Bahan ajar ini membahas sistem satuan dan pengukuran dalam fisika. Secara garis besar, dibahas tentang satuan standar internasional (SI), definisi satuan pokok seperti meter, kilogram, sekon, dan lainnya, serta langkah-langkah pengukuran yang benar. Tujuannya agar peserta memahami konsep dasar sistem satuan dan proses pengukuran yang akurat.
1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering melakukan pengukuran.
Mengukur merupakan kegiatan sederhana, tetapi sangat penting
dalam kehidupan kita. Fisika memerlukan pengukuran-pengukuran
yang sangat teliti agar gejala alam yang dipelajari dapat dijelaskan
dengan akurat. Sebenarnya pengukuran tidak hanya mutlak bagi
fisika, tetapi juga bagi bidang-bidang lain. Dengan kata lain, tidak ada
teori, prinsip, maupun hukum dalam ilmu pengetahuan alam yang
dapat diterima kecuali jika disertai dengan hasil-hasil pengukuran
yang akurat. Pembelajaran fisika sangat erat kaitannya dengan proses
pengukuran berbagai besaran fisika. Alat ukur yang digunakan dalam
fisika pada umumnya sedikit berbeda dengan alat ukur yang biasa
digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan dalam
pembelajaran fisika sering dituntut batas ketelitian alat ukur yang
sangat tinggi.
Ketelitian pengukuran sangat diperlukan dalam melakukan percobaan.
Kekurang telitian seringkali membuat hasil pengukuran menjadi tidak
akurat. Hal ini yang sangat penting diperhatikan ketika kita melakukan
pengukuran adalah cara menuliskan atau melaporkan hasilnya karena
berbagai keterbatasan hasil pengukuran kita tidak mungkin pasti
secara mutlak. Tidak semua angka-angka hasil pengukuran kita
merupakan angka pasti, ada yang merupakan angka taksiran.
Seiring kemajuan tekhnologi, alat ukur dirancang semakin canggih
dan kompleks, sehingga banyak hal yang harus diatur sehingga
sebelum alat tersebut digunakan. Bila yang mengoperasikannya tidak
terampil dan semakin banyak yang harus diatur maka semakin besar
kemungkinan untuk melakukan kesalahan sehingga menghasilkan
ketidakpastian yang besar pula.
1
2. 2
Ketika kita melaporkan suatu hasil pengukuran, hal mutlak harus kita
lakukan adalah menyertakan satuannya. Meskipun angka hasil
pengukuran itu benar, tetapi hasil pengukuran itu akan dianggap salah
bila tanpa satuan.
Hasil pengukuran baru bermanfaat bila mengunakan satuan
pengukuran yang baku, yaitu satuan pengukuran yang nilainya tetap
dan telah disepakati oleh semua orang untuk dipakai sebagai
pembanding.
Bagaimana cara melakukan pengukuran dan menuliskan hasil
pengukurannya dengan benar akan kita bahas dalam bahan ajar ini.
B. Deskripsi Singkat
Mata Diklat ini membahas sistem satuan, langkah-langkah
pengukuran, istilah dalam pengukuran, ketidakpastian pengukuran,
menentukan ketidakpastian pengukuran serta penggunaan beberapa
alat ukur dasar.
C. Manfaat Bahan Ajar Bagi Peserta
Bahan Ajar ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para peserta diklat
untuk membekali pengetahuan tentang sistem satuan dan
pengukuran sehingga dapat meningkatkan profesionalitas sebagai
tenaga pendidik.
D. Tujuan Pembelajaran
1. Kompetensi Dasar
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu memahami
sistem satuan dan pengukuran besaran fisika (panjang, massa,
dan waktu ).
2
3. 3
2. Indikator Keberhasilan
a. Membedakan besaran pokok dengan besaran satuan
b. Menentukan hasil pengukuran dengan memperhatikan
ketidakpastian pengukuran
E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok
1. Sistem Satuan
Satuan SI
Defenisi Satuan Standar
Satuan Turunan
Notasi Ilmiah
2. Pengukuran
Pengertian danLangkah-langkah Pengukuran
Istilah dalam Pengukuran
Ketidakpastian Pengukuran
Menentukan ketidakpastian pengukuran
Penggunaan beberapa alat ukur
F. Petunjuk belajar
Pertama-tama bacalah semua materi yang ada, bila ada hal-hal
yang kurang jelas tanyakan kepada fasilitator yang bersangkutan
atau dibahas bersama-sama dengan peserta diklat lain.
Selanjutnya cobalah menjawab atau mengerjakan latihan yang ada.
Akhirnya implementasikan pada pelaksanaan proses pembelajaran.
3
4. 4
BAB II
SISTEM SATUAN
Indikator keberhasilan: Setelah mengikuti pembelajaran ini
peserta diklat dapat membedakan besaran pokok dan besaran
turunan
A. Satuan SI
Eksperimen-eksperimen dalam bidang Fisika melibatkan berbagai
macam pengukuran, dan pengukuran ini harus diusahakan seakurat
mungkin dan reproducible. Langkah pertama agar pengukuran
menghasilkan data yang akurat dan data itu tetap sama walaupun
diukur oleh orang yang berbeda adalah menentukan satuan besaran
yang diukur tersebut. Satuan yang digunakan oleh setiap pengukur
tentu saja harus sama. Oleh karena itu perlu dibuat standar sistem
satuan yang disepakati oleh setiap pemakai.
Saat ini kita telah memiliki sistem satuan yang berlaku secara
internasional, yaitu satuan SI. SI adalah kependekan dari Système
International , bahasa Perancis. Satuan SI ini diadopsi dari sistem
metrik yang sudah digunakan oleh para ilmuwan Perancis sejak tahun
1795. Satuan SI diatur oleh Lembaga Berat dan Ukuran Internasional
(The International Bureau of Weights and Measures) di Sevres,
Perancis. Sebelum ada standar internasional setiap negara
menetapkan sistem satuannya sendiri. Sebagai contoh, satuan
panjang di Indonesia dikenal hasta, jengkal dan tumbak, di Inggris
dikenal inci dan feet, dan di Perancis adalah meter. Dalam satuan SI
ditetapkan bahwa meter (m) sebagai satuan panjang, kilogram
sebagai satuan massa dan sekon sebagai satuan waktu. Pada
awalnya merupakan MKS, yaitu panjang (meter), massa (kilogram),
dan waktu (sekon). Selain itu dikenal juga istilah CGS, yaitu
4
5. 5
centimeter (cm), gram (g), dan sekon (s), masing-masing untuk satuan
panjang, massa, dan waktu.
Saat ini satuan SI secara resmi digunakan di semua negara di dunia,
namun dalam praktek sehari-hari beberapa negara (misalnya Amerika
Serikat) masih menggunakan sistem satuan non-SI.
Besaran panjang, massa dan waktu disebut besaran pokok, karena
dari besaran ini dapat diturunkan besaran-besaran yang lain seperti
gaya dan energi. Besaran pokok didefinisikan sebagai besaran yang
satuannya telah ditetapkan terlebih dahulu. Satuan dari besaran
pokok disebut satuan pokok. Satuan pokok SI seluruhnya ada tujuh,
yaitu seperti yang terlihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Besaran pokok beserta satuan-satuan dasar SI
Besaran Pokok Satuan Simbol
Panjang meter m
Massa kilogram kg
Waktu sekon s
Kuat arus listrik ampere A
Suhu kelvin K
Jumlah zat mol mol
Intensitas Cahaya candela cd
B. Definisi Satuan Standar
Penggunaan berbagai macam satuan untuk besaran menimbulkan
suatu kesukaran, alat ukur suatu satuan tertentu menjadi macam-
macam, yang lebih menyulitkan lagi bahwa orang harus menyesuaikan
diri terhadap berbagai macam satuan. Dengan demikian diperlukan
menetapkan satuan standar besaran pokok. Syarat untuk membuat
satuan standar yang berguna adalah praktis digunakan, mudah didapat,
mudah dibuat ulang, dan tetap setiap saat. Maka seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan sejumlah penemuan oleh para
ilmuwan, standar satuan terus berubah. Sebagai contoh, standar meter
5
6. 6
mengalami perubahan beberapa kali dimana yang digunakan sekarang
ditetapkan pada tahun 1983 dan dianggap yang paling tepat sampai
saat ini. Berikut ini akan dijelaskan satuan standar ketujuh besaran
pokok.
1) Meter
Batangan standar Prototipe Meter Internasional terbuat dari platinum-
iridium. Batangan ini digunakan sebagai standard sampai tahun
1960, dimana sistem SI yang baru menggunakan pengukuran
spektrum krypton sebagai dasarnya. Pada tahun 1983, satuan meter
yang berlaku didefinisikan berdasarkan kecepatan cahaya di ruang
hampa.
Gambar 2.1 Prototipe meter internasional.
Meter pada awalnya ditetapkan oleh Akademi Sains Perancis
(Académie des Sciences) sebagai 1/10.000.000 jarak sepanjang
permukaan Bumi dari Kutub Utara hingga Khatulistiwa melalui
meridian Paris pada tahun 1791, dan pada 7 April 1795 Perancis
menggunakan meter sebagai jarak resmi untuk panjang.
Ketidakpastian dalam pengukuran jarak tersebut menyebabkan Biro
Berat dan Ukuran Internasional (BIPM - Bureau International des
Poids et Mesures) menetapkan 1 meter sebagai jarak antara dua
garisan pada batang platinum-iridium yang disimpan di Sevres,
Perancis pada tahun 1889.
Pada tahun 1960, ketika laser diperkenalkan, Konferensi Umum
tentang Berat dan Ukuran (Conférence Générale des Poids et
6
7. 7
Mesures/CGPM) ke-11 mengganti definisi meter sebagai
1.650.763,73 kali panjang gelombang spektrum cahaya oranye-
merah atom krypton-86 dalam sebuah ruang vakum. Pada tahun
1983, BIPM menetapkan meter sebagai jarak yang dilalui cahaya
melalui vakum pada selang waktu 1/299.792.458 detik (kecepatan
cahaya ditetapkan sebesar 299.792.458 meter per detik). Oleh
karena kecepatan cahaya dalam vakum adalah sama di manapun
saja, definisi ini lebih universal dibandingkan dengan jarak ukur lilit
bumi atau panjang batang logam tertentu. Oleh karena itu, jika
batang logam itu hilang atau musnah, panjang meter standar masih
dapat diulangi dalam laboratorium manapun. Selain itu secara teori
dapat diukur dengan lebih tepat dibandingkan dengan ukuran yang
lain.
2) Kilogram
Internasional untuk massa adalah sebuah silinder platina-iridium
yang disebut kilogram standar. Kilogram standar ini disimpan di
Lembaga Berat dan Ukuran Internasional, Sevres dekat Paris, dan
berdasarkan perjanjian internasional memiliki massa satu kilogram.
Satu kilogram adalah massa sebuah kilogram standar yang disimpan
di The International Bureau of Weighs and Measures.
7
8. 8
Gambar 2.2 Prototipe kilogram internasional
3) Sekon atau Detik
Detik atau sekon adalah satuan waktu dalam SI, dimana penentuan
standarnya menggunakan frekuensi yang dipancarkan atom cesium
setelah atom tersebut menyerap energi. Satu sekon didefinisikan sebagai
selang waktu yang diperlukan oleh atom Cesium-133 untuk melakukan
getaran sebanyak 9192631770 kali.
Gambar 2.3 Diagram alat untuk menentukan standar sekon
8
9. 9
4) Ampere
Ampere adalah satuan SI untuk arus listrik, dilambangkan dengan huruf
A. Satu ampere adalah suatu arus listrik yang mengalir, sedemikian
sehingga di antara dua penghantar lurus dengan panjang tak terhingga,
dengan penampang yang dapat diabaikan, dan ditempatkan terpisah
dengan jarak satu meter dalam vakum, menghasilkan gaya sebesar 2.
10-7 newton per meter. Satuan ini diambil dari nama André-Marie
Ampère, salah satu penemu elektromagnetik
Gambar 2.4 Diagram alat untuk menentukan standar ampere.
5) Kelvin
Skala Kelvin (simbol: K) adalah skala suhu di mana nol absolut
didefinisikan sebagai 0 K. Satuan untuk skala Kelvin adalah kelvin
(lambang K), dan merupakan salah satu dari tujuh satuan pokok SI.
Satuan kelvin didefinisikan oleh dua fakta: nol kelvin adalah nol absolut
(ketika gerakan molekuler berhenti), dan satu kelvin adalah pecahan
1/273,16 dari suhu termodinamik triple point air (0,01 °C). Skala suhu
Celsius kini didefinisikan berdasarkan kelvin. Kelvin dinamakan
berdasarkan seorang fisikawan dan insinyur Inggris, William Thomson,
Baron Kelvin.
Perkataan kelvin sebagai satuan pokok SI ditulis dengan huruf kecil k
(kecuali pada awal kalimat), dan tidak pernah diikuti dengan kata derajat,
atau simbol °, berbeda dengan Fahrenheit dan Celsius. Ini karena kedua
skala yang disebut terakhir adalah skala ukuran sementara kelvin adalah
9
10. 10
unit ukuran. Ketika kelvin diperkenalkan pada tahun 1954 (di Konferensi
Umum tentang Berat dan Ukuran (CGPM) ke-10, Resolusi 3, CR 79),
namanya adalah "derajat kelvin" dan ditulis °K; kata "derajat" dibuang
pada 1967 (CPGM ke-13, Resolusi 3, CR 104). Perhatikan bahwa simbol
unit kelvin selalu menggunakan huruf besar K dan tidak pernah
dimiringkan. Tidak seperti skala suhu yang menggunakan simbol derajat,
selalu ada spasi di antara angka dan huruf K nya, sama seperti unit SI
lainnya.
Gambar 2.5 Diagram alat untuk menentukan standar kelvin
6) Mole
Mole adalah satuan untuk jumlah zat. Satu mole (disingkat mol) adalah
jumlah zat yang mengandung unsur elementer zat tersebut dalam jumlah
sebanyak jumlah atom karbon dalam 0,012 kg karbon-12. (CGPM ke-14,
1971).
7) Kandela
Kandela adalah satuan untuk intensitas cahaya. Satu kandela (disingkat
cd) adalah intensitas cahaya suatu sumber cahaya yang memancarkan
radiasi monokromatik pada frekuensi 540 x 1012 Hz dengan intensitas
10
11. 11
radiasi sebesar watt per steradian dalam arah tersebut (CGPM ke -16,
1979).
C. Satuan Turunan
Selain besaran pokok, kita mengenal juga besaran turunan. Besaran
turunan adalah besaran yang satuannya diturunkan dari satuan besaran
pokok. Salah satu contoh besaran turunan adalah luas (luas = panjang x
lebar). Baik panjang maupun lebar termasuk besaran pokok panjang
dengan satuan meter, sehingga satuan luas m x m = m². Tabel 2.2
menunjukkan beberapa contoh lain satuan turunan beserta besarannya.
Tabel 2.2 Contoh satuan turunan SI
Besaran Satuan Simbol
Massa jenis kilogram per meter kubik kg/m3
Percepatan meter per sekon kuadrat m/s2
Kuat medan magnetik ampere per meter A/m
Kerapatan arus ampere per meter kuadrat A/m2
Nomor gelombang per meter m-1
Dalam pemakaian, satuan SI sering menggunakan awalan atau prefix
yang bertujuan untuk menghemat penulisan dan memudahkan dalam
pembacaannya. Sebagai contoh, 1000 meter sama dengan 1 kilometer
(km), dan 0,001 m sering ditulis 1 milimeter (mm). Satuan untuk panjang
pada ukuran yang besar digunakan kilometer, sementara untuk ukuran
yang kecil digunakan mikrometer. Awalan-awalan selengkapnya
ditunjukkan pada Tabel 2.3.
11
12. 12
Tabel. 2.3 Awalan –awalan dalam SI
Faktor Awalan Simbol Faktor Awalan Simbol
1018 eksa E 10-1 desi d
1015 peta P 10-2 centi c
12 -3
10 tera T 10 mili m
109 giga G 10-6 mikro
106 mega M 10-9 nano n
3 -12
10 kilo k 10 piko p
102 hekto h 10-15 femto f
101 deka da 10-18 atto a
D. Notasi Ilmiah
Hasil dari suatu pengukuran bisa berupa angka yang sangat besar atau
sangat kecil. Contoh: Jarak Matahari ke Mars sekitar 227 800 000 000 m, jari-
jari orbit elektron atom Hidrogen sekitar 0,000 000 000 053 m. Penulisan
angka yang terlalu besar atau terlalu kecil dalam bentuk desimal mempunyai
beberapa kelemahan, yaitu: menghabiskan tempat, sering menimbulkan
kesalahan dalam penulisan, sulit untuk dibaca, dan ukuran relatifnya sulit
ditentukan. Untuk mengatasi masalah tersebut, kita bisa menuliskannya dalam
bentuk notasi ilmiah. Jarak Matahari ke Mars jika ditulis dalam bentuk notasi
ilmiah menjadi 2,278 x 1011 m. Untuk orbit elektron atom Hidrogen, jika ditulis
dalam bentuk notasi ilmiah menjadi 5,3 x 10-11 m.
E. Rangkuman
1. Satuan SI adalah sistem satuan yang berlaku secara internasional.
Satuan SI diadopsi dari sistem metrik yang sudah digunakan oleh
para ilmuwan Perancis sejak tahun 1795. Satuan SI diatur oleh
Lembaga Berat dan Ukuran Internasional (The International Bureau
of Weights and Measures) di Sevres, Perancis.
2. Besaran pokok didefinisikan sebagai besaran yang satuannya telah
ditetapkan terlebih dahulu.Besaran pokok ada 7 yaitu besaran
12
13. 13
massa, panjang, waktu, kuat arus listrik, suhu, jumlah zat, dan
intensitas cahaya.
3. Besaran turunan adalah besaran yang satuannya diturunkan dari
satuan besaran pokok, contohnya luas = panjang x lebar, jadi satuan
dari luas adalah m x m = m².
4. Notasi ilmiah digunakan untuk mengirit tempat penulisan,
mengurangi kesalahan dalam penulisan, mudah untuk dibaca, dan
ukuran relatif mudah ditentukan.
F. Latihan
1. Jelaskan sistem satuan yang berlaku secara internasional !
2. Bandingkan antara besaran pokok dan besaran turunan !
3. Tentukan satuan dari besaran turunan dengan rumus berikut :
a. E = mv²
b. v =
4. Tuliskan angka berikut ini dalam bentuk notasi ilmiah!
a. 302 000 000 m
b. 0,000 508 kg
13
14. 14
BAB III
PENGUKURAN
Indikator keberhasilan: Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta
diklat dapat menentukan hasil pengukuran dengan memperhatikan
ketidakpastian pengukuran
A. Pengertian dan Langkah- Langkah Pengukuran
Mengukur adalah membandingkan sesuatu yang diukur dengan
sesuatu lain yang sejenis yang ditetapkan sebagai satuan. Pada saat
kita melakukan pengukuran suatu besaran dengan suatu alat ukur,
kita berusaha agar hasil pengukuran tersebut mencapai nilai benar.
Tetapi dalam pengukuran tidaklah mungkin mendapatkan nilai benar,
melainkan selalu terdapat kesalahan atau ketidakpastian. Walaupun
ketidakpastian tidak bisa dihilangkan, kita harus tetap berusaha agar
ketidakpastian tersebut tidak terlalu besar. Untuk itu maka Anda harus
memperhatikan hal-hal berikut ketika hendak melakukan pengukuran.
1) Memilih alat ukur. Sebelum melakukan pengukuran kita harus
memilih alat ukur, alat ukur yang dipilih harus disesuaikan dengan
besaran yang akan diukur, tingkat ketelitian yang dibutuhkan, dan
ketidakpastian alat ukur.
2) Mengetahui cara menggunakan instrumen. Sebelum instrumen
dioperasikan, kita harus mengetahui bagaimana cara
menggunakannya. Ikutilah cara-cara dan langkah-langkah
pengukuran yang benaivitas atau batas maksimalr sesuai dengan
pada petunjukan pada penggunaan alat tersebut.
3) Memahami batas maksimum yang dapat diukur oleh instrumen
(sensitivitas).
14
15. 15
4) Melakukan kalibrasi terhadap instrumen. Ketika akan mengkur kita
harus memperhatikan apakah alat ukur itu layak untuk digunakan.
Selanjutnya, apakah alat tersebut masih akurat dalam mengukur.
Keakurasian alat bisa dicek dengan metode the two-point
calibration. Pertama, apakah alat ukur sudah menunjuk nol
sebelum digunakan? Kedua, apakah alat ukur memberikan
pembacaan ukuran yang benar ketika digunakan untuk mengukur
sesuatu yang standar.
B. Istilah Dalam Pengukuran
1) Ketelitian (Presesi)
Presisi menyatakan derajat kepastian hasil pengukuran. Presisi
berkaitan dengan perlakuan dalam proses pengukuran, yang
meliputi antara lain kualitas alat ukur, sikap teliti si pengukur
kestabilan tempat di mana dilakukan pengukuran. Suatu alat ukur
dikatakan mempunyai ketelitian yang cukup tinggi jika dilakukan
pengukuran beberapa kali, dimana nilai yang diperoleh mempunyai
nilai yang mendekati sama atau konsisten terhadap hasil yang
diperoleh.
Presisi juga berkaitan dengan seberapa besar penyimpangan hasil
ukur suatu besaran ketika pengukuran dilakukan secara berulang-
ulang. Berikut ini sebuah contoh tentang ketelitian dari hasil suatu
pengukuran panjang benda yang dilakukan oleh tiga orang siswa.
Siswa A mendapatkan hasil antara 18,5 cm dan 19,1 cm sehingga
rata-ratanya 18,8 cm, seperti ditunjukkan pada Gambar 8. Hasil ini
dilaporkan sebagai (18,8 ± 0,3) cm. Sementara siswa B
melaporkan hasil pengukurannya sebagai (19,0 ± 0,2) cm dan
siswa C melaporkannya sebagai (18,3 ± 0,1) cm. Hasil pengukuran
yang dilakukan oleh siswa C merupakan hasil yang paling presisi
dibandingkan dengan hasil pengukuran siswa lainnya, karena
ketidakpastian hasil pengukuran siswa C merupakan yang paling
15
16. 16
kecil, yaitu 0,1 cm. Hasil pengukuran akan memiliki presisi tinggi
jika pengukuran dilakukan dengan metode yang sangat teliti
dengan alat ukur yang canggih dan dilakukan secara berulang-
ulang. Namun, jika alat yang digunakan tidak tepat, maka
pengukuran tersebut menjadi tidak akurat.
Siswa A Siswa B Siswa C
19,0
18,5
18.0
0
Gambar 3.1 Diagram rentang hasil pengukuran siswa A, B, dan C
Dari contoh di atas terlihat bahwa ketelitian suatu hasil
pengukuran bisa dilihat dari nilai ketidakpastiannya atau
simpangannya. Semakin kecil ketidakpastian dari suatu
pengukuran maka semakin tinggi ketelitiannya. Ketidakpastian ini
ditentukan dari skala terkecil alat ukur yang digunakan, yaitu
setengah dari skala terkecil. Oleh karena itu presisi bergantung
pada alat yang digunakan dalam pengukuran. Contoh, jangka
sorong memiliki skala terkecil 0,1 mm berarti ketidakpastiannya
0,05 mm. Sementara ketelitian mistar berskala mm adalah 1 mm
dan ketidakpastiannya 0,5 mm. Jadi agar hasil pengukuran Anda
lebih teliti, alat mana yang akan dipilih, jangka sorong atau mistar?
16
17. 17
Gambar 3.2 Jangka sorong memiliki ketelitian lebih tinggi daripada
mistar.
2. Ketepatan (Akurasi)
Akurasi adalah kesesuaian antara hasil pengukuran dengan nilai
yang sebenarnya (nilai standar). Apa yang dimaksud dengan nilai
sebenarnya? Nilai yang sebenarnya adalah definisi suatu besaran
atau konstanta, hukum-hukum geometri, dan angka yang diperoleh
dari teori yang sudah disepakati. Lihat contoh hasil pengukuran
panjang oleh tiga siswa di atas (Gambar 3.1). Jika panjang benda
sebenarnya yang diukur oleh ketiga siswa tersebut adalah 19 cm,
maka yang paling akurat adalah hasil pengukuran siswa B karena
penyimpangan terhadap nilai sebenarnya paling kecil. Sementara
hasil yang paling tidak akurat adalah hasil pengukuran siswa C.
Sebuah pengukuran bisa presisi tetapi tidak akurat, atau akurat
tetapi tidak presisi. Dari contoh di atas terlihat bahwa hasil
pengukuran siswa C jika dilihat dari ketelitiannya adalah yang
paling presisi, tetapi jika dilihat dari akurasinya adalah yang paling
tidak akurat.
Ketepatan suatu alat ukur menunjukkan kinerja dari suatu alat ukur,
oleh karena itu indikatornya dapat dilihat dari suatu alat ukur
tersebut, yaitu dari nilai skala penuhnya. Misal jangka sorong kita
nyatakan tidak tepat untuk mengukur meja yang ukurannya lebih
dari 30 cm. Karena nilai skala penuh jangka sorong hanya mampu
mengukur dalam batas lebih kecil dari 15 cm. Demikian juga
sebaliknya, adalah tidak tepat mengukur benda yang mempunyai
ukuran di sekitar 1 cm dengan menggunakan penggaris 30 cm.
17
18. 18
Karena kemampuan penggaris 30 cm tidak akan mampu
membedakan kesalahan yang dapat terjadi, kesalahan
maksimumnya terlalu besar.
3) Sensivitas (Kepekaan)
Sensitivitas adalah ukuran minimal yang masih dideteksi oleh alat
tersebut. Sensitivitas suatu alat ukur ditentukan berdasarkan
respon terjadinya perbedaan suatu besaran yang terbaca
persatuan besaran masukan. Umumnya ukuran kepekaan
digunakan pada alat ukur yang transferable atau menggunakan
transduser untuk pengubah satu besaran ke besaran lainnya. Misal
termometer raksa menggunakan transduser raksa sebagai
pemantau perubahan kalor, keluarannya adalah berubah
perubahan volume/panjang raksa (transfer kalor ke volume atau
temperatur). Pada kasus ini, ukuran kepekaannya ditentukan dalam
satuan (mm/°C). Misalnya lagi termometer digital, transduser yang
digunakan adalah transduser yang dapat merubah dari besaran
kalor/suhu ke besaran listrik atau tegangan. Ukuran kepekaannya
ditentukan dalam satuan mV/°C.
4) Daya Pisah (Resolusi)
Resolusi atau daya pisah suatu alat ukur ditentukan oleh nilai skala
terkecil dari suatu alat ukur. Semakin tinggi daya pisah suatu alat
ukur, semakin kecil nilai skala terkecil dari suatu alat ukur tersebut.
Misal ada dua jangka sorong dengan skala terkecil 0,1 mm dan
0,05 mm. Maka yang mempunyai resolusi paling tinggi adalah yang
mempunyai skala terkecil 0,05 mm.
18
19. 19
C. Ketidakpastian pada pengukuran
Setiap kali melakukan pengukuran siapapun yang melakukannya
selalu dihinggapi ketidakpastian. Dalam rangka memperkecil
ketidakpastian tersebut maka sangat penting bagi kita melakukan
pengukuran harus melakukan secara hati-hati, tepat dan teliti.
Ketika melaporkan hasil pengukuran harus juga disertakan pula
ketidakpastiannya.
Berdasarkan ketidakpastian itulah orang lain dapat mengukur secara
tepat dan teliti hasil eksperimen yang diperoleh. Sebagai contoh hasil
pengukuran panjang sebuah benda dituliskan ( 7,2 +0,1 ) cm, artinya
panjang benda tersebut berada antara (7,2 – 0,1) cm dan (7,2 + 0,1)
cm. Jadi hasil pengukuran tersebut tidak tepat 7,2 cm melainkan 7,1
cm dan 7,3 cm. Angka +0,1 menyatakan ketidakpastian. Sumber-
sumber ketidakpastian ada tiga yaitu :
1. Ketidakpastian Sistematik
Ketidakpastian sistematik bersumber dari alat ukur yang
digunakan atau kondisi yang menyertai saat pengukuran. Bila
sumber ketidakpastian adalah alat ukur, maka setiap alat ukur
tersebut digunakan akan menghasilkan ketidakpastian yang sama.
Yang termasuk ketidakpastian sistematik adalah :
a. Ketidakpastian Alat
Ketidakpastian ini muncul akibat kalibrasi skala penunjukan
angka pada alat tidak tepat, sehingga pembacaan skala
19
20. 20
menjadi tidak sesuai dengan keadaaan sebenarnya. Untuk
mengatasi ketidakpastian alat harus dilakukan kalibrasi alat
setiap alat tersebut hendak digunakan.
b. Kesalahan Nol
Ketidaktepatan penunjukan alat pada skala nol juga
menghasilkan ketidakpastian sistematik. Pada sebagian
besar alat umumnya sudah dilengkapi dengan sekrup
pengaturan/pengenol. Bila sudah diatur maksimal tetap tidak
tepat pada skala nol, maka untuk mengatasinya setiap alat
tersebut digunakan untuk pengukuran harus diperhitungkan
selisih kesalahan tersebut setiap kali melakukan
pengukuran.
c. Waktu Respon Yang Tidak Tepat
Ketidakpastian pengukuran ini muncul akibat pada waktu
melakukan pengukuran (pengambilan data) tidak bersamaan
dengan munculnya data yang seharusnya diukur, sehingga
data yang diperoleh bukan data yang sebenarnya. Misalnya
kita ingin mengukur periode getar suatu benda yang
digantungkan pada pegas dengan menggunakan stopwatch.
Selang waktu yang kita ukur sering tidak tepat karena terlalu
cepat atau terlambat menekan tombol stopwatch pada saat
ayunan mula-mula berlangsung.
20
21. 21
d. Kondisi Yang Tidak Sesuai
Ketidakpastian pengukuran ini muncul karena kondisi alat
ukur dipengaruhi oleh kejadian yang hendak diukur .
Misalnya,mengukur nilai transistor saat dilakukan
penyolderan, atau mengukur panjang sesuatu pada suhu
tinggi menggunakan penggaris logam. Hasil yang diperoleh
tentu bukan nilai yang sebenarnya karena panas
mempengaruhi sesuatu yang diukur maupun alat
pengukurnya.
2. Ketidakpastian Random
Ketidakpastian random umumnya bersumber dari dua hal, yaitu:
a. Pada gejala yang tidak mungkin dikendalikan secara pasti
atau tidak dapat diatasi secara tuntas. Gejala tersebut
umumnya merupakan perubahan yang sangat cepat dan
acak hingga pengaturan atau pengontrolannya diluar
kemampuan kita. Misalnya fluktuasi pada besaran listrik
selalu mengalami perubahan terus-menerus secara cepat
dan acak, akibatnya kalau kita ukur nilainya juga akan
berfluktuasi.
b. Pada pengukuran berulang, sehingga hasil-hasil yang
diperoleh bervariasi dari harga rata-ratanya. Hasil-hasil
pengukuran tersebut menjadi berbeda antara satu dengan
yang lain, karena: (i) kondisi pengukuran memang
21
22. 22
sebenarnya telah berbeda antara satu pengukuran dengan
pengukuran yang lain , (ii) ketidakpastiaan alat ukur setiap
digunakan, (iii) bersumber dari ketidakpastian lain yang
berkaitan dengan kegiatan pengukuran.
3. Ketidakpastian Pengamatan
Ketidakpastian pengamatan merupakan ketidakpastian
pengukuran yang bersumber dari kekurang terampilan manusia
saat melakukan kegiatan pengukuran. Misalnya: metode
pembacaan skala tidak tegak lurus (paralaks), salah dalam
membaca skala, dan pengaturan atau pengesetan alat ukur
yang kurang tepat.
A B C
Gambar 3.3 Kesalahan membaca skala mistar akibat posisi
mata miring terhadap garis skala yang dibaca
Pada gambar di atas tampak bahwa hasil pengukuran A, B, dan
C berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan hasil
22
23. 23
pengukuran A,B, dan C di atas disebabkan oleh kesalahan
posisi mata A dan C ketika memandang skala. Kesalahan itu
disebut sebagai kesalahan paralaks.
Seiring kemajuan teknologi, alat ukur dirancang semakin
canggih dan kompleks, sehingga banyak hal yang harus diatur
sebelum alat tersebut digunakan. Bila yang mengoperasikan
tidak terampil, semakin banyak yang harus diatur semakin besar
kemungkinan untuk melakukan kesalahan sehingga
menghasilkan ketidakpastian yang besar pula.
D. Menentukan Ketidakpastian Pengukuran
Dalam pengukuran kita berusaha mengenal sebanyak mungkin
kesalahan dan mengatasinya atau menguranginya. Akan tetapi, kita
tidak mungkin sama sekali meniadakan ketidakpastian atau dengan
kata lain tidak mungkin kita mendapatkan nilai benar. Jika begitu,
bagaimana cara melaporkan hasil pengukuran? Sampai seberapa
jauh hasil pengukuran tersebut dapat dipercaya?
Hasil pengukuran suatu besaran fisis dilaporkan sebagai X=(Xo ∆X),
dimana X adalah nilai pendekatan terhadap nilai benar Xo dan ∆X,
adalah ketidakpastiannya. Bagaimana cara menentukan Xo dan ∆X ?
Nilai benar Xo dan ketidakpastian ∆X ditentukan berdasarkan
bagaimana suatu besaran diukur. Apakah besaran itu diukur hanya
satu kali saja (pengukuran tunggal) atau beberapa kali (pengukuran
berulang).
23
24. 24
1. Ketidakpastian Pengukuran Tunggal
Seseorang peserta didik melakukan pengukuran panjang balok
dengan mistar. Dengan sekali ukuran dia melaporkan bahwa
panjang balok alumunium adalah 2,9 cm. Apakah hasil
pengukuran peserta didik ini langsung dapat dipercaya bahwa
panjang balok alumunium tersebut memang tepat 2,9 cm?. Pada
kegiatan eksperimen pengukuran tunggal seperti ini sebenarnya
harus dihindari karena menimbulkan ketidakpastian yang sangat
besar. Namun ada alasan tertentu yang menyebabkan pengukuran
hanya dapat dilakukan sekali saja, misalnya mengukur lajunya
mobil yang lewat.
Umumnya secara fisik mata manusia sulit membaca ukuran
panjang kurang dari 1mm secara pasti. Pembacaan kurang dari 1
mm adalah taksiran, dan sangat berpeluang untuk memunculkan
ketidakpastian.
Pada pengukuran tunggal ketidakpastian dapat ditentukan dengan
cara nilai setengah dari skala terkecil (NST) :
x= NST
2. Ketidakpastian Pengukuran Berulang
Seorang guru fisika melakukan pengukuran berulang untuk
mengukur kedalaman sebuah botol, datanya tertulis seperti tampak
pada tabel.
24
25. 25
Tabel 3.1 Hasil Pengukuran kedalaman botol
Pengukuran ke Hasil pengukuran
1 12,8 cm
2 12,2 cm
3 12,5 cm
4 13,1 cm
5 12,9 cm
6 12,4 cm
Dari hasil pengukuran di atas, hasil pengukuran manakah yang
akan dipercaya sebagai nilai yang benar?. Seperti yang telah
diinformasikan sebelumnya, bahwa setiap kali pengukuran pasti
dihinggapi ketidakpastian. Bila pengukuran dilakukan berulangkali,
intuisi kita akan megatakan ada kecenderungan hasil pengukuran
mengarah ke nilai tertentu, dan nilai tersebut yang kita yakini akan
mendekati nilai benar yang kita harapkan. Untuk menentukan nilai
pengukuran yang paling mendekati nilai yang sesunguhnya
ditentukan dari rata-rata dari seluruh nilai hasil pengukuran yang
telah dilakukan.
Sebagai contoh dari hasil pengukuran kedalaman sebuah botol
yang dilakukan oleh seorang guru fisika sebanyak 6 kali di peroleh
rata-rata 12,65 cm. (XR). Nilai ini tentu bukan nilai benar secara
mutlak, karena itu harus ditentukan ketidakpastiannya (∆X).
25
26. 26
Karena sudah ditentukan simpangan dari tiap-tiap pengukuran
maka persamaan yang dapat digunakan, adalah : X=(XR ∆X)
Untuk mencari ∆X dapat digunakan persamaan :
∑ ∑
∆X =√
Untuk menentukan ketidakpastian pada contoh pengukuran
berulang tadi kita lengkapi dahulu tabel 3.1 dengan perhitungan
simpangan baku.
Tabel 3.2 Hasil Perhitungan Simpang Baku
Pengukuran ke Hasil Pengukuran (Xn) cm
1 12,8 163,84
2 12,2 148,84
3 12,5 156,25
4 13,1 171,61
5 12,9 166,41
6 12,4 153,76
JUMLAH 75,9 960,71
Rata-rata = XR = = 12,65 cm
Untuk mencari ∆X kita dapat gunakan persamaan :
26
27. 27
∑ ∑
∆X =√
∆X =√
∆X =√
∆X =√
∆X =√
∆X = 0,327
∆X = 0,33 cm
X=(XR ∆X)
= (12,65 ∆X)
Jadi kedalam botol = (12,65
E. Penggunaan Beberapa Alat Ukur Dasar
1. Alat Ukur Panjang
Untuk mengukur panjang suatu benda dapat menggunakan mistar,
, jangka sorong, dan mikrometer sekrup. Dalam mengukur panjang
suatu benda, selain memperhatikan ketelitian alat ukurnya, juga
memperhatikan jenis dan macam benda yang akan diukur.
a. Mistar
Mistar adalah salah satu alat ukur panjang yang paling sering
digunakan pada kehidupan sehari-hari. Skala terkecil dari
27
28. 28
mistar adalah 1 mm atau 0,1 cm. Ketelitian mistar adalah ½ x
skala terkecil = 0,05 cm.
Misalkan kita mengukur panjang benda dengan mistar, seperti
ditunjukkan pada Gambar 3.4. Skala terkecil mistar yang
digunakan 1 mm, sehingga ketidakpastian (∆X = 0,5 mm =
0,05 cm. Pada gambar terlihat bahwa hasil pengukuran terletak
antara 2,7 cm dan 2,8 cm, sehingga harus ada angka yang
ditaksir. Angka taksiran ini hanya boleh 0 atau 5. Karena ujung
benda lebih sedikit dari 2,7 cm, maka taksiran angka ke-3
adalah 5. Jadi hasil pengukuran tersebut dilaporkan sebagai: X
=(2,75 0,05) cm.
Gambar 3.4. Panjang benda diukur dengan mistar
dilaporkan sebagai X=(2,75 0,05) cm.
b. Jangka sorong
Jangka sorong adalah suatu alat ukur panjang yang dapat
dipergunakan untuk mengukur panjang suatu benda dengan
ketelitian hingga 0,1 mm. keuntungan penggunaan jangka
sorong adalah dapat dipergunakan untuk mengukur diameter
sebuah kelereng, diameter dalam sebuah tabung atau cincin,
maupun kedalam sebuah tabung. Pada gambar dibawah ini
ditunjukkan bagian-bagian dari jangka sorong.
28
29. 29
Gambar 3.5. Bagian-bagian jangka sorong
Jangka sorong memiliki bagian utama disebut rahang tetap
dan rahang geser. Skala panjang pada rahang tetap disebut
skala utama, sedangkan skala pendek pada rahang geser
disebut nonius atau vernier. Nonius memiliki panjang 9 mm dan
dibagi atas 10 skala, sehingga beda satuan skala nonius
dengan skala utama adalah 0,1 mm. Nilai 0,1 mm atau 0,01 cm
merupakan skala terkecil jangka sorong. Dengan demikian
ketidakpastian jangka sorong ini adalah: (∆X = ½ x 0,1mm =
0,05mm = 0,005 cm
Untuk membaca hasil pengukuran menggunakan jangka
sorong dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut :
Bacalah skala utama yang berimpit atau skala terdekat tepat
didepan titik nol skala nonius.
Bacalah skala nonius yang tepat berimpit dengan skala
utama.
Hasil pengukuran dinyatakan dengan persamaan :
Hasil = Skala Utama + (skala nonius yang berimpit x skala
terkecil jangka sorong)
29
30. 30
Perhatikan Gambar 3.6, angka pada skala utama yang berdekatan
dengan angka 0 pada nonius adalah antara 4,6 cm dan 4,7 cm.
Sementara garis nonius yang tepat berimpit dengan garis pada
skala utama adalah garis ke-8. Ini berarti :
X = 4,6 cm +(8 x 0,01 cm ) = 4,68 cm.
Gambar 3.6 Panjang benda diukur dengan jangka sorong
dilaporkan sebagai X = 4,6 cm +(8 x 0,01 cm ) =
4,68 cm.
Karena ∆X= 0,005 cm (tiga desimal), maka X sebaiknya
dinyatakan dengan 3 desimal. Tidak seperti mistar, pada jangka
sorong yang memiliki nonius kita tidak pernah menaksir angka yang
ke-4, akan tetapi cukup kita beri angka 0, sehingga X = 4,680 cm.
Jadi hasil pengukuran dengan menggunakan jangka sorong kita
laporkan sebagai: X= (4,680 0,005) cm.
C. Mikrometer sekrup
Mikrometer sekrup memiliki rahang geser dan selubung luar. Jika
selubung luar diputar lengkap satu kali maka rahang geser dan juga
selubung luar maju atau mundur 0,5 mm. Karena selubung luar
memiliki 50 skala, maka satu skala pada selubung luar sama
30
31. 31
dengan jarak maju atau mundur rahang geser 0,01 mm. Bilangan
0,01 mm ini merupakan ketelitian mikrometer sekrup. Dengan
demikian ketidakpastiannya adalah: ∆X = ½ x 0,01mm = 0,005mm
Untuk lebih jelasnya bagian-bagian mikrometer sekrup dapat dilihat
pada gambar di bawah ini :
Gambar 3.7 Bagian-bagian jangka sorong
Untuk membaca hasil pengukuran menggunakan mikrometer
sekrup dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut :
Tentukan nilai skala utama yang terdekat dengan selubung
silinder (bidal) dari rahang geser (atau skala utama yang
berada tepat didepan/berimpit dengan selubung silinder luar
rahang geser)
Tentukan nilai skala nonius yang yang berimpit dengan garis
mendatar pada skala utama
Hasil pengukuran dinyatakan dengan persamaan :
Hasil = Skala Utama + (skala nonius yang berimpit x skala
terkecil mikrometer sekrup)
Perhatikan Gambar 3.8, berapakah hasil pengukuran yang
ditunjukkan oleh gambar tersebut.
31
32. 32
Gambar 3.8 Panjang benda diukur dengan mikrometer sekrup
Pada gambar terlihat skala utama yang berada tepat
didepan/berimpit dengan selubung silinder luar rahang geser
adalah angka 5,5 mm dan angka pada skala nonius yang yang
berimpit dengan garis mendatar pada skala utama adalah 28 mm
sehingga hasil pengukuran adalah X = 5,5 mm +(28 x 0,01 mm )
= 5,78 mm. Karena X = 0,005 mm (tiga desimal), maka hasil
pembacaan pengukuran (Xo) harus juga dinyatakan dalam 3
desimal. Karena kita tidak perlu menaksir angka terakhir (desimal
ke-3) maka kita cukup berikan nilai 0 untuk desimal ke-3. sehingga
hasil pengukuran menggunakan Mikrometer sekrup dapat anda
laporkan sebagai : X= (5,780 0,005) mm
2. Alat Ukur Massa
Untuk mengukur massa suatu benda digunakan neraca. Dari segi
bentuk, alat ukur massa dalam fisika sangat berbeda dengan alat
ukur massa yang sering kita jumpai di dalam kehidupan kita sehari-
hari. Dalam kehidupan sehari-hari kita kenal neraca sama lengan
yang biasa kita jumpai di toko mas, ada pula neraca pasar yang
biasa digunakan untuk menimbang sayuran dan bahan pokok
dipasar, dan bahkan ada neraca pegas yang sering digunakan ibu-
32
33. 33
ibu untuk menimbang bahan-bahan kue. Dari sekian banyak bentuk
neraca, neraca yang paling sering digunakan dilabolatorium adalah
neraca tiga tiang dan neraca digital.
(b)
(a)
Gambar 3.9 Neraca tiga tiang (a) dan (b) neraca
digital
Pada neraca tiga tiang mempunyai skala 0 gram-200 gram untuk
tiang paling belakang dengan skala terkecil 100 gram, tiang di
depannya mempunyai skala 0 gram-100 gram dengan skala terkecil
10 gram dan tiang paling depan mempunyai skala 0 gram-1 gram
dengan skala terkecil 0,1 gram.
Benda yang akan diukur massanya diletakkan pada piringan. Untuk
mengetahui massa benda, beban pada ketiga tiang diatur sehingga
neraca setimbang. Ketika setimbang, kedudukan ketiga beban
geser menunjukkan massa benda.
Neraca digital mempunyai kepekaan yang lebih yang lebih baik
dibanding neraca tiga lengan, artinya neraca digital sangat peka
terhadap perubahan massa yang diukur. Oleh karena itu,
pengukuran massa benda dengan neraca digital menghasilkan data
pengukuran yang lebih akurat.
3. Alat Ukur Waktu
Alat ukur waktu yang sering anda temukan dalam kehidupan
sehari-hari adalah jam (jam dinding, jam bandul, jam tangan).Selain
jam, alat ukur waktu yang paling sering digunakan dilabolatorium
33
34. 34
adalah stopwatch. Dari segi tampilan penunjuk waktu terdapat 2
jenis stopwatch yaitu digital dan analog.
(a) (b)
Gambar 3.10 Stopwatch analog (a) dan (b) digital
Pada stopwatch analog seperti gambar 3.10 a, jarak antara dua
gores panjang yang ada angkanya adalah 2 sekon. Jarak ini dibagi
atas 20 skala. Dengan demikian, skala terkecilnya adalah sekon
= 0,1 sekon. Tentu saja ketelitian alat ini adalah :
= x skala terkecil = x 0,1 sekon = 0,05 sekon
Penggunaan stopwatch digital lebih mudah dibandingkan dengan
stopwatch analog karena pada stopwatch digital hasil pengukuran
dapat dibaca langsung dalam bentuk angka.
F. Rangkuman
1. Mengukur adalah membandingkan sesuatu yang diukur dengan
sesuatu lain yang sejenis yang ditetapkan sebagai satuan. Agar
hasil pengukuran kita akurat, maka kita harus mengecek
keakurasian alat tersebut. Keakurasian alat bisa dicek dengan
metode the two-point calibration, yaitu pertama, apakah alat ukur
sudah menunjuk nol sebelum digunakan? Kedua, apakah alat
ukur memberikan pembacaan ukuran yang benar ketika
digunakan untuk mengukur sesuatu yang standar.
34
35. 35
2. Presisi menyatakan derajat kepastian hasil pengukuran. Presisi
berkaitan dengan perlakuan dalam proses pengukuran, yang
meliputi antara lain kualitas alat ukur, sikap teliti si pengukur
kestabilan tempat di mana dilakukan pengukuran. Akurasi adalah
kesesuaian antara hasil pengukuran dengan nilai yang
sebenarnya. Sensitifitas adalah ukuran minimal yang masih
dideteksi oleh alat tersebut. Resolusi atau daya pisah suatu alat
ukur ditentukan oleh nilai skala terkecil dari suatu alat ukur.
3. Sumber-sumber ketidakpastian ada tiga yaitu ketidakpastian
sistematik, ketidakpastian random, dan ketidakpastian
pengamatan.
4. Hasil pengukuran suatu besaran fisis dilaporkan sebagai
X=(Xo ∆X ), dimana X adalah nilai pendekatan terhadap nilai
benar Xo dan ∆X adalah ketidakpastiannya. Untuk pengukuran
tunggal nilai benar Xo adalah hasil pengukuran itu sendiri dan x
= skala terkecil. Untuk pengukuran berulang, nilai benar Xo
sama dengan nilai rata rata (Xo = X ) dan ketidakpastian sama
dengan simpangan baku dengan rumus:
∑ ∑
∆X =√
G. Latihan
1. Tiga orang siswa mengukur panjang buku dengan menggunakan
mistar yang memiliki skala terkecil 1 mm. Tiap-tiap siswa
menuliskan hasil pengukurannya, siswa I : 22 cm, siswa II : 21,8
cm, dan siswa III : 21,75 cm. Jelaskan siswa manakah yang
mencatat dan melaporkan hasil pengukuran dengan benar?
2. Seseorang mengukur panjang beberapa benda menggunakan
jangka sorong yang memiliki ketelitian 0,05 mm. Hasil
35
36. 36
pengukurannya dengan menyertakan ketidakpastian dituliskan di
bawah ini :
Tabel hasil pengukuran panjang
Benda Panjang (mm)
A (20,1 ± 0,1)
B (25,10 ± 0,05)
C (25,5 ± 0,05)
D (25,10 ± 0,01)
Manakah penulisan hasil pengukuran panjang yang paling tepat?
Tuliskan komentar Anda!
3. Tentukan hasil pengukuran panjang benda dengan menggunakan
jangka sorong dinyatakan seperti pada gambar di bawah ini.
4. Tentukan hasil pengukuran tunggal diameter kawat dengan
menggunakan mikrometer sekrup ditunjukkan pada gambar di bawah.
36
37. 37
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembahasan tentang sistem satuan sebagai langkah awal dari
pembahasan tentang pengukuran karena dalam melakukan
pengukuran selalu terkait dengan besaran dan satuan. Demikian pula
pembelajaran fisika sangat erat kaitannya dengan proses pengukuran
berbagai besaran fisika. Alat ukur yang digunakan dalam fisika pada
umumnya sedikit berbeda dengan alat ukur yang biasa digunakan
dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan dalam pembelajaran
fisika sering dituntut batas ketelitian alat ukur yang sangat tinggi.
Pengukuran merupakan membandingkan sesuatu yang diukur dengan
sesuatu lain yang sejenis yang ditetapkan sebagai satuan. Dalam
melaksanakan pengukuran harus menguasai konsep pengukuran,
mengenal alat ukur, dan dapat melakukan pengukuran dengan
memperhatikan ketidakpastian pengukuran.
B. Implikasi
Mengingat materi pengukuran merupakan materi dasar dalam
pembelajaran IPA khususnya fisika menjadi sebuah tuntutan dan
keharusan untuk menguasai konsep pengukuran, mengenal alat ukur,
dan dapat melakukan pengukuran, sehingga peserta diklat dapat
melaksanakan proses pembelajaran tentang pengukuran dengan baik.
C. Tindak Lanjut
Penguasaan konsep dan pengetahuan tentang pengukuran tidak
cukup, akan tetapi diperlukan praktik dan latihan yang terus menerus.
Untuk itu peserta diklat harus selalu meningkatkan kompetensi
sehingga proses pembelajaran dapat mencapai hasil yang optimal.
37
38. 38
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Materi Pelatihan
Terintegrasi Buku 2. Jakarta: Direktorat Pendidikan Lanjutan
Pertama.
Djonoputro, B.D. 1984. Teori Ketidakpastian. Terbitan kedua,
Bandung: Penerbit ITB.
Halliday, D., Resnick, R. 1984. Physics, terjemahan: Pantur Silaban
dan Erwin Sucipto, Jakarta: Erlangga.
Kanginan, Marthen. 1997. Fisika SMA 1A. Jakarta: Erlangga.
38