Teks tersebut membahas tentang pengelolaan perusahaan bisnis dan implementasi tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG), khususnya peran dewan komisaris independen. Ringkasannya adalah teks tersebut menjelaskan prinsip-prinsip GCG, peran penting dewan komisaris independen dalam mengawasi manajemen, dan masih terdapat tantangan dalam penerapan dewan komisaris independen di Indonesia karena belum sepenuhnya memenuhi ketentuan
1. TUGAS PENGANTAR BISNIS
NAMA: REGI FIANDISA ANGGORO
NIM: 022070358
PRESENTASI PENGANTAR BISINIS
BAB 5
UNIVERSITAS TRISAKTI
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN MANAJEMEN
2. BAB 5
MENGELOLA PERUSAHAAN BISNIS
Pertama sebelum kita berbicara tentang bagaimana mengelola persahaan bisnis,ada
langkah langkah yang harus kita lakukan.
1.MENETAPKAN SASARAN DAN MERUMUSKAN STRATEGI
Sasaran adalah Tujuan yang diharapkan dan direncanakan untuk dicapai suatu
bisnis.
Maksud penetapan sasaran suatu organisasi berfungsi secara sistematis karena
organisasi menetapkan sasaran dan rencanannya.Tentu saja organisasi berfungsi
seperti itu karena ia melibatkan sumber dayanya pada seluruh tingkatan untuk
mencapai sasarannya.
Secara khusus, kita akan mengidentifikasi empat maksud utama penetapan sasaran
organisasi:
1. Penetapan sasaran memberikan arah dan panduan bagi para manajer di
semua tingkatan, jika para manajer mengetahui dengan tepat kemana
perusahaan diarahkan, maka sedikit kemungkinan terjadi kesalahan pada
berbagai unit di perusahaan
2. Penetapan sasaran membantu perusahaan mengalokasikan sumber danannya,
Bidang – bidang yang diharapkan tumbuh akan mendapatkan prioritas
utama.
3. 3. Penetapan sasaran membantu menetapkan budaya korporasi.
4. Penetapan sasaran mebantu manajer menilai kinerjanya.
Macam-macam sasaran sasaran akan berbeda beda untuk setiap perusahaan,
tergantung maksud dan misi perusahaan itu
Pernyataan misi adalah peernyataan suatu organisasi mengenai bagaimana
organisasi itu akan mencapai maksudnya dalam lingkungan bisnis itu dijalankan.
Terlepas dari maksud dan misi perusahaan , setiap perusahaan meiliki :
• Sasaran jangka panjang adalah sasaran yang ditetapkan untuk periode waktu
yang lama, umumnya 5 tahun mendatang atau lebih.
• Sasaran jangka menengah adalah sasaran yang ditetapkan selama jangka
waktu 1 - 5 tahun mendatang.
• Sasaran jangka pendek adalah sasaran yang ditetapkan untuk waktu yang
dekat, biasanya < 1 tahun.
2.MERUMUSKAN STRATEGI
Perumusan strategi adalah penciptaan program yang luas untuk menetapkan dan
memenuhi suatu tujuan organisasi.
Tujuan strategis adalah tujuan jangka panjang yang langsung berasal dari
pernyataan misi suatu perusahaan.
Analisa lingkungan adalah proses pemindahan lingkungan bisnis terhadap
ancaman dan peluang.
Analisa organisasional adalah kekuatan dan kelemahan suatu perusahaan.
4. A. Pengertian Good Coorporate Governance
Menurut Griffin (2002) pengertian corporate governance adalah : “The roles of
shareholders, directors and other managers in corporate decision making” (Susiana
dan Arleen Herawaty, 2007). Pengertian GCG menurut Bank Dunia (World Bank)
adalah kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi yang
dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien,
menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para
pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan. Lembaga
Corporate Governance di Malaysia yaitu Finance Committee on Corporate
Governance (FCCG) mendifinisikan corporate governance sebagai proses dan
struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis dan aktivitas
perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan
(Effendi, 2008).
Berdasarkan Pasal 1 Surat Keputusan Menteri BUMN No. 117/M-MBU/2002
tanggal 31 Juli 2002 tentang penerapan GCG pada BUMN, disebutkan bahwa
Corporate governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ
BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna
mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap
memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan
perundangan dan nilai-nilai etika. Secara singkat GCG dapat diartikan sebagai
seperangkat sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk
menciptakan nilai tambah (value added) bagi stakeholders 9Effendi, 2008).
Menurut FCGI dalam publikasi yang pertamanya mempergunakan definisi
Cadbury Committee, Good Corporate Governance yaitu: “seperangkat peraturan
yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola)
perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang
kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan
kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan
mengendalikan perusahaan.” Disamping itu FCGI juga menjelaskan, bahwa tujuan
dari Corporate Governance adalah “untuk menciptakan nilai tambah bagi semua
pihak yang berkepentingan (stakeholders).” Secara lebih rinci, terminologi
Corporate Governance dapat dipergunakan untuk menjelaskan peranan dan
perilaku dari Dewan Direksi, Dewan Komisaris, pengurus (pengelola) perusahaan,
dan para pemegang saham.
Prinsip-prinsip GCG sesuai pasal 3 Surat Keputusan Menteri BUMN No. 117/M-
5. MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 tentang penerapan GCG pada BUMN sebagai
berikut :
1. Transparansi (transparency) : keterbukaan dalam melaksanakan proses
pengambilan keputusan dan mengemukakan informasi materil yang relevan
mengenai perusahaan.
2. Pengungkapan (disclosure) : penyajian informasi kepada stakeholders, baik
diminta maupun tidak diminta, mengenai hal-hal yang berkenaan dengan kinerja
operasional, keuangan, dan resiko usaha perusahaan.
3. Kemandirian (independence) : suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara
profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun
yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip
korporasi yang sehat.
4. Akuntabilitas (accountability) : kejelasan fungsi, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban Manajemen perusa-haan sehingga pengelolaan perusahaan
terlaksana secara efektif dan ekonomis.
5. Pertanggungjawaban (responsibility) : kesesuaian dalam pengelolaan perusahaan
terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip
korporasi yang sehat.
6. Kewajaran (fairness) : keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak
stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
B. Peranan Dewan Komisaris Independen
Dewan Komisaris memegang peranan yang sangat penting dalam perusahaan,
terutama dalam pelaksanaan Good Corporate Governance. Menurut Egon Zehnder,
Dewan Komisaris - merupakan inti dari Corporate Governance - yang ditugaskan
untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam
mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Pada intinya,
Dewan Komisaris merupakan suatu mekanisme mengawasi dan mekanisme untuk
memberikan petunjuk dan arahan pada pengelola perusahaan. Mengingat
manajemen yang bertanggungjawab untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing
perusahaan - sedangkan Dewan Komisaris bertanggungjawab untuk mengawasi
manajemen - maka Dewan Komisaris merupakan pusat ketahanan dan kesuksesan
perusahaan (Egon Zehnder International dalam FCGI, 2006).
Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT), yaitu Pasal 97 UUPT,
Komisaris bertugas mengawasi kebijaksanaan Direksi dalam menjalankan
perusahaan serta memberikan nasihat kepada Direksi. Lebih lanjut Pasal 98 UUPT
menegaskan, bahwa Komisaris wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung
jawab menjalankan tugas untuk kepentingan perseroan.
6. Disamping itu UUPT juga menetapkan, bahwa orang yang dapat diangkat sebagai
anggota Dewan Komisaris adalah orang perseorangan yang mampu melaksanakan
perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit, atau orang yang pernah
dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam
waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya sebagai anggota Dewan
Komisaris.
Pada prinsipnya, komisaris bertanggung jawab dan berwenang untuk mengawasi
kebijakan dan tindakan direksi, dan memberikan nasehat kepada direksi jika
diperlukan. Untuk membantu komisaris dalam menjalankan tugasnya, berdasarkan
prosedur yang ditetapkan sendiri, maka seorang komisaris dapat meminta nasehat
dari pihak ketiga dan atau membentuk komite khusus. Setiap anggota komisaris
harus berwatak amanah dan mempunyai pengalaman dan kecakapan yang
diperlukan untuk menjalankan tugasnya (Effendi, 2008).
Keberadaan Komisaris Independen telah diatur Bursa Efek Indonesia melalui
peraturan BEI tanggal 1 Juli 2000 mengenai beberapa kriteria tentang Komisaris
Independen adalah sebagai berikut:
1. Komisaris Independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan pemegang
saham mayoritas atau pemegang saham pengendali (controlling shareholders)
Perusahaan Tercatat yang bersangkutan;
2. Komisaris Independen tidak memiliki hubungan dengan direktur dan/atau
komisaris lainnya Perusahaan Tercatat yang bersangkutan;
3. Komisaris Independen tidak memiliki kedudukan rangkap pada perusahaan
lainnya yang terafiliasi dengan Perusahaan Tercatat yang bersangkutan;
4. Komisaris Independen harus mengerti peraturan perundang-undangan di bidang
pasar modal;
5. Komisaris Independen diusulkan dan dipilih oleh pemegang saham minoritas
yang bukan merupakan pemegang saham pengendali (bukan controlling
shareholders) dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Beberapa persyaratan bagi komisaris independen antara lain melarang adanya
hubungan terafiliasi baik dengan pemegang saham pengendali, direktur atau
komisaris lainnya, bekerja rangkap dengan perusahaan terafiliasi dan memahami
peraturan per-undang- undangan di bidang Pasar Modal. Hal ini menunjukkan
bahwa eksistensi komisaris independen dapat menjadi penyeimbang dalam
pengawasan perusahaan publik (Effendi, 2008). Komite Nasional Good Corporate
Governance (KNGCG) juga telah mengeluarkan pedoman tentang komisaris
independen yang ada di perusahaan publik. Selain itu, Indonesian Society of
Independent Commissioner (ISICOM) atau Paguyuban Komisaris Independen
Indonesia beberapa waktu yang lalu juga telah meluncurkan Pedoman Komisaris
Independen dan diharapkan dapat menjadi acuan bagi para Komisaris Independen
7. di BUMN maupun perusahaan publik (Effendi, 2008).
C. Implementasi Keberadaan Dewan Komisaris Independen Di Indonesia
Berdasarkan informasi pihak otoritas Bursa sampai dengan awal tahun 2008 dari
272 perusahaan tercatat, ternyata baru 86% (240 emiten) yang telah memiliki
komisaris independen dan sisanya masih terdapat 32 (14%) emiten belum memiliki
komisaris Independen . Bank Indonesia (BI) telah melakukan uji coba penerapan
GCG pada periode September 2007 terhadap 101 bank di Indonesia (termasuk
kantor cabang bank asing) ternyata hasilnya hanya 30,7% yang memenuhi
ketentuan lima pasal utama. Salah satu penyebab belum terpenuhinya GCG, adalah
sebanyak 53,5% bank ternyata belum memiliki komisaris independen (Effendi,
2008).
Menurut pengamatan Muhammad Arief Effendi, dalam praktek di berbagai
perusahaan di Indonesia, ternyata terdapat kecenderungan komisaris seringkali
melakukan intervensi kepada direksi dalam menjalankan tugasnya. Di pihak lain
biasanya kedudukan direksi terlalu kuat, bahkan terdapat beberapa direksi
perusahaan publik yang enggan membagi wewenang, serta tidak memberikan
informasi yang cukup kepada komisaris, terutama komisaris independen.
Keaktifan Dewan Komisaris juga tergantung dari lingkungan yang diciptakan oleh
perusahaan yang bersangkutan. Di Indonesia, seringkali anggota Dewan Komisaris
tidak menjalankan tugasnya sebagai pengawas Dewan Direksi sehingga Dewan
Komisaris dianggap tidak bermanfaat dan keberadaannya hanya dianggap sebagai
beban tambahan bagi peruasahaan. Kepemilikan saham yang terpusat dalam satu
kelompok atau satu keluarga, dapat menjadi salah satu penyebab lemahnya posisi
Dewan Komisaris, karena pengangkatan posisi anggota Dewan Komisaris
diberikan sebagai rasa penghargaan semata maupun berdasarkan hubungan
keluarga atau kenalan dekat. Di Indonesia, mantan pejabat pemerintahan ataupun
yang masih aktif, biasanya diangkat sebagai anggota Dewan Komisaris suatu
perusahaan dengan tujuan agar mempunyai akses ke instansi pemerintah yang
bersangkutan. Dalam hal ini integritas dan kemampuan Dewan Komisaris
seringkali menjadi kurang penting. Pada gilirannya independensi Dewan Komisaris
menjadi sangat diragukan karena hubungan khususnya dengan pemegang saham
mayoritas ataupun hubungannya dengan Dewan Direksi ditambah kurangnya
integritas serta kemampuan Dewan Komisaris (Herwidayatmo, 2000 dalam FCGI).
Seperti diketahui, masalah independensi (independency) dan kapabilitas
(capability) komisaris independen merupakan hal yang sifatnya sangat
fundamental. Oleh karena itu persyaratan untuk dapat diangkat sebagai komisaris
independen seharusnya sangat ketat, antara lain memiliki integritas dan kompetensi
8. yang memadai.
A. Kesimpulan
Keberadaan Dewan Komisaris Independen yang sesuai peraturan yang berlaku
pada perusahaan dapat membantu meningkatkan kinerja direksi dan manajemen
yang akan berakibat pada peningkatan kualitas kebijakan-kebijakan yang
dihasilkan. Dewan Komisaris Independen itu sendiri merupakan elemen penting
dalam penerapan Good Corporate Governance (GCG) sehingga dapat sebagai
value added bagi perusahaan di mata para share holder dan stake holder sehingga
orang-orang yang berada pada Dewan Komisaris Independen haruslah orang yang
berkompetensi dan bertanggungjawab.
Tetapi penerapan Dewan Komisaris Independen pada Perusahaan-perusahaan di
Indonesia belum maksimal. Kalaupun ada, fungsinya terbatas dan ke-
independenan-nya masih dipertanyakan karena masih adanya praktik Korupsi,
Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
B. Saran
• Pihak otoritas bursa dan Bapepam-LK agar memonitor dan mengawasi
secara periodik kinerja komisaris independen di perusahaan publik.
• Seharusnya pihak otoritas bursa dan BI memberikan sanksi yang tegas
kepada perusahaan / bank yang belum mengangkat komisaris independen sesuai
ketentuan yang berlaku. Hal ini penting, agar perusahaan publik termasuk
perbankan tidak hanya memenuhi kepentingan pihak pemegang saham
mayoritas saja.
• Eksistensi komisaris independen di perusahaan publik termasuk perbankan
seharusnya bukan hanya sekedar pelengkap saja, tetapi diharapkan sebagai
wujud implementasi GCG. Mengingat pentingnya peran komisaris independen
dalam mewujudkan GCG.