Dokumen tersebut membahas tentang hubungan antara dokter dan pasien di rumah sakit. Terdapat 18 hak pasien yang diatur dalam undang-undang tentang rumah sakit, termasuk hak untuk mendapat informasi mengenai pengobatan, privasi data medis, dan memberikan persetujuan atas tindakan medis. Dokter perlu memahami pentingnya memenuhi hak-hak pasien tersebut dalam membangun hubungan yang berkualitas.
1. RAD Journal 2014:12:018
Dokter
dan
Pasien
Rumah
Sakit
Dokter dan Pasien Rumah Sakit, Robertus Arian Datusanantyo | 1
Ilustrasi:
Seorang
dokter
jaga
ruang
rawat
inap
merasa
gusar,
karena
keluarga
pasien
yang
sekarat
meminta
banyak
hal
yang
menurutnya
tidak
penting
dan
tidak
masuk
akal.
Walaupun
jengkel,
dokter
tersebut
berupaya
semaksimal
mungkin
memenuhi
permintaan
keluarga
pasien
tersebut.
Dua
hari
setelah
pasien
meninggal,
keluarganya
membuat
iklan
satu
halaman
penuh
di
tiga
koran
lokal
dan
dengan
rinci
mengucapkan
terima
kasih
yang
mendalam
kepada
rumah
sakit
yang
disebut
“sangat
memahami”
kebutuhan
keluarga
ketika
pasien
berada
dalam
pelayanan
akhir
hidup.
Pasien
Sebagai
Customer
Sebelum
Apple
Computer
menciptakan
iPod,
alat
pemutar
musik
digital
yang
tampak
praktis
sekaligus
keren
tidak
dikenal.
Dengan
strategi
pemasaran
tertentu,
mereka
menciptakan
pasar
sampai
pada
titik
penting
sehingga
para
customer
menjadi
alasan
utama
mereka
untuk
terus
mengembangkan
iPod.
Orientasi
pada
keinginan
untuk
memberikan
apa
yang
menjadi
harapan
customer
adalah
urusan
terpenting
di
Apple
Computer
dan
banyak
perusahaan
dunia
lainnya.
Kondisi
ini
sangat
terbalik
dengan
kondisi
di
rumah
sakit
kita.
Kebutuhan
pasien
tidak
pernah
menjadi
urusan
yang
benar-‐benar
paling
penting.
Walau
mutu
rumah
sakit
dan
keselamatan
pasien
mulai
menjadi
isu
yang
mengemuka,
namun
tetap
saja
bukan
kebutuhan
pasien
yang
menjadi
urusan
terpenting
rumah
sakit,
melainkan
bagaimana
menjalankan
bisnis
rumah
sakit
dengan
aman.
Harus
diakui
memang
ada
reduksi
nilai
pada
hubungan
dokter
dan
pasien
dibanding
pada
jaman
Hippocrates.
Imbalan
jasa
medis
yang
dahulu
merupakan
ucapan
terima
kasih
pasien
kepada
dokter
saat
ini
oleh
rumah
sakit
ditetapkan
besarannya.
Bahkan
para
dokter,
terutama
spesialis
yang
jarang
dan
para
konsultan,
menetapkan
sendiri
besaran
tarif
sesi
konsultasi
dengan
pasien.
Semestinya,
hal
ini
justru
membuat
urusan
kebutuhan
pasien
menjadi
urusan
yang
lebih
penting
daripada
ketika
jaman
Hippocrates
karena
alasan
ekonomi.
Namun,
sekali
lagi,
ini
juga
tidak
terjadi.
Dalam
ilmu
manajemen
modern
dikenal
istilah
customer
value
mindset.
Pola
pikir
ini
mementingkan
customer
value
dalam
membangun
bisnis
rumah
sakit.
Sebelum
mendalaminya,
perlu
dipahami
bagaimana
pasien
adalah
customer
dalam
perspektif
manajemen
rumah
sakit.
Para
dokter
sering
mengatakan
bahwa
tabu
menyebut
pasien
sebagai
customer.
Customer
tidak
dapat
disebut
pelanggan
dalam
bahasa
Indonesia
karena
pelanggan
dalam
bahasa
Indonesia
berarti
pembeli
yang
berulang
datang
kembali.
Customer
adalah
siapa
saja
yang
mempergunakan
hasil
kerja
seseorang
atau
tim.
Customer
bukan
berarti
end-‐user.
Seorang
ibu
yang
berbelanja
popok
bayi
membergunakan
hasil
kerja
pembuat
popok
bayi.
Namun
tentu
popok
bayi
ini
tidak
dipakainya
sendiri,
melainkan
dipakai
oleh
bayinya
yang
masih
sering
mengompol.
Para
dokter
yang
berkarya
di
rumah
sakit
perlu
memahami
bahwa
tujuan
bisnis
adalah
menciptakan
customer.
Pada
diri
setiap
customer
terdapat
potensi
kebutuhan
yang
akan
menjadi
permintaan
efektif
setelah
ada
aksi
pemasaran
maupun
inovasi
dari
pelaku
bisnis.
Di
rumah
sakit,
kita
boleh
menggolongkan
customer
menjadi
dua,
yaitu
internal
dan
eksternal.
Customer
internal
adalah
mereka
yang
berada
pada
proses
berikutnya.
Contoh:
dokter
spesialis
yang
menjadi
dokter
penanggung
jawab
pelayanan
menerima
pasien
setelah
diberikan
terapi
awal
di
IGD.
Doker
ini
adalah
customer
internal
dari
IGD.
Sementara
itu,
customer
eksternal
atau
customer
akhir
adalah
mereka
yang
berada
di
luar
organisasi
rumah
sakit.
Pasien
adalah
customer
eksternal.
Customer
value
adalah
selisih
antara
manfaat
dan
pengorbanan
customer
yang
ditentukan
oleh
kualitas
hubungan
antara
customer
dan
pelaku
bisnis.
Dalam
kegiatan
sehari-‐hari
di
rumah
sakit,
manfaat
yang
diterima
pasien
dikurangi
pengorbanan
yang
dilakukan
pasien
adalah
customer
value.
Semakin
baik
hubungan
antara
dokter
dan
pasien,
semakin
tinggi
customer
value
karena
hubungan
yang
baik
adalah
pelipat
ganda
value.
Oleh
karena
itu,
penting
bagi
dokter
di
rumah
sakit
untuk
dapat
menciptakan
hubungan
yang
berkualitas
dengan
pasien.
Di
bawah
ini
terdapat
uraian
mengenai
hak
pasien
dan
pelayanan
berpusat
pada
pasien
yang
dapat
membantu
dokter
dalam
menciptakan
hubungan
yang
berkualitas
dengan
pasien.
2. RAD Journal 2014:12:018
Hak
Pasien
Undang-‐undang
Rumah
Sakit
no.
44
tahun
2009
mengatur
ada
sejumlah
hak
pasien.
Jumlah
hak
pasien
yang
diatur
oleh
undang-‐undang
tersebut
adalah
18.
Sebagian
adalah
hak
yang
sudah
dikenal
sejak
para
dokter
belajar
ilmu
kedokteran
dasar,
namun
ada
juga
beberapa
hak
yang
sangat
baru.
Hak
pasien
tersebut
adalah:
1. Memperoleh
informasi
mengenai
tata
tertib
dan
peraturan
yang
berlaku
di
sumah
sakit;
2. Memperoleh
informasi
tentang
hak
dan
kewajiban
pasien;
3. Memperoleh
layanan
yang
manusiawi,
adil,
jujur,
dan
tanpa
diskriminasi;
4. Memperoleh
layanan
kesehatan
yang
bermutu
sesuai
dengan
standar
profesi
dan
standar
Dokter dan Pasien Rumah Sakit, Robertus Arian Datusanantyo | 2
prosedur
operasional;
5. Memperoleh
layanan
yang
efektif
dan
efisien
sehingga
pasien
terhindar
dari
kerugian
fisik
dan
materi;
6. Mengajukan
pengaduan
atas
kualitas
pelayanan
yang
didapatkan;
7. Memilih
dokter
dan
kelas
perawatan
sesuai
dengan
keinginannya
dan
peraturan
yang
berlaku
di
rumah
sakit;
8. Meminta
konsultasi
tentang
penyakit
yang
dideritanya
kepada
dokter
lain
yang
mempunyai
surat
ijin
praktik
(SIP)
baik
di
dalam
maupun
di
luar
rumah
sakit;
9. Mendapatkan
privasi
dan
kerahasiaan
penyakit
yang
diderita
termasuk
data-‐data
medisnya;
10. Mendapat
informasi
yang
meliputi
diagnosis
dan
tata
cara
tindakan
medis,
tujuan
tindakan
medis,
alternatif
tindakan,
risiko
dan
komplikasi
yang
mungkin
terjadi,
dan
prognosis
terhadap
tindakan
yang
dilakukan
serta
perkiraan
biaya
pengobatan;
11. Memberikan
persetujuan
atau
menolak
atas
tindakan
yang
akan
dilakukan
oleh
tenaga
kesehatan
terhadap
penyakit
yang
dideritanya;
12. Didampingi
keluarganya
dalam
keadaan
kritis;
13. Menjalankan
ibadah
sesuai
agama
atau
kepercayaan
yang
dianutnya
selama
hal
itu
tidak
mengganggu
pasien
lainnya;
14. Memperoleh
keamanan
dan
keselamatan
dirinya
selama
dalam
perawatan
di
rumah
sakit;
15. Mengajukan
usul,
saran,
perbaikan
atas
perlakuan
rumah
sakit
terhadap
dirinya;
16. Menolak
pelayanan
bimbingan
rohani
yang
tidak
sesuai
dengan
agama
dan
kepercayaan
yang
dianutnya;
17. Menggugat
dan/atau
menuntut
rumah
sakit
apabila
rumah
sakit
diduga
memberikan
pelayanan
yang
tidak
sesuai
dengan
standar
baik
secara
perdata
ataupun
pidana;
dan
18. Mengeluhkan
pelayanan
rumah
sakit
yang
tidak
sesuai
dengan
standar
pelayanan
melalui
media
cetak
dan
elektronik
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-‐undangan.
Dua
hak
yang
terakhir
sampai
saat
ini
masih
menjadi
perdebatan
dan
belum
sepenuhnya
bisa
diterima
oleh
para
dokter.
Hak
menggugat
ini,
walaupun
dilayangkan
untuk
rumah
sakit
namun
secara
langsung
akan
mengenai
pelayanan
yang
dilakukan
oleh
dokter
mengingat
inti
pelayanan
di
rumah
sakit
adalah
pelayanan
dokter.
Dalam
hal
ini,
penting
bagi
dokter
untuk
menjalin
komunikasi
intensif
dengan
direktur
atau
direktur
utama
rumah
sakit.
Pasal
46
undang-‐undang
yang
sama
mengatakan
bahwa
rumah
sakit
bertanggung
jawab
secara
hukum
terhadap
kerugian
yang
timbul
atas
kelalaian
tenaga
kesehatan
di
rumah
sakit.
Direktur
sebagai
representasi
rumah
sakit
sebagai
badan
hukum,
adalah
orang
yang
akan
dimintai
pertanggungjawaban
dalam
proses
ini.
Lalai
atau
tidak,
dokter
yang
pasiennya
mengajukan
klaim
kerugian
akan
terbawa
dalam
proses
dan
harus
kooperatif
dalam
penyelesaiannya
secara
internal
karena
akan
membawa
konsekuensi
pada
kelangsungan
hidup
rumah
sakit.
Terlepas
dari
dua
hak
yang
masih
menjadi
perdebatan
tersebut,
masih
ada
banyak
hak
lain
yang
perlu
diperhatikan
oleh
dokter
ketika
melayani
pasien.
Beberapa
hal
memang
harus
dilakukan
oleh
personel
rumah
sakit
yang
lain
seperti
misalnya
mendapatkan
informasi
tata
tertib,
informasi
biaya,
pendampingan
spiritual
sesuai
agama
yang
dianutnya,
dan
lain-‐lain.
Namun
demikian,
beberapa
hak
lain
sangat
erat
berhubungan
dengan
pelayanan
dokter,
misalnya
mendapatkan
penjelasan
dan
informasi,
mendapatkan
privasi,
mendapat
jaminan
kerahasiaan,
dan
mendapatkan
informasi
di
mana
bisa
memperoleh
second
opinion.
3. RAD Journal 2014:12:018
Tidak
mudah
untuk
memenuhi
hak-‐hak
pasien
tersebut.
Hak
pasien
untuk
tidak
mendapatkan
diskriminasi
contohnya.
Tidak
mudah
untuk
memberikan
pelayanan
yang
sama
ramahnya,
sama
rapinya,
sama
senyumnya,
pada
pasien
kelas
tiga
dengan
jaminan
pembayaran
dari
pemerintah
dibandingkan
pada
pasien
VIP
yang
membayar
out
of
pocket.
Sama
dengan
pelayanan
yang
diberikan
kepada
pasien
etnis
tertentu
yang
kepada
mereka
melekat
stigma
tertentu.
Juga
kepada
pada
para
pasien
yang
dengan
profesi
atau
latar
belakang
pendidikan
tertentu
yang
sering
bermasalah
dengan
para
dokter.
Dengan
pengertian
yang
mendalam
atas
customer
value
di
atas,
pemenuhan
hak
pasien
ini
hanyalah
panduan
dasar
(dan
standar)
dalam
pelayanan
pasien.
Seiring
dengan
waktu,
seluruh
rumah
sakit
dan
dokter
di
dalamnya
akan
membuat
pelayananya
kepada
pasien
memenuhi
hak-‐hak
ini.
Tidak
ada
strategi
selain
berubah
dan
mulai
mengenali
hak
pasien
ini
sebagai
pelayanan
yang
standar.
Untuk
mengintegrasikannya,
berikut
ditawarkan
pendekatan
pelayanan
berpusat
pada
pasien
sebagai
cara
mudah
untuk
mewujudkannya.
Pelayanan
Berpusat
pada
Pasien
Pelayanan
kedokteran
sedapat
mungkin
menyembuhkan
penyakit
bila
mungkin,
namun
pelayanan
kedokteran
harus
selalu
mengurangi
penderitaan.
Sering
kali,
pasien
dan
keluarga
merasa
diabaikan
oleh
pelayanan
rumah
sakit
terutama
dalam
proses
pengambilan
keputusan,
mendapatkan
informasi
yang
dibutuhkan,
didengar,
dan
partisipasi
pada
sistem
pelayanan
yang
melayani
kebutuhan
mereka.
Abainya
pelayanan
kedokteran
dan
pelayanan
rumah
sakit
dalam
hal
ini
tidak
pernah
bisa
mengurangi
penderitaan.
Kerap
kita
melihat
di
rumah
sakit
daerah
maupun
rumah
sakit
swasta,
pasien
berusia
tua
yang
datang
dari
desa
kesulitan
mengurus
administrasi.
Rasanya
sulit
sekali
mengakses
pelayanan
kedokteran
karena
syarat
yang
selalu
saja
kurang.
Tidak
ada
yang
membantu
mereka.
Penderitaan
karena
sakit
yang
diderita
tidak
dikurangi,
justru
ditambah
dengan
kerumitan
urusan
administrasi
yang
membuat
pusing
kepala.
Mengacu
kepada
uraian
pasien
sebagai
customer
di
atas,
dikenal
istilah
pelayanan
berpusat
pada
pasien
atau
Dokter dan Pasien Rumah Sakit, Robertus Arian Datusanantyo | 3
patient-‐centered
care.
Pelayanan
berpusat
pada
pasien
memiliki
enam
dimensi,
yaitu:
1)
Menghormati
nilai-‐nilai
pasien,
pilihan,
dan
kebutuhan
yang
disampaikan,
2)
Koordinasi
dan
integrasi
pelayanan,
3)
Informasi,
komunikasi,
dan
pendidikan,
4)
Kenyamanan
fisik,
5)
Dukungan
emosional,
dan
6)
Keterlibatan
keluarga
dan
teman.
Tujuan
utama
pelayanan
berpusat
pada
pasien
adalah
untuk
melakukan
modifikasi
pelayanan
untuk
memenuhi
kebutuhan
spesifik
dan
kondisi
tiap
individu.
Dengan
demikian,
pelayanan
dimodifikasi
untuk
merespon
pasien
dan
bukan
pasien
yang
harus
menyesuaikan
pada
pelayanan.
Pilihan,
nilai,
dan
kebutuhan
pasien
juga
berbeda
antara
satu
pasien
dengan
yang
lain.
Beberapa
orang
sangat
kawatir
dengan
prosedur-‐prosedur
medis
dan
memerlukan
penjelasan
yang
jauh
lebih
panjang
dan
kompleks.
Beberapa
orang
lain
bersedia
menanggung
risiko
atas
tindakan
medis
yang
agresif
namun
membutuhkan
pendampingan
untuk
menyelesaikan
persoalan
pembiayaan
misalnya.
Perbedaan
antar
pasien
dan
antar
kondisi
ini
perlu
dipahami
dan
diintervensi
dengan
cara
yang
sesuai
sesuai
penghormatan
terhadap
nilai,
pilihan,
dan
kebutuhan
yang
disampaikan.
Kebutuhan
yang
berbeda-‐beda
mempengaruhi
perilaku
sakit
pasien.
Di
sinilah
peran
dokter
di
rumah
sakit
untuk
mengintegrasikan
data
dan
riwayat
dari
pemeriksaan
sebelumnya
(dan
mungkin
di
tempat
lain).
Satu
pasien
mungkin
menginginkan
rumah
sakit
dan
dokter
merencanakan
berbagai
pemeriksaan
penunjang,
namun
pasien
lain
dapat
saja
menginginkan
pemeriksaan
penunjang
dilakukan
dengan
pilihan-‐pilihan
yang
paling
sesuai
dengan
sumber
daya
mereka.
Memastikan
proses
ini
terkoordinasi
dan
terintegrasi
merupakan
tantangan
bagi
dokter
di
rumah
sakit.
Proses
yang
terkoordinasi
tersebut
perlu
diimbangi
dengan
pemberian
informasi
yang
lengkap.
Sebagian
besar
pasien
ingin
mengetahui
apa
ada
yang
salah
dengan
diri
mereka,
apa
diagnosisnya
dan
bagaimana
mengatasinya.
Prognosis
yang
biasa
dibuat
oleh
dokter
juga
dapat
menjadi
senjang
dengan
kebutuhan
pasien.
Dokter
cenderung
menilai
prognosis
berdasarkan
kemungkinan
kehidupan,
kemungkinan
fungsional
diri,
dan
kemungkinan
kesembuhan.
Namun,
bagi
pasien,
informasi
mengenai
prognosis
yang
paling
dinanti
adalah
bagaimana
penyakit
ini
akan
4. RAD Journal 2014:12:018
mempengaruhi
cara
mereka
menjalani
hidup
(pekerjaan,
olah
raga,
hobi,
dll)
dan
apa
saja
pilihan
yang
tersedia
untuk
mengelola
kemungkinan-‐kemungkinan
ini.
Dukungan,
baik
kenyamanan
fisik
maupun
dukungan
emosional
perlu
disediakan
baik
oleh
dokter
maupun
profesi
kesehatan
yang
lain.
Pasien
dengan
sesak
nafas
di
akhir
hidup
perlu
dikelola
agar
tidak
perlu
terlalu
menderita
dengan
sesak
nafasnya
tersebut.
Dukungan
emosional
maupun
spiritual
perlu
terus
diberikan
diimbangi
dengan
kenyamanan
fisik
tersebut.
Akhirnya,
penting
juga
bagi
dokter
bahwa
dukungan
kenyamanan
fisik
dan
dukungan
emosional
tersebut
paling
baik
disediakan
oleh
keluarga
maupun
teman
pasien.
Untuk
masyarakat
Indonesia
yang
biasa
hidup
dalam
keluarga
besar,
kehadiran
anggota
keluarga
yang
lain
dapat
sangat
membantu
secara
emosional.
Smentrara
di
kota-‐kota
besar
yang
makin
individualistis,
peran
teman
sekerja
atau
sehobi
dapat
dipertimbangkan.
Sampai
saat
ini,
hanya
keluarga
yang
mendapat
akses
untuk
memberikan
dukungan
emosional
bagi
pasien
yang
sakit.
Perlu
dipertimbangkan
untuk
melibatkan
teman,
pekerja
sosial,
maupun
pendamping
rohani
yang
selama
ini
bekerja
sama
dalam
pengelolaan
pasien
untuk
diperlakukan
sebagai
keluarga
pasien.
Dokter dan Pasien Rumah Sakit, Robertus Arian Datusanantyo | 4
Mengintegrasikan
Customer
Value
di
Rumah
Sakit
Uraian
mengenai
pelayanan
berpusat
pada
pasien,
hak
pasien,
dan
customer
value
di
atas
merangsang
pertanyaan,
“bagaimana
customer
value
dapt
diwujudkan
oleh
dokter
yang
bekerja
di
rumah
sakit?”
Untuk
hal
ini,
Mulyadi
dalam
bukunya:
Sistem
Perencanaan
dan
Pengendalian
Manajemen
(SPPM)
mengatakan
bahwa
kunci
penerapan
paradigma
customer
value
ada
tiga,
yaitu
integritas,
kerendahan
hati,
dan
kesediaan
untuk
melayani.
Ketiganya
disebut
sebagai
nilai
dasar.
Ketiga
nilai
dasar
ini
perlu
ditambah
dengan
keyakinan
dasar.
Bagi
dokter
yang
berkarya
di
rumah
sakit,
keyakinan
dasar
tersebut
perlu
dimodifikasi
menjadi:
1)
bisnis
rumah
sakit
merupakan
mata
rantai
penghubung
pemasok
dan
pasien;
2)
pasien
merupakan
tujuan
karya
dokter
di
rumah
sakit,
dan
3)
sukses
adalah
penilaian
terhadap
suara
pasien.
Suara
pasien
yang
dimaksud
sering
kali
diukur
dengan
kepuasan
pasien
atau
pengalaman
pasien.
Dokter
yang
berintegritas
mampu
melakukan
apa
yang
dikatakan
menjadi
realitas,
baik
apa
itu
menguntungkan
baginya
maupun
sebaliknya.
Pasien
akan
memilih
untuk
berinteraksi
dan
percaya
pada
dokter
yang
benar-‐benar
berintegritas
dan
berupaya
keras
mewujudkan
apa
yang
dikatakannya.
Tentu
dalam
hal
ini
dokter
tidak
dibenarkan
mengatakan
janji
atas
kesembuhan.
Sebaik-‐baiknya
janji
adalah
janji
untuk
memberikan
usaha
yang
terbaik
dalam
kerja
sama
mengupayakan
kesembuhan
atau
solusi
atas
masalah
pasien.
Setiap
dokter
pasti
mampu
menerima
kondisi
hubungan
dengan
pasien
apabila
sesuai
dengan
harapannya.
Kesulitan
mulai
timbul
apabila
kondisi
hubungan
dengan
pasien
yang
dilayaninya
mulai
berjalan
tidak
sesuai
harapan.
Kondisi
mental
untuk
menerima
seseorang,
sesuatu,
atau
suatu
kondisi
apa
adanya
disebut
dengan
kerendahan
hati.
Sikap
mental
ini
penting
karena
dengan
kerendahan
hati,
dokter
dapat
mengakui
bahwa
suara
customer
adalah
yang
penting
dan
benar.
Kerendahan
hati
juga
yang
dapat
mendorong
dokter
untuk
selalu
bersedia
melayani
orang
lain.
Dengan
kerendahan
hati
dan
kesediaan
melayani,
pasien
akan
selalu
merasa
dipedulikan
oleh
rumah
sakit
dan
oleh
dokter
sehingga
fokus
rumah
sakit
terhadap
customer
value
dapat
terwujud.
Penutup
Paradigma
pasien
sebagai
customer
memang
belum
terlalu
populer
dan
bisa
dibilang
kontroversial.
Paradigma
bahwa
nilai
yang
didapat
pasien
dari
pengalamannya
di
rumah
sakit
perlu
terus
disampaikan
agar
para
dokter
yang
bekerja
di
rumah
sakit
dapat
mengimplementasikannya
lewat
konsep
pelayanan
berpusat
pada
pasien
dan
juga
pemahaman
integratif
atas
hak
pasien.
Penulis
Artikel
ini
dipersiapkan
dan
ditulis
oleh
dr.
Robertus
Arian
Datusanantyo.
Tulisan
ini
merupakan
tulisan
ketiga
dari
seri
Dokter
dan
Manajemen
Rumah
Sakit
yang
sedang
ditulis
sebagai
pertanggungjawaban
keilmuan.
5. RAD Journal 2014:12:018
Daftar
Bacaan
________,
2009.
Undang-‐Undang
Republik
Indonesia
Nomor
44
Tahun
2009
Tentang
Rumah
Sakit
Committee
on
Quality
of
Health
Care
in
America,
Institute
of
Medicine.,
2001.
Crossing
the
Quality
Chasm
:
A
New
Health
System
for
the
21st
Century.
Washington
DC:
National
Academy
Press.
Mulyadi.,
2007.
Sistem
Perencanaan
dan
Pengendali
Manajemen:
Sistem
Pelipatganda
Kinerja
Perusahaan.
Jakarta:
Penerbit
Salemba
Empat.
Dokter dan Pasien Rumah Sakit, Robertus Arian Datusanantyo | 5