Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...
[181207]aceh pasca tsunami, dampak negatif bantuan yang berlebihan
1. .: KabarIndonesia - ACEH PASCA TSUNAMI: Dampak Negatif Bantua... http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=20&dn=20071218143534
Kirim / Edit Berita
Daftar Jadi Penulis
Home | Index | Berita | Berita Foto | Top Views | Top Reporter | Berita Redaksi | RSS | FAQ | Email ke Redaksi
Cari Cari KabarIndonesia Web, by Jumat, 04 Januari 2008 11:12:22 WIB
BERITA UTAMA BERITA FOTO
Daerah HOKI Peduli Banjir
Penanganan Bencana Banjir oleh : Aldy Madjid
di Kampung Melayu, HOKI 03-Jan-2008, 22:06 WIB
Beri Bantuan Jajaran Redaksi HOKI
oleh : Aldy Madjid peduli korban banjir di
03-Jan-2008, 22:11 WIB RT 017, Kampung
Bidaracina, Kampung
KabarIndonesia – Melayu, Jakarta Timur.
Jumlah pengungsi Pimred HOKI Wilson
korban banjir di Lalengke menyerahkan sembako kepada
bantaran Sungai Ketua RT 17 Suparno disaksikan oleh
Ciliwung, Kampung jajaran redaksi HOKI dan warga.
Melayu, Jakarta Timur, selengkapnya....
hingga Kamis (3/1) sudah berkurang, ;
sementara ketinggian air di kali Ciliwung,
banjir sudah mencapai di bawah normal
dan ketinggiannya sudah menyurut hingga
50 centimeter dibanding hari BERITA LAINNYA
selengkapnya....
NASIONAL
Walikota Medan Ditahan
BERITA OPINI LAINNYA Nama Pejabat Disalahgunakan untuk
Opini Menipu Penerima Bantuan
Islamic Continuous Improvement
02-Jan-2008, 08:47:52 WIB
INTERNASIONAL
Ada Apa dengan Perfilman Indonesia? ACEH PASCA TSUNAMI: Dampak Negatif Bantuan yang
(Bagian I)
30-Des-2007, 23:16:52 WIB
Berlebihan Pemilu di Pakistan Ditunda, Foto
Oleh : Djuneidi Saripurnawan Tersangka Pembunuh Benazir
Disebarluaskan
Formalisasi Hukum Adat, Solusikah ?
30-Des-2007, 21:32:24 WIB 18-Des-2007, 14:49:41 WIB - [www.kabarindonesia.com]
Lima Tahun Komite Monitoring
Islam Tidak Mengenal Pengangguran Perdamaian dan Demokrasi (KMPD)
30-Des-2007, 14:13:16 WIB A. Pendahuluan
KabarIndonesia - Bencana Gempa bumi 9.0 skala Richter dan tsunami di Nanggroe Aceh DAERAH
Ramalan Anda untuk Tahun 2008 Darussalam (NAD) dan Pulau Nias, Sumatera Utara, terjadi pada 26 Desember 2004. Gempa
30-Des-2007, 13:44:06 WIB
bumi ini merupakan gempa terbesar yang pernah terjadi di wilayah yang memang rawan Papua Terparah dan Tertinggal, Jadi
Tuhan Ada? Tidak, yang Ada Adalah gempa tektonik ini. Pusat gempa berada pada 225 Km di selatan di Kota Banda Aceh pada Keprihatinan Semua Pihak
"Iets" kedalaman 9-10 Km di bawah permukaan laut.
30-Des-2007, 13:07:40 WIB
Jalan Pantai Timur Aceh
Gempa ini disusul gelombang besar air laut (tsunami) dengan kecepatan mencapai 800 Memprihatinkan
Isue Seputar Pembunuhan Benazir
Bhutto km/jam dan ketinggian 15 m menerjang seluruh pesisir pantai dari Aceh bagian Utara
30-Des-2007, 05:37:56 WIB sampai pesisir Timur Sumatera Utara, termasuk pulau di sekitarnya. Kehancuran terjadi di EKONOMI
sepanjang pesisi pantai Provinsi NAD sampai Sumatera Utara dengan kerusakan terparah
Menyongsong Tahun Baru yang Lebih ada di area 10 km dari garis pantai.
Bermakna dengan Lingkungan yang Bank DKI Buka Layanan Khusus UMKM
Korban jiwa manusia 124.946 dan 94.994 hilang tidak ditemukan jasadnya (per 02 Maret
Lebih Sehat
29-Des-2007, 13:46:19 WIB 2005). Belanda Juara Pemerhati Kemiskinan
Siapkah Pekerja Kita Menghadapi Sekitar 668.470 hektar tanah tersapu gelombang tsunami. 650 desa hancur dari 2.823 desa OLAH RAGA
Pasar Bebas? yang ada di NAD. Perkiraan terakhir total korban jiwa sekitar 230.000 jiwa (Wikipedia,2006).
29-Des-2007, 11:06:08 WIB
Sedangkan Badan Pusat Statistik NAD memperkirakan korban jiwa hampir setengah juta Mampukah Persipura Juara Liga 2007?
Kehebatanku di Akhir Tahun penduduk Aceh (kompas.com, Mei 2006).
27-Des-2007, 12:43:29 WIB Arya Mahendra Juara FIKS-TELKOM
Pertolongan pertama justru datang dari pihak luar negeri, tentara asing dan lembaga 2007 di Bandung
bantuan international lebih sigap menghadapi bencana tsunami terbesar abad ini daripada
pihak berwenang Negara Republik ini. HUKUM
Tentara Amerika dan Australia langsung ke lokasi bencana mengulurkan bantuan makanan Parti Gagal Menjadi Parpol Bertekad
pokok dan penanganan medis untuk para korban supaya bertahan hidup. Beberapa waktu Terus Berjuang
kemudian, ratusan Non Government Organisation (NGO) internasional maupun nasional, dan
lembaga bantuan dunia lainnya berdatangan untuk membangun kembali NAD dan Nias. Penyelesaian Tunggakan Kasus oleh
KPK
Pada Awal Maret 2005 Pemerintah mengadakan proses perencanaan rehabilitasi dan
rekonstruksi di Banda Aceh yang melibatkan berbagai pihak, termasuk donor internasional, PROFIL
Non Government Organisation (NGO) baik dari dalam maupun luar negeri, serta warga
masyarakat umumnya. PRESTASI GUBERNUR PAPUA: Kakak
Bas dari Penghargaan ke Penghargaan
Besarnya perhatian dunia terhadap bencana tsunami ini, nampak dari banyaknya bantuan
luar negeri yang mengalir ke NAD dan Nias. Dan perlu dicermati bahwa semua itu pasti Kisah Sukses Wandi Sang “Elvis
membawa dampak positif maupun negatif. Tulisan berikut ini mencoba mengkritisi dampak Presley” dari Kota Kembang
negatif bantuan international dan perubahan sosial-budaya yang terjadi di Aceh setelah
setahun Tsunami.
B. Bantuan Berlimpah
Ratusan NGO baik internasional maupun nasional, ditambah lagi kehadiran lembaga bantuan
dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nation) dan puluhan pemerintahan negara sahabat
hadir di NAD dan Nias dengan membawa sejumlah paket program bantuan, dan itu berarti
sejumlah besar uang mengucur ke wilayah ini di samping berupa barang dan jasa.
Banyaknya lembaga yang membawa program bantuan tertentu ke NAD dan kaitannya
dengan kebutuhan para korban, ternyata berlaku seperti hukum ekonomi dalam hubungan
“penawaran dan permintaan”---supply and demand. Penawaran bantuan dalam jumlah
berlebihan membuat orang-orang korban tsunami dimanjakan dalam pemenuhan kebutuhan,
1 of 4 1/4/2008 11:14 AM
2. .: KabarIndonesia - ACEH PASCA TSUNAMI: Dampak Negatif Bantua... http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=20&dn=20071218143534
bahkan mereka bisa memilih bantuan mana yang boleh dan tidak untuk dilakukan.
Jangan heran bila banyak kasus ditemukan NGO yang ditolak oleh komunitas korban tsunami
tertentu karena dinilai bantuannya tidak lebih baik dari NGO lainnya dan dianggap tidak
sesuai keinginan permintaan komunitas itu. Contoh, ratusan rumah baru semi permanen
(rumah tumbuh) tidak ditempati karena dinilai tidak lebih baik daripada bantuan rumah
permanen dan berlantai keramik.
Setiap NGO mempunyai rancangan rumah masing-masing. Ketiadaan standar desain rumah
adalah salah satu faktor terjadinya hukum permintaan itu. Selain itu, masih lemahnya
koordinasi sampai Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD dan Nia (BRR) terbentuk dan
berjalan baik pada paruh tahun pertama proses recovery ini.
Seorang kawan yang sukarelawan mengatakan, “Enak ya orang Aceh, sudah dibantu banyak,
masih bisa minta ini-itu.” Pernyataan itu ditujukan kepada warga penerima bantuan rumah
yang masih ‘menuntut’ supaya rumah dipasang keramik. Karena bantuan rumah diberikan
berdasarkan KK(Kepala Keluarga), maka ada juga warga yang menuntut bantuan untuk KK
baru atau keluarga baru alias pasangan yang baru menikah.
Hal ini menyebabkan permintaan bantuan rumah jumlahnya bertambah. Belum lagi, siasat
‘mafia’ dari sekelompok orang untuk mengumpulkan kekayaan dari bantuan yang berlebihan
ini. NGO Uplink (Urban Poor Linkage) mengungkapkan persoalan lemahnya koordinasi dan
pengawasan pembangunan rumah oleh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) sehingga
memungkinkan orang-orang tertentu mendapatkan rumah bantuan lebih dari satu, bahkan
ada yang mendapatkan sembilan unit rumah.
C. Uang Berlebihan
Bantuan berlimpah bukan hanya berupa material dan tenaga semata-mata, tetapi juga
berupa alat tukar uang yang berlimpah beredar di wilayah propinsi Nanggroe Aceh
Darussalam ini. Program-program bantuan dijalankan dengan uang yang berlebihan untuk
menggerakkan orang-orang local maupun pendatang.
Nilai uang yang tidak sewajarnya ini ternyata diinternalisasi oleh mereka sebagai harga atau
nilai diri dalam ukuran pendapatan yang layak diterima bila bekerja sampai sekarang ini.
Persoalan muncul, ketika pasar sekarang ternyata tidak bisa memberikan harga yang cukup
(dianggap layak) bagi mereka. Akibat luas lainnya adalah harga-harga barang yang terus
bertahan pada harga tinggi, meskipun kondisi sudah mulai normal .
D. “UN Price”
Ketika lembaga bantuan international banyak berdatangan ke Aceh, sementara bangunan
rumah yang bisa dan layak digunakan sebagai kantor kerja sangat terbatas, maka pemilik
rumah itu mendapatkan tawaran sewa dari pihak lembaga international lebih tinggi daripada
yang diharapkan oleh pemiliknya. Apalagi datangya tawaran dari lembaga sekelas United
Nation (Perserikatan Bangsa-Bangsa) . Maka tawaran yang paling bagus tentunya akan
mendapatkan respon paling cepat. Demikianlah, kemudian berpengaruh luas pada
harga-harga sewa rumah di Banda Aceh dan sekitarnya.
E. Orientasi Uang
“Apa yang akan terjadi kalau setiap kegiatan apa pun yang terjadi di tengah komunitas
digerakkan dengan uang?” Mudah diprediksi bahwa tanpa uang maka tidak ada kegiatan.
Begitulah yang terjadi dalam komunitas-komunitas di Aceh yang sedang mendapatkan
banyak bantuan dalam proses recovery ini. “Cash (money) for work” merupakan salah satu
program yang popular sejak awal pasca Tsunami yang dilakukan oleh lembaga-lembaga
bantuan besar termasuk dari PBB. Memobilisasi massa dengan sejumlah puluhan sampai
ratusan ribu rupiah per hari untuk seorang pekerja yang membersihkan material “sampah
Tsunami” di sepanjang jalan dan pemukiman.
Bahkan untuk kegiatan yang bersifat hanya mengumpulkan orang untuk bermusyawarah
atau berdiskusi membicarakan kegiatan recovery untuk warga komunitas itu sendiri, banyak
NGO terutama international NGO yang menggunakan uang untuk memobilisasi massa.
Warga komunitas korban Tsunami mengalami kejenuhan dengan banyaknya pertanyaan
yang berulang kali dilakukan para surveyor untuk mengidentifikasi bantuan yang akan
diberikan oleh lembaga-lembaga bantuan. Lagi-lagi, cara yang digunakan adalah membayar
para informan dengan puluhan sampai ratusan ribu rupiah sebelum atau setelah wawancara.
Akibatnya, sekarang warga merasa “harus dibayar” bila dimintai keterangannya sekalipun
keterangan itu untuk membangun kembali dirinya, komunitas dan kampungnya. Mereka
tidak tertarik untuk mengikuti kegiatan yang tidak ada uang-nya. Dan hal itu sudah
dinyatakan secara terbuka. Sudah tidak “malu-malu” lagi, dan sudah menjadi gejala umum.
Yang lebih prihatin lagi adalah orientasi uang sudah mempengaruhi anak-anak dalam
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh NGO maupun program pemerintah dalam recovery
ini. Selain karena perlakuan dari NGO sendiri yang menggunakan uang sebagai factor utama
dalam menggerakkan partisipasi warga dan juga anak-anak, pengaruh dari orang tua juga
terjadi secara langsung.
F. Mental (Menunggu) Bantuan di Barak.
Bantuan yang terus mengalir sampai sekarang menyebabkan sulitnya para pedagang
membangun kembali usahanya, kecuali usaha-usaha yang jelas mendukung penyediaan
bahan, sarana dan prasarana untuk pembangunan rumah, dan infrastruktur lainnya.
Mereka menghadapi sepinya para pembeli karena kebutuhan terkait sudah disediakan atau
diadakan oleh para NGO. Kebangkitan ekonomi usaha kecil menjadi tersendat-sendat karena
bantuan yang terus mengalir untuk memenuhi semua kebutuhan para pengungsi. Orang
tidak perlu bersusah payah kerja untuk hidup, karena kebutuhan makanan, air, tempat
tinggal dan seterusnya sudah tersedia.
Inilah salah satu factor penyebab para pengungsi tidak (belum) mau pindah ke rumah baru
di desanya, karena tidak akan mendapatkan bantuan lagi. Bantuan banyak ditujukan kepada
mereka yang tinggal di tenda, barak atau rumah-sementara daripada yang sudah tinggal di
rumah atau pemukiman baru.
Seorang anak bernama Ikraniah Ramah Saidah, kelas 4 SD, yang tetap bertahan tinggal
bersama orangtuanya di Barak pengungsian meskipun rumah barunya sudah jadi dan siap
untuk dihuni, mengungkapkan apa yang dikhawatirkan oleh orangtuanya.
“Kata ayah kami nggak punya uang kalo harus pergi sekolah dari sini ke SD barak dan kalo
pindah nanti kami nggak dapat sembako lagi dari barak jadi Ramah sama mamak tinggal di
barak aja biar dapat sembako dan sekolahnya deket,” ujar anak ini lugu.
2 of 4 1/4/2008 11:14 AM
3. .: KabarIndonesia - ACEH PASCA TSUNAMI: Dampak Negatif Bantua... http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=20&dn=20071218143534
G. Proyek Mewah Meninggalkan Beban Biaya Perawatan yang Tinggi
Proyek dengan biaya tinggi dan tergolong mewah dibangun di desa-desa yang terkena
bencana gempabumi dan tsunami, seperti gedung sekolah, puskesmas, dan bangunan untuk
pelayanan publik termasuk gedung pemerintahan. Wujud kemewahan begitu terasa dari
proyek yang nilainya saja sudah milyaran rupiah, meskipun di Aceh terjadi inflasi yang tinggi.
Kemudian, ini berdasarkan kenyataan yang terjadi, proyek tersebut diserahkan kepada
pemerintah atau masyarakat setempat. Beberapa bulan kemudian baru terasa bahwa
penggunaan dan perawatan gedung tersebut membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Sebuah
sekolah yang dibantu oleh Negara tetangga harus mengeluarkan biaya tinggi untuk listrik
setiap bulannya, karena menggunakan banyak lampu kapasitas besar, komputer, air
conditioner (AC) dan seterusnya. Dan belum lagi untuk perawatan fisik bangunan dan
sebagainya. Artinya, Semua kemewahan itu juga meninggalkan tambahan beban biaya tinggi
untuk perawatannya, yang dahulu tidak pernah ada.
H. Yang Bekerja dan Yang Menunggu
Di Aceh pasca tsunami, bisa dikatakan tawaran pekerjaan begitu berlimpah ruah, sementara
kebutuhan untuk mengisi pekerjaan itu menjadi cukup terbatas karena banyak sumberdaya
manusia yang hilang dan meninggal akibat gempabumi dan tsunami. Oleh karena itu, banyak
orang luar berdatangan dalam rangka bekerja dan sekaligus “membantu” proses recovery di
Aceh. Banyak tenaga kerja konstuksi yang berasal dari Medan, Jawa dan Jakarta. Semua
pekerjaan mendapatkan imbalan yang “luar biasa” lebih baik dibandingkan dengan yang
terjadi di daerah lainnya, seperti di Jakarta dan Surabaya.
Keterbatasan tenaga kerja yang memadai akibat tsunami berdampak pada Dosen dan
pegawai negeri sipil yang kebanjiran tawaran bekerja dari NGO luar negeri maupun dalam
negeri—tentunya dengan imbalan yang luar biasa, tetapi tanggungjawabnya mengajar
terbengkalai dan mahasiswa cenderung terabaikan dalam proses pembelajaran di kampus.
Mahasiswa hanya bisa menunggu kapan sang dosen membimbingnya.
Yang bekerja, yang dibayar; kegiatan cash for work merupakan tawaran kerja yang menarik
bagi setiap orang dan hampir-hampir tidak membutuhkan kemampuan khusus tertentu.
Bayaran per hari yang menggiurkan juga menarik mereka yang masih tergolong anak-anak
untuk terlibat dalam kegiatan tersebut. Banyak ditemukan anak-anak yang semestinya
bersekolah tetapi terlibat dalam aktivitas kerja projek perumahan, perkantoran dan
pembangunan jalan.
Ada gejala bahwa orang Aceh justru hanya ”menonton” dari projek-projek yang dilakukan
oleh banyak NGO dan BRR. Mengapa? Apakah karena mereka belum siap untuk aktivitas
recovery, atau tidak mempunyai kemampuan, atau memang kalah bersaing dengan pekerja
dari luar, atau stereotype bahwa orang Aceh itu ’malas dan boros’ adalah benar, orang Aceh
akan bekerja bila sudah mengetahui keuntung pastinya berapa. Atau dengan alasan klasik
bahwa ini masalah kesempatan saja yang belum dimiliki oleh mereka (?)
”Di Aceh yang muncul malah sebaliknya pola hidup boros dan malas telah menjadi fenomena
yang tidak terbantahkan. Sehingga dalam satu keluarga yang penting adalah bagaimana bisa
makan enak dan tidak lapar untuk hari itu, bukan untuk masa depan. Namun aspek
pemberdayaan kemudian menjadi hal yang tabu untuk dibicarakan. Sehingga pola
keberhasilan di Aceh lebih banyak dimaknai dengan bagaimana mendapatkan uang dengan
jalur cepat dan instant. Akibatnya adalah dengan pola kerja yang minimal mampu meraup
untung yang maksimal”, tulis Kamaruzzaman Bustamam-Ahmad, Serambi, 10 Januari 2007.
Apakah hal ini berkaitan dengan realitas di Aceh dimana berjamurnya warung kopi di
sepanjang jalan dan lorong di desa-desa? Dan bisnis tanaman ganja (marijuana) yang
dibiarkan begitu saja bisa tumbuh subur? Dan karakter orang Aceh yang konon dikenal
banyak orang luar sebagai orang yang ”keras”? Atau, sebagaimana ungkapan seorang
kawan-Aceh yang mengatakan, bahwa ”yang ada di kepala orang-orang di sini adalah
uang-uang dan uang,” yang tidak diimbangi kualitas kerja?
I. Pelajaran Berharga
Ada saatnya siap siaga dengan bantuan yang bersifat emergency, dan ada saatnya bantuan
sudah harus lebih mengarah pada penciptaan lapangan kerja untuk menunjang aktivitas
kehidupan sehari-hari, bukan justru membuat para korban tsunami terlena dan termanjakan
dengan bantuan yang selalu siap sedia; mau makan tinggal makan, mau kencing tinggal
kencing, dan mau tidur tinggal tidur. Kapan saatnya mereka beraktivitas, bekerja? Saat
itulah bantuan mendukungnya.
Bantuan bukan lagi berupa makanan siap saji, bukan lagi bantuan uang cash yang tinggal
dibelanjakan; melainkan bagaimana mengolah makanan itu dan memproduksinya untuk
mendapatkan penghasilan, bagaimana mendapatkan uang dari melakukan sesuatu (kerja)?
Kalau semua orang mendapatkan bantuan uang tunai dan siap untuk menjadi pembeli, lalu
siapa pedagangnya? Upaya untuk membangun usaha kecil produktif pun mengalami
kesulitan tumbuh karena mendapat tanggapan yang minor, “tidak menarik karena hasilnya
sedikit, lebih menarik ikut cash for work, atau menunggu bantuan di barak…”
Bantuan besar-besaran memang membantu banyak terhadap proses recovery Aceh pasca
tsunami (terutama dalam hal fisik dan pemenuhan kebutuhan pokok), tetapi bantuan
berlebihan juga membawa dampak negatif terhadap sosial-budaya komunitas lokal. Yang
begitu terasa adalah sikap ketergantungan yang tinggi dan kepedualian kerjasama yang
lemah. Pola pemberian bantuan yang tidak melibatkan banyak pihak, terutama partisipasi
komunitas—hal ini karena berawal dari perspektif emergency response—dalam kondisi yang
sudah lebih baik, maka akan membawa komunitas dalam situasi dan kondisi ketergantungan
(?).
J. Penutup
Semua yang tertulis di sini merupakan tanggungjawab penulis. Dan tidak ada gading yang
tak retak, begitu pula dengan tulisan ini yang masih banyak butuh masukan. Segala
kekurangan membutuhkan sumbangsih dari siapa pun demi perbaikan untuk kita semua.
Terimong Geunasih.
Djuneidi Saripurnawan
Research and Development Coordinator
Plan International Aceh
Blog: http://www.pewarta-kabarindonesia.blogspot.com/
Alamat ratron (surat elektronik): redaksi@kabarindonesia.com
Berita besar hari ini...!!! Kunjungi segera:
www.kabarindonesia.com
3 of 4 1/4/2008 11:14 AM