1. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara kategori, sastra berbeda dengan psikologi, sebab sebagaimana yang kita
pahami sastra terkait dengan dunia fiksi, drama, puisi, esai yang diklasifikasikan ke dalam
seni (art), sedangkan psikologi merujuk pada suatu studi ilmiah tentang perilaku yang
dialami ataupun di perbuat manusia termasuk proses mental. Atau dengan kata lain gejala
yang dterdapat pada psikologi bersifat riil sedangkan dalam sastra gejalanya bersifat
imajinatif. Namun, kedua hal tersebut memiliki titik temu atau kesamaan, yaitu keduanya
berangkat dari manusia dan kehidupan sebagai sumber kajian utama. Psikologi sastra adalah
kajian sastra yang memandang karya sebagai aktivitas kejiwaan. Pengarang akan
menggunakan cipta rasa dan karya dalam menciptakan sebuah karya sastra tersebut. Begitu
pula pembaca, dalam memberikan ttanggapan terhadap suatu karya sastra juga tak akan lepas
dari kejiwaan dan penjiwaannya. Pengarang yang berkarya biasanya menangkap gejala
kejiwaan yang kemudian diolah kedalam bentuk teks sastra dan dilengkapi dengan
kejiwaanya. Proyeksi akan terjadi dengan sendirinya secara imajiner kedalam karya sastra
yang berasal dari pengalaman hidup pribadi sang penulis atau pengalaman hidup sekitar.
Novel dan cerpen merupakan karya sastra yang didalamnya merupakan kumpulan
realita yang didalamnya pasti terjadi perilaku manusia atau tokoh. Realita psikologis adalah
salah satu realita yang paling sering muncul dalam sebuah karya sastra baik novel ataupun
cerpen. Yang dimaksudkan realita psikologis disini ialah kehadiran suatu fenomena kejiwaan
tertentu yang dialami oleh tokoh utama ketika bereaksi pada lingkunganya dan mungkin juga
terhadap dirinya sendiri.Karya sastra merupakan gambaran kehidupan manusia masa kini dan
masa yang telah lalu. Sebuah karya sastra memiliki banyak unsur pendukung terciptanya
sebuah karya yang baik, salah satunya adalah tokoh. Tokoh adalah unsur terpenting yang
dapat kita temukan dalam sebuah karya sastra berbentuk novel, yang memiliki karakteristik
yang berbeda-beda sehingga melahirkan bermacam-macam tingkah laku dan ceritanya
masing-masing.
Karakteristik yang lahir dalam sebuah karya satra tidak lepas dari karakteristik
manusia di kehidupan nyata yang secara alami mempengaruhi menariknya sebuah karya.
Homo ni lupus adalah salah satu jenis karakteristik atau sifat dasar manusia dimana seseorang
berkecenderungan untuk menguasai manusia lain. Karakteristik manusia yang demikian
sudah merupakan hakekat dasar manusia, biasanya akibat dari ketidak stabilan ekonomi yang
2. di hadapi dalam kehidupannya. Kemajuan zaman yang terus melesat memaksa manusia untuk
terus dapat menyesuaikan diri dan mengikuti alur zaman. Biaya hidup yang biasanya ikut
melambung tinggi memaksa seseorang untuk terus berusaha mengikutinya sebagaimana yang
tertera dalam konsep prinsip ekonomi yang dimaknai sebagai upaya untuk mendapatkan
keuntungan semaksimal mungkin dengan usaha yang minimal. Melihat realita terjadi dan
hubungannya dengan konsep yang berkembang dalam masyarakat maka banyak kita temui
adanya penindasan atau pemanfaatan kaum bawah oleh para kalangan atas atau para orang
kaya. Perlakuan tersebut seolah sudah menjadi budaya atau hal yang biasa diterima oleh
kaum bawah, sebagaimana yang diuraikan oleh Max Weber bahwa kekuasaan adalah
kesempatan yang ada pada seseorang atas sejumlah orang untuk melaksanakan kemauannya
sendiri dalam suatu tindakan sosial meskipun mendapat tantangan dari orang lain.
Hal diatas berpengaruh buruk bagi si penguasa dalam hal ini kalangan atas karena
secara tidak langsung mereka membawa diri mereka menuju gangguan psikologis yang tidak
mereka sadari. Kegilaan pada harta atau kekuasaan biasanya mendorong seseorang bertindak
di luar batas wajar atau cenderung memaksakan diri sehingga tanpa sadar telah menyakiti
dirinya sendiri secara mental. Gejala yang demikian dapat kita temukan pada tokoh ayah
dalam novel Mencari Perempuan Yang Hilang. Tokoh ayah disini digambarkan sebagai
manusia yang gila harta dan kekuasaan atau bisa disebut matrealistis.
3. BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Pengertian Psikologi Sastra
Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai aktivitas
kejiwaan. Pengarang akan menggunakan cipta, rasa, dan karya dalam berkarya. Begitu pula
pembaca, dalam menanggapi karya juga tak akan lupa dari kejiwaan masing-masing.
(Kinayati, 2006:241). Bahkan, sebagaimana sosiologi refleksi, psikologi sastrapun
mengenal karya sastra sebagai pantulan kejiwaan. Pengarang akan menangkap gejala jiwa
kemudian diolah kedalam teks dan dilengkapi dengan kejiwaannya. Proyeksi pengalaman
sendiri dan pengalaman hidup di sekitar pengarang, akan terproyeksi secara imajiner ke
dalam teks sastra.
Jatman (1985:165) dalam Kinayati berpendapat bahwa karya sastra dan psikologi
memang memiliki pertautan yang erat, secara tak langsung dan fungsional. Pertautan tak
langsung, baik sastra maupun psikologi memiliki objek yang sama yaitu kehidupan
manusia. Psikologi dan sastra memilki hubungan fungsional karena sama-sama untuk
mempelajari keadaan kejiwaan orang lain, bedanya dalam psikologi gejala tersebut riil,
sedangkan dalam sastra bersifat imajinatif.
Menurut Rene Wellek dan Austin Warren (1995: 90) bahwa pendekatan psikologi
sastra dikaitkan dengan pengarang, proses kreatif, karya sastra, dan pembaca. Meskipun
demikian, pendekatan psikologis pada dasarnya berhubungan dengan tiga gejala utama,
yaitu pengarang, karya sastra, dan pembaca, dengan pertimbangan bahwa pendekatan
psikologis lebih banyak berhubungan dengan pengarang dan karya sastra. Jika perhatian
penelitian lebih dominan ditujukan kepada pengarang maka model penelitiannya dengan
menggunakan pendekatan ekspresif, namun jika perhatian penelitian lebih fokus kepada
karya sastranya maka model penelitiannya lebih dekat dengan pendekatan objektif.
Penelitian psikologi sastra ini, mulai menunjukkan kecemerlangannya dalam kajian sastra.
Hal tersebut disebabkan karena ketidakpuasan peneliti sebelumnya, yaitu penelitian
sosiologi sastra atau yang lainnya yang dianggap kurang memperhatikan aspek psikologis.
2.2 Pengertian Psikologi
Psikologi secara bahasa berasal dari dua kata, yaitu psyche yang berarti jiwa, dan
logos yang berarti ilmu, maka psikologi merupakan ilmu yang mengarahkan perhatiannya
pada manusia yang objek penelitiannya tertuju pada jiwa dan perilaku manusia. Menurut
Hilgard, seorang teoritikus memandang perilaku sebagai objek studi, mendefinisikan
4. “psychology may be defined as the science that studies the behavior of
man”(prihastuti,2002:18). Definisi tersebut menunjukan pendiriannya tentang psikologi
yang sangat jelas mempelajari perilaku manusia. Teoritikus lain seperti bourne Jr
merumuskan bahwa “psychology is the sciencitific study behavior
principles”(siswantoro,2005:26). Rumusan tersebut menjelaskan bahwa psikologi
merupakan studi ilmiah tentang dasar-dasar perilaku. Maka jika kita melihat secara konkret
perilaku manusia sangat beragam, tetapi memiliki pola unik jika diamati secara cermat.
Kajian psikologi adalah kejiwaan seseorang. Ada jiwa yang normal dan ada pula jiwa yang
mengalami gangguan yang disebut gangguan jiwa. Seseorang yang mengalami gangguan
jiwa bukan berarti gila. Karena tidak semua gangguan jiwa jatuh ke penyakit gila. Terdapat
interval dalam gangguan kejiwaan. Semua itu bergantung penyebab, gejala, dan efek yang
ditimbulkannya.
2.2.1 Jenis-jenis Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa atau mental disorder merupakan sindrom atau pola perilaku, atau
psikologik seseorang yang secara klinik cukup bermakna, dan secara khas berkaitan
dengan suatu gejala penderitaan atau gangguan didalam satu atau lebih fungsi yang penting
dari manusia. Sebagai tambahan, disimpulkan bahwa disfungsi itu adalah disfungsi dalam
segi perilaku, psikologik atau biologik, dan gangguan itu tidak semata-mata terletak
didalam hubungan antara orang dengan masyarakat (Rusdi Maslim, 1998:
http://perawatpskiatri.blogspot.com/2009/03/gangguan-jiwa-atau-mental-disorder.html)
Menurut American Psychiatric Association (APA, 1994:
http://www.scribd.com/doc/55858510/) Definisi-Gangguan-Jiwa dalam, gangguan jiwa
adalah gejala atau pola dari tingkah laku psikologi yang tampak secara klinis yang terjadi
pada seseorang dari berhubungan dengan keadaan distres (gejala yang menyakitkan) atau
ketidakmampuan (gangguan pada satu area atau lebih dari fungsi-fungsi penting) yang
meningkatkan risiko terhadap kematian, nyeri, ketidakmampuan atau kehilangan
kebebasan yang penting dan tidak jarang respon tersebut dapat diterima pada kondisi
tertentu.
Klasifikasi Gangguan Jiwa
Klasifikasi psikiatri melibatkan pembedaan dari perilaku normal dari abnormal.
Dalam hal ini normal dan abnormal dapat berarti sehat dan sakit, tetapi bisa juga digunakan
dalam arti lain. Sejumlah gejala psikiatri berbeda tajam dari normal dan hampir selalu
5. menunjukkan penyakit ( Ingram et al., 1993): Gangguan Jiwa dibagi menjadi dua kelainan
mental utama, yaitu penyakit mental dan cacat mental. Cacat mental suatu keadaan yang
mencakup defisit intelektual dan telah ada sejak lahir atau pada usia dini. Penyakit mental
secara tidak langsung menyatakan yang kesehatan sebelumnya, kelainan yang berkembang
atau kelainan yang bermanifestasi kemudian dalam kehidupan.
Jenis-jenis Penyakit Mental
1. Penyakit mental secara prinsip dibagi dalam psikoneurosis dan psikosis. Kategori
ini sesuai dengan awam tentang kecemasan dan kegilaan. Psikoneurosis merupakan
keadaan lazim yang gejalanya dapat dipahami dan dapat diempati. Psikosis
merupakan penyakit yang gejalanya kurang dapat dipahami dan tidak dapat
diempati serta klien sering kehilangan kontak realita.
2. Istilah fungsional dan organik menunjukkan etiologi penyakit dan digunakan untuk
membagi psikosis. Psikosis fungsional berarti ada gangguan fungsi, tanpa kelainan
patologi yang dapat dibuktikan
Penyebab Gangguan Jiwa
Gejala utama atau gejala yang menonjol pada gangguan jiwa terdapat pada unsur
kejiwaan, tetapi penyebab utamanya mungkin di badan (somatogenik), di lingkungan sosial
(sosiogenik) ataupun psikis (psikogenik), (Maramis, 1994). Biasanya tidak terdapat
penyebab tunggal, tetapi beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur itu yang saling
mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu timbulah gangguan badan ataupun
jiwa.
Macam-Macam Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa artinya bahwa yang menonjol ialah gejala-gejala yang psikologik dari
unsur psikis (Maramis, 1994). Macam-macam gangguan jiwa (Rusdi Maslim, 1998):
Gangguan mental organik dan simtomatik, skizofrenia, gangguan skizotipal dan gangguan
waham, gangguan suasana perasaan, gangguan neurotik, gangguan somatoform, sindrom
perilaku yang berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, Gangguan
kepribadian dan perilaku masa dewasa, retardasi mental, gangguan perkembangan
psikologis, gangguan perilaku dan emosional dengan onset masa kanak dan remaja.
6. 1). Skizofrenia.
Skizofrenia merupakan bentuk psikosa fungsional paling berat dan menimbulkan
disorganisasi personalitas yang terbesar. Skizofrenia juga merupakan suatu bentuk psikosa
yang sering dijumpai dimana-mana sejak dahulu kala. Meskipun demikian pengetahuan kita
tentang sebab-musabab dan patogenisanya sangat kurang (Maramis, 1994). Dalam kasus
berat, klien tidak mempunyai kontak dengan realitas, sehingga pemikiran dan perilakunya
abnormal. Perjalanan penyakit ini secara bertahap akan menuju kearah kronisitas, tetapi
sekali-kali bisa timbul serangan. Jarang bisa terjadi pemulihan sempurna dengan spontan
dan jika tidak diobati biasanya berakhir dengan personalitas yang rusak ” cacat ” (Ingram et
al.,1995).
2). Depresi
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang berkaitan dengan alam
perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu
makan, psikomotor, konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan
bunuh diri (Kaplan, 1998). Depresi juga dapat diartikan sebagai salah satu bentuk gangguan
kejiwaan pada alam perasaan yang ditandai dengan kemurungan, keleluasaan, ketiadaan
gairah hidup, perasaan tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya (Hawari, 1997).
Depresi adalah suatu perasaan sedih dan yang berhubungan dengan penderitaan. Dapat
berupa serangan yang ditujukan pada diri sendiri atau perasaan marah yang mendalam
(Nugroho, 2000). Depresi adalah gangguan patologis terhadap mood mempunyai
karakteristik berupa bermacam-macam perasaan, sikap dan kepercayaan bahwa seseorang
hidup menyendiri, pesimis, putus asa, ketidakberdayaan, harga diri rendah, bersalah,
harapan yang negatif dan takut pada bahaya yang akan datang. Depresi menyerupai
kesedihan yang merupakan perasaan normal yang muncul sebagai akibat dari situasi tertentu
misalnya kematian orang yang dicintai. Sebagai ganti rasa ketidaktahuan akan kehilangan
seseorang akan menolak kehilangan dan menunjukkan kesedihan dengan tanda depresi
(Rawlins et al., 1993). Individu yang menderita suasana perasaan (mood) yang depresi
biasanya akan kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energi yang menuju
keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktiftas (Depkes, 1993). Depresi dianggap normal
terhadap banyak stress kehidupan dan abnormal hanya jika ia tidak sebanding dengan
peristiwa penyebabnya dan terus berlangsung sampai titik dimana sebagian besar orang
mulai pulih (Atkinson, 2000).
7. 3). Kecemasan
Kecemasan sebagai pengalaman psikis yang biasa dan wajar, yang pernah dialami oleh
setiap orang dalam rangka memacu individu untuk mengatasi masalah yang dihadapi
sebaik-baiknya, Maslim (1991). Suatu keadaan seseorang merasa khawatir dan takut
sebagai bentuk reaksi dari ancaman yang tidak spesifik (Rawlins 1993). Penyebabnya
maupun sumber biasanya tidak diketahui atau tidak dikenali. Intensitas kecemasan
dibedakan dari kecemasan tingkat ringan sampai tingkat berat. Menurut Sundeen (1995)
mengidentifikasi rentang respon kecemasan kedalam empat tingkatan yang meliputi,
kecemasn ringan, sedang, berat dan kecemasan panik.
4). Gangguan Kepribadian
Klinik menunjukkan bahwa gejala-gejala gangguan kepribadian (psikopatia) dan gejala-
gejala nerosa berbentuk hampir sama pada orang-orang dengan intelegensi tinggi ataupun
rendah. Jadi, boleh dikatakan bahwa gangguan kepribadian, nerosa dan gangguan
intelegensi sebagaian besar tidak tergantung pada satu dan lain atau tidak berkorelasi.
Klasifikasi gangguan kepribadian: kepribadian paranoid, kepribadian afektif atau
siklotemik, kepribadian skizoid, kepribadian axplosif, kepribadian anankastik atau obsesif-
konpulsif, kepridian histerik, kepribadian astenik, kepribadian antisosial, Kepribadian pasif
agresif, kepribadian inadequat, Maslim (1998).
5). Gangguan Mental Organik
Merupakan gangguan jiwa yang psikotik atau nonpsikotik yang disebabkan oleh gangguan
fungsi jaringan otak (Maramis,1994). Gangguan fungsi jaringan otak ini dapat disebabkan
oleh penyakit badaniah yang terutama mengenai otak atau yang terutama diluar otak. Bila
bagian otak yang terganggu itu luas, gangguan dasar mengenai fungsi mental sama saja,
tidak tergantung pada penyakit yang menyebabkannya bila hanya bagian otak dengan fungsi
tertentu saja yang terganggu, maka lokasi inilah yang menentukan gejala dan sindroma,
bukan penyakit yang menyebabkannya. Pembagian menjadi psikotik dan tidak psikotik
lebih menunjukkan kepada berat gangguan otak pada suatu penyakit tertentu daripada
pembagian akut dan menahun.
6). Gangguan Psikosomatik
Merupakan komponen psikologik yang diikuti gangguan fungsi badaniah (Maramis, 1994).
Sering terjadi perkembangan neurotik yang memperlihatkan sebagian besar atau semata-
mata karena gangguan fungsi alat-alat tubuh yang dikuasai oleh susunan saraf vegetatif.
Gangguan psikosomatik dapat disamakan dengan apa yang dinamakan dahulu neurosa
8. organ. Karena biasanya hanya fungsi faaliah yang terganggu, maka sering disebut juga
gangguan psikofisiologik.
7). Retardasi Mental
Retardasi mental merupakan keadaan perkembangan jiwa yang terhenti atau tidak lengkap,
yang terutama ditandai oleh terjadinya rendahnya keterampilan selama masa perkembangan,
sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan secara menyeluruh, misalnya kemampuan
kognitif, bahasa, motorik dan sosial (Maslim,1998).
8). Gangguan Perilaku
Anak dengan gangguan perilaku menunjukkan perilaku yang tidak sesuai dengan
permintaan, kebiasaan atau norma-norma masyarakat (Maramis, 1994). Anak dengan
gangguan perilaku dapat menimbulkan kesukaran dalam asuhan dan pendidikan. Gangguan
perilaku mungkin berasal dari anak atau mungkin dari lingkungannya, akan tetapi akhirnya
kedua faktor ini saling mempengaruhi. Diketahui bahwa ciri dan bentuk anggota tubuh serta
sifat kepribadian yang umum dapat diturunkan dari orang tua kepada anaknya. Pada
gangguan otak seperti trauma kepala, ensepalitis, neoplasma dapat mengakibatkan
perubahan kepribadian. Faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi perilaku anak, dan
sering lebih menentukan oleh karena lingkungan itu dapat diubah, maka dengan demikian
gangguan perilaku itu dapat dipengaruhi atau dicegah.
2.3 Teori Materialistis
Yang menjadi pemikiran para penganut teori ini hanyalah materi. Mereka tidak
memandang penting arti jiwa. Mereka mengklaim bahwa yang membagi-bagi individu
secara psikologis dan membagi-bagi masyarakat secara sosial dan yang menjadi penyebab
perpecahan dan ketidakberesan adalah adanya sistem pemilikan pribadi. Pada dasarnya
manusia merupakan makhluk sosial. Pada awal sejarahnya, manusia hidup secara kolektif,
dan tidak menyadari eksistensi individualnya. Pada saat itu manusia memiliki jiwa kolektif
dan perasaan kolektif. Sandaran hidupnya adalah berburu. Setiap orang dapat mencari
nafkah dari sungai dan hutan menurut kebutuhannya. Tak ada masalah surplus produksi.
Masalah surplus ini baru muncul ketika manusia menemukan cara berproduksi. Dengan cara
ini muncul kemungkinan surplus produksi dan kemungkinan sebagian orang bekerja
sementara sebagian lainnya tinggal makan saja tanpa perlu bekerja. Itu merupakan
perkembangan yang melahirkan praktik hak milik.
Hak pribadi untuk memiliki sumber-sumber produksi seperti air dan tanah serta alat
produksi seperti bajak, menghapus semangat kolektif dan membagi-bagi masyarakat yang
9. sejauh itu hidup sebagai satu unit menjadi "kaum mampu" dan "kaum tak mampu".
Masyarakat yang hidup sebagai "Kami" berubah bentuk menjadi "Aku". Akibat munculnya
hak milik ini, manusia menjadi tidak menyadari realitasnya sendiri sebagai makhluk sosial.
Kalau sebelumnya manusia merasa hanya sebagai manusia seperti manusia lainnya, maka
sekarang manusia memandang dirinya sendiri sebagai pemilik, bukannya sebagai manusia.
Maka manusia menjadi tidak menyadari dirinya sendiri, dan mulai memburuk
keadaannya. Hanya dengan menghapus sistem hak milik pribadi, manusia dapat pulih
kembali kesatuan moral dan sosialnya serta kesehatan mental dan sosialnya. Gerakan
sejarah yang sifatnya wajib itu sudah terjadi ke arah ini. Milik pribadi, yang telah mengubah
kesatuan manusia menjadi pluralitas, dan mengubah kebersamaan menjadi sendiri-sendiri,
adalah seperti menara kecil yang disebutkan oleh penyair sufi Persia, Maulawi, dalam
sebuah tamsil yang bagus. Dia mengatakan bahwa menara kecil dan puncak memecah-
mecah satu sorot sinar matahari ke dalam ruang-ruang terpisah dengan meng-hasilkan
segmen-segmen bayangan di antaranya. Tentu saja Maulawi menggambarkan sebuah
kebenaran makrifat rohaniah, yaitu munculnya pluralitas dari kesatuan, dan pada akhirnya
akan kembali kepada kesatuan. Namun, dengan sedikit diplintir, tamsil ini dapat juga
digunakan untuk mengilustrasikan teori sosialismenya Marxis.
Demikian kompleksnya klasifikasi gangguan jiwa pada seseorang terkadang
menyebabkan sulitnya pasien atau penderita menyadari apa yang dideritanya. Kadarnya pun
tidak sama mulai dari yang ringan hingga yang berat. Penyebab gangguan jiwa bisa berasal
dari internal maupun eksternal si penderita. Ada yang teramati dari sikap yang ekstrem dari
penderita dan adapula yang berdampak pada lingkungan sekitarnya. Salah satu gangguan
jiwa adalah kecemasan. Di antara jenis kecemasan terdapat kecemasan tingkat ringan, berat,
hingga panik. Kasus gangguan jiwa yang banyak ditemui saat ini adalah kecemasan. Salah
satu kecemasan adalah kecemasan dalam hal materi yang meliputi harta dan kekuasaan.
2.4 Solusi untuk Menanggulangi Gangguan Jiwa
Cara untuk mengobati penyakit atau gangguan jiwa tidak lain dengan mengubah jiwa
manusia tersebut menjadi manusia yang berjiwa keagamaan. Karena derita manusia berasal
dari kerangkeng yang membelenggunya, maka jalan keluar dari problem itu adalah dengan
berusaha keluar dari kerangkeng itu. Kerangkeng dimana berupa nilai atau tepatnya
kekosongan nilai.
Untuk keluar dari kerangkengnya maka mulanya manusia harus terlebih dahulu
mengenali kembali jati dirinya. Bagi yang belum terlalu parah, ia dapat diajak berdialog,
10. berpikir dan merenung tentang apa yang terjadi dan seberapa sisa hidupnya, dan bagi yang
sudah parah, maka ia sebaiknya dibawa saja dalam situasi yang tidak memberi peluang
selain berfikir dan merasa berada dalam suasana religious.
Untuk menanggulangi gangguan jiwa manusia atau bisa dikatakan sebagai akibat dari
kekusutan rohani atau mental, ini sebenarnya dapat dilakukan sejak dini oleh penderita.
Dengan mencari cara yang tepat untuk menyesuaikan diri dengan memilih norma-norma
moral, maka kekusutan mental akan terselesaikan. Norma-norma moral yang positif
termasuk ajaran dari pada agama.
Untuk menangani gangguan jiwa yang berhubungan dengan mental ini banyak yang
menggunakan cara pengobatan tradisional dan modern. Akan tetapi dari berbagai kasus
yang ada justru banyak penderita kejiwaan yang disembuhkan dengan pendekatan agama
atau kepercayaan. Hal ini membuktikan bahwa manusia pada hakikatnya adalah makhluk
yang ber-Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan pada suatu saat. Sehingga ketika mereka
terhimpit permasalahan batin mereka akan lari kepada agama dan menemukan jawaban dari
permasalahan yang mereka hadapi.
Upaya mencapai ketenangan jiwa dapat kita lakukan dengan memberdayakan ketiga
komponen tersebut, yaitu dengan cara memfokuskan pikiran pada satu titik (tujuan yang
hendak dicapai), mengenali apa yang dirasakan oleh jiwa serta menyalurkan efek dari rasa
tersebut secara terkontrol ke lingkungan luar diri, dan memperkuat keyakinan kepada
kekuatan ghaib “Yang Maha Berkuasa” melalui kepatuhan menjalankan ritual-ritual ibadah
dalam agama.
Al-Quran berfungsi sebagai As-Syifa atau obat untuk menyembuhkan penyakit fisik
maupun rohani. Dalam Al-Quran banyak sekali yang menjelaskan tentang kesehatan.
Ketenangan jiwa dapat dicapai dengan zikir (mengingat) Allah. Rasa taqwa dan perbuatan
baik adalah metode pencegahan dari rasa takut dan sedih. Dan ketika seseorang mengalami
permasalahan dalam kehidupannya maka hadapilah dengan sabar dan sholat sebagai jalan
keluar dari segala macam permasalahan dan ketika segala macam usaha telah dilakukan
secara maksimal maka serahkanlah segala macam urusan kita, hidup mati kita, sehat sakit
kita hanya kepada Allah semata karena hanya kepada Dialah segala macam urusan
dikembalikan. Dan barang siapa yang menyerahkan segala urusan dunia dan akhiratnya
hanya kepada Allah, maka Allah akan memberikan rasa aman pada hati mereka, tenang dan
tentram sehingga mereka dapat beraktivitas dengan maksimal.
11. BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan analisis isi teks. Pendekatan
yang digunakan adalah pendekatan psikologi sastra. Objek penelitian ini adalah teks sastra,
yakni novel Mencuri Perempuan yang Hilang.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian dilakukan selama bulan November samapai dengan Desember 2011.
Tempat penelitian adalah Universitas Negeri Jakarta.
3.3 Langkah Penelitian
Proses penelitian dilakukan dengan cara analisis teks novel. Pertama, membaca
novel secara keseluruhan. Kedua, mencari teori yang sesuai dengan temuan masalah.
Ketiga, melakukan analisis sesuai temuan masalah dan teori. Penelitian sastra ini dilakukan
dengan pendekatan psikologi sastra.
12. BAB IV
ANALISIS
4.1 Deskripsi Tokoh “Ayah” dalam Novel Mencari Perempuan yang Hilang
Pengenalan tokoh ayah dijelaskan secara tersirat pada awal kisah dalam novel ini.
Pengenalannya pun tidak secara langsung, melainkan melalui ucapan tokoh lain, yaitu
Dokter Hanin.
“Dokter Ahlam adalah anak seorang miliarder. Namanya Abdul Ghani
Zahabi. Dia memiliki segudang saham, deposito, asuransi, dan lain-lain di bank.
Punya harta, pangkat, dan kekuasaan, seorang hakim tanpa lembaga, seorang raja
tanpa mahkota. Dia terkenal sebagai penguasa.” Hanin menatap reaksi wajahku
sambil bertanya, “Apa kau pernah mendengarpengusaha dan penguasa emas?
Dialah ayah Ahlam.” (hlm. 35)
Tokoh “ayah” bernama Abdul Ghani Zahabi. Dia adalah ayah seorang dokter
perempuan yang menjadi sentra cerita dalam novel ini, yaitu Dokter Ahlam. Kekayaan
tokoh “ayah” diceritakan sudah tak dapat terhitung lagi. Keturunannya pun hanya satu,
yakni Dokter Ahlam. Mengenai istrinya, tokoh Dokter Ahlam menceritakannya pada saat ia
mencurahkan isi hatinya kepada Dokter Sholeh.
“Ayahku seorang saudagar yang terkenal dan pekerja yang sukses.
Kekayaan ayahku berlimpah ruah dan dia termasuk daftar lima besar orang-orang
terkaya. Ibuku juga seorang terkenal di kalangan masyarakat. Ibuku aktif di
berbagai kegiatan organisasi. Setiap hari dia tenggelam dalam kegiatan gosip
sebagaimana lazimya dunia perempuan konglomerat.
Suatu hari ibu pernah menceritakan kepadaku dasar pernikahannya dengan
ayahku bahwa dia menikah dengan ibu karena tergiur harta warisan suami ibu
yang pertama. Dia meninggal dalam kecelakaan pesawat terbang. Namun, ayahku
menyangkalnya. Kata-kata ibu sangat melukai hati ayah. Kata ayah, dia mencintai
ibu sejak ibu masih kecil. Baru setelah dia tahu bahwa suami pertama ibu
meninggal, ayah menikah dengan ibu. Niat ayah tidak lain adalah untuk melindungi
ibu dari kebiadaban laki-laki yang serakah. Ibu menyangkal. Kata ibu, ibulah yang
telah mengangkat derajat ayah dari kemiskinan mejadi seorang miliarder. Tapi
ayah tetap bersikukuh mengatakan bahwa maksudnya untuk menjaga harta ibu,
sehingga bisa berkembang dan berlipat ganda.” (hlm. 80-81)
Tokoh ayah dan istrinya digambarkan sebagai tokoh yang sibuk membela diri demi
harga diri. Ayah dan ibu pun adalah orang yang sibuk dengan urusan masing-masing.
13. Ahlam pun menjadi korban perasaan. Ia merasa kurang kasih sayang meskipun dikelilingi
harta yang berlimpah.
Sang ayah pun telah menjebak Dokter Sholeh saat ia berkunjung ke kantornya demi
Ahlam. Ia dijebak oleh seorang sekretaris bayaran yang mengaku kesakitan untuk diperiksa
dokter itu. Pada saat diperiksa, sekretaris malah melakukan perbuatan asusila dan kejadian
itupun difoto oleh fotografer sang ayah. Hasil foto itu dikirim ke rumah Dokter Sholeh. Bila
sang dokter tidak ingin foto itu jatuh ke tangan Ahlam, ia harus mau bekerja sama
dengannya. Selain sebagai penguasaha sukses, ayah adalah seorang yang culas dan tamak.
Ia menghalalkan berbagai macam cara demi meraup keuntungan. Salah satu hal diangkat
dalam novel ini adalah sang ayah menjual makanan bayi dan obat-obatan yang hampir
kadaluarsa bahkan yang kadaluarsa. Hal ini terungkap ketika ia mencoba nego dengan
Dokter Sholeh untuk membantunya dalam usaha tersebut.
“Jujur saja Dokter, aku sudah menawarkan makanan bayi ini kepada
sejumlah pedagang dengan harga yang sangat murah. Mereka tidak mau. Saya juga
tidak mau rugi. Aku teruskan usahaku. Aku bertemu dengan seorang pedagang
terkenal di suatu kampung. Aku tawarkan keuntungan yang menarik. Semula dia
setuju. Tapi setelah dia melihat masa kadaluarsa, dia mengecam habis-habisan.
Aku menjelaskan bahwa tanggal kadaluarsa merupakan sinyal hati-hati. Jadi lebih
beberapa hari tidak akan berbahaya. Dai tidak mau kecuali atas seizin dokter.
Sekarang sudah jelas apa peranmu dalam perdagangan ini, “ katanya. (hlm. 208)
Tokoh terus memaksa agar sang dokter itu mau menurutinya. Bila tidak, ia tidak
boleh menikah dengan putrinya, yakni Dokter Ahlam. Demi uang sang ayah menghalalkan
berbagai cara. Negosiasi itu merupakan tekanan luar biasa bagi Dokter Sholeh. Sang ayah
pun tertawa puas karena ia berhasil menggagalkan hubungan putrinya dengan Dokter
Sholeh.
Suatu hari terjadi sebuah pembunuhan terhadap seorang suster bernama Naura.
Sang ayah menjadi salah satu orang yang diduga terlibat menurut keterangan beberapa
saksi. Apalagi di akhir cerita, sang anak turut hadir ke pengadilan dan membeberkan
kejahatan ayahnya selama ini yang ia pendam.
“Hadirin semua pasti ingat kejahatan yang saya maksudkan. Anda tidak
boleh lupa tragedi robohnya sebuah bangunan baru yang menelan korban
penghuninya. Dalam puing runtuhan itu berapa banyak nyawa orang yang tidak
berdosa, terkubur sia-sia. Semua menyalahkan insinyur yang dibayar Abdul
Ghani. Insinyur yang tanpa ragu-ragu menggunakan bahan bangunan yang tidak
14. sesuai dengan standar untuk sebuah bangunan. Menurut masyarakat, Abdul
Ghani tidak bersalah sedikit pun. Tapi penyidik mengatakan sebaliknya, Abdul
Ghanilah yang menyuruh insinyur itu untuk mengurangi perbandingan bahan
bangunan. Perbandingan bahan digunakan seirit mungkin. Abdul Ghani
mendapatkan untung besar.. tapi di hadapan pengadilan, fakta dan data jadi
terbalik. Dia mengingkari kenyataan yang akan menjatuhkan Abdul Ghani. Tatkal
sidang dibuka, bukti-bukti sudah tidak ditemukan lagi. Maka jadilah insinyur itu
sebagai tertuduh. Sebenarnya, wahai Tuan Hakim bukti itu tersimpan di sebuah
album. Pencurian surat berharga itu dilakukan oleh seorang pengkhianat. Ini
fotonya!” (hlm. 353)
Kejahatan yang diungkap pun tak hanya itu. Ternyata otak yang membunuh sang
suster adalah sang ayah pula. Ia menyuruh sesorang untuk menghabisi nyawa sang suster
karena ia mengetahui satu rahasia penting. Yaitu, mengenai persetujuan jual beli jarum
suntik yang kadaluarsa oleh perusahaan sang ayah.
Ayah pengusaha sukses, namun kesuksesan yang diraihnya tidak melalui cara yang
halal. Sebelum menjadi pengusaha sukses ia bukan siapa-siapa, hanya seorang tukang semir
sepatu. Namun, ia merasa diperlakukan semena-mena saat jadi seorang kelas bawah. Ia pun
menjadi gila kerja demi mendapatkan uang sebanyak-banyaknya. Setelah berhasil, ia
ternyata semakin gila kerja. Ia tak puas dengan yang sudah didapat akhirnya terus
menghalalkan berbagai cara demi mengembangkan ambisinya. Ia pun menolak Dokter
Sholeh menjadi menantunya karena alasan harta. Dokter Sholeh bukanlah dari kalangan
atas. Sang ayah menolak mentah-mentah dengan alasan tersebut. Dampak kegilaannya
terhadap harta ternyata telah melukai banyak pihak. Baik keluarga, maupun masyarakat di
sekitarnya.
4.2 Penyebab
Setiap akibat atau dampak pasti ada penyebabnya. Begitu juga dengan gangguan
jiwa yang dialami seorang yang mengakibatkan seseorang tersebut mengalami gangguan
jiwa yang terkadang mungkin akan membwa dampak yang tidak baik bukan hanya untuk
diri sendiri namun juga dapat berakibat buruk terhadap orang lain. Dalam novel Mencari
Perempuan yang Hilang ini ditemukan seseorang yang mengalami gangguan jiwa dan
penyebabnya dapat bermacam-macam.
15. Analisis ini mengungkapkan tentang gangguan jiwa yang dialami tokoh ayah, yaitu
Abdul Ghani Zahabi. Disini dikisahkan penyebab dari ayah melakukan hal-hal yang
merugikan orang-orang baik di lingkungan sekitarnya maupun global. Tokoh ayah adalah
seorang saudagar yang terkenal dan sukses namun tamak, tokoh ayah sangat materialistis,
tokoh ayah berusaha untuk mempertahankan apa yang telah didapatkannya. Seperti dalam
kutipan “ sepanjang hari ayahku larut dalam kesibukan yang tak terbatas…(MPyH:81)
Tokoh ayah mengapa mempertahankan kekayaannya dengan segala cara karena
ternyata sosok Ayah dahulu adalah seorang yang tidak punya yang yatim piatu yang
megalami kekecewaan dan kecemasan atas keadaan dahulu yang menimpanya. Oleh karena
itu, tokoh ayah sangat bekerja keras untuk mengubah keadaannya. Seperti kutipan “ mulai
dari tidak punya apa-apa, mulai sebagi tukang semir sepatu dan berakhir…”(MPyH:204)
dan juga kutipan “ Abdul Ghani yang kalian kenal sekarang, wahai Tuan yang mulia, telah
memulai hidupnya sebagai tukang sol sepatu…(MPyH:361) dan kutipan “ Abdul Ghani ini
tumbuh sebagai anak yatim…”(MPyH:361).
Penyebab tokoh ayah mengalami gangguan jiwa salah satunya adalah kekecewaan
tokoh ayah pada waktu dahulu terhadap pemerintah. Seperti kutipan “ saya pasrah.
Mungkin ini peringatan agar saya jangan terlalu bermimpi menjadi orang
kaya…”(MPyH:362). Hingga sang ayah mengalami kecemasan yang luar biasa hebat dalam
kategori panik. Kecemasan sang ayah yang berubah menjadi kepanikan membuat dia
melakukan berbagai cara untuk mengatasinya. Akhirnya ia menjadi seseorang pendendam
atas perlakuan yang pernah diterimanya. Ia panik, tidak nyaman dengan kondisi hidupnya
saat itu yang tergolong kaum bawah. Maka ia pun bekerja mati-matian demi mengubah
hidupnya. Pun ia menghalalkan berbagai cara untuk mempertahankan apa yang telah
diupayakannya untuk hidupnya. Dalam hal ini materi, yakni harta dan kekuasaan. Ia pun
menjadi sosok yang materialistis.
Tokoh ayah sangat menyayangi anaknya, Ahlam, namun tokoh ayah tidak bisa
mengungkapkan dengan kasih sayang. Tokoh ayah beranggapan harta-benda adalah curahan
kasih sayang, namun karena tokoh ayah sangat materialistis, ayah beranggapan bahwa
harta-benda adalah kasih saying yang hakiki. Seperti kutipan “kau ingin anakku, anakku
ingin kau…”(MPyH:200), seperti kutipan “profesi dokter bukan dagang yang
menggiurkan…”(MPyH:201.
Penyebab mengapa tokoh ayah begitu sangat materialistis, tamak, selalu semuanya
diukur dengan materi, yaitu karena tokoh ayah mengalami hal yang pahit yang
mengecewakan tokoh ayah diwaktu dulu.
16. Bisa disimpulkan bahwa penyebab tokoh ayah mengalami gangguan jiwa jenis
kecemasan yang berdampak pada sikap materialistis ada dua hal, yaitu faktor internal adalah
keinginan ayah untuk mengubah nasibnya dan tidak mau dijadikan lagi orang yang tidak
mampu. Ia pun ingin mempertahankan semua materi baik itu harta, jabatan, maupun
kekuasaan yang sudah dimilikinya saat ini. Dan faktor eksternal, yaitu kekecewaan tokoh
ayah terhdap pemerintah karena hak-haknya tidak terpenuhi pada saat kehidupannya masih
berada pada level bawah.
4.3 Dampak
Setiap perbuatan yang dilakukan manusia pasti ada dampaknya, baik itu dampak
bagi dirinya sendiri maupun dampak bagi orang lain. Baik itu berdampak positif maupun
negatif. Di novel MPyH ini tokoh ayah melakukan perbuatan yang menguntungkan dirinya
namun tidak berdampak baik bagi orang-orang disekitarnya. Tokoh ayah rela melakukan
apa saja dengan menghalalkan segala cara untuk memperoleh kepuasan atau keuntungan
bagi dirinya sendiri. Dampak dari perbuatan tokoh ayah salah satunya adalah banyaknya
korban yang tertimpa bangunan yang runtuh diakibatkan kecurangan tokoh ayah. Seperti
kutipan “kira-kira tujuh tahun yang lalu, sebuah bangunan penduduk roboh menerpa
penghuninya…”(mpyh:125). Karena untuk memuaskan keinginannya tokoh ayah juga telah
memberikan dampak yang negatif terhadap Ustad Said, gara-gara ketamakannya Koran Al-
Ayyam pimpinan Ustad Said juga terpaksa harus ditutup Karena telah mencemarkan nama
baik tokoh ayah. Seperti kutipan “bukan itu saja, Koran al-ayyam pimpinan ustad said
dilarang terbit selama tiga bulan…”(mpyh:131)
Ketamakan tokoh ayah tidak hanya berlaku untuk orang lain saja, tetapi anaknya
juga harus mengalami dampak atas ketamakan ayahnya. Karena tokoh ayah mementingkan
materi diatas segalanya, anaknya—Ahlam harus mengalami patah hati. Seperti kutipan
“Dokter Ahlam mengundurkan diri”(MPyH:237). Patah hatinya Ahlam disebabkan sanga
ayah tidak menyetujui hubungannya dengan Dokter Sholeh. Dikarenakan sang dokter
dianggap tak bisa memenuhi kebutuhan hidup anaknya. Sang ayah pun telah menjebak
Dokter Sholeh saat ia berkunjung ke kantornya demi Ahlam. Ia dijebak oleh seorang
sekretaris bayaran yang mengaku kesakitan untuk diperiksa dokter itu. Pada saat diperiksa,
sekretaris malah melakukan perbuatan asusila dan kejadian itupun difoto oleh fotografer
sang ayah. Hasil foto itu dikirim ke rumah Dokter Sholeh. Bila sang dokter tidak ingin foto
itu jatuh ke tangan Ahlam, ia harus mau bekerja sama dengannya. Kerja sama berupa
17. penjualan makanan bayi dan obat-obatan yang hampir kadaluarsa. Yang pada akhirnya
berdampak pada masyarakat yang mengonsumsi produk berbahaya tersebut.
Selain itu, dampak ketamakan atau gangguan jiwa yang dialami tokoh ayah pun
membawa orang lain menanggung akibat yang telah dilakukan tokoh ayah, seperti Nura
harus menanggung aib atas perbutan ketamakan tokoh ayah tersebut. Nura harus memiliki
anak diluar nikah dan harus berpisah dengan anaknya, dan menanggung beban derita yang
berkepanjangan. Seperti kutipan “oh…saya lukai…saya lukai dengan pisau…(MPyH:24).
Dan kutipan “Nura dalam kasus ini adalah target yang harus dihabisi”(MPyH:364). Dari
penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa Nura mengalami penderitaan sampai-sampai dia
harus terbunuh. Dampak intern dari perbuatan tokoh ayah ini adalah tokoh ayah dikucilkan
dan dipenjara atas perbuatan yang telah dilakukannya. Seperti kutipan “ Abdul Ghani diam
membisu mendengarkan kesaksiaan anaknya didepan hakim…”(mpyh:358). Dampak
ekstern adalah dampak perbuatan tokoh ayah yang materialistis terhadap orang-orang yang
tidak bersalah—baik keluarga, kerabat, maupun masyarakat yang tidak tahu menahu tentang
kebusukan tokoh ayah tersebut.
4.4 Solusi untuk Gangguan Jiwa yang Dialami Tokoh “Ayah”
Dalam kehidupan ini setiap manusia akan mengalami hambatan dalam kehidupannya
yang merupakan hal yang niscaya dialami. Hambatan yang mendera setiap insan akan
berakibat pada kondisi fisik dan mental. Gangguan pada mental dikenal dengan gangguan
jiwa. Salah satu gangguan jiwa adalah kecemasan. Seperti yang dialami tohoh ayah dalam
novel MpyH ini. Sebagai manusia beragama seharusnya tokoh ayah selalu mengingat akan
adanya kebesaran Tuhan Yang Maha Esa. Sebelum berdampak pada kecemasan yang luar
biasa harusnya tokoh ayah tak perlu dendam pada apa yang telah menimpanya. Dengan
mendekatkan diri kepada Tuhan diharapkan kecemasan yang berdampak pada sikap
materialistis dapat dihindari.
Namun, dalam cerita novel ini sang ayah telah telanjur mengalami kecemasan berat
hingga panik. Ia pun berubah menjadi sosok yang materialistis. Untuk mengatasinya
diperlukan pihak yang bisa menyadarkan kekeliruan sikapnya. Akan tetapi, pembongkar
rahasia—yang dalam ini adalah anakanya, Ahlam—terlambat membuka suara. Itu
dikarenakan ia mengalami dilema saat harus melakukannya. Di satu pihak sang ayanh adalah
orang tua kandung dan di pihak lain ia tak tega dengan orang-orang yang menjadi korban
kebiadaban sang ayah.
18. Meskipun terlambat, pembongkaran keburukan tokoh ayah di pengadilan merupakan
solusi untuk menyadarkan sikap buruk tokoh ayah selama ini. Karena sikapnya telah
berdampak pada kerugian hingga penghilangan nyawa, hukuman bui merupakan balasan
yang setimpal atas perbuatan tokoh ayah. Selain itu, pada masa sadar sang tokoh ayah,
sebaiknya pihak keluarga bisa memaafkan perbuatan ayah. Walaupun, pemakluman itu
sangat sulit dilakukan mengingat sudah sangat banyak kekejaman yang telah dilakukan sang
tokoh.
19. BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Pola hidup manusia di masyarakat sekarang yang penuh materialisme dan hedonisme
kini menjadi kegemaran dan menimbulkan berbagai penyakit kejiwaan. Salah satu gangguan
jiwa adalah kecemasan. Dari awal gangguan ini bisa terjadi tindakan-tindakan yang
irrasional. Salah satunya menghalalkan berbagai cara demi mencapai kepuasan dalam hal
harta, jabatan, atau pun kekuasaan.
5.2 Saran
Adapun langkah untuk mengatasi kondisi yang demikian masyarakat perlu
pengupayaan untuk mencapai ketenangan jiwa, dapat dilakukan dengan memberdayakan
ketiga komponen, seperti yaitu dengan cara memfokuskan pikiran pada satu titik (tujuan yang
hendak dicapai), mengenali apa yang dirasakan oleh jiwa serta menyalurkan efek dari rasa
tersebut secara terkontrol ke lingkungan luar diri, dan memperkuat keyakinan kepada
kekuatan ghaib “Yang Maha Berkuasa” melalui kepatuhan menjalankan ritual-ritual ibadah
dalam agama.
20. DAFTAR PUSTAKA
Djojosuroto, Kinayati. 2006. Metodologi Penelitian Ilmiah Sebagai Dasar Penelitian Bahasa
dan Sastra III. Jakarta: Universitas Negeri Jakarta
Siswantoro, 2005. Metode Penelitian Sastra: Analisis Psikologis. Surakarta:
Muhammadiyah University Press.
Wellek, Rene & Austin Warren. 1995. Teori Kesusastraan. Jakarta: Penerbit PT Gramedia.
2011. “Gangguan jiwa”. http://www.scribd.com/doc/55858510/. Internet: Wikipedia.
2011. Gangguan jiwa”. http://perawatpskiatri.blogspot.com/2009/03/gangguan-jiwa-atau-
mental-disorder.html