Ride the Storm: Navigating Through Unstable Periods / Katerina Rudko (Belka G...
Streptococcus
1. Streptococcus pyogenes
5 Juni 2009pisangkipasTinggalkan KomentarGo to comments
Streptococcus pyogenes adalah bakteri gram positif spherical yang tumbuh dalam
rantai panjang dan merupakan penyebab infeksi Grup A streptococcal. S. pyogenes
menampilkanantigen grup A streptococcal pada dinding sel. Streptococci adalah
catalase-negatif. Dalam kondisi ideal, S. pyogenes memiliki masa inkubasi sekitar 10
hari.
Pathogenesis dan gejala
S. pyogenes adalah penyebab banyak penyakit penting manusia mulai dari infeksi
kulit ringan dangkal sampai penyakit sistemik yang mengancam hidup. Infeksi
biasanya dimulai di tenggorokan atau kulit. Contoh ringan infeksi S. pyogenes yaitu
sakit tekak ( “strep throat”) lokal dan infeksi kulit
(impetigo). Erysipelas dan cellulitis yang dicirikan dengan penyebaran lateral S.
pyogenes di kedalaman lapisan kulit.
Infeksi disebabkan oleh beberapa jenis S. pyogenes yang dapat dikaitkan dengan
rilis (jenis baru) toksin/racun bakteri. Infeksi tenggorokan berhubungan dengan rilis
ini dan mengakibatkan juga penyakit demam berdarah (?). Infeksi toxigenic S.
pyogenes lainnya dapat mengakibatkan streptococcal toxic shock syndrome, yang
dapat mengancam hidup.
S. pyogenes juga dapat menyebabkan penyakit dalam bentuk Sindrom post-
infectious “non-pyogenic” (tidak terkait dengan multiplikasi bakteri lokal dan
pembentukan nanah). Komplikasi yang difasilitasi oleh kondisi autoimmun ini
tergolong jarang terjadi. Contoh dari komplikasi ini yaitu demam reumatik akut dan
poststreptococcal glomerulonephritis. Kedua kondisi ini muncul beberapa minggu
setelah infeksi awal streptococcal. Demam reumatik ditandai dengan peradangan
pada sendi dan / atau jantung lalu berlanjut dengan sakit tekak. Glomerulonephritis
akut dan peradangan glomerulus pada ginjal dapat mengikuti sakit tekak atau
infeksi kulit.
Diagnosis
Bisa ditanyakan pada dokter atau laboratorium medis.
Pengobatan
Pengobatan pilihan adalah penisilin dan durasi/lama pengobatan yang dianjurkan
adalah minimal 10 hari. Tidak ada laporan contoh resistensi terhadap penisilin
dilaporkan.
Macrolide, chloramphenicol, dan tetracycline dapat digunakan jika strain
menunjukkan tanda sensitif. Pengobatan juga dapat dilakukan dengan antibotik
yang diberikan melalui IV.
Streptococcus pyogenes ialah bakteri Gram-positif bentuk bundar yang tumbuh dalam
rantai panjang[1] dan merupakan penyebab infeksi Streptococcus Grup A.Streptococcus
pyogenes menampakkan antigen grup A di dinding selnya dan beta-hemolisis saat dikultur
di plat agar darah. Streptococcus pyogenes khas memproduksi zona beta-hemolisis yang
besar, gangguan eritrosit sempurna dan pelepasan hemoglobin, sehingga kemudian
disebut Streptococcus Grup A (beta-hemolisis). Streptococcus bersifat katalase-negatif.
2. Daftar isi
[sembunyikan]
1 Serotipe
2 Patogenesis
3 Faktor virulensi
4 Diagnosis
5 Penanganan
6 Rujukan
o 6.1 Bacaan lanjut
[sunting]Serotipe
Pada tahun 1928, Rebecca Lancefield menerbitkan tulisan tentang cara
serotipeStreptococcus pyogenes berdasarkan pada protein M-nya, faktor virulensi yang
ditampakkan di permukaannya.[2] Kemudian, pada tahun 1946, Lancefield menjelaskan
klasifikasi serologi isolasi Streptococcus pyogenes berdasarkan padaantigen
T permukaannya.[3] 4 dari 20 antigen T telah diketahui bersifat pilus, yang digunakan bakteri
untuk berikatan dengan sel inangnya.[4] Sekarang, lebih dari 100 serotipe M dan sekitar 20
serotipe T diketahui.
[sunting]Patogenesis
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Infeksi Streptococcus Grup A
Streptococcus pyogenes adalah penyebab banyak penyakit penting pada manusia yang
berkisar dari infeksi kulit permukaan yang ringan hingga penyakit sistemik yang mengancam
hidup. Infeksi khasnya bermula di tenggorokan atau kulit. Infeksi ringanStreptococcus
pyogenes termasuk faringitis ("radang kerongkongan") dan infeksi kulit setempat
("impetigo"). Erisipelas dan selulitis dicirikan oleh perbiakan dan penyebaran
samping Streptococcus pyogenes di lapisan dalam kulit. Serangan dan
perbiakan Streptococcus pyogenes di fasia dapat menimbulkan fasitis nekrosis, keadaan
yang besar kemungkinan mengancam hidup yang memerlukan penanganan bedah.
Infeksi akibat strain tertentu Streptococcus pyogenes bisa dikaitkan dengan
pelepasan toksin bakteri. Infeksi kerongkongan yang dihubungkan dengan pelepasan toksin
tertentu bisa menimbulkan penyakit jengkering (scarlet fever). Infeksi toksigenStreptococcus
pyogenes lainnya bisa menimbulkan sindrom syok toksikstreptococcus, yang bisa
mengancam hidup.
Streptococcus pyogenes juga bisa menyebabkan penyakit dalam bentuk sindrom "non-
pyogenik" (tak dihubungkan dengan perbiakan bakteri dan pembentukan nanah setempat)
pascainfeksi. Komplikasi yang diperantarai autoimun itu mengikuti sejumlah kecil persentase
infensi dan termasuk penyakit rematik danglomerulonefritis pasca-streptococcus akut.
3. Kedua keadaan itu muncul beberapa minggu menyusul infeksi awal streptococcus. Penyakit
rematik dicirikan dengan peradangan sendi dan/atau jantung menyusul
sejumlah faringitis streptococcus.Glomerulonefritis akut, peradangan glomerulus ginjal, bisa
mengikuti faringitisstreptococcus atau infeksi kulit.
Bakteri ini benar-benar sensitif terhadap penisilin. Kegagalan penanganan
denganpenisilin umumnya dikaitkan dengan organisme komensal lain yang memproduksi β-
laktamase atau kegagalan mencapai tingkat jaringan yang cukup di tenggorokan. Strain
tertentu sudah kebal akan makrolid, tetrasiklin dan klindamisin.
[sunting]Faktor virulensi
Streptococcus pyogenes mempunyai beberapa faktor virulensi yang memungkinkannya
berikatan dengan jaringan inang, mengelakkan respon imun, dan menyebar dengan
melakukan penetrasi ke lapisan jaringan inang.[5] Kapsul karbohidrat yang tersusun
atas asam hialuronat mengelilingi bakteri, melindunginya dari fagositosis oleh neutrofil. Di
samping itu, kapsul dan beberapa faktor yang melekat di dinding sel, termasuk protein
M, asam lipoteikoat, dan protein F (SfbI) memfasilitasi perkatan ke sejumlah sel
inang.[6] Protein M juga menghambat opsonisasi oleh jalur kompemen alternatif dengan
berikatan pada regulator komplemen inang. Protein M yang ditemukan di beberapa serotipe
juga bisa mencegah opsonisasi dengan berikatan pada fibrinogen. Namun, protein M juga
titik terlemah dalam pertahanan patogen ini karena antibodi yang diproduksi oleh sistem
imun terhadap protein M sasarannya adalah bakteri untuk ditelan fagosit. Protein M juga
unik bagi tiap strain, dan identifikasi bisa digunakan secara klinik untuk menegaskan strain
yang menyebabkan infeksi.
Streptococcus pyogenes melepaskan sejumlah protein, termasuk beberapa faktor virulensi,
kepada inangnya:
Streptolisin O dan S
adalah toksin yang merupakan dasar sifat beta-hemolisis organisme ini. Streptolisin
O ialah racun sel yang berpotensi memengaruhi banyak tipe sel termasuk neutrofil,
platelet, dan organella subsel. Menyebabkan respon imun dan penemuan
antibodinya; antistreptolisin O (ASO) bisa digunakan secara klinis untuk menegaskan
infeksi yang baru saja. Streptolisin O bersifat meracuni jantung (kardiotoksik).
Eksotoksin Streptococcus pyogenes A dan C
Keduanya adalah superantigen yang disekresi oleh sejumlah strain Streptococcus
pyogenes. Eksotoksin pyogenes itu bertanggung jawab untuk ruam penyakit
jengkering dan sejumlah gejala sindrom syok toksik streptococcus.
Streptokinase
Secara enzimatis mengaktifkan plasminogen, enzim proteolitik,
menjadi plasmin yang akhirnya mencerna fibrin dan protein lain.
Hialuronidase
4. Banyak dianggap memfasilitasi penyebaran bakteri melalui jaringan dengan
memecah asam hialuronat, komponen penting jaringan konektif. Namun, sedikit
isolasi Streptococcus pyogenes yang bisa mensekresi hialuronidase aktif akibat
mutasi pada gen yang mengkodekan enzim. Apalagi, isolasi yang sedikit yang bisa
mensekresi hialuronidase tak nampak memerlukannya untuk menyebar melalui
jaringan atau menyebabkan lesi kulit.[7] Sehingga, jika ada, peran hialuronidase yang
sesungguhnya dalam patogenesis tetap tak diketahui.
Streptodornase
Kebanyakan strain Streptococcus pyogenes mensekresikan lebih dari 4 DNase yang
berbeda, yang kadang-kadang disebutstreptodornase. DNase melindungi bakteri dari
terjaring di perangkap ekstraseluler neutrofil (NET) dengan mencerna jala NET di
DNA, yang diikat pula serin protease neutrofil yang bisa membunuh bakteri.[8]
C5a peptidase
C5a peptidase membelah kemotaksin neutrofil kuat yang disebut C5a, yang
diproduksi oleh sistem komplemen.[9] C5a peptidase diperlukan untuk
meminimalisasi aliran neutrofil di awal infeksi karena bakteri berusaha
mengkolonisasi jaringan inang.[10]
Kemokin protease streptococcus
Jaringan pasien yang terkena dengan kasus fasitis nekrosis parah sama sekali tidak
ada neutrofil.[11] Serin protease ScpC, yang dilepas oleh Streptococcus pyogenes,
bertanggung jawab mencegah migrasi neutrofil ke infeksi yang meluas.[12] ScpC
mendegradasi kemokinaIL-8, yang sebaliknya menarik neutrofil ke tempat infeksi.
C5a peptidase, meskipun diperlukan untuk mendegradasi kemotaksin neutrofil C5a
di tahap awal infeksi, tak diperlukan untuk Streptococcus pyogenes mencegah aliran
neutrofil karena bakteri menyebar melaluifasia.[10][12]
[sunting]Diagnosis
Biasanya, usap tenggorokan dibawa ke laboratorium untuk
diuji. Pewarnaan Gram diperlukan untuk memperlihatkan Gram-
positif, coccus, dalam bentuk rantai. Kemudian, organisme
di agar darah dikultur dengan tambahan cakram
antibiotik basitrasin untuk memperlihatkan kolonibeta-
hemolisis dan sensitivitas (zona inhibisi sekitar cakram)
antibiotik. Lalu dilakukan uji katalase, yang harus menunjukkan
reaksi negatif untuk semua Streptococcus. Streptococcus
pyogenes bersifat negatif untuk uji cAMP dan hipurat. Identifikasi
serologi atas organisme itu melibatkan uji untuk adanya
polisakarida spesifik grup A dalam dinding sel bakteri
menggunakan tes Phadebact. Karena uji tindak pencegahan
juga dilakukan untuk memeriksa penyakit penyakit seperti,
5. namun tak terbatas pada, sifilis, dan nekrosis avaskular,
dan kaki pekuk.
[sunting]Penanganan
Terapi pilihan adalah penisilin, namun, bila tidak siap tersedia
penisilin, sayatan kecil pada daerah yang terinfeksi akan
menghilangkan dan bengkak dan rasa tak nyaman hingga
bantuan medis yang cocok dapat dicari. Tidak ada kejadian
resistensi penisilin yang dilaporkan hingga hari ini, meski sejak
tahun 1985 sudah banyak laporan toleransi penisilin.[13]
Makrolid, kloramfenikol, dan tetrasiklin bisa digunakan jika strain
yang diisolasi nampak sensitif, namun lebih umum terjadi
resistensi.
[sunting]Rujukan
1. ^ Ryan KJ; Ray CG (editors) (2004). Sherris Medical Microbiology (edisi
ke-4th ed.). McGraw Hill. ISBN 0-8385-8529-9.
2. ^ Lancefield RC (1928). "The antigenic complex of Streptococcus
hemolyticus". J Exp Med 47: 9–10.
3. ^ Lancefield RC, Dole VP (1946). "The properties of T antigen extracted
from group A hemolytic streptococci". J Exp Med 84: 449–71.
4. ^ Mora M, Bensi G, Capo S, Falugi F, Zingaretti C, Manetti A, Maggi T,
Taddei A, Grandi G, Telford J (2005). "Group A Streptococcus produce
pilus-like structures containing protective antigens and Lancefield T
antigens". Proc Natl Acad Sci U S A 102 (43): 15641-6. PMID 16223875.
5. ^ Patterson MJ (1996). Streptococcus. In: Baron's Medical
Microbiology (Baron S et al, eds.) (edisi ke-4th ed.). Univ of Texas
Medical Branch. (via NCBI Bookshelf)ISBN 0-9631172-1-1.