1. Lebih baik Ekspor Pupuk Mikroba,
Ketimbang Ekspor TKI
KOMPASIANA OPINI | 06 March 2010 | 12:12 329 6
100 dari 100 Kompasianer menilai Menarik
Sebagai orang Jawa tulen, bertani atau berkebun
adalah hobi warisan genetik saya di luar pekerjaan sehari-hari di bidang teknik. Tapi ketika bekerja
dan tinggal di Balikpapan, berkebun memiliki tantangannya sendiri. Kalau di Jawa banyak terdapat
gunung berapi yang membuat tanah Jawa begitu subur sehingga ibarat tinggal menancapkan tongkat
saja besoknya sudah tumbuh pohon baru (kata Koes Plus), di Kalimantan banyak gunung batubara.
Akibatnya tanah di Kalimantan tidak terlalu subur. Seringkali tanaman menjadi kering sendiri karena
sang akar tersengat panas yang tersimpan dalam tanah, Karena itulah untuk menyalurkan hobi
berkebun semua warga Balikpapan lebih suka menanam dalam pot atau polibag.
Lain halnya kalau Anda pergi ke pelosok Kalimantan. Di sana Anda akan menemui tanah berawa
becek yang kita sebut sebagai tanah gambut. Di beberapa daerah ada lahan gambut yang di lapisan
bawahnya terdapat pasir kuarsa. Di daerah yang lain ada lahan gambut yang di bawahnya terdapat
kandungan racun dan logam tinggi seperti pirit, aluminium, besi dan mangan. Karena itulah saya
angkat topi terhadap keuletan para transmigran dari Jawa yang dengan tekun dan sabar mau menjadi
petani di Kalimantan sini, padahal tanaman musiman tidak akan bertahan karena unsur haranya yang
sangat kurang.
Di penghujung masa pemerintahan Soeharto terdapat Proyek Pengembangan Lahan Gambut Sejuta
Hektar. Saat itu ada solusi instan dari pemerintah. 1 ton kapur di tebar di atas setiap 1 hektar lahan
gambut. Tapi kalau Sungai Kapuas meluap, tanah kembali menjadi asam karena kapurnya sudah
tercuci kembali. Solusi lain untuk membangun sistem drainase, ternyata membuat Pirit masuk ke
sungai dan membunuh ikan-ikan di sungai.
2. Saya menggunakan pupuk organik dalam berkebun menggunakan pot atau
polibag. Karena itu saya sungguh bangga saat membaca artikel tulisan Asni Harismi di Media
Indonesia edisi Kamis, 4 Februari 2010 mengenai sosok berprestasi bernama Ali Zum Mashar. Rasa
kagum, bangga dan penasaran terhadap sosok Pak Ali semakin menjadi bukti yang kesekian bahwa
faktanya adalah pemerintah yang selalu terlambat dan bermasalah, sementara rakyatnya banyak
pintar, cerdas dan kreatif mencari solusi.
Di artikel tersebut ditulis bahwa pada tahun 1996, Ali pergi ke Palangkaraya sambil membawa strain
mikroba temuannya saat kuliah. Dia mencobakan mikroba tersebut ke dalam pot tanah gambut
bercampur pasir kuarsa dengan tanaman tomat. Dan cara ini berhasil.
Saat menjadi sarjana yang tergabung dengan proyek gambut
sejuta hektar, dia menemukan bahwa di salah satu lahan gambut di Barito ada tanaman kacang-
kacangan dan tanaman berdaun lebar yang tumbuh subur, padahal itu bukan tanaman asli lahan
gambut. Langsung saja di ambil tanah di sekitar lokasi itu. Di laboratorium, strain mikroba yang
berada di sampel tanah tersebut dibiakkan lalu dicobakan ke petani binaannya. Teorinya berhasil
dengan berhasilnya pertanian kedelai, jagung, cabai dan padi di lahan gambut Kalimantan. Bahkan
panen padi bisa sampai 6 ton per hektarnya.
Karuan saja, Ali mengambil langkah lanjutan untuk membuat usaha sendiri dengan nama PT Alam
Lestari Maju Indonesia yang salah satu produknya adalah pupuk hayati Bio P2000Z, pupuk berbahan
baku ragam mikroba. Pupuk tersebut diklaim sudah menjadi solusi bagi para petani lahan gambut.
Pupuk tersebut bahkan sudah dipatenkan secara internasional di Swiss dan 121 negara lainnya.
Tahun 2009, Ali mendapatkan penghargaan Hak Kekayaan Intelektual Luar Biasa. Ali juga diminta
menjadi staf ahli Menteri Transmigrasi dan Tenaga Kerja.
3. Ini yang penting. Awal tahun 2009, datanglah Prof. Nabil Y. Kurashi sebagai utusan Arab Saudi untuk
meminta Ali membantu Arab Saudi menghijaukan gurun pasir di sana bersama mikrobanya. Sebagai
awal, Ali diberikan lahan 300 ha di Dubai dan 30 ha di Jeddah untuk proyek ini. Untuk itu Ali
menyiapkan 1 tim ahli pertanian dan kultur jaringan. Mikroba unggulan disiapkan untuk bekerja
menjadikan gurun pasir menjadi tanah pertanian. Pak Ali berkata bahwa bagi pemerintah, pengiriman
TKI ke Arab Saudi adalah sumber devisa, padahal bagi TKI itu sumber penderitaan. Tapi toh tetap
dilakukan pemerintah juga. Sekarang Pak Ali memilih untuk mengirim tenaga ahli plus mikroba untuk
ke Arab Saudi, itu jauh lebih terhormat ketimbang yang dilakukan pemerintah.
Saya tidak tahu, apakah pemerintah sudah benar-benar memanfaatkan otak Indonesia bernama Ali
Zum Mashar ini untuk meningkatkan produktivitas pertaniannya. Saya sendiri telah mendapatkan
pupuk mikroba ini untuk sedang mencobanya di tanah saya.
Apakah hanya negara lain yang menghormati otak Indonesia ? Pak Ali berkata,”Mudah-mudahan
implementasi teknologi penyuburan lahan di Indonesia tidak kalah cepat dengan usaha saya di Arab
Saudi”.
Referensi:
Artikel “Pekerjakan Mikroba ke Arab Saudi”, oleh Asni Harismi, Media Indonesia edisi Kamis, 4
Februari 2010.
Nb. Untuk mendapatkan Pupuk Ajaib ini dapat hubungi 0852 2228 1977