1. METODOLOGI ILMU PEMERINTAHAN
Oleh:
PROF. DR. H. TJAHYA SUPRIATNA, SU
PROF. DR. DRS. H. KHASAN EFFENDY, M.PD
PROGRAM DOKTOR ILMU PEMERINTAHAN
PASCASARJANA
INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI
Kementrian Dalam Negeri
2. INTERELASI AKTIVITAS, METODE, PENGETAHUAN
AKTIVITAS DAN GEJALA PEMERINTAHAN
METODE PENGETAHUAN
PENGAMATAN, RASA
DAN FAKTA EMPIRIK
ILMU
PEMERI
NTAHAN
3. ILMU
PEMERINTAHA
N
(SCIENCE)
Ilmu pengetahuan (science) bergerak ke
dalam. Ke dalam ia menguji, mengoreksi,
membaharui, dan mengembangkan diri
sendiri sehingga terus menerus mampu
berfungsi (Fred N. Kerlinger, Foundations of
Behavioral Research, 1973, 67)
Ke luar ia merekam, mengindentifikasi,
menggambarkan, menemukan dan
menerangkan hubungan, (ikut) menguji
pengetahuan lain dan meramalkan apa yang
akan atau dapat terjadi.
4. ESENSI
METODE
Metodologi berasal dari kata methodology
(method + logos). Kata method (methodos,
systematic course) berasal dari akar kata meta-
(dunia di balik kenyataan, sepertimeta- dalam
metafisika, after, beyond) dan hodos (jalan, cara).
Hodos itu bermacam-macam, persis seperti
kunci atau alat. Setiap barang (baca: masalah)
yang hendak di buka (baca: dipecahkan,
diterangkan), memerlukan, dan mempunyai kunci
sendiri (tertentu).
Dalam Encyclopedia Britanniaca (1958),
Metodologi di-refer sebagai scientific method dan
didefinisikan sebagai “the procedure by which we
again knowledge in empirical studies such as
physics, chemistry, and physiology” yang gejala-
gejalanya berulang-tetap sehingga dengan
leluasa dapat diteliti melalui metodologi
kuantitatif.
5. ESENSI
METODE
Metodologi berasal dari kata methodology
(method + logos). Kata method (methodos,
systematic course) berasal dari akar kata meta-
(dunia di balik kenyataan, sepertimeta- dalam
metafisika, after, beyond) dan hodos (jalan, cara).
Hodos itu bermacam-macam, persis seperti
kunci atau alat. Setiap barang (baca: masalah)
yang hendak di buka (baca: dipecahkan,
diterangkan), memerlukan, dan mempunyai kunci
sendiri (tertentu).
Dalam Encyclopedia Britanniaca (1958),
Metodologi di-refer sebagai scientific method dan
didefinisikan sebagai “the procedure by which we
again knowledge in empirical studies such as
physics, chemistry, and physiology” yang gejala-
gejalanya berulang-tetap sehingga dengan
leluasa dapat diteliti melalui metodologi
kuantitatif.
Metodologi Ilmu Pemerintahan menunjukan
bahan baku body of knowledge yang disebut
Ilmu Pemerintahan itu, dan bagaimana
konstruksinya, sehingga ilmu yang bersangkutan
tetap bertahan dan berfungsi internal dan
eksternal dalam kondisi apapun.
6. PEMIKIRAN
METODOLO
GI
1. Semula Metodologi Ilmu tidak diajarkan
pada tingkat sarjana melainkan pada studi
tingkat Master dan Doktor. Materi
Metodologi Ilmu dimasukan di dalam
Filsafat Ilmu sebagai salah satu cabang
Filsafat dan diajarkan di beberapa fakultas
pada tingkat sarjana.
2. Pemikiran tentang Metodologi didorong oleh
kebutuhan akademik dalam rangka upaya
memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal
itu terlihat pada prosesi Kongres Ilmu
Pengetahuan Nasionl Pertama yang
berlangsung di Malang pada tanggal 3 – 9
Agustus 1958 dan diselenggarakan oleh Majelis
Ilmu Pengetahuan Indonesia.
3. Kongres menggelar dua diskusi panel
yaitu tentang (1) University and research
dan (2) Scientific Manpower. Tidak lama
sesudah itu baik Metodologi Ilmu,
misalnya Metodologi Ilmu Politik di
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
maupun Metodologi Penelitian, diajarkan
di berbagai fakultas.
7. RAMBU-RAMBU MEMPELAJARI METODOLOGI
PEMERINTAHAN
1. Teknis, tiadanya buku pelajaran,
2. Metodologis, kurangnya kejelasan perbedaan
antara Metodologi Ilmu dengan Metodologi
Penelitian,
3. Taksonomik, tentang letak disiplin ini di dalam
sistem ilmu pengetahuan,
4. Metodik-didaktik, cara dan teknik pembelajaran,
5. Materiil, tentang sumber dan pengkajian materi
Metodologi Pemerintahan itu sendiri, dan
6. Kelangkaan tenaga Akademik. Untuk mengatasi
sebagian kesukaran di atas dilakukan pengkajian
tentang Metodologi Ilmu Pemerintahan.
8. SUBSTANTIF PEMERINTAHAN
1. Pemerintahan adalah gejala sosial, artinya terjadi di dalam
hubungan antar anggota masyarakat, baik individu dengan
individu, kelompok dengan kelompok, maupun antar
individu dengan kelompok. Gejala ini terdapat pada suatu
saat di dalam sebuah masyarakat. Di sana seseorang atau
suatu kelompok (sebut saja X) dalam proses atau interaksi
sosial terlihat dominan terhadap orang atau kelompok lain
(sebut saja Y).
2. Jika ditelusuri dari sudut Sosiologi, seperti dilakukan Max
Weber, “The Three Types of Legitimate Rule,” dalam Amitai
Etzioni (ed.), Complex Organization (1961) maupun dalam
The Web of Government (1961), ternyata didominasi itu
bersumber pada beberapa hal :
9. a) Waktu, misalnya dominasi orang yang lebih tua terhadap orang
lain,
b) Lokasi, misalnya dominasi daerah yang kondisinya lebih baik
dari daerah lainnya,
c) Tradisi, misalnya kesetiaan orang terhadap kelompok yang
ditaklukannya, baik dengan menggunakan kekuatan atau
paksaan maupun melalui rekayasa,
d) Penaklukan, misalnya dominasi kelompok penakluk terhadap
kelompok yang ditaklukannya, baik dengan menggunakan
kekuatan atau paksaan maupun melalui rekayasa,
e) Penyelesaian suatu konflik melalui proses win-lose atau lose-
win,
f) Perlombaan atau persaingan, dan
g) Kesepakatan, misalnya kekuasaan tertentu yang oleh
sekelompok orang, berdasarkan pertimbangan tertentu,
diserahkan kepda orang lain sebagai jalan, cara atau alatuntuk
mencapai tujuan atau kepentingan bersama dan tertentu pula.
10. 3. Dalam bahasa Inggris, pemerintahan disebut government (Latin
gubernare, Greek kybernan, artinya to steer, mengemudi-kan
atau mengendalikan), sehingga semula, lambang pemerintahan
itu berbentuk kemudi kapal.
4. Gejala Pemerintahan
Pada analisis di atas, X disebut pemerintah (P) dan Y yang
diperintah (YD). Hubungan antara P dengan YD memuat
kegiatan yang disebut pemerintahan atau peristiwa yang disebut
peristiwa pemerintahan. Peristiwa pemerintahan ada yang
sekali lalu dan ada yang berulang. Peristiwa pemerintahan yang
sekali lalu menjadi sasaran kajian ilmiah guna membangun seni
pemerintahan.
Peristiwa pemerintahan dapat dipelajari dengan menggunakan
metodologi research dan hasil-hasilnya dapat diajarkan,
diterapkan dan diwariskan. Hal ini dibahas kelak namun untuk
sementara dikatakan, pengkajian terhadap peristiwa
pemerintahan yang berulang-ulang atau gejala-gejala
pemerintahan itulah sumber bahan konstruksi Ilmu
Pemerintahan.
11. PERKEMBANGAN ILMU PEMERINTAHAN
1. Perkembangan Paradigmatik Ilmu Pemerintahan
setiap kegiatan pengkajian ilmiah mempunyai sasaran. Setiap sasaran
dapat dipelajari dari berbagai sudut pandang yang berbeda-beda dan
dengan menggunakan alat yang berlainan. Mislnya, pandangan
terhadap sebuah rumah bercat putih berbeda dibanding dengan
menggunakan kacamata hitam berbeda dengan pandangan dengan
kacamata biru. Pengkajian terhadap sasaran yang sama (objek materiil)
jika dilihat dari sudut yang berbeda (objek formal) dengan alat yang
berbeda,memberikan hasil yang berbeda pula. Karena itu, pengkajian
terhadap objek (sasaran) yang sama dapat menghasilkan disiplin yang
berlainan. Dari sudut mana dan dengan cara apa peristiwa (gejala)
pemerintahan itu dipandang guna menghasilkan Ilmu Pemerintahan,
akan dibicarakan kemudian.
Sebagai disiplin yang berdiri sendiri, Ilmu Pemerintahan
(Bestuursweten) adalah ilmu yang baru. Perkembangannya melalui
sudut pandang dan cara menurut ilmu yang ada di masa itu sehingga
objek itu menjadi ruang lingkup dan dipelajari sebagai materi atau
bagian integral disiplin lain seperti Ilmu Hukum, Ilmu Politik, Sosiologi,
Ilmu Ekonomi, dan Ilmu Administrasi.
12. 2. Pada tahap kedua, gejala pemerintahan dipelajari oleh disiplin ilmu
pengetahuan yang ada sehingga terbentuklah spesialisasi disiplin yang
bersangkutan. Mislnya, tatkala sosiologi mempelajari gejala pemerintahan,
lahirlah disiplin baru yaitu Sosiologi Pemerintahan. Sosiologi Pemerintahan
merupakan spesialisasi sosiologi. Dalam hubungan ini terdapat sejumlah
disiplin yang berspesialisasi di bidang pemerintahan :
a. Politik Pemerintahan
b. Administrasi/ Manajemen Pemerintahan
c. Hukum Tata Pemerintahan
d. Sosiologi Pemerintahan/Publik
e. Ekonomi Pemerintahan/Publik
f. Teknologi Pemerintahan
g. Filsafat Pemerintahan
h. Etika Pemerintahan
i. Psikologi Pemerintahan
j. Sejarah Pemerintahan
k. Ekologi Pemerintahan
l. Budaya Pemerintahan
13. m. Geografi Pemerintahan
n. Hukum Adat Pemerintahan
o. Kepemimpinan Pemerintahan
p. Komunikasi Pemerintahan
q. Bahasa Pemerintahan
r. Seni Pemerintahan
s. Metodologi Pemerintahan
t. Perbandingan Pemerintahan
u. Perilaku Pemerintahan
v. Pembangunan Pemerintahan
3. Pada tahap ketiga, terbentuk kelompok pengetahuan (body of
knowledge) yang dikonstruksikan dan konsep-konsep sumbangan
disiplin tersebut di atas, terutama konsep-konsep ideografik. Maka
lahirlah disiplin yang disebut Ilmu Pemerintahan Ekletis. Ilmu
Pemerintahan pada tahap awal seperti Bestuurskunde, bersifat
ideografik-ekletis. Inilah ilmu pemerintahan generasi pertama.
14. 4. Pada tahap keempat, lahirlah Ilmu Pemerintahan yang
mandiri yang dikenal sebagai Bestuurswetenschap. Ilmu
Pemerintahan generasi kedua di dukung oleh
metodologi (Metodologi Ilmu Pemerintahan) yang
berhasil mengidentifikasi sasaran formal baru (khusus)
di antara sejumlah objek formal lainnya yang gejalanya
memiliki keajegan yang cukup untuk dianalisis (sedikit
banyak bersifat nomotetik).
5. Dari analisis itu lahir konsep-konsep sebagai bahan bagi
penyusunan teori yang pada gilirannya bisa digunakan
sebagai alat eksplanasi dan prediksi, dua diantara
sejumlah fungsi pengetahuan untuk dapat disebut
sebagai disiplin yang mandiri (baca juga Soewargono,
“Jati Diri Ilmu Pemerintahan,”dalam Jurnal Ilmu
Pemerintah-an, Nomor Perkenalan 1995 h.24-56).
15. SOSIAL
a. Sosiologi
b. Antropologi
c. Psikologi
d. Ekonomi
e. Politik
f. Geografi
g. Komunikasi
h. Hukum
i. Ilmu
j. Ilmu
sejenisnya
FILSAFAT
HUMANIORA
a. Bahasa dan
Sastra
b. Kebudayaan
c. Kesenian
d. Filsafat
e. Agama
f. Ilmu sejenisnya
ILMU
EKSAKTA
a. Fisika
b. Biologi
c. Kimia
d. Astronomi
e. Matematika
HUBUNGAN FILSAFAT DENGAN ILMU
19. 1. ILMU
Ilmu Adalah susunan pengetahuan yang teratur
tentang pokok-pokok permasalahan atau subyek
tertentu yang diperoleh melalui metode tertentu
dengan tujuan memperoleh kebenaran tentang
sesuatu yang obyektif.
Menurut Moh. Hatta:
Ilmu pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan
hukum Kausal baik dalam suatu golongan yang sama
tabiatnya maupun menurut bangunannya dari dalam.
UNISCO (United Nation an Education Science and Cultural
organization)
Science is Sum on Coordinated knowledge related to a
determined subject. Keseluruhan pengetahuan yang
teratur tentang suatu pokok permasalahan tertentu.
20. 2. SYARAT-SYARAT
a. Objek atau bidang kajian
b. Metode – cara ilmiah untuk memperoleh
pengetahuan yang benar dan objektif
c. Pengertian atau konsep-konsep tersendiri sesuai
dengan karakteristik dan lingkup permasalahan.
3. Karakteristik Ilmu
a. Rasional
b. Logis
c. Objektif
d. Terbuka
e. Universal
f. Sistematis
21. 4. FUNGSI ILMU
Membantu manusia dalam mencapai tujuan
kedepannya dan memberi penerangan kehidupan
22. ILMU
PEMERINTAHA
N
Institusi
Ranah Ilmu-ilmu pemerintahan
dalam bidang kajian normatif
dan faktual untuk membangun
bentuk.
Paradigma yg mantap
( ontologi, etistendogi,
dan aksiologi)
Diterima
para
Ilmuwan
SCIENCE
OTONOMI
STUDIES
PENDEKATAN ILMU
PEMERINTAHAN
Berkembang
Anomali
Eksistensi
Ilmu
26. SAINS
EMPIRIKAL
Ada pun Sains Empirikal (normal
science) sebagaimana disebut oleh
Thomas Khun yang kini berlaku,
diturunkan dari cara berpikir sensual
(indrawi), melalui Proses Pengindaran,
agar dapat menangkap wujud-wujud
konkrit dari jagat raya (yang disebut
realita itu).
Letak masalah, suatu masalah besar
dan esensial dari apa yang kita sebut
Sains Empirikal itu. Untuk memahami
hal ini kita kembali ke jalan pikiran kant
bahwa jagat raya yang sebenarnya
adalah noumena, yang kita tidak tahu
tentang itu (tidak akan tahu sampai
kapan pun) sedangkan yang tampak
kepada kita adalah phenomena (bukan
jagat raya sebenarnya dan bersifat
menipu).
32. HISTORIS><KONTEKT
UAL
ILMU PEMERINTAHAN
Pada masa Romawi
kuno,Pemerintahan yang tidak pernah
berhenti pada tataran spekulatif.
Pada masa Abad Pertengahan ,
Pemerintahan yang terkait erat dengan
masalah keagamaan.
Pada masa Renaissance, Adanya
gerakan sekularisasi dalam artian
pemisahan pembahasan masalah
keagamaan dan kenegaraan.
Pada masa klasik, Pemerintahan yang
berupa disiplin keilmuan yang obyektif,
sistematis, rasioanal, dan metodis.
33. Pada masa Modern
Prusia
Ilmu Pemerintahan dengan nama
Kameralwissenshaft, yang bersifat sentralistik,
paternalistik, berfaham ekonomi merkantilisme.
Amerika
Ilmu Pemerintahan Kameralisme. Latar
belakang sosial budaya politik pada masa itu
diwarnai oleh penerimaan faham demokrasi
dalam kehidupan kenegaraan.
34. Inggris
Ilmu Pemerintahan yang mengacu pada ilmu klasik
dan humanities yang bersifat generalis, maka
pejabat sering diklarifikasikan sebagai professional
amateurs.
Belanda
Ilmu Pemerintahan yang mirip dengan Kameralisme
Jerman hal ini diciptakan Program Indologie yang
dilakukan oleh gabungan dari 3 fakultas leiden, yaitu
fakultas hukum, sastera, dan fakultas filsafat. Ilmu
pemerintahan yang dikembangkan lebih pragmatis.
37. PERKEMBANGAN ILMU PEMERINTAHAN
SCHOLTEN (1981)
Ilmu
pemerintahan
KLASIK
MODERN
Konstruksi
Praktis
Konstruksi
Empirikal
pengalaman
Institusi
Akal sehat
Pengalaman
Institusi
Akal sehat
Inter face
Politik
Hukum
Sosiologi
ekonomi
38. Ilmu
pemerintahan
KEMENDAGR
I
Otonomi etic :
Semua unsur
pemerintahan
adalah unsur dalam
negeri
Value :
Difernsiasi dan
spesialisasi
Otonomi daerah
(sebagian besar
urusan berdasar
dari lembaga
negara )
Garis lini
D’as sain dan
Das sal
Membangun
misi Bhineka
Tunggal Ika
Pelaksanaan
berbagai
unsur
Kebijakan inter
institusional antara
Kementrian dan
lembaga lain :
Pusat, daerah dan
desa
39. Isu-isu penting
Perkembangan
ilmu
Perkembangan akademik menjadi
ruh bagi eksistensi ilmu
Sistem pendidikan memberi
gambaran tentang transfer of
knowledge.......
Figur-figur ilmuan memberi warna
bagi ilmu dan program studi
Kondisi dan situasi menjadi
perubahan paradigma
40. DOKTRIN ASOKA
“Barangsiapa merendahkan agama
lain dan memuji agamanya sendiri,
(berarti) merendahkan agamanya
sendiri”.
Dalam kitab Sutasoma, Empu
Tantular mengemas ajaran itu dalam
seloka yang sebagian berbunyi
“Bhineka Tungga Ika”, lengkapnya
“Bhineka Tunggal Ika, Tanhana
Dharma Mangrva” artinya berbeda-
beda tetapi satu jua, tahan karena
benar serta satunya cipta, rasa,
karsa, kata dan karya berdasarkan
kebenaran yang tunggal.
41. Pertama Mampu mengembangkan
pengetahuan, teknologi, dalam
bidang keilmuan atau praktek
melalui riset pemerintahan hingga
menghasilkan karya kreatif,
original, dan teruji.
Kedua Mampu memecahkan
permasalahan ilmu pengetahuan,
teknologi, atau seni di dalam
bidang pemerintahan melalui
pendekatan inter, multi dan
transdisipliner.
Ketiga Mampu mengelola,
memimpin, dan mengembangkan
riset pemerintahan dan
pengembangan yang bermanfaat
bagi kemaslahatan umat manusia,
serta mampu mendapat
pengakuan nasional dan
internasional.
KUALIFIKASI
DOKTOR ILMU
PEMERINTAHAN
43. DIMENSI DAN PRINSIP-PRINSIP PENELITIAN
Dimensi dan
prinsip-
prinsip
penelitian
judul
Latar belakang
Maksud dan
tujuan
Sistematika dan etika
penelitian
(- harvard dan arabia)
(- running dan put not)
Maksud dan
tujuan
44. MASALAH
GENERALIS
HASIL PENELITIAN : MENUNTUT
KEBERANIAN BERLAWANAN ATAU
MENYERANG OTORITA POLITIK
DAN AGAMA YANG BERLAKU
(COPERNICUS 1473 – 1543.
SCIENCE :
INTEGRITAS,
KAYA IMAJINASI,
LUANG WAKTU,
DAN SABAR
47. BOBOT MASALAH
MASALAH TERJAWAB SECARA EFEKTIF DAN
RELEVAN DALAM PENELITIAN
BERARTI DAN BERNILAI PENTING
SUATU YANG BARU
VISIBLE (MEMUNGKINKAN)
PIJAKAN (KONSEP-PROPOSISI-TEORI-SMALL-
MIDLE –GRAND THEORY)
51. Kualitatif data yang berhubungan dengan kategorisasi
karakteristik yang dalam bentuk ordinal dan rangking
Kuantitatif data yang berupa angka-angka yang
diperoleh dari hasil pengukuran
Data deskrit data hasil perhitungan yang dikonsepsikan
dalam bilangan
Data kontinum merupakan hasil pengukuran yang
dikonsepsikan dengan jumlah nilai sampai dengan tak
terhingga
53. MASALAH-
MASALAH
PEMERINTAHAN
FOKUS
LOKUS
• KINERJA
• KEBIJAKAN
• ORGANISASI
• BIROKRASI
• KOORDINASI
• DESA
• KECAMATAN
• PROVINSI
• KABUPATEN
• PUSAT
Efisiensi digunakan
untuk mengukur
proses, efektifitas guna
mengukur keberhasilan
mencapai tujuan, dan
kualitas untuk
mengukur sinerji
keduanya bersama-
sama. Suatu satuan
kerja per satuan waktu
disebut efisien, jika
dengan input tertentu
dapat dicapai hasil
(layanan) semaksimal
mungkin, atau suatu
hasil tertentu dapat
dicapai dengan input
seminimal mungkin.
ALAT UKUR
54. MODEL ANALISIS
ANALTIK SINTETIK
DEDUKSI
A Priori
INDUKSI
A Posteriori
Keterangan :
Gambar di atas menunjukkan bahwa cara berpikir deduktif menghasilkan pengetahuan
analitik, sedangkan cara berpikir induktif menghasilkan pengetahuan sintetik.
55. CARA BERPIKIR DEDUKTIF
Cara berpikir deduktif dimulai dengan PREMIS,
yang “benar dengan sendirinya”, dan dari padanya
dideduksi sampai pada pengetahuan khusus yang
diperlukan. Ini yang disebut cara berpikir “a priori”
yang sudah benar dari sejak semula.
56. CARA BERPIKIR INDUKTIF
Cara berpikir induktif dimulai dari data dan fakta
atau realita, kemudian dirangkum sebagai
kesimpulan. Ini yang disebut cara berpikir “a
posteriori”.
Cara berpikir deduktif, sebagaimana dipertahankan
oleh Descartes, sehubungan dedukasi matematis
yang kaku akhirnya ditinggalkan, sedangkan cara
berpikir induktif yang “Luwes” seperti
diketengahkan oleh Francis Bacon, mendapat
pasaran yang luas. Dan cara berpikir sensual
induktif sebagai berikut :
57. CARA BERPIKIR SENSUAL INDUKTIF
NON SENSUAL Rationalism Transendentalism FITRAH
SENSUAL
(indrawi)
Empiricism Positivism WAHYU
SAINS
EMPIRIKAL
(“Normal
Science”)
METODOLOGI
PENELITIAN
Proses
Pengindara
n