Oliv merenungkan kenangannya bersama teman-temannya yang kini telah berpisah untuk kuliah di berbagai kota. Dia juga mengingat kekasihnya Aldo yang sudah satu tahun tidak memberi kabar. Saat mengunjungi tempat-tempat favoritnya dulu bersama teman-teman dan Aldo, tiba-tiba Aldo muncul dan memeluknya. Mereka berdebat karena saling menunggu satu sama lain tanpa memberi kabar, namun akh
1. PROM NITE
Purwokerto serasa kota mati. Oliv menyesali
diri, mengapa sejak dulu, dia tak punya teman selain
anak-anak SMU Nusa Bangsa. Sehari setelah Prom nite,
suasana hatinya kacau. Disekanya air mata yang
menetes di pipi. Oliv sangat tidak menikmati pesta
bubaran anak sekolah itu. Dia telah kehilangan semua
kenangannya bersama ketiga sahabat karibnya. Engel,
Kiki dan Erly. Kiki pergi ke Jakarta untuk nerusin kuliah
di FMIPA UI, Engel kuliah di Bandung, Erly nerusin usaha
mamanya, sambil kuliah jarak jauh dengan metode e-
learning jurusan sejarah. Oliv menyusuri jalanan
sepanjang pertokoan Kebondalem yang ramai, tapi
hatinya sepi, sunyi, dan dia benci suasana ini.
Oliv berbelok di depan toko RITA, disini
biasanya dia belanja bulanan sama Kiki. Abis itu, dia
akan makan es krim roti di toko Brazil sepuasnya.
Setelahnya , kadang beli sepatu murahan di belakang
toko MATAHARI, kadang beli CD bajakan lagu mp3 yang
terbaru. Sebel….
Mana Andi udah kagak pernah nongol lagi.
Biasanya, Andi yang menemani Oliv kemana pun dia
pergi kalo’ dia pas nggak ada temen. Andi udah 3 tahun
kuliah di Thailand. Bentar lagi dia udah jadi sarjana.
Andi pernah sekali ngirimin beberapa foto di Bangkok
lewat emailnya.
2. katanya ini kampusnya, busyet, bagus banget ya…. Di
Indonesia gedung kayak gini pasti jadi apartemen yang
mahalnya minta ampun
Disini nih, Andi kuliah, dia emang seneng computer
Andi lagi sibuk di lab computer
Oliv memandangi foto-foto itu sendiri, di bangku toko
es krim Brazil sambil menelan sesendok es krim roti
kesukaannya. Oliv sengaja napak tilas, untuk
mengenang ketiga sohibnya, dan seluruh memory indah
bersama orang-orang terkasihnya. Oliv merenung
3. memikirkan Andi. Sebentar lagi Andi bakalan balik ke
Indonesia. TIba-tiba terbersit perasaan kangen dalam
lubuk hatinya. Padahal kalau ketemu, berantem melulu.
Tapi perasaannya mengatakan benci tapi rindu. Seperti
perasaannya kepada Aldo. Uuuh, Aldo. Oliv menghela
nafas panjang. Dulu, dia sangat membenci Aldo. Dia
sosok yang arogan, sombong, playboy. Tapi, disamping
itu, dia anak yang manis, suka menolong, dan sangat
mencintainya. Tunggu! Mencintainya? Apakah Aldo
betul-betul mencintainya? Oliv jadi ragu sekarang.
Setahun lamanya Aldo tak pernah memberinya kabar
berita. Tidak sebaris sms, tidak sepucuk surat, tidak
selembar blanko wesel…., keterlaluan. Sudah tahu
keterlaluan, trus, kenapa masih diterusin aja hubungan
ini? Kenapa nggak nyari cowok lain? Gimana dengan
Doni? Cowok keren kelas IPA yang juara renang tingkat
nasional? Erlangga? Cowok jenius yang bisa
memadupadankan music etnis dan modern? Atau
bahkan Pak Eka? Guru muda yang cerdas dan dewasa.
Ah…, tidak. Oliv menggeleng sendiri. Cintanya masih
ditujukan pada Aldo. Menurutnya, Aldo cowok yang
unik. Dia nggak pasaran dan sifatnya kolaborasi antara
yin dan yang. Eksentrik dan cinta orang tua. Ooooo, so
sweet….
Oliv membayar es krim rotinya. Dia ingat betul
kejadian saat prom nite tahun lalu, saat Aldo
memberinya setangkai mawar merah yang harum
sambil berlutut mengungkapkan perasaan cintanya.
Saat dia mendaratkan ciuman di pipinya. Saat dia
menyetir mobil di sampingnya. Saat dia menggandeng
tangannya. Oliv masih ingat semuanya. Oliv melewati
4. toko baju dan manekin yang berdiri di belakang etalase
seakan tersenyum padanya. Senyumnya kecut. Seperti
hatinya yang mencelos ditinggal kekasih.
Entah dimana sekarang kau Aldo…., aku tak tahu harus
bagaimana lagi… Oliv berbisik dalam hati. Oliv melewati
toko sepatu. Disini dia biasanya membeli sepatu murah
tapi trendi. Si Abang penjual sepatu tersenyum dan
menyapanya ramah. “Kok sendirian neng?” Oliv hanya
nyengir. Sepatu-sepatu itu seakan melambai padanya.
Meminta untuk dibeli, karena sudah terlalu lama
dipajang.
Oliv menyeberang dan menemukan toko buah,
di toko ini dia pernah membeli apel untuk tante Rien.
Wanita setengah baya yang mengidap penyakit kronis.
Belum tahu penyebabnya, bahkan belum tahu obatnya.
Oliv sedih mengingatnya. Di wajahnya tersimpan
semburat kecantikan yang dulu pernah dimilikinya.
Kecantikan yang terawat sempurna karena dia wanita
berkelas. Seorang pengacara dan notaris yang terkenal,
tapi hatinya rapuh, karena suaminya menikah lagi
dengan seorang penyanyi café, temannya sendiri.
Ingat café, Oliv jadi ingat café Marissa, tempat
dia dan Aldo berjanji untuk ketemu lagi. Tak afdhal
rasanya jika dia tak kesana. Maka, jejak langkahnya
menuntunnya ke tempat itu. Sampai di depan gedung
fitness “AVIRA” Oliv terkejut bukan kepalang, karena
café itu sekarang tidak ada lagi, telah digantikan dengan
lapangan futsal yang ramai pengunjung. Oooh, tidak!
Oliv berjalan gontai dan duduk di samping kolam ikan
hias yang sering dipandanginya bersama Aldo. Ikan Koi
5. itu masih sama. Hanya saja, sekarang ukurannya
bertambah besar. Oliv memasukkan tangan kanannya
ke dalam air kolam. Dingin…, se dingin hatinya. Ikan Koi
itu berenang dengan tenang seolah tak ingin
mengganggu kesedihan Oliv. Daun-daun kering dari
pohon yang menaungi kolam berguguran satu per satu.
Kadang beterbangan tak tentu arah, sesekali jatuh
menimpa wajahnya yang cantik tapi kusam. Oliv
melamun dan pikirannya kosong. Ia berniat untuk pergi.
Namun, sebelum beranjak, seseorang telah menutup
mata dengan kedua tangannya. Oliv terkaget, bukan
main. Sekilas, dia sangat hapal dengan bau parfumnya,
dengan bau tubuhnya. Mengingatkannya pada peristiwa
di lapangan basket. Oliv berusaha melepaskan tangan
itu, dan…. “Aldo? Ka… kamu…” Oliv terbata-bata.
“Kemana saja kamu anak cerewet… aku menunggu
kamu disini 2 bulan lamanya…”
“Kamu ingkar janji! Katanya kamu mau menungguku
pas hari valentine!”
“Aku kesini kok! Tapi kamunya yang nggak ada!”
“Teganya kamu!”
“Kamu yang tega! Kamu biarkan aku menunggumu
sampai café ini dibongkar dan menjadi lapangan futsal!”
“Kamu terlambat! Dasar cowok tukang telat! Jam karet!
Mana aku tahu! Emangnya cuma kamu yang menunggu!
Aku bahkan sudah setahun menunggu kamu! Egois!” Air
mata Oliv tumpah ruah di dada Aldo yang bidang.
Aldo memeluknya erat. “Aku nggak mau kehilangan
kamu lagi” bisiknya di telinga Oliv. Oliv hanya menangis,
dan menangis.