Produksi:Sutradara:Penulis Skenario:Pemeran Utama:Film ini menceritakan tentang kehidupan seorangpecandu narkoba bernama Dewo (Guiliano MathinoLio) dan adiknya Tasya (Tya Arifin) yang juga terjerumusdalam dunia narkoba. Kisah ini menggambarkanbagaimana dampak dari kecanduan narkoba terhadapsebuah keluarga.Nanang IstiabudiPT. Merry Go Round
Similar to Produksi:Sutradara:Penulis Skenario:Pemeran Utama:Film ini menceritakan tentang kehidupan seorangpecandu narkoba bernama Dewo (Guiliano MathinoLio) dan adiknya Tasya (Tya Arifin) yang juga terjerumusdalam dunia narkoba. Kisah ini menggambarkanbagaimana dampak dari kecanduan narkoba terhadapsebuah keluarga.Nanang IstiabudiPT. Merry Go Round
Similar to Produksi:Sutradara:Penulis Skenario:Pemeran Utama:Film ini menceritakan tentang kehidupan seorangpecandu narkoba bernama Dewo (Guiliano MathinoLio) dan adiknya Tasya (Tya Arifin) yang juga terjerumusdalam dunia narkoba. Kisah ini menggambarkanbagaimana dampak dari kecanduan narkoba terhadapsebuah keluarga.Nanang IstiabudiPT. Merry Go Round (20)
Produksi:Sutradara:Penulis Skenario:Pemeran Utama:Film ini menceritakan tentang kehidupan seorangpecandu narkoba bernama Dewo (Guiliano MathinoLio) dan adiknya Tasya (Tya Arifin) yang juga terjerumusdalam dunia narkoba. Kisah ini menggambarkanbagaimana dampak dari kecanduan narkoba terhadapsebuah keluarga.Nanang IstiabudiPT. Merry Go Round
1. F F li m m - S e n i & & E E d u k a is i
i
l - S e n i
d u k a s
F F F i li l mmm - - S S e e n n i i & & & E E E d d u u k k a a s is i i
i
l - S e n i
d u k a s
FREE MAGAZINE - EDISI 2 - SEPTEMBER 2013 2013
FREE MAGAZINE - EDISI 2 - SEPTEMBER
FREE MAGAZINE - EDISI 2 -2 -2 - SEPTEMBER 2013
FREE MAGAZINE - EDISI SEPTEMBER 2013
FREE MAGAZINE - EDISI SEPTEMBER 2013
MUSIC REPORT
MUSIC REPORT
MUSIC REPORT
MUSIC REPORT
MUSIC REPORT
LIPUTAN
LIPUTAN
LIPUTAN
LIPUTAN
LIPUTAN
IMPAS
IMPAS
IMPAS
IMPAS
IMPAS
INDONESIAN
INDONESIAN
INDONESIAN
INDONESIAN
INDONESIAN
MOTION
MOTION
MOTION
MOTION
MOTION
PICTURE
PICTURE
PICTURE
PICTURE
PICTURE
ASSOCIATION
ASSOCIATION
ASSOCIATION
ASSOCIATION
ASSOCIATION
MANCANEGARA
MANCANEGARA
MANCANEGARA
MANCANEGARA
MANCANEGARA
VENICE FILM FESTIVAL
VENICE FILM FESTIVAL
VENICE FILM FESTIVAL
VENICE FILM FESTIVAL
VENICE FILM FESTIVAL
KOMUNITAS
KOMUNITAS
KOMUNITAS
KOMUNITAS
KOMUNITAS
Rudi Soedjarwo
Rudi Soedjarwo
Rudi Soedjarwo
Rudi Soedjarwo
Rudi Soedjarwo
INTERVIEW
INTERVIEW
interview
INTERVIEW
INTERVIEW
INTERVIEW
September 2013 l Kinescope l 1
4. Daftar isi
Cover Story
70
Metallica
10 ARKIPEL
International Documentary &
Experimental Film Festival 2013
REVIEW
74
16 CINTA/MATI
Rom-Com ‘Bunuh Diri’
18 The CONJURING
Kengerian Exorcism
yang Repetitif
Kinescope Launching
40
Denok & Gareng
FESTIVAL
20 Venice Film Festival
The Venice Film Festival atau Venice
International Film Festival adalah
festival film internasional
tertua di dunia.
34
Opini Publik
23.59 Sebelum Mati
28 Film Bagus? Ini Cara
Menentukannya
“Sebuah bencana bagi struktur
kebudayaan sebuah masyarakat dan
peradaban ketika para produser dan
pembuat film hanya memikirkan dan
mementingkan orientasi profit saja dari
karya filmnya.”
30 Wahai Para Kritikus Film
“Mengapa para penikmat film tak
membaca tulisan kritikus film karena
para kritikus ini kekurangan humor,
asyik sendiri menelaah dengan katakata yang membuat pembacanya
harus selalu sedia kamus bahasa
Indonesia.”
32 Apa Itu Sebenarnya
Bintang Film?
Begitu charming dan berpengaruhnya
seorang aktor atau BINTANG FILM,
hingga bisa membatalkan sebuah
produksi film, jika dia menolak untuk
terlibat.
On Location
36 Wanita tetap wanita
Wanita Tetap Wanita merupakan
tanda cinta bagi seluruh perempuan
Indonesia. Disutradarai oleh 4 orang
sutradara muda Indonesia, Irwansyah,
Teuku Wisnu, Didi Riyadi dan Reza
Rahadian.
4 l Kinescope l September 2013
SPOTLIGHT
38 Bintang-Bintang Film Indonesia
yang berkiprah Internasional
“Dengan menggunakan Indonesia
sebagai lokasi syuting, tentu ini membuka
kesempatan bintangbintang film lokal
untuk terlibat dalam produksi film
luar”sutradara dan juga enyanyi.
p
SEJARAH
44 Kisah Seniman Peranakan,
Si Item Tan Tjeng Bok
Kita mungkin sudah lupa dengan seorang
seniman besar peranakan Tionghoa yang
begitu terkenal di dunia perfilman Indonesia
selama tiga dekade, terutama di era tahun
70-an.
liputan
48 DRUPADI PANDAVA DIVA
“Ini merupakan kerumitan
tersendiri”
50 MUSLIHAT OK .VIDEO
Pameran 91 Karya Video dan Seni
Media yang Mengakali Teknologi
50 IMPAS
Para pekerja perfilman Indonesia
dari berbagai profesi
TEATER
66 Teater Miss TijTjih
Yang Megah Yang Tergerus Zaman
tokoh dunia
56 Roger Ebert
Pada tanggal 4 April 2013, perfilman dunia
kehilangan salah satu sosok kritikus
terbaiknya. Roger Joseph Ebert meninggal
dunia pada usia 70 tahun dan mengakhiri
perjuangannya selama 11 tahun enghadapi
cancer.
teknologi
58 Mengenal IMax
INTERVIEW
66 Rudi Soedjarwo
Sebuah pagelaran festival musik rock.
KOMUNITAS
70 Forum Lenteng
Saat ini Forum Lenteng adalah satu dari
sekian komunitas yang berkomitmen
dan berdedikasi tinggi mengamati,
mengembangkan dan mengkaji isu-isu
sosial dan budaya masyarakat.v
6. f i l m ,
s e n i
&
Salam Redaksi
e d u k a s i
Penasehat Redaksi
Farid Gaban
Wanda Hamidah
Andibachtiar Yusuf
Biem T Benjamin
Pemimpin Umum
Hasreiza
Pemimpin redaksi
Reiza Patters
Redaktur Pelaksana
Muhammad Adrai
Redaktur
Doni Agustan
Sekretaris
Faisal Fadhly
Kontributor
Shandy Gasella
Deddy Setyadi
Ahmad Hasan Yuniardi
Desain Grafis & Tata Letak
al Fian adha
Artistik & Editor Foto
Rizaldi Fakhruddin
Fotografer
Hery Yohans
Arista Kusumastuti
Penjualan & Pemasaran
Ollivia Selagusta
pengembangan & komunitas
Jusuf Alin Lubis
Distribusi & Sirkulasi
Faisal Fadhly
subScriptions
Gedung Graha Utama
Jl. Raya Pasar Minggu KM 17 No. 21
Jakarta Selatan
“Kendala terbesar adalah konsistensi.
Konsistensi untuk berjuang bersama dan
terus menerus melakukan evaluasi dan
introspeksi.”
P
eluncuran secara resmi edisi perdana Kinescope telah berjalan dengan cukup
sukses. Keriuhan dan kemeriahan pada saat acara mewarnai acara peluncuran
tersebut. Dengan hadirnya banyak orang dari berbagai kalangan, sahabat, handai
taulan, cukup menjadi pelecut semangat agar Kinescope bisa terus bergerak
sebagai tanda keberadaan akan visi dan tujuan yang mulia. Bergerak dan bisa ditemui
dengan mudah oleh publik agar pesan dan misi yang ada betul-betul bisa membumi.
Namun kami menyadari bahwa semangat saja tidaklah cukup. Diperlukan usaha yang
keras dan doa yang tiada berputus, agar Kinescope bisa terus menerus menyapa pembaca,
menyentuh para penikmat seni, menegur para praktisi seni dan pengambil kebijakan agar
pola peradaban bangsa bisa terus menerus diperbaiki hingga mencapai taraf relevansi
yang sesuai dengan situasi dan perkembangan zaman. Untuk itu, kendala terbesar adalah
konsistensi. Konsistensi untuk berjuang bersama dan terus menerus melakukan evaluasi
dan introspeksi.
Integritas sudah bukan persoalan bagi Kinescope, karena ini sudah menjadi komitmen
awal yang kuat. Akuntabilitas pun begitu, karena sistem kepemilikan bersama yang menjadi
tonggak kebersamaan. Konsistensilah yang masih harus teruji di dalam kebersamaan itu.
Ujian konsistensi tersebut akan ada terus sepanjang Kinescope masih mampu bertahan.
Dan itu perjuangan.
Untuk itu, dukungan semua pihak agar gagasan dan visi besar ini bisa terus bergulir dan
terwadahi di dalam Kinescope, sangat dibutuhkan. Mulai dari dukungan semua individu
yang ada di dalam wadah ini sebagai sebuah tim yang solid, hingga dukungan dari pihakpihak di luar sana yang memiliki visi yang sama serta mengamini gagasan besar yang kami
coba bangun dan dibumikan. Doakan kami agar mampu menjaga konsistensi perjuangan,
mampu terus menerus memperbaiki diri dan usaha-usaha membumikan gagasan besar ini,
untuk dunia sinema dan seni Indonesia yang lebih baik. Salam!
Cover Story
International Documentary &
Experimental Film Festival
ARKIPEL | Pertama diluncurkan
www.kinescopeindonesia.com
info@kinescopeindonesia.com
iklan@kinescopeindonesia.com
redaksi@kinescopeindonesia.com
langganan@kinescopeindonesia.com
@KinescopeMagz
6 l Kinescope l September 2013
di Jakarta. Secara resmi, ARKIPEL
Documentary & Experimental Film Festival
dibuka pada 24 Agustus 2013 di GoetheHaus,
menteng Jakarta, dengan pemutaran empat
film yang diikutkan dalam kompetisi, yaitu
Climax (Shinkan Tamaki – Jepang), Les
fantones de l’escarlate (Julie Nguyen Van
Qui – Perancis), Momentum (Boris Seewald
– Jerman) dan Hermeneutics (Alexei
Dmitriev – Russia).
8. ON PRODUCTIONS
Produser
Iwan Tjokro Saputro
Roy A
Steven
Sutradara
Dwi Ilalang
Penulis
Robert Ronny
Maruska Bath
Dwi Ilalang
Pemeran
RoziHerdian
Gita Sinaga
Arick Pramana
Daniel ED Rombot
Irwan Gardiawan
Baron Hermanto
Gevangenis
K
isah cinta Herlam (Rozi Herdian) dan
Anita (Gita Sinaga) yang terpisah
selama 10 tahun karena herlam harus
masuk penjara demi membela cintanya.
Tak banyak yang tahu kalau dalam
waktu dekat, sebuah film Indonesia
berjudul “Gevangenis” akan segera
tayang di layar lebar. Film yang disutradarai oleh Dwi Ilalang dan dibintangi
oleh Rozi Herdian, Gita Sinaga, Arick
Pramana, Daniel ED Rombot, Irwan
Gardiawan, serta Baron Hermanto ini
bahkan sudah merilis trailer mereka.
Ada dua trailer yang bisa Criters
tonton di bawah ini; Pre-Trailer yang
sudah ditonton oleh 55 ribu orang, dan
trailer yang baru rilis 17 Oktober lalu.
Hingga berita ini diturunkan, trailer
penuh film tersebut telah disaksikan
oleh 11,749 orang penonton.
“Gevangenis” yang berarti ‘Penjara’
dalam bahasa Belanda bercerita tentang kisah cinta Herlam (Rozi Herdian)
dan Anita (Gita Sinaga) yang terpisah
selama 10 tahun karena herlam harus
masuk penjara demi membela cintanya.
Film produksi Humalang ini menawarkan nuansa yang berbeda dari
film-film Indonesia pada umumnya.
Film yang naskahnya ditulis oleh Robert
Ronny, Maruska Bath, dan Dwi Ilalang
ini tak hanya akan menampilkan kisah
drama dan action, tapi juga cerita
kelam dibalik jeruji penjara dan serbaserbi kehidupan seorang narapidana.
Belum ada tanggal pasti mengenai
kapan film ini akan rilis. Kalau criters
penasaran, bisa langsung follow akun
twitter mereka di @GevangenisMovie
untuk informasi lebih lanjut.
Merry Go Round
D
ewo menjadi pecandu sejak kuliah. Akibat
terjerat dalam dunia hitam itu, Dewo dikeluarkan
dari kampusnya di luar negeri. Tasya, adik Dewo juga
jadi korban. Orangtua mereka hanya bisa menutupnutupi sejarah hitam anak-anaknya agar tidak dianggap gagal dalam mendidik anak.
Tasya mulai frustasi dengan sikap orangtuanya.
Apalagi ia pernah ditukar dengan sepaket narkoba
oleh Dewo. Beruntung siswi SMA ini masih bisa
diselamatkan Andika, teman SMA Tasya.
Cinta antara Tasya dan Andika tidak dapat
terlaksana karena kehancuran keluarga Tasya. Tasya
pun bolak-balik masuk rehab. Akhirnya ia menikah
dengan Rama yang ternyata juga pecandu. Dewo juga
belum pulih. Semua kejadian ini membuat mereka
bisa membaca tipuan dan gejala sakit psikis dan
psikologis para pecandu.
Produser Nanang Istiabudi
Pemeran Tya Arifin, Guiliano Mathino Lio, Dwi AP, Reza ‘The Groove’,
Poppy Sovia, Bucek Depp, Ray Sahetapy, Dewi Irawan
Ditunggu!
A
Something in the Way
Produser
Teddy Soeriaatmadja,
Indra TamoronMusu
Sutradara
Teddy Soeriaatmadja,
Penulis
Teddy Soeriaatmadja,
Pemeran
RezaRahadian
Ratu FelishaRenatya
VerdiSolaiman
Yayu AW Unru
Daniel Rudi Haryanto
8 l Kinescope l September 2013
hmad (Reza Rahadian) adalah seorang supir taksi di
Jakarta. Dia kecanduan bacaan maupun video seks,
namun tak bisa melampiaskan keinginannya karena tak
mampu. Yang bisa dilakukan adalah menikmati sendirian
di depan televisi, atau lewat masturbasi diam-diam
dalam taksinya. Setiap malam, ia sering mendengar
komentar rekan-rekannya sesama supir taksi tentang
pelacur atau istri mereka. Siangnya, ia rajin mengunjungi
masjid, di mana ia belajar tentang pentingnya kesucian,
moral, dan Al-Quran.
Sepercik harapan tumbuh ketika Ahmad jatuh cinta
dengan tetangganya, Kinar (Ratu Felisha), seorang
pekerja seks komersial dan menjadi pengantarnya ke
tempat kerja. Hubungan mereka sayangnya terhambat
oleh mucikari Kinar. Konflik antara seks sebagai produk
dan tekanan moral agama membingungkan Ahmad,
yang hanya ingin membebaskan Kinar dan dirinya dari
hidup penuh moda.
Film ini diputar perdana di Berlinale (Berlin International Film Festival)
2013 dalam program Panorama.
9. Film Schedule September 2013
Film Indonesia September
Rumah Angker Pondok Indah
Sejak terjadi pembunuhan sekeluarga di rumah yang kemudian
terkenal sebagai Rumah Angker Pondok Indah, setiap penghuni
baru yang menempati rumah itu selalu diteror oleh arwah/hantu
yang menempati rumah itu. Beberapa tahun kemudian, sebuah
keluarga baru menempati rumah itu. Kejadian yang sama
terulang kembali.
1. umah Angker Pondok Indah
R
Tayang 12 September 2013
2. anita Tetap Wanita
W
Tayang 12 September 2013
3. Kemasukan Setan
Tayang 19 September 2013
4. alam Seribu Bulan
M
Tayang 19 September 2013
5. Cahaya Kecil
Tayang 26 September 2013
6. Pantai Selatan
Tayang 26 September 2013
7. ir Mata Terakhir Bunda
A
Tayang 3 Oktober 2013
Wanita Tetap Wanita
Wanita Tetap Wanita dibagi dalam 5 plot cerita yang memiliki
1 benang merah,bahwa Perempuan adalah superwomen jika
ditelisik melalui berbagai sisi, bukan hanya lewat sisi simpati.
Terdapat 5 judul cerita, yaitu “Cupcakes”, “With or Without”, “First
Crush”, “Reach The Star”, dan “In Between.”
Malam Seribu Bulan
Ujang dan Pujono terjerumus ke dunia hitam demi meningkatkan
taraf hidup mereka. Pertemuan Ujang dan Pujono berawal ketika
sama-sama dibekuk warga atas tindakan kejahatan yang mereka
lakukan. Ujang kepergok saat menghipnotis orang, sedangkan
Pujono ditangkap saat tertangkap basah sedang menjambret.
September 2013 l Kinescope l 9
10. COVER STORY
ARKIPEL Award:
Old Cinema, Bologna Melodrama (2011)
Davide Rizzo (Italia)
ARKIPEL, International Documentary &
Experimental Film Festival secara resmi
dibuka pada 24 Agustus 2013 di GoetheHaus,
Menteng, Jakarta. Festival dibuka dengan
pemutaran empat film yang diikutkan dalam
kompetisi, yaitu Climax (Shinkan Tamaki
– Jepang), Les fantones de l’escarlate
(Julie Nguyen Van Qui – Perancis),
Momentum (Boris Seewald – Jerman) dan
Hermeneutics (Alexei Dmitriev – Russia).
Festival yang digelar untuk pertama
kalinya ini, diselenggarakan oleh Forum
Lenteng. Acara pembukaan diawali dengan
pemutaran film kuratorial, yaitu Authorship
in Documentary Film dan pemutaran
khusus film Forgotten Tenor di Kineforum,
Taman Ismail Marzuki pada pukul 13.00 dan
15.00.
10 l Kinescope l September 2013
ARKIPEL Award diberikan kepada filem
yang bereksperimentasi dengan kompleksitas
tematik dan bereksplorasi dengan estetika
yang menghasilkan pertanyaan mendalam,
serta berpotensi terhadap dampak sosial.
Filem Old Cinema, Bologna Melodrama
menelusuri jejak-jejak historis sinema sembari
mengungkap kehidupan sosial budaya yang
diwarnai oleh benturan politik, jender, kelas,
dan ras. Filem ini merefleksikan kenangan juga
sebagai kenyataan hari ini berkaitan dengan
sinema Italia. Filem ini juga merekam dan
merekonstruksi ingatan warga tentang kota dan
sejarah bioskop untuk melihat kembali sejarah
politik sebuah negara. Filem ini berbicara
tentang sinema populer dalam konteks
global. Kota Bologna, merepresentasikan
dominasi global filem-filem Amerika, dengan
membebaskan suara-suara lokal merespon
dan bernegosiasi dengan hegemoni budaya.
Filem ini tidak perlu mengambil footage Italia
tahun 40-an untuk menggambarkan suasana
perang, melainkan hanya dengan menampilkan
gedung bioskop yang terbengkalai. Cara ini
menghasilkan gambar yang nostalgi tentang
budaya sinema di Italia pada masa lalu dan,
sekaligus juga menawarkan pandangan kritis
terhadap masyarakat baik di masa lalu dan
sekarang, dengan menggunakan idiom-idiom
budaya populer.
http://arkipel.org/old-cinema-bolognamelodrama/
12. Dalam festival ARKIPEL ini, diharapkan
terjadi proses “penjelajahan”. Penjelajahan
yang diharapkan terjadi selama ARKIPEL
adalah penjelajahan gagasan sinematik.
“Film dokumenter yang dimaksud Forum
Lenteng adalah film dokumenter yang
merujuk pada bahasa film yang berlaku
pada tradisi sinema, bukan film dokumenter televisi. Dalam tradisi sinema, film
dokumenter juga dapat menghadirkan
drama, konflik, imajinasi dan ruang kritik
bagi penonton. Hal ini tentu berkaitan
dengan bagaimana eksperimentasi bahasa
sinema yang dilakukan oleh sutradara
dalam mengemas kenyataan,” tutur Hafiz.
Hafiz menambahkan bahwa film
eksperimental yang dimaksud Forum
Lenteng adalah bagaimana eksperimentasi
medium dan konten dalam film menghadirkan kebaruan secara estetika. Hal ini
merujuk pada sejarah sinema avant-garde
dalam sejarah sinema dunia.
“Eksperimentasi di sini, bukan hanya
dalam konteks filmnya saja, namun juga
12 l Kinescope l September 2013
bagaimana film digunakan dalam tindakan
yang mengaktivasi persoalan-persoalan
sosial di ranah publik,” jelasnya.
Yuki Aditya, Direktur Festival, mengharapkan ARKIPEL bisa menjadi titik temu
antara khalayak dan film-film yang tak
biasa ditemukan khalayak.
“Niat kami membuat festival selain
untuk mencari ‘suara-suara’ baru berbakat
dalam membuat film dan bereksperimentasi dengan mediumnya, juga sebagai
ruang diskusi yang lebih luas,” jelasnya
pada Kinescope saat ditemui di Sekretariat
Forum Lenteng, Lenteng Agung, Jakarta.
Dia menjelaskan bahwa luas dalam hal
ini adalah menyebarluaskan pengetahuan
tentang film dokumenter dan eksperimental ke khalayak, dan juga eksposur
terhadap film-film yang selama ini belum
banyak diketahui banyak orang. “Dengan
kata lain, menyediakan alternatif tontonan
dan menyediakan ruang diskusi alternatif
untuk orang-orang yang suka menonton
film,”jelasnya.
Jury Award:
Suitcase of Love and Shame (2013)
Jane Gilooly (Amerika Serikat)
Jury Award adalah penghargaan kepada
filem yang mendapatkan perhatian dan
penilaian khusus dari juri.
Filem Suitcase of Love and Shame
melebarkan konsep voyeurism dengan
menempatkan kita (penonton) sebagai
penguping, serta menghadapkan penonton
kepada situasi yang tidak nyaman atas akses
kehidupan privat para tokohnya. Bertaut
pada wilayah privat, filem ini bicara tentang
politik jender 60-an (di Amerika Serikat), dan
mengungkap tegangan antara seksualitas
dan moralitas. Suitcase of Love and Shame
memunculkan teks baru dari jukstaposisi imaji
dan audio dalam struktur dramatik yang rapi.
Filem ini mengolah memori, visual dan suara,
secara lintas media. Dalam sejarah sinema,
aspek suara seringkali dianggap merusak
struktur visual. Namun filem ini berada dalam
wilayah sinema yang berkontribusi terhadap
perspektif baru tentang estitika suara dalam
filem. Visual menjadi metafor dari tabu,
represi seksualitas, dan sensor diri dalam
hubungannya dengan nilai-nilai dominan
masyarakat. Teks yang menempel pada obyekobyek menjadi unsur naratif di filem ini.
Filem ini kaya akan unsur estetik,
kesempurnaan teknisnya tak terelakkan.
13. Atas niat dan gagasan ini, kerangka festival
perlahan diarsir dan diwujudkan. Pendaftaran
karya dari beragam penjuru dunia, yang kemudian diseleksi kawan-kawan Forum Lenteng
untuk masuk seksi International Competition. Beriringan dengan proses seleksi film,
sejumlah program kuratorial mulai disiapkan
oleh para kurator. Total ada 22 film, baik film
nasional maupun internasional, klasik maupun
kontemporer, yang akan diputar dan didedah
dalam sepuluh program kuratorial. Masingmasing membahas film-film dalam suatu
kerangka pembacaan sosial, politik, budaya,
sejarah maupun estetika sinema. Harapannya,
pembacaan ini bisa menjadi pemantik diskusi
tersendiri baik di kalangan penonton maupun
pembuat film.
Forum Lenteng turut menyiapkan forumforum diskusi untuk membahas isu-isu terkini
dalam perfilman nasional. Setelah berdiskusi
panjang, disepakati tiga topik yang dirasa
penting dan mendesak untuk diangkat: aktivisme, pengarsipan dan kritisisme film. Diskusi
tentang aktivisme menghadirkan dua pegiat
film senior, Bowo Leksono (Festival Film Purbalingga) dan Abduh Aziz (Koalisi Seni Indonesia),
dengan Forum Lenteng sebagai moderator.
Perihal pengarsipan film, Forum Lenteng
mengajak Intan Paramaditha, penulis dan
peneliti, dan Andhy Pulung, penyunting film,
untuk berbagi pendapat dengan kawan-kawan
dari Sahabat Sinematek sebagai moderator. Kritisisme film akan dikupas oleh Hikmat
Darmawan, pemerhati film dan komik serta Riri
Riza, sutradara film.
Kerjasama dengan pihak-pihak bervisi-misi
serupa pun dijalin, seperti Bangkok
Experimental Film Festival, yang
akan mempresentasikan kompilasi
film pendek Acts of Memory dan
film dokumenter An Escalator in
World Order karya Kim KyungMan (2011). Kemudian Images
Festival dari Toronto, Kanada, yang
membawa kompilasi video Ways of
Seeing dan film dokumenter River
and My Father karya Luo Li (2010). Ada pula
DocNet Southeast Asia dab In-Docs yang akan
mengadakan diskusi meja bundar, mengundang pihak-pihak kunci dalam perkembangan
film dokumenter di Indonesia, untuk membahas pendanaan dan distribusi dokumenter
kreatif di GoetheHaus, Jakarta.
Dalam kegiatan ARKIPEL ini, mereka juga
mengadakan tiga pemutaran film khusus,
salah satunya adalah pemutaran perdana
dokumenter terbaru Forum Lenteng, Elesan
deq a Tutuq (Jejak yang Tidak Berhenti), yang
disutradarai Syaiful Anwar, Gelar Agryano
Soemantri dan Muhammad Sibawaihi. Ini
adalah film mini yang bercerita tentang
pergaulan sosial masyarakat Sasak di Desa
Pemenang, Lombok, saat menghadapi budaya
baru yang dibawa wisatawan-wisatawan asing
beberapa tahun belakangan. Ada pula Parts
of a Family karya Diego Gutiérrez (2012) yang
telah memenangkan penghargaan di Festival Film Dokumenter Thessaloniki – Yunani
tahun ini dan Forgotten Tenor karya Abraham
Ravett, dua film yang didukung langsung oleh
pembuatnya untuk diputar secara khusus di
ARKIPEL.
Peransi Award:
(Polazište za cekanje) The Waiting Point (2013)
Maša Drndic (Kroasia)
Peransi Award adalah penghargaan untuk
sebuah karya yang muncul secara menonjol
oleh sutradara yang namanya belum begitu
dikenal namun berkontribusi dalam festival
ini dengan ide yang segar dan memprovokasi
persoalan kepublikan dalam film dokumenter
dan eksperimental.
The Waiting Point adalah sebuah film
yang berbicara tentang identitas, terkait
dengan perubahan-perubahan yang terjadi di
tengah persiapan masukanya Kroasia ke dalam
Uni Eropa. Gaya bertutur film disampaikan
dengan puitis dan tidak bertele-tele. Film ini
bereksperimentasi dengan teknik voyeurism
atau mengamati (memata-matai), yang
merupakan pengembangan dari cinema
verite. Pilihan sutradara menggunakan teknik
pewarnaan hitam-putih, secara mengejutkan
mampu mendekatkan penonton pada
kenyataan sehari-hari yang berwarna.
Melalui karya-karyanya, D.A. Peransi
seperti menganjurkan bahwa sebuah karya
untuk selalu memiliki hubungan-hubungan
sosial, politik, budaya, dengan publik. Dalam
The Waiting Point, kamera hadir untuk
mendiskusikan kembali keputusan-keputusan
negara dan korporasi terhadap rakyat.
http://arkipel.org/the-waiting-point/
Pada tanggal 15 Juli 2013, proses seleksi
film mencapai kata sepakat. Forum Lenteng
mengumumkan 37 film dari 19 negara sebagai
peserta International Competition. Tiga
diantaranya film Indonesia: Perampok Ulung
(Marjito Iskandar Tri Gunawan), Canggung
(Tunggul Banjarsari) dan The Flaneurs #3 (Aryo
Danusiri).
September 2013 l Kinescope l 13
14. PREVIEW
CAHAYA KECIL
Kemasukan
Setan
E
ddy mempunyai hobi cukup aneh: mencari
setan dan ingin bertemu dengan setan. Eddy
selalu berfikir secara logis dan tidak percaya
sekadar omongan. Semua harus dengan bukti
nyata. Hampir dua tahun usahanya mencari
bukti tentang keberadaan setan selalu menuai
hasil nihil. Suatu hari Eddy merasa jenuh.
Akhirnya dia memilih jalan ekstrem untuk bisa
berkomunikasi dengan mahluk “gaib”.
Produser M Zainudin Sutradara
Muhammad Yusuf Penulis Muhammad Yusuf
Pemeran Aldi Taher Vivi Sofia Yofani
Farah DibaYofani
G
ilang Krishna (Petra Sihombing) tidak melanjutkan kuliah musiknya di Amerika karena ayahnya, Arya Krisna, (Andy /rif) masuk
penjara akibat narkoba. Gilang marah pada
ayahnya yang begitu ia cintai dan kagumi.
Abraham (Verdi Solaiman), mantan manajer
Arya, mengajak Gilang terjun ke dunia musik.
Ia memanfaatkan momen kesedihan itu,
mendramatisirnya dan menjualnya. Gilang
tampil tanpa nama belakang Krisna. Sukses, Ia
juga pacaran dengan Saskia (Taskya Namya),
model.
Arya keluar dari penjara. Gilang tak mau
menerima ayahnya. Hubungan ayah-anak
ini jadi sorotan media. Sikap gilang nyaris
menjatuhkan namanya. Gilang berbalik sikap.
Di depan umum ia jadi anak yang baik, tapi
di belakang ia tetap belum bisa memaafkan
ayahnya. Gilang bersikap demikian demi
popularitas, Arya demi dekat anaknya.
Sebuah lagu, Cahaya Kecil, mempertemukan cinta ayah-anak itu.
MALAM SERIBU BULAN
D
ua orang pemuda bernama Ujang dan
Pujono terjerumus ke dunia hitam demi
meningkatkan taraf hidup mereka. Pertemuan
Ujang dan Pujono berawal ketika sama-sama
dibekuk warga atas tindakan kejahatan yang
mereka lakukan. Ujang kepergok saat menghipnotis orang, sedangkan Pujono ditangkap saat
tertangkap basah sedang menjambret.
Mereka lalu sadar dan berjanji untuk
memulai hidup baru di luar Jakarta. Untuk
mengumpulkan modal usaha, Ujang dan
Pujono tetap melakukan yang tidak halal
meski berjanji akan mengembalikan hasilnya
jika sudah sukses nanti. Di luar dugaan, warga
desa yang mereka singgahi dipenuhi dengan
orang-orang baik. Mereka berfikir ulang untuk
melakukan kejahatan disana.
14 l Kinescope l September 2013
Produser
AB Iwan Azis
Sutradara
Wibi Aregawa
Pemeran
Tora Sudiro
Kawakibi Mutaqien
Oka Soemantaredja
Dhea Imut
15. AIR MATA TERAKHIR BUNDA
S
ebuah kisah keluarga korban lumpur Lapindo, Sidoarjo. Seluruh hidup Delta Santoso (Ilman Lazulva, Vino G Bastian) diabadikan untuk
berterimakasih pada ibundanya, Sriyani (Happy
Salma), apapun situasi dan konflik hidup yang
ia hadapi. Bencana yang menghampiri Sriyani
bukan hanya lumpur Lapindo, tapi juga suami
yang melarikan diri ke wanita lain tanpa mem-
beri kejelasan status. Akibatnya, kemiskinan
membuat Sriyani harus memenuhi kebutuhannya sehari-hari dan membiayai sekolah kedua
anaknya, Delta dan Iqbal (Reza Farhan Bariqi,
Rizky Hanggono). Ia menjadi buruh cuci setrika
sambil berjualan lontong kupang, yang ia jajakan sendiri dengan sepeda tuanya
RUMAH
ANGKER
PONDOK
INDAH
Produser
Erna Pelita
Sutradara
Endri Pelita
Penulis
Endri Pelita
Danial Rifk
Kirana Kejora
Pemeran
Happy Salma
Vino G Bastian
Rizky Hanggono
Ilman Lazulva
Reza Farhan Bariqi
S
MANUSIA SETENGAH SALMON
K
etika ibunya (Dewi Irawan) memutuskan
pindah dari rumah masa kecil, Dika (Raditya
Dika), penulis, justru berusaha pindah dari halhal yang selama ini susah dilepaskan: cintanya
dengan Jessica (Eriska Rein) hingga hubungannya dengan bapaknya (Bucek).
Dika membantu mencari rumah baru.
Rumah yang mereka kunjungi ternyata tidak
ada yang cocok. Akhirnya Dika menemukan sebuah rumah, yang menurut ibunya sempurna.
Bersamaan dengan itu, Dika bertemu dengan
Patricia (Kimberly Ryder) nan cantik. Pendekatan dimulai.
Ketika sudah pindah ternyata Dika tidak
menyukai rumah barunya. Kenangan akan
rumah lama masih membekas. Sementara itu,
hubungan Dika dengan Patricia juga terganggu,
karena Jessica masih membayang-bayangi.
Dika pada akhirnya menyadari bahwa perjalanannya untuk pindah rumah, juga merupakan
perjalanan berpindah dari hal-hal yang selama
ini menahannya menuju kedewasaan.
ejak terjadi pembunuhan sekeluarga di
rumah yang kemudian terkenal sebagai
Rumah Angker Pondok Indah, setiap
penghuni baru yang menempati rumah
itu selalu diteror oleh arwah/hantu yang
menempati rumah itu. Beberapa tahun kemudian, sebuah keluarga baru menempati
rumah itu. Kejadian yang sama terulang
kembali.
Produser
Chand Parwez Servia
Fiaz Servia
Sutradara
Herdanius Larobu
Penulis
Raditya Dika
Pemeran
Raditya Dika
Kimberly Ryder
Eriska Rein
Bucek
Dewi Irawan
Mosidik
Insan Nur Akbar
Produser Ravi Pridhnani
Sutradara Dede Ferdinand
Penulis Andhy Ramdhan, Nicho AP
Pemeran Bella Shofie, Nabila Putri, Ferly Putra
September 2013 l Kinescope l 15
16. REVIEW
Rom-Com ‘Bunuh Diri’
Cinta Mati
C
inta/Mati memiliki premis yang sama
dengan film Before Sunrise (1993)
karya Richard Linklater. Kisah tentang
dua sejoli yang tidak saling kenal, bertemu pada satu malam, larut dengan pikiran
dan tujuan masing-masing, hingga kemudian
saling memerlukan satu sama lain, yang selanjutnya beranjak pada rasa saling butuh, hingga
kemudian muncul benih-benih cinta. Premis
yang sangat menarik. Apalagi dalam Cinta/
Mati kedua karakternya sama-sama memiliki
keinginan untuk bunuh diri.
Cinta/Mati bercerita tentang Acid dan
Jaya yang bertemu pada satu malam. Jaya
menolong Acid yang gagal bunuh diri. Karena
menggagalnya usahanya, Acid menuntut Jaya
untuk membantunya bunuh diri. Jaya awalnya
menolak, tetapi desakan demi desakan dari
Acid akhir meluluhkan Jaya. Maka dimulailah
berbagai macam ide Jaya untuk membantu
Acid memenuhi keinginan terakhirnya tersebut. Sampai kemudian terungkap bahwa Jaya
pun memilki maksud yang sama dengan Acid,
bunuh diri.
Film dengan konsep pertemuan satu
malam sudah banyak dibuat. Selain Before
Sunrise seperti yang telah disinggung di atas,
ada beberapa judul lagi yang mau tidak mau
menjadi perbandingan terhadap Cinta/Mati
16 l Kinescope l September 2013
Doni Agustan
yang ternyata sudah diproduksi sejak dua
tahun yang lalu ini. Sebut saja misalnya Once
(2007) debutan dari sutradara John Carney,
atau yang dari era film klasik ada Roman Holiday (1953) yang mempertemukan Audrey
Hepburn dan Gregory Peck. Ketiga film ini
mengangkat tema yang sama saat takdir
mempertemukan 2 orang yang tidak saling
kenal dan membuat mereka intim, kemudian
memberikan mereka cinta. Sebuah pakem
yang sudah sangat biasa. Konsep yang banyak digunakan oleh semua filmmakers untuk
membuat komedi romantis atau yang lebih
dikenal dengan akronim rom-com
Formula film rom-com tersebut juga
digunakan oleh Cinta/Mati. Konsep yang
diberi bumbu-bumbu dengan keinginan
kedua karakter utama film ini untuk bunuh
diri mestinya justru menjadi daya tarik film
ini. Tetapi kemudian terasa ada yang kurang.
Naskahnya yang apik justru menjadi tidak
bergerak sebagai mana mestinya karena
kendala teknis, akting pemain dan beberapa
hal minor yang cukup menganggu.
Naskah menjadi komoditi kuat film ini
terutama pada 30 menit awal film. Romansa
pertemuan awal mereka hingga kemudian
berlanjut pada adu mulut karena usaha Jaya
untuk membantu Acid yang kerap kali gagal
cukup menarik untuk dinikmati. Apalagi
17. Alexandria (2005), Selamanya (2007), Kawin Kontrak
(2008) dan Punk In Love (2009) adalah deretan film-film
paling berkesan karya sutradara Ody C. Harahap. Walaupun film debutnya dengan produser Erwin Arnada adalah
film horor, Bangsal 13 (2003), tetapi deretan film di atas
menjadikan Ochay, panggilan akrab sutradara ini, dikenal
dengan sutradara khusus film-film drama-komedi-romantis. Cinta/Mati kemudian makin melengkapi predikatnya tersebut.
dialog–dialog yang keluar dari adu mulut
mereka sangat mengelitik dan berhasil membuat penonton tertawa. Perhatikan kata-kata
umpatan dan ledekan yang kerap kali diucapkan oleh Jaya pada Astrid karena sering kali
gagal untuk bunuh diri karena ketakutan Acid
pada hal-hal yang menurut Jaya tidak masuk
akal atau berlebihan. Misalnya Acid yang takut
ketinggian atau mudah pingsan jika melihat
darah. Kelucuan demi kelucuan atas kegagalan
Acid untuk bunuh diri ini pada awalnya cukup
beragam dan kreatif. Sayangnya menjelang ke
tengah durasi, film mulai terasa agak membosankan. Pengulangan demi pengulangan atas
kegagalan usaha mereka untuk menuntaskan
keinginan tersebut menjadi terbaca. Pada
saat Acid akhirnya tahu bahwa Jaya juga ingin
bunuh diri, yang mestinya menjadi salah satu
bagian kejutan dari film ini, justru terasa sangat
datar. Kedodoran dari naskah semakin terasa
menjelang akhir film. Interaksi antara Acid dan
Jaya yang sudah terbangun bagus di awal film,
justru malah menjadi kaku. Perhatikan adegan
saat Jaya memberikan buku dan CD-nya untuk
Acid. Adegan yang harusnya menjadi romantis
ini justru berjalan dengan ritme yang lambat,
kaku dan sangat membosankan. Mestinya
editor film memotong durasi untuk adegan
ini supaya kekakuan ini tidak berlangsung
lama dan akhirnya tidak menganggu keutuhan
keseluruhan film.
Setelah Jaya dengan sangat mudah membuat Acid mengurungkan niat untuk bunuh
diri, keadaan berbalik saat Acid yang kemudian
mati-matian membantu Jaya untuk mengurungkan niatnya. Keadaan yang diputar balik ini
sebenarnya cukup unik. Tetapi kemudian tidak
terlalu dijelaskan apa sebenarnya latar belakang Acid sehingga dia bisa dengan percaya diri
sanggup membuat permasalahan ‘kejantanan’
Jaya terselesaikan. Adegan Jaya yang harus
mengikuti keinginan Acid untuk mengetes hasil
eksperimennya tersebut dengan seorang PSK
rasanya tidak terlalu perlu, karena kita tahu
permasalahan Jaya tidak bisa terselesaikan
dengan cara instan. Apalagi Jaya sendiri juga
telah melakukan apa yang dilakukan Acid untuknya. Pengulangan demi pengulangan seperti
bagian awal film kembali terjadi. Ini memberikan kesan bahwa pengulangan sengaja dilakukan untuk memperpanjang durasi filmnya.
Adegan flashback juga sangat tidak perlu.
Ini seperti menempatkan penonton sebagai pelupa atau bahkan mungkin bodoh. Kita semua
juga tahu bahwa sejak awal film telah ada rasa
cinta di antara mereka, tidak perlu lagi untuk
diingatkan akan hal itu. Yang tadinya bermaksudnya untuk membuat penonton ingat malah
jadinya sangat membosankan. Pada bagian ini
Cinta/Mati terjebak dalam drama-drama ala
sinetron-sinetron yang segalanya harus selalu
dijelaskan secara verbal dan kemudian menjadi
cengeng. Inilah kemudian yang menjadikan
Cinta/Mati terjebak dalam pengulangan semua
cerita drama romantis baik di film dan televisi
kita selama ini. Padahal tanpa adegan yang
menye-menye tersebut film ini bisa menjadi
tontonan yang berbeda, baru dan mungkin
mestinya bisa menjadi salah satu yang terbaik.
Untungnya kemudian sebuah akhir yang tidak
diprediksi telah disiapkan untuk menutup film
ini dengan cukup baik.
Vino G. Bastian sebagai Jaya tampil maksimal. Sama seperti peran-peran sebelumnya,
karakter Jaya ini sepertinya memang ditulis
buatnya. Jaya ini mengingatkan kita pada Vino
sebagai Ipang dalam Realita Cinta dan Rock n
Roll (2007) juga Radit dalam (Radit dan Jani
(2008) dan juga perannya sebagai Mika (2013).
Pengulangan karakter yang kerap kali hampir
sama ini justru membuat akting Vino terlihat
cukup matang dalam film ini. Meskipun akhirnya kita bisa menarik kesimpulan bahwa Vino
tidak berani keluar dari zona nyamannya dalam
berakting.
Astrid Tiar sebagai Acid terlihat sangat
berusaha mengimbangi Vino. Pada bagian
awal-awal film terlihat sekali Vino sangat membantu Astrid untuk bisa natural mengimbanginya. Tanpa sadar justru Jaya yang dibawakan
Vino menjadi daya tarik film ini. Satu lagi
yang cukup menganggu dari penampilan Tiar
sebagai Acid adalah artikulasi dialog yang tidak
jelas, terutama pada bagian dia harus menampilkan akting marah-marah dan emosional,
pada beberapa bagian terasa seperti orang
yang kumur-kumur, buru-buru dan tidak terlalu
jelas apa yang diucapkannya. Perhatikan adegan ketika Acid marah-marah di stasiun kereta.
Penonton akan mengeryitkan kepala kemudian
akan bertanya pada penonton sebelah, “dia
bilang apa?’
Dengan setting film yang hampir semuanya
malam ini, kualitas gambar pada beberapa bagian terlihat tidak maksimal. Beberapa kali kita
akan menemukan gambar yang tidak jelas atau
blur. Untungnya suasana malam Jakarta dengan lokasi-lokasi yang bagus menjadi daya tarik
film ini. Semua yang berhasil direkam dengan
rasa romantis. Seperti Lovely Man karya Teddy
Soeriaatmadja yang juga merekam Jakarta
dalam satu malam, secara teknis, gambar dan
rasa film yang dihasilkan Lovely Man setingkat
di atas Cinta/Mati.
Terlepas dari segala kekurangan tersebut
Cinta/Mati mempersembahkan sebuah karya
dari sederatan pekerja film dengan semangat
independen dan kerjasama yang luar biasa.
Dua tahun dari sejak film ini mulai diproduksi,
semua yang terlihat berdedikasi dan berusaha
supaya film ini bisa dirilis ke bioskop. Semangat
membuat film dengan segala aspek yang minor
ini membuat film ini terasa diperjuangankan
dengan semangat kesederhanaan dan kebersamaan. Sesuatu yang harusnya selalu dimiliki
oleh semua pembuat dan pekerja film kita.
September 2013 l Kinescope l 17
18. REVIEW
Kengerian
Exorcism
yang Repetitif
Doni Agustan
The CONJURING | Diangkat dari kisah nyata ten-
tang pasangan paranormal investigator, Ed (Patrick
Wilson) dan Lorraine Harren (Vera Farmiga),
dengan berbagai macam kasus menyeramkan
yang telah mereka hadapi. Ed dan Lorraine
kemudian bertemu keluarga Perron, Roger
(Ron Livingston) dan Carolyn (Lily Taylor).
Carolyn mendatangi kuliah terbuka Ed dan
Lorraine, dia bercerita mengenai rumah
baru mereka di pedalaman Rhode Island
yang menjadi tempat munculnya sosoksosok menyeramkan dan mulai menganggu
kenyamanan semua anggota keluarga. Ed
dan Lorraine kemudian mengklaim bahwa
kasus keluarga Perron ini adalah kasus
paling mengerikan yang pernah mereka
hadapi.
T
he Conjuring karya James Wan berhasil ini
mengumpulkan 100 juta dolar AS, hanya dalam
waktu satu minggu untuk rilis Amerika Utara
saja. Film horor exorcism berbiaya hanya 20 juta
dollar AS menjadi film horor pertama yang meraih
pendapatan lebih dari 100 juta dollar AS, sejak
tahun 2011 (Paranormal Activity 3). The Conjuring
meraih rating 86 persen di Rotten Tomatoes, New
York Times melabeli The Conjuring sebagai film
horor terbaik tahun 2013, menerima A - dalam
jajak pendapat yang diadakan oleh Cinescore
dan memiliki rating 7,7 di IMDb. Kesuksesan
The Conjuring ini membuat James Wan
berencana memproduksi sekuel lanjutannya.
The Conjuring menggunakan hampir
semua treatment yang telah digunakan
oleh film-film horor sebelumnya. Sama
seperti halnya Mama (2013) atau
4 film Paranormal Activity, sosok
menyeramkan dalam film-film
horor akan datang perlahan,
18 l Kinescope l September 2013
19. kemudian dijaga intensitasnya dengan
kemunculan-kemunculan selanjutnya,
hingga menjadi klimaks saat sosok
menyeramkan ini terlihat utuh. Selain itu
biasanya sosok menyeramkan tidak akan
muncul paling tidak 30 menit sejak dari
film dimulai, penonton akan disuguhkan
terlebih dahulu latar belakang karakter
utama. Biasanya bagian ini akan sangat
membosankan karena penonton pastinya
sudah sangat tidak sabar untuk diteror oleh
sosok-sosok menyeramkan.
Tetapi untungnya The Conjuring tidak
menjebak penonton dengan rasa kebosanan
pada bagian awalnya. Vera Farmiga dan
Lily Taylir yang telah tampil sejak awal,
dengan penampilan terbaik mereka
mampu melenyapkan kehampaan tersebut,
dan tunggu setelah 30 menit opening
film ini, Farmiga dan Taylor semakin
memperlihatkan bahawa mereka adalah
aktris-aktris terbaik Hollywood saat ini.
The Conjuring juga tidak bisa lepas dari
semua stereotype film horor Hollywood
lainnya. Apa sajakah stereotype tersebut?
Kebodohan orang dewasa yang tidak tajam
pada tanda-tanda yang jelas-jelas telah
memperlihatkan sesuatu yang tidak beres.
Boneka yang sangat menyeramkan. Sebuah
basement yang gelap dan menakutkan serta
penuh dengan barang-barang antik. Sosok
hantu yang hanya dapat lihat oleh anakanak. Flash back mengenai motivasi dari
sosok-sosok menyeramkan yang berusaha
meraih simpati penonton. Karakter-karakter
dalam film horor seperti selalu memiliki
IQ seperti di bawah standar orang biasa,
ketegangan yang lamban, logika penonton
yang terkadang tidak dipedulikan oleh
pembuat film. Deretan hal-hal yang telah
kerap kali kita tonton dalam banyak filmfilm horor sebelumnya ini, menjadikan The
Conjuring tidak lagi terasa terlalu spesial.
Film ini hanya melakukan pengulangan dari
format yang mungkin sudah terasa basi
tetapi kemudian dikemas sedemikian rupa
sehingga terasa menjanjikan.
Bagaimana cara pembuat film
mengemasnya menjadi sedemikian rupa
tadi? Seperti yang telah disebut di atas,
dengan menggunakan dua aktris watak
Vera Farmiga dan Lily Taylor yang memang
dengan kapasitas mereka sebagai peraih
nominasi Oscar dan Emmy Awards ini
memberikan hasil yang maksimal. Pemilihan
embel-embel based on true story yang
menjadi daya tarik sangat kuat untuk
membuat orang berduyun-duyun, melihat
senyata apa kejadian tersebut hingga
perlu dijadikan sebuah karya film. Dan
tentu nama James Wan menjadi jaminan
bahwa kemasan film ini pasti menjanjikan.
Wan yang lahir di Kuching, Malaysia ini
adalah sutradara yang memperkenalkan
Saw (2004), dan Insidious (2010). Dua film
horor/thriller yang sempat menjadi bahan
perbincangan karena mampu membius
penonton pada masa rilisnya. The Conjuring
juga seperti dijadikan pemanasan untuk film
Insidious: Chapter II yang juga dibuat Wan
dan akan rilis 13 September 2013 ini.
Begitu banyak horor yang sangat
mengecewakan belakangan ini karena
tidak mampu menakut-nakuti dengan
maksimal, biasanya banyak penonton
datang ke bioskop dengan ekspektasi yang
sudah sangat rendah serta siap untuk
kecewa. Dengan segala stereotype yang
telah disebutkan di atas tadi, The Conjuring
ternyata tidaklah terlalu mengecewakan,
satu hal yang membuat film ini masih
sangat bisa untuk dinikmati adalah gerak
kamera yang hampir semua handheld.
Treatment ini berhasil membawa penonton
masuk ke dalam film dan merasakan
kengerian demi kengerian yang terjadi
dalam berhantu tersebut. Perhatikan
setiap adegan kemunculan sosok-sosok
menyeramkan dalam film ini, gerak kamera
yang provokatif dan misterius siap membuat
kita meloncat kapan saja dari tempat
duduk. Seperti misalnya adegan seprai
putih yang terbang, membentuk bayangan
menyeramkan dan memasuki dan merasuki
raga Carolyn yang diperankan Lily Taylor.
Bagaimana dengan tema besar exorcism
yang di angkat? Kita sudah melihat banyak
film-film dengan tema exorcism. The
Exorcist karya William Friedkin produksi
1973 adalah yang terbaik. Sampai saat ini
film yang meraih dua piala Oscar (menerima
total 10 nominasi termasuk film dan
sutradara terbaik), masih menjadi salah satu
film horor/thriller paling menakutkan yang
pernah dibuat. Linda Blair memerankan
sosok Regan yang kesurupan, selalu menjadi
referensi akting kesurupan terbaik, tidak
salah jika Blair menerima nominasi Oscar
untuk perannya ini.
Selain The Exorcist, satu lagi film
exorcism yang juga sangat berkesan
adalah The Exorcism of Emily Rose, karya
Scott Derrickson, produksi 2005. Jennifer
Carpenter menerima beberapa penghargaan
untuk peran debutnya sebagai Emily Rose.
Tidak berbeda dengan kedua film ini,
The Conjuring juga menampilkan proses
exorcism yang menengangkan dan mampu
membuat nafas penonton berhenti, tetapi
sayangnya kengerian exorcism ini menjadi
terasa repetitif. Jika dalam The Exorcit
dan The Exorcism of Emily Rose korban
keserupan banyak berteriak-teriak, maka
dalam The Conjuring, melalui adegan kursi
yang melayang-layang, Lily Taylor tidak
hanya berteriak tetapi juga melakukan olah
suara menyeramkan sehingga kita sebagai
penonton percaya bahwa Lily benar-benar
sedang kesurupan.
September 2013 l Kinescope l 19
20. FESTIVAL
Ven
ice F
ilm
Fes
tiva
l
Don
i
Agusta
n-
FOTO : A
hma
d Ha
san
Yun
iard
i
“Kami ingin mengenalkan filmfilm terbaru yang berisi budaya
tradisional maupun kontemporer.
Kami berharap festival ini akan
berjalan sukses dan terus disukai
di Indonesia” Kim Young-Sun
20 l Kinescope l September 2013
21. atern e
m in
n
al fil posizio tiv Es
fes
Sep
“
alah ebagai u awal t
s
al ad
pa
ta
estiv un 1932 ustus a da tem tarnya.
F
pa
Ag
eki
tah
Film
nal i pada p akhir ngsung ain di s
atio
l
p
tern ppe Vol an setia an berla empat
In
tar
nice
at-t
dak
use
u Ve ount Gi ang dia . Pemu di temp
y
l ata
C
lia
n
stiva dirikan rafica” , ice, Ita coni da
e
F
n
i
enice Film Festival merupakan bagian
Mar
Film ia. D
atog o, Ve
dari Venice Biennale selama lebih
nice di dun Cinem lau Lid gomare
e
dari satu abad (Venice Biennale
he V tertua ’ Arte di pu i Lun
T
didirikan pada tahun 1895), lembaga
d
l
ya ma d
a
le
ini menjadi salah satu kegiatan kebudayaan
sion aziona tahunn Cine
yang paling bergengsi di dunia. Selain terkenal
p
rn
el
Inte er, setia lazzo d
dengan festival filmnya, lembaga ini juga
memiliki kegiatan budaya lain seperti pameran
mb rah Pa
te
seni dan arsitektur internasional, festival musik
ja
e
kontemporer, festival teater, dan juga festival
bers
V
tari kontemporer.
Penghargaan utama pada Venice adalah
Leone d’ Oro atau yang lebih populer
dengan nama Golden Lion, diberikan kepada
film terbaik yang diputar untuk kategori
kompetisi. Leone d’ Argento atau Silver Lion
diberikan untuk kepada sutradara terbaik, dan
Coppa Volpi atau Volpi Cup, yang diberikan
kepada aktor dan aktris terbaik. Golden Lion
diperkenalkan pada tahun 1949 oleh panitia
penyelenggara dan sekarang dianggap sebagai
salah satu penghargaan yang paling terkemuka
dalam industri film. Sebelum Golden Lion
diberikan, penghargaan untuk film terbaik
disebut Venice Grand International Prize yang
diberikan pada tahun 1947 dan 1948. Sebelum
itu, dari tahun 1934 sampai tahun 1942,
penghargaan tertinggi adalah Coppa Mussolini
untuk Italia Film Terbaik dan Film Asing Terbaik.
Dan tidak ada penghargaan Golden Lion antara
tahun 1969 dan 1979.
Pada tahun 1970, Golden Lion Honorary
diperkenalkan, ini merupakan penghargaan
kehormatan bagi orang-orang yang telah
membuat kontribusi penting untuk dunia
sinema. Orang pertama yang menerima adalah
Orson Welles.
Selain itu ada juga penghargaan Horizons,
September 2013 l Kinescope l 21
22. yang merupakan penghargaan terbuka untuk
semua film dengan pandangan yang lebih
luas terhadap trend dan hal-hal baru dalam
mengekpresikan karya film. Horizons ini
diberikan untuk film panjang dan film pendek.
Venice juga memiliki kategori khusus untuk
film-film produksi Italia, kategori Controcampo
Italiano. Kategori ini menyajikan panorama
pada sinema Italia dengan 7 narasi film
panjang, 7 film pendek, 7 film dokumenter.
Perancis menjadi negara terbanyak yang
mengumpulkan Golden Lion, 14 kali. Lima
pembuat film Amerika telah memenangkan
Golden Lion. Mereka adalah John Cassavetes,
Robert Altman, Ang Lee (untuk film Brokeback
Mountain yang adalah produksi Amerika),
Darren Aronofsky dan Sofia Coppola.
Sebelum tahun 1980 , hanya 3 dari 21
pemenang non-Eropa. Setelah tahun 1980,
Golden Lion telah diberikan kepada sejumlah
pembuat film Asia. Golden Lion telah
diberikan kepada sepuluh orang Asia, dan
Ang Lee menjadi orang Asia pertama yang
memenangkan dua Golden Lion hanya dalam
kurun waktu tiga tahun saja, untuk Brokeback
Mountain dan Lust, Caution. Zhang Yimou juga
telah menang dua kali. Sutradara Asia lainnya
yang memenangkan Golden Lion sejak tahun
1980 adalah Jia Zhangke, Hou Hsiao-hsien, Tsai
Ming-liang, Anh Hung Tran, Takeshi Kitano, Kim
Ki Duk,
Jafar Panahi, dan Mira Nair.
Namun, sampai saat ini 33 dari 54
pemenang adalah orang-orang Eropa. Sejak
1949 hanya empat perempuan yang pernah
memenangkan Golden Lion; Mira Nair, Sofia
Coppola, Margarethe von Trotta dan Agnès
Varda.
Venice Film Festival tahun ini diadakan
dari tanggal 28 Agustus hingga 7 September
2013. Festival dibuka dengan terbaru karya
Alfonso Cuaron yang berjudul Gravity. Film
ini dibintangi oleh Sandra Bullock dan George
Clooney. Gravity dengan setting antariksa
adalah sebuah science fiction tentang survival
di luar angkasa. Film Amazonia karya Thierry
Ragobert dipilih untuk menutup festival.
22 l Kinescope l September 2013
23. Berikut daftar film peraih Golden Lion;
Tahun
Judul
Sutradara
Negara
1949
Manon
Henri-Georges Clouzot
* France
1950
Justice Is Done (Justice est faite)
André Cayatte
France
1951
Rashomon
Akira Kurosawa
* Japan
1952
Forbidden Games (Jeux interdits)
René Clément
France
1953
No award
1954
Romeo and Juliet
Renato Castellani
* Italy
1955
The Word (Ordet)
Carl Theodor Dreyer
* Denmark
3
1956
No award
1957
The Unvanquished (Aparajito)
Satyajit Ray
* India
1958
Rickshaw Man (Muhomatsu no issho)
Hiroshi Inagaki
Japan
1959
General della Rovere
Roberto Rossellini
Italy
(Il generale della Rovere) (tie)
Italy
The Great War (La grande guerra) (tie)
Mario Monicelli
Italy
1960
The Crossing of the Rhine
André Cayatte
France
(Le passage du Rhin)
1961
Last Year in Marienbad
Alain Resnais
France
(L’année dernière à Marienbad)
1962
Family Diary (Cronaca familiare) (tie)
Valerio Zurlini
Italy
Ivan’s Childhood (Ivanovo detstvo) (tie)
Andrei Tarkovsky
* Soviet Union
1963
Hands Over the City (Le mani sulla città)
Francesco Rosi
Italy
1964
Red Desert (Il deserto rosso)
Michelangelo Antonioni
Italy
1965
Sandra of a Thousand Delights
Luchino Visconti
Italy
(Vaghe stelle dell’Orsa)
1966
The Battle of Algiers
Gillo Pontecorvo
Italy
(La battaglia di Algeri)
1967
Beauty of the Day (Belle de jour)
Luis Buñuel
France
1968
Artists under the Big Top: Perplexed
Alexander Kluge
* West Germany
(Die Artisten in der
Zirkuskuppel: Ratlos)
1969-79
No award
1980
Atlantic City (tie)
Louis Malle
* Canada/ France
Gloria (tie)
John Cassavetes
* United States
1981
Marianne and Juliane
Margarethe von Trotta
West Germany
(Die Bleierne Zeit)
1982
The State of Things
Wim Wenders
West Germany
(Der Stand der Dinge)
1983
First Name: Carmen
Jean-Luc Godard
France
(Prénom Carmen)
1984
The Year of the Quiet Sun
Krzysztof Zanussi
* Poland
(Rok spokojnego slonca)
1985
Vagabond (Sans toit ni loi)
Agnès Varda
France
1986
The Green Ray (Le rayon vert)
Éric Rohmer
France
1987
Au revoir, les enfants
Louis Malle
France
1988
The Legend of the Holy Drinker
Ermanno Olmi
Italy
(La leggenda del santo bevitore)
1989
A City of Sadness
Hou Hsiao-Hsien
* Taiwan
(Bei qing cheng shi)
1990
Rosencrantz & Guildenstern
Tom Stoppard
* United Kingdom/
United States
Are Dead
1991
Urga
Nikita Mikhalkov
Soviet Union
1992
The Story of Qiu Ju
Zhang Yimou
* China
(Qiu Ju da guan si)
1993
Short Cuts (tie)
Robert Altman
United States
Three Colours: Blue
Krzysztof Kie
(Trois couleurs: Bleu) (tie)
Klowski
France/ Poland
1994
Vive L’Amour
Tsai Ming-liang
Taiwan
(Ai qing wan sui) (tie)
Before the Rain (tie)
Milco Mancevski
* Republic of Macedonia
1995
Cyclo (Xich lo)
Anh Hung Tran
France/* Vietnam
1996
Michael Collins
Neil Jordan
* Ireland
1997
Fireworks (Hana-bi)
Takeshi Kitano
Japan
1998
The Way We Laughed
Gianni Amelio
Italy
(Così ridevano)
1999
Not One Less
Zhang Yimou
China
(Yi ge dou bu neng shao)
2000
The Circle (Dayereh)
Jafar Panahi
* Iran
2001
Monsoon Wedding
Mira Nair
India/ United States/
Italy
France/* Germany
2002
The Magdalene Sisters
Peter Mullan
Ireland
2003
The Return (Vozvrashcheniye)
Andrey Zvyagintsev
* Russia
2004
Vera Drake
Mike Leigh
United Kingdom
2005
Brokeback Mountain
Ang Lee
United States
2006
Still Life (Sanxia haoren)
Jia Zhangke
China
2007
Lust, Caution (Se, jie)
Ang Lee
United States/ China/
Taiwan
2008
The Wrestler
Darren Aronofsky
United States
2009
Lebanon
Samuel Maoz
* Israel
2010
Somewhere
Sofia Coppola
United States
2011
Faust
Alexander Sokurov
Russia
2012
Pietà
Kim Ki-duk
* South Korea
2013
Sacro GRA
Gianfranco Rosi
Italy
Berikut daftar Film yang ikut
berkompetisi dan diputar
selama festival berlangsung;
Competition
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Ana Arabia, Dir: Amos Gitai
Child of God, Dir: James Franco
Die Frau des Polizisten, Dir: Philip
Groning
L’intrepido, Dir: Gianni Amelio
La Jalousie, Dir: Philippe Garrel
Jiaoyou, Dir: Tsai Ming-liang
Joe, Dir: David Gordon Green
Kaze Tachinu, Dir: Hayao Miyazaki
Miss Violence, Dir: Alexandros Avranas
Night Moves, Dir: Kelly Reichardt
Parkland, Dir: Peter Landesman
Philomena, Dir: Stephen Frears
Sacro GRA, Dir: Gianfranco Rosi
Es-Stouh, Dir: Merzak Allouache
Tom at the Farm, Dir: Xavier Dolan
Tracks, Dir: John Curran
Under the Skin, Dir: Jonathan Glazer
The Unknown Known: the Life and
Times of Donald Rumsfeld,
Dir: Errol Morris
Via Castellana Bandiera,
Dir: Emma Dante
The Zero Theorem, Dir: Terry Gilliam
Out of competition
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Die Andere Heimat, Dir: Edgar Reitz
The Armstrong Lie, Dir: Alex Gibney
At Berkeley, Dir: Frederick Wiseman
The Canyons, Dir: Paul Schrader
Che strano chiamarsi Federico Scola
racconta Fellini, Dir: Ettore Scola
Feng Ai, Dir: Wang Bing
Locke, Dir: Steven Knight
Moebius, Dir: Kim Ki Duk
Pine Ridge, Dir: Anna Eborn
Space Pirate Captain Harlock,
Dir: Aramaki Shinji
Summer 82 When Zappa Came to Sicily,
Dir: Salvo Cuccia
Ukraina ne Bordel, Dir: Kitty Green
Walesa. Czlowiek z nadziei, Dir: Andrzej
Wajda, Ewa Brodzka
Wolf Creek 2, Dir: Greg McLean
Yurusarezaru mono, Dir: Lee Sang-Il
Horizons strand - new trends in film-making
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Algunas Chicas, Dir: Santiago Palavecino
Bauyr, Dir: Serik Aprymov
Eastern Boys, Dir: Robin Campillo
Jigoku de naze warui, Dir: Sono Sion
Mahi Va Gorbeh, Dir: Shahram Mokri
Je m’appelle Hmmm…, Dir: Agnes B.
Medeas, Dir: Andrea Pallaoro
Il terzo tempo, Dir: Enrico Maria Artale
Palo Alto, Dir: Gia Coppola
Piccola Patria, Dir: Alessandro Rossetto
La prima neve, Dir: Andrea Segre
Ruin, Dir: Amiel Courtin-Wilson,
Michael Cody
The Sacrament, Dir: Ti West
Still Life, Dir: Uberto Pasolini
Vi ar bast!, Dir: Lukas Moodysson
La vida despues, Dir: David Pablos
Wolfskinder, Dir: Rick Ostermann
September 2013 l Kinescope l 23
24. DISKUSI
Foto : Lulu Ratna / www.docnetsoutheastasia.net
Dalam rangka mendorong perkembangan film dokumenter Indonesia, DocNet Asia Tenggara, bermitra
dengan In-Docs dan Arkipel International Documentary Film Festival & Eksperimental, menjadi tuan rumah
diskusi meja bundar pada pendanaan dan distribusi
film dokumenter kreatif. Diskusi berlangsung pada
tanggal 27 Agustus di Goethe-Institut Jakarta dan
membawa pemangku kepentingan film dokumenter
Indonesia, seperti lembaga pemerintah, lembaga nonpemerintah, distributor, peserta pameran, penyelenggara festival, dan pembuat film untuk membahas
bagaimana untuk mendanai dan mendistribusikan
dokumenter Indonesia.
24 l Kinescope l September 2013
25. FORMULIR BERLANGGANAN
Dengan ini, mohon dicatat sebagai pelanggan majalah Kinescope dengan data sebagai berikut :
Nama
: ……………………………………………………………………………..
No.KTP/ SIM
: ……………………………………………………………………………..
Alamat Rumah/ Kantor : ……………………………………………………………………………..
…………………
………………………………………………………….......................................................
…………………
………………………………………………………….......................................................
Kode Pos
:
Telepon
: ……………………………………………………………………………..
Mobile Phone
: ……………………………………………………………………………..
Email
: ……………………………………………………………………………..
Berlangganan
:
3 bulan
6 bulan
12 bulan
……….../……………………………./20……..
__________________________
(Tanda tangan & nama lengkap)
Syarat & Ketentuan :
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Biaya Registrasi P. Jawa Rp. 20.000,Biaya Pengiriman 3 bulan Rp. 35.000,- 6 bulan Rp. 65.000,- 12 bulan Rp. 100.000,Pembayaran ditransfer ke PT. Kinescope Indonesia CIMB Niaga Cabang Bintaro 080.010.135.5009
Bukti pembayaran kirim ke email langganan@kinescopeindonesia.com
Majalah akan dikirimkan pada bulan berikut setelah bukti pembayaran diterima
Untuk informasi atau pertanyaan lebih lanjut mengenai Kinescope dapat
di email ke info@kinescopeindonesia.com atau klik www.kinescopeindonesia.com
Registrasi akan terputus secara otomatis setelah habis periode masa berlangganan
Untuk perpanjangan masa berlangganan dapat langsung melakukan pembayaran dan mengkonfirmasi
pembayaran sebelum habis periode berlangganan
Selama bukti pembayaran belum kami terima maka registrasi & pengiriman tidak kami proses.
Nilai registrasi & biaya berlangganan sewaktu-waktu dapat berubah tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.
Harga berlaku hanya di P. Jawa.
Biaya Registrasi Sumatra, Kalimantan Rp. 25.000,-/Edisi Sulawesi Rp.30.000,-/Edisi
Biaya Pengiriman 3 bulan Rp. 75.000,- 6 bulan Rp. 105.000,- 12 bulan Rp. 135.000,September 2013 l Kinescope l 25
26. STATISTIK
filmindonesia.or.id
Cinta Brontosaurus
2
892.915
Coboy Junior The Movie 683.144
3
Get M4rried
Data Penonton
6
1
La Tahzan
234.918
7
Sang Kiai
219.734
8
306.416
4
Refrain
9
280.707
5
308
26 l Kinescope l September 2013
Agustus 2013
Air Terjun Pengantin Phuket 215.161
Cinta Dalam Kardus
212.974
10
270.821
Mika
169.151
28. OPINI PUBLIK
Film Bagus?
Ini Cara
Menentukannya
F
Hasreiza
ilm adalah satu dari sekian hasil karya
seni yang sangat berpengaruh dalam
membuat realitas di kepala para
penikmat seni. Pesan yang terdapat
dalam film sangat kuat dan mudah untuk bertransformasi ke dalam pikiran dan imaginasi
penontonnya dan sangat mungkin membuat
realitas baru yang dianggap kebenaran yang
bisa diikuti dalam diri penonton. Film juga
menjadi salah satu hiburan terbaik yang bisa
didapatkan di waktu senggang. Masalah
umum yang selalu muncul dan dihadapi
seseorang, dengan pengetahuan tentang film
yang terbatas, dalam memilih film adalah film
terbaik apa yang harus ditonton di luar filmfilm yang mereka tahu.
Di saat seperti ini, tak jarang bagus atau
tidaknya poster film atau sampul CD atau DVD
film, menjadi cara terbaik seseorang untuk
menentukan pilihan tentang film mana yang
akan ditonton. Dan tak jarang juga, beberapa
dari penggemar film lari pada situs online
yang menyediakan informasi tentang rating
dan ulasan sebuah film.
Beberapa situs besar (berbahasa Inggris)
yang sering dijadikan acuan adalah RottenTomatoes.com, IMDB.com, Metacritic.com,
atau MovieReviews.com dan masih banyak
lagi yang lainnya. Situs rating film tersebut
28 l Kinescope l September 2013
“Sebuah bencana bagi struktur kebudayaan sebuah
masyarakat dan peradaban ketika para produser dan
pembuat film hanya memikirkan dan mementingkan
orientasi profit saja dari karya filmnya.”
bisa dikatakan sebagai “pembimbing” yang
memberikan rekomendasi film terbaik dengan
cara memasang nilai (angka) dari sebuah film
pada pengunjung.
Sebetulnya, kualitas sebuah film sangat
menentukan tingginya antusiasme masyarakat terhadap film tersebut. Kualitas film yang
semakin baik dari segi cerita, sinematografi,
juga teknis, secara idealnya seharusnya akan
menentukan tingginya antusiasme penonton
untuk berbondong-bondong menyaksikannya.
Aktor senior Didi Petet yang pernah mengatakan bahwa sebuah film harus mampu
mengedukasi masyarakat justru menjadi
dilema sendiri bagi penonton dan pembuat
film. “Ini yang selalu menjadi dilema pembuat
dan penontonnya,” katanya.
Apakah sebuah film harus mengedukasi
masyarakat, menurut Didi, jangan hanya
dibebankan kepada orang-orang film. Biarkan
masyarakat yang menilai sendiri. Karena
film adalah refleksi dari keadaan masyarakat
pada zamannya, maka biarkan masyarakat mengedukasi dirinya sendiri. “Film itu
mencerminkan masyarakat pada zamannya.
Perkembangannya bisa kita lihat lewat film.
Film bisa mengungkapkan
semua, latar belakang
budaya, pendidikan,
dan sebagainya,”
ungkap pemain film
yang juga menjadi
dosen di Institut
Kesenian Jakarta
tersebut.
Lebih lanjut ia menambahkan, penonton
harus cerdas dalam menonton sebuah
sajian film.
“Penonton
harus
29. seperti sudut kamera yang kreatif, pencahayaan yang baik dan menjaga detil-detil visual
yang tidak penting yang hanya menjadikan
kekonyolan, ketidaksesuaian dengan adegan
dan keseluruhan film.
cerdas, kita semua harus cerdas. Kalau tidak
perlu ditonton ya tidak usah ditonton. Kita
nonton film yang bisa membuat kita menjadi
cerdas,” katanya.
Lola Amaria juga pernah mengatakan
mengatakan bahwa dalam sebuah film, etika,
estetika, dan logika sangat penting. Ia mencontohkan hal-hal yang tidak logis yang masih
ada di film dan sinetron Indonesia, seperti
dandan berlebihan di dalam rumah dan memakai bulu mata palsu saat sedang tidur.
Lalu bagaimana menentukan kriteria
sebuah film yang dianggap baik atau tidak?
Beberapa kritikus film sering menggunakan
kriteria yang sederhana. Buat mereka, ketika
sebuah film membuat kita berpikir tentang
sebuah hal yang baru, mengubah perspektif
dan cara pandang kita tentang sesuatu hal,
mampu mempengaruhi dan menggerakkan,
mampu membawa respon emosional penontonnya, itulah sebetulnya kriteria bahwa
sebuah film dapat dikatakan bagus.
Secara sederhana, sebetulnya bisa disimpulkan bahwa sebuah film dapat dikatakan
bagus adalah jika memenuhi beberapa
kriteria seperti;
Misalnya, jika kita menonton film komedi,
seharusnya kita bisa tertawa karena kelucuankelucuan dalam adegan film pada saat kita
menontonnya. Pemeran film yang baik harus
mencurahkan perasaannya dalam tiap adegan
pada alur cerita film. Mereka mengikuti arahan dan juga menambahkan inisiatif dengan
sentuhan mereka sendiri kepada film yang
sedang dimainkan. Hal ini untuk memperkuat
pengaruh emosional pada setiap adegan
untuk mempengaruhi penonton.
3. Teknik sinematografi juga memainkan
peran yang sangat penting dalam proses
pembuatan sebuah film untuk menyempurnakan proses pembuatan film secara visual.
Sinematografi yang baik, mempersiapkan dan
menyuguhkan suasana hati dan emosional
pada keseluruhan film, mengisi transisi antara
adegan-adegan yang efektif dan kreatif,
Jadi, saat penonton film sudah mulai
memiliki pemahaman bahwa sebuah film itu
sangat bisa mempengaruhi cara pandang dan
pemikiran penontonnya, maka sudah saatnya
penonton film mampu memilih film-film yang
dianggap layak tonton dan memang memiliki
pesan dan cerita yang baik. Untuk itu memang, kecerdasan emosional dan intelektual
menjadi penting. Hanya saja, ini bukan hanya
menjadi tanggung jawab penonton film untuk
menjadi cerdas, ketika justru pembuat film
dan pengambil kebijakan tidak terlalu memperdulikan hal ini.
Sebuah bencana bagi struktur kebudayaan sebuah masyarakat dan peradaban
ketika para produser dan pembuat film hanya
memikirkan dan mementingkan orientasi
profit dari karya filmnya dan tidak lagi memikirkan pengaruh pesan di dalam film pada
pola budaya masyarakat yang menontonnya.
Sebuah bencana bagi struktur kebudayaan
sebuah masyarakat dan peradaban ketika
para distributor dan pengimpor film selalu
membandingkan film-film produksi Indonesia
dengan film-film produksi Hollywood dan tidak pernah mau memberikan tempat yang sedikit layak bagi produksi dalam negeri. Sebuah
bencana bagi struktur kebudayaan sebuah
masyarakat dan peradaban ketika pemerintah
sebagai pengambil kebijakan tidak pernah
mau membuat aturan main yang bisa dijadikan pijakan dan landasan bagi industri film
untuk bergerak secara adil agar bisa memberikan pencerahan bagi penontonnya dan pada
akhirnya membangun proses pencerdasan
pada pola budaya sebuah masyarakat.
1. Sebuah film harus memiliki alur cerita
yang kuat. Walaupun sebuah film hanya
menceritakan sebuah cerita yang sederhana
dengan cara yang tepat, film tersebut bisa jadi
lebih baik daripada sebuah film yang berisikan
cerita yang penuh intrik dengan terlalu banyak ploting cerita yang tidak berkesinambungan. Sebuah cerita yang baik adalah cerita
yang mampu menghubungkan cerita film
dan isi pesan di dalamnya dengan penonton
secara emosional. Inilah tugas utama dari
seorang penulis cerita dan skenario, di mana
mereka harus menciptakan dialog yang
baik yang alami dan dapat dipercaya untuk
karakter-karakter yang terdapat dalam sebuah
cerita.
2. Sebuah film yang baik harus mampu
membangkitkan emosi para penontonnya.
September 2013 l Kinescope l 29
30. OPINI PUBLIK
Wahai Para
Kritikus Film
Shandy Gasella
B
ila menilik ke belakang perihal awal mula kritik film di Indonesia
-- khususnya yang menyoal film buatan negeri sendiri, kita tak
perlu menengok jauh hingga ke tahun 1926 pada saat film cerita
pertama ‘Loetoeng Kasaroeng’ dibuat. Pada awal sejarah perfilman Indonesia, kritik film belumlah ada. Pada masa itu film merupakan
media baru dan hanya dipandang sebagai produk hiburan semata. Ia
masih belum terjamah oleh kepentingan-kepentingan politik pemerintah kolonial atau pun kepentingan lain yang dapat saja dipakai oleh si
pembuat film untuk menyampaikan pesan tertentu pada masyarakat
(baca: khalayak penonton). Pada masa itu film masih berproses menemukan bentuknya, dan belum ada seorang pun yang menganggapnya
sebagai satu cabang seni pertunjukan yang layak diapresiasi secara
serius.
Pada akhir tahun 1950an ada Misbach Yusa Biran yang selain baru
menapaki karirnya sebagai sineas, ia pun sebagai seorang wartawan aktif menulis kritik film. Ia pernah menjadi ketua redaksi ‘Mingggu Abadi’
(1958 - 1960), ‘Majalah Purnama’
(1962 - 1963), Redaktur ‘Ahad Muslimin’ dan ‘Lembaran Kebudayaan’ dari
harian ‘Duta Masyarakat’ (1964-1965).
Pada masanya dan hingga sekarang
ia adalah salah satu tokoh perfilman
Indonesia yang paling dihormati.
Namun kini timbul pertanyaan; siapa
pula generasi sekarang yang pernah
membaca kritik film tulisannya?
JB Kristanto bisa jadi lebih populer
ketimbang Misbach Yusa Biran, ini pun tentu saja hanya di kalangan
para penikmat film Indonesia garis keras, karena bagi masyarakat umum
toh keduanya sama-sama tak populer. JB Kristanto pernah menjadi
jurnalis ‘Harian Kompas’, dan lewat perannya sebagai jurnalis ini kritik
film di media massa jadi memiliki bobot, atau setidaknya ia merangsang
para jurnalis lain memberi perhatian lebih akan penulisan berita mau-
“Mengapa para penikmat film tak membaca tulisan
kritikus film karena para kritikus ini kekurangan
humor, asyik sendiri menelaah dengan kata-kata
yang membuat pembacanya harus selalu sedia
kamus bahasa Indonesia.”
30 l Kinescope l September 2013
31. pun ulasan film. Selain itu ia pun layak dipuji
dan diberi penghormatan karena menulis buku
Katalog Film Indonesia yang amat berharga
itu. Kritik-kritik film dari buah pikirannya selalu
mendalam khas tulisan akademisi, padahal ia
menulis untuk media cetak arus utama. Dari
tahun 70an hingga kini ia masih aktif menulis
kritik film, yang terbaru darinya dapat ditemui
di laman ‘filmindonesia.or.id’, di situs yang
menyajikan data dan informasi lengkap tentang
perfilman Indonesia itu ia mengulas film ‘Kisah
3 Titik’ karya Lola Amaria yang dirilis pada
awal Mei tahun ini. Sudah tak seproduktif
dulu, namun jelas terlihat bahwa semangat
dan minatnya terhadap kajian film masihlah
menggebu.
Masih ada nama lain seperti Eric Sasono
dan Lisabona Rahman misalnya yang serius
mengkaji film lewat cara yang mirip dilakukan
oleh JB Kristanto, yaitu mengulas film dengan
sudut pandang tertentu, menelaah secara
mendalam dengan teori-teori disiplin ilmu tertentu pula. Kritik yang mereka hasilkan sangat
mumpuni dan bisa jadi masukan yang amat
berarti tak hanya bagi para sineas yang filmnya
mereka kritik, namun juga dapat menjadi
catatan penting dokumentasi bagi kepentingan pendidikan, khususnya soal kajian film di
Indonesia. Sejatinya fungsi kritikus film adalah
sebagai penghubung si pembuat film dengan
penontonnya. Merekalah yang menjembatani
penyampaian gagasan-gagasan si pembuat
film agar dapat lebih dipahami oleh penonton.
Maka, peran kritikus film sebagai perantara
tersebut menarik untuk dicermati.
Kini di era media sosial yang kian ramai
dipadati warga, saat akses kepada informasi
berseliweran tak terbendung, setiap orang
bisa menjadi kritikus film, dan bahkan mereka
bisa menjadi kritikus apapun yang mereka
kehendaki. Setiap hari kita selalu menjumpai
tweet seseorang yang mengomentari sebuah
film yang baru saja ditontonnya, lengkap
disertai tautan ke alamat blog pribadinya untuk
mengetahui ulasan lengkap yang ditulisnya.
Dan ini terjadi tak hanya di Indonesia, namun
juga di seluruh dunia.
Untuk menyampaikan informasi, gagasan,
opini, dan lain sebagainya kepada khalayak
ramai, kini kita tak perlu lagi menitipkan tulisan
kepada kolom surat pembaca, atau kepada
media-media online jurnalisme warga yang
tak memberi kompensasi sepeser pun kepada
kontributornya itu, kita hanya cukup mempostingnya di blog pribadi dan setiap orang
memiliki akses untuk membacanya.
Berbicara soal blog, kenyataannya tak
sedikit blog-blog yang khusus mengulas film
ditulis oleh anak-anak berumur belasan tahun
atau awal 20an, umumnya ditulis dengan
amat serampangan seolah mereka tak pernah
mendapatkan pendidikan bahasa Indonesia di
sekolahnya, dan yang paling mengejutkan blog
mereka ternyata dikunjungi oleh banyak sekali
pembaca. Hal yang lumrah sekali dijumpai.
Movie blogger -- begitu mereka biasa disebut, alih-alih membantu penikmat film lebih
memahami film yang ditontonnya, terkadang
mereka malah menyesatkan atau setidaktidaknya tak memberi informasi berharga apa
pun. Tentu tak semua movie blogger demikian, ada beberapa yang cukup berdedikasi
dan mampu menulis ulasan filmnya secara
mendalam. Internet telah memberi rumah
baru bagi dunia kritik film, dan mereka bebas
menulis apa pun sesuka hati. Masalahnya,
memiliki kebebasan penuh untuk menulis apa
pun dengan sesuka hati dibutuhkan disiplin
ilmu yang memadai.
Mikael Johani, seorang penyair sekaligus pemerhati budaya pop lewat blognya di
‘oomslokop.tumblr.com’ sering pula mengulas film. Dalam salah satu postingannya ia
menelaah, membandingkan film ‘Negeri di
Bawah Kabut’ karya Salahuddin Siregar dengan
‘The Act of Killing’-nya Joshua Oppenheimer.
Menarik bukan? Dan kajiannya terhadap
kedua film tersebut tak hanya mendalam,
namun juga memberi perspektif unik yang tak
tercetus dari (katakanlah) pengulas film lain di
media arus utama baik cetak maupun online.
Lalu ada Mumu Aloha -- nama beken dari Is
Mujiarso, seorang managing editor salah satu
media berita online terbesar di Indonesia ini,
seperti Mikael Johani, ia pun kerap kali berbagi
opini soal film yang telah ditontonnya lewat
blognya di ‘penyinyiran.tumblr.com’. Pada salah
satu postingannya ia mengulas film ‘Finding
Srimulat’ karya Charles Gozali dengan gaya
bahasa yang santai namun juga sarat analisis
yang tajam. Membaca tulisan mereka berdua
selalu menyegarkan dan menutrisi akal pikiran,
juga tak jarang saya dibuat tertawa karena
keduanya orang yang jenaka, selalu tak pernah
kekurangan humor, dan sarkasme -- satu hal
yang jarang dimiliki oleh para penulis lain di
negeri ini.
Secara umum kritik film dibedakan menjadi
dua, kritik jurnalistik dan kritik akademis.
Kritik jurnalistik biasanya ditulis oleh jurnalis atau penikmat film, dipublikasikan lewat
media massa. Kritik ini biasanya dimuat
sebagai panduan bagi calon penonton dalam
memilih film yang baru rilis di bioskop. Pada
media cetak dan beberapa media online kritik
jurnalistik sangat dibatasi oleh ruang halaman,
dan terkadang harus berkompromi dengan
aturan-aturan redaksional tertentu. Sedangkan
kritik akademis lazimnya ditulis oleh kalangan
akademisi dari perguruan tinggi, dimuat dalam
jurnal ilmiah atau majalah berbobot yang mengulas film. Berbeda dengan kritik jurnalistik
yang mengutamakan informasi aspek-aspek
dasar sebuah film -- seperti sinopsis, bintang
film, hingga genre dan mutu film, kritik akademis bertujuan mendalami makna sebuah film
dan efeknya bagi penonton. Yang satu enteng
dibaca, satu lagi terasa berat. Eric Sasono dan
Lisabona Rahman masuk kedalam golongan
terakhir.
Amerika dengan Hollywood sebagai kiblat
perfilman dunia, selain memiliki banyak movie
blogger yang handal seperti Dennis Cozzalio
(Sergio Leone), Kim Morgan (Sunset Gun),
dan ratusan movie blogger lainnya, ya ratusan
-- bahkan situs film terkemuka TotalFilm.com
pernah memuat artikel tentang 600 blog film
yang layak dikunjungi, mereka pun memiliki
banyak sekali kritikus film handal yang bekerja
di media arus utama. Ada Vincent Canby (The
New York Times), Richard Corliss (majalah
Time), mendiang Roger Ebert (Chicago-Sun
Times), Todd McCarthy (Variety, The Hollywood
Reporter), dan masih banyak lagi yang lainnya. Media-media arus utama tersebut masih
menjadi acuan bagi para penikmat film yang
hendak mencari tontonan di akhir pekan atau
bagi yang sudah menonton dan ingin sekedar
menambah wawasan akan film yang telah
ditontonnya. Rubrik ulasan film di media-media
arus utama tadi memang diasuh oleh para
ahli, para penikmat film yang dibekali ilmu
yang memadai -- satu hal yang jarang terjadi di
negeri ini.
Hampir sebagian besar media massa di
negeri ini dalam mengulas film masih berkutat
soal menceritakan kembali sinopsis film, seputar siapa bintang film dan sutradaranya, lalu
menjustifikasi filmnya sebagai tontonan yang
baik atau buruk dengan memberi skor bak guru
di sekolah yang memberi nilai ujian terhadap
siswanya. Mereka masih belum menganggap
penting rubrik film dengan tidak mempekerjakan pengasuh rubrik dari lulusan Kajian Film
misalnya, atau setidak-tidaknya lulusan Sastra
Indonesia atau Sastra Inggris yang telah mengenyam pendidikan soal apresiasi sastra dan
turunannya beserta teori-teori pendukungnya.
Lewat cara ini setidak-tidaknya ulasan film di
media massa dapat dipertanggungjawabkan,
serta memiliki kredibilitas.
Ade Irwansyah adalah satu dari sedikit
pengulas film di media massa arus utama yang
memiliki kredibilitas itu. Tulisan-tulisannya biasanya tak begitu panjang, enak diikuti, ditulis
dengan gaya yang santai namun mendalam
dengan misalnya menelaah simbol-simbol
tersirat dari suatu film. Tak jarang ia memberi peringatan “spoiler alert” di awal artikel.
Karena konsekuensi dari menelaah film secara
mendalam, memang terkadang pengulas
harus membeberkan semua cerita dalam film,
termasuk unsur kejutan yang selalu ada di
penghujung sebuah film.
Kita sebagai penikmat film memiliki banyak
sekali alternatif bacaan pendamping selepas
menonton film, ada ulasan “berat” dari Eric
Sasono yang panjang-panjang, ulasan cerdas
namun penuh nyinyir khas Mumu Aloha, atau
ulasan dari Ade Irwansyah yang enak diikuti itu,
belum lagi ulasan dari sejumlah movie blogger berhati mulia -- bagaimana tidak, tanpa
dibayar, mereka dengan segala keikhlasan hati
selalu menulis ulasan-ulasan film terkini secara
berkala. Atau lewat majalah yang sedang anda
pegang ini, makin memperkaya khasanah dunia
kritik film di Indonesia bukan?
Satu catatan kecil tentang kritik film di
negeri ini bahwa mengapa para penikmat film
tak membaca tulisan sejumlah kritikus film tertentu adalah karena para kritikus ini kekurangan
humor, asik sendiri menelaah dengan mengolah
kata-kata yang membuat pembacanya harus
selalu sedia kamus bahasa Indonesia sebagai
pendamping. Rasanya hanya angan-angan saja
kita dapat menemukan seorang kritkus film
setajam Eric Sasono namun juga seasik Mumu
Aloha. Bila memang ada kritikus film yang
seperti ini, insyaallah, dunia kritik film Indonesia
akan semakin asyik saja untuk diikuti.
September 2013 l Kinescope l 31
32. OPINI
Begitu charming dan berpengaruhnya seorang
aktor atau BINTANG FILM, hingga bisa membatalkan sebuah produksi film, jika dia menolak
untuk terlibat. Produser Tinker Taylor Soldier
Spy (Tomas Alfredson, UK, 2011) dan There Will
Be Blood (Paul Thomas Anderson, USA, 2007)
berniat membatalkan produksinya, jika Gary Oldman dan Daniel Day Lewis menolak untuk main.
Oldman dan Day Lewis tentu menyesal jika menolak, Oldman akhirnya mendapat nominasi Oscar
pertamanya sebagai aktor terbaik dan Lewis
meraih Oscar keduanya.
Doni Agustan
B
eberapa aktor juga punya ‘power’ untuk
menentukan lawan mainnya. Elizabeth
Taylor menolak main dalam A Little Night
Music karya Ingmar Berman produksi 1977,
jika produser tetap menawarkan salah satu karakter utama film tersebut pada Bette Davis. Bette
Davis adalah bintang film klasik yang menjadi diva
perfilman Hollywood sejak 1930-an hingga awal
tahun 60an. Davis meraih 11 nominasi Oscar dan
memenangkan dua diantaranya, untuk Jezzebel
(1938) dan Dangerous (1936). Liz (nama panggilan Elizabeth Taylor) yang juga telah memiliki
dua piala Oscar ini (untuk Butterfield 8 dan Who’s
Afraid Virginia Woolf), tidak ingin spotlightnya
sebagai bintang senior saat itu harus dibaginya
dengan kehadiran Davis.
Lindsay Lohan terlibat langsung dalam pemilihan aktor yang akan memerankan Richard Burton
untuk film televisi yang diangkat dari kisah hidup
Elizabeth Taylor, Liz and Dick (2012). Begitu juga
dengan Jennifer Lawrence, setelah tampil bersama
dalam Silver Linings Playbook (2012) dan menang
Oscar, dia bisa dengan mudah meminta Bradley
Cooper berperan sebagai pasangannya lagi, untuk
film terbaru karya Susanne Bier yang rencana akan
rilis akhir 2013 ini.
Bagaimana dengan urusan jualan? Will Smith,
Tom Cruise, Julia Roberts, Tom Hanks, Meg Ryan
dan Leonardo DiCaprio pernah dicap sebagai
aktor-aktor yang dijamin membuat film laris. Begitu dipercayanya pesona mereka, masing-masing
nama di atas ini bahkan pernah dibayar hingga 20
juta dollar Amerika per film. Will Smith misalnya,
sejak berhasil membawa Independence Day menjadi salah satu film terlaris sepanjang masa, honornya meningkat pesat. Pesona Will juga terbukti
mampu menarik jutaan ratusan juta dollar. Selama
hampir 10 tahun, sejak 1997-2006, film-film yang
dibintanginya hampir selalu meraih pemasukan
di atas 100 juta dollar AS. Setali tiga uang dengan
Smith, Tom Cruise adalah raja film-film box office
era tahun 1990an. Hampir semua filmnya laris di
pasaran. Bahkan Cruise juga menerima penghasilan dari persentase penjualan film-filmnya.
Bagaimana dengan tahun 2013 ini untuk
urusan jualan? Majalah Forbes terbitan bulan
Juli 2013 merilis daftar aktris Hollywood dengan
32 l Kinescope l September 2013
Apa Itu a
narny
Sebe g
Bintan
Film?
33. bayaran termahal, nama Angelina Jolie berada di posisi
paling atas.
Penghasilan bintang yang meraih Oscar untuk aktris
pendukung terbaik dalam Girl, Interupted (1999) ini
dilansir mencapai 33 juta dollar AS untuk periode Juni
2012 sampai Juni 2013. Jumlah tersebut 13 juta dollar
AS lebih besar dari tahun sebelumnya.
Sepak terjang tunangan aktor Brad Pitt ini sebagai
penulis dan sutradara diyakini sebagai penyumbang pemasukannya selama setahun belakangan ini. Untuk menyutradarai film In the Land of Blood and Honey, Jolie
dibayar 2,5 juta dollar AS. Film tersebut merain nominasi Golden Globe untuk film berbahasa asing terbaik
2012. Spekulasinya untuk film terbarunya Unbroken,
Jolie dibayar 2 kali lipat dari honornya menyutradarai
film In the Land of Blood and Honey. Tahun ini Jolie juga
terlibat dalam film produksi Disney Maleficent, yang
dispekulasi memberinya honor puluhan juta dollar AS.
Sementara itu, bintang Twilight dan On the Road,
Kristen Stewart yang pada tahun lalu berada di urutan
teratas tahun ini berada di posisi ketiga dengan penghasilan 22 juta dollar AS. Di urutan kedua ada aktris
muda berbakat Jennifer Lawrence. Penghasilan bintang
Hunger Games ini untuk periode yang sama mencapai
26 juta dollar AS. Jennifer berhasil mengesar posisi
Stewart karena berhasil meraih piala Oscar untuk perannya sebagai Tiffany dalam Silver Linings Playbook.
Mantan istri Brad Pitt, Jennifer Aniston, berada
pada posisi keempat dengan penghasilan 20 juta dollar
AS, diikuti aktris Emma Stone dengan 16 juta dollar AS.
Robert Downey Jr. menerima 75 juta dollar AS
terhitung dari bulan Juni 2012 hingga Juli 2013. Hugh
Jackman berada pada posis kedua dengan penghasilan
55 juta dollar AS. Diikuti dengan Channing Tatum pada
posisi ketiga dan Mark Wahlberg pada posisi keempat.
Tetapi bayaran mahal untuk bintang-bintang
ini tidak selalu menjamin kesuksesan film-film yang
mereka bintangi. Banyak juga film-film yang jeblok
dipasaran walaupun sudah memanfaatkan nama-nama besar mereka. Cruise
dan Diaz sudah pernah bekerja sama
di Vanilla Sky, tetapi kehadiran
mereka di film Knight and Day yang
berbujet 117 juta dollar AS ini tidak
membantu sama sekali. Karena
Knight and Day hanya mampu
mengumpulkan 20 juta dollar AS
di minggu pertama penayangan.
Untung saja, popularitas mereka di
kancah internasional berhasil mengumpulkan 185 juta dollar AS.
Selama lebih dari dua dekade, Tom
Hanks menjadi jaminan box office. Sebut saja Forrest Gump, Sleepless in
Seattle, dan masih banyak judul
lainnya. Tapi kesuksesannya
sebagai tokoh utama tidak
diikuti oleh kiprahnya sebagai sutradara. Ia
membintangi
sekaligus menyutradai
film
Larry
Crowne dan
film ini hanya
menghasilkan 35
juta dollar AS
di pasar Amerika dan hanya meraih satu juta dollar lebih
banyak di pasar Internasional.
Julia Roberts gagal membawa Duplicity meraih
sukses. Film berkisah tentang mata-mata ini meraup 40
juta dollar AS di Amerika Utara saja, dan 38 juta dollar
AS untuk rilis internasional. Dengan total pendapatan 78
dollar AS, dibandingkan biaya produksi yang mencapai
60 juta dollar, film ini masuk kategori gagal. Film Julia
lainnya, Eat, Pray, Love juga mengalami kegagalan di box
office dan hanya meraup 80 juta dollar AS, tidak sesuai
dengan bagaimana film ini banyak ditunggu-tunggu.
Setahun sebelum Batman Begins, muncul film Catwoman dibintangi Halle Berry, yang sebelumnya sudah
sangat dikenal sebagai Storm di X-Men. Dengan biaya
produksi lebih dari 100 juta dollar AS, seharusnya ini
merupakan tugas mudah baginya. Tapi total pendapatan
film ini hanya 82 juta dollar AS.
The Adventure of Pluto Nash yang dibintangi oleh
Eddie Murphy disebut-sebut sebagai salah satu kegagalan luar biasa dalam sejarah film Hollywood. Biaya
produksi yang mencapai 100 juta dollar AS, tetapi film
fiksi ilmiah ini hanya berhasil meraup 7 juta dollar AS,
untuk pasar Amerika dan internasional.
Bagaimana dengan film lokal? Seberapa kuatkah
pengaruh aktor?
Untuk tahun 1980an kita punya The Big Five seperti
Roy Marten, Robby Sugara, Yati Octavia, Doris Callebaut dan Jenny Rachman yang dibayar paling minimal
5 juta rupiah per film dan memang berhasil membuat
film-film mereka laris pada waktu itu. Kita semua
tahu, tahun 1970-1980an adalah era paling sukses film
Indonesia.
Era sekarang? Era film setelah bangkit lagi dari
mati suri. Belum ada lagi bintang seperti Roy Marten
atau Jenny Rachman. Mari kita sebut beberapa nama
bintang film Indonesia saat ini, Dian Sastrowardoyo dan
Nicholas Saputra misalnya. Dian dan Nicholas dulu
disebut-sebut sebagai calon dua bintang besar,
keduanya memang cukup berhasil menjadi
‘besar’ tetapi film-film yang mereka
bintangi setelah Ada Apa Dengan Cinta
(AADC) belum adalagi yang mencapai
penghasilan AADC sebanyak 2 juta
penonton.
Kesimpulannya adalah bahwa
‘Industri’ film Indonesia belum punya
bintang lagi. Belum ada ‘leading lady’
seperti Yati Octavia dan Doris Callebaut pada tahun 1970-1980an. Bisa
juga disimpulkan, kita belum punya
bintang lagi!
Pada kenyataannya, bahwa
kejadian seorang aktor lokal menggagalkan sebuah produksi film pernah
terjadi. Tinggal satu minggu menjelang syuting, semua sudah siap,
sampai kemudian produser
mengagalkan produksi film
remake dari sebuah serial televisi tersebut
, dengan rumour
‘aktor utamanya
tidak deal’.
Apakah aktor
ini bisa kita
sebut bintang?
Silahkan putuskan sendiri.
September 2013 l Kinescope l 33
34. BEHIND THE SCENE
23.59 Sebelum Mati
F
ilm pertama dari komunitas Underdog Kick Ass
berjudul 23:59 Sebelum Mati direncanakan
akan tayang secara resmi pada 17 Oktober
2013 mendatang. Begitu lah yang tertulis pada
akun resmi mereka, @2359SebelumMati: It’s official.
Oct 17, 2013. Akan tayang di bioskop terdekat.
Para pemain dalam film ini berasal dari berbagai
macam latar belakang dan usia yang telah dilatih selama 6 bulan oleh para pembimbing yang sudah tidak
diragukan lagi kemampuannya seperti sutradara besar Rudi Soedjarwo, pemain - penulis dan sutradara
teater Adri Prasetyo, dramawan Erry Petrucci serta
seorang sript supervisor Syahril Ismanto.
Berkisah tentang 45 orang dalam momen 23:59
sebelum menghadapi kejadian penting dalam hidup
mereka masing-masing yang dapat merubah, atau
bahkan mengakhiri. Digarap oleh 2 sutradara baru,
10 penulis skenario baru, 2 penata fotografi baru, 2
musik baru yang diambil di 25 lokasi selama 90 hari.
Teaser resminya sudah dirilis beberapa waktu
lalu di youtube dan bisa dicari dengan kata kunci
23:59 Sebelum Mati - Official Teaser Trailer. Untuk
mengetahui lebih lanjut silahkan klik http://www.
underdogkickass.com
34 l Kinescope l September 2013
35. Sinopsis
Foto courtesy of Underdog KickAss & 23:59
Kisah sekitar 40 karakter memasuki
phase 23 jam 59 menit sebelum menemui kejadian penting dalam hidupnya.
Kematian juga merupakan bagian dari
kejadian penting beberapa karakter
di film ini. Seorang pria yang masa
hidupnya penuh dengan perbuatan keji
dimotori oleh rasa benci, memasuki
masa 23:59 sebelum menemui ajalnya,
memasuki masa-masa hidup lalunya,
bertemu dengan sosok yang membawa
misi akhir, apa yang terjadi di periode
waktu tersebut.
Kematian bukan hanya kejadian
dalam hidup yang terlihat di film ini.
Bahkan banyak hal-hal dalam kehidupan
yang sangat berarti, tanpa kita sadari
terjadi setelah melalui ruang waktu 23
jam 59 menit. Termasuk dua manusia
yang ditemukan tanpa rencana, saling
mengisi ruang waktu di masa 23:59
sebelum menghadapi moment penting
dalam hidupnya yang terpisah.
September 2013 l Kinescope l 35
36. ON LOCATION
Produser
Irwansyah
Raffi Ahmad
Furqy
Tayang
12 September 2013
Produksi
R1 Pictures
Pemeran
ZaskiaSungkar
ShireenSungkar
Revalina S. Temat
Renata Kusmanto
Fahrani
Empel, Irwansyah
Teuku Wisnu
Didi Riyadi
Ganindra Bimo
Marcell Domits
Wanita tetap Wanita
Wanita Tetap Wanita merupakan tanda cinta bagi
seluruh perempuan Indonesia. Disutradarai oleh
4 orang sutradara muda Indonesia, Irwansyah,
Teuku Wisnu, Didi Riyadi dan Reza Rahadian.
F
ilm ini bertutur tentang kehidupan 5
orang perempuan berbeda latar-belakang pekerjaan, kehidupan sosial, dan
inisiasi memperjuangan hidup, namun
memiliki satu misi yaitu ‘membahagiakan
hati yang butuh bahagia dengan segala
kekisruhan prahara dunia’.
Sederhana, namun menjiwa. Wanita
Tetap Wanita bercerita tentang kekuatan
perempuan menghadapi segala konflik yang
ada di sekitar kita. Banyak orang menganggap perempuan lemah dan hanya menggantungkan hidup pada Lelaki. Tapi, tidakbanyak yang menyadari betapa hebatnya
perempuan. Di atas bahu kecilnya, bahkan
perempuan sanggup menanggung beban
dunia. Di kedua mata sendunya, perempuan
36 l Kinescope l September 2013
menyimpan jutaan cerita yang ingin dibagi
kepada dunia. Di kedua tangannya, dunia
akan direngkuh dalam damai penuh cinta
dan harapan. Tidak ada yang tidak mungkin
dilakukan perempuan, karena perempuan
memiliki otak, akal, mata, dan jiwa yang
kuat, namun dengan hati yang lembut
penuh kasih.
SINOPSIS
Wanita Tetap Wanita dibagi dalam 5 plot cerita yang memiliki 1 benang merah, bahwa
Perempuan adalah superwomenjika ditelisik
melalui berbagai sisi, bukan hanya lewat sisi
simpati. Terdapat 5 judul cerita yaitu “Reach
The Star”, “First Crush”, “In Between”, “Cupcakes” dan “WithorWithout”.
37. With or Without
Sutradara: RezaRahadian
Penulis: Lily NailufarMahbob
Cupcakes
Sutradara: Didi Riyadi
Penulis: IlmaFathnurfirda
Shana merasa terpuruk setelah ditinggal
oleh calon suaminya, Rangga di hari pernikahannya. Didukung sahabatnya, Jasmine,
ia berusaha bangkit dengan memanfaatkan
keahliannya, Shana membuka gerai cupcake.
Usaha cupcakeShana melejit perlahan tapi pasti, seperti hati Shana yang diam-diam berusaha
membuka diri untuk kehadiran Fauzan, abang
Jasmine yang diam-diam menaruh hati pada
Shana. DisaatShana sudah siap untuk move
on, Rangga mendadak muncul dihadapannya.
Shana berusaha kuat, ada sakit hati bernama
cinta yang kembali menyeruak, namun Shana
berusaha meyakinkan diri ada kalanya manusia
jatuh agar belajar berdiri dengan dua kaki.
Trauma pada masa lalu membuat Adith menutup diri dari kehadiran laki-laki. Adith berjuang
keras untuk membuat dirinya bangga bisa bertumpu pada kemampuan dirinya sendiri sebagai perempuan. Menulis banyak novel tentang
empower perempuan, membuat Adith seakan
berada di atas angin kalau hidup perempuan
tidak harus bersanding dengan laki-laki. Hingga
dalam satu kali perjalanan, Adith bertemu
Rangga, supir taksi yang merupakan sarjana
filsafat dengan pemikirannya yang filosofis.
Tanpa sadar, Adith jatuh cinta. Rangga menyimpan kharisma sendiri di mata Adith dan
membuat Adith kembali percaya bahwa pria
dan wanita diciptakan untuk saling mencinta.
Kebersamaan mengantarkan mereka pada satu
komitmen pernikahan.
First Crush
Sutradara: Teuku Wisnu
Penulis: Hotnida Harahap
Reach The Star
Sutradara: Irwansyah | Penulis: Wina Aswir
Cinta masa remaja berada di depan mata
saat Nurma dewasa dan sudah bertunangan
dengan Iko. Cinta itu masih melekat pada
Andy, mantan guru les Nurma saat SMP. Tidak
disangka, Nurma yang baru menyandang
gelar Sarjana Hukum, diterima bekerja di
kantor advokat milik Andy. Seiring dengan
intensitas pertemuan Nurma dan Andy dalam
menangani kasus KDRT terhadap perempuan,
hubungan mereka terus berkembang. Nurma
menemukan kebahagiaan saat bersama Andy
yang sudah berkeluarga. Nurma memutuskan pertunangannya dengan Iko, mencoba
memenangkan hatinya yang berkecamuk saat
bersama Andy. Sampai akhirnya, Nurma tersadar pada satu titik, saat menempatkan dirinya
sebagai Istri Andy, sebagai jutaan perempuan
lain diluar sana yang suaminya ‘main gila’
dengan perempuan lain.
Janji adalah hutang yang harus dilunasi
sampai mati, begitulah ucap bakti Kinan tertuju
bagi kedua orang tuanya, walaupun Ayah
Kinan sudah meninggal. Kinan berjuang sekuat
tenaga untuk bisa menyandangkan gelar Hajj
di nama Ayah dan Ibunya. Impiannya sudah di
In Between
Sutradara: Irwansyah | Penulis: Yunialarasati P
Menjadi kepala keluarga, sekaligus kakak
bagi Lola dan Teddy bukanlah pilihan Vanya.
Apalagi, Lola yang mengidap Autis membutuhkan perhatian khusus. Vanya terus berupaya
agar Lola bisa diterapi sesuai kebutuhannya.
Biaya terapi yang tidak sedikit, membuat Vanya
memaksa dirinya untuk tetap eksis di dunia
model. Namun, usaha itu dijengkal Dion yang
ingin sekali bercinta dengan Vanya. Karena
mendapat penolakan, Dion mengumbar pemberitaan miring tentang Vanya, yang membuat
karirVanya berada di ujung tanduk. Vanya
memiliki taktiknya sendiri hingga Dion
terjebak. Vanya membersihkan namanya dari
fitnah Dion dan dengan keahliannya,
menjadi model dan DJ. Vanya mampu memenuhi harapannya sendiri, memasukkan
Lola ke terapi lanjutan. Inilah yang disebut
Vanya sebuah pencapaian saat mimpi
tidak hanya dibiarkan mengendap di dasar
impian.
depan mata, saat Kinan lolos satu-per-satutest
di Maskapai Penerbangan Internasional.
Namun, berita tidak enak menyeruak ke
infotainment sejak Iko, seorang Selebritas yang
terkenal playboy berusaha mendekati Kinan.
Muncul berita pedas kalau Kinan merupakan
Pramugari simpanan Pilot. Hati Kinan terluka
saat segala daya dan upaya dikerahkan untuk
membahagiakan Ibunya, malah penolakan
yang didapat. Di tengah perasaannya yang
tercabik-cabik, Kinan menyandarkan harapannya pada kekuatan yang tersisa, menepis Iko
yang terus berusaha mendapat sedikit tempat
di hati Kinan.
September 2013 l Kinescope l 37
38. SPOTLIGHT
Doni Agustan
Bintang-Bintang Film
Indonesia yang berkiprah
Internasional
“Dengan menggunakan Indonesia
sebagai lokasi syuting, tentu ini
membuka kesempatan bintang-bintang
film lokal untuk terlibat dalam produksi
film luar”
38 l Kinescope l September 2013
B
elakangan kebijakan Pemerintah
Indonesia memberikan keleluasaan dan
kemudahan untuk pihak asing termasuk
industri film Hollywood untuk syuting
di Indonesia. Walaupun sejak dulu sebenarnya
sudah ada beberapa film yang menggunakan
Indonesia sebagai lokasi syuting, tetapi baru
belakangan berita seputar hal ini diekspose oleh
media. Michael Mann dan team, baru-baru ini
memilih Indonesia sebagai lokasi untuk film
terbarunya yang berjudul Cyber. Cyber yang
berisah tentang hacker ini mengambil beberapa
lokasi di Jakarta seperti Kampung Ambon dan
Lapangan Banteng. Sebelumnya, Oliver Stone
memanfaatkan pantai-pantai Bali untuk lokasi
syuting filmnya, Savages, yang dibintangi oleh
Aaron Johnson dan Blake Lively.
Dengan menggunakan Indonesia sebagai
lokasi syuting, tentu ini membuka kesempatan
bintang-bintang film lokal untuk terlibat dalam
produksi film luar tersebut. Eat Pray Love karya
Ryan Murphy yang dibintangi Julia Roberts yang
memanfaatkan Bali sebagai lokasi syutingnya,
membuka pintu karir Christine Hakim ke
Hollywood. Christine mendapatkan peran
penting dalam film ini.
Nama Christine Hakim tentu menjadi sosok
paling utama untuk kita berbicara tentang
bintang-bintang film Indonesia yang berkiprah
pada dunia film internasional. Festival Film
Cannes 2002 menjadi pembuka pamor Christine
Hakim di peta perfilman dunia. Ia menjadi orang
Indonesia pertama yang menjadi juri di salah
39. satu festival film tertua di dunia tersebut.
Christine Hakim menjadi juri bersama Sharon
Stone dan bintang film asal Malaysia, Michelle
Yeoh. Hubungan Christine dengan Cannes telah
dimulai sejak tahun 1998 saat film Daun di
Atas Bantal karya Garin Nugroho diputar pada
festival tersebut untuk kategori Un Certain
Regard. Film ini juga mengantarkannya meraih
popularitas di Asia karena meraih penghargaan
pemeran utama wanita terbaik pada Festival
Film Asia Pasifik 1998. Dua tahun sebelumnya,
Christine juga telah terlibat dalam sebuah film
drama produksi Jepang yang berjudul Sleeping
Man karya Kohei Oguri. Sleeping Man juga
dibintangi oleh aktor watak terkenal Jepang
saat ini, Koji Yakusho.
Selain nama Christine Hakim, jangan
lupakan Willy Dozan. Saat ini mungkin kita
hampir lupa bahwa kita punya seorang aktor
laga seperti Willy Dozan yang telah berkarir
pada salah pusat perfilman dunia yaitu Hong
Kong. Dalam kurun waktu 3 tahun, 1979-1982,
Willy yang memiliki nama lahir Chuang Cen Li,
terlibat dalam 8 film produksi Hong Kong. Filmfilm tersebut adalah Hard Way to Die (1979),
Super Power (1979), Black Belt Karate (1979),
Crystal Fist (1979), Black Jim Smashes
All (1980), A Fistful of Talons (1981), Kung Fu
from Beyond the Grave (1982) dan Kung Fu
Zombie (1982).
Yang paling baru tentu Joe Taslim dan
Iko Uwais. Dua bintang dari film The Raid
Redemption karya sutradara Garreth Evans ini,
mendapatkan kesempatan berkarir untul film
produksi Hollywood. The Raid mendapatkan
respon positif saat rilis di Amerika Serikat
membuka pintu bagi Joe dan Iko untuk
mempertinggi jam terbang mereka sebagai
aktor. Joe Taslim mendapatkan peran dalam
salah satu franchise film Hollywood, The Fast
and the Furious 6. Selama beberapa bulan,
Joe Taslim bersama bintang-bintang besar
Hollywood digembleng dalam workshop untuk
keperluan adegan action dalam film tersebut.
Film yang rilis summer 2013 lalu ini menjadi
salah satu film paling laris tahun ini. Bukan
tidak mungkin Joe Taslim akan mendapatkan
tawaran menarik selanjutnya dari Hollywood.
Man of Taichi adalah sama-sama karya
debut untuk Keanu Reeves dan Iko Uwais.
Film ini adalah debut karir Iko di Hollywood
dan debut Reeves sebagai sutradara. Selain
menyutradarai, Reeves juga tampil sebagai
pemain utama dalam film yang rilis Indonesia
pada tangga 11 Juli 2013 ini. Selain beradu
akting dengan Reeves, Iko juga dipertemukan
dengan dua mega star Hong Kong, Simon Yam
dan Karen Mok. Film yang mengambil setting
di Beijing ini mengisahkan tentang perjalanan
spiritual Tiger Chen yang adalah seorang
petarung martial arts.
Agnes Monica yang lebih dikenal sebagai
penyanyi juga telah berhasil merambah dunia
film dan televisi Asia. Agnes yang sukses
sebagai salah satu bintang televisi terpopuler
di Indonesia ini terlibat dalam beberapa
drama seri produksi televisi Taiwan yaitu The
Hospital dan Romance In the White House.
Agnes juga terlibat dalam sebuah film produksi
Singapura yang berjudul 3 Peas in a Pod yang
baru akan rilis 14 November 2013.
Bagaimana dengan bintang-bintang film
kita yang terlibat dalam Java Heat? Tentu
keberuntungan bagi Tio Pakusadewo, Atiqah
Hasiholan, Aryo Baru, Rio Dewanto, dan Mike
Muliardo bisa beradu akting dengan Kellan Lutz
dan Mickey Rourke. Tetapi sayangnya Java Heat
hanya rilis terbatas di Amerika Serikat, peluang
bintang-bintang ini untuk mendapatkan
kesempatan seperti Christine Hakim, Joe Taslim
dan Iko Uwais memang lebih kecil, tetapi
kemungkinan tersebut tentunya tetap ada.
Bagaimana kabar dengan keterlibatan
Cinta Laura dalam film The Philosopher? Kita
tunggu saja film yang rencana baru akan rilis
tahun 2014 ini.
September 2013 l Kinescope l 39