Dokumen tersebut membahas latar belakang masalah rendahnya prestasi belajar matematika siswa di SMA Darul Hikmah khususnya pada materi statistika. Pendekatan pembelajaran konvensional yang digunakan guru dianggap kurang efektif. Peneliti berniat menguji model pembelajaran Realistic Mathematics Education untuk meningkatkan prestasi belajar siswa."
1. 0
PENERAPAN PENDEKATAN RME (REALISTIC MATHEMATICS
EDUCATION) DALAM MENINGKATKAN PRESTASI
BELAJAR MATEMATIKA SISWA PADA MATERI
STATISTIKA KELAS XI DARUL HIKMAH
PROPOSAL
OLEH :
MIRDHA HELMI
2202100022
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU KEPENDIDIKAN
(STKIP) BINA BANGSA MEULABOH ACEH BARAT
2012-2013
2. 1
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah usaha sadar dan berencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengenalan diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh
diri masyarakat, bangsa dan negara. (Sisdiknas,2004).
Dalam keseluruhan upaya pendidikan PBM (Proses Belajar Mengajar)
merupakan aktivitas paling penting, karena melalui proses itulah tujuan
pendidikan akan dicapai dalam bentuk perubahan prilaku siswa. Undang- Undang
Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Pasal 3 Tahun 2003, yaitu :“Pendidikan
nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab”.
Pembelajaran matematika akan menuju arah yang benar dan berhasil
apabila kita mengetahui karakteristik yang dimiliki matematika. Salah satu
karakteristik Matematika adalah mempunyai objek bersifat abstrak sehingga
peserta didik mempersepsikan bahwa Matematika merupakan peserta didikan
1
3. 2
yang sulit dipahami dan sulit diaplikasikan dalam situasi kehidupan real, sehingga
dorongan atau motivasi belajar matematika siswa tergolong rendah, begitu juga
dengan prestasi belajar matematika siswa di Sekolah masih tergolong rendah dan
masih berada di bawah standar internasional dalam penguasaan Matematika.
Dari situasi tersebut, pendekatan yang diterapkan kurang bermakna dan
tidak mengaplikasikan keterampilan berhitung pada situasi pemecahan masalah
sehingga peserta didik menjadi bosan dan tidak menyenangi Matematika. Untuk
membuat Matematika mudah difahami, guru harus bekerja keras mengajarkan
Matematika pada peserta didik dengan cara yang menyenangkan dan sesuai
dengan kebutuhan peserta didik, Sehingga mampu meningkatkan motivasi siswa
dalam belajar Matematika. Oleh karena itu diperlukan suatu pendekatan yang
dapat mengubah persepsi tersebut melalui model pembelajaran yang mudah
diterima oleh peserta didik dan bersifat realistis artinya berhubungan erat dengan
lingkungan sekitar.
Dalam meningkatkan kualitas pembelajaran Matematika dikenal berbagai
macam model pembelajaran, salah satunya adalah model pembelajaran Realistic
Mathematics Education (RME). Pembelajaran dengan model RME merupakan
model pembelajaran yang dilakukan melalui penjelajahan berbagai situasi dan
persoalan-persoalan realistik. Model ini bertitik tolak dari hal-hal yang real
(nyata) bagi peserta didik, menekankan keterampilan “process of doing
mathematics”,
berdiskusi
dan
berkolaborasi,
berargumentasi,
akhirnya
menggunakan Matematika untuk menyelesaikan masalah, baik secara individu
maupun kelompok.
4. 3
Pendekatan RME dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, karena
dengan menggunakan pendekatan ini, siswa akan dilatih untuk mengontruksikan
pengalamannya/pengetahuan dan yang terpenting adalah menekankan konteks
nyata yang dikenal murid untuk mengontruksikan pengetahuan matematika oleh
murid itu sendiri dengan pelajaran yang akan dipelajari. Dengan menggunakan
pendekatan semacam ini siswa akan lebih cepat memahami apa yang sedang
dipelajari serta lebih termotivasi untuk belajar matematika dan pelajaran yang
diperoleh akan lebih melekat dalam ingatan siswa. Dalam pengajarannya guru
memberikan contoh-contoh yang sesuai dengan kondisi lingkungan siswa
sehingga siswa mudah menyerap pelajaran yang disampaikan.
Berdasarkan pengamatan dan penuturan guru mata pelajaran peserta didik
Matematika di MAS Darul Hikmah Meulaboh, pembelajaran Matematika di MA
tersebut menggunakan model pembelajaran konvensional / ceramah. Secara
otomatis, peserta didik yang memiliki kecenderungan untuk aktif saja yang akan
maju dan berkembang sedangkan yang lain akan merasa jenuh dan bosan. Peserta
didik yang belum aktif akan menerima begitu saja yang diberikan dalam
penjelasan guru. Mereka tidak akan menerima penjelasan lebih lanjut, sehingga
dalam penerapan kehidupan sehari-hari akan kurang dipahami dan dilaksanakan.
Oleh karena itu, diperlukan strategi pembelajaran yang dapat membuat peserta
didik paham akan materi yang disampaikan dan dapat mengaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari.
5. 4
Dari hasil observasi awal, mengungkapkan bahwa siswa masih kurang
antusias, kurang motivasi serta ketuntasan belajar belum tercapai, hal ini bisa
dilihat dari nilai matematika siswa kelas XI
semester I tahun pembelajaran
2010/2011 dengan nilai rata-rata terendah 6,28. Sementara ”standar ketuntasan
belajar siswa adalah minimal mendapatkan skor 65 dan suatu kelas dikatakan
tuntas belajar bila telah mencapai ketuntasan klasikal 85%”.Berdasarkan hasil
observasi di sekolah tersebut, khususnya di kelas XI
MAS Darul Hikmah
Meulaboh, penerapan model dalam setiap pembelajaran belum mampu bervariasi
dan
masih
menggunakan
menjelaskan
metode
konvensional/ceramah,
dimana
guru
suatu konsep dan rumus, kemudian siswa hanya duduk
mendengarkan.
Oleh karena itu, guru matematika MAS Darul Hikmah Meulaboh
diharapkan melakukan perbaikan dalam proses belajar mengajar. Salah satunya
dengan menerapkan pendekatan pembelajaran yang menekankan pada keaktifan
siswa untuk mengembangkan potensi secara maksimal. Pendekatan pembelajaran
yang dapat diterapkan oleh guru dalam pembelajaran matematika adalah
pendekatan RME (Realistic Mathematics Education), karena pendekatan
pembelajaran ini dapat mendorong keaktifan, membangkitkan motivasi dan
kreatifitas belajar siswa.
Berdasarkan uraian diatas, model pembelajaran yang digunakan oleh guru
sangatlah mempengaruhi keberhasilan siswa dalam mencapai hasil belajarnya,
terutama dalam pembelajaran matematika. Untuk itu kita dapat menggunakan
model pembelajaran RME (Realistic Mathematics Education)sebagai teknik
6. 5
dalam mengajar, Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk
meneliti lebih lanjut untuk melihat “Pengaruh Pendekatan RME (Realistic
Mathematics Education) Dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika
Siswa Pada Materi Statistika Kelas XI Darul Hikmah”.
1.1.
Identifikasi Masalah
Bertolak dari latar belakang permasalahan maka muncul beberapa
permasalahan yang dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1. Rendah nya minat belajar siswa khususnya pada pokok pembelajaran
statistika
2. Rendahnya hasil akhir nilai prestasi siwa pada pokokpembelajaran
statistika
3. Dalam pembelajaran matematika guru masih menggunakan pembelajaran
konvensional yaitu teacher center.
4. Guru masih mendominasi pembelajaran, siswa hanya duduk, mencatat dan
mendengarkan apa yang disampaikan oleh guru.
5. Aktivitas siswa masih rendah.
7. 6
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang sudah dikemukakan oleh peneliti,
maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Apakah Model Pembelajaran
Matematika Realistik (RME) bisa Meningkatkan Prestasi Belajar Matematika
Siswa?”
1.3. Tujuan Penelitian
`
Pelaksanaan penelitian ini akan lebih terarah bila mempunyai tujuan yang
hendak dicapai. Sesuai permasalahan yang telah diuraikan maka tujuan yang
hendak penulis capai yaitu:
1.
Tujuan Umum
Tujuan peneliti yang diharapkan dari penelitian adalah menjadi masukan
bagi guru dan siswa untuk meningkatkan belajar di forum resmi maupun tidak
resmi.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian:
“Untuk Mengetahui Peningkatan Hasil Belajar Siswa Melalui Model
Pembelajaran Matematika Realistik (RME) Pembelajaran Statistika Di Mas Darul
Hikmah Meulaboh Tahun Ajaran 2012/2013”
8. 7
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
a.
Bagi Siswa
Meningkatkan keterampilan berfikir dan mengembangkan daya nalar
siswa serta dapat meningkatkan motivasi belajar matematika siswa.
b.
Bagi Guru
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan bagi guru mata
pelajaran matematika dan memecahkan masalah yang timbul, dalam kegiatan
proses pembelajaran.
c.
Bagi Kepala Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai acuan dalam pembinaan kepada
guru matematika untuk meningkatkan motivasi belajar matematika siswa.
d.
Bagi Peneliti
Mengembangkan wawasan mengenai penggunaan pendekatan yang tepat
dalam proses pembelajaran. Untuk mengukur sejauh mana atau seberapa besar
motivasi yang dicapai siswa dengan pembelajaran matematika dengan
menggunakan pendekatan matematika realitik.
9. 8
1.5. Hipotesis
Berdasarkan permasalahan penelitian yang sudah dijelaskan peneliti maka
dapat dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut: “pengaruh
pendekatan RME (realistic mathematics education) dalam meningkatkan prestasi
belajar matematika siswa pada materi statistika kelas XI Darul Hikmah”.
1.6. Definisi Operasional
Untuk menghindari penafsiran yang berbeda terhadap definisi yang di
gunakan dalam penelitian ini, perlu di definisikan beberapa istilah dalam
penelitian ini:
1) Pembelajaran adalah kegiatan yang dilakukan guru dan siswa secara
bersama-sama dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan.
2) Model pembelajaran adalah cara guru mengorganisasikan pembelajaran
siswa atau cara guru mengembangkan kegiatan belajar siswa sehubungan
dengan bahan pelajaran yang dipelajari.
3) Realistic Mathematic Education (RME) merupakan model pembelajaran
matematika di sekolah yang bertitik tolak dari hal-hal yang real bagi
kehidupan siswa.
4) Statistika adalah bagian dari matematika yang mempelajari tentang
mengolah data dalam bentuk tunggal, berkelompok dan dalam bentuk
diagram atau grafik.
10. 9
5) Aktivitas adalah segala kegiatan yang dilaksanakan baik secara jasmani
atau rohani. Aktivitas siswa selama proses belajar mengajar merupakan
salah satu indikator adanya keinginan siswa untuk belajar.
6) Prestasi adalah hasil yang dicapai dari apa yang telah dikerjakan atau apa
yang telah diusahakan.
7) Belajar
adalah
modifikasi
atau
memperteguh
kelakuan
melalui
pengalaman.
8) Peningkatan hasil belajar adalah selisih nilai kemampuan awal siswa
sebelum pembelajaran dan hasil belajar siswa setelah mengalami
pembelajaran.
11. 10
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Hakekat Belajar
1. Pengertian Belajar
Belajar (Learning) merupakan kegiatan paling pokok dalam mencapai
perkembangan individu dan mempermudah pencapaian tujuan institusional suatu
lembaga pendidikan. (Cece Rakhmat, 2006:47). Hal ini berarti berhasil atau
gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu sangat bergantung
dalam proses
belajar yang dialami siswa termasuk di lingkungan formal terkecil seperti ruang
kelas di sekolah.
Berkaitan dengan pendefinisian belajar, dikalangan ahli psikologi terdapat
keragaman baik dalam cara menjelaskan maupun mendefinisikannya. Berikut
beberapa pendapat para ahli tersebut. (a). Witherington (1950) mengemukakan
belajar sebagai sebuah perubahan kepribadian yang dimanifestasikan kepada suatu
pola respon individu yang mungkin berupa keterampilan, sikap atau peningkatan
pemahaman atas sesuatu; (b). Cronbach (1954) mengatakan belajar merupakan
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman; (c). Crow dan Crow
(1958) merumuskan pengertian belajar sebagai perolehan kebiasaan-kebiasaan,
pengetahuan dan sikap. Hal tersebut termasuk cara-cara lain untuk melakukan
suatu usaha penyesuaian diri terhadap situasi yang baru; (d). Skinner (1968)
mengatakan belajar ialah proses adaptasi tingkah laku secara progresif; (e).
10
12. 11
Hilgard dan Brower (1975) mengemukakan belajar berhubungan dengan
perubahan tingkah laku seseorang terhadap suatu situasi tertentu yang disebabkan
oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu; perubahan tingkah
laku itu tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respon pembawaan,
kematangan atau keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat
dan sebagainya); (f). Gagne (1977) menyatakan bahwa belajar terjadi apabila
suatu stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa
sehingga perbuatannya berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke
waktu sesudah ia mengalami situasi tadi. (Cece Rakhmat, 2006:48).
Dari beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
“perubahan” yang terjadi di dalam diri seseorang
setelah melakukan suatu
aktivitas tertentu. Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai
macam kompetensi, keterampilan, dan sikap. Belajar dimulai sejak manusia lahir
sampai akhir hayat. Kemampuan manusia untuk belajar merupakan karakteristik
penting yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Belajar akan
memberikan manfaat kepada individu yang bersangkutan dan masyarakat. Setiap
individu akan mendapatkan manfaat belajar dari meningkatnya kualitas hidupnya.
Sedangkan
bagi
masyarakat,
belajar
mempunyai
peran
penting
dalam
mentransmisikan budaya dan pengetahuan dari generasi ke generasi.
Dalam belajar yang terpening adalah proses bukan hasil yang
diperolehnya. Artinya, belajar harus diperoleh dengan usaha sendiri (Pupuh
Fathurrahman dan Sobri Sutikno, 2007:6). Belajar merupakan tindakan siswa dan
prilaku yang kompleks. Siswa adalah penentu terjadinya tindakan terjdinya proses
13. 12
balajar. Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu yang ada di
lingkungan sekitar. (Dimyati dan Mudjiono, 2002:7).
Disamping definisi-definisi tersebut, ada berapa pengertian lain dan cukup
banyak, baik dilihat secara mikro maupun secara makro, dilihat dalam arti luas
maupun terbatas/khusus. Dalam pengertian luas belajar dapat diartikan sebagai
kegiatan psiko-fisik menuju keperkembangan pribadi seutuhnya. Kemudian dalam
arti sempit, belajar dimaksudkan sebagai usaha penguasaan materi ilmu
pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian
seutuhnya. Relevan dengan ini, ada pengertian bahwa belajar adalah “penambahan
pengetahuan”. Definisi atau konsep ini dalam praktiknya banyak dianut oleh
sekolah-sekolah. Selanjutnya, ada yang mendefisikan: “belajar adalah berubah”.
David Ausable mengemukakan teori belajar bermakna (meaningful
learning). Belajar bermakna adalah proses mengaitkan dalam informasi baru
dengan konsep-konsep yang relevan dan terdapat dalam struktur kognitif
seseorang. Selanjutnya dikatakan bahwa pembelajaran dapat menimbulkan belajar
bermakna jika memenuhi prasyarat, yaitu:
a.
Materiyangakandipelajarimelaksanakanbelajarbermaknasecara
potensial
b. Anak yang belajar bertujuan melaksanakan belajar bermakna.
Sedangkan pengertian belajar menurut Gagne dalam bukunya The
Conditions of Learning 1977, belajar merupakan sejenis perubahan yang
14. 13
diperlihatkan dalam perubahan tingkah laku, yang keadaaannya berbeda dari
sebelum individu berada dalam situasi belajar dan sesudah melakukan tindakan
yang serupa itu. ( Cece Rakhmat, 2006:48)
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar
berarti usaha mengubah tingkah laku. Jadi, belajar akan membawa suatu
perubahan pada individu-induvidu yang belajar. Proses belajar pada prinsipnya
bertumpu pada struktur kognitif, yakni penataan fakta, konsep serta prinsipprinsip, sehingga membentuk satu kesatuan yang memiliki makna bagi subyek
didik.
2. Ciri-ciri Prilaku Belajar
Menurut Cece Rakhmat (2006:48) tingkah laku yang dikategorikan
sebagai perilaku belajar memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Perubahan tingkah laku terjadi secara sadar.
Suatu prilaku digolongkan sebagai aktivitas belajar apabila pelaku
menyadari terjadinya perubahan tersebut atau sekurang-kurangnya
merasakan adanya suatu perubahan dalam dirinya misalnya mnyadari
pengetahuiannya semakin bertambah.
b. Perubahan bersifat kontinu dan fungsional.
Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi nmpada diri seseorang
terjadi secara berkesinambungan dan tidak statis. Satu perubahan
15. 14
yang
terjadi
akan
menyebabkan
perubahan
berikutnya
dan
selanjutnya akan berguna bagi kehidupan atau bagi proses belajar
berikutnya.
c.
Perubahan bersifat positif dan aktif.
Perubahan tingkah laku merupakan proses dari hasil belajar apabila
perubahan-perubahan itu bersifat positif dan aktif. Dikatakan positif
apabila perilaku senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh
sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya.
d. Perubahan bersifat permanen atau tetap.
Perubahan yng terjadi karena belajar bersifat menetap atau permanen.
e. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah.
Perubahan tingkah laku dalam belajar mensyaratkan adanya tujuan
yang akan dicapai oleh pelaku belajar dan terarah kepada perubahan
tingkah laku yang benar-benar disadari.
16. 15
f. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.
Perubahan yang diperoleh seseorang setelah melalui proses belajar
meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku.
2.2. Model Pembelajaran
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan, bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan
diselenggarakan
secara
interaktif,
inspiratif,
menyenagkan,
menantang,
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, sertamemberikan ruang yang
cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Hal ini dapat tercipta jika para
guru menguasai beberapa model pembelajaran baik secara teoritis maupun dari
segi praktis.
Adanya
pembelajaran
yang
bervariasi
diharapkan
dapat
lebih
membangkitkan semangat dan aktivitas siswa dalam belajar, supaya kompetensi
yang ditetapkan dalam kurikulum dapat dicapai oleh siswa (Suryanti, 2008).
Dengan demikian metode, model,
matematika
pendekatan,
dan
strategi
pembelajaran
yang digunakan guru di kelas akan ikut menentukan keberhasilan
pencapaian tujuan pelajaran matematika. Permendiknas No 22 Tahun 2006
(Depdiknas, 2006) menyatakan bahwa pelajaran matematika bertujuan agar
peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut.
17. 16
1) Memahamikonsepmatematika,menjelaskanketerkaitan
antarkonsepdan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara
luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.
2) Menggunakan penalaranpadapoladansifat,melakukan
manipulasi matematika dalam membuat generalisasi,menyusun
bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3) Memecahkanmasalahyangmeliputikemampuanmemahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan
menafsirkan solusi yang diperoleh.
4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau
media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5) Memilikisikapmenghargaikegunaanmatematikadalam
yaitu
kehidupan,
memilikirasaingin
tahu,perhatian,danminatdalammempelajari matematika, serta sikap
ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 (Depdiknas, 2006) menyatakan
bahwa: “Pendekatan pemecahan
masalah
merupakan
fokus
dalam
pembelajaran matematika. Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika
hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi
(contextual problem).”
18. 17
Selanjutnya, isu sentral yang mewarnai pembicaraan tentang pembelajaran
matematika adalah tentang konstruktivisme yang meyakini bahwa pengetahuan
akan tersusun atau terbangun di dalam pikiran siswa sendiri ketika ia berupaya
untuk mengorganisasikan pengalaman baru berdasar pada kerangka kognitif yang
sudah ada di dalam pikirannya, sebagaimana dinyatakan Bodner (1986:873)
berikut: “ … knowledge is constructed as the learner strives to organize his or her
experience in terms of preexisting mental structures”. Karena itulah, penganut
konstuktivisme meyakini bahwa suatu pengetahuan tidak dapat dipindahkan
dengan begitu saja dari otak seorang guru ke otak siswanya. Harus ada upaya dari
siswa untuk mengaitkan pengalaman baru dengan pengetahuan yang sudah ada di
kerangka kognitifnya.
Salah satu model pembelajaran adalah Pembelajaran Matematika Realistik
(Realistic Mathematics Education). Konsep Pembelajaran Matematika Realistik
(Realistic Mathematics Education) sangat mirip dengan Pembelajaran Kontekstual
(Contextual Teaching and Learning), yaitu suatu konsep pembelajaran yang
berusaha untuk membantu siswa mengaitkan materi yang dipelajarinya dengan
situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka
sehari-hari dengan melibatkan tujuh komponen
utama pembelajaran efektif,
yakni: konstruktivisme (constructivisme), bertanya (questioning), menemukan
(inquiry),
masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modelling),
refleksi (reflection), penilaian sebenarnya (authentic assessment).
19. 18
2.3. Realistic Mathematics Education (RME)
1. Pengertian Realistic Mathematics Education (RME)
Pendidikan matematika realistik atau Realistic Mathematics Education
(RME) diketahui sebagai pendekatan yang telah berhasil di Nederlands. Ada suatu
hasil yang menjanjikan dari penelitian kuantitatif yang telah ditunjukkan bahwa
siswa yang memperoleh pembelajaran dengan RME mempunyai skor yang lebih
tinggi dibandingkan dengan siswa yang memperoleh pembelajaran dengan
pendekatan tradisional dalam hal keterampilan berhitung, lebih khusus lagi dalam
aplikasi (Becker dan Selter, 1996). Gagasan pendekatan pembelajaran matematika
dengan realistik ini tidak hanya populer di negeri Belanda saja, melainkan banyak
mempengaruhi kerja pendidik matematika di berbagai belahan dunia.
Realistic Mathematic Education (RME) merupakan model pembelajaran
matematika di sekolah yang bertitik tolak dari hal-hal yang real bagi kehidupan
siswa.
Realistic
Mathematic
Education
menekankan
pada
keterampilan
berdiskusi, berkolaborasi, berargumentasi dan menarik kesimpulan. Jadi model
pembelajaran Realistic Mathematic Education adalah model pembelajaran yang
dilaksanakan melalui proses belajar mandiri.
Menurut Irzani (2009:27) Realistic Mathematic Education (RME) yang
dalam makna Indonesia berarti Pendidikan Matematika Realistik (PMR)
dikembangkan berdasarkan pemikiran Hans Freudenthal yang mengatakan bahwa
matematika harus dikaitkan dengan realita dan matematika merupakan aktivitas
manusia. Ini berarti matematika harus dekat dengan anak dan relevan dengan
20. 19
kehidupan nyata sehari-hari. Matematika sebagai aktivitas manusia berarti
manusia harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep
matematika dengan bimbingan orang dewasa. Upaya ini dilakukan melalui
penjelajahan berbagai situasi dan persoalan-persoalan “realistik”. Realistik dalam
hal ini dimaksudkan tidak mengacu pada realitas tetapi pada sesuatu yang dapat
dibayangkan oleh siswa. Prinsip penemuan kembali dapat diinspirasi oleh
prosedur-prosedur pemecahan informal,sedangkan proses penemuan kembali
menggunakan konsep matematisasi.
Pembelajaran matematika realistik atau Realistic Mathematics Education
(RME) adalah sebuah pendekatan pembelajaran matematika yang dikembangkan
Freudenthal di Belanda. Gravemeijer (1994: 82) dimana menjelaskan bahwa yang
dapat digolongkan sebagai aktivitas tersebut meliputi aktivitas pemecahan
masalah, mencari masalah dan mengorganisasi pokok persoalan. Matematika
realistik yang dimaksudkan dalam hal ini adalah matematika sekolah yang
dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan pengalaman siswa sebagai titik
awal pembelajaran. Masalah-masalah realistik digunakan sebagai sumber
munculnya konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal
(Irzani, 2009:27).
Realistic Mathematics Education adalah pendekatan pengajaran yang
bertitik tolak dari hal-hal yang „real„ bagi siswa, menekankan keterampilan
„proses of doing mathematics’, berdiskusi dan berkolaborasi, berargumentasi
dengan teman sekelas sehingga mereka dapat menemukan sendiri („student
inventing„ sebagai kebalikan dari „teacher telling’) dan pada akhirnya
21. 20
menggunakan matematika itu untuk menyelesaikan masalah baik secara individu
maupun kelompok.
Pada pendekatan ini peran guru tak lebih dari seorang fasilitator,
moderator atau evaluator sementara siswa berfikir, mengkomunikasikan, melatih
nuansa demokrasi dengan menghargai pendapat orang lain. (Wina Sanjaya,
2006:264).
Karakteristik RME menggunakan: konteks “dunia nyata”, model-model,
produksi dan kontruksi siswa, interaktif dan keterkaitan. Pembelajaran
matematika realistik diawali dengan masalah-masalah yang nyata, sehingga siswa
dapat
menggunakan
pengalaman
sebelumnya
secara
langsung.
Dengan
pembelajaran matematika realistik siswa dapat mengembangkan konsep yang
lebih komplit.
Kemudian siswa juga dapat mengaplikasikan konsep-konsep matematika
ke bidang baru dan dunia nyata.(http://www.masbied.com/search/pengertianrealistic-mathematics-education-rme )
22. 21
2. Prinsip-perinsip Dasar RME
Dalam pembelajaran realistik konstektual ada dua prinsip yang diutarakan
yaitu pertama prisip utama dan kedua prinsip pembelajaran.
Dalam prinsip utama dirinci sebagai berikut: a) matematika sebagai
aktifitas manusia, b) materi matematika tidak dapat diajarkan tetapi dibelajarkan,
c) belajar dimulai dengan soal kehidupan sehari-hari yang meliputi nyata siswa,
diketahui siswa dan mendukung konsep matematika.
Sedangkan yang kedua prinsip pembelajarannya adalah a) belajar secara
maju dan penemuan terbimbing, c) fenomena terbimbing dan d) pemodelan. Pada
prinsipnya dalam pembelajaran matematika realistik seorang siswa didorong
untuk memahami sesuatu. Sesuatu itu dapat berupa faktaatau relasi matematika
yang masih baru bagi siswa misalnya pola, sifat-sifat rumus tertentu.
(http://www.masbied.com/search/pengertian-realistic-mathematics-education-rme).
Berdasarkan matematisasi horisontal dan vertikal pendekatan dalam
pendidikan matematika dibedakan menjadi empat jenis diantaranya adalah :
a. Mekanistik, merupakan pendekatan tradisional dan didasarkan pada apa
yang diketahui dari pengalaman sendiri (diawali dari yang sederhana ke
yang lebih konpleks). Dalam pendekatan ini manusia dianggap sebagai
mesin.
b. Emperistik, adalah suatu pendekatan dimana konsep matematika tidak
diajarkan, dan diharapkan siswa dapat menemukan melalui matematisasi
23. 22
horizontal, dalam artian peserta didik dengan pengetahuan yang
dimilikinya mampu mengorganisasikan atau mengaitkan masalah-masalah
dalam
kehidupan
sehari-hari
dengan
menjadikan
simbol-simbol
matematika atau dengan pengalamannya sehari-hari.
c. Strukturalistik, pendekatan yang menggunakan sistem formal, pendekatan
yang mempunyai susunan-susunan serta kerangka untuk memberikan
gambaran-gambaran terhadap siswa agar mudah dipahami, misalnya
pengajaran penjumlahan cara panjang perlu didahului dengan nilai tempat,
sehingga suatu konsep dicapai melalui matematisasi vertikal.
d. Realistik, pendekatan yang menggunakan masalah realistik atau situasi
dunia nyata sebagai pangkal tolak pembelajaran melalui aktivitas
matematisasi horisontal dan Vertikal diharapkan siswa dapat menemukan
dan mengkonstruksi konsep-konsep matematika. (Irzani, 2009:27).
3. Karakteristik RME
Karakteristik RME adalah menggunakan konteks “dunia nyata”, modelmodel, produksi dan konstruksi siswa, interaktif dan keterkaitan (intertwinment)
(Irzani, 2009:28) dan dijelaskan sebagai berikut:
a. Menggunakan konteks “dunia nyata”
Melalui abstraksi dan formalisasi siswa akan mengembangkan konsep
yang lebih komplit. Kemudian siswa dapat mengaplikasikan konsep-konsep
matematika ke bidang baru dari dunia nyata (applied mathematization). Oleh
karena itu, untuk menjembatani konsep-konsep matematika dengan pengalaman
anak sehari-hari perlu diperhatikan matematisasi pengalaman sehari-hari
24. 23
(mathematization of everyday experience) dan penerapan matematika dalam
kehidupan sehari-hari (Irzani, 2009:29).
b. Menggunakan Model-model (Matematisasi)
Istilah model berkaitan dengan model situasi dan model matematik yang
dikembangkan oleh siswa sendiri (self developed models). Peran self developed
models merupakan jembatan bagi siswa dari situasi real ke situasi abstrak atau
dari matematika informal ke matematika formal. Artinya siswa membuat model
sendiri dalam menyelesaikan masalah. Pertama adalah model situasi yang dekat
dengan dunia nyata siswa. Generalisasi dan formalisasi model-model tersebut
akan berubah menjadi model-of masalah tersebut. Melalui penalaran matematik
model-of akan bergeser menjadi model-for masalah sejenis. Pada akhirnya, akan
menjadi model matematika formal.
c. Menggunakan Produksi dan Konstrusi
Streefland (1991) menekankan bahwa Dengan pembuatan “produksi
bebas” siswa terdorong untuk melakukan refleksi pada bagian yang mereka
anggap penting dalam proses belajar. Strategi-strategi informal siswa yang berupa
prosedur pemecahan masalah kontekstual merupakan sumber inspirasi dalam
pengembangan
pembelajaran
pengetahuan matematika formal.
lebih
lanjut
yaitu
untuk
mengkonstruksi
25. 24
d. Menggunakan Interktif
Interaksi antar siswa dengan guru merupakan hal yang mendasar dalam
RME. Secara eksplisit bentuk-bentuk interaksi yang berupa negosiasi, penjelasan,
pembenaran, setuju, tidak setuju, pertanyaan atau refleksi digunakan untuk
mencapai bentuk formal dari bentuk-bentuk informal siswa.
e. Menggunakan keterkaitan (Intertwinment)
Dalam RME pengintegrasian unit-unit matematika adalah esensial. Jika
dalam pembelajaran kita mengabaikan keterkaitan dalam bidang yang lain, maka
akan berpengaruh pada pemecahan masalah. Dalam mengaplikasikan matematika,
biasanya diperlukan pengetahuan yang lebih kompleks, dan tidak hanya
aritmatika,aljabar atau geometri tetapi juga bidang yang lain.
Menurut Irwan Hadi (Irzani, 2009:27), pengajaran matematika dengan
pendekatan realistik meliputi aspek-aspek berikut :
1) Pendahuluan
Memulai pelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang „riil‟
bagi siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat pengetahuannya,
sehingga siswa segera terlibat dalam pelajaran secara bermakna.
Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai dalam pelajaran tersebut.
2) Pengembangan
26. 25
Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik
secara informal terhadap masalah atau persoalan yang diajukan.
Pengajaran berlangsung secara interaktif: siswa menjelaskan dan
memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikan, memahami
jawaban temannya (siswa lain), setuju terhadap jawaban temannya,
menyatakan ketidaksetujuan, mencari alternatif penyelesaian yang
lain.
3) Penutup/Penerapan
Melakukan refleksi terhadap setiap langkah yang ditempuh atau terhadap
hasil pelajaran.
4. Kelebihan dan kekurangan pembelajaran RME
Tidak ada suatu metode yang baik untuk mencapai setiap tujuan dalam
setiap situasi, setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangan. Dengan
demikian guru perlu mengetahui kapan metode tepat digunakan dan kapan
digunakan kombinasi dari metode-metode yang ada, guru hendaknya memilih
metode yang tepat untuk dipergunakan dalam proses belajar mengajar guna
memperoleh tujuan yang pasti.
Adapun kelebihan dan kekurangan metode RME (Irzani, 2009:32) adalah :
a. Kelebihan pembelajaran RME.
Memperkuat daya ingat siswa karena siswa sendiri yang
membangun pengetahuannya.
27. 26
Mampu
meningkatkan
keaktifan
siswa
dan
meningkatkan
keberanian karena harus menjelaskan sendiri jawabannya.
Suasana
dalam
proses
pembelajaran
menyenangkan
karena
menggunakan realitas kehidupan, sehingga siswa tidak cepat bosan
untuk belajar matematika.
Siswa merasa dihargai dan semakin terbuka karena setiap
jawabannya mempunyai nilai.
Memupuk kerja sama dalam kelompok.
Melatih siswa terbiasa berfikir dan mengemukakan pendapatnya.
b. Kekurangan pembelajaran RME.
Metode/pembelajaran ini memakan waktu yang cukup banyak.
Dapat menghambat cara berpikir siswa karena kebiasaannya
menerima imformasi terlebih dahulu dari guru sehingga siswa masih
kesulitan menemukan sendiri jawabannya.
Menimbulkan kejanggalan pada siswa yang pandai karena kadangkadang tidak sabar menanti temannya yang belum selesai.
Membutuhkan alat peraga yang sesuai dengan situasi pembelajaran
saat itu.
Belum ada pedoman penilaian, sehingga guru merasa kesulitan
dalam evaluasi/memberi nilai.
Mengetahui
kelemahan
pembelajaran
RME
ini
tidak
berarti
mempersalahkan pembelajaran matematika dimasa lampau. Tetapi paparan
28. 27
tersebut dapat menjadi titik tolak untuk mengambil tindakan positif sebagai upaya
memberikan antisipasi berupa tindakan kongkrit bertahap yang harus ditempuh
selama pelaksanaan pembelajaran dikelas.
5. Prestasi belajar
Menurut Badudu dan Zain (2001) dalam kamus umum bahasa Indonesia,
prestasi adalah hasil yang dicapai dari apa yang telah dikerjakan atau apa yang
telah diusahakan. Prestasi merupakan hasil dari suatu kegiatan yang telah
dikerjakan atau diciptakan baik secara individu maupun kelompok dan pretasi
tidak akan pernah berhasil apabila seorang tidak melakukan suatu kegiatan yang
diinginkan tersebut. Sedangkan belajar adalah modifikasi atau memperteguh
kelakuan melalui pengalaman (Hamalik, 2001). Belajar bisa dikatakan sebagai
rangkaian kegitan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya
yang menyangkut kognitif, efektif, psikomotor (Djamarah, 2002).
Menurut pengertian tersebut, belajar merupakan proses suatu kegiatan dan
bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat tetapi lebih luas
dari pada itu, yaitu mengalami hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan
melainkan perubahan kelakuan. Selanjutnya belajar adalah suatu proses usaha
yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya. (Slameto, 2003).
29. 28
Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh si
pembelajar untuk mendapatkan hasil dari apa yang telah dipelajari dan hasil dari
aktivitas belajar ini menimbulkan terjadinya perubahan dari dalam diri individu
pembelajaran itu sendiri.
6. Pembelajaran Matematika
Matematika berasal dari bahasa latin Manthanein atau Mathema yang
berarti belajar atau hal yang dipeserta didik. Matematika dalam bahasa Belanda
disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran.
Menurut
Gravemeije(http://zainurie.wordpress.com//2007/04/13-
pembelajaran-matematika-realistik-rme/). Matematika sebagai aktivitas manusia
berarti manusia harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali ide dan
konsep matematika dengan bimbingan orang dewasa. Ciri utama Matematika
adalah penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan
diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sehingga kaitan antar
konsep atau pernyataan dalam Matematika bersifat konsisten.
Pembelajaran Matematika adalah suatu proses atau kerja guru mata
peserta didikan Matematika dalam mengajarkan Matematika kepada para peserta
didiknya. Pembelajaran Matematika menurut pandangan konstruktivis adalah
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengonstruksi konsepkonsep/prinsip-prinsip Matematika dengan kemampuan sendiri melalui proses
internalisasi.
30. 29
Menurut Davis (dalam http://zainurie. wordpress. com /2007 /04/13
/Pembelajaran–Matematika–relistik–rme/)
pandangan
konstruktivis
dalam
pembelajaran Matematika berorientasi pada empat hal yaitu : (1) pengetahuan
dibangun dalam pikiran melalui proses asimilasi atau akomodasi, (2) dalam
pengerjaan Matematika, setiap langkah peserta didik dihadapkan kepada apa, (3)
informasi baru harus dikaitkan dengan pengalamannya tentang dunia melalui
suatu kerangka logis yang mentransformasikan, mengorganisasikan, dan
menginterpretasikan pengalamannya, dan (4) pusat pembelajaran adalah
bagaimana peserta didik berpikir, bukan apa yang mereka katakan atau tulis.
2.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa
Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat
digolongkan menjadi dua golongan yaitu faktor intern dan faktor ekstern.
1) Faktor-faktor internal
Didalam faktor internal dibagi menjadi tiga faktor yaitu faktor jasmaniah,
faktor psikologis, dan faktor kelelahan.
Faktor jasmaniah
a) Faktor kesehatan
Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagiannya
/ bebas dari penyakit. Jika kesehatan terganggu maka proses belajar juga akan
terganggu karena akan cepat lelah, ngantuk, tidak bersemangat, dan yang lainnya.
Sehingga, untuk menjaga kesehatan dilakukan dengan cara mengindahkan
31. 30
ketentuan-ketentuan tentang bekerja, belajar, istirahat, tidur, makan, olahraga,
rekreasi, dan ibadah.
b) Cacat tubuh
Cacat tubuh adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang
sempurna mengenai tubuh / badan.
Faktor psikologis
a) Inteligensi yaitu kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan
kedalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif.
b) Perhatian yaitu keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itupun
semata-mata dipertuju kepada suatu objek (benda/hal) atau
sekumpulan objek.
c) Minat yaitu kecendrungan yang tetap untuk memperhatikan dan
mengenang beberapa kegiatan.
d) Bakat yaitu kemampuan untuk belajar. Artinya kemampuan akan
terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau
berlatih.
e) Motif yaitu penggerak / pendorong untuk berbuat sesuatu agar
dapat belajar dengan baik.
f) Kematangan yaitu suatu tingkat dalam pertumbuhan seseorang,
dimana alat-alat tubuhnya sudah siap untuk melaksanakan
kecakapan baru.
g) Kesiapan yaitu kesediaan untuk memberi respons atau bereaksi.
Faktor kelelahan
32. 31
Kelelahan dibedakan menjadi dua yaitu kelelahan jasmani dan kelelahan
rohani. Kelelahan jasmani dapat terlihat dengan lemah lunglainya tubuh
sedangkan kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan
dalam belajar.
2) Faktor-faktor eksternal
Faktor ekstern yang berpengeruh terhadap belajar dapat dikelompokkan
menjadi tiga yaitu faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.
Faktor keluarga
a) Cara orang tua mendidik
Cara orang tua mendidki besar pengaruhnya terhadap belajar anaknya. Hal
ini dipertegas oleh Sutjipto Wirowidjojo yang menyakan bahwa “keluarga
adalah lembaga pendidkikan yang pertama dan utama”.
b) Relasi antar anggota keluarga
Relasi antar keluarga yang terpenting adalah relasi orang tua dengan
anaknya. Selain itu relasi anak dengan saudaranya lainnya pun turut
mempengaruhi belajar anak. Wujud relasi itu misalnya apakah hubungan
itu penuh dengan kasih sayang dan pengertian, ataukah diliputi kebencian.
c) Suasana rumah
Situasi rumah yang dimaksud adalah situasi kejadian yang sering terjadi
didalam keluarga dimana anak berada dan belajar.
d) Keadaan ekonomi keluarga
Keadaan ekonomi keluarga erat kaitannya dengan belajar anak. Anak yang
sedang
belajar
selain
terpenuhi
kebutuhan
pokoknya
juga
34. 33
e) Pengertian orang tua
Anak perlu dorongan dan pengertian dari orang tua agar sedapat mungkin
membantu kesulitan yang dialami anak di sekolah.
f) Latar belakang kebudayaan
Kebiasaan di dalam keluarga mempengaruhi sikap anak dalam belajar
sehingga
perlu
ditanamkan
kebiasaan-kebiasaan
yang
baik
agar
mendorong semangat anak untuk belajar.
Faktor sekolah
a) Metode mengajar
Metode mengajar adalah suatu cara yang harus dilalui dalam mengajar.
b) Kurikulum
Kurikulum diartikan sebagai sejumlah kegiatan yang diberikan kepada
siswa.
c) Relasi guru dengan siswa
Proses belajar terjadi antara guru dengan siswa. Jadi cara belajar siswa
juga dipengaruhi oleh relasi guru dengan siswanya.
d) Relasi siswa dengan siswa
Guru yang kurang mendekati siswa dan kurang bijaksana tidak akan
melihat bahwa didalam kelas ada kelompok yang saling bersaing secara
tidak sehat. Jadi, menciptakan relasi yang baik antar siswa adalah perlu
agar dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap belajar siswa.
e) Disiplin sekolah
35. 34
Agar siswa lebih maju maka siswa harus disiplin didalam belajar baik
disekolah, dirumah, dan di perpustakaan.
f) Alat pelajaran
Alat pelajaran erat hubungannya dengan cara belajar siswa karena alat
yang dipakai oleh guru mengajar akan digunakan juga oleh siswa.
g) Waktu sekolah
Waktu sekolah ialah waktu terjadinya proses belajar mengajar di sekolah.
Jika siswa bersekolah pada waktu kondisi pikiran yang masih segar,
jasmani dalam kondisi baik maka siswa akan menikmati belajarnya.
h) Standar pelajaran diatas ukuran
Guru dalam menuntut penguasaan materi harus sesuai dengan kemampuan
siswa masing-masing.
i) Keadaan gedung
Jumlah siswa haruslah sesuai dengan kondisi gedungnnya agar siswa
merasa nyaman.
j) Metode belajar
Dengan cara belajar yang tepat maka hasil belajar siwa juga akan efektif
sehingga pembagian waktu belajar harus disesuaikan.
k) Tugas rumah
Waktu belajar yang utama adalah di sekolah. Maka diharapkan guru
jangan terlalu banyak memberi tugas yang harus dikerjakan di rumah
sehingga anak tidak mempunyai waktu untuk kegiatan lain.
36. 35
Faktor masyarakat
Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpenngaruh terhadap
belajar siswa.pengaruh tersebut terjadi karena keberadaan siswa dalam
masyarakat. Adapun kegiatan siswa dalam masyarakat adalah sebagai
berikut :
a) Kegiatan siswa dengan masyarakat
b) Mass media
c) Teman bergaul
d) Bentuk kehidupan masyarakat
37. 36
BAB III
Metode Penelitian
3.1. Pendekatan dan jenis penelitian
Pendekatan yang penelitianpendekatan penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif. Pendekatan
kuantitatif digunakan untuk mengolah data hasil belajar, sedangkan pendekatan
kualitatif digunakan untuk mengolah data hasil wawancara dan hasil observasi
pelaksanaan pembelajaran.
Adapun jenis penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian tindakan kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas adalah suatu tindakan
yang dilakukan oleh guru atau kelompok guru untuk menguji-menguji anggapananggapan dari suatu teori pendidikan dalam praktek, atau sebagai arti dari evaluasi
dan melaksanakan seluruh prioritas progtram sekolah. Sementara itu, menurut
Russefendi (1999), penelitian kelas merupakan suatu tindakan yang terarah,
terencana, cermat, dan penuh perhatian yang dilakukan oleh praktisi pendidikan
(guru) terhadap permasalahan yang ada dalam kelas yang bertujuan untuk
perbaikan pendidikan seperti metode mengajar, kurikulum, dan sebagainya.
Penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan
belajar berupa sebuah tindakan, yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam
sebuah kelas secara bersama. Tindakan tersebut diberikan oleh guru atau dengan
arahan dari guru yang dilakukan oleh siswa. (Arikunto Suharsimi, 2008)
35
38. 37
Perbaikan dilakukan secara bertahap dan terus menerus selama kegiatan
penelitian dilakukan. Oleh karena itu dalam PTK di kenal adanya siklus
pelaksanaan berupa pola : perencanaan, pelaksanaan, observasi, refleksi dan revisi
(perencanaan ulang) pada siklus selanjutnya sampai mencapai target yang
diinginkan.
3.2. Prosedur penelitian
Peneliti dan guru bekerja sama dalam pelaksanaan pembelajaran diperoleh
kesepakatan dan pemahaman yang sama terhadap masalah yang dihadapi. Peneliti
menerapkan model pembelajaran Model Pembelajaran Matematika Realistik
(RME)sedangkan guru sebagai observernya. Penelitan ini dilakukan untuk
meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa dalam materi pokok
trigonometri. Penelitian ini dilakukan dalam tiga siklus, setiap siklus terdiri dari
empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, evaluasi dan
refleksi di akhir tindakan. Berikut adalah gambar siklus pembuatan PTK (Natalia
Mega, 2008).
Secara keseluruhan penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada tiga
tahap, yaitu tahap indentifikasi dan penyusun komponen pembelajaran, tahap
pelaksanaan pembelajaran dan tahap evaluasi dan penyempurnaan model
pembelajaran. Adapun bentuk kegiatan dari setiap tahap adalah sebagi berikut:
39. 38
a. Tahap Perencanaan
Pada tahap ini, peneliti mengidentifikasi permasalahan yang menyangkut
bahan ajar yang tersedia, pembelajaran yang biasa dilakukan serta alat peraga atau
media
yang
sering
digunakan.
Setelah
melakukan
indentifikasi
permasalahan,kemudian penulis menyusun intrument penelitian yang terdiri dari
RPP, LKS, angket, lembar observasi, dan soal tes formatif.
b. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini , peneliti berkolaborasi dengan guru matematika di MAS
Darul Hikmah meulaboh untuk melaksanakan pembelajaran didalam kelas yang
telah di tentukan yaitu siswa kelas XI, di MAS Darul Hikmah. Pada tahap ini
peneliti bertindak sebagai obsever untuk melihat aktivitas guru mengajar ketika
menyampaikan materi, sedang peneliti yang akan merekam momem atau
peristiwa yang penting selama proses pembelajaran berlangsung pada sekolah
tersebut. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus dengan tiap siklus terdiri dari
2 kali pertemuan. Adapun prosedur pada penelitian tindakan kelas ini adalah
sebagai berikut:
Siklus I
1)
Perencanaan Tindakan
Pada tahap ini, peneliti melaksanakan kegiatan sebagai berikut:
a. Menyusun skenario pembelajaran yang akan digunakan oleh guru dalam
pembelajaran.
40. 39
b. Membuat lembar observasi untuk melihat bagaimana kondisi belajar
mengajar dikelas ketika latihan.
c. Membuat lembar kerja siswa yang diperlukan dalam pembelajaran dalam
rangka mengoptimalkan hasil belajar siswa.
d. Menyusun alat evaluasi , soal tes, rubrik/pedoman penskoran.
2)
Pelaksanaan Tindakan
Dalam tahapan pelaksanaan, peran peneliti adalah mengadakan pengamatan.
a. Guru yang menyampaikan pokok bahasan pembelajaran yang mengacu
pada kurikulumtingkat satuan pendidikan.
b. Guru memotivasi siswa dengan menyampaikan beberapa permasalahan
dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan statistika.
c. Guru menyampaikan materi dengan menerapkan pendekatan pembelajaran
RME. Guru meminta kepada siswauntuk mengerjakan lembar kerja siswa
yang telah disediakan. Selama siswa mengerjakan lembar kerja siswa, guru
melakukan observasi dan membimbing siswa dalam menyelesaikan LKS.
d. Guru meminta siswa untuk mempersentasikan hasil kerjanya. Hal ini untuk
mengetahui pemahaman siswa terhadap materi yang telah diperoleh dari
penerapan realistiknya masing-masing.
e. Guru membimbing siswa membuat kesimpulan hasil pembelajaran yang
telah dilaksanakan.
3)
Refleksi Tindakan
Pada tahap ini peneliti dan guru mengadakan kegiatan sebagai berikut:
41. 40
a) Merefleksi teknik pembelajaran yang telah dilakukan serta upaya-upaya
yang dilaksanakan dalam pembelajaran.
b) Mengidentifikasi faktor-faktor hambatan dan kemudahan guru dalam
pembelajaran statistika.
c) Memperbaiki
pelaksanaan
tindakan
pembelajaran
sesuai
dengan
pendekatan RME, untuk digunakan pada siklus berikutnya.
d) Merumuskan alternatif tindakan yang akan dilaksanakan selanjutnya.
e) Menyusun rancangan pelaksanaan pembelajaran selanjutnya.
Siklus Lanjutan
Siklus Lanjutan merupakan tindakan lanjut dari siklus I dengan
memperhatikan hasil observasi dari pengamat (observasi), hasil diskusi dengan
pengajar selaku pelaksanaan tindakan serta hasil belajar siswa yang dilihat dari
ketuntasan belajar siswa secara individu maupun klasikal. Apabila hasil belajar
siswa pada siklus I belum memenuhi atau tidak mencapai indikator keberhasilan
dari penelitian maka harus diadakan perbaikan tindakan siklus berikutnya.
Tahapan pada siklus lanjutan sama seperti pada siklus I.Misalnya siklus II,
Jika hasil yang diperoleh dalam siklus II telahmencapai indikator keberhasilan,
maka peneliti dapat menganalisis data dan menyusun laporan. Jika hasil yang
diperoleh dalam siklus II belum mencapai indikator keberhasilan, maka peneliti
dapat melanjutkan dengan siklus berikutnya dengan tahapan yang sama.
42. 41
3.3. Waktu dan tempat penelitian
1) Waktu penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada semester I (ganjil) tahun pelajaran
2012/2013.
2) Tempat penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di kelas XI IPA MAS Darul Hikmah
3.4. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian yang diambil adalah seluruh siswa MAS darul hikmah,
sedangkan objek penelitian adalah kelas XI MAS darul hikmah
3.5. Teknik Pengumpulan data
Penelitian ini dilakukan bersifat deskriptif kualitatif. Sumber data yang
utama adalah peneliti yang melakukan tindakan dan siswa yang menerima
tindakan, serta sumber data berupa data dokumentasi.
Pada pendekatan Realistic Mathematics Educationmenggunakan empat
tahapan pengembangan model yaitu dunia nyata, pembentukan skema,
pembangun pengetahuan dan formal abstrak serta meliputi lima sifat dalam setiap
aktifitas yaitu open-ended, menemukan pola, mandiri, siswa mengkomunikasikan
ide dengan orang lain, serta dapat menjelaskan kepada orang lain tentang apa yang
telah dipelajarinya.
43. 42
Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah :
a.
Observasi Aktivitas Siswa
Data aktivitas siswa diperoleh dengan melakukan pengamatan selama
kegiatan pembelajaran berlangsung. Data tersebut diperoleh dari lembar
pengamatan tentang aktivitas siswa. Selain itu, peneliti juga menggunakan
alat bantu (kamera) untuk melengkapi data penelitian yang berupa foto.
b. Respon siswa
Skala angket respons siswa yang digunakan dalam penelitian ini adalah
skala Likert dengan empat alternatif jawaban yaitu Sangat Setuju, Setuju, Tidak
Setuju, dan Sangat Tidak Setuju. Pedoman penskoran untuk angket yaitu untuk
pernyataan positif maka skornya 4 jika jawabannya “Sangat Setuju”, 3 jika
jawabannya ”Setuju”, 2 jika jawabannya”Tidak
Setuju”, 1 jika jawabannya
“Sangat Tidak Setuju”. Sedangkan untuk pernyataan negatif maka skornya 1 jika
jawabannya”Sangat Setuju”, 2 jika jawabannya ”Setuju”, 3 jika jawabannya
”Tidak Setuju”, 4 jika jawabannya ”Sangat Tidak Setuju”. Dengan demikian,
maka skor minimal dari skala ini adalah 1(satu) dan skor maksimal untuk tiap
butir adalah 4(empat).
Angket respon siswa diberikan setelah diterapkannya pembelajaran
Matematika dengan menggunakan Pendekatan RME. Untuk mengetahui respon
siswa terhadap pembelajaran yang sebelumnya diterapkan. Angket respon siswa
diberikan pada akhir pertemuan.
44. 43
d. Tes hasil belajar
Tes digunakan untuk memperoleh data tes akhir pembelajaran.
Tes akhir pembelajaran merupakan tes akhir yang dilakukan untuk mendapatkan
data
hasil
belajar
siswa
setelah
dilaksanakan
pembelajaran
dengan
menggunakanpendekatanRMEpadamateriStatistika.
3.6. Teknik Pengolahan Data
Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah data kuantitatif,yaitu data
yang di peroleh dari tes kemampuan siswa dan data kualitatif yaitu data yang
diperoleh dari hasil angket dan pengayaan, adapun pengelolaan datanya sebagai
berikut :
a. Analisis Hasil Tes
Tes hasil belajar ini bertujuan untuk memperoleh data tentang hasil belajar
siswa dengan menghitung persentase tiap butir aspek dari hasil ujian kemampuan
siswa dalam lembar jawaban tes kemampuan yang disesuaikan dengan indikator
dalam silabus dengan kriteria ketuntasan minimal(KKM) sebesar 65. Hasil tes
digunakan untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa.tes ini dilaksanakan setelah
semua proses belajar mengajar berlangsung.
b. Data Hasil Observasi
1) Analisis Data Kemampuan Guru Mengelola Pelajaran
45. 44
Data
kemampuan
guru
mengelola
pelajaran
dianalisa
dengan
menggunakan statistik deskriptif dengan skor rata-rata sebagaimana dikemukakan
sinambela ( dalam mukhlis,2005:69) sebagai berikut :
1,00 ≤ TGK < 1,50 sangat kurang baik
1,50 ≤ TGK < 2,50 kurang baik
2,50 ≤ TGK < 3,50 cukup
3,50 ≤ TGK < 4,50 baik
4,50 ≤ TGK < 5,00 sangat baik
keterangan: TGK = Tingkat Kemampuan Guru
Kemampuan guru mengelola pembelajaran dalam penelitian ini di anggap
tuntas dan berhenti dalam siklus tersebut jika skor pada setiap aspek yang di nilai
berada pada kategori baik atau sangat baik.
2) Analisis Data Aktivitas Siswa
Data aktivitas siswa selama pembelajaran berlangsung di analisis dengan
menggunakn persentase. Mukhlis (2005:79) mengatakan “persentase pengamatan
aktivitas siswa yaitu rata-rata frekuensi setiap aspek pengamatan dikali 100%“.
rumusan persentase yang digunakan menurut sujino (2007:28), sebagai berikut :
P = f/N x 100%
46. 45
Keterangan :
P = Persentase aktivitas siswa
F = Frekuensi aktivitas siswa
N = Jumlah aktivitas keseluruhan siswa
Aktivitas siswa diktakan baik/aktif dan meningkat pada siklus tertentu bila
waktu yang digunakan untuk melakukan setiap kategori aktivitas sesuai dengan
alokasi waktu yang termuat dalam rencana pembelajaran.
3.7. Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan dalam penelitian ini adalah jika siswa mampu
mendiskripsikan dengan benar tentang materi statistika. Hal ini dibuktikan dengan
kemampuan dan aktivitas siswa selama belajar dengan mengunakan pendekatan
pembelajaran RME, maupun dari pencapaian hasil tes siswa pada setiap akhir
siklus yakni 85%
(KKM).
siswa mencapai batas angka kreteria ketuntasan minimal
48. 47
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, s. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
RinekaCipta.
Adinawan, Cholik. 2006. Seribu Pena Matematika Untuk kelas XI SMA/MA
Jakarta : Erlangga.
Asma, Nur. 2006. Model Pembelajaran RME. Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Direktorat Ketenagaan.
Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Depdiknas.
http://herdian. Com/2010/12/10. Pembelajaran-realistik matematika education/tps
Ikhsan, M. 2009. Mengembangkan Berpikir Kritis dan Kreatif Melalui Pemecahan
Masalah Matematik. Modul. Banda Aceh: FKIP Unsyiah.
Kasim, Usman dkk. 2007. Pedoman Penulisan proposal. Banda Aceh. Universitas
Syiah Kuala.
Merya, Okky. 2010. “Penerapan Pembelajaran RME Pada MateriSTATISTIKA
Kelas XI SMA N. 12 B.Aceh” Skripsi tidak diterbitkan.B.Aceh : FKIP USK
Mulyasa, E. 2004. Implementasi Kurikulum 2004. Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya.
Roestiyah. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Sudjana. 2005. Metode Statitska. Bandung: PT. Tarsit.
Darhim. 1992. Workshop Matematika. Jakarta; Depdiknas.
Djamarah, S. B, 1994. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Jakarta: Usaha
Nasional.
Treffers, A. (1991). Realistic Mathematics Education in The Netherland 19801990. dalam Streeflands (Ed) “Realistic Mathematic Education in Primary
School”. Freudenthal Institute. Ultrecht. The Netherland.
Sardiman. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta; PT. Raja
Grafindo Persada.
47