Artikel ini membahas tata kelola migas di Indonesia dan reformasi kebijakan BBM. Kebijakan baru meliputi penghentian impor RON88 dan gasoil tertentu serta meningkatkan kualitas produksi dalam negeri, meski perlu mempersiapkan kilang agar mafia migas tidak memanfaatkan kebijakan. Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas lingkungan, walaupun perlu mempertimbangkan kondisi pasar dan masyar
Eksplorasi minyak dan gas dengan metode gravitasi (
Artikel tentang migas
1. Artikel tentang migas,
Judul : Tata kelola migas di Indonesia
Sesuai dengan perundang-undangan diIndonesia, pasal 33 UUD 1945 berbunyi “
bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai negara untuk digunakan
bagi sebessar-besarnya kemakmuran rakyat”. Dalam pasal tersebut jelas terkandung bahwa
sumber daya alam yang reneweble maupun nonreneweble merupakan hak negara(bukan
asing) untuk menyejahterakan rakyat dan bukan untuk kemakmuran para penguasa
negara(pemeritah).
Minyak dan gas atau biasa disingkat migas merupakan sumber daya yang vital bagi
masyarakat Indonesia. Mengapa? Karena masyarakat Indonesia terbiasa menggunakan
migas dan belum bisa mengganti penggunaan migas dengan sumberdaya lain yang lebih
ramah lingkungan dan dapat diperbaharui dengan fungsi dan efisiensi yang sama dengan
migas tersebut. Hal ini disebabkan pola pikir masyarakat Indonesia belum terbuka akan
penggunaan energi baru terbarukan tersebut atau juga belum mengetahui tentang energi
baru terbarukan. Bisa saja(!) karena mayoritas penduduk Indonesia merupakan masyarakat
kelas bawah yang masih buta huruf. Mereka hanya menyerahkan segala sesuatu dengan
pemerintah akan tetapi ketika BBM dinaikan mereka menolak.
Tata kelola migas di Indonesia sangat buruk, berikut hasil reformasi tata kelola migas
mengenai kebijakan BBM:
1. Menghentikan impor RON 88 dan Gasoil 0,35% sulfur dan menggantikannya
masing-masing dengan impor Mogas 92 dan Gasoil 0,25% sulfur.
2. Produksi minyak solar oleh kilang di dalam negeri ditingkatkan kualitasnya sehingga
setara dengan Gasoil 0,25% sulfur.
3. Mengalihkan produksi kilang domestik dari bensin RON 88 menjadi bensin RON
92.Dengan kebijakan di atas, maka :
Formula perhitungan harga patokan menjadi lebih sederhana, yakni
Harga MOPSMogas 92 + ? untuk bensin dengan RON92, dan
Harga MOPSGasoil 0,25% sulfur + ? untuk miyak solar;
Benchmark yang digunakan dalam menghitung HIP menjadi lebih sesuai
dengan dinamika pasar;
Dalam jangka pendek, impor Mogas 92 akan meningkat namun disertai
penurunan impor RON 88. Dampak keseluruhannya, terutama dalam jangka
panjang, diperkirakan bakal positif.
Peningkatan produksi RON 92 bisa dilakukan dengan menambahkan MTBE
(Methyl Tertiary Butyl Ether) pada Pertamax Off untuk mengurangi kadar
aromatic yang dihasilkan oleh kilang-kilang minyak Pertamina saat ini
4. Besaran subsidi bensin (RON92) bersifat tetap, misalnya Rp. 500,- per liter.
5. Memerhatikan kebutuhan minyak solar untuk transportasi publik dan angkutan
barang untuk kepentingan umum, kebijakan subsidi untuk minyak solar dapat
menggunakan pola penetapan harga yang berlaku sekarang.
6. Pilihan kebijakan terkait dengan pengalihan produksi kilang domestik sehingga
seluruhnya dapat memproduksi bensin RON 92:
Dilakukan pembaruan kilang domestik sehingga produksi Bensin RON 88
dapat digantikan dengan Bensin RON92, dengan masa transisi selama
waktu tertentu.
2. Pengelolaan fasilitas kilang TPPI diserahkan sepenuhnya kepada Pertamina
untuk memungkinkan peningkatan produksi bensin RON 92 dapat dilakukan
maksimal.
Selama masa transisi, produk RON 88 yang diproduksi dipasarkan di wilayah
sekitar lokasi kilang atau diserahkan kepada kebijakan Pertamina
Besaran subsidi per liter untuk RON 88 lebih kecil dari subsidi untuk Mogas
92;
Fasilitasi pemerintah untuk mempercepat pembaruan dan perluasan fasilitas
kilang
Harga patokan Bensin RON 88 yang digunakan menggunakan HIP dengan
formula perhitungan yang berlaku saat ini.
Untuk poin pertama tentang penyetopan impor RON88 dan Gasoil 0.35% sulfur dan
menggantikannya dengan mogas(pertamax) 92 dan Gasoil 0.25% kurang efisien
sebab kebijakan tersebut membuat leluasa para mafia migas yang bermain dengan
ekspor-impor migas. Mengapa(?) bisa saja terjadi penyeludupan ataupun
penimbunan RON 88 di pasaran. Penggantian RON 88 ke Mogas RON 92 memang
akan berdampak baik bagi lingkungan akan tetapi produksi kilang di dalam negeri
hanya mencapai RON72 dan sangat jauh untuk mencapai RON 92. Oleh sebab itu,
pemerintah untuk beberapa bulan akan mengimpor keseluruhan pasokan RON 92
sampai kilang dalam negeri siap menghasilkan mogas RON 92. Di Asia, Indonesia
merupakan satu-satunya negara yang mengimpor RON88 untuk itu memang perlu
dilakukan pengalihan RON 88 ke mogas RON92 akan tetapi benar-benar harus
dipersiapkan secara matang agar para mafia migas tidak dapat bermain dalam
penentuan kebijakan tersebut.
Dan dalam peningkatan kualitas kilang dalam negeri memang menjadi PR yang
sangat berat bagi pemerintah mengingat kilang-kilang yang beroperasi di dalam
negeri merupakan kilang tua. Itu lah sebabnya mengapa harga BBM yang diolah
didalam negeri lebih mahal dibandingkan dengan impor. Hal ini dikarenakan biaya
operasi pengolahan lebih besar karena kilang yang berumur tua kapasitas
produksinya akan kecil dan harus dilakukan pembaruan mesin mesin produksi.
Penggantian premium ke pertamax memang akan berdampak positif dipasaran.
Akan tetapi penggantian tersebut akan memicu persaingan yang kompetitif terhadap
Pertamina sendiri. Sebab, jika harga jual pertamax menembus angka 11ribuan maka
bisa saja para konsumer membeli ke Shell atau Petronas dengan harga yang lebih
murah dari Pertamina. Atau mungkin saja banyaknya permintaan akan pertamax
dipasaran mendorong harga pertamax untuk turun dan akhirnya Shell atau Petronas
akan menurunkan harganya juga, bisa saja(!). Hal tersebut masih menjadi estimasi.
Dalam hal penentuan kebijakan, memang seharusnya, pemerintah melihat kondisi
masyarakat dan pasar global. Dan mesti dipersiapkan secara mantap agar para
mafia migas tidak mengambil kesempatan untuk bermain dalam kebijakan tersebut.
Kebijakan migas tidak hanya menyangkut tentang energi,akan tetapi perlu
pemahaman tentang politik dan ekonomi. (NA)