5. Sepotong Hati untukmu… | 5
‘Sepotong Hati’ untuk Sebuah Cita-cita
“Berawal dari kata, peristiwa besar bisa terjadi.
Berawal dari kata, perubahan-perubahan mengejutkan bisa
mengguncang hati.
Berawal dari kata pula, seorang yang keras bisa lunak hatinya.
Sebaliknya, orang baik-baik bisa berubah menjadi orang yang
rusak karena mendengar, mencerna atau membaca tulisan yang
merusak hati dan pikiran..”
(Inspiring Words for Writers)
Yahudi, mengapa mereka berprestasi? Begitulah pertanyaan
yang diajukan KH. Toto Tasmara melalui judul bukunya. Tentu
buku itu tidak mengajak kita untuk mengagumi dan mengikuti
orang Yahudi. Tidak! Yang perlu kita contoh dari Yahudi adalah
semangatnya. Biarpun jumlahnya hanya sedikit tapi mereka bisa
mengendalikan dunia ini. Biarpun secara kuantitas mereka sedikit,
namun secara kualitas tidak ada lagi yang meragukan mereka.
6. 6 | I k h w a h L i d a h
Seharusnya ini patut ditiru para aktivis da’wah, dimana
jumlah mereka sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah
orang yang harusnya didakwahi. Di manapun itu, baik di kampus,
kampung, parlemen, pasar dan tempat lainnya, selalu saja jumlah
para penyeru kebaikan itu lebih sedikit. Namun biarpun demikian,
kita harus optimis bahwa kita juga bisa memenangkan dakwah ini.
Syaratnya hanya satu: sabar. Ya, sabar. Sebab kesabaran itu lah
yang akan menguatkan kita untuk terus menapaki jalan dakwah ini.
“Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat
mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah
beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah [2]: 249)
Ada satu hal yang mengejutkan ketika saya membaca buku
Inspiring Words for Writers yang ditulis Ustadz Mohammad Fauzil
Adhim. Bahwa, Negara Yahudi Raya yang begitu kejam itu, berdiri
hanya karena sebuah buku tipis yang bertajuk Der Judenstaat (The
Jewish State) dan satu novel menggugah yang berjudul Altneuland
(Old New Land). Keduanya ditulis Benyamin Se’eb alias Theodore
Herzl. Kedua buku itu mengharu biru manusia-manusia Yahudi
sehingga mereka menyatukan langkah dalam meraih cita-cita yang
sama: sebuah negara Yahudi yang kelak bernama Israel.
Cita-cita kami untuk memenangkan dakwah kampus pun
ingin kami mulai dengan ‘kata’. Sebab, sebagaimana kata pemikir
7. Sepotong Hati untukmu… | 7
dan pemimpin pergerakan Islam di India, Abul Hasan Ali Al-
Hasani An-Nadawai, bahwa “Kata adalah sepotong hati”. Maka
ketika syura evaluasi akhir tahun, kami sepakat membuat program
“Semangat Lima Halaman”. Maksudnya, semua pengurus Muslim
Youth Club wajib menulis essai, renungan, motivasi, kisah-
hikmah, atau apapun namanya yang penting tulisan sebanyak lima
halaman. Kriterianya sederhana: tulisan tersebut harus bisa
menggugah dan menggerakkan kader untuk terus berdakwah.
Ada beberapa pertimbangan kenapa kami memilih ‘sepotong
hati’ untuk menjadi kenang-kenangan. Pertama: sebagaimana kata
Mark Levy, penulis Accidental Genius, bahwa menulis bagaikan
merekam jejak-jejak pikiran. Dan bagi kami, ‘semangat lima
halaman’ ini bukan saja merekam jejak-jejak pikiran para senior,
namun juga merekam jejak-jejak dakwah yang ada di kampus
Unesa beberapa tahun terakhir ini.
Kedua: untuk menunjukkan identitas kami. Maraknya gerakan
yang ada di kampus, menjadikan mahasiswa sulit untuk
membedakan gerakan satu dengan yang lainnya. Dan ini adalah
upaya kami untuk menunjukkan identitas. Seperti kata Sindhunata,
“Menulis adalah pergulatan hidup dalam intinya yang terdalam,
semacam upaya untuk menemukan identitas kita yang paling
orisinal.”
8. 8 | I k h w a h L i d a h
Terakhir, dan ini yang paling penting, adalah memberi
semangat para kader dakwah kampus Unesa pada khususnya, dan
seluruh ADK di Indonesia pada umumnya. Semangat untuk apa?
Tentunya semangat untuk terus berdakwah. Dan juga semangat
untuk mulai berkarya, sekecil apapun itu. Semoga yang kecil itu
diberi barakah oleh Allah.
O, ya. Karena jumlah tulisan pengurus masih sedikit, maka
kami juga meminta beberapa orang yang kami anggap bisa untuk
menulis. Kami haturkan Jazaakumullah khoiri jazaa’ kepada
teman-teman yang meluangkan waktunya untuk menulis. Semoga
mendapat balasan yang terbaik menurut Allah..
Alhamdulillah.. Mungkin kata itulah yang seharusnya kami
ucapkan pertama kali. Segala puji hanya untuk Allah. Tulisan
sederhana ini tidak akan pernah ada jika bukan karena rahmat dan
karunia-Nya. Dan shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada
Nabi Muhammad saw yang telah membimbing kita sehingga
berhasil menapaki jalan yang diridhoi Allah swt.
Sebagaimana diriwayatkan Imam Tirmidzi, “Siapa yang tidak
pandai bersyukur (berterima kasih) kepada manusia, berarti ia
belum bersyukur kepada Allah.” Maka dalam kesempatan kali ini
pun kami ingin menyampaikan terima kasih yang tak terhingga
9. Sepotong Hati untukmu… | 9
kepada para murabbi kami: Ustadz Sobikh, Ustadz Nailul, Pak
Amir, Pak Wendi, dan Ustadz Bahtiar. Baarakallahu fiikum.
Tidak lupa kepada Our Brother yang berada jauh di negeri
seberang: Mas Suwandi. Syukran katsir telah meluangkan waktu di
tengah kesibukannya mengajar di Negeri Jiran. Dan juga kepada
mas-mas dan mbak-mbak pengurus 2011 yang baik hati: Mas
Farich, Mas Ribeh, Mas Agus, Akh Taufiq, Mbak Dian, Mbak
Tina, Mbak Indah, Mbak Nisa’, Mbak Nur Arofi, Mbak Pifa, Mbak
Lestari, Mbak Hefi, Mbak Moza, Mbak Ismi, Mbak Laila, dan
Mbak Ika, afwan jika kami sedikit memaksa. Dipaksa pun yang
menulis cuma beberapa saja, hehe..^_^. Jazaakumullah khoiron
katsira..
Salam juga kepada para ukhayyah yang telah berkenan
mendukung—dan juga mengirim—‘semangat lima halaman’:
Dyah Retna, Anik Andri, Nike, dan Yulianti. Tidak lupa kepada
para mujahid(ah) Klub Dakwah Kampus yang ada di Al-Farisi,
Zam-Zam, Al-Aqsho, Al-Khonsa, Al-Banna, Nabila, dan Haqqiya.
Afwan tidak bisa menyebut namanya satu persatu. Ayo jadikan
Unesa menjadi kampus madani.
Dan kepada para aktivis dakwah kampus di berbagai penjuru
negeri ini, mari kita nyanyikan Lagu Sarasehan Nasional ADK
1432,
10. 10 | I k h w a h L i d a h
Wahai kawan ADK Indonesia
Mari bersatu membangun nusantara
Satukan iman di dalam islam
Menjunjung ibu pertiwi
Akhirnya, sebagaimana judulnya, ‘Sepotong Hati’ Untukmu…
Mahasiswa, maka mungkin isi dari buku ini pun hanya potongan-
potongan yang tidak utuh dan banyak kekurangan. Kami nantikan
tanggapan, saran dan kritik yang baik dari saudara untuk buku ini
di facebook Klub Da’wah Kampus Unesa atau email di
ikhwahlidah@yahoo.com. Semoga Allah senantiasa memudahkan
semua upaya kita untuk memperoleh keridhaan-Nya.
“Jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan
menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS. Muhammad
[47]: 7)
Surabaya, 1 Jumadil Tsani 1433
Editor 1
11. Sepotong Hati untukmu… | 11
DAFTAR ISI
Pengantar Editor: ‘Sepotong Hati’ untuk Sebuah Cita-cita
1. Beginilah seharusnya pemuda
MY Me I
Pemuda Dewasa
Pemuda Berkarakter
2. Saatnya Untuk Berdakwah
Mengukir Cerita Dakwah
Kita dan Anak Kecil Itu
Siapakah Hudzaifah Baru
3. Menikmati Dakwah kampus
Menikmati Dakwah di Kampus
Say Yes to Dakwah
Terkadang Semua Itu Butuh Paksaan
Nuansa Bening di Jingganya Langit-MU
4. Selalulah di Jalan Ini
Yang Tidak Terpengaruh
Teruslah di Jalan Ini
Antara Rekrutmen dan Dakwah
Give up? No Way!
12. 12 | I k h w a h L i d a h
Kuliah di Jalan Cahaya
5. Menjalin Ukhuwah
Indahnya Ukhuwah
Kakak, Ajak Aku Terbang
Tunjukkan Dirimu Saudaraku
6. Inilah Yang Akan Menguatkan Kita
Di Majlis Iman Kita Berhenti Sejenak
Setiap Momen Dari Hidup Kita Adalah Up-Grading
Islam di Dadaku
7. Profil Penulis
13. Sepotong Hati untukmu… | 13
BAB I
Beginilah Seharusnya Pemuda
Ketika orang berkata
Siapa dia pemuda itu?
Yang dimaksud itu adalah aku
Sebab aku tak pernah malas dan bersikap bodoh
(Tharfah bin al-‘Abd)
15. Sepotong Hati untukmu… | 15
MY Me I
“Para pemuda yang bersifat Islam adalah suatu hal dan para
pemuda tanpa Islam adalah suatu hal yang lain dan tidak ada apa-
apa selain dari itu.
Para pemuda dengan Islam berarti pemberi kebaikan dan
pembinaan dan yang tanpa Islam ialah celaka dan bala'.”
(Fathi Yakan, Generasi Muda dan Perubahan)
Awal abad XX, Mesir dan dunia islam lainnya -termasuk
Indonesia- banyak yang berada dalam keterjajahan dan penindasan.
Akibatnya, umat ini berada dalam kebodohan, kemiskinan,
keterbelakangan, dan kerusakan sosial. Umat ini begitu jauh dari
nilai-nilai islam.
Di tengah lingkungan seperti itulah Hasan Al-Banna tumbuh.
Ia risau. Ia ingin membangkitkan kejayaan islam kembali. Maka ia
melakukan pengamatan panjang terhadap kondisi umat yang
akhirnya sampai pada suatu kesimpulan bahwa: "Umat harus
16. 16 | I k h w a h L i d a h
kembali bangkit. Namun aset umat ini untuk kembali bangkit telah
terkuras habis, kecuali satu: Itulah pemuda!!!.”
Yang muda Lebih Perkasa
Dengan berbagai alasan, sekitar 80-an orang munafik
menghindari mobilisasi perang tabuk. Menjelang kedatangan
Rasulullah dari perang yang disebut Al-Qur'an sebagai "sa'atul
'usrah" (saat-saat sulit), mereka telah menunggu Beliau di masjid.
Mereka menyampaikan berbagai dalih, alasan dan argumen sebab-
sebab ketidakikutsertaannya dalam perang tersebut. Mereka
memohon kepada Rasulullah agar beliau memohonkan ampun
kepada Allah. Maka sesuai dhohirnya Rasulullah menerima alasan
itu.
Tapi tidak dengan Ka'ab bin Malik. Kader yang ditarbiyah
oleh Rasulullah dan termasuk jajaran sahabat terhormat, penulis
wahyu, serta tak pernah absen dalam setiap pertempuran -kecuali
perang badar- mengajukan kalimat terang dan jujur. Ia mengaku
tak memiliki alasan untuk tidak mengikuti perang tersebut. Ia
mengalahkan dirinya sendiri dan memenangkan keimanan atas
dusta dan kemunafikan. "Adapun orang ini, maka ia telah berkata
benar," begitu kata Rasul mengenai Ka'ab. Kemudian Beliau SAW
berkata kepada Ka'ab, "Wahai Ka'ab, berdirilah, sampai Allah
memutuskan sesuatu untukmu." Sejak saat itu pun Ka’ab beserta
17. Sepotong Hati untukmu… | 17
dua orang sahabatnya, Murarah bin Rabiah dan Hilal bin Umayah,
mendapat hukuman pemboikotan sosial.
Dunia terasa sempit bagi mereka. Murarah dan Hilal terus
mengurung diri mereka. Dan Ka’ab, yang paling muda di antara
mereka, tetap pergi ke pasar, masjid, dan tetap bersosialisasi
dengan kaum muslimin lainnya. Biarpun sapaan diabaikan, senyum
dibalas keberpalingan, dan salam tidak dijawab, tapi Ka’ab tidak
mengikuti jejak kedua sahabatnya. Ia tetap berbaur dengan kaum
muslimin lainnya.
Tatkala ada seorang sahabat yang memberi tahu Ka’ab bahwa
Rasulullah memerintahkannya untuk menjauhi istrinya, ia segera
menyuruh istrinya untuk pulang ke rumah keluarganya. Sementara
istri Hilal minta keringanan kepada Rasulullah agar ia tetap bisa
melayani keperluan Hilal, karena sudah tua.
Itulah sekelumit contoh bahwa yang 'muda' lebih tangguh
daripada yang tua. Sebagai orang yang paling muda di antara
ketiga sahabat yang tidak ikut perang Tabuk, Ka’ab menunjukkan
ketangguhannya sebagai anak muda. Ia tetap berbaur dengan kaum
muslimin di saat kedua sahabatnya hanya bisa menangisi
kesalahannya dan mengurung diri di rumah.
Penggerak Roda Kejayaan Umat
18. 18 | I k h w a h L i d a h
Roda kejayaan umat ini tak akan melaju dengan cepat apabila
digerakkan oleh anak-anak yang terlalu belia. Tenaga mereka
masih terlalu lemah untuk menggerakkan roda kejayaan itu,
sehingga lajunya pun lambat. Tidak juga orang tua. Karena
kekuatan mereka mulai luntur seiring bertambahnya usia. Mereka
tak lagi sekuat seperti tatkala masih muda.
Seperti mentari yang menyinari bumi. Pagi yang cerah adalah
anak-anak yang penuh ceria. Siang terik yang panas ibarat
kekuatan pemuda yang sedang membara. Dan memasuki senja,
sinar sang surya akan kembali lemah; persis seperti manusia bila
sudah tua. Kekuatan mereka kembali melemah. Dalam bahasa Al-
Quran, mereka dikembalikan ilaa ardalil 'umur (sampai usia yang
paling lemah).
Mimpi kaum muslimin untuk membebaskan konstantinopel
akhirnya tercapai delapan ratus tahun kemudian oleh pasukan
Utsmaniyah yang dipimpin seorang pemuda berusia 23 tahun,
Muhammad Al-Fatih. Dan Tanah Suci Palestina akhirnya dapat
dibebaskan dari cengkraman pasukan salib melalui kepemimpinan
seorang pemuda juga, Shalahuddin Al-Ayyubi.
Dua peristiwa besar yang tercatat dengan tinta emas sejarah
tersebut ditorehkan oleh para pemuda. Maka tidak berlebihan kalau
ada seorang penyair yang mengungkapkan, "Inna fii yadisy
syubbaaniamrol ummati, wa fii aqdaamihim khayaataha"
19. Sepotong Hati untukmu… | 19
(Sesungguhnya di tangan para pemuda ada urusan suatu umat, dan
di kakinya ada kehidupan suatu umat).
Bukan Sekedar Pemuda
Generasi muda, kata Herry Nurdi, adalah bahan baku utama
sebuah peradaban, di mana pun dan di zaman apapun. Potensi-
potensi muda ini jika diolah dan dipelihara akan menjadi bahan
bakar perjuangan. Para pemuda adalah besi-besi yang siap ditempa.
Adapun para empu yang menempanya haruslah ulama-ulama yang
membaktikan hidupnya untuk tujuan akhirat, bukan tujuan dunia.
Seperti Muhammad Al-Fatih. Sejak kecil, ia berada dalam
bimbingan Syaikh Aaq Syamsuddin. Mufti di istana sultan Murad
itulah yang menempa dan mendidiknya, sehingga ia menjadi
pemuda islam yang militan. Begitu pula dengan Shalahuddin Al-
Ayyubi. Ia lahir di masa khalifah Nuruddin Zanki, seorang khalifah
yang menempatkan pendidikan sebagai prioritas utama dalam
pembangunan masyarakatnya. Bukan hanya dalam hal keilmuan,
tapi juga militer. Maka tumbuhlah Shalahuddin menjadi pemuda
islam yang matang nan perkasa. Tak hanya dalam soal fisik, tapi
juga matang dalam bidang keilmuan, tsaqofah, akhlak, dan akidah.
Dari sinilah akhirnya kita dapat memahami, mengapa Imam
Hasan Al-Banna suatu ketika mengungkapkan, "Perbaikan suatu
20. 20 | I k h w a h L i d a h
umat tidak akan terwujud kecuali dengan perbaikan individu, yang
dalam hal ini adalah pemuda."
Bangkitlah Para Pemuda Islam
Jika hanya sebatas pemuda, maka mayoritas penghuni bumi
ini adalah anak-anak muda. Tapi yang dibutuhkan umat ini tidak
hanya pemuda. Tidak! Umat ini membutuhkan lebih dari seorang
pemuda. Dan yang dibutuhkan umat saat ini adalah bangkitnya
'pemuda islam'. Yang dalam bahasa inggrisnya bisa disebut
''Moslem Youth" (MY). Ya, yang kita butuhkan saat ini adalah
"MY" yang ideal. Yaitu pemuda islam yang memiliki kepribadian
utuh, memiliki visi dan misi dalam hidup serta nilai-nilai yang
membentuk paradigma, mentalitas dan karakter secara islam. Dan
yang terpenting: mau berjuang demi kejayaan islam.
Bangkitlah para pemuda... karena di tangan kalianlah urusan
umat ini akan dapat terselesaikan. Dan di kaki kalianlah hidup
matinya umat ini. Bangkitlah para pemuda..!!! jika kalian bangkit,
saya yakin, bahwa tidak lama lagi umat ini akan mengalami
kejayaan. Karena saya percaya, "Moslem Youth Membawa
kejayaan Islam".. InsyaAllah.. Aamiin..
21. Sepotong Hati untukmu… | 21
Pemuda Dewasa
“Jangan lihat hidup dari fenomena-fenomena, tapi lihatlah hidup
dari hakikat....”
(KH. Rahmat Abdullah)
Zaman kini telah berubah era digital. Segalanya serba digital.
Bahkan ada beberapa pemuda di negeri ini, yang tergabung dalam
komunitas bernama Indonesia Optimis, membuat gagasan upacara
bendera digital. Jika dulu orang lahir tidak membawa apa-apa,
maka kini, kata Rhenald Kasali, seorang lahir dengan membawa
mouse di tangan kanannya.
Di era digital ini segala informasi, berita, ratapan, curahan
hati, motivasi, nasihat dan lain sebagainya berseliweran di sekitar
kita. Begitu mudah kita memperoleh sebuah ilmu pengetahuan.
Jika dulu Imam Bukhari harus berjalan berbulan-bulan untuk
memperoleh satu hadits, maka kini dengan sekali klik bisa
mendapat puluhan bahkan ratusan hadits bahkan lebih dari itu.
22. 22 | I k h w a h L i d a h
Di tengah banjirnya ilmu dan pengetahuan itu, tentu banyak di
antaranya yang bertentangan. Di sana lah bertemu semua gagasan
dan pemikiran yang ada. Mulai dari yahudi, nasrani, alim ulama,
free thinker, kejawen, kiai mbeling, generasi alay lebay, dan lain
sebagainya. Maka istilah Ghozwul Fikr (Perang Pemikiran) benar-
benar menemukan tempat yang cocok di sana. Di saat itu lah
diperlukan ‘kedewasaan’ berpikir bagi para pemuda.
Menurut para psikolog, bahwa tahap-tahap perkembangan
kejiwaan dan alam pikiran manusia dalam menilai suatu ide atau
pemikiran, umumnya melalui tiga fase. Fase pertama, menilai baik
buruknya suatu ide dengan kebendaan (materi) atau berdasarkan
pada panca indera yang timbul dari kebutuhan-kebutuhan primer.
Golongan pertama ini mengukur baik buruknya suatu ide,
pemikiran, gerakan dan hal lainnya dengan ukuran materi. Jika
gerakan dan pemikiran itu mampu memberikan materi, kesenangan
(bukan kebahagiaan) dan hal-hal lain yang bisa ‘dinikmati’ maka ia
akan segera mengikuti gerakan dan pemikiran tersebut. Dan saya
menyebut fase ini sebagai ‘fase anak-anak’. Dan para pemuda yang
masuk kategori ini adalah pemuda yang kekanak-kanakan. Atau
dalam bahasanya Ustadz Fauzil Adhim, “Bayi yang berkumis dan
berjenggot rapi”
Fase kedua, menilai suatu ide, pemikiran atau gerakan atas
keteladanan yang diberikan oleh seseorang, dan atau tidak terlepas
23. Sepotong Hati untukmu… | 23
dari penjelmaan dalam diri pribadi seseorang. Suatu ide, gerakan
ataupun pemikiran akan dianggap baik jika tokoh yang ia ikuti
yang melakukannya. Atau paling tidak tokoh tersebut telah menilai
baik terhadap ide, gerakan atau pemikiran tersebut. Dan ia menjadi
jelek jika dinyatakan jelek oleh tokoh tersebut. Saya menyebut fase
ini sebagai ‘fase remaja’ karena seorang remaja biasanya akan
mudah sekali terpengaruh dengan teman dan lingkungannya.
Orang-orang yang tahap perkembangan pemikirannya masih
berada pada fase pertama adalah orang yang materialis. Orang
materialis ini mengukur segala sesuatu dengan kebendaan saja.
Fase kedua adalah orang-orang yang Taqlid, yaitu orang yang
mengikuti sesuatu namun tidak mengetahui dasarnya. Orang-orang
seperti itu biasa disebut membebek/mengekor. Ia akan hengkang
dan mencampakkan sebuah gerakan atau tak memercayai suatu
pemikiran jika tokoh yang diikutinya tidak lagi sepaham terhadap
pemikiran yang terdapat berada dalam gerakan tersebut.
Ketika Perang Uhud, ada sekelompok kaum muslimin yang
segera meninggalkan medan pertempuran ketika mendengar berita
bahwa Rasulullah SAW wafat. Padahal berita tersebut hanyalah
berita bohong yang dihembuskan kaum musyrikin untuk
melemahkan barisan orang beriman. Dan apa yang mereka lakukan
itupun berhasil, karena ternyata ada juga pasukan kaum muslimin
yang terpengaruhi berita tersebut. Kejadian seperti ini muncul
24. 24 | I k h w a h L i d a h
karena pandangan sebagian kaum muslimin terhadap suatu ide
(keyakinan) -pada waktu itu- baru sampai fase kedua. Maka Al-
Qur’an pun menegur mereka dengan turunnya ayat 144 dari surat
Ali ‘Imron:
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh
telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah Jika dia
wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)?
Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat
mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan
memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.”
Fase ketiga adalah fase kedewasaan. Dalam fase ini,
seseorang menilai suatu ide didasarkan atas nilai-nilai yang
terdapat pada unsur-unsur ide itu sendiri. Ia tidak terpengaruh
dengan faktor lain yang menguatkan atau melemahkan ide tersebut.
Ia tidak lagi melihat materi dan pribadi di balik ide, pemikiran dan
gerakan tersebut. Ia tidak lagi melihat dari fenomena-fenomena
yang dimunculkan gerakan dan pemikiran, tapi ia melihat pada
hakikat kebenaran sebuah gerakan dan pemikiran.
Di hari-hari semakin banyaknya serangan pemikiran di
kehidupan ini, maka kedewasaan berpikir menjadi sebuah
keniscayaan yang harus dimiliki para pemuda. Dan hanya mereka
yang menyandarkan setiap pandangannya pada Al-Quran dan
Hadis-lah yang akan akan memiliki pandangan imani, yakni
25. Sepotong Hati untukmu… | 25
sebuah pandangan yang tidak lagi melihat hidup dari fenomena-
fenomena tapi pada hakikatnya. Seperti yang telah diwasiatkan
Syaikhut Tarbiyah, “Jangan lihat hidup dari fenomena-fenomena,
tapi lihatlah hidup dari hakikat..”
Sudahkah Anda dewasa..???
Inspirasi:
M. Quraisy Syihab, Membumikan Al-Qur’an
KH. Rahmat Abdullah, Warisan Sang Murabbi
Rhenald Kasali, Cracking Zone
26. 26 | I k h w a h L i d a h
Pemuda Berkarakter
“Seandainya filosof terbesar dunia diminta untuk meringkas solusi
problematika kemanusiaan dalam dua kata, niscaya dia tidak akan
mengatakan lebih dari dua kata ini: keteguhan akhlak”
(Musthafa Shadiq Ar-Rafi’i)
Apa kabar teman-teman yang luar biasa? Semoga senantiasa
dalam naungan Islam dan selimut iman. Alhamdulillah puji syukur
saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah menyatukan dan
mempersaudaran kita semua dalam persaudaraan seiman ini.
Semoga kita senantiasa istiqomah dalam menjaga persaudaraan ini.
Aamiin.
Siapakah pemuda? Kita sering mendengar kata pemuda.
Pemuda selalu diidentikkan dengan kelompok manusia berusia 15
sampai 35 tahun. Apakah hanya sebatas itu saja yang dimaksud
dengan pemuda itu? Pemuda adalah harapan bangsa. Bangsa yang
maju bukan terletak pada orang-orang dewasa melainkan pada
pemudanya. Karena pemuda yang akan mewarisi estafet
27. Sepotong Hati untukmu… | 27
kepemimpinan suatu bangsa. Jika pemuda gagal dalam membentuk
dirinya dan tidak siap dalam membangun bangsa maka suatu
bangsa atau peradaban pasti akan hancur.
Pun demikian halnya dengan kondisi pemuda muslim saat ini.
Pemuda muslim harus bangkit dari keterpurukan dari tipu daya
dunia yang menjerumuskan pada kemaksiatan dan kebodohan.
Terletak pada kita lah masa depan agama dan bangsa ini. Untuk
menjadi pemuda harapan bangsa yang berahlak mulia
membutuhkan usaha untuk mewujudkannya. Pemuda adalah
mereka yang berjuang. Pemuda itu adalah KITA.
Jadilah pemuda yang berkarakter. Karakter dalam islam
didefinisakan sebagai akhlak. Mari kita lihat bagaimana Sang Suri
tauladan kita, Rasulullah Muhammad SAW berakhlak dalam
kehidupan sehari-hari beliau. Semenjak muda beliau sudah
menunjukkan sebagai pemuda yang berakhlak mulia yang
tercermin dalam sifat-sifatnya. Bahkan beliau telah digelari Al-
Amin sebelum diangkat menjadi nabi. Orang yang terpercaya.
Saat ini sedang gencar-gencarnya tentang pendidikan
karakter. Sebagai seorang muslim kita sebenarnya telah
mendapatkan ilmu tentang pendidikan karakter dari Nabi
Muhammad SAW. Hanya saja kadang kita sebagai umat islam
kurang menyadarinya. Lalu bagaimana menjadi mahasiswa
berkarakter?
28. 28 | I k h w a h L i d a h
Pertama, jadilah mahasiswa yang aktif dalam berbagai
kegiatan. Dengan aktif diberbagai kegiatan mahasiswa akan
memiliki wawasan dan pengalaman yang luas yang mungkin tidak
didapatkan di dalam meja perkuliahan. Pengalaman dan wawasan
itulah yang nantinya akan bermanfaat dikemudian hari. Dengan
aktif diberbagai kegiatan kita bisa membangun koneksi dan
jaringan atau kata lainnya kita bisa bersilaturahim dengan saudara-
saudara dan teman-teman yang lain.
Aktiflah di kegiatan yang benar-benar bermafaat. Dalam
mengikuti kegiatan kita harus mempunyai sikap yang profesional.
Jangan beralasan karena ikut kegiatan, kuliah jadi berantakan. Saya
sering menjumpai kasus demikian. Karena alasan banyak kegiatan,
kuliah jarang masuk dan IPK jeblok. Itu sangat tidak dibenarkan.
Kedua, pandai-pandailah mengatur waktu. Mengatur waktu
bukan hal yang mudah jika kita tidak berusaha untuk
melakukannya. Pernah dengar ungkapan ini? “Semua orang punya
waktu sama 24 jam dalam satu hari. Dalam satu hari ada orang
yang mampu memimpin sebuah negeri tapi ada juga yang dalam
satu hari tidak mampu mengatur dirinya sendiri”.
Bagaimana mengatur waktu yang baik? Pertama, buatlah
jadwal kegiatan kita. Dengan membuat jadwal kita akan mampu
menentukan prioritas-priorias kegiatan kita. Kedua, jangan
menghabiskan waktu untuk hal-hal yang kurang bermanfaat seperti
29. Sepotong Hati untukmu… | 29
cangkrukan atau bergadang tanpa manfaat. Bukankah Rasulullah
telah bersabda, “Termasuk dari bagusnya keislaman seseorang
adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat”
Ketiga, milikilah cita-cita dan tujuan yang tinggi. Manusia
yang tidak punya mimpi bagaikan berjalan tanpa arah dan tujuan.
Mimpi adalah kunci untuk menggerakan syaraf dan otot kita untuk
terus bergerak karena cita-cita itulah sebagai penggerak dan
penyemangat dalam perjuangan kita dalam menuju sukses.
Pernah mendengar ungkapan ini? “The dream is not what you
see in sleep but the thing which does not let you sleep (mimpi
bukanlah sesuatu yang kita lihat saat tidur melainkan sesuatu yang
membuat kita tidak bisa tidur).” Apa maknanya? Bahwa mimpi itu
adalah penyemangat saat kita malas dan jatuh. Malas bisa
diidentikan dengan tidur. Sibuk= sithik-sithik bubuk (Sedikit-sedikit
tidur). Termasuk kebiasaan yang kurang baik adalah tidur setelah
sholat Subuh. Kebiasaan yang harus dihindari.
Keempat, milikilah sifat pekerja keras, pantang menyerah dan
sabar. Pekerja keras artinya mau berusaha sekuat tenaga dalam
meraih cita-cita. Kita bisa asalkan kita mau berusaha. Pantang
menyerah mempunyai arti jika kita menemui kesulitan dan
hambatan dalam meraih mimpi itu, namun kita tidak lantas
menyerah begitu saja. Untuk itu, teruslah bergerak hingga kita
mampu meraihnya.
30. 30 | I k h w a h L i d a h
Saya analogikan begini, jika Allah menakdirkan kita meraih
mimpi kita pada saat kita berjalan sejauh 10 kilometer tetapi
ditengah perjalanan kita mendapat ujian dan kita menyerah, apakah
kita akan mendapatkan kesuksesan itu? Tentu tidak.
Mungkin kita sudah pernah mendengar cerita tentang seorang
pendaki yang ingin mendaki sebuah gunung. Ditengah perjalanan
ia bertemu dengan seorang kakek lalu ia bertanya kepada kakek itu
tentang jalan termudah menuju puncak gunung. Pada saat itu
terdapat tiga jalan menuju puncak gunung. Setelah ditunjukkan
jalan pemuda itu berjalan tetapi sampai ditengah pendakian ia
menjumpai jalan berbatu yang amat terjal dan ia pun kembali turun
dan bertanya kepada kakek tadi. Lalu kakek itu menunjukkan jalan
yang lain. Pemuda itu lalu menyusuri jalan itu. di tengah perjalan
ia menjumpai jalan semak belukar yang penuh duri yang tajam dan
ia pun memutuskan untuk kembali. Dan Ia kembali bertanya
kepada kakek tadi. Kakek itu menunjukkan jalan terakhir lalu
pemuda itu bergegas menyusuri jalan itu. ditengah pendakian ia
menjumpai jalan berpasir yang penuh badai. Lalu ia kembali turun
lagi untuk menjumpai kakek itu dan menceritakan apa yang telah ia
alami. Lalu kakek itu menjelaskan bahwa tidak ada jalan yang
mudah untuk mencapai puncak. Semua ada rintangannya dan sama
beratnya pula. Lalu ia bergegas menuju salah satu jalan menuju
puncak dengan penuh semangat dan mantap hingga akhirnya ia
31. Sepotong Hati untukmu… | 31
pun sampai dipuncak gunung. Itulah jalannya, jika kita benar-benar
ingin meraih mimpi-mimpi kita. semua membutuhkan tekad yang
kuat.
Kelima, bergaulah dengan orang-orang yang dekat dengan
Allah dan orang-orang yang mempunyai misi dan visi serta cita-
cita hidup yang sama dengan kita. Orang baik pasti akan memilih
berteman dengan orang yang baik pula dan demikian juga dengan
orang yang buruk akhlaknya juga akan memilih teman yang sama
dengannya. seseorang bisa dilihat bagaimana akhlaknya hanya dari
temannya karena teman adalah cermin dari diri kita.
Teman atau sahabat yang baik adalah mereka yang saling
mengingatkan dalam kebaikan. Dengan bergaul dengan orang yang
mempunyai cita-cita yang sama akan mempermudah kita dalam
meraih cita-cita itu karena kita bisa saling menyemangati, saling
berbagi ilmu dan pengalaman bahkan saling mendoakan satu sama
lain. Tapi bukan berarti orang-orang yang buruk akhlaknya tidak
kita sapa.akan tetapi jadikan mereka sebagai khasanah hidup kita
agar kita semakin tahu tentang mereka dan menjadi pribadi yang
mampu mewarnai. Bukan tidak mungkin orang yang buruk
akhlaknya bisa menjadi baik karena kita ajak menuju kebaikan.
Bertemanlah hanya sebatas pada hal-hal yang pantas saja dan
jangan sampai kita malah yang terseret ke dalam ‘dunia’ mereka.
Itu juga menjadi kunci suksesnya dakwah kita. Apabila kita hanya
32. 32 | I k h w a h L i d a h
berdakwah kepada teman-teman yang sudah bagus agamanya dan
akhlaknya saja, hal itu sangatlah mudah. Tapi bagaimana caranya
agar kita bisa memahami berbagai macam objek dakwah kita
sehingga kita bisa menentukan strategi untuk objek dakwah yang
beraga.
Keenam, berdoalah serta mintalah doa restu dari kedua orang
tua kita. Doa adalah senjatanya orang mukmin. Usaha tanpa doa
adalah sombong dan doa tanpa usaha adalah sia-sia. Dan tinggallah
kita untuk mengamalkan rumus 3M yaitu Mulai dari diri sendiri,
Mulai dari hal-hal kecil dan Mulai dari sekarang juga. Semua cara
dan strategi yang tidak diamalkan ibarat sabit yang tajam tapi tidak
digunakan untuk memotong rumput hingga sabit itupun menjadi
berkarat dan tumpul. Dan akhirnya rumput-rumput itu menutupi
tanah tempat bercocok tanam. Semua terjadi atas kehendak Allah.
Maka mintalah kepada Allah dengan cara berdoa yang sungguh-
sungguh dan bertawakal atas segala kehendak-Nya. Tawakal yang
sempurna ialah apabila kita sudah berusaha dan berdoa.
Wallahua’lam.
33. Sepotong Hati untukmu… | 33
BAB II
Saatnya Untuk Berdakwah
Kamu adalah umat yang terbaik
yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma'ruf,
dan mencegah dari yang munkar,
dan beriman kepada Allah.
(Qs. Ali-‘Imran [3]: 110)
35. Sepotong Hati untukmu… | 35
Mengukir Cerita Dakwah
“Jangan sampai kita meninggal tanpa menghasilkan jejak-jejak
sejarah dalam hidup kita....” (BS. Wibowo)
Dakwah merupakan sebuah fenomena peradaban yang benar-
benar tidak ternilai harganya. Sebagaimana yang telah diteladankan
oleh Rasulullah SAW, dakwah adalah sebuah perkara besar yang
tidak bisa dianggap enteng sehingga bisa dilakukan sambil lalu.
Jauh dari itu semua, dakwah adalah tantangan bagi semua manusia
yang sadar akan kerinduan mendalam terwujudnya sebuah
kehidupan madani dan indahnya kampung akhirat.
Berapa nyawa yang telah ditakdirkan tercerabut dari raganya,
yang malu untuk sekedar merasakan malas, karena kesungguhan
cita-cita besar yang bersenyawa dalam keseharian untuk terus
menjadi pejuang-pejuang Allah. Bahkan jauh dari itu semua,
ghirah yang kemudian mendapatkan apresiasi terbaik itu,
menjadikan manusia yang memilikinya mampu tegar bertahan bak
36. 36 | I k h w a h L i d a h
karang di lautan. Ghirah inilah yang kemudian bertransformasi
menjadi sebuah energi ketaatan yang tiada ternilai harganya.
Jama’ah dakwah ini hanyalah sebuah keluarga sekaligus
organisasi kecil yang dibangun dengan berbagai perencanaan.
Hingga Allah akhirnya mempercayakan bagi sekelompok manusia
untuk berjalan bersama jama’ah tersebut. Menjadi bagian yang tak
terpisahkan dari kesehariannya, menjadi sibuk karenanya, menjadi
lelah karenanya. Semua ini adalah episode yang Allah rencanakan
sebelumnya.
Jama’ah dakwah ini hanyalah sebagian kecil dari sekian
banyak manusia yang beriltizam untuk beramal jama’i, menyeru
sebagian manusia pada kebaikan dan mengingkari thaghut. Bukan
sebuah hal baru. Bukan juga sebuah hal yang patut disombongkan.
Hanya sebuah transformasi dari sebagian kecil mahasiswa muslim
untuk terus berkiprah menjaga sebuah “awal” agar terus mampu
mencetak pejuang-pejuang baru.
Mereka hanyalah sekumpulan manusia, bukan malaikat yang
selalu benar dan patuh. Terkadang rasa capek, lelah dan jumud
(bosan) itu begitu menyiksa. Kembali mempertanyakan di relung
hati yang paling dalam dimana letak komitmen yang pernah
dibangun. Terkadang air mata yang keluar tidak mampu menghibur
rasa malu akan lemahnya diri memikul amanah dakwah ini.
37. Sepotong Hati untukmu… | 37
Terkadang rasa jenuh justru membuat akal menjadi buntu dan
begitu terlarut, sedangkan waktu terus berjalan.
Ibarat sebuah kolam ikan. Ikan didalamnya tidak hanya
berenang dan makan lumut-lumut yang ada di dindingnya. Namun
sekumpulan ikan ini juga ada kalanya saling beradu, saling
berebut, saling bertarung dan kadang kala ada yang terluka.
Mereka saling meneriaki begitu kerasnya hingga salah satu ikan
merasa bosan dan akhirnya pergi. Adapula ikan yang merasa
canggung ketika bertemu temannya yang lain. Merasa sendirian
dan merasa tidak pernah berguna berada di kolam itu.
”Lalu apa yang bisa saya lakukan disini?” tanya seekor ikan.
Nampaknya pemimpin ikan yang ditanya juga tidak memiliki
bahasa yang tepat sehingga membuat sang ikan itu merasa nyaman.
Adapula ikan yang merasa ditinggal oleh kawan-kawannya, begitu
sering ia menyendiri hingga akhirnya merasa terasing. Hal ini terus
saja berjalan. Ada sebagian ikan yang menyadari hal ini. Namun
apa daya, doa yang ia panjatkan kepada Allah ternyata belum
diijabah. Hingga akhirnya ikan yang merasa terasing itu justru
menikmati keterasingannya. Entah kemana……
Namun mereka juga bukan kelompok yang lemah yang
kemudian hanya bisa terdiam, terpaku tak berdaya. Paling tidak
mereka pernah merasakan kebanggan bermanfaat bagi orang lain.
Paling tidak mereka pernah merasakan bahagia karena mampu
38. 38 | I k h w a h L i d a h
berkorban lebih untuk saudaranya. Sungguh, sinar harapan itu
terasa hangat dan suatu hari menampakkan cahanya terbaiknya.
Hingga segala yang hijab (Penghalang) yang menutupnya dari
kemenangan itu akan terhapus sirna.
Sungguh, bergabung bersama tentara Allah dalam
menegakkan syari’at-Nya adalah sebuah kebanggaan. Merasakan
manisnya pengorbanan dalam tiap-tiap episode cinta adalah bagian
yang tidak mampu tergantikan oleh apapun. Setiap zaman memiliki
sejarahnya masing-masing dan tiap sejarah memilih tokohnya.
Maka, setiap pengorbanan akan berbalas kebaikan yang tidak
ternilai harganya di kampung akhirat kelak.
Selamat berjuang kawan! Dimanapun kita berada, semoga
kelak Alloh mempertemukan kita dalam kondisi yang jauh lebih
baik di Jannah-Nya nanti dan bersama meneguk sejuk dan
nikmatnya kebenaran janji Allah. Allahu Akbar…!!!
39. Sepotong Hati untukmu… | 39
Kita dan Anak Kecil Itu
“Seandainya seseorang tidak boleh memerintahkan kebaikan dan
mencegah kemungkaran sehingga ia menjadi orang yang bersih
dari semua dosa, maka tidak ada seorang pun yang
memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran.”
(Sa’id bin Zubair)
Anak kecil itu membaca surat An-Nashr. Begitu merdu ia
membaca. Apalagi logat kekanak-kanakannya semakin membuat
semua orang yang melihatnya menjadi gemas. Idha jaa’a
nashrullahi wal fath, begitu ia membaca. Al-Hajjaj bin Yusuf dan
orang-orang yang melihatnya pun semakin kagum. Tapi mereka
mendadak ricuh ketika anak kecil itu membaca ayat berikutnya, wa
ra’aita an-naasa yahrujuuna fii diinillahi afwaaja. Ia mengganti
kata yadhuluuna (mereka semua masuk) menjadi yakhrujuuna
(mereka semua keluar). Sehingga ayat kedua dari surat Al-Ashr itu
pun artinya berubah menjadi: Dan kamu melihat manusia
berbondong-bondong keluar dari agama Allah.
40. 40 | I k h w a h L i d a h
“Hai anak kecil, bacaanmu keliru. Yang benar adalah, wa
ra’aita an-naasa yadhuluuna fii diinillahi afwaaja,” Begitu Al-
Hajjaj bin Yusuf, seorang panglima yang kejam dan dzolim pada
masanya itu, mencoba membenarkan bacaan anak kecil itu.
Tapi anak kecil itu dengan tegas dan keras mengatakan,
“Tidak! Bacaanku benar, dan engkau lah yang salah. Memang,
dahulu mereka berbondong-bondong masuk islam, tapi kini mereka
semua berbondong-bondong keluar dari agama islam, sebab
kedzolimanmu.”
Ketika membaca kisah tersebut di cover belakang buku Da’i-
da’i Cilik yang ditulis Syekh Nashir Asy-Syafi’i (Judul asli Al-
Athfaal lakin du’at), saya pun tidak bisa menahan diri untuk tidak
membeli buku tersebut. Ternyata, yang kita lakukan selama ini
belumlah seberapa. Terlalu naif jika membandingkan apa yang kita
lakukan dengan yang dilakukan anak itu. Di usia kita yang entah
berapa, dakwah yang kita lakukan ternyata masih jauh jika
dibanding dengan anak kecil itu. Paling tidak ada beberapa hal
yang menjadikan anak kecil itu lebih unggul dari kita.
Pertama, usia. Di usia yang begitu belia, anak itu telah mulai
berdakwah. Coba bandingkan dengan kita, umur berapakah kita
mulai berdakwah? Umumnya kita mengenal aktivitas dakwah itu
saat memasuki perguruan tinggi. Memang, dalam buku tersebut
penulisnya tidak menyebut usia anak kecil itu. Tapi dalam
41. Sepotong Hati untukmu… | 41
Psikologi perkembangan, seseorang itu masih disebut anak-anak
jika usia belum lebih dari 12 tahun.
Kedua, objek atau sasaran dawah. Jika kita melihat di
kalangan aktivis dakwah kampus (ADK) sekarang, umumnya
objek dakwahnya adalah mahasiswa lain yang kesadaran
keislamannya masih kurang. Yang lebih maju mungkin mulai
mengepakkan sayapnya ke kalangan dosen atau masyarakat sekitar
bahkan ada yang sampai lingkup negara. Ke pemimpin? Mungkin
pernah, tapi itu pun kebanyakan melalui demontrasi. Coba kita
bandingkan dengan anak kecil itu. Di usia yang begitu belia, ia
berani melakukan dakwah ke pemimpin yang dzalim lagi kejam.
Ketiga, bekal dakwah. Di usia yang begitu belia, anak itu
telah hafal al-Qur’an. Coba bandingkan dengan kita, berapa ayat
yang telah kita hafalakan. Bahkan hafalan penulis sendiri juga
masih sangat sedikit. Mungkin diantara kita ada yang hafal, tapi
ketika hafal usia kita mungkin tidak sebelia anak tersebut. Sekali
lagi kita kalah dengan anak kecil tersebut.
Kisah di atas hanyalah cermin bagi kita. Agar kita tergugah
untuk mulai berdakwah. Atau kalau sudah mulai meniti jalan
dakwah agar lebih semangat dalam berdakwah. Jangan sampai
karena kisah tersebut kita justru membuat kita lemah dalam
berdakwah. Lemah karena merasa tidak pantas untuk berdakwah.
Percayalah bahwa kita pun harus berdakwah, karena:
42. 42 | I k h w a h L i d a h
Pertama, Maa laa yudroku kulluhu fa laa yutroku kulluhu,
begitu kata kaidah ushul fiqih yang ke-33 dalam buku Mabaadi
Awwaliyah yang ditulis Abdul Hamid Hakim. Artinya: “Sesuatu
yang tidak bisa kita lakukan semuanya maka jangan ditinggal
semuanya.” Misal, ada seseorang yang jumlah tanggungannya itu
lima orang. Ketika waktu pembayaran zakat fitrah ia pun harus
membayar untuk lima orang. Tapi ternyata ia hanya sanggup
membayar untuk tiga orang saja. Maka yang tiga itu harus ia
bayarkan. Tidak bisa ia meninggalkan semuanya atau tidak
membayar zakat sama sekali hanya gara-gara kurang dua orang
saja.
Begitu pun kita dalam berdakwah. Ketika kita baru sadar
untuk berdakwah di usia senja, maka itupun tidak jadi soal. Jangan
sampai karena berdalih “sudah terlalu tua” atau “sudah terlanjur
tidak berdakwah,” kemudian kita tidak berdakwah sepanjang hidup
kita. Tidak ada kata terlambat dalam berdakwah. Justru kita harus
super semangat untuk mengejar ketertinggalan kita dalam
menapaki jalan dakwah.
Kedua, Laa yukallifullahu nafsan illa wus’ahaa, begitu kata
Allah sebagaimana yang termaktub dalam surat Al-Baqarah. Yang
artinya “Allah tidak membebani seseorang melebihi
kesanggupannya.” Kalau kita hanya sanggup berdakwah kepada
teman-teman kita sendiri, maka mari kita lakukan hal itu dengan
43. Sepotong Hati untukmu… | 43
sungguh-sungguh. Tapi jangan sampai kita tidak meningkatkan
kualitas diri dan dakwah kita karena berdalih dengan ayat tersebut.
Sesuai kesanggupan kita adalah batas maksimum dari kemampuan
kita, yaitu sesuai dengan usaha maksimum yang telah kita lakukan.
Jika kita belum berusaha maksimal, maka jangan sekali-kali
berdalih dengan ayat tersebut.
Ketiga, Ballighuu ‘anni wa lau aayatan. Sampaikanlah dariku
walaupun satu ayat, begitu pesan Rasulullah. So, biar pun ilmu kita
tidak seberapa, sampaikanlah! Kalau kita menunggu pintar baru
berdakwah, emang kapan kita pintar? Imam Ghozali bahkan
mengatakan, “Siapa yang mengatakan dirinya telah mengetahui,
sebenarnya dia termasuk orang yang bodoh.” Segera berdakwah,
InsyaAllah ilmu yang kita miliki pun akan ditambah oleh Allah.
Ada satu hal yang cukup sering digunakan orang untuk tidak
melakukan dakwah. Yaitu merasa masih banyak kekurangan,
banyak melakukan kesalahan dan dosa, serta sering melalaikan
kewajiban agama. Padahal, sebagai manusia yang tidak ma’shum,
kita semua pasti pernah melakukan kesalahan dan banyak
berkurang. Keengganan itu sering kali diperkuat dengan firman
Allah yang belum dipahaminya secara benar:
“Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian,
sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal
44. 44 | I k h w a h L i d a h
kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?”
(Al-Baqarah [2]: 44)
“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu
mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar
kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang
tidak kamu kerjakan”. (Ash-Shaff [61]: 2-3)
Suatu ketika seorang berkata kepada Al-Hasan,
“Sesungguhnya Fulan tidak mau memberi nasihat seraya berdalih,
“Aku takut mengatakan sesuatu yang tidak aku laksanakan.”
Al-Hasan menjawab, “Siapakah di antara kita yang yang
mampu melaksanakan apa-apa yang ia katakan? Setan ingin
menguasai orang ini, sehingga tidak ada seorang pun yang akan
memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran.”
Al-Hasan benar. Jika kita menunggu baik untuk memulai
berdakwah, mungkin di dunia ini tidak ada orang yang berdakwah.
Dalam sebuah riwayat Rasulullah bersabda, “Perintahkanlah yang
ma’ruf meskipun kamu belum mengamalkannya, dan cegahlah
kemungkaran meskipun kamu belum meninggalkan
seluruhnya.” (Dihasankan Imam As-Suyuthi dalam Al-Jami’ush
Shaghir [8177] diriwayatkan dari banyak jalur diantaranya riwayat
Ibnu Abi Dunya dari Abu Hurairah dan riwayat Thabrani dari
Anas. Masing-masing memiliki kelemahan, namun riwayat itu naik
45. Sepotong Hati untukmu… | 45
ke peringkat hasan lighoirihi sebab saling menguatkan. Arba’in
Da’awiyah no: 13)
Memerintah pada kebaikan dan mencegah kemungkaran
adalah suatu kewajiban seorang muslim. Begitu pun dengan
mengerjakannya. Sebagaimana koidah ushul fiqih di atas, maka
kita tidak bisa meninggalkan salah satunya, dengan beralasan
belum bisa melakukan keduanya. Lebih baik kita melakukan salah
satunya dari pada tidak melakukan kedua-duanya.
Akhirnya, bagaimanapun kondisi kita, jika kita senantiasa
memerintah pada kebaikan dan mencegah kemungkaran, serta
memberikan nasihat pada orang lain, maka kita akan lebih
berpeluang untuk menjadi lebih baik. Sebab, sebagaimana
Kulwit@salimafillah, “Menjadi da’i adalah memperbaiki diri; agar
lebih mudah dinasihati; sebab telinga sendiri lebih dekat dari pada
milik sesama.”
“Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani (orang-
orang yang sempurna ilmu dan ketakwaannya kepada Allah),
karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu
tetap mempelajarinya” (Ali ‘Imraan [3]: 79)
46. 46 | I k h w a h L i d a h
Siapakah Hudzaifah-Hudzaifah Baru Itu?
“Diperlukan suatu hentakan yakin yang akan melahirkan
keberanian, keteguhan, dan kesabaran, bertolak dari jaminan yang
tak pernah lapuk.”
(KH. Rahmat Abdullah)
Dalam buku Rijaal Khaular Rasuul, Khalid Muhammad
Khalid menceritakan sepenggal kisah Saat perang Khandaq:
Ketika itu malam gelap gulita dan menakutkan, sementara
angin topan dan badai meraung dan menderu-deru, seolah-olah
hendak mencabut dan menggulingkan gunung-gunung sahara yang
berdiri tegak di tempatnya. Dan suasana di kala itu mencekam
hingga menimbulkan kebimbangan dan kegelisahan, mengundang
kekecewaan dan kecemasan, sementara kelaparan telah mencapai
saat-saat yang gawat di kalangan para sahabat Rasulullah SAW.
Maka siapakah ketika itu yang memiliki kekuatan, apa pun
kekuatan itu, yang berani berjalan ke tengah-tengah perkemahan
musuh di tengah-tengah bahaya besar yang sedang mengancam,
47. Sepotong Hati untukmu… | 47
menghantui dan memburunya, untuk secara diam-diam menyelinap
ke dalam, yakni untuk menyelidiki dan mengetahui keadaan
mereka?
Rasulullah menawarkan tugas ini kepada para sahabat dan
menanyakannya hingga tiga kali tapi tidak ada satupun dari barisan
para sahabat yang berani berdiri. Mereka ketakutan. Maka
Rasulullah SAW memilih di antara para sahabatnya, orang yang
akan melaksanakan tugas yang amat sulit ini! Dan tahukah anda,
siapa kiranya pahlawan yang dipilihnya itu...?
Itulah dia Hudzaifah ibnu Yaman Radhiyallahu 'Anhu.
Ia dipanggil oleh Rasulullah SAW untuk melakukan tugas,
dan dengan patuh dipenuhinya. Dan sebagai bukti kejujurannya,
ketika ia mengisahkan peristiwa tersebut dinyatakannya bahwa ia
mau tak mau harus menerimanya. Hal itu menjadi petunjuk, bahwa
sebenarnya ia takut menghadapi tugas yang dipikulkan atas
pundaknya serta khawatir akan akibatnya. Apalagi bila diingat
bahwa ia harus melakukannya dalam keadaan lapar dan timpaan
hujan es, serta keadaan jasmaniah yang amat lemah, sebagai akibat
pengepungan orang-orang musyrik selama satu bulan bahkan lebih.
Sebagai seorang yang beriman, mujahid Allah, ia menerima
tugas tersebut tak peduli betapapun takut dan lemahnya diri. Dan
sungguh, peristiwa yang dialami oleh Hudzaifah malam itu, amat
48. 48 | I k h w a h L i d a h
menakjubkan sekali. Ia telah menempuh jarak yang terbentang di
antara kedua perkemahan dan berhasil menembus kepungan, lalu
secara diam-diam menyelinap ke perkemahan musuh. Ketika itu
angin kencang telah memadamkan alat-alat penerangan pihak
lawan hingga mereka berada dalam gelap gulita, sementara
Hudzaifah telah mengambil tempat di tengah-tengah prajurit
musuh tersebut.
Abu Sufyan, panglima besar Quraisy, takut kalau-kalau
kegelapan malam itu dimanfaatkan oleh mata-mata Kaum
Muslimin untuk menyusup ke perkemahan mereka. Maka ia pun
berdirilah untuk memperingatkan anak buahnya. Seruan yang
diucapkan dengan keras kedengaran oleh Hudzaifah Radhiyallahu
'Anhu, bunyinya sebagai berikut: "Hai segenap golongan Quraisy,
hendaklah masing-masing kalian memperhatikan kawan duduknya
dan memegang tangan serta mengetahui siapa namanya!"
Kata Hudzaifah Radhiyallahu 'Anhu: "Maka segeralah saya
menjabat tangan laki-laki yang duduk di dekatku, kataku
kepadanya: "Siapa kamu ini ...?" Ujarnya: "Si Anu anak si Anu ..."
Demikianlah Hudzaifah, mengamankan kehadirannya di
kalangan tentara musuh itu hingga selamat.
Abu Sufyan mengulangi lagi seruan kepada tentaranya,
katanya: "Hai orang-orang Quraisy, kekuatan kalian sudah tidak
49. Sepotong Hati untukmu… | 49
utuh lagi. Kuda-kuda kita telah binasa. Demikian juga halnya unta.
Bani Quraidhah telah pula mengkhianati kita hingga kita
mengalami akibat yang tidak kita inginkan. Dan sebagaimana
kalian saksikan sendiri, kita telah mengalami bencana angin badai,
periuk-periuk berpelantingan, api menjadi padam dan kemah-
kemah berantakan Maka berangkatlah kalian, dan aku pun akan
berangkat." Lalu ia naik ke punggung untanya dan mulai
berangkat, diikuti dari belakang oleh tentaranya.
"Kalau tidaklah pesan Rasulullah kepada saya agar saya tidak
mengambil sesuatu tindakan sebelum menemuinya lebih dulu,
tentulah saya bunuh Abu Sufyan itu dengan anak panah," begitu
kata Hudzaifah.
Hudzaifah kemudian kembali kepada Rasulullah SAW dan
menceritakan keadaan musuh, serta menyampaikan berita gembira
itu.
Siapakah yang akan menjadi Hudzaifah-hudzaifah dakwah
kampus yang baru? Atau kalian hanya akan memilih menjadi
pengecut dan kalah oleh rasa takut kalian?
Objek dakwah kampus yang kita hadapi saat ini, kebanyakan
hanyalah teman-teman seakidah yang kesadaran akan
keislamannya masih kurang. Yang mungkin tantangannya tidaklah
seberapa. Sementara tantangan yang dihadapi oleh Hudzaifah pada
50. 50 | I k h w a h L i d a h
saat itu adalah angin kencang yang bunyinya bagai guntur, hawa
dingin yang menusuk tulang, dan malam gelap yang membutakan
hingga untuk melihat telapak tangan saja tidak bisa. Berada di
tengah kepungan dua kaum dari atas dan dari bawah.
Siapakah yang akan menjadi Hudzaifah-hudzaifah dakwah
kampus yang baru? Siapakah yang menjadi mukmin mujahid yang
baru, yang berani menerima tugas berat dakwah ini? Atau kalian
hanya akan memilih aman, memilih menjadi pengecut dan kalah
dimakan habis oleh rasa takut kalian?
Jangan
Jangan menoleh ke kanan pun ke kiri
Jangan melihat orang lain
Lihatlah pada dirimu sendiri
Antumlah hudzaifah baru itu
Dakwah telah menunjuk Antum sebagaimana Rasulullah
menunjuk hudzaifah pada waktu itu
Tidak ada kata tidak bagi seorang mujahid
Walau lemah
Walau takut
Tetap tidak ada kata tidak
51. Sepotong Hati untukmu… | 51
Antumlah hudzaifah baru itu
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahilhamdu
53. Sepotong Hati untukmu… | 53
BAB III
Menikmati Dakwah Kampus
“Melalui dakwah kampus diharapkan lahir intelektual-
intelektual muda yang profesional dalam bidang yang
digelutinya dan tetap memiliki ikatan dan keberpihakan yang
tinggi terhadap Islam. Merekalah pembaharu-pembaharu
yang dapat melakukan perubahan-perubahan kondisi
masyarakat menuju kehidupan islami hingga akhirnya
terwujudlah cita-cita kebangkitan Islam.”
(Risalah Manajemen Dakwah Kampus, 12)
55. Sepotong Hati untukmu… | 55
Menikmati Dakwah di Kampus
“Kita semua pasti menang dan tidak akan ada yang bisa
mengalahkan kita walaupun jumlah kita sedikit, kurangnya sarana
dan alat-alat pendukung atau karena banyaknya musuh kalian
karena mereka tidak dapat membahayakan kecuali apa yang telah
ditentukan oleh Alloh kepada kalian. Tetapi ada sebab yang dapat
menghancurkan kalian dan menyebabkan kalian kehilangan
segala-galanya yaitu jika hati kalian telah rusak, Allah tidak
memperbaiki amal kalian, suara kalian terpecah dan saling
bertentangan pendapat.”
(Hasan Al-Banna)
Menikmati dakwah bagaikan menikmati secangkir susu coklat
panas di tengah gerimis hujan yang menggigilkan tubuh. Dalam
menikmatinyapun kita juga memiliki pilihan. Apakah kita
menikmatinya dengan seni ataukah hanya sekadar menikmatinya
dengan dorongan nafsu, atau bahkan menikmatinya sambil lalu
saja?
56. 56 | I k h w a h L i d a h
Ketika kita menikmatinya dengan semangat menggebu akibat
dorongan nafsu maka kenikmatan segelas susu coklat hangat
tersebut tidak akan terasa, hanya mampu mencium aroma yang
terasa nikmat setelah itu susu tersebut hanya akan membakar lidah
kita dan habislah kenikmatan tersebut sebelum kita mampu
meneguknya. Namun jika kita memilih seni dalam menikmatinya,
dengan kita syukuri, memenuhi adab minum lantas meneguknya
perlahan hingga tandas, pastilah kenikmatan tercicipi dan
kehangatannya mampu mengahangatkan tubuh kita.
Sama halnya dengan dakwah. Kuncinya SABAR dan
IKHLAS! Sayangnya sedikit kader yang mau belajar seni dakwah.
Banyak kader militan yang Allah hadirkan di tengah-tengah.
Semangat mereka di awal begitu luar biasa, penuh inovasi, berani
mengambil resiko, menginginkan suatu perubahan yang cepat.
Namun sayangnya semangat tersebut tidak dibarengi dengan
kematangan berfikir, kematangan emosi, ketsiqohan hati dan bekal
ruhiyah yang cukup. Akibatnya mereka banyak yang dilanda virus
futur. Dalam bahasa Ustadz Fathi Yakan, mereka adalah kader
“Yang Berjatuhan di Jalan Dakwah”.
Belum sampai melihat hasil kerjanya, mereka telah pergi dari
medan Afghan ini. Maka aku katakan, hanya orang-orang tangguh
saja yang mampu bertahan di medan ini. Sampai saat ini aku juga
belum tahu kenapa belum banyak mahasiswa yang bersedia
57. Sepotong Hati untukmu… | 57
menginfakkan dirinya untuk menghadonahi dakwah kampus.
Namun keyakinanku satu, mungkin Allah Sang Sutradara terbaik
telah menyiapkan skenario terindah untuk dakwah di kampus kita.
Bagiku, kampus ini bagai sebuah kanvas putih yang masih
bersih belum ternoda tinta hingga menarik setiap diri yang
memiliki semangat juang tinggi untuk menggoreskan warna
diatasnya. Mewarnainya dengan goresan warna terindah agar ia
menjadi bermakna. Banyak mimpi yang terangkaikan untuk
dakwah di kampus tercinta. Terkadang dalam perjalan meniti
mimpi-mimpi indah yang tergantung di medan Afghan ini, ia
bagaikan menjauh namun tiba-tiba Alloh menakdirkannya
mendekat atau bahkan mengizinkannya menjelama nyata satu per
satu.
Memang misteri dakwah kampus ini tidak akan pernah dapat
terungkap. Namun kami mampu merasakannya, karena kami masih
bertahan disini bersamanya, bersama dalam keseharian kami,
tertawa karenanya, menangis karenanya, semua aktivitas kami
bersenyawa dengannya. Maka hidup inipun makin semarak dengan
rentetan cerita perjuangan yang berpeluh, ukhuwah yang menawan,
dan sederet realita yang tersaji apik.
Keyakinan akan kemenangan dakwah kampus semakin
mengokohkan semangat juang kami meski kami tak tahu kapan
waktu itu akan datang. Mungkin kami tak akan mengecap indahnya
58. 58 | I k h w a h L i d a h
kemenangan tersebut, namun biarlah kami menjadi batu bata
terbaik pada zaman kami. Karena setiap zaman memiliki tokohnya
masing-masing. Tokoh yang menjadikan zaman itu tercatat dengan
tinta emas sejarah peradaban.
Dan kami pun yakin Allah akan menakdirkan satu persatu doa
kami terijabah.
Kelak dakwah kampus ini berdiri dengan gagahnya
menggenggam erat panji Islam hingga menjadi salah satu madrasah
peradaban yang akan mencerahkan negeri ini. Saat itu kami akan
tersenyum melihat indahnya Islam merasuk relung qalbu setiap
mahasiswa, dosen dan karyawan yang menjadikan setiap kata yang
terucap dari lisan penuh barokah, setiap laku dalam sikap penuh
cahaya dan kehangatan ukhuwah makin rekat terasa.
Ya Allah, kami sangat rindu masa-masa itu, mimipi-mimpi
dan pengharapan yang kami gantungkan pada perjuangan para
generasi penerus dakwah di kampus ini.
Hingga masa itu tiba, pada akhirnya kami hanya mampu
bersyukur dan terus berharap. Beginilah cara Allah mengajari kami
untuk semakin dewasa memaknai hidup. Beginilah jalan dakwah
mentarbiyah kami menjadi tangguh. Dan beginilah ukhuwah
mengajari kami makna cinta hakiki…
59. Sepotong Hati untukmu… | 59
Hingga kelak Allah mengizinkan kita bercengkrama di telaga
Salsabila dan membuat para sahabat iri karena cerita cinta, dakwah
dan ukhuwah kita berlandas aqidah….
Selamat menikmati tiap episode cinta yang tersaji…
60. 60 | I k h w a h L i d a h
Say Yes to Dakwah
Allah pasti ‘kan bersamamu
Bila kau selalu bersama-Nya
Allah pasti ‘kan menolongmu
Bila kau menolong agama-Nya
(Izzatul Islam, Allah Bersamamu)
Kampus merupakan tempat mahasiswa menuntut ilmu dan
proses mencari jati diri masing-masing. Mahasiswa sangat
berperan penting dalam kelanjutan estafet kepemimpinan. Peran
mahasiswa disebut sebagai agent of change atau agen perubahan
yang mengarah pada kebaikan. Oleh karena itu, sebagai mahasiswa
harus memiliki peran yang besar untuk menjadikan kampus hijau
yang Islami.
Da’wah kampus merupakan da’wah yang memfokuskan
dirinya untuk bergerak dalam sebuah miniatur masyarakat kecil
yang bernama masyarakat kampus. Di dalam bangunan dakwah
61. Sepotong Hati untukmu… | 61
kampus, dibutuhkan serpihan-serpihan material berupa aktivis
dakwah kampus (ADK). ADK memiliki peran yang sangat penting
dalam medan dakwah kampus internal dan eksternal sehingga
mampu mentransformasi masyarakat kampus menjadi masyarakat
islami.
ADK sangat dibutuhkan dalam sumbangsihnya baik di
organisasi ekstra kampus maupun intra kampus. Memang untuk
menjadi ADK tidak harus bersekolah formal, tapi ADK itu
terbentuk ketika seseorang tersebut dapat terbina dengan baik,
memiliki akhlaqul karimah, dan senantiasa menjalankan perintah-
Nya dan menjauhi Larangan-Nya. Semangat gerak dakwah sangat
diperlakukan bagi generasi yang cinta akan dunia islam dan mau
untuk berjuang bersama dalam menghimpun satu tujuan: Allah.
Inilah yang harus dimiliki oleh ADK agar apa yang dilakukan
benar-benar Rahmatan Lil ‘Alamiin.
Pada mulanya mendengar kata Dakwah Kampus begitu berat
rasanya mengemban dan memikul, apalagi kita sebagai aktivis
dakwah yang memperoleh amanah tersebut, pastilah mindset awal
berat, berat, dan berat. Ketika pikiran dan rasa itu muncul maka
pertama yang perlu kita ingat adalah apa yang akan kita lakukan
semata-mata berniat karena Allah, karena yakinlah jika kita
menolong agama Allah, maka Allah akan menolong kita. Hal ini
sudah banyak terbukti, begitupun bagi kalian yang pernah
62. 62 | I k h w a h L i d a h
merasakan hal itu. Ketika kita ada deadline tugas kuliah, amanah
yang belum kelar apalagi keuangan yang menipis. Kita tidak akan
luput dari penglihatan-Nya ketika seorang hamba membutuhkan
pertolongan-Nya.
Dalam kondisi itulah, Allah benar-benar menunjukkan kasih
sayang kepada hamba-Nya, sehingga dimudahkan apa yang dirasa
sulit menjadi lebih mudah. Pertolongan-pertolongan itulah yang
menjadikan kita menikmati apa itu dakwah kampus. Yakinlah,
bahwa Allah bersama kita di setiap langkah, setiap detik dan Allah
itu lebih dekat daripada urat nadi kita. Dalam hal ini, kita lebih
sering untuk bersyukur terhadap apa yang telah Allah berikan.
Jika kita lebih banyak bersyukur maka banyak pula apa yang
kita peroleh tanpa disangka-sangka. Maka ikhlaskanlah apa yang
sudah kita terima dari Allah. Ketika kita sudah berusaha dengan
maksimal dan tanggung jawab, maka mintalah pertolongan pada
Allah dalam munajat kita. Sebab, doa lah yang membantu
kelancaran dalam dakwah yang kita lakukan.
"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami
lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau
bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau
bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami,
janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup
kami memikulnya. beri maaflah kami; ampunilah kami; dan
63. Sepotong Hati untukmu… | 63
rahmatilah kami. Engkaulah penolong kami, Maka tolonglah kami
terhadap kaum yang kafir." (Al-Baqarah [2]: 286)
Betapa pentingnya gerak dakwah kampus ini berkembang dan
terus berkembang. Jangan sampai dakwah Alloh ini terputus,
terhenti dan mati suri. Lanjutkan perjuangan dakwah ini. Kalian
adalah penerus dakwah dan kalian adalah orang-orang pilihan
Allah yang terbaik untuk berjuang bersama-sama menegakkan
Agama Allah dalam dakwah ini.
Semangat wahai saudara-saudariku! Satukan niat, luruskan
tujuan, rapatkan barisan karena Allah, oleh Allah dan untuk Allah
hingga menjadi Rahmatan Lil ’Alamiin
Jalan yang lurus
Jalan yang berliku-liku
Jalan yang terjal
Itulah kehidupan yang dilalui
Skenario Alloh sangat indah
Alloh punya rahasia terindah untuk kehidupan kita
Berusaha terus
Istiqomah di jalanNya
Ibadah wajib dan sunah terlaksana
64. 64 | I k h w a h L i d a h
Berikan amal terbaik kita
Sampai batas umur yang Alloh tentukan
Innalloha ma’anaa
65. Sepotong Hati untukmu… | 65
Terkadang Semua Itu Butuh Paksaan
“Nak, tahukah engkau, segala udhur telah dihapus dengan firman
Allah,
‘Berangkatlah kamu baik dengan rasa ringan maupun dengan rasa
berat, dan berjihadlah dengan harta dan jiwamu di jalan Allah.
Yang demikian itu adalah yang lebih baik bagimu jika kamu
mengetahui.’ (Q.S At-Taubah: 41)”
(Abu Ayyub Al-Anshori)
Allah menciptakan manusia dalam keadaan yang sempurna.
Manusia dikaruniai akal, pikiran, naluri, perasaan, syahwat, dan
fasilitas yang patut disyukuri dan dikelola dengan baik. Semua
yang telah Allah karuniakan itu, jika tidak disyukuri dengan baik,
maka tidak akan berarti apa-apa. Dan jika kita bisa mensyukurinya,
maka itu lah yang akan menentukan derajat kita di sisi-Nya.
Sering kali kita melihat orang lain itu lebih baik dari kita.
Sehingga kita kurang bisa mensyukuri nikmat yang ada, karena
merasa masih kurang, kurang, dan kurang. Atau memang kita
66. 66 | I k h w a h L i d a h
sendirilah yang suka melihat orang di ‘atas’ kita. Maka Rasulullah
pun berpesan, “Lihatlah kepada orang yang lebih rendah dari
kalian, dan janganlah kalian melihat orang yang lebih tinggi dari
kalian, sesungguhnya hal itu lebih baik agar kalian tidak
meremehkan nikmat Allah.” (Hr. Ibnu Majah & Ahmad)
“Rumput tetangga lebih indah dan hijau dari rumput kita
sendiri,” begitu kata pepatah bahasa Indonesia yang saya pelajari.
Nah, bagaimana jika kita tak mampu mempunyai atau memperoleh
rumput seperti yang kita inginkan? Tenang aja sobat. Dunia belum
kiamat. Waktu akan bergulir dan mengalir dengan cepat. Jadi gak
perlu karena disebabkan perkara yang remeh seperti itu kita
gantung diri dan minum obat anti nyamuk rasa strawberry, hehe…
Astagfirullah.
Ada sebuah nasihat yang mungkin dapat menjadi penyejuk
hati, “Allah akan memberikan apa yang dibutuhkan oleh hamba-
Nya namun tidak apa yang diinginkan hamba-Nya.” Dengan kita
mensyukuri apa yang telah dikaruniakan-Nya, maka hati kita akan
menjadi lebih tenang. Beginilah yang seharusnya kita pikirkan. So,
daripada cuma menggerutu tidak tentu, lebih baik berfikir untuk
menjadikan hidup lebih bermutu!
Dalam perjalanannya, seringkali dakwah yang kita lakukan itu
tidak sesuai yang kita inginkan. Ketika sebuah rencana dakwah
telah disepakati bersama melalui syuro, kadang masih ada juga di
67. Sepotong Hati untukmu… | 67
antaranya yang tidak menjalankan dengan semestinya. Atau
mungkin juga masih ada saja kader yang yang tidak
memperhatikan taklimat dari pemimpinnya (kalau yang ini
kayaknya banyak).
Jika saudara menjumpai seorang mas’ul (Ketua) yang sering
melanggar ketetapan syuro’, atau mungkin menjalankannya tapi
tidak dengan sepenuh hati, maka segera ingatkan, sebagai bukti
kepedulian kita terhadap sesama. Juga kepada jundi (Anggota)
yang sering melanggar taklimat, nasihatilah ia. Atau jangan-jangan
kita sendiri yang masuk salah satu dari keduanya? Jika demikian,
mari sama-sama beristighfar. Astaghfirullah.
Suatu ketika seorang mas’ul mengingatkan kepada jundinya
tentang suatu acara yang ada di kampus pusat, “Afwan dek, apa
hari ini anti tidak ikut acara di kampus pusat. Kok jam segini masih
santai?”
Dengan santai Si Adik menjawab, “Afwan mbak soalnya
tidak ada boncengan dan juga saya tidak punya kendaraan
sendiri....”
Mendengar alasan yang menurut saya bukan termasuk
kategori alasan Syar’ie itu, Sang Mas’ul pun memberi usulan
kepada Si Jundi untuk naik angkutan umum saja, namun tak ada
respon dan tanggapan yang ia dengar dari sang jundi.
68. 68 | I k h w a h L i d a h
Mungkin kita sendiri juga sering melakukannya: membuat
alasan yang terlalu dipaksakan karena kelemahan jiwa kita. Hati-
hatilah, karena sebagian besar alasan adalah fiktif belaka, yang
biasanya kita gunakan untuk mencari pembenaran terhadap
kesalahan dan kemalasan kita.
Memang, adakalanya fasilitas berpengaruh besar terhadap
kelancaran dakwah yang kita lakukan. Namun, kayaknya kita perlu
lebih banyak mempelajari perjuangan dakwah Rasulullah.
Tersediakah fasilitas lengkap dengan segala kemudahan seperti
jaman sekarang? Kondisi aman untuk nyawanya saja masih
dikhawatirkan. Astagfirullah... Mari kita pelajari kembali siroh
Rasulullah dan pejuang dakwah terdahulu agar tak selalu
menggerutu ketika ada tantangan tertentu.
Selama kita yakin, berusaha dan berserah diri pada Yang
Maha Memberi kehidupan, semua itu pasti ada jalan keluar. Allah
juga telah mengatakan tidak akan menguji hambanya melebihi
batas kemampuannya. So, mengapa kita takut dengan keadaan
yang mungkin tidak sedang bersahabat dengan kita?
Kalau Dewa berbunyi
Hadapi dengan senyuman, semua yang terjadi biar terjadi
Hadapi dengan tulus jiwa, karena semua ini akan baik-baik
saja
69. Sepotong Hati untukmu… | 69
Maka kini kunyanyikan:
Hadapi dengan semangat apa yang ku buat penuh manfaat
Tak ada kata terlambat jika kita cepat-cepat tuk berbuat
Semua itu bergantung pada diri kita. Orang yang lemah
adalah orang yang selalu mengasihani dirinya sendiri. Sekali lagi,
kesadaran, paksaan diri, dan keyakinan penuh akan pertolongan
Allah terhadap apa yang kita upayakan akan nampak indah pada
waktunya.
Apa yang kita upayakan benar-benar cermin apa yang akan
kita hasilkan. Dan siapa penilainya?? Tidak Main-main sobat.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Masih ragu untuk berbisnis yang full
royalti ini? Pikirkan dech? Hal ini sangat jelas. Seperti yang
dijelaskan dalam Al-Quran,
“Wahai orang-orang yang beriman! Maukah kamu Aku
tunjukkan suatu perdagangan yang dapat menyelamatkan kamu
dari azab yang pedih? Yaitu kamu beriman kepada Allah dan
RasulNya dan Berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu.
Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui.” (Q.S As-
Shaff:10-11)
Nampak jelas janji Allah kepada makhluknya atas jaminan
kecukupan di dunia dan di akhirat. Pertanyannya adalah,
bagaimana cara dan usaha kita untuk menghindari rasa takut akan
70. 70 | I k h w a h L i d a h
kesempitan setiap kali kita menghadapi persoalan? Persoalan,
kesempitan yang kita alami sebenarnya dapat kita atasi dengan
usaha dan paksaan dari pribadi kita untuk segera bangkit dan
menyelesaikan semua itu, tidak justru lari dari semuanya dan
berfikir semua telah selesai. Justru itu menambah panjang
persoalan-persoalan berikutnya.
Ketika bayi lahir ia dipaksa untuk menangis bahkan dengan
tepukan atau timbukan dari seorang bidan. Anak dipaksa untuk
belajar berjalan untuk bisa berjalan. Anak dipaksa untuk berlatih
berbicara supaya bisa berbicara. Bahkan kita memaksa diri kita
untuk bangun tahajjud agar bisa melaksanakannya hingga
kemudian menjadi terbiasa. Banyak lagi yang bermula karena
dipaksa namun menjadikan kita terbiasa.
Kata “dipaksa” seolah bermakna kasar, tidak bersahabat, dan
melanggar HAM. Aduh berat banget ya? Tenang sobat. Namun
jika paksaan tersebut untuk kebaikan dan memang sesuai porsi
yang dibutuhkan itu perlu dikaji ulang. Maksudnya, konsep
pemahan kita terhadap HAM itu lah yang perlu dikaji ulang.
Perlu kita ketahui bahwa paksaan itu bersumber pada dua hal
yaitu paksaan diri sendiri dan paksaan dari luar dirinya. Manakah
yang paling cespleng untuk digunakan? Tentu paksaan dari diri
kita. Ketika kita telah memaksa diri kita untuk melakukan apa yang
kita rencanakan meski terkadang banyak tantangan, maka rasa
71. Sepotong Hati untukmu… | 71
kebahagiaan dan kepuasan ketika kita mencapainya akan benar-
benar mengena dan tahan lama. Sedangkan paksaan dari luar
berfungsi sebagai penyemangat dan reminder saja.
Ketika kita telah mampu memaksa dan memotivasi diri kita
sendiri, maka orang lain dan lingkungan hanya sebagai tambahan
penyulut untuk tetap terus mengobarkan api yang sejatinya telah
menyala. Dengan paksaan, semangat dan motivasi diri kita hanya
satu: mengharap ridho Allah Rabbul Izzati.
Gunung tinggi pasti mampu kan kudaki, laut luas pati kan ku
sebrangi, kemalasan, ketakutan dan keterbatasan kan kuatasi.
Allahu Akbar!!!
72. 72 | I k h w a h L i d a h
Nuansa Bening di Jingganya Langit-MU
”Hanya dengan kegelapan kita dapat menyaksikan indahnya
bintang.
Kadang kita harus merasakan kekurangan, kesusahan,kesempitan,
agar kita mampu merasakan kesyukuran.
Saat yang kita dapatkan tidak seperti yang kita harapkan, semoga
Alloh masih menyembunyikan pemberian-Nya, karena hidup tak
akan berwarna tanpa kejutan.”
Sebuah melodi ikut menjangkau langkahku menuju bangunan
tua nan megah yang saat itu ku butuhkan. Berjalan menuju ke
tempat penuh kenangan perjuangan. Selain jatuh bangunku untuk
menyelesaikan studi yang mengharuskanku rela menginap
beberapa hari di kampus, kebanjiran dikampus sampai sinar
mentari menyapa, padahal pukul 5 aku harus sudah datang ke suatu
tempat untuk membahas sesuatu perencanaan dalam dunia dakwah.
Kalimat ’kita adalah dai sebelum apapun’ ternyata cukup
melekat dalam jiwaku, meski aku sendiri tak yakin bahwa aku
73. Sepotong Hati untukmu… | 73
adalah salah satu dari da’i itu. Oleh sebab itu aku selalu semangat
menjalani hari-hariku. Setahuku da’i adalah orang yang kerjanya
koar-koar mengajak menuju kebaikan sesuai dengan risalah yang
dibawa oleh Rosul Muhammad SAW, tapi gak tau lagi kalau arti
yang sebenarnya.
Rasanya sudah lama sekali aku tak jalan kaki, maka pagi itu
sebelum ketemu adik-adik, sengaja aku berjalan menuju ke
kampus hijauku. Sambil lirih suara dzikir Al-Ma’tsurat berganti ke
lagu nasyid dari salah satu albumnya Snada.
Ku berpijak di tanahmu menghirup udara-Mu
Ku berjalan dibumi-Mu hidup dengan rizki-Mu
Nikmat-Mu yang manakah kan kudustai
Warna bunga dimataku gambar indah dari-Mu
Sepoi angin menerpaku bagai belai kasih-Mu
Nikmat-Mu yang manakah kan kudustai
Terima kasih ya Alloh untuk semua yang tlah Engkau beri
Segala puji bagi-Mu atas karunia dan rahmat-Mu padaku
Ku bisa melihat ku bisa mandengar semua karena izin-Mu
Nikmat-Mu yg manakah kan kudustai....
74. 74 | I k h w a h L i d a h
Akupun langsung terbayang ke surat Ar-Rahman dan mulai
berflashback kebeberapa tahun silam. Ketika aku masih jadi ABG
(Anak Baru Ghirohnya), semangat-semangatnya mengahadiri
kajian, undangan syuro dan seabreg kegitan lainnya. Itensitas
aktifku berorganisasi dan mengenal banyak macam “suku” pada
awal-awal semester, membuat hampir tak ada hari yang kulalui
dengan sekedar bersih-bersih kos-kosan atau nyari makan bersama
teman-teman, atau bahkan sekadar nonton teve sama ibu kos lalu
cerita ini dan itu.
Saking gayane sampai sering lupa kalau sudah akhir bulan.
Uang mesti nipis karena untuk ikut pelatihan ini, pelatihan itu,
mulai dari yang Ormawa hingga UKM. Setahun berlalu dengan
aktivitas yang bervariasi, sampai pada akhirnya aku memutuskan
untuk bergabung secara resmi ke salah satu wadah dakwah yang
sealur dengan apa yang pernah kudapati di SMA dulu.
Yah, aku masuk ke Klub Dakwah Kampus. Selain untuk
menekan angka keborosanku dalam hal makan juga untuk mencari
tempat aman bagi pendidikan ruhiyahku. Awalnya aku tak mau
terlibat ke dalam jajaran ini, namun ternyata aku merasa terpanggil
untuk masuk keranah ini. Sudah saatnya aku membuktikan apa
yang pernah dikatakan oleh seniorku SMA dulu, bahwa ADK dan
ADS itu sangat beda jauh. Dan aku telah membuktikan kata-kata
itu.
75. Sepotong Hati untukmu… | 75
Masuk ke Klub Dakwah Kampus, berarti aku harus siap untuk
“tidak nyaman”. Liku-liku dakwah mulai terasa menajam dan aku
belum punya banyak amunisi untuk mempelajari pemetaan para
hizbullah disini. Belajar sedikit demi sedikit mulai mencoba
mengakselerasikan diri. Memulai dari ketidaknyamanan berujung
pada kekuatan untuk tegas. Kekuatan baru yang tersusun dari
partikel-partikel haus pengalaman yang membawaku ke dalam
jalan yang menikung dan menanjak. Mengenal banyak amanah,
mengenal banyak karakter dan mengenal banyak strategi dari satu
tempat ke tempat yang lain.
Uniknya, ketika aku bingung dan bertanya pada para senior,
kebanyakan mereka akan menjawab, “Lha menurut anti
bagaimana?” Atau sekadar memberi jawaban lewat senyum
simpul. Karena jawaban itu akhirnya aku terdidik untuk mandiri,
gak rewel untuk banyak tanya. Secara sengaja atau tidak para
seniorku yang bersikap seperti itu malah membantuku mengasah
ketajaman dalam membaca situasi dan isyarat. Ketika salah, maka
aku akan ditegur, dan harus bisa mencari kesalahan yang dimaksud
dan membenahinya. Itulah nikmatnya ditempa disini.
Jiwa muda yang masih terus bergelora, menghantarkan aku
pada sebuah pemahaman, bahwa dakwah itu tidak hanya untuk
dicermati namun juga dijalani. Tak mudah menjadi bagian dari hal
ini. Namun karena adanya dakwah, maka aku mengenal arti
76. 76 | I k h w a h L i d a h
pengorbanan, kesabaran (walau terkadang aku tak bisa
menjabarkan arti sabar itu) dan keikhlasan. Disini aku juga kembali
menemukan sahabat yang menenangkan. Ukhuwah yang terbangun
begitu tak terlupakan, mulai dari gesekan yang terjadi hingga air
mata keharuan atas kebahagiaan saudaranya.
Awal masuk ke dalam dakwah kampus, bahasa yang
digunakan tidak lagi akhi dan ukhti namun sudah Pak! dan ukhti.
Yang membuatku tersenyum karena pernah ada celetukan ikhwan
“Ana kan masih muda dan akhwat itu curang, mereka memanggil
ikhwan dengan sebutan Pak, tapi mereka tak mau dipanggil dengan
Bu”. Awalnya terasa aneh, namun lambat laun telingakupun
terbiasa. Eh, sekarang bukan lagi pak atau ukhti, namun sudah
berganti lagi menjadi ‘mas dan mbak, atau dik’. Pernah merasa tak
nyaman, namun setelah share dengan teman yang ada di kota dan
kampus lain, disana sudah tidak jamannya lagi antum, ana dan
semacamnya, namun sudah kang, yu dan seterusnya. Berarti
sekarang untuk mengawali metode itu, harus dimulai dari kalangan
minoritas dulu.
Pengalaman demi pengalaman cukup banyak jika dijadikan
sebuah antologi. Mulai dari pengalaman DS (Direct Selling)
belajar jadi sales dakwah, belajar dari keterpaksaan menjadi
seorang pemimpin wanita diantara laki-laki yang ada, belajar
memanajemen amarah terhadap ulah partner dakwah yang
77. Sepotong Hati untukmu… | 77
“sekate-kate”, belajar dan terus belajar, hingga masaku di kampus
habis. Suka duka menjadi orang muda hingga menjadi orang tua
(Di kampus), dan sekarang aku memasuki orang yang masih sangat
muda di kalangan dakwah kampung. Paling tidak, siklus kampus
itu telah selesai dilewati. Seperti ketika awal semester di kampus,
kita akan banyak mendapati orang memamnggil kita dik, namun
setelah tengahan panggilan mulai bervariasi, nah masuk ke tingkat
akhir, panggilan berubah jadi “mbak/mas”. Sejatinya panggilan
itupun adalah masa memasuki babak baru, siap meninggalkan
keceriaan dakwah di kampus dan mulai menapaki kehidupan
dakwah yang lebih nyata lagi.
Sekadar informasi untuk yang merasa masih muda dan
dipercayai beramanah khususnya yang lagi pede-pedenya merasa
mendapat amanah yang tidak main-main (Padahal tidak ada
amanah yang bisa dibuat main-main). Semua menempati ruangan
yang sudah disediakan oleh Allah. Entah jundinya entah
qiyadahnya, entah yang masih junior atau senior, semua punya
catatan pertanggungjawaban sendiri-sendiri. Jadi jangan pernah
terbersit dalam benak kita, bahwa amanah kita itu adalah amanah
yang paling berat atau sebaliknya.
Kembali pada likuan dakwah kampus. Persaingan antara para
pendengar “Fastabikhul Khoirot” sangat ketat. Perebutan kader
sering dilakukan, uniknya aku dan saudara-saudaraku sering
78. 78 | I k h w a h L i d a h
kecolongan, beberapa kader dari “rumahku” dibawa lari
“tetangga”. Beberapa koreksi dari itu: Pertama, keluargaku tak
mampu memberikan kenyamanan dalam berdakwah versinya keder
yang lari tadi.
Kedua, keluargaku teralalu sibuk dengan dinastinya masing-
masing sehingga si kader tadi merasa tak diorangkan.
Ketiga, atau tetanggaku yang mulai meranggas? Kerena
saking seringnya aku kehilangan maka akupun juga berfikir,
mungkinkah karena dakwah kami mulai tak barokah. Pasalnya,
makin menjamurnya virus-virus merah jambu diantara kader kami,
atau karena iri dalam amanah (Yang banyak amanah iri pada yang
amanahnya sedikit karena berfikir yang sedikit amanahnya bisa
lebih sering mengurusi urusannya sendiri. Sebaliknya yang
amanahnya sedikit iri pada yang banyak amanah sehingga merasa
yang banyak amanahnya itu yang disayang oleh qiyadahnya),
padahal porsi amanah itu disesuaikan juga dengan kepasitas
pendewasaan si penerima amanah dan tentunya dari berbagai jalan
penentuan.
‘Alaa kulli haal, yang pasti sekarang aku hanya bisa menjadi
penonton dalam kancah dakwah kampus, adik-adikku yang masih
merasa memiliki jiwa muda telah berkarya, dan semoga jauh lebih
baik daripada kami. Yang aku bangga dari sini dan aku tak
mendapatinya ditempat lain adalah tentang kesigapan dalam
79. Sepotong Hati untukmu… | 79
bergerak, rasa berterima yang terkadang sering dibanding-
bandingkan dengan kampus-kampus yang sudah punya nama
dalam kancah dakwah di kota pahlawan ini, atau semangat 45
ketika diajak berfikir.
Akhirnya, doa yang tak ingin kulewati dalam senandung
dzikirku adalah, jangan sampai aku terlempar dari jalan dakwah
ini, karena ku terlanjur mencintai jalan ini.
Kita sedang meniti dakwah tak berujung. Betapapun
beratnya, NIAT adalah penentu. Semangat adalah pemacu.
Komitmen dan Kesabaran menentukan panjangnya nafas
keberanian. Maka ringankanlah kaki kita untuk menghapus
kekecewaan karena kita bekerja bukan untuk manusia tetapi
untuk Allah, dengan janji Jannah-Nya.
81. Sepotong Hati untukmu… | 81
BAB IV
Selalulah di Jalan Ini
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara
kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan
mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan
merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut
terhadap orang yang mu'min, yang bersikap keras terhadap
orang-orang kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang
tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah
karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang
dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya),
lagi Maha Mengetahui.”
(Al-Maidah [5]: 54)
83. Sepotong Hati untukmu… | 83
Yang Tak Terpengaruh
”Kita harus berhenti membebankan kesalahan kita pada
lingkungan, dan belajar menerapkan tanggung jawab pribadi
kita.”
(Albert Schweizer)
Seringkali kali saya mendengar keluhan dari adik-adik. Ada
yang beralasan karena pergaulan di kampusnya tidak ada yang ikut
ngaji, sehingga ia pun malas untuk menghadiri halaqah. Ada yang
memang bawaannya sejak SMA tidak kenal islam, sehingga di saat
kuliah agak parno dengan hal-hal yang berbau islam. Ada yang
SMA-nya rajin ngaji tapi karena salah pergaulan akhirnya tidak
mau ikut ngaji lagi. Bahkan ada yang dari pesantren, tetapi saat
kuliah kehilangan identitas kesantriannya. Dan berbagai curahan
hati lainnya.
Tak terkecuali, masalah-masalah itu pun menyapa kader-
kader yang telah lama terjun di dunia dakwah. Berapa banyak
kader yang begitu getol berdakwah saat dikampus tapi ia
84. 84 | I k h w a h L i d a h
menghilang begitu saja dari arena dakwah setelah diwisuda. Atau
mungkin kader yang begitu semangat dakwahnya ketika di masjid
dan syuro’, tapi ketika saatnya kuliah di kampus, ia kembali ke
habitat semula: menjadi orang yang pantas untuk didakwahi.
Semoga Allah menjaga dan senantiasa memberikan rahmat-Nya
kepada kita agar tidak futur dari jalan dakwah ini.
Yang sering menjadi alasan ke-futur-an adalah karena sebab
lingkungan dan kondisi. Karena temannya tidak ada yang mau
diajak ngaji, maka ia pun tidak ngaji juga, karena kalau tetap ngaji
dibilang ‘sok alim’. Karena teman-temannya pada lepas jilbab atau
mungkin pake tapi ‘jilbab gaul’ dan pakaiannya kekurangan bahan,
maka ia pun segera meminjam pakaian adiknya untuk
menyesuaikan dengan teman-temannya. Naudzubillah... Dan
berbagai contoh yang lainnya.
Dalam berinteraksi sosial, seseorang hanya dihadapakan pada
dua pilihan: mempengaruhi dan dipengaruhi. Kalau ada orang yang
tidak bertekad ‘mempengaruhi’, maka ada kemungkinan bahwa dia
ingin menjadi orang yang ‘dipengaruhi’, biarpun ia tidak
menyadarinya. Kalau kita tidak mampu—atau mungkin juga tidak
mau—mempengaruhi teman-teman kita untuk berbuat kebajikan,
maka diri kita akan berpotensi untuk dipengaruhi agar berbuat
keburukan. Ketika kita punya kesungguhan untuk memengaruhi
85. Sepotong Hati untukmu… | 85
lingkungan kita, paling tidak kita tidak akan mudah untuk di
pengaruhi.
Jika sekarang banyak yang curhat karena telah dipengaruhi
lingkungannya, semoga nantinya banyak yang bilang dan bertekad,
“Karena lingkungan saya seperti itu, maka saya harus
mempengaruhi lingkungan dengan pengaruh yang ada dalam diri
saya. Saya harus merubah lingkungan menjadi lebih baik”.
Seseorang yang kuat melawan arus lingkungan yang
menghanyutkan hanyalah orang-orang yang kuat, kuat
kepribadiannya, kuat karakternya, kuat tsaqofahnya, kuat
tarbiyahnya, kuat ibadahnya, dan kuat imannya. Mereka menjadi
orang yang kuat karena memiliki konsep diri yang jelas. Dalam
bahasa para ulama, mereka adalah orang-orang yang ma’rifatun
nafs atau orang yang mempunyai pengetahuan tentang dirinya.
Ma’rifatun nafs adalah sebuah ilmu yang berdiri paralel
dengan ma’rifatullah. Maka Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah
memasukkan ilmu ma’rifatun nafs sebagai ilmu kedua setelah
ma’rifatullah. Sebab, seperti kata Ali bin Abi Thalib, “man ‘arofa
nafsahu, ‘arofa Rabbahu, barang siapa yang mengenal dirinya
maka ia mengenal Tuhan-Nya”
Seorang yang mengetahui ‘dirinya’ dengan baik maka ia akan
berpeluang untuk dapat menumbuhkan dan memaksimalkan sisi-
86. 86 | I k h w a h L i d a h
sisi positif yang ada dalam dirinya. Dengan mengetahui kadar
kemampuannya maka seseorang akan mampu mengoptimalkan
quwwatul khair (kekuatan kebaikan) yang ada dalam dirinya. Dan
di saat yang sama ia akan mampu meminimalisir quwwatus syarr
(kekuatan kejahatan) yang ada dalam dirinya.
Aktivis Dakwah Kampus sejati adalah orang yang senantiasa
siap menghadapi bagaimanapun kondisi lingkungannya. Ia
senantiasa teguh menghadapi arus dan badai kerusakan umat. Ia
akan selalu bersama kebenaran biarpun hanya ia seorang diri yang
bersama kebenaran tersebut. Mereka seakan-akan adalah wujud
dari pesan Imam Hasan Al-Banna, “Antum ruhun jadidah tarsi fi
jasadil ummah”. Kamu adalah ruh baru, kamu adalah jiwa baru
yang mengalir di tubuh ummat, yang menghidupkan tubuh yang
mati itu dengan Al-Qur’an.
Rasulullah SAW bersabda,
“Bertakwalah kamu kepada Allah dimana saja kamu berada
dan ikutilah setiap keburukan dengan kebaikan niscaya dapat
menghapuskannya, serta pergauilah manusia dengan akhlak yang
baik”. (HR. Tirmidzi)
Aktivis dakwah kampus sejati adalah orang yang senantiasa
bertakwa kepada Allah di mana pun ia berada. Ia tidak pernah risau
dengan lingkungannya. Sebab di mana pun ia berada, baginya
87. Sepotong Hati untukmu… | 87
adalah tempat yang tepat untuk melakukan kebaikan; ia terus
menebar kebajikan. Ia selalu bergaul dengan akhlak yang baik. Ia
senantiasa memperlakukan saudaranya yang lain dengan sebaik-
baik perlakuan, biarpun mungkin yang diterimanya tidak sebaik
yang diharapkannya. Maka ia pun menjadi cahaya bagi lingkungan
sekitarnya.
Aktivis dakwah kampus sejati adalah orang yang senantiasa
teguh dalam kebenaran, di mana pun dan kapan pun. Ia tidak
terpengaruh dengan apa yang di luar dirinya. Ia senantiasa teguh
pendiriannya. Sebab ia telah memiliki pegangan yang kokoh dalam
dirinya. Maka ia pun berusaha untuk mempengaruhi sekitarnya. Ia
berbaur dengan masyarakatnya, namun ia tidak melebur. Ia
senantiasa tetap teguh pada kebenaran biarpun ia sendirian.
Akhirnya, para aktivis dakwah kampus sejati itu
mengingatkanku pada pesan Syaikhut Tarbiyah KH. Rahmat
Abdullah, ”Selalulah bersama Kebenaran, walaupun Engkau
sendirian.” Dan para aktivis dakwah kampus sejatipun memahami
betul nasihat tersebut.
Inspirasi:
Anis Matta, Menuju Cahaya
Rahmat Abdullah, Warisan Sang Murabbi.
88. 88 | I k h w a h L i d a h
Teruslah di Jalan Ini
Aku Rindu
Aku rindu zaman ketika halaqah adalah kenikmatan, bukan
sekadar sambilan apalagi hiburan
Aku rindu zaman ketika membina adalah kewajiban , bukan
pilihan, apalagi beban dan paksaan
Aku rindu zaman ketika douroh menjadi kebiasaan bukan sekedar
pelengkap pengisi program yang dipaksakan
Aku rindu zaman ketika tsiqoh menjadi kekuatan, bukan keraguan
apalagi kecurigaan
Aku rindu zaman ketika tarbiyah adalah pengorbanan bukan
tuntutan, hujatan, dan objekan
Aku rindu zaman ketika nasehat menjadi kesenangan, bukan
suudzon atau menjatuhkan
Aku rindu zaman ketika kita semua memberikan segalanya untuk
dakwah ini
Aku rindu zaman ketika nasyid ghuraba menjadi lagu keseharian
89. Sepotong Hati untukmu… | 89
Aku rindu zaman ketika hadir liqo adalah kerinduan dan
keterlambatan adalah kelalaian
Aku rindu zaman ketika malam gerimis pergi ke puncak mengisi
dauroh dengan ongkos terbatas dan peta tak jelas
Aku rindu zaman ketika seorang ikhwah benar-benar berjalan kaki
dua jam di malam buta sepulang tabligh dakwah di desa sebelah
Aku rindu
(K.H. Rahmat Abdullah- Allahu Yarham)
Subhanallah... Mungkin kata itu yang akan kita ucapkan
pertama kali ketika membaca kata demi kata dari K.H. Rahmat
Abdullah, seseorang yang begitu luar biasa perannya dalam
dakwah ini. Pertama kali saya membaca puisi di atas seakan
menjadi suatu tamparan, begitu berbedanya zaman dahulu dengan
zaman sekarang. Dulu kader militan, sekarang meletan, bahkan
kadang ada yang memlesetkan juga menjadi kader moletan. Meski
ironis, tapi itulah kenyataan yang ada.
Tak perlu jauh-jauh mencari contoh, saya melihat diri saya
sendiri. Saya belumlah kader yang militan, mungkin bisa saja saya
termasuk ke dalam kader meletan, yang kalau diberi amanah
banyak mengeluhnya daripada melaksanakannya. Mungkin juga
saya termasuk kader moletan, yang lebih suka bogi (bobo pagi),
90. 90 | I k h w a h L i d a h
boci (bobo ciang), bore (bobo core), ketimbang ikut syuro’ dan
kegiatan-kegiatan full manfaat lainnya. Kalau diajak teman dan
mbak-mbak, selalu saja ada 1001 alasan buat nolak.
Yah mungkin saya termasuk salah satu, salah dua, bahkan
salah tiga diantaranya. Astaghfirullahal ’adzim... Tapi melalui fase-
fase inilah yang menentukan perjalanan kader dakwah kedepannya.
Akankah ia terus menerus dalam keadaan dan kefuturan seperti itu,
ataukah berpijak dari kefuturan itu untuk bertolak menjadi kader
yang militan full manfaat? Pilihan ada di tangan pribadi masing-
masing.
“Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa apabila
dikatakan kepada kamu, ‘Berangkatlah (untuk
berjuang/berperang) di jalan Allah,’ kamu merasa berat dan ingin
tinggal ditempatmu? Apakah kamu lebih menyenangi kehidupan di
dunia daripada kehidupan di akhirat? Padahal kenikmaatan hidup
di dunia ini (dibandngkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah
sedikit.”(QS At Taubah: 38)
Namun untuk keluar dari lingkaran kefuturan ini tidaklah
semudah membalikkan telapak tangan. Kita harus mau keluar dari
zona nyaman kita. Harus mau berkorban waktu, tenaga, pikiran,
dan sedikit harta(karena harta kita kan memang masih sedikit,
hehe....) untuk dakwah ini. Dan yang tidak kalah penting selain
motivasi dari diri sendiri yaitu kesadaran akan perannya di dalam
91. Sepotong Hati untukmu… | 91
jalan dakwah ini dan lingkungan yang ada di sekitarnya, segala
sesuatu yang dekat dengan kita.
Tak sedikit kita jumpai kader dakwah yang masih belum
menyadari keberadaannya dan perannya dalam jalan dakwah ini.
Ini merupakan PR kita bersama. Dan tak kalah pentingnya yaitu
lingkungan kader tersebut. Apakah berada di lingkungan yang bisa
dibilang sudah kondusif ataukah masih labil, sehingga mempersulit
kader tersebut untuk melakukan perubahan.
Dapat saya rasakan sendiri, saat saya berada di dekat orang-
orang yang cenderung statis, maka saya pun akan ikut statis.
Semisal ada kajian atau syuro (Rapat), sementara teman-teman
yang lain masih pada tidur atau mengerjakan tugas dan alasan-
alasan lain, sehingga kita yang awalnya berniat ikut syuro atau
kajian, ikut-ikutan tidak datang. Berbeda saat saya berada dekat
dengan orang-orang yang begitu bersemangat, kita pun akan
termotivasi untuk melakukan kegiatan-kegitan yang bermanfaat.
Rajin syuro, ikut kajian dan berbagai kegiatan serta berbagai
organisasi yang bermanfaat.
“Seseorang itu akan mengikuti agama teman akrabnya, maka
hendaklah kalian memperhatikan dengan siapa berteman akrab.”
(HR. Abu Dawud)
92. 92 | I k h w a h L i d a h
Sebagai ADK (Aktivis Dakwah Kampus) pastinya kita
harus dapat menjadi teladan, contoh yang baik bagi teman-teman di
sekeliling kita. Meski begitu, tak ada gading yang tak retak. Tak
ada manusia dengan akhlak yang sempurna, tanpa kesalahan
sekalipun. Maka dari itu perlulah kita berkumpul dengan orang-
orang shalih yang alim. Agar kita dapat men-charge kembali
kefuturan iman kita.
Seperti yang saya alami ketika saya berada di Depag BEM
Jurusan, saat itu kader ikhwah hanya ada 1 ikhwan dan 1 akhwat.
Seiring berjalannya waktu, gugurlah yang kader ikhwan tadi.
Tinggal 1 kader akhwat yang berjuang di jurusan itu. Tentunya
saya tidak sendiri, banyak masukan dan bantuan dari mbak-mbak
senior terkait peran saya di jurusan. Namun tak dapat saya
pungkiri, dalam arus pergaulan BEM yang begitu bebas dan
longgar, sementara saya hanya sendirian, jikalau kita tidak kuat,
bukannya kita yang mewarnai mereka, namun kita yang diwarnai.
Tak jarang saya disidang mbak-mbak kalau ada
penyimpangan atau sesuatu yang kurang tepat. Dulu saya pun
sempat marah, karena merasa ini adalah hak saya, kenapa saya
harus dipantau, diawasi dan diperlakukan seperti itu. Namun
lambat laun saya menyadari bahwa itu adalah salah satu bentuk
kasih sayang mbak-mbak pada saya. Meski kadang penyampaian
yang mereka berikan membuat luka di hati dan stress di pikiran.
93. Sepotong Hati untukmu… | 93
Tak jarang saya menangis karena itu. Tapi kembali lagi, bahwa itu
memang seharusnya dilakukan supaya saya tidak terjatuh lebih
dalam. Kalau saja saya dibiarkan melakukan tindakan-tindakan
yang melanggar syariat, mungkin penyesalanlah yang akan saya
rasakan.
Dua tahun berorganisasi di Depag BEM cukup
mendewasakan saya dan menambah banyak pengalaman berharga,
banyak koneksi dan banyak ilmu yang didapat. Saya tak pernah
merasa rugi ikut organisasi, karena dari sana lah gudang ilmu saya.
Pun begitu dengan organisasi dakwah yang saya ikuti ini. Meski
saya tak jarang futur, tapi alhamdulillah ada banyak saudara-
saudara yang senantiasa mengingatkan dan menuntun pada jalan
kebaikan.
Pada awal berorganisasi saya merasa keberadaan saya tidak
terlalu dianggap ada, saya hanya ditempatkan pada jabatan atau
posisi yang menurut saya itu bukanlah posisi yang penting, dan
terkadang saya iri dengan teman-teman saya yang begitu menonjol
kemampuannya, sehingga sering ditempatkan pada posisi strategis.
Hingga suatu waktu, saya mendengarkan taujih dari seorang ustad
bahwasanya seperti apapun kita, ditempatkan diposisi apa, dan
sekecil serta seringan apapun tugas yang diberikan kepada kita itu
adalah amanah yang telah diberikan Allah pada kita melalui
tangan-tangan-Nya. Maka dari itu harus dilakukan dengan sepenuh
94. 94 | I k h w a h L i d a h
hati dan ikhlas demi menggapai ridha Allah SWT. Mulai saat itu
saya merasa terbuka pikiran saya, mulai meluruskan niat, dan
melakukan amanah-amanah yang diberikan kepada saya dengan
sepenuh hati.
Teringat saya dengan ungkapan Sufyan At-Tsauri, “Tidak ada
yang lebih berat bagiku melebihi beratnya mengobati niatku,
karena ia selalu berubah-ubah dalam diriku”.
Memang tiada kenikmatan hidup yang bisa kita rasakan
melainkan adanya rasa syukur dalam hati terhadap ketentuan Allah
dan selalu berbaik sangka atas setiap ketentuan-Nya. Baik itu
musibah atau nikmat. Karena kita tidak tahu, apakah yang kita
sangka nikmat tenyata cobaan yang hanya akan mendatangkan
murka dan adzab Allah, sementara yang kita rasa itu musibah
malah ladang pahala yang akan mengantarkan kita pada ridha
Allah Swt.
Dimanapun kita, dengan amanah sebesar dan sekecil apapun
itu, asal kita menjalankannya dengan sepenuh hati, diniatkan
Lillahi Ta’ala, insyaAllah akan berbuah manis nantinya. Karena
Allah telah berfirman dalam QS Muhammad (47) ayat 7 yang
artinya berbunyi, “Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong
(agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan
kedudukanmu”.
95. Sepotong Hati untukmu… | 95
Teringat SMS tausiyah dari teman saya yang cukup
menggelitik namun dapat dijadikan untuk bahan perenungan :
SMS Tausiyah 1
Militansi itu,
Tidak diukur dari tebalnya jenggot dan hitamnya dahi seorang
ikhwan,
Atau dari lebarnya jilbab seorang akhwat.
Bukan pula dilihat dari banyaknya amanah yang melenngkapi
curriculum vitae-nya.
Bukan juga dirasa dari kerasnya takbir atau cemerlangnya
gagasan ketika syuro atau diskusi
Karena militansi itu hanya dapat diukur dari ketulusan dan
kejujuran dalam berjuang menjalankan amanah dakwahnya.
Ada sifat TOTALITAS dan loyalitas pada dirinya.
SMS Tausiyah 2
Saudaraku,
Kadang tanpa disadari,
Yang kita berikan di jalan dakwah ini hanyalah sisa,
96. 96 | I k h w a h L i d a h
Sisa waktu.
Sisa tenaga,
Sisa dana,
Sisa pikiran,
Bahkan sisa perasaan..
Namun kita menuntut lebih,
Islam kembali berjaya..
Sesungguhnya TIDAK!
Islam hanya akan kembali berjaya hanya dengan TOTALITAS.
JIHAD!
Tinggal kini pilihlah jalanmu!
Melebur dalam dakwah ini,
Hingga mewarnai seluruh kehidupan kita.
Atau hanya selingan , memberi hanya sisa-sisa aktivitas lain?
Ketahuilah kawan,
Dakwah tidak butuh kita,
Dia akan tetap diperjuangkan oleh mereka yg dipilih-Nya
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara
kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan
97. Sepotong Hati untukmu… | 97
mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan
merekapun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap
orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang
kafir, yang berjihad dijalan Allah, dan yang tidak takut kepada
celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-
Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha Luas
(pemberian-Nya), lagi Maha Mengetahui.” (QS Al Maidah 5:54)
98. 98 | I k h w a h L i d a h
Antara Rekrutmen & Dakwah
“Teruslah bergerak, hingga kelelahan itu lelah mengikutimu
Teruslah berlari, hingga kebosanan itu bosan mengejarmu
Teruslah berjalan, hingga keletihan itu letih bersamamu
Teruslah bertahan, hingga kefuturan itu futur menyertaimu
Tetaplah berjaga, hingga kelesuan itu lesu menemanimu.”
(KH. Rahmat Abdullah)
Sebagai seorang aktivis pastinya kita tak asing lagi dengan
dua kata itu: rekrutmen dan dakwah. Sebuah kata yang sering kali
“diteriakkan” oleh para mas’ul kita. Tapi banyak juga yang hanya
tahu artinya tapi tak mengerti urgensinya. Sehingga akibatnya
banyak yang tidak tergerak untuk melakukannya. Yah, walaupun
banyak sekali para pemateri yang sudah menyampaikan hal ini
kepada kita.
Karena saya bukan orang dari jurusan Bahasa Indonesia, saya
tidak akan mengartikannya menurut kaidah bahasa. Secara
gampangnya, rekrutmen itu adalah mengajak orang sebanyak-
99. Sepotong Hati untukmu… | 99
banyaknya untuk melakukan apa yang kita harapkan. Contohnya,
rekrutmen untuk kerja kelompok, rekrutmen anggota, rekrutmen
JJM (Jalan-Jalan ke Mall), dll. Jadi tak hanya kebaikan saja yang
melakukan rekrutmen, tapi ‘kejahatan’pun melakukan rekrutmen.
Seperti kisah bagaimana iblis akan dikeluarkan oleh Allah dari
surga. Apa yang diminta iblis dari Allah? Mengajak manusia
sebanyak-banyaknya untuk menemani iblis di neraka. Jadi mana
yang akan kita pilih? Rekrutmen untuk menuju surga atau
rekrutmen untuk menuju neraka?
Jika memilih untuk menuju surga maka ajaklah teman-
temanmu sebanyak-banyaknya untuk membersamaimu menuju
surga. Inilah yang dimaksud dengan dakwah. Jadi sudah terlihat
kalau dakwah itu sangat dekat kaitannya dengan rekrutmen.
Karena sesungguhnya keberhasilan dakwah kita dapat dilihat dari
seberapa banyakkah rekrutmen yang sudah dilakukan?
Mungkin, akan ada yang protes “Lho, kok bisa?”. Begini,
ibaratnya sebagai seorang mahasiswa yang mengambil jurusan
tertentu, darimanakah kita bisa melihat tolok ukur
keberhasilannya? Yup! Ketika dia berhasil mengamalkan ilmunya,
apalagi berhasil mengajarkan ilmu itu untuk orang lain.
Masih mau protes? Tadi pagi saya melihat sebuah acara di
salah satu stasiun televisi swasta yang selalu menghadirkan orang-
orang berprestasi. Dan pada pagi hari tadi yang hadir adalah para
100. 100 | I k h w a h L i d a h
pembuat robot. Mereka dikatakan berhasil dalam belajar/menuntut
ilmu jika mereka berhasil membuat sebuah robot. Jadi, jika dia
belum membuat robot, maka bisa dibilang ilmu yang dia dapatkan
menjadi sia-sia.
Nah, begitu juga dalam dakwah. Dakwah itu kan menyeru
atau mengajak. Jadi bisa dikatakan seseorang itu berhasil dalam
dakwah, jika dirinya telah mengajak orang lain untuk menuju
jalan-Nya.
Lalu apa yang harus dilakukan setelah melakukan rekrutmen?
Yakni menjaga keistiqomahan yang sudah direkrut. Karena sama
saja jika kita berhasil melakukan rekrutmen besar-besaran setelah
itu hilang semua. Kalau hal ini sampai terjadi, bisa mengakibatkan
efek buruk bagi yang pernah direkrut. Misalnya, munculnya image
negatif terhadap kita. Dia merasa kecewa dengan kita. Yang
awalnya begitu bersemangat mendekatinya, tapi setelah ada
“pernyataan” yang keluar dari mulutnya, dia ditinggalkan. Jadinya,
perasaan patah hati itu bisa muncul akibat kita tidak menjaga
keistiqomahannya.
Secara psikologis, orang yang pertama kali menemukan
sesuatu hal yang baru dan mengikutinya, dia akan cenderung lebih
bersemangat. Tapi semangatnya ini biasanya akan menggebu-gebu,
sehingga jika tidak segera disalurkan dengan baik, besar
kemungkinannya semangat yang dia miliki akan patah. Oleh
101. Sepotong Hati untukmu… | 101
karena itu, jangan sekali-kali membuat orang patah hati (Baca:
patah semangat).
Lalu, bagaimana cara menjaga keistiqomahan yang sudah
direkrut? Caranya tak lain adalah membina. Konteks membina
disini bukan berarti langsung menempatkan dia pada suatu halaqoh
dan langsung diajari tentang materi-materi seperti ma’rifatullah,
makna syahadatain, ma’rifatul rasul, dll. Tidak harus selalu seperti
itu. Akan tetapi, konsep awal bisa menyesuaikan dengan kondisi
dan situasi.
Contohnya, jika saat ini sedang beramanah di sebuah
departemen BEM Jurusan, maka ketika rapat, tawarkan dirimu
untuk membuka rapat. Lalu ketika membuka rapat, sisipkanlah
beberapa taujih. Tak usah berlama-lama, seperti halnya kultum
(Kuliah Tujuh Menit). Sebentar tapi membuat mereka tertarik
dengan apa yang disampaikan. Pada awalnya dari rapat ke rapat.
Lalu bisa jadi akan ada permintaan untuk membuat kajian untuk
internal BEM itu sendiri. Pelan-pelan, tapi pasti. Yang penting
selama itu berlangsung, usahakan senantiasa menjaga pemilihan
katanya, agar bisa diterima dengan baik dan tidak menyakitkan hati
sang pendengarnya.
Masalahnya sekarang, berani atau tidak? Mau atau tidak?
Kalau sudah tidak mau dan tidak berani, tidak akan bisa berjalan.
Apa sih yang membuat perasaan tidak berani dan tidak mau itu