SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 15
BAB 1
                           PENDAHULUAN




1.1 Latar Belakang Masalah
       Istilah Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) nampaknya sudah mulai
populer dikalangan masyarakat seiring dengan gencarnya sosialisasi yang
dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak mengenai kewajiban untuk memiliki
NPWP. Sosialisasi tersebut dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya yaitu
melalui iklan yang terkenal dengan slogan “Punya penghasilan tapi tidak punya
NPWP? Apa kata dunia?”
       NPWP juga telah menjadi satu bahan pembicaraan setelah munculnya
program Sunset Policy oleh Dirjen Pajak. Dalam Undang-Undang KUP, pasal 1
NPWP dijelaskan sebagai berikut: Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang
diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang
dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
       Wajib Pajak (WP), berdasarkan pasal 2 UU KUP, yang telah memenuhi
persyaratan wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP. Kepemilikan
NPWP sangat terkait dengan adanya subjek dan objek pajak. Sebagai karyawan
jika telah memiliki penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
tentunya telah memenuhi unsur subjek dan objek pajak.
       Jika tidak memiliki NPWP, wajib pajak akan mengalami berbagai
kesulitan dalam melaksanakan kewajiban perpajakan dan hal lain yang berkaitan
dengan NPWP. Beberapa kesulitan diantaranya adalah berupa sanksi kurungan
dan denda berdasarkan Pasal 39 ayat (1) UU KUP Tahun 2000, yang pada intinya
menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri,
atau menyalahgunakan, atau menggunakan NPWP tanpa hak, sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana penjara



                                                                            1
paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang dibayar.
       Selain itu, wajib pajak tidak memiliki identitas diri, apabila pada suatu
saat, kita (sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi) tidak lagi memperoleh atau
menerima penghasilan yang merupakan objek pajak, maka kita dapat mengajukan
permohonan pencabutan NPWP ke Kantor Pelayanan Pajak tempat kita terdaftar,
wajib membayar fiscal pada saat akan berangkat ke Luar negeri, dan dibebankan
tariff pajak yang lebih tinggi dibandingkan dengan wajib pajak yang memiliki
NPWP.
       Berdasarkan undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008
yang mulai berlaku tahun 2009 menganut diskriminasi tarif, dimana wajib pajak
orang pribadi atau badan yang tidak memiliki NPWP akan dikenakan pajak lebih
tinggi jika dibandingkan dengan wajib pajak yang memiliki NPWP. Diskriminasi
tersebut misalnya pembebanan tariff pajak PPh 20%             lebih tinggi jika
dibandingkan dengan wajib pajak yang memiliki NPWP.
       Pemerintah juga akan mengenakan tarif pajak lebih besar kepada para
karya-wan/ pegawai yang belum memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP)
Terhitung mulai 1 Januari 2009, Direktorat Jenderal Pajak akan mengenakan PPh
Pasal 21 dengan tarif lebih tinggi 20% dari tarif normal.
       Aturan lain, Direktorat Jenderal Pajak menetapkan tarif fiskal ke luar
negeri bagi orang pribadi yang tidak memiliki NPWP, naik menjadi Rp2,5 juta
untuk jalur udara dan Rp 1 juta untuk jalur laut. Tujuan Ditjen Pajak menaikkan
tarif fiskal tersebut adalah semata-mata untuk meningkatkan kepatuhan wajib
pajak (WP) dalam hal kepemilikan NPWP.
         Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis ingin lebih mengetahui
bagaimana sebenarnya pembebanan tarif pajak bagi wajib pajak yang tidak
memiliki NPWP. Oleh karena itu penulis mengambil judul “Tarif pajak bagi
Orang Pribadi atau Badan Non NPWP.”




                                                                              2
1.2 Rumusan dan Pembatasan Masalah
     1.2.1 Rumusan Masalah

            Untuk memperjelas ruang lingkup yang mejadi sasaran dalam makalah ini,
     maka perlu diadakan rumusan masalah. Berikut rumusan masalah tersebut:

1)          Mengapa ada diskriminasi tarif pajak antara orang pribadi atau badan yang
     tidak memiliki NPWP dengan wajib pajak yang memiliki NPWP?

2) Tarif pemotongan pajak yang manakah yang akan menerapkan tarif lebih tinggi
     kepada orang pribadi atau badan yang tidak memiliki NPWP?

3)          Bagaimana system penerapan tarif pajak kepada orang pribadi atau badan
     yang tidak memiliki NPWP?

4)          Bagaimana perbandingan tarif pajak antara orang pribadi atau badan yang
     tidak memiliki NPWP dengan wajib pajak yang memiliki NPWP?

     1.2.2 Pembatasan Masalah

            Pembahasan tentang nomor pokok wajib pajak (NPWP) memiliki cakupan
     yang sangat luas, oleh karena itu untuk membatasinya penulis hanya membahas
     tentang pembebanan tarif pajak bagi orang pribadi non NPWP.




     1.3 Maksud dan Tujuan Penyusunan

            Maksud dan tujuan penyusunan makalah ini adalah:

1) Mengetahui alasan terjadinya diskriminasi tarif pajak antara orang pribadi atau
     badan non NPWP dengan wajib pajak ber-NPWP.

2) Mengetahui tarif pemotongan pajak yang dnerapkan tarif lebih tingigi kepada
     Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP.

3) Mengetahui sistem penerapan tarif pajak untuk orang pribadi atau badan yang
     tidak memiliki NPWP.




                                                                                   3
4)   Mengetahui perbandingan antara orang pribadi atau badan yang tidak memiliki
     NPWP dengan wajib pajak yang memiliki NPWP.




     1.4 Manfaat Penyusunan

           Penulis mengharapkan makalah ini mempunyai manfaat sebagai berikut:

a.      Bagi Penulis

     Dengan penyusunan makalah ini penulis berharap akan lebih mengetahui dan
     memahami tentang tarif pajak dan pembebanan tarif pajak kepada orang pribadi
     non NPWP dan lebih menyadari akan pentingnya NPWP.

b.      Bagi Pembaca

     Dengan adanya makalah ini semoga pembaca lebih mengetahui adanya perbedaan
     pembebanan tarif pajak. Bagaimana pembebanan tarif pajak bagi orang pribadi
     non NPWP.




                                                                                 4
BAB 2
                            PEMBAHASAN




       Nomor Pokok Wajib Pajak NPWP) pada dasarnya harus dimiliki oleh
setiap orang pribadi atau badan yang memiliki penghasilan diatas batas
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Wajib pajak dapat mendaptarkan diri ke
kantor pelayanan pajak tempat domisili yang bersangkutan atau melalui
pendaptaran via internet.
       Adanya ketentuan perpajakan yang baru semakin mendorong agar
perorangan segera mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP dengan
menawarkan manfaat tambahan apabila memiliki NPWP dan pemberian sanksi
kepada wajib pajak yang tidak memiliki NPWP.
       Selain itu dengan berlakunya Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008
benar-benar akan “memaksa” Wajib Pajak untuk memiliki NPWP. Beberapa
ketentuan dalam UU ini memberikan insentif dan disinsentif agar orang mau
secara sukarela memiliki NPWP. Salah satu ketentuan baru yang akan mendorong


                                                                          5
orang pribadi untuk memiliki NPWP adalah adanya ketentuan tarif pemotongan
Pajak Penghasilan yang lebih tinggi dibandingkan tarif normal.
       Dengan adanya peraturan pemerintah yang baru berlaku tersebut,
masyarakat menjadi resah karena aturan pajak yang baru menyebutkan bahwa
tarif pajak untuk wajib pajak yang tidak memiliki NPWP lebih tinggi jika
dibandingkan dengan wajib pajak yang memiliki NPWP. Disisi lain, kerugian
bagi orang pribadi yang tidak memiliki NPWP akan dikenakan pembayaran fiscal
ketika akan pergi ke Luar Negeri. Tujuan dari peraturan pemerintah tersebut
adalah untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan wajib pajak dalam hal
kepemilikan NPWP. Sehingga diharapkan pada tahun 2011 semua wajib pajak
(orang pribadi) yang wajib memiliki NPWP telah memiliki NPWP. Dengan
demikian kewajiban pembayaran fiscal untuk Indonesia dapat dihapuskan.


       Diskriminsi tarif pajak bagi orang pribadi yang tidak memiliki NPWP
yaitu pada Pajak Penghasilan (PPh). Tarif pemotongan pajak yang lebih tinggi ini
diterapkan pada pajak penghasilan (PPh) dimana terdapat perbedaan persentase
yang besar antara tarif pajak bagi wajib pajak yang memiliki NPWP dengan
dengan tarif pajak orang pribadi yang tidak memiliki NPWP.


2.1 Pajak Penghasilan (PPh)
       Pajak penghasilan (PPh) merupakan Pajak yang dikenakan terhadap subjek
pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama 1 tahun pajak.
Undang – undang ini mengatur pajak atas penghasilan (laba) yang diterima atau
diperoleh orang pribadi atau badan.
       Pada tahun 2008 DPR – RI menyetujui diberlakukannya Undang-Undang
Pajak Penghasilan baru yang merupakan perubahan ke empat atas Undang -
Undang Pajak Penghasilan No. 7/1983 yang terakhir telah diubah dengan Undang
– Undang No. 17/2000. Berdasarkan UU Pajak Penghasilan yang baru, yang
berlaku mulai tanggal 1 Januari 2009, tarif pajak Orang Pribadi mengalami
perubahan, berubah tersebut menjadi sebagai berikut:
                 Besar penghasilan                 Tarif
        Sampai dengan Rp 50.000.000                 5%
        Rp 50.000.000 - Rp 250.000.000             15 %


                                                                              6
Rp 250.000.000 - Rp 500.000.000            25 %
          Di atas Rp 500.000.000                     30 %

         Namun selain mengubah tarif pajak, UU Pajak Penghasilan yang baru
memperkenalkan pembedaan perlakuan pajak bagi orang pribadi yang tidak
memiliki NPWP. Hal ini tercermin dalam pasal 21, pasal 22, dan pasal 23.

    2.1.1 Pajak Penghasilan Pasal 21
         Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21 mengatur tentang pembayaran pajak
dalam tahun berjalan melalui pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima
atau diperoleh oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, dan kegiatan. Penghasilan yang dimaksud yaitu berupa gaji, upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain.
    Setelah mengalami perubahan sejak tahun 2008, dalam pasal 21 ayat (5A)
dijelaskan bahwa orang yang tidak memiliki NPWP akan dikenakan tarif Pajak
20% lebih tinggi dari tarif normal. Daftar Tarif PPh dan Penghasilan Tidak Kena
Pajak (PTKP) :
Lapisan Penghasilan Kena Pajak                              Tarif Pajak
Sampai dengan Rp. 50.000.000,-                              5%
Diatas Rp. 50.000.000,- sampai dengan Rp. 250.000.000,-     15%
Diatas Rp. 250.000.000,- sampai dengan Rp. 500.000.000,-    25%
Diatas Rp. 500.000.000,-                                    30%

Tarif Deviden                                               10%
Tidak memiliki NPWP (Untuk PPh Pasal 21)                    20% lebih tinggi dari
                                                            yang seharusnya
Tidak mempunyai NPWP untuk yang dipungut                    100% lebih tinggi
/potong(Untuk PPh Pasal 23)                               dari yang seharusnya
Pembayaran Fiskal untuk yang punya NPWP                   Gratis
       Agar tidak dikenakan tarif lebih tinggi ini, Wajib Pajak yang dipotong
harus dapat menunjukkan kepemilikan NPWP. Kepemilikan NPWP ini dapat
dibuktikan antara lain dengan cara menunjukkan kartu NPWP.
Contoh penerapan tarif lebih tinggi Pasal 21 ayat 5A :
Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp75.000.000,00.
Jawab:



                                                                                7
•   Pajak Penghasilan yang harus dipotong bagi Wajib Pajak yang memiliki NPWP
    adalah:
    5% x Rp 50.000.000,00                                       Rp 2.500.000,00
    15% x Rp 25.000.000,00                               Rp 3.750.000,00
              Rp 6.250.000,00
•   PPh yang harus dipotong jika Wajib Pajak tidak memiliki NPWP adalah:
        5% x 120% x Rp 50.000.000,00                            Rp 3.000.000,00
        15% x 120% x Rp 25.000.000,00                           Rp 4.500.000,00
                                                                Rp 7.500.000,00
          2.1.2 Pajak penghasilan Pasal 22
              Pajak Penghasilan Pasal 22 atau disingkat PPh Pasal 22 adalah salah satu
    bentuk pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan yang dilakukan oleh
    pihak lain terhadap Wajib Pajak. Pengenaan PPh Pasal 22 dikenakan terhadap
    kegiatan perdagangan barang. Titik pengenaannya ada yang dilakukan pada saat
    penjualan ada pula pada saat pembelian. Pada umumnya pengenaan PPh Pasal 22
    ini dikenakan terhadap perdagangan barang yang dianggap “menguntungkan”
    sehingga penjual atau pembelinya kemungkinan besar akan mengalami
    keuntungan dan dengan demikian, pantaslah atas Wajib Pajak tersebut dikenakan
    cicilan pembayaran Pajak Penghasilan.
              Ketentuan PPh Pasal 22 relatif lebih sulit dibandingkan dengan ketentuan
    tentang pemotongan PPh yang lain seperti PPh Pasal 23 ataupun PPh Pasal 21.
    Hal ini disebabkan karena sangat bervariasinya objek, pemungut dan bahkan
    tarifnya.

    Pemungut dan Objek PPh Pasal 22

1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan cukai, atas impor barang
2. Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik di tingkat pusat
    maupun di tingkat Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang.
3. Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, yang melakukan
    pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan
    atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada angka 4.




                                                                                    8
4. Bank Indonesia (BI), PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Perum Badan Urusan
     Logistik (BULOG), PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan
     Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau steel, PT
     Pertamnina, dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang
     dananya bersumber dari APBN maupun non-APBN.
5.          Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri
     rokok, industri kertas, Industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh
     Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya didalam negeri.
6. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan
     bahan bakar minyak, gas, dan pelumas.
7. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan,
     pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak atas
     pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari
     pedagang pengumpul.

     Tarif PPh Pasal 22

1. Atas impor yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 2,5% (dua
     setengah persen) dari nilai impor; yang tidak menggunakan API, sebesar 7,5%
     (tujuh setengah persen) dari nilai impor; dan barang yang tidak dikuasai, sebesar
     7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang;
2. Atas pembelian barang atau pembayaran yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal
     Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik di tingkat pusat maupun di tingkat
     Daerah sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian.
3. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara dan
     Badan Usaha Milik Daerah dengan dana yang bersumber dari belanja negara
     (APBN) dan atau belanja daerah (APBD) sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari
     harga pembelian.
4. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI), PT Perusahaan
     Pengelola Aset (PPA), Perum Badan Urusan Logistik (BULOG), PT
     Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT
     Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau steel, PT Pertamnina, dan bank-bank




                                                                                    9
BUMN yang dananya bersumber dari APBN maupun non-APBN sebesar 1,5%
     (satu setengah persen) dari harga pembelian.
5. Atas penjualan semen oleh Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha
     industri semen sebesar 0,25% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN
6. Atas penjualan semen oleh Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha
     industri rokok sebesar 0,15% dari Harga Bandrol dan bersifat final.
7. Atas penjualan semen oleh Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha
     industri kertas sebesar 0,1% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN
8. Atas penjualan semen oleh Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha
     industri baja sebesar 0,3% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN
9.   Atas penjualan semen oleh Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha
     industri otomotif sebesar 0,45% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN
10. Besarnya Pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi oleh
     Pertamina serta badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan bakar
     minyak jenis premix, super TT dan gas adalah sebagai berikut:
     SPBU               Swastanisasi                      SPBU               Pertamina
                                          ————————– —————————-
     Premium               0,3%    dari   penjualan         0,25%     dari   penjualan
     Solar                 0,3%    dari    penjualan        0,25%     dari   penjualan
     Premix/SuperTT        0,3%    dari   penjualan         0,25%     dari   penjualan
     Minyak Tanah          0,3 %   dari   penjualan
11. Pasal 22 yang atas pembelian bahan-bahan oleh Industri dan eksportir yang
     bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang
     ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk
     keperluan industri atau ekspor mereka adalah sebesar 0,5% (nol koma lima
     persen) dari harga pembelian tidak termasuk PPN.

             Tarif PPh Pasal 22 dan pasal 23 dikenakan lebih tinggi kepada Wajib
     Pajak yang tidak memiliki NPWP. Nilainya malah lebih besar dibandingkan
     dengan PPh Pasal 21 yaitu tarif lebih tinggi 100% atau dikenakan tarif dua kali
     lipat. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 22 ayat (3) dan pasal 23(1A) undang –
     undang baru.



                                                                                   10
2.1.3 Pajak Penghasilan(PPh) Final
       PPh Final seperti PPh atas bunga deposito, PPh atas sewa tanah/bangunan,
PPh penjualan tanah/bangunan dll? Tidak dijelaskan dalam Pasal 4 ayat (2)
tentang pengenaan tarif lebih tinggi bagi Wajib Pajak yang tidak ber NPWP.
Pengenaan PPh final Pasal 4 ayat (2) ini memang ketentuan tentang tarif, sifat dan
tatacaranya diatur oleh Peraturan Pemerintah. Nah, jika tidak ada perubahan atas
Peraturan Pemerintah yang sekarang berlaku, maka tidak ada pengenaan tarif
yang lebih tinggi dalam pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atau PPh Final ini.


    2.2 Tarif fiskal
       Peraturan lain yang ditetapkan dalam perpajakan adalah mengenai
kewajiban ongkos fiscal. Bagi wajib Pajak yang memiliki NPWP dibebaskan
ongkos piskal saat akan bertolak ke luar negeri. Sedangkan untuk yang tidak
memiliki NPWP dikenakan ongkos fiscal.
       Ditjen Pajak telah menetapkan tarif fiskal bagi yang tidak memiliki Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebesar Rp 2,5 juta untuk setiap orang yang
bepergian ke luar negeri dengan menggunakan pesawat udara. Sementara via
angkutan laut bagi yang tidak memiliki NPWP akan dikenai fiskal Rp 1 juta.
       Pembayaran Fiskal Luar Negeri (FLN) itu merupakan pembayaran
angsuran Pajak Penghasilan (PPH) yang dapat dikreditkan terhadap PPH yang
terutang pada akhir tahun oleh Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) yang
bersangkutan setelah memiliki NPWP.
    Pengenaan fiskal naik 150% dibandingkan fiskal via angkutan udara yang
saat ini sebesar Rp 1 juta. Sementara untuk via angkutan laut, fiskal berarti naik
100% dari saat ini sebesar Rp 500 ribu.




                                                                               11
BAB 3
                                PENUTUP



3.1 Simpulan
       Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pada dasarnya harus dimiliki oleh
setiap orang pribadi atau badan yang termasuk kedalam wajib pajak. Kewajiban
ini sangat ditekankan seiring dengan gencarnya sosialisasi pajak melalui berbagai
media. Tidak hanya itu, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak juga
semakin menunjukkan keseriusannya mengenai perpajakan. Hal ini terbukti
dengan adanya perbaikan – perbaikan system perpajakan beberapa tahun ini.
       Salah satu perbaikan tersebut adanya perubahan undang – undang pajak
penghasilan yang diamandemen untuk keempat kalinya dan di sahkan pada tahun
2008. Perubahan ini membawa perubahan yang sangt besar karena ada perbedaan
tarif pajak antara wajib pajak/ orang pribadi yang tidak memiliki NPWP dengan
wajib pajak yang memiliki NPWP.
       Berdasarkan undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008
yang mulai berlaku tahun 2009 menganut diskriminasi tarif, dimana wajib pajak
orang pribadi atau badan yang tidak memiliki NPWP akan dikenakan pajak lebih
tinggi jika dibandingkan dengan wajib pajak yang memiliki NPWP. Diskriminasi



                                                                              12
tersebut misalnya pembebanan tariff pajak PPh 20%                lebih tinggi jika
dibandingkan dengan wajib pajak yang memiliki NPWP.
       Perubahan tersebut terjadi pada PPh pasal 21 yang mengatur tentang
pembayaran pajak orang pribadi selama tahun berjalan. Dimana orang pribadi
yang tidak memiliki NPWP dikenakan tarif pajak 20% lebih tinggi dari tarif
normal.
       Tarif PPh Pasal 22 dan tarif PPh Pasal 23 juga dikenakan lebih tinggi
kepada Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP. Nilainya malah lebih besar
dibandingkan dengan PPh Pasal 21 yaitu tarif lebih tinggi 100% atau dikenakan
tarif dua kali lipat. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 22 ayat (3) dan Pasal 23 ayat
(1A) Undang-undang PPh baru.
       Peraturan lain yang dikenakan kepada orang pribadi yang tidak memiliki
NPWP adalah kewajiban membayar ongkos Fiskal saat akan bertolak keluar
negeri. Orang pribadi diwajibkan membayar sebesar Rp 2.500.000 jika akan
bertolak keluar negeri melalui jalur udara. Sedangkan untuk jalur laut diwajibkan
membayar Rp 1.000.000,00.
       Semua itu menunjukkan bahwa peran NPWP untuk wajib pajak di
Indonesia sangat penting. Sehingga wajib pajak diharuskan untuk memiliki
NPWP.


3.2 Saran
       Dewasa kini keberadaan NPWP sangat penting untuk masyarakat
Indonesia yang sudah tergolong kedalam wajib pajak. Namun, peranan tersebut
tidak sejalan dengan kesadaran masyarakat dan upaya pemerintah untuk
mensosialisasikan akan pentingnya NPWP.
       Untuk itu, diperlukan sosialisasi yang maksimal dari pemerintah dan
Direktorat Jenderal Pajak agar kesadaran masyarakat semakin meningkat. Disisi
lain, prosedur untuk mendapatkan NPWP jangan dipersulit sehingga masyarakat
tidak mengabaikan kewajibannya.
       Menurut penulis, dengan adanya diskriminasi tarif pajak terhadap WP
yang tidak memiliki NPWP merupakan satu langkah yang bagus untuk




                                                                                 13
mendorong orang pribadi untuk memiliki NPWP. Tetapi perlu diawasi
pelaksanaannya.




                        DAFTAR PUSTAKA


Mardiasmo. 2006. Perpajakan: Edisi Revisi 2006. Yogyakarta:CV ANDI
       OFFSET.
Mardiasmo. 1991. Perpajakan:Cetakan keenan. Yogyakarta: CV. ANDI
       OFFSET.
Soemitro, Rochmat. 1993. Pajak Penghasilan. Bandung: PT. Eresco.




                             SITUS WEB


Budiyono dan Abdul Koni. 2009. Pajak untuk Non NPWP. [Tersedia]
       www.infopajak.com (03 juni2010).



                                                                   14
Rudi. 2008. Tarif Pajak Versi Undang – Undang Baru. [tersedia] www.klinik-
        pajak.com ( 02 Juni2010).
Wahyudi, Dudi. 2008. Tarif Pemotongan Pajak Lebih Tinggi untuk Wajib Pajak
       Non NPWP. [tersedia] www. Google.com (01 Juni 2010).
Wahyudi, Dudi. 2008. PPh Pasal 21 Baru. [Tersedia] www.Google.com (02 Juni
       2010).




                                                                        15

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

makalah Pajak penghasilan pasal 21
makalah Pajak penghasilan pasal 21makalah Pajak penghasilan pasal 21
makalah Pajak penghasilan pasal 21Fitri Bersahabat
 
Presentasi PPN dan PPnBM
Presentasi PPN dan PPnBMPresentasi PPN dan PPnBM
Presentasi PPN dan PPnBMIcha Icha
 
Mengenal pajak
Mengenal pajakMengenal pajak
Mengenal pajakYe Si
 
MAKALAH KEUANGAN DAERAH
MAKALAH KEUANGAN DAERAHMAKALAH KEUANGAN DAERAH
MAKALAH KEUANGAN DAERAHRAMASYAFARADI
 
Overview KUP (Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan)
Overview KUP (Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan)Overview KUP (Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan)
Overview KUP (Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan)M Abdul Aziz
 
PPN Pengantar & Karakter
PPN  Pengantar  & KarakterPPN  Pengantar  & Karakter
PPN Pengantar & Karakterkaromah95
 
Tugas auditing no.3
Tugas auditing no.3Tugas auditing no.3
Tugas auditing no.3Sophia Ririn
 
PPN Kegiatan Membagun Sendiri
PPN Kegiatan Membagun SendiriPPN Kegiatan Membagun Sendiri
PPN Kegiatan Membagun SendiriCatatan Ekstens
 
Kebijakan investasi di indonesia
Kebijakan  investasi di indonesiaKebijakan  investasi di indonesia
Kebijakan investasi di indonesiaSugeng Budiharsono
 
Kel.1 -perencanaan pajak melalui pemilihan badan usaha
Kel.1  -perencanaan pajak melalui pemilihan badan usahaKel.1  -perencanaan pajak melalui pemilihan badan usaha
Kel.1 -perencanaan pajak melalui pemilihan badan usahaNisa Uzumakiy
 
PPN dan PPnBM
PPN dan PPnBMPPN dan PPnBM
PPN dan PPnBMIcha Icha
 

Was ist angesagt? (20)

makalah Pajak penghasilan pasal 21
makalah Pajak penghasilan pasal 21makalah Pajak penghasilan pasal 21
makalah Pajak penghasilan pasal 21
 
Dasar-dasar Perpajakan
Dasar-dasar PerpajakanDasar-dasar Perpajakan
Dasar-dasar Perpajakan
 
PPh Pasal 21
PPh Pasal 21PPh Pasal 21
PPh Pasal 21
 
Pertemuan 3 2
Pertemuan 3 2Pertemuan 3 2
Pertemuan 3 2
 
Presentasi PPN dan PPnBM
Presentasi PPN dan PPnBMPresentasi PPN dan PPnBM
Presentasi PPN dan PPnBM
 
Mengenal pajak
Mengenal pajakMengenal pajak
Mengenal pajak
 
Penagihan pajak
Penagihan pajakPenagihan pajak
Penagihan pajak
 
MAKALAH KEUANGAN DAERAH
MAKALAH KEUANGAN DAERAHMAKALAH KEUANGAN DAERAH
MAKALAH KEUANGAN DAERAH
 
Akuntansi perpajakan ppt
Akuntansi perpajakan pptAkuntansi perpajakan ppt
Akuntansi perpajakan ppt
 
Overview KUP (Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan)
Overview KUP (Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan)Overview KUP (Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan)
Overview KUP (Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan)
 
Kup penagihan
Kup penagihanKup penagihan
Kup penagihan
 
Makalah Pajak Penghasilan (PPh)
Makalah Pajak Penghasilan (PPh)Makalah Pajak Penghasilan (PPh)
Makalah Pajak Penghasilan (PPh)
 
PPN Pengantar & Karakter
PPN  Pengantar  & KarakterPPN  Pengantar  & Karakter
PPN Pengantar & Karakter
 
Tugas auditing no.3
Tugas auditing no.3Tugas auditing no.3
Tugas auditing no.3
 
PPN Kegiatan Membagun Sendiri
PPN Kegiatan Membagun SendiriPPN Kegiatan Membagun Sendiri
PPN Kegiatan Membagun Sendiri
 
Pelaksanaan anggaran
Pelaksanaan anggaranPelaksanaan anggaran
Pelaksanaan anggaran
 
Kebijakan investasi di indonesia
Kebijakan  investasi di indonesiaKebijakan  investasi di indonesia
Kebijakan investasi di indonesia
 
Kel.1 -perencanaan pajak melalui pemilihan badan usaha
Kel.1  -perencanaan pajak melalui pemilihan badan usahaKel.1  -perencanaan pajak melalui pemilihan badan usaha
Kel.1 -perencanaan pajak melalui pemilihan badan usaha
 
Analisis Laporan Keuangan
Analisis Laporan KeuanganAnalisis Laporan Keuangan
Analisis Laporan Keuangan
 
PPN dan PPnBM
PPN dan PPnBMPPN dan PPnBM
PPN dan PPnBM
 

Andere mochten auch

NPWP dan NPPKP
NPWP dan NPPKPNPWP dan NPPKP
NPWP dan NPPKPAriza Ekky
 
Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pengukuhan Pengusaha Kena PajakNomor Pokok Wajib Pajak dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajaknandafauziah
 
NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK
NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAKNOMOR POKOK WAJIB PAJAK DAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK
NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAKNikosimanjuntak
 
surat pemberitahuan tahunan.
surat pemberitahuan tahunan.surat pemberitahuan tahunan.
surat pemberitahuan tahunan.badiapurnamawanto
 
Tugas kewarganegaraan
Tugas kewarganegaraanTugas kewarganegaraan
Tugas kewarganegaraansaiful hadi
 
Manfaat Hukum Waris Islam
Manfaat Hukum Waris IslamManfaat Hukum Waris Islam
Manfaat Hukum Waris IslamAmmara Fathina
 
Pengampunanpajak
PengampunanpajakPengampunanpajak
Pengampunanpajakomni sukses
 

Andere mochten auch (10)

NPWP dan NPPKP
NPWP dan NPPKPNPWP dan NPPKP
NPWP dan NPPKP
 
Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pengukuhan Pengusaha Kena PajakNomor Pokok Wajib Pajak dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
 
NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK
NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAKNOMOR POKOK WAJIB PAJAK DAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK
NOMOR POKOK WAJIB PAJAK DAN PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK
 
Bab 1 saya
Bab 1 sayaBab 1 saya
Bab 1 saya
 
surat pemberitahuan tahunan.
surat pemberitahuan tahunan.surat pemberitahuan tahunan.
surat pemberitahuan tahunan.
 
Makalah autis
Makalah autisMakalah autis
Makalah autis
 
Tugas kewarganegaraan
Tugas kewarganegaraanTugas kewarganegaraan
Tugas kewarganegaraan
 
Manfaat Hukum Waris Islam
Manfaat Hukum Waris IslamManfaat Hukum Waris Islam
Manfaat Hukum Waris Islam
 
Pengampunanpajak
PengampunanpajakPengampunanpajak
Pengampunanpajak
 
Modul PKN 2012
Modul PKN 2012Modul PKN 2012
Modul PKN 2012
 

Ähnlich wie Tarif Pajak Non NPWP

TUGAS PAPER ADMINISTRASI PERPAJAKAN
TUGAS PAPER ADMINISTRASI PERPAJAKAN TUGAS PAPER ADMINISTRASI PERPAJAKAN
TUGAS PAPER ADMINISTRASI PERPAJAKAN Fazaekaputra
 
PENERIMAAN PPnBM SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN APBN
PENERIMAAN PPnBM SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN APBNPENERIMAAN PPnBM SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN APBN
PENERIMAAN PPnBM SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN APBNLailyAnandaPG
 
Materi Perpajakan hbhyg hhjkjknk hu nhgy m
Materi Perpajakan hbhyg hhjkjknk hu nhgy mMateri Perpajakan hbhyg hhjkjknk hu nhgy m
Materi Perpajakan hbhyg hhjkjknk hu nhgy mJeniferKondolele
 
PPT_TENTANG_KUP_HAK_DAN_KEWAJIBAN_WAJIB.pptx
PPT_TENTANG_KUP_HAK_DAN_KEWAJIBAN_WAJIB.pptxPPT_TENTANG_KUP_HAK_DAN_KEWAJIBAN_WAJIB.pptx
PPT_TENTANG_KUP_HAK_DAN_KEWAJIBAN_WAJIB.pptxDonnyEmanuel
 
Paper PENGEMBALIAN PAJAK
Paper PENGEMBALIAN PAJAKPaper PENGEMBALIAN PAJAK
Paper PENGEMBALIAN PAJAKdevieaz
 
Paper PENGEMBALIAN PAJAK
Paper PENGEMBALIAN PAJAKPaper PENGEMBALIAN PAJAK
Paper PENGEMBALIAN PAJAKdevieaz
 
Paper Thomi Irvan
Paper Thomi IrvanPaper Thomi Irvan
Paper Thomi Irvandevieaz
 
Diskusi 1 Hukum Pajak dan Acara Perpajakan definisi Pajak dan konsep keadila...
Diskusi 1 Hukum Pajak dan Acara Perpajakan  definisi Pajak dan konsep keadila...Diskusi 1 Hukum Pajak dan Acara Perpajakan  definisi Pajak dan konsep keadila...
Diskusi 1 Hukum Pajak dan Acara Perpajakan definisi Pajak dan konsep keadila...Indra Sofian
 
Daftar aturan pajak terbaru
Daftar aturan pajak terbaruDaftar aturan pajak terbaru
Daftar aturan pajak terbaruArif Mulyono
 
PPT PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK, SANKSI PERPAJAKAN DAN PEMAHAMAN PERPAJAKA...
PPT PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK, SANKSI PERPAJAKAN DAN PEMAHAMAN PERPAJAKA...PPT PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK, SANKSI PERPAJAKAN DAN PEMAHAMAN PERPAJAKA...
PPT PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK, SANKSI PERPAJAKAN DAN PEMAHAMAN PERPAJAKA...PermataNison
 
Contoh makalah hukum pajak
Contoh makalah hukum pajakContoh makalah hukum pajak
Contoh makalah hukum pajakaidilsukri
 

Ähnlich wie Tarif Pajak Non NPWP (20)

Intimakalah 121022010634-phpapp01
Intimakalah 121022010634-phpapp01Intimakalah 121022010634-phpapp01
Intimakalah 121022010634-phpapp01
 
PAPER Adm perpajakan
PAPER Adm perpajakanPAPER Adm perpajakan
PAPER Adm perpajakan
 
TUGAS PAPER ADMINISTRASI PERPAJAKAN
TUGAS PAPER ADMINISTRASI PERPAJAKAN TUGAS PAPER ADMINISTRASI PERPAJAKAN
TUGAS PAPER ADMINISTRASI PERPAJAKAN
 
Tugas perpajakan (dea)
Tugas perpajakan (dea)Tugas perpajakan (dea)
Tugas perpajakan (dea)
 
PENERIMAAN PPnBM SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN APBN
PENERIMAAN PPnBM SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN APBNPENERIMAAN PPnBM SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN APBN
PENERIMAAN PPnBM SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN APBN
 
Materi Perpajakan hbhyg hhjkjknk hu nhgy m
Materi Perpajakan hbhyg hhjkjknk hu nhgy mMateri Perpajakan hbhyg hhjkjknk hu nhgy m
Materi Perpajakan hbhyg hhjkjknk hu nhgy m
 
Sistematika Penyelesaian Sengketa Pajak
Sistematika Penyelesaian Sengketa PajakSistematika Penyelesaian Sengketa Pajak
Sistematika Penyelesaian Sengketa Pajak
 
PPT Perpajakan
PPT PerpajakanPPT Perpajakan
PPT Perpajakan
 
PPT_TENTANG_KUP_HAK_DAN_KEWAJIBAN_WAJIB.pptx
PPT_TENTANG_KUP_HAK_DAN_KEWAJIBAN_WAJIB.pptxPPT_TENTANG_KUP_HAK_DAN_KEWAJIBAN_WAJIB.pptx
PPT_TENTANG_KUP_HAK_DAN_KEWAJIBAN_WAJIB.pptx
 
Bab I
Bab IBab I
Bab I
 
Makalah perpajakan lusi manullang
Makalah perpajakan lusi manullangMakalah perpajakan lusi manullang
Makalah perpajakan lusi manullang
 
Paper PENGEMBALIAN PAJAK
Paper PENGEMBALIAN PAJAKPaper PENGEMBALIAN PAJAK
Paper PENGEMBALIAN PAJAK
 
Paper PENGEMBALIAN PAJAK
Paper PENGEMBALIAN PAJAKPaper PENGEMBALIAN PAJAK
Paper PENGEMBALIAN PAJAK
 
Paper Thomi Irvan
Paper Thomi IrvanPaper Thomi Irvan
Paper Thomi Irvan
 
Prakom & pajak
Prakom & pajakPrakom & pajak
Prakom & pajak
 
Diskusi 1 Hukum Pajak dan Acara Perpajakan definisi Pajak dan konsep keadila...
Diskusi 1 Hukum Pajak dan Acara Perpajakan  definisi Pajak dan konsep keadila...Diskusi 1 Hukum Pajak dan Acara Perpajakan  definisi Pajak dan konsep keadila...
Diskusi 1 Hukum Pajak dan Acara Perpajakan definisi Pajak dan konsep keadila...
 
Perpajakan
PerpajakanPerpajakan
Perpajakan
 
Daftar aturan pajak terbaru
Daftar aturan pajak terbaruDaftar aturan pajak terbaru
Daftar aturan pajak terbaru
 
PPT PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK, SANKSI PERPAJAKAN DAN PEMAHAMAN PERPAJAKA...
PPT PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK, SANKSI PERPAJAKAN DAN PEMAHAMAN PERPAJAKA...PPT PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK, SANKSI PERPAJAKAN DAN PEMAHAMAN PERPAJAKA...
PPT PENGARUH KESADARAN WAJIB PAJAK, SANKSI PERPAJAKAN DAN PEMAHAMAN PERPAJAKA...
 
Contoh makalah hukum pajak
Contoh makalah hukum pajakContoh makalah hukum pajak
Contoh makalah hukum pajak
 

Tarif Pajak Non NPWP

  • 1. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Istilah Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) nampaknya sudah mulai populer dikalangan masyarakat seiring dengan gencarnya sosialisasi yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak mengenai kewajiban untuk memiliki NPWP. Sosialisasi tersebut dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya yaitu melalui iklan yang terkenal dengan slogan “Punya penghasilan tapi tidak punya NPWP? Apa kata dunia?” NPWP juga telah menjadi satu bahan pembicaraan setelah munculnya program Sunset Policy oleh Dirjen Pajak. Dalam Undang-Undang KUP, pasal 1 NPWP dijelaskan sebagai berikut: Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Wajib Pajak (WP), berdasarkan pasal 2 UU KUP, yang telah memenuhi persyaratan wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP. Kepemilikan NPWP sangat terkait dengan adanya subjek dan objek pajak. Sebagai karyawan jika telah memiliki penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) tentunya telah memenuhi unsur subjek dan objek pajak. Jika tidak memiliki NPWP, wajib pajak akan mengalami berbagai kesulitan dalam melaksanakan kewajiban perpajakan dan hal lain yang berkaitan dengan NPWP. Beberapa kesulitan diantaranya adalah berupa sanksi kurungan dan denda berdasarkan Pasal 39 ayat (1) UU KUP Tahun 2000, yang pada intinya menyatakan bahwa setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri, atau menyalahgunakan, atau menggunakan NPWP tanpa hak, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana penjara 1
  • 2. paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. Selain itu, wajib pajak tidak memiliki identitas diri, apabila pada suatu saat, kita (sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi) tidak lagi memperoleh atau menerima penghasilan yang merupakan objek pajak, maka kita dapat mengajukan permohonan pencabutan NPWP ke Kantor Pelayanan Pajak tempat kita terdaftar, wajib membayar fiscal pada saat akan berangkat ke Luar negeri, dan dibebankan tariff pajak yang lebih tinggi dibandingkan dengan wajib pajak yang memiliki NPWP. Berdasarkan undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 yang mulai berlaku tahun 2009 menganut diskriminasi tarif, dimana wajib pajak orang pribadi atau badan yang tidak memiliki NPWP akan dikenakan pajak lebih tinggi jika dibandingkan dengan wajib pajak yang memiliki NPWP. Diskriminasi tersebut misalnya pembebanan tariff pajak PPh 20% lebih tinggi jika dibandingkan dengan wajib pajak yang memiliki NPWP. Pemerintah juga akan mengenakan tarif pajak lebih besar kepada para karya-wan/ pegawai yang belum memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) Terhitung mulai 1 Januari 2009, Direktorat Jenderal Pajak akan mengenakan PPh Pasal 21 dengan tarif lebih tinggi 20% dari tarif normal. Aturan lain, Direktorat Jenderal Pajak menetapkan tarif fiskal ke luar negeri bagi orang pribadi yang tidak memiliki NPWP, naik menjadi Rp2,5 juta untuk jalur udara dan Rp 1 juta untuk jalur laut. Tujuan Ditjen Pajak menaikkan tarif fiskal tersebut adalah semata-mata untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak (WP) dalam hal kepemilikan NPWP. Berdasarkan hal tersebut diatas, penulis ingin lebih mengetahui bagaimana sebenarnya pembebanan tarif pajak bagi wajib pajak yang tidak memiliki NPWP. Oleh karena itu penulis mengambil judul “Tarif pajak bagi Orang Pribadi atau Badan Non NPWP.” 2
  • 3. 1.2 Rumusan dan Pembatasan Masalah 1.2.1 Rumusan Masalah Untuk memperjelas ruang lingkup yang mejadi sasaran dalam makalah ini, maka perlu diadakan rumusan masalah. Berikut rumusan masalah tersebut: 1) Mengapa ada diskriminasi tarif pajak antara orang pribadi atau badan yang tidak memiliki NPWP dengan wajib pajak yang memiliki NPWP? 2) Tarif pemotongan pajak yang manakah yang akan menerapkan tarif lebih tinggi kepada orang pribadi atau badan yang tidak memiliki NPWP? 3) Bagaimana system penerapan tarif pajak kepada orang pribadi atau badan yang tidak memiliki NPWP? 4) Bagaimana perbandingan tarif pajak antara orang pribadi atau badan yang tidak memiliki NPWP dengan wajib pajak yang memiliki NPWP? 1.2.2 Pembatasan Masalah Pembahasan tentang nomor pokok wajib pajak (NPWP) memiliki cakupan yang sangat luas, oleh karena itu untuk membatasinya penulis hanya membahas tentang pembebanan tarif pajak bagi orang pribadi non NPWP. 1.3 Maksud dan Tujuan Penyusunan Maksud dan tujuan penyusunan makalah ini adalah: 1) Mengetahui alasan terjadinya diskriminasi tarif pajak antara orang pribadi atau badan non NPWP dengan wajib pajak ber-NPWP. 2) Mengetahui tarif pemotongan pajak yang dnerapkan tarif lebih tingigi kepada Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP. 3) Mengetahui sistem penerapan tarif pajak untuk orang pribadi atau badan yang tidak memiliki NPWP. 3
  • 4. 4) Mengetahui perbandingan antara orang pribadi atau badan yang tidak memiliki NPWP dengan wajib pajak yang memiliki NPWP. 1.4 Manfaat Penyusunan Penulis mengharapkan makalah ini mempunyai manfaat sebagai berikut: a. Bagi Penulis Dengan penyusunan makalah ini penulis berharap akan lebih mengetahui dan memahami tentang tarif pajak dan pembebanan tarif pajak kepada orang pribadi non NPWP dan lebih menyadari akan pentingnya NPWP. b. Bagi Pembaca Dengan adanya makalah ini semoga pembaca lebih mengetahui adanya perbedaan pembebanan tarif pajak. Bagaimana pembebanan tarif pajak bagi orang pribadi non NPWP. 4
  • 5. BAB 2 PEMBAHASAN Nomor Pokok Wajib Pajak NPWP) pada dasarnya harus dimiliki oleh setiap orang pribadi atau badan yang memiliki penghasilan diatas batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Wajib pajak dapat mendaptarkan diri ke kantor pelayanan pajak tempat domisili yang bersangkutan atau melalui pendaptaran via internet. Adanya ketentuan perpajakan yang baru semakin mendorong agar perorangan segera mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP dengan menawarkan manfaat tambahan apabila memiliki NPWP dan pemberian sanksi kepada wajib pajak yang tidak memiliki NPWP. Selain itu dengan berlakunya Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 benar-benar akan “memaksa” Wajib Pajak untuk memiliki NPWP. Beberapa ketentuan dalam UU ini memberikan insentif dan disinsentif agar orang mau secara sukarela memiliki NPWP. Salah satu ketentuan baru yang akan mendorong 5
  • 6. orang pribadi untuk memiliki NPWP adalah adanya ketentuan tarif pemotongan Pajak Penghasilan yang lebih tinggi dibandingkan tarif normal. Dengan adanya peraturan pemerintah yang baru berlaku tersebut, masyarakat menjadi resah karena aturan pajak yang baru menyebutkan bahwa tarif pajak untuk wajib pajak yang tidak memiliki NPWP lebih tinggi jika dibandingkan dengan wajib pajak yang memiliki NPWP. Disisi lain, kerugian bagi orang pribadi yang tidak memiliki NPWP akan dikenakan pembayaran fiscal ketika akan pergi ke Luar Negeri. Tujuan dari peraturan pemerintah tersebut adalah untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan wajib pajak dalam hal kepemilikan NPWP. Sehingga diharapkan pada tahun 2011 semua wajib pajak (orang pribadi) yang wajib memiliki NPWP telah memiliki NPWP. Dengan demikian kewajiban pembayaran fiscal untuk Indonesia dapat dihapuskan. Diskriminsi tarif pajak bagi orang pribadi yang tidak memiliki NPWP yaitu pada Pajak Penghasilan (PPh). Tarif pemotongan pajak yang lebih tinggi ini diterapkan pada pajak penghasilan (PPh) dimana terdapat perbedaan persentase yang besar antara tarif pajak bagi wajib pajak yang memiliki NPWP dengan dengan tarif pajak orang pribadi yang tidak memiliki NPWP. 2.1 Pajak Penghasilan (PPh) Pajak penghasilan (PPh) merupakan Pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama 1 tahun pajak. Undang – undang ini mengatur pajak atas penghasilan (laba) yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan. Pada tahun 2008 DPR – RI menyetujui diberlakukannya Undang-Undang Pajak Penghasilan baru yang merupakan perubahan ke empat atas Undang - Undang Pajak Penghasilan No. 7/1983 yang terakhir telah diubah dengan Undang – Undang No. 17/2000. Berdasarkan UU Pajak Penghasilan yang baru, yang berlaku mulai tanggal 1 Januari 2009, tarif pajak Orang Pribadi mengalami perubahan, berubah tersebut menjadi sebagai berikut: Besar penghasilan Tarif Sampai dengan Rp 50.000.000 5% Rp 50.000.000 - Rp 250.000.000 15 % 6
  • 7. Rp 250.000.000 - Rp 500.000.000 25 % Di atas Rp 500.000.000 30 % Namun selain mengubah tarif pajak, UU Pajak Penghasilan yang baru memperkenalkan pembedaan perlakuan pajak bagi orang pribadi yang tidak memiliki NPWP. Hal ini tercermin dalam pasal 21, pasal 22, dan pasal 23. 2.1.1 Pajak Penghasilan Pasal 21 Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21 mengatur tentang pembayaran pajak dalam tahun berjalan melalui pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan. Penghasilan yang dimaksud yaitu berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain. Setelah mengalami perubahan sejak tahun 2008, dalam pasal 21 ayat (5A) dijelaskan bahwa orang yang tidak memiliki NPWP akan dikenakan tarif Pajak 20% lebih tinggi dari tarif normal. Daftar Tarif PPh dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) : Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Sampai dengan Rp. 50.000.000,- 5% Diatas Rp. 50.000.000,- sampai dengan Rp. 250.000.000,- 15% Diatas Rp. 250.000.000,- sampai dengan Rp. 500.000.000,- 25% Diatas Rp. 500.000.000,- 30% Tarif Deviden 10% Tidak memiliki NPWP (Untuk PPh Pasal 21) 20% lebih tinggi dari yang seharusnya Tidak mempunyai NPWP untuk yang dipungut 100% lebih tinggi /potong(Untuk PPh Pasal 23) dari yang seharusnya Pembayaran Fiskal untuk yang punya NPWP Gratis Agar tidak dikenakan tarif lebih tinggi ini, Wajib Pajak yang dipotong harus dapat menunjukkan kepemilikan NPWP. Kepemilikan NPWP ini dapat dibuktikan antara lain dengan cara menunjukkan kartu NPWP. Contoh penerapan tarif lebih tinggi Pasal 21 ayat 5A : Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp75.000.000,00. Jawab: 7
  • 8. Pajak Penghasilan yang harus dipotong bagi Wajib Pajak yang memiliki NPWP adalah: 5% x Rp 50.000.000,00 Rp 2.500.000,00 15% x Rp 25.000.000,00 Rp 3.750.000,00 Rp 6.250.000,00 • PPh yang harus dipotong jika Wajib Pajak tidak memiliki NPWP adalah: 5% x 120% x Rp 50.000.000,00 Rp 3.000.000,00 15% x 120% x Rp 25.000.000,00 Rp 4.500.000,00 Rp 7.500.000,00 2.1.2 Pajak penghasilan Pasal 22 Pajak Penghasilan Pasal 22 atau disingkat PPh Pasal 22 adalah salah satu bentuk pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan yang dilakukan oleh pihak lain terhadap Wajib Pajak. Pengenaan PPh Pasal 22 dikenakan terhadap kegiatan perdagangan barang. Titik pengenaannya ada yang dilakukan pada saat penjualan ada pula pada saat pembelian. Pada umumnya pengenaan PPh Pasal 22 ini dikenakan terhadap perdagangan barang yang dianggap “menguntungkan” sehingga penjual atau pembelinya kemungkinan besar akan mengalami keuntungan dan dengan demikian, pantaslah atas Wajib Pajak tersebut dikenakan cicilan pembayaran Pajak Penghasilan. Ketentuan PPh Pasal 22 relatif lebih sulit dibandingkan dengan ketentuan tentang pemotongan PPh yang lain seperti PPh Pasal 23 ataupun PPh Pasal 21. Hal ini disebabkan karena sangat bervariasinya objek, pemungut dan bahkan tarifnya. Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan cukai, atas impor barang 2. Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik di tingkat pusat maupun di tingkat Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang. 3. Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, yang melakukan pembelian barang dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan tersebut pada angka 4. 8
  • 9. 4. Bank Indonesia (BI), PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Perum Badan Urusan Logistik (BULOG), PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau steel, PT Pertamnina, dan bank-bank BUMN yang melakukan pembelian barang yang dananya bersumber dari APBN maupun non-APBN. 5. Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri rokok, industri kertas, Industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya didalam negeri. 6. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas. 7. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul. Tarif PPh Pasal 22 1. Atas impor yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 2,5% (dua setengah persen) dari nilai impor; yang tidak menggunakan API, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari nilai impor; dan barang yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang; 2. Atas pembelian barang atau pembayaran yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah baik di tingkat pusat maupun di tingkat Daerah sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian. 3. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah dengan dana yang bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD) sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian. 4. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh Bank Indonesia (BI), PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Perum Badan Urusan Logistik (BULOG), PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau steel, PT Pertamnina, dan bank-bank 9
  • 10. BUMN yang dananya bersumber dari APBN maupun non-APBN sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian. 5. Atas penjualan semen oleh Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen sebesar 0,25% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN 6. Atas penjualan semen oleh Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri rokok sebesar 0,15% dari Harga Bandrol dan bersifat final. 7. Atas penjualan semen oleh Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri kertas sebesar 0,1% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN 8. Atas penjualan semen oleh Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri baja sebesar 0,3% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN 9. Atas penjualan semen oleh Badan Usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri otomotif sebesar 0,45% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN 10. Besarnya Pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi oleh Pertamina serta badan usaha lainnya yang bergerak dalam bidang bahan bakar minyak jenis premix, super TT dan gas adalah sebagai berikut: SPBU Swastanisasi SPBU Pertamina ————————– —————————- Premium 0,3% dari penjualan 0,25% dari penjualan Solar 0,3% dari penjualan 0,25% dari penjualan Premix/SuperTT 0,3% dari penjualan 0,25% dari penjualan Minyak Tanah 0,3 % dari penjualan 11. Pasal 22 yang atas pembelian bahan-bahan oleh Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka adalah sebesar 0,5% (nol koma lima persen) dari harga pembelian tidak termasuk PPN. Tarif PPh Pasal 22 dan pasal 23 dikenakan lebih tinggi kepada Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP. Nilainya malah lebih besar dibandingkan dengan PPh Pasal 21 yaitu tarif lebih tinggi 100% atau dikenakan tarif dua kali lipat. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 22 ayat (3) dan pasal 23(1A) undang – undang baru. 10
  • 11. 2.1.3 Pajak Penghasilan(PPh) Final PPh Final seperti PPh atas bunga deposito, PPh atas sewa tanah/bangunan, PPh penjualan tanah/bangunan dll? Tidak dijelaskan dalam Pasal 4 ayat (2) tentang pengenaan tarif lebih tinggi bagi Wajib Pajak yang tidak ber NPWP. Pengenaan PPh final Pasal 4 ayat (2) ini memang ketentuan tentang tarif, sifat dan tatacaranya diatur oleh Peraturan Pemerintah. Nah, jika tidak ada perubahan atas Peraturan Pemerintah yang sekarang berlaku, maka tidak ada pengenaan tarif yang lebih tinggi dalam pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atau PPh Final ini. 2.2 Tarif fiskal Peraturan lain yang ditetapkan dalam perpajakan adalah mengenai kewajiban ongkos fiscal. Bagi wajib Pajak yang memiliki NPWP dibebaskan ongkos piskal saat akan bertolak ke luar negeri. Sedangkan untuk yang tidak memiliki NPWP dikenakan ongkos fiscal. Ditjen Pajak telah menetapkan tarif fiskal bagi yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebesar Rp 2,5 juta untuk setiap orang yang bepergian ke luar negeri dengan menggunakan pesawat udara. Sementara via angkutan laut bagi yang tidak memiliki NPWP akan dikenai fiskal Rp 1 juta. Pembayaran Fiskal Luar Negeri (FLN) itu merupakan pembayaran angsuran Pajak Penghasilan (PPH) yang dapat dikreditkan terhadap PPH yang terutang pada akhir tahun oleh Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) yang bersangkutan setelah memiliki NPWP. Pengenaan fiskal naik 150% dibandingkan fiskal via angkutan udara yang saat ini sebesar Rp 1 juta. Sementara untuk via angkutan laut, fiskal berarti naik 100% dari saat ini sebesar Rp 500 ribu. 11
  • 12. BAB 3 PENUTUP 3.1 Simpulan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pada dasarnya harus dimiliki oleh setiap orang pribadi atau badan yang termasuk kedalam wajib pajak. Kewajiban ini sangat ditekankan seiring dengan gencarnya sosialisasi pajak melalui berbagai media. Tidak hanya itu, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak juga semakin menunjukkan keseriusannya mengenai perpajakan. Hal ini terbukti dengan adanya perbaikan – perbaikan system perpajakan beberapa tahun ini. Salah satu perbaikan tersebut adanya perubahan undang – undang pajak penghasilan yang diamandemen untuk keempat kalinya dan di sahkan pada tahun 2008. Perubahan ini membawa perubahan yang sangt besar karena ada perbedaan tarif pajak antara wajib pajak/ orang pribadi yang tidak memiliki NPWP dengan wajib pajak yang memiliki NPWP. Berdasarkan undang-undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 yang mulai berlaku tahun 2009 menganut diskriminasi tarif, dimana wajib pajak orang pribadi atau badan yang tidak memiliki NPWP akan dikenakan pajak lebih tinggi jika dibandingkan dengan wajib pajak yang memiliki NPWP. Diskriminasi 12
  • 13. tersebut misalnya pembebanan tariff pajak PPh 20% lebih tinggi jika dibandingkan dengan wajib pajak yang memiliki NPWP. Perubahan tersebut terjadi pada PPh pasal 21 yang mengatur tentang pembayaran pajak orang pribadi selama tahun berjalan. Dimana orang pribadi yang tidak memiliki NPWP dikenakan tarif pajak 20% lebih tinggi dari tarif normal. Tarif PPh Pasal 22 dan tarif PPh Pasal 23 juga dikenakan lebih tinggi kepada Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP. Nilainya malah lebih besar dibandingkan dengan PPh Pasal 21 yaitu tarif lebih tinggi 100% atau dikenakan tarif dua kali lipat. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 22 ayat (3) dan Pasal 23 ayat (1A) Undang-undang PPh baru. Peraturan lain yang dikenakan kepada orang pribadi yang tidak memiliki NPWP adalah kewajiban membayar ongkos Fiskal saat akan bertolak keluar negeri. Orang pribadi diwajibkan membayar sebesar Rp 2.500.000 jika akan bertolak keluar negeri melalui jalur udara. Sedangkan untuk jalur laut diwajibkan membayar Rp 1.000.000,00. Semua itu menunjukkan bahwa peran NPWP untuk wajib pajak di Indonesia sangat penting. Sehingga wajib pajak diharuskan untuk memiliki NPWP. 3.2 Saran Dewasa kini keberadaan NPWP sangat penting untuk masyarakat Indonesia yang sudah tergolong kedalam wajib pajak. Namun, peranan tersebut tidak sejalan dengan kesadaran masyarakat dan upaya pemerintah untuk mensosialisasikan akan pentingnya NPWP. Untuk itu, diperlukan sosialisasi yang maksimal dari pemerintah dan Direktorat Jenderal Pajak agar kesadaran masyarakat semakin meningkat. Disisi lain, prosedur untuk mendapatkan NPWP jangan dipersulit sehingga masyarakat tidak mengabaikan kewajibannya. Menurut penulis, dengan adanya diskriminasi tarif pajak terhadap WP yang tidak memiliki NPWP merupakan satu langkah yang bagus untuk 13
  • 14. mendorong orang pribadi untuk memiliki NPWP. Tetapi perlu diawasi pelaksanaannya. DAFTAR PUSTAKA Mardiasmo. 2006. Perpajakan: Edisi Revisi 2006. Yogyakarta:CV ANDI OFFSET. Mardiasmo. 1991. Perpajakan:Cetakan keenan. Yogyakarta: CV. ANDI OFFSET. Soemitro, Rochmat. 1993. Pajak Penghasilan. Bandung: PT. Eresco. SITUS WEB Budiyono dan Abdul Koni. 2009. Pajak untuk Non NPWP. [Tersedia] www.infopajak.com (03 juni2010). 14
  • 15. Rudi. 2008. Tarif Pajak Versi Undang – Undang Baru. [tersedia] www.klinik- pajak.com ( 02 Juni2010). Wahyudi, Dudi. 2008. Tarif Pemotongan Pajak Lebih Tinggi untuk Wajib Pajak Non NPWP. [tersedia] www. Google.com (01 Juni 2010). Wahyudi, Dudi. 2008. PPh Pasal 21 Baru. [Tersedia] www.Google.com (02 Juni 2010). 15