SlideShare ist ein Scribd-Unternehmen logo
1 von 30
TEORI HUKUM ABAD KE-6 M (ZAMAN KLASIK)
1. Teori Socrates (470 SM - 399 SM)
Menurut Socrates, sesuai dengan hakikat manusia bahwa hukum
merupakan tatanan kebajikan dan keadilan bagi umum. Hukum bukanlah
aturan yang dibuat untuk melanggengkan nafsu untuk kuat, bukan pula aturan
untuk memenuhi naluri hedonisme diri. Hukum sejatinya, adalah tatanan
obyektif untuk mencapai kebajikan dan keadilan umum tadi. Yang itu
merupakan filsafat dari kebijaksanaan Socrates.
1
HUKUM TATANAN
KEBAJIKAN
KEBAJIKAN
TUJUAN
KEADILAN
UMUM
EUDAIMONIA
(KEBAHAGIAAN)
FILSAFAT KEBIJAKSANAAN
SOCRATES
2. Teori Plato (427 SM - 347 SM)
Pengungkapan kebaikan hanya diterima oleh kaum aristokrat (para
filsuf). Sebab mereka adalah orang-orang bijaksana. Maka di bawah
pemerintahannya, dimungkinkan adanya partisipasi semua orang dalam
gagasan keadilan. Keadilan bisa tercipta tanpa hukum. Karena yang menjadi
penguasa adalah kaum cerdik pandai, kaum arif bijaksana yang pasti
mewujudkan theoria (pengetahuan dan pengertian terbaiknya) dalam
tindakan.
Sebagai pelaksanaan hukum yang dipegang oleh kaum Aristokrat
(filsuf), Plato merumuskan standarisasi sebagai berikut:
a. Hukum untuk menangani fenomena di dunia yang penuh dengan
ketidakadilan.
b. Aturan hukum dihimpun dalam kitab, agar tidak muncul kekacauan
hukum.
c. Setiap UU harus didahului preambule tentang motif dan tujuan dari
UU itu.
2
HUKUM KEBIJAKSANAAN ARISTOKRAT
(FILSUF)
KEADILAN
HUKUM
RESOLUSI
KETIDAKADILAN
KODIFIKASI
HUKUM
MOTIF DAN
TUJUAN UU
PETUNJUK
MANUSIA
SANKSI BAGI
PELANGGAR
UU
HUKUM KEBENARAN
AKAL MORAL
d. Membimbing manusia ke arah hidup yang saleh dan sempurna.
e. Orang yang melanggar UU harus dihukum, yang bertujuan
memperbaiki sikap moral pelaku.
3. Teori Aristoteles (384 SM – 322 SM)
Inti manusia moral yang rasional menurut Aristoteles adalah
memandang kebenaran (theoria, kontemplasi) sebagai keutamaan hidup
(summum bonum). Hal ini manusia dipandu dua peran, yaitu akal dan moral.
Akal (ratio, nalar) memandu pada pengenalan hal yang benar dan yang salah
secara nalar murni. Sedang moral memandu manusia untuk memilih jalan
tengah antara dua ekstrim yang berlawanan, termasuk dalam menentukan
keadilan (sikap moderat).
Dasar teori Aristoteles menempatkan “perasaan sosial etis” dalam ranah
keadilan yang bertumpu kepada tiga prinsip keadilan umum, yaitu honeste
vivere, alterum non laedere, sum quique tribuere (hidup secara terhormat,
tidak mengganggu orang lain dan memberi kepada tiap orang bagiannya).
3
KEADILAN
HIDUP SECARA
TERHORMAT
(HONESTE VIVERE)
TIDAK MENGGANGGU
ORANG LAIN
(ALTERUM NON
LAEDERE)
MEMBERI KEPADA
TIAP ORANG
BAGIANNYA (SUM
QUIQUE TRIBUERE)
Prinsip ini patokan dari apa yang benar, baik dan tepat dalam hidup sehingga
mengikat semua orang, baik masyarakat maupun penguasa.
4. Teori Epicurus (341 SM - 270 SM)
Terputusnya hubungan individu manusia dengan negara, sehingga
individu tidak lagi mengabdi pada komunitas, termasuk negara. Sehingga
afiliasi apapun (negara) ialah kepentingan-kepentingan perorangan. Karena
sifat dasar manusia adalah individualistis. Jadi, hukum (aturan publik)
dipandang sebagai tatanan untuk melindungi kepentingan-kepentingan
perorangan. Termasuk didalamnya gagasan kontrak sosial, ditetapkannya UU
dan persetujuan diantara warga negara dan untuk menghindari munculnya
ketidakadilan. Yang kesemuanya itu bermuara kepada kepentingan individu-
individu, demi menciptakan ketertiban dan keamanan bagi mereka.
4
HUKUM KEPENTINGAN
PERORANGAN
GAGASAN
KONTRAK
SOSIAL
DITETAPKAN UU
DAN PERSETUJUAN
DIANTARA WARGA
NEGARA
MENGHINDARI
MUNCULNYA
KETIDAKADILAN
WATAK DASAR MANUSIA:
INDIVIDUALISTIS
TEORI HUKUM ABAD PERTENGAHAN (TAHUN 1200 M)
1. Teori Thomas Aquinas (1225 - 1274)
Tata hukum menurut Aquinas, harus dibangun dalam struktur yang
berpuncak kepada kehendak Tuhan. Maka konfigurasi tata hukum dimulai
dari: (1) lex aeterna atau hukum dan kehendak Tuhan, (2) lex naturalis atau
hukum alam, (3) lex divina atau hukum Tuhan dalam kitab suci, dan (4) lex
humane atau hukum buatan manusia yang sesuai dengan hukum alam.
Pengklasifikasiannya yaitu lex aeterna dan lex divina itu berasal dari wahyu
Tuhan sedangkan lex naturalis dan lex humane itu berasal dari akal manusia
(ciptaan rasional)
Jadi, bersumber pada lex naturalis, hukum dalam perundang-undangan
itu harus: rasional, ditujukan bagi kebaikan umum, dibuat oleh nalar semua
orang, dan perlu dipublikasikan kepada orang banyak.
5
TATA HUKUM
LEX AETERNA:
HUKUM DAN
KEHENDAK TUHAN
LEX NATURALIS:
HUKUM ALAM
LEX DIVINA:
HUKUM TUHAN
DALAM KITAB SUCI
LEX HUMANE:
HUKUM BUATAN
MANUSIA
IUS DIVINUM
POSITIVUM
(HUKUM
BERASAL
DARI WAHYU)
HUKUM
MELALUI
KEGIATAN
AKAL
TEORI HUKUM ABAD RENAISSANCE (ABAD 17 AKHIR, AWAL ABAD
18)
1. Teori Thomas Hobbes (1588 – 1679)
Hukum alam sebagai tatanan perilaku yang terdiri dari aturan-aturan
bijak. Maka hukum merupakan pilihan sadar manusia untuk mengamankan
hidup masing-masing terhadap serangan orang lain. Agar hukum itu berjalan
efektif, maka butuh “penegak yang kuat”, yaitu penguasa yang mempunyai
kekuasaan besar. Sehingga sebagai out put dari itu semua, akan menciptakan
masyarakat yang adil dan damai.
6
HUKUM
BEKERJA
EFEKTIF
PENGUASA YANG
KUAT/MEMILIKI
KEKUASAAN YANG BESAR
HAKIM
HUKUM ALAM
SEBAGAI
KEADILAN
TIDAK
MENGEJAR
KEKAYAAN
KEADAAN
STABIL
SABAR, TEKUN,
INGATAN KUAT ,
MENGGALI DAN
MENERAPKAN APA
YANG IA DENGAR
DAN SAKSIKAN
TERCIPTANYA
MASYARAKAT
YANG AMAN DAN
DAMAI
HUKUM ALAM
2. Teori Hugo Grotius / Hugo de Groot (1583 - 1645)
Hukum asalnya dari kesadaran “manusia sosial” yang berbudi agar
sosialitas tetap terjaga. Maka hukum merupakan lampiran tambahan dalam
sosiabilitas manusia untuk menjamin agar prinsip-prinsip individual sosial
yang berbudi tetap tegak. Prinsip-prinsip tersebut antara lain:
a. Milik orang lain harus dihormati, jika kita pinjam dan membawa
keberuntungan, maka harus diberi imbalan.
b. Kesetiaan pada janji, kontrak harus dihormati.
7
HUKUM
HUKUM ALAM
KESADARAN
MANUSIA YANG
BERSOSIAL
PRINSIP-PRINSIP
INDIVIDU SOSIAL
MILIK ORANG
LAIN HARUS
DIHORMATI
KESETIAAN PADA
JANJI/
MENGHORMATI
KONTRAK
ADA GANTI RUGI
UNTUK TIAP
KERUGIAN YANG
DIDERITA
HARUS ADA
HUKUMAN SETIAP
ADA
PELANGGARAN
RASIO
MANUSIA
c. Harus ada ganti rugi untuk tiap Harus ada ganti rugi untuk tiap kerugian
yang diderita.
d. Harus ada hukuman untuk setiap pelanggaran.
3. Teori John Locke (1632 –1704)
Prinsip hukum alam dari John Locke yaitu kebebasan individu dan
keutamaan ratio. Hidup tertib apabila ada perdamaian dan dituntun oleh ratio.
Maka, adanya kekuasaan penguasa untuk melindungi hak-hak kodrat/dasar
manusia dari bahaya-bahaya yang mungkin mengancam dari manapun.
Begitupula dengan hukum yang bertugas untuk melindungi hak-hak dasar
tersebut.
8
HUKUM
HUKUM ALAM
KEBEBASAN
INDIVIDU
KEUTAMAAN
RATIO
HAK-HAK
DASAR
MANUSIA
4. Teori Immanuel Kant (1724 - 1804)
Prinsip imperatif kategoris Kant: (1) tiap manusia diperlakukan sesuai
dengan martabatnya, sebagai subyek bukan obyek; (2) orang harus bertindak
dengan dalil bahwa apa yang menjadi dasar tindakannya merupakan prinsip
semesta, yakni penghargaan manusia yang bebas dan otonom. Maka tatanan
hukum yang obyektif dan imperatif adalah bahwa hukum menjamin
9
HUKUM IMPERATIF
KATEGORIS
TIAP MANUSIA
DIPERLAKUKAN
SESUAI
MARTABATNYA
MANUSIA YANG
BEBAS DAN
OTONOM:
PRINSIP SEMESTA
AKAL
AKAL MURNI
(TEORITIS) : SEIN/
YANG ADA
AKAL PRAKTIS:
SOLLEN / NORMA-
NORMA / YANG
SEHARUSNYA
HUKUM
kepentingan semua individu menurut dua prinsip imperatif tadi. Prinsip
imperatif ini berpedoman kepada hukum dalam bidang akal praktis, sollen
(norma-norma), bukan sein (empirik). Ia berbicara tentang apa yang
seharusnya. Singkatnya prinsip-prinsip kelakuan yang dirasa sebagai
kewajiban.
TEORI HUKUM ABAD KE-19 (POSITIVISME)
1. Teori John Austin (1790-1859) ANALYTICAL JURISPRUDENCE
John Austin dengan analytical legal positivism-nya memberikan ajaran
positivisme yuridis bahwa hukum merupakan perintah-perintah dalam bentuk
peraturan-peraturan formal dari penguasa yang sah suatu negara dan
keberlakuannya dipaksakan. Kalau tidak, maka dijatuhi sanksi. Sehingga
unsur-unsur hukum menurut Austin antara lain: (1) penguasa; (2) perintah; (3)
kewajiban; dan (4) sanksi.
10
HUKUM
BENTUK YURIDIS
(ANALYTICAL
LEGAL
POSITIVISM)
ATURAN-
ATURAN
FORMAL DARI
NEGARA
(PENGUASA)
PERINTAH DARI
KEKUASAAN POLITIK
YANG BERDAULAT
DALAM SUATU NEGARA
PENGUASA PERINTAH KEWAJIBAN SANKSI
2. Teori H.L.A. Hart (1972)
Pemikiran Hart sangat berpengaruh bagi perkembangan positivisme
hukum modern. Inti pemikirannya terletak kepada primary rules of obligation
dan secondary rules of obligation. Keduanya merupakan pusat dari sistem
hukum. Primary rules menekankan kepada kewajiban manusia untuk
11
LAW
PRIMARY RULES
OF OBLIGATION
SECONDARY
RULES OF
OBLIGATION
KEWAJIBAN
MANUSIA UNTUK
BERTINDAK DAN
TIDAK BERTINDAK
KETERATURAN
PERILAKU DALAM
KELOMPOK SOSIAL
ATURAN DIRASA
SEBAGAI SUATU
KEWAJIBAN BAGI
KELOMPOK SOSIAL
RULES ABOUT
RULES
ATURAN
MANA YANG
DIANGGAP
SAH
BAGAIMANA
DAN OLEH
SIAPA DAPAT
DIUBAH
BAGAIMANA
DAN OLEH
SIAPA DAPAT
DITEGAKKAN
bertindak dan tidak bertindak dalam social rules. Aturan sosial ini harus
memenuhi dua hal, yaitu: keteraturan perilaku dalam kelompok sosial dan
aturan dirasa sebagai suatu kewajiban bagi kelompok sosial.
Lalu secondary rules berupa rules about rules meliputi tiga hal: aturan
mana yang dianggap sah (rules of recognition), bagaimana dan oleh siapa
aturan dapat diubah (rules of change) dan bagaimana dan oleh siapa aturan
ditegakkan (rules of adjudication).
3. Teori Lon L. Fuller
12
LAW
POSITIVE
LEGAL
CONTENT
PRINCIPLES
OF LEGALITY
Harus Ada Aturan-
Aturan Sebagai
Pedoman Dalam
Pembuatan
Keputusan
Peraturan-peraturan
yang menjadi
pedoman bagi
otoritas harus
diumumkan
Hukum (peraturan)
tidak boleh berlaku
surut
Aturan-aturan tidak
boleh bertentangan
satu sama lain
Peraturan-peraturan
tidak boleh
mengandung
tuntutan melebihi
apa yang dapat
dilakukan
Peraturan tidak
boleh sering diubah-
ubah
Harus ada
konsistensi antara
aturan-aturan yang
diundangkan dengan
pelaksanaan sehari-
hari
Peraturan-peraturan
disusun dalam
rumusan yang dapat
dimengerti
Teori Fuller menekankan pada isi hukum positif (positive legal content),
oleh karena harus dipenuhi delapan azas (principles of legality) antara lain:
a. Harus Ada Aturan-Aturan Sebagai Pedoman Dalam Pembuatan
Keputusan;
b. Peraturan-peraturan yang menjadi pedoman bagi otoritas harus
diumumkan;
c. Hukum (peraturan) tidak boleh berlaku surut;
d. Peraturan-peraturan disusun dalam rumusan yang dapat dimengerti;
e. Aturan-aturan tidak boleh bertentangan satu sama lain;
f. Peraturan-peraturan tidak boleh mengandung tuntutan melebihi apa yang
dapat dilakukan;
g. Peraturan tidak boleh sering diubah-ubah;
h. Harus ada konsistensi antara aturan-aturan yang diundangkan dengan
pelaksanaan sehari-hari.
4. Teori Karl Marx (1818 –1883)
13
HUKUM ATURAN
HUKUM
KEPENTINGAN
PEMILIK
MODAL
PEMEGANG
KENDALI
EKONOMI
MENGUASAI
ALAT-ALAT
PRODUKSI
EKSPLOITASI
BURUH
ALAT
LEGITIMASI
KELAS EKONOMI
TERTENTU
Dalam setiap bidang kehidupan manusia, tidak lepas dari ekonomi,
termasuk hukum. Hukum adalah alat legitimasi dari kelas ekonomi tertentu,
yaitu para pemilik modal (borjuis) yang berperan sentral dalam ekonomi,
menguasai alat-alat produksi dan mengeksploitasi buruh. Aturan hukum hanya
berisi muatan-muatan kepentingan pemilik modal, termasuk agama, politik
dan ideologi.
5. Teori Friedrich Carl von Savigny (1770-1861) MAZHAB SEJARAH
14
HUKUM VOLKGEIST
JIWA BANGSA
DI TINGKAT
LOKAL
HUKUM
KARAKTER
BANGSA
R
E
L
A
S
I
MENEMUKAN
ASAS DAN
DOKTRIN DALAM
NILAI-NILAI
HUKUM YANG
HIDUP
BERKEMBANG
MENGIKUTI
EVOLUSI
VOLKGEIST
ILMUWAN
HUKUM
TEKNOLOG
HUKUM
(PEMBUAT UU)
MELAKUKAN
RESEARCH
TENTANG
VOLKGEIST
MERUMUSKAN
HUKUM DALAM
WUJUD ATURAN
FORMAL
Von Savigny dengan madzhab sejarahnya terdapat relasi antara hukum
dengan watak bangsa yang merupakan cerminan dari volkgeist atau jiwa
bangsa. Maka hukum adat yang tumbuh dan berkembang dalam volkgeist
harus dipandang sebagai hukum kehidupan yang sejati. Persoalan utama
dalam hukum adalah menemukan asas dan doktrin dalam nilai-nilai hukum
yang hidup dan berkembang mengikuti evolusi volkgeist. Lalu posisi ilmuwan
hukum berada di depan pembuat UU.
Para ilmuwan melakukan riset ilmiah dengan mengungkap fakta-fakta
tentang volkgeist, setelah itu baru pembuat UU merumuskan secara teknis
dalam wujud aturan formal. Kedua kalangan itu berjalan sinergi untuk
memahami arti hukum yang bersifat kontekstual bagi bangsa tertentu.
15
BERSINERGI
TEORI HUKUM ABAD KE-20 (HUKUM MODERN)
1. Teori Hans Kelsen (1881-1973) REINE RECHTLEHRE
Hukum sebagai suatu sistem norma, yang dibuat menurut norma yang
lebih tinggi dan tertinggi yaitu Grundnorm atau norma dasar. Norma dasar ini
harus dibersihkan dari anasir-anasir yang bersifat meta-yuridis, maka harus
diletakkan di luar kajian hukum. Dengan menggunakan konsep Stufenbau
Theory, Kelsen mengkonstruksi aturan-aturan yang tertib yuridis dengan
16
STUFENBAU
THEORY
HUKUM
HIERARKI
PERATURAN
HUKUM
(BERJENJANG)
GRUNDNORM
(NORMA DASAR)
SISTEM
PERUNDANG-
UNDANGAN
KONKRETISASI
DARI NORMA-
NORMA
HUKUM POSITIF
KONSISTEN KOHEREN KORESPONDEN
ditentukan jenjang perundang-undangan secara hierarki, mulai dari yang
abstrak (grundnorm) sampai kepada yang konkret dari sistem perundang-
undangan. Dan sistem perundang-undangan itu satu sama lain harus konsisten,
koheren dan koresponden.
2. Teori Max Weber (1864-1920)
17
HUKUM
TINGKAT
RASIONALITAS
MODEL
KEKUASAAN
SUBSTANTIF
-IRASIONAL
SUBSTANTIF-
RASIONAL
RASIONAL
PENUH
PIKIRAN
YANG
ALAMIAH
DAN
NALURIAH
ADAT DAN
KEBIASAAN
TRADISIONAL
MASYARAKAT
MAJU DAN
MODERN
KHARISMATIK TRADISI-
ONAL
RASIO-
NAL
SETIA
THD.
ORANG
YANG
MEMILI
KI
SPIRITU
AL DAN
TRANSE
NDENT
AL
KEPERC
AYAAN
MENUR
UT
TRADISI
ORANG
YANG
PANTAS
MEMIM
PIN
KEKUAS
AAN
FORMAL
UNTUK
BERKUA
SA YG
DIKUKU
HKAN
NEGARA
Max Weber menggunakan ukuran tingkat rasionalitas dan model
kekuasaan untuk mengkonstruksi teorinya tentang hukum. Dalam tingkat
rasionalitas, tingkat rasionalitas masyarakat akan menentukan warna hukum
dalam masyarakat itu. Pembagiannya yaitu: pertama, substantif-irasional,
bahwa masyarakat masih lekat dengan pikiran mistis, alamiah dan naluriah;
kedua, substantif-rasional, bahwa masyarakat bertopang kepada hukum adat
dan kebiasaan tradisional; dan ketiga, rasional penuh, bahwa masyarakatnya
maju dan modern.
Kemudian dalam tingkat rasionalitas, Weber membaginya ke dalam tiga
tipe otoritas dalam masyarakat, yakni: tipe pertama, kharismatik, bertumpu
kepada orang yang memiliki jiwa spiritual dan transendental; tipe kedua,
tradisional, bertumpu pada kepercayaan berdasar tradisi terhadap orang yang
dianggap layak memimpin masyarakat; dan tipe ketiga, otoritas yang rasional,
bertumpu pada kekuasaan formal untuk berkuasa yang dikukuhkan secara
formal oleh negara.
3. Teori Roscoe Pound (1912) SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE
18
HUKUM
MENATA / ALAT
PERUBAHAN
HUBUNGAN
FUNGSIONAL HUKUM
DAN MASYARAKAT
LAW AS A TOOL
OF SOCIAL
ENGINEERING
Mempelajari
social effect yang
nyata dari peran
lembaga dan
doktrin-doktrin
hukum
Melakukan
studi sosiologis
untuk
menyiapkan
per-UU-an dan
dijalankan
Mengusaha
kan
efektifnya
pencapaian
tujuan
hukum
Melakukan
studi
bagaimana
peraturan
hukum mjd.
efektif
Melakukan
penyelesaian
individu
berdasarkan
nalar, bukan
semata
peraturan
hukum
Melakukan
studi sejarah
hukum tentang
social effect
yang timbul
dari doktrin
hukum masa
lalu
THE LIVING
LAW (Eugen
Erlich)
Roscoe Pound menyatakan bahwa terdapat hubungan timbal balik
(fungsional) antara hukum dengan masyarakat. Artinya hukum yang baik
menurut Pound adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di
dalam masyarakat atau populernya the living law yang digagas oleh Eugen
Erlich. Untuk mempraktikkannya, maka dilakukan langkah yang progresif,
yaitu memfungsikan hukum untuk menata atau sebagai alat perubahan,
sehingga muncullah teorinya tentang law as a tool of social engineering. Agar
benar-benar efektif sebagai alat rekayasa sosial, Pound mengajukan 6 langkah:
a) Mempelajari social effect yang nyata dari peran lembaga dan doktrin-
doktrin hukum.
b) Melakukan studi sosiologis untuk menyiapkan per-UU-an dan dijalankan.
c) Melakukan studi bagaimana peraturan hukum mjd. Efektif.
d) Melakukan studi sejarah hukum tentang social effect yang timbul dari
doktrin hukum masa lalu.
e) Melakukan penyelesaian individu berdasarkan nalar, bukan semata
peraturan hukum.
f) Mengusahakan efektifnya pencapaian tujuan hukum.
19
MENCAPAI KETERTIBAN
SOSIAL YANG LEBIH MAJU
/ KEADAAN MASYARAKAT
YANG DICITA-CITAKAN
4. Teori Oliver W. Holmes, Jerome Frank dan B. Cardozo (LEGAL
REALISM)
Holmes, Frank dan Cardozo sebagai Hakim Agung U.S.A ketika itu
meletakkan keputusan yang berbobot kepada kenyataan hidup atau gejala-
gejala hidup (das sein), bukanlah seperangkat aturan hukum dalam undang-
20
HUKUM
KENYATAAN
HIDUP/ DAS
SEIN
HAKIM
KEMANFAATAN
KEUTAMAAN
KEPENTINGAN
SOSIAL
KEBEBASAN
HAKIM
PRASANGKA
EKONOMI,
POLITIK DAN
MORAL
MORAL
SIMPATI DAN
ANTIPATI
PRIBADI
KEPUTUSAN
YANG
BERBOBOT
MENOLAK
DOKTRIN
LEGALISME
KAIDAH
HUKUM YANG
BERLAKU
HUKUM
BERTUJUAN
MENCIPTAKAN
KETERTIBAN
BERTUJUAN
MEMPERKUAT
LEGITIMASI
BERTUJUAN
MENCIPTAKAN
KOMPETENSI
undang. Itulah makna kebebasan hakim bahwa kebenaran yang lebih unggul
itu sebenarnya di luar aturan formal. Dalam konteks ini seorang hakim harus
mempertaruhkan kepekaan dan kearifannya.
Lalu parameter keputusan hakim yang dianggap berbobot antara lain:
mempertimbangkan faktor moral, kemanfaatan dan keutamaan kepentingan
sosial. Faktor-faktor lain yang berpengaruh yaitu selain berpatokan kepada
kaidah hukum yang berlaku, juga melihat prasangka ekonomi, politik dan
moral serta simpati dan antipati pribadi. Karena sebenarnya Holmes menolak
doktrin legalisme. Doktrin ini menggunakan cara berpikir yang mendasarkan
diri pada aturan, prinsip, atau norma obyektif yang dianggap harus berlaku
dalam situasi dan kondisi apapun.
TEORI HUKUM ABAD 21 (POSTMODERNISME)
1. Teori Philippe Nonet dan Philip Selznick (1978) HUKUM
RESPONSIF
21
REPRESIF OTONOM RESPONSIF
PERATURAN YANG
KAKU DAN
BERLAKU LEMAH
BAGI PEMBUAT
HUKUM
PERATURAN YANG
KOMPLEKS DAN
MENGIKAT
PENGUASA ATAUPUN
MASYARAKAT
PERATURAN
BERSIFAT
SUBORDINAT DARI
PRINSIP DAN
KEBIJAKAN
Nonet dan Selznick membagi tiga tipe hukum:
1) Hukum Represif: bertujuan untuk menciptakan ketertiban, legitimasi
mengarah kepada ketahanan sosial dan tujuan negara, peraturan yang kaku
dan berlaku lemah bagi pembuat hukum, hukum subordinat terhadap politik
kekuasaan dan eksklusif bagi masyarakat untuk berpartisipasi, maka kritik
terhadap pemerintah dianggap tidak setia (pembangkangan).
Indikasi dari tipe ini adalah adaptasi yang pasif dan oportunistik dari
institusi-institusi hukum terhadap lingkungan sosial dan politik.
2) Hukum Otonom: bertujuan untuk memperkuat legitimasi, keadilan yang
dijalankan bersifat prosedural, peraturan yang kompleks dan mengikat
penguasa ataupun masyarakat, pemisahan kekuasaan (hukum independen dari
politik), akses dibatasi oleh prosedur baku, sehingga memunculkan kritik atas
hukum.
Indikasi dari tipe ini adalah reaksi yang menentang terhadap keterbukaan,
menjaga integritas institusional dengan cara hukum mengisolasikan dirinya,
tanggungjawabnya dan menerima formalisme yang buta demi mencapai
sebuah integritas.
3) Hukum Responsif: bertujuan menciptakan kompetensi, peraturan bersifat
subordinat dari prinsip dan kebijakan, terintegrasi antara hukum dan politik,
meluasnya akses melalui integrasi advokasi hukum dan sosial.
Tipe yang terakhir inilah berusaha untuk mengatasi ketegangan dari kedua
tipe sebelumnya, yakni lebih terbuka atau adaptif, beradaptasi secara
22
HUKUM
SUBORDINAT
TERHADAP
POLITIK
KEKUASAAN
PEMISAHAN
KEKUASAAN
(HUKUM
INDEPENDEN DARI
POLITIK)
INTEGRASI
(TERPADU)
ANTARA HUKUM
DAN POLITIK
EKSKLUSIF BAGI
MASYARAKAT UNTUK
BERPARTISIPASI, MAKA
KRITIK DIANGGAP
TIDAK SETIA
AKSES DIBATASI OLEH
PROSEDUR BAKU,
SEHINGGA
MEMUNCULKAN
KRITIK ATAS HUKUM
MELUASNYA AKSES
MELALUI INTEGRASI
ADVOKASI HUKUM
DAN SOSIAL
bertanggungjawab dan memperhatikan keberadaan kekuatan-kekuatan baru di
dalam lingkungannya, mengkritisi praktik yang sudah mapan serta membuka
jalan untuk melakukan perubahan.
2. Teori Roberto Mangabeira Unger CRITICAL LEGAL STUDIES
23
THREE CONCEPT
OF LAW
CUSTOMARY LAW
BUREAUCRATIC
LAW
LEGAL ORDER
UNIFORMITY
IN BEHAVIOR
NORMATIVE
IS EQUALITY
UNWRITTEN
RULES
WRITTEN
RULES
LEGAL
GOVERN-
MENT
TO ISOLATE
STATE AND
PEOPLE’S
STATES
RULE OF
LAW
GENERAL
AND
AUTONO-
MOUS
PUBLIC
AND
POSITIVE
AUTONOMY
Critical Legal Studies yang dimotori oleh Roberto M. Unger secara umum
meninjau, mengembangkan pemikiran dan ajaran yang bertujuan meninjau
kembali norma-norma, standar-standar dalam teori hukum dan
implementasinya yang berasal dari sistem hukum modern. Sistem ini berasal
dari tatanan sosial Eropa Barat di abad 19 yang merupakan konfigurasi dari
konsep hukum rule of law.
Unger membagi tiga konsep hukum:
1) Customary law concept or interactional law: mempunyai dua sisi, yakni
keseragaman yang tampak nyata dalam berperilaku dan bersifat
normatif, yakni sentimen akan kewajiban dan hak atau kecenderungan
untuk menyamakan bentuk-bentuk behavior yang sudah mapan. Konsep
ini bersifat non publik, artinya dikenal oleh seluruh masyarakat atau
berupa adat istiadat yang terdiri dari standar-standar implisit perilaku,
bukan standar peraturan yang sudah dirumuskan.
2) Bureaucratic law concept or regulatory law: terdiri dari peraturan-
peraturan eksplisit yang ditetapkan dan ditegakkan oleh pemerintah yang
sah, tidak memiliki sifat universal kehidupan sosial, maka state terpisah
dengan masyarakat, terdapat pembedaan antara kebiasaan dengan
kewajiban dan didominasi oleh negara-negara penganut rule of law.
3) Legal order or legal system. Tatanan hukum ini bersifat general dan
otonom, sekaligus publik dan positif. Lalu otonomi memiliki empat
aspek, (1) substantif manakala peraturan-peraturan yang dirumuskan dan
24
AUTONOMY
SUSBTANTIVE
AUTONOMY
INSTITUTIONAL
AUTONOMY
METHODOLOGY
AUTONOMY
OCCUPATIONAL
ditegakkan oleh pemerintah tidak dapat dianalisa sebagai norma-norma
non-hukum; (2) institusional, bahwa peraturan-peraturan diterapkan oleh
institusi-institusi khusus yang bertugas membuat keputusan hukum; (3)
metodologis, ketika cara-cara institusi khusus tersebut menjustifikasi
keputusannya berbeda dengan keputusan lainnya; (4) okupasional,
berarti sekelompok profesi khusus di bidang hukum yang mengisi
jabatan dalam institusi hukum serta terlibat secara aktif dalam praktik
perdebatan hukum.
3. Teori Satjipto Rahardjo (HUKUM PROGRESIF, Th. 2002)
25
LAW PROGRESSIVE
LAW
PROSPERITY
OF HUMAN
HAPPINESS
OF HUMAN
SELF VALUE
OF HUMAN
SUBLIMITY
OF HUMAN
P
U
R
P
O
S
E
PEMBANGUNAN
HUKUM
ETIKA/
MORAL
AKAL
BERHATI
NURANI
MEMBEBASKAN
DARI BELENGGU
STRUKTUR
MENOLAK
STATUS QUO
RULE BREAKING
TEROBOSAN /
LOMPATAN DARI
ATURAN
LAW IN THE
MAKING
NEVER FINAL
HUKUM
PROGRESIF
MERANGKUL
BEBERAPA
MAZHAB /
TEORI/GERAKAN
HUKUM
ALAM
SOCIOLOGICAL
JURISPRUDENCE
LEGAL
REALISM
INTERESSEN-
JURISPRUDENZ
RESPONSIVE
LAW
BEHAVIOR
Teori hukum Progresif menurut pemikiran Satjipto Rahardjo
menempatkan MANUSIA sebagai dasar penentu dan titik orientasi hukum.
Karena kembali kepada filosofi dasar bahwa hukum itu bertugas untuk
melayani manusia, bukan sebaliknya. Bertitik pangkal kepada manusia itulah
tujuan hukum sebenarnya untuk kesejahteraan, kebahagiaan, harga diri dan
kemuliaan manusia.
Lalu hukum progresif yang oleh karena manusia sebagai pijakannya,
menempatkan etika atau moral dan akal yang berhati nurani sebagai unsur
perilaku (behavior) manusia untuk membangun hukum, terutama para aparat
penegak hukum. Dengan pondasi inilah dibutuhkan manusia hukum yang
berani untuk berpikir kreatif melakukan terobosan-terobosan hukum, demi
kepentingan yang lebih luas yaitu kepentingan atau kebutuhan sosial,
sekalipun itu rule breaking (mematahkan aturan). Dalam konteks ini, hukum
sudah tidak lagi dipandang sebagai seperangkat peraturan-peraturan normatif,
logik dan sistematis yang terbingkai dalam undang-undang.
Karakteristik dari hukum progresif ala Satjipto ini antara lain: hukum
yang membebaskan, dalam artian membebaskan dari belenggu struktur-
struktur atau skeleton hukum atau asas-asas hukum lama (doktrin), menolak
status quo, melakukan rule breaking, adanya kreativitas operator hukum
berupa terobosan hukum, law in the making dan tidak pernah final.
Uniknya, hukum progresif ini memiliki hubungan kedekatan atau
merangkul dengan beberapa mazhab, teori dan gerakan antara lain: Hukum
26
CRITICAL
LEGAL STUDIES
(CLS)
Alam, Sociological Jurisprudence, Legal Realism, Interessenjurisprudenz,
Hukum Responsif dan Critical Legal Studies (CLS).
4. Teori Jacques Derrida (1930-sekarang) DEKONSTRUKSI
27
HUKUM DEKONSTRUKSI
PENCARIAN
FILOSOFIS
TERHADAP
HUKUM
MELULUHKAN
KEPASTIAN
ARTI PENTING
KEADILAN
LEGAL TEXT:
KONVENSIONAL DAN
FORMAL
KEPASTIAN TEKS,
KEPASTIAN UNDANG-
UNDANG DAN
KEPASTIAN PASAL
STRUKTURALISM
& LINGUISTIC
(SAUSSURE)
Derrida, seorang post-strukturalis memberikan alternatif pemahaman atas
teks hukum yaitu melalui dekonstruksi. Dekonstruksi ini memusatkan
perhatian kepada tiga hal, yaitu pencarian filosofis terhadap hukum,
meluluhkan kepastian dan arti pentingnya akan keadilan.
Dekonstruksi ini sangat perlu dilakukan karena: (1) pemahaman teks
hukum selama ini bersifat konvensional dan formal; (2) pandangan kepastian
hukum berubah menjadi kepastian teks, kepastian undang-undang dan
kepastian pasal. Hal ini sebagai akibat dari proses pensakralan teks melalui
interpretasi; (3) menolak pandangan formalisme (strukturalisme) dan
linguistik, serta oposisi biner, terutama yang dikemukakan oleh Saussure; (4)
interpretasi teks dianggap pasti dan sudah jadi.
Maka, dengan semuanya itu, haruslah dibongkar melalui
DEKONSTRUKSI untuk mencapai sebuah KEADILAN.
28
INTERPRETASI TEKS:
PASTI DAN SUDAH
JADI
JUSTICE
(KEADILAN)
HARUS DIBONGKAR DEKONSTRUKSI
SUMBER KEPUSTAKAAN
Allan C. Hutchinson, Critical Legal Studies, U.S.A.: Rowman & Littlefield
Publishers, 1989.
Anthon Freddy Susanto, Semiotika Hukum: Dari Dekonstruksi Teks Menuju
Progresivitas Makna, Cet. I, Bandung: Refika Utama, 2005.
Bernard L. Tanya, dkk., Teori Hukum: Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang
dan Generasi, Cet. I, Surabaya: CV. KITA, 2006.
Esmi Warassih, Pranata Hukum; Sebuah Telaah Sosiologis, Cet. I, Semarang:
PT Suryandaru Utama, 2005.
Khudzaifah Dimyati, Teorisasi Hukum: Studi Tentang Perkembangan
Pemikiran Hukum Di Indonesia 1945-1990, (seri Disertasi), Cet. 2, Surakarta:
Muhammadiyah University Press, 2004.
Listiyono Santoso, dkk., Epistemologi Kiri, Cet. VI, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Group, 2009.
Otje Salman dan Anthon F. Susanto, Teori Hukum: Mengingat, Mengumpulkan
dan Membuka Kembali, Cet. V, Bandung: Refika Utama, 2009.
Philippe Nonet dan Philip Selznick, Law and Society in Transition: Toward
Responsive Law, First Edition, Harper Colophon Books, New York, U.S.A.,
1978.
Roberto M. Unger, Teori Hukum Kritis: Posisi Hukum dalam Masyarakat
Modern, (terj.), Cet. I, Bandung: Nusamedia, 2007.
29
Satjipto Rahardjo, Hukum Dalam Jagad Ketertiban, Jakarta: UKI Press, 2006.
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Cet. 6, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2006.
Satjipto Rahardjo, Lapisan-Lapisan Dalam Studi Hukum, Cet. I, Malang:
Bayumedia, 2009.
Suteki, Urgensi Sociological Jurisprudence Dalam Pencarian Keadilan
Substansial di Era Globalisasi, (Orasi Ilmiah), Disampaikan pada Dies Natalis
ke-53 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang pada tanggal 11
Januari 2010.
30

Weitere ähnliche Inhalte

Was ist angesagt?

Hukum pidana khusus
Hukum pidana khususHukum pidana khusus
Hukum pidana khusussesukakita
 
Asas Legalitas dan Retroaktif dalam HPI
Asas Legalitas dan Retroaktif dalam HPIAsas Legalitas dan Retroaktif dalam HPI
Asas Legalitas dan Retroaktif dalam HPIswirawan
 
Masyarakat Hukum Adat
Masyarakat Hukum AdatMasyarakat Hukum Adat
Masyarakat Hukum AdatNina Ruspina
 
surat kuasa tergugat
surat kuasa tergugatsurat kuasa tergugat
surat kuasa tergugatNakano
 
Pengantar ilmu hukum power point
Pengantar ilmu hukum power pointPengantar ilmu hukum power point
Pengantar ilmu hukum power pointPuspa Bunga
 
Aliran yg menghubungkan uu,hakim,hukum
Aliran yg menghubungkan uu,hakim,hukumAliran yg menghubungkan uu,hakim,hukum
Aliran yg menghubungkan uu,hakim,hukumDian Permata Sari
 
pengantar hukum ekonomi syariah
pengantar hukum ekonomi syariahpengantar hukum ekonomi syariah
pengantar hukum ekonomi syariahNeyna Fazadiq
 
Sumber hukum administrasi negara
Sumber hukum administrasi negaraSumber hukum administrasi negara
Sumber hukum administrasi negaraNakano
 
Makalah Fungsi Etika Profesi Hukum
Makalah Fungsi Etika Profesi HukumMakalah Fungsi Etika Profesi Hukum
Makalah Fungsi Etika Profesi HukumFenti Anita Sari
 
Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...
Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...
Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...Idik Saeful Bahri
 
Latar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realism
Latar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realismLatar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realism
Latar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realismIsnaldi Utih
 

Was ist angesagt? (20)

Hukum pidana
Hukum pidanaHukum pidana
Hukum pidana
 
HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARAHUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
 
Hukum pidana khusus
Hukum pidana khususHukum pidana khusus
Hukum pidana khusus
 
Hukum agraria nasional pert ke 2
Hukum agraria nasional pert ke 2Hukum agraria nasional pert ke 2
Hukum agraria nasional pert ke 2
 
Asas Legalitas dan Retroaktif dalam HPI
Asas Legalitas dan Retroaktif dalam HPIAsas Legalitas dan Retroaktif dalam HPI
Asas Legalitas dan Retroaktif dalam HPI
 
Masyarakat Hukum Adat
Masyarakat Hukum AdatMasyarakat Hukum Adat
Masyarakat Hukum Adat
 
Hukum agraria
Hukum agraria   Hukum agraria
Hukum agraria
 
surat kuasa tergugat
surat kuasa tergugatsurat kuasa tergugat
surat kuasa tergugat
 
Penelitian hukum (mph)
Penelitian hukum (mph)Penelitian hukum (mph)
Penelitian hukum (mph)
 
perdata
perdataperdata
perdata
 
Hukum Administrasi Negara
Hukum Administrasi NegaraHukum Administrasi Negara
Hukum Administrasi Negara
 
Ilmu negara ppt
Ilmu negara ppt Ilmu negara ppt
Ilmu negara ppt
 
Pengantar ilmu hukum power point
Pengantar ilmu hukum power pointPengantar ilmu hukum power point
Pengantar ilmu hukum power point
 
Hukum Perdata
Hukum Perdata Hukum Perdata
Hukum Perdata
 
Aliran yg menghubungkan uu,hakim,hukum
Aliran yg menghubungkan uu,hakim,hukumAliran yg menghubungkan uu,hakim,hukum
Aliran yg menghubungkan uu,hakim,hukum
 
pengantar hukum ekonomi syariah
pengantar hukum ekonomi syariahpengantar hukum ekonomi syariah
pengantar hukum ekonomi syariah
 
Sumber hukum administrasi negara
Sumber hukum administrasi negaraSumber hukum administrasi negara
Sumber hukum administrasi negara
 
Makalah Fungsi Etika Profesi Hukum
Makalah Fungsi Etika Profesi HukumMakalah Fungsi Etika Profesi Hukum
Makalah Fungsi Etika Profesi Hukum
 
Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...
Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...
Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...
 
Latar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realism
Latar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realismLatar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realism
Latar belakang munculnya sociological jurisprudence dan legal realism
 

Ähnlich wie Perkembangan teori hukum revisi

56940113 pengantar-ilmu-hukum
56940113 pengantar-ilmu-hukum56940113 pengantar-ilmu-hukum
56940113 pengantar-ilmu-hukumocoysan
 
05 definisi,tujuan,fungsi,pokok2hukum
05 definisi,tujuan,fungsi,pokok2hukum05 definisi,tujuan,fungsi,pokok2hukum
05 definisi,tujuan,fungsi,pokok2hukummudanp.com
 
Materi pihu sebelum mid semester
Materi pihu sebelum mid semesterMateri pihu sebelum mid semester
Materi pihu sebelum mid semesterEko Nainggolan
 
II. Pengertian Hukum.pptx
II. Pengertian Hukum.pptxII. Pengertian Hukum.pptx
II. Pengertian Hukum.pptxdonihasmanto
 
Pengertian dan penggolongan
Pengertian dan penggolonganPengertian dan penggolongan
Pengertian dan penggolonganwnanang28
 
Materi kuliah ke-5 Pengantar ilmu hukum.pptx
Materi kuliah ke-5 Pengantar ilmu hukum.pptxMateri kuliah ke-5 Pengantar ilmu hukum.pptx
Materi kuliah ke-5 Pengantar ilmu hukum.pptxHafidsAzhar1
 
22313676 pengantar-ilmu-hukum-slide
22313676 pengantar-ilmu-hukum-slide22313676 pengantar-ilmu-hukum-slide
22313676 pengantar-ilmu-hukum-slideMael Aja
 
Penghantar ilmu hukum-phpapp01.pdf
Penghantar ilmu hukum-phpapp01.pdfPenghantar ilmu hukum-phpapp01.pdf
Penghantar ilmu hukum-phpapp01.pdfBayuSurya11
 
Pembentukan polisi adat di provinsi gorontalo
Pembentukan polisi adat di provinsi gorontaloPembentukan polisi adat di provinsi gorontalo
Pembentukan polisi adat di provinsi gorontaloIr. Soekarno
 
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan PendahuluanSosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan PendahuluanIqbaalKamalludin1
 
Beberapa mazhab-dalam-ilmu-hukum(4)
Beberapa mazhab-dalam-ilmu-hukum(4)Beberapa mazhab-dalam-ilmu-hukum(4)
Beberapa mazhab-dalam-ilmu-hukum(4)Bagoes Prasetya
 
06 dasar mengikatnya hukum
06 dasar mengikatnya hukum06 dasar mengikatnya hukum
06 dasar mengikatnya hukummudanp.com
 
III Peran Dan Fungsi Hukum.pptx
III Peran Dan Fungsi Hukum.pptxIII Peran Dan Fungsi Hukum.pptx
III Peran Dan Fungsi Hukum.pptxdonihasmanto
 

Ähnlich wie Perkembangan teori hukum revisi (20)

56940113 pengantar-ilmu-hukum
56940113 pengantar-ilmu-hukum56940113 pengantar-ilmu-hukum
56940113 pengantar-ilmu-hukum
 
Pengertian hukum
Pengertian hukumPengertian hukum
Pengertian hukum
 
Pengantar Ilmu Hukum
Pengantar Ilmu HukumPengantar Ilmu Hukum
Pengantar Ilmu Hukum
 
05 definisi,tujuan,fungsi,pokok2hukum
05 definisi,tujuan,fungsi,pokok2hukum05 definisi,tujuan,fungsi,pokok2hukum
05 definisi,tujuan,fungsi,pokok2hukum
 
materi PHB 1
materi PHB 1materi PHB 1
materi PHB 1
 
Materi pihu sebelum mid semester
Materi pihu sebelum mid semesterMateri pihu sebelum mid semester
Materi pihu sebelum mid semester
 
mashab aliran hukum.ppt
mashab aliran hukum.pptmashab aliran hukum.ppt
mashab aliran hukum.ppt
 
II. Pengertian Hukum.pptx
II. Pengertian Hukum.pptxII. Pengertian Hukum.pptx
II. Pengertian Hukum.pptx
 
Pengertian dan penggolongan
Pengertian dan penggolonganPengertian dan penggolongan
Pengertian dan penggolongan
 
Materi kuliah ke-5 Pengantar ilmu hukum.pptx
Materi kuliah ke-5 Pengantar ilmu hukum.pptxMateri kuliah ke-5 Pengantar ilmu hukum.pptx
Materi kuliah ke-5 Pengantar ilmu hukum.pptx
 
22313676 pengantar-ilmu-hukum-slide
22313676 pengantar-ilmu-hukum-slide22313676 pengantar-ilmu-hukum-slide
22313676 pengantar-ilmu-hukum-slide
 
Tugas hukum bisnis
Tugas hukum bisnisTugas hukum bisnis
Tugas hukum bisnis
 
Tujuan hukum
Tujuan hukumTujuan hukum
Tujuan hukum
 
Penghantar ilmu hukum-phpapp01.pdf
Penghantar ilmu hukum-phpapp01.pdfPenghantar ilmu hukum-phpapp01.pdf
Penghantar ilmu hukum-phpapp01.pdf
 
Pembentukan polisi adat di provinsi gorontalo
Pembentukan polisi adat di provinsi gorontaloPembentukan polisi adat di provinsi gorontalo
Pembentukan polisi adat di provinsi gorontalo
 
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan PendahuluanSosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
Sosiologi Hukum : Sebuah Pengantar dan Pendahuluan
 
Beberapa mazhab-dalam-ilmu-hukum(4)
Beberapa mazhab-dalam-ilmu-hukum(4)Beberapa mazhab-dalam-ilmu-hukum(4)
Beberapa mazhab-dalam-ilmu-hukum(4)
 
Norma Kaidah
Norma KaidahNorma Kaidah
Norma Kaidah
 
06 dasar mengikatnya hukum
06 dasar mengikatnya hukum06 dasar mengikatnya hukum
06 dasar mengikatnya hukum
 
III Peran Dan Fungsi Hukum.pptx
III Peran Dan Fungsi Hukum.pptxIII Peran Dan Fungsi Hukum.pptx
III Peran Dan Fungsi Hukum.pptx
 

Mehr von juniska efendi

Ruang lingkup dan pembagian ulumul qur’an
Ruang lingkup dan pembagian ulumul qur’anRuang lingkup dan pembagian ulumul qur’an
Ruang lingkup dan pembagian ulumul qur’anjuniska efendi
 
Prinsip – prinsip yang terkandung dalam batang tubuh undang – undang dasar 1945
Prinsip – prinsip yang terkandung dalam batang tubuh undang – undang dasar 1945Prinsip – prinsip yang terkandung dalam batang tubuh undang – undang dasar 1945
Prinsip – prinsip yang terkandung dalam batang tubuh undang – undang dasar 1945juniska efendi
 
Perkembamngan hadits pada masa rasulullah
Perkembamngan hadits pada masa rasulullahPerkembamngan hadits pada masa rasulullah
Perkembamngan hadits pada masa rasulullahjuniska efendi
 
Pelaksanaan pancasila dan uud 1945 secara murni dan konsekuensi
Pelaksanaan pancasila dan uud 1945 secara murni dan konsekuensiPelaksanaan pancasila dan uud 1945 secara murni dan konsekuensi
Pelaksanaan pancasila dan uud 1945 secara murni dan konsekuensijuniska efendi
 
Pelaksanaan pancasila dan uud 1945
Pelaksanaan pancasila dan uud 1945Pelaksanaan pancasila dan uud 1945
Pelaksanaan pancasila dan uud 1945juniska efendi
 
Manajemen perbankan syari’ah
Manajemen perbankan syari’ahManajemen perbankan syari’ah
Manajemen perbankan syari’ahjuniska efendi
 
Makalah ulumul quran tafsir, takwil dan terjemah
Makalah ulumul quran tafsir, takwil dan terjemahMakalah ulumul quran tafsir, takwil dan terjemah
Makalah ulumul quran tafsir, takwil dan terjemahjuniska efendi
 
Makalah ulumul quran terjemah
Makalah ulumul quran  terjemahMakalah ulumul quran  terjemah
Makalah ulumul quran terjemahjuniska efendi
 
Makalah spi masa kemunduran (1250 1500 m)
Makalah spi masa kemunduran (1250 1500 m)Makalah spi masa kemunduran (1250 1500 m)
Makalah spi masa kemunduran (1250 1500 m)juniska efendi
 
Makalah spi kerajaan islam sebelum penjajahan belanda
Makalah spi kerajaan islam sebelum penjajahan belandaMakalah spi kerajaan islam sebelum penjajahan belanda
Makalah spi kerajaan islam sebelum penjajahan belandajuniska efendi
 
Makalah sejarah peradaban i slam penjajahan barat terhadap islam dan upaya ua...
Makalah sejarah peradaban i slam penjajahan barat terhadap islam dan upaya ua...Makalah sejarah peradaban i slam penjajahan barat terhadap islam dan upaya ua...
Makalah sejarah peradaban i slam penjajahan barat terhadap islam dan upaya ua...juniska efendi
 
Makalah pkn pembangunan
Makalah pkn pembangunanMakalah pkn pembangunan
Makalah pkn pembangunanjuniska efendi
 
Makalah munasabah alquran1
Makalah munasabah alquran1Makalah munasabah alquran1
Makalah munasabah alquran1juniska efendi
 
Makalah maqamat dan ahwal
Makalah maqamat dan ahwalMakalah maqamat dan ahwal
Makalah maqamat dan ahwaljuniska efendi
 
Makalah manajemen konflik dan stres
Makalah manajemen konflik dan stresMakalah manajemen konflik dan stres
Makalah manajemen konflik dan stresjuniska efendi
 
Makalah islam indonesia zaman modern dan kontemporer
Makalah islam indonesia zaman modern dan kontemporerMakalah islam indonesia zaman modern dan kontemporer
Makalah islam indonesia zaman modern dan kontemporerjuniska efendi
 
Makalah ilmu kalam aliran ahmadiyah
Makalah ilmu kalam aliran ahmadiyahMakalah ilmu kalam aliran ahmadiyah
Makalah ilmu kalam aliran ahmadiyahjuniska efendi
 

Mehr von juniska efendi (20)

Ruang lingkup dan pembagian ulumul qur’an
Ruang lingkup dan pembagian ulumul qur’anRuang lingkup dan pembagian ulumul qur’an
Ruang lingkup dan pembagian ulumul qur’an
 
Prinsip – prinsip yang terkandung dalam batang tubuh undang – undang dasar 1945
Prinsip – prinsip yang terkandung dalam batang tubuh undang – undang dasar 1945Prinsip – prinsip yang terkandung dalam batang tubuh undang – undang dasar 1945
Prinsip – prinsip yang terkandung dalam batang tubuh undang – undang dasar 1945
 
Perkembamngan hadits pada masa rasulullah
Perkembamngan hadits pada masa rasulullahPerkembamngan hadits pada masa rasulullah
Perkembamngan hadits pada masa rasulullah
 
Penelitian habib
Penelitian habibPenelitian habib
Penelitian habib
 
Pelaksanaan pancasila dan uud 1945 secara murni dan konsekuensi
Pelaksanaan pancasila dan uud 1945 secara murni dan konsekuensiPelaksanaan pancasila dan uud 1945 secara murni dan konsekuensi
Pelaksanaan pancasila dan uud 1945 secara murni dan konsekuensi
 
Pelaksanaan pancasila dan uud 1945
Pelaksanaan pancasila dan uud 1945Pelaksanaan pancasila dan uud 1945
Pelaksanaan pancasila dan uud 1945
 
Manajemen perbankan syari’ah
Manajemen perbankan syari’ahManajemen perbankan syari’ah
Manajemen perbankan syari’ah
 
Makkiyah
MakkiyahMakkiyah
Makkiyah
 
Makalah ulumul quran tafsir, takwil dan terjemah
Makalah ulumul quran tafsir, takwil dan terjemahMakalah ulumul quran tafsir, takwil dan terjemah
Makalah ulumul quran tafsir, takwil dan terjemah
 
Makalah ulumul quran terjemah
Makalah ulumul quran  terjemahMakalah ulumul quran  terjemah
Makalah ulumul quran terjemah
 
Makalah spi masa kemunduran (1250 1500 m)
Makalah spi masa kemunduran (1250 1500 m)Makalah spi masa kemunduran (1250 1500 m)
Makalah spi masa kemunduran (1250 1500 m)
 
Makalah spi kerajaan islam sebelum penjajahan belanda
Makalah spi kerajaan islam sebelum penjajahan belandaMakalah spi kerajaan islam sebelum penjajahan belanda
Makalah spi kerajaan islam sebelum penjajahan belanda
 
Makalah sejarah peradaban i slam penjajahan barat terhadap islam dan upaya ua...
Makalah sejarah peradaban i slam penjajahan barat terhadap islam dan upaya ua...Makalah sejarah peradaban i slam penjajahan barat terhadap islam dan upaya ua...
Makalah sejarah peradaban i slam penjajahan barat terhadap islam dan upaya ua...
 
Makalah pkn pembangunan
Makalah pkn pembangunanMakalah pkn pembangunan
Makalah pkn pembangunan
 
Makalah munasabah alquran1
Makalah munasabah alquran1Makalah munasabah alquran1
Makalah munasabah alquran1
 
Makalah misbah
Makalah misbahMakalah misbah
Makalah misbah
 
Makalah maqamat dan ahwal
Makalah maqamat dan ahwalMakalah maqamat dan ahwal
Makalah maqamat dan ahwal
 
Makalah manajemen konflik dan stres
Makalah manajemen konflik dan stresMakalah manajemen konflik dan stres
Makalah manajemen konflik dan stres
 
Makalah islam indonesia zaman modern dan kontemporer
Makalah islam indonesia zaman modern dan kontemporerMakalah islam indonesia zaman modern dan kontemporer
Makalah islam indonesia zaman modern dan kontemporer
 
Makalah ilmu kalam aliran ahmadiyah
Makalah ilmu kalam aliran ahmadiyahMakalah ilmu kalam aliran ahmadiyah
Makalah ilmu kalam aliran ahmadiyah
 

Perkembangan teori hukum revisi

  • 1. TEORI HUKUM ABAD KE-6 M (ZAMAN KLASIK) 1. Teori Socrates (470 SM - 399 SM) Menurut Socrates, sesuai dengan hakikat manusia bahwa hukum merupakan tatanan kebajikan dan keadilan bagi umum. Hukum bukanlah aturan yang dibuat untuk melanggengkan nafsu untuk kuat, bukan pula aturan untuk memenuhi naluri hedonisme diri. Hukum sejatinya, adalah tatanan obyektif untuk mencapai kebajikan dan keadilan umum tadi. Yang itu merupakan filsafat dari kebijaksanaan Socrates. 1 HUKUM TATANAN KEBAJIKAN KEBAJIKAN TUJUAN KEADILAN UMUM EUDAIMONIA (KEBAHAGIAAN) FILSAFAT KEBIJAKSANAAN SOCRATES
  • 2. 2. Teori Plato (427 SM - 347 SM) Pengungkapan kebaikan hanya diterima oleh kaum aristokrat (para filsuf). Sebab mereka adalah orang-orang bijaksana. Maka di bawah pemerintahannya, dimungkinkan adanya partisipasi semua orang dalam gagasan keadilan. Keadilan bisa tercipta tanpa hukum. Karena yang menjadi penguasa adalah kaum cerdik pandai, kaum arif bijaksana yang pasti mewujudkan theoria (pengetahuan dan pengertian terbaiknya) dalam tindakan. Sebagai pelaksanaan hukum yang dipegang oleh kaum Aristokrat (filsuf), Plato merumuskan standarisasi sebagai berikut: a. Hukum untuk menangani fenomena di dunia yang penuh dengan ketidakadilan. b. Aturan hukum dihimpun dalam kitab, agar tidak muncul kekacauan hukum. c. Setiap UU harus didahului preambule tentang motif dan tujuan dari UU itu. 2 HUKUM KEBIJAKSANAAN ARISTOKRAT (FILSUF) KEADILAN HUKUM RESOLUSI KETIDAKADILAN KODIFIKASI HUKUM MOTIF DAN TUJUAN UU PETUNJUK MANUSIA SANKSI BAGI PELANGGAR UU
  • 3. HUKUM KEBENARAN AKAL MORAL d. Membimbing manusia ke arah hidup yang saleh dan sempurna. e. Orang yang melanggar UU harus dihukum, yang bertujuan memperbaiki sikap moral pelaku. 3. Teori Aristoteles (384 SM – 322 SM) Inti manusia moral yang rasional menurut Aristoteles adalah memandang kebenaran (theoria, kontemplasi) sebagai keutamaan hidup (summum bonum). Hal ini manusia dipandu dua peran, yaitu akal dan moral. Akal (ratio, nalar) memandu pada pengenalan hal yang benar dan yang salah secara nalar murni. Sedang moral memandu manusia untuk memilih jalan tengah antara dua ekstrim yang berlawanan, termasuk dalam menentukan keadilan (sikap moderat). Dasar teori Aristoteles menempatkan “perasaan sosial etis” dalam ranah keadilan yang bertumpu kepada tiga prinsip keadilan umum, yaitu honeste vivere, alterum non laedere, sum quique tribuere (hidup secara terhormat, tidak mengganggu orang lain dan memberi kepada tiap orang bagiannya). 3 KEADILAN HIDUP SECARA TERHORMAT (HONESTE VIVERE) TIDAK MENGGANGGU ORANG LAIN (ALTERUM NON LAEDERE) MEMBERI KEPADA TIAP ORANG BAGIANNYA (SUM QUIQUE TRIBUERE)
  • 4. Prinsip ini patokan dari apa yang benar, baik dan tepat dalam hidup sehingga mengikat semua orang, baik masyarakat maupun penguasa. 4. Teori Epicurus (341 SM - 270 SM) Terputusnya hubungan individu manusia dengan negara, sehingga individu tidak lagi mengabdi pada komunitas, termasuk negara. Sehingga afiliasi apapun (negara) ialah kepentingan-kepentingan perorangan. Karena sifat dasar manusia adalah individualistis. Jadi, hukum (aturan publik) dipandang sebagai tatanan untuk melindungi kepentingan-kepentingan perorangan. Termasuk didalamnya gagasan kontrak sosial, ditetapkannya UU dan persetujuan diantara warga negara dan untuk menghindari munculnya ketidakadilan. Yang kesemuanya itu bermuara kepada kepentingan individu- individu, demi menciptakan ketertiban dan keamanan bagi mereka. 4 HUKUM KEPENTINGAN PERORANGAN GAGASAN KONTRAK SOSIAL DITETAPKAN UU DAN PERSETUJUAN DIANTARA WARGA NEGARA MENGHINDARI MUNCULNYA KETIDAKADILAN WATAK DASAR MANUSIA: INDIVIDUALISTIS
  • 5. TEORI HUKUM ABAD PERTENGAHAN (TAHUN 1200 M) 1. Teori Thomas Aquinas (1225 - 1274) Tata hukum menurut Aquinas, harus dibangun dalam struktur yang berpuncak kepada kehendak Tuhan. Maka konfigurasi tata hukum dimulai dari: (1) lex aeterna atau hukum dan kehendak Tuhan, (2) lex naturalis atau hukum alam, (3) lex divina atau hukum Tuhan dalam kitab suci, dan (4) lex humane atau hukum buatan manusia yang sesuai dengan hukum alam. Pengklasifikasiannya yaitu lex aeterna dan lex divina itu berasal dari wahyu Tuhan sedangkan lex naturalis dan lex humane itu berasal dari akal manusia (ciptaan rasional) Jadi, bersumber pada lex naturalis, hukum dalam perundang-undangan itu harus: rasional, ditujukan bagi kebaikan umum, dibuat oleh nalar semua orang, dan perlu dipublikasikan kepada orang banyak. 5 TATA HUKUM LEX AETERNA: HUKUM DAN KEHENDAK TUHAN LEX NATURALIS: HUKUM ALAM LEX DIVINA: HUKUM TUHAN DALAM KITAB SUCI LEX HUMANE: HUKUM BUATAN MANUSIA IUS DIVINUM POSITIVUM (HUKUM BERASAL DARI WAHYU) HUKUM MELALUI KEGIATAN AKAL
  • 6. TEORI HUKUM ABAD RENAISSANCE (ABAD 17 AKHIR, AWAL ABAD 18) 1. Teori Thomas Hobbes (1588 – 1679) Hukum alam sebagai tatanan perilaku yang terdiri dari aturan-aturan bijak. Maka hukum merupakan pilihan sadar manusia untuk mengamankan hidup masing-masing terhadap serangan orang lain. Agar hukum itu berjalan efektif, maka butuh “penegak yang kuat”, yaitu penguasa yang mempunyai kekuasaan besar. Sehingga sebagai out put dari itu semua, akan menciptakan masyarakat yang adil dan damai. 6 HUKUM BEKERJA EFEKTIF PENGUASA YANG KUAT/MEMILIKI KEKUASAAN YANG BESAR HAKIM HUKUM ALAM SEBAGAI KEADILAN TIDAK MENGEJAR KEKAYAAN KEADAAN STABIL SABAR, TEKUN, INGATAN KUAT , MENGGALI DAN MENERAPKAN APA YANG IA DENGAR DAN SAKSIKAN TERCIPTANYA MASYARAKAT YANG AMAN DAN DAMAI HUKUM ALAM
  • 7. 2. Teori Hugo Grotius / Hugo de Groot (1583 - 1645) Hukum asalnya dari kesadaran “manusia sosial” yang berbudi agar sosialitas tetap terjaga. Maka hukum merupakan lampiran tambahan dalam sosiabilitas manusia untuk menjamin agar prinsip-prinsip individual sosial yang berbudi tetap tegak. Prinsip-prinsip tersebut antara lain: a. Milik orang lain harus dihormati, jika kita pinjam dan membawa keberuntungan, maka harus diberi imbalan. b. Kesetiaan pada janji, kontrak harus dihormati. 7 HUKUM HUKUM ALAM KESADARAN MANUSIA YANG BERSOSIAL PRINSIP-PRINSIP INDIVIDU SOSIAL MILIK ORANG LAIN HARUS DIHORMATI KESETIAAN PADA JANJI/ MENGHORMATI KONTRAK ADA GANTI RUGI UNTUK TIAP KERUGIAN YANG DIDERITA HARUS ADA HUKUMAN SETIAP ADA PELANGGARAN RASIO MANUSIA
  • 8. c. Harus ada ganti rugi untuk tiap Harus ada ganti rugi untuk tiap kerugian yang diderita. d. Harus ada hukuman untuk setiap pelanggaran. 3. Teori John Locke (1632 –1704) Prinsip hukum alam dari John Locke yaitu kebebasan individu dan keutamaan ratio. Hidup tertib apabila ada perdamaian dan dituntun oleh ratio. Maka, adanya kekuasaan penguasa untuk melindungi hak-hak kodrat/dasar manusia dari bahaya-bahaya yang mungkin mengancam dari manapun. Begitupula dengan hukum yang bertugas untuk melindungi hak-hak dasar tersebut. 8 HUKUM HUKUM ALAM KEBEBASAN INDIVIDU KEUTAMAAN RATIO HAK-HAK DASAR MANUSIA
  • 9. 4. Teori Immanuel Kant (1724 - 1804) Prinsip imperatif kategoris Kant: (1) tiap manusia diperlakukan sesuai dengan martabatnya, sebagai subyek bukan obyek; (2) orang harus bertindak dengan dalil bahwa apa yang menjadi dasar tindakannya merupakan prinsip semesta, yakni penghargaan manusia yang bebas dan otonom. Maka tatanan hukum yang obyektif dan imperatif adalah bahwa hukum menjamin 9 HUKUM IMPERATIF KATEGORIS TIAP MANUSIA DIPERLAKUKAN SESUAI MARTABATNYA MANUSIA YANG BEBAS DAN OTONOM: PRINSIP SEMESTA AKAL AKAL MURNI (TEORITIS) : SEIN/ YANG ADA AKAL PRAKTIS: SOLLEN / NORMA- NORMA / YANG SEHARUSNYA HUKUM
  • 10. kepentingan semua individu menurut dua prinsip imperatif tadi. Prinsip imperatif ini berpedoman kepada hukum dalam bidang akal praktis, sollen (norma-norma), bukan sein (empirik). Ia berbicara tentang apa yang seharusnya. Singkatnya prinsip-prinsip kelakuan yang dirasa sebagai kewajiban. TEORI HUKUM ABAD KE-19 (POSITIVISME) 1. Teori John Austin (1790-1859) ANALYTICAL JURISPRUDENCE John Austin dengan analytical legal positivism-nya memberikan ajaran positivisme yuridis bahwa hukum merupakan perintah-perintah dalam bentuk peraturan-peraturan formal dari penguasa yang sah suatu negara dan keberlakuannya dipaksakan. Kalau tidak, maka dijatuhi sanksi. Sehingga unsur-unsur hukum menurut Austin antara lain: (1) penguasa; (2) perintah; (3) kewajiban; dan (4) sanksi. 10 HUKUM BENTUK YURIDIS (ANALYTICAL LEGAL POSITIVISM) ATURAN- ATURAN FORMAL DARI NEGARA (PENGUASA) PERINTAH DARI KEKUASAAN POLITIK YANG BERDAULAT DALAM SUATU NEGARA PENGUASA PERINTAH KEWAJIBAN SANKSI
  • 11. 2. Teori H.L.A. Hart (1972) Pemikiran Hart sangat berpengaruh bagi perkembangan positivisme hukum modern. Inti pemikirannya terletak kepada primary rules of obligation dan secondary rules of obligation. Keduanya merupakan pusat dari sistem hukum. Primary rules menekankan kepada kewajiban manusia untuk 11 LAW PRIMARY RULES OF OBLIGATION SECONDARY RULES OF OBLIGATION KEWAJIBAN MANUSIA UNTUK BERTINDAK DAN TIDAK BERTINDAK KETERATURAN PERILAKU DALAM KELOMPOK SOSIAL ATURAN DIRASA SEBAGAI SUATU KEWAJIBAN BAGI KELOMPOK SOSIAL RULES ABOUT RULES ATURAN MANA YANG DIANGGAP SAH BAGAIMANA DAN OLEH SIAPA DAPAT DIUBAH BAGAIMANA DAN OLEH SIAPA DAPAT DITEGAKKAN
  • 12. bertindak dan tidak bertindak dalam social rules. Aturan sosial ini harus memenuhi dua hal, yaitu: keteraturan perilaku dalam kelompok sosial dan aturan dirasa sebagai suatu kewajiban bagi kelompok sosial. Lalu secondary rules berupa rules about rules meliputi tiga hal: aturan mana yang dianggap sah (rules of recognition), bagaimana dan oleh siapa aturan dapat diubah (rules of change) dan bagaimana dan oleh siapa aturan ditegakkan (rules of adjudication). 3. Teori Lon L. Fuller 12 LAW POSITIVE LEGAL CONTENT PRINCIPLES OF LEGALITY Harus Ada Aturan- Aturan Sebagai Pedoman Dalam Pembuatan Keputusan Peraturan-peraturan yang menjadi pedoman bagi otoritas harus diumumkan Hukum (peraturan) tidak boleh berlaku surut Aturan-aturan tidak boleh bertentangan satu sama lain Peraturan-peraturan tidak boleh mengandung tuntutan melebihi apa yang dapat dilakukan Peraturan tidak boleh sering diubah- ubah Harus ada konsistensi antara aturan-aturan yang diundangkan dengan pelaksanaan sehari- hari Peraturan-peraturan disusun dalam rumusan yang dapat dimengerti
  • 13. Teori Fuller menekankan pada isi hukum positif (positive legal content), oleh karena harus dipenuhi delapan azas (principles of legality) antara lain: a. Harus Ada Aturan-Aturan Sebagai Pedoman Dalam Pembuatan Keputusan; b. Peraturan-peraturan yang menjadi pedoman bagi otoritas harus diumumkan; c. Hukum (peraturan) tidak boleh berlaku surut; d. Peraturan-peraturan disusun dalam rumusan yang dapat dimengerti; e. Aturan-aturan tidak boleh bertentangan satu sama lain; f. Peraturan-peraturan tidak boleh mengandung tuntutan melebihi apa yang dapat dilakukan; g. Peraturan tidak boleh sering diubah-ubah; h. Harus ada konsistensi antara aturan-aturan yang diundangkan dengan pelaksanaan sehari-hari. 4. Teori Karl Marx (1818 –1883) 13 HUKUM ATURAN HUKUM KEPENTINGAN PEMILIK MODAL PEMEGANG KENDALI EKONOMI MENGUASAI ALAT-ALAT PRODUKSI EKSPLOITASI BURUH ALAT LEGITIMASI KELAS EKONOMI TERTENTU
  • 14. Dalam setiap bidang kehidupan manusia, tidak lepas dari ekonomi, termasuk hukum. Hukum adalah alat legitimasi dari kelas ekonomi tertentu, yaitu para pemilik modal (borjuis) yang berperan sentral dalam ekonomi, menguasai alat-alat produksi dan mengeksploitasi buruh. Aturan hukum hanya berisi muatan-muatan kepentingan pemilik modal, termasuk agama, politik dan ideologi. 5. Teori Friedrich Carl von Savigny (1770-1861) MAZHAB SEJARAH 14 HUKUM VOLKGEIST JIWA BANGSA DI TINGKAT LOKAL HUKUM KARAKTER BANGSA R E L A S I MENEMUKAN ASAS DAN DOKTRIN DALAM NILAI-NILAI HUKUM YANG HIDUP BERKEMBANG MENGIKUTI EVOLUSI VOLKGEIST ILMUWAN HUKUM TEKNOLOG HUKUM (PEMBUAT UU) MELAKUKAN RESEARCH TENTANG VOLKGEIST MERUMUSKAN HUKUM DALAM WUJUD ATURAN FORMAL
  • 15. Von Savigny dengan madzhab sejarahnya terdapat relasi antara hukum dengan watak bangsa yang merupakan cerminan dari volkgeist atau jiwa bangsa. Maka hukum adat yang tumbuh dan berkembang dalam volkgeist harus dipandang sebagai hukum kehidupan yang sejati. Persoalan utama dalam hukum adalah menemukan asas dan doktrin dalam nilai-nilai hukum yang hidup dan berkembang mengikuti evolusi volkgeist. Lalu posisi ilmuwan hukum berada di depan pembuat UU. Para ilmuwan melakukan riset ilmiah dengan mengungkap fakta-fakta tentang volkgeist, setelah itu baru pembuat UU merumuskan secara teknis dalam wujud aturan formal. Kedua kalangan itu berjalan sinergi untuk memahami arti hukum yang bersifat kontekstual bagi bangsa tertentu. 15 BERSINERGI
  • 16. TEORI HUKUM ABAD KE-20 (HUKUM MODERN) 1. Teori Hans Kelsen (1881-1973) REINE RECHTLEHRE Hukum sebagai suatu sistem norma, yang dibuat menurut norma yang lebih tinggi dan tertinggi yaitu Grundnorm atau norma dasar. Norma dasar ini harus dibersihkan dari anasir-anasir yang bersifat meta-yuridis, maka harus diletakkan di luar kajian hukum. Dengan menggunakan konsep Stufenbau Theory, Kelsen mengkonstruksi aturan-aturan yang tertib yuridis dengan 16 STUFENBAU THEORY HUKUM HIERARKI PERATURAN HUKUM (BERJENJANG) GRUNDNORM (NORMA DASAR) SISTEM PERUNDANG- UNDANGAN KONKRETISASI DARI NORMA- NORMA HUKUM POSITIF KONSISTEN KOHEREN KORESPONDEN
  • 17. ditentukan jenjang perundang-undangan secara hierarki, mulai dari yang abstrak (grundnorm) sampai kepada yang konkret dari sistem perundang- undangan. Dan sistem perundang-undangan itu satu sama lain harus konsisten, koheren dan koresponden. 2. Teori Max Weber (1864-1920) 17 HUKUM TINGKAT RASIONALITAS MODEL KEKUASAAN SUBSTANTIF -IRASIONAL SUBSTANTIF- RASIONAL RASIONAL PENUH PIKIRAN YANG ALAMIAH DAN NALURIAH ADAT DAN KEBIASAAN TRADISIONAL MASYARAKAT MAJU DAN MODERN KHARISMATIK TRADISI- ONAL RASIO- NAL SETIA THD. ORANG YANG MEMILI KI SPIRITU AL DAN TRANSE NDENT AL KEPERC AYAAN MENUR UT TRADISI ORANG YANG PANTAS MEMIM PIN KEKUAS AAN FORMAL UNTUK BERKUA SA YG DIKUKU HKAN NEGARA
  • 18. Max Weber menggunakan ukuran tingkat rasionalitas dan model kekuasaan untuk mengkonstruksi teorinya tentang hukum. Dalam tingkat rasionalitas, tingkat rasionalitas masyarakat akan menentukan warna hukum dalam masyarakat itu. Pembagiannya yaitu: pertama, substantif-irasional, bahwa masyarakat masih lekat dengan pikiran mistis, alamiah dan naluriah; kedua, substantif-rasional, bahwa masyarakat bertopang kepada hukum adat dan kebiasaan tradisional; dan ketiga, rasional penuh, bahwa masyarakatnya maju dan modern. Kemudian dalam tingkat rasionalitas, Weber membaginya ke dalam tiga tipe otoritas dalam masyarakat, yakni: tipe pertama, kharismatik, bertumpu kepada orang yang memiliki jiwa spiritual dan transendental; tipe kedua, tradisional, bertumpu pada kepercayaan berdasar tradisi terhadap orang yang dianggap layak memimpin masyarakat; dan tipe ketiga, otoritas yang rasional, bertumpu pada kekuasaan formal untuk berkuasa yang dikukuhkan secara formal oleh negara. 3. Teori Roscoe Pound (1912) SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE 18 HUKUM MENATA / ALAT PERUBAHAN HUBUNGAN FUNGSIONAL HUKUM DAN MASYARAKAT LAW AS A TOOL OF SOCIAL ENGINEERING Mempelajari social effect yang nyata dari peran lembaga dan doktrin-doktrin hukum Melakukan studi sosiologis untuk menyiapkan per-UU-an dan dijalankan Mengusaha kan efektifnya pencapaian tujuan hukum Melakukan studi bagaimana peraturan hukum mjd. efektif Melakukan penyelesaian individu berdasarkan nalar, bukan semata peraturan hukum Melakukan studi sejarah hukum tentang social effect yang timbul dari doktrin hukum masa lalu THE LIVING LAW (Eugen Erlich)
  • 19. Roscoe Pound menyatakan bahwa terdapat hubungan timbal balik (fungsional) antara hukum dengan masyarakat. Artinya hukum yang baik menurut Pound adalah hukum yang sesuai dengan hukum yang hidup di dalam masyarakat atau populernya the living law yang digagas oleh Eugen Erlich. Untuk mempraktikkannya, maka dilakukan langkah yang progresif, yaitu memfungsikan hukum untuk menata atau sebagai alat perubahan, sehingga muncullah teorinya tentang law as a tool of social engineering. Agar benar-benar efektif sebagai alat rekayasa sosial, Pound mengajukan 6 langkah: a) Mempelajari social effect yang nyata dari peran lembaga dan doktrin- doktrin hukum. b) Melakukan studi sosiologis untuk menyiapkan per-UU-an dan dijalankan. c) Melakukan studi bagaimana peraturan hukum mjd. Efektif. d) Melakukan studi sejarah hukum tentang social effect yang timbul dari doktrin hukum masa lalu. e) Melakukan penyelesaian individu berdasarkan nalar, bukan semata peraturan hukum. f) Mengusahakan efektifnya pencapaian tujuan hukum. 19 MENCAPAI KETERTIBAN SOSIAL YANG LEBIH MAJU / KEADAAN MASYARAKAT YANG DICITA-CITAKAN
  • 20. 4. Teori Oliver W. Holmes, Jerome Frank dan B. Cardozo (LEGAL REALISM) Holmes, Frank dan Cardozo sebagai Hakim Agung U.S.A ketika itu meletakkan keputusan yang berbobot kepada kenyataan hidup atau gejala- gejala hidup (das sein), bukanlah seperangkat aturan hukum dalam undang- 20 HUKUM KENYATAAN HIDUP/ DAS SEIN HAKIM KEMANFAATAN KEUTAMAAN KEPENTINGAN SOSIAL KEBEBASAN HAKIM PRASANGKA EKONOMI, POLITIK DAN MORAL MORAL SIMPATI DAN ANTIPATI PRIBADI KEPUTUSAN YANG BERBOBOT MENOLAK DOKTRIN LEGALISME KAIDAH HUKUM YANG BERLAKU
  • 21. HUKUM BERTUJUAN MENCIPTAKAN KETERTIBAN BERTUJUAN MEMPERKUAT LEGITIMASI BERTUJUAN MENCIPTAKAN KOMPETENSI undang. Itulah makna kebebasan hakim bahwa kebenaran yang lebih unggul itu sebenarnya di luar aturan formal. Dalam konteks ini seorang hakim harus mempertaruhkan kepekaan dan kearifannya. Lalu parameter keputusan hakim yang dianggap berbobot antara lain: mempertimbangkan faktor moral, kemanfaatan dan keutamaan kepentingan sosial. Faktor-faktor lain yang berpengaruh yaitu selain berpatokan kepada kaidah hukum yang berlaku, juga melihat prasangka ekonomi, politik dan moral serta simpati dan antipati pribadi. Karena sebenarnya Holmes menolak doktrin legalisme. Doktrin ini menggunakan cara berpikir yang mendasarkan diri pada aturan, prinsip, atau norma obyektif yang dianggap harus berlaku dalam situasi dan kondisi apapun. TEORI HUKUM ABAD 21 (POSTMODERNISME) 1. Teori Philippe Nonet dan Philip Selznick (1978) HUKUM RESPONSIF 21 REPRESIF OTONOM RESPONSIF PERATURAN YANG KAKU DAN BERLAKU LEMAH BAGI PEMBUAT HUKUM PERATURAN YANG KOMPLEKS DAN MENGIKAT PENGUASA ATAUPUN MASYARAKAT PERATURAN BERSIFAT SUBORDINAT DARI PRINSIP DAN KEBIJAKAN
  • 22. Nonet dan Selznick membagi tiga tipe hukum: 1) Hukum Represif: bertujuan untuk menciptakan ketertiban, legitimasi mengarah kepada ketahanan sosial dan tujuan negara, peraturan yang kaku dan berlaku lemah bagi pembuat hukum, hukum subordinat terhadap politik kekuasaan dan eksklusif bagi masyarakat untuk berpartisipasi, maka kritik terhadap pemerintah dianggap tidak setia (pembangkangan). Indikasi dari tipe ini adalah adaptasi yang pasif dan oportunistik dari institusi-institusi hukum terhadap lingkungan sosial dan politik. 2) Hukum Otonom: bertujuan untuk memperkuat legitimasi, keadilan yang dijalankan bersifat prosedural, peraturan yang kompleks dan mengikat penguasa ataupun masyarakat, pemisahan kekuasaan (hukum independen dari politik), akses dibatasi oleh prosedur baku, sehingga memunculkan kritik atas hukum. Indikasi dari tipe ini adalah reaksi yang menentang terhadap keterbukaan, menjaga integritas institusional dengan cara hukum mengisolasikan dirinya, tanggungjawabnya dan menerima formalisme yang buta demi mencapai sebuah integritas. 3) Hukum Responsif: bertujuan menciptakan kompetensi, peraturan bersifat subordinat dari prinsip dan kebijakan, terintegrasi antara hukum dan politik, meluasnya akses melalui integrasi advokasi hukum dan sosial. Tipe yang terakhir inilah berusaha untuk mengatasi ketegangan dari kedua tipe sebelumnya, yakni lebih terbuka atau adaptif, beradaptasi secara 22 HUKUM SUBORDINAT TERHADAP POLITIK KEKUASAAN PEMISAHAN KEKUASAAN (HUKUM INDEPENDEN DARI POLITIK) INTEGRASI (TERPADU) ANTARA HUKUM DAN POLITIK EKSKLUSIF BAGI MASYARAKAT UNTUK BERPARTISIPASI, MAKA KRITIK DIANGGAP TIDAK SETIA AKSES DIBATASI OLEH PROSEDUR BAKU, SEHINGGA MEMUNCULKAN KRITIK ATAS HUKUM MELUASNYA AKSES MELALUI INTEGRASI ADVOKASI HUKUM DAN SOSIAL
  • 23. bertanggungjawab dan memperhatikan keberadaan kekuatan-kekuatan baru di dalam lingkungannya, mengkritisi praktik yang sudah mapan serta membuka jalan untuk melakukan perubahan. 2. Teori Roberto Mangabeira Unger CRITICAL LEGAL STUDIES 23 THREE CONCEPT OF LAW CUSTOMARY LAW BUREAUCRATIC LAW LEGAL ORDER UNIFORMITY IN BEHAVIOR NORMATIVE IS EQUALITY UNWRITTEN RULES WRITTEN RULES LEGAL GOVERN- MENT TO ISOLATE STATE AND PEOPLE’S STATES RULE OF LAW GENERAL AND AUTONO- MOUS PUBLIC AND POSITIVE AUTONOMY
  • 24. Critical Legal Studies yang dimotori oleh Roberto M. Unger secara umum meninjau, mengembangkan pemikiran dan ajaran yang bertujuan meninjau kembali norma-norma, standar-standar dalam teori hukum dan implementasinya yang berasal dari sistem hukum modern. Sistem ini berasal dari tatanan sosial Eropa Barat di abad 19 yang merupakan konfigurasi dari konsep hukum rule of law. Unger membagi tiga konsep hukum: 1) Customary law concept or interactional law: mempunyai dua sisi, yakni keseragaman yang tampak nyata dalam berperilaku dan bersifat normatif, yakni sentimen akan kewajiban dan hak atau kecenderungan untuk menyamakan bentuk-bentuk behavior yang sudah mapan. Konsep ini bersifat non publik, artinya dikenal oleh seluruh masyarakat atau berupa adat istiadat yang terdiri dari standar-standar implisit perilaku, bukan standar peraturan yang sudah dirumuskan. 2) Bureaucratic law concept or regulatory law: terdiri dari peraturan- peraturan eksplisit yang ditetapkan dan ditegakkan oleh pemerintah yang sah, tidak memiliki sifat universal kehidupan sosial, maka state terpisah dengan masyarakat, terdapat pembedaan antara kebiasaan dengan kewajiban dan didominasi oleh negara-negara penganut rule of law. 3) Legal order or legal system. Tatanan hukum ini bersifat general dan otonom, sekaligus publik dan positif. Lalu otonomi memiliki empat aspek, (1) substantif manakala peraturan-peraturan yang dirumuskan dan 24 AUTONOMY SUSBTANTIVE AUTONOMY INSTITUTIONAL AUTONOMY METHODOLOGY AUTONOMY OCCUPATIONAL
  • 25. ditegakkan oleh pemerintah tidak dapat dianalisa sebagai norma-norma non-hukum; (2) institusional, bahwa peraturan-peraturan diterapkan oleh institusi-institusi khusus yang bertugas membuat keputusan hukum; (3) metodologis, ketika cara-cara institusi khusus tersebut menjustifikasi keputusannya berbeda dengan keputusan lainnya; (4) okupasional, berarti sekelompok profesi khusus di bidang hukum yang mengisi jabatan dalam institusi hukum serta terlibat secara aktif dalam praktik perdebatan hukum. 3. Teori Satjipto Rahardjo (HUKUM PROGRESIF, Th. 2002) 25 LAW PROGRESSIVE LAW PROSPERITY OF HUMAN HAPPINESS OF HUMAN SELF VALUE OF HUMAN SUBLIMITY OF HUMAN P U R P O S E PEMBANGUNAN HUKUM ETIKA/ MORAL AKAL BERHATI NURANI MEMBEBASKAN DARI BELENGGU STRUKTUR MENOLAK STATUS QUO RULE BREAKING TEROBOSAN / LOMPATAN DARI ATURAN LAW IN THE MAKING NEVER FINAL HUKUM PROGRESIF MERANGKUL BEBERAPA MAZHAB / TEORI/GERAKAN HUKUM ALAM SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE LEGAL REALISM INTERESSEN- JURISPRUDENZ RESPONSIVE LAW BEHAVIOR
  • 26. Teori hukum Progresif menurut pemikiran Satjipto Rahardjo menempatkan MANUSIA sebagai dasar penentu dan titik orientasi hukum. Karena kembali kepada filosofi dasar bahwa hukum itu bertugas untuk melayani manusia, bukan sebaliknya. Bertitik pangkal kepada manusia itulah tujuan hukum sebenarnya untuk kesejahteraan, kebahagiaan, harga diri dan kemuliaan manusia. Lalu hukum progresif yang oleh karena manusia sebagai pijakannya, menempatkan etika atau moral dan akal yang berhati nurani sebagai unsur perilaku (behavior) manusia untuk membangun hukum, terutama para aparat penegak hukum. Dengan pondasi inilah dibutuhkan manusia hukum yang berani untuk berpikir kreatif melakukan terobosan-terobosan hukum, demi kepentingan yang lebih luas yaitu kepentingan atau kebutuhan sosial, sekalipun itu rule breaking (mematahkan aturan). Dalam konteks ini, hukum sudah tidak lagi dipandang sebagai seperangkat peraturan-peraturan normatif, logik dan sistematis yang terbingkai dalam undang-undang. Karakteristik dari hukum progresif ala Satjipto ini antara lain: hukum yang membebaskan, dalam artian membebaskan dari belenggu struktur- struktur atau skeleton hukum atau asas-asas hukum lama (doktrin), menolak status quo, melakukan rule breaking, adanya kreativitas operator hukum berupa terobosan hukum, law in the making dan tidak pernah final. Uniknya, hukum progresif ini memiliki hubungan kedekatan atau merangkul dengan beberapa mazhab, teori dan gerakan antara lain: Hukum 26 CRITICAL LEGAL STUDIES (CLS)
  • 27. Alam, Sociological Jurisprudence, Legal Realism, Interessenjurisprudenz, Hukum Responsif dan Critical Legal Studies (CLS). 4. Teori Jacques Derrida (1930-sekarang) DEKONSTRUKSI 27 HUKUM DEKONSTRUKSI PENCARIAN FILOSOFIS TERHADAP HUKUM MELULUHKAN KEPASTIAN ARTI PENTING KEADILAN LEGAL TEXT: KONVENSIONAL DAN FORMAL KEPASTIAN TEKS, KEPASTIAN UNDANG- UNDANG DAN KEPASTIAN PASAL STRUKTURALISM & LINGUISTIC (SAUSSURE)
  • 28. Derrida, seorang post-strukturalis memberikan alternatif pemahaman atas teks hukum yaitu melalui dekonstruksi. Dekonstruksi ini memusatkan perhatian kepada tiga hal, yaitu pencarian filosofis terhadap hukum, meluluhkan kepastian dan arti pentingnya akan keadilan. Dekonstruksi ini sangat perlu dilakukan karena: (1) pemahaman teks hukum selama ini bersifat konvensional dan formal; (2) pandangan kepastian hukum berubah menjadi kepastian teks, kepastian undang-undang dan kepastian pasal. Hal ini sebagai akibat dari proses pensakralan teks melalui interpretasi; (3) menolak pandangan formalisme (strukturalisme) dan linguistik, serta oposisi biner, terutama yang dikemukakan oleh Saussure; (4) interpretasi teks dianggap pasti dan sudah jadi. Maka, dengan semuanya itu, haruslah dibongkar melalui DEKONSTRUKSI untuk mencapai sebuah KEADILAN. 28 INTERPRETASI TEKS: PASTI DAN SUDAH JADI JUSTICE (KEADILAN) HARUS DIBONGKAR DEKONSTRUKSI
  • 29. SUMBER KEPUSTAKAAN Allan C. Hutchinson, Critical Legal Studies, U.S.A.: Rowman & Littlefield Publishers, 1989. Anthon Freddy Susanto, Semiotika Hukum: Dari Dekonstruksi Teks Menuju Progresivitas Makna, Cet. I, Bandung: Refika Utama, 2005. Bernard L. Tanya, dkk., Teori Hukum: Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Cet. I, Surabaya: CV. KITA, 2006. Esmi Warassih, Pranata Hukum; Sebuah Telaah Sosiologis, Cet. I, Semarang: PT Suryandaru Utama, 2005. Khudzaifah Dimyati, Teorisasi Hukum: Studi Tentang Perkembangan Pemikiran Hukum Di Indonesia 1945-1990, (seri Disertasi), Cet. 2, Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2004. Listiyono Santoso, dkk., Epistemologi Kiri, Cet. VI, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Group, 2009. Otje Salman dan Anthon F. Susanto, Teori Hukum: Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali, Cet. V, Bandung: Refika Utama, 2009. Philippe Nonet dan Philip Selznick, Law and Society in Transition: Toward Responsive Law, First Edition, Harper Colophon Books, New York, U.S.A., 1978. Roberto M. Unger, Teori Hukum Kritis: Posisi Hukum dalam Masyarakat Modern, (terj.), Cet. I, Bandung: Nusamedia, 2007. 29
  • 30. Satjipto Rahardjo, Hukum Dalam Jagad Ketertiban, Jakarta: UKI Press, 2006. Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Cet. 6, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2006. Satjipto Rahardjo, Lapisan-Lapisan Dalam Studi Hukum, Cet. I, Malang: Bayumedia, 2009. Suteki, Urgensi Sociological Jurisprudence Dalam Pencarian Keadilan Substansial di Era Globalisasi, (Orasi Ilmiah), Disampaikan pada Dies Natalis ke-53 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang pada tanggal 11 Januari 2010. 30