Ibnu Abi Hatim. Al-Albani berkata: ―Aku belum menemukan sanadnya sehingga aku bisa melihatnya.‖ (At-Tahrim hal. 144) Oleh karena itu, berkata Al-Wahidi dalam tafsirnya Al-Wasith (3/441): ―Kebanyakan ahli tafsir menyebutkan bahwa makna lahwul hadits adalah nyanyian. Ahli ma‘ani berkata: ‗Termasuk dalam hal ini adalah semua orang yang memilih hal yang melalaikan, nyanyian, seruling, musik, dan mendahulukannya daripada AlQur`an.‖ Para ulama yang tidak membolehkan nyanyian dan musik pun memperkuat dengan penafsiran surat An-Najm, ayat 59-61. “Maka apakah kalian merasa heran terhadap pemberitaan ini? Dan kalian menertawakan dan tidak menangis? Sedangkan kalian ber-sumud?” (An-Najm: 5961) Para ulama menafsirkan ―kalian bersumud‖ maknanya adalah bernyanyi. Termasuk yang menyebutkan tafsir ini adalah: Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma. Beliau berkata: ―Maknanya adalah nyanyian. Dahulu jika mereka mendengar Al-Qur`an, maka mereka bernyanyi dan bermainmain. Dan ini adalah bahasa penduduk Yaman (dalam riwayat lain: bahasa penduduk Himyar).‖ (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam tafsirnya (27/82), Al- Baihaqi (10/223). Al-Haitsami berkata: ―Diriwayatkan oleh Al-Bazzar dan sanadnya shahih.‖ (Majma‘ Az-Zawa`id, 7/116) ‗Ikrimah rahimahullahu. Beliau juga berkata: ―Yang dimaksud adalah nyanyian, menurut bahasa Himyar.‖ (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Syaibah, 6/121) Ada pula yang menafsirkan ayat ini dengan makna berpaling, lalai, dan yang semisalnya. Ibnul Qayyim rahimahullahu berkata: ―Ini tidaklah bertentangan dengan makna ayat sebagaimana telah disebutkan, bahwa yang dimaksud sumud adalah lalai dan lupa dari sesuatu. Al-Mubarrid mengatakan: ‗Yaitu tersibukkan dari sesuatu bersama mereka. Ibnul ‗Anbar mengatakan: ‗As-Samid artinya orang yang lalai, orang yang lupa, orang yang sombong, dan orang yang berdiri. ‘ Ibnu ‗Abbas Radhiallahu'anhu berkata tentang ayat ini: ‗Yaitu kalian menyombongkan diri.‘ Adh-Dhahhak berkata: ‗Sombong dan congkak.‘ Mujahid berkata: ‗Marah dan berpaling.‘ Yang lainnya berkata: ‗Lalai, luput, dan berpaling.‘ Maka, nyanyian telah mengumpulkan semua itu dan mengantarkan kepadanya.‖ (Ighatsatul Lahafan, 1/258) Pengambilan Dalil Dari Hadis Dalil hadis yang diambil oleh Yusur Qardhawi adalah dari hadis-hadis berikut: Dari Aisyah Radhiyallahu 'anha, bahwa ketika dia menghantar pengantin perempuan ke tempat laki-laki Ansar, maka Nabi bertanya: Hai Aisyah! Apakah
  • 9. mereka ini disertai dengan suatu hiburan? Sebab orang-orang Ansar gemar sekali terhadap hiburan." (Riwayat Bukhari) Dan diriwayatkan pula: "Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'anhu ia berkata: Aisyah pernah mengawinkan salah seorang kerabatnya dengan Ansar, kemudian Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam datang dan bertanya: Apakah akan kamu hadiahkan seorang gadis itu? Mereka menjawab: Betul! Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bertanya lagi. Apakah kamu kirim bersamanya orang yang akan menyanyi? Aisyah menjawab: Tidak! Kemudian Rasulllah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda: Sesungguhnya orangorang Ansar adalah suatu kaum yang merayu. Oleh karena itu alangkah baiknya kalau kamu kirim bersama dia itu seorang yang mengatakan: kami datang, kami datang, selamat datang kami, selamat datang kamul" (Riwayat Ibnu Majah) : "Dan dari Aisyah Radhiyallahu 'anhA sesungguhnya Abu Bakar pernah masuk kepadanya, sedang di sampingnya ada dua gadis yang sedang menyanyi dan memukul gendang pada hari Mina (Idul Adha), sedang Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam menutup wajahnya dengan pakaiannya, maka diusirlah dua gadis itu oleh Abu Bakar. Lantas Nabi membuka wajahnya dan berkata kepada Abu Bakar Biarkanlah mereka itu hai Abu Bakar, sebab hari ini adalah hari raya (hari bersenang-senang)." (Riwayat Bukhari dan Muslim) Adapun ulama yang tidak membolehkan nyanyian dan musik, mereka berdalil dengan hadis-hadis berikut. Pertama, Hadits Abu ‗Amir atau Abu Malik Al-Asy‘ari radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: ―Akan muncul di kalangan umatku, kaum-kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamr, dan alat-alat musik. Dan akan ada kaum yang menuju puncak gunung kembali bersama ternak mereka, lalu ada orang miskin yang datang kepada mereka meminta satu kebutuhan, lalu mereka mengatakan: ‗Kembalilah kepada kami besok.‘ Lalu Allah Subhanahu wa Ta'ala membinasakan mereka di malam hari dan menghancurkan bukit tersebut. Dan Allah mengubah yang lainnya menjadi kera-kera dan babi-babi, hingga hari kiamat.‖ (HR. Al-Bukhari, 10/5590) Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu berkata: ―(Tentang) alat-alat (musik) yang melalaikan, telah shahih apa yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari rahimahullahu dalam Shahih-nya secara ta‘liq dengan bentuk pasti (jazm), yang masuk dalam syaratnya.‖ (Al-Istiqamah, 1/294, Tahrim Alat Ath-Tharb, hal. 39. Lihat
  • 10. pula pembahasan lengkap tentang sanad hadits ini dalam Silsilah Ash- Shahihah, AlAlbani, 1/91) Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu berkata setelah menyebutkan panjang lebar tentang keshahihan hadits ini dan membantah pendapat yang berusaha melemahkannya: ―Maka barangsiapa –setelah penjelasan ini– melemahkan hadits ini, maka dia adalah orang yang sombong dan penentang. Kedua, hadits Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallambersabda: ―Dua suara yang terlaknat di dunia dan akhirat: seruling ketika mendapat nikmat, dan suara (jeritan) ketika musibah.‖ (HR. Al-Bazzar dalam Musnad-nya, 1/377/755, Adh-Dhiya` Al-Maqdisi dalam Al-Mukhtarah, 6/188/2200, dan dishahihkan oleh AlAlbani berdasarkan penguat-penguat yang ada. Lihat Tahrim Alat Ath-Tharb, hal. 52) Juga dikuatkan dengan riwayat Jabir bin Abdullah radhiyallahu 'anhuma, dari Abdurrahman bin ‗Auf radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: ―Aku hanya dilarang dari meratap, dari dua suara yang bodoh dan fajir: Suara ketika dendangan yang melalaikan dan permainan, seruling-seruling setan, dan suara ketika musibah, mencakar wajah, merobek baju dan suara setan.‖ (HR. Al- Hakim, 4/40, Al-Baihaqi, 4/69, dan yang lainnya. Juga diriwayatkan At-Tirmidzi secara ringkas, no. 1005) An-Nawawi rahimahullahu berkata tentang makna ‗suara setan‘: ―Yang dimaksud adalah nyanyian dan seruling.‖ (Tuhfatul Ahwadzi, 4/75) Ketiga, Hadits Abdullah bin ‗Abbas Radhiallahu'anhu, dia berkata: Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam telah bersabda: ―Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengharamkan atasku –atau– diharamkan khamr, judi, dan al-kubah. Dan setiap yang memabukkan itu haram.‖ (HR. Abu Dawud no. 3696, Ahmad, 1/274, Al-Baihaqi, 10/221, Abu Ya‘la dalam Musnad-nya no. 2729, dan yang lainnya. Dishahihkan oleh Ahmad Syakir dan AlAlbani, lihat At-Tahrim hal. 56). Kata al-kubah telah ditafsirkan oleh perawi hadits ini yang bernama ‗Ali bin Badzimah, bahwa yang dimaksud adalah gendang. (lihat riwayat Ath-Thabarani dalam Al-Mu‟jam Al-Kabir, no. 12598) Keempat, hadits Abdullah bin ‗Amr bin Al-‗Ash Radhiallahu'anhu, bahwasanya RasulullahShalallahu 'Alaihi wa Sallambersabda:
  • 11. ―Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala mengharamkan khamr, judi, alkubah (gendang), dan al-ghubaira` (khamr yang terbuat dari bahan jagung), dan setiap yang memabukkan itu haram.‖ (HR. Abu Dawud no. 3685, Ahmad, 2/158, AlBaihaqi, 10/221-222, dan yang lainnya. Hadits ini dihasankan Al-Albani dalam Tahrim Alat Ath-Tharb hal. 58) Para ulama yang tidak memperbolehkan nyanyian dan musik, mensyaratkan pengecualian pada momen dan kondisi tertentu. Ada beberapa syarat yang mereka tetapkan berdasarkan pengambilan dalil hadis yang shahih dari Rasulullah. 1. Bernyanyi dengan menabuh rebana di waktu acara pernikahan. Mereka mengambil pensyaratan ini berdasarkan sebuah hadis yang datang dari Rubayyi‘ bintu Mu‘awwidz bin ‗Afra` radhiyallahu 'anha, dia berkata: ―Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallamdatang, lalu beliau masuk tatkala acara pernikahanku. Beliau duduk di atas ranjangku seperti duduknya engkau dariku. Maka beberapa anak perempuan kecil mulai memukul rebana sambil menyebut kebaikan orang-orang yang terbunuh dari orang-orang tuaku dalam Perang Badr. Salah seorang dari mereka ada yang berkata: ‗Di antara kami ada seorang Nabi, yang mengetahui apa yang terjadi esok hari.‘ Maka Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallambersabda: ‗Tinggalkan ucapan ini, dan ucapkanlah apa yang tadi engkau katakan‘.‖ (HR. AlBukhari, Kitab An-Nikah, Bab Dharbu Ad-Duf fin Nikah wal Walimah, no. 4852) Al-Hafizh rahimahullahu berkata ketika mengomentari hadits ini: ―Al-Muhallab berkata: ‗Dalam hadits ini terdapat dalil tentang bolehnya mengumumkan pernikahan dengan rebana dan nyanyian yang mubah‘.‖ (Fathul Bari, 9/203) Hal ini dikuatkan pula dengan hadits ‗Amir bin Sa‘d radhiyallahu 'anhu, dia berkata: ―Aku masuk ke tempat Quradzah bin Ka‘b dan Abu Mas‘ud Al-Anshari dalam acara pernikahan. Ternyata ada beberapa anak wanita kecil sedang bernyanyi. Maka aku bertanya: ‗Kalian berdua adalah sahabat Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam dan ikut dalam Perang Badr. Hal ini (nyanyian) dilakukan di dekat kalian?‘ Maka ia menjawab: ‗Jika engkau mau, dengarkanlah bersama kami. Dan jika engkau mau, pergilah. Sesungguhnya telah dibolehkan bagi kami bersenang- senang ketika pernikahan.‖ (HR. An-Nasa`i no. 3383. Dihasankan Al-Albani dalam Shahih Sunan An-Nasa`i) Juga hadits yang diriwayatkan dari Muhammad bin Hathib radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
  • 12. ―Pembeda antara (hubungan) yang haram dan yang halal adalah menabuh rebana dan suara dalam pernikahan.‖ (HR. Ahmad, 3/418, At-Tirmidzi no. 1088, An-Nasa`i no. 3369, Ibnu Majah no. 1896. Dihasankan Al-Albani dalam Al-Irwa`, 7/1994) 2. Bernyanyi dan Menabuh Rebana di Hari Raya Hal ini berdasarkan hadits Aisyah radhiyallahu 'anha, ia berkata: n: Abu Bakr masuk (ke tempatku) dan di dekatku ada dua anak perempuan kecil dari wanita Anshar sedang bernyanyi tentang apa yang dikatakan oleh orang- orang Anshar pada masa Bu‘ats (perang besar yang terjadi di masa jahiliah antara suku Aus dan Khazraj).‖ Aisyah berkata: ―Keduanya bukanlah penyanyi.‖ Abu Bakr lalu berkata: ―Apakah seruling setan di dekat Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, di rumah Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam?‖ Hal itu terjadi pada hari raya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: ‗Wahai Abu Bakr, sesungguhnya setiap kaum memiliki hari raya. Dan ini adalah hari raya kita‘.‖ (HR. Al-Bukhari, Kitab Al-„Iedain, Bab Sunnatul „Iedain li Ahlil Islam no. 909) Dalam riwayat Al-Bukhari pula, dari Aisyah radhiyallahu 'anha: ―Abu Bakr radhiyallahu 'anhu masuk ke tempat Aisyah. Di dekatnya ada dua perempuan kecil – pada hari-hari Mina (hari tasyriq) – sambil memukul rebana, dalam keadaan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menutup wajahnya dengan bajunya. Abu Bakr lalu membentak mereka berdua. Maka Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam menyingkap baju tersebut dari wajahnya lalu berkata: ―Biarkanlah keduanya wahai Abu Bakr, karena sesungguhnya ini adalah hari-hari raya.‖ Waktu itu adalah hari-hari Mina.‖ (HR. Al-Bukhari no. 944) Abu Ath-Thayyib Ath-Thabari rahimahullahu berkata: ―Hadits ini adalah hujjah kami. Sebab Abu Bakr menamakan hal itu sebagai seruling setan, dan Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallamtidak mengingkari ucapan Abu Bakr. Hanya saja beliau Shalallahu 'Alaihi wa Sallam melarang Abu Bakr melakukan pengingkaran keras terhadapnya karena kebaikan beliau dalam bergaul, apalagi pada hari raya. Sementara Aisyah radhiyallahu 'anha masih anak kecil pada waktu itu. Tetapi tidak ada dinukilkan dari beliau (Aisyah) setelah beliau baligh dan mendapat ilmu kecuali celaan terhadap nyanyian. Anak saudaranya sendiri yang bernama Al- Qasim bin Muhammad mencela nyanyian dan melarang dari mendengarnya. Dia (Al-Qasim) mengambil ilmu darinya (Aisyah radhiyallahu 'anha).‖ (Talbis Iblis, Ibnul Jauzi hal. 292, At-Tahrim hal. 114) Ibnu Taimiyyah rahimahullahu juga berkata dalam risalah As-Sama‘ War Raqsh (Nyanyian dan Tarian): ―Dalam hadits ini ada penjelasan bahwa berkumpul untuk perkara ini bukanlah kebiasaan Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya. Abu Bakar radhiyallahu 'anhu menamakannya sebagai seruling setan. Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam membiarkan anak-anak perempuan cilik melakukannya dengan menyebutkan sebab bahwa itu adalah hari raya. Dan anakanak kecil diberi keringanan bermain pada hari-hari raya, sebagaimana terdapat dalam hadits: ‗Agar kaum musyrikin mengetahui bahwa di dalam agama kami terdapat kelonggaran‘.‖ (At-Tahrim hal. 114-115)
  • 13. Tidak diketahui ada riwayat yang shahih dari Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam, yang membolehkan umatnya bernyanyi dengan menggunakan rebana, kecuali dua keadaan tersebut: pesta pernikahan dan hari-hari raya. Penutup Kesimpulan Dari pemeparan makalah di atas, penulis bisa menyimpulkan beberapa poin sebagai berikut: 1. Para ulama berbeda pendapat dalam masalah nyanyian dan musik. Akan tetapi mereka bersepakat atas keharaman nyanyian dan musik yang tidak sesuai dengan syariat, melalaikan, mengumbar hawa nafsu dan syahwat, berlenggak-lenggok dalam tarian dan menimbulkan fitnah. 2. Perbedaan pendapat para ulama ini berdasarkan penafsiran kalimat dalam AlQur'an ( ), dan pengambilan dalil baik dari Al-Qur'an maupun hadist, dan pemahaman yang beragam atas dalil-dalil tersebut. 3. Para ulama yang tidak memperbolehkan nyanyian dan musik pun mengecualikan pada bebepa kondisi dan situasi, yaitu: a. Pada momen pernikahan dan hari raya saja, maka di luar dari kedua momen itu hukum nyanyian dan musik teralarang. b. Hanyamenggunakan duf atau rebana. Alat musik selainnya menjadi terlarang pula. c. Terbatas pada kalangan wanita, maka kalangan laki-laki tidak diperkenankan karena nabi dan para sahabat tidak melakukannya. Saran Ada beberapa saran dari penulis bagi para pembaca yang mudah-mudahan dapat memberi manfaat dan dapat diterima. Karena, kita semua adalah muslim, dan setiap muslim adalah saudara. 1. Hendaknya kita berhati-hati mendangarkan bahkan menyukai nyanyian dan musik pada masa sekarang. Karena, banyak nyanyian musik yang berbau kesyirikan, melalikan, melemahkan jiwa, dan bahkan membuat putus asa. 2. Ketika jiwa sedang dalam keadaan futur atau lemahnya keimanan, maka pilihlah Al-Qur'an sebagai penawarnya, dzikir sebagai penantram jiwa, atau hal-hal lain yang tidak bertentangan dengan syariat Islam. Jangan, kita mendengarkan nyanyian dan musik yang justru membuat jiwa semakin terpuruk. 3. Bagi yang ingin lepas dari nyanyian dan musik, maka hapuslah semua file baik dalam Hp, Ipad, Notebook, Laptop, komputer, MP3, MP4,dan lainnya dengan murotal dari qori yang disukai. Mudah-mudahan, Allah memudahkan kita untuk meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat menuju sesuatu yang sangat berharga dan bermanfaat. Daftar Pustaka
  • 14. Buku - Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer, Jakarta: Gema Insani Press Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam, Alih bahasa: H. Mu'ammal Hamidy, Penerbit: PT. Bina Ilmu, 1993 Ibnul Jauzi, Talbis Iblis, Darul Kutub Al ‗Arobi, cetakan pertama, 1405 H Syaikh Shalih bin Fauzah bin Abdullah Al-Fauzan, Kritik terhadap buku: Halal dan Haram dalam Islam,Solo: Pustaka Istiqamah Artikel - Dari artikel 'Saatnya Meninggalkan Musik — Muslim.Or.Id Abu Karimah Askary,Hidup Tanpa Musik,Sumber: Majalah Asy Syariah asysyariah.com Website - almanhaj.or.id muslim.or.id isnet.com