5. Dokumen Pencatatan: Anak vs Benda
Anak: (belum aktif) dicacat
Negara, (masih tidak) gratis.
Harta pribadi: Aktif
catat sendiri,
dikenakan biaya.
5
6. Status Pencatatan: Anak vs Benda
Anak: Otonomisasi
(Pemkab/Pemko)
Tanah: Sentralisasi
(BPN). Mobil/Motor:
Sentralisasi (Polri)
6
7. Musabab/Kausalnya?
UU Nomor 23 tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan (UU Adminduk).
Penjelasan Umum UU Nomor 23/2006 (alinea 10,
kalimat 1) berbunyi “Pendaftaran Penduduk pada
dasarnya menganut stelsel aktif bagi Penduduk”.
7
8. “stelsel aktif bagi Penduduk” merupakan asas yang
membebaskan/menghilangkan kewajiban Negara (state
obligation) sebagai pihak yang bertanggungjawab
menjamin, melindungi dan memenui hak konstitusional
atas identitas.
Termasuk hak atas kewarganegaraan (nationality), nama
(name) dan hubungan kerabat (family relations);
8
9. Stelsel Aktif pada Penduduk
Penduduk Negara/Pemerintah
9
Aktif melaporkan kelahiran
Aktif menyiapkan dokumen
formal pendukung.
Aktif datang ke Instansi
Catpil.
Aktif mengurus terbitnya
Salinan Akte Kelahiran.
Mengurus “diri” sendiri,
tanpa skim
partisipasi/fasilitasi/bantuan.
Pasif/diam menerima laporan.
Pasif mencatatkan.
Pasif menerima dokumen formal
pendukung.
Pasif menunggu/tinggal di kantor
Instansi Catpil.
Pasif terhadap
keluhan/keterbatasan/ke-tdk-
kemampuan Penduduk.
Mengurus “diri” birokrasi (Catpil)
sendiri.
Tidak ada kewajiban
bantuan/fasilitasi Catpil.
10. Stelsel Aktif pada Penduduk Vs
Penduduk rentan Administrasi
10
Pasal 25 UU Adminduk: Hanya kewajiban pendataan
penduduk rentan administrasi (PRA), bukan/beda
dengan pelayanan Catpil.
Tergelincir dengan asas diskriminasi: karena hanya untuk
Penduduk korban bencana alam.
Penduduk korban bencana sosial.
Orang terlantar.
Komunitas terpencil.
Tidak eksplisit bagi warga miskin, dan aneka PMKS lain.
Hasil akhir dari kewajiban pendataan PRA (Pasal 25:1)
hanya “Surat Keterangan Kependudukan” untuk PRA.
Artinya? TIDAK ADA KEWAJIBAN Pemerintah atas
penduduk rentan ataupun PRA atas Catpil.
11. Stelsel Aktif bagi Penduduk Vs
Penduduk Tidak Mampu
11
Pasal 26 ayat (1) UU Adminduk: Penduduk tidak mampu mendaftar
sendiri pelaporan Peristiwa Kependudukan, DAPAT dibantu Instansi
Catpil atau minta bantuan orang lain.
Makna Norma:
Hanya tidak mampu mendaftar sendiri pelaporan, BUKAN tidak
mampu karena kemiskinan, terisolir, terpencil, bencana, keadaan
darurat, dllsb.
Kata “dapat” bersifat ambigu, bisa “IYA” bisa “TIDAK”.
Norma yang inkonsisten/tidak sinkron, dengan Pasal 25 dan 26
UU Adminduk sendiri maupun konsideran dan hak konstitusional
UUD 1945.
Norma “dapat” ditolak dalam berbagai Jurisprudensi dan pendapat
MK.
12. Batu Uji UUD 1945
Hak anak: Pasal 28B ayat (2) UUD 1945 yang berbunyi “Setiap anak
berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak
atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”;
Hak konstitusional atas kepastian hukum yang adil, Pasal 28D ayat (1)
UUD 1945.
Hak konstitusional atas status kewarganegaraan Pasal 28D ayat (4) Jo
Pasal 26 ayat (1) UUD 1945.
Hak konstitusional mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus
Pasal 28H ayat (2) UUD 1945.
Hak konstitusional untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum
Pasal 28I ayat (1) UUD 1945.
Hak konstitusional atas kewarganegaraan Pasal 26 ayat (1) UUD 1945
yang menganut dan mengakui stelsel pasif bagi warga negara
Indonesia asli.
Hak konstitusional atas HAM (perlindungan, pemajuan, penegakan,
pemenuhan) tanggungjwab Negara terutama Pemerintah.
12
13. Akte Kelahiran dan Kewarganegaraan:
Hak akte kelahiran anak dan pencatatan kelahiran
semenjak dilahirkan, terintegrasi dan satu tarikan
nafas dengan hak atas nama (sebagai hak identitas)
dan hak atas kewarganegaraan, sudah merupakan hak
universal dalam berbagai konvensi HAM internasional
yang utama (major international human rights
instrument).
13
14. Pasal 7 ayat (1) KHA: Anak berhak didaftarkan
kelahirannya segera setelah kelahiran (immediately
after birth).
Pasal 7 ayat (1) KHA: Anak sejak kelahirannya berhak
atas sebuah nama (name), dan sebuah
kewarganegaraan (nationality).
Pasal 8 ayat (1) KHA: Negara peserta menghormati hak-
hak anak mempertahankan identitasnya termasuk
kewarganegaraan (nationality), nama (name) dan
hubungan kerabat (family relation).
14
15. UU 23/2002: Hak atas Identitas
Pasal 5 UU Nomor 23/2002 menentukan bahwa setiap anak
berhak atas (a) nama, dan (b) kewarganegaraan. Pasal 5
UU Nomor 23/2002 berbunyi “Setiap anak berhak atas suatu
nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan”.
Pasal 27 ayat (2) UU Nomor 23/2002 menentukan bahwa
Hak identitas anak dimaksud adalah akta kelahiran. Pasal 27
ayat (2) UU Nomor 23/2002 yang berbunyi “Identitas
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dituangkan dalam akte
kelahiran”;
Pasal 27 ayat (1) UU Nomor 23/2002 menentukan bahwa
identitas anak diberikan sejak kelahirannya.
15
16. Konstitusi HAM
16
Apa artinya ratifikasi konvensi HAM bagi Negara Hukum?
UUD 1945 telah meresepsi prinsip-prinsip dasar HAM
sebagai salah satu syarat dari negara hukum, khususnya
prinsip dasar HAM yang terkait dengan hidup dan
kehidupan dan merupakan simbol atau ikhtiar bangsa
Indonesia dalam konteks menjadikan UUD 1945 menjadi
UUD yang makin modern dan makin demokratis;
[Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, hal 144, diterbitkan oleh Sekretariat Jenderal Majelis
Pemusyawaratan Rakyat, Jakarta, 2005]
17. Rasional Pencatatan kelahiran segera setelah kelahiran
(immediately after birth):
Pencatatan kelahiran merupakan pengumuman resmi
pertama dari Negara terhadap keberadaan seorang anak
(the State’s first official acknowledgement of the child’s
existence). Suatu pengakuan Negara terhadap tiap-tiap
anak, dan pengakuan status hukum anak (child’s status
under the law).
Pencatatan kelahiran suatu elemen esensial bagi
perencanaan nasional untuk anak.
Pencatatan kelahiran dimaksudkan untuk mengamankan
hak-hak anak.
17
18. Maksud asli (original intens) dan landasan filosofis
dari UU Adminduk: Stelsel aktif bagi Negara
Konsideran “Menimbang” huruf a UU Nomor 23/2006 dan
Penjelasan Umum alinea pertama UU Nomor 23/2006 yang
berbunyi:
“bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia
berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 pada hakikatnya berkewajiban
memberikan perlindungan dan pengakuan terhadap
penentuan status pribadi dan status hukum atas setiap
Peristiwa Kependudukan dan Peristiwa Penting yang dialami
oleh Penduduk Indonesia yang berada di dalam dan/atau di luar
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
18
19. Stelsel aktif bagi Penduduk Vs UUD 1945
Asas “stelsel aktif bagi Penduduk” bertentangan
dengan:
Hak atas tumbuh dan berkembang, dan hak perlindungan anak Pasal 28B
ayat (2) UUD 1945;
Hak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus Pasal 28H ayat
(2) UUD 1945.
Hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum Pasal 28I ayat (1)
UUD 1945.
Hak atas atas kewarganegaraan yang dijamin dalam Pasal 28D ayat (4)
Jo. Pasal 26 ayat (1) UUD 1945);
Hak atas kepastian hukum yang adil Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Tidak konsisten dengan landasan filosofis UU Adminduk Konsideran
“Menimbang” huruf a, dan Penjelasan Umum (alinea pertama).
19
20. Inkonsistensi Norma
Konsideran UU
Adminduk
Penjelasan UU
Adminduk
Pasal 3, 4 UU
Adminduk
20
“bahwa Negara Kesatuan
Republik Indonesia berdasarkan
Pancasila dan Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun
1945 pada hakikatnya
berkewajiban memberikan
perlindungan dan pengakuan
terhadap penentuan status
pribadi dan status hukum atas
setiap Peristiwa Kependudukan dan
Peristiwa Penting yang dialami oleh
Penduduk Indonesia yang berada di
dalam dan/atau di luar wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Stelsel aktif bagi
Penduduk.
“Pendaftaran Penduduk
pada dasarnya menganut
stelsel aktif bagi
Penduduk”.
21. Jurisprudensi MK:
21
Berdasarkan jurisprudensi MK bahwa “…Mahkamah
sesuai dengan kewenangan konstitusionalnya , tidak
akan membiarkan adanya norma dalam Undang-
undang yang tidak konsisten dan tidak sesuai
dengan amanat perlindungan konstitusional yang
dikonstruksikan oleh Mahkamah” [vide,
pertimbangan Mahkamah Konstitusi, pada Putusan
Nomor 1/PUU-VIII/2010, hal. 153].
22. 22
Mahkamah Konstitusi sebagai pengawal
konstitusi (guardian of constitution) dan
penafsir konstitusi (the Sole Interpreter of
the Constitution) berwenang melakukan
sinkronisasi norma Undang-undang.
23. Penduduk 0-4 Tahun Menurut Kepemilikan Akte Kelahiran
Sumber: BPS, Susenas 2011
23
24. Persentase Penduduk 0-4 Tahun yang Tidak
Memiliki Akte Kelahiran menurut Alasan
Sumber: BPS, Susenas 2011
Tidak tahu kelahiran
harus dicatat, tidak tahu
cara mengurus dan
merasa tidak perlu
24
26. Fakta Lapangan:
26
Faktanya diakui lebih dari 90% (Sembilan puluh
persen) anak jalanan di Jakarta tidak memiliki akta
kelahiran. Jumlah ini berdasarkan data dari
Kementerian Sosial Republik Indonesia.
27. Pra dan Paska UU Adminduk: Tak ada kemajuan
Pra UU Adminduk Paska UU Adminduk
27
anak-anak Usia 0-4
Tahun yang Memiliki
Akta Kelahiran
menurut Provinsi
(Sensus BPS, 2005)
sebanyak 42,82%.
data Penduduk 0-4
Tahun Menurut
Kepemilikan Akte
Kelahiran, (sumber
BPS, Susenas 2011)
sebanyak 59%.
28. 28
Hak atas kewarganegaraan yang tidak terlepas dan
satu kesatuan dengan hak atas identitas termasuk
hak atas akte kelahiran, sehingga bersesuaian
dengan Pasal 28D ayat (4) Jo Pasal 26 ayat (1) UUD
1945
29. Ancaman Catpil: Clear and Present
29
Ancaman kegagalan Negara melakukan pencatatan kelahiran
anak terbukti dan telah diakui dengan:
Pengakuan Pemerintah cq Menteri Dalam Negeri RI, yang
dibuktikan dengan diterbitkannya Surat Edaran Surat Menteri
Dalam Negeri RI No. 472.11/3444/SJ tanggal 13 September
2011, yang pada pokoknya menentukan bahwa “anak-anak
yang lahir setelah UU No 23/2006 dan belum mengurus akte
kelahiran dapat dilayani dan diterbitkan akte kelahirannya
tanpa penetapan pengadilan”.
Pengakuan Mahkamah Agung dengan diterbitkannya Surat
Edaran Nomor 06 Tahun 2012 tentang Pedoman Penetapan
Pencatatan Kelahiran Yang Melampaui Batas Waktu Satu
Tahun Secara Kolektif, tertanggal 6 September 2012.
30. 30
SE Mendagri menegasikan UU Adminduk.
UU Adminduk tidak efektif karena inkonsisten
dengan UUD 1945.
UU Adminduk gagal sebagai sarana
perekayasaan sosial pencatatan kelahiran.
SE Mendagri wujud dan bukti kegagalan Stelsel
aktif bagi Penduduk.
31. Akte kelahiran dan Kewarganegaraan: hak konstitusional
tak terpisahkan
31
Akte kelahiran dan Kewarganegaraan: Hak Identitas.
Asas kewajiban negara mencatatkan kelahiran dan akte
kelahiran dapat ditemukan apabila menelaah Pasal 26
ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Yang menjadi warga
negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan
orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undang-
undang sebagai warga negara”.
32. 32
Pasal 26 ayat (1) UUD 1945 menganut dan mengakui
stelsel pasif bagi warga negara Indonesia asli, yang
jelas tertuang dalam frasa “Yang menjadi warga
negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli”
dalam Pasal 26 ayat (1) UUD 1945.
Pasal 26 ayat (1) UUD 1945 menganut dan
mengakui stelsel aktif dalam hal pewarganegaraan
(naturalisasi) bagi warga negara asing, yang jelas
tertuang dalam frasa “orang-orang bangsa lain yang
disahkan dengan undang-undang sebagai warga
negara” dalam Pasal 26 ayat (1) UUD 1945.
33. Kewarganegaraan Otomatis=Stelsel Pasif
33
Pasal 26 ayat (1) UUD 1945, frasa “orang-
orang bangsa Indonesia asli”, mengandung
makna bahwa Pasal 26 ayat (1) UUD 1945
menganut asas “Kewarganegaraan
Otomatis”, yakni seseorang menjadi
warga Negara Indonesia dengan
sendirinya secara otomatis.
34. 34
Orang yang menjadi WNI secara otomatis
dibedakan dalam 2 (dua):
(1) Kewarganegaan Otomatis karena sudah memiliki status
WNI. Dirumuskan dalam norma Pasal 4 butir a UU
Kewarganegaraan.
(2) Kewarganegaraan Otomatis karena kelahiran.
Dirumuskan dalam norma Pasal 4 butir b sampai dengan m,
dan Pasal 5 UU Kewarganegaraan.
[vide, Moh. Mahfud MD, “Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu”, Rajawali
Pers, Jakarta, 2010, hal.236].
35. 35
Pencatatan kelahiran dan Akte kelahiran (yang
terintegrasi dengan hak kewarganegaraan sebagai hak
identitas) jika mengacu kepada UUD 1945, jelas
menganut asas “stelsel aktif pada Negara” .
Pasal 26 ayat (1) Jo. Pasal 28D ayat (4) UUD 1945, dan
karenanya tidak beralasan jika UU Adminduk menganut
asas “stelsel aktif bagi Penduduk”.
36. Batas 60 hari: Norma UU Adminduk
36
Pasal 27 ayat 1 UU Adminduk berbunyi “Setiap kelahiran
wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana
di tempat terjadinya peristiwa kelahiran paling lambat 60
(enam puluh) hari sejak kelahiran”.
Tidak jelas apa rasio legisnya?
ada disparitas dalam masyarakat Indonesia (geografis,
ekonomi, informasi), sehingga mengakibatkan akses
berbeda bagi masyarakat.
Biaya dokumen pendukung mahal.
37. Norma batas waktu 60 hari: Penduduk kalah dari
Negara
Negara, memiliki:
Penduduk (tidak
mampu)
37
Kekuasaan.
Wewenang.
Anggaran/keuangan
negara.
Aparatur.
Sistem dan birokrasi.
Tidak ada norma “wajib”
membantu penduduk
tidak mampu.
Tanpa kekuasaan dan
wewenang.
Tak mampu membayar biaya
dokumen formal.
Tak ada bantuan, fasilitasi dan
partisipasi.
Tak ada
pendukung/pendamping sosial.
Dalam keadaan tertentu
terisolir, terpencil, pulau terluar,
akses jauh/sulit.
Pemerintah/Instansi Catpil
hanya “dapat” membantu.
Bukan “wajib” membantu.
38. Norma batas waktu 1 tahun
38
Pasal 32 ayat (1) UU Adminduk berbunyi “Pelaporan
kelahiran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat
(1) yang melampaui batas waktu 60 (enam puluh) hari
sampai dengan 1 (satu) tahun sejak tanggal kelahiran,
pencatatan dilaksanakan setelah mendapatkan
persetujuan Kepala Instansi Pelaksana setempat.”
Pasal 32 ayat 2 UU Adminduk berbunyi “Pencatatan
kelahiran yang melampaui batas waktu 1 (satu) tahun
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan
berdasarkan penetapan pengadilan negeri”
39. 39
Tidak jelas apa rasio legisnya?
Ada disparitas dalam masyarakat Indonesia (geografis,
ekonomi, informasi), sehingga mengakibatkan akses
berbeda bagi masyarakat.
Biaya dokumen pendukung mahal.
Instansi Pencatatan Sipil: hanya di Kabupaten/Kota.
40. Norma batas waktu s.d 1 tahun: Penduduk kalah
dari Negara
Negara, memiliki:
Penduduk (tidak
mampu)
40
Kekuasaan.
Wewenang.
Anggaran/keuangan
negara.
Aparatur.
Sistem dan birokrasi.
Tanpa kekuasaan dan
wewenang.
Tak mampu membayar biaya
dokumen formal.
Tak ada
pendukung/pendamping
sosial.
Dalam keadaan tertentu
terisolir, terpencil, pulau
terluar, akses jauh/sulit.
41. 41
Ketentuan tersebut makin mengancam pemenuhan hak
konstitusional anak atas akte kelahiran, karena:
Pengadilan tidak domein urusan Catpil.
Tidak bebas biaya, justru biaya mahal.
Prosedur dan acara yang tidak sederhana.
Norma yang berorientasi kepastian hukum (lewat
Penetapan PN), namun menimbulkan kepastian hukum
yang tidak adil.
42. Norma Denda: Hak konstitusi dikenakan denda?
42
Pasal 90 ayat (1) UU Nomor 23/2006 yang berbunyi
“Setiap penduduk dikenai sanksi administrasi berupa
denda apabila melampaui batas waktu pelaporan
peristiwa penting dalam hal …”.
Denda adalah bentuk hukuman administrasi, yang
membedakannya dengan hukuman pokok (pidana).
Hukuman, pada hakikatnya ancaman atas perbuatan salah.
Tidak melaksanakan atau lalai melaksanakan hak atas pencatatan
kelahiran bukan kualifikasi kesalahan.
Tidak dapat dijalankan, namun membebani penduduk.
43. 43
“Ancaman sanksi” merupakan bentuk pengalihan keasalahan
tanggung jawab pemerintah kepada masyarakat, akibat absennya
peran pemerintah untuk pemenuhan HAM sesuai Pasal 28I ayat (4)
UUD 1945 “Perlindungan, pemajuan, penegakan,dan pemenuhan
Hak Asasi Manusia adalah tanggung jawab negara, terutama
pemerintah”.
“AncamanSanksi” merupakan bentuk kriminalisasi, yang tidak logis
karena Negara/Pemerintah justru “tidak berbuat sesuatu” karena
adanya kesenjangan masyarakat atas akses pelayanan, geografis
sulit terjangkau, kemiskinan ekonomi, sehingga terhalang
memperoleh hak akte kelahiran.
44. 44
Perbuat yang dipidana, atau kriminalisasi adalah
karena adanya Kesalahan.
Dengan dalil hak konstitusional atas akte kelahiran
dalam UUD 1945, tidak ada Kesalahan (pebuatan
terlarang) dalam hal anak/penduduk belum
memperoleh akte kelahiran.
Justru kegagalan Pemerintah melaksanakan HAM
(pasal 28I ayat 1 UUD 1945) dan hak konstitusional
atas akte kelahiran.
Oleh karena itu: TIDAK ADA ALASAN norma
ancaman sanksi dalam UU Pasal 90 ayat (1)
Adminduk.
45. Batas waktu dan sanksi Vs Konstitusi
45
Norma batasan waktu (60 hari, 60 hari s.d 1 tahun;
lewat 1 tahun) dan Norma Sanksi Denda) dalam UU
Adminduk, TIDAK DAPAT diberlakukan kepada
Penduduk, karena:
Norma UU Adminduk, Pemerintah bertindak Pasif.
Norma Pasal 25 dan 26 UU Adminduk, Pemerintah
tidak dikenakan Kewajiban membantu, memfasilitasi
dan melayani Penduduk dalam Catpil.
Tidak adil atau Kepastian hukum yang tidak adil
(melanggar Pasal 28D ayat 1 UUD 1945) , jika UU
Adminduk menormakan “batas waktu” dan “sanksi
denda” atas lewat batas waktu.
46. Semangat: menuju “Catpil Baru”.
46
Seperti memantikkan api di tengah angin ribut dan
badai salju, begitulah ibarat menghidupkan stelsel
aktif Pemerintah di tengah hukum yang disorientasi
konstitusi.
Syukurlah kita disemangi oleh Rumi: “Hingga setiap
kali angin mengguncang dahan, (ia) berkenan
menjatuhkan buah di atas orang itu dan
(memberinya) bekal perjalanan”.
Ihtiar apapun tak melulu menciptakan hasil,
kerapkali hanya menciptakan SEBAB yang membuat
maju dan mengubah keadaan.