Makalah ini membahas peran pengawas sekolah dalam menjamin mutu pendidikan dengan melakukan pengendalian mutu (quality control). Pengawas sekolah memiliki peran penting dalam memantau implementasi 8 standar nasional pendidikan di sekolah dan memastikan bahwa proses dan hasil pendidikan memenuhi standar tersebut. Makalah ini juga menjelaskan sistem manajemen mutu terpadu yang perlu diterapkan di sekolah beserta indikator-indikator penjaminan mutu
contoh DOKUMEN AKSI NYATA DALAM HAL PENERAPAN COACHING KEPADA PESERTA DIDIK
Revitalisasi Peran Pengawas Sekolah Sebagai Quality Control Mutu Pendidikan. Makalah Seminar Nasional
1. REVITALISASI PERAN PENGAWAS SEKOLAH
SEBAGAI QUALITY CONTROL MUTU PENDIDIKAN
Makalah Seminar Nasional
“Peningkatan Profesionalisme Pengawas Sekolah”
Yang diselenggarakan di MM UGM
Yogyakarta, 11 Januari 2012
Oleh:
JOKO PRASETIYO
SMK NEGERI 1 BINTAN
KEPULAUAN RIAU
MAGISTER MANAJEMEN
MANAJEMEN KEPENGAWASAN PENDIDIKAN
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS GADJAH MADA
2012
2. REVITALISASI PERAN PENGAWAS SEKOLAH
SEBAGAI QUALITY CONTROL MUTU PENDIDIKAN
A. Pendahuluan
Mutu sebuah produk termasuk juga produk yang dihasilkan oleh institusi
pendidikan tentunya tidak lepas dari quality control atau penjaminan mutu
terhadap lulusan yang dihasilkan, quality control memiliki peranan yang penting
dan strategis dalam penjaminan mutu pendidikan.
Mutu pendidikan di Indonesia akhir-akhir ini sering disoroti, dikritik dan
dijadikan sebagai kambing hitam. Seperti yang dimuat dalam harian Suara
Merdeka tanggal 31 Desember 2011 pada kolom pendidikan hal 8, disebutkan
bahwa: “Dunia pendidikan Indonesia mendapat sorotan tajam, sebagian pun
menyudutkan sebagai kambing hitam, karena gagal memainkan peran penting
sebagai pembentuk sumber daya manusia bermartabat dan berkualitas. Pendidikan
dinilai salah arah melahirkan mental korup, tidak jujur, tidak mau bekerja keras,
dan suka menerabas untuk memenuhi hasrat dan materialisme”.
Dalam upaya meningkatkan mutu sumber daya manusia di suatu negara,
tentunya sudah seharusnya juga perlu ditingkatkan mutu pendidikan di negara
tersebut dengan menerapkan standar dalam menyelenggarakan
pendidikannya. Setiap penyelenggara pendidikan berkewajiban menetapkan
kriteria minimal pada berbagai komponen strategis agar memenuhi standar mutu
minimal sebagai modal dasar untuk meningkatkan mutu pendidikan yang ada.
Upaya meningkatkan mutu pendidikan itu tidaklah mudah, dalam meningkatkan
mutu pendidikan dibutuhkan rancangan tentang apa yang hendak ditingkatkan,
memilih bagian yang perlu ditingkatkan, dan menghasilkan output yang paling
unggul di antara sekolah-sekolah yang ada. Oleh karena itu, peningkatan mutu
pendidikan memerlukan komitmen yang tinggi dari segenap komponen yang
menjadi penggerak sekolah tersebut. Dalam mewujudkan mutu pendidikan yang
3. baik, tentunya memerlukan waktu, proses dan kerja keras untuk mewujudkannya.
Tiap langkah dalam mewujudkan mutu pendidikan yang baik di
sekolah memerlukan disiplin bersama, tanggung jawab bersama, dan komitmen
bersama.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
yang telah dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan, merupakan standar minimal yang perlunya disusun
dan dilaksanakan oleh penyelenggara pendidikan, yang meliputi : (1) standar isi;
(2) standar proses; (3) standar kompetensi lulusan; (4) standar pendidik dan tenaga
kependidikan; (5) standar sarana dan prasarana; (6) standar pengelolaan; (7)
standar pembiayaan dan (8) standar penilaian.Dalam konteks manajemen mutu,
PP no.19 tahun 2005 ini merupakan bagian dari penerapan manajemen mutu
yang mengimplementasikannya melalui perangkat-perangkat seperti perencanaan
mutu (quality planning), pengendalian mutu (quality control), jaminan mutu
(quality assurance), dan peningkatan mutu (quality improvement). Tanggung
jawab manajemen mutu terdapat pada semua tingkatan manajemen dan
implementasinya melibatkan semua orang pada semua unit dalam organisasi
pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kota/kabupaten dan pada
organisasi satuan tingkat pendidikan.
Perencanaan mutu (quality planning) dalam konteks sekolah tentunya
adalah pemenuhan akan kebijakan mutu tentang 8 standar yang telah ditetapkan
oleh pemerintah pusat. Dengan demikian, sasaran dari program sekolah adalah
pencapaian dari 8 standar minimal yang telah ditetapkan oleh pemerintah
pusat. Sementara itu dalam melaksanankan pengendalian mutu (quality control)
dalam PP no.19 tahun 2005 dijelaskan bahwa dalam rangka pengendalian mutu
akan dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah tingkat provinsi,
pemerintah daerah tingkat kota/kabupaten, tingkat satuan pendidikan, Badan
Standar Nasional Pendidikan (BNSP), dan Badan Akreditasi Nasional (BAN).
Peraturan Pemerintah no.19 tahun 2005 juga menjelaskan tentang penjaminan
4. mutu pendidikan. Proses penjaminan mutu (quality assurance) dilakukan
untuk mengidentifikasi hal-hal yang akan dan telah dicapai
dan menentukan prioritas-prioritas peningkatan mutu, memberikan data untuk
pengambilan keputusan berbasis data, dan membantu membangun budaya
peningkatan mutu berkelanjutan. Setiap satuan pendidikan wajib melakukan
penjaminan mutu pendidikan melalui pemenuhan 8 standar pendidikan secara
konsisten dan berkelanjutan, sehingga konsumen, produsen, dan pihak lain yang
berkepentingan memperoleh kepuasan. Penjaminan mutu pendidikan bertujuan
untuk memenuhi atau melampaui Standar Nasional Pendidikan. Penjaminan mutu
pendidikan dilakukan secara bertahap, sistematis, dan terencana dalam suatu
program penjaminan mutu yang memiliki target dan kerangka waktu yang jelas.
Dalam makalah ini yang akan dibahas adalah tentang proses pengendalian
mutu (quality control) pendidikan yang dilakukan oleh pengawas sekolah. Quality
control (pengendalian mutu) adalah kegiatan untuk memantau, mengevaluasi dan
menindaklanjuti agar persyaratan mutu yang ditetapkan tercapai. Quality
control adalah sistem kendali yang terintregrasi di dalam proses. Secara
fungsi quality control merupakan proses operasional yang langsung melakukan
aktivitas checking atau inspeksi terhadap proses untuk menghasilkan sebuah
output yang baik. Tujuan dasar pengendalian mutu (quality control) adalah
memastikan bahwa output, layanan, atau proses yang diberikan memenuhi
persyaratan tertentu dalam konteks ini tentunya memenuhi persyaratan 8 standar
yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat. Dalam pelaksanaannya, bukan
hanya tugas dari internal sekolah sendiri untuk melakukan koreksi terhadap
masalah-masalah mutu. Orang lain pun yang terlibat dalam proses menemukan
penyebab dari permasalahan mutu harus dapat memperbaikinya juga. Pengawas
sekolah sebagai bagaian dari eksternal sekolah memiliki peranan yang sangat
tinggi dalam melakukan proses pengendalian mutu di sekolah karena berkenaan
sebagai tugas dan fungsinya dalam melakukan supervisi di sekolah.
5. B. Sistem Manajemen Mutu (Quality Management System)
Manajemen Mutu Terpadu merupakan pendekatan manajemen untuk
meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan mutu semua komponen
terkait (terpadu), diantara peserta didik, pendidik, kurikulum, PBM, dana, dan
masyarakat. Manajemen mutu terpadu perlu diterapkan secara konsisten dalam
pendidikan untuk menampilkan layanan pendidikan yang unggul dalam hal
mutu, kompetitif terhadap sektor lain, dan iklim kompetitif yang perlu
dihidupkan diantara institusi pendidikan (Sumarno, 2000).
Istilah utama yang terkait dengan kajian Total Quality Management
(TQM) ialah continous improvement (perbaikan berkelanjutan) dan quality
improvement (perbaikan mutu). Oleh karena itu manajemen mutu terpadu
merupakan salah satu strategi manajemen untuk menjawab tantangan eksternal
suatu organisasi guna memenuhi kepuasan pelanggan.
Pendapat Joseph C. Field yang dikutip Syafaruddin (2002) menyatakan
bahwa untuk menerapkan manajemen mutu terpadu dalam pendidikan ada
sepuluh langkah yang harus dilalui, yaitu : (1) mempelajari dan memahami
manajemen mutu terpadu secara menyeluruh; (2) memahami dan mengadopsi
jiwa dan filosofi untuk perbaikan terus menerus; (3) menilai jaminan mutu saat
ini dan program pengendalian mutu; (4) membangun sistem mutu terpadu; (5)
mempersiapkan orang-orang untuk perubahan, menilai budaya mutu sebagai
tujuan untuk mempersiapkan perbaikan, melatih orang-orang untuk bekerja pada
suatu kelompok kerja; (6) mempelajari teknik untuk mengatasi akar persoalan
(penyebab) dan mengaplikasikannya tindakan koreksi dengan menggunakan
teknik dan alat manajemen mutu terpadu; (7) memilih dan menetapkan pilot
project untuk aplikasikan; (8) menetapkan prosedur tindakan perbaikan dan
menyadari akan keberhasilannya; (9) menciptakan komitmen dan strategi yang
benar mutu terpadu oleh pimpinan yang akan menggunakannya; dan (10)
memelihara jiwa mutu terpadu dalam penyelidikan dan aplikasi pengetahuan
yang amat luas.
Arcaro mengembangkan konsep roda implementasi TQM dalam dunia
pendidikan yang berisi 8 (delapan) unsur yakni: (1) Strategic Planning; (2)
6. Communication; (3) Program measurements; (4) Conflict management; (5)
Program Selection; (6) Program implementation; (7) Program validation; dan
(8) Standards.
Dengan menerapkan delapan unsur itu dalam dunia pendidikan dapat
diperoleh dua manfaat yaitu (1) pendidikan selalu dapat menyesuaikan dengan
tuntutan pengguna sehingga dukungan untuk perbaikan mutu tidak akan
menemui kesulitan yng berarti; (2) Ukuran keberhasilan dapat ditentukan
sehingga memudahkan pengukuran dan evaluasi tingkat keberhasilan dalam
upaya peningkatan mutu pendidikan (http://lpmpbanten.net).
1. Sistem penjaminan Mutu (Quality Assurance)
Paradigma baru sistem manajemen pendidikan yang berorientasi mutu
mengenal empat buah prinsip, yaitu (1) prinsip otonomi; (2) prinsip evaluasi; (3)
prinsip akuntabilitas, dan (4) prinsip akreditasi. Paradigma baru sistem
pendidikan tersebut dapat digunakan untuk semua lapis otoritas satuan
pendidikan, seperti wewenang untuk self regulation pada prinsip otonomi dapat
diterapkan pada lapis organisasi institusi satuan sekolah dan kelas. Namun harus
selalu diingat bahwa dibalik otonomi ada akuntabilitas, dan penilaian kualitas
dalam bentuk akreditasi. Akuntabilitas dalam self regulation ini mengisyaratkan
tugas untuk melakukan perencanaan terhadap peningkatan kualitas secara
berkelanjutan.
Bentuk akuntabilitas pada otoritas sekolah kepada otoritas pusat atau bisa
juga yayasan yang dikenal dengan penjaminan mutu internal (internal quality
assurance). Upaya penjaminan mutu ini berupa pemberdayaan lapis unit
akademik untuk melakukan peningkatan kualitas secara berkelanjutan berdasar
pada perencanaan berbasis pada fakta yang diperoleh berdasar pada proses
evaluasi diri.. Dalam sistem penjaminan mutu internal bidang akademik
diupayakan untuk melakukan peningkatan kualitas secara berkelanjutan pada
setiap unit akademik yang mengandung dua unsur, yaitu unsur operasional
(rutin) dan unsur peningkatan kualitas. Pada tingkat unit akademik di sekolah,
proses perencanaan peningkatan kualitas berdasar pada visi sekolah sebagai
7. situasi masa depan yang hendak diwujudkan melalui analisis terhadap situasi
lingkungan (environmental scanning) untuk cakrawala waktu 10 tahun ke
depan. Melalui environtal scanning dapat dikenali situasi eksternal yang
merupakan kesempatan dan yang merupakan ancaman (threat).
Visi sekolah hendaknya dijabarkan dalam bentuk pernyataan misi atau
tugas yaitu apa tindakan yang harus dilakukan, untuk siapa dan bagaimana
tindakan itu dilakukan, serta mengapa tindakan untuk mewujudkan visi itu harus
dilakukan. Pernyataan misi itu ada pada tingkat program, sehingga pernyataan
misi sekolah menunjukkan keunikan program yang dihasilkan oleh program
sekolah tersebut. Selanjutnya pernyataan misi dijabarkan dalam bentuk
pernyataan tujuan yaitu situasi yang harus dicapai sebagai indikator
keterlaksanaan misi dalam rangka mewujudkan visi.
2. Indikator Sistem Penjaminan Mutu
Banyak indikator yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan
penjaminan mutu di suatu lembaga pendidikan. Penjaminan mutu di sekolah
misalnya dalam hal kurikulum, fasilitas dan proses pembelajaran. Indikator-
indikator yang berkait dengan proses pembelajaran seperti: penyiapan silabus,
penyiapan bahan ajar, penyiapan bahan/pedoman praktek, alat/media
pembelajaran, dan alat evaluasi (http://lpmpbanten.net).
C. Keberadaan Pengawas Sekolah
Kegiatan pengawasan sekolah selalu dinamis seiring dengan meningkatnya
kesadaran para pelaksanan pendidikan di tingkat sekolah untuk meningkatkan
mutu pendidikan. Kesadaran akan pentingnya meningkatkan mutu terkait pada
peran, fungsi, dan pembagian tugas dalam organisasi. Pelaksanaannya selalu
terkait pada konsistensi dari penyelenggara pendidikan (sekolah), kegiatan
akademik, profesionalisme, dan kesungguhan penyelenggara pendidikan akan
pentingnya memastikan bahwa mutu yang diharapkan dapat terus terjaga sejak
8. langkah perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauannya. Oleh sebab itulah
peranan pengawas sekolah sebagai pengawas eksternal menjadi hal penting yang
harus ada dalam tataran sistem pendidikan. Hal ini sejalan dengan pendapat
Djam’an Satori (2001 : 4-5 ) yang menyatakan bahwa untuk memenuhi fungsi
quality assurance, sasaran pengawasan pendidikan di sekolah harus diarahkan
pada pengamanan mutu layanan belajar mengajar (apa yang terjadi di kelas,
laboratorium atau di tempat praktek) dan mutu kinerja manajemen
sekolah/madrasah. Dalam tingkat analisis terhadap pengamanan mutu layanan
belajar-mengajar faktor guru paling dominan, sehingga pengawasan pendidikan di
sekolah menaruh perhatian pada akuntabilitas profesional guru. Dalam analisis
pengawasan mutu manajemen sekolah adalah kinerja manajemen kepala sekolah.
Pengawas sekolah merupakan pegawai negeri sipil yang diberi tugas,
tanggung jawab dan wewenang secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk
melakukan pengawasan pendidikan di sekolah dengan melaksanakan penilaian
dan pembinaan dari segi teknis pendidikan dan administrasi pada satuan
pendidikan pra sekolah, dasar dan menengah (Kepmendikbud RI Nomor
020/U/1998 tanggal 6 Pebruari 1998 tentang petunjuk teknis pelaksanaan jabatan
fungsional pengawas sekolah dan angka kreditnya). Pengawas sekolah juga
berfungsi sebagai mitra guru dan kepala sekolah, inovator, konselor, motivator,
kolaborator, asesor, evaluator dan konsultan. Bentuk kegiatan yang dapat
dilakukan dalam rangka pembinaan sekolah adalah dengan melakukan
pemantauan (monitoring) dan penilaian (evaluasi). Dalam Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 39 Tahun 2009 tentang Pemenuhan Beban Kerja
Guru dan Pengawas Satuan Pendidikan, pada ayat 3 dinyatakan “Pengawas
sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi: a. mengawasi, memantau, mengolah dan
melaporkan hasil pelaksanaan 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan pada
Satuan Pendidikan.
9. Sedangkan berdasarkan Permendiknas Nomor 12 tahun 2007 tentang
Standar Pengawas Sekolah/Madrasah, menyatakan bahwa jenis pengawas terdiri
dari :
1. Pengawas Taman Kanak-Kanak/Raudatul Athfal (TK/RA)
2. Pengawas Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI).
3. Pengawas Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah
(SMP/MTs)
4. Pengawas Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA) dalam
Rumpun Mata Pelajaran yang Relevan (MIPA dan TIK, IPS, Bahasa,
Olahraga Kesehatan, atau Seni Budaya).
5. Pengawas Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan
(SMK/MAK) dalam Rumpun Mata Pelajaran yang Relevan (MIPA dan
TIK, IPS, Bahasa, Olahraga Kesehatan, Seni Budaya, Teknik dan
Industri, Pertanian dan Kehutanan, Bisnis dan Manajemen, Pariwisata,
Kesejahteraan Masyarakat, atau Seni dan Kerajinan).
Untuk kualifikasi pengawas TK/RA, SD/MI minimum S1 atau D IV dan
kualifikasi Pengawas SMP/MTs, SMA/MA dan SMK/MAK berpendidikan
minimum S2 dan memiliki kompetensi : Kompetensi Kepribadian, Kompetensi
Supervisi Manajerial, Kompetensi Supervisi Akademik, Kompetensi Evaluasi
Pendidikan, Kompetensi Penelitian dan Pengembangan, Kompetensi Sosial
melalui uji kompetensi dan atau pelatihan pengawas serta lulus seleksi pengawas
satuan pendidikan.
Pengawas sekolah terdiri dari pengawas satuan pendidikan, pengawas
mata pelajaran, atau pengawas kelompok mata pelajaran. Wilayah dari tugas
pengawas satuan pendidikan menurut Permendiknas Nomor 12 tahun 2007 adalah
melaksanakan supervisi manajerial dan supervisi akademik dengan pendekatan
jumlah sekolah yang di bina yang diuraikan sebagai berikut :
10. 1. Pengawas Taman Kanak-Kanak melakukan pengawasan dan membina
paling sedikit 10 sekolah dan paling banyak 15 sekolah.
2. Pengawas Sekolah Dasar melakukan pengawasan dan membina paling
sedikit 10 sekolah dan paling banyak 15 sekolah,
3. Pengawas Sekolah Menengah Pertama melakukan pengawasan dan
membina paling sedikit 7 sekolah dan paling banyak 15 sekolah,
4. Pengawas Sekolah Menengah Atas melakukan pengawasan dan membina
paling sedikit 5 sekolah dan paling banyak 10 sekolah,
5. Pengawas Sekolah Menengah Kejuruan melakukan pengawasan dan
membina paling sedikit 5 sekolah dan paling banyak 10 sekolah,
6. Pengawas Sekolah Luar Biasa melakukan pengawasan dan membina
paling sedikit 5 sekolah dan paling banyak 10 sekolah,
Kegiatan supervisi kegiatan manajerial meliputi pembinaan dan pemantauan
pelaksanaan manajemen sekolah merupakan kegiatan dimana terjadi interaksi
langsung antara pengawas satuan pendidikan dengan kepala sekolah dan tenaga
kependidikan lainnya. Sedangkan kegiatan supervisi akademik intinya adalah
mengontrol dan membina guru dalam meningkatkan mutu proses pembelajaran
seperti penguasaan materi pokok dalam proses pembelajaran, penyusunan silabus
dan RPP, pemilihan strategi/metode/teknik pembelajaran, penggunaan media dan
teknologi informasi dalam pembelajaran, menilai proses dan hasil pembelajaran
serta penelitian tindakan kelas.
Dalam kegiatan pengawasan di sekolah seperti : administrasi, supervisi,
evaluasi, manajemen maupun pengawasan merupakakan kegiatan yang saling
melengkapi satu sama lain dan sukar dipisahkan, hanya dapat dibedakan, itupun
hanya bisa dilakukan dalam bahasan akademik (M. Rifai, 1987 dalam Dadang
Suhardan, 2006). Administrasi menggambarkan keseluruhan sistem pendidikan
dan kebijaksanaannya. Supervisi berhubungan dengan usaha meningkatkan mutu
pembelajaran dan situasinya. Evaluasi digambarkan sebagai alat untuk
menterjemahkan kebijakan administrasi kedalam kegiatan teknis operasional.
Pengawasan atau kontrol merupakan usaha untuk mempertahankan supaya proses
11. pendidikan berjalan dengan semestinya dalam tujuan mencapai tujuan yang
dikehendaki dalam rencana (Gregorio,1966 dalam Dadang Suhardan,2006:31)
D. Revitalisasi Peran Pengawas Sekolah Sebagai Quality Control Mutu
Pendidikan.
Kenyataannya pengawas sekolah sebagai pihak eksternal pengendalian
mutu pendidikan pada level satuan pendidikan sering dikesampingkan
peranannya dalam proses peningkatan mutu pendidikan di sekolah. Bahkan, tidak
jarang pengawas menjadi pihak pertama yang patut disalahkan ketika terjadi
kegagalan dalam hasil pendidikan. Tentunya, hal ini menjadi pertanyaan besar
mengapa wacana itu dapat terjadi di kalangan sekolah.
Keadaan di lapangan memperlihatkan terjadinya penurunan kinerja pengawas
satuan pendidikan di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang
terjadi, diantaranya :
1. Rekrutmen pengawas hanya didasarkan pada senioritas atau
memperpanjang usia pensiun bagi birokrat.
2. Jabatan pengawas sekolah masih dipandang sebagai tempat isolasi bagi
mereka yang berfikiran kritis dan inovatif.
3. Belum adanya perhatian yang serius dalam pembinaan karir pengawas
sekolah.
4. Dalam penyelenggaraan tugasnya belum didukung oleh sarana prasarana
dan alokasi pembiayaan yang memadai.
Pada awalnya pengawas sekolah melakukan kegiatan supervisi dengan
pendekatan inspeksi. Kunjungan sekolah dan kelas yang dilakukan pengawas
merupakan kegiatan formal yang menakutkan. Pengawas masuk kelas memeriksa
12. bagaimana guru mengajar, memeriksa sampai mana kurikulum diterapkan, dan
menguji kompetensi siswa secara lisan. Hasil pemeriksaan merupakan nilai
kinerja sekolah yang sangat bermakna terhadap masa depan karir mereka sehingga
kepala sekolah maupun pendidik berkepentingan dengan hasil penilaian yang
baik. Kepala sekolah melakukan inspeksi terhadap guru sebagai wujud dari
sistem supervisi internal berlangsung setiap hari.
Namun sayang sekali penugasan pengawas ke sekolah tidak pernah di
dukung dengan biaya yang memadai sehingga sebagian beban itu dari menjadi
tanggungan sekolah. Akibatnya wibawa pengawas di sekolah terganggu dengan
dampak psikologis. Ditambah lagi dengan kekeliruan kebijakan dari pemerintah
dengan memberikan bantuan pendidikan dan pelatihan tentang kegiatan supervisi
yang hanya terfokus kepada kepala sekolah saja dengan tanpa mengikutsertakan
pengawas sekolah. Akibatnya, fungsi supervisi yang dilakukan oleh pengawas
semakin tidak bertaring saja di mata sekolah. Terjadinya keterlambatan pengawas
merespon dan mengantisipasi kebijakan dan inovasi pendidikan yang baru,
karena fasilitas dan dukungan dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang
sangat kurang dalam memberikan program-program yang mendukung dan terlalu
menitikberatkan kepada kepala sekolah dan guru. Seharusnya, sebelum kepala
sekolah dan guru mengetahui akan kebijakan dan inovasi pendidikan yang baru,
pengawas sekolah harus lebih dulu mengetahui dan memahaminya.
Paradigma supervisi pengawas seperti di atas tentunya perlu dirubah,
pengawas bukan hanya sekedar mengontrol dan mencari-cari kesalahan guru dan
kepala sekolah, tetapi juga membantu dan membimbing para guru dan kepala
sekolah. Perlu adanya perubahan dari control to help.
Dengan mempertimbangkan hal di atas maka perlu diadakannya
revitalisasi peran pengawas sekolah untuk dilakukan perbaikan dari segala sudut
agar proses pendidikan di sekolah berjalan efektif. Pengawasan sekolah harus
tetap diarahkan pada pengendalian mutu untuk meningkatkan mutu pendidikan
dengan keharusan memiliki kompetensi yang sesuai dalam melakukan
pengawasan akademik, disamping pengawasan manajerial (quality controlling
auditing).
13. Adapun bentuk dari revitalisasi peran pengawas sekolah dalam upaya
meningkatkan kualitas pendidikan adalah :
Rekrutmen pengawas harus sesuai dengan Permendiknas no.12tahun
2007 dan PP no.19 tahun 2005. Selain itu, pemerintah harus menunjuk
sebuah badan yang jelas dan berkompeten dalam merekrut dan menguji
pengawas sekolah secara psikologis dan akademik dengan mengeluarkan
sertifikat kepengawasan (educational audit certificate) dan sertifikat
tersebut harus ada limit waktunya untuk diperpanjang oleh para pengawas.
Bila lisensi sertifikat sudah habis dan pengawas sekolah belum
memperpanjang dengan melakukan ujian kembali, maka pengawas
tersebut tidak berhak untuk melakukan surpervisi ke sekolah dan dinas
berhak memutuskan keberadaan pengawas tersebut.
Perlunya adanya pembenahan ulang dalam wilayah kerja
binaan pengawas sekolah karena yang ada saat ini terlalu banyak.
Bila kita melihat permendiknas no.12/2007 disebutkan bahwa minimal
pengawas sekolah membina 5 sekolah. Hal ini dirasakan sangat berat
tupoksi pengawas sekolah dalam meningkatkan mutu sebuah sekolah.
Idealnya, satu pengawas sekolah membina satu sekolah (TK/RA/SD/MI)
dan pengawas sekolah untuk satu sekolah (SMP/MTs, SMA/MA dan
SMK/MAK) dengan terdiri daripengawas kelompok mata pelajaran.
Dengan demikian, kinerja pengawas sekolah dapat terlihat dengan jelas
berdasarkan indicator dari peningkatan mutu sekolah yang dibinanya.
Pemerintah pusat harus mendahulukan peningkatan kompetensi
pengawas sekolah dibandingkan para kepala sekolah dan guru.
Terutama yang berkenaan dengan bantuan pendidikan dan pelatihan atau
diklat tentang sesuatu kebijakan dan inovasi pendidikan yang baru
sebelum diberikan kepada para kepala sekolah dan guru. Karena tugasnya
sebagai pengawas, maka ia harus lebih dulu memahami akan kontent yang
akan diawasinya. Yang terjadi saat ini malah sebaliknya, kebanyakan para
kepala sekolah dan guru yang lebih tahu dan mengerti sehingga
kewibawaan pengawaspun menjadi pudar.
14. Pemerintah daerah/dinas pendidikan kabupaten/kota harus
merumuskan dan membuat kebijakan yang seragam tentang proses
pengawasan yang dilakukan di sekolah. Dimana kegiatan supervisi
akademik dan kegiatan supervisi manajerial yang meliputi pembinaan,
pemantauan pelaksanaan 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan
merupakan kegiatan dimana terjadi interaksi langsung antara pengawas
satuan pendidikan dengan kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan
lainnya. Kegiatan ini adalah kegiatan tatap muka yang sebenarnya di
sekolah binaan, tetapi kegiatan mengolah hasil pemantauan setiap standar
dari 8 (delapan) Standar Nasional Pendidikan merupakan kegiatan bukan
tatap muka. Untuk itu, dinas dan para pengawas harus dapat membuat
instrumen yang terstandar tentang program pengawasan terdiri atas (1)
program pengawasan tahunan, (2) program pengawasan semester, (3)
rencana kepengawasan manajerial (RKM), dan (4) rencana kepengawasan
akademik (RKA). Dengan memiliki instrumen yang terstandar maka dinas
akan memperoleh data yang akurat akan peningkatan mutu pendidikan di
daerahnya.
Pengawas diberikan kewenangan dalam menyeleksi calon kepala
sekolah dan melakukan proyek pelatihan dan pengembangan bagi
guru-guru, serta menilai kinerja guru dan kepala sekolah selanjutnya
direkomendasikan dalam peningkatan karirnya. Dengan memiliki
kewenangan seperti ini, pengawas tentunya dapat menilai secara akurat
akan kinerja para guru di sekolah.
Disediakan dana operasional dan tunjangan yang memadai bagi
pengawas. Dengan memiliki tunjangan yang lebih tinggi dari guru maka
diharapkan keprofesionalismean pengawas semakin terangkat dan
memberikan image bahwa posisi pengawas sangat bergengsi dan
berwibawa. Tetapi pemberian tunjangan ini juga sesuai dengan beban
kerja yang berat yang ditanggung oleh pengawas. Dan untuk menunjang
proses pengawasan yang dilakukannya, pengawas, harus mendapatkan
15. dana operasional yang memadai seperti dana untuk ATK, pelaporan,
perjalan dinas, penelitian, kegiatan pembinaan dll.
Dan yang terpenting adalah perlu adanya kebijakan tentang penghargaan
dan hukuman yang tegas dari pemerintah daerah terhadap kinerja para
pengawas. Hal ini dilakukan agar proses kegiatan pengawasan berjalan
dengan baik dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.
E. Peranan LPMP (Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan) dalam
Membantu Peran Pengawas Sekolah.
Sesuai dengan Permendiknas No. 63 tahun 2009 tentang sistem
penjaminan mutu pendidikan , menyatakan bahwa kegiatan supervisi,
pengawasan, evaluasi, serta pemberian bantuan, fasilitasi, saran, arahan, dan
bimbingan yang dilakukan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/
kota kepada satuan atau program pendidikan harus bekerja sama dengan
mengikuti arahan dan binaan LPMP untuk pendidikan formal. Selain itu,
berdasarkan permendiknas no.7 tahun 2007 tentang organisasi dan tata kerja
LPMP terdapat dua dari empat tugas LPMP yang bersentuhan dengan tugas
pengawas sekolah yaitu melakukan pemetaan mutu pendidikan dan melaksanakan
supervisi pendidikan.
Supervisi pendidikan yang dilakukan oleh LPMP bertujuan menghimpun
informasi atau kondisi nyata pelaksanaan tugas pendidik dan tenaga kependidikan
sesuai dengan tugas pokoknya sebagai dasar untuk melakukan pembinaan dan
tindak lanjut perbaikan kinerja belajar siswa. Berdasarkan informasi tersebut
maka akan dapat dipetakan mutu pendidikan yang ada di wilayah tersebut. Target
utama dari kegiatan supervisi adalah berkembangnya proses perbaikan mutu
secara berkelanjutan dengan meningkatnya kebiasaan melaksanakan tugas sejak
awal dengan mutu yang terukur, membiasakan tiap tahap pekerjaan dengan jelas.
Pada akhirnya supervisi menumbuhkan budaya mutu karena mutu itu adalah
budaya yang selalu menjujung tujuan yang tinggi pada tiap langkah kegiatan.
16. Dengan demikian sangat jelas bahwa LPMP berkepentingan dengan
pengawas sekolah dalam melakukan kegiatan pemetaan dan supervisi di sekolah
karena sumberdaya yang ada di LPMP tidak mencukupi untuk melakukan
pemetaan dan supervisi ke seluruh sekolah yang ada di setiap provinsi. LPMP
selain harus bersinergis dengan para pengawas tentunya harus berkomitmen dan
memiliki political will yang kuat dengan pemerintah daerah dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikan di daerah karena mereka yang memiliki para
pengawas sekolah. Beberapa hal yang dapat dilakukan LPMP dalam membantu
peranan para pengawas sekolah adalah :
Memberikan bantuan teknis berupa pendidikan dan pelatihan tentang
supervisi pendidikan (akademik dan manajerial).
Menfasilitasi dinas, para pengawas sekolah untuk menyusun instrument
kepengawasan yang terstandar.
LPMP harus dapat menjadi badan yang berkompeten dalam merekrut dan
menguji pengawas sekolah secara psikologis dan akademik dengan
mengeluarkan sertifikat kepengawasan (educational audit certificate)
F. Kesimpulan
Mutu sebuah produk termasuk juga produk yang dihasilkan oleh institusi
pendidikan tentunya tidak lepas dari quality control atau penjaminan mutu
terhadap lulusan yang dihasilkan, quality control memiliki peranan yang
penting dan strategis dalam penjaminan mutu pendidikan.
Adapun bentuk dari revitalisasi peran pengawas sekolah dalam upaya
meningkatkan kualitas pendidikan adalah :
1. Rekrutmen pengawas harus sesuai dengan Permendiknas no.12 tahun 2007
dan Peraturan Pemerintah no.19 tahun 2005.
2. Perlunya adanya pembenahan ulang dalam wilayah kerja
binaan pengawas sekolah karena yang ada saat ini terlalu banyak.
3. Pemerintah pusat harus mendahulukan peningkatan kompetensi pengawas
sekolah dibandingkan para kepala sekolah dan guru.
17. 4. Pemerintah daerah/dinas pendidikan kabupaten/kota harus merumuskan
dan membuat kebijakan yang seragam tentang proses pengawasan yang
dilakukan di sekolah.
5. Pengawas diberikan kewenangan dalam menyeleksi calon kepala sekolah
dan melakukan proyek pelatihan dan pengembangan bagi guru-guru, serta
menilai kinerja guru dan kepala sekolah selanjutnya direkomendasikan
dalam peningkatan karirnya.
6. Disediakan dana operasional dan tunjangan yang memadai bagi
pengawas.
Beberapa hal yang dapat dilakukan LPMP dalam membantu peranan para
pengawas sekolah adalah :
1. Memberikan bantuan teknis berupa pendidikan dan pelatihan
tentang supervisi pendidikan (akademik dan manajerial).
2. Menfasilitasi dinas, para pengawas sekolah untuk menyusun
instrument kepengawasan yang terstandar.
3. LPMP harus dapat menjadi badan yang berkompeten dalam
merekrut dan menguji pengawas sekolah secara psikologis dan
akademik dengan mengeluarkan sertifikat kepengawasan
(educational audit certificate)
18. Daftar Pustaka
Alma, Buchari, at.al. 2009. Guru Profesional. Bandung. Alfabeta
Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Permendiknas Nomor 12 tahun 2007 tentang Standar Pengawas
Sekolah/Madrasah.
Permendiknas No. 63 tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan.
Purwanto, M. Ngalim (2009). Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya
Rifai, Veithzal (2005): Manajemen Sumber daya manusia untuk Perusahaan,
Jakarta, Murai Kencana.
Rochman, Arif dan Wiyono, Giri (2008). Laporan Hasil Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat. Yogyakarta: Pusat Studi Kebijakan Lembaga
Penelitian Universitas Negeri Yogyakarta.
Suhardan, H .Dadang ,(2006). Supervisi Bantuan Profesional,. Bandung. Mutiara
Ilmu
Suara Merdeka, 31 Desember 2011. Kolom pendidikan, hal 8.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
http://lpmpbanten.net/konten.php?view=detail&kont=9443
http://gurupembaharu.com/home/?p=215