SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 38
1



                             BAB I
                         PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
   Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering melakukan pengukuran.
   Mengukur merupakan kegiatan sederhana, tetapi sangat penting
   dalam kehidupan kita. Fisika memerlukan pengukuran-pengukuran
   yang sangat teliti agar gejala alam yang dipelajari dapat dijelaskan
   dengan akurat. Sebenarnya pengukuran tidak hanya mutlak bagi
   fisika, tetapi juga bagi bidang-bidang lain. Dengan kata lain, tidak ada
   teori, prinsip, maupun hukum dalam ilmu pengetahuan alam yang
   dapat diterima kecuali jika disertai dengan hasil-hasil pengukuran
   yang akurat. Pembelajaran fisika sangat erat kaitannya dengan proses
   pengukuran berbagai besaran fisika. Alat ukur yang digunakan dalam
   fisika pada umumnya sedikit berbeda dengan alat ukur yang biasa
   digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan dalam
   pembelajaran fisika sering dituntut batas ketelitian alat ukur yang
   sangat tinggi.

   Ketelitian pengukuran sangat diperlukan dalam melakukan percobaan.
   Kekurang telitian seringkali membuat hasil pengukuran menjadi tidak
   akurat. Hal ini yang sangat penting diperhatikan ketika kita melakukan
   pengukuran adalah cara menuliskan atau melaporkan hasilnya karena
   berbagai keterbatasan hasil pengukuran kita tidak mungkin pasti
   secara mutlak. Tidak semua angka-angka hasil pengukuran kita
   merupakan angka pasti, ada yang merupakan angka taksiran.
   Seiring kemajuan tekhnologi, alat ukur dirancang semakin canggih
   dan kompleks, sehingga banyak hal yang harus diatur sehingga
   sebelum alat tersebut digunakan. Bila yang mengoperasikannya tidak
   terampil dan semakin banyak yang harus diatur maka semakin besar
   kemungkinan untuk melakukan kesalahan sehingga menghasilkan
   ketidakpastian yang besar pula.


                                     1
2



   Ketika kita melaporkan suatu hasil pengukuran, hal mutlak harus kita
   lakukan adalah menyertakan satuannya. Meskipun angka hasil
   pengukuran itu benar, tetapi hasil pengukuran itu akan dianggap salah
   bila tanpa satuan.

   Hasil   pengukuran    baru   bermanfaat   bila   mengunakan    satuan
   pengukuran yang baku, yaitu satuan pengukuran yang nilainya tetap
   dan telah disepakati oleh semua orang untuk dipakai sebagai
   pembanding.
   Bagaimana cara melakukan pengukuran dan menuliskan hasil
   pengukurannya dengan benar akan kita bahas dalam bahan ajar ini.


B. Deskripsi Singkat
   Mata Diklat ini      membahas       sistem satuan,    langkah-langkah
   pengukuran, istilah dalam pengukuran, ketidakpastian pengukuran,
   menentukan ketidakpastian pengukuran serta penggunaan beberapa
   alat ukur dasar.


C. Manfaat Bahan Ajar Bagi Peserta
   Bahan Ajar ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para peserta diklat
   untuk   membekali     pengetahuan     tentang    sistem   satuan   dan
   pengukuran sehingga dapat meningkatkan profesionalitas sebagai
   tenaga pendidik.


D. Tujuan Pembelajaran
   1. Kompetensi Dasar
      Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu memahami
      sistem satuan dan pengukuran besaran fisika (panjang, massa,
      dan waktu ).




                                   2
3



2. Indikator Keberhasilan
    a. Membedakan besaran pokok dengan besaran satuan
    b. Menentukan     hasil   pengukuran   dengan   memperhatikan
      ketidakpastian pengukuran


E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok
   1. Sistem Satuan
         Satuan SI
         Defenisi Satuan Standar
         Satuan Turunan
         Notasi Ilmiah
   2. Pengukuran
         Pengertian danLangkah-langkah Pengukuran
         Istilah dalam Pengukuran
         Ketidakpastian Pengukuran
         Menentukan ketidakpastian pengukuran
         Penggunaan beberapa alat ukur
F. Petunjuk belajar
   Pertama-tama bacalah semua materi yang ada, bila ada hal-hal
   yang kurang jelas tanyakan kepada fasilitator yang bersangkutan
   atau    dibahas    bersama-sama    dengan   peserta   diklat   lain.
   Selanjutnya cobalah menjawab atau mengerjakan latihan yang ada.
   Akhirnya implementasikan pada pelaksanaan proses pembelajaran.




                                3
4



                              BAB II
                         SISTEM SATUAN


    Indikator keberhasilan: Setelah mengikuti pembelajaran ini
    peserta diklat dapat membedakan besaran pokok dan besaran
    turunan

A. Satuan SI
   Eksperimen-eksperimen dalam bidang Fisika melibatkan berbagai
   macam pengukuran, dan pengukuran ini harus diusahakan seakurat
   mungkin dan reproducible. Langkah pertama agar pengukuran
   menghasilkan data yang akurat dan data itu tetap sama walaupun
   diukur oleh orang yang berbeda adalah menentukan satuan besaran
   yang diukur tersebut. Satuan yang digunakan oleh setiap pengukur
   tentu saja harus sama. Oleh karena itu perlu dibuat standar sistem
   satuan yang disepakati oleh setiap pemakai.
   Saat ini kita telah memiliki sistem satuan yang berlaku secara
   internasional, yaitu satuan SI. SI adalah kependekan dari Système
   International , bahasa Perancis. Satuan SI ini diadopsi dari sistem
   metrik yang sudah digunakan oleh para ilmuwan Perancis sejak tahun
   1795. Satuan SI diatur oleh Lembaga Berat dan Ukuran Internasional
   (The International Bureau of Weights and Measures) di Sevres,
   Perancis.   Sebelum    ada   standar   internasional   setiap   negara
   menetapkan sistem satuannya sendiri. Sebagai contoh, satuan
   panjang di Indonesia dikenal hasta, jengkal dan tumbak, di Inggris
   dikenal inci dan feet, dan di Perancis adalah meter. Dalam satuan SI
   ditetapkan bahwa meter (m) sebagai satuan panjang, kilogram
   sebagai satuan massa dan sekon sebagai satuan waktu. Pada
   awalnya merupakan MKS, yaitu panjang (meter), massa (kilogram),
   dan waktu (sekon). Selain itu dikenal juga istilah CGS, yaitu




                                  4
5



   centimeter (cm), gram (g), dan sekon (s), masing-masing untuk satuan
   panjang, massa, dan waktu.
   Saat ini satuan SI secara resmi digunakan di semua negara di dunia,
   namun dalam praktek sehari-hari beberapa negara (misalnya Amerika
   Serikat) masih menggunakan sistem satuan non-SI.
   Besaran panjang, massa dan waktu disebut besaran pokok, karena
   dari besaran ini dapat diturunkan besaran-besaran yang lain seperti
   gaya dan energi. Besaran pokok didefinisikan sebagai besaran yang
   satuannya telah ditetapkan terlebih dahulu. Satuan dari besaran
   pokok disebut satuan pokok. Satuan pokok SI seluruhnya ada tujuh,
   yaitu seperti yang terlihat pada Tabel 2.1.
          Tabel 2.1. Besaran pokok beserta satuan-satuan dasar SI
        Besaran Pokok                      Satuan       Simbol
     Panjang                  meter                        m
     Massa                    kilogram                     kg
     Waktu                    sekon                        s
     Kuat arus listrik        ampere                       A
     Suhu                     kelvin                       K
     Jumlah zat               mol                         mol
     Intensitas Cahaya        candela                      cd


B. Definisi Satuan Standar
   Penggunaan berbagai macam satuan untuk besaran menimbulkan
   suatu kesukaran, alat ukur suatu satuan tertentu menjadi macam-
   macam, yang lebih menyulitkan lagi bahwa orang harus menyesuaikan
   diri terhadap berbagai macam satuan. Dengan demikian diperlukan
   menetapkan satuan standar besaran pokok. Syarat untuk membuat
   satuan standar yang berguna adalah praktis digunakan, mudah didapat,
   mudah dibuat ulang, dan tetap setiap saat. Maka seiring dengan
   perkembangan ilmu pengetahuan dan sejumlah penemuan oleh para
   ilmuwan, standar satuan terus berubah. Sebagai contoh, standar meter


                                       5
6



mengalami perubahan beberapa kali dimana yang digunakan sekarang
ditetapkan pada tahun 1983 dan dianggap yang paling tepat sampai
saat ini. Berikut ini akan dijelaskan satuan standar ketujuh besaran
pokok.
1) Meter
  Batangan standar Prototipe Meter Internasional terbuat dari platinum-
  iridium. Batangan ini digunakan sebagai standard sampai tahun
  1960, dimana sistem SI yang baru menggunakan pengukuran
  spektrum krypton sebagai dasarnya. Pada tahun 1983, satuan meter
  yang berlaku didefinisikan berdasarkan kecepatan cahaya di ruang
  hampa.




            Gambar 2.1 Prototipe meter internasional.


  Meter pada awalnya ditetapkan oleh Akademi Sains Perancis
  (Académie des Sciences) sebagai 1/10.000.000 jarak sepanjang
  permukaan Bumi dari Kutub Utara hingga Khatulistiwa melalui
  meridian Paris pada tahun 1791, dan pada 7 April 1795 Perancis
  menggunakan     meter    sebagai    jarak   resmi   untuk   panjang.
  Ketidakpastian dalam pengukuran jarak tersebut menyebabkan Biro
  Berat dan Ukuran Internasional (BIPM - Bureau International des
  Poids et Mesures) menetapkan 1 meter sebagai jarak antara dua
  garisan pada batang platinum-iridium yang disimpan di Sevres,
  Perancis pada tahun 1889.
  Pada tahun 1960, ketika laser diperkenalkan, Konferensi Umum
  tentang Berat dan Ukuran (Conférence Générale des Poids et


                               6
7



  Mesures/CGPM)       ke-11    mengganti     definisi   meter    sebagai
  1.650.763,73 kali panjang gelombang spektrum cahaya oranye-
  merah atom krypton-86 dalam sebuah ruang vakum. Pada tahun
  1983, BIPM menetapkan meter sebagai jarak yang dilalui cahaya
  melalui vakum pada selang waktu 1/299.792.458 detik (kecepatan
  cahaya ditetapkan sebesar 299.792.458 meter per detik). Oleh
  karena kecepatan cahaya dalam vakum adalah sama di manapun
  saja, definisi ini lebih universal dibandingkan dengan jarak ukur lilit
  bumi atau panjang batang logam tertentu. Oleh karena itu, jika
  batang logam itu hilang atau musnah, panjang meter standar masih
  dapat diulangi dalam laboratorium manapun. Selain itu secara teori
  dapat diukur dengan lebih tepat dibandingkan dengan ukuran yang
  lain.


2) Kilogram
  Internasional untuk massa adalah sebuah silinder platina-iridium
  yang disebut kilogram standar. Kilogram standar ini disimpan di
  Lembaga Berat dan Ukuran Internasional, Sevres dekat Paris, dan
  berdasarkan perjanjian internasional memiliki massa satu kilogram.
  Satu kilogram adalah massa sebuah kilogram standar yang disimpan
  di The International Bureau of Weighs and Measures.




                                7
8




                 Gambar 2.2 Prototipe kilogram internasional


3) Sekon atau Detik
  Detik atau sekon adalah satuan waktu dalam SI, dimana penentuan
  standarnya menggunakan frekuensi yang dipancarkan atom cesium
  setelah atom tersebut menyerap energi. Satu sekon didefinisikan sebagai
  selang waktu yang diperlukan oleh atom Cesium-133 untuk melakukan
  getaran sebanyak 9192631770 kali.




        Gambar 2.3 Diagram alat untuk menentukan standar sekon




                                  8
9



4) Ampere
  Ampere adalah satuan SI untuk arus listrik, dilambangkan dengan huruf
  A. Satu ampere adalah suatu arus listrik yang mengalir, sedemikian
  sehingga di antara dua penghantar lurus dengan panjang tak terhingga,
  dengan penampang yang dapat diabaikan, dan ditempatkan terpisah
  dengan jarak satu meter dalam vakum, menghasilkan gaya sebesar 2.
  10-7 newton per meter. Satuan ini diambil dari nama André-Marie
  Ampère, salah satu penemu elektromagnetik




      Gambar 2.4 Diagram alat untuk menentukan standar ampere.


5) Kelvin
  Skala Kelvin (simbol: K) adalah skala suhu di mana nol absolut
  didefinisikan sebagai 0 K. Satuan untuk skala Kelvin adalah kelvin
  (lambang K), dan merupakan salah satu dari tujuh satuan pokok SI.
  Satuan kelvin didefinisikan oleh dua fakta: nol kelvin adalah nol absolut
  (ketika gerakan molekuler berhenti), dan satu kelvin adalah pecahan
  1/273,16 dari suhu termodinamik triple point air (0,01 °C). Skala suhu
  Celsius   kini   didefinisikan   berdasarkan   kelvin.   Kelvin   dinamakan
  berdasarkan seorang fisikawan dan insinyur Inggris, William Thomson,
  Baron Kelvin.
  Perkataan kelvin sebagai satuan pokok SI ditulis dengan huruf kecil k
  (kecuali pada awal kalimat), dan tidak pernah diikuti dengan kata derajat,
  atau simbol °, berbeda dengan Fahrenheit dan Celsius. Ini karena kedua
  skala yang disebut terakhir adalah skala ukuran sementara kelvin adalah



                                      9
10



  unit ukuran. Ketika kelvin diperkenalkan pada tahun 1954 (di Konferensi
  Umum tentang Berat dan Ukuran (CGPM) ke-10, Resolusi 3, CR 79),
  namanya adalah "derajat kelvin" dan ditulis °K; kata "derajat" dibuang
  pada 1967 (CPGM ke-13, Resolusi 3, CR 104). Perhatikan bahwa simbol
  unit kelvin selalu menggunakan huruf besar K dan tidak pernah
  dimiringkan. Tidak seperti skala suhu yang menggunakan simbol derajat,
  selalu ada spasi di antara angka dan huruf K nya, sama seperti unit SI
  lainnya.




           Gambar 2.5 Diagram alat untuk menentukan standar kelvin


6) Mole
  Mole adalah satuan untuk jumlah zat. Satu mole (disingkat mol) adalah
  jumlah zat yang mengandung unsur elementer zat tersebut dalam jumlah
  sebanyak jumlah atom karbon dalam 0,012 kg karbon-12. (CGPM ke-14,
  1971).


7) Kandela
  Kandela adalah satuan untuk intensitas cahaya. Satu kandela (disingkat
  cd) adalah intensitas cahaya suatu sumber cahaya yang memancarkan
  radiasi monokromatik pada frekuensi 540 x 1012 Hz dengan intensitas



                                   10
11



  radiasi sebesar watt per steradian dalam arah tersebut (CGPM ke -16,
  1979).


C. Satuan Turunan
  Selain besaran pokok, kita mengenal juga besaran turunan. Besaran
  turunan adalah besaran yang satuannya diturunkan dari satuan besaran
  pokok. Salah satu contoh besaran turunan adalah luas (luas = panjang x
  lebar). Baik panjang maupun lebar termasuk besaran pokok panjang
  dengan satuan meter, sehingga satuan luas m x m = m². Tabel 2.2
  menunjukkan beberapa contoh lain satuan turunan beserta besarannya.
                     Tabel 2.2 Contoh satuan turunan SI
   Besaran                   Satuan                       Simbol
   Massa jenis               kilogram per meter kubik     kg/m3
   Percepatan                meter per sekon kuadrat      m/s2
   Kuat medan magnetik       ampere per meter             A/m
   Kerapatan arus            ampere per meter kuadrat     A/m2
   Nomor gelombang           per meter                    m-1


   Dalam pemakaian, satuan SI sering menggunakan awalan atau prefix
   yang bertujuan untuk menghemat penulisan dan memudahkan dalam
   pembacaannya. Sebagai contoh, 1000 meter sama dengan 1 kilometer
   (km), dan 0,001 m sering ditulis 1 milimeter (mm). Satuan untuk panjang
   pada ukuran yang besar digunakan kilometer, sementara untuk ukuran
   yang kecil    digunakan    mikrometer. Awalan-awalan         selengkapnya
   ditunjukkan pada Tabel 2.3.




                                    11
12



                          Tabel. 2.3 Awalan –awalan dalam SI
       Faktor       Awalan         Simbol      Faktor      Awalan       Simbol
        1018       eksa              E          10-1      desi             d
        1015       peta              P          10-2      centi            c
             12                                      -3
        10         tera              T          10        mili            m
        109        giga              G          10-6      mikro
        106        mega              M          10-9      nano             n
             3                                      -12
        10         kilo               k        10         piko             p
        102        hekto              h        10-15      femto            f
        101        deka              da        10-18      atto             a


D. Notasi Ilmiah
   Hasil dari suatu pengukuran bisa berupa angka yang sangat besar atau
   sangat kecil. Contoh: Jarak Matahari ke Mars sekitar 227 800 000 000 m, jari-
   jari orbit elektron atom Hidrogen sekitar 0,000 000 000 053 m. Penulisan
   angka yang terlalu besar atau terlalu kecil dalam bentuk desimal mempunyai
   beberapa kelemahan, yaitu: menghabiskan tempat, sering menimbulkan
   kesalahan dalam penulisan, sulit untuk dibaca, dan ukuran relatifnya sulit
   ditentukan. Untuk mengatasi masalah tersebut, kita bisa menuliskannya dalam
   bentuk notasi ilmiah. Jarak Matahari ke Mars jika ditulis dalam bentuk notasi
   ilmiah menjadi 2,278 x 1011 m. Untuk orbit elektron atom Hidrogen, jika ditulis
   dalam bentuk notasi ilmiah menjadi 5,3 x 10-11 m.


E. Rangkuman
   1. Satuan SI adalah sistem satuan yang berlaku secara internasional.
     Satuan SI diadopsi dari sistem metrik yang sudah digunakan oleh
     para ilmuwan Perancis sejak tahun 1795. Satuan SI diatur oleh
     Lembaga Berat dan Ukuran Internasional (The International Bureau
     of Weights and Measures) di Sevres, Perancis.
   2. Besaran pokok didefinisikan sebagai besaran yang satuannya telah
     ditetapkan terlebih dahulu.Besaran pokok ada 7 yaitu besaran



                                          12
13



     massa, panjang, waktu, kuat arus listrik, suhu, jumlah zat, dan
     intensitas cahaya.
   3. Besaran turunan adalah besaran yang satuannya diturunkan dari
     satuan besaran pokok, contohnya luas = panjang x lebar, jadi satuan
     dari luas adalah m x m = m².
   4. Notasi   ilmiah   digunakan    untuk   mengirit   tempat     penulisan,
     mengurangi kesalahan dalam penulisan, mudah untuk dibaca, dan
     ukuran relatif mudah ditentukan.


F. Latihan
   1. Jelaskan sistem satuan yang berlaku secara internasional !
   2. Bandingkan antara besaran pokok dan besaran turunan !
   3. Tentukan satuan dari besaran turunan dengan rumus berikut :
     a. E = mv²

     b. v =

   4. Tuliskan angka berikut ini dalam bentuk notasi ilmiah!
     a.    302 000 000 m
     b.    0,000 508 kg




                                    13
14



                                 BAB III
                              PENGUKURAN



     Indikator keberhasilan: Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta
     diklat dapat menentukan hasil pengukuran dengan memperhatikan
     ketidakpastian pengukuran


A. Pengertian dan Langkah- Langkah Pengukuran
   Mengukur adalah membandingkan sesuatu yang diukur dengan
   sesuatu lain yang sejenis yang ditetapkan sebagai satuan. Pada saat
   kita melakukan pengukuran suatu besaran dengan suatu alat ukur,
   kita berusaha agar hasil pengukuran tersebut mencapai nilai benar.
   Tetapi dalam pengukuran tidaklah mungkin mendapatkan nilai benar,
   melainkan selalu terdapat kesalahan atau ketidakpastian. Walaupun
   ketidakpastian tidak bisa dihilangkan, kita harus tetap berusaha agar
   ketidakpastian tersebut tidak terlalu besar. Untuk itu maka Anda harus
   memperhatikan hal-hal berikut ketika hendak melakukan pengukuran.
  1) Memilih alat ukur. Sebelum melakukan pengukuran kita harus
     memilih alat ukur, alat ukur yang dipilih harus disesuaikan dengan
     besaran yang akan diukur, tingkat ketelitian yang dibutuhkan, dan
     ketidakpastian alat ukur.

  2) Mengetahui cara menggunakan instrumen. Sebelum instrumen
     dioperasikan,     kita     harus          mengetahui       bagaimana   cara
     menggunakannya.          Ikutilah        cara-cara   dan     langkah-langkah
     pengukuran yang benaivitas atau batas maksimalr sesuai dengan
     pada petunjukan pada penggunaan alat tersebut.

  3) Memahami batas maksimum yang dapat diukur oleh instrumen
     (sensitivitas).




                                         14
15



  4) Melakukan kalibrasi terhadap instrumen. Ketika akan mengkur kita
     harus memperhatikan apakah alat ukur itu layak untuk digunakan.
     Selanjutnya, apakah alat tersebut masih akurat dalam mengukur.
     Keakurasian alat bisa dicek dengan metode the two-point
     calibration. Pertama, apakah alat ukur sudah menunjuk nol
     sebelum digunakan? Kedua, apakah alat ukur memberikan
     pembacaan ukuran yang benar ketika digunakan untuk mengukur
     sesuatu yang standar.


B. Istilah Dalam Pengukuran
   1) Ketelitian (Presesi)
      Presisi menyatakan derajat kepastian hasil pengukuran. Presisi
      berkaitan dengan perlakuan dalam proses pengukuran, yang
      meliputi antara lain kualitas alat ukur, sikap teliti si pengukur
      kestabilan tempat di mana dilakukan pengukuran. Suatu alat ukur
      dikatakan mempunyai ketelitian yang cukup tinggi jika dilakukan
      pengukuran beberapa kali, dimana nilai yang diperoleh mempunyai
      nilai yang mendekati sama atau konsisten terhadap hasil yang
      diperoleh.
      Presisi juga berkaitan dengan seberapa besar penyimpangan hasil
      ukur suatu besaran ketika pengukuran dilakukan secara berulang-
      ulang. Berikut ini sebuah contoh tentang ketelitian dari hasil suatu
      pengukuran panjang benda yang dilakukan oleh tiga orang siswa.
      Siswa A mendapatkan hasil antara 18,5 cm dan 19,1 cm sehingga
      rata-ratanya 18,8 cm, seperti ditunjukkan pada Gambar 8. Hasil ini
      dilaporkan sebagai (18,8 ± 0,3) cm. Sementara siswa B
      melaporkan hasil pengukurannya sebagai (19,0 ± 0,2) cm dan
      siswa C melaporkannya sebagai (18,3 ± 0,1) cm. Hasil pengukuran
      yang dilakukan oleh siswa C merupakan hasil yang paling presisi
      dibandingkan dengan hasil pengukuran siswa lainnya, karena
      ketidakpastian hasil pengukuran siswa C merupakan yang paling


                                   15
16



kecil, yaitu 0,1 cm. Hasil pengukuran akan memiliki presisi tinggi
jika pengukuran dilakukan dengan metode yang sangat teliti
dengan alat ukur yang canggih dan dilakukan secara berulang-
ulang. Namun, jika alat yang digunakan tidak tepat, maka
pengukuran tersebut menjadi tidak akurat.
               Siswa A          Siswa B          Siswa C



     19,0




     18,5




    18.0
    0
   Gambar 3.1 Diagram rentang hasil pengukuran siswa A, B, dan C

Dari contoh di atas terlihat bahwa ketelitian suatu hasil
pengukuran    bisa   dilihat   dari     nilai   ketidakpastiannya    atau
simpangannya.     Semakin       kecil     ketidakpastian   dari     suatu
pengukuran maka semakin tinggi ketelitiannya. Ketidakpastian ini
ditentukan dari skala terkecil alat ukur yang digunakan, yaitu
setengah dari skala terkecil. Oleh karena itu presisi bergantung
pada alat yang digunakan dalam pengukuran. Contoh, jangka
sorong memiliki skala terkecil 0,1 mm berarti ketidakpastiannya
0,05 mm. Sementara ketelitian mistar berskala mm adalah 1 mm
dan ketidakpastiannya 0,5 mm. Jadi agar hasil pengukuran Anda
lebih teliti, alat mana yang akan dipilih, jangka sorong atau mistar?




                               16
17




   Gambar 3.2 Jangka sorong memiliki ketelitian lebih tinggi daripada
                  mistar.

2. Ketepatan (Akurasi)
  Akurasi adalah kesesuaian antara hasil pengukuran dengan nilai
  yang sebenarnya (nilai standar). Apa yang dimaksud dengan nilai
  sebenarnya? Nilai yang sebenarnya adalah definisi suatu besaran
  atau konstanta, hukum-hukum geometri, dan angka yang diperoleh
  dari teori yang sudah disepakati. Lihat contoh hasil pengukuran
  panjang oleh tiga siswa di atas (Gambar 3.1). Jika panjang benda
  sebenarnya yang diukur oleh ketiga siswa tersebut adalah 19 cm,
  maka yang paling akurat adalah hasil pengukuran siswa B karena
  penyimpangan terhadap nilai sebenarnya paling kecil. Sementara
  hasil yang paling tidak akurat adalah hasil pengukuran siswa C.
  Sebuah pengukuran bisa presisi tetapi tidak akurat, atau akurat
  tetapi tidak presisi. Dari contoh di atas terlihat bahwa hasil
  pengukuran siswa C jika dilihat dari ketelitiannya adalah yang
  paling presisi, tetapi jika dilihat dari akurasinya adalah yang paling
  tidak akurat.
  Ketepatan suatu alat ukur menunjukkan kinerja dari suatu alat ukur,
  oleh karena itu indikatornya dapat dilihat dari suatu alat ukur
  tersebut, yaitu dari nilai skala penuhnya. Misal jangka sorong kita
  nyatakan tidak tepat untuk mengukur meja yang ukurannya lebih
  dari 30 cm. Karena nilai skala penuh jangka sorong hanya mampu
  mengukur dalam batas lebih kecil dari 15 cm. Demikian juga
  sebaliknya, adalah tidak tepat mengukur benda yang mempunyai
  ukuran di sekitar 1 cm dengan menggunakan penggaris 30 cm.


                                17
18



   Karena kemampuan penggaris 30 cm tidak akan mampu
   membedakan       kesalahan     yang     dapat     terjadi,     kesalahan
   maksimumnya terlalu besar.

3) Sensivitas (Kepekaan)
   Sensitivitas adalah ukuran minimal yang masih dideteksi oleh alat
   tersebut. Sensitivitas suatu alat ukur ditentukan berdasarkan
   respon   terjadinya    perbedaan    suatu   besaran     yang     terbaca
   persatuan    besaran     masukan.     Umumnya      ukuran      kepekaan
   digunakan pada alat ukur yang transferable atau menggunakan
   transduser untuk pengubah satu besaran ke besaran lainnya. Misal
   termometer    raksa     menggunakan     transduser     raksa     sebagai
   pemantau     perubahan     kalor,   keluarannya      adalah     berubah
   perubahan volume/panjang raksa (transfer kalor ke volume atau
   temperatur). Pada kasus ini, ukuran kepekaannya ditentukan dalam
   satuan (mm/°C). Misalnya lagi termometer digital, transduser yang
   digunakan adalah transduser yang dapat merubah dari besaran
   kalor/suhu ke besaran listrik atau tegangan. Ukuran kepekaannya
   ditentukan dalam satuan mV/°C.

4) Daya Pisah (Resolusi)
   Resolusi atau daya pisah suatu alat ukur ditentukan oleh nilai skala
   terkecil dari suatu alat ukur. Semakin tinggi daya pisah suatu alat
   ukur, semakin kecil nilai skala terkecil dari suatu alat ukur tersebut.
   Misal ada dua jangka sorong dengan skala terkecil 0,1 mm dan
   0,05 mm. Maka yang mempunyai resolusi paling tinggi adalah yang
   mempunyai skala terkecil 0,05 mm.




                                 18
19



C. Ketidakpastian pada pengukuran

   Setiap kali melakukan pengukuran siapapun yang melakukannya

   selalu     dihinggapi   ketidakpastian.   Dalam    rangka       memperkecil

   ketidakpastian tersebut maka sangat penting bagi kita melakukan

   pengukuran harus melakukan secara hati-hati, tepat dan teliti.

   Ketika melaporkan hasil pengukuran harus juga disertakan pula

   ketidakpastiannya.

   Berdasarkan ketidakpastian itulah orang lain dapat mengukur secara

   tepat dan teliti hasil eksperimen yang diperoleh. Sebagai contoh hasil

   pengukuran panjang sebuah benda dituliskan ( 7,2 +0,1 ) cm, artinya

   panjang benda tersebut berada antara (7,2 – 0,1) cm dan (7,2 + 0,1)

   cm. Jadi hasil pengukuran tersebut tidak tepat 7,2 cm melainkan 7,1

   cm dan 7,3 cm. Angka +0,1 menyatakan ketidakpastian. Sumber-

   sumber ketidakpastian ada tiga yaitu :

   1. Ketidakpastian Sistematik

       Ketidakpastian      sistematik    bersumber   dari   alat   ukur   yang

       digunakan atau kondisi yang menyertai saat pengukuran. Bila

       sumber ketidakpastian adalah alat ukur, maka setiap alat ukur

       tersebut digunakan akan menghasilkan ketidakpastian yang sama.

       Yang termasuk ketidakpastian sistematik adalah :

            a. Ketidakpastian Alat

               Ketidakpastian ini muncul akibat kalibrasi skala penunjukan

               angka pada alat tidak tepat, sehingga pembacaan skala



                                        19
20



   menjadi tidak sesuai dengan keadaaan sebenarnya. Untuk

   mengatasi ketidakpastian alat harus dilakukan kalibrasi alat

   setiap alat tersebut hendak digunakan.

b. Kesalahan Nol

   Ketidaktepatan penunjukan alat pada skala nol juga

   menghasilkan ketidakpastian sistematik. Pada sebagian

   besar alat umumnya sudah dilengkapi dengan sekrup

   pengaturan/pengenol. Bila sudah diatur maksimal tetap tidak

   tepat pada skala nol, maka untuk mengatasinya setiap alat

   tersebut digunakan untuk pengukuran harus diperhitungkan

   selisih   kesalahan   tersebut    setiap   kali   melakukan

   pengukuran.

c. Waktu Respon Yang Tidak Tepat

   Ketidakpastian pengukuran ini muncul akibat pada waktu

   melakukan pengukuran (pengambilan data) tidak bersamaan

   dengan munculnya data yang seharusnya diukur, sehingga

   data yang diperoleh bukan data yang sebenarnya. Misalnya

   kita ingin mengukur periode getar suatu benda yang

   digantungkan pada pegas dengan menggunakan stopwatch.

   Selang waktu yang kita ukur sering tidak tepat karena terlalu

   cepat atau terlambat menekan tombol stopwatch pada saat

   ayunan mula-mula berlangsung.




                         20
21



  d. Kondisi Yang Tidak Sesuai

     Ketidakpastian pengukuran ini muncul karena kondisi alat

     ukur dipengaruhi oleh kejadian yang hendak diukur .

     Misalnya,mengukur          nilai    transistor        saat   dilakukan

     penyolderan, atau mengukur panjang sesuatu pada suhu

     tinggi menggunakan penggaris logam. Hasil yang diperoleh

     tentu   bukan     nilai    yang      sebenarnya        karena    panas

     mempengaruhi        sesuatu        yang      diukur     maupun     alat

     pengukurnya.


2. Ketidakpastian Random

  Ketidakpastian random umumnya bersumber dari dua hal, yaitu:

   a. Pada gejala yang tidak mungkin dikendalikan secara pasti

      atau tidak dapat diatasi secara tuntas. Gejala tersebut

      umumnya merupakan perubahan yang sangat cepat dan

      acak hingga pengaturan atau pengontrolannya diluar

      kemampuan kita. Misalnya fluktuasi pada besaran listrik

      selalu mengalami perubahan terus-menerus secara cepat

      dan acak, akibatnya kalau kita ukur nilainya juga akan

      berfluktuasi.

   b. Pada pengukuran berulang, sehingga hasil-hasil yang

      diperoleh bervariasi dari harga rata-ratanya. Hasil-hasil

      pengukuran tersebut menjadi berbeda antara satu dengan

      yang   lain,    karena:    (i)    kondisi    pengukuran        memang


                                21
22



       sebenarnya telah berbeda antara satu pengukuran dengan

       pengukuran yang lain , (ii) ketidakpastiaan alat ukur setiap

       digunakan, (iii) bersumber dari ketidakpastian lain yang

       berkaitan dengan kegiatan pengukuran.


3. Ketidakpastian Pengamatan

  Ketidakpastian     pengamatan      merupakan      ketidakpastian

  pengukuran yang bersumber dari kekurang terampilan manusia

  saat melakukan kegiatan pengukuran. Misalnya: metode

  pembacaan skala tidak tegak lurus (paralaks), salah dalam

  membaca skala, dan pengaturan atau pengesetan alat ukur

  yang kurang tepat.


           A                B                   C




  Gambar 3.3 Kesalahan membaca skala mistar akibat posisi
             mata miring terhadap garis skala yang dibaca


  Pada gambar di atas tampak bahwa hasil pengukuran A, B, dan

  C berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan hasil




                            22
23



         pengukuran A,B, dan C di atas disebabkan oleh kesalahan

         posisi mata A dan C ketika memandang skala. Kesalahan itu

         disebut sebagai kesalahan paralaks.

         Seiring kemajuan teknologi, alat ukur dirancang semakin

         canggih dan kompleks, sehingga banyak hal yang harus diatur

         sebelum alat tersebut digunakan. Bila yang mengoperasikan

         tidak terampil, semakin banyak yang harus diatur semakin besar

         kemungkinan     untuk    melakukan     kesalahan     sehingga

         menghasilkan ketidakpastian yang besar pula.


D. Menentukan Ketidakpastian Pengukuran


   Dalam pengukuran kita berusaha mengenal sebanyak mungkin
   kesalahan dan mengatasinya atau menguranginya. Akan tetapi, kita
   tidak mungkin sama sekali meniadakan ketidakpastian atau dengan
   kata lain tidak mungkin kita mendapatkan nilai benar. Jika begitu,
   bagaimana cara melaporkan hasil pengukuran? Sampai seberapa
   jauh hasil pengukuran tersebut dapat dipercaya?
   Hasil pengukuran suatu besaran fisis dilaporkan sebagai X=(Xo ∆X),
   dimana X adalah nilai pendekatan terhadap nilai benar Xo dan ∆X,
   adalah ketidakpastiannya. Bagaimana cara menentukan Xo dan ∆X ?
   Nilai benar Xo dan ketidakpastian ∆X ditentukan berdasarkan
   bagaimana suatu besaran diukur. Apakah besaran itu diukur hanya
   satu kali saja (pengukuran tunggal) atau beberapa kali (pengukuran
   berulang).




                                  23
24



1. Ketidakpastian Pengukuran Tunggal

  Seseorang peserta didik melakukan pengukuran panjang balok

  dengan mistar. Dengan sekali ukuran dia melaporkan bahwa

  panjang   balok     alumunium      adalah   2,9   cm.   Apakah   hasil

  pengukuran peserta didik ini langsung dapat dipercaya bahwa

  panjang balok alumunium tersebut memang tepat 2,9 cm?. Pada

  kegiatan eksperimen pengukuran tunggal seperti ini sebenarnya

  harus dihindari karena menimbulkan ketidakpastian yang sangat

  besar. Namun ada alasan tertentu yang menyebabkan pengukuran

  hanya dapat dilakukan sekali saja, misalnya mengukur lajunya

  mobil yang lewat.

  Umumnya secara fisik mata manusia sulit membaca ukuran

  panjang kurang dari 1mm secara pasti. Pembacaan kurang dari 1

  mm adalah taksiran, dan sangat berpeluang untuk memunculkan

  ketidakpastian.

  Pada pengukuran tunggal ketidakpastian dapat ditentukan dengan

  cara nilai setengah dari skala terkecil (NST) :

                                x=      NST


2. Ketidakpastian Pengukuran Berulang

  Seorang guru fisika melakukan pengukuran berulang untuk

  mengukur kedalaman sebuah botol, datanya tertulis seperti tampak

  pada tabel.




                                24
25



           Tabel 3.1 Hasil Pengukuran kedalaman botol

          Pengukuran ke                    Hasil pengukuran

                   1                           12,8 cm

                   2                           12,2 cm

                   3                           12,5 cm

                   4                           13,1 cm

                   5                           12,9 cm

                   6                           12,4 cm



Dari hasil pengukuran di atas, hasil pengukuran manakah yang

akan dipercaya sebagai nilai yang benar?. Seperti yang telah

diinformasikan sebelumnya, bahwa setiap kali pengukuran pasti

dihinggapi ketidakpastian. Bila pengukuran dilakukan berulangkali,

intuisi kita akan megatakan ada kecenderungan hasil pengukuran

mengarah ke nilai tertentu, dan nilai tersebut yang kita yakini akan

mendekati nilai benar yang kita harapkan. Untuk menentukan nilai

pengukuran yang paling mendekati nilai yang sesunguhnya

ditentukan dari rata-rata dari seluruh nilai hasil pengukuran yang

telah dilakukan.

Sebagai contoh dari hasil pengukuran kedalaman sebuah botol

yang dilakukan oleh seorang guru fisika sebanyak 6 kali di peroleh

rata-rata 12,65 cm. (XR). Nilai ini tentu bukan nilai benar secara

mutlak, karena itu harus ditentukan ketidakpastiannya (∆X).



                             25
26



       Karena sudah ditentukan simpangan dari tiap-tiap pengukuran

       maka persamaan yang dapat digunakan, adalah : X=(XR ∆X)

       Untuk mencari ∆X dapat digunakan persamaan :


                                           ∑          ∑
                                  ∆X =√




       Untuk menentukan ketidakpastian pada contoh pengukuran

       berulang tadi kita lengkapi dahulu tabel 3.1 dengan perhitungan

       simpangan baku.

                       Tabel 3.2 Hasil Perhitungan Simpang Baku

          Pengukuran ke            Hasil Pengukuran (Xn) cm

                   1                           12,8               163,84

                   2                           12,2               148,84

                   3                           12,5               156,25

                   4                           13,1               171,61

                   5                           12,9               166,41

                   6                           12,4               153,76

             JUMLAH                            75,9               960,71




Rata-rata = XR =         = 12,65 cm


Untuk mencari ∆X kita dapat gunakan persamaan :




                                      26
27



          ∑      ∑
∆X =√



∆X =√



∆X =√



∆X =√


∆X =√

∆X = 0,327

∆X = 0,33 cm

X=(XR ∆X)

  = (12,65 ∆X)

Jadi kedalam botol = (12,65

E. Penggunaan Beberapa Alat Ukur Dasar
   1. Alat Ukur Panjang

        Untuk mengukur panjang suatu benda dapat menggunakan mistar,
        , jangka sorong, dan mikrometer sekrup. Dalam mengukur panjang
        suatu benda, selain memperhatikan ketelitian alat ukurnya, juga
        memperhatikan jenis dan macam benda yang akan diukur.

        a. Mistar

           Mistar adalah salah satu alat ukur panjang yang paling sering
           digunakan pada kehidupan sehari-hari. Skala terkecil dari



                                   27
28



   mistar adalah 1 mm atau 0,1 cm. Ketelitian mistar adalah ½ x
   skala terkecil = 0,05 cm.

   Misalkan kita mengukur panjang benda dengan mistar, seperti
   ditunjukkan pada Gambar 3.4.       Skala terkecil mistar yang
   digunakan 1 mm, sehingga ketidakpastian (∆X = 0,5 mm =
   0,05 cm. Pada gambar terlihat bahwa hasil pengukuran terletak
   antara 2,7 cm dan 2,8 cm, sehingga harus ada angka yang
   ditaksir. Angka taksiran ini hanya boleh 0 atau 5. Karena ujung
   benda lebih sedikit dari 2,7 cm, maka taksiran angka ke-3
   adalah 5. Jadi hasil pengukuran tersebut dilaporkan sebagai: X
   =(2,75 0,05) cm.




      Gambar 3.4. Panjang benda diukur dengan mistar
                    dilaporkan sebagai X=(2,75 0,05) cm.

b. Jangka sorong

   Jangka sorong adalah suatu alat ukur panjang yang dapat
   dipergunakan untuk mengukur panjang suatu benda dengan
   ketelitian hingga 0,1 mm. keuntungan penggunaan jangka
   sorong adalah dapat dipergunakan untuk mengukur diameter
   sebuah kelereng, diameter dalam sebuah tabung atau cincin,
   maupun kedalam sebuah tabung. Pada gambar dibawah ini
   ditunjukkan bagian-bagian dari jangka sorong.




                               28
29




   Gambar 3.5. Bagian-bagian jangka sorong

Jangka sorong memiliki     bagian utama disebut rahang tetap
dan rahang geser. Skala panjang pada rahang tetap disebut
skala utama, sedangkan skala pendek pada rahang geser
disebut nonius atau vernier. Nonius memiliki panjang 9 mm dan
dibagi atas 10 skala, sehingga beda satuan skala nonius
dengan skala utama adalah 0,1 mm. Nilai 0,1 mm atau 0,01 cm
merupakan skala terkecil jangka sorong. Dengan demikian
ketidakpastian jangka sorong ini adalah: (∆X = ½ x 0,1mm =
0,05mm = 0,005 cm

Untuk membaca hasil pengukuran menggunakan jangka
sorong dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut :

 Bacalah skala utama yang berimpit atau skala terdekat tepat
  didepan titik nol skala nonius.

 Bacalah skala nonius yang tepat berimpit dengan skala
  utama.

 Hasil pengukuran dinyatakan dengan persamaan :

  Hasil = Skala Utama + (skala nonius yang berimpit x skala
           terkecil jangka sorong)




                          29
30



  Perhatikan Gambar 3.6, angka pada skala utama yang berdekatan
  dengan angka 0 pada nonius adalah antara 4,6 cm dan 4,7 cm.
  Sementara garis nonius yang tepat berimpit dengan garis pada
  skala utama adalah garis ke-8. Ini berarti :

  X = 4,6 cm +(8 x 0,01 cm ) = 4,68 cm.




    Gambar 3.6 Panjang benda diukur dengan jangka sorong
                    dilaporkan sebagai X = 4,6 cm +(8 x 0,01 cm ) =
                    4,68 cm.


  Karena ∆X= 0,005 cm            (tiga desimal), maka X sebaiknya
  dinyatakan dengan 3 desimal. Tidak seperti mistar, pada jangka
  sorong yang memiliki nonius kita tidak pernah menaksir angka yang
  ke-4, akan tetapi cukup kita beri angka 0, sehingga X = 4,680 cm.
  Jadi hasil pengukuran dengan menggunakan jangka sorong kita
  laporkan sebagai: X= (4,680 0,005) cm.


C. Mikrometer sekrup
  Mikrometer sekrup memiliki rahang geser dan selubung luar. Jika
  selubung luar diputar lengkap satu kali maka rahang geser dan juga
  selubung luar maju atau mundur 0,5 mm. Karena selubung luar
  memiliki 50 skala, maka satu skala pada selubung luar sama



                                 30
31



dengan jarak maju atau mundur rahang geser 0,01 mm. Bilangan
0,01 mm ini merupakan ketelitian mikrometer sekrup. Dengan
demikian ketidakpastiannya adalah: ∆X = ½ x 0,01mm = 0,005mm
Untuk lebih jelasnya bagian-bagian mikrometer sekrup dapat dilihat

pada gambar di bawah ini :




          Gambar 3.7 Bagian-bagian jangka sorong


Untuk membaca hasil pengukuran menggunakan mikrometer
sekrup dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut :

   Tentukan nilai skala utama yang terdekat dengan selubung
    silinder (bidal) dari rahang geser (atau skala utama yang
    berada tepat didepan/berimpit dengan selubung silinder luar
    rahang geser)
   Tentukan nilai skala nonius yang yang berimpit dengan garis
    mendatar pada skala utama
   Hasil pengukuran dinyatakan dengan persamaan :
    Hasil = Skala Utama + (skala nonius yang berimpit x skala
            terkecil mikrometer sekrup)
Perhatikan Gambar 3.8, berapakah hasil pengukuran yang
ditunjukkan oleh gambar tersebut.




                             31
32




   Gambar 3.8 Panjang benda diukur dengan mikrometer sekrup


  Pada   gambar      terlihat   skala    utama    yang   berada   tepat
  didepan/berimpit dengan selubung silinder luar rahang geser
  adalah angka 5,5 mm dan angka pada skala nonius yang yang
  berimpit dengan garis mendatar pada skala utama adalah 28 mm
  sehingga hasil pengukuran adalah         X = 5,5 mm +(28 x 0,01 mm )
  = 5,78 mm. Karena X = 0,005 mm (tiga desimal), maka hasil
  pembacaan pengukuran (Xo) harus juga dinyatakan dalam 3
  desimal. Karena kita tidak perlu menaksir angka terakhir (desimal
  ke-3) maka kita cukup berikan nilai 0 untuk desimal ke-3. sehingga
  hasil pengukuran menggunakan Mikrometer sekrup dapat anda
  laporkan sebagai : X= (5,780        0,005) mm


2. Alat Ukur Massa
  Untuk mengukur massa suatu benda digunakan neraca. Dari segi
  bentuk, alat ukur massa dalam fisika sangat berbeda dengan alat
  ukur massa yang sering kita jumpai di dalam kehidupan kita sehari-
  hari. Dalam kehidupan sehari-hari kita kenal neraca sama lengan
  yang biasa kita jumpai di toko mas, ada pula neraca pasar yang
  biasa digunakan untuk menimbang sayuran dan bahan pokok
  dipasar, dan bahkan ada neraca pegas yang sering digunakan ibu-



                                 32
33



   ibu untuk menimbang bahan-bahan kue. Dari sekian banyak bentuk
   neraca, neraca yang paling sering digunakan dilabolatorium adalah
   neraca tiga tiang dan neraca digital.




                                                       (b)
                      (a)
                Gambar 3.9 Neraca tiga tiang (a) dan (b) neraca
                digital
   Pada neraca tiga tiang mempunyai skala 0 gram-200 gram untuk
   tiang paling belakang dengan skala terkecil 100 gram, tiang di
   depannya mempunyai skala 0 gram-100 gram dengan skala terkecil
   10 gram dan tiang paling depan mempunyai skala 0 gram-1 gram
   dengan skala terkecil 0,1 gram.
   Benda yang akan diukur massanya diletakkan pada piringan. Untuk
   mengetahui massa benda, beban pada ketiga tiang diatur sehingga
   neraca setimbang. Ketika setimbang, kedudukan ketiga beban
   geser menunjukkan massa benda.
   Neraca digital mempunyai kepekaan yang lebih yang lebih baik
   dibanding neraca tiga lengan, artinya neraca digital sangat peka
   terhadap perubahan massa yang diukur. Oleh karena itu,
   pengukuran massa benda dengan neraca digital menghasilkan data
   pengukuran yang lebih akurat.
3. Alat Ukur Waktu
   Alat ukur waktu yang sering anda temukan dalam kehidupan
   sehari-hari adalah jam (jam dinding, jam bandul, jam tangan).Selain
   jam, alat ukur waktu yang paling sering digunakan dilabolatorium




                                 33
34



  adalah stopwatch. Dari segi tampilan penunjuk waktu terdapat 2
  jenis stopwatch yaitu digital dan analog.




                              (a)                (b)

                 Gambar 3.10 Stopwatch analog (a) dan (b) digital


  Pada stopwatch analog seperti gambar 3.10 a, jarak antara dua
  gores panjang yang ada angkanya adalah 2 sekon. Jarak ini dibagi
  atas 20 skala. Dengan demikian, skala terkecilnya adalah          sekon
  = 0,1 sekon. Tentu saja ketelitian alat ini adalah :

  =    x skala terkecil =   x 0,1 sekon = 0,05 sekon

  Penggunaan stopwatch digital lebih mudah dibandingkan dengan
  stopwatch analog karena pada stopwatch digital hasil pengukuran
  dapat dibaca langsung dalam bentuk angka.

F. Rangkuman
  1. Mengukur adalah membandingkan sesuatu yang diukur dengan
      sesuatu lain yang sejenis yang ditetapkan sebagai satuan. Agar
      hasil pengukuran kita akurat, maka kita harus mengecek
      keakurasian alat tersebut. Keakurasian alat bisa dicek dengan
      metode the two-point calibration, yaitu pertama, apakah alat ukur
      sudah menunjuk nol sebelum digunakan? Kedua, apakah alat
      ukur memberikan pembacaan ukuran yang benar ketika
      digunakan untuk mengukur sesuatu yang standar.



                                    34
35



     2. Presisi menyatakan derajat kepastian hasil pengukuran. Presisi
       berkaitan dengan perlakuan dalam proses pengukuran, yang
       meliputi antara lain kualitas alat ukur, sikap teliti si pengukur
       kestabilan tempat di mana dilakukan pengukuran. Akurasi adalah
       kesesuaian       antara   hasil    pengukuran        dengan    nilai   yang
       sebenarnya. Sensitifitas adalah ukuran minimal yang masih
       dideteksi oleh alat tersebut. Resolusi atau daya pisah suatu alat
       ukur ditentukan oleh nilai skala terkecil dari suatu alat ukur.
     3. Sumber-sumber ketidakpastian ada tiga yaitu ketidakpastian
       sistematik,      ketidakpastian       random,        dan     ketidakpastian
       pengamatan.
     4. Hasil pengukuran suatu besaran fisis dilaporkan sebagai
       X=(Xo ∆X ), dimana X adalah nilai pendekatan terhadap nilai
       benar Xo dan ∆X adalah ketidakpastiannya. Untuk pengukuran
       tunggal nilai benar Xo adalah hasil pengukuran itu sendiri dan x

       =      skala terkecil. Untuk pengukuran berulang, nilai benar Xo

       sama dengan nilai rata rata (Xo = X ) dan ketidakpastian sama
       dengan simpangan baku dengan rumus:


                                          ∑       ∑
                                 ∆X =√


G. Latihan
   1. Tiga orang siswa mengukur panjang buku dengan menggunakan
     mistar yang memiliki skala terkecil 1 mm. Tiap-tiap siswa
     menuliskan hasil pengukurannya, siswa I : 22 cm, siswa II : 21,8
     cm, dan siswa III : 21,75 cm. Jelaskan siswa manakah yang
     mencatat dan melaporkan hasil pengukuran dengan benar?
   2. Seseorang mengukur panjang beberapa benda menggunakan
     jangka    sorong     yang    memiliki     ketelitian    0,05     mm.     Hasil




                                     35
36



  pengukurannya dengan menyertakan ketidakpastian dituliskan di
  bawah ini :
                        Tabel hasil pengukuran panjang
                        Benda                      Panjang (mm)
                         A                       (20,1 ± 0,1)
                         B                       (25,10 ± 0,05)
                         C                       (25,5 ± 0,05)
                         D                       (25,10 ± 0,01)


  Manakah penulisan hasil pengukuran panjang yang paling tepat?
  Tuliskan komentar Anda!

3. Tentukan hasil pengukuran panjang benda dengan menggunakan
  jangka sorong dinyatakan seperti pada gambar di bawah ini.




4. Tentukan     hasil   pengukuran     tunggal    diameter      kawat   dengan
  menggunakan mikrometer sekrup ditunjukkan pada gambar di bawah.




                                  36
37



                               BAB IV
                              PENUTUP

A. Kesimpulan
   Pembahasan tentang sistem satuan sebagai langkah awal dari
   pembahasan       tentang    pengukuran     karena     dalam    melakukan
   pengukuran selalu terkait dengan besaran dan satuan. Demikian pula
   pembelajaran fisika sangat erat kaitannya dengan proses pengukuran
   berbagai besaran fisika. Alat ukur yang digunakan dalam fisika pada
   umumnya sedikit berbeda dengan alat ukur yang biasa digunakan
   dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan dalam pembelajaran
   fisika sering dituntut batas ketelitian alat ukur yang sangat tinggi.
   Pengukuran merupakan membandingkan sesuatu yang diukur dengan
   sesuatu lain yang sejenis yang ditetapkan sebagai satuan. Dalam
   melaksanakan pengukuran harus          menguasai konsep pengukuran,
   mengenal alat ukur, dan dapat melakukan pengukuran dengan
   memperhatikan ketidakpastian pengukuran.


B. Implikasi
   Mengingat      materi pengukuran merupakan materi dasar dalam
   pembelajaran IPA khususnya fisika menjadi sebuah tuntutan dan
   keharusan untuk menguasai konsep pengukuran, mengenal alat ukur,
   dan dapat melakukan pengukuran, sehingga peserta diklat dapat
   melaksanakan proses pembelajaran tentang pengukuran dengan baik.

C. Tindak Lanjut

   Penguasaan konsep dan pengetahuan tentang pengukuran tidak
   cukup, akan tetapi diperlukan praktik dan latihan yang terus menerus.
   Untuk itu peserta diklat      harus selalu meningkatkan kompetensi
   sehingga proses pembelajaran dapat mencapai hasil yang optimal.




                                     37
38




                DAFTAR PUSTAKA

Departemen    Pendidikan    Nasional.   2004.   Materi   Pelatihan
Terintegrasi Buku 2. Jakarta: Direktorat Pendidikan Lanjutan
Pertama.

Djonoputro, B.D. 1984. Teori Ketidakpastian. Terbitan kedua,
Bandung: Penerbit ITB.

Halliday, D., Resnick, R. 1984. Physics, terjemahan: Pantur Silaban
dan Erwin Sucipto, Jakarta: Erlangga.


Kanginan, Marthen. 1997. Fisika SMA 1A. Jakarta: Erlangga.




                             38

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

Phet 1-lks gerak lurusberaturan & glbb
Phet 1-lks gerak lurusberaturan & glbbPhet 1-lks gerak lurusberaturan & glbb
Phet 1-lks gerak lurusberaturan & glbbFajar Baskoro
 
RPP SUHU & KALOR (SMA)
RPP SUHU & KALOR (SMA)RPP SUHU & KALOR (SMA)
RPP SUHU & KALOR (SMA)MAFIA '11
 
Laporan praktikum fisika energi potensial dan usaha
Laporan praktikum fisika energi potensial dan usahaLaporan praktikum fisika energi potensial dan usaha
Laporan praktikum fisika energi potensial dan usahaElsens Viele
 
2A_11_Nur Azizah_Laporan Akhir Praktikum_Gerak Harmonis Sederhana pada Pegas
2A_11_Nur Azizah_Laporan Akhir Praktikum_Gerak Harmonis Sederhana pada Pegas2A_11_Nur Azizah_Laporan Akhir Praktikum_Gerak Harmonis Sederhana pada Pegas
2A_11_Nur Azizah_Laporan Akhir Praktikum_Gerak Harmonis Sederhana pada PegasNur Azizah
 
RPP SUHU & KALOR (SMA_2)
RPP SUHU & KALOR (SMA_2)RPP SUHU & KALOR (SMA_2)
RPP SUHU & KALOR (SMA_2)MAFIA '11
 
Lkpd besaran dan satuan
Lkpd besaran dan satuanLkpd besaran dan satuan
Lkpd besaran dan satuanfisika09
 
Modul Ajar Fisika Fase E Kelas X Materi Pengukuran Tahun Ajaran 2022-2023.pdf
Modul Ajar Fisika Fase E Kelas X Materi Pengukuran Tahun Ajaran 2022-2023.pdfModul Ajar Fisika Fase E Kelas X Materi Pengukuran Tahun Ajaran 2022-2023.pdf
Modul Ajar Fisika Fase E Kelas X Materi Pengukuran Tahun Ajaran 2022-2023.pdfMuhammad Iqbal
 
02. RPP FISIKA KD. 3.2 MATERI PENGUKURAN KELAS X SEMESTER 1
02. RPP FISIKA KD. 3.2 MATERI PENGUKURAN KELAS X SEMESTER 102. RPP FISIKA KD. 3.2 MATERI PENGUKURAN KELAS X SEMESTER 1
02. RPP FISIKA KD. 3.2 MATERI PENGUKURAN KELAS X SEMESTER 1badri rahmatulloh
 
Laporan fisika (bandul)
Laporan fisika (bandul)Laporan fisika (bandul)
Laporan fisika (bandul)Rezki Amaliah
 
Laporan fisika dasar (pesawat atwood)
Laporan fisika dasar (pesawat atwood)Laporan fisika dasar (pesawat atwood)
Laporan fisika dasar (pesawat atwood)Rezki Amaliah
 
Laporan fisika dasar resonansi bunyi dari gelombang suara (edit)
Laporan fisika dasar resonansi bunyi dari gelombang suara (edit)Laporan fisika dasar resonansi bunyi dari gelombang suara (edit)
Laporan fisika dasar resonansi bunyi dari gelombang suara (edit)Erliana Amalia Diandra
 
Bab 2.1 IPA Kelas 7 (Wujud Zat dan Model Partikel) Kurikulum Merdeka SMP Ibra...
Bab 2.1 IPA Kelas 7 (Wujud Zat dan Model Partikel) Kurikulum Merdeka SMP Ibra...Bab 2.1 IPA Kelas 7 (Wujud Zat dan Model Partikel) Kurikulum Merdeka SMP Ibra...
Bab 2.1 IPA Kelas 7 (Wujud Zat dan Model Partikel) Kurikulum Merdeka SMP Ibra...ZainulHasan13
 
2 b 59_utut muhammad_laporan_medan magnet dan induksi magnet
2 b 59_utut muhammad_laporan_medan magnet dan induksi magnet2 b 59_utut muhammad_laporan_medan magnet dan induksi magnet
2 b 59_utut muhammad_laporan_medan magnet dan induksi magnetumammuhammad27
 
Dasar teori pengukuran
Dasar teori pengukuranDasar teori pengukuran
Dasar teori pengukuranNata Nata
 
Modul Ajar Kelas 8 SMP IPA Fase D Bab 5
Modul Ajar Kelas 8 SMP IPA Fase D Bab 5Modul Ajar Kelas 8 SMP IPA Fase D Bab 5
Modul Ajar Kelas 8 SMP IPA Fase D Bab 5Modul Guruku
 
Pesawat sederhana
Pesawat sederhanaPesawat sederhana
Pesawat sederhanaFKIP UHO
 
Laporan praktikum ghs bandul sederhana
Laporan praktikum ghs bandul sederhanaLaporan praktikum ghs bandul sederhana
Laporan praktikum ghs bandul sederhanaAnnisa Icha
 

Was ist angesagt? (20)

Phet 1-lks gerak lurusberaturan & glbb
Phet 1-lks gerak lurusberaturan & glbbPhet 1-lks gerak lurusberaturan & glbb
Phet 1-lks gerak lurusberaturan & glbb
 
RPP SUHU & KALOR (SMA)
RPP SUHU & KALOR (SMA)RPP SUHU & KALOR (SMA)
RPP SUHU & KALOR (SMA)
 
Laporan praktikum fisika energi potensial dan usaha
Laporan praktikum fisika energi potensial dan usahaLaporan praktikum fisika energi potensial dan usaha
Laporan praktikum fisika energi potensial dan usaha
 
2A_11_Nur Azizah_Laporan Akhir Praktikum_Gerak Harmonis Sederhana pada Pegas
2A_11_Nur Azizah_Laporan Akhir Praktikum_Gerak Harmonis Sederhana pada Pegas2A_11_Nur Azizah_Laporan Akhir Praktikum_Gerak Harmonis Sederhana pada Pegas
2A_11_Nur Azizah_Laporan Akhir Praktikum_Gerak Harmonis Sederhana pada Pegas
 
RPP SUHU & KALOR (SMA_2)
RPP SUHU & KALOR (SMA_2)RPP SUHU & KALOR (SMA_2)
RPP SUHU & KALOR (SMA_2)
 
Lkpd besaran dan satuan
Lkpd besaran dan satuanLkpd besaran dan satuan
Lkpd besaran dan satuan
 
Modul Ajar Fisika Fase E Kelas X Materi Pengukuran Tahun Ajaran 2022-2023.pdf
Modul Ajar Fisika Fase E Kelas X Materi Pengukuran Tahun Ajaran 2022-2023.pdfModul Ajar Fisika Fase E Kelas X Materi Pengukuran Tahun Ajaran 2022-2023.pdf
Modul Ajar Fisika Fase E Kelas X Materi Pengukuran Tahun Ajaran 2022-2023.pdf
 
02. RPP FISIKA KD. 3.2 MATERI PENGUKURAN KELAS X SEMESTER 1
02. RPP FISIKA KD. 3.2 MATERI PENGUKURAN KELAS X SEMESTER 102. RPP FISIKA KD. 3.2 MATERI PENGUKURAN KELAS X SEMESTER 1
02. RPP FISIKA KD. 3.2 MATERI PENGUKURAN KELAS X SEMESTER 1
 
Laporan fisika (bandul)
Laporan fisika (bandul)Laporan fisika (bandul)
Laporan fisika (bandul)
 
Laporan fisika dasar (pesawat atwood)
Laporan fisika dasar (pesawat atwood)Laporan fisika dasar (pesawat atwood)
Laporan fisika dasar (pesawat atwood)
 
Laporan fisika dasar resonansi bunyi dari gelombang suara (edit)
Laporan fisika dasar resonansi bunyi dari gelombang suara (edit)Laporan fisika dasar resonansi bunyi dari gelombang suara (edit)
Laporan fisika dasar resonansi bunyi dari gelombang suara (edit)
 
Bab 2.1 IPA Kelas 7 (Wujud Zat dan Model Partikel) Kurikulum Merdeka SMP Ibra...
Bab 2.1 IPA Kelas 7 (Wujud Zat dan Model Partikel) Kurikulum Merdeka SMP Ibra...Bab 2.1 IPA Kelas 7 (Wujud Zat dan Model Partikel) Kurikulum Merdeka SMP Ibra...
Bab 2.1 IPA Kelas 7 (Wujud Zat dan Model Partikel) Kurikulum Merdeka SMP Ibra...
 
2 b 59_utut muhammad_laporan_medan magnet dan induksi magnet
2 b 59_utut muhammad_laporan_medan magnet dan induksi magnet2 b 59_utut muhammad_laporan_medan magnet dan induksi magnet
2 b 59_utut muhammad_laporan_medan magnet dan induksi magnet
 
Dasar teori pengukuran
Dasar teori pengukuranDasar teori pengukuran
Dasar teori pengukuran
 
Modul Ajar Kelas 8 SMP IPA Fase D Bab 5
Modul Ajar Kelas 8 SMP IPA Fase D Bab 5Modul Ajar Kelas 8 SMP IPA Fase D Bab 5
Modul Ajar Kelas 8 SMP IPA Fase D Bab 5
 
Pesawat sederhana
Pesawat sederhanaPesawat sederhana
Pesawat sederhana
 
Laporan praktikum ghs bandul sederhana
Laporan praktikum ghs bandul sederhanaLaporan praktikum ghs bandul sederhana
Laporan praktikum ghs bandul sederhana
 
Penilaian Afektif
Penilaian AfektifPenilaian Afektif
Penilaian Afektif
 
25 Eksperimen Fisika Sederhana
25 Eksperimen Fisika Sederhana25 Eksperimen Fisika Sederhana
25 Eksperimen Fisika Sederhana
 
Percobaan gerak melingkar
Percobaan gerak melingkarPercobaan gerak melingkar
Percobaan gerak melingkar
 

Andere mochten auch

Pengembangan Bahan Ajar
Pengembangan Bahan AjarPengembangan Bahan Ajar
Pengembangan Bahan AjarAditya Pratama
 
Laporan lengkap kesalahan pada pengukuran tegangan
Laporan lengkap kesalahan pada pengukuran teganganLaporan lengkap kesalahan pada pengukuran tegangan
Laporan lengkap kesalahan pada pengukuran teganganErnhy Hijoe
 
3. silabus kls 4 Tema peduli terhadap makhluk hidup
3. silabus kls 4 Tema peduli terhadap makhluk hidup3. silabus kls 4 Tema peduli terhadap makhluk hidup
3. silabus kls 4 Tema peduli terhadap makhluk hidupDeir Irhamni
 
Buku Fisika SMA XII
Buku Fisika SMA XIIBuku Fisika SMA XII
Buku Fisika SMA XIImirdin2010
 
physics report- basic measurement and uncertainty
physics report- basic measurement and uncertaintyphysics report- basic measurement and uncertainty
physics report- basic measurement and uncertaintyfrafti rejeki
 
(II) Pengenalan Neraca di Laboratrorium
(II) Pengenalan Neraca di Laboratrorium(II) Pengenalan Neraca di Laboratrorium
(II) Pengenalan Neraca di LaboratroriumChandra Maulana
 
laporan praktikum fisika
laporan praktikum fisikalaporan praktikum fisika
laporan praktikum fisikadita andina
 
Percobaan v analisa COD air
Percobaan v analisa COD airPercobaan v analisa COD air
Percobaan v analisa COD airRini Wulandari
 
4. pengukuran waktu baku
4. pengukuran waktu baku4. pengukuran waktu baku
4. pengukuran waktu bakuDjoe343536
 
4 besaran arus dan tegangan
4 besaran  arus dan tegangan4 besaran  arus dan tegangan
4 besaran arus dan teganganSimon Patabang
 
BESARAN POKOK DAN BESARAN TURUNAN MATERI SMP
BESARAN POKOK DAN BESARAN TURUNAN MATERI SMP BESARAN POKOK DAN BESARAN TURUNAN MATERI SMP
BESARAN POKOK DAN BESARAN TURUNAN MATERI SMP Nazlaa
 

Andere mochten auch (20)

Pengukuran, Besaran, dan Satuan
Pengukuran, Besaran, dan SatuanPengukuran, Besaran, dan Satuan
Pengukuran, Besaran, dan Satuan
 
1. rpp pengukuran
1. rpp pengukuran1. rpp pengukuran
1. rpp pengukuran
 
Pengembangan Bahan Ajar
Pengembangan Bahan AjarPengembangan Bahan Ajar
Pengembangan Bahan Ajar
 
Laporan lengkap kesalahan pada pengukuran tegangan
Laporan lengkap kesalahan pada pengukuran teganganLaporan lengkap kesalahan pada pengukuran tegangan
Laporan lengkap kesalahan pada pengukuran tegangan
 
Ciri makhluk hidup
Ciri makhluk hidupCiri makhluk hidup
Ciri makhluk hidup
 
3. silabus kls 4 Tema peduli terhadap makhluk hidup
3. silabus kls 4 Tema peduli terhadap makhluk hidup3. silabus kls 4 Tema peduli terhadap makhluk hidup
3. silabus kls 4 Tema peduli terhadap makhluk hidup
 
Buku Fisika SMA XII
Buku Fisika SMA XIIBuku Fisika SMA XII
Buku Fisika SMA XII
 
physics report- basic measurement and uncertainty
physics report- basic measurement and uncertaintyphysics report- basic measurement and uncertainty
physics report- basic measurement and uncertainty
 
(II) Pengenalan Neraca di Laboratrorium
(II) Pengenalan Neraca di Laboratrorium(II) Pengenalan Neraca di Laboratrorium
(II) Pengenalan Neraca di Laboratrorium
 
Husnawati
HusnawatiHusnawati
Husnawati
 
BESARAN DAN SATUAN
BESARAN DAN SATUANBESARAN DAN SATUAN
BESARAN DAN SATUAN
 
laporan praktikum fisika
laporan praktikum fisikalaporan praktikum fisika
laporan praktikum fisika
 
Percobaan v analisa COD air
Percobaan v analisa COD airPercobaan v analisa COD air
Percobaan v analisa COD air
 
Fisika
FisikaFisika
Fisika
 
Contoh rpp
Contoh rppContoh rpp
Contoh rpp
 
4. pengukuran waktu baku
4. pengukuran waktu baku4. pengukuran waktu baku
4. pengukuran waktu baku
 
Alat ukur komponen elektronik
Alat ukur komponen elektronikAlat ukur komponen elektronik
Alat ukur komponen elektronik
 
RPP SMP IPA
RPP SMP IPARPP SMP IPA
RPP SMP IPA
 
4 besaran arus dan tegangan
4 besaran  arus dan tegangan4 besaran  arus dan tegangan
4 besaran arus dan tegangan
 
BESARAN POKOK DAN BESARAN TURUNAN MATERI SMP
BESARAN POKOK DAN BESARAN TURUNAN MATERI SMP BESARAN POKOK DAN BESARAN TURUNAN MATERI SMP
BESARAN POKOK DAN BESARAN TURUNAN MATERI SMP
 

Ähnlich wie Bahan ajar pengukuran

Media Pembelajaran Besaran Pokok.pptx
Media Pembelajaran Besaran Pokok.pptxMedia Pembelajaran Besaran Pokok.pptx
Media Pembelajaran Besaran Pokok.pptxRamliAzhari1
 
rpp besaran dan satuan.pdf
rpp besaran dan satuan.pdfrpp besaran dan satuan.pdf
rpp besaran dan satuan.pdfNurMahmudah14
 
Besaran-dan-Satuan
Besaran-dan-SatuanBesaran-dan-Satuan
Besaran-dan-SatuanYan Wale
 
RPP Fisika Besaran dan Satuan
RPP Fisika Besaran dan SatuanRPP Fisika Besaran dan Satuan
RPP Fisika Besaran dan SatuanJun Hidayat
 
besaran-dan-satuan.ppt
besaran-dan-satuan.pptbesaran-dan-satuan.ppt
besaran-dan-satuan.pptWidiya26
 
Mengukur besaran fisika
Mengukur besaran fisikaMengukur besaran fisika
Mengukur besaran fisikaIsna Nina Bobo
 
1. rpp pengukuran rev 1 je
1. rpp pengukuran rev 1 je1. rpp pengukuran rev 1 je
1. rpp pengukuran rev 1 jeRiyand Say
 
Makalah fisika besaran dan satuan
Makalah fisika besaran dan satuanMakalah fisika besaran dan satuan
Makalah fisika besaran dan satuanAhwal Dejiro
 
1. rpp pengukuran man bangil
1. rpp pengukuran man bangil1. rpp pengukuran man bangil
1. rpp pengukuran man bangilgud_din
 
Laporan praktikum fisika dasar pengukuran dasar benda padat
Laporan praktikum fisika dasar pengukuran dasar benda padatLaporan praktikum fisika dasar pengukuran dasar benda padat
Laporan praktikum fisika dasar pengukuran dasar benda padatNurul Hanifah
 

Ähnlich wie Bahan ajar pengukuran (20)

PENGUKURAN
PENGUKURANPENGUKURAN
PENGUKURAN
 
Media Pembelajaran Besaran Pokok.pptx
Media Pembelajaran Besaran Pokok.pptxMedia Pembelajaran Besaran Pokok.pptx
Media Pembelajaran Besaran Pokok.pptx
 
rpp besaran dan satuan.pdf
rpp besaran dan satuan.pdfrpp besaran dan satuan.pdf
rpp besaran dan satuan.pdf
 
Rpp fis 1.1
Rpp fis 1.1Rpp fis 1.1
Rpp fis 1.1
 
Fisika Pengukuran
Fisika PengukuranFisika Pengukuran
Fisika Pengukuran
 
Besaran dan satuan
Besaran dan satuanBesaran dan satuan
Besaran dan satuan
 
Besaran-dan-Satuan
Besaran-dan-SatuanBesaran-dan-Satuan
Besaran-dan-Satuan
 
RPP Fisika Besaran dan Satuan
RPP Fisika Besaran dan SatuanRPP Fisika Besaran dan Satuan
RPP Fisika Besaran dan Satuan
 
Bab i pendahuluan
Bab i pendahuluanBab i pendahuluan
Bab i pendahuluan
 
Bab 1 adi
Bab 1 adiBab 1 adi
Bab 1 adi
 
besaran-dan-satuan.ppt
besaran-dan-satuan.pptbesaran-dan-satuan.ppt
besaran-dan-satuan.ppt
 
Mengukur besaran fisika
Mengukur besaran fisikaMengukur besaran fisika
Mengukur besaran fisika
 
1. rpp pengukuran
1. rpp pengukuran1. rpp pengukuran
1. rpp pengukuran
 
Pengukuran
PengukuranPengukuran
Pengukuran
 
Bab 1.pptx
Bab 1.pptxBab 1.pptx
Bab 1.pptx
 
Sains .pptx
Sains .pptxSains .pptx
Sains .pptx
 
1. rpp pengukuran rev 1 je
1. rpp pengukuran rev 1 je1. rpp pengukuran rev 1 je
1. rpp pengukuran rev 1 je
 
Makalah fisika besaran dan satuan
Makalah fisika besaran dan satuanMakalah fisika besaran dan satuan
Makalah fisika besaran dan satuan
 
1. rpp pengukuran man bangil
1. rpp pengukuran man bangil1. rpp pengukuran man bangil
1. rpp pengukuran man bangil
 
Laporan praktikum fisika dasar pengukuran dasar benda padat
Laporan praktikum fisika dasar pengukuran dasar benda padatLaporan praktikum fisika dasar pengukuran dasar benda padat
Laporan praktikum fisika dasar pengukuran dasar benda padat
 

Kürzlich hochgeladen

Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxBambang440423
 
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdfsandi625870
 
Materi power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .pptMateri power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .pptAcemediadotkoM1
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfTaqdirAlfiandi1
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...Kanaidi ken
 
Catatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus PerilakuCatatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus PerilakuHANHAN164733
 
LA PI 2 PE NDIDIKAN GURU PENGGERAK A9 OK
LA PI 2 PE NDIDIKAN GURU PENGGERAK A9 OKLA PI 2 PE NDIDIKAN GURU PENGGERAK A9 OK
LA PI 2 PE NDIDIKAN GURU PENGGERAK A9 OKDeviIndriaMustikorin
 
Konflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptx
Konflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptxKonflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptx
Konflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptxintansidauruk2
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxmtsmampunbarub4
 
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaModul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaAbdiera
 
PPT kecerdasan emosi dan pengendalian diri.pptx
PPT kecerdasan emosi dan pengendalian diri.pptxPPT kecerdasan emosi dan pengendalian diri.pptx
PPT kecerdasan emosi dan pengendalian diri.pptxINyomanAgusSeputraSP
 
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptxMATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptxrofikpriyanto2
 
modul 1.2 guru penggerak angkatan x Bintan
modul 1.2 guru penggerak angkatan x Bintanmodul 1.2 guru penggerak angkatan x Bintan
modul 1.2 guru penggerak angkatan x BintanVenyHandayani2
 
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...jumadsmanesi
 
PPT-Sistem-Pencernaan-Manusia-Kelas-8-K13.pptx
PPT-Sistem-Pencernaan-Manusia-Kelas-8-K13.pptxPPT-Sistem-Pencernaan-Manusia-Kelas-8-K13.pptx
PPT-Sistem-Pencernaan-Manusia-Kelas-8-K13.pptxdanangpamungkas11
 
slide presentation bab 2 sain form 2.pdf
slide presentation bab 2 sain form 2.pdfslide presentation bab 2 sain form 2.pdf
slide presentation bab 2 sain form 2.pdfNURAFIFAHBINTIJAMALU
 
Pembuktian rumus volume dan luas permukaan bangung ruang Tabung, Limas, Keruc...
Pembuktian rumus volume dan luas permukaan bangung ruang Tabung, Limas, Keruc...Pembuktian rumus volume dan luas permukaan bangung ruang Tabung, Limas, Keruc...
Pembuktian rumus volume dan luas permukaan bangung ruang Tabung, Limas, Keruc...NiswatuzZahroh
 
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM 2024.pptx
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM  2024.pptxTeknik Menjawab Kertas P.Moral SPM  2024.pptx
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM 2024.pptxwongcp2
 
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasPembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasAZakariaAmien1
 
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.pptPertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.pptNabilahKhairunnisa6
 

Kürzlich hochgeladen (20)

Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
 
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
1.2.a.6 Dekon modul 1.2. DINI FITRIANI.pdf
 
Materi power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .pptMateri power point Kepemimpinan leadership .ppt
Materi power point Kepemimpinan leadership .ppt
 
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdfAKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
AKSI NYATA Strategi Penerapan Kurikulum Merdeka di Kelas (1).pdf
 
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
RENCANA + Link2 Materi Pelatihan/BimTek "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN...
 
Catatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus PerilakuCatatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
 
LA PI 2 PE NDIDIKAN GURU PENGGERAK A9 OK
LA PI 2 PE NDIDIKAN GURU PENGGERAK A9 OKLA PI 2 PE NDIDIKAN GURU PENGGERAK A9 OK
LA PI 2 PE NDIDIKAN GURU PENGGERAK A9 OK
 
Konflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptx
Konflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptxKonflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptx
Konflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptx
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
 
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaModul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
 
PPT kecerdasan emosi dan pengendalian diri.pptx
PPT kecerdasan emosi dan pengendalian diri.pptxPPT kecerdasan emosi dan pengendalian diri.pptx
PPT kecerdasan emosi dan pengendalian diri.pptx
 
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptxMATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
 
modul 1.2 guru penggerak angkatan x Bintan
modul 1.2 guru penggerak angkatan x Bintanmodul 1.2 guru penggerak angkatan x Bintan
modul 1.2 guru penggerak angkatan x Bintan
 
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
UNGGAH PEGANGAN LOKAKARYA DAN PENDAMPINGAN INDIVIDU DALAM KEGIATAN PEMBEKALAN...
 
PPT-Sistem-Pencernaan-Manusia-Kelas-8-K13.pptx
PPT-Sistem-Pencernaan-Manusia-Kelas-8-K13.pptxPPT-Sistem-Pencernaan-Manusia-Kelas-8-K13.pptx
PPT-Sistem-Pencernaan-Manusia-Kelas-8-K13.pptx
 
slide presentation bab 2 sain form 2.pdf
slide presentation bab 2 sain form 2.pdfslide presentation bab 2 sain form 2.pdf
slide presentation bab 2 sain form 2.pdf
 
Pembuktian rumus volume dan luas permukaan bangung ruang Tabung, Limas, Keruc...
Pembuktian rumus volume dan luas permukaan bangung ruang Tabung, Limas, Keruc...Pembuktian rumus volume dan luas permukaan bangung ruang Tabung, Limas, Keruc...
Pembuktian rumus volume dan luas permukaan bangung ruang Tabung, Limas, Keruc...
 
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM 2024.pptx
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM  2024.pptxTeknik Menjawab Kertas P.Moral SPM  2024.pptx
Teknik Menjawab Kertas P.Moral SPM 2024.pptx
 
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnasPembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
Pembahasan Soal UKOM gerontik persiapan ukomnas
 
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.pptPertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
Pertemuan 3-bioavailabilitas-dan-bioekivalensi.ppt
 

Bahan ajar pengukuran

  • 1. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering melakukan pengukuran. Mengukur merupakan kegiatan sederhana, tetapi sangat penting dalam kehidupan kita. Fisika memerlukan pengukuran-pengukuran yang sangat teliti agar gejala alam yang dipelajari dapat dijelaskan dengan akurat. Sebenarnya pengukuran tidak hanya mutlak bagi fisika, tetapi juga bagi bidang-bidang lain. Dengan kata lain, tidak ada teori, prinsip, maupun hukum dalam ilmu pengetahuan alam yang dapat diterima kecuali jika disertai dengan hasil-hasil pengukuran yang akurat. Pembelajaran fisika sangat erat kaitannya dengan proses pengukuran berbagai besaran fisika. Alat ukur yang digunakan dalam fisika pada umumnya sedikit berbeda dengan alat ukur yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan dalam pembelajaran fisika sering dituntut batas ketelitian alat ukur yang sangat tinggi. Ketelitian pengukuran sangat diperlukan dalam melakukan percobaan. Kekurang telitian seringkali membuat hasil pengukuran menjadi tidak akurat. Hal ini yang sangat penting diperhatikan ketika kita melakukan pengukuran adalah cara menuliskan atau melaporkan hasilnya karena berbagai keterbatasan hasil pengukuran kita tidak mungkin pasti secara mutlak. Tidak semua angka-angka hasil pengukuran kita merupakan angka pasti, ada yang merupakan angka taksiran. Seiring kemajuan tekhnologi, alat ukur dirancang semakin canggih dan kompleks, sehingga banyak hal yang harus diatur sehingga sebelum alat tersebut digunakan. Bila yang mengoperasikannya tidak terampil dan semakin banyak yang harus diatur maka semakin besar kemungkinan untuk melakukan kesalahan sehingga menghasilkan ketidakpastian yang besar pula. 1
  • 2. 2 Ketika kita melaporkan suatu hasil pengukuran, hal mutlak harus kita lakukan adalah menyertakan satuannya. Meskipun angka hasil pengukuran itu benar, tetapi hasil pengukuran itu akan dianggap salah bila tanpa satuan. Hasil pengukuran baru bermanfaat bila mengunakan satuan pengukuran yang baku, yaitu satuan pengukuran yang nilainya tetap dan telah disepakati oleh semua orang untuk dipakai sebagai pembanding. Bagaimana cara melakukan pengukuran dan menuliskan hasil pengukurannya dengan benar akan kita bahas dalam bahan ajar ini. B. Deskripsi Singkat Mata Diklat ini membahas sistem satuan, langkah-langkah pengukuran, istilah dalam pengukuran, ketidakpastian pengukuran, menentukan ketidakpastian pengukuran serta penggunaan beberapa alat ukur dasar. C. Manfaat Bahan Ajar Bagi Peserta Bahan Ajar ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para peserta diklat untuk membekali pengetahuan tentang sistem satuan dan pengukuran sehingga dapat meningkatkan profesionalitas sebagai tenaga pendidik. D. Tujuan Pembelajaran 1. Kompetensi Dasar Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu memahami sistem satuan dan pengukuran besaran fisika (panjang, massa, dan waktu ). 2
  • 3. 3 2. Indikator Keberhasilan a. Membedakan besaran pokok dengan besaran satuan b. Menentukan hasil pengukuran dengan memperhatikan ketidakpastian pengukuran E. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok 1. Sistem Satuan  Satuan SI  Defenisi Satuan Standar  Satuan Turunan  Notasi Ilmiah 2. Pengukuran  Pengertian danLangkah-langkah Pengukuran  Istilah dalam Pengukuran  Ketidakpastian Pengukuran  Menentukan ketidakpastian pengukuran  Penggunaan beberapa alat ukur F. Petunjuk belajar Pertama-tama bacalah semua materi yang ada, bila ada hal-hal yang kurang jelas tanyakan kepada fasilitator yang bersangkutan atau dibahas bersama-sama dengan peserta diklat lain. Selanjutnya cobalah menjawab atau mengerjakan latihan yang ada. Akhirnya implementasikan pada pelaksanaan proses pembelajaran. 3
  • 4. 4 BAB II SISTEM SATUAN Indikator keberhasilan: Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diklat dapat membedakan besaran pokok dan besaran turunan A. Satuan SI Eksperimen-eksperimen dalam bidang Fisika melibatkan berbagai macam pengukuran, dan pengukuran ini harus diusahakan seakurat mungkin dan reproducible. Langkah pertama agar pengukuran menghasilkan data yang akurat dan data itu tetap sama walaupun diukur oleh orang yang berbeda adalah menentukan satuan besaran yang diukur tersebut. Satuan yang digunakan oleh setiap pengukur tentu saja harus sama. Oleh karena itu perlu dibuat standar sistem satuan yang disepakati oleh setiap pemakai. Saat ini kita telah memiliki sistem satuan yang berlaku secara internasional, yaitu satuan SI. SI adalah kependekan dari Système International , bahasa Perancis. Satuan SI ini diadopsi dari sistem metrik yang sudah digunakan oleh para ilmuwan Perancis sejak tahun 1795. Satuan SI diatur oleh Lembaga Berat dan Ukuran Internasional (The International Bureau of Weights and Measures) di Sevres, Perancis. Sebelum ada standar internasional setiap negara menetapkan sistem satuannya sendiri. Sebagai contoh, satuan panjang di Indonesia dikenal hasta, jengkal dan tumbak, di Inggris dikenal inci dan feet, dan di Perancis adalah meter. Dalam satuan SI ditetapkan bahwa meter (m) sebagai satuan panjang, kilogram sebagai satuan massa dan sekon sebagai satuan waktu. Pada awalnya merupakan MKS, yaitu panjang (meter), massa (kilogram), dan waktu (sekon). Selain itu dikenal juga istilah CGS, yaitu 4
  • 5. 5 centimeter (cm), gram (g), dan sekon (s), masing-masing untuk satuan panjang, massa, dan waktu. Saat ini satuan SI secara resmi digunakan di semua negara di dunia, namun dalam praktek sehari-hari beberapa negara (misalnya Amerika Serikat) masih menggunakan sistem satuan non-SI. Besaran panjang, massa dan waktu disebut besaran pokok, karena dari besaran ini dapat diturunkan besaran-besaran yang lain seperti gaya dan energi. Besaran pokok didefinisikan sebagai besaran yang satuannya telah ditetapkan terlebih dahulu. Satuan dari besaran pokok disebut satuan pokok. Satuan pokok SI seluruhnya ada tujuh, yaitu seperti yang terlihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Besaran pokok beserta satuan-satuan dasar SI Besaran Pokok Satuan Simbol Panjang meter m Massa kilogram kg Waktu sekon s Kuat arus listrik ampere A Suhu kelvin K Jumlah zat mol mol Intensitas Cahaya candela cd B. Definisi Satuan Standar Penggunaan berbagai macam satuan untuk besaran menimbulkan suatu kesukaran, alat ukur suatu satuan tertentu menjadi macam- macam, yang lebih menyulitkan lagi bahwa orang harus menyesuaikan diri terhadap berbagai macam satuan. Dengan demikian diperlukan menetapkan satuan standar besaran pokok. Syarat untuk membuat satuan standar yang berguna adalah praktis digunakan, mudah didapat, mudah dibuat ulang, dan tetap setiap saat. Maka seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan sejumlah penemuan oleh para ilmuwan, standar satuan terus berubah. Sebagai contoh, standar meter 5
  • 6. 6 mengalami perubahan beberapa kali dimana yang digunakan sekarang ditetapkan pada tahun 1983 dan dianggap yang paling tepat sampai saat ini. Berikut ini akan dijelaskan satuan standar ketujuh besaran pokok. 1) Meter Batangan standar Prototipe Meter Internasional terbuat dari platinum- iridium. Batangan ini digunakan sebagai standard sampai tahun 1960, dimana sistem SI yang baru menggunakan pengukuran spektrum krypton sebagai dasarnya. Pada tahun 1983, satuan meter yang berlaku didefinisikan berdasarkan kecepatan cahaya di ruang hampa. Gambar 2.1 Prototipe meter internasional. Meter pada awalnya ditetapkan oleh Akademi Sains Perancis (Académie des Sciences) sebagai 1/10.000.000 jarak sepanjang permukaan Bumi dari Kutub Utara hingga Khatulistiwa melalui meridian Paris pada tahun 1791, dan pada 7 April 1795 Perancis menggunakan meter sebagai jarak resmi untuk panjang. Ketidakpastian dalam pengukuran jarak tersebut menyebabkan Biro Berat dan Ukuran Internasional (BIPM - Bureau International des Poids et Mesures) menetapkan 1 meter sebagai jarak antara dua garisan pada batang platinum-iridium yang disimpan di Sevres, Perancis pada tahun 1889. Pada tahun 1960, ketika laser diperkenalkan, Konferensi Umum tentang Berat dan Ukuran (Conférence Générale des Poids et 6
  • 7. 7 Mesures/CGPM) ke-11 mengganti definisi meter sebagai 1.650.763,73 kali panjang gelombang spektrum cahaya oranye- merah atom krypton-86 dalam sebuah ruang vakum. Pada tahun 1983, BIPM menetapkan meter sebagai jarak yang dilalui cahaya melalui vakum pada selang waktu 1/299.792.458 detik (kecepatan cahaya ditetapkan sebesar 299.792.458 meter per detik). Oleh karena kecepatan cahaya dalam vakum adalah sama di manapun saja, definisi ini lebih universal dibandingkan dengan jarak ukur lilit bumi atau panjang batang logam tertentu. Oleh karena itu, jika batang logam itu hilang atau musnah, panjang meter standar masih dapat diulangi dalam laboratorium manapun. Selain itu secara teori dapat diukur dengan lebih tepat dibandingkan dengan ukuran yang lain. 2) Kilogram Internasional untuk massa adalah sebuah silinder platina-iridium yang disebut kilogram standar. Kilogram standar ini disimpan di Lembaga Berat dan Ukuran Internasional, Sevres dekat Paris, dan berdasarkan perjanjian internasional memiliki massa satu kilogram. Satu kilogram adalah massa sebuah kilogram standar yang disimpan di The International Bureau of Weighs and Measures. 7
  • 8. 8 Gambar 2.2 Prototipe kilogram internasional 3) Sekon atau Detik Detik atau sekon adalah satuan waktu dalam SI, dimana penentuan standarnya menggunakan frekuensi yang dipancarkan atom cesium setelah atom tersebut menyerap energi. Satu sekon didefinisikan sebagai selang waktu yang diperlukan oleh atom Cesium-133 untuk melakukan getaran sebanyak 9192631770 kali. Gambar 2.3 Diagram alat untuk menentukan standar sekon 8
  • 9. 9 4) Ampere Ampere adalah satuan SI untuk arus listrik, dilambangkan dengan huruf A. Satu ampere adalah suatu arus listrik yang mengalir, sedemikian sehingga di antara dua penghantar lurus dengan panjang tak terhingga, dengan penampang yang dapat diabaikan, dan ditempatkan terpisah dengan jarak satu meter dalam vakum, menghasilkan gaya sebesar 2. 10-7 newton per meter. Satuan ini diambil dari nama André-Marie Ampère, salah satu penemu elektromagnetik Gambar 2.4 Diagram alat untuk menentukan standar ampere. 5) Kelvin Skala Kelvin (simbol: K) adalah skala suhu di mana nol absolut didefinisikan sebagai 0 K. Satuan untuk skala Kelvin adalah kelvin (lambang K), dan merupakan salah satu dari tujuh satuan pokok SI. Satuan kelvin didefinisikan oleh dua fakta: nol kelvin adalah nol absolut (ketika gerakan molekuler berhenti), dan satu kelvin adalah pecahan 1/273,16 dari suhu termodinamik triple point air (0,01 °C). Skala suhu Celsius kini didefinisikan berdasarkan kelvin. Kelvin dinamakan berdasarkan seorang fisikawan dan insinyur Inggris, William Thomson, Baron Kelvin. Perkataan kelvin sebagai satuan pokok SI ditulis dengan huruf kecil k (kecuali pada awal kalimat), dan tidak pernah diikuti dengan kata derajat, atau simbol °, berbeda dengan Fahrenheit dan Celsius. Ini karena kedua skala yang disebut terakhir adalah skala ukuran sementara kelvin adalah 9
  • 10. 10 unit ukuran. Ketika kelvin diperkenalkan pada tahun 1954 (di Konferensi Umum tentang Berat dan Ukuran (CGPM) ke-10, Resolusi 3, CR 79), namanya adalah "derajat kelvin" dan ditulis °K; kata "derajat" dibuang pada 1967 (CPGM ke-13, Resolusi 3, CR 104). Perhatikan bahwa simbol unit kelvin selalu menggunakan huruf besar K dan tidak pernah dimiringkan. Tidak seperti skala suhu yang menggunakan simbol derajat, selalu ada spasi di antara angka dan huruf K nya, sama seperti unit SI lainnya. Gambar 2.5 Diagram alat untuk menentukan standar kelvin 6) Mole Mole adalah satuan untuk jumlah zat. Satu mole (disingkat mol) adalah jumlah zat yang mengandung unsur elementer zat tersebut dalam jumlah sebanyak jumlah atom karbon dalam 0,012 kg karbon-12. (CGPM ke-14, 1971). 7) Kandela Kandela adalah satuan untuk intensitas cahaya. Satu kandela (disingkat cd) adalah intensitas cahaya suatu sumber cahaya yang memancarkan radiasi monokromatik pada frekuensi 540 x 1012 Hz dengan intensitas 10
  • 11. 11 radiasi sebesar watt per steradian dalam arah tersebut (CGPM ke -16, 1979). C. Satuan Turunan Selain besaran pokok, kita mengenal juga besaran turunan. Besaran turunan adalah besaran yang satuannya diturunkan dari satuan besaran pokok. Salah satu contoh besaran turunan adalah luas (luas = panjang x lebar). Baik panjang maupun lebar termasuk besaran pokok panjang dengan satuan meter, sehingga satuan luas m x m = m². Tabel 2.2 menunjukkan beberapa contoh lain satuan turunan beserta besarannya. Tabel 2.2 Contoh satuan turunan SI Besaran Satuan Simbol Massa jenis kilogram per meter kubik kg/m3 Percepatan meter per sekon kuadrat m/s2 Kuat medan magnetik ampere per meter A/m Kerapatan arus ampere per meter kuadrat A/m2 Nomor gelombang per meter m-1 Dalam pemakaian, satuan SI sering menggunakan awalan atau prefix yang bertujuan untuk menghemat penulisan dan memudahkan dalam pembacaannya. Sebagai contoh, 1000 meter sama dengan 1 kilometer (km), dan 0,001 m sering ditulis 1 milimeter (mm). Satuan untuk panjang pada ukuran yang besar digunakan kilometer, sementara untuk ukuran yang kecil digunakan mikrometer. Awalan-awalan selengkapnya ditunjukkan pada Tabel 2.3. 11
  • 12. 12 Tabel. 2.3 Awalan –awalan dalam SI Faktor Awalan Simbol Faktor Awalan Simbol 1018 eksa E 10-1 desi d 1015 peta P 10-2 centi c 12 -3 10 tera T 10 mili m 109 giga G 10-6 mikro 106 mega M 10-9 nano n 3 -12 10 kilo k 10 piko p 102 hekto h 10-15 femto f 101 deka da 10-18 atto a D. Notasi Ilmiah Hasil dari suatu pengukuran bisa berupa angka yang sangat besar atau sangat kecil. Contoh: Jarak Matahari ke Mars sekitar 227 800 000 000 m, jari- jari orbit elektron atom Hidrogen sekitar 0,000 000 000 053 m. Penulisan angka yang terlalu besar atau terlalu kecil dalam bentuk desimal mempunyai beberapa kelemahan, yaitu: menghabiskan tempat, sering menimbulkan kesalahan dalam penulisan, sulit untuk dibaca, dan ukuran relatifnya sulit ditentukan. Untuk mengatasi masalah tersebut, kita bisa menuliskannya dalam bentuk notasi ilmiah. Jarak Matahari ke Mars jika ditulis dalam bentuk notasi ilmiah menjadi 2,278 x 1011 m. Untuk orbit elektron atom Hidrogen, jika ditulis dalam bentuk notasi ilmiah menjadi 5,3 x 10-11 m. E. Rangkuman 1. Satuan SI adalah sistem satuan yang berlaku secara internasional. Satuan SI diadopsi dari sistem metrik yang sudah digunakan oleh para ilmuwan Perancis sejak tahun 1795. Satuan SI diatur oleh Lembaga Berat dan Ukuran Internasional (The International Bureau of Weights and Measures) di Sevres, Perancis. 2. Besaran pokok didefinisikan sebagai besaran yang satuannya telah ditetapkan terlebih dahulu.Besaran pokok ada 7 yaitu besaran 12
  • 13. 13 massa, panjang, waktu, kuat arus listrik, suhu, jumlah zat, dan intensitas cahaya. 3. Besaran turunan adalah besaran yang satuannya diturunkan dari satuan besaran pokok, contohnya luas = panjang x lebar, jadi satuan dari luas adalah m x m = m². 4. Notasi ilmiah digunakan untuk mengirit tempat penulisan, mengurangi kesalahan dalam penulisan, mudah untuk dibaca, dan ukuran relatif mudah ditentukan. F. Latihan 1. Jelaskan sistem satuan yang berlaku secara internasional ! 2. Bandingkan antara besaran pokok dan besaran turunan ! 3. Tentukan satuan dari besaran turunan dengan rumus berikut : a. E = mv² b. v = 4. Tuliskan angka berikut ini dalam bentuk notasi ilmiah! a. 302 000 000 m b. 0,000 508 kg 13
  • 14. 14 BAB III PENGUKURAN Indikator keberhasilan: Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diklat dapat menentukan hasil pengukuran dengan memperhatikan ketidakpastian pengukuran A. Pengertian dan Langkah- Langkah Pengukuran Mengukur adalah membandingkan sesuatu yang diukur dengan sesuatu lain yang sejenis yang ditetapkan sebagai satuan. Pada saat kita melakukan pengukuran suatu besaran dengan suatu alat ukur, kita berusaha agar hasil pengukuran tersebut mencapai nilai benar. Tetapi dalam pengukuran tidaklah mungkin mendapatkan nilai benar, melainkan selalu terdapat kesalahan atau ketidakpastian. Walaupun ketidakpastian tidak bisa dihilangkan, kita harus tetap berusaha agar ketidakpastian tersebut tidak terlalu besar. Untuk itu maka Anda harus memperhatikan hal-hal berikut ketika hendak melakukan pengukuran. 1) Memilih alat ukur. Sebelum melakukan pengukuran kita harus memilih alat ukur, alat ukur yang dipilih harus disesuaikan dengan besaran yang akan diukur, tingkat ketelitian yang dibutuhkan, dan ketidakpastian alat ukur. 2) Mengetahui cara menggunakan instrumen. Sebelum instrumen dioperasikan, kita harus mengetahui bagaimana cara menggunakannya. Ikutilah cara-cara dan langkah-langkah pengukuran yang benaivitas atau batas maksimalr sesuai dengan pada petunjukan pada penggunaan alat tersebut. 3) Memahami batas maksimum yang dapat diukur oleh instrumen (sensitivitas). 14
  • 15. 15 4) Melakukan kalibrasi terhadap instrumen. Ketika akan mengkur kita harus memperhatikan apakah alat ukur itu layak untuk digunakan. Selanjutnya, apakah alat tersebut masih akurat dalam mengukur. Keakurasian alat bisa dicek dengan metode the two-point calibration. Pertama, apakah alat ukur sudah menunjuk nol sebelum digunakan? Kedua, apakah alat ukur memberikan pembacaan ukuran yang benar ketika digunakan untuk mengukur sesuatu yang standar. B. Istilah Dalam Pengukuran 1) Ketelitian (Presesi) Presisi menyatakan derajat kepastian hasil pengukuran. Presisi berkaitan dengan perlakuan dalam proses pengukuran, yang meliputi antara lain kualitas alat ukur, sikap teliti si pengukur kestabilan tempat di mana dilakukan pengukuran. Suatu alat ukur dikatakan mempunyai ketelitian yang cukup tinggi jika dilakukan pengukuran beberapa kali, dimana nilai yang diperoleh mempunyai nilai yang mendekati sama atau konsisten terhadap hasil yang diperoleh. Presisi juga berkaitan dengan seberapa besar penyimpangan hasil ukur suatu besaran ketika pengukuran dilakukan secara berulang- ulang. Berikut ini sebuah contoh tentang ketelitian dari hasil suatu pengukuran panjang benda yang dilakukan oleh tiga orang siswa. Siswa A mendapatkan hasil antara 18,5 cm dan 19,1 cm sehingga rata-ratanya 18,8 cm, seperti ditunjukkan pada Gambar 8. Hasil ini dilaporkan sebagai (18,8 ± 0,3) cm. Sementara siswa B melaporkan hasil pengukurannya sebagai (19,0 ± 0,2) cm dan siswa C melaporkannya sebagai (18,3 ± 0,1) cm. Hasil pengukuran yang dilakukan oleh siswa C merupakan hasil yang paling presisi dibandingkan dengan hasil pengukuran siswa lainnya, karena ketidakpastian hasil pengukuran siswa C merupakan yang paling 15
  • 16. 16 kecil, yaitu 0,1 cm. Hasil pengukuran akan memiliki presisi tinggi jika pengukuran dilakukan dengan metode yang sangat teliti dengan alat ukur yang canggih dan dilakukan secara berulang- ulang. Namun, jika alat yang digunakan tidak tepat, maka pengukuran tersebut menjadi tidak akurat. Siswa A Siswa B Siswa C 19,0 18,5 18.0 0 Gambar 3.1 Diagram rentang hasil pengukuran siswa A, B, dan C Dari contoh di atas terlihat bahwa ketelitian suatu hasil pengukuran bisa dilihat dari nilai ketidakpastiannya atau simpangannya. Semakin kecil ketidakpastian dari suatu pengukuran maka semakin tinggi ketelitiannya. Ketidakpastian ini ditentukan dari skala terkecil alat ukur yang digunakan, yaitu setengah dari skala terkecil. Oleh karena itu presisi bergantung pada alat yang digunakan dalam pengukuran. Contoh, jangka sorong memiliki skala terkecil 0,1 mm berarti ketidakpastiannya 0,05 mm. Sementara ketelitian mistar berskala mm adalah 1 mm dan ketidakpastiannya 0,5 mm. Jadi agar hasil pengukuran Anda lebih teliti, alat mana yang akan dipilih, jangka sorong atau mistar? 16
  • 17. 17 Gambar 3.2 Jangka sorong memiliki ketelitian lebih tinggi daripada mistar. 2. Ketepatan (Akurasi) Akurasi adalah kesesuaian antara hasil pengukuran dengan nilai yang sebenarnya (nilai standar). Apa yang dimaksud dengan nilai sebenarnya? Nilai yang sebenarnya adalah definisi suatu besaran atau konstanta, hukum-hukum geometri, dan angka yang diperoleh dari teori yang sudah disepakati. Lihat contoh hasil pengukuran panjang oleh tiga siswa di atas (Gambar 3.1). Jika panjang benda sebenarnya yang diukur oleh ketiga siswa tersebut adalah 19 cm, maka yang paling akurat adalah hasil pengukuran siswa B karena penyimpangan terhadap nilai sebenarnya paling kecil. Sementara hasil yang paling tidak akurat adalah hasil pengukuran siswa C. Sebuah pengukuran bisa presisi tetapi tidak akurat, atau akurat tetapi tidak presisi. Dari contoh di atas terlihat bahwa hasil pengukuran siswa C jika dilihat dari ketelitiannya adalah yang paling presisi, tetapi jika dilihat dari akurasinya adalah yang paling tidak akurat. Ketepatan suatu alat ukur menunjukkan kinerja dari suatu alat ukur, oleh karena itu indikatornya dapat dilihat dari suatu alat ukur tersebut, yaitu dari nilai skala penuhnya. Misal jangka sorong kita nyatakan tidak tepat untuk mengukur meja yang ukurannya lebih dari 30 cm. Karena nilai skala penuh jangka sorong hanya mampu mengukur dalam batas lebih kecil dari 15 cm. Demikian juga sebaliknya, adalah tidak tepat mengukur benda yang mempunyai ukuran di sekitar 1 cm dengan menggunakan penggaris 30 cm. 17
  • 18. 18 Karena kemampuan penggaris 30 cm tidak akan mampu membedakan kesalahan yang dapat terjadi, kesalahan maksimumnya terlalu besar. 3) Sensivitas (Kepekaan) Sensitivitas adalah ukuran minimal yang masih dideteksi oleh alat tersebut. Sensitivitas suatu alat ukur ditentukan berdasarkan respon terjadinya perbedaan suatu besaran yang terbaca persatuan besaran masukan. Umumnya ukuran kepekaan digunakan pada alat ukur yang transferable atau menggunakan transduser untuk pengubah satu besaran ke besaran lainnya. Misal termometer raksa menggunakan transduser raksa sebagai pemantau perubahan kalor, keluarannya adalah berubah perubahan volume/panjang raksa (transfer kalor ke volume atau temperatur). Pada kasus ini, ukuran kepekaannya ditentukan dalam satuan (mm/°C). Misalnya lagi termometer digital, transduser yang digunakan adalah transduser yang dapat merubah dari besaran kalor/suhu ke besaran listrik atau tegangan. Ukuran kepekaannya ditentukan dalam satuan mV/°C. 4) Daya Pisah (Resolusi) Resolusi atau daya pisah suatu alat ukur ditentukan oleh nilai skala terkecil dari suatu alat ukur. Semakin tinggi daya pisah suatu alat ukur, semakin kecil nilai skala terkecil dari suatu alat ukur tersebut. Misal ada dua jangka sorong dengan skala terkecil 0,1 mm dan 0,05 mm. Maka yang mempunyai resolusi paling tinggi adalah yang mempunyai skala terkecil 0,05 mm. 18
  • 19. 19 C. Ketidakpastian pada pengukuran Setiap kali melakukan pengukuran siapapun yang melakukannya selalu dihinggapi ketidakpastian. Dalam rangka memperkecil ketidakpastian tersebut maka sangat penting bagi kita melakukan pengukuran harus melakukan secara hati-hati, tepat dan teliti. Ketika melaporkan hasil pengukuran harus juga disertakan pula ketidakpastiannya. Berdasarkan ketidakpastian itulah orang lain dapat mengukur secara tepat dan teliti hasil eksperimen yang diperoleh. Sebagai contoh hasil pengukuran panjang sebuah benda dituliskan ( 7,2 +0,1 ) cm, artinya panjang benda tersebut berada antara (7,2 – 0,1) cm dan (7,2 + 0,1) cm. Jadi hasil pengukuran tersebut tidak tepat 7,2 cm melainkan 7,1 cm dan 7,3 cm. Angka +0,1 menyatakan ketidakpastian. Sumber- sumber ketidakpastian ada tiga yaitu : 1. Ketidakpastian Sistematik Ketidakpastian sistematik bersumber dari alat ukur yang digunakan atau kondisi yang menyertai saat pengukuran. Bila sumber ketidakpastian adalah alat ukur, maka setiap alat ukur tersebut digunakan akan menghasilkan ketidakpastian yang sama. Yang termasuk ketidakpastian sistematik adalah : a. Ketidakpastian Alat Ketidakpastian ini muncul akibat kalibrasi skala penunjukan angka pada alat tidak tepat, sehingga pembacaan skala 19
  • 20. 20 menjadi tidak sesuai dengan keadaaan sebenarnya. Untuk mengatasi ketidakpastian alat harus dilakukan kalibrasi alat setiap alat tersebut hendak digunakan. b. Kesalahan Nol Ketidaktepatan penunjukan alat pada skala nol juga menghasilkan ketidakpastian sistematik. Pada sebagian besar alat umumnya sudah dilengkapi dengan sekrup pengaturan/pengenol. Bila sudah diatur maksimal tetap tidak tepat pada skala nol, maka untuk mengatasinya setiap alat tersebut digunakan untuk pengukuran harus diperhitungkan selisih kesalahan tersebut setiap kali melakukan pengukuran. c. Waktu Respon Yang Tidak Tepat Ketidakpastian pengukuran ini muncul akibat pada waktu melakukan pengukuran (pengambilan data) tidak bersamaan dengan munculnya data yang seharusnya diukur, sehingga data yang diperoleh bukan data yang sebenarnya. Misalnya kita ingin mengukur periode getar suatu benda yang digantungkan pada pegas dengan menggunakan stopwatch. Selang waktu yang kita ukur sering tidak tepat karena terlalu cepat atau terlambat menekan tombol stopwatch pada saat ayunan mula-mula berlangsung. 20
  • 21. 21 d. Kondisi Yang Tidak Sesuai Ketidakpastian pengukuran ini muncul karena kondisi alat ukur dipengaruhi oleh kejadian yang hendak diukur . Misalnya,mengukur nilai transistor saat dilakukan penyolderan, atau mengukur panjang sesuatu pada suhu tinggi menggunakan penggaris logam. Hasil yang diperoleh tentu bukan nilai yang sebenarnya karena panas mempengaruhi sesuatu yang diukur maupun alat pengukurnya. 2. Ketidakpastian Random Ketidakpastian random umumnya bersumber dari dua hal, yaitu: a. Pada gejala yang tidak mungkin dikendalikan secara pasti atau tidak dapat diatasi secara tuntas. Gejala tersebut umumnya merupakan perubahan yang sangat cepat dan acak hingga pengaturan atau pengontrolannya diluar kemampuan kita. Misalnya fluktuasi pada besaran listrik selalu mengalami perubahan terus-menerus secara cepat dan acak, akibatnya kalau kita ukur nilainya juga akan berfluktuasi. b. Pada pengukuran berulang, sehingga hasil-hasil yang diperoleh bervariasi dari harga rata-ratanya. Hasil-hasil pengukuran tersebut menjadi berbeda antara satu dengan yang lain, karena: (i) kondisi pengukuran memang 21
  • 22. 22 sebenarnya telah berbeda antara satu pengukuran dengan pengukuran yang lain , (ii) ketidakpastiaan alat ukur setiap digunakan, (iii) bersumber dari ketidakpastian lain yang berkaitan dengan kegiatan pengukuran. 3. Ketidakpastian Pengamatan Ketidakpastian pengamatan merupakan ketidakpastian pengukuran yang bersumber dari kekurang terampilan manusia saat melakukan kegiatan pengukuran. Misalnya: metode pembacaan skala tidak tegak lurus (paralaks), salah dalam membaca skala, dan pengaturan atau pengesetan alat ukur yang kurang tepat. A B C Gambar 3.3 Kesalahan membaca skala mistar akibat posisi mata miring terhadap garis skala yang dibaca Pada gambar di atas tampak bahwa hasil pengukuran A, B, dan C berbeda satu dengan yang lainnya. Perbedaan hasil 22
  • 23. 23 pengukuran A,B, dan C di atas disebabkan oleh kesalahan posisi mata A dan C ketika memandang skala. Kesalahan itu disebut sebagai kesalahan paralaks. Seiring kemajuan teknologi, alat ukur dirancang semakin canggih dan kompleks, sehingga banyak hal yang harus diatur sebelum alat tersebut digunakan. Bila yang mengoperasikan tidak terampil, semakin banyak yang harus diatur semakin besar kemungkinan untuk melakukan kesalahan sehingga menghasilkan ketidakpastian yang besar pula. D. Menentukan Ketidakpastian Pengukuran Dalam pengukuran kita berusaha mengenal sebanyak mungkin kesalahan dan mengatasinya atau menguranginya. Akan tetapi, kita tidak mungkin sama sekali meniadakan ketidakpastian atau dengan kata lain tidak mungkin kita mendapatkan nilai benar. Jika begitu, bagaimana cara melaporkan hasil pengukuran? Sampai seberapa jauh hasil pengukuran tersebut dapat dipercaya? Hasil pengukuran suatu besaran fisis dilaporkan sebagai X=(Xo ∆X), dimana X adalah nilai pendekatan terhadap nilai benar Xo dan ∆X, adalah ketidakpastiannya. Bagaimana cara menentukan Xo dan ∆X ? Nilai benar Xo dan ketidakpastian ∆X ditentukan berdasarkan bagaimana suatu besaran diukur. Apakah besaran itu diukur hanya satu kali saja (pengukuran tunggal) atau beberapa kali (pengukuran berulang). 23
  • 24. 24 1. Ketidakpastian Pengukuran Tunggal Seseorang peserta didik melakukan pengukuran panjang balok dengan mistar. Dengan sekali ukuran dia melaporkan bahwa panjang balok alumunium adalah 2,9 cm. Apakah hasil pengukuran peserta didik ini langsung dapat dipercaya bahwa panjang balok alumunium tersebut memang tepat 2,9 cm?. Pada kegiatan eksperimen pengukuran tunggal seperti ini sebenarnya harus dihindari karena menimbulkan ketidakpastian yang sangat besar. Namun ada alasan tertentu yang menyebabkan pengukuran hanya dapat dilakukan sekali saja, misalnya mengukur lajunya mobil yang lewat. Umumnya secara fisik mata manusia sulit membaca ukuran panjang kurang dari 1mm secara pasti. Pembacaan kurang dari 1 mm adalah taksiran, dan sangat berpeluang untuk memunculkan ketidakpastian. Pada pengukuran tunggal ketidakpastian dapat ditentukan dengan cara nilai setengah dari skala terkecil (NST) : x= NST 2. Ketidakpastian Pengukuran Berulang Seorang guru fisika melakukan pengukuran berulang untuk mengukur kedalaman sebuah botol, datanya tertulis seperti tampak pada tabel. 24
  • 25. 25 Tabel 3.1 Hasil Pengukuran kedalaman botol Pengukuran ke Hasil pengukuran 1 12,8 cm 2 12,2 cm 3 12,5 cm 4 13,1 cm 5 12,9 cm 6 12,4 cm Dari hasil pengukuran di atas, hasil pengukuran manakah yang akan dipercaya sebagai nilai yang benar?. Seperti yang telah diinformasikan sebelumnya, bahwa setiap kali pengukuran pasti dihinggapi ketidakpastian. Bila pengukuran dilakukan berulangkali, intuisi kita akan megatakan ada kecenderungan hasil pengukuran mengarah ke nilai tertentu, dan nilai tersebut yang kita yakini akan mendekati nilai benar yang kita harapkan. Untuk menentukan nilai pengukuran yang paling mendekati nilai yang sesunguhnya ditentukan dari rata-rata dari seluruh nilai hasil pengukuran yang telah dilakukan. Sebagai contoh dari hasil pengukuran kedalaman sebuah botol yang dilakukan oleh seorang guru fisika sebanyak 6 kali di peroleh rata-rata 12,65 cm. (XR). Nilai ini tentu bukan nilai benar secara mutlak, karena itu harus ditentukan ketidakpastiannya (∆X). 25
  • 26. 26 Karena sudah ditentukan simpangan dari tiap-tiap pengukuran maka persamaan yang dapat digunakan, adalah : X=(XR ∆X) Untuk mencari ∆X dapat digunakan persamaan : ∑ ∑ ∆X =√ Untuk menentukan ketidakpastian pada contoh pengukuran berulang tadi kita lengkapi dahulu tabel 3.1 dengan perhitungan simpangan baku. Tabel 3.2 Hasil Perhitungan Simpang Baku Pengukuran ke Hasil Pengukuran (Xn) cm 1 12,8 163,84 2 12,2 148,84 3 12,5 156,25 4 13,1 171,61 5 12,9 166,41 6 12,4 153,76 JUMLAH 75,9 960,71 Rata-rata = XR = = 12,65 cm Untuk mencari ∆X kita dapat gunakan persamaan : 26
  • 27. 27 ∑ ∑ ∆X =√ ∆X =√ ∆X =√ ∆X =√ ∆X =√ ∆X = 0,327 ∆X = 0,33 cm X=(XR ∆X) = (12,65 ∆X) Jadi kedalam botol = (12,65 E. Penggunaan Beberapa Alat Ukur Dasar 1. Alat Ukur Panjang Untuk mengukur panjang suatu benda dapat menggunakan mistar, , jangka sorong, dan mikrometer sekrup. Dalam mengukur panjang suatu benda, selain memperhatikan ketelitian alat ukurnya, juga memperhatikan jenis dan macam benda yang akan diukur. a. Mistar Mistar adalah salah satu alat ukur panjang yang paling sering digunakan pada kehidupan sehari-hari. Skala terkecil dari 27
  • 28. 28 mistar adalah 1 mm atau 0,1 cm. Ketelitian mistar adalah ½ x skala terkecil = 0,05 cm. Misalkan kita mengukur panjang benda dengan mistar, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.4. Skala terkecil mistar yang digunakan 1 mm, sehingga ketidakpastian (∆X = 0,5 mm = 0,05 cm. Pada gambar terlihat bahwa hasil pengukuran terletak antara 2,7 cm dan 2,8 cm, sehingga harus ada angka yang ditaksir. Angka taksiran ini hanya boleh 0 atau 5. Karena ujung benda lebih sedikit dari 2,7 cm, maka taksiran angka ke-3 adalah 5. Jadi hasil pengukuran tersebut dilaporkan sebagai: X =(2,75 0,05) cm. Gambar 3.4. Panjang benda diukur dengan mistar dilaporkan sebagai X=(2,75 0,05) cm. b. Jangka sorong Jangka sorong adalah suatu alat ukur panjang yang dapat dipergunakan untuk mengukur panjang suatu benda dengan ketelitian hingga 0,1 mm. keuntungan penggunaan jangka sorong adalah dapat dipergunakan untuk mengukur diameter sebuah kelereng, diameter dalam sebuah tabung atau cincin, maupun kedalam sebuah tabung. Pada gambar dibawah ini ditunjukkan bagian-bagian dari jangka sorong. 28
  • 29. 29 Gambar 3.5. Bagian-bagian jangka sorong Jangka sorong memiliki bagian utama disebut rahang tetap dan rahang geser. Skala panjang pada rahang tetap disebut skala utama, sedangkan skala pendek pada rahang geser disebut nonius atau vernier. Nonius memiliki panjang 9 mm dan dibagi atas 10 skala, sehingga beda satuan skala nonius dengan skala utama adalah 0,1 mm. Nilai 0,1 mm atau 0,01 cm merupakan skala terkecil jangka sorong. Dengan demikian ketidakpastian jangka sorong ini adalah: (∆X = ½ x 0,1mm = 0,05mm = 0,005 cm Untuk membaca hasil pengukuran menggunakan jangka sorong dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut :  Bacalah skala utama yang berimpit atau skala terdekat tepat didepan titik nol skala nonius.  Bacalah skala nonius yang tepat berimpit dengan skala utama.  Hasil pengukuran dinyatakan dengan persamaan : Hasil = Skala Utama + (skala nonius yang berimpit x skala terkecil jangka sorong) 29
  • 30. 30 Perhatikan Gambar 3.6, angka pada skala utama yang berdekatan dengan angka 0 pada nonius adalah antara 4,6 cm dan 4,7 cm. Sementara garis nonius yang tepat berimpit dengan garis pada skala utama adalah garis ke-8. Ini berarti : X = 4,6 cm +(8 x 0,01 cm ) = 4,68 cm. Gambar 3.6 Panjang benda diukur dengan jangka sorong dilaporkan sebagai X = 4,6 cm +(8 x 0,01 cm ) = 4,68 cm. Karena ∆X= 0,005 cm (tiga desimal), maka X sebaiknya dinyatakan dengan 3 desimal. Tidak seperti mistar, pada jangka sorong yang memiliki nonius kita tidak pernah menaksir angka yang ke-4, akan tetapi cukup kita beri angka 0, sehingga X = 4,680 cm. Jadi hasil pengukuran dengan menggunakan jangka sorong kita laporkan sebagai: X= (4,680 0,005) cm. C. Mikrometer sekrup Mikrometer sekrup memiliki rahang geser dan selubung luar. Jika selubung luar diputar lengkap satu kali maka rahang geser dan juga selubung luar maju atau mundur 0,5 mm. Karena selubung luar memiliki 50 skala, maka satu skala pada selubung luar sama 30
  • 31. 31 dengan jarak maju atau mundur rahang geser 0,01 mm. Bilangan 0,01 mm ini merupakan ketelitian mikrometer sekrup. Dengan demikian ketidakpastiannya adalah: ∆X = ½ x 0,01mm = 0,005mm Untuk lebih jelasnya bagian-bagian mikrometer sekrup dapat dilihat pada gambar di bawah ini : Gambar 3.7 Bagian-bagian jangka sorong Untuk membaca hasil pengukuran menggunakan mikrometer sekrup dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut :  Tentukan nilai skala utama yang terdekat dengan selubung silinder (bidal) dari rahang geser (atau skala utama yang berada tepat didepan/berimpit dengan selubung silinder luar rahang geser)  Tentukan nilai skala nonius yang yang berimpit dengan garis mendatar pada skala utama  Hasil pengukuran dinyatakan dengan persamaan : Hasil = Skala Utama + (skala nonius yang berimpit x skala terkecil mikrometer sekrup) Perhatikan Gambar 3.8, berapakah hasil pengukuran yang ditunjukkan oleh gambar tersebut. 31
  • 32. 32 Gambar 3.8 Panjang benda diukur dengan mikrometer sekrup Pada gambar terlihat skala utama yang berada tepat didepan/berimpit dengan selubung silinder luar rahang geser adalah angka 5,5 mm dan angka pada skala nonius yang yang berimpit dengan garis mendatar pada skala utama adalah 28 mm sehingga hasil pengukuran adalah X = 5,5 mm +(28 x 0,01 mm ) = 5,78 mm. Karena X = 0,005 mm (tiga desimal), maka hasil pembacaan pengukuran (Xo) harus juga dinyatakan dalam 3 desimal. Karena kita tidak perlu menaksir angka terakhir (desimal ke-3) maka kita cukup berikan nilai 0 untuk desimal ke-3. sehingga hasil pengukuran menggunakan Mikrometer sekrup dapat anda laporkan sebagai : X= (5,780 0,005) mm 2. Alat Ukur Massa Untuk mengukur massa suatu benda digunakan neraca. Dari segi bentuk, alat ukur massa dalam fisika sangat berbeda dengan alat ukur massa yang sering kita jumpai di dalam kehidupan kita sehari- hari. Dalam kehidupan sehari-hari kita kenal neraca sama lengan yang biasa kita jumpai di toko mas, ada pula neraca pasar yang biasa digunakan untuk menimbang sayuran dan bahan pokok dipasar, dan bahkan ada neraca pegas yang sering digunakan ibu- 32
  • 33. 33 ibu untuk menimbang bahan-bahan kue. Dari sekian banyak bentuk neraca, neraca yang paling sering digunakan dilabolatorium adalah neraca tiga tiang dan neraca digital. (b) (a) Gambar 3.9 Neraca tiga tiang (a) dan (b) neraca digital Pada neraca tiga tiang mempunyai skala 0 gram-200 gram untuk tiang paling belakang dengan skala terkecil 100 gram, tiang di depannya mempunyai skala 0 gram-100 gram dengan skala terkecil 10 gram dan tiang paling depan mempunyai skala 0 gram-1 gram dengan skala terkecil 0,1 gram. Benda yang akan diukur massanya diletakkan pada piringan. Untuk mengetahui massa benda, beban pada ketiga tiang diatur sehingga neraca setimbang. Ketika setimbang, kedudukan ketiga beban geser menunjukkan massa benda. Neraca digital mempunyai kepekaan yang lebih yang lebih baik dibanding neraca tiga lengan, artinya neraca digital sangat peka terhadap perubahan massa yang diukur. Oleh karena itu, pengukuran massa benda dengan neraca digital menghasilkan data pengukuran yang lebih akurat. 3. Alat Ukur Waktu Alat ukur waktu yang sering anda temukan dalam kehidupan sehari-hari adalah jam (jam dinding, jam bandul, jam tangan).Selain jam, alat ukur waktu yang paling sering digunakan dilabolatorium 33
  • 34. 34 adalah stopwatch. Dari segi tampilan penunjuk waktu terdapat 2 jenis stopwatch yaitu digital dan analog. (a) (b) Gambar 3.10 Stopwatch analog (a) dan (b) digital Pada stopwatch analog seperti gambar 3.10 a, jarak antara dua gores panjang yang ada angkanya adalah 2 sekon. Jarak ini dibagi atas 20 skala. Dengan demikian, skala terkecilnya adalah sekon = 0,1 sekon. Tentu saja ketelitian alat ini adalah : = x skala terkecil = x 0,1 sekon = 0,05 sekon Penggunaan stopwatch digital lebih mudah dibandingkan dengan stopwatch analog karena pada stopwatch digital hasil pengukuran dapat dibaca langsung dalam bentuk angka. F. Rangkuman 1. Mengukur adalah membandingkan sesuatu yang diukur dengan sesuatu lain yang sejenis yang ditetapkan sebagai satuan. Agar hasil pengukuran kita akurat, maka kita harus mengecek keakurasian alat tersebut. Keakurasian alat bisa dicek dengan metode the two-point calibration, yaitu pertama, apakah alat ukur sudah menunjuk nol sebelum digunakan? Kedua, apakah alat ukur memberikan pembacaan ukuran yang benar ketika digunakan untuk mengukur sesuatu yang standar. 34
  • 35. 35 2. Presisi menyatakan derajat kepastian hasil pengukuran. Presisi berkaitan dengan perlakuan dalam proses pengukuran, yang meliputi antara lain kualitas alat ukur, sikap teliti si pengukur kestabilan tempat di mana dilakukan pengukuran. Akurasi adalah kesesuaian antara hasil pengukuran dengan nilai yang sebenarnya. Sensitifitas adalah ukuran minimal yang masih dideteksi oleh alat tersebut. Resolusi atau daya pisah suatu alat ukur ditentukan oleh nilai skala terkecil dari suatu alat ukur. 3. Sumber-sumber ketidakpastian ada tiga yaitu ketidakpastian sistematik, ketidakpastian random, dan ketidakpastian pengamatan. 4. Hasil pengukuran suatu besaran fisis dilaporkan sebagai X=(Xo ∆X ), dimana X adalah nilai pendekatan terhadap nilai benar Xo dan ∆X adalah ketidakpastiannya. Untuk pengukuran tunggal nilai benar Xo adalah hasil pengukuran itu sendiri dan x = skala terkecil. Untuk pengukuran berulang, nilai benar Xo sama dengan nilai rata rata (Xo = X ) dan ketidakpastian sama dengan simpangan baku dengan rumus: ∑ ∑ ∆X =√ G. Latihan 1. Tiga orang siswa mengukur panjang buku dengan menggunakan mistar yang memiliki skala terkecil 1 mm. Tiap-tiap siswa menuliskan hasil pengukurannya, siswa I : 22 cm, siswa II : 21,8 cm, dan siswa III : 21,75 cm. Jelaskan siswa manakah yang mencatat dan melaporkan hasil pengukuran dengan benar? 2. Seseorang mengukur panjang beberapa benda menggunakan jangka sorong yang memiliki ketelitian 0,05 mm. Hasil 35
  • 36. 36 pengukurannya dengan menyertakan ketidakpastian dituliskan di bawah ini : Tabel hasil pengukuran panjang Benda Panjang (mm) A (20,1 ± 0,1) B (25,10 ± 0,05) C (25,5 ± 0,05) D (25,10 ± 0,01) Manakah penulisan hasil pengukuran panjang yang paling tepat? Tuliskan komentar Anda! 3. Tentukan hasil pengukuran panjang benda dengan menggunakan jangka sorong dinyatakan seperti pada gambar di bawah ini. 4. Tentukan hasil pengukuran tunggal diameter kawat dengan menggunakan mikrometer sekrup ditunjukkan pada gambar di bawah. 36
  • 37. 37 BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Pembahasan tentang sistem satuan sebagai langkah awal dari pembahasan tentang pengukuran karena dalam melakukan pengukuran selalu terkait dengan besaran dan satuan. Demikian pula pembelajaran fisika sangat erat kaitannya dengan proses pengukuran berbagai besaran fisika. Alat ukur yang digunakan dalam fisika pada umumnya sedikit berbeda dengan alat ukur yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan dalam pembelajaran fisika sering dituntut batas ketelitian alat ukur yang sangat tinggi. Pengukuran merupakan membandingkan sesuatu yang diukur dengan sesuatu lain yang sejenis yang ditetapkan sebagai satuan. Dalam melaksanakan pengukuran harus menguasai konsep pengukuran, mengenal alat ukur, dan dapat melakukan pengukuran dengan memperhatikan ketidakpastian pengukuran. B. Implikasi Mengingat materi pengukuran merupakan materi dasar dalam pembelajaran IPA khususnya fisika menjadi sebuah tuntutan dan keharusan untuk menguasai konsep pengukuran, mengenal alat ukur, dan dapat melakukan pengukuran, sehingga peserta diklat dapat melaksanakan proses pembelajaran tentang pengukuran dengan baik. C. Tindak Lanjut Penguasaan konsep dan pengetahuan tentang pengukuran tidak cukup, akan tetapi diperlukan praktik dan latihan yang terus menerus. Untuk itu peserta diklat harus selalu meningkatkan kompetensi sehingga proses pembelajaran dapat mencapai hasil yang optimal. 37
  • 38. 38 DAFTAR PUSTAKA Departemen Pendidikan Nasional. 2004. Materi Pelatihan Terintegrasi Buku 2. Jakarta: Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama. Djonoputro, B.D. 1984. Teori Ketidakpastian. Terbitan kedua, Bandung: Penerbit ITB. Halliday, D., Resnick, R. 1984. Physics, terjemahan: Pantur Silaban dan Erwin Sucipto, Jakarta: Erlangga. Kanginan, Marthen. 1997. Fisika SMA 1A. Jakarta: Erlangga. 38