1. Pemismikinan
Koruptor
DIGITAL NEWSPAPER
hal
Spirit Baru Jawa Timur
surabaya.tribunnews.com
surya.co.id
2
| KAMIS, 21 NOVEMBER 2013 | Terbit 2 halaman
edisi pagi
Penyadapan Komunikasi Presiden RI
SAATNYA MARTY BICARA
SURYA Online - Penyadapan terhadap
komunikasi Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) dan pejabat-pejabat
tinggi Negara Indonesia oleh Amerika
Serikat melalui Kantor Kedubes
Australia, sungguh sangat mencoreng
martabat dan kedaulatan bangsa.
Meskipun dalam ranah kemajuan
teknologi dan telekomunikasi, hal itu
tidaklah sulti dilakukan. Namun karena
yang disadap adalah simbol sebuah
Negara, yakni Presiden, ini berarti
sudah merendahkan karena mereka
sudah tidak menghormati privasi
sebuah negara. Oleh sebab itu Amerika
Serikat dan Australia, yang melakukan
kerja sama untuk melakukan perbuatan
kriminalisasi telekomunikasi tersebut,
patut kita kecam dan kalau dalam
bahasa pergaulan kita, tampar saja.
Beruntung kita punya Menteri Luar
Negeri Marty Natalegawa yang meski
penampilannya kalem dan dandy itu
ternyata bisa juga mengeluarkan
pernyataan yang keras dan tegas soal
penyadapan pembicaraan Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono oleh dinas
intelijen Australia itu.
Sebab biasanya diplomat senior ini
selalu mengeluarkan pernyataan yang
sifatnya penuh dengan basa-basi atau
ucapan yang diplomatis sekali. Dan
momentum ini memang sangat tepat
bagi Marty Natalegawa untuk bicara
sebagai rakyat Indonesia yang punya
harga diri dan martabat.
“Australia telah mencederai sendiri
satu per satu prinsip yang konon mereka junjung tinggi seperti demokrasi,
join facebook.com/suryaonline
privasi dan hubungan persahabatan
dua negara. Satu per satu, dicederai,
dilabrak dan dilanggar Australia,”
kata Menlu Marty kepada pers dalam
jumpa pers khusus di Jakarta, Senin
(18/11/2013).
Ucapan Menlu itu muncul menanggapi
penyadapan pembicaraan Presiden
Yudhoyono, istrinya Ani Yudhoyono serta
mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla dan
beberapa pejabat tinggi negara lainnya
pada kisaran bulan Agustus Tahun 2009.
Penyadapan pembicaraan telepon
itu diduga dilakukan oleh Defence
Signal Directorate atau Dinas Intelijen
Elektronik Australia. Untuk menunjukkan ketidakpuasan atau
kekecewaan terhadap ulah
Canberra tersebut, Marty
juga melakukan tindakan
tegas lagi, memanggil pulang
Duta Besar Luar Biasa dan
Berkuasa Penuh Indonesia
untuk Australia Nadjib Riphat
Kesoema.
Kontan saja sikat Marty
yang sangat langka dilakukan
pejabat Republik Indonesia
saat ini, mendapat sanjungan
dan dukungan dari berbagai kalangan,
termasuk Anggota Komisi I DPR dari
Fraksi PDI Perjuangan Tjahyo Kumolo
yang mengatakan, Pemerintah Indonesia harus berani memperlihatkan sikap
kepada negara-negara mitranya tentang
mana negara yang merupakan kawan
dan juga sebaliknya sebagai lawan.
“Penyadapan itu dilakukan terhadap
lambang-lambang negara,” kata politisi
Tjahyo Kumolo.
Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq
menyatakan, ulah Canberra membuktikan Australia bukan tetangga yang
baik. “Indonesia keliru memposisikan
Australia sebagai mitra yang strategis
karena ternyata Australia memperlaku-
kan pejabat Indonesia sebagai ancaman
atau musuh,” kata Mahfudz Siddiq.
Mantan Wapres Jusuf Kalla yang
juga menjadi salah satu korban tindak
penyadapan itu mempertanyakan ulah
yang melanggar aturan internasional
tersebut. “Soal politik atau keamanan?,” kata JK ketika mengomentari
tindakan penyadapan itu.
Menitik dari peristiwa penyadapan
ini, Pemerintah, khususnya Badan
Intelijen Negara atau BIN serta Badan
Intelijen dan Strategis TNI (Bais) Mabes
TNI harus lebih waspada dan terus
melakukan perubahan dan pembaharuan teknologi informasi. Tak hanya itu,
sistem intelejen manual pun Indonesia
harus waspada, seperti ketika era LB
Moerdani dan pendahulu lainnya dalam
memimpin TNI sehingga tidak sampai
kecolongan. (antara/joe)
follow @portalsurya
2. 2
KAMIS, 21 NOVEMBER 2013 | surya.co.id | surabaya.tribunnews.com
PEMISKINAN KORUPTOR
SURYA Online - Sekali lagi
Indonesia harus berani meniru
ketegasan Presiden China Xi
Jinping dalam menghadapi
tindakan korupsi yang dilakukan
di negaranya, hukuman berat
hingga hukuman mati dan pemiskinan seluruh keluarganya.
Hal itu memang patut didukung
mengingat korupsi yang disengsarakan adalah rakyat seluruh
bangsa, sedangkan korupsi yang
dibahagiakan adalah pelaku dan
keluarganya serta kelompoknya
saja.
Babak lanjutan dari penyidikan kasus dugaan suap terhadap
mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK)
dengan melakukan penyitaan
sejumlah aset, seperti rumah
dan mobil, baik yang di Jakarta
maupun Pontianak, Kalimantan
Barat adalah langkah maju yang
dilakukan KPK untuk perbaikan
moral anak bangsa.
Apapun dalil yang digunakan
untuk melakukan penyitaan
tersebut, harus mendapat
dukungan, kecuali orang-orang
yang merasa terancam karena
juga melakukan korupsi, sedang melakukan dan akan melakukan korupsi.
Bahkan kalau perlu aturan tersebut
dibakukan melalui Undang Undang agar
mendapat kekuatan hukum yang tetap.
Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah, beranikan para pemimpin bangsa
ini untuk melakukan itu? melakukan
seperti apa yang dilakukan Presiden
China Xi Jinping ? Semua rakyat
Indonesia sudah pasti hanya bisa berdoa
agar hal itu terjadi, mengingat sejarah
panjang bangsa ini, merebut kekuasaan
adalah hanya untuk memperkaya diri
sendiri dan kelompoknya. Bukan untuk
menyejahterakan rakyat seperti yang
diamanahkan sebuah jabatan dan Allah
SWT.
join facebook.com/suryaonline
Pemiskinan koruptor
Bukti masih banyak pemimpin yang
tidak menghendaki ketegasan terhadap koruptor dan masih banyaknya
pejabat yang ingin korupsi itu adalah
masih banyaknya perlawanan yang
berdalih menyalahi Undang-Undang
atau hukum yang berlaku di Republik
tercinta ini. Padahal di China, tak
seorangpun berani membela, apalagi
berkomentar ketika seorang koruptor
divonis.
Sementara bukti harapan besar
rakyat Indonesia agar hukum menghabisi koruptor di negeri ini disampaikan
Indonesia Corruption Watch (ICW),
yang menganggap hal itu adalah
sanksi yang efektif.
“Para koruptor itu kan lebih takut
miskin dari pada takut dipenjara. Jadi
satu-satunya cara
yang ampuh untuk
membuat orang
jera melakukan
korupsi adalah
dengan memiskinkan koruptor,” kata
Wakil Koordinator
ICW Ade Irawan.
Menurut Irawan,
beberapa peraturan
yang dapat digunakan untuk mengatur
upaya pemiskinan
koruptor adalah
melalui Undang-Undang Tindak Pidana
Korupsi (Tipikor)
dan Undang-Undang
Tindak Pidana
Pencucian Uang.
“Dan sekarang ini
sedang dikembangkan RUU tentang
perampasan harta
hasil korupsi
dari koruptor
dan keluarganya,”
katanya.
Pengambilan aset
atau harta
kekayaan
koruptor
sebetulnya
dapat dilakukan dengan
mudah bila
aparat sudah
membuktikan aset itu
merupakan
hasil tindak pidana korupsi. “Jadi bila
aparat penegak hukum sudah bisa
membuktikan dan menunjukkan bahwa
harta yang diperoleh merupakan hasil
korupsi maka aset si koruptor itu sudah
pasti bisa disita oleh negara,” katanya.
yang perlu disiapkan dan ditekankan
sekarang adalah hasil-hasil penyitaan
tersebut harus diumumkan kepada
publik secara terbuka dan dimasukkan
keman hasil rampasan tersebut. Karena
selama ini, rakyat tidak mengetahui
kemana barang-barang sitaan tersebut
berada, sementara Pemerintah hanya
menyebutkan disita Negara. Apakah
masuk dalam pembukuan pemasukan
Negara atau masuk dalam aset Negara
atau apa, selama ini rakyat dibuat
bodoh dalam hal ini. Contoh kecil saja,
ketika barang bukti disita, kemana
dan diapakan barang-barang tersebut?
Maka diperlukan sebuah keterbukaan
agar rakyat bisa melihat dan merasakan
keberadaan aparat hukum benar-benar
untuk keadilan dan kemakmuran rakyat.
(wahjoe harjanto)
follow @portalsurya