SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 27
Downloaden Sie, um offline zu lesen
Page | 0
ANALISIS SIKLUS HIDUP DESTINASI PARIWISATA BALI: KAJIAN
EKONOMI PARIWISATA TERHADAP DESTINASI
Oleh
I Gusti Bagus Rai Utama
Program S3 (Doktor) Pariwisata Universitas Udayana
Abstract
Tourist Area lifecyle analysis, and Indext of Irritation, used to know each destination on
the destination life cycle phase, where the results of this analysis will be used to
formulate strategy management, marketing of destination based on five aspects namely:
fairness, effectiveness, efficiency, credibility and integration. Irritation Index analysis
actually is periodic review of involving stakeholders in the formulation of sustainable
tourism development strategy. Policies will be very important thing to adapt from time-to
time as destinations are like at a different phase and the previous policy may no longer
relevant to the current situation. On the other hand, a obligation to accommodate the
entire input or opinions from various stakeholder groups in terms of problem
identification, legitimacy, participation and conflict resolution. Stakeholder framework
has been applied in combination with the tourist destination life cycle in order to analyze
the stakeholders' attitudes toward tourism and sustainable development. Tanah Lot
Tourism Object is a fact that a tourist attraction or a tourist destination will always
change and require different management strategies in harmony with the conditions of an
object on the phase whether it actually was. While the attractions of Bali Botanical
Garden is a good example to explain the transfer function of an area into a tourist
attraction which is felt to support the main functions of a particular area related to aspects
of economic values from tourism activities.
Keyword: Tourist Area lifecyle, Indext of Irritation, economic values, tourism activities
1. Pendahuluan
Saat ini pariwisata seringkali dipersepsikan sebagai mesin penggerak ekonomi
atau penghasil devisa bagi pembangunan ekonomi di suatu negara, tanpa terkecuali di
Afrika. Namun pada kenyataannya, pariwisata memiliki spektrum fundamental
pembangunan yang lebih luas bagi suatu negara. 1
Pariwisata internasional pada tahun
2004 mencapai kondisi tertinggi sepanjang sejarah dengan mencapai 763 juta orang dan
menghasilkan pengeluaran sebesar US$ 623 miliar. Kondisi tersebut meningkat 11% dari
jumlah perjalanan tahun 2003 yang mencapai 690 juta orang dengan jumlah pengeluaran
1
Tourism Highlight 2005, UN-WTO, Madrid
Page | 1
US$ 524 miliar. Seiring dengan hal tersebut, diperkirakan jumlah perjalanan wisata dunia
di tahun 2020 akan menembus angka 1,6 miliar orang per tahun (UN-WTO, 2005) seperti
nampak pada grafik.1 di bawah ini:
Grafik 1, 2
Tourism Vision 2020 – UNWTO.
Melihat trend positif dari pertumbuhan pariwisata global, optimisasi pembangunan
pariwisata sebagai sebuah alternatif pembangunan untuk pengganti sektor agraris dan
industri yang cenderung merusak sumber daya alamiah semakin mendapat sambutan yang
lebih meyakinkan.
Munculnya isu pengelolaan pariwisata yang berkelanjutan adalah sebagai hal
yang dinamis dalam skala industri secara makro melalui pendekatan strategis dalam
perencanaan dan pembangunan sebuah destinasi pariwisata. 3
Meskipun banyak anggapan
bahwa pariwisata adalah sebuah sektor pembangunan yang kurang merusak lingkungan
dibandingkan dengan industri lainnya, namun jika kehadirannya dalam skala luas akan
menimbulkan kerusakan lingkungan fisik maupun sosial (Murphy dan Price dalam
Theobald, 2004).
Melanjutkan konsep pembangunan berkelanjutan, Murphy dan Price (dalam
Theobald, 2004) berpendapat bahwa ada hubungan antara ekonomi dan lingkungan serta
memiliki hubungan yang sangat erat. Kepentingan pariwisata dalam pembangunan
berkelanjutan adalah logis mengingat bahwa pariwisata adalah salah satu industri yang
2
Tourism Vision 2020 – UNWTO.
3
Although tourism is generally regarded as less destructive to the environment than most other industries,
nevertheless, its sheer size and widespread presence has already created negative physical and social
environmental damage. Furthering the concept of sustainable development, Murphy dan Price (dalam
Theobald, 2004)
Page | 2
produknya menjual lingkungan, baik fisik dan manusia sebagai sebuah totalitas produk.
Penulis lainnya juga berpendapat bahwa integritas dan kelangsungan produk pariwisata
telah membutuhkan perhatian utama sebagai sebuah industri. Mereka berpendapat bahwa
apa yang sekarang dilakukan dalam penelitian pariwisata dan kebijakan adalah upaya
yang lebih besar untuk menghubungkan kepentingan akademik dan pemerintah dalam
mengejar kepentingan pengembangan pariwisata yang lebih berkelanjutan dengan para
pelakunya pada garis depan yakni praktisi industri dan wisatawan.
Sebenarnya pembangunan pariwisata merupakan konsep yang sedang
berkembang, konsep siklus hidup pariwisata dan konsep daya dukung saling terkait
adalah cara yang baik dan dinamis untuk melihat kondisi dan perkembangan pariwisata.
Konsep siklus hidup menunjukkan bahwa daerah tujuan wisata senantiasa mengalami
perubahan dari waktu ke waktu, dan kemajuannya dapat dilihat melalui tahapan-tahapan
dari pengenalan hingga penurunan. Dengan pengelolaan yang baik, pariwisata
berperanan untuk memberdayakan sumber daya yang langka serta menjadikan industri
pariwisata dapat diperpanjang siklus hidupnya dan berkelanjutan (Theobald, 2004)
Masalah standar dalam industri pariwisata juga menjadi isu yang sangat menarik
untuk diutarakan sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan pariwisata yang
bertanggungjawab dan berkelanjutan. Standar adalah dokumen yang menetapkan dasar,
contoh atau prinsip untuk menyesuaikan hal-hal yang terkait dengan unit pengukuran
yang seragam. Standar dapat berupa kewajiban (misalnya, ditetapkan dalam undang-
undang) yang membahas pengembangan standar keberlanjutan dari usaha-usaha lokal
untuk menciptakan perbaikan bisnis sebagai bagian dari upaya persiapan bersaing pada
industri pariwisata global. Proposisi yang ditetapkan pada pembahasan tentang standar
adalah bahwa penetapan standar dan sertifikasi adalah alat berharga untuk membantu
membawa para pemangku kepentingan bersama-sama menemukan sebuah kesepakatan
bentuk penilaian yang bertanggungjawab. Sertifikasi adalah proses yang bertujuan untuk
membantu meningkatkan standar industri dan merupakan alat kebijakan untuk melakukan
perbaikan secara sukarela di bawah lima aspek: keadilan, efektivitas, efisiensi,
kredibilitas dan integrasi (Theobald, 2004).
Dalam pengembangan strategi pariwisata dan kebijakan, otoritas yang
bertanggung jawab, harus mempertimbangkan pandangan dari sejumlah pemangku
Page | 3
kepentingan termasuk industri, penduduk, kelompok khusus yang mewakili kepentingan
lingkungan dan masyarakat, serta wisatawan sendiri.
Pelibatan stakeholder dalam perumusan strategi pengembangan pariwisata yang
berkelanjutan dan kebijakan mungkin menjadi hal yag sangat penting untuk diperhatikan.
Sebuah keharusan mengakomodasi seluruh masukan atau pendapat dari berbagai
kelompok pemangku kepentingan dalam hal identifikasi masalah, legitimasi, keterlibatan
dan resolusi konflik. Kerangka stakeholder telah diterapkan dalam hubungannya dengan
siklus hidup daerah tujuan wisata dalam rangka menganalisis sikap terhadap pemangku
kepentingan pariwisata dan pembangunan berkelanjutan.
Di banyak negara-negara dunia maju, pertentangan tajam terjadi antara kelompok
konservasionis dan industri pariwisata. Konservasionis berpendapat bahwa lingkungan
harus mendapatkan perlindungan dan pembatasan pada pertumbuhan pariwisata yang
dramatis. Industri Pariwisata di sisi lain berusaha untuk meningkatkan dan
mengembangkan fasilitas baru untuk mewujudkan kepuasan wisatawan.
Lebih Lanjut, Hudson dan Miller (Theobald, 2004) mengeksplorasi hubungan
antara pentingnya etika dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan dan
mempertimbangkan bagaimana pemahaman tentang pendekatan etis dari para pejabat
pariwisata di masa depan bisa menguntungkan mereka secara efektif dalam mengelola
industri di masa depan. Hudson dan Miller (Theobald, 2004) menyimpulkan bahwa
negara-negara maju mungkin akan mengalami tekanan besar untuk menetapkan hak atas
alam agar penduduk lebih makmur dan oleh karena itu menjadi lebih peduli dengan
masalah estetika, namun, gerakan untuk perlindungan lingkungan tidak mungkin untuk
dilanjutkan pada negara-negara yang kurang berkembang di mana isu-isu kelangsungan
hidup lebih mendesak untuk dibicarakan dibandingkan isu-isu konservasi.
2. Kajian Teoritis
Dalam pembangunan dan pengembangan pariwisata khususnya pengembangan kawasan
wisata atau obyek wisata pada umumnya mengikuti alur atau siklus kehidupan pariwisata yang
lebih dikenal dengan Tourist Area Life Cycle (TLC) sehingga posisi pariwisata yang akan
dikembangkan dapat diketahui dengan baik dan selanjutnya dapat ditentukan program
pembangunan, pemasaran, dan sasaran dari pembangunan pariwisata tersebut dapat ditentukan
Page | 4
dengan tepat.
2.1. Tourist Area Lifecycle
Siklus hidup pariwisata pada umumnya mengacu pada konsep 4
TLC (Butler’s 80,
Tourist Area Lifecycle) yang dapat dijabarkan pada Grafik 2. (Hypothetical Evolution
of a Tourist Area) sebagai berikut :
5
Grafik 2. Hypothetical Evolution of a Tourist Area.
Source: Butler, R. W. 1980. "The Concept of a Tourism Area Life Cycle
of Evolution: Implications for Management of Resources." The Canadian
Geographer 24(1), p. 8.
Tahap 1. Penemuan (Exploration)
Potensi pariwisata berada pada tahapan identifikasi dan menunjukkan destinasi memiliki
potensi untuk dikembangkan menjadi daya tarik atau destinasi wisata karena didukung oleh
keindahan alam yang masih alami, daya tarik wisata alamiah masih sangat asli, pada sisi lainnya
telah ada kunjungan wisatawan dalam jumlah kecil dan mereka masih leluasa dapat bertemu dan
berkomunikasi serta berinteraksi dengan penduduk local. Karakteristik ini cukup untuk dijadikan
alasan pengembangan sebuah kawasan menjadi sebuah destinasi atau daya tarik wisata.
4
TouristAreaLifeCycle(TLC)
5
Butler,R.W.1980."TheConceptofaTourismAreaLife Cycleof Evolution: ImplicationsforManagementof
Resources."TheCanadianGeographer24(1),p.8.
Page | 5
Tahap 2. Pelibatan (Involvement)
Pada tahap pelibatan, masyarakat lokal mengambil inisiatif dengan menyediakan
berbagai pelayanan jasa untuk para wisatawan yang mulai menunjukkan tanda-tanda peningkatan
dalam beberapa periode,. Masyarakat dan pemerintah local sudah mulai melakukan sosialiasi
atau periklanan dalam skala terbatas, pada musim atau bulan atau hari-hari tertentu misalnya pada
liburan sekolah terjadi kunjungan wisatawan dalam jumlah besar, dalam kondisi ini pemerintah
local mengambil inisiatif untuk membangun infrastruktur pariwisata namun masih dalam skala
dan jumlah yang terbatas.
Tahap 3. Pengembangan (Development)
Pada tahapan ini, telah terjadi kunjungan wisatawan dalam jumlah besar dan pemerintah
sudah berani mengundang investor nasional atau internatsional untuk menanamkan modal di
kawasan wisataw yang akan dikembangkan. Perusahaan asing (MNC) Multinational company6
)
telah beroperasi dan cenderung mengantikan perusahan local yang telah ada, artinya usaha kecil
yang dikelola oleh penduduk local mulai tersisih hal ini terjadi karena adanya tuntutan wisatawan
global yang mengharapkan standar mutu yang lebih baik. Organisasi pariwisata mulai terbentuk
dan menjalankan fungsinya khususnya fungsi promotif yang dilakukan bersama-sama dengan
pemerintah sehingga investor asing mulai tertarik dan memilih destinasi yang ada sebagai tujuan
investasinya.
Tahap. 4 Konsolidasi (consolidation)
Pada tahap ini, sektor pariwisata menunjukkan dominasi dalam struktur ekonomi pada
suatu kawasan dan ada kecenderungan dominasi jaringan international semakin kuat memegang
peranannya pada kawasan wisataw atau destinasi tersebut. Kunjungan wisatawan masih
menunjukkan peningkatan yang cukup positif namun telah terjadi persaingan harga diantara
perusahaan sejenis pada industri pariwisata pada kawasan tersebut. Peranan pemerintah local
mulai semakin berkurang sehingga diperlukan konsolidasi untuk melakukan re-organisasional,
dan balancing peran dan tugas antara sector pemerintah dan swasta.
6
Multinationalcompany:HotelChain,Franchising,Tour agency,etc
Page | 6
Tahap. 5 Stagnasi (Stagnation)
Pada tahapan ini, angka kunjungan tertinggi telah tercapai dan beberapa periode
menunjukkan angka yang cenderung stagnan. Walaupun angka kunjungan masih relative
tinggi namun destinasi sebenarnya tidak menarik lagi bagi wisatawan. Wisatawan yang
masih datang adalah mereka yang termasuk 7
repeater guest atau mereka yang tergolong
wisatawan yang loyal dengan berbagai alasan. Program-program promosi dilakukan
dengan sangat intensif namun usaha untuk mendatangkan wisatawan atau pelanggan baru
sangat sulit terjadi. Pengelolaan destinasi melampui daya dukung sehingga terjadi hal-hal
negative tentang destinasi seperti kerusakan lingkungan, maraknya tindakan kriminal,
persaingan harga yang tidak sehat pada industry pariwisata, dan telah terjadi degradasi
budaya masyarakat lokal.
Tahapan. 6 Penurunan atau Peremajaan (Decline/Rejuvenation)
Setelah terjadi Stagnasi, ada dua kemungkinan bisa terjadi pada kelangsungan
sebuah destinasi. Jika tidak dilakukan usaha-usaha keluar dari tahap stagnasi, besar
kemungkinan destinasi ditinggalkan oleh wisatawan dan mereka akan memilih destinasi
lainnya yang dianggap lebih menarik. Destinasi hanya dikunjungi oleh wisatawan
domestik saja itupun hanya ramai pada akhir pekan dan hari liburan saja. Banyak fasilitas
wisata berubah fungsi menjadi fasilitas selain pariwisata. Jika Ingin Melanjutkan
pariwisata?, perlu dilakukan pertimbangan dengan mengubah pemanfaatan destinasi,
mencoba menyasar pasar baru, mereposisi attraksi wisata ke bentuk lainnya yang lebih
menarik. Jika Manajemen Destinasi memiliki modal yang cukup?, atau ada pihak swasta
yang tertarik untuk melakukan penyehatan seperti membangun atraksi man-made, usaha
seperti itu dapat dilakukan, namun semua usaha belum menjamin terjadinya peremajaan.
2.2. Index of Irritation
Untuk menentukan perkembangan sebuah destinasi dapat digunakan analisis
8
Index of Irritation yang terdiri dari empat tahapan atau fase yakni: Euphoria, Apathy,
7
repeater guest adalah mereka yang tergolong wisatawan yang loyal dengan berbagai alasan
8
Index of Irritation: Euphoria, Apathy, annoyance, dan antagonism
Page | 7
annoyance, dan antagonism. Metode ini lebih mengarah pada analisis sosial yang
mengukur dampak pariwisata dari sisi sosial. Hasil dari analisis ini dapat mengukur
perubahan perilaku masyarakat lokal terhadap kehadiran pariwisata di daerahnya.
(1) Phase Euphoria ditandai dengan temukannya potensi pariwisata kemudian
pembangunan dilakukan, para investor datang menanamkan modal dengan
membangun berbagai fasilitas bisnis pendukung pariwisata, sementara wisatawan
mulai berdatangan ke sebuah destinasi yang sedang dibangun, namun perencanaan
dan kontrol belum sepenuhnya berjalan dengan baik.
(2) Phase Apathy ditandai dengan adanya perencanaan terhadap destinasi khususnya
berhubungan dengan aspek pemasaran termasuk promosi pariwisata. Terjadinya
hubungan antara penduduk local dengan penduduk luar dengan tujuan bisnis,
sementara wisatawan yang datang berusaha menemukan keistimewaan yang dimiki
oleh destinasi namun tidak menemukannya.
(3) Phase berikutnya adalah Phase Annoyance dengan ditandai terjadinya kelesuan pada
pengelolaan destinasi mulai terasa atau dapat dikatakan mendekati titik jenuh. Para
pemegang kebijakan mencari solusi dengan meningkatkan pembangunan infrastruktur
tanpa berusaha mengurangi jumlah wisatawan yang datang ke destinasi sehingga
kedatangan wisatawan dianggap sudah mengganggu masyarakat local.
(4) Phase yang terakhir dalam analisis Index of Irriatation adalah Antagonism dimana
masyarakat local merasa telah terjadi gesekan social secara terbuka akibat kehadiran
para wisatawan dan wisatawan dianggap sebagai penyebab dari segala permasalahan
yang terjadi pada sebuah destinasi. Perencanaan pada destinasi dilakukan dengan
melakukan promosi untuk mengimbangi menurunnya citra destinasi.
3. Metode Analisis
Data sekunder yang tersedia di sejumlah publikasi dan laporan penelitian, menjadi
sumber data utama yang akan dianalisis. Sedangkan data dan informasi yang telah
dikumpulkan selanjutnya akan dianalisis dengan 2 (dua) alat analisis yakni TLC (Tourist
Area Life Cycle), dan Irritation Index. Hasil analisis selanjutnya dibandingkan dengan
teori pendukung dan hasil penelitian sebelumnya yang memiliki kesamaan dan kemiripan.
Page | 8
4. Hasil Analisis dan Pembahasan
Pembahasan pada analisis ini menggunakan tiga sample obyek wisata dimana
ketiga obyek wisata tersebut sedang diuji keberlanjutannya. Dengan menggunakan dua
pendekatan analisis yakni Tourist Area Lifecycle dan Irritation Index, berusaha membuat
kajian dampak ekonomi obyek terhadap pembangunan masyarakat local setempat. Obyek
wisata yang dimaksud adalah: Obyek wisata Tanah Lot di Tabanan, dan Obyek Wisata
Kebun Raya Bedugul Bali di kawasan Bali tengah.
4.1. Obyek Wisata Tanah Lot Tabanan
Pura Tanah Lot terletak di Pantai Selatan Pulau Bali tepatnya di wilayah Desa
Beraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan. Keberadaan Pura Tanah Lot pada
mulanya berhubungan erat dengan perjalanan Danghyang Nirartha atau Danghyang
Dwijendra di Pulau Bali. Pura Tanah Lot didirikan pada abad ke XV masehi oleh
Danghyang Nirartha atau yang dikenal sebagai Empu Bawu Rawuh yang berasal dari
Kerajaan Majapahit di pulau Jawa. Saat ini, Pura Tanah Lot merupakan daya tarik utama
bagi obyek wisata Tanah Lot, selain itu pula Tanah Lot memiliki daya tarik matahari
tenggelam (SunSet), dan Aktivitas upacara keagamaan pada hari-hari tertentu.
Gambar 2. Aktivitas Upacara pada Pura Tanah Lot
Sumber: www.balineseindonesia.blogspot.com
Page | 9
Sejak tanggal 1 Juli 2000 pengelolaan obyek wisata Tanah Lot ditangani oleh
Desa Adat Beraban dengan membentuk Badan Pengelola Obyek Wisata Tanah Lot
(BPOWTL). Distribusi hasil pengelolaan Obyek Wisata Tanah Lot, berdasarkan surat
perjanjian No. 01/HK/2000 tentang kerjasama pengelolaan obyek wisata Tanah Lot yang
ditandatangani oleh Nyoman Adiwiryatama selaku Bupati Tabanan, I Made Deka selaku
Bendesa Adat Beraban, I Gusti Gede Aryadi selaku pihak CV. Ary Jasa Wisata.
Persentase yang disepakati bersama adalah sebesar (55%) diserahkan kepada Pemda, CV.
Ari Jasa Wisata memperoleh sebesar (15%), Desa Adat Beraban sebesar (20%), Pura
Tanah Lot dan Pura sekitarnya memperoleh sebesar (5%) dan sisanya (5%) dibagikan
kepada Desa-Desa Adat se-Kecamatan Kediri. Persentase ini disepakati (diberlakukan)
sampai tahun 2011 (Desa Adat Beraban, 2010)
Retribusi dikenakan untuk setiap pengunjung adalah sebesar Rp. 5000 untuk
anak-anak Lokal, dan sebesar Rp.7500 untuk Dewasa Lokal. Sedangkan untuk wisatawan
mancanegara dikenakan satu tariff yaitu Rp. 10.000 baik untuk wisatawan anak-anak
ataupun dewasa yang sudah termasuk asuransi. Retribusi parkir untuk kendaraan roda dua
dikenakan biaya retribusi sebesar Rp. 2000 sedangkan kendaraan roda empat dikenakan
biaya sebesar Rp.5000, serta kendaraan roda enam sebesar Rp.10.000. Setiap pedagang
yang memiliki kios dikenakan biaya sebesar Rp. 1.200/hari dan untuk pedagang yang
hanya menggunakan lapak, dikenakan biaya Rp. 750/hari (Observasi, 2010)
4.1.1. Kontribusi Objek Wisata Tanah Lot Terhadap Desa Adat Beraban
1) Kontribusi terhadap Pendapatan Desa
Saat ini Obyek Wisata Tanah Lot memiliki peranan yang sangat penting dalam
kontribusinya terhadap pendapatan Desa Adat Beraban. Kontribusi Obyek Wisata Tanah
Lot untuk Desa Adat Beraban digunakan untuk pembangunan dan perawatan pura yang
ada di Desa Beraban, sehingga dapat meringankan beban masyarakat dalam dalam
melaksanakan upacara agama. Perincian sumber-sumber pendapatan Desa Adat Beraban
dari sejak tahun 2005 sampai dengan 2009 dapat dilihat dalam table 1 berikut:
Page | 10
Tabel 1. Data Pendapatan Desa Adat Beraban Tahun 2005 – 2009
Sumber : Kantor Bendesa Beraban
Dari table 1 di atas, memperlihatkan pendapatan dari hasil pengelolaan Obyek
Wisata Tanah Lot sebesar 20% merupakan Pendapatan Asli desa Pekraman Beraban dan
merupakan komposisi terbesar pada beberapa sumber pendapatan desa adat Beraban.
Adapun Jumlah retribusi yang diperoleh obyek wisata Tanah Lot dari tahun 2005
sampai dengan tahun 2009 disajikan dalam table 2. berikut:
Tabel 2. Hasil Pungutan Retribusi Obyek Wisata Tanah Lot Tahun 2005 - 2009
Sumber : Badan Operasional Obyek Wisata Tanah Lot
No
Sumber
Tahun
2005 2006 2007 2008 2009
1
Pendapatan Asli
Desa Pakraman
577.181.249 1.145.427.071 1.473.695.623 1.903.580.558 2.475.818.395
2
Pendapatan Punia +
Lainnya
106.599.400 84.909.491 152.550.000 225.347.110 70.250.000
3
Bantuan Pemerintah
Atasan
28.000.000
45.000.000 45.000.000 73.400.000 55.000.000
Jumlah 711.780.649 1.275.336.562 1.671.245.623 2.202.327.668 2.601.068.395
Keterangan
TAHUN
2005 2006 2007 2008 2009
Penghasilan Kotor 4.387.139.700 9.547.884.950 12.143.674.400 14.676.335.150 17.333.327.100
Premi Asuransi 442.554.300 397.712.500 495.389.700 600.050.300 714.068.600
Penghasilan Bersih 3.944.585.400 9.150.172.450 11.648.284.700 14.076.284.850 16.619.258.500
Biaya Operasional 1.479.920.000 2.665.000.000 3.939.075.153 3.939.075.153 4.082.528.507
Pendapatan Bersih 2.464.665.400 6.485.172.450 7.709.209.547 10.137.209.697 12.536.729.993
Biaya Promosi/ Pengembangan
(15%) - 972.775.868 1.156.381.432 1.520.581.455 1.880.509.499
Pendapatan Bersih - 5.512.396.583 6.552.828.115 8.616.628.242 10.656.220.494
Distibusi: - -
Pemda Kabupaten Tabanan
(55%) 1.355.565.970 3.031.818.120 3.604.055.463 4.739.145.533 5.860.921.272
CV. Arya Jasa (15%) 369.699.810 826.859.487 982.924.217 1.292.494.236 1.598.433.074
Desa Adat Beraban (20%) 492.933.080 1.102.479.317 1.310.565.623 1.723.325.648 2.131.244.099
Desa-Desa Adat Se Kec. Kediri
(5%) 123.233.270 275.619.829 327.641.406 430.831.412 532.811.025
Pura Luhur Tanah Lot dan
Sekitarnya (5%) 123.233.270 275.619.829 327.641.406 430.831.412 532.811.025
Page | 11
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa setiap tahun pendapatan retribusi yang
didapat oleh Obyek Wisata Tanah Lot dan yang akhirnya diterima oleh Desa Adat
Beraban semakin meningkat dan retribusi dari Obyek Wisata Tanah Lot merupakan
kontribusi sumber pendapatan terbesar Desa Adat Beraban.
Analisisnya, jika dilihat dari konsepsi carrying capacity dengan asumsi tidak ada
kenaikan harga tiket masuk dan retribusi lainnya, maka jika dibandingkan dengan
terjadinya peningkatan pendapatan asli Desa Beraban, maka dapat diperkirakan bahwa
pengelolaan Obyek Wisata Tanah Lot belum memperlihatkan adanya pengaturan jumlah
pengunjung dan sangat dimungkinkkan pengelolaannya tanpa konsep carrying capacity.
2) Kontribusi terhadap Penyerapan Tenaga Kerja
Tabel 3 dibawah, menunjukkan Jumlah penduduk Desa Beraban (Desa Dinas)
sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 memperlihatkan adanya peningkatan yang
sangat berarti pada tahun 2009, hal ini sangat dimungkinkan adanya kaum pendatang dari
sekitas Pulau Bali atau kaum pendatang dari luar Bali untuk berusaha dan bekerja di
sekitar Wilayah Desa Beraban.
Tabel 3. Jumlah Penduduk Desa Beraban Tahun 2005 – 2009
Sumber : BPS Kabupaten Tabanan
Pekerja badan operasional yang langsung diserap oleh obyek wisata Tanah Lot
adalah sebanyak 167 orang. Jadi secara sederhana dapat disimpulkan bahwa obyek wisata
Tanah Lot telah memberikan kontribusi terhadap penciptaan lapangan pekerjaan bagi
Desa Beraban. Dan jumlah tenaga kerja yang diserap dari keseluruhan pedagang tetap
dan pedagang tidak tetap adalah 645 orang. Dapat diketahui bahwa obyek wisata Tanah
Lot secara langsung telah menyerap 812 orang tenaga kerja (Kantor Bendesa Beraban,
No Tahun
Jumlah
Keluarga
Laki Perempuan Jumlah
Perubahan (%)
1
2
3
4
5
2005
2006
2007
2008
2009
1.449
1.456
1.460
1.465
1.625
2.726
2.763
2.823
2.845
2.938
2.735
2.771
2.781
2.805
3.034
5.461
5.534
5.604
5.650
5.972
---
1,34
1,26
0.82
5.70
Page | 12
2010). Sementara pedagang yang ada di Obyek Wisata Tanah Lot sebanyak 528
pedagang (pedagang tetap dan pedagang tidak tetap). Persentase jumlah penduduk yang
bekerja di sektor wiraswasta/pedagang adalah 24% dengan jumlah tenaga kerja sebanyak
607 orang.
Analisisnya, keberadaan Obyek Wisata Tanah Lot telah mampu melibatkan
sebagian besar penduduk Desa Beraban dalam pengelolaan Obyek Wisata baik secara
langsung maupun tidak langsung.
3) Kontribusi terhadap pembangunan fasilitas
Pengembangan objek Wisata Tanah Lot juga berdampak terhadap kondisi
kepariwisataan di sekitar Obyek Wisata Tanah Lot itu sendiri. Oleh karena fenomena itu,
munculah beberapa hotel berbintang, villa, art shop, dan restoran di sekitar objek Wisata
Tanah Lot yang tentunya berada pada wilayah Desa Adat Beraban. Berikut disajikan
pertambahan hotel, villa, pondok wisata, dan restoran yang ada di kawasan Desa
Beraban dari tahun 2005 sampai dengan 2009.
Tabel 4. Data Jumlah Hotel, Villa, Pondok Wisata, Restoran dan Artshop di Desa
Braban Tahun 2005-2009
N
o
Tahun
Jumlah
Hote
l
Vill
a
Pondok Wisata Restoran Art Shop
1 2005 1 - 2 3 341
2 2006 1 - 4 3 341
3 2007 2 4 4 3 341
4 2008 3 4 4 4 341
5 2009 3 4 4 4 341
Sumber : Kantor Desa Beraban
Jumlah art shop sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 menunjukkan
jumlah yang tetap karena letak art shop telah diatur dengan baik pada komplek tertentu
dan diatur dalam bentuk lapak (stand). Sementara pembangunan restoran juga terkesan
telah diatur dan dibatasi pembangunanannya. Begitu juga dengan pembangunan hotel dan
Page | 13
villa juga telah diatur dengan baik oleh pemda dan penguasa desa di wilayah Desa Adat
Beraban.
Analisisnya, berdasarkan data di atas, dapat diperkirakan bahwa pembangunan di
Desa Beraban telah menerapkan tata wilayah dengan baik minimal dengan pembatasan
jumlah fasilitas pendukung yang sangat mungkin berdampak pada lingkungan fisik dan
social.
4.1.2. Posisi Obyek Wisata Tanah Lot berdasarkan Analisis Tourist Area Lifecycle
Obyek Wisata Tanah Lot berdasarkan Analisis Tourist Area Lifecycle
berada pada phase Konsolidasi (consolidation)
Pada tahap ini, sektor pariwisata menunjukkan dominasi dalam struktur ekonomi pada
suatu kawasan dan ada kecenderungan dominasi jaringan international semakin kuat memegang
peranannya pada kawasan wisataw atau destinasi tersebut. Kunjungan wisatawan masih
menunjukkan peningkatan yang cukup positif namun telah terjadi persaingan harga diantara
perusahaan sejenis pada industri pariwisata pada kawasan tersebut. Peranan pemerintah local
Konsolidasi
(consolidation)
Page | 14
mulai semakin berkurang sehingga diperlukan konsolidasi untuk melakukan re-organisasional,
dan balancing peran dan tugas antara sector pemerintah dan swasta.
Obyek Wisata Tanah Lot Perlu Melakukan Konsolidasi:
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa: Pengelolan obyek Wisata Tanah Lot belum
menerapkan manajemen Carrying Capacity sehingga gesekan sangat mungkin terjadi
pada wisatawan terhadap wisatawan yang lainnya untuk memperebutkan tempat-tempat
tertentu agar dapat menikmati atraksi utama dari Obyek Wisata Tanah Lot seperti
pemandangan matahari tenggelam “sunset” (Observasi, 2011). Peningkatan jumlah
pengunjung tanpa memperhitungkan daya dukung akan cenderung memicu terjadinya
kerusakan bagi lingkungan di sekitar obyek dan mungkin juga bagi kerusakan aspek fisik
dan non fisik Heritage Tanah Lot.
Paradoksi antara kepentingan ekonomi dan pelestarian heritage khususnya
terhadap asset warisan budaya Pura Tanah Lot, benar-benat telah terjadi pada beberapa
bulan terakhir dan menunjukkan intensitas ketegangan yang semakin meningkat.
Ketegangan berawal dari berakhirnya masa kontrak kerjasama pengelolaan Tanah Lot
antara Pemerintah Kabupaten Tabanan, CV Ari Jasa Wisata, dan Desa Adat Beraban
yang masa kontraknya berakhir pada 1 April 2011 (Bali Post, Juni 2011)
Sebagian besar warga Desa Adat beraban menginginkan pengelolaan Obyek
Wisata Tanah Lot ditangani oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Tabanan dan Warga
Desa Adat Beraban saja, sementara Pemerintah Kabupaten Tabanan tetap menginginkan
komposisi pengelolaan yang telah berjalan pada kontrak yang telah berakhir tetap
berjalan untuk pengelolaan saat ini artinya tidak perlu ada perubahan, hanya dibuatkan
kontrak baru saja.
Usulan Warga Desa Adat Beraban yang berada pada tim perjuangan warga
Beraban adalah, pengelolaan Tanah Lot hanya dikelola oleh Pemda dan warga Desa
Adat Beraban. Dengan komposisi pembagian hasil masing-masing Pemkab 50 persen,
sisanya 50 persen bagi Desa Pekraman Beraban. Khusus jatah Desa Beraban akan dibagi
lagi dengan rincian, 70 persen Desa Pekraman Beraban dan pura Tanah Lot 30 persen.
Jatah 70 persen bagi Desa Pakraman Beraban akan dibagi lagi ke sejumlah pura dan desa
adat dengan komposisi, Desa Pekraman Beraban 80 persen, Pura Dangin Bingin 2,50
Page | 15
persen, Pura Bomo 1 persen dan Desa Adat se Kecamatan Kediri 16,5 persen. Sementara,
jatah bagi Pura Tanah Lot 30 persen akan dibagi lagi ke 8 lokasi pura, seperti Pura Tanah
Lot, Pura Pakendungan, Pura Batu Bolong, Pura Jro Kandang, Pura Penataran, Pura
Enjung Galuh, Pura Batu Mejan dan Pura Hyang Api (Bali Post, Juni 2011).
Sementara, dari pihak Pemilik CV Ari Jasa Wisata, justru berpendapat lain,
karena telah berjasa, harusnya tetap mendapat jatah dari Tanah Lot karena. CV Ari Jasa
Wisata merasa telah berjasa dengan dipercayainya, pihaknya mendapat bantuan dari Duta
Besar Jerman dan Pemprov Bali senilai Rp 81 juta untuk membangun wisata Tanah Lot.
Setelah berjuang sendirian bertahun-tahun, Tanah Lot bisa dikenal dan mendulang
pendapatan bersih hingga Rp 12 miliar per tahun (Bali Post, Juni 2011).
Analisisnya, pengelolaan Obyek Wisata Tanah Lot telah membangkitkan hasrat
bisnis warga Desa Beraban dan telah menimbulkan rasa percaya diri bahwa mereka telah
mampu untuk mengelola heritage tersebut secara mandiri tanpa campur tangan pihak
swasta, sementara pihak swasta (CV Ary Jasa Wisata) yang memang sejak berdirinya
sudah bermotifkan bisnis, cenderung ingin melanjutkan klaim keberhasilannya walaupun
kontrak kerjasamanya telah berakhir. Implikasinya adalah, timbulnya gesekan dalam
masyarakat yang mengarah pada munculnya egoism kelompok, termasuk juga egoism
kelompok masyarakat Desa Adat Beraban.
Pragmatisme Warga Desa Beraban cenderung mengarah pada hal-hal yang berbau
material semata, sementara pertimbangan atas kepentingan pelestarian Heritage serta
Value atau nilai yang tersimpan Pura Tanah Lot tersebut masih sangat diragukan karena
secara historis Pura Tanah Lot adalah milik Masyarakat Bali bukan milik masyarakat
Desa Adat Beraban Saja.
4.1.3. Posisi Obyek Wisata Tanah Lot berdasarkan Analisis Irritation Index
Obyek Wusata Tanah Lot telah berada pada phase Annoyance dengan ditandai
terjadinya kelesuan pada pengelolaan destinasi mulai terasa atau dapat dikatakan
mendekati titik jenuh. Para pemegang kebijakan mencari solusi dengan meningkatkan
Page | 16
pembangunan infrastruktur tanpa berusaha mengurangi jumlah wisatawan yang datang ke
destinasi sehingga kedatangan wisatawan dianggap sudah mengganggu masyarakat local.
Pengelolaan Obyek Wisata Tanah Lot telah berada pada phase Annoyance
dengan ditandai terjadinya kelesuan pada pengelolaan destinasi, mulai terasa atau dapat
dikatakan mendekati titik jenuh, bahkan dapat dikatakan telah mendekati batas atas
carrying capacity. Pengelolaan Pura Tanah Lot sebagai Heritage telah mengalami
perubahan atau komodifikasi fungsi yang berarti. Secara fisik keberadaan Pura Tanah Lot
sebagai daya tarik wisata telah mampu menggerakkan pembangunan fisik Desa Beraban
secara keseluruhan namun perubahan perilaku masyarakat yang diharapkan sebagai
conserver (Pelestari) telah berubah menjadi Consumer (pengkonsumsi) dalam hal ini,
mereka mengkemas Pura Tanah Lot sebagai “komoditas” Obyek Wisata untuk
mendapatkan keuntungan ekonomi yang sebesar-besarnya. Aspek Pelestarian fisik telah
berjalan dengan baik namun aspek pelestarian budaya beserta nilai yang terkandung pada
Pura Tanah Lot sebagai heritage yang merupakan milik warga Bali telah disabotase oleh
Masyarakat Desa Adat Beraban hanya dengan alasan ekonomi semata.
4.2. Kebun Raya Bedugul Bali
4.2.1. Sejarah Kebun Raya
Sejarah berdirinya Kebun Raya Eka Karya Bali tidak dapat dipisahkan dari
sejarah berdirinya Kebun Raya Bogor (KRB) yang bermula dari Prof. Dr. C.G.C.
Reinwardt, botanis asal Jerman yang berada di Indonesia pada awal abad ke-19. Ia
menganggap eksplorasi tumbuhan dan masalah pertanian juga merupakan tugasnya di
Hindia Belanda. Kemudian ia menulis surat yang disampaikan kepada G.A.G.P. Baron
van der Capellen, Gubernur Jendral Hindia Belanda di Batavia, memohon sebidang tanah
untuk penelitian manfaat berbagai tumbuhan serta koleksi tanaman yang bernilai
ekonomi, berasal dari kawasan Indonesia dan mancanegara. Persisnya tanggal 18 Mei
1817 dilakukan pemancangan patok pertama, kemudian tanggal tersebut menandai
berdirinya Kebun Raya yang diberi nama Islands Plantentuin atau Hortus Botanicus
Page | 17
Bogoriensis seluas 47 hektar. Lokasinya berdampingan dengan Istana Gubernur Jenderal
Hindia Belanda di Bogor atau yang terkenal sekarang dengan nama Istana Presiden
Bogor. Melalui perjalanan yang panjang, sekarang luas Kebun Raya Bogor 87 hektar.
Kebun Raya Bogor atau nama lengkapnya Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya
Bogor, LIPI berada di bawah Kedeputian Ilmu Pengetahuan Ilmu Hayati-Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI). Kebun Raya Bogor merupakan pusat Kebun Raya yang
membawahi 3 cabang Kebun Raya, yaitu Kebun Raya Cibodas, Kebun Raya Purwodadi
dan Kebun Raya Eka Karya Bali (LIPI, 2005)
Berdirinya Kebun Raya Eka Karya Bali berawal dari keinginan Prof. Ir. Kusnoto
Setodiwiryo (Direktur Kebun Raya Indonesia “Bogor”) dan I Made Taman (Kepala
Lembaga Pelestarian dan Pengawetan Alam) untuk mengoleksi jenis-jenis tumbuhan dari
seluruh dunia, mengoleksi jenis-jenis tumbuhan Bali dan Nusa Tenggara, menyediakan
fasilitas bagi kepentingan ilmu pengetahuan dan budaya, serta menyediakan wahana
rekreasi dan menjadikan salah satu objek wisata di Bali. Keinginan dan gagasan ini
dimulai sejak tahun 1955 dengan mengadakan pendekatan kepada Pemerintah Daerah
Bali. Setelah melalui proses waktu yang cukup panjang, akhirnya mendapat tanggapan
yang positip dari pejabat-pejabat daerah seperti, Gubernur Sunda Kecil (Nusa Tenggara);
Tengku Daud Syah, Residen Bali-Lombok; I Gusti Bagus Oka, Dewan Pemerintah
Daerah Bali; I Gusti Ngurah Sutedja, Kepala Bidang Pembangunan dan Ekonomi Dewan
Pemerintah Bali; I Wayan Dangin, Dinas Pekerjaan Umum Daerah Bali; I Ketut Mandra,
Kepala Dinas Kehutanan; I Komang Tjoe dan Kepala Dinas Kehutanan Bali Selatan; I
Nyoman Sulandra (Sujana, 2002)
Pada tahun 1958 pejabat yang berwenang di Bali secara resmi menawarkan
kepada Lembaga Pusat Penyelidikan Alam untuk mendirikan kebun raya di Bali yang
berfungsi sebagai lembaga ilmiah dan tempat rekreasi. Untuk mewujudkan tawaran
tersebut, Direktur Lembaga Pusat Penyelidikan Alam, Kepala Kebun Raya Bogor,
Kepala Lembaga Pelestarian dan Pengawetan Alam, Kepala Pusat Penelitian Laut dan
Direktur Akademi Pertanian Bogor beserta beberapa mahasiswanya mengadakan
peninjauan ke Bali (Sujana, 2002)
Page | 18
Keinginan pemerintah pusat untuk mendirikan kebun raya dengan areal meliputi
danau Beratan tidak diijinkan oleh Pemerintah Daerah Bali karena di areal tersebut telah
terdapat pemukiman penduduk Candikuning yang sudah lama ada. Sebagai kesepakatan,
lokasi kebun raya ditetapkan pada hutan reboisasi Candikuning yang pada waktu itu
sudah ditanami Altingia Exelsa, Manglitea Glauca, Syzigium Polanthum, Toona Sureni
dan Bischofia Javanica dengan luas 50 hektar. Lokasinya terletak di lereng sebelah timur
Bukit Tapak, yang terletak pada ketinggian 1.250 meter sampai dengan 1.450 meter dari
permukaan laut, yang berbatasan langsung dengan cagar alam Batukaru (Sujana, 2002)
Kebun Raya Bali diresmikan oleh Prof. Ir. Kusnoto pada tanggal 15 Juli 1959,
sebagai realisasi Surat Keputusan Kepala Daerah Tingkat I Bali pada 19 Januari 1959.
Nama “Eka Karya” diusulkan oleh I Made Taman, Kepala Lembaga Pelestarian dan
Pengawetan Alam, sebagai salah satu perintis Kebun Raya Bali (Sujana, 2002)
Untuk pertama kalinya ditanam beberapa jenis tanaman koleksi di sekitar
wantilan seperti cemara pandak, cemara geseng, dan beberapa jenis tanaman yang
sengaja didatangkan dari Kebun Raya Cibodas dan Kebun Raya Bogor. Semua tanaman
tersebut dapat tumbuh dengan baik kecuali penanaman kayu merah (red wood) yang
sangat terkenal di pantai barat Amerika mengalami kegagalan (mati pada tahun 1966).
Pemeliharaan kebun raya pada waktu itu dilakukan oleh 2 orang tenaga lapangan bantuan
dari Pemerintah Daerah Bali yakni, I Gusti Made Puja (pegawai Kehutanan) dan Nyoman
Rampiag (Pegawai Pemda) dengan penanggungjawab Kepala Dinas Kehutanan Bali; I
Komang Tjoe (Sujana, 2002)
Pada tanggal 30 April 1976, Ketua LIPI meresmikan perluasan Kebun Raya Eka
Karya Bali menjadi 129,20 hektar (Hasil pengukuran ulang pada tahun 1993 luasnya
diketahui 154,50 hektar) berupa kawasan hutan reboisasi Bukit Tapak, dengan status
pengelolaan “pinjam pakai” dari departemen kehutanan. Kebun Raya Eka Karya Bali
merupakan salah satu unit pelaksana teknis balai pengembangan kebun raya dalam
jajaran Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Sujana, 2002)
Page | 19
4.2.2. Tugas Pokok Kebun Raya Eka Karya
Kebun Raya Eka Karya Bali merupakan salah satu dari empat kebun raya yang
berada di bawah naungan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Adapun rencana
induk pengembangan Kebun Raya Eka Karya yang disusun berdasarkan analisis
kebutuhan dalam jangka panjang tahunan adalah sebagai berikut, (1) Pengumpulan jenis-
jenis Gymnospermae, yakni jenis-jenis tumbuhan berdaun jarum dari seluruh dunia. (2)
Pengumpulan jenis-jenis tumbuhan dari seluruh Bali dan Nusa Tengga yang habitat
aslinya berasal dari daerah dataran tinggi basah. (3) Rekreasi dan objek pariwisata di
daerah Bali, disamping penyediaan fasilitas bagi kepentingan ilmu pengetahuan “ilmiah”.
(4) Melakukan kegiatan usaha tambahan untuk menunjang pembiayaan kebun raya
(Sujana, 2002)
Kekayaan koleksi jenis tanaman pada empat kebun raya di Indonesia dapat dilihat
pada Gambar 4.1, dimana tercatat Kebun Raya Eka Karya Bali menyimpan 20 koleksi
Jenis tanaman, Kebun Raya Purwodadi menyimpan 48 koleksi jenis tanaman, Kebun
Raya Cibodas menyimpan 55 kolekasi jenis tanaman dan yang terbanyak adalah Kebun
Raya Bogor dengan jumlah koleksi sebanyak 177 jenis koleksi.
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
KR Bogor KR Cibodas KR
Purwodadi
KR Eka
Karya
177
55 48
20
Gambar 4.1
Koleksi Tanaman Langka di Empat Kebun Raya di Indonesia
Sumber: IUCN Redlist Book 2001
Page | 20
Sedangkan tugas pokok yang diemban oleh Kebun Raya Eka Karya Bali adalah
melakukan tugas inventarisasi, eksplorasi, dan konservasi tumbuhan tropika yang
mempunyai nilai ilmu pengetahuan dari kawasan dataran tinggi lembab. Untuk
menyelenggarakan tugas tersebut, Kebun Raya Eka Karya Bali mempunyai fungsi
sebagai berikut, (1) melaksanakan inventarisasi berbagai jenis tumbuhan tropika yang
habitatnya dari dataran tinggi lembab, (2) melaksanakan ekplorasi jenis-jenis tumbuhan
tropika yang habitatnya dari dataran tinggi lembab, (3) melakukan konservasi terhadap
tumbuhan tropika yang habitatnya dari dataran tinggi lembab yang mempunyai nilai ilmu
pengetahuan dan potensi ekonomi dalam rangka melestarikan sumber daya hayati
(plasma nuftah) di bumi Indonesia, (4) melakukan pelayanan jasa ilmiah dibidang
arsitektur (lanscape) pertamanan serba ragam tanaman hias (floracultural), introduksi
dayaguna tumbuhan apresiasi masyarakan terhadap alam lingkungan, dan (5) melakukan
kegiatan tata usaha (Sujana, 2002)
Foto 4.1
Maskot Kebun Raya Eka Karya Kondisi Maret 2005
Sumber: Dokumentasi Penelitian, 2005
Foto 4.1 menampilkan Kebun Raya saat ini masih nampak asri, menawan, dan
masih menyimpan keindahan alam sebagai atraksi wisata yang menarik. Pohon-pohon
Page | 21
langka, variasi tanaman masih terpelihara dengan baik, berarti pengelola Kebun Raya
Eka Karya masih konsisten dengan tugas-tugas yang diembannya.
4.2.3. Pengelolaan Kebun Raya sebagai Obyek Wisata
Kebun Raya Eka Karya Bali semula hanyalah lembaga konservasi tumbuhan
namun telah berkembang menjadi objek wisata (taman rekreasi) yang menawan dan
menarik, karena memadukan unsur keindahan alam, kelangkaan, dan keragaman jenis
tanaman. Dengan melakukan penelitian tentang wisatawan yang mengunjungi Kebun
Raya Eka Karya Bali, diharapkan informasi tersebut akan berguna untuk pengembangan
taman atau kebun raya lainnya di Bali.
Untuk mengetahui lebih jelas (pemahaman empiris) mengenai kunjungan
wisatawan yang berkunjung ke Kebun Raya Eka Karya Bali dapat dilihat pada Tabel 1.2
Tabel 1.2
Kunjungan Wisatawan ke Kebun Raya Eka Karya Bali
Tahun 1998-2002.
Tahun Jumlah (orang) Perkembangan
1998 217.636 -
1999 211.172 -2.97%
2000 205.354 -2.76%
2001 270.117 31.54%
2002 17.894 -93.38%
Rata-rata 184.435
Sumber: Disparda Provinsi Bali (2003a), data diolah.
Tingkat kunjungan wisatawan ke Kebun Raya Eka Karya Bali (Tabel 1.2) dari
tahun 1998 sampai dengan tahun 2002 mengalami penurunan. Namun demikian, jumlah
kunjungan periode tersebut masih cukup tinggi dengan rata-rata 184.435 orang per tahun.
Sujana (2002) dalam penelitiannya tentang perumusan strategi pengelolaan objek
wisata Kebun Raya Eka Karya Bali, menyarankan agar pihak pengelola kebun raya Eka
Karya melakukan strategi diversifikasi yang diarahkan untuk (1) Menata kembali
kawasan ini, berupa: Penataan lokasi kemah wisata, pembuatan jalan turun tebing,
pendirian tempat berkemah, pengembangan daya guna flora dan fauna, pembudidayaan
Page | 22
tanaman air, arena bermain anak-anak, memperkaya koleksi tanamanan, membuat
katalog tanaman, dukungan masyarakat sekitar berupa penjualan souvenir. (2) Melakukan
budidaya flora dan fauna berupa pengembangan produk yang dilakukan oleh seksi
koleksi berupa: budidaya flora tanaman air sehingga diharapkan dapat memberikan daya
tarik lebih agar wisatawan tidak beralih ke objek lainnya. Budidaya fauna khususnya
binatang atau burung-burung yang telah ada, jenis serangga tertentu, dan juga binatang
kera. (3) Menambah koleksi tanaman khas Bali agar keunikannya semakin nampak
berupa penambahan tanaman umbi-umbian (bumbu), tanaman obat, tanaman panca
yadnya pada areal khusus. (4) Menciptakan bentuk katalog baru, pembuatan taman
supaya memberikan daya tarik unsur ilmiah, dengan nama latin serta bingkai ukiran Bali.
(5) Mempererat hubungan dan kerjasama dengan kelompok seni gong sebagai bentuk
tanggungjawab sosial dengan masyarakat lokal di daerah tujuan wisata yakni masyarakat
Candikuning. (6) Melakukan kegiatan usaha tambahan seperti: membuat cinderamata
khas Kebun Raya Eka Karya, baju kaos bergambar wisatawan dengan latar Kebun Raya
Eka Karya, mendirikan kios makanan dan minuman, lapangan tenis dirawat lebih baik,
penataan kembali gedung pertemuan, memperbanyak brosur sebagai media promosi.
4.2.4. Posisi Obyek Kebun Raya Bali berdasarkan Analisis Tourist Area
Lifecycle
Pengembangan
(Development)
Page | 23
Obyek Kebun Raya Bali berdasarkan Analisis Tourist Area Lifecycle berada pada
Pengembangan (Development).
Pada tahapan ini, telah terjadi kunjungan wisatawan dalam jumlah besar dan pemerintah
sudah berani mengundang investor nasional atau internatsional untuk menanamkan modal di
kawasan wisataw yang akan dikembangkan. Perusahaan asing (MNC) Multinational company9
)
telah beroperasi dan cenderung mengantikan perusahan local yang telah ada, artinya usaha kecil
yang dikelola oleh penduduk local mulai tersisih hal ini terjadi karena adanya tuntutan wisatawan
global yang mengharapkan standar mutu yang lebih baik. Organisasi pariwisata mulai terbentuk
dan menjalankan fungsinya khususnya fungsi promotif yang dilakukan bersama-sama dengan
pemerintah sehingga investor asing mulai tertarik dan memilih destinasi yang ada sebagai tujuan
investasinya.
Phase Development ini merupakan diferensiasi fungsi kebun raya menjadi obyek wisata yang
dirasakan mendatangkan manfaat ekonomi baik bagi pengelola kebun raya, masyarakat sekitar
obyek dan pendapatn pajak bagi pemerintah local. Hal senada juga dapat dilihat pada rencana
induk pengembangan Kebun Raya Eka Karya yang disusun berdasarkan analisis
kebutuhan dalam jangka panjang tahunan adalah sebagai berikut, (1) Pengumpulan jenis-
jenis Gymnospermae, yakni jenis-jenis tumbuhan berdaun jarum dari seluruh dunia. (2)
Pengumpulan jenis-jenis tumbuhan dari seluruh Bali dan Nusa Tengga yang habitat
aslinya berasal dari daerah dataran tinggi basah. (3) Rekreasi dan objek pariwisata di
daerah Bali, disamping penyediaan fasilitas bagi kepentingan ilmu pengetahuan “ilmiah”.
(4) Melakukan kegiatan usaha tambahan untuk menunjang pembiayaan kebun raya
(Sujana, 2002). Artinya pengembangan Kebun Raya Bali sebagai obyek wisata
sebenarnya untuk menangkap peluang pasar yang semakin meningkat ditengah phase
pembangunan Kebun Raya untuk mengemban fungsi utamanya karena antara fungsi
pengelolaan sebagai obyek wisata dirasakan dapat menopang pendanaan konservasi dan
preservasi Kebun Raya Bali dalam jangka pendek dan bahkan dalam jangka panjang.
Usaha-usaha pelibatan masyarakat lokal khususnya yang berhubungan penyediaan
cinderamata, fasilitas makan dan minum terus dilakukan. Pemberdayaan masyarakat
9
Multinationalcompany:HotelChain,Franchising,Tour agency,etc
Page | 24
lokal berupa pemberdayaan group tabuh kerawitan dan tari-tarian juga juga terus
digalakkan.
4.2.5. Posisi Obyek Kebun Raya Bali berdasarkan Analisis Irritation Index
Phase Euphoria ditandai dengan temukannya potensi pariwisata kemudian
pembangunan dilakukan, para investor datang menanamkan modal dengan membangun
berbagai fasilitas bisnis pendukung pariwisata, sementara wisatawan mulai berdatangan
ke sebuah destinasi yang sedang dibangun, namun perencanaan dan kontrol belum
sepenuhnya berjalan dengan baik. Euphoria Kebun Raya Bali sebagai obyek wisata akan
terlihat khususnya pada hari-hari libur. Setiap hari libur, kebun raya bali rata-rata
meningkat 4000% dari hari-hari biasanya artinya Kebun Raya masih berada pada phase
euphoria.
5. Simpulan
Analisis Tourist Area lifecyle, dan Indext of Irritation, digunakan untuk
menempatkan posisi masing-masing destinasi pada phase daur hidup destinasi, dimana
hasil analisis tersebut boleh digunakan untuk merumuskan strategi pengelolaan,
pemasaran sebuah destinasi berdasarkan lima aspek yakni: keadilan, efektivitas, efisiensi,
kredibilitas dan integrasi (Theobald, 2004). Analisis tersebut sebenarnya meninjau
kembali kelayakan sebuah destinasi atau obyek wisata yang layak untuk membuat
kebijakan melakukan perbaikan secara sukarela, di bawah lima aspek: keadilan,
efektivitas, efisiensi, kredibilitas, dan integrasi (Toth, 2002).
Khususnya analisis Irritation Index sebenarnya meninjau secara periodic tentang
pelibatan stakeholder dalam perumusan strategi pengembangan pariwisata secara
berkelanjutan. Kebijakan mungkin menjadi hal yag sangat penting untuk diperhatikan
dari waktu-kewaktu karena sangat mungkin destinasi telah berada pada phase yang
berbeda dan kebijakan sebelumnya mungkin tidak relevan lagi dengan situasi saat ini.
Pada sisi lainnya, sebuah keharusan untuk mengakomodasi seluruh masukan atau
pendapat dari berbagai kelompok pemangku kepentingan dalam hal identifikasi masalah,
Page | 25
legitimasi, keterlibatan dan resolusi konflik. Kerangka stakeholder telah diterapkan dalam
hubungannya dengan siklus hidup daerah tujuan wisata dalam rangka menganalisis sikap
terhadap pemangku kepentingan pariwisata dan pembangunan berkelanjutan.
Obyek Wisata Tanah Lot adalah contoh nyata bahwa sebuah obyek wisata atau
destinasi wisata senantiasa akan mengalami perubahan dan memerlukan strategi
pengelolaan yang berbeda sesuai dengan kondisi sebuah obyek pada phase apakah
sebenarnya dia berada. Sementara obyek wisata Kebun Raya Bali adalah sebuah contoh
yang baik untuk menjelaskan adanya alih fungsi sebuah kawasan menjadi sebuah obyek
wisata yang dirasakan dapat menunjang fungsi utama dari sebuah kawasan khususnya
yang berhubungan dengan aspek ekonomi yang didapatkan dari aktivitas wisata.
Daftar Pusaka
A Door is Reopened to the Ivory Trade. (2011) U.S. News and World Report. 122: June
30, 1997 p4.
Alder, Joseph. (2011) "Should Heads Keep Rolling in Africa?." Science 255/6 March,
p1206-1207.
Badan Pusat Statistik. 2005. ”Data Kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Nusantara
yang langsung datang ke Bali. (Laporan) BPS Prov Bali.
Butler, R. W. 1980. "The Concept of a Tourism Area Life Cycle of Evolution: Implications for
Management of Resources." The Canadian Geographer 24(1), p. 8.
Disparda. 2003a. Data Objek dan Daya Tarik Wisata tahun 2003. Denpasar: Disparda
Provinsi Bali.
Disparda. 2003b. BALI, Objek dan Daya Tarik Wisata tahun 2003. (Buku panduan
pramuwisata). Denpasar: Disparda Provinsi Bali.
Gregorius. 2005. “Perkaya Khazanah Wisata” pada
http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2005/5/19/pa2.htm
LIPI. 2005. “Kebun Raya Bogor : Cikal Bakal Perpustakaan Indonesia” pada
http://www.lipi.go.id/www/www.cgi?cetak&1111211845
MSSRF 1998. Gulf of Mannar Marine Biosphere Reserve Programme. In: "Biodiversity of
Gulf of Mannar Marine Biosphere Reserve." pp. 1- 22. MSSRF Proceeding no. 24.
MSSRF 1999. Gulf of Mannar: Project for promotion of alternative livelihood options for
Page | 26
the poor in `the vicinity of the biosphere reserve. Project document submitted to
Ministry of Rural Development, Govt. of India and UNDP.
Panoramic photo of elephants is courtesy of Paul MacKenzie's webcite: Elephant
Information Repository
Photo of ivory tusks is copyright of World Wide Fund for Nature published in
"Conserving Africa's Elephants: Current Issues and Priorities for Action"
Pura Tanah Lot is considered as Dang Kahyangan -"One of the six main Bali temple,
http://balineseindonesia.blogspot.com/2009/08/bali-travel-to-puratanah-lot-
temple.html
Sapta Nirwandar (2011) Pembangunan Sektor Pariwisata: Di Era Otonomi Daerah, di
unduh pada 21 Maret 2011 pada http://www.scribd.com/doc/35092726/440-1257-
PEMBANGUNANSEKTORPARIWISATA1
Still in Business: The Ivory Trade in Asia, Seven Years After the CITES Ban (2011)
http://www.trafic.org/publications/summaries/summary_ivorytrade.htm
Sujana, I Wayan. 2002. “Perumusan Strategi Pengelolaan Objek Wisata Kebun Raya Eka
Karya Bali di Candikuning Baturiti Tabanan” (Tesis) Denpasar:Universitas
Udayana.
Sugal, Cheri, "Elephants of southern Africa must now pay their way." (2011)
WorldWatch. Vol. 10, (September 1997) pp. 9.
Theobald, William F. (2010) Global Tourism Third edition: Amsterdam, Boston,
Heidelberg, London, New York , Oxford, Paris , San Diego, San Francisco,
Singapore, Sydney. Butterworth–Heinemann is an imprint of Elsevier
Toth, R. 2000. Implementing a Worldwide Sustainable Tourism Certification System.
Alexandria, Va.: R.B. Toth Associates.
Tourism Vision 2020 – UNWTO: pada http://pandeputusetiawan.wordpress.com
World Tourism Organization. 1999. <http://www.world-tourism.org/>. Accessed
September 16, 2003.
World Travel and Tourism. Council. 1996. Travel and Tourism. Press Release. Brussels,
Belgium: WTTC.
United Nation-World Tourism Organization (2005), Tourism Highlight 2005, UN-WTO,
Madrid.

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

Investasi Perusahaan Multinasional di Indonesia
Investasi Perusahaan Multinasional di IndonesiaInvestasi Perusahaan Multinasional di Indonesia
Investasi Perusahaan Multinasional di Indonesiajelitawidyastuti
 
Manajemen strategi Garuda Indonesia
Manajemen strategi Garuda IndonesiaManajemen strategi Garuda Indonesia
Manajemen strategi Garuda IndonesiaArif Nugroho
 
Partisipasi dalam organisasi
Partisipasi dalam organisasiPartisipasi dalam organisasi
Partisipasi dalam organisasidrsnurhidayat
 
Manajemen Risiko
Manajemen RisikoManajemen Risiko
Manajemen RisikoDwi Wahyu
 
3. green and blue economy
3. green and blue economy3. green and blue economy
3. green and blue economyRahma0207
 
Dampak Pariwisata Terhadap Perekonomian Indonesia
Dampak Pariwisata Terhadap Perekonomian IndonesiaDampak Pariwisata Terhadap Perekonomian Indonesia
Dampak Pariwisata Terhadap Perekonomian IndonesiaLestari Moerdijat
 
Pembelanjaan resiko
Pembelanjaan resikoPembelanjaan resiko
Pembelanjaan resikohasril ariel
 
Contoh perusahaan nasional, internasional, multinasional, globlal
Contoh perusahaan nasional, internasional, multinasional, globlalContoh perusahaan nasional, internasional, multinasional, globlal
Contoh perusahaan nasional, internasional, multinasional, globlalLailiya NR
 
Studi kasus permasalahan pengambilan keputusan PT Garam
Studi kasus permasalahan pengambilan keputusan PT GaramStudi kasus permasalahan pengambilan keputusan PT Garam
Studi kasus permasalahan pengambilan keputusan PT Garamsiti nurlaeli
 
Penentuan lokasi per (5 )
Penentuan lokasi per (5 )Penentuan lokasi per (5 )
Penentuan lokasi per (5 )nurulllah
 
Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Ekonomi Pariwisata
Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Ekonomi Pariwisata Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Ekonomi Pariwisata
Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Ekonomi Pariwisata hary hermawan
 
Etika bisnis : PENGAMBILAN KEPUTUSAN DENGAN ETIKA BISNIS
Etika bisnis : PENGAMBILAN KEPUTUSAN DENGAN ETIKA BISNISEtika bisnis : PENGAMBILAN KEPUTUSAN DENGAN ETIKA BISNIS
Etika bisnis : PENGAMBILAN KEPUTUSAN DENGAN ETIKA BISNISlevana412y
 
Analisis studi kasus tentang rekrutmen dan seleksi pt wings group
Analisis studi kasus tentang rekrutmen dan seleksi pt  wings groupAnalisis studi kasus tentang rekrutmen dan seleksi pt  wings group
Analisis studi kasus tentang rekrutmen dan seleksi pt wings groupgilang dwi jatnika
 
Studi Kelayakan Bisnis Pariwisata - Sumber Daya Alam
Studi Kelayakan Bisnis Pariwisata - Sumber Daya AlamStudi Kelayakan Bisnis Pariwisata - Sumber Daya Alam
Studi Kelayakan Bisnis Pariwisata - Sumber Daya AlamIrwan Haribudiman
 

Was ist angesagt? (20)

Investasi Perusahaan Multinasional di Indonesia
Investasi Perusahaan Multinasional di IndonesiaInvestasi Perusahaan Multinasional di Indonesia
Investasi Perusahaan Multinasional di Indonesia
 
Manajemen strategi Garuda Indonesia
Manajemen strategi Garuda IndonesiaManajemen strategi Garuda Indonesia
Manajemen strategi Garuda Indonesia
 
Akl kompensasi manajemen
Akl   kompensasi manajemenAkl   kompensasi manajemen
Akl kompensasi manajemen
 
Manajemen Strategis Internasional
Manajemen Strategis InternasionalManajemen Strategis Internasional
Manajemen Strategis Internasional
 
Industri pariwisata.
Industri pariwisata.Industri pariwisata.
Industri pariwisata.
 
Partisipasi dalam organisasi
Partisipasi dalam organisasiPartisipasi dalam organisasi
Partisipasi dalam organisasi
 
Manajemen Risiko
Manajemen RisikoManajemen Risiko
Manajemen Risiko
 
3. green and blue economy
3. green and blue economy3. green and blue economy
3. green and blue economy
 
Dampak Pariwisata Terhadap Perekonomian Indonesia
Dampak Pariwisata Terhadap Perekonomian IndonesiaDampak Pariwisata Terhadap Perekonomian Indonesia
Dampak Pariwisata Terhadap Perekonomian Indonesia
 
Pembelanjaan resiko
Pembelanjaan resikoPembelanjaan resiko
Pembelanjaan resiko
 
Contoh perusahaan nasional, internasional, multinasional, globlal
Contoh perusahaan nasional, internasional, multinasional, globlalContoh perusahaan nasional, internasional, multinasional, globlal
Contoh perusahaan nasional, internasional, multinasional, globlal
 
Studi kasus permasalahan pengambilan keputusan PT Garam
Studi kasus permasalahan pengambilan keputusan PT GaramStudi kasus permasalahan pengambilan keputusan PT Garam
Studi kasus permasalahan pengambilan keputusan PT Garam
 
Penentuan lokasi per (5 )
Penentuan lokasi per (5 )Penentuan lokasi per (5 )
Penentuan lokasi per (5 )
 
Pegadaian
PegadaianPegadaian
Pegadaian
 
Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Ekonomi Pariwisata
Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Ekonomi Pariwisata Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Ekonomi Pariwisata
Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Ekonomi Pariwisata
 
Etika bisnis : PENGAMBILAN KEPUTUSAN DENGAN ETIKA BISNIS
Etika bisnis : PENGAMBILAN KEPUTUSAN DENGAN ETIKA BISNISEtika bisnis : PENGAMBILAN KEPUTUSAN DENGAN ETIKA BISNIS
Etika bisnis : PENGAMBILAN KEPUTUSAN DENGAN ETIKA BISNIS
 
mekanisme perdagangan internasional
mekanisme perdagangan internasionalmekanisme perdagangan internasional
mekanisme perdagangan internasional
 
Pola kemitraan
Pola kemitraanPola kemitraan
Pola kemitraan
 
Analisis studi kasus tentang rekrutmen dan seleksi pt wings group
Analisis studi kasus tentang rekrutmen dan seleksi pt  wings groupAnalisis studi kasus tentang rekrutmen dan seleksi pt  wings group
Analisis studi kasus tentang rekrutmen dan seleksi pt wings group
 
Studi Kelayakan Bisnis Pariwisata - Sumber Daya Alam
Studi Kelayakan Bisnis Pariwisata - Sumber Daya AlamStudi Kelayakan Bisnis Pariwisata - Sumber Daya Alam
Studi Kelayakan Bisnis Pariwisata - Sumber Daya Alam
 

Andere mochten auch

Bantaeng Paradigma Maritim - Singgih Tri Sulistiyono
Bantaeng Paradigma Maritim - Singgih Tri SulistiyonoBantaeng Paradigma Maritim - Singgih Tri Sulistiyono
Bantaeng Paradigma Maritim - Singgih Tri SulistiyonoMudrikan Nacong
 
Analisis potensi-wisata-alam-bahari
Analisis potensi-wisata-alam-bahariAnalisis potensi-wisata-alam-bahari
Analisis potensi-wisata-alam-baharimoharifbahtiar
 
Entrepreneurial mindset
Entrepreneurial mindsetEntrepreneurial mindset
Entrepreneurial mindsetFida Waxir
 
PPT Potensi dan Pengelolaan Sumber Daya Pariwisata
PPT Potensi dan Pengelolaan Sumber Daya PariwisataPPT Potensi dan Pengelolaan Sumber Daya Pariwisata
PPT Potensi dan Pengelolaan Sumber Daya PariwisataDoris Agusnita
 
Makalah entrepeneurship
Makalah entrepeneurshipMakalah entrepeneurship
Makalah entrepeneurshipReza Ryantono
 
Studi penataan dan pengembangan kawsan permukiman di Kepulauan Seribu
Studi penataan dan pengembangan kawsan permukiman di Kepulauan SeribuStudi penataan dan pengembangan kawsan permukiman di Kepulauan Seribu
Studi penataan dan pengembangan kawsan permukiman di Kepulauan SeribuLontongSayoer
 
PENGEMBANGAN PARIWISATA BERKELANJUTAN OBJEK WISATA PANTAI SENGGIGI DI LOMBOK ...
PENGEMBANGAN PARIWISATA BERKELANJUTAN OBJEK WISATA PANTAI SENGGIGI DI LOMBOK ...PENGEMBANGAN PARIWISATA BERKELANJUTAN OBJEK WISATA PANTAI SENGGIGI DI LOMBOK ...
PENGEMBANGAN PARIWISATA BERKELANJUTAN OBJEK WISATA PANTAI SENGGIGI DI LOMBOK ...ketutsuardanajogja
 
The Entrepreneurial Mindset | 04.22.15
The Entrepreneurial Mindset | 04.22.15The Entrepreneurial Mindset | 04.22.15
The Entrepreneurial Mindset | 04.22.15Michael Burcham
 
Ekspose model ekowisata berbasis masyarakat
Ekspose model ekowisata berbasis masyarakatEkspose model ekowisata berbasis masyarakat
Ekspose model ekowisata berbasis masyarakatErwin Novianto
 
Entrepreneurial mindset
Entrepreneurial mindsetEntrepreneurial mindset
Entrepreneurial mindsetAlan Clayton
 
Environmental management
Environmental managementEnvironmental management
Environmental managementAthulya Anil
 
Pengembangan Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif Nasional 2013
Pengembangan Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif Nasional 2013Pengembangan Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif Nasional 2013
Pengembangan Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif Nasional 2013Andrie Trisaksono
 
Makalah kewirausahaan mindset entrepreneur
Makalah kewirausahaan mindset entrepreneurMakalah kewirausahaan mindset entrepreneur
Makalah kewirausahaan mindset entrepreneurAnindya Zulatsari
 
Entrepreneurial Mindset
Entrepreneurial MindsetEntrepreneurial Mindset
Entrepreneurial MindsetRetno Nindya
 

Andere mochten auch (20)

Bantaeng Paradigma Maritim - Singgih Tri Sulistiyono
Bantaeng Paradigma Maritim - Singgih Tri SulistiyonoBantaeng Paradigma Maritim - Singgih Tri Sulistiyono
Bantaeng Paradigma Maritim - Singgih Tri Sulistiyono
 
Pulau Seribu Wisata
Pulau Seribu WisataPulau Seribu Wisata
Pulau Seribu Wisata
 
Analisis potensi-wisata-alam-bahari
Analisis potensi-wisata-alam-bahariAnalisis potensi-wisata-alam-bahari
Analisis potensi-wisata-alam-bahari
 
Entrepreneurial mindset
Entrepreneurial mindsetEntrepreneurial mindset
Entrepreneurial mindset
 
PPT Potensi dan Pengelolaan Sumber Daya Pariwisata
PPT Potensi dan Pengelolaan Sumber Daya PariwisataPPT Potensi dan Pengelolaan Sumber Daya Pariwisata
PPT Potensi dan Pengelolaan Sumber Daya Pariwisata
 
Lppd 2011
Lppd 2011Lppd 2011
Lppd 2011
 
Makalah entrepeneurship
Makalah entrepeneurshipMakalah entrepeneurship
Makalah entrepeneurship
 
Studi penataan dan pengembangan kawsan permukiman di Kepulauan Seribu
Studi penataan dan pengembangan kawsan permukiman di Kepulauan SeribuStudi penataan dan pengembangan kawsan permukiman di Kepulauan Seribu
Studi penataan dan pengembangan kawsan permukiman di Kepulauan Seribu
 
Mindset entrepreneur1
Mindset entrepreneur1Mindset entrepreneur1
Mindset entrepreneur1
 
PENGEMBANGAN PARIWISATA BERKELANJUTAN OBJEK WISATA PANTAI SENGGIGI DI LOMBOK ...
PENGEMBANGAN PARIWISATA BERKELANJUTAN OBJEK WISATA PANTAI SENGGIGI DI LOMBOK ...PENGEMBANGAN PARIWISATA BERKELANJUTAN OBJEK WISATA PANTAI SENGGIGI DI LOMBOK ...
PENGEMBANGAN PARIWISATA BERKELANJUTAN OBJEK WISATA PANTAI SENGGIGI DI LOMBOK ...
 
Entrepreneurial mindset
Entrepreneurial mindsetEntrepreneurial mindset
Entrepreneurial mindset
 
The Entrepreneurial Mindset | 04.22.15
The Entrepreneurial Mindset | 04.22.15The Entrepreneurial Mindset | 04.22.15
The Entrepreneurial Mindset | 04.22.15
 
Ekspose model ekowisata berbasis masyarakat
Ekspose model ekowisata berbasis masyarakatEkspose model ekowisata berbasis masyarakat
Ekspose model ekowisata berbasis masyarakat
 
Entrepreneurial mindset
Entrepreneurial mindsetEntrepreneurial mindset
Entrepreneurial mindset
 
Integrated environmental management
Integrated environmental managementIntegrated environmental management
Integrated environmental management
 
Environmental management
Environmental managementEnvironmental management
Environmental management
 
Pengembangan Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif Nasional 2013
Pengembangan Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif Nasional 2013Pengembangan Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif Nasional 2013
Pengembangan Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif Nasional 2013
 
Makalah kewirausahaan mindset entrepreneur
Makalah kewirausahaan mindset entrepreneurMakalah kewirausahaan mindset entrepreneur
Makalah kewirausahaan mindset entrepreneur
 
Pengembangan pariwisata bahari
Pengembangan pariwisata bahariPengembangan pariwisata bahari
Pengembangan pariwisata bahari
 
Entrepreneurial Mindset
Entrepreneurial MindsetEntrepreneurial Mindset
Entrepreneurial Mindset
 

Ähnlich wie Analisis siklus hidup destinasi pariwisata bali kajian ekonomi pariwisata terhadap destinasi

Prinsip - Prinsip Kepariwisataan Agenda 21
Prinsip - Prinsip Kepariwisataan   Agenda 21Prinsip - Prinsip Kepariwisataan   Agenda 21
Prinsip - Prinsip Kepariwisataan Agenda 21Hanas Yordi Pratama
 
Konsep Pariwisata Berkelanjutan_Minggu ke 11.ppt
Konsep Pariwisata Berkelanjutan_Minggu ke 11.pptKonsep Pariwisata Berkelanjutan_Minggu ke 11.ppt
Konsep Pariwisata Berkelanjutan_Minggu ke 11.pptErinNurPutriani1
 
PARIWISATA BERKELANJUTAN.pdf
PARIWISATA BERKELANJUTAN.pdfPARIWISATA BERKELANJUTAN.pdf
PARIWISATA BERKELANJUTAN.pdfPutraBanggaiLaut
 
Rancang bangun tatanan normal baru sektor pariwisata dalam perspektif kebijak...
Rancang bangun tatanan normal baru sektor pariwisata dalam perspektif kebijak...Rancang bangun tatanan normal baru sektor pariwisata dalam perspektif kebijak...
Rancang bangun tatanan normal baru sektor pariwisata dalam perspektif kebijak...Dian Herdiana
 
pengembangan pariwisata di kabupaten gunungkidul Wiwit dan Sigit Prodi AP UGK...
pengembangan pariwisata di kabupaten gunungkidul Wiwit dan Sigit Prodi AP UGK...pengembangan pariwisata di kabupaten gunungkidul Wiwit dan Sigit Prodi AP UGK...
pengembangan pariwisata di kabupaten gunungkidul Wiwit dan Sigit Prodi AP UGK...UGK
 
Ahmad Zaky Muttaqien_126209201043_UTS kepariwisataan.docx
Ahmad Zaky Muttaqien_126209201043_UTS kepariwisataan.docxAhmad Zaky Muttaqien_126209201043_UTS kepariwisataan.docx
Ahmad Zaky Muttaqien_126209201043_UTS kepariwisataan.docxzakyMuttaqien
 
reinventing goverment
reinventing govermentreinventing goverment
reinventing govermentEnchink Qw
 
partisipasi pariwisata
partisipasi pariwisatapartisipasi pariwisata
partisipasi pariwisataMDSmerry
 
Analisis Pemintaan dan Nilai Ekonomi Taman Wisata Waduk Selorejo Sebagai Temp...
Analisis Pemintaan dan Nilai Ekonomi Taman Wisata Waduk Selorejo Sebagai Temp...Analisis Pemintaan dan Nilai Ekonomi Taman Wisata Waduk Selorejo Sebagai Temp...
Analisis Pemintaan dan Nilai Ekonomi Taman Wisata Waduk Selorejo Sebagai Temp...Repository Ipb
 
Tugas makalah modul pariwisata
Tugas makalah modul pariwisataTugas makalah modul pariwisata
Tugas makalah modul pariwisataMDSmerry
 
Materi Tentang Pengantar Pemasaran Pariwisata
Materi Tentang Pengantar Pemasaran PariwisataMateri Tentang Pengantar Pemasaran Pariwisata
Materi Tentang Pengantar Pemasaran Pariwisatalutfhikhuddus
 
Ekowisata dalam pariwisata berkelanjutan .pptx
Ekowisata dalam pariwisata berkelanjutan .pptxEkowisata dalam pariwisata berkelanjutan .pptx
Ekowisata dalam pariwisata berkelanjutan .pptxoceupiupiedu
 

Ähnlich wie Analisis siklus hidup destinasi pariwisata bali kajian ekonomi pariwisata terhadap destinasi (20)

1689-25377-1-PB.pdf
1689-25377-1-PB.pdf1689-25377-1-PB.pdf
1689-25377-1-PB.pdf
 
Prinsip - Prinsip Kepariwisataan Agenda 21
Prinsip - Prinsip Kepariwisataan   Agenda 21Prinsip - Prinsip Kepariwisataan   Agenda 21
Prinsip - Prinsip Kepariwisataan Agenda 21
 
Konsep Pariwisata Berkelanjutan_Minggu ke 11.ppt
Konsep Pariwisata Berkelanjutan_Minggu ke 11.pptKonsep Pariwisata Berkelanjutan_Minggu ke 11.ppt
Konsep Pariwisata Berkelanjutan_Minggu ke 11.ppt
 
Makalah
MakalahMakalah
Makalah
 
Kebijakan Bisnis Pariwisata
Kebijakan Bisnis PariwisataKebijakan Bisnis Pariwisata
Kebijakan Bisnis Pariwisata
 
PARIWISATA BERKELANJUTAN.pdf
PARIWISATA BERKELANJUTAN.pdfPARIWISATA BERKELANJUTAN.pdf
PARIWISATA BERKELANJUTAN.pdf
 
Rancang bangun tatanan normal baru sektor pariwisata dalam perspektif kebijak...
Rancang bangun tatanan normal baru sektor pariwisata dalam perspektif kebijak...Rancang bangun tatanan normal baru sektor pariwisata dalam perspektif kebijak...
Rancang bangun tatanan normal baru sektor pariwisata dalam perspektif kebijak...
 
M05 Perencanaan
M05 PerencanaanM05 Perencanaan
M05 Perencanaan
 
pengembangan pariwisata di kabupaten gunungkidul Wiwit dan Sigit Prodi AP UGK...
pengembangan pariwisata di kabupaten gunungkidul Wiwit dan Sigit Prodi AP UGK...pengembangan pariwisata di kabupaten gunungkidul Wiwit dan Sigit Prodi AP UGK...
pengembangan pariwisata di kabupaten gunungkidul Wiwit dan Sigit Prodi AP UGK...
 
Ahmad Zaky Muttaqien_126209201043_UTS kepariwisataan.docx
Ahmad Zaky Muttaqien_126209201043_UTS kepariwisataan.docxAhmad Zaky Muttaqien_126209201043_UTS kepariwisataan.docx
Ahmad Zaky Muttaqien_126209201043_UTS kepariwisataan.docx
 
pertemuan 1
pertemuan 1pertemuan 1
pertemuan 1
 
MAKALAH WADUK JATILUHUR KELOMPOK 4
MAKALAH WADUK JATILUHUR KELOMPOK 4MAKALAH WADUK JATILUHUR KELOMPOK 4
MAKALAH WADUK JATILUHUR KELOMPOK 4
 
Materi geopark
Materi geoparkMateri geopark
Materi geopark
 
reinventing goverment
reinventing govermentreinventing goverment
reinventing goverment
 
partisipasi pariwisata
partisipasi pariwisatapartisipasi pariwisata
partisipasi pariwisata
 
Analisis Pemintaan dan Nilai Ekonomi Taman Wisata Waduk Selorejo Sebagai Temp...
Analisis Pemintaan dan Nilai Ekonomi Taman Wisata Waduk Selorejo Sebagai Temp...Analisis Pemintaan dan Nilai Ekonomi Taman Wisata Waduk Selorejo Sebagai Temp...
Analisis Pemintaan dan Nilai Ekonomi Taman Wisata Waduk Selorejo Sebagai Temp...
 
Tugas makalah modul pariwisata
Tugas makalah modul pariwisataTugas makalah modul pariwisata
Tugas makalah modul pariwisata
 
Materi Tentang Pengantar Pemasaran Pariwisata
Materi Tentang Pengantar Pemasaran PariwisataMateri Tentang Pengantar Pemasaran Pariwisata
Materi Tentang Pengantar Pemasaran Pariwisata
 
Aqi
AqiAqi
Aqi
 
Ekowisata dalam pariwisata berkelanjutan .pptx
Ekowisata dalam pariwisata berkelanjutan .pptxEkowisata dalam pariwisata berkelanjutan .pptx
Ekowisata dalam pariwisata berkelanjutan .pptx
 

Mehr von Rai Utama I Gusti Bagus

Strategi meminimalkan economic leakages pada sektor pariwisata
Strategi meminimalkan economic leakages pada sektor pariwisataStrategi meminimalkan economic leakages pada sektor pariwisata
Strategi meminimalkan economic leakages pada sektor pariwisataRai Utama I Gusti Bagus
 
Publikasi bali budaya dan pembangunan ekonomi
Publikasi bali budaya dan pembangunan ekonomiPublikasi bali budaya dan pembangunan ekonomi
Publikasi bali budaya dan pembangunan ekonomiRai Utama I Gusti Bagus
 
Pengembangan eco tourism untuk konservasi sumber daya
Pengembangan eco tourism untuk konservasi sumber dayaPengembangan eco tourism untuk konservasi sumber daya
Pengembangan eco tourism untuk konservasi sumber dayaRai Utama I Gusti Bagus
 
Pariwisata dalam pandangan islam dan muslim
Pariwisata dalam pandangan islam dan muslimPariwisata dalam pandangan islam dan muslim
Pariwisata dalam pandangan islam dan muslimRai Utama I Gusti Bagus
 
Mengukur impact of climate change pada industri pariwisata menggunakan model ...
Mengukur impact of climate change pada industri pariwisata menggunakan model ...Mengukur impact of climate change pada industri pariwisata menggunakan model ...
Mengukur impact of climate change pada industri pariwisata menggunakan model ...Rai Utama I Gusti Bagus
 
Health and wellness tourism tugas individu
Health and wellness tourism tugas individuHealth and wellness tourism tugas individu
Health and wellness tourism tugas individuRai Utama I Gusti Bagus
 
Extended marketing mix sebagai strategi memenangkan ceruk pasar wisatawan sen...
Extended marketing mix sebagai strategi memenangkan ceruk pasar wisatawan sen...Extended marketing mix sebagai strategi memenangkan ceruk pasar wisatawan sen...
Extended marketing mix sebagai strategi memenangkan ceruk pasar wisatawan sen...Rai Utama I Gusti Bagus
 

Mehr von Rai Utama I Gusti Bagus (7)

Strategi meminimalkan economic leakages pada sektor pariwisata
Strategi meminimalkan economic leakages pada sektor pariwisataStrategi meminimalkan economic leakages pada sektor pariwisata
Strategi meminimalkan economic leakages pada sektor pariwisata
 
Publikasi bali budaya dan pembangunan ekonomi
Publikasi bali budaya dan pembangunan ekonomiPublikasi bali budaya dan pembangunan ekonomi
Publikasi bali budaya dan pembangunan ekonomi
 
Pengembangan eco tourism untuk konservasi sumber daya
Pengembangan eco tourism untuk konservasi sumber dayaPengembangan eco tourism untuk konservasi sumber daya
Pengembangan eco tourism untuk konservasi sumber daya
 
Pariwisata dalam pandangan islam dan muslim
Pariwisata dalam pandangan islam dan muslimPariwisata dalam pandangan islam dan muslim
Pariwisata dalam pandangan islam dan muslim
 
Mengukur impact of climate change pada industri pariwisata menggunakan model ...
Mengukur impact of climate change pada industri pariwisata menggunakan model ...Mengukur impact of climate change pada industri pariwisata menggunakan model ...
Mengukur impact of climate change pada industri pariwisata menggunakan model ...
 
Health and wellness tourism tugas individu
Health and wellness tourism tugas individuHealth and wellness tourism tugas individu
Health and wellness tourism tugas individu
 
Extended marketing mix sebagai strategi memenangkan ceruk pasar wisatawan sen...
Extended marketing mix sebagai strategi memenangkan ceruk pasar wisatawan sen...Extended marketing mix sebagai strategi memenangkan ceruk pasar wisatawan sen...
Extended marketing mix sebagai strategi memenangkan ceruk pasar wisatawan sen...
 

Kürzlich hochgeladen

Administrasi Kelompok Tani atau kelompok wanita tani
Administrasi Kelompok Tani  atau kelompok wanita taniAdministrasi Kelompok Tani  atau kelompok wanita tani
Administrasi Kelompok Tani atau kelompok wanita tanikwtkelurahanmekarsar
 
analisa kelayakan bisnis aspek keuangan.
analisa kelayakan bisnis aspek keuangan.analisa kelayakan bisnis aspek keuangan.
analisa kelayakan bisnis aspek keuangan.nuranisasignature
 
ATRIUM GAMING : SLOT GACOR MUDAH MENANG 2024 TERBARU
ATRIUM GAMING : SLOT GACOR MUDAH MENANG 2024 TERBARUATRIUM GAMING : SLOT GACOR MUDAH MENANG 2024 TERBARU
ATRIUM GAMING : SLOT GACOR MUDAH MENANG 2024 TERBARUsayangkamuu240203
 
BERKELAS!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Harga Pintu Aluminium Kamar Mandi di...
BERKELAS!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Harga Pintu Aluminium Kamar Mandi di...BERKELAS!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Harga Pintu Aluminium Kamar Mandi di...
BERKELAS!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Harga Pintu Aluminium Kamar Mandi di...FORTRESS
 
Hub. 0821 4281 1002, Rekomendasi Restoran Rumah Makan Kulineran Warung Depot ...
Hub. 0821 4281 1002, Rekomendasi Restoran Rumah Makan Kulineran Warung Depot ...Hub. 0821 4281 1002, Rekomendasi Restoran Rumah Makan Kulineran Warung Depot ...
Hub. 0821 4281 1002, Rekomendasi Restoran Rumah Makan Kulineran Warung Depot ...syafiraw266
 
Sistem-Informasi-Akuntansi-Pertemuan-10.ppt
Sistem-Informasi-Akuntansi-Pertemuan-10.pptSistem-Informasi-Akuntansi-Pertemuan-10.ppt
Sistem-Informasi-Akuntansi-Pertemuan-10.pptIka Putri
 
Bab 11 Liabilitas Jangka Pendek dan Penggajian.pptx
Bab 11 Liabilitas Jangka Pendek dan   Penggajian.pptxBab 11 Liabilitas Jangka Pendek dan   Penggajian.pptx
Bab 11 Liabilitas Jangka Pendek dan Penggajian.pptxlulustugasakhirkulia
 
STRATEGI BERSAING MENGGUNAKAN ANALISIS SWOT
STRATEGI BERSAING MENGGUNAKAN ANALISIS SWOTSTRATEGI BERSAING MENGGUNAKAN ANALISIS SWOT
STRATEGI BERSAING MENGGUNAKAN ANALISIS SWOTRikoMappedeceng1
 
Pernyataan SAK 1 Pelaporan Keuangan.pptx
Pernyataan SAK 1 Pelaporan Keuangan.pptxPernyataan SAK 1 Pelaporan Keuangan.pptx
Pernyataan SAK 1 Pelaporan Keuangan.pptx20931002
 
PPT Klp 5 Sistem Informasi Manajemen.pdf
PPT Klp 5 Sistem Informasi Manajemen.pdfPPT Klp 5 Sistem Informasi Manajemen.pdf
PPT Klp 5 Sistem Informasi Manajemen.pdfAgusyunus2
 
Media Pembelajaran Ekonomi XI - Bab 5.pptx
Media Pembelajaran Ekonomi XI - Bab 5.pptxMedia Pembelajaran Ekonomi XI - Bab 5.pptx
Media Pembelajaran Ekonomi XI - Bab 5.pptxItaaNurlianaSiregar
 
UNIKBET : Bandar Slot Gacor Pragmatic Play Deposit Pakai Bank Mega Bonus Berl...
UNIKBET : Bandar Slot Gacor Pragmatic Play Deposit Pakai Bank Mega Bonus Berl...UNIKBET : Bandar Slot Gacor Pragmatic Play Deposit Pakai Bank Mega Bonus Berl...
UNIKBET : Bandar Slot Gacor Pragmatic Play Deposit Pakai Bank Mega Bonus Berl...unikbetslotbankmaybank
 
bahan paparan satgas penilaian kinerja tpps.pptx
bahan paparan satgas penilaian kinerja tpps.pptxbahan paparan satgas penilaian kinerja tpps.pptx
bahan paparan satgas penilaian kinerja tpps.pptxZainalArifin848408
 
Perkembangan Perbankan di Indonesia Perkembangan Perbankan di Indonesia
Perkembangan Perbankan di Indonesia Perkembangan Perbankan di IndonesiaPerkembangan Perbankan di Indonesia Perkembangan Perbankan di Indonesia
Perkembangan Perbankan di Indonesia Perkembangan Perbankan di Indonesialangkahgontay88
 
Pelembagaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)ppt
Pelembagaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)pptPelembagaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)ppt
Pelembagaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)pptJhonSutarka1
 
APAKAH LOGISTIK SIAP UNTUK PERTUMBUHAN? Michael Rada
APAKAH LOGISTIK SIAP UNTUK PERTUMBUHAN? Michael RadaAPAKAH LOGISTIK SIAP UNTUK PERTUMBUHAN? Michael Rada
APAKAH LOGISTIK SIAP UNTUK PERTUMBUHAN? Michael RadaMichael Rada
 
BAMBUHOKI88 Situs Game Gacor Menggunakan Doku Mudah Jackpot Besar
BAMBUHOKI88 Situs Game Gacor Menggunakan Doku Mudah Jackpot BesarBAMBUHOKI88 Situs Game Gacor Menggunakan Doku Mudah Jackpot Besar
BAMBUHOKI88 Situs Game Gacor Menggunakan Doku Mudah Jackpot BesarBambu hoki88
 
ASKEP WAHAM KELOMPOK 4 vvvvvvvvvPPT.pptx
ASKEP WAHAM KELOMPOK 4 vvvvvvvvvPPT.pptxASKEP WAHAM KELOMPOK 4 vvvvvvvvvPPT.pptx
ASKEP WAHAM KELOMPOK 4 vvvvvvvvvPPT.pptxMuhammadDidikJasaGb
 

Kürzlich hochgeladen (20)

Administrasi Kelompok Tani atau kelompok wanita tani
Administrasi Kelompok Tani  atau kelompok wanita taniAdministrasi Kelompok Tani  atau kelompok wanita tani
Administrasi Kelompok Tani atau kelompok wanita tani
 
analisa kelayakan bisnis aspek keuangan.
analisa kelayakan bisnis aspek keuangan.analisa kelayakan bisnis aspek keuangan.
analisa kelayakan bisnis aspek keuangan.
 
ATRIUM GAMING : SLOT GACOR MUDAH MENANG 2024 TERBARU
ATRIUM GAMING : SLOT GACOR MUDAH MENANG 2024 TERBARUATRIUM GAMING : SLOT GACOR MUDAH MENANG 2024 TERBARU
ATRIUM GAMING : SLOT GACOR MUDAH MENANG 2024 TERBARU
 
BERKELAS!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Harga Pintu Aluminium Kamar Mandi di...
BERKELAS!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Harga Pintu Aluminium Kamar Mandi di...BERKELAS!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Harga Pintu Aluminium Kamar Mandi di...
BERKELAS!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Harga Pintu Aluminium Kamar Mandi di...
 
Hub. 0821 4281 1002, Rekomendasi Restoran Rumah Makan Kulineran Warung Depot ...
Hub. 0821 4281 1002, Rekomendasi Restoran Rumah Makan Kulineran Warung Depot ...Hub. 0821 4281 1002, Rekomendasi Restoran Rumah Makan Kulineran Warung Depot ...
Hub. 0821 4281 1002, Rekomendasi Restoran Rumah Makan Kulineran Warung Depot ...
 
Sistem-Informasi-Akuntansi-Pertemuan-10.ppt
Sistem-Informasi-Akuntansi-Pertemuan-10.pptSistem-Informasi-Akuntansi-Pertemuan-10.ppt
Sistem-Informasi-Akuntansi-Pertemuan-10.ppt
 
Bab 11 Liabilitas Jangka Pendek dan Penggajian.pptx
Bab 11 Liabilitas Jangka Pendek dan   Penggajian.pptxBab 11 Liabilitas Jangka Pendek dan   Penggajian.pptx
Bab 11 Liabilitas Jangka Pendek dan Penggajian.pptx
 
STRATEGI BERSAING MENGGUNAKAN ANALISIS SWOT
STRATEGI BERSAING MENGGUNAKAN ANALISIS SWOTSTRATEGI BERSAING MENGGUNAKAN ANALISIS SWOT
STRATEGI BERSAING MENGGUNAKAN ANALISIS SWOT
 
Pernyataan SAK 1 Pelaporan Keuangan.pptx
Pernyataan SAK 1 Pelaporan Keuangan.pptxPernyataan SAK 1 Pelaporan Keuangan.pptx
Pernyataan SAK 1 Pelaporan Keuangan.pptx
 
Abortion pills in Muscat ( Oman) +966572737505! Get CYTOTEC, unwanted kit mis...
Abortion pills in Muscat ( Oman) +966572737505! Get CYTOTEC, unwanted kit mis...Abortion pills in Muscat ( Oman) +966572737505! Get CYTOTEC, unwanted kit mis...
Abortion pills in Muscat ( Oman) +966572737505! Get CYTOTEC, unwanted kit mis...
 
PPT Klp 5 Sistem Informasi Manajemen.pdf
PPT Klp 5 Sistem Informasi Manajemen.pdfPPT Klp 5 Sistem Informasi Manajemen.pdf
PPT Klp 5 Sistem Informasi Manajemen.pdf
 
abortion pills in Kuwait City+966572737505 get Cytotec
abortion pills in Kuwait City+966572737505 get Cytotecabortion pills in Kuwait City+966572737505 get Cytotec
abortion pills in Kuwait City+966572737505 get Cytotec
 
Media Pembelajaran Ekonomi XI - Bab 5.pptx
Media Pembelajaran Ekonomi XI - Bab 5.pptxMedia Pembelajaran Ekonomi XI - Bab 5.pptx
Media Pembelajaran Ekonomi XI - Bab 5.pptx
 
UNIKBET : Bandar Slot Gacor Pragmatic Play Deposit Pakai Bank Mega Bonus Berl...
UNIKBET : Bandar Slot Gacor Pragmatic Play Deposit Pakai Bank Mega Bonus Berl...UNIKBET : Bandar Slot Gacor Pragmatic Play Deposit Pakai Bank Mega Bonus Berl...
UNIKBET : Bandar Slot Gacor Pragmatic Play Deposit Pakai Bank Mega Bonus Berl...
 
bahan paparan satgas penilaian kinerja tpps.pptx
bahan paparan satgas penilaian kinerja tpps.pptxbahan paparan satgas penilaian kinerja tpps.pptx
bahan paparan satgas penilaian kinerja tpps.pptx
 
Perkembangan Perbankan di Indonesia Perkembangan Perbankan di Indonesia
Perkembangan Perbankan di Indonesia Perkembangan Perbankan di IndonesiaPerkembangan Perbankan di Indonesia Perkembangan Perbankan di Indonesia
Perkembangan Perbankan di Indonesia Perkembangan Perbankan di Indonesia
 
Pelembagaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)ppt
Pelembagaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)pptPelembagaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)ppt
Pelembagaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)ppt
 
APAKAH LOGISTIK SIAP UNTUK PERTUMBUHAN? Michael Rada
APAKAH LOGISTIK SIAP UNTUK PERTUMBUHAN? Michael RadaAPAKAH LOGISTIK SIAP UNTUK PERTUMBUHAN? Michael Rada
APAKAH LOGISTIK SIAP UNTUK PERTUMBUHAN? Michael Rada
 
BAMBUHOKI88 Situs Game Gacor Menggunakan Doku Mudah Jackpot Besar
BAMBUHOKI88 Situs Game Gacor Menggunakan Doku Mudah Jackpot BesarBAMBUHOKI88 Situs Game Gacor Menggunakan Doku Mudah Jackpot Besar
BAMBUHOKI88 Situs Game Gacor Menggunakan Doku Mudah Jackpot Besar
 
ASKEP WAHAM KELOMPOK 4 vvvvvvvvvPPT.pptx
ASKEP WAHAM KELOMPOK 4 vvvvvvvvvPPT.pptxASKEP WAHAM KELOMPOK 4 vvvvvvvvvPPT.pptx
ASKEP WAHAM KELOMPOK 4 vvvvvvvvvPPT.pptx
 

Analisis siklus hidup destinasi pariwisata bali kajian ekonomi pariwisata terhadap destinasi

  • 1. Page | 0 ANALISIS SIKLUS HIDUP DESTINASI PARIWISATA BALI: KAJIAN EKONOMI PARIWISATA TERHADAP DESTINASI Oleh I Gusti Bagus Rai Utama Program S3 (Doktor) Pariwisata Universitas Udayana Abstract Tourist Area lifecyle analysis, and Indext of Irritation, used to know each destination on the destination life cycle phase, where the results of this analysis will be used to formulate strategy management, marketing of destination based on five aspects namely: fairness, effectiveness, efficiency, credibility and integration. Irritation Index analysis actually is periodic review of involving stakeholders in the formulation of sustainable tourism development strategy. Policies will be very important thing to adapt from time-to time as destinations are like at a different phase and the previous policy may no longer relevant to the current situation. On the other hand, a obligation to accommodate the entire input or opinions from various stakeholder groups in terms of problem identification, legitimacy, participation and conflict resolution. Stakeholder framework has been applied in combination with the tourist destination life cycle in order to analyze the stakeholders' attitudes toward tourism and sustainable development. Tanah Lot Tourism Object is a fact that a tourist attraction or a tourist destination will always change and require different management strategies in harmony with the conditions of an object on the phase whether it actually was. While the attractions of Bali Botanical Garden is a good example to explain the transfer function of an area into a tourist attraction which is felt to support the main functions of a particular area related to aspects of economic values from tourism activities. Keyword: Tourist Area lifecyle, Indext of Irritation, economic values, tourism activities 1. Pendahuluan Saat ini pariwisata seringkali dipersepsikan sebagai mesin penggerak ekonomi atau penghasil devisa bagi pembangunan ekonomi di suatu negara, tanpa terkecuali di Afrika. Namun pada kenyataannya, pariwisata memiliki spektrum fundamental pembangunan yang lebih luas bagi suatu negara. 1 Pariwisata internasional pada tahun 2004 mencapai kondisi tertinggi sepanjang sejarah dengan mencapai 763 juta orang dan menghasilkan pengeluaran sebesar US$ 623 miliar. Kondisi tersebut meningkat 11% dari jumlah perjalanan tahun 2003 yang mencapai 690 juta orang dengan jumlah pengeluaran 1 Tourism Highlight 2005, UN-WTO, Madrid
  • 2. Page | 1 US$ 524 miliar. Seiring dengan hal tersebut, diperkirakan jumlah perjalanan wisata dunia di tahun 2020 akan menembus angka 1,6 miliar orang per tahun (UN-WTO, 2005) seperti nampak pada grafik.1 di bawah ini: Grafik 1, 2 Tourism Vision 2020 – UNWTO. Melihat trend positif dari pertumbuhan pariwisata global, optimisasi pembangunan pariwisata sebagai sebuah alternatif pembangunan untuk pengganti sektor agraris dan industri yang cenderung merusak sumber daya alamiah semakin mendapat sambutan yang lebih meyakinkan. Munculnya isu pengelolaan pariwisata yang berkelanjutan adalah sebagai hal yang dinamis dalam skala industri secara makro melalui pendekatan strategis dalam perencanaan dan pembangunan sebuah destinasi pariwisata. 3 Meskipun banyak anggapan bahwa pariwisata adalah sebuah sektor pembangunan yang kurang merusak lingkungan dibandingkan dengan industri lainnya, namun jika kehadirannya dalam skala luas akan menimbulkan kerusakan lingkungan fisik maupun sosial (Murphy dan Price dalam Theobald, 2004). Melanjutkan konsep pembangunan berkelanjutan, Murphy dan Price (dalam Theobald, 2004) berpendapat bahwa ada hubungan antara ekonomi dan lingkungan serta memiliki hubungan yang sangat erat. Kepentingan pariwisata dalam pembangunan berkelanjutan adalah logis mengingat bahwa pariwisata adalah salah satu industri yang 2 Tourism Vision 2020 – UNWTO. 3 Although tourism is generally regarded as less destructive to the environment than most other industries, nevertheless, its sheer size and widespread presence has already created negative physical and social environmental damage. Furthering the concept of sustainable development, Murphy dan Price (dalam Theobald, 2004)
  • 3. Page | 2 produknya menjual lingkungan, baik fisik dan manusia sebagai sebuah totalitas produk. Penulis lainnya juga berpendapat bahwa integritas dan kelangsungan produk pariwisata telah membutuhkan perhatian utama sebagai sebuah industri. Mereka berpendapat bahwa apa yang sekarang dilakukan dalam penelitian pariwisata dan kebijakan adalah upaya yang lebih besar untuk menghubungkan kepentingan akademik dan pemerintah dalam mengejar kepentingan pengembangan pariwisata yang lebih berkelanjutan dengan para pelakunya pada garis depan yakni praktisi industri dan wisatawan. Sebenarnya pembangunan pariwisata merupakan konsep yang sedang berkembang, konsep siklus hidup pariwisata dan konsep daya dukung saling terkait adalah cara yang baik dan dinamis untuk melihat kondisi dan perkembangan pariwisata. Konsep siklus hidup menunjukkan bahwa daerah tujuan wisata senantiasa mengalami perubahan dari waktu ke waktu, dan kemajuannya dapat dilihat melalui tahapan-tahapan dari pengenalan hingga penurunan. Dengan pengelolaan yang baik, pariwisata berperanan untuk memberdayakan sumber daya yang langka serta menjadikan industri pariwisata dapat diperpanjang siklus hidupnya dan berkelanjutan (Theobald, 2004) Masalah standar dalam industri pariwisata juga menjadi isu yang sangat menarik untuk diutarakan sebagai upaya untuk mewujudkan pembangunan pariwisata yang bertanggungjawab dan berkelanjutan. Standar adalah dokumen yang menetapkan dasar, contoh atau prinsip untuk menyesuaikan hal-hal yang terkait dengan unit pengukuran yang seragam. Standar dapat berupa kewajiban (misalnya, ditetapkan dalam undang- undang) yang membahas pengembangan standar keberlanjutan dari usaha-usaha lokal untuk menciptakan perbaikan bisnis sebagai bagian dari upaya persiapan bersaing pada industri pariwisata global. Proposisi yang ditetapkan pada pembahasan tentang standar adalah bahwa penetapan standar dan sertifikasi adalah alat berharga untuk membantu membawa para pemangku kepentingan bersama-sama menemukan sebuah kesepakatan bentuk penilaian yang bertanggungjawab. Sertifikasi adalah proses yang bertujuan untuk membantu meningkatkan standar industri dan merupakan alat kebijakan untuk melakukan perbaikan secara sukarela di bawah lima aspek: keadilan, efektivitas, efisiensi, kredibilitas dan integrasi (Theobald, 2004). Dalam pengembangan strategi pariwisata dan kebijakan, otoritas yang bertanggung jawab, harus mempertimbangkan pandangan dari sejumlah pemangku
  • 4. Page | 3 kepentingan termasuk industri, penduduk, kelompok khusus yang mewakili kepentingan lingkungan dan masyarakat, serta wisatawan sendiri. Pelibatan stakeholder dalam perumusan strategi pengembangan pariwisata yang berkelanjutan dan kebijakan mungkin menjadi hal yag sangat penting untuk diperhatikan. Sebuah keharusan mengakomodasi seluruh masukan atau pendapat dari berbagai kelompok pemangku kepentingan dalam hal identifikasi masalah, legitimasi, keterlibatan dan resolusi konflik. Kerangka stakeholder telah diterapkan dalam hubungannya dengan siklus hidup daerah tujuan wisata dalam rangka menganalisis sikap terhadap pemangku kepentingan pariwisata dan pembangunan berkelanjutan. Di banyak negara-negara dunia maju, pertentangan tajam terjadi antara kelompok konservasionis dan industri pariwisata. Konservasionis berpendapat bahwa lingkungan harus mendapatkan perlindungan dan pembatasan pada pertumbuhan pariwisata yang dramatis. Industri Pariwisata di sisi lain berusaha untuk meningkatkan dan mengembangkan fasilitas baru untuk mewujudkan kepuasan wisatawan. Lebih Lanjut, Hudson dan Miller (Theobald, 2004) mengeksplorasi hubungan antara pentingnya etika dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan dan mempertimbangkan bagaimana pemahaman tentang pendekatan etis dari para pejabat pariwisata di masa depan bisa menguntungkan mereka secara efektif dalam mengelola industri di masa depan. Hudson dan Miller (Theobald, 2004) menyimpulkan bahwa negara-negara maju mungkin akan mengalami tekanan besar untuk menetapkan hak atas alam agar penduduk lebih makmur dan oleh karena itu menjadi lebih peduli dengan masalah estetika, namun, gerakan untuk perlindungan lingkungan tidak mungkin untuk dilanjutkan pada negara-negara yang kurang berkembang di mana isu-isu kelangsungan hidup lebih mendesak untuk dibicarakan dibandingkan isu-isu konservasi. 2. Kajian Teoritis Dalam pembangunan dan pengembangan pariwisata khususnya pengembangan kawasan wisata atau obyek wisata pada umumnya mengikuti alur atau siklus kehidupan pariwisata yang lebih dikenal dengan Tourist Area Life Cycle (TLC) sehingga posisi pariwisata yang akan dikembangkan dapat diketahui dengan baik dan selanjutnya dapat ditentukan program pembangunan, pemasaran, dan sasaran dari pembangunan pariwisata tersebut dapat ditentukan
  • 5. Page | 4 dengan tepat. 2.1. Tourist Area Lifecycle Siklus hidup pariwisata pada umumnya mengacu pada konsep 4 TLC (Butler’s 80, Tourist Area Lifecycle) yang dapat dijabarkan pada Grafik 2. (Hypothetical Evolution of a Tourist Area) sebagai berikut : 5 Grafik 2. Hypothetical Evolution of a Tourist Area. Source: Butler, R. W. 1980. "The Concept of a Tourism Area Life Cycle of Evolution: Implications for Management of Resources." The Canadian Geographer 24(1), p. 8. Tahap 1. Penemuan (Exploration) Potensi pariwisata berada pada tahapan identifikasi dan menunjukkan destinasi memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi daya tarik atau destinasi wisata karena didukung oleh keindahan alam yang masih alami, daya tarik wisata alamiah masih sangat asli, pada sisi lainnya telah ada kunjungan wisatawan dalam jumlah kecil dan mereka masih leluasa dapat bertemu dan berkomunikasi serta berinteraksi dengan penduduk local. Karakteristik ini cukup untuk dijadikan alasan pengembangan sebuah kawasan menjadi sebuah destinasi atau daya tarik wisata. 4 TouristAreaLifeCycle(TLC) 5 Butler,R.W.1980."TheConceptofaTourismAreaLife Cycleof Evolution: ImplicationsforManagementof Resources."TheCanadianGeographer24(1),p.8.
  • 6. Page | 5 Tahap 2. Pelibatan (Involvement) Pada tahap pelibatan, masyarakat lokal mengambil inisiatif dengan menyediakan berbagai pelayanan jasa untuk para wisatawan yang mulai menunjukkan tanda-tanda peningkatan dalam beberapa periode,. Masyarakat dan pemerintah local sudah mulai melakukan sosialiasi atau periklanan dalam skala terbatas, pada musim atau bulan atau hari-hari tertentu misalnya pada liburan sekolah terjadi kunjungan wisatawan dalam jumlah besar, dalam kondisi ini pemerintah local mengambil inisiatif untuk membangun infrastruktur pariwisata namun masih dalam skala dan jumlah yang terbatas. Tahap 3. Pengembangan (Development) Pada tahapan ini, telah terjadi kunjungan wisatawan dalam jumlah besar dan pemerintah sudah berani mengundang investor nasional atau internatsional untuk menanamkan modal di kawasan wisataw yang akan dikembangkan. Perusahaan asing (MNC) Multinational company6 ) telah beroperasi dan cenderung mengantikan perusahan local yang telah ada, artinya usaha kecil yang dikelola oleh penduduk local mulai tersisih hal ini terjadi karena adanya tuntutan wisatawan global yang mengharapkan standar mutu yang lebih baik. Organisasi pariwisata mulai terbentuk dan menjalankan fungsinya khususnya fungsi promotif yang dilakukan bersama-sama dengan pemerintah sehingga investor asing mulai tertarik dan memilih destinasi yang ada sebagai tujuan investasinya. Tahap. 4 Konsolidasi (consolidation) Pada tahap ini, sektor pariwisata menunjukkan dominasi dalam struktur ekonomi pada suatu kawasan dan ada kecenderungan dominasi jaringan international semakin kuat memegang peranannya pada kawasan wisataw atau destinasi tersebut. Kunjungan wisatawan masih menunjukkan peningkatan yang cukup positif namun telah terjadi persaingan harga diantara perusahaan sejenis pada industri pariwisata pada kawasan tersebut. Peranan pemerintah local mulai semakin berkurang sehingga diperlukan konsolidasi untuk melakukan re-organisasional, dan balancing peran dan tugas antara sector pemerintah dan swasta. 6 Multinationalcompany:HotelChain,Franchising,Tour agency,etc
  • 7. Page | 6 Tahap. 5 Stagnasi (Stagnation) Pada tahapan ini, angka kunjungan tertinggi telah tercapai dan beberapa periode menunjukkan angka yang cenderung stagnan. Walaupun angka kunjungan masih relative tinggi namun destinasi sebenarnya tidak menarik lagi bagi wisatawan. Wisatawan yang masih datang adalah mereka yang termasuk 7 repeater guest atau mereka yang tergolong wisatawan yang loyal dengan berbagai alasan. Program-program promosi dilakukan dengan sangat intensif namun usaha untuk mendatangkan wisatawan atau pelanggan baru sangat sulit terjadi. Pengelolaan destinasi melampui daya dukung sehingga terjadi hal-hal negative tentang destinasi seperti kerusakan lingkungan, maraknya tindakan kriminal, persaingan harga yang tidak sehat pada industry pariwisata, dan telah terjadi degradasi budaya masyarakat lokal. Tahapan. 6 Penurunan atau Peremajaan (Decline/Rejuvenation) Setelah terjadi Stagnasi, ada dua kemungkinan bisa terjadi pada kelangsungan sebuah destinasi. Jika tidak dilakukan usaha-usaha keluar dari tahap stagnasi, besar kemungkinan destinasi ditinggalkan oleh wisatawan dan mereka akan memilih destinasi lainnya yang dianggap lebih menarik. Destinasi hanya dikunjungi oleh wisatawan domestik saja itupun hanya ramai pada akhir pekan dan hari liburan saja. Banyak fasilitas wisata berubah fungsi menjadi fasilitas selain pariwisata. Jika Ingin Melanjutkan pariwisata?, perlu dilakukan pertimbangan dengan mengubah pemanfaatan destinasi, mencoba menyasar pasar baru, mereposisi attraksi wisata ke bentuk lainnya yang lebih menarik. Jika Manajemen Destinasi memiliki modal yang cukup?, atau ada pihak swasta yang tertarik untuk melakukan penyehatan seperti membangun atraksi man-made, usaha seperti itu dapat dilakukan, namun semua usaha belum menjamin terjadinya peremajaan. 2.2. Index of Irritation Untuk menentukan perkembangan sebuah destinasi dapat digunakan analisis 8 Index of Irritation yang terdiri dari empat tahapan atau fase yakni: Euphoria, Apathy, 7 repeater guest adalah mereka yang tergolong wisatawan yang loyal dengan berbagai alasan 8 Index of Irritation: Euphoria, Apathy, annoyance, dan antagonism
  • 8. Page | 7 annoyance, dan antagonism. Metode ini lebih mengarah pada analisis sosial yang mengukur dampak pariwisata dari sisi sosial. Hasil dari analisis ini dapat mengukur perubahan perilaku masyarakat lokal terhadap kehadiran pariwisata di daerahnya. (1) Phase Euphoria ditandai dengan temukannya potensi pariwisata kemudian pembangunan dilakukan, para investor datang menanamkan modal dengan membangun berbagai fasilitas bisnis pendukung pariwisata, sementara wisatawan mulai berdatangan ke sebuah destinasi yang sedang dibangun, namun perencanaan dan kontrol belum sepenuhnya berjalan dengan baik. (2) Phase Apathy ditandai dengan adanya perencanaan terhadap destinasi khususnya berhubungan dengan aspek pemasaran termasuk promosi pariwisata. Terjadinya hubungan antara penduduk local dengan penduduk luar dengan tujuan bisnis, sementara wisatawan yang datang berusaha menemukan keistimewaan yang dimiki oleh destinasi namun tidak menemukannya. (3) Phase berikutnya adalah Phase Annoyance dengan ditandai terjadinya kelesuan pada pengelolaan destinasi mulai terasa atau dapat dikatakan mendekati titik jenuh. Para pemegang kebijakan mencari solusi dengan meningkatkan pembangunan infrastruktur tanpa berusaha mengurangi jumlah wisatawan yang datang ke destinasi sehingga kedatangan wisatawan dianggap sudah mengganggu masyarakat local. (4) Phase yang terakhir dalam analisis Index of Irriatation adalah Antagonism dimana masyarakat local merasa telah terjadi gesekan social secara terbuka akibat kehadiran para wisatawan dan wisatawan dianggap sebagai penyebab dari segala permasalahan yang terjadi pada sebuah destinasi. Perencanaan pada destinasi dilakukan dengan melakukan promosi untuk mengimbangi menurunnya citra destinasi. 3. Metode Analisis Data sekunder yang tersedia di sejumlah publikasi dan laporan penelitian, menjadi sumber data utama yang akan dianalisis. Sedangkan data dan informasi yang telah dikumpulkan selanjutnya akan dianalisis dengan 2 (dua) alat analisis yakni TLC (Tourist Area Life Cycle), dan Irritation Index. Hasil analisis selanjutnya dibandingkan dengan teori pendukung dan hasil penelitian sebelumnya yang memiliki kesamaan dan kemiripan.
  • 9. Page | 8 4. Hasil Analisis dan Pembahasan Pembahasan pada analisis ini menggunakan tiga sample obyek wisata dimana ketiga obyek wisata tersebut sedang diuji keberlanjutannya. Dengan menggunakan dua pendekatan analisis yakni Tourist Area Lifecycle dan Irritation Index, berusaha membuat kajian dampak ekonomi obyek terhadap pembangunan masyarakat local setempat. Obyek wisata yang dimaksud adalah: Obyek wisata Tanah Lot di Tabanan, dan Obyek Wisata Kebun Raya Bedugul Bali di kawasan Bali tengah. 4.1. Obyek Wisata Tanah Lot Tabanan Pura Tanah Lot terletak di Pantai Selatan Pulau Bali tepatnya di wilayah Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan. Keberadaan Pura Tanah Lot pada mulanya berhubungan erat dengan perjalanan Danghyang Nirartha atau Danghyang Dwijendra di Pulau Bali. Pura Tanah Lot didirikan pada abad ke XV masehi oleh Danghyang Nirartha atau yang dikenal sebagai Empu Bawu Rawuh yang berasal dari Kerajaan Majapahit di pulau Jawa. Saat ini, Pura Tanah Lot merupakan daya tarik utama bagi obyek wisata Tanah Lot, selain itu pula Tanah Lot memiliki daya tarik matahari tenggelam (SunSet), dan Aktivitas upacara keagamaan pada hari-hari tertentu. Gambar 2. Aktivitas Upacara pada Pura Tanah Lot Sumber: www.balineseindonesia.blogspot.com
  • 10. Page | 9 Sejak tanggal 1 Juli 2000 pengelolaan obyek wisata Tanah Lot ditangani oleh Desa Adat Beraban dengan membentuk Badan Pengelola Obyek Wisata Tanah Lot (BPOWTL). Distribusi hasil pengelolaan Obyek Wisata Tanah Lot, berdasarkan surat perjanjian No. 01/HK/2000 tentang kerjasama pengelolaan obyek wisata Tanah Lot yang ditandatangani oleh Nyoman Adiwiryatama selaku Bupati Tabanan, I Made Deka selaku Bendesa Adat Beraban, I Gusti Gede Aryadi selaku pihak CV. Ary Jasa Wisata. Persentase yang disepakati bersama adalah sebesar (55%) diserahkan kepada Pemda, CV. Ari Jasa Wisata memperoleh sebesar (15%), Desa Adat Beraban sebesar (20%), Pura Tanah Lot dan Pura sekitarnya memperoleh sebesar (5%) dan sisanya (5%) dibagikan kepada Desa-Desa Adat se-Kecamatan Kediri. Persentase ini disepakati (diberlakukan) sampai tahun 2011 (Desa Adat Beraban, 2010) Retribusi dikenakan untuk setiap pengunjung adalah sebesar Rp. 5000 untuk anak-anak Lokal, dan sebesar Rp.7500 untuk Dewasa Lokal. Sedangkan untuk wisatawan mancanegara dikenakan satu tariff yaitu Rp. 10.000 baik untuk wisatawan anak-anak ataupun dewasa yang sudah termasuk asuransi. Retribusi parkir untuk kendaraan roda dua dikenakan biaya retribusi sebesar Rp. 2000 sedangkan kendaraan roda empat dikenakan biaya sebesar Rp.5000, serta kendaraan roda enam sebesar Rp.10.000. Setiap pedagang yang memiliki kios dikenakan biaya sebesar Rp. 1.200/hari dan untuk pedagang yang hanya menggunakan lapak, dikenakan biaya Rp. 750/hari (Observasi, 2010) 4.1.1. Kontribusi Objek Wisata Tanah Lot Terhadap Desa Adat Beraban 1) Kontribusi terhadap Pendapatan Desa Saat ini Obyek Wisata Tanah Lot memiliki peranan yang sangat penting dalam kontribusinya terhadap pendapatan Desa Adat Beraban. Kontribusi Obyek Wisata Tanah Lot untuk Desa Adat Beraban digunakan untuk pembangunan dan perawatan pura yang ada di Desa Beraban, sehingga dapat meringankan beban masyarakat dalam dalam melaksanakan upacara agama. Perincian sumber-sumber pendapatan Desa Adat Beraban dari sejak tahun 2005 sampai dengan 2009 dapat dilihat dalam table 1 berikut:
  • 11. Page | 10 Tabel 1. Data Pendapatan Desa Adat Beraban Tahun 2005 – 2009 Sumber : Kantor Bendesa Beraban Dari table 1 di atas, memperlihatkan pendapatan dari hasil pengelolaan Obyek Wisata Tanah Lot sebesar 20% merupakan Pendapatan Asli desa Pekraman Beraban dan merupakan komposisi terbesar pada beberapa sumber pendapatan desa adat Beraban. Adapun Jumlah retribusi yang diperoleh obyek wisata Tanah Lot dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 disajikan dalam table 2. berikut: Tabel 2. Hasil Pungutan Retribusi Obyek Wisata Tanah Lot Tahun 2005 - 2009 Sumber : Badan Operasional Obyek Wisata Tanah Lot No Sumber Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 1 Pendapatan Asli Desa Pakraman 577.181.249 1.145.427.071 1.473.695.623 1.903.580.558 2.475.818.395 2 Pendapatan Punia + Lainnya 106.599.400 84.909.491 152.550.000 225.347.110 70.250.000 3 Bantuan Pemerintah Atasan 28.000.000 45.000.000 45.000.000 73.400.000 55.000.000 Jumlah 711.780.649 1.275.336.562 1.671.245.623 2.202.327.668 2.601.068.395 Keterangan TAHUN 2005 2006 2007 2008 2009 Penghasilan Kotor 4.387.139.700 9.547.884.950 12.143.674.400 14.676.335.150 17.333.327.100 Premi Asuransi 442.554.300 397.712.500 495.389.700 600.050.300 714.068.600 Penghasilan Bersih 3.944.585.400 9.150.172.450 11.648.284.700 14.076.284.850 16.619.258.500 Biaya Operasional 1.479.920.000 2.665.000.000 3.939.075.153 3.939.075.153 4.082.528.507 Pendapatan Bersih 2.464.665.400 6.485.172.450 7.709.209.547 10.137.209.697 12.536.729.993 Biaya Promosi/ Pengembangan (15%) - 972.775.868 1.156.381.432 1.520.581.455 1.880.509.499 Pendapatan Bersih - 5.512.396.583 6.552.828.115 8.616.628.242 10.656.220.494 Distibusi: - - Pemda Kabupaten Tabanan (55%) 1.355.565.970 3.031.818.120 3.604.055.463 4.739.145.533 5.860.921.272 CV. Arya Jasa (15%) 369.699.810 826.859.487 982.924.217 1.292.494.236 1.598.433.074 Desa Adat Beraban (20%) 492.933.080 1.102.479.317 1.310.565.623 1.723.325.648 2.131.244.099 Desa-Desa Adat Se Kec. Kediri (5%) 123.233.270 275.619.829 327.641.406 430.831.412 532.811.025 Pura Luhur Tanah Lot dan Sekitarnya (5%) 123.233.270 275.619.829 327.641.406 430.831.412 532.811.025
  • 12. Page | 11 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa setiap tahun pendapatan retribusi yang didapat oleh Obyek Wisata Tanah Lot dan yang akhirnya diterima oleh Desa Adat Beraban semakin meningkat dan retribusi dari Obyek Wisata Tanah Lot merupakan kontribusi sumber pendapatan terbesar Desa Adat Beraban. Analisisnya, jika dilihat dari konsepsi carrying capacity dengan asumsi tidak ada kenaikan harga tiket masuk dan retribusi lainnya, maka jika dibandingkan dengan terjadinya peningkatan pendapatan asli Desa Beraban, maka dapat diperkirakan bahwa pengelolaan Obyek Wisata Tanah Lot belum memperlihatkan adanya pengaturan jumlah pengunjung dan sangat dimungkinkkan pengelolaannya tanpa konsep carrying capacity. 2) Kontribusi terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Tabel 3 dibawah, menunjukkan Jumlah penduduk Desa Beraban (Desa Dinas) sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 memperlihatkan adanya peningkatan yang sangat berarti pada tahun 2009, hal ini sangat dimungkinkan adanya kaum pendatang dari sekitas Pulau Bali atau kaum pendatang dari luar Bali untuk berusaha dan bekerja di sekitar Wilayah Desa Beraban. Tabel 3. Jumlah Penduduk Desa Beraban Tahun 2005 – 2009 Sumber : BPS Kabupaten Tabanan Pekerja badan operasional yang langsung diserap oleh obyek wisata Tanah Lot adalah sebanyak 167 orang. Jadi secara sederhana dapat disimpulkan bahwa obyek wisata Tanah Lot telah memberikan kontribusi terhadap penciptaan lapangan pekerjaan bagi Desa Beraban. Dan jumlah tenaga kerja yang diserap dari keseluruhan pedagang tetap dan pedagang tidak tetap adalah 645 orang. Dapat diketahui bahwa obyek wisata Tanah Lot secara langsung telah menyerap 812 orang tenaga kerja (Kantor Bendesa Beraban, No Tahun Jumlah Keluarga Laki Perempuan Jumlah Perubahan (%) 1 2 3 4 5 2005 2006 2007 2008 2009 1.449 1.456 1.460 1.465 1.625 2.726 2.763 2.823 2.845 2.938 2.735 2.771 2.781 2.805 3.034 5.461 5.534 5.604 5.650 5.972 --- 1,34 1,26 0.82 5.70
  • 13. Page | 12 2010). Sementara pedagang yang ada di Obyek Wisata Tanah Lot sebanyak 528 pedagang (pedagang tetap dan pedagang tidak tetap). Persentase jumlah penduduk yang bekerja di sektor wiraswasta/pedagang adalah 24% dengan jumlah tenaga kerja sebanyak 607 orang. Analisisnya, keberadaan Obyek Wisata Tanah Lot telah mampu melibatkan sebagian besar penduduk Desa Beraban dalam pengelolaan Obyek Wisata baik secara langsung maupun tidak langsung. 3) Kontribusi terhadap pembangunan fasilitas Pengembangan objek Wisata Tanah Lot juga berdampak terhadap kondisi kepariwisataan di sekitar Obyek Wisata Tanah Lot itu sendiri. Oleh karena fenomena itu, munculah beberapa hotel berbintang, villa, art shop, dan restoran di sekitar objek Wisata Tanah Lot yang tentunya berada pada wilayah Desa Adat Beraban. Berikut disajikan pertambahan hotel, villa, pondok wisata, dan restoran yang ada di kawasan Desa Beraban dari tahun 2005 sampai dengan 2009. Tabel 4. Data Jumlah Hotel, Villa, Pondok Wisata, Restoran dan Artshop di Desa Braban Tahun 2005-2009 N o Tahun Jumlah Hote l Vill a Pondok Wisata Restoran Art Shop 1 2005 1 - 2 3 341 2 2006 1 - 4 3 341 3 2007 2 4 4 3 341 4 2008 3 4 4 4 341 5 2009 3 4 4 4 341 Sumber : Kantor Desa Beraban Jumlah art shop sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 menunjukkan jumlah yang tetap karena letak art shop telah diatur dengan baik pada komplek tertentu dan diatur dalam bentuk lapak (stand). Sementara pembangunan restoran juga terkesan telah diatur dan dibatasi pembangunanannya. Begitu juga dengan pembangunan hotel dan
  • 14. Page | 13 villa juga telah diatur dengan baik oleh pemda dan penguasa desa di wilayah Desa Adat Beraban. Analisisnya, berdasarkan data di atas, dapat diperkirakan bahwa pembangunan di Desa Beraban telah menerapkan tata wilayah dengan baik minimal dengan pembatasan jumlah fasilitas pendukung yang sangat mungkin berdampak pada lingkungan fisik dan social. 4.1.2. Posisi Obyek Wisata Tanah Lot berdasarkan Analisis Tourist Area Lifecycle Obyek Wisata Tanah Lot berdasarkan Analisis Tourist Area Lifecycle berada pada phase Konsolidasi (consolidation) Pada tahap ini, sektor pariwisata menunjukkan dominasi dalam struktur ekonomi pada suatu kawasan dan ada kecenderungan dominasi jaringan international semakin kuat memegang peranannya pada kawasan wisataw atau destinasi tersebut. Kunjungan wisatawan masih menunjukkan peningkatan yang cukup positif namun telah terjadi persaingan harga diantara perusahaan sejenis pada industri pariwisata pada kawasan tersebut. Peranan pemerintah local Konsolidasi (consolidation)
  • 15. Page | 14 mulai semakin berkurang sehingga diperlukan konsolidasi untuk melakukan re-organisasional, dan balancing peran dan tugas antara sector pemerintah dan swasta. Obyek Wisata Tanah Lot Perlu Melakukan Konsolidasi: Fakta di lapangan menunjukkan bahwa: Pengelolan obyek Wisata Tanah Lot belum menerapkan manajemen Carrying Capacity sehingga gesekan sangat mungkin terjadi pada wisatawan terhadap wisatawan yang lainnya untuk memperebutkan tempat-tempat tertentu agar dapat menikmati atraksi utama dari Obyek Wisata Tanah Lot seperti pemandangan matahari tenggelam “sunset” (Observasi, 2011). Peningkatan jumlah pengunjung tanpa memperhitungkan daya dukung akan cenderung memicu terjadinya kerusakan bagi lingkungan di sekitar obyek dan mungkin juga bagi kerusakan aspek fisik dan non fisik Heritage Tanah Lot. Paradoksi antara kepentingan ekonomi dan pelestarian heritage khususnya terhadap asset warisan budaya Pura Tanah Lot, benar-benat telah terjadi pada beberapa bulan terakhir dan menunjukkan intensitas ketegangan yang semakin meningkat. Ketegangan berawal dari berakhirnya masa kontrak kerjasama pengelolaan Tanah Lot antara Pemerintah Kabupaten Tabanan, CV Ari Jasa Wisata, dan Desa Adat Beraban yang masa kontraknya berakhir pada 1 April 2011 (Bali Post, Juni 2011) Sebagian besar warga Desa Adat beraban menginginkan pengelolaan Obyek Wisata Tanah Lot ditangani oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Tabanan dan Warga Desa Adat Beraban saja, sementara Pemerintah Kabupaten Tabanan tetap menginginkan komposisi pengelolaan yang telah berjalan pada kontrak yang telah berakhir tetap berjalan untuk pengelolaan saat ini artinya tidak perlu ada perubahan, hanya dibuatkan kontrak baru saja. Usulan Warga Desa Adat Beraban yang berada pada tim perjuangan warga Beraban adalah, pengelolaan Tanah Lot hanya dikelola oleh Pemda dan warga Desa Adat Beraban. Dengan komposisi pembagian hasil masing-masing Pemkab 50 persen, sisanya 50 persen bagi Desa Pekraman Beraban. Khusus jatah Desa Beraban akan dibagi lagi dengan rincian, 70 persen Desa Pekraman Beraban dan pura Tanah Lot 30 persen. Jatah 70 persen bagi Desa Pakraman Beraban akan dibagi lagi ke sejumlah pura dan desa adat dengan komposisi, Desa Pekraman Beraban 80 persen, Pura Dangin Bingin 2,50
  • 16. Page | 15 persen, Pura Bomo 1 persen dan Desa Adat se Kecamatan Kediri 16,5 persen. Sementara, jatah bagi Pura Tanah Lot 30 persen akan dibagi lagi ke 8 lokasi pura, seperti Pura Tanah Lot, Pura Pakendungan, Pura Batu Bolong, Pura Jro Kandang, Pura Penataran, Pura Enjung Galuh, Pura Batu Mejan dan Pura Hyang Api (Bali Post, Juni 2011). Sementara, dari pihak Pemilik CV Ari Jasa Wisata, justru berpendapat lain, karena telah berjasa, harusnya tetap mendapat jatah dari Tanah Lot karena. CV Ari Jasa Wisata merasa telah berjasa dengan dipercayainya, pihaknya mendapat bantuan dari Duta Besar Jerman dan Pemprov Bali senilai Rp 81 juta untuk membangun wisata Tanah Lot. Setelah berjuang sendirian bertahun-tahun, Tanah Lot bisa dikenal dan mendulang pendapatan bersih hingga Rp 12 miliar per tahun (Bali Post, Juni 2011). Analisisnya, pengelolaan Obyek Wisata Tanah Lot telah membangkitkan hasrat bisnis warga Desa Beraban dan telah menimbulkan rasa percaya diri bahwa mereka telah mampu untuk mengelola heritage tersebut secara mandiri tanpa campur tangan pihak swasta, sementara pihak swasta (CV Ary Jasa Wisata) yang memang sejak berdirinya sudah bermotifkan bisnis, cenderung ingin melanjutkan klaim keberhasilannya walaupun kontrak kerjasamanya telah berakhir. Implikasinya adalah, timbulnya gesekan dalam masyarakat yang mengarah pada munculnya egoism kelompok, termasuk juga egoism kelompok masyarakat Desa Adat Beraban. Pragmatisme Warga Desa Beraban cenderung mengarah pada hal-hal yang berbau material semata, sementara pertimbangan atas kepentingan pelestarian Heritage serta Value atau nilai yang tersimpan Pura Tanah Lot tersebut masih sangat diragukan karena secara historis Pura Tanah Lot adalah milik Masyarakat Bali bukan milik masyarakat Desa Adat Beraban Saja. 4.1.3. Posisi Obyek Wisata Tanah Lot berdasarkan Analisis Irritation Index Obyek Wusata Tanah Lot telah berada pada phase Annoyance dengan ditandai terjadinya kelesuan pada pengelolaan destinasi mulai terasa atau dapat dikatakan mendekati titik jenuh. Para pemegang kebijakan mencari solusi dengan meningkatkan
  • 17. Page | 16 pembangunan infrastruktur tanpa berusaha mengurangi jumlah wisatawan yang datang ke destinasi sehingga kedatangan wisatawan dianggap sudah mengganggu masyarakat local. Pengelolaan Obyek Wisata Tanah Lot telah berada pada phase Annoyance dengan ditandai terjadinya kelesuan pada pengelolaan destinasi, mulai terasa atau dapat dikatakan mendekati titik jenuh, bahkan dapat dikatakan telah mendekati batas atas carrying capacity. Pengelolaan Pura Tanah Lot sebagai Heritage telah mengalami perubahan atau komodifikasi fungsi yang berarti. Secara fisik keberadaan Pura Tanah Lot sebagai daya tarik wisata telah mampu menggerakkan pembangunan fisik Desa Beraban secara keseluruhan namun perubahan perilaku masyarakat yang diharapkan sebagai conserver (Pelestari) telah berubah menjadi Consumer (pengkonsumsi) dalam hal ini, mereka mengkemas Pura Tanah Lot sebagai “komoditas” Obyek Wisata untuk mendapatkan keuntungan ekonomi yang sebesar-besarnya. Aspek Pelestarian fisik telah berjalan dengan baik namun aspek pelestarian budaya beserta nilai yang terkandung pada Pura Tanah Lot sebagai heritage yang merupakan milik warga Bali telah disabotase oleh Masyarakat Desa Adat Beraban hanya dengan alasan ekonomi semata. 4.2. Kebun Raya Bedugul Bali 4.2.1. Sejarah Kebun Raya Sejarah berdirinya Kebun Raya Eka Karya Bali tidak dapat dipisahkan dari sejarah berdirinya Kebun Raya Bogor (KRB) yang bermula dari Prof. Dr. C.G.C. Reinwardt, botanis asal Jerman yang berada di Indonesia pada awal abad ke-19. Ia menganggap eksplorasi tumbuhan dan masalah pertanian juga merupakan tugasnya di Hindia Belanda. Kemudian ia menulis surat yang disampaikan kepada G.A.G.P. Baron van der Capellen, Gubernur Jendral Hindia Belanda di Batavia, memohon sebidang tanah untuk penelitian manfaat berbagai tumbuhan serta koleksi tanaman yang bernilai ekonomi, berasal dari kawasan Indonesia dan mancanegara. Persisnya tanggal 18 Mei 1817 dilakukan pemancangan patok pertama, kemudian tanggal tersebut menandai berdirinya Kebun Raya yang diberi nama Islands Plantentuin atau Hortus Botanicus
  • 18. Page | 17 Bogoriensis seluas 47 hektar. Lokasinya berdampingan dengan Istana Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Bogor atau yang terkenal sekarang dengan nama Istana Presiden Bogor. Melalui perjalanan yang panjang, sekarang luas Kebun Raya Bogor 87 hektar. Kebun Raya Bogor atau nama lengkapnya Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, LIPI berada di bawah Kedeputian Ilmu Pengetahuan Ilmu Hayati-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Kebun Raya Bogor merupakan pusat Kebun Raya yang membawahi 3 cabang Kebun Raya, yaitu Kebun Raya Cibodas, Kebun Raya Purwodadi dan Kebun Raya Eka Karya Bali (LIPI, 2005) Berdirinya Kebun Raya Eka Karya Bali berawal dari keinginan Prof. Ir. Kusnoto Setodiwiryo (Direktur Kebun Raya Indonesia “Bogor”) dan I Made Taman (Kepala Lembaga Pelestarian dan Pengawetan Alam) untuk mengoleksi jenis-jenis tumbuhan dari seluruh dunia, mengoleksi jenis-jenis tumbuhan Bali dan Nusa Tenggara, menyediakan fasilitas bagi kepentingan ilmu pengetahuan dan budaya, serta menyediakan wahana rekreasi dan menjadikan salah satu objek wisata di Bali. Keinginan dan gagasan ini dimulai sejak tahun 1955 dengan mengadakan pendekatan kepada Pemerintah Daerah Bali. Setelah melalui proses waktu yang cukup panjang, akhirnya mendapat tanggapan yang positip dari pejabat-pejabat daerah seperti, Gubernur Sunda Kecil (Nusa Tenggara); Tengku Daud Syah, Residen Bali-Lombok; I Gusti Bagus Oka, Dewan Pemerintah Daerah Bali; I Gusti Ngurah Sutedja, Kepala Bidang Pembangunan dan Ekonomi Dewan Pemerintah Bali; I Wayan Dangin, Dinas Pekerjaan Umum Daerah Bali; I Ketut Mandra, Kepala Dinas Kehutanan; I Komang Tjoe dan Kepala Dinas Kehutanan Bali Selatan; I Nyoman Sulandra (Sujana, 2002) Pada tahun 1958 pejabat yang berwenang di Bali secara resmi menawarkan kepada Lembaga Pusat Penyelidikan Alam untuk mendirikan kebun raya di Bali yang berfungsi sebagai lembaga ilmiah dan tempat rekreasi. Untuk mewujudkan tawaran tersebut, Direktur Lembaga Pusat Penyelidikan Alam, Kepala Kebun Raya Bogor, Kepala Lembaga Pelestarian dan Pengawetan Alam, Kepala Pusat Penelitian Laut dan Direktur Akademi Pertanian Bogor beserta beberapa mahasiswanya mengadakan peninjauan ke Bali (Sujana, 2002)
  • 19. Page | 18 Keinginan pemerintah pusat untuk mendirikan kebun raya dengan areal meliputi danau Beratan tidak diijinkan oleh Pemerintah Daerah Bali karena di areal tersebut telah terdapat pemukiman penduduk Candikuning yang sudah lama ada. Sebagai kesepakatan, lokasi kebun raya ditetapkan pada hutan reboisasi Candikuning yang pada waktu itu sudah ditanami Altingia Exelsa, Manglitea Glauca, Syzigium Polanthum, Toona Sureni dan Bischofia Javanica dengan luas 50 hektar. Lokasinya terletak di lereng sebelah timur Bukit Tapak, yang terletak pada ketinggian 1.250 meter sampai dengan 1.450 meter dari permukaan laut, yang berbatasan langsung dengan cagar alam Batukaru (Sujana, 2002) Kebun Raya Bali diresmikan oleh Prof. Ir. Kusnoto pada tanggal 15 Juli 1959, sebagai realisasi Surat Keputusan Kepala Daerah Tingkat I Bali pada 19 Januari 1959. Nama “Eka Karya” diusulkan oleh I Made Taman, Kepala Lembaga Pelestarian dan Pengawetan Alam, sebagai salah satu perintis Kebun Raya Bali (Sujana, 2002) Untuk pertama kalinya ditanam beberapa jenis tanaman koleksi di sekitar wantilan seperti cemara pandak, cemara geseng, dan beberapa jenis tanaman yang sengaja didatangkan dari Kebun Raya Cibodas dan Kebun Raya Bogor. Semua tanaman tersebut dapat tumbuh dengan baik kecuali penanaman kayu merah (red wood) yang sangat terkenal di pantai barat Amerika mengalami kegagalan (mati pada tahun 1966). Pemeliharaan kebun raya pada waktu itu dilakukan oleh 2 orang tenaga lapangan bantuan dari Pemerintah Daerah Bali yakni, I Gusti Made Puja (pegawai Kehutanan) dan Nyoman Rampiag (Pegawai Pemda) dengan penanggungjawab Kepala Dinas Kehutanan Bali; I Komang Tjoe (Sujana, 2002) Pada tanggal 30 April 1976, Ketua LIPI meresmikan perluasan Kebun Raya Eka Karya Bali menjadi 129,20 hektar (Hasil pengukuran ulang pada tahun 1993 luasnya diketahui 154,50 hektar) berupa kawasan hutan reboisasi Bukit Tapak, dengan status pengelolaan “pinjam pakai” dari departemen kehutanan. Kebun Raya Eka Karya Bali merupakan salah satu unit pelaksana teknis balai pengembangan kebun raya dalam jajaran Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Sujana, 2002)
  • 20. Page | 19 4.2.2. Tugas Pokok Kebun Raya Eka Karya Kebun Raya Eka Karya Bali merupakan salah satu dari empat kebun raya yang berada di bawah naungan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Adapun rencana induk pengembangan Kebun Raya Eka Karya yang disusun berdasarkan analisis kebutuhan dalam jangka panjang tahunan adalah sebagai berikut, (1) Pengumpulan jenis- jenis Gymnospermae, yakni jenis-jenis tumbuhan berdaun jarum dari seluruh dunia. (2) Pengumpulan jenis-jenis tumbuhan dari seluruh Bali dan Nusa Tengga yang habitat aslinya berasal dari daerah dataran tinggi basah. (3) Rekreasi dan objek pariwisata di daerah Bali, disamping penyediaan fasilitas bagi kepentingan ilmu pengetahuan “ilmiah”. (4) Melakukan kegiatan usaha tambahan untuk menunjang pembiayaan kebun raya (Sujana, 2002) Kekayaan koleksi jenis tanaman pada empat kebun raya di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 4.1, dimana tercatat Kebun Raya Eka Karya Bali menyimpan 20 koleksi Jenis tanaman, Kebun Raya Purwodadi menyimpan 48 koleksi jenis tanaman, Kebun Raya Cibodas menyimpan 55 kolekasi jenis tanaman dan yang terbanyak adalah Kebun Raya Bogor dengan jumlah koleksi sebanyak 177 jenis koleksi. 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 KR Bogor KR Cibodas KR Purwodadi KR Eka Karya 177 55 48 20 Gambar 4.1 Koleksi Tanaman Langka di Empat Kebun Raya di Indonesia Sumber: IUCN Redlist Book 2001
  • 21. Page | 20 Sedangkan tugas pokok yang diemban oleh Kebun Raya Eka Karya Bali adalah melakukan tugas inventarisasi, eksplorasi, dan konservasi tumbuhan tropika yang mempunyai nilai ilmu pengetahuan dari kawasan dataran tinggi lembab. Untuk menyelenggarakan tugas tersebut, Kebun Raya Eka Karya Bali mempunyai fungsi sebagai berikut, (1) melaksanakan inventarisasi berbagai jenis tumbuhan tropika yang habitatnya dari dataran tinggi lembab, (2) melaksanakan ekplorasi jenis-jenis tumbuhan tropika yang habitatnya dari dataran tinggi lembab, (3) melakukan konservasi terhadap tumbuhan tropika yang habitatnya dari dataran tinggi lembab yang mempunyai nilai ilmu pengetahuan dan potensi ekonomi dalam rangka melestarikan sumber daya hayati (plasma nuftah) di bumi Indonesia, (4) melakukan pelayanan jasa ilmiah dibidang arsitektur (lanscape) pertamanan serba ragam tanaman hias (floracultural), introduksi dayaguna tumbuhan apresiasi masyarakan terhadap alam lingkungan, dan (5) melakukan kegiatan tata usaha (Sujana, 2002) Foto 4.1 Maskot Kebun Raya Eka Karya Kondisi Maret 2005 Sumber: Dokumentasi Penelitian, 2005 Foto 4.1 menampilkan Kebun Raya saat ini masih nampak asri, menawan, dan masih menyimpan keindahan alam sebagai atraksi wisata yang menarik. Pohon-pohon
  • 22. Page | 21 langka, variasi tanaman masih terpelihara dengan baik, berarti pengelola Kebun Raya Eka Karya masih konsisten dengan tugas-tugas yang diembannya. 4.2.3. Pengelolaan Kebun Raya sebagai Obyek Wisata Kebun Raya Eka Karya Bali semula hanyalah lembaga konservasi tumbuhan namun telah berkembang menjadi objek wisata (taman rekreasi) yang menawan dan menarik, karena memadukan unsur keindahan alam, kelangkaan, dan keragaman jenis tanaman. Dengan melakukan penelitian tentang wisatawan yang mengunjungi Kebun Raya Eka Karya Bali, diharapkan informasi tersebut akan berguna untuk pengembangan taman atau kebun raya lainnya di Bali. Untuk mengetahui lebih jelas (pemahaman empiris) mengenai kunjungan wisatawan yang berkunjung ke Kebun Raya Eka Karya Bali dapat dilihat pada Tabel 1.2 Tabel 1.2 Kunjungan Wisatawan ke Kebun Raya Eka Karya Bali Tahun 1998-2002. Tahun Jumlah (orang) Perkembangan 1998 217.636 - 1999 211.172 -2.97% 2000 205.354 -2.76% 2001 270.117 31.54% 2002 17.894 -93.38% Rata-rata 184.435 Sumber: Disparda Provinsi Bali (2003a), data diolah. Tingkat kunjungan wisatawan ke Kebun Raya Eka Karya Bali (Tabel 1.2) dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2002 mengalami penurunan. Namun demikian, jumlah kunjungan periode tersebut masih cukup tinggi dengan rata-rata 184.435 orang per tahun. Sujana (2002) dalam penelitiannya tentang perumusan strategi pengelolaan objek wisata Kebun Raya Eka Karya Bali, menyarankan agar pihak pengelola kebun raya Eka Karya melakukan strategi diversifikasi yang diarahkan untuk (1) Menata kembali kawasan ini, berupa: Penataan lokasi kemah wisata, pembuatan jalan turun tebing, pendirian tempat berkemah, pengembangan daya guna flora dan fauna, pembudidayaan
  • 23. Page | 22 tanaman air, arena bermain anak-anak, memperkaya koleksi tanamanan, membuat katalog tanaman, dukungan masyarakat sekitar berupa penjualan souvenir. (2) Melakukan budidaya flora dan fauna berupa pengembangan produk yang dilakukan oleh seksi koleksi berupa: budidaya flora tanaman air sehingga diharapkan dapat memberikan daya tarik lebih agar wisatawan tidak beralih ke objek lainnya. Budidaya fauna khususnya binatang atau burung-burung yang telah ada, jenis serangga tertentu, dan juga binatang kera. (3) Menambah koleksi tanaman khas Bali agar keunikannya semakin nampak berupa penambahan tanaman umbi-umbian (bumbu), tanaman obat, tanaman panca yadnya pada areal khusus. (4) Menciptakan bentuk katalog baru, pembuatan taman supaya memberikan daya tarik unsur ilmiah, dengan nama latin serta bingkai ukiran Bali. (5) Mempererat hubungan dan kerjasama dengan kelompok seni gong sebagai bentuk tanggungjawab sosial dengan masyarakat lokal di daerah tujuan wisata yakni masyarakat Candikuning. (6) Melakukan kegiatan usaha tambahan seperti: membuat cinderamata khas Kebun Raya Eka Karya, baju kaos bergambar wisatawan dengan latar Kebun Raya Eka Karya, mendirikan kios makanan dan minuman, lapangan tenis dirawat lebih baik, penataan kembali gedung pertemuan, memperbanyak brosur sebagai media promosi. 4.2.4. Posisi Obyek Kebun Raya Bali berdasarkan Analisis Tourist Area Lifecycle Pengembangan (Development)
  • 24. Page | 23 Obyek Kebun Raya Bali berdasarkan Analisis Tourist Area Lifecycle berada pada Pengembangan (Development). Pada tahapan ini, telah terjadi kunjungan wisatawan dalam jumlah besar dan pemerintah sudah berani mengundang investor nasional atau internatsional untuk menanamkan modal di kawasan wisataw yang akan dikembangkan. Perusahaan asing (MNC) Multinational company9 ) telah beroperasi dan cenderung mengantikan perusahan local yang telah ada, artinya usaha kecil yang dikelola oleh penduduk local mulai tersisih hal ini terjadi karena adanya tuntutan wisatawan global yang mengharapkan standar mutu yang lebih baik. Organisasi pariwisata mulai terbentuk dan menjalankan fungsinya khususnya fungsi promotif yang dilakukan bersama-sama dengan pemerintah sehingga investor asing mulai tertarik dan memilih destinasi yang ada sebagai tujuan investasinya. Phase Development ini merupakan diferensiasi fungsi kebun raya menjadi obyek wisata yang dirasakan mendatangkan manfaat ekonomi baik bagi pengelola kebun raya, masyarakat sekitar obyek dan pendapatn pajak bagi pemerintah local. Hal senada juga dapat dilihat pada rencana induk pengembangan Kebun Raya Eka Karya yang disusun berdasarkan analisis kebutuhan dalam jangka panjang tahunan adalah sebagai berikut, (1) Pengumpulan jenis- jenis Gymnospermae, yakni jenis-jenis tumbuhan berdaun jarum dari seluruh dunia. (2) Pengumpulan jenis-jenis tumbuhan dari seluruh Bali dan Nusa Tengga yang habitat aslinya berasal dari daerah dataran tinggi basah. (3) Rekreasi dan objek pariwisata di daerah Bali, disamping penyediaan fasilitas bagi kepentingan ilmu pengetahuan “ilmiah”. (4) Melakukan kegiatan usaha tambahan untuk menunjang pembiayaan kebun raya (Sujana, 2002). Artinya pengembangan Kebun Raya Bali sebagai obyek wisata sebenarnya untuk menangkap peluang pasar yang semakin meningkat ditengah phase pembangunan Kebun Raya untuk mengemban fungsi utamanya karena antara fungsi pengelolaan sebagai obyek wisata dirasakan dapat menopang pendanaan konservasi dan preservasi Kebun Raya Bali dalam jangka pendek dan bahkan dalam jangka panjang. Usaha-usaha pelibatan masyarakat lokal khususnya yang berhubungan penyediaan cinderamata, fasilitas makan dan minum terus dilakukan. Pemberdayaan masyarakat 9 Multinationalcompany:HotelChain,Franchising,Tour agency,etc
  • 25. Page | 24 lokal berupa pemberdayaan group tabuh kerawitan dan tari-tarian juga juga terus digalakkan. 4.2.5. Posisi Obyek Kebun Raya Bali berdasarkan Analisis Irritation Index Phase Euphoria ditandai dengan temukannya potensi pariwisata kemudian pembangunan dilakukan, para investor datang menanamkan modal dengan membangun berbagai fasilitas bisnis pendukung pariwisata, sementara wisatawan mulai berdatangan ke sebuah destinasi yang sedang dibangun, namun perencanaan dan kontrol belum sepenuhnya berjalan dengan baik. Euphoria Kebun Raya Bali sebagai obyek wisata akan terlihat khususnya pada hari-hari libur. Setiap hari libur, kebun raya bali rata-rata meningkat 4000% dari hari-hari biasanya artinya Kebun Raya masih berada pada phase euphoria. 5. Simpulan Analisis Tourist Area lifecyle, dan Indext of Irritation, digunakan untuk menempatkan posisi masing-masing destinasi pada phase daur hidup destinasi, dimana hasil analisis tersebut boleh digunakan untuk merumuskan strategi pengelolaan, pemasaran sebuah destinasi berdasarkan lima aspek yakni: keadilan, efektivitas, efisiensi, kredibilitas dan integrasi (Theobald, 2004). Analisis tersebut sebenarnya meninjau kembali kelayakan sebuah destinasi atau obyek wisata yang layak untuk membuat kebijakan melakukan perbaikan secara sukarela, di bawah lima aspek: keadilan, efektivitas, efisiensi, kredibilitas, dan integrasi (Toth, 2002). Khususnya analisis Irritation Index sebenarnya meninjau secara periodic tentang pelibatan stakeholder dalam perumusan strategi pengembangan pariwisata secara berkelanjutan. Kebijakan mungkin menjadi hal yag sangat penting untuk diperhatikan dari waktu-kewaktu karena sangat mungkin destinasi telah berada pada phase yang berbeda dan kebijakan sebelumnya mungkin tidak relevan lagi dengan situasi saat ini. Pada sisi lainnya, sebuah keharusan untuk mengakomodasi seluruh masukan atau pendapat dari berbagai kelompok pemangku kepentingan dalam hal identifikasi masalah,
  • 26. Page | 25 legitimasi, keterlibatan dan resolusi konflik. Kerangka stakeholder telah diterapkan dalam hubungannya dengan siklus hidup daerah tujuan wisata dalam rangka menganalisis sikap terhadap pemangku kepentingan pariwisata dan pembangunan berkelanjutan. Obyek Wisata Tanah Lot adalah contoh nyata bahwa sebuah obyek wisata atau destinasi wisata senantiasa akan mengalami perubahan dan memerlukan strategi pengelolaan yang berbeda sesuai dengan kondisi sebuah obyek pada phase apakah sebenarnya dia berada. Sementara obyek wisata Kebun Raya Bali adalah sebuah contoh yang baik untuk menjelaskan adanya alih fungsi sebuah kawasan menjadi sebuah obyek wisata yang dirasakan dapat menunjang fungsi utama dari sebuah kawasan khususnya yang berhubungan dengan aspek ekonomi yang didapatkan dari aktivitas wisata. Daftar Pusaka A Door is Reopened to the Ivory Trade. (2011) U.S. News and World Report. 122: June 30, 1997 p4. Alder, Joseph. (2011) "Should Heads Keep Rolling in Africa?." Science 255/6 March, p1206-1207. Badan Pusat Statistik. 2005. ”Data Kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Nusantara yang langsung datang ke Bali. (Laporan) BPS Prov Bali. Butler, R. W. 1980. "The Concept of a Tourism Area Life Cycle of Evolution: Implications for Management of Resources." The Canadian Geographer 24(1), p. 8. Disparda. 2003a. Data Objek dan Daya Tarik Wisata tahun 2003. Denpasar: Disparda Provinsi Bali. Disparda. 2003b. BALI, Objek dan Daya Tarik Wisata tahun 2003. (Buku panduan pramuwisata). Denpasar: Disparda Provinsi Bali. Gregorius. 2005. “Perkaya Khazanah Wisata” pada http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2005/5/19/pa2.htm LIPI. 2005. “Kebun Raya Bogor : Cikal Bakal Perpustakaan Indonesia” pada http://www.lipi.go.id/www/www.cgi?cetak&1111211845 MSSRF 1998. Gulf of Mannar Marine Biosphere Reserve Programme. In: "Biodiversity of Gulf of Mannar Marine Biosphere Reserve." pp. 1- 22. MSSRF Proceeding no. 24. MSSRF 1999. Gulf of Mannar: Project for promotion of alternative livelihood options for
  • 27. Page | 26 the poor in `the vicinity of the biosphere reserve. Project document submitted to Ministry of Rural Development, Govt. of India and UNDP. Panoramic photo of elephants is courtesy of Paul MacKenzie's webcite: Elephant Information Repository Photo of ivory tusks is copyright of World Wide Fund for Nature published in "Conserving Africa's Elephants: Current Issues and Priorities for Action" Pura Tanah Lot is considered as Dang Kahyangan -"One of the six main Bali temple, http://balineseindonesia.blogspot.com/2009/08/bali-travel-to-puratanah-lot- temple.html Sapta Nirwandar (2011) Pembangunan Sektor Pariwisata: Di Era Otonomi Daerah, di unduh pada 21 Maret 2011 pada http://www.scribd.com/doc/35092726/440-1257- PEMBANGUNANSEKTORPARIWISATA1 Still in Business: The Ivory Trade in Asia, Seven Years After the CITES Ban (2011) http://www.trafic.org/publications/summaries/summary_ivorytrade.htm Sujana, I Wayan. 2002. “Perumusan Strategi Pengelolaan Objek Wisata Kebun Raya Eka Karya Bali di Candikuning Baturiti Tabanan” (Tesis) Denpasar:Universitas Udayana. Sugal, Cheri, "Elephants of southern Africa must now pay their way." (2011) WorldWatch. Vol. 10, (September 1997) pp. 9. Theobald, William F. (2010) Global Tourism Third edition: Amsterdam, Boston, Heidelberg, London, New York , Oxford, Paris , San Diego, San Francisco, Singapore, Sydney. Butterworth–Heinemann is an imprint of Elsevier Toth, R. 2000. Implementing a Worldwide Sustainable Tourism Certification System. Alexandria, Va.: R.B. Toth Associates. Tourism Vision 2020 – UNWTO: pada http://pandeputusetiawan.wordpress.com World Tourism Organization. 1999. <http://www.world-tourism.org/>. Accessed September 16, 2003. World Travel and Tourism. Council. 1996. Travel and Tourism. Press Release. Brussels, Belgium: WTTC. United Nation-World Tourism Organization (2005), Tourism Highlight 2005, UN-WTO, Madrid.